bab ii tinjauan pustaka 2.1 umum - sinta.unud.ac.id ii.pdf · bersifat non-struktural antara lain...
Post on 24-Feb-2018
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Jalan adalah prasarana trasportasi yang memiliki lapisan struktur yang
bersifat lentur yang terdiri dari lapisan perkerasan jalan dan lapisan tanah dasar
(subgrade). Lapisan perkerasan merupakan lapisan yang terletak diatas lapisan
tanah dasar yang memiliki CBR 6% yang berfungsi menerima bidang kontak
dalam memberikan pelayanan terhadap pengguna jalan. Lapisan perkerasan terdiri
dari lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course),
lapisan pondasi bawah (subbase course). Lapisan permukaan adalah lapisan
perkerasan yang terletak pada lapis teratas dan umumnya mempunyai sifat kedap
air, memiliki stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama terhadap deformasi
plastis. Pada pengujian campuran aspal panas, kekuatan daya tahan terhadap
beban mekanis ditunjukkan dari hasil pengujian marshallnya sedangkan kekuatan
deformasi plastis ditunjukkan dengan hasil stabilitas dinamisnya. Lapisan
permukaan dibagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat non-struktural dan
struktural. Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan untuk lapisan yang
bersifat non-struktural antara lain Burda, Buras, Burtu, Latasbum (Lapis Tipis
Asbuton Murni), Latasir, Lataston. Lapis permukaan yang bersifat struktural antara
Lapen, Lasbutag (Lapis Aspal Buton Agregat), Laston (Lapis Aspal Beton).
Laston merupakan campuran aspal beton (AC) yang terbentuk dari agregat
kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) dan aspal dengan proporsi tertentu.
Kualitas aspal beton harus bersifat tahan lama, kedap air serta memiliki nilai
8
9
struktur dan memenuhi standar spesifikasi. Lapisan aspal beton (aspalt Concrete)
dapat dibagi menjadi 3 macam campuran sesuai fungsinya, yaitu
(Sukirman,2007):
a. Laston lapis aus (Aspalt Concrete-Wearing course/AC-WC)
b. Laston lapis permukaan antara (Aspalt Concrete-Binder Course/AC-BC)
c. Laston lapis pondasi (Aspalt Concrete-Base/AC-Base)
Aspal beton (Laston) sebagai lapis aus (Aspalt Concrete-Wearing course/AC-
WC) memiliki sifat kedap air, tahan terhadap cuaca, stabilitas yang tinggi dan
berpungsi sebagai bidang kontak langsung dengan beban lalu lintas diatasnya.
Aspal beton ini dikenal pula sebagai campuran aspal panas dengan nama hotmix
dengan kadar aspal antara 5-6,5%. Laston sebagai lapis permukaan antara (Aspalt
Concrete-Binder Course/AC-BC) merupakan lapisan pondasi yang umumnya
memiliki sifat tahan beban, dengan kadar aspal lebih banyak dari kadar aspal
dibawahnya umumnya antara 4-6%. Lapisan ini berpungsi untuk menyebarkan
beban roda kendaraan ke lapisan dibawahnya, lapisan ini juga memiliki sifat
kedap air agar air tidak meresap ke tanah dasar. Laston sebagai lapis pondasi
(Aspalt Concrete–Base Course/AC-Base) adalah aspal beton yang berpungsi
sebagai lapisan pondasi atas dengan kadar aspal biasanya antara 4-5% untuk
menahan gaya lintang dari beban roda kendaraan, tebalnya biasanya lebih tebal
dari lapisan diatasnya.
2.2. Campuran Aspal Panas
Aspal beton sebagai campuran aspal panas terdiri dari agregat dan aspal.
Kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap mutu dan karakteristik campuran
10
aspal panas karena agregat memiliki komposisi hampir 95% berdasarkan berat
atau 75-86% berdasarkan volume (Sukirman,2007). Pada pengujian campuran
aspal panas kekuatan daya tahan terhadap beban mekanis ditunjukkan dari hasil
pengujian stabilitas marshallnya, pada umumnya semakin kecil nilai abrasi
agregat pencampurnya maka semakin tinggi nilai marshallnya. Pada penelitian
Syamsul (2007), nilai stabilitas marshall cenderung mengalami penurunan dengan
semakin besarnya nilai abrasi dan nilai stabilitas marshall maksimum sebesar
1.787,477 kg terjadi pada nilai abrasi 20,44%.
Pada umumnya campuran aspal panas memiliki karakteristik sebagai
campuran aspal panas antara lain (Sukirman,2003):
1. Stabilitas, adalah kemampuan suatu lapis perkerasan untuk menerima beban
lalu lintas tanpa terjadinya perubahan bentuk (deformasi) seperti gelombang,
alur, maupun bleeding. Adapun faktor-faktor yanag mempengaruhi nilai
stabilitas campuran antara lain:
a. Gesekan internal, yang berasal dari kekasaran permukaan dari butir-
butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau betuk butir, gradasi
agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.
b. Kohesi, adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya untuk
memelihara tekanan kontak antar butir agregat. Daya kohesi ditentukan
oleh kualitas unsur aspalnya seperti penetrasi aspal, perubahan
viskositas, tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek dari
waktu dan umur aspal.
11
2. Keawetan (Durabilitas) adalah kemampuan perkerasan jalan untuk mencegah
perubahan yang diakibatkan oleh beban lalu lintas, umur aspal, pengaruh air
atau kelembaban, keausan agregat dan perubahan temperatur. Dalam
campuran aspal panas keawetan/durabilitas campuran dipengaruhi oleh:
a. Tebal film yang cukup memadai untuk menahan kehausan akibat
pengaruh cuaca. Biasanya dapat dilihat dari nilai VMA campuran.
Bila terlalu tipis, lapisan aspal mudah teroksidasi udara dan
terkelupas, bila terlalu tebal bisa terjadi bleeding.
b. Banyaknya pori dalam campuran Void in aggregate dimana bila
Porositas (VIM) nya kecil, lapisan menjadi cukup impermeable
dan tidak mudah ditembus oleh udara. Porositas yang kecil juga
dapat mengurangi proses oksidasi yang menyebabkan aspal
mengelupas
c. VMA yang besar, menyebabkan tebal film aspal lebih tebal.
1. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance)
Ketahanan terhadap kelelahan adalah kemampuan menerima beban akibat
beban berulang tanpa terjadi perubahan bentuk seperti alur dan retak.
Penomena ini bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa hal. Untuk
mendapatkan ketahanan terhadap kelelahan dapat dilaksanakan upaya:
a. Bila porositas VIM dan VMA tinggi dengan kadar aspal yang lebih
ditingkatkan.
b. Campuran dengan gradasi yang lebih halus biasanya memiliki
ketahanan kelelehan yang lebih baik.
12
4. Kelenturan (Fleksibilitas) adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti
penurunan (deformasi) yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang
tanpa terjadi retak dan perubahan volume ataupun berat sendiri tanah
timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Hal ini dapat dicapai dengan:
a. Menggunakan agregat bergradasi terbuka/senjang, sehingga VMA
menjadi lebih besar.
b. Menggunakan aspal dengan penetrasi lebih tinggi/lebih lunak
c. Menggunakan aspal yang lebih banyak sehingga VIM menjadi
lebih kecil walaupun VMA sedikit besar dan memenuhi syarat
Marshall Quotient (MQ) yang merupakan indikator sifat yang
ditentukan dari perbandingan antara stabilitas/flow (kN/mm).
5. Kekesatan/Tahanan Geser (skid resistance)
Kekesatan adalah kemampuan permukaan aspal beton dalam menerima
gesekan roda kendaraan sehingga kendaraan tidak mudah mengalami slip
terutama pada saat hujan. Perkerasan aspal umumnya memiliki tahanan geser
yang baik. Hal ini diperoleh dengan menggunakan:
a. Kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
b. Agregat dengan permukaan kasar, dan berbentuk kubikal
c. Kepadatan campuran.
d. Penggunaan agregat kasar dalam jumlah yang cukup. Untuk ini,
pada campuran aspal bergradasi senjang biasanya ditentukan
jumlah agregat kasar yang dipergunakan.
13
6. Kedap Air (impermeabilitas)
Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air
ataupun udara. Air dan udara dapat mempercepat proses oksidasi aspal dan
dapat menimbulkan efek pengelupasan film aspal dari permukaan agregat.
Oleh sebab itu, kekedapan lapisan aspal sangat diperlukan untuk mencegah
masuknya air kedalam perkerasan.
7. Mudah dilaksanakan (workability)
Kemudahan pelaksanaan dimaksudkan untuk kemudahan dalam pencampuran,
penghamparan dan pemadatan campuran aspal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh:
a. Viskositas aspal
b. Gradasi agregat dan kandungan bahan pengisi (filler). Bila kadar
filler terlalu tinggi bisa mengurangi workability.
8. Tidak mengkilap, tampilan permukaan aspal tidak memantulkan cahaya.
2.3 Bahan Perkerasan Jalan
Bahan material perkerasan jalan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan asal
material yang digunakan. Untuk mendapatkan kualitas campuran aspal panas
sebagai bahan perkerasan jalan diperlukan pengujian properties material sebelum
digunakan.
2.3.1 Agregat
Agregat adalah material berbutir padat yang keras dan solid. Agregat
sebagai bahan perkerasan memiliki peranan yang sangat penting dalam
14
meningkatkan stabilitas campuran aspal panas. Adapun cakupan agregat antara
lain: batu bulat, batu pecah, abu batu dan pasir. Agregat sebagai bahan perkerasan
adalah agregat yang memenuhi syarat properties agregat campuran aspal panas.
Secara umum agregat sebagai bahan perkerasan jalan memiliki ketentuan sebagai
berikut:
a. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3%
b. Berat jenis (specific gravity) agregat kasar dan halus tidak boleh
berbeda lebih dari 0,2.
c. Memenuhi nilai abrasi/keausan yang diijinkan
Berdasarkan spesifikasi Bina Marga tahun 2010 revisi 3, nilai abrasi agregat
sebagai campuran aspal panas dengan aspal minyak adalah ≤40% sedangkan
campuran yang menggunakan aspal mod adalah ≤30%. Berdasarkan Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) dalam Manual Pekerjaan
Campuran Beraspal Panas (2004), agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan
proses pengolahannya, serta berdasarkan ukuran butirnya.
2.3.1.1 Klasifikasi agregat berdasarkan proses terjadinya
Menurut Sukirman (2003), klasifikasi agregat berdasarkan asal
kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan
batuan metamorf (batuan malihan), yaitu: Batuan beku (igneous rock), batuan
sedimen, batuan metamorf
15
2.3.1.2 Klasifikasi agregat berdasarkan proses pengolahannya
Menurut Sukirman (2003), berdasarkan proses pengolahannya agregat
dapat dibedakan menjadi agregat siap pakai atau agregat alam, agregat yang perlu
diolah.
1. Agregat siap pakai/agregat alam
Agregat alam merupakan agregat yang dapat dipergunakan sebagai
perkerasan jalan yang diambil dari alam dengan sedikit proses pengolahan.
Biasanya agregat alam terbentuk melalui proses alam seperti erosi dan
degradasi sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses
pembentukannya. Agregat yang mengalami proses erosi akibat air biasanya
terjadi di sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan
permukaan yang halus. Agregat yang mengalami proses alam dengan
degradasi biasanya terjadi di daerah yang berbukit-bukit, biasanya
mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar.
Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil. Kerikil
adalah agregat dengan ukuran partikel >1/4 inci (6,35 mm) sedangkan pasir
adalah agregat dengan ukuran partikel <1/4 inci tetapi lebih besar dari 0,075
mm (saringan no. 200).
2. Agregat yang perlu diolah
Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat yang terdapat
di permukaan bumi biasanya berasal dari bukit-bukit maupun sungai,
karena bentuknya kurang sesuai dengan yang diinginkan atau melebihi
ukuran yang diinginkan harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu
16
dengan menggunakan mesin pemecah batu (Stone Crusher) atau secara
manual agar diperoleh:
a. Bentuk partikel yang bersudut dan kubikal.
b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
c. Gradasi sesuai yang diinginkan.
Yang termasuk juga agregat olahan adalah semen dan kapur, atau limbah
industri seperti abu terbang.
2.3.1.3 Klasifikasi agregat berdasarkan ukuran butirnya
Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar,
agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Ketentuan dan ukuran butiran agregat
yang dapat digunakan menurut Departemen Pekerjaan Umum 2010 dalam
spesifikasi Bina Marga 2010 antara lain:
1. Agregat kasar
a. Agregat kasar adalah agregat yang tertahan ayakan No.4 (4,75 mm).
b. Fraksi agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang
disyaratkan. Angularitas agregat kasar sidefinisikan sebagai persen
terhadap berat agregat yang lebih besar dari 4,75mm dengan muka bidang
pecah .
2. Agregat halus
17
a. Agregat halus adalah agregat terdiri dari pasir atau hasil pengayakan
batu pecah yang lolos dari ayakan No.4 (4,75mm) dan tertahan pada
saringan No.200 (0,075mm)
b. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran sampai suatu batas yang
tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran.
c. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya.
3. Bahan pengisi Filler
a. Bahan pengisi yang ditambahkan (filler added) terdiri atas debu batu
kapur (lomestone dust, Calcium Carbonate, �����), atau debu kapur
padam yang sesuai dengan AASHTO M303-89(2006), semen atau
mineral yang berasal dari asbuton yang sumbernya disetujui oleh
Direksi Pekerjaan. Jika digunakan aspal modifikasi dari jenis asbuton
yang diproses maka bahan pengisi yang ditambahkan (Filler added)
haruslah berasal dari mineral yang diproleh dari asbuton tersebut.
b. Bahan pengisi (filler), bagian dari agregat halus yang lolos saringan
No.200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya kecuali
untuk mineral asbuton harus mengandung bahan yang lolos ayakan
No.100 (150 micron) tidak kurang 95% terhadap beratnya, non-plastis,
tidak mengandung bahan organik, tidak menggumpal.
c. Semua campuran beraspal yang mengandung bahan pengisi yang
ditambahkan (filler added) harus dalam rentang 1-2% dari berat total
campuran agregat.
18
Tabel 2. 1 Ketentuan agregat kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan
bentuk
agregat
terhadap
larutan
Natrium sulfat SNI 3407:2008
Maks. 12%
Maks. 18%
Magnesium sulfat
Campuran AC Mod
100
Putaran
SNI 2417:2008
Maks. 6%
Maks. 30 % Abrasi dengan
mesin Los
Angeles 500 putaran
Semua jenis campuran
100
Putaran Maks. 8%
aspal bergradasi
lainnya
500
Putaran
Maks.40%
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-
1991 Min. 95%
Butir pecah pada Agregat Kasar
SNI 7619:2012 95/90
Partikel pipih dan lonjong
ASTM D4791
Maks. 10% Perbandingan 1:5
Material lolos ayakan no.200 SNI 03-4142-
1996 Maks. 2%
Sumber: Dep.PU.(2014)
19
Tabel 2. 2 Ketentuan agregat halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min.60 %
Angularitas Dengan Uji Kadar SNI 03-6877-2002 Min 45
Gumpalan Lempung dan Butir-Butir SNI 03-4141-1996 Maks.1%
Agregat lolos Ayakan No.200 SNI 03-4428-1997 Maks.10%
Sumber: Dep.PU.2014
2.3.2 Sifat agregat
Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa sebagai bagian dari proses
pembuatan campuran aspal panas antara lain (Sukirman, 2007):
1. Gradasi merupakan susunan butir agregat sesuai dengan ukurannya.
Gradasi dapat mempengaruhi rongga antar butir, nilai stabilitas dan
kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat biasanya diperoleh
dari hasil analisis saringan dengan menggunakan 1 set saringan dengan
meletakkan ukuran saringan yang paling besar diatas dan saringan yang
paling kecil dibawah. Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
a. Gradasi seragam (Uniform Graded) atau Gradasi Terbuka
Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi
seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) dan merupakan
agregat bergradasi buruk karena hanya mengandung sedikit agregat
halus, sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat.
Agregat dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan
dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume
kecil.
20
b. Gradasi rapat (Dense Graded) atau gradasi baik (Well Graded)
Merupakan agregat dengan butirannya terdistribusi merata dalam satu
rentang ukuran butir. Agregat gradasi baik dikenal dengan nama
gradasi rapat yang memiliki stabilitas tinggi, mudah dipadatkan dan
sedikit pori. Berdasarkan ukuran butiran agregat penyusun campuran
agregat, gradasi baik dapat dibedakan menjadi:
1) Agregat bergradasi kasar yaitu agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran menerus dari rentang ukuran
kasar sampai halus, tetapi dominan agregat kasar.
2) Agregat bergradasi halus yaitu agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran rentang ukuran kasar sampai
halus, tetapi dominan agregat halus.
c. Gradasi buruk (Poorly Graded) atau gradasi senjang
Adalah agregat yang mempunyai distribusi ukuran butiran tidak
menerus dan campuran agregat yang tidak memenuhi ke dua kategori
diatas. Agregat begradasi buruk yang umum digunakan yaitu gradasi
celah (gap graded) yang merupakan campuran agregat dengan satu
fraksi sedikit sekali.
21
Gambar 2. 1 Contoh saringan macam-macam gradasi agregat
Sumber: Sukirman (2007)
2. Ukuran maksimum agregat
Ukuran maksimum agregat adalah ukuran yang menunjukkan satu
saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum,
dapat dinyatakan dengan mempergunakan:
a. Ukuran Maksimum Agregat, menunjukkan ukuran saringan terkecil
dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100 %.
b. Ukuran Nominal Maksimum Agregat, menunjukkan ukuran
saringan terbesar dimana agregat yang tertahan tidak lebih dari
10%.
3. Kebersihan agregat (cleanliness)
Kebersihan agregat yang ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang
lolos saringan No.200 seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya
tumbuh-tumbuhan pada campuran agregat.
0102030405060708090
100
0.01 0.1 1 10
Be
rat
Ag
reg
at
ya
ng
Lo
los
(%)
Ukuran Saringan (mm)
Gradasi Rapat
Gradasi Senjang
Gradasi Seragam
22
4. Daya tahan agregat
Daya tahan agregat merupakan kekuatan agregat terhadap adanya
penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat
mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir-butir
agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis,
seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan jalan, pelayanan
terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh
kelembaban, kepanasan dan perubahan suhu sepanjang hari. Nilai
keausan/abrasi >40%: agregat kurang kuat, <30%: untuk lapis penutup,
<40%: untuk lapis permukaan dan lapis pondasi atas (LPA), <50%: untuk
lapis pondasi bawah (LPB). Pada spesifikasi Bina Marga revisi 3 agregat
sebagai campuran aspal panas adalah memiliki abrasi/kehausan ≤40%
pada pemakaian aspal minyak dan ≤30% untuk penggunaan aspal
modifikasi dengan gradasi kasar. Ketahanan agregat terhadap degradasi
diperiksa dengan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles,
sesuai dengan SNI 2417-2008. Daya tahan terhadap proses kimiawi
diperiksa dengan pengujian soundness atau dinamakan juga pengujian sifat
kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium sulfat (Na2SO4) atau
magnesium sulfat (MgSO4).
5. Bentuk dan tekstur agregat
Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dapat dikelompokkan
menjadi berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau
mempunyai bidang pecahan, sedangkan tekstur permukaan agregat dapat
23
dibedakan atas licin, kasar atau berpori. Agregat yang bulat umumnya
mempunyai permukaan yang licin dan menghasilkan daya penguncian
antar agregat yang rendah dengan tingkat kestabilan yang rendah pula.
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran
beraspal panas karena kekasaran permukaan agregat tersebut dapat
menahan agregat dari gesekan dan pergeseran atau perpindahan.
Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan ketahanan gesek
yang kuat pada roda kendaraan, sehingga akan meningkatkan keamanan
kendaraan terhadap slip.
6. Daya lekat agregat terhadap aspal
Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap
air. Adapun faktor yang mempengaruhi lekatan aspal terhadap agregat
dapat dibedakan atas dua yaitu: sifat mekanis yang tergantung dari pori-
pori dan absorpsi, bentuk, tekstur permukaan, ukuran butir agregat dan
sifat kimiawi yang tergantung dari jenis agregat.
7. Berat jenis agregat
Dalam perencanaan campuran aspal panas, berat jenis agregat sangat
berpengaruh terhdap hasil pengujian karakteristik campuran aspal. Besar
kecilnya berat jenis agregat dipengaruhi oleh besarnya
kehausan/abrasinya, semakin besar nilai kehausannya maka berat jenisnya
semakin kecil. Berat jenis adalah suatu rasio tanpa dimensi, yaitu rasio
antara berat suatu benda terhadap berat air yang volumenya sama dengan
benda tersebut. Sebagai standar dipergunakan air pada suhu 4ºC karena
24
pada suhu tersebut air memiliki kepadatan yang stabil. Berat jenis agregat
dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini. (Krebs and Walker, 1971).
Vp
Vp-VcVcViVs
Gambar 2. 2 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG
Sumber: Sukirman (2007)
Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu:
a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity) bila aspal diasumsikan hanya
menyelimuti agregat di bagian permukaan saja, tidak meresap ke
bagian agregat yang permeable.
Volume yang diperhitungkan adalah:
Bulk SG = ( ) wVtot
Ws
wVpViVs
Ws
γγ ×=
×+++ ................................ (2.1)
Vs = volume solid
Vi = volume yg impermeable terhadap air dan aspal
Vp = total volume permeable
Vc = volume yg permeable terhadap air tapi impermeable terhadap aspal
Vp-Vc = volume yg permeable terhadap air dan aspal
25
dimana : γw = berat volume air = 1 gr/cc = 1 t/m3.
Sehingga Bulk SG adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang
volumenya
= Vs + Vi + Vp ........................................................................... (2.2)
b. Berat jenis semu (apparent specific gravity)
SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat
dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau
ke dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan
adalah: Vs + Vi
Apparent SG = ( ) wViVs
Ws
γ×+ ..................................................... (2.3)
c. Berat jenis efektif (effective specific gravity)
SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem.
Asumsi yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke
(Vp – Vc). Oleh karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif.
Effective SG = ( ) wVcViVs
Ws
γ×++
............................................. (2.4)
dimana:
Vp = volume pori yang dapat diresapi air
V = volume total dari agregat
Vi = volume pori yang tidak dapat diresapi air
26
Vs = volume partikel agregat
Ws = berat kering partikel agregat
γw = berat volume air
2.3.3 Pencampuran agregat (Blending)
Agregat yang terdapat di lapangan kemungkinan besar mempunyai
gradasi/ukuran yang beraneka ragam. Untuk mendapatkan gradasi agregat yang
sesuai dengan spesifikasi, maka perlu dilakukan pencampuran agregat.
Pencampuran agregat dapat dilakukan dengan cara:
1. Cara mencoba-coba (Trial and Error) yaitu cara pencampuran agregat
dengan cara mencoba kemungkinan berbagai proporsi agregat, kemudian
mengadakan analisa saringan yang dibandingkan dengan spesifikasi yang
disyaratkan.
2. Cara analitis yaitu berdasarkan penggabungan agregat dengan
menggunakan rumus pendekatan. Rumus yang digunakan menurut cara
Bambang Ismanto (1993) dalam Thanaya (2012) adalah
%100×−
−=
CF
CSX .................................................................. (2.5)
Dimana: X = % agregat halus
S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki
F = % agregat halus lewat saringan tertentu
C = % agregat kasar lewat saringan tertentu
27
3. Cara grafis adalah penggabungan fraksi Agregat yang dilakukan dengan
menggambarkan grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos
saringan dari setiap agregat yang digunakan dengan prosentase lolos
saringan spesifikasi limit.
4. Cara proporsi agregat, untuk memperoleh proporsi campuran agregat yang
diinginkan, selain dengan cara mencampur agregat dapat juga dengan cara
memproporsikan agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi yang
diinginkan.
2.3.4 Aspal
Aspal merupakan material perekat (comentitious) berwarna hitam atau
cokelat tua dengan unsur utamanya bitumen. Bitumen adalah zat perekat
(comentitious) berwarna hitam atau gelap, yang dapat diperoleh di alam maupun
sebagai hasil produksi. Pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai agak padat
dan bersifat termoplastis. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran
perkerasan dapat mempengaruhi karakteristik marshall campuran. Hasil pengujian
karakteristik marshall pada kadar aspal optimum (KAO) 6,85% terhadap berat
campuran laston AC-WC yang menggunakan aspal BNA Blend 75/25 sebesar
1.088,621Kg (Leily Fatmawati, 2012). Pada umunya aspal dihasilkan dari
penyulingan minyak bumi. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan yang berpungsi antara lain sebagai bahan
pengikat yaitu memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta antara
28
aspal itu sendiri dan sekaligus sebagai pengisi antara rongga antar butir-butir
agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
2.3.4.1 Jenis aspal
A. Berdasarkan cara memperolehnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu aspal
alam, dan aspal buatan, dengan pengertian sebagai berikut:
1. Aspal alam
Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral
lainnya dalam bentuk batuan, karena dapat di alam biasanya kadar
bitumennya sangat berpariasi dari rendah sampai tinggi. Aspal ini dapat
dibedakan menjadi:
a. Aspal gunung (rock aspalt), seperti aspal di Pulau Buton.
Aspal Asbuton merupakan aspal alam yang banyak dimiliki oleh
Indonesia yang terletak di pulau Buton, Sulawesi Tenggara di
pegunungan Lawele dengan deposit aspal 100.000.000 m3. Asbuton
terbentuk dari proses aspal alam melalui minyak mentah dalam perut
bumi yang terdestilasi secara alami sehingga menjadi residu (aspal)
kemudian muncul ke bumi dan meresap ke dalam batuan porous
(biasanya dari jenis batu kapur) sehingga membentuk aspal gunung
(rock aspalt).
b. Aspal danau (lake aspalt), seperti di Trinidad.
Lake aspal merupakan aspal alam yang terbentuk dari residu minyak
yang terdestilasi oleh bumi membentuk residu (aspal) kemudian
29
muncul ke permukaan bumi melalui celah yang berupa lembah
sehingga terbentuk deposit aspal alam berupa danau aspal yang
disebut like aspal.
2. Aspal buatan
Aspal buatan biasanya berasal dari proses pengolahan residu destilasi
minyak bumi yang diproses seperti:
a. Aspal padat/keras adalah aspal yang didapatkan melalui proses residu
destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu
jenis aspaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin
base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base
crude oil yang banyak mengandung campuran antara parafin dan aspal.
Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis
aspaltic base crude oil.
b. Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi
destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organis misalnya kayu
atau batubara.
B. Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang
Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal
padat, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Aspal keras (hard aspalt)
Aspal keras adalah aspal minyak yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu
ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen
30
aspal (aspalt cement). Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan atas
penetrasinya yaitu aspal dengan penetrasi (Pen 40/50, Pen 60/70, Pen 80/70 dan
Pen 80/100). Pada daerah panas atau lalu lintas dengan volume tinggi
menggunakan aspal semen dengan penetrasi rendah, sedangkan untuk daerah
dingin atau lalu lintas rendah menggunakan penetrasi tinggi. Untuk pekerjaan
lapisan perkerasan jalan, sesuai dengan spesifikasi teknik dari Bina Marga aspal
keras yang dipakai adalah aspal tipe I yaitu aspal pen 60/70 dan atau tipe II
Aspal yang dimodifikasi. Aspal yang dimodifikasi sebagai campuran aspal panas
haruslah jenis Asbuton, dan elastomeric latex atau sintetis dan memenuhi
ketentuan spesifikasi 2010 Bina Marga revisi 3. Aspal modifikasi memiliki
kelebihan dalam mengatasi deformasi plastis pada suhu/temperatur rendah. Aspal
BNA Blend merupakan aspal mod yang telah melalui proses pengolahan dengan
berbahan dasar Asbuton dan telah mengalami proses pengujian dan dinyatakan
memenuhi standar spesifikasi Bina Marga sebagai campuran aspal panas. Aspal
modifikasi harus dikirim dalam tangki yang dilengkapi dengan alat pembakar gas
atau minyak yang dikendalikan secara termostatis dan dilengkapi dengan sistem
segel yang disetujui sehingga mencegah terjadinya kontaminasi baik dari
pabriknya ataupun dari pengirimannya. Penyaluran aspal modifikasi ke tangki
penampung dilapangan dengan sistem sirkulasi yang tertutup penuh. Aspal BNA
Blend memiliki sifat adhesifitas yang lebih baik dan secara alami mengandung
anti striping karena kandungan Nitrogen base coumpound yang besar pada
Asbuton dibandingkan aspal minyak (PT.Performa Alam Lestari,2013).
31
Tabel 2. 3 Perbandingan kandungan bitumen buton dan aspal minyak
Komposisi Buton/BNA Asmin Keterangan
• Nitrogen Base
• Aspalteen
30
47
< 1
10
BNA
Mengandung
Anti Striping
alami
Malten 53 90
Sumber: PT.Performa Alam Lestari (2013)
Tabel 2. 4 Ketentuan-ketentuan untuk aspal keras
No Jenis Pengujian Metoda
Pengujian
Tipe I
Aspal
Pen 60
/70
Tipe II Aspal yang
Dimodifikasi
A B
Asbuton
yg
diproses
Elastom
er
Sintetis
1 Penetrasi pada 25 C (0,1 mm)
SNI 06-2456-
1991 60 - 70 Min. 50 Min. 40
2 Viscositas Dinamis 60ºC (Pa.s)
SNI 06-6441-
2000 160-240 240-360 320-480
3 Viskosistas Kinematis135 C (cSt)
AASHTO
T201-03 ≥ 300
385 –
2000 ≤ 3000
4 Titik Lembek ('C)
ASNI 06-2434-
1991 ≥ 48 ≥ 53 ≥ 54
5 Daktilitas pada 25 C, (cm)
SNI-06-2432-
1991 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100
6 Titik Nyala ('C)
SNI-06-2433-
1991 ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232
7 Kelarutan dalam Trichloroethylene
(%)
AASHTO T44-
03 ≥ 99 ≥ 90(1) ≥ 99
8 Berat Jenis
SNI-06-2441-
1991 ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0
9 Stabilitas Penyimpanan ('C)
ASTM D 5976
part 6.1 - ≤ 2,2 ≤ 2,2
10 Partikel yg lebih halus dari 150
micron (µm) (%)
Min 95
(1)
Pengujian Residu TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-
2002):
11 Berat yang Hilang (%)
SNI 06-2441-
1991 ≤ '0,8 ≤ '0,8 ≤ '0,8
Viscositas Dinamis 60ºC (Pa.s)
SNI 03-6441-
2000 ≤ 800 ≤ 1200 ≤ 1600
12 Penetrasi pada 25 C (%)
SNI 06-2456-1991 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
13 Keelastisan setelah pengembalian (%)
AASHTO T
301-98 ≥ 60
14 Daktilitas pada 25 C (cm)
SNI 06-2432-
1991 ≥ 100 ≥ 50 ≥ 25
Sumber: Dep.PU. (2014)
32
Catatan:
1) Hasil pengujian adalah bahan pengikat (bitumen) yang diekstrasi
dengan menggunakan metoda SNI 2490:2008. Sedangkan untuk
pengujian kelarutan dan gradasi mineral dilaksanakan pada seluruh
bahan pengikat termasuk kandungan mineralnya.
2) Pabrik pembuat bahan pengikat Tipe II dapat mengajukan metoda
pengujian alternatif untuk viskositas bilamana sifat sifat elastomeric
atau lainnya didapati berpengaruh terhadap akurasi pengujian penetrasi,
titik lembek atau standar lainnya.
3) Viscositas di uji juga pada temperature 100ºC dan 160ºC untuk tipe I
dan untuk tipe II pada temperature 100ºC dan 170ºC.
4) Jika pengujian viskositas tidak dilakukan sesuai dengan AASHTO
T201-03 maka hasil pengujian harus dikonversikan ke satuan cSt.
2. Aspal cair (cutback aspalt)
Aspal cair yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair
merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil
penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.
Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal
cair dapat dibedakan menjadi:
a). Rapid Curing Cut Back Aspalt (RC), merupakan aspal semen yang
dilarutkan dengan bensin/premium. Jenis ini paling cepat menguap.
33
b). Medium Curing Cut Back Aspalt (MC), merupakan aspal semen yang
dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti minyak tanah.
c). Slow Curing Cut Back Aspalt (SC), merupakan aspal semen yang
dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar.
3. Aspal emulsi
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengelmusi,
yang dilakukan di pabrik pencampur.
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan
atas:
a. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal
emulsi yang butiran aspalnya bermuatan arus listrik positif.
b. Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal
emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif.
c. Non ionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi,
berarti tidak mengantarkan listrik
Pada umumnya digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi
anionik dan kationik. Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat
dibedakan atas:
a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan
pengelmulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat
menjadi padat atau keras kembali.
b. Medium Setting (MS), aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah.
34
c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.
2.3. Sifat aspal
Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Daya tahan (Durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.
b. Adhesi dan kohesi
Adhesi yaitu ikatan antara aspal dan agregat pada campuran aspal beton.
Sifat ini dievaluasi dengan menguji sepesimen dengan test stabilitas
Marshall beserta pariabelnya. Kohesi adalah ketahanan aspal untuk
tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi
pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah bahan yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak jika temperatur
bertambah.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat
yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan,
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa
perapuhan terus berlangsung selama masa pelaksanaan. Jadi, selama
35
masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi yang besar yang
dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin
tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.4 Pemeriksaan Aspal
Sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dan aspal yang memenuhi syarat
yang telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan
lentur. Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Penetrasi Aspal
Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan
aspal. Pengujian dilaksanakan pada suhu 25ºC dan kedalaman penetrasi
diukur setelah beban seberat 100g dilepaskan selama 5 detik.
2. Pemeriksaan Titik Lembek (Softening Point Test)
Pemeriksaan titik lembek bertujuan untuk mengetahui kepekaan aspal
terhadap temperatur. Suhu pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak
tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai
penetrasi yang sama. Titik lembek adalah suhu rata-rata (dengan beda suhu
≤ 1ºC) pada saat bola baja menembus aspal karena leleh dan menyentuh
plat dibawahnya (sejarak 1 inci = 25,4 mm). Pengujian dilaksanakan
dengan alat ‘Ring and Ball Apparatus’. Manfaat dari pengujian titik
lembek ini adalah digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari
aspal.
36
3. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan suhu
dimana pada aspal terlihat nyala singkat di permukaan aspal (titik nyala)
dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala
dan bakar perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum
pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar.
4. Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal
Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat
akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal.
Penurunan berat menunjukkan adanya komponen aspal yang menguap
yang dapat berakibat aspal mengalami pengerasan yang eksesif/berlebihan
sehingga menjadi getas (rapuh) bila pengurangan berat melebihi syarat
maksimalnya. Pengujian ini dilanjutkan dengan pengujian nilai penetrasi
aspal, untuk mengetahui peningkatan kekerasannya (dalam % penetrasi
semula).
5. Pemeriksaan Daktilitas Aspal
Tujuan dari pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu
sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara
dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu 25ºC dan
kecepatan tarik 5 cm/menit. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar
mengikat butir-butir agregat yang lebih baik tetapi lebih peka terhadap
perubahan temperatur.
37
6. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air
suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu, 25oC. Data berat jenis
aspal dipergunakan untuk perhitungan dalam perencanaan dan evaluasi
sifat campuran aspal beton. Adapun persyaratan sifat-sifat laston sebagai
campuran bahan perkerasan jalan memenuhi dalam spesifikasi teknis 2010
revisi 3 seperti Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 di bawah ini
Tabel 2. 5 Ketentuan sifat-sifat campuran laston (AC)
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis
Aus
Lapis
Antara Pondasi
Jumlah Tumbukan per bidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0.075mm dengan kadar aspal
efektif
Min. 1
Maks. 1.4
Rongga dalam campuran (%)
Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA)
(%) Min. 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800
Pelelehan (mm) Min. 2 3
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah perendaman selama 24
jam, 60º C Min. 90
Rongga dalam Campuran (%)
pada Kepadatan Membal (refusal) Min. 2
Sumber : Dep. PU (2014)
38
Tabel 2. 6 Ketentuan campuran laston yang dimodifikasi (AC Mod)
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis
Aus
Lapis
Antara Pondasi
Ratio partikel lolos ayakan 0.075
mm dengan kadar aspal efektif
Min. 1
Maks. 1.4
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%)
Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA)
(%) Min. 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 2250
Pelelehan (mm)
Min. 2 3
Mak 4 6(1)
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah perendaman selama 24
jam, 60 ºC Min. 90
Rongga dalam Campuran (%)
pada Kepadatan Membal (refusal) Min. 2
Stabilitas Dinamis, lintasan/mm Min. 2500
Sumber : Dep.PU.(2014)
Catatan :
1) Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis
Maksimum Agregat (gmm test, SNI 03-6893-2002).
2) Direksi Pekerjaan dapat atau menyetujui AASHTO T 283-89 sebagai
alternative pengujian kepekaan terhadap kadar air. Pengkondisian beku
cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Nilai Indirect Tensile
Strength Retained (ITSR) minimum 80% pada VIM (Rongga Campuran)
8%
3) Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), disarankan menggunakan
penumbuk bergetar (vibratory hammer) agar pecahnya butiran agregat
39
dalam campuran dapat dihindari. Jika digunakan penumbukan manual
jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan 6 Inch dan 400
untuk cetakan berdiameter 4 inch
4) Pengujian Wheel Tracking Machine (WTM) harus dilakukan pada
temperature 60º C. prosedur pengujian harus mengikuti serti pada Manual
untuk Rancangan dan Pelaksanaan Perkerasan Aspal, JRA Japan Road
Association (1980).
5) Laston (AC Mod) harus campuran bergradasi kasar.
2.5 Perencanaan Campuran Aspal Panas
Perencanaan suatu campuran aspal panas (Hot Mix) dilaksanakan dengan
mengacu kepada spesifikasi yang ditentukan. Secara umum dilaksanakan dengan
tahapan sebagai berikut.
2.5.1 Pengujian material
Sebelum merencanakan campuran aspal, terlebih dahulu harus
melaksanakan pengujian material: agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal.
Sifat-sifat material harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
2.5.2 Penentuan gradasi agregat
Gradasi masing-masing jenis agregat (kasar, halus dan filler) mungkin saja
ditentukan dalam spesifikasi suatu jenis campuran aspal panas. Demikian pula
gradasi agregat gabungannya. Gradasi agregat gabungan bisa diperoleh dengan
mencampur (blending), teknik mencampur (blending) agregat dapat dilaksanakan
40
secara analitis maupun secara grafis. Perencanaan gradasi agregat di
laboratorium, bisa dilaksanakan tanpa memblending agregat, yaitu berdasarkan
gradasi ideal (batas tengah) spesifikasi yaitu dengan mengayak agregat sesuai
ukuran maing-masing saringan yang ditentukan kemudian proporsi agregat dicari
berdasarkan komulatif persentase lolos gradasi ideal.
Selain itu, gradasi menerus dapat juga ditentukan dengan menggunakan
rumus modifikasi Kurva Fuller (Sukirman.2007):
P=nn
nn
D
dF
075,0
)075,0)(100(
−
−−+F........................................................... (2.6)
Dimana:
P = % material lolos ayakan d (mm)
D = diameter agregat maksimum (mm)
F = % filler
n = nilai eksponensial yang mempengaruhi kecekungan garis gradasi
2.5.3 Penentuan proporsi agregat
Pengelompokan agregat dalam penelitian ini sebagai agregat kasar
(tertahan saringan No. 4 = 4.75mm) diperoleh dari hasil pengayakan. Untuk
agregat halus (lolos saringan No.8 = 2,36mm dan tertahan saringan No. 200 =
0,075mm) dapat langsung menggunakan pasir halus. Sedangkan filler adalah
material non plastis yang lolos saringan No.200 = 0,075mm minimal 85%. Filler
dapat berupa debu batu atau semen portland.
41
Dalam penelitian ini metode memproporsikan agregat yang dipakai adalah
tanpa blending, tapi diproporsikan berdasarkan titik tengah dengan menggunakan
gradasi agregat campuran AC-WC seperti dalam Tabel 2.7.
42
Tab
el 2
. 7
Gra
das
i ca
mp
ura
n
Uku
ran
Ayak
an
(mm
)
% B
era
t ya
ng
lolo
s te
rha
da
p t
ota
l A
gre
ga
t d
ala
m C
am
pu
ran
Lat
asir
(S
S)
Lat
asto
n (
HR
S)
Las
ton (
AC
)
Gra
das
i
Gra
das
i S
emi
G
rad
asi
Halu
s G
rad
asi
Kas
ar
Kel
as
A
Kel
as B
W
C
Ba
se
WC
B
ase
W
C
BC
B
ase
W
C
BC
B
ase
37,5
10
0
10
0
25
10
0
90 -
10
0
1
00
90
-10
0
19
100
1
00
1
00
1
00
10
0
100
1
00
90
-10
0
73
-90
1
00
9
0-1
00
73
-90
12,5
9
0 –
100
9
0 –
100
9
0 -
10
0
90 –
100
9
0 –
100
7
4 -
10
0
61
- 7
9
90 -
10
0
71
-90
55
-76
9,5
9
0 –
100
75 –
85
65 –
90
55
– 8
8
55 –
70
72
– 9
0
64
- 8
2
47
- 6
7
72 -
90
5
8-8
0
45
-66
4,7
5
54
– 6
9
47
- 6
4
39
,5 -
50
43 -
63
3
7-5
6
28
-39,5
2,3
6
7
5 –
100
5
0 -
72
3
35 -
55
3
50
– 6
2
32 -
44
39
,1 –
53
34
,6 -
49
30
,8 -
37
28 -
39
,1
23
-34
,6
19
-26,8
1,1
8
31
,6 –
40
28
,3 -
38
24
,1 -
28
19 -
25
,6
15
-22
,3
12
-18,1
0,6
3
5 –
60
15 –
35
20
– 4
5
15 -
35
23
,1 –
30
20
,7 -
28
17
,6 -
22
13 -
19
,1
10
-16
,7
7-1
3,6
0,3
15
– 3
5
5 –
35
15,5
-2
2
13
,7 -
20
11
,4 -
16
9 -
15
,5
7-1
3,7
5
-11
,4
0,1
5
9-1
5
4-1
3
4-1
0
6-1
3
5-1
1
4,5
-9
0,0
75
10 –
15
8-1
3
6 –
10
2 –
9
6-1
0
4 –
8
4 –
10
4-8
3
-6
4-1
0
4-8
3
-7
Su
mb
er:
Dep
.PU
.(20
10
)
42
43
Catatan :
1. Laston (AC) bergradasi kasar dapat digunakan pada daerah yang mengalami deformasi
yang lebih tinggi dari biasanya seperti pada daerah pegunungan, gerbang tol atau pada
dekat lampu lalu lintas
2. Lataston (HRS) bergradasi semi senjang sebagai pengganti Lataston bergradasi senjang
dapat digunakan pada daerah dimana pasir halus yang diperlukan untuk membuat
gradasi yang benar benar senjang tidak dapat diperoleh
3. Untuk semua jenis campuran, rujuk Tabel 2.8 untuk ukuran agregat nominal maksimum
pada tumpukan bahan pemasok dingin.
4. Apabila tidak ditetapkan dalam Gambar, penggunakan pemilihan gradasi sesuai dengan
petunjuk Direksi Pekerjaan.
Tabel 2. 8 Ukuran nominal agregat kasar penampung dingin untuk campuran aspal
Jenis Campuran
Ukuran nominal agregat kasar
penampung dingin (cold bin) minimum
yang diperlukan (mm)
5-10 10-14 14-22 22-30
Lataston Lapis Aus Ya Ya
Lataston Lapis Pondasi Ya Ya
Laston Lapis Aus Ya Ya
Laston Lapis Antara Ya Ya Ya
Laston Lapis Pondasi Ya Ya Ya Ya
Sumber: Dep. PU, 2010
44
2.5.4 Estimasi kadar aspal awal
Setelah proporsi masing-masing agregat diketahui, maka dilakukan
perhitungan kadar aspal awal perkiraan. Adapun perhitungannya menurut Dep.
PU (1999) sebagai berikut:
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K ……………………..(2.7)
dimana :
Pb = % kadar aspal awal terhadap berat total campuran
%CA = % agregat kasar terhadap berat total agregat
%FA = % agregat halus terhadap berat total agregat
%FF = % filler terhadap berat total agregat
K = Nilai konstanta kira-kira 0,5 sampai 1,0 untuk Laston dan 2,0
sampai 3,0 untuk Lataston. Untuk jenis campuran lain gunakan
nilai 1,0 sampai 2,5.
2.5.5 Penentuan prosentase material terhadap berat total campuran
Prosentase proporsi agregat dihitung berdasarkan berat total agregat.
Karena dalam campuran terdapat kandungan aspal, maka perlu dihitung
prosentase material terhadap berat total campuran. Untuk membuat sebuah sampel
umumnya diperlukan sekitar 1200 gram agregat yang proporsinya sesuai dengan
ukuran butir agregat. Prosentase terhadap berat total campuran akan berubah
sesuai dengan variasi prosentase kadar aspal.
45
2.5.6 Perhitungan jumlah material yang dibutuhkan
Proporsi agregat kasar disesuaikan dengan prosentase ukuran butirnya
yang sudah dipersiapkan (diayak) terlebih dahulu. Untuk agregat halus sudah bisa
langsung menggunakan pasir halus lolos 4.75mm (ayakan No.4) dan tertahan
0,075mm (ayakan No.200).
2.5.7 Pemanasan material dan mould
Agregat yang sudah diproporsikan, ditempatkan dalam wadah dari metal
(misalnya waskom aluminium). Demikian juga aspal ditempatkan dalam kaleng
dengan ukuran yang cukup. Kemudian dipanaskan (sebaiknya) dalam oven.
Ketentuan temperatur aspal untuk pemanasan, pencampuran dan pemadatan
didasarkan atas rentang temperatur dimana viskositas aspal akan memberikan
hasil yang optimal. Hal ini didasarkan atas hasil studi dan data-data yang sudah
ada. Sebagai pedoman umum, suhu pemanasan, pencampuran dan pemadatan
campuran dilaksanakan sesuai Tabel 2.9 dan alat yang disiapkan seperti berikut
ini:
Mould (cetakan sampel) dengan diameter 4 inci (101,6 mm) dan tinggi 3
inci (75 mm) dilengkapi colar mould (mould tambahan), dan alat pencampur
(mixer) atau sendok pengaduk metal, dan batang besi perojok/ penusuk juga perlu
dipanaskan (dapat dipanaskan pada temperatur sama dengan temperatur
pemanasan aspal).
46
Tabel 2. 9 Ketentuan viskositas & temperatur pencampuran & pemadatan
No. Prosedur Pelaksanaan
Viskosit
as Aspal
(Pas)
Perkiraan Temperatur
Aspal (º C )
Tipe I Tipe II B
1
Pencampuran benda uji
Marshall 0,2 155 ± 1 165 ± 1
2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4 145 ± 1 155 ± 1
3
Pencampuran, rentang
temperatur sasaran 0,2 - 0,5 145 – 155 155 - 165
4
Menuangkan campuran aspal
dari alat pencampur ke dalam
truk ± 0,5 135 – 150 145 - 160
5
Pemasokan ke Alat
Penghampar 0,5 - 1,0 130 – 150 140 - 160
6 Pemadatan Awal (roda baja) 1 – 2 125 – 145 135 – 155
7 Pemadatan Antara (roda karet) 2 – 20 100 – 125 110 – 135
8 Pemadatan Akhir (roda baja) ˂ 20 ˃ 95 ˃ 105
Sumber: Dep. PU. (2014)
2.5.8 Jumlah sampel dan pemanasan
Untuk setiap variasi kadar aspal, idealnya dibuat minimal 3 sampel,
kemudian karakteristik campuran diambil dari nilai rata-rata dua sampel yang
memberi hasil terbaik. Bila pencampuran dilaksanakan secara manual, agregat
ditempatkan dalam waskom metal dan diaduk rata sebelum dipanaskan. Setelah
panas (2-3 jam dalam oven) kemudian dituangi aspal sejumlah yang diperlukan,
lalu diaduk dengan sendok metal serata mungkin.
Untuk mengurangi kehilangan temperatur, yang bisa berakibat agregat
tidak terselimuti aspal dengan merata maka material campuran dipanaskan lebih
dulu beberapa saat (2-5 menit), kemudian diaduk kembali sampai rata.
47
2.5.9 Pemadatan sampel
Sebaiknya semua peralatan dipanaskan untuk mempertahankan temperatur
dan kemudahan pelaksanaan (workability). Nilai kepadatan menunjukkan
kerapatan suatu massa campuran, sifatnya rapat atau padat dan sebaliknya.
Kepadatan dipengaruhi oleh jenis bahan susun, kualitas dan proses pemadatannya
yang dilakukan sesuai dengan jumlah tumbukan sebagai berikut:
1. Pemadatan dengan lalu lintas berat: 2 x 75
2. Berat alat tumbuk: 4,5 kg
3. Tinggi jatuh: 18” = 45,7 cm
2.5.10 Pengukuran volumetrik sampel
Campuran beraspal panas pada dasarnya terdiri atas aspal dan agregat.
Proporsi masing-masing bahan harus dirancang sedemikian rupa agar dihasilkan
aspal beton yang dapat melayani lalu lintas dan tahan terhadap pengaruh
lingkungan selama masa pelayanan. Ini berarti campuran beraspal haruslah:
1. Mengandung cukup kadar aspal agar awet.
2. Mempunyai stabilitas yang memadai untuk menahan beban lalu lintas.
3. Mengandung cukup rongga udara (VIM) agar tersedia ruangan yang cukup
untuk menampung ekspansi aspal akibat pemadatan lanjutan oleh lalu lintas
dan kenaikan temperatur udara tanpa mengalami bleeding atau deformasi
plastis.
4. Rongga udara yang ada harus juga dibatasi untuk membatasi permeabilitas
campuran.
48
5. Mudah dilaksanakan sehingga campuran beraspal dapat dengan mudah
dihampar dan dipadatkan sesuai dengan rencana dan memenuhi spesifikasi.
Dalam Pedoman Teknik No.028/T/BM/1999, kinerja campuran beraspal
ditentukan oleh volumetrik campuran (padat) yang terdiri atas:
1. Berat Jenis Bulk Agregat, karena agregat total terdiri atas fraksi-fraksi
agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang masing-masing
mempunyai berat Jenis yang berbeda maka berat jenis bulk (Gsb) agregat
total dapat dihitung sebagai berikut:
Berat jenis bulk (G��) =������…��� �!�
� �!�
�⋯� �!�
.......................................................(2.8)
Keterangan:
#$% = Berat jenis bulk total agregat
&', &), &� = Presentase masing-masing fraksi agregat
#', #), #� = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat
Berat jenis bulk bahan pengisi sulit ditentukan dengan teliti. Namun demikian,
jika berat jenis nyata (apparent) bahan pengisi dimasukkan, maka penyimpangan
yang timbul dapat diabaikan.
2. Berat Jenis Efektif Agregat
Berat jenis efektif campuran (Gse), rongga dalam partikel agregat yang
menyerap aspal, dapat ditentukan dengan rumus
berikut:
49
G�* =������…���
�!+,�
� �
!+,��⋯�
�!+, �
................................................................................... (2.9)
Keterangan:
Gse = Berat jenis efektif agregat
&', &), &� = Presentase masing-masing fraksi agregat
#$-', #$-), #$-� = Berat jenis efektif masing-masing fraksi agregat
2. Berat Jenis Maksimum Campuran
Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal
diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Ketelitian
hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal
optimum. Sebaiknya pengujian berat Jenis maksimum dilakukan dengan benda uji
sebanyak minimum dua buah (duplikat) atau tiga buah (triplikat). Selanjutnya
Berat Jenis Maksimum (Gmm) campuran untuk masing-masing kadar aspal dapat
dihitung menggunakan berat jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai berikut:
G.. =�//
+!+,
� 0!0
. .................................................................................. (2.10)
Keterangan:
Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran, Rongga Udara nol
Pmm = Persen berat total campuran (= 100)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran
Pb = Kadar aspal, persen terhadap berat total campuran
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal
50
3. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total,
tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai
berikut:
P�2 = 1005+,65+0
5+0.5+,G� ………………………………………..………………(2.11)
Keterangan:
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat.
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal
4. Kadar Aspal Efektif
Kadar aspal efektif (Pbe) Campuran beraspal adalah kadar aspal total
dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini
akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan
menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus kadar aspal efektif adalah:
P�* = P� −�09
'::P� ..……………………………………………………….(2.12)
Keterangan:
Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran
Pb = Kadar aspal, persen total campuran.
51
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat
Ps = Kadar agregat, persen total campuran.
5. Rongga di antara Mineral Agregat (VMA)
Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel
agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal
efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung
berdasarkan Berat Jenis Bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume
Bulk campuran yang dipadatkan. Persentase minimum rongga dalam agregat
(VMA) diambil sesuai dengan ukuran maksimum nominal agregat yang
digunakan sesuai petunjuk pelaksanaan lapis aspal beton (Laston) untuk jalan
raya, SKBI-2.4.26.1987 Departemen Pekerjaan Umum, tahun 1987. VMA dapat
dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat total (lihat
rumus 2.13). Perhitungan VMA terhadap campuran total adalah dengan rumus
berikut:
a. Terhadap Berat Campuran Total
;<= = 100 −5/0>�+
5+0.........................……………………………….…(2.13)
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Ps = Kadar agregat, persen total campuran
52
b. Terhadap Berat Agregat Total
;<= = 100 −5/0
5+0x
'::
('::��0)100 ..................................................... (2.14)
Keterangan:
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Pb = Kadar aspal, persen total campuran
6. Rongga di Dalam Campuran (VIM)
Rongga udara dalam campuran (VIM) dalam campuran perkerasan
beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal.
Menurut spesifikasi teknik 2010 revisi 3 Bina Marga, VIM campuran dengan
aspal modifikasi dibatasi antara 3-5%. VIM lebih kecil dari 3% menunjukkan
rongga yang dibutuhkan aspal untuk naik ke permukaan tidak mencukupi dan
sebaliknya bila VIM melebihi dari 5% menyebabkan campuran kurang kedap air
sehingga campuran mudah retak dan tidak tahan lama. Volume rongga udara
dalam persen dapat ditentukan dengan rumus berikut:
;@ = 100ABCC6BCD
BCC , Va Min 2 %............................................. (2.15)
Keterangan:
VIM = Ronga udara campuran, persen total campuran
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran
7. Rongga Terisi Aspal
53
Ronggi terisi aspal (VFB) andalan persen rongga yang terdapat di antara
partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap
oleh agregat. Besarnya nilai VFB mempunyai pengaruh terhadap keawetan
(durability) suatu campuran aspal panas, semakin besar nilai VFB semakin kecil
pula nilai VIM. Hal ini menunjukkan bahwa rongga yang terisi oleh aspal
semakin banyak sehingga akan tahan lama dan sebaliknya jika VFB kecil maka
VIM akan lebih besar sehingga rongga yang terisi aspal sedikit dan agregat yang
diselimuti oleh aspal semakin tipis sehingga campuran aspal tidak akan tahan
lama. Rumus VFB adalah sebagai berikut:
VFB ='::(JKL6MNO)
JKL ................................................................... (2.16)
Keterangan:
VFB = Rongga Terisi Aspal, persen VMA
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk.
VIM = Rongga di dalam campuran, persen total campuran
Gambaran volumetrik campuran beraspal seperti yang ditunjukkan pada
gambar dibawah ini
Gambar 2. 3 Komponen Campuran Beraspal Secara Volumetrik
Sumber: Dep. PU (1999)
54
Keterangan:
9. Campuran AC-WC Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak
Persentase derajat Kepadatan Mutlak (Percentage Refusal Density, PRD)
adalah rasio antara kepadatan benda uji lapangan terhadap kepadatan refusal
dalam satuan persen. Perencanaan campuran beraspal dengan PRD adalah
simulasi adanya pemadatan lanjutan oleh lalu-lintas.
Dalam pembuatan benda uji PRD, kadar aspal yang dipergunakan adalah
kadar aspal yang memberikan nilai VIM Marshall 5% dan 0,5% di atas dan di
bawah dari kadar aspal tersebut ( Pedoman Kontruksi dan Bangunan, No.001-
03/BM/2006). Untuk masing-masing kadar aspal dibuatkan 3 benda uji. Benda uji
VMA = Volume rongga di antara
mineral agregat
Vmb = Volume bulk campuran Padat
Vmm = Volume campuran padat
tanpa rongga
VFB = Volume rongga terisi aspal
VIM = Volume rongga dalam campuran
Vb = Volume aspal
Vba = Volume aspal yang
diserap agregat
Vsb = Volume agregat
berdasarkan berat
jenis bulk)
Vse = Volume agregat
berdasarkan
55
ini kemudian dipadatkan dalam cetakan (mold) dengan pemadatan getar atau
dengan pengembangan pemadatan Marshall.
Metode PRD dengan pemadatan getar menggunakan cetakan (mold)
berdiameter 152-153 mm (6 inchi). Sebelum digunakan cetakan, pelat dasar
cetakan dan telapak pemadat yang berukuran 102 dan 146 mm harus dipanaskan
dalam oven pada temperatur yang sama dengan temperatur pemadatan. Campuran
beraspal dimasukkan ke dalam cetakan lapis demi lapis sebanyak lima lapis. Tiap
lapis dipadatkan dengan pemadat getar dengan palu pemadat harus diatur pada
posisi tegak. Palu pemadat yang sudah dipanaskan digetarkan pada frekuensi
antara 20 dan 50 Hz. Telapak pemadatan yang lebih lebar digunakan pada
pemadatan terakhir dengan tujuan untuk meratakan permukaan benda uji. Pada
satu titik pemadatan harus berlangsung selama antara 2 dan 10 detik tiap posisi
sehingga total waktu pemadatan kira-kira selama 120 detik + 5 detik.
Sedangkan untuk PRD dengan pengembangan pemadatan Marshal
dilakukan dengan menggunakan alat Marshall. Nilai kepadatan refusal dengan alat
Marshall ini akan mendekati nilai kepadatan refusal dengan alat pemadat getar
apabila tumbukan yang dilakukan pada setiap sisi benda uji adalah 400 tumbukan.
Dengan demikian pemadatan Marshall dengan 400 tumbukan pada setiap sisi
benda uji dapat digunakan sebagai alternative pengganti pemadat getar. Tetapi
hal-hal yang mungkin menjadi kendala dalam prosedur ini adalah dengan
pemadatan 2 x 400 tumbukan dapat memungkinkan terjadinya pemecahan partikel
agregat. Bila hal ini terjadi maka hasil perencanaan tidak akan baik. Oleh karena
itu, perlu diperhatikan bahwa bila perencanaan campuran beraspal dengan
56
pendekatan kepadatan mutlak dilakukan dengan menggunakan alat Marshall,
maka perlu dipertimbangkan bahwa mutu agregat (nilai abrasi agregat dengan
mesin Los Angeles maximum 40%) dan suhu pemadatan ( +1400C untuk
penetrasi aspal 60/100 atau + 145 0C untuk penetrasi aspal 60/70) dapat terpenuhi.
Jumlah tumbukan untuk pemadatan PRD ini dilakukan sebanyak 2 x 400
tumbukan untuk cetakan dengan diameter 4 inci dan sebanyak 2 x 600 tumbukan
untuk cetakan dengan diameter 6 inci.
Hasil pengujian VIM-PRD kemudian disatukan ke dalam grafik
hubungan antara VIM-Marshall dengan kadar aspal. Perbedaan nilai VIM benda
uji yang dipadatkan dengan Marshall standar dengan yang dipadatkan sampai
dengan mencapai kepadatan mutlaknya tidak boleh lebih besar dari 3% (lebih
direkomendasi sekitar 2%).
Gambar 2. 4 Hubungan VIM-Marshall, VIM-PRD dengan Kadar Aspal
Sumber: Dep.PU (2006)
57
2.5.11 Uji stabilitas marshall dan flow
Kinerja campuran aspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat
pemeriksa Marshall. Pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur RSNI M-01-
2003. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)
yang optimum dikaitkan dengan kategori lalu lintas (lalu lintas ringan, lalu lintas
sedang, lalu lintas berat) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan
agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang
terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau
0,01 inci. Sesuai spesifikasi teknik 2010 revisi 3, nilai flow dibatasi minimum
2mm dan maksimal 4mm. Pelelahan (Flow) dapat sebagai indikator kelenturan
campuran aspal panas dalam menahan beban lalu lintas sehingga. Flow dibawah
2mm dapat dikatakan aspal menyelimuti agregat dalam campuran sedikit sehingga
campuran menjadi rengas dan kaku atau getas namun sebaliknya bila terlalu
banyak aspal yang menyelimuti agregat, maka semakin baik ikatan antara agregat
dengan aspal yang dapat menyebabkan pelelahan (flow) menjadi tinggi sehingga
campuran akan bersifat plastis yang mudah berubah bentuk (deformasi plastis)
akibat beban lalu lintas tinggi/berat.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang berbentuk silinder berdiameter 4
inci (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inci (6,35 cm) serta dilengkapi dengan proving ring
(cincin penguji) yang berkapasitas 22,2 KN dan flow meter. Proving ring
dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur nilai stabilitas
campuran. Pembacaan arloji tekan ini dilkalikan dengan hasil kalibrasi cincin
58
penguji serta angka korelasi. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter)
untuk mengukur kelelehan plastis (flow).
Adapun perhitungan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai
berikut:
Stabilitas (kg) = A x 102 x B ..............................................................(2.17)
Keterangan:
A = Pembacaan dialgauge stabilitas dikonversi dengan faktor alat
102 = angka konversi dari KN ke kg
B = Angka koreksi beban akibat ukuran sampel
2.5.12 Penentuan kadar aspal optimum
Penentuan Kadar aspal optimum ditentukan dengan merata-ratakan kadar
aspal yang memberikan stabilitas maksimum, serta persyaratan campuran lainnya
seperti VIM, VMA, VFB, Stabilitas, Mq dan kelelehan campuran (flow). Kadar
aspal optimum dapat ditentukan dengan menggunakan Metode bar chart seperti
pada Gambar 2.5 Nilai kadar aspal optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari
rentang kadar aspal maksimum dan minimum yang memenuhi spesifikasi.
Gambar 2. 5 Contoh Penentuan Kadar Aspal Rencana ( Optimum ) Sumber: Dep. PU (1989)
Sifat Campuran
yang Disyaratkan
1 VMA
2 VFB
3 VIM Marshal
4 Vim PRD
5 Stabilitas
6 Flow
7 MQ
NoRentang Kadar Aspal
Kadar Aspal Rencana
65 874
59
Tabel 2. 10 Rasio korelasi stabilitas marshall
Isi benda uji (cm²) Tebal Benda Uji (mm) Angka Koreksi
200–213 25,4 5,56
214-225 27 5
226-237 28,6 4,55
238-250 30,2 4,17
251-264 31,8 3,85
265-276 33,3 3,57
277-289 34,9 3,33
290-301 35,5 3,03
302-316 38,1 2,78
317-328 39,7 2,5
329-340 41,3 2,27
341-353 42,9 2,08
354-367 44,4 1,92
368-379 46 1,79
380-392 47,6 1,67
393-405 49,2 1,56
406-420 50,8 1,47
421-431 52,4 1,39
432-443 54 1,32
444–456 55,6 1,25
457–470 57,2 1,19
471–482 58,7 1,14
483–495 60,3 1,09
496–508 61,9 1,04
509–522 63,5 1
523–535 65,1 0,96
536–546 66,7 0,93
547–559 68,3 0,89
560–573 69,9 0,86
574–585 71,4 0,83
586–598 73 0,81
599–610 74,6 0,78
611–625 76,2 0,76
Sumber: Dep.PU(2003)
60
2.5.13 Pengujian stabilitas marshall sisa
Pada Spesifikasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah untuk
mengevaluasi keawetan campuran adalah pengujian Marshall perendaman di
dalam air pada suhu 60oC selama 24 jam. Perbandingan stabilitas yang direndam
dengan stabilitas standar, dinyatakan sebagai persen, dan disebut Indeks Stabilitas
Sisa (IRS), dan dihitung sebagai berikut:
IRS =MSI
MSSx100 ............................................................................................ (2.18)
Keterangan:
IRS = Indeks of Retained Strength
MSI = Stabilitas Marshall kondisi setelah direndam selama 24 jam dengan suhu
60ºC
MSS = Stabilitas Marshall kondisi standar (direndam selama 30-40 menit pada
suhu 60ºC)
2.5.14 Marhall Quotient
Marshall Quotient adalah hasil bagi antara nilai marshall dengan
pelelehan(flow). Dalam spesifikasi teknik revisi 3 nilai MQ tidak dibatasi untuk
campuran dengan aspal modifikasi. Akan tetapi MQ untuk lalu lintas berat
disyaratkan minimum 200 Kg/mm dan maksimum 350 Kg/mm. Sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan lapis aspal beton (Laston) untuk jalan raya, SKBI-
2.4.26.1987 dan pedoman pemanfatan asbuton campuran beraspal panas dengan
asbuton olahan, no.001-03/BM/2006 disyaratkan MQ minimum 300 Kg/mm. MQ
sangat tergantung dari stabilitas marshall dan pelelahan yaitu bila MQ tinggi
61
campuran kurang lentur dan bila sebaliknya MQ rendah campuran mudah berubah
bentuk, besaran nilai MQ dipengaruhi oleh gradasi, bentuk agregat dan sifat
penyusunnya.
2.5.15 Uji stabilitas dinamis dengan wheel tracking machine
Pengujian wheel tracking ini dilakukan setelah karakteristik dari masing-
masing campuran diteliti melalui uji marshall. Untuk mencari nilai stabilitas
dinamis pada masing-masing campuran dengan agregat yang berbeda pengujian
dilakukan mengikuti standar pengujian yang dikeluarkan oleh JRA (Japan Road
Association),1980 dengan buku panduannya yang berjudul “Manual For Design
And Contruction Of Aspalt Pavement (1980)”. Pengujian wheel tracking
dilakukan pada kadar aspal optimum (KAO) karena pada prinsipnya pengujian
wheel tracking tersebut adalah suatu metoda untuk menguji stabilitas suatu
campuran beraspal terhadap pembebanan mekanis sesuai dengan kondisi di
lapangan dalam suatu uji laboratorium. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
mengevaluasi ketahanan campuran beraspal (Stabilitas) terhadap deformasi
(Flow). Deformasi adalah perubahan bentuk permukaan sampel atau benda uji
sebagai akibat dari konsolidasi (flow) berupa jejak roda atau alur dari roda uji
wheel tracking. Sedangkan konsolidasi adalah penurunan permukaan sampel atau
benda uji akibat pembebanan mekanis berulang (bersifat dinamis) oleh roda uji
wheel tracking pada suatu uji laboratorium. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan benda uji yang dibuat dengan ukuran mold 30 x 30 x 5 cm,
banyaknya jumlah material yang dibutuhkan untuk 1 sampel adalah:
Vol = 30 x 30 x density (rencana JMF) x F ................................................... (2.19)
62
F = Faktor kehilangan berat, diambil 1,02 gr
Perhitungan parameter Stabilitas Dinamis/Dynamic Stability dan Kecepatan
Deformasi/Rate of Deformation dianalisis dengan rumus sebagai berikut:
KD = 42 x [(t2 – t1) / (d2 – d1)] .................................................................... (2.20)
SD = (d2 – d1) / (t2 – t1) ............................................................................... (2.21)
Dengan
SD = Stabilitas Dinamis (lintasan/mm)
KD = Kecepatan Deformasi (mm/menit)
d1 = Deformasi pada saat waktu t1 (mm)
d2 = Deformasi pada saat waktu t2 (mm)
t1 = waktu pada saat d1 (menit)
t2= waktu pada saat d2 (menit)
disamping grafik hubungan antara komulatif deformasi dengan waktu, dari
pengujian wheel tracking tersebut akan dapat pula dibuat grafik hubungan antara
komulatif lintasan roda uji wheel tracking dengan komulatif deformasi, sehingga
nantinya akan dapat diketahui pula jumlah komulatif lintasan disaat benda uji
mulai mengalami keruntuhan.
top related