bab ii teori bahasa dan semiotika -...
Post on 07-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
TEORI BAHASA dan SEMIOTIKA
1. Bahasa
Dunia bahasa telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan. Bahasa bukan lagi dipahami berdasarkan dimensi logis
antara realitas tetapi telah dipahami sebagai logosentrisme1. Manusia sudah tidak lagi
memahami bahasa melalui struktur bahasa tetapi juga melalui berdasarkan fungsi bahasa
berdasarkan konteks bahasa digunakan. Penggunaan bahasa harus sesuai dengan aturan-
aturan sintaksis dalam bahasa. Bahasa dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang
dikendalikan oleh aturan sinteksis tersebut.2 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Bahasa adalah Sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa sering
kali dipandang untuk menunjukkan tabiat seseorang dan sifatnya. Dalam tingkat
masyarakat, bahasa memerankan banyak fungsi. Yang utama diantara fungsi bahasa
adalah bahwa bahasa menciptakan batasan dan menyatukan para penuturnya sebegai
anggota masyarakat tutur. Pada tingkat individu dan kelompok yang berinteraksi, fungsi-
fungsi bahasa secara langsung berkaitian dengan tujuan dan kebutuhan partisipan.
Menurut Hymes ada beberapa kategori fungsi komunikasi bahasa antara lain : fungsi
ekspresif ( menyampaikan perasaan atau emosi), fungsi direktif (memohon atau
memerintah), fungsi referensial ( isi proposisi benar atau salah), fungsi poetic (estetika),
1 H. Kaelan, Filsafat Bahasa : Semiotika dan Hermeneutika ( Yogyakarta : Paradigma, 2009) 339.
2 Linda Thomas dan Shan Wareing : Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan ( Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2006) 8.
14
fungsi fatik ( empati dan solidaritas) dan fungsi metalinguistik (referensi pada bahasa itu
sendiri).3
Berbeda dengan Bloomfield yang fokus pada etnografi bahasa, bahwa bahasa itu
hidup dalam masyarakat tutur (Speech-Community) dan berdasarkan pada frekuensi
interaksi oleh sekelompok orang.
“The particular speech sound which people utter under particular stimuly,
differ among different group of men; mankind speaks many languange. A
group of people who use the same system of speech signals is a speech-
community. Obviously the value of languange depends upon people’s using it
in same way. Every member of the social group must upon suitable occasion
utter the proper speech-sounds, must make the proper response. He must speak
intelligibly and must understand what other say. This holds good for even the
least civilized communities; wherever we find man, he speaks”4
Kesulitan tersendiri yang dihadapi adalah mendefisikan masyarakat tutur,
masyarakat harus diarahkan pada perbedaan ruang lingkup yang dimiliki masyarakat
berdasarkan kriteria yang berbeda : 5
1. Merupakan kelompok manapun dalam masyarakat yang memiliki sesuatu yang
signifikan secara umum (termasuk agama, etnis, ras, usia, orientasi jenis
kelamin, jabatan dll)
2. Merupakan unit batasan fisik orang yang memiliki kesempatan peran
sepenuhnya (suku atau bangsa yang terorganisir secara politis, tetapi bukan satu
jenis kelamin, usia atau satu kelas saja seperti rumah jompo)
3. Merupakan kumpulan etnisitas yang berada pada tempat yang sama yang
memiliki sesuatu yang umum
3 Abd. Syukur Ibrahim, Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi (Surabaya : Usaha Nasional, 1994)
15-16 4 Leonard Bloomfield, Languange (London : George Allen and Unwin LTD, 1933) 29.
5 Abd. Syukur Ibrahim...,21.
15
Etnografi komunikasi harus dimulai dengan entitas sosial yang didefiniskan secara
ekstra-linguistik dan meniliti repertoir komunikatif dalam bentuk masyarakat yang
didefiniskan secara sosial. Pandangan Bloomfield ini mengatakan bahwa kebudayaan
masih merupakan aspek yang relevan dengan komunikasi tetapi tidak lupa pula bahwa ada
aspek-aspek lain seperti struktur sosial, nilai dan sikap yang dimiliki dalam bahasa.
Interpretasi makna dalam bahasa juga turut dipengaruhi oleh budaya, setidaknya ada dua
makna yang bisa menjadi acuan.
1. Makna referensial : bisa diacukan pada banyak elemen dalam kode lingusitik
dalam cara yang statis. Elemen-elemennya antara lain fonologi, gramatika dan
leksikon yang digunakan dalam komunikasi.
2. Makna situasi : harus dipandang sebagai proses yang dinamis. Interaksi
menghendaki persepsi, seleksi dan interpretasi ciri-ciri yang luar biasa dari kode
yang digunakan dalam situasi komunikatif aktual.
Menurut Jacobson6 selain fungsi komunikasi bahasa juga memiliki fungsi peotic
yakni fungsi estetis sebuah kata yang disusun sedemikian rupa sehingga berdasarkan
prinsip keseimbangan (rima dan makna).
Menurut Hymes : “Fungsi-gungsi bahasa memberikan dimensi primer untuk
mengkarakterisasi dan mengorganisasikan proses komunikasi dan produk
dalam masyakarat; tanpa memahami mengapa bahasa digunakan dalam
masyarakat sebagaimana adanya, dan konsekuensi-konsekuensi penggunaan
bahasa itu, tidaklah mungkin untuk memahami maknanya dalam konteks
interaksi sosial”7
6 Yassir Nasanius (Peny.) : Pertemuan Lingusistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya ke 18
(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004) 47. 7 Abd. Syukur Ibrahim...., 17.
16
Dalam fungsinya, bahasa dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu fungsi referensial
dan fungsi afektif.8 Yang pertama fungsi referensial bahasa adalah yang terkait dengan
nama apa yang digunakan untuk menyebutkan objek dan ide serta bagaimana cara
mendeskripsikan kejadian. Atau dengan kata lain bagaiamana seseorang merepresentasikan
dan menggambarkan dunia disekitar dan dampak dari representas itu terhadap cara
berpikir. Yang kedua adalah fungsi afektif dari bahasa terkait dengan kekuasaan dan status
sosial. Kedua fungsi ini sangat erat kaitannya dengan kekuasaan sehingga dengan demikian
potensi untuk menciptakan makna baru dalam bahasa dapat diperhatikan. Menurut Levi-
Strauss, bahasa dalam sistem komunikasi dipengaruhi oleh fenomena-fenomena yang
mempengaruhi sistem perilaku dan nilai9
Berbicara tentang bahasa dan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat.
Kekuasaan lewat bahasa seringkali terjadi dalam ruang publik. Sebagai contoh bahasa-
bahasa yang digunakan sebagai alat politik untuk mempengaruhi masyarakat. Bukan
hanya dalam ruang publik bahkan secara personal pun kekuasaan lewat bahasa dapat
terjadi dalam relasi sosial suatu individu dengan individu yang lain. Biasanya pengaruh
bahasa sangat besar dalam usaha mengubah masyarakat. Gerakan-gerakan mengubah
bahasa yang biasanya digunakan untuk merujuk pada kelompok-kelompok minoritas.
Gerakan reformasi bahasa sudah ada sejak lama bahkan sudah berpengaruh sejak abad
1810
. Upaya reformasi bahasa dapat bersifat dangkal dan tidak memabawa perubahan
terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Apakah benar masyarakat dapat berubah hanya
dengan bahasa yang baru ataukah memungkinkan bahsa menciptakan makna peyoratif
(negatif).
8 Linda Thomas dan Shan Wareing....., 14.
9 Umberto Eco, Teori Semiotika, Terj., Inyiak Ridwan Muzir ( Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2009) 17
10 Linda Thomas dan Shan Wareing,.....21.
17
Bahasa harus dilihat sebagai instrumen tindakan atau kekuasaan sehingga hal ini
berimplikasi kepada pengetahuan dan kekuasaan. Komunikasi merupakan pertukaran
bahasa yang berlangsung sebagai hubungan kekuasaan simbolis dimana terwujud
hubungan kekuatan antara pembicara dan mitra atau lawan bicara dalam suatu
komunitas.11
Hubungan kekuatan tersebut membentuk hubungan sosial yang didominasi
oleh interaksi simbolik. Ada perspektif yang lebih kritis melihat wacana (didalamnya
bahasa) sebagai kelompok untuk membuat pernyataan (cara untuk mempresentasikan
pengetahuan) tentang hal khusus dalam suatu rentangan sejarah. Wacana dilihat sebagai
produksi pengetahuan melalui bahasa dan bahasa lebih dalam kaitannya dengan praksis
sosial.12
Karena praksis sosial memerlukan makna dan makna mempertajam serta
mempengaruhi apa yang kita lakukan, maka semua praktik sosial mengandung dimensi
wacana. Pemikiran yang kritis tidak bisa dilepas dari upaya analisa wacana, karena
wacana mendefinisikan dan menghasilkan objek pengetahuan yang merngarahkan cara
bagaimana suatu topik dapat dibicarakan secara bermakna dan menentukan bentuk
rasionalitasnya. Bahkan wacana mempengaruhi gagasan-gagasan yang dipraktikan untuk
mengatur perilaku. Akhirnya, aspek yang lebih jeli perlu diperhatikan ialah bahwa wacana
bisa menentukan perspektif.
Wittgenstein merupakan salah satu ahli filsafat bahasa yang mengklaim bahwa
bahasa hanya dapat dimengerti dalam kerangka bentuk-bentuk kehidupan.13
Dapat dilihat
bahwa bahasa pada hakekatnya telah mengalami sebuah transformasi fungsi seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Bahasa secara struktural selain dipengaruhi oleh
konteks, bahasa juga berperan dalam sistem sosial. Analisa-analisa terkait dengan makna
11
Pierre Bourdieu, Languange and Symbolic Power. John B. Thompson (Ed.), (Cambridge : Polity Press, 1991) 14.
12 Michael Foucault, Discipline and Punish : The Birth of the Prison. Trans. Alan Sheridan ( NYC :
Pantheon Books, 1977) 25. 13
H. Kaelan, Filsafat Bahasa : Semiotika dan Hermeneutika, 340
18
sosiologis atas fakta membuat penggunaan bahasa semakin berpengaruh terhadap
perkembangan teori-teori sosial.14
Untuk memahami konsep bahasa maka akan bermuara
pada konsep linguistik. Ferdinand de Saussure telah lama berbicara mengenai ilmu
linguistik. Ia membedakan bahasa dalam dua macam hubungan15
, antara lain : hubungan
sintagmik yaitu hubungan yang terdapat antara satuan-satuan bahasa didalam kalimat
tertetu (in presentia). Yang kedua adalah hubungan asosiatif adalah hubungan yang
terdapat dalam bahasa tetapi tidak tampak dalam susunan kalimat (in absentia). Saussure
lebih melihat bahasa sebagai sebuah sistem. Namun ada pemikiran lain bahwa perbedaan
bahasa dan falsafah antar budaya yang satu dengan yang lain, serta memperhatikan
dampak dari bahasa terhadap persepsi mengenai realita dalam penelitian yang dilakukan
oleh antropolog Edward Saphir (1884-1939) dan Benjamin Lee Whorf (1897-1941).16
Pemikiran mereka disebut sebagai hipotesis Shapir-Whorf. Hipotesis ini dibagi menjadi
dua yakni :17
1. Teori relativitas linguistik yang menyatakan bahwa tiap-tiap budaya akan
menafsirkan dunia dengan cara yang berbeda-beda dan bahwa perbedaan-
perbedaan ini akan terkodekan dalam bahasa. Istilah relativitas ini merujuk pada
ide bahwa tidak ada cara yang mutlak atau alami secara absolut untuk
memberikan label pada isi dari dunia ini. manusialah yang memberi label pada isi
dunia sesuai dengan persepsi masing-masing yang bersifat relatif dalam artian
berbeda antara budaya satu dengan budaya yang lain.
14
Pip Jones. etc, Introducing Social Theory, terj. Pengantar Teori-Teori Sosial, Achmad Fedyani Saiffudin ( Jakarta : Yayasan Obor,2016) 169.
15 Abdul Chaer, Kajian Bahasa : Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran (Jakarta : Rineka Cipta,
2007) 50. 16
Linda Thomas dan Shan Wareing : Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan. 37 17
Ibid, 39
19
2. Teori determinisme linguistik yang menyatakan bahwa bukan hanya persepsi
terhadap dunia yang mempengaruhi bahasa tetapi bahasa yang digunakan dapat
mempengaruhi cara berpikir secara mendalam. Bahasa dapat dilihat sebagai
kerangka dari pemikiran manusia. Dan menurut teori ini, sangat sulit untuk
berpikir diluar kerangka tersebut.
Selain itu bahasa juga menunjukkan identitas dari penggunanya. Menurut Halliday
setidaknya bahasa dibagi dalam beberapa fungsi kebahasaan : 18
1. Bahasa yang berkaitan dengan situasi dan makna yang dirujuk pada awal
pembicaraan.
2. Bahasa dengan fungsi pragmatis dan magis, hal ini sangat erat kaitannya terhadap
fungsi bahasa dalam ritual atau kegiatan seremonial dalam kebudayaan.
3. Bahasa dengan fungsi individu yakni ekspresif, konatif dan representasional.
Berdasarkan fungsi bahasa yang dipaparkan oleh Halliday maka dapat dilihat bahwa
fungsi bahasa akan ditafsirkan bukan semata-mata terhadap makna tetapi juga terhadap
khasanah yang mendasar bagi perkembangan sistem makna itu sendiri. bahasa dan makna
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan sebuah kesatuan yang dapat
berfungsi dalam penggunaanya. Bahasa dan makna sangat dipengaruhi oleh konteks
situasi, konteks situasi yang berbeda-beda akan menimbulkan makna dan bahasa yang
berbeda pula. Salah satu konteks situasi yang memberikan pengaruh terhadap makna dan
bahasa adalah konteks budaya.19
Selain saling mempengaruhi harus diketahui juga bahwa
bahasa adalah bagian integral dari budaya.
18
M. A. K. Halliday, Languange, Context, and Text : Aspect of Languange in a Social-Semiotic Perspective (Australia : Deakin University, 1985) 20.
19 Ibid, 64
20
Menurut Malinowski20
, fungsi magis bahasa adalah cara komunikasi dengan wujud-
wujud yang dianggap sakral karena bentuk-bentuk bahasa ini menembusi batas dan ruang
transenden. Bagi masyarakat tradisional, bahasa yang magis adalah mengaitkan bahasa
dengan kuasa kreatif untuk memberi atau mewujudkan, untuk mempengaruhi, mengubah
dan melenturkan emosi, dan mengubah tindakan manusia. Kuasa kreatif bahasa juga
dikaitikan dengan upaya untuk menjejakan emosi atau sturuktur untuk mencapai greater
inner calm and spiritual power.
Salah satu produk budaya adalah bahasa dan telah ada sejak lama dalam peradaban
manusia. Makna bahasa adalah hal umum yang kita dapati dalam sebuah bahasa. Namun
makna tidak serta merta juga mewakili bahasa meskipun mempunya kaitan yang erat.
Makna juga dapat berkaitan dengan lambang atau simbol (kebudayaan, agama, negara dll)
ataupun gejala-gejala alam. Dalam suatu bahasa daerah tertentu misalnya di Maluku,
pemaknaan terhadap bahasa sangat dipengaruhi oleh konteks budaya dan situasi. Untuk
mempelajari pemaknaan suatu bahasa berbasis kultural, dan sosial maka perlu memahami
tentang etnolinguistik dan sosiolinguistik. Etnolinguistik meliputi segala aspek dari
struktur sosial, budaya, dan perilaku manusia21
sehingga ada indikasi bahwa individu atau
kelompok yang berbeda menggunakan bahasa untuk menyampaikan maksud yang dapat
berarti maupun tidak berarti ditentukan oleh kebudayaan.
Menurut Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf22
yang merupakan ahli linguistik
dari Amerika menyatakan bahwa bahasa menentukan cara berpikir manusia, menentukan
manusia melihat realitas dunia dan dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial seperti kelas
sosial dan status. Wakit Abdullah mengatakan bahwa Etnolinguistik adalah dimensi
20
Noriah Mohamed dan Darwis Harahap,Ed. Mutiara Budi : Mengenang Profesor Abdullah Hasan (Selangor : PTS Akademia,2013) 401.
21 Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya ( Bandung : Setia Purna Inves, 2007)
77. 22
Ibid, 78
21
bahasa yang terkandung dalam dimensi sosial dan budaya (upacara, ritual, dan peristiwa
budaya) yang lebih luas untuk mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur
sosial.23
Selain pendekatan etnolinguistik ada pula pendekatan sosiolinguistik.
Sosiolinguistik adalah24
kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap
cara suatu bahasa digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat
suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi
antara kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini, selain berbicara mengenai
bahasa sebagai pengaruh dari budaya (etnolinguistik) juga perlu berbicara mengenai
bahasa dalam kaitannya dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat
(sosiolinguistik).
Menurut Wardahaugh sosiolinguistik berbicara mengenai bahasa dan masyarakat,
memahami struktur bahasa dan fungsinya dalam komunikasi. Ia juga memandang bahasa
sebagai sebuah sistem sosial dan sistem komunikasi yang merupakan bagian dari
masyarakat dan kebudayaan tertentu.25
Setiap individu mempelajari peran sosial masing-
masing melalui bahasa. Variasi bahasa yang lengkap (elaborated code) biasanya
digunakan untuk hal-hal formal sedangkan variasi tidak lengkap (restricted) biasa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak formal.26
Dalam mendeskripsikan pola-
pola pemakaian bahasa dalam budaya tertentu ada beberapa kajian sosiologis yang penting
untuk diperhatikan : 27
1. Mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan budaya
2. Menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri dan ragam bahasa dengan
situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya.
23 Wakit Abdullah, Etnolinguistik : Teori, Metode dan Aplikasinya. (Solo : UNS Press, 2013) 10.
24 https://id.wikipedia.org/wiki/Sosiolinguistik diunduh pada Tanggal 04 April 2017 Pukul 00:31 WIB.
25 Yendra S. Mengenal Ilmu Bahasa (Linguistik), (Yogyakarta : Deeppublish, 2016) 218.
26 Ibid, 223.
27 Ibid, 219
22
3. Mengkaji fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat.
Bahasa juga mempengaruhi kelompok sosial maka ada beberapa aspek penentu.
Kelompok sosial merupakan istilah dalam sosiologi yang mengacu pada perbedaan kelas
atas dasar kekuasaan, politik, ekonomi, ataupun profesi. Penggunaan bahasa dalam
kelompok sosial yang berbeda akan menghasilkan variasi bahasa yang berbeda. Bahasa
tidak saja mempunyai keterkaitan dengan aspek antropologi dan sosiologi tetapi juga
aspek kognitif. Berbicara tentang kognitif maka akan berbicara juga mengenai memori.
Kemampuan kognitif manusia ditentukan oleh memori yang tersimpan didalam otak
manusia. Memori adalah ingatan tentang pengalaman masa lampau melalui proses
informasi yang melibatkan indra penglihatan, pendengaran dan indra lainnya kedalam
ingatan manusia.28
Memori manusia terdiri dari 3 bagian : yakni sensor motorik, ingatan
jangka pendek (Short Term Memory) dan memori jangka panjang (Long Term Memory).
Dari ketiga memori tersebut yang berkaitan dengan memori semantis (memori tentang
bahasa dan makna) adalah memori jangka panjang.29
2. Semiotika
Secara umum semiotika dapat dipahami sebagai bidang ilmu yang mengkaji makna
berbagai tanda dan lambang.30
Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang membuat
semiotika erat hubungannya dengan bahasa? Bahasa merupakan sistem lambang sehingga
sebenarnya makna bahasa juga termasuk dalam semiotika. Namun secara khusus kajian
mengenai makna bahasa ini mempunyai wadah sendiri yaitu semantik. Semantik lazim
diartikan sebagai kajian mengenai makna bahasa. Mengapa harus dieksplesitkan makna
bahasa? Karena selain makna bahasa, kehidupan manusia banyak makna-makna yang
28
Untung Yuwono, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2005) 18.
29 Ibid, 19.
30 Abdul Chaer, Kajian Bahasa : Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran. 67
23
tidak ada kaitannya dengan bahasa melainkan dengan lambang-lambang lain seperti tanda-
tanda lalulintas, tanda-tanda kejadian alam, lambang negara, simbol-simbol budaya,
simbol-simbol keagamaan dan lain sebagainya.31
Semiotika bukan lagi sebagai makna bahasa saja melainkan juga dilihat sebagai
proses sosial yang menghasilkan makna itu sendiri. Halliday mengembangkan semiotika
sosial sebagai pendekatan studi makna.32
Pendekatan ini tidak melihat bahasa sebagai
entitas yang secaraa otomatis dirujuk sebagai hubungan antara yang ditandai dan yang
menandai. Aliran semiotik ini dikenal dengan semiotik behavioral. Semiotika sosial ini
lebih melihat bahasa sebagai sebuah realitas sosial sekaligus realitas semiotik. Sebagai
suatu realitas, bahasa didalamnya merupakan fenomena pengalaman fisis, logis, psikis
atau fenomena filosofis penturnya dalam konteks situasi dan konteks kultural tertentu.
Dalam hal ini kebudayaan merupakan sumber makna sekaligus sumber semiotik itu sendiri
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa kebudayaan merupakan jaringan sistem dan
makna. Suatu pemaknaan nilai-nilai kultural masyarakat direalisasikan melalui proses
sosial dengan setting tertentu.33
Dalam sebuah masyarakat proses-proses sosial menggunakan bahasa sebagai
medium. Objek dari kajian semantik adalah makna yang merupakan objek yang tidak
dapat diamati atau diobservasi secara empiris. Dalam perkembangannya ada kesadaran
bahwa mengkaji makna harus juga sejalan dengan mengkaji bahasa. Kedua hal ini
merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kajian makna terbagi atas
beberapa bagian, yakni : 34
1. Kajian Makna Lesikal
31
Ibid, 68 32
Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika ( Pustaka Setia : Bandung, 2014) 225. 33
Ibid, 228. 34
Abdul Chaer, 68
24
Makna lesikal adalah makna yang secara inheren ada dalam butir leksikal. Untuk
mengetahui makna leksikal dari sebuah leksem yang belum diketahui maka dapat
memeriksa dalam kamus yang menyajikan makna leksikal. Secara umum masalah
makna leksikal mencakup masalah kesamaan makna, ketercakupan makna dan
keberlainan makna.
a) Kesamaan Makna
Biasa disebut sebagai sinonim yang bersifat mutlak. Tidak serta merta dua kata
yang berpadanan dapat memiliki makna yang sama. Karena ada unsur
semantik yang bisa mensinonimkan dua kata yang berbeda tetapi juga dapat
melahirkan masalah karena terkadang dua kata yang bersinonim tidak dapat
disubtitusikan.
b) Ketercakupan Makna
Yang biasa disebut sebagai hiponiman atau hiperniman. Yang berkenaan
dengan adanya fakta bahwa ada kata-kata yang maknanya tercakup dibawah
makna lain.
c) Keberlainan Makna
Ini biasanya terjadi antara dua butir leksikal yang berkanaan dengan adanya
fakta bahwa kata-kata yang dibentuk adalah sama, tetapi maknanya berlainan.
Adanya fakta-fakta seperti itu dapat menimbulkan pertanyaan bagaimana
terjadinya bentuk-bentuk kata yang sama padahal maknanya tidak sama.
2. Kajian Makna Gramatikal35
35
Ibid, 70-73
25
Makna gramatikal adalah “makna” yang muncul sebagai proses gramatika seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi dan proses konversi. Khusus untuk
proses akronimisasi sebenarnya tidak memunculkan makna gramatikal sebab
proses itu hanya mengubah bentuk ungkapan yang panjang melalui abreviasi
menjadi sebuah kata yang pendek. Proses konversi juga tidak memunculkan
makna gramatikal sebab proses itu hanya mengubah kelas kata tanpa mengubah
fisik bentuk dasarnya. Proses afiksasi perlu dikemukakan adanya perbedaan
pandangan mengenai makna. Makna gramatikalnya sangat tergantung pada
komponen makna yang dimiliki bentuk dasar suatu kata. Berbeda dengan proses
afiksasi, proses reduplikasi menampilkan kesan yang melahirkan makna plural
atau makna intensitas. Kalau dasar makna direduplikasikan hanya berdasarkan
kategori nomina, verba dan ajektifa maka makna gramatikal yang diperoleh
memang bermakna plural atau intensitas. Padahal dalam kenyataannya bahasa
yang direduplikasi dalam bahasa Indonesia juga merupakan kata yang berkategori
lain. Oleh karena itu masalah reduplikasi perlu dikaji dengan mengangkat semua
bentuk objek kajian. Yang terakhir adalah proses komposisi yang merupakan
suatu proses penggabungan dasar dengan dasar. Namun perlu diperhatikan bahwa
harus dikemukakan adalah istilah lain yang tumpang tindih dan sering dikacaukan
oleh pengguna bahasa.
3. Kajian Makna Kontekstual36
Yang dimaksudkan dengan kajian makna kontekstual adalah : pertama, makna
penggunaan sebuag kata dalam konteks kalimat tertentu. Kedua, makna
36
Ibid, 76-77
26
keseluruhan kalimat dalam konteks situasi tertentu. Masalah dalam kajian makna
kontekstual adalah adanya suatu ujaran yang dimaknai berbeda-beda oleh
sejumlah orang menurut pemahaman dan tafsirannya masing-masing. Makna
yang dipahami orang lain dalam kajian tindak tutur disebut sebagai makna
ilokusi. Hal ini dalam kajian semantik lazim disebut sebagai ketaksaan
(ambiguitas). Penyebabnya adalah karena kekurangan konteks baik konteks
kalimat maupun konteks situasi.
4. Kajian Dialektologi37
Dialektologi atau dialek merupakan isolek atau biasa disebut sebagai subdialek
atau bahasa. Dialek digunakan untuk menyebut variasi bahasa dari kelompok-
kelompok penutur tertentu. Dalam bidang kajian dialektologi dibagi menjadi dua
bagian, yakni :
1. Kajian dialek diakronik, ditujukan pada upaya-upaya untuk :
a) Mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam
bahasa yang dikaji. Perbedaan itu mencakup bidang fonologi, morfologi,
sintaksis, leksikon dan semantik. Termasuk juga masalah tingkatan
bahasa.
b) Memetakan unsur-unsur kebahasaan yang berbeda.
c) Menemukan isolek sebagai dialek atau subdialek dengan berpijak pada
unsur-unsur kebahasaan yang berbeda, yang telah dideskripsikan atau
dipetakan.
d) Membuat deskripsi yang berkaitan dengan pengenalan dialek atau
subdialek melalui pendeskripsian ciri-ciri fonologis, morfologis, sintaksis
37
Hasan Alwi dan Dendi Suwono, ed. Bahasa dan Sastra (Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 1999) 235.
27
dan leksikal yang menandai dan atau membedakan antara dialek atau
subdialek yang satu dengan lainnya dalam bahasa yang diteliti.
e) Membuat rekonstruksi prabahasa bahasa yang diteliti dengan
memanfaatkan evidensi yang terdapat dalam dialek atau subdialek yang
mendukungnya.
f) Menelusuri pengaruh antar dialek atau subdialek bahasa yang diteliti serta
situasi persebaran georgrafisnya.
g) Menelusuri unsur kebahasaan yang merupakan inovasi internal ataupun
eksternal dalam dialek-dialek atau subdialek-subdialek bahasa yang
diteliti, termasuk bahasa sumbernya, serta situasi persebaran georgrafisnya
pada tiap-tiap dialek dan subdialek.
h) Menelusuri unsur kebahasaan yang berupa bentuk relik pada dialek atau
subdialek yang diteliti dengan persebaran geografisnya.
i) Menelusuri hubungan antara unsur-unsur kebahasaan yang berbeda
diantara dialek atau subdialek bahasa.
Kajian makna yang berbeda diungkapkan oleh Strawson (1950)38
mengatakan
bahwa :
“perujukan atau penyebutan kata atau kalimat bukanlah sesuatu yang
dilakukan ekspresi; melainkan sesuatu yang dilakuka seseorang dengan
menggunakan ekspresi.”
Maka dari sudut pandang ini “makna” adalah fungsi sebuah kalimat atau ekspresi
penyebutan, perujukan, dan kebenaran serta dusta, semua itu adalah fungsi dari
penggunaan kalimat atau ekspresi. Dengan menggunakan ekspresi maka sebenarnya telah
memberi arahan umum bagi penggunaan ekspresi yang berarti bahwa analisis semantis
38
Umberto Eco, Teori Semiotika, 244-246.
28
berkorespondensi dengan sebuah objek. Penggunaan ekspresi dalam perujukan juga berarti
menentukan dan menetapkan nama-nama, deskripsi-deskripsi atau kalimat-kalimat
tertentu yang bisa diterapkan pada apa yang diserap oleh pengalaman faktual.
MAK Halliday dalam semiotika sosial memungkinkan untuk membangun sebuah
kerangka kerja yang membedah interaksi antara teks dan konteks (situasi) yang didasarkan
pada tiga konsep yakni :39
1. Medan wacana ( field of discourse) merupakan tindakan sosial yang sedang
terjadi atau dibicarakan. Aktivitas dimana para pelaku terlibat didalamnya.
2. Pelibat wacana (tenor of discourse) melibatkan pihak-pihak pembicara dan
sasaran yang terlibat dalam pembicaraan serta kedudukan dan hubungan
diantara mereka.
3. Mode wacana (mode of discourse) merujuk pada pilihan bahasa masing-masing
termasuk apakah gaya bahasa yang digunakan bersifat eksplanatif, deskritif,
persuasif, metaforis, hiperbolis dan lain sebagainya serta apa pengaruhnya.
Selain mengemukakan tentang semiotika sosial, Halliday juga mempelopori teori
Linguistik Fungsional Sistematik (LFS)40
yang memandang bahasa sebagai sistem tanda
yang dapat dianalisis berdasarkan struktur bahasa dan pemakaiannya. Pemakaian bahasa
terkait mengapa dan bagaimana bahasa digunakan. Kajian ini didasarkan pada dua hal
mendasar, yakni :
1. Bahasa sebagai fenomena sosial atau dikenal sebagai semiotika sosial yakni
bahasa yang merupakan teks berkonstrual dengan konteks sosial. Bahasa adalah
alat untuk mempertahankan hubungan sosial.
39
Agus Soedibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana ( Yogyakarta : Lkis, 2001) 129. 40
Yendra S. S, Mengenal Ilmu Bahasa (Linguistik) ( Yogyakarta : Deepublish, 2016) 39.
29
2. Lingustik sebagai tindakan, kajian bahasa ini tidak hanya melihat bahasa
sebagai bagian dari gramatikal saja melainkan juga berkaitan dengan aspek-
aspek diluar bahasa yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dan kehidupan
manusia.
Bahasa dan semiotika berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses
sosialisasi makna bahasa dapat mengalami perubahan terkait dengan fungsi bahasa dalam
masyarakat. Bahasa dalam fungsinya secara sosiologis di masyarakat dilihat sebagai
fenomena yang mempengaruhi masyarakat dalam konteks tertentu. Bahasa bukan hanya
sebagai alat komunikasi dalam masyarakat tetapi juga sebagai alat untuk
mengidentifikasikan diri dalam komunitasnya. Sejak awal komunitas masyarakat
terbentuk bahasa telah dipakai dalam setiap proses sosialisasi, masyarakat tradisional
merupakan bagian dari masyarakat tutur. Dalam masyarakat tutur inilah bahasa berfungsi
dominan.
Untuk melihat berbagai gejala dari fenomena bahasa yang terjadi dalam masyarakat
maka yang diperlukan adalah mendudukan bahasa secara epistemik. Dalam hal ini,
pemahaman tentang fungsi bahasa selain untuk berkomunikasi namun disisi lain dapat
membentuk perilaku atau persepsi dan mobilisasi aksi. Selain bahasa, hal lain yang perlu
diperhatikan adalah semiotika. Semiotika digunakan untuk mengkaji makna suatu bahasa,
ujaran, ucapan atau kata dalam proses sosial dalam masyarakat. Proses sosial tersebut
cenderung menggunakan bahasa, sistem lambang dan simbol dalam praksisnya. Sehingga
dalam upaya mengkaji makna maka semiotika sangat diperlukan secara khusus studi
tentang semantik.
Semantik lazim diartikan sebagai kajian makna bahasa yang merupakan bagian
integral dari semiotika itu sendiri. ada beragam semiotika yang dikenal saat ini salah
30
satunya yang digunakan adalah adalah semiotika sosial yang mencakup dan yang
mengkaji fungsi makna dan lambang dalam kelompok sosial. Untuk mempelajari bahasa
yang erat kaitannya dengan kebudayaan maka semantik bahasa diperlukan. Didalam
semiotika ada sub-sub teori tentang semantik bahasa yang mempelajari tentang makna
suatu bahasa. Sehingga untuk mencari tahu makna dan faktor-faktor penentu dalam suatu
masyarakat tertentu, kolaborasi antara bahasa dan semiotika menjadi aspek yang sangat
penting. Bahasa dan semiotika akan menjabarkan pengaruh kebudayaan, proses sosial,
identitas, bentuk-bentuk komunikasi, dan kemampuan kognitif manusia untuk mengolah
pengalaman yang berkaitan dengan proses informasi indrawi. Penjabaran ini dimaksudkan
untuk mendudukan bahasa dan semiotika dalam pengaruh kekuasaan, politik, dan sosial.
Sehingga akan membantu proses analisa dalam kaitannya dengan mengkaji makna.
top related