bab ii bahan rujukan 2.1 zakat 2.1.1 pengertian zakat menurut
Post on 12-Jan-2017
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
BAHAN RUJUKAN
2.1 Zakat
2.1.1 Pengertian Zakat
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109, zakat
merupakan harta yang wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai dengan ketentuan
syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq). Mustahiq
adalah orang atau entitas yang berhak menerima zakat. Mustahiq terdiri dari :
a. Fakir
b. Miskin
c. Riqab
d. Muallaf
e. Fisabilillah
f. Orang yang terlilit utang (gharim)
g. Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil)
h. Pengurus zakat (amil)
Untuk lebih jelasnya mengenai zakat, berikut akan dikemukakan beberapa
pendapat mengenai pengertian zakat yang diambil dari beberapa sumber :
Menurut Hasti Ernawati (2010) mendefinisikan zakat sebagai berikut :
Zakat adalah kewajiban yang tegas berdasarkan perintah Allah SWT dan bukan sekedar tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang. Zakat ditunaikan oleh mereka yang mengharapkan balasan Allah SWT di akhirat, dan terkadang ditinggalkan oleh mereka yang kurang yakin terhadap akhirat.
Sedangkan menurut A. Wahid.Sy (2009:13) mendefinisikan zakat sebagai
berikut :
Zakat adalah perbuatan menyisihkan sebagian harta yang dimiliki jika
telah cukup nisab dan memberikannya kepada orang yang berhak
menerimanya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
zakat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim untuk menyisihkan harta
yang dimiliki jika telah cukup nisab dan memberikannya kepada orang yang
berhak menerimanya.
2.1.2 Karakteristik Zakat
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109, zakat
merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada
mustahiq baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur
mengenai persyaratan nisab, haul (baik yang periodik maupun yang tidak
periodik, tarif zakat (qadar), dan peruntukannya.
Sedangkan menurut Muhammad (2005:160), zakat memiliki sifat khusus
yaitu :
1. Zakat merupakan salah satu rukun Islam.
2. Hasil zakat harus digunakan dan dibagikan kepada orang-orang tertentu
yang disebut dalam Al-Qur’an.
3. Tarif zakat sudah ditetapkan dari hadits dan tarif ini berbeda menurut atau
sesuai jenis kegiatan ekonomi.
4. Zakat hanya dikenakan pada pribadi muslim sebab hal ini merupakan
dasar agama dari Islam.
5. Utang tidak termasuk perhitungan zakat, zakat dikenakan atas aktiva
bersih.
6. Kekayaan yang dikenakan zakat harus melebihi batas jumlah tertentu
(nisab) yang diatur hadits. Batas ini merupakan jumlah harta yang
diperlukan, dan pendapatan yang memberikan kebutuhan dasar dari
pemilik dan keluarganya.
7. Harta yang dikenakan zakatnya, dikenakan jika melebihi satu tahun.
2.1.3 Jenis-jenis Zakat
2.1.3.1 Zakat Maal
Menurut Wahbah Al-Zuhayly (2005:126) zakat maal diwajibkan
terhadap kelima jenis harta berikut ini, yaitu : nuqud (emas, perak, dan uang),
barang tambang dan barang temuan, harta perdagangan, tanaman dan buah-
buahan, dan binatang ternak (unta, sapi, dan kambing).
1. Zakat Nuqud
Para fuqaha sepakat bahwa nuqud wajib dikeluarkan zakatnya, baik
nuqud yang berupa potongan, yang dicetak, yang berbentuk bejana, maupun
perhiasan. Nisab zakat emas adalah 20 mitsqal atau satu dinar. Kira-kira
kadar seperti itu sama dengan 14 lira emas atau setara 96 gram. Sedangkan
nisab zakat untuk perak sekitar 200 dirham yang kira-kira sama dengan 700
gram. Dalam mazhab Syafi’i diperbolehkan penggabungan kedua jenis
nuqud (emas dan perak) untuk menggenapkan jumlah nisab.
Firman Allah SWT yang menegaskan harusnya dikeluarkan zakat akibat
dari kepemilikan emas dan perak :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (QS. At – Taubah : 34)
Kadar zakat yang wajib dikeluarkan dari emas dan perak ialah 2,5 %.
Dengan demikian jika seseorang memiliki 200 dirham dan telah mencapai
masa hawl, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah 5 dirham.
2. Zakat barang tambang dan barang temuan
Menurut mazhab Hanbali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
barang tambang adalah semua jenis barang tambang yang dikeluarkan dari
dalam bumi dan diciptakan oleh Allah SWT , baik yang bebentuk padat
maupun cair dan tidak sama dengan rikaz. Nisab barang hasil penambangan
untuk emas dan perak sama seperti halnya zakat nuqud yaitu seperlima
bagian. Firman Allah SWT :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apayang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Anfal : 41)
Adapun barang tambang selain keduanya, nisabnya sebanyak harga
keduanya. Barang tambang tidak diisyaratkan harus mencapai hawl karena
harta tersebut didapatkan secara langsung. Dengan demikian, ia disamakan
dengan tanaman dan buah-buahan. Barang tambang yang diperoleh dari
laut tidak wajib dizakati, seperti permata, batu karang, ikan paus, ikan dan
yang lainnya.
3. Zakat harta perdagangan
Zakat harta perdagangan merupakan zakat yang wajib dikeluarkan
atas keuntungan bersih yang dihasilkan dari hasil usaha. Firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. AL Baqarah : 267)
Komoditas perdagangan adalah komoditas yang diperjualbelikan. Satu
hal penting yang membedakan antara komoditas perdagangan dengan aset-
aset lainnya adalah adanya niat dan tujuan dari si pemilik aset untuk
memperdagangkan aset tersebut. Sebagai contoh, binatang ternak dapat
dikategorikan sebagai komoditas perdagangan apabila pemiliknya berniat
untuk diperdagangkan. Namun selain itu, binatang ternak juga dapat
dianggap sebagai aset tetap apabila pemiliknya hanya berniat
memanfaatkannya sebagai alat pembajak, transportasi, dan lain sebagainya.
Mayoritas fuqaha sepakat bahwa nisabnya adalah sepadan dengan nisab aset
keuangan, yaitu setara 85 gram emas atau 200 dirham perak. Penetapan
nilai aset telah mencapai nisab ditentukan pada akhir masa haul. Komoditas
perdagangan termasuk dalam kategori kekayaan bergerak (movable asset)
yang harus dikeluarkan zakatnya 2,5%.
4. Zakat tanaman dan buah-buahan
Dalam kajian fiqih klasik, hasil pertanian adalah semua hasil pertanian
yang ditanam menggunakan bibit biji-bijian yang hasilnya dapat dimakan
oleh manusia dan hewan serta lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
hasil perkebunan adalah buah-buahan yang berasal dari pepohonan atau
umbi-umbian. Sistem pengairan pertanian dan perkebunan objek zakat
mendapat perhatian lebih dalam kajian zakat karena kedua hal tersebut
berkaitan dengan volume presentase wajib zakat.
Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa zakat hasil pertanian dan
perkebunan tidak wajib dikeluarkan kecuali telah mencapai nisab tertentu
yaitu 5 Sha’. Sedangkan bagi hasil bumi yang tidak dapat ditimbang seperti
kapas, linen, dan sayur, maka nisabnya adalah senilai harga 5 Sha’ atau
yang setara dengan 200 dirham. Nisab tersebut dihitung setelah panen dan
keringnya buah. Syariat Islam memberi batasan volume zakat untuk hasil
pertanian dan perkebunan berkisar antara 5% - 10% menurut cara
pengairannya dengan maksud memberikan penyesuaian dan kemudahan
bagi umat.
5. Zakat hewan atau binatang ternak
Dalam fiqih Islam, binatang ternak diklasifikasikan ke dalam beberapa
kelompok :
a. Pemeliharaan hewan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pokok atau alat produksi, semisal memelihara kerbau yang
dimanfaatkan untuk kepentingan membajak sawah atau kuda yang
dimanfaatkan sebagai alat transportasi (penarikan delman).
b. Hewan yang dipelihara untuk tujuan memproduksi suatu hasil
komoditas tertentu seperti binatang yang disewakan atau hewan
pedaging atau hewan susu perahan. Binatang semacam ini termasuk
jenis binatang ma’lufat (binatan ternak yang dikandangkan).
c. Hewan yang digembalakan untuk tujuan peternakan
(pengembangbiakan). Jenis hewan ternakan seperti inilah yang
termasuk dalam ketegori aset wajib zakat binatang ternak (zakat
an’am). Para ahli fiqih Islam membagi binatang ternak dalam
beberapa kelompok dan menentukan nisab bagi setiap kelompok
tersebut seperti di bawah ini :
a) Pertama, Unta : nisabnya 5 ekor, dan tidak wajib zakat apabila
jumlahnya di bawah 5 ekor, yaitu sepadan dengan 200 dirham
perak pada zaman Rosulullah SAW.
b) Kedua, Kambing dan sejenisnya : nisabnya 40 ekor, tidak wajib
zakat jika jumlahnya di bawah 40 ekor kambing.
c) Ketiga, Sapi dan sejenisnya : nisabnya 30 ekor, tidak wajib
zakat bila jumlahnya di bawah 30 ekor sapi.
d) Keempat, Binatang-binatang ternak lainnya yang dianalogikan
dari ketiga kelompok di atas. Sebagai contoh, nisab kerbau
dapat dianalogikan dengan nisab sapi, dan lain sebagainya.
2.1.3.2 Zakat Nafs
Selain zakat maal, dalam agama Islam terdapat jenis zakat pribadi yang
berupa zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka
puasa) pada bulan Ramadhan. Menurut Elsi Kartika Sari (2007:21)
“Zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi mengembalikan manusia muslim kepada fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya sehingga manusia itu menyimpang dari fitrahnya.” Menurut Sulaiman Rasjid (2011:208) waktu wajib untuk membayar zakat fitrah
terbagi menjadi lima jenis, yaitu :
1. Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal Ramadhan sampai hari
penghabisan Ramadhan.
2. Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan.
3. Waktu yang lebih baik (sunat), yaitu dibayar sesudah sholat Subuh
sebelum dimulai nya shalat hari raya.
4. Waktu makrub, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari raya, tetapi
sebelum terbenam matahari pada hari raya.
5. Waktu haram lebih telat lagi,yaitu dibayar sesudah terbenam matahari
pada hari raya.
2.1.4 Pihak-pihak yang Terkait dengan Zakat
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109
terdapat dua pihak utama terkait zakat, yaitu :
1. Muzakki
Dalam UU No 23 Tahun 2011 pasal 1 angka 5, muzakki adalah seorang
muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zaka. Adapun
kewajiban muzakki adalah :
a. Mencatat harta kekayaan yang dimilikinya
b. Menghitung zakat dengan benar
c. Membayarkan zakat kepada amil zakat
d. Meniatkan membayar zakat karena Allah SWT
e. Melafalkan akad pada saat membayar zakat
f. Menunaikan infaq dan shadaqah jika harta masih berlebih
2. Mustahiq
Mustahiq adalah mereka yang berhak untuk menerima pembayaran zakat.
Pada dasarnya mustahiq dapat dikelompokkan menjadi delapan golongan
berdasarkan QS. At-Taubah ayat 60 :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
a. Kelompok Fakir
Menurut Sri Nurhayati dan Wasilah (2014:276) fakir adalah mereka
yang tidak mempunyai harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi
keperluannya : sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala kebutuhan pokok
lainnya, baik untuk diri sendiri maupun bagi mereka yang menjadi
tanggungannya.
b. Kelompok Miskin
Miskin adalah mereka yang mempunyai harta atau penghasilan layak
dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tapi tidak
sepenuhnya tercukupi. (Sri Nurhayati dan Wasilah, 2014:276)
Adapun indikator ketidakmampuan dalam mencari nafkah/hasil usaha
menurut Arif Mufraini (2008:178), yaitu :
a) Tidak mempunyai usaha sama sekali
b) Mempunyai usaha tapi tidak mencukupi untuk diri dan keluarganya,
yaitu penghasilannya tidak memenuhi separuh atau kurang dari
kebutuhan.
c) Sanggup bekerja dan mencari nafkah, dan dapat mencukupi dirinya
sendiri seperti tukang, pedagang, dan petani. Akan tetapi, mereka
kekurangan alat pertukangan atau modal untuk berdagang, atau
kekurangan tanah, alat perdagangan, dan pengairan.
d) Tidak mampu mencari nafkah sebagai akibat dari adanya
kekurangan non materi (cacat fisik misalnya), seperti orang lumpuh,
tuna netra, janda, anak-anak, dan sebagainya. Kepada mereka boleh
diberikan zakat-zakat secukupnya.
c. Amil zakat atau pengumpul zakat
Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh
pihak yang berwenang yang diberikan tugas untuk melaksanakan berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan urusan zakat. Termasuk dalam hal ini adalah
mengumpulkan dana zakat. Tugas utama para amil dalam menyalurkan zakat
adalah :
a) Menarik zakat dari para muzakki
b) Mendo’akan ketika muzakki menyerahkan zakatnya
c) Mencatat zakat dengan benar (yang diserahkan oleh muzakki)
d) Mengatur pembagian zakat dengan benar dan adil
e) Menyalurkan zakat kepada yang berhak menerimanya
d. Kelompok Muallaf
Muallaf adalah mereka yang baru masuk Islam, namun ada beberapa
pengertian mualaf yang perlu diketahui berdasarkan ilmu fiqih klasik, yaitu :
a) Muallaf muslim yang sudah masuk Islam, akan tetapi niat dan
imannya lemah. Kondisi ini akan semakin parah bila ia juga lemah
secara ekonomi yang dikhawatirkan akan semakin memperlemah
imannya.
b) Muallaf Islam, dimana niat dan imannya dalam Islam sudah cukup
kuat, dan juga orang terkemuka di kalangan kaumnya. Kaum yang
terkemuka ini biasanya diharapkan akan dapat mempengaruhi
pengikutnya atau kaumnya yang lain.
c) Muallaf yang memiliki kemampuan dalam rangka menangkal tindak
kejahatan yang dilaksanakan oleh kaum kafir.
d) Muallaf yang memiliki kemampuan dalam mengatisipasi tindak
kejahatan yang datang dari pembangkang wajib zakat.
e. Kelompok Riqab
Kelompok riqab atau kelompok yang memerdekakan budak merupakan
orang-orang yang kehidupannya dikuasai secara penuh oleh majikannya.
Kelompok ini berhak mendapatkan dana zakat dengan tujuan agar mereka dapat
melepaskan diri dari perbudakan yang mereka alami. Dalam rangka membebaskan
budak, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu :
a) Membantu budak mukattab, yaitu budak yang telah bersepakat
dengan tuannya bila ia dapat menghasilkan harta tertentu, maka ia
akan bebas.
b) Membeli budak untuk kemudian dirinya dimerdekakan
c) Melakukan kegiatan pendampingan agar mereka yang menjadi
budak yang dapat dibebaskan. (Elsi Kartika Sari, 2007)
f. Kelompok Gharimin
Kelompok gharimin atau kelompok yang berhutang adalah mereka yang
karena kegiatannya terhadap umat akhirnya menyebabkan dirinya tersangkut
utang piutang. Beberapa kegiatan tersebut antara lain adalah mereka yang
mendamaikan perselisihan antara umat Islam, melayani berbagai kegiatan umat,
dan juga kegiatan lain demi kepentingan umat Islam. Selain itu, juga terdapat
persyaratan agar seseorang dapat dikatakan sebagai gharimin, yaitu :
a) Orang yang memiliki kebutuhan untuk mendapatkan harta yang
dapat melunasi utang-utangnya.
b) Berutang untuk kepentingan ibadah kepada Allah atau mengerjakan
berbagai urusan yang dapat dibenarkan oleh hukum Islam.
c) Ia merupakan orang yang berutang dan sudah jatuh tempo karena
bangkrut
g. Fisabilillah
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy (2005:188) sabil
ialah jalan. Sabilullah ialah jalan baik berupa kepercayaan maupun amal yang
menyampaikan kita kepada keridhoan Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan
fisabilillah adalah mereka yang berjuang terhadap umat agar mereka semua
mendapatkan ridho Allah SWT. Termasuk di sini adalah pengembangan agama
dan juga pembangunan negara.
h. Kelompok Ibnu Sabil
Kelompok ibnu sabil yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
dimana perjalannanya ini adalah untuk keperluan baik. Termasuk dalam kelompk
ini adalah para musafir, mereka yang meminta suaka selaku pengungsi, kaum tuna
wisma, serta anak-anak yang dibuang oleh orang tuanya.
2.2 Pengelolaan Zakat
2.2.1 Pengertian pengelolaan zakat
Dalam UU No. 38 Tahun 1999 (pasal 1 angka 1) yang dimaksud dengan
pengeloaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan
zakat. Namun, pernyataan tersebut mengalami perubahan semenjak
diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011 sebagai pengganti UU No. 38 Tahun
1999. Dalam UU No. 23 Tahun 2011 (pasal 1 angka 1) yang dimaksud dengan
pengeloaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengoordinasian
dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Jadi, dalam
pengelolaan zakat dapat dipikirkan cara-cara pelaksanaannya dengan ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat ialah meningkatkan taraf hidup
anggota masyarakat yang lemah ekonomi dan mempercepat kemajuan agama
Islam menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju dan makmur diridhoi oleh
Allah SWT.
2.2.2 Asas Pengelolaan
Menurut UU No. 23 Tahun 2011 pasal 2 pengelolaan zakat berasaskan :
a. Syariat Islam
b. Amanah
c. Kemanfaatan
d. Keadilan
e. Kepastian hukum
f. Terintegrasi
g. Akuntabilitas
2.2.3 Tujuan Pengelolaan
Dalam UU No. 23 Tahun 2011 pasal 3 tujuan pengelolaan zakat adalah:
a. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengeloalaan zakat.
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan.
2.3 Organisasi Pengelola Zakat
Berdasarkan pasal 1 angka angka 7, 8, 9, UU No. 23 Tahun 2011,
organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengelola Zakat (UPZ).
BAZNAS, LAZ, dan UPZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
2.3.1 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional. Badan Amil Zakat Nasional meliputi
BAZNAS Propinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota. Badan Amil Zakat Nasional
terdiri atas ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan
wakil pemerintah. Mereka harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain :
memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, professional dan berintergritas tinggi.
Masa tugas pelaksanaannya selama tiga tahun.
Menurut Arif Mufraini (2008:138) cakupan wilayah kerja BAZ biasanya
sangat terbatas, artinya anggaran amil akan sangat terkuras bila harus menjaring
daerah-daerah pelosok yang biasanya justru menuntut perhatian. Sedangkan
justifikasi fiqih menetapkan hak amil hanya 1/8 atau 12.5% saja dari dana yang
terkumpul. Alokasi dana ini akan cukup minim untuk biaya operasional yang
dikembangkan oleh BAZ, padahal besaran 1/8 ini sangat bergantung kepada
besaran hasil pengumpulan dana zakat itu sendiri. Tanggung jawab, wewenang
dan tata kerja BAZ meliputi :
a. Ketua badan pelaksana BAZ bertindak dan bertanggung jawab untuk dan
atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun keluar.
b. Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing BAZ menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta
melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar BAZ di semua
tingkatan.
c. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ bertanggung jawab
mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan
bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
d. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ wajib mengikuti dan
mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing
dan menyampaikan berkala tepat pada waktunya.
e. Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan BAZ menyampaikan laporan
dengan kepala BAZ melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-
laporan tersebut serta menyusun laporan-laporan berkala BAZ.
f. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan BAZ wajib diolah dan
digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk
memberikan arahan kepada bawahannya.
g. Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi BAZ
dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka
pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan
rapat bekala.
h. Dalam melaksanakan tugasnya BAZ memberikan laporan tahunan kepada
pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Selain tanggung jawab dan wewenangnya, BAZ juga memiliki tugas
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan
rencana pengelolaan zakat.
c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
d. Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
menyusun rencana dan program pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan dan pengembangan pengelolaan zakat. (tingkat
Kabupaten/Kota dan Kecamatan)
e. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi
informasi, dan edukasi pengelolaan zakat. (tingkat Nasional dan propinsi)
Sebagaimana yang dicantumkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat disebutkan badan amil zakat mempunyai susunan hierarki
mulai dari BAZ Nasional yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS
provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi, BAZNAS daerah berkedudukan di
ibu kota kabupaten, serta unit pengelola zakat(UPZ) yang dibentuk oleh
BAZNAS. Maka hierarki organisasinya secara sederhana dapat diilustrasikan
sebagai berikut :
Gambar 2.1 Struktur Organisasi BAZ menurut UU no 38 Tahun 1999
Sumber : Arif Mufraini (2008:141)
2.3.2 Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Dalam UU No 23 Tahun 2011 pasal 1 angka 8 lembaga Amil Zakat
selanjutnya disingkat menjadi LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat
yang memiliki tugas membantu pengumpulan,pendistribusian dan pendayagunaan
zakat. LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Surat At - Taubah ayat 103 lebih lanjut dapat dijadikan acuan di dalam
membentuk suatu lembaga pengelolaan zakat :
BAZ Nasional
BAZ Kecamatan
BAZ Provinsi
BAZ Kecamatan
BAZ Daerah Kabupaten
MASJID MASJID MASJID MASJID
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mend’oalah untuk mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Lembaga atau jamaah pengelola zakat tersebut tampaknya menuntut
kepempinan yang berwibawa, yakni yang mampu menggerakan kaum musilimin
bahwa zakat berfungsi membersihkan diri dari kekikiran dan cinta harta yang
berlebihan. Selain itu, mensucikan (menyuburkan sifat kebaikan) bahkan lebih
serius lagi haruslah sampai kepada tingkatan yang menentramkan jiwa. Dengan
begitu maka dalam tubuh pengelola zakat hendaknya terdapat kesatuan antara
amil yang terampil bekerja dan amil yang kharismatik, bertaqwa dan ikhlas
mendo’akan.
2.3.3 Unit Pengelola Zakat (UPZ)
UU No. 23 Tahun 2011 pasal 1 angka 9 mendefinisikan Unit Pengelola
Zakat (UPZ) adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk
membantu mengumpulkan zakat.
2.4 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 tentang Akuntansi
Zakat dan Infaq/Shadaqah
2.4.1 Pengakuan dan Pengukuran
1. Pengakuan awal
Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima. Zakat
yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambah dana zakat :
a. Jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima.
b. Jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset nonkas tersebut.
Jurnal untuk mencatat transaksi di atas :
Jika dalam bentuk kas :
(D) Kas xxx
(K) Dana Zakat xxx
Jika dalam bentuk non kas :
(D) Aset non kas (sebesar nilai wajar) xxx
(K) Dana Zakat xxx
Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga
pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK yang relevan. Zakat
yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk
bagian non amil. Penentuan jumlah atau presentase bagian untuk masing-masing
mustahiq ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.
Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat
melalui amil maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat.
Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujrah/fee maka diakui sebagai penambah
dana amil.
2. Pengukuran setelah pengakuan awal
Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang
ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang
dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut.
3. Penurunan nilai aset zakat
Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai :
a. Pengurang dana zakat jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil.
b. Kerugian dan pengurang dana amil jika disebabkan oleh kelalaian amil.
4. Penyaluran zakat
Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat
sebesar :
a. Jumlah yang diserahkan jika dalam bentuk kas
b. Jumlah tercatat jika dalam bentuk aset nonkas
Jurnal untuk transaksi di atas :
Jika dalam bentuk kas
(D) Dana Zakat xxx
(K) Kas xxx
Jika dalam bentuk non kas
(D) Dana Zakat xxx
(K) Aset Non Kas (sebesar nilai wajar) xxx
2.4.2 Penyajian
Amil menyajikan dana zakat, dana infaq/shadaqah, dana amil, dan dana
non halal secara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).
2.4.3 Pengungkapan
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat,
tetapi tidak terbatas pada :
a. Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran
dan penerima.
b. Kebijakan pembagian antara dana amil dan dana non amil atas penerimaan
zakat seperti presentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan.
c. Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat
berupa aset nonkas.
d. Rincian jumlah penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban
pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung oleh mustahiq.
e. Hubungan istimewa antara amil dan mustahiq meliputi :
a) Sifat hubungan istimewa.
b) Jumlah dan jenis zakat yang disalurkan.
c) Presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total
penyaluran selama periode.
2.4.4 Laporan Keuangan Amil
1. Komponen Laporan Keuangan
Komponen laporan keuangan yang lengkap dari amil terdiri dari :
a. Neraca (laporan posisi keuangan)
b. Laporan perubahan dana
c. Laporan perubahan aset kelolaan
d. Laporan arus kas
e. Catatan atas laporan keuangan
2. Neraca
Entitas amil menyajikan pos-pos dalam neraca (laporan posisi keuangan)
dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK terkait, yang mencakup, tapi tidak
terbatas pada :
1) Aset
a. Kas dan setara kas
b. Instrumen keuangan
c. Piutang
d. Aset tetap dan akumulasi penyusutan
2) Kewajiban
a. Biaya yang masih harus dibayar
b. Kewajiban imbalan kerja
3) Saldo dana
a. Dana zakat
b. Dana infaq/shadaqah
c. Dana amil
d. Dana non halal
Contoh laporan posisi keuangan (neraca) amil
Neraca (Laporan Posisi Keuangan)
BAZ “XXX”
Per 31 Desember 2XX2
Keterangan Keterangan
ASET
Aset Lancar
Kas dan setara kas
Instrumen keuangan
Piutang
Aset tidak lancar
Aset tetap
Akumulasi penyusutan
xxx
xxx
xxx
xxx xxx
KEWAJIBAN
Kewajiban jangka
pendek
Biaya yang masih harus
dibayar
Kewajiban jangka
panjang
Imbalan kerja jangka
panjang
Jumlah kewajiban
Saldo Dana
Dana zakat
Dana Infaq/shadaqah
Dana amil
Dana non halal
Jumlah dana
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Jumlah Aset xxx Jumlah kewajiban dan
saldo dana
xxx
Sumber : PSAK No. 109 (Akuntansi Zakat dan Infaq/Shadaqah)
3. Laporan Perubahan Dana
Amil menyajikan laporan perubahan dana zakat, dana infaq/shadaqah,
dana amil, dan dana non halal. Penyajian laporan perubahan dana mencakup,
tetapi tidak terbatas pada pos-pos berikut :
1) Dana zakat
a. Penerimaan dana zakat
Bagian dana zakat
Bagian amil
b. Penyaluran dana zakat
Entitas amil lain
Mustahiq lainnya
c. Saldo awal dana zakat
d. Saldo akhir dana zakat
2) Dana infaq/shadaqah
a. Penerimaan dana infaq/shadaqah
Infaq/shadaqah terikat (muqayyadah)
Infaq/shadaqah tidak terikat (mutlaqah)
b. Penyaluran dana infaq/shadaqah
Infaq/shadaqah terikat (muqayyadah)
Infaq/shadaqah tidak terikat (mutlaqah)
c. Saldo awal dana infaq/shadaqah
d. Saldo akhir dana infaq/shadaqah
3) Dana amil
a. Penerimaan dana amil
Bagian amil dari dana zakat
Bagian amil dari dana infaq/shadaqah
Penerimaan lainnya
b. Penyaluran dana infaq/shadaqah
Beban umum dan administrasi
c. Saldo awal dana amil
d. Saldo akhir dana amil
4) Dana nonhalal
a. Penerimaan dana nonhalal
Bunga bank
Jasa giro
Penerimaan nonhalal lainnya
b. Penyaluran dana nonhalal
c. Saldo awal dana nonhalal
d. Saldo akhir dana nonhalal
Contoh Laporan Perubahan Dana
Laporan Perubahan Dana
BAZ “XXX”
Untuk periode yang berakhir 31 Desember 2XX2
Keterangan
DANA ZAKAT
Penerimaan
Penerimaan dari muzakki
Muzakki entitas
Muzakki individual
Hasil penempatan
Jumlah penerimaan dana zakat
Bagian amil atas penerimaan dana zakat
Jumlah penerimaan dana zakat setelah bagian amil
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Penyaluran
Fakir-miskin
Riqab
Gharim
Muallaf
Sabilillah
Ibnu sabil
Jumlah penyaluran dana zakat
Surplus (defisit)
Saldo awal
Saldo akhir
(xxx)
(xxx)
(xxx)
(xxx)
(xxx)
(xxx)
(xxx)
xxx
xxx
xxx
DANA INFAQ/SHADAQAH
Penerimaan
Infaq/shadaqah terikat atau muqayyadah
Infaq/shadaqah tidak terikat atau mutlaqah
Bagian amil atas penerimaan dana infaq/shadaqah
Hasil pengelolaan
Jumlah penerimaan dana infaq/shadaqah
Penyaluran
Infaq/shadaqah terikat atau muqayyadah
Infaq/shadaqah tidak terikat atau mutlaqah
Alokasi pemanfaatan aset kelolaan
(misalnya beban penyusutan dan penyisihan)
Jumlah penyaluran dana infaq/shadaqah
Surplus (defisit)
Saldo awal
Saldo akhir
xxx
xxx
(xxx)
xxx
xxx
(xxx)
(xxx)
(xxx)
(xxx)
xxx
xxx
xxx
DANA AMIL
Penerimaan
Bagian amil dari dana zakat
xxx
Bagian amil dari dana infaq/shadaqah
Penerimaan lainnya
Jumlah penerimaan dana amil
Penggunaan
Beban pegawai
Beban penyusutan
Beban umum dan administrasi lainnya
Jumlah penggunaan dana amil
Surplus (defisit)
Saldo awal
Saldo akhir
xxx
xxx
xxx
(xxx)
(xxx)
(xxx)
(xxx)
xxx
xxx
xxx
DANA NONHALAL
Penerimaan
Bunga bank
Jasa giro
Penerimaan nonhalal lainnya
Jumlah penerimaan dana nonhalal
Penggunaan
Jumlah penggunaan dana nonhalal
Surplus (defisit)
Saldo awal
Saldo akhir
xxx
xxx
xxx
xxx
(xxx)
xxx
xxx
xxx
Jumlah saldo dana zakat, dana infaq/shadaqah, dana amil, dan
dana zakat xxx
Sumber : PSAK No. 109 (Akuntansi Zakat dan Infaq/Shadaqah)
4. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
Entitas amil menyajikan laporan perubahan aset kelolaan yang mencakup
tetapi tidak terbatas pada :
1) Aset kelolaan yang termasuk aset lancar
2) Aset kelolaan yang termasuk tidak lancar dan akumulasi penyusutan
3) Penambahan dan pengurangan
4) Saldo awal
5) Saldo akhir
Contoh Laporan Perubahan Aset Kelolaan
Laporan Perubahan Aset Kelolaan
BAZ “XXX”
Untuk periode yang berakhir 31 Desember 2XX2
Saldo awal
Penambahan
Pengurang
an
Penyisihan
Ak.Penyusustan
Saldo Akhir
Dana infaq/shadaqah –
aset kelolaan lancar (misal
piutang bergulir)
xxx
xxx
(xxx)
(xxx)
-
xxx
Dana infaq/shadaqah –
aset kelolaan tidak
lancar (misal rumah
sakit atau sekolah)
xxx
xxx
(xxx)
-
(xxx)
xxx
Sumber : PSAK No. 109 (Akuntansi Zakat dan Infaq/Shadaqah)
5. Laporan Arus Kas
Entitas amil menyajikan laporan arus kas sesuai dengan PSAK No. 2 :
Laporan Arus Kas dan PSAK yang relevan.
6. Catatan atas Laporan Keuangan
Amil menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan PSAK 101 :
Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan PSAK yang relevan.
top related