al ghazali

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nama Al-Ghazali tentu bukanlah nama yang asing dalam dunia teologi. Bukan hanya dalam dunia teologi, nama beliau juga masyhur dalam dunia filsafat, fiqh, sejarah islam dsb. Perjalanan panjang yang penuh dengan lika-liku dan tantangan menjadikan Al-Ghazali menjadi Ulama besar. Maka tak heran jika ulama’-ulama’ memberikan gelar kepada beliau, mulai gelar Hujjatul Islam, Syaikh al-Syufiyyin, Imam al-Murabbin. Gelar Hujjatul Islam diberikan karena jasanya mengomentari dan melakukan pembelaan terhadap serangan-serangan yang dapat menyebabkan kesesatan baik dari kalangan Islam maupun kalangan Barat, terhadap Aqidah Islam 1 . Dalam perjalanan kehidupannya, Al-Ghazali dikenal sebagai seorang Sufi, Namun sebelum proses menjadi Sufi itu, Al-Ghazali pernah menjadi seorang Filosof. Menulis karya filsafat, memahami konsep-konsep filsafat hingga “menghancurkan” filsasat, Inkonsistensi beliau mengundang banyak pro dan kontra. 1 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Press, Jakarta: 2002. Hlm. 85.

Upload: bejokampungan

Post on 22-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Al Ghazali

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nama Al-Ghazali tentu bukanlah nama yang asing dalam dunia teologi.

Bukan hanya dalam dunia teologi, nama beliau juga masyhur dalam dunia filsafat,

fiqh, sejarah islam dsb.

Perjalanan panjang yang penuh dengan lika-liku dan tantangan menjadikan

Al-Ghazali menjadi Ulama besar. Maka tak heran jika ulama’-ulama’ memberikan

gelar kepada beliau, mulai gelar Hujjatul Islam, Syaikh al-Syufiyyin, Imam al-

Murabbin. Gelar Hujjatul Islam diberikan karena jasanya mengomentari dan

melakukan pembelaan terhadap serangan-serangan yang dapat menyebabkan

kesesatan baik dari kalangan Islam maupun kalangan Barat, terhadap Aqidah

Islam1.

Dalam perjalanan kehidupannya, Al-Ghazali dikenal sebagai seorang Sufi,

Namun sebelum proses menjadi Sufi itu, Al-Ghazali pernah menjadi seorang

Filosof. Menulis karya filsafat, memahami konsep-konsep filsafat hingga

“menghancurkan” filsasat, Inkonsistensi beliau mengundang banyak pro dan

kontra.

Tuhafut al-Falasifah (The Incoherence of the Philosophers) adalah salah

satu karya beliau yang fenomenal dan monumental, Karya tersebut membahas

kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu

Rusyd dalam buku Tahafut al-Tahafut(The Incoherence of the Incoherence).

“Persinggungan” antara sufisme dan filsafat inilah yang akan di bahas

pemakalah dalam pembahasan kali ini.

1 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Press, Jakarta: 2002. Hlm. 85.

Page 2: Al Ghazali

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah kali ini, pemakalah akan memberikan point-point

pembahasan sebagai berikut :

1. Bagimana Riwayat Hidup Al-Ghazali?

2. Apa saja karya-karya beliau?

3. Apa saja kritik Al-Ghazali terhadap kaum filosof?

Page 3: Al Ghazali

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali

Di Jazirah barat dan latin namanya dikenal dengan Algazel, Nama

Lengkap beliau adalah Abu Haid Muhammad ibnu Muhammad Al-Ghazali.

Dilahirkan pada pertengahan abad ke-5 H. Bertepatan pada 450 M, Di Thus,

Khurasan Sebuah kota di di Persia. Ayahnya adalah seorang sufi, aliran mistis2

ada pula riwayat yang mengatakan ayahnya adalah seorang pemintal benang3.

Namun saat Ghazzali masih kecil, ia telah ditinggal wafat Sang ayah. Kemudian

ia dirawat oleh seorang teman keluarganya, ada riwayat yang mengatakan ia

diasuh seorang sufi4. Di Thus, Al-Ghazali belajar banyak ilmu pengetahuan.

Setelah itu, ia pergi ke Jurjan kemudian ke Naisabur, Di kota terakhir Al-Ghazali

mendaftar pada sebuah lembaga pendidikan kala itu. pada saat itu yang menjabat

sebagai kepala Madrasah Nizhamiyyah adalah Imam Haramain Al-Juwaini. Dari

Al-Juwaini lah Al-Ghazali memperlajari ilmu Fiqh, Ushul, mantiq dan kalam. Al-

Juwaini memberi gelar Bahrun Mughriq (Lautan yang menenggelamkan) melihat

kemampuan dan kecerdasan Al-Ghazali.5

Pada tahun 478 H, Al-Ghazali keluar dari Naisabur menuju Mu’askar dan

menetap disana. Sampai suatu waktu Al-Ghazali bertemu dengan Nizam al-Mulk,

wazir istana dinasti Suljuk yaitu Jalal al-Din Malikshah, pada pertemuan itu

bersama wazir beberapa ulama terkemuka, terjadilah tukar pikiran dan diskusi

ilmiah disitu. Para ulama tersebut mengakui kelebihan dan keluasan ilmu Al-

Ghazali, oleh karena itu para ulama tadi memberi gelar “Fuhuhul Iraaq”.

2 John Freely, Cahaya Dari Timur, Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat, (diterjemahkan dari buku Light from the East: How the Science of Medieval Islam Helped to shape the Western World Oleh Noviatri) PT Elex Media Computindo, Jakarta: 2011, Hlm. 2923 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2005, Hlm.774 Imam Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Kerancuan para filosof (Diterjemahkan dari kitab Tahfut al-Falasifah Oleh : Ahmad Maimun), Penerbir MARJA, Bandung: 2010, Hlm. 175 Jalaluddin dan Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1996, Hlm. 139.

Page 4: Al Ghazali

Pada 484 H Al-Ghazali ditunjuk sebagai pengajar hukum agama di

Madrasah Nizamiyyah. Disinilah Al-Ghazali mencapai puncak prestisius dala

karir keilmuannya, sehingga kuliahnya dihadiri oleh tiga ratus ulama terkemuka.

Al-Ghazali mengajar disana selama 4 Tahun, dan melakukan studi mendalam

tentang filsafat, termasuk karya-karya tulis orang Yunani di jaman klasik, pun

karya-karya para filsuf Islam pendahulu beliau.

Sebagaimana ditulis dalam otobiografinya yang berjudul The Deliverance

from Error, “Selama saat-saat sendiri aku membaca, Tuhan memberkahiku

dengan waktu kurang dari dua tahun untuk bisa seluruhnya memahami ilmu para

filsuf”.”6

Al-Ghazali merasa kalau jalan hidupnya sangat keduniawian untuk bisa

memberikan padanya harapan mendapat balasan yang kekal Beliau dilanda

keragu-raguan, Skeptis terhadap Ilmu-ilmu yang dipelajari (hukum, teologi,

filsafat), kegunaan pekerjaan dan hasil karyanya. Sehingga beliau jatuh sakit

selama dua bulan dan sulit diobati7. Pada masa inilah yang kemudian dikenal

dalam sejarah Filsafat Islam sebagai masa perubahan 180 derajat pemikiran Al-

Ghazali.8

Al-Ghazali keluar dari Madrasah Nizamiyyah.menuju pengasingan dari

kehidupan duniawi (uzlah). Beliau pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah

Haji yang kedua kalinya pada tahun 488 H lalu ke Madinah. Kemudian

melanjutkan perjalanan ke Damaskus. Di negeri ini beliau hidup menyepikan diri

dan menjauhkan diri dari segala kemasygulan duniawi. Kemudian dia pergi ke

Mesir, tinggal beberapa waktu di Iskandariah lalu kembali ke Thus, Persia

Kampung halamannya. Disini beliau menyibukkan diri dengan karang mengarang

tulisan.9 Kemudian Sultan Sanjar membujuknya untuk mengajar (kembali) ke

Nizamiyyah, Nishapur. Periode kedua Al-Ghazali mengajar disana berlangsung

hanya selama dua tahun, dimana setelah itu ia memilih kembali ke Thus sampai

6 John Freely, Cahaya Dari Timur…. Hlm. 2937 Hasyimsyah Nasution, Filsafat…Hlm. 788 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2005. Hlm. 85 9 Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, Al Amin Press, Yogyakarta 1997, Hlm.80

Page 5: Al Ghazali

akhir hayatnya pada 550 H. Beliau wafat di desa Thabaran, Thus dalam usia ±55

Tahun. Beliau wafat pada 14 Jumadil Akhir 550 H atau 18 Desember 1111

Miladiah.10

B. Karya-karya Al-Ghazali

Tidak kurang dari 70 karya Imam Al-Ghazali meliputi berbagai macam

disiplin ilmu pengetahuan. Banyak diantaranya yang menjadi masterpiece

dibidangnya masing-masing, dimana karya tersebut menjadi rujukan dan referensi

hingga sekarang. Karangan-karangannya meliputi Fiqih, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam,

Teologi kaum Salaf, bantahan terhadap kaum Batiniah, Ilmu Debat, Filsafat dan

khususnya yang menjelaskan tentang maksud filsafat serta bantahan terhadap

kaum filosof, logika, tasawuf, akhlak dan psikologi. Beberapa karya beliau yang

masyhur sebagai berikut :

1. Ihya’ Ulumuddin, artinya "Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama", karangan

beliau dalam beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara

Syam, Yerussalem, Hajzz, dan Thus, dan yang berisi paduan yang indah

antara fiqh, tasawuf dan filsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum

muslimin, tetapi juga di kalangan dunia Barat dan Islam.

2. Ayyuhal Walad, Sebuah buku tentang akhlaq. Tetapi yang urgen dalam

buku ini adalah gambaran tentang perkembangan pikiran Al-Ghazali dan

riwayat studinya serta kedudukan yang dicapainya diantara para filosof-

filosof Islam serta pengaruhnya terhadap filsafat pada zamannya. 11

3. Al-Minqidz min ad-Dlalal (Penyelamat dari Kesesatan), Karya ini ditulis

ketika umur beliau mencapai 50 tahun, 5 tahun sebelum kewafatan. berisi

sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang

terakhir terhadap beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai

Tuhan. Serta cerita ketika terombang-ambingnya Al-Ghazali antara syak

dan harapan.12

10 Musthafa Amin, Tarikath al-Tarbiyah, Al-Ma’arif, Mesir, Hlm. 175-176.11 Muhammad Luthfi Jum’ah, Tarikh Falasifah al-Islam, Najib Metri, Mesir, Hlm 6812 Busyairi Madjidi, Konsep..Hlm.81

Page 6: Al Ghazali

4. Maqasid al-Falasifah dan Tahaful al-Falasifah. Kedua kitab ini adalah

kitab mengenai filsafat. Yang pertama mengenai ringkasan ilmu-ilmu

filsafat, dijelaskan juga ilmu-ilmu mantiq, metafisika, dan ilmu alam.

Penjelasan ini tidak keluar dari dasar-dasar Aristoteles yang ditulis al-

Farabi dan Ibnu Sina. Sedang kitab yang kedua, menunjukkan

pertentangan (kontradiksi) yang ada dalam ajaran filsafat, serta dijelaskan

juga ketidaksesuaian dengan akal. Tahaful al-Falasifah ini

menghancurkan isi buku Maqasid al-Falasifah.13

C. Kritik Al-Ghazali Terhadap Kaum Filosof

Perdebatan mengenai persoalan ketuhanan dan alam semesta dalam filsafat

Islam, dapat ditemukan dalam aliran pemikiran Tasawuf dan Falasifa (filsafat

dalam Islam). Berdebatan ini adalah antara Al Ghazali dengan kritiknya Tahafutl

al-Falasifa (Incoherence of the Philosophers) dengan Ibnu Rusyd dalam karyanya

Tahafutul Tahafut (Incoherence of the Incoherence). Perdebatan ini dimulai ketika

Al Ghazali mulai mengkritisi para filosof-filosof muslim sebelumnya, yaitu Al

Farabi dan Ibnu Sina yang pemikirannya berbau Aristotelian. Secara intensif Al

Ghozali mengkritisi tentang problem ketuhanan dan alam semesta yang telah

dipikikan secara metafisis spekulatif oleh para filsuf. Menurut Al Ghazali, hal ini

tidak sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Al Hadits yang merupakan sumber

kebenaran mutlak kaum muslimin.

Tahafut al-Falasifah (The Incoherence of the Philosophers) dikenal

sebagai karya menumental Al-Ghazali, dimana disitu Al-Ghazali mengkritisi para

filosof. Beliau terdorong untuk menulis buku tersebut dikarenakan kesalahan-

kesalahan dan ajaran dari para filosof sebelumnya, dari masa Aristoteles sampai

al-Farabi dan Ibnu Sina (kedunya dikenal sebagai interprener penting pemikiran-

pemikiran Aristoteles dalam dunia Islam).14

Kitab Tahafut al-Falasifah terdiri dari 20 diskusi yang merupakan

sistematisasi dari ajaran falsafah yang berbentuk semacam dialog tertulis diikuti 13 Muhammad Luthfi Jum’ah, Tarikh…Hlm 6914 John Freely, Cahaya Dari Timur…. Hlm. 293

Page 7: Al Ghazali

bantahan-bantahan. Dari 20 dalil filsafat yang ditegurnya, hanya 4 yang

disebutnya secara langsung sebagai kufurat dan subversif terhadap iman Islam

yang sejati yaitu dalil 1, 13, 18, 20. Isinya ke 4 dalil tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Dalil filsafat yang menyatakan bahwa dunia (alam) berfisat azali

(eternity) dan sama abadinya dengan Tuhan. Bagi al-Ghazali yang

Qadim hanyalah Tuhan. Selain Tuhan haruslah hadits (baru). Karena

bila ada yang qadim selain Tuhan, dapat menimbulkan paham:

Banyaknya yang qadim atau banyaknya Tuhan; ini syirik dan

dosa besar yang tidak diampuni Tuhan; atau

Ateisme; alam yang qadim tidak perlu kepada pencipta.

Memang, antara kaum teolog dan filosof terdapat perbedaan tentang

arti al-ihdats dan qadim. Bagi kaum teolog al-ihdats mengandung arti

menciptakan dari “tiada" (creatio ex nihilo), sedang bagi kaum filosof

berarti menciptakan dari “ada”. Kata Ibnu Rusyd, ‘adam (tiada) tidak

akan bisa berubah menjadi wujud (ada). Yang terjadi adalah “wujud’

berubah menjadi “wujud” dalam bentuk lain. Oleh karena itu, materi

asal, yang dari padanya alam disusun, mesti qadim. Dan materi

pertama yang qadim ini berasal dari Tuhan melalui al-faidh (pancaran).

Tetapi menurut al-Ghazali, penciptaan dari tiadalah yang memastikan

adanya Pencipta. Oleh sebeb itu, alam pasti “baru” (hadits) dan

diciptakan dari “tiada”

2. Dalil falsafah bahwa Tuhan tidak tahu hal-hal yang bersifat particular

(Juz’iyyah), dimana para filosof menyepakati mengenai pendapat

bahwa Tuhan tidak mengetahui partikularia-partikularia yang dibagi-

bagi sesuai dengan pembagian waktu ke kategori “telah”, “sedang”,

Page 8: Al Ghazali

dan “akan”15. bertentangan dengan ajaran Al Quran : “Tiada yang luput

bagi pengetahuan Ilahi”

3. Ketidakmampuan para filosof memberikan bukti Rasional bahwa Jiwa

Manusia adalah Substansi Ruhaniah yang berdiri sendiri, tak

menempati Ruang, Tak tercetak pada tubuh, serta tidak menyatu

dengan dan tidak juga terpisah dari badan.

4. Sanggahan terhadap Penolakan para Filosof atas Kebangkitan Jasad,

Kembalinya jiwa kedalam raga, Keberadaan Neraka Jasmaniah,

Keberadaan Surga dan Bidadari, dan segala yang dijanjikan Allah

kepada Manusia, serta ucapan mereka bahwa semua itu merupakan

perumpamaan bagi kalangan Awam agar mereka memahami Surga dan

Neraka Ruhaniah, dan keduanya merupakan tingkatan Jasmaniah yang

tertinggi.

Tentu tidak bisa begitu saja membenarkan tuduhan demikian. Dengan

menyimak secara seksama Tahafut al-Falasifah akan dapat terlihat bahwa tidak

ada pertentangan yang mendasar atau prinsipil antara al-Ghazali dan para filosof,

melainkan hanyalah beda interprestasi tentang ajaran-ajaran dasar Islam, bukan

karena diterima atau ditolaknya ajaran-ajaran dasar itu sendiri. Jadi hanyalah

perbedaan ijtihad yang tidak membawa kekafiran. Karena itu Ibnu Rusyd sendiri

menyatakan, pengkafiran al-Ghazali terhadap Ibnu Sina dan al-Farabi bukan

pengkafiran absolut karena dalam al-Tafriqah, al-Ghazali menegaskan bahwa

pengkafiran atas dasar ijma’ tidak bersifat mutlak.16

Begitu pula sejarah membuktikan bahwa memang di kalangan Islam Sunni

bagian Timur yang berpusat di Baghdad, filsafat sesudah al-Ghazali tidak

berkembang. Tetapi di dunia Islam bagian Barat yang berpusat di Cordova,

filsafat justru berkembang baik dan melahirkan tokoh-tokoh seperti Ibnu Bajah,

Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.

15 Imam Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Kerancuan para filosof (Diterjemahkan dari kitab Tahfut al-Falasifah Oleh : Ahmad Maimun) Hlm 19816 http://www.aliyahromu.com/2011/07/tahafut-al-falasifah.html

Page 9: Al Ghazali

Jadi, jelaslah sudah tidak berkembangnya filsafat di abad ke-XIII bukan

tanggung jawab kitab Tahafut al-Falasifah. Apalagi menurut komentar Sulaiman

Dunya dalam mengedit Tahafut al-Falasifah, kitab itu lebih filosofis dan rasional

dari pada pemikiran para filosof yang diserangnya. Artinya, kitab itu justru

menghidupkan filsafat di dunia Islam.

Kalau begitu, andaikata benar bahwa filsafat tidak berkembang di dunia

Islam khususnya di dunia Islam Sunni, maka sebabnya harus dicari di luar kitab

Tahafut al-Falasifah. Lebih-lebih kitab ini hampir tak terbaca oleh mayoritas umat

Islam Sunni, termasuk Indonesia, misalnya. Mungkin sebab itu terletak pada

tasawwuf  yang menurut pemikiran al-Ghazali adalah jalan yang sebetulnya untuk

mencari kebenaran hakiki dengan mengutamakan daya rasa (intuisi) dan

meremehkan akal. Kitab tasawwuf al-Ghazali Ihya` Ulumuddin yang sangat

populer justru sangat besar pengaruhnya terutama di dunia Islam Sunni.

Hal yang juga “membebaskan” kitab Tahafut al-Falasifah adalah karena

kitab ini, seperti dikatakan DR. Sulaiman Dunya—dengan mengutip pendapat

Aristoteles bahwa orang yang mengingkari metafisika adalah berfilsafat metafisis

—adalah kitab filsafat juga, setidaknya falsafi al-maudhu’i (bertema filsafat)

kalau bukan falsafi al-ghayah (bertujuan filsafat). Di samping itu al-Ghazali dalam

kitab itu bersikap sangat hati-hati untuk menggambarkan pemikiran para filossof

yang hendak dikritiknya. ila kitab itu dibaca dan dipelajari, justru dapat

membangkitkan gairah untuk mempelajari filsafat dan berfilsafat (berfikir logis,

filosofis dan kritis) dalam memahami agama.

Page 10: Al Ghazali

BAB III

KESIMPULAN

1. Al-Ghazali merupakan sosok yang unik dan menarik. Ini

dapat dilihat dari perjalanan hidupnya dalam mencari hakikat kebenaran.

Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali Lahir dan wafat di

Thus, Persia. 55 Tahun umur beliau di gunakan untuk kajian-kajian yang

hingga kini masih digunakan sebagai referensi utama berbagai disiplin

keilmuan.

2. Karya-karya Al-Ghazali kurang lebih ada 70 buku,

Karangan-karangannya meliputi Fiqih, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam, Teologi

kaum Salaf, bantahan terhadap kaum Batiniah, Ilmu Debat, Filsafat dan

khususnya yang menjelaskan tentang maksud filsafat serta bantahan

terhadap kaum filosof, logika, tasawuf, akhlak dan psikologi.

3. Tahafu al-Falasifah dikenal sebagai karya Al-Ghazali yang

mengkritisi pemikiran-pemikiran kaum Filosof terdahulunya. Karya ini

kemudian juga dibantah oleh Ibnu Rusyd melalui Tahafutul Tahafut.

Page 11: Al Ghazali

Daftar Isi

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan

Praktis, Ciputat Press, Jakarta: 2002

John Freely, Cahaya Dari Timur, Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam

Membentuk Dunia Barat, (diterjemahkan dari buku Light from the East: How

the Science of Medieval Islam Helped to shape the Western World Oleh

Noviatri) PT Elex Media Computindo, Jakarta: 2011

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2005

Imam Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Kerancuan para filosof (Diterjemahkan

dari kitab Tahfut al-Falasifah Oleh : Ahmad Maimun), Penerbir MARJA,

Bandung: 2010

Jalaluddin dan Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan

Perkembangannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1996

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2005.

Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, Al Amin Press,

Yogyakarta 1997

Musthafa Amin, Tarikath al-Tarbiyah, Al-Ma’arif, Mesir

Muhammad Luthfi Jum’ah, Tarikh Falasifah al-Islam, Najib Metri, Mesir

Referensi Internet :

http://www.aliyahromu.com/2011/07/tahafut-al-falasifah.html

http://wikipedia.com

Page 12: Al Ghazali

MAKALAHMATA KULIAH STUDI PEMIKIRAN ISLAM

Al-Ghazali : Kritik Terhadap Filosof

Oleh :Sri Susmiayati

PROGRAM PASCASARJANASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SAMARINDA2012