filsafat jiwa menurut al ghazali

16
FILSAFAT ISLAM AL-GHAZALI DAN PEMIKIRAN FILSAFATNNYA A. Pendahuluan Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan, tidak saja karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih- benih filsafat Islam dikembangkan. Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi pemaparan mengenai Al -Ghazali, seorang ulama besar yang pemikiranny a sangat berpengaruh terh adap Islam dan filsafat Dunia Timur. Beliau adalah seorang sufi sekalig us seorang teolog y ang mendapat julukan Hujjah a l- Islam. Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan bany ak, mulai dari pikiran beliau dalam bidang teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazali yang berkaitan dengan biografi, hasil karya, pemikirannya dan kritik terhadap filosof Muslim lainnya. B. Al-Ghazali 1. Bi og ra fi dan Pen did ik an nya Nama asli Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali. Lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun 450 H (1058 M). Pekerjaan ayah Imam Ghazali adalah memintal benang dan menjualnya di pasa r-pasar. Ayahnya termasuk ahli tasawuf yang hebat, sebelum meninggal dunia, ia berwasiat kepada teman akrabnya yang bernama Ahmad bin Muhammad Ar Rozakani agar dia mau mengasuh al-Ghazali. Maka ayah Imam Ghazali menyerahkan hartanya kepada ar-Rozakani untuk biaya hidup dan belajar Imam Ghazali.[1]I a wafat di Tusia, sebuah kota temp at kelahirannya pada tahun 505 H (1111 M) dalam usianya yang ke 55 tahun. Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani (teman ayahnya yang merupakan orang tua asuh al-Ghazali), kemudian ia belajar pada Imam Abi Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan. Setelah mempelajri beberapa ilmu di negerinya, maka ia berangkat ke Naishabur dan belajar pada Imam Al- Haromain. Di sinilah ia mulai menampakkantanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu matiq (logika), falsafah dan fiqh madzhab Syafi’i. Karena kecerdasannya itulah Imam Al -Haromain mengatakan bahwa al-Ghazali it u adalah ”lautan tak bertepi...”.[2] Setelah Imam Al-Haromain wafat, Al-Ghazali meninggalkan Naishabur untuk menuju ke Mu’askar,[3]ia pergi ke Mu’askar untuk melakukan kunjungan kepada Perdana Mentri Nizam al Muluk dari pemerint ahan Bani Saljuk. Sesampai di sana, ia disambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama besar. Semuanya mengakui akan ketinggian ilmu yang dimiliki al-Ghazali. Menteri Nizam al Muluk akhirnya melantik al-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M. Sebagai guru besar (profesor) pada perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada di kota Baghdad. Al-Ghazali kemudian mengajar di perguruan tinggi tersebut selama 4 (empat)

Upload: hardii-fitrah-fadlan

Post on 03-Jun-2018

246 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 1/16

FILSAFAT ISLAM AL-GHAZALI DAN PEMIKIRAN FILSAFATNNYA

A. Pendahuluan

Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang disebutsebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, danseterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan, tidak saja karena darimerekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan.

Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorangulama besar yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur.Beliau adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah al- Islam.Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak, mulai dari pikiran beliau dalam bidangteologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazaliyang berkaitan dengan biografi, hasil karya, pemikirannya dan kritik terhadap filosof Muslimlainnya.

B. Al-Ghazali

1. Biografi dan Pendidikannya

Nama asli Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu Hamid AthThusi Al-Ghazali. Lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun 450 H (1058 M).Pekerjaan ayah Imam Ghazali adalah memintal benang dan menjualnya di pasar-pasar.Ayahnya termasuk ahli tasawuf yang hebat, sebelum meninggal dunia, ia berwasiat kepadateman akrabnya yang bernama Ahmad bin Muhammad Ar Rozakani agar dia mau mengasuhal-Ghazali. Maka ayah Imam Ghazali menyerahkan hartanya kepada ar-Rozakani untuk biayahidup dan belajar Imam Ghazali.[1]Ia wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya padatahun 505 H (1111 M) dalam usianya yang ke 55 tahun.

Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada Syekh Ahmad binMuhammad Ar-Rozakani (teman ayahnya yang merupakan orang tua asuh al-Ghazali),kemudian ia belajar pada Imam Abi Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan. Setelah mempelajribeberapa ilmu di negerinya, maka ia berangkat ke Naishabur dan belajar pada Imam Al-Haromain. Di sinilah ia mulai menampakkantanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasadan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu seperti ilmu matiq(logika), falsafah dan fiqh madzhab Syafi’i. Karena kecerdasannya itulah Imam Al -Haromain

mengatakan bahwa al-Ghazali it u adalah ”lautan tak bertepi...”.[2]

Setelah Imam Al-Haromain wafat, Al-Ghazali meninggalkan Naishabur untuk menuju keMu’askar,[3]ia pergi ke Mu’askar untuk melakukan kunjungan kepada Perdana MentriNizam al Muluk dari pemerintahan Bani Saljuk. Sesampai di sana, ia disambut dengan penuhkehormatan sebagai seorang ulama besar. Semuanya mengakui akan ketinggian ilmu yangdimiliki al-Ghazali. Menteri Nizam al Muluk akhirnya melantik al-Ghazali pada tahun 484H/1091 M. Sebagai guru besar (profesor) pada perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada dikota Baghdad. Al-Ghazali kemudian mengajar di perguruan tinggi tersebut selama 4 (empat)

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 2/16

tahun. Ia mendapat perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik yang datang dari dekatatau dari tempat yang jauh, sampai ia menjauhkan diri dari keramaian.[4]

Di samping ia menjadi guru besar di perguruan tinggi Nizamiyah ia juga diangkat sebagaikonsultan (mufti) oleh para ahli hukum Islam dan oleh pemerintah dalam menyelesaikanberbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat. Akan tetapi kedudukan yang diperoleh di

Baghdad tidak berlangsung lama akibat adanya berbagai peristiwa atau musibah yangmenimpa, baik pemerintahan pusat (Baghdad) maupun pemerintahan Daulah Bani Saljuk, diantara musibah itu ialah: pertama, pada tahun 484 H/1092 M, tidak lama sesudah pertemuanal-Ghazali dengan permaisuri raja Bani Saljuk, suaminya, Raja Malik Syah yang terkenal adildan bijaksana meninggal dunia. Kedua, pada tahun yang sama (485 H/1092 M), perdanaMenteri Nidham Al-Muluk yang menjadi sahabat karib al-Ghazali mati dibunuh oleh seorangpembunuh bayaran di daerah dekat Nahawand, Persi. Ketiga, dua tahun kemudian, padatahun 487 H/1094 M, wafat pula Khalifah Abbasiyah, Muqtadi bi Amrillah.

Ketiga orang tersebut di atas, bagi al-Ghazali, merupakan orang-orang yang selama inidianggapnya banyak memberi peran kepada al-Ghazali, bahkan sampai menjadikannyasebagai ulama yang terkenal.[5] Dalam hal ini, karena mengingat ketiga orang ini mempunyaipengaruh yang cukup besar terhadap pemerintahan bani Abbas yang pada saat itudikendalikan oleh daulah Bani Saljuk, meninggalnya ketiga orang ini sangatmengguncangkan kestabilan pemerintahan bergelar Mustadhhir Billah (dilantik tahun 487H/1094 M). Pemerintahan menjadi sangat lemah untuk menangani kemelut yang terjadi dimana-mana terutama dalam menghadapi teror aliran Bathiniyah yang menjadi penggerak dalam pembunuhan secara gelap terhadap Perdana Menteri Nidham Al-Muluk.[6]

Dalam suasana kritis itulah, Al-Ghazali di minta oleh Khalifah Mustadhir Bilah (Masa BaniAbbasiyah) untuk terjun dalam dunia politik dengan menggunakan penanya. Menurutnya,tidak ada pilihan, kecuali memenuhi permintaan Khalifah tersebut. Ia kemudian tampildengan karangannya yang berjudul Fadha’il Al -Bathiniyah wa Fadha’il Al -Mustadhhiriyah(tercelanya aliran Bathiniyah dan baiknya pemerintahan Khalifah Mustadhhir) yang disingkatdengan judul Mustadhhiry. Buku itupun disebarluaskan di tengah masyarakat umum, shinggasimapti masyarakat terhadap pemerintahan Abbasiyah kala itu dapat direbut kembali.Kemudian timbullah gerakan menentang aliran Bathiniyah, tetapi sebaliknya pula, gerakanBathiniyah ini tidak berhenti untuk menjalankan pengaruhnya untuk membuat kekacauan.[7]

Al-Ghazali merupakan seorang yang berjiwa besar dalam memberikan pencerahan-pencarahan dalam Islam. Ia selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari suasana baru, tetapikhususnya untuk mendalami pengetahuan. Dalam kehidupannya, ia sering menerima jabatandi pemerintahan, mengenai daerah yang pernah ia singgahi dan terobosan yang ia lakukanantara lain:

a. Ketika ia di Baghdad, ia pernah menjadi guru besar di perguruan Nidzamiyah selama 4(empat) tahun.

b. Ia meninggalkan kota Baghdad untuk berangkat ke Syam, di Syam ia menetap hampir 2(dua) tahun untuk berkhalwat melatih dan berjuang keras membersihkan diri, akhlak, danmenyucikan hati hati dengan mengingat Tuhan dan beri’tikaf di mesjid Damaskus.

c. kemudian ia menuju ke Palestina untuk mengunjungi kota Hebron dan Jerussalem,tempat di mana para Nabi sejak dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa mendapat wahyu pertama

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 3/16

dari Allah.

d. tidak lama kemudian ia meninggalkan Palestina dikarenakan kota tersebut di kuasaiTentara Salib, terutama ketika jatuhnya kota Jerussalem pada tahun 492 H/1099 M, lalu iapunberangkat ke Mesir, yang merupakan pusat kedua bagi kemajuan dan kebesaran Islamsesudah Baghdad.

e. Dari Palestina (Kairo), iapun melanjutkan perjalanannya ke Iskandariyah. Dari sana iahendak berangkat ke Maroko untuk memenuhi undangan muridnya yang beranamaMuhammad bin Taumart (1087-1130 M), yang telah merebut kekuasaanya dari tangan kaumMurabithun, dan mendirikan pemerintahan baru yang bernama Daulah Muwahhidun. Iamengurungkan niatnya untuk pergi memenuhi undangan ke Maroko, ia tetap tinggal diMekkah, ia berasalan untuk melaksanakan kewajiban yang ke lima dalam rukun Islam, yaknimelaksanakan ibadah haji, kemudian ia menziarahi kuburan Nabi Ibrahim.

f. Selanjutnya ia kembali ke Naisabur, di sana ia mendirikan Madrasah Fiqh, madrasah inikhusus untuk mempelajari ilmu hukum, dan membangun asrama (khanqah) untuk melatihMahasiswa-mahasiswa dalam paham sufi di tempat kelahirannya.[8]

2. Karya-Karya Al-Ghazali

Sebagai seorang ulama dan pemikir dalam dunia Islam, tentunya ia sangat tekun untuk menulis kitab. Jumlah kitab yang ditulis al-Ghazali sampai sekarang belum disepakati secaradefinitif oleh para penulis sejarahnya. Menurut Ahmad Daudy, penelitian paling akhir tentangberapa jumlah buku yang dikarang oleh al-Ghazali seperti halnya yang dilakukan olehAbdurrahman Al-Badawi, yang hasilnya dikumpulkan dalan satu buku yang berjudulMuallafat Al-Ghazali.Dala buku tersebut, Abdurrahman mengklasifikasikan kitab-kitab yangada hubungannya dengan karya al-Ghazali dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kitabyang dapat dipastikan sebagai karya al-Ghazali yang terdiri atas 72 buah kitab. Kedua,kelompok kitab yang diragukan sebagai karyanya yang asli terdiri atas 22 kitab. Ketiga,kelompok kitab yang dapat dipastikan bukan karyanya, terdiri atas 31 buah kitab.[9]

Mengenai kitab-kitab yang ditulis oleh al-Ghazali meliputi bidang ilmu yang populer padazamannya, di antaranya tentang tafsir al- Qur’an, ilmu kalam, ushul fiqh, fiqih, tasawuf,mantiq, falsafat, dan lainnya.

a. Ihya Ulum Ad-Din (membahas ilmu-ilmu agama)

Ini merupakan kitab paling terkenal yang dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaanberpindah-pindah antara syam, Yerussalem, Hijaz dan Yus, dan yang berisi paduan indahantara fiqh, tasawuf dan falsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum muslimin, tetapi juga

di dunia Barat dan luar Islam.b. Tahafut al-Falasifah (menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segi agama).

c. Al-Munqidz min adh-Dhalal (menerangkan tujuan dan rahasia-rahasia ilmu).

Kedua kitab ini , yaitu Tahafut al-Falasifah dan Al-Munqidz min Adh-Dhalal merupakankitab yang memuat di dalamnya tentang permasalahan adanya peperangan dari kalanganfuqaha dan tasawuf (Ibnu Rusyd), disebabkan sikap al-Ghazali yang menentang para filosof

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 4/16

Islam, bahkan ia sampai mengkafirkan dalam tiga hal, yaitu :

i. Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.

ii. Membatasi pengetahuan Tuhan kepada hal-hal yang besar saja,

iii. Adanya kepercayaan tentang qadimnya alam dan keasliannya.[10]

d. Al-Iqtashad fi Al- ‘Itiqad (inti ilmu ahli kalam),

e. Jawahir Al- Qur’an (rahasia -rahasia yang terkandung dalam al- Qur’an),

f. Mizan Al- ‘Amal (tentang falsafah keagam aan),

Dalam buku ini, juga menyepakti bahwa persoalan yang tiga hal dalam kitab Tahafut al-Falasifah dan Al-Munqidz min Adh-Dhalal menjadi kepercayaan orang-orang tasawuf juga.Bahkan dalam bukunya Al- Madhum ‘ala Ghairi Ahlihi, ia mengakui qadimnya alam.

g. Al-Maqasshid Al- Asna fi Ma’ani Asma’illah Al -Husna (tentang arti nama-namaTuhan),

h. Faishal At-Tafriq Baina Al-Islam Wa Al-Zindiqah (perbedaan antara Islam dan Zindiq),

i. Al-Qisthas Al-Mustaqim (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat).

j. Al-Mustadhhir,

k. Hujjat Al-Haq (dalil yang benar),

l. Mufahil Al-Khilaf fi Ushul Ad-Din (menjauhkan perselisihan dalam masalah ushul ad-din),

m. Kimiya As- sa’adah (menerangkan syubhat ahli ibadah),

n. Al-Basith (fiqh),

o. Al-Wasith (fiqh),

p. Al-Wajiz (fiqh),

q. Al-Khulasahah Al-Mukhtasharah (fiqh),

r. Yaqut At- Ta’wil fi Tafsir At -Tanzil (tafsir 40 jilid),

s. Al-Mustasfa (ushul fiqh),

t. Al-Mankhul (ushul fiqh),

u. Al- Muntaha fi ‘ilmi Al -Jadal (cara-cara berdebat yang baik),

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 5/16

v. Mi’yar Al -‘ilmi,

w. Al-Maqashid (yang dituju),

x. Al- Madnun bihi ’ala Ghairi Ahlihi,

y. Misykat Al-anwar (pelajaran keagamaan),

z. Mahku An-Nadhar,

3. Pemikiran Filsafat Al-Ghazali

a. Metafisika

Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutamakarangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulanbahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah sepertimempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.

Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenaiketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (parafilosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telahmereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.

Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang mengandalkanakal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni bidang filsafatsecara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya sebagai filsuf.Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode rasional parafilsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang meyakinkan tentanghakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang fisika (thabi’iyat)yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap memberikankepercayaan terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang filsafat metafisikayang menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan karenanya para filosof dinyatakan kafir. Hal ini akan lebih dijelaskan dalam bagian selanjutnya.

b. Iradat Tuhan

Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dariiradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah

yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom) yangmasih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak dengan undang-undang itulahyang merupakan dunia dan kebiasaanya yang kita lihat ini.

Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptakanitu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal (intelek) manusia, terbatas dalampengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapikemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 6/16

kejadian.[11]

Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan akibat(hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al- Asy’ari berpendapat bahwa suatuperistiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkandari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas tidak mesti

terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya merupakan adat(kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karenakekuasaan dan kehendak Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya NabiIbrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecualidengan menghilangkan sifat membakar dari api ituatau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahimmenjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.[12]

c. Etika

Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnyadalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al -Ghazali adalah teoritasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyantasawuf yang terkenal “Al -Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al -Basyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat al- Rahman ‘Ala Thaqah al -Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauhkesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dansifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.

Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam.Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagaikebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia,dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.

Al-Ghazali sesuai dengan prinsip Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.

Bagi Al-Ghazali, taswuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpis ah dari syari’at, hal ininampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’nya yang merupakan perpaduanharmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti kewajiban agama haruslahdilaksanakan guna mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam melaksanakan haruslah denganpenuh rasa yakin dan pengertian tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya.[13]

4. Pandangan Al-Ghazali terhadap FilsafatMengenai pandangan al Ghazali, para ilmuwan berpendapat bahwa ia bukan seorang filosof,karena ia menentang dan memerangi filsafat dan membuangnya. Tentangan yang di lontarkanal-Ghazali ini tercermin dari bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah, yakni sebagaiberikut :

”...sumber kekufuran manusia pada saat itu adalah terpukau dengan nama -nama filsuf besarseperti Socrates, Epicurus, Plato, Aristoteles dan lain-lainnya ..., mereka mendengar perilaku

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 7/16

pengikut filsuf dan kesesatannya dalam menjelaskan intelektualitas dan kebaikan prinsip-prinsipnya, ketelitian ilmu para filsuf di bidang geometri, logika, ilmu alam, dan telogi ...,mereka mendengar bahwa para filsuf itu mengingkari semua syari’at dan agama, tidak percaya pada dimensi-dimensi ajaran agama. Para filsuf menyakini bahwa agama adalahajaran-ajaran yang disusun rapi dan tipu daya yang dihiasi keindahan ...”[14]

Jikalau melihat ungkapan di atas, terlihat bahwa al-Ghazali lebih tepat digolongkan dalamkelompok pembangunan agama yang jalan pemikirannya didasarkan pada sumber ajaranIslam yaitu al- Qur’an dan al -Hadits. Apabila memakai sumber lain dari Islam maka sumber-sumber ini hanya dijadikan sebagai alat untuk maksud menghidupkan ajaran-ajaran agamadan untuk membantu menerangi jalan menuju Allah SWT. Hal ini dikuatkan dengan kitabnyaIhya’Ulum Ad -din. Dalam buku Tahafut al-Falasifah al-Ghazali juga diterangkan tentangkeremehan pemikiran-pemikiran filsafat. Sehingga apakah mungkin filsafat justrumenghukumi atas dirinya sendiri? Al-Ghazali dengan beberapa kali menyatakan, bahwatujuan penyusunan buku tersebut untuk menghancurkan filsafat dan menggoyahkankepercayaan orang terhadap filsafat. Dari sinilah, apakah tepat orang yang menetapkankegagalan filsafat disebut sebagai seorang filosof?.[15]

Dalam bukunya pula yang berjudul Munqiz min al-Dhalal, al-Ghazali mengelompokkanfilsosof menjadi 3 (tiga) golongan:

1. Filosof Materialis (Dhariyyun)

Mereka adalah para filosof yang menyangkal adanya Tuhan. Sementara itu, kosmos ini adadengan sendirinya.

2. Filosof Naturalis (Thabi’iyyun)

Mereka adala para filosof yang melaksanakan berbagai penelitian di alam ini. Melaluipenyelidikan-penyelidikan tersebut mereka cukup banyak menyaksikan keajaiban-keajaibandan memaksa mereka untuk mengakui adanya Maha Pencipta di alam raya ini. Kendatipundemikian, mereka tetap mengingkari Allah dan Rasul-Nya dan Hari berbangkit. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa sebab mereka hanya memuaskan nafsu seperti hewan.

3. Filosof Ke-Tuhanan (Ilahiyun)

Mereka adalah filosof Yunani, sperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Aristoteles telahmenyanggah pemikiran filosof sebelumnya (Materialis dan Naturalis), namun ia sendiri tidak dapat membebaskan diri dari sia-sia kekafiran dan keherodoksian. Oleh karena itu, ia sendiritermasuk orang kafir dan begitu juga al-Farabi dan Ibnu Sina yang menyebarluaskanpemikiran ini di dunia Islam.

Dalam bidang Ke-Tuhanan, al-Ghazali memandang para filosof sebagai ahl al- bid’at dankafir. Kesalahan para filosof tersebut diterangkan oleh al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah, dan ia membaginya menjadi 20 bahagian, antara lain:

1. Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini azali,

2. Membatalkan pendapat mereka bahwa akal ini kekal,

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 8/16

3. Menjelaskan keragu-raguan mereka bahwa Allah Pencipta alam semesta dansesungguhnya alam ini diciptakan-Nya,

4. Menjelaskan kelemahan mereka dalam membuktikan Yang Maha Pencipta,

5. Menjelaskan kelemahan mereka dalam menetapkan dalil bahwa mustahil adanya dua

Tuhan,

6. Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mempunyai sifat,

7. Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak terbagi ke dalam al-jins dan al-fashl,

8. Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah mempunyai substansi basith (simple)dan tidak mempunyai mahiyah (hakikat),

9. Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selain-Nya,

10. Menjelaskan pernyataan mereka tentang al-dhar (kekal dalam arti tidak bermula dantidak berakhir),

11. Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selain-Nya

12. Menjelaskan kelemahan pendapat mereka dalam membuktikan bahwa Allah hanyamengetahui zat-Nya,

13. Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mengetahui juz’iyyat,

14. Menjelaskan pendapat mereka bahwa planet-planet adalah hewan yang bergerak dengan kemauan-Nya,

15. Membatalkan apa yang mereka sebutkan tentang tujuan penggerak dari planet-planet,

16. Membatalkan pendapat mereka bahwa planet- planet mengetahui semua yang juz’iyyat,

17. Membatalkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa mustahil terjadinya sesuatu diluar hukum alam,

18. Menjelaskan pendapat mereka bahwa roh manusia adalah jauhar (substansi) yangberdiri sendiri tidak mempunyai tubuh,

19. Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan tentang mustahilnya fana (lenyap) jiwa manusia,

20. Membatalkan pendapat mereka yang menyatakan bahwa tubuh tidak akan dibangkitkandan yang akan menerima kesenangan dalam surga dan kepedihan dalam nereka hanya roh.[16]

Kemudian al-Ghazali menjelaskan lagi, dari 20 masalah tersebut ada tiga hal yang bisamenyebabkan seorang filosof itu menjadi kafir, antara lain :

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 9/16

b. Alam semesta dan semua substansi qadim.

Para filosof muslim di kala itu mengatakan bahwa alam ini qadim. Sebab qadimnya Tuhanatas alam sama halnya dengan qadimny a illat atas ma’lulnya (ada sebab akibat), yakni darizat dan tingkatan, juga dari segi zaman. Alasan dari para filosof itu adalah tidak mungkin

wujud yang lebih dahulu, yaitu alam, keluar dari yang qadim (Tuhan), karena dengandemikian berarti kita bisa membayangkan bahwa yang qadim itu sudah ada, sedangkan alambelum ada.

Menurut al-Ghazali, bila alam itu dikatakan qadim (tidak mempunyai permulaan atau tidak pernah ada) maka mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi,paham qadimnya alam membawa pada kesimpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya.Tidak diciptakan Tuhan dan ini berarti bertentangan dengan ajaran al- Qur’an yang jelasmenyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam (langit, bumi, dan segalaisinya). Bagi al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada,sedangkan alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam maka alam ada di sampingadanya Tuhan.[17]

Al-Ghazali juga menjawab argumen filosof-filosof mulsim itu. Katanya; tidak ada halanganapa pun bagi Allah menciptakan alam sejak azali dengan iradah-Nya yang qadim pada waktudiadakan-Nya. Sementara itu, ketiadaan wujud alam sebelumnya karena memang belumdikehendaki-Nya. Iradah menurut al-Ghazali adalah suatu sifat bagi Allah berfungsimembedakan (memilih) sesuatu dari lainnya yang sama. Jika tidak demikian fungsinya, tentubagi Allah cukup saja dengan sifat qudrat. Akan tetapi, karena sifat qudrat antara menciptadan tidaknya sama kedudukannya, harus ada suat sifat khusus yang membedakannya, yaitusifat iradah. Andaikata para filosof Muslim menganggap sifat tersebut tidak tepat disebutsebagai iradah, dapat diberi nama lain asal itu yang dimaksud atau dengan arti sama. Sekedaristilah tidak perlu diperdebatkan, yang penting adalah isinya.[18]

Apakah yang menjadi landasan berpikir al-Ghazali sehingga mengatakan bahwa alam itutidak qadim dan Tuhan yang qadim. Kerangka filosofis yang ia tawarkan adalah titik tolak yang benar dan ortodoks harus diawali dengan mengakui Tuhan sebagai wujud tertinggi dankehendak unik yang bertindak secara aktual. ”Prinsip Pertama adalah Maha Mengetahui,Maha Perkasa, dan Maha Berkehendak. Ia bertindak sekehendak-Nya dan menentukansesuatu yang ia kehendaki; ia menciptakan semua makhluk dan alam sebagaimana iakehendaki dan dalam bentuk yang Dia kehendaki”.[19]

Sebenarnya perbedaan yang terjadi pada al-Ghazali dan tentang qadimnya alam hanya sebuahperbedaan penafsiran antara teolog Muslim dan filosof Muslim. Memang filosof Muslimberkeyakinan bahwa penciptaan dari tiada (nihil) adalah suatu kemustahilan. Dari nihil yang

kosong, tidak bisa timbul sesuatu. Hal yang terjadi ialah sesuatu yang diubah menjadi sesuatuyang lain. Justru itu materi asal (al-hayula alula), yang darinya alam ini disusun, mesti qadim.Materi asal ini diciptakan Allah secara emanasi sejak qadim dan tidak di batasi oleh zaman.Oleh karena itu, apa yang diciptakan semenjak qidam dan azali tentu ia qidam dan azali.Justru itu alam ini qidam pula. Interprestasi filosof Muslim ini sudah jelas lebih liberal dariteolog Muslim dan juga dipengaruhi oleh ilmu alam, yakni antara sebab dan musabab tidak ada perbedaan. Allah menciptakan alam semenjak azali, berarti materinya berasal dari energiyang qadim. Sementara susunan materi yang menjadi alam adalah baru. Agaknya,interprestasi ini sejalan dengan ilmu fisika modren.[20]

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 10/16

Menurut ilmu fisika modren, antara energi dan materi tidak bisa lagi ditarik garis pemisahyang tegas, energi dapat berubah menjadi materi dan materi dapat berubah menjadi energi.Dengan kata lain, energi ialah materi yang direnggangkan, sedangkan materi adalah energiyang dipadatkan.[21]

c. Tuhan tidak mengetahui yang juz’iyyat (hal -hal yang terperinci/kecil) yang terjadi dialam.

Sebuah pemahaman bahwa Tuhan tid ak mengetahui juz’iyyat (hal -hal yang sifatnyaterperinci/kecil), bukanlah sebuah pemahaman yang dianut oleh para filosof Muslim.Sedangkan pemahaman yang banyak digunakan filosof Muslim itu adalah pemahaman yangdianut oleh Aristoteles. Menurut al-Ghazali para filosof Muslim itu mempunyai pemahamanbahwa Allah sebagai Tuhan umat Muslim hanya mengetahui zat-Nya sendiri dan tidak bisamengetahui yang selain-Nya.

Pendapat para filosof Muslim ini di jawab oleh al-Ghazali. Al-Ghazali mengatakan bahwapara filosof itu telah melakukan kesalahan fatal. Menurut al-Ghazali lebih lanjut adalahsebuah perubahan pada objek ilmu tidak membawa perubahan pada ilmu. Karena ilmuberubah tidak membawa perubahan pada zat, dalam artian keadaan orang yang mempunyaiilmu tidak berubah. Kemudian al-Ghazali memberikan sebuah ilustrasi, bila seseorang beradadi sebelah kanan Anda, lalu orang itu berpindah kesebelah kiri Anda, kemudian berpindahlagi kedepan atau kebelakang, maka yang berubah adalah orang itu, bukanya Anda. Iamengetahui segala sesuatu dengan ilmu-Nya yang satu (Esa) semenjak azali dan tidak berubah meskipun alam yang diketahui-Nya itu mengalami perubahan.[22]

Untuk memperkuat argumennya, al-Ghazali mengeluarkan dalil-dalil al- Qur’an yangmenyatakan bahwa Allah Maha Tahu segalanya, baik yang besar atau yang kecil.

Dalil pertama:

Artinya: ”Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari AlQuran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah(atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besardari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang nya ta (Lauh mahfuzh).”(Q.S. Yunus:61)

Dalil kedua :

Artinya:”Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tenta ng agamamu,padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu?"(Q.S. Al-Hujurat: 16).

Dalam ayat ini jelaslah bahwa Allah Maha Tahu atas segala sesuatu. berbeda dengan Ibnu

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 11/16

Rusyd yang mengatakan Tuhan hanya tahu yang universal, bukan perkara yang kecil(partikular). Tudingan al-Ghazali ini berbentuk sebuah ucapan seperti di bawah ini :

Yang menjadi persoalan adalah pernyataan mereka (para filsafat) ”Tuhan yang Mahamuliamengetahui hal-hal yang bersifat universal, tetapi tidak hal- hal yang bersifat partikular”pernyataan ini jelas-jelas telah menyelewengkan dalil-dalil di atas, ini menunjukkan

ketidakberimanannya mereka. Maka yang benar adalah ”tidak ada sebutir atom pun di langitmaupun di bumi yang luput dari pengetahuan- Nya.” [23]

Kalau dilihat pendapat Ibnu Rusyd maka akan berlawanan, menurut Ibnu Rusyd; pengetahuan Allah tidak dapat dikatakan juz’i (parsial) dan kully (umum). Juz’i adalah satuanyang ada di alam yang berbentuk materi dan materi hanya bisa ditangkap dengan

pancaindera. Kully, mencakup berbagai jenis (nu’). Kully bersifat abstrak, hanya dapatdiketahui melalui akal. Allah bersifat imateri (rohani), tentu saja pada zat-Nya tidak terdapatpancaindera untuk mengetahui yang parsial. Oleh karena itu, kata Ibnu Rusyd, tidak ada parafilosof muslim yang mengatakan ilmu Allah bersifat juz’i dan kully.[24]

d. Pembangkitan Jasmani Tidak Ada.

Banyak dari para filosof berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan nantinya di alam akhiratadalah rohani semata, sedangkan jasmani (jasad) akan hancur. Maka dari itu, ketika di akhiratnanti, tentang adanya kebahagiaan ataupun kepedihan di sana yang dapat merasakan adalahrohani. Sedangkan jasmani (jasad) merasakan kebahgiaan dan kepedihan hanya saat di duniasaja.

Kesesuaian suasana rohani maka ketika dibangkitkan nanti saat di akhirat bersifat rohanipula. Akan tetapi, kebangkitan jasmani tidak sampai ke akhirat atau dikembalikan. Dalammengulas alasan-alasan, mereka mengemukakan bahwa pengembalian jasad memiliki tigakemungkinan. Pertama, manusia terdiri atas badan dan kehidupan, ini sama halnya sepertidikatakan oleh sebagian ulama kalam, sedangkan jiwa berdiri dengan sendirinya dan yangmengatur badan tidak ada wujudnya. Pengertian mati berarti terputus hidup, yakni Tuhantidak lagi menciptakan hidup, oleh karena itu hidup ini tidak ada, dan badan tidak ada pula.Jadi, arti kebangkitan adalah bahwa Tuhan mengembalikan badan yang sudah tidak adakarena mati kepada wujudnya, dan mengembalikan hidupnya yang sudah tidak ada. Dalamperkataan lain, badan manusia setelah menjadi tanah dikumpulkan dan disusun kembalimenurut bentuk manusia dan diberikan hidup kepadanya. Kedua, atau dikatakan bahwa jiwa(roh) manusia tetap wujud sesudah mati, tetapi badan yang pertama (yang terjadi di dunia ini)nantinya dikembalikan lagi dengan anggota-anggota badannya sendiri dengan lengkap.Ketiga, atau dikatakan, jiwa manusia dikembalikan kepada badan, baik badan dengananggota-anggotanya yang semula ataupun badan yang lain samasekali. Jadi, yangdikembalikan ialah manusianya, sebab badannya (bendanya) tidak terpenting, sedangkan

manusia disebut karena jiwanya (rohnya), bukan karena bendanya (badannya).[25]Atas dasar ini, para filosof muslim ini berpendapat bahwa mustahil mengembalikan rohanikepada jasad ketika keduanya telah berpisah. Menurut mereka, setelah berpisah antara rohdengan jasad, berarti kehidupan telah berakhir dan tubuh menjadi hancur. Penciptaankembali berarti penciptaan baru yang tidak sama dengan yang berlalu. Pengandaian hal iniberarti mengimplikasikan qadimnya suatu hal dan baharunya hal yang lain. Akan tetapi, jikadiandaikan terjadi kebangkitan jasad, maka akan menempuh jalan yang sulit danmembutuhkan pemikiran yang panjang, seperti adanya manusia pincang, manusia buta, dan

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 12/16

lainnya. Kalau ini yang terjadi maka di surga nantinya akan ada sidat kekurangan dan adapula satu jiwa dengan dua tubuh atau sebaliknya. Sesungguhnya di surga yang suci tidaklahdemikian. Jika demikian terjadilah proses yang panjang, seperti panjangnya proses kapashingga menjadi kain.[26]

Menurut al-Ghazali, berdasarkan gambaran al- Qur’an dan al -Hadits Nabi Muhammad SAW.

Tentang kehidupan di akhirat bukanlah mengacu pada kehidupan rohani saja. Tetapi padakehidupan rohani dan jasmani. Jasad dibangkitkan dan disatukan dengan jiwa-jiwa manusiayang pernah hidup di dunia untuk merasakan nikmat surgawi yang bersifat rohani-jasmani.Kehidupan di surga dan neraka yang bersifat rohani-jasmani itu, menurut al-Ghazali,bukanlah kehidupan di surga dan neraka bersifat rohaniah saja, menurut al-Ghazali adalahpemahaman yang mengingkari adanya kebangkitan jasad di hari akhirat. Pemahamandemikian, menurutnya bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh al- Qur’an dan al -Hadits,karena itu dikufurkannya. Al-Ghazali berpandangan bahwa yang akan dibangkitkan ituadalah jasmani. Ini terbukti dengan perkataannya :

”... adalah bertentangan dengan seluruh keyakinan seorang Muslim, keyakinan mereka yangmengatakan bahwa badan jasmani manusia tidak akan dibangkitkan pada hari kiamat, tetapihanya jiwa yang terpisah dari badan yang akan diberi pahala dan hukuman, dan pahala atauhukuman itu pun akan bersifat spritual dan bukannya bersifat jasmaniah. Sesungguhnya,mereka itu benar di dalam menguatkan adanya pahala dan hukuman yang bersifat spritualkarena hal itu memang ada secara pasti; tetapi secara salah, mereka menolak adanya pahaladan hukuman yang bersifat jasmaniah dan mereka dikutuk oleh hukum yang telahdiwahyukan dalam pandangan yang mereka ny atakan itu.”[27]

Dalam bukunya Tahafut al-Falasifah al-Ghazali juga mengatakan; banyak hadits yangmengatakan bahwa roh-roh manusia merasakan adanya kebaikan atu siksa kubur dan lainnya.Semua ini sebagai indikasi adanya kekekalan jiwa. Sedangkan kebangkitan jasmani secaraeksplisit telah ditegaskan dalam syara’, yakni berarti jiwa dikembalikan pada tubuh, baik tubuh semula maupun tubuh yang lain, atau tubuh yang baru dijadikan. Ini dikarenakan tubuhmanusia dapat berganti bentuk, seperti dari kecil menjadi besar, kurus menjadi gemuk, danseterusnya. Namun, hal yang terpenting ada satu tubuh berbentuk jasmani yang dapatmerasakan kepedihan dan kebahagiaan. Allah Mahakuasa menciptakan segala sesuatu. dandengan KeMahakuasaan-Nya tidak merasa sulit bagi-Nya menjadikan setetes spermamenjadi aneka macam organ tubuh, seperti tulang, daging, kulit, urat saraf, otoit, lemak, dansebagainya. Dari hasil ini detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam berganti hari.Akhirnya menjadi mata, gigi, perasaan yang berbeda antara setiap manusia. Justru itu, Allah

jauh lebih mudah mengembalikan rohani pada badan (jasmani) di akhirat ketimbangpenciptaan-Nya pertama kali.[28]

Sungguh pertentangan antara al-Ghazali dengan filosof Muslim kalau di kaji secara

mendalam, maka pertentangan tersebut hanya sebuah perbedaan Interprestasi karenabedanya titik pijak. Al-Ghazali seorang teolog al- Asy’ari, ia aktif mengembangkanAsy’arisme selama delapan tahun (1077 -1085) pada Universitas Nizhamiyah Baghdad, tentusaja pemikirannya dipengaruhi oleh aliran ini, yakni dengan kekuasaan kehendak mutlak Tuhan dan interprestasinya tidak seliberal para filosof. Sementara itu, pemikiran para filosof Muslim dipengarhui oleh pemikiran rasional, tentu saja interprestasi mereka lebih liberal darial-Ghazali. Namun, antara kedua pihak sependapat bahwa di akhirat nanti adakebangkitan.[29]

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 13/16

e. Pandangannya terhadap Ilmu

Ilmu merupakan sumber kebutuhan bagi setiap manusia, karena tanpa ilmu manusia akanbodoh dan tidak mengetahui arah hidup dalam prikehidupan. Sebagai seorang ilmuwan besar,Al-Ghazali berupaya membuat sebuah karya-karya tulis yang bersifat memotivasi seseoranguntuk selalu menggali ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama. Di dalam karyanya al-

Ghazali yang berjudul Ihya Ulum Ad Din yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu agama. Inimerupakan sebuah karya al-Ghazali yang banyak dipakai oleh para ulama-ulama kalamsebagai bahan kajian untuk amalan-amalan baik manusia. Karena di dalam buku itu banyak menjelaskan tentang ilmu-ilmu keagamaan Islam, ke-Esaan Allah, dan ilmu-ilmu yang

bersangkutan dengan syari’at.

Pada karyanya yang lain, dan juga terkenal di tengah masyarakat yang berjudul Al Munqizmin Ad Dhalal Al-Ghazali berpendapat bahwa :

”ilmu hati merupakan konsekuensi logis bagi ilmu-ilmu manusia, karena ada dua alam, yaknialam lahir dan alam bathin. Jika ilmu-ilmu (pengetahuan) menguasai ilmu lahir dengananalisa dan keterangan, maka harus ada ilmu khusus untuk menjelaskan ilmu bathin.Pengetahuan-pengetahuan itu sendiri ada dua, yaitu inderawi dan sufi (lahir dan bathin).Sarana untuk mengenal pengetahuan-pengetahuan lahir adalah panca indera, sedang metodauntuk mencapai pengetahuan-pengetahuan bathin harus kembali kepada mereka (kaum sufi)yang mengatakan bahwa kesederhanaan, zuhud, dan amal-amal praktis seluruhnya adalah

jalan untuk mempersepsi berbagai realitas yang tersembunyi dan ilham yang melampaui penglihatan dan pendengaran. Maka ma’rifat adalah tujuan yang luhur bagi tasawuf. Al -Ghazali menentang kesatuan antara manusia dengan Tuhan (teori Al Ijtihad) karena

bertentangan dengan ajaran agama.”[30]

Di lain karyanya yang berjudul The Juwels of the Qur’an (mutiara al -Qur’an) dan Mizan Al -Amal (timbangan amal), al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi empat bagian :

1. Pembagian ilmu-ilmu menjadi bagian teoritis dan praktis.

2. Pembagian pengetahuan menjadi pengetahuan yang dihadirkan (hudhuri) danpengetahuan yang dicapai (hushuli).

3. Pembagian atas ilmu- ilmu religius (sya’iyyah) dan intelektual (aqliy ah).

4. Pembagian ilmu menjadi ilmu- ilmu fardhu’in (wajib atas setiap individu) dan fardhukifayah (wajib atas umat).

Di antara empat hal dari klasifikasi ilmu di atas yang telah diuraikannya, yang paling luas di

bahas olehnya dalam melakukan pengajaran/diskusi adalah pembagian ilmu menjadi ilmu-ilmu intelektual dan religius. Namun menurutnya, yang jelas keempat sistem klasifikasi diatas sangat absah, dan mempunyai derajat yang sama.

Kalau dilihat pemikiran dari al-Ghazali, maka akan terlihat pendapatnya yang banyak menentang aliran-aliran filsafat. Menurutnya banyak orang-orang yang menyimpang dariajaran agama saat mempelajari filsafat, karena kebanyakan manusia di saat mempelajarifilsafat tanpa sebuah pegangan yang kuat atau dasar yang kuat. Filsafat menurutnya lebihbanyak mengedepankan akal daripada dalil untuk mencari sebuah kebenaran. Oleh sebab itu,

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 14/16

al-Ghazali banyak dikenal oleh para masyarakat seorang ahli tasawuf, akan tetapi ia tidak melibatkan dirinya kedalam aliran tasawuf yang terkenal saat itu, yakni tasawuf inkarnasi dantasawuf pantheisme. Sedangkan pengetahuan yang dimiliki oleh al-Ghazali berdasarkan atasrasa yang memancar dalam hati, bagaikan sumber air yang bersih/jernih, bukan daripenyelidikan akal, dan tidak pula dari hasil argumen-argumen ilmu kalam.[31]

C. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Al-Ghazali adalah seorang teologsekaligus seorang pemikir Islam yang banyak menyumbangkan pikirannya sampai kegenerasi sekarang.

Al-Ghazali mengktitik para filosof tentang tiga persoalan tentang kekeliruan para filosof yaitu; (1) Bahwa materi dapat merusak sedangkan jiwa tidak, karena materi adalah entitasmaterial yang terpisah dan hanya jiwa yang abadi yang karena inilah esensi logos yangmerupakan ruh (2) Menolak klaim bahwa pengetahuan yang khusus berubah jelas mungkin.Tuhan tidak mungkin berubah, dan (3) Al-Ghazali mengatakan tidak ada satu kasus pun yangtidak abadi,mulai dari yang abadi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub (Rahasia Ketajaman Mata Hati), Surabaya: Terbit Terang,t.t

----------------, Al-Munqiz min al-Dhalal, terj. Abdullah bin Nuh, Jakarta: Tinta Mas, 1960

----------------, Al-Munqiz min al-Dhalal, terj.Abdullah bin Nuh, Jakarta: Tinta Mas, 1960

----------------- , lihat “Muqaddimah” kitab Tahafut Al -Falasifah, Tahkik Sulaiman Dunya,Kairo: Dar al- Ma’arif, 1928

Ahmad, Zainal Abidin, Riwayat Hidup Al-Ghazali, Jakarta: Bulan Bintang, 1975

A. Hanafi, Antara Imam Al-Ghazali dan Imam Rusyd Dalam Tiga Metafisika, Jakarta:Pustaka al-Husna, 1981

Abdullah, M. Amin, Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

A. Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999

Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986

Nasution, Harun, Akal dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta: Universitas Indonesi, 1983

Rusyd, Ibnu, Tahafut al-Tahafut, Tahkik, Sulaiman Dunya, Kairo: Dar al- Ma’arif, 1971

Supriyadi, Dedi, Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filosof dan Ajarannya, Bandung: PustakaSetia, 2009

Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung: CV ROSDA, 1988

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 15/16

Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam filosof dan filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

[1] Al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub (Rahasia Ketajaman Mata Hati), (Surabaya: TerbitTerang, t.t), hal. Vii

[2] A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 215

[3] Mu’askar adalah suatu lapangan luas di dekat Kota Naishabur yang di dalamnya didirikanbarak-barak militer oleh Nizam al-Muluk.

[4] Ibid.

[5] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal.40.

[6] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filosof dan Ajarannya, (Bandung:Pustaka Setia, 2009) hal.148

[7] Ibid.

[8] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Al- Ghazali…, hal.10

[9] Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal.97

[10] H. A. Mustofa berpendapat, berdasarkan kutipan dari Kitab Al Munqids min Ad Dhalalal Ghazali, ia berpendapat bahwa: “ilmu hati merupakan konsekuensi logis bagi ilmu -ilmumanusia, karena ada dua alam, yakni alam lahir dan alam bathin. Jika ilmu-ilmu(pengetahuan) menguasai ilmu lahir dengan analisa dan keterangan, maka harus ada ilmukhusus untuk menjelaskan ilmu bathin. Sarana untuk mengenal pengetahuan-pengetahuanlahir adalah panca indera, sedang metode untuk mencapai pengetahuan-pengetahuan bathinharus kembali kepada mereka (kaum sufi) yang mengatakan bahwa kesederhanaan, zuhuddan amal-amal praktis seluruhnya adalah jalan untuk mempersepsi berbagai realitas yangtersemb unyi dan ilham yang melampaui penglihatan dan pendengaran. Maka ma’rifat adalahtujuan yang luhur bagi tasawuf. Al Ghazali menentang kesatuan antara manusia denganTuhan (teori Al- Ijtihad) karena bertentangan dengan ajaran agama.” Tulisan ini mempunyaimaksud bahwa; al Ghazali memberikan jalan kepada para pemikir baik filosof, teologi, danpara sufi di kala itu, agar kembali kepada ajaran agama yang kukuh. Lihat, H. A. Mustofa.,Filsafat Islam …, hal.221

[11] Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: CV ROSDA, 1988), hal. 172.

[12] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004), hal. 176

[13] M. Amin Abdullah, Studi Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.280.

[14] Al-Ghazali, liha t “Muqaddimah” kitab Tahafut Al -Falasifah, Tahkik Sulaiman Dunya,(Kairo: Dar al- Ma’arif, 1928), hal.1

8/12/2019 Filsafat Jiwa menurut Al Ghazali

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-jiwa-menurut-al-ghazali 16/16

[15] H. A. Mustofa., Filsafat Islam … , hal.215

[16] Al-Ghazali, Tahafut Al- Falasifah …, hal. 86 -87

[17] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam ..., hal. 162

[18] A. Hanafi, Antara Imam Al-Ghazali dan Imam Rusyd Dalam Tiga Metafisika, (Jakarta:Pustaka al-Husna, 1981), hal. 29

[19] Al-Ghazali, Tahafut Al- Falasifah …, hal. 131

[20] Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta: Universitas Indonesi, 1983) ,hal. 89

[21] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam … , hlm. 167

[22] Al-Ghazali, Tahafut al- Falasifah …, hlm. 206 -207

[23] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam … , hlm.171

[24] Ibnu Rusyd, Tahafut al-Tahafut, Tahkik, Sulaiman Dunya, (Kairo: Dar al- Ma’arif,1971), hal. 700-703

[25] A. Mustofa, Filsafat Islam … , hlm. 237 -238

[26] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam … , hlm. 172

[27] Al-Ghazali, Al-Munqiz min al-Dhalal, terj. Abdullah bin Nuh, (Jakarta: Tinta Mas,1960), hlm. 129

[28] Ibnu Rusyd, Tahafut al- Tahafut …, hlm. 287 -290

[29] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam … , hlm. 173

[30] Al-Ghazali, Al-Munqiz min al-Dhalal, terj.Abdullah bin Nuh, ( Jakarta: Tinta Mas,1960), hal. 205

[31] A. Mustofa, Filsafat Isl am … , hlm. 237 -238

Read more: http://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-pemikiran.html#ixzz2xbURQEfD