abdullah & nazry (jseb unsam 2015) analisis varian anggaran pemerintah daerah penjelasan empiris...

Upload: syukriy-abdullah

Post on 02-Mar-2018

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    1/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 272

    Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris dari

    Perspektif Keagenan

    Syukriy Abdullah

    Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

    email: [email protected] Nazry

    Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

    email: [email protected]

    Abstrak

    Penentuan target penerimaan dan pengalokasian sumberdaya ke dalam

    belanja mengandung masalah keagenan (Abdullah, 2012; Fozzard, 2001;

    Halim, 2001; Smith & Bertozzi, 1998) berupa senjangan anggaran

    (budget slack), sehingga dibutuhkan penjelasan empiris bagaimana

    bentuk hubungan diantara kedua komponen anggaran ini (Marlowe,2009). Besaran senjangan anggaran ex-post dapat dilihat dari selisih

    anggaran (budget variances). Studi ini menemukan bahwa varian

    pendapatan berpengaruh terhadap varian belanja yang dihitung dari

    selisih antara anggaran awal (APBD murni) dengan anggaran

    perubahan (APBD-P), sedangkan untuk varian APBD perubahan dan

    APBD realisasi tidak demikian. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan

    anggaran mempunyai kandungan informasi yang penting tentang self-

    interest dari budget actors dalam penganggaran daerah, yang selama ini

    bersifat tersembunyi (latent).

    Kata Kunci: Masalah keagenan, penganggaran, APBD, varianpendapatan, varian belanja, moral hazard.

    PENDAHULUAN

    Penganggaran merupakan bagian

    terpenting dari pengelolaan keuangan

    pemerintahan dan dapat dijelaskan dari

    berbagai perspektif, seperti politik, ekonomi,

    keuangan, dan akuntansi (Abdullah, 2012).

    Menurut Forrester (1991), keputusan-

    keputusan dalam penganggaran dipengaruhi

    oleh banyak faktor, termasuk politik,

    ekonomi dan teknologi, tetapi dampak dari

    pengaruh tersebut tidak diketahui sampai

    terealisasi secara faktual. Oleh karena adanya

    periodisasi anggaran secara tahunan, yang

    diasumsikan sebagai standard time-frame

    penganggaran pemerintah (Forrester &

    Mullins, 1992), maka dalam pelaksanaannya

    harus bersifat dinamis dan fleksibel, tanpa

    harus mengorbankan control dan

    accountability (Pitsvada, 1983).

    Ketidakpastian memiliki pengaruh terhadapkeputusan-keputusan di bisnis dan

    pemerintahan (Cornia, et al., 2004).

    Pada era otonomi daerah saat ini,

    anggaran merupakan inti dari pengelolaan

    keuangan daerah yang diurus secara mandiri,

    sehingga aktivitas perencanaan, pelaksanaan,

    penatausahaan, pertanggungjawaban, dan

    pengawasan semua terfokus pada anggaran.

    Pasal 1 angka 6 PP No.58/2005 menyebutkan

    bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah adalah

    keseluruhan kegiatan yang meliputi

    perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,pelaporan, pertanggungjawaban, dan

    pengawasan keuangan daerah. Sebuah

    anggaran adalah ujung dari fungsi-fungsi

    manajemen dan pembuatan kebijakan

    (Vanderbilt, 1977). Dalam budgeting

    process, perubahan anggaran (rebudgeting)

    merupakan hal yang lazim terjadi sekaligus

    menjadi faktor penting di pemerintahan

    daerah (Forrester & Mullins, 1992).

    Laporan keuangan pemerintah daerah

    sendiri merupakan bentukpertanggungjawaban atas pelaksanaan

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    2/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 273

    anggaran yang memuat informasi tentang

    besaran anggaran setelah perubahan,

    realisasinya selama satu tahun anggaran, dan

    perbedaan diantara keduanya, yang disebut

    selisih atau variances (lihat pasal 31 UU

    No.17/2003 tentang Keuangan Negara danpasal 7 PP No.58/2005 tentang Pengelolaan

    Keuangan Daerah).

    Penerapan desentralisasi fiskal di

    Indonesia telah memberi kewenangan kepada

    pemerintah daerah untuk mengatur dan

    mengelola sendiri urusan pemerintahan yang

    menjadi kewenangannya, Pasal 1 angka 5 dan

    6 UU No.32/2004 tentang Pemerintahan

    Daerah. termasuk keuangan daerah. Konsep

    penganggaran pada pemerintahan daerah

    sendiri menganut prinsip bahwa alokasibelanja ditentukan setelah terlebih dahulu

    dapat dipastikan darimana sumber

    pendanaannya. Pasal 19 Peraturan Menteri

    Dalam Negeri No.13/2006 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan

    bahwa dalam penyusunan APBD,

    penganggaran pengeluaran harus didukung

    dengan adanya kepastian tersedianya

    penerimaan dalam jumlah yang cukup.

    Sebagai komponen utama dari

    penerimaan daerah, besaran pendapatan akan

    sangat menentukan besaran alokasi belanja.

    Pengaruh pendapatan terhadap belanja ini

    memang masih menjadi perdebatan karena

    jenis pendapatan sendiri tidak secara

    otomatis dialokasikan untuk mendanai

    belanja-belanja tertentu (earmark). Beberapa

    studi terdahulu membuktikan bahwa

    pendapatan berpengaruh terhadap belanja,

    seperti Abdullah (2004), Abdullah dan Halim

    (2006), dan Maimunah (2006). MenurutWilson & Sylvia (1993), keputusan anggaran

    sangat tergantung pada perubahan

    pendapatan.

    Niskanen (1971, dalam Blais &

    Dion, 1990) menyatakan bahwa birokrat di

    agency (satuan kerja) memiliki

    kecenderungan untuk memaksimalkan

    anggarannya, yang sebenarnya merupakan

    salah satu bentuk dari sefl-interest dari

    perspektif keagenan. Agregasi dari usulan

    anggaran satuan kerja akan menjadirancangan anggaran untuk dibahas dan

    ditetapkan bersama dengan lembaga

    perwakilan atau DPRD.

    Hasil studi Abdullah (2012a)

    menunjukkan bahwa lembaga perwakilan di

    daerah (DPRD) memiliki kecenderungan

    oportunistik untuk mengusulkan perubahantarget penerimaan daerah dari pendapatan asli

    daerah (PAD) untuk kemudian digunakan

    membiaya kenaikan dalam alokasi belanja

    yang diusulkan dalam pembahasan rancangan

    Perda APBD. Kenaikan alokasi belanja yang

    diajukan DPRD ternyata mengandung

    masalah keagenan, dimana perubahan

    dimanfaatkan untuk pemenuhan self-interest

    anggota dewan. Di sisi lain, Abdullah (2012b)

    juga menyatakan bahwa eksekutif memiliki

    kecenderungan menganggarkan belanja lebihbesar dalam komponen tertentu untuk

    kemudian melakukan pergeseran (virement)

    pada saat terjadi perubahan anggaran.

    Pergeseran ini tidak menyebabkan terjadinya

    perubahan pagu anggaran SKPD secara total.

    Perubahan jumlah anggaran (variance), baik

    antar-anggaran maupun antara anggaran dan

    realisasinya, berhubungan dengan self-interest

    yang melatarinya, namun jarang dianalisa

    secara mendalam dalam konteks

    penganggaran di pemerintahan daerah,

    terutama di Indonesia.

    Penelitian ini ingin menganalisis

    pengaruh pendapatan terhadap belanja

    dengan menggunakan data varian anggaran.

    Oleh karena pemerintah daerah di

    Indonesia menggunakan prinsip hubungan

    revenues-expenditures, maka akan diuji

    pengaruh varian pendapatan (revenue

    variances) terhadap varian belanja

    (expenditure variances). Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa dalam perubahan APBD,

    perubahan anggaran pendapatan berpengaruh

    terhadap perubahan belanja. Hal ini

    sejalan dengan pandangan bahwa

    APBD murni merupakan APBD yang

    mengadopsi masukan dari publik dari

    perspektif anggaran partisipatif, sementara

    APBD perubahan tidak demikian,

    sehingga seering digunakan untuk

    mengakomodir self-interest pada penentu

    anggaran di pemerintahan.

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    3/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 274

    Struktur dan Kebijakan Anggaran di

    Pemerintah Daerah

    Anggaran Pendapatan dan Belanja

    Daerah (APBD) adalah rencana keuangan

    tahunan pemerintahan daerah yang dibahas

    dan disetujui bersama oleh pemerintah daerahdan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan

    daerah Pasal 1 angka 7 PP No.58/2005.

    Anggaran pendapatan dan belanja daerah

    (APBD) terdiri dari 3 (tiga) komponen, yakni

    pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

    Komponen-komponen anggaran tersebut

    direncanakan oleh satuan kerja perangkat

    daerah (SKPD) hampir setahun sebelum

    pelaksanaannya. Oleh karena anggaran

    pemerintah dibatasi dalam satu tahun

    anggaran, maka ketidakpastian selama satutahun berjalan perlu diantisipasi melalui

    penyesuaian-penyesuaian fiskal selama tahun

    berjalan (Forrester & Mullins, 1992).

    Saat ini penganggaran di pemerintah

    daerah di Indonesia menganut konsep surplus-

    defisit, dimana jumlah pendapatan tidak

    selalu harus sama dengan jumlah belanja.

    Selisih antara pendapatan dan belanja disebut

    surplus jika pendapatan lebih besar dari

    belanja dan disebut defisit jika yang terjadi

    adalah sebaliknya. Apabila terjadi surplus,

    maka akan dialokasikan untuk pemenuhan

    kewajiban atau diskresi dalam pengeluaran

    pembiayaan, misalnya untuk pembayaran

    pokok pinjaman dan penyertaan modal

    (investasi) pemerintah daerah. Sebaliknya,

    jika terjadi defisit, maka harus dicari sumber

    pendanaan tambahan dari penerimaan

    pembiayaan, misalnya dengan memanfaatkan

    sisa lebih anggaran tahun sebelumnya

    (SiLPA), melakukan pinjaman, atau denganpelepasan investasi (penjualan kekayaan

    daerah yang dipisahkan).

    Struktur anggaran yang membuka

    peluang untuk mencari sumber pendanaan di

    luar pendapatan daerah mendorong

    pemerintah daerah tidak cermat dalam

    penganggarannya. Ketergantungan yang

    sangat besar pada dana perimbangan

    sebenarnya merupakan indikasi terjadinya

    fiscal stress di pemerintahan daerah, terlebih

    lagi sebagian besar pendapatan daerah sudahterserap ke dalam belanja pegawai. Semakin

    tinggi tekanan fiskal, maka semakin besar

    respon belanja terhadap perubahan

    pendapatan. Namun, Maimunah (2006)

    menemukan bahwa respon belanja berbeda

    terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan

    dana alokasi umum (DAU).Peramalan pendapatan menghasilkan

    estimasi-estimasi atas pendapatan, reliabel

    ataupun tidak, yang menjadi dasar bagi

    budget actors untuk menentukan

    pengalokasian sumberdaya terbaik (Forrester,

    1991). Bretschneide, et al. (1988) menyatakan

    bahwa revenue forecasts can influence

    budgetary choices. Keterbatasan

    sumberdaya yang dimiliki pemerintah daerah

    menyebabkan terjadinya persaingan untuk

    memperoleh alokasi anggaran lebih besardiantara unit kerja (agency), namun di sisi

    lain, peran legislatif (lembaga perwakilan)

    cukup besar dalam menentukan jumlah

    alokasi untuk masing-masing agency

    (appropriations). Dengan demikian, ketika

    pendapatan yang diestimasi akan menentukan

    seberapa besar sumberdaya yang akan

    teralokasi ke dalam belanja-belanja, maka

    politik anggaran memiliki peran relatif

    signifikan (von Hagen, 2002).

    Masalah Keagenan dalam Penganggaran

    di SKPD

    Proses penyusunan anggaran di

    pemerintahan tidak terlepas dari persoalan

    keagenan (Fozzard, 2001; Abdullah, 2012a;

    Halim, 2001; Halim dan Abdullah, 2004; dan

    Smith & Bertozzi, 1998). Hubungan

    keagenan tersebut terjadi dalam hubungan

    antara eksekutif-legislatif, legislatif-pemilih,

    eksekutif-pemilih, dan eksekutif-birokrasi(Moe, 1984). Senjangan anggaran (budget

    slack) merupakan indikasi adanya masalah

    keagenan dalam penganggaran (Marlowe,

    2009; Moore, et al., 2000), sebagaimana

    halnya varian anggaran (Abdullah, 2012b;

    Marlowe, 2009). Bahkan Isaksen (2005)

    menyatakan bahwa pada setiap tahapan dalam

    proses penyusunan anggaran terdapat ruang

    untuk terjadinya korupsi anggaran. William

    H. Niskanen (1971, dalam Blais dan Dion,

    1990) menyatakan bahwa agency (satuankerja di pemerintahan) memiliki

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    4/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 275

    kecenderungan untuk memaksimalkan alokasi

    anggaran untuk pelaksanaan tugas dan

    fungsinya. Kelonggaran dalam anggaran,

    yakni alokasi yang lebih dari cukup sehingga

    tidak perlu berhemat, akan

    memudahkan agency (SKPD dalam kontekspemerintahan daerah di Indonesia) dalam

    mencapai target-target kinerja yang telah

    ditetapkan. Keleluasaan untuk membuat

    kebijakan dalam membiayai program dan

    kegiatan akan menghadirkan enjoyment (Von

    Hagen, 2002), meskipun tidak selalu efektif

    dan efisien. Namun, maksimalisasi anggaran

    oleh SKPD ini berimplikasi pada

    berkurangnya alokasi anggaran untuk SKPD

    yang lain, yang mungkin lebih membutuhkan

    alokasi tersebut, karena adanya keterbatasandalam sumberdaya (budget constraints) yang

    dimiliki pemerintah daerah (Abdullah,

    2012c). Implikasinya adalah pada tidak

    efektifnya pencapaian target kinerja (output

    dan outcome) dan semakin besarnya sisa

    anggaran pada akhir tahun.

    Pada praktiknya, SKPD hanya

    menganggarkan pendapatan dan belanja,

    meskipun komponen anggaran daerah juga

    meliputi pembiayaan, kecuali SKPD yang

    sekaligus juga melaksanakan fungsi

    perbendaharaan daerah, yakni satuan kerja

    pengelola keuangan daerah (SKPKD).

    Penganggaran pendapatan dan belanja SKPD

    memiliki persoalan keagenan, yang pada

    prinsipnya bersumber dari adanya asimetri

    informasi antara kepala SKPD dengan kepala

    daerah. Masalah keagenan ini juga terkait

    dengan penerapan konsep penganggaran

    partisipatif (participatory budgeting), yakni

    ketika kepala SKPD selaku penggunaanggaran dilibatkan dalam proses penyusunan

    APBD melalui penyusunan RKA (Rencana

    Kerja dan Anggaran) SKPD. Menurut Modlin

    (2011) agency berkepentingan dalam

    pengusulan kebijakan (policies) yang akan

    meningkatkan pagu anggarannya.

    Ketika menganggarkan pendapatan,

    kepala SKPD cenderung menentukan target di

    bawah potensi pendapatan yang sebenarnya.

    Selisih antara potensi pendapatan yang

    sesungguhnya dengan target pendapatan yangdiusulkan oleh kepala SKPD disebut

    senjangan atau kesenjangan anggaran (budget

    slack). Slackini dapat dijadikan

    sebagaiproxy atau pengukuran untuk masalah

    keagenan dalam penganggaran pendapatan

    karena mencerminkan asimetri informasi

    antara kepala SKPD selaku penggunaanggaran dengan kepala daerah selaku

    pemilik anggaran. Seandainya informasi

    yang dimiliki kepala SKPD dan kepala daerah

    simteris, maka anggaran atau target

    pendapatan yang harus dicapai oleh kepala

    SKPD sama dengan potensi yang

    sesungguhnya (Abdullah, 2012c). Dalam

    konsep penganggaran pendapatan digunakan

    asas minimal, yakni penentuan target

    pendapatan sebagai batas terendah yang harus

    dicapai oleh unit kerja/pemerintah daerah.Di sini lain, ketika menganggarkan

    belanja, kepala SKPD cenderung

    mengusulkan jumlah di atas kebutuhan yang

    sesungguhnya. Kepala SKPD lebih menyukai

    besaran alokasi yang melebihi real costs saat

    anggaran tersebut disusun. Perilaku

    menggelembungkan (mark-up) terhadap

    anggaran belanja ini menggambarkan

    praktikmaximizing the budget, seperti

    ditengarai oleh Niskanen (Blais & Dion,

    1990). Menurut Abdullah (2012c), selisih

    antara kebutuhan riil dengan jumlah belanja

    yang dianggarkan merupakan budget

    slackdalam anggaran belanja, yang

    mencerminkan terjadinya asimetri informasi

    antara kepala SKPD (selaku pengusul

    anggaran atau agent) dengan kepala daerah

    (selaku pemilik anggaran atauprincipal). Hal

    yang sama terjadi antara eksekutif dan

    legislatif di pemerintah daerah (Abdullah,

    2012). Asas penganggaran belanja adalah asasmaksimal, yakni menetapkan alokasi belanja

    sebagai batas maksimal sumberdaya yang

    boleh digunakan oleh unit kerja/pemerintah

    daerah.

    Kedua pola self-interest tersebut,

    yakni under-estimated untuk pendapatan dan

    over-estimated untuk belanja akan

    menghasilkan varian atau selisih antara

    anggaran dan realisasi. Varian yang besar

    mencerminkan ketidakakuratan dalam

    menentukan besaran anggaran. Pada akhirnya,gabungan dari usulan anggaran SKPD akan

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    5/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 276

    membentuk anggaran pemerintah daerah.

    Oleh karena itu, akumulasi senjangan dan

    varian anggaran SKPD, yang tersembunyi

    dalam RKA-SKPD, akan menentukan berapa

    besar sisa anggaran (SILPA) pada akhir

    tahun.

    Masalah Keagenan dalam Perubahan

    Anggaran Daerah

    Perubahan anggaran daerah

    dilakukan untuk tujuan menyesuaikan

    anggaran berjalan terhadap perubahan-

    perubahan terkini, termasuk perubahan dalam

    peraturan perundang-undangan dan kebijakan

    dari Pemerintah Pusat. Menurut Cornia, et al.

    (2004) estimasi pendapatan pada masa yang

    akan datang sangat penting dalam prosesperencanaan, meskipun tetap bisa dilakukan

    perubahan estimasi. Rebudgeting dibutuhkan

    untuk membuat anggaran lebih responsif

    terhadap kebutuhan anggaran partisipan dan

    untuk menyesuaikan dengan perubahan

    lingkungan (Forrester & Mullins, 1992).

    Wildavsky (dalam Forrester &

    Mullins, 1992) menyatakan bahwa

    Rebudgeting is what governments do to

    revise and update the adopted budget during

    the course of the fiscal year. Sebagai

    lanjutan dari proses anggaran tahunan,

    rebudgeting menjadi alat untuk

    mempertemukan berbagai conflicting

    objectives dalam penganggaran, termasuk

    continuity dan control, change dan

    accountability, serta flexibility dan

    predictability.

    Peramalan pendapatan merupakan

    sumber penting dari ketidakpastian anggaran

    yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan.Pendapatan aktual bisa saja melebihi atau

    kurang dari belanja yang direncanakan,

    sehingga ketika terjadi mismatches antara

    pendapatan aktual dengan yang diprediksi,

    maka pemerintah daerah harus melakukan

    reopen dan rebalance atas anggarannya

    (Cornia, et al., 2004).

    Studi Forrester & Mullins (1992)

    menemukan bahwa ada 3 (tiga) kategori

    stimuli perubahan anggaran. Pertama,

    managerial necessity, yakni penyesuaian yangbersumber dari kompleksitas secara teknis

    dalam pembuatan keputusan manajerial

    berkaitan dengan kebutuhan dan sumberdaya

    yang ada dalam suatu keterbatasan. Kedua,

    environmental pressure, yaitu penyesuaian

    yang dibutuhkan karena adanya perubahan

    lingkungan dimana pelayanan publikdiberikan oleh pemerintah. Terakhir, political

    concerns, yakni keputusan pengalokasian

    sumberdaya yang keluar dari hakikat politik

    anggaran sesungguhnya.

    Perubahan anggaran menjadi

    fenomena menarik ketika terjadi

    pelanggaran atas prioritas usulan publik

    yang tercantum dalam dokumen Rencana

    Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

    Penyusunan RKPD dilakukan melalui proses

    partisipasi publik dalam MusyawarahPerencanaan Pembangunan (Musrenbang),

    sehingga berisikan usulan program-program

    pembangunan yang relatif sejalan dengan

    kebutuhan publik. RKPD merupakan

    pedoman dalam penyusunan KUA dan PPAS,

    sebelum dijabarkan dalam terma finansial

    dalam APBD. Meskipun perubahan anggaran

    menggunakan KUA dan PPAS, secara

    substansi kedua dokumen ini tidak melibatkan

    partisipasi publik karena hanya bersifat

    menyesuaikan, tidak harus didasarkan RKPD

    yang memuat usulan publik.

    Masalah keagenan dalam perubahan

    anggaran terjadi ketika perubahan anggaran

    didasarkan pada pemenuhan self-interestpada

    pembuat keputusan anggaran (budget actors).

    Pada sepertiga ketiga tahun anggaran berjalan,

    pelaksanaan anggaran tidak lagi memiliki

    waktu cukup untuk pelaksanaan

    pembangunan fisik atau merealisasikan

    belanja modal dalam jumlah besar. Olehkarena itu, anggaran lebih diarahkan pada

    pengeluaran yang bersifat belanja pegawai

    (honorarium) dan pengadaan barang dan jasa.

    Perubahan berupa kenaikan alokasi belanja

    lebih sering karena keharusan untuk

    melakukan penyesuaian karena sebelumnya

    telah terjadi pengeluaran mendahului

    anggaran (karena hal dan syarat-syarat

    tertentu yang telah diatur sebelumnya).

    Dalam perubahan anggaran, target

    pendapatan tidak harus naik, karena tujuanperubahan anggaran sesungguhnya adalah

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    6/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 277

    untuk penyesuaian dengan keadaan. Jika

    pada anggaran murni target pendapatan

    ditetapkan terlalu tinggi, maka dalam

    perubahan anggaran target tersebut akan

    diturunkan. Yang menjadi persoalan adalah:

    apakah belanja yang dulu direncanakan akandidanai dari penerimaan atas target

    pendapatan yang telah ditetapkan juga akan

    berkurang seiring dengan pengurangan target

    pendapatan yang bersangkutan?

    Masalah Keagenan dan Varian Anggaran

    Senjangan anggaran (budget slack) di

    pemerintahan daerah mirip dengan yang

    ditemukan dalam bisnis/swasta (Moore et al.,

    2000). Pada prinsipnya, senjangan anggaran

    akan menyebabkan terjadinya perbedaanantara target anggaran dengan potensi atau

    kebutuhan yang sesungguhnya, sehingga

    informasi yang terkandung dalam angka-

    angka anggaran mengandung risiko akan

    terjadinya kesalahan dalam pembuatan

    keputusan jika keputusan diambil berdasarkan

    angka-angka anggaran tersebut. Pada

    pelaporan pelaksanaan anggaran, secara tidak

    langsung, senjangan anggaran tercermin pada

    varian anggaran. Hal ini didasari pemahaman

    bahwa pemenuhan self-interest pembuat

    keputusan anggaran dilakukan melalui

    pengalokasian anggaran yang manipulatif dan

    distortif. Abdullah (2012b) menjelaskan

    masalah keagenan dalam penganggaran tekait

    senjangan dan varian anggaran pendapatan

    dan belanja di pemerintah daerah.

    Senjangan dan Varian PendapatanSenjangan anggaran (budget slack)

    pendapatan terjadi ketika target pendapatanditetapkan lebih rendah dari potensi yang

    sebenarnya. Untuk mengetahui berapa

    besaran kesenjangan anggaran pendapatan ini,

    maka terlebih dahulu harus diketahui

    berapa potensi pendapatan, yang bisa saja

    bersifat laten (tersembunyi) karena tidak

    dinyatakan secara eksplisit (tertulis). Oleh

    karena itu, asas dalam penganggaran

    pendapatan disebut asas minimal.

    Teori keagenan (agency theory)

    menjelaskan seorang bawahan yang dimintauntuk terlibat dalam penentuan target

    pendapatan yang harus dicapainya, akan

    memiliki kecenderungan untuk

    menganggarkan lebih rendah dari kemampuan

    maksimalnya. Jika kemampuan maksimal

    untuk memunggut pajak daerah seorang staf

    adalah sebesar 100, maka ketika staf tersebutdiminta membuat target pendapatan yang

    harus dicapainya, dia akan membuat target

    yang lebih rendah dari 100. Kalau dia

    mengajukan angka 90 sebagai target, maka

    dapat dikatakan terjadi slacksebesar 10, yakni

    selisih 100 dikurang 90. Dengan target yang

    rendah dan mudah dicapai, staf tersebut bisa

    bekerja dengan lebih santai, namun dengan

    menggunakan fasilitas untuk mencapai target

    maksimal. Dalam hal ini, terdapat asimetri

    informasi antara staf dengan atasanya ataufihak yang menentukan target kinerjanya.

    Varian anggaran dapat diketahui

    besarannya setelah anggaran terealisasi.

    Selisih antara anggaran pendapatan dan

    realisasi pendapatan ini menunjukkan

    ketidak-akuratan dalam penetapan target

    anggaran pada proses penyusunan anggaran.

    Pada saat pemungutan pendapatan

    dilaksanakan, pelampauan atas target yang

    ditetapkan akan menjadi varian pendapatan.

    Apabila seluruh pendapatan disetorkan ke kas

    daerah, maka varian pendapatan adalah selisih

    antara realisasi yang sesungguhnya dengan

    target dalam anggaran pendapatan. Apabila

    tidak seluruh dana dari pelampauan

    pendapatan disetorkan ke kas daerah, maka

    varian pendapatan adalah selisih antara nilai

    pendapatan yang terealisasi dan disetorkan

    dengan target pendapatan, Saat ini

    penganggaran dan akuntansi di pemerintah

    daerah di Indonesia menggunakan basis kas.

    Senjangan dan Varian BelanjaPengalokasian anggaran belanja

    menggunakan basis maksimal, yakni jumlah

    anggaran belanja merupakan patokan jumlah

    pembayaran maksimal yang bisa dilaksanakan

    sebagai bentuk realisasi anggaran belanja. Hal

    ini berbalikan dengan penganggaran

    pendapatan (asas minimal). Dengan

    demikian, slackanggaran belanja

    menunjukkan selisih antara jumlah kebutuhandengan yang dianggarkan. Oleh karena

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    7/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 278

    senjangan merupakan penyimpangan atas

    kebutuhan, maka pada saat pelaksanaan

    anggaran kemungkinan besar akan terjadi

    varian anggaran. Ada beberapa penjelasan

    terkait dengan varian belanja ini, yakni:

    Pertama, kesengajaan untukmenaikan anggaran belanja di atas kebutuhan

    karena adanya self-interestyang ingin

    dicapai. Self-interestini dapat

    berupa enjoymentdi tempat kerja yang

    nyaman, dapat memanfaatkan fasilitas kantor

    untuk kepentingan pribadi,

    danprivelege sebagai pejabat yang dihormati

    (Von Hagen, 2002).

    Kedua, menjaga keberlanjutan

    jumlah alokasi untuk tahun anggaran

    berikutnya. Hal ini disebabkan olehadanya mind-setbahwa setiap tahun alokasi

    anggaran untuk SKPD akan mengalami

    peningkatan, yang didasarkan pada jumlah

    anggaran tahun sebelumnya. Keberlanjutan

    seperti ini sering disebut ratcheting effect

    dalam penganggaran (Lee & Plummer, 2007;

    Marlowe, 2009).

    Ketiga, slackanggaran belanja

    digunakan untuk mengakomodasi aktifitas

    yang berkaitan dengan kepentingan politik

    anggaran, khususnya untuk kepentingan para

    aktor yang terlibat dalam pembuatan

    keputusan anggaran. Abdullah (2012a)

    menemukan bahwa DPRD bersikap

    oportunistik dalam penganggaran daerah

    dengan mengalokasian sumberdaya pada

    belanja yang mengandung lucrative tinggi,

    sementara Niskanen (dalam Blais & Dion,

    1990) menyatakan bahwa kepala agency

    adalah maximizer dalam penentuan alokasi

    untuk agency-nya. Hal yang sama jugadikemukakan oleh Marlowe (2009), Modlin

    (2011), dan Smith & Bertozzi (1998).

    Prinsip belanja mengikuti

    pendapatan (tax-spending hypothesis) telah

    dikenal luas dalam literatur keuangan publik

    (Cheng, 1999). Ketergantungan belanja

    terhadap pendapatan menimbulkan persaingan

    diantara agency untuk mendapatkan alokasi

    anggaran lebih besar, termasuk dengan

    memanfaatkan tahapan perubahan anggaran

    (rebudgeting atau budget changes).Mekanisme penyusunan, pembahasan dan

    penetapan anggaran perubahan tidak jauh

    berbeda dengan anggaran murni (induk),

    namun kemungkinan dimanfaatkan untuk

    tujuan politik. Rubin (1993:234) menyatakan:

    Sometimes the discretion to adapt the budget

    to changing circumtances is abused or isperceived as a perversion of legislative

    intent.

    Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitian yang akan diuji

    dapat dinyatakan sebagai berikut:

    Ha: Varian pendapatan berpengaruh

    terhadap varian belanja.

    METODE PENELITIAN

    Data dan SampelData yang digunakan dalam

    penelitian ini bersumber dari peraturan daerah

    atau qanun tentang tentang APBD, perubahan

    APBD, dan laporan pertanggungjawaban atas

    pelaksanaan APBD. Sampel dipilih dengan

    menggunakan beberapa kriteria (purposive

    sampling), yakni: (1) data tersedia di internet

    melalui pencarian dengan menggunakan

    search engine Google dan laman (web)

    pemerintah daerah; (2) data tersedia lengkap

    untuk APBD awal atau murni, APBD

    perubahan, dan laporan pertanggungjawaban

    APBD untuk satu tahun anggaran yang sama;

    dan (3) varian pendapatan dan varian belanja

    tidak sama dengan nol. Sampel yang terpilih

    dan kemudian datanya diolah mencakup 56

    kabupaten/kota, yang terdiri dari 24 Pemda

    untuk tahun anggaran 2009, 23 Pemda untuk

    tahun anggaran 2010, dan 9 Pemda untuk

    tahun anggaran 2011 (lihat Lampiran I).

    Operasionalisasi Variabel

    Variabel-variabel yang digunakan

    dalam penelitian diukur dengan menggunakan

    angka selisih atau varian di antara anggaran

    murni, anggaran perubahan, dan realisasi

    anggaran, baik untuk pendapatan maupun

    belanja. Nazry (2013) menyebut selisih-

    selisih tersebut dengan nama varian murni,

    varian perubahan, dan varian realisasi.

    Variabel terikat (dependent variable)

    dalam penelitian ini adalah varian belanja,yang diukur dengan menggunakan selisih

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    8/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 279

    antara dua nilai anggaran belanja, yakni

    selisih antara (a) anggaran belanja setelah

    perubahan dengan anggaran belanja murni,

    disebut varian belanja murni atau VBM; (b)

    realisasi belanja dengan anggaran belanja

    setelah perubahan, disebut varian belanjaperubahan atau VBP; dan (c) realisasi belanja

    dengan anggaran belanja murni, disebut

    varian belanja realisasi atau VBR.

    Anggaran belanja murni adalah

    jumlah anggaran belanja keseluruhan yang

    tercantum dalam APBD murni atau awal

    tahun, yang ditetapkan dalam bentuk Perda

    tentang APBD sebelum memasuki tahun

    berkenaan (secara normatif ditetapkan paling

    lambat 31 Desember). Anggaran belanja

    setelah perubahan adalah anggaran belanjakeseluruhan yang tercantum dalam Perda

    tentang perubahan APBD, yang ditetapkan

    selama tahun berjalan. Jumlah anggaran

    belanja mencakup kelompok belanja tidak

    langsung dan belanja langsung beserta jenis-

    jenis belanja yang ada di dalamnya.

    Sedangkan realisasi belanja adalah jumlah

    anggaran belanja yang telah dibayarkan atau

    dipertanggungjawabkan oleh SKPD, yang

    angkanya tercantum dalam Laporan Realisasi

    Anggaran (LRA).

    Variabel bebas (independent

    variable) dalam penelitian ini adalah varian

    pendapatan, yang diukur dengan

    menggunakan selisih antara dua nilai

    anggaran pendapatan, yakni selisih antara (a)

    anggaran pendapatan setelah perubahan

    dengan anggaran pendapatan murni, disebut

    varian pendapatan murni atau VPM; (b)

    realisasi pendapatan dengan anggaran

    pendapatan setelah perubahan, disebut varianpendapatan perubahan atau VPP; dan (c)

    realisasi pendapatan dengan anggaran

    pendapatan murni, disebut varian pendapatan

    realisasi atau VPR.

    Model Regresi

    Model regresi sederhana digunakan

    untuk memprediksi varian belanja dengan

    varian pendapatan sebagai prediktor. Masing-

    masing bentuk varian pendapatan diregres

    dengan varian belanja yang sejenis, sehinggadilakukan 3 (tiga) kali regresi, yakni untuk

    anggaran murni, perubahan dan realisasi.

    Persamaan regresi yang digunakan dapat

    digambarkan seperti berikut:

    dengan adalah varian belanja murni

    (VBM) atau perubahan (VBP) atau realisasi(VBR); adalah konstanta; adalah

    koefisien Regresi; adalah varian

    pendapatan murni (VPM) atau varian

    pendapatan perubahan (VPP) atau varian

    pendapatan realisasi (VPR); dan adalaherror terms.

    HASIL ANALISIS

    Pengaruh Varian Pendapatan Murni

    terhadap Varian Belanja Murni

    Hasil regresi antara variabel Varian

    Pendapatan Murni (VPM) terhadap variabel

    Varian Belanja Murni (VBM) menunjukkan

    hasil yang secara statistik signifikan positif.

    Artinya, varian pendapatan (selisih antara

    pendapatan dalam anggaran perubahan

    dengan anggaran murni) berpengaruh positif

    terhadap varian belanja untuk.

    Persamaan regresi VPM terhadap

    VBM dapat digambarkan dengan persamaan

    berikut: VBM = 2205,2017 + 0,911VPM,dimana nilai t diperoleh sebesar 23.137 dan

    nilai Sig. sebesar 0,000. Sementara nilai F

    ditunjukkan sebesar 535,326 dengan nilai Sig.

    sebesar 0,000. Nilai Sig. yang lebih kecil dari

    0,05 bermakna adanya pengaruh signifikan

    variabel bebas Varian Pendapatan Murni

    (VPM) terhadap variabel terikat Varian

    Belanja Murni (VBM).

    Ada beberapa penjelasan untuk

    memahami temuan ini, yakni: Pertama,

    memang terjadi perubahan cukup besar dalamanggaran daerah karena secara regulasi

    diizinkan terjadinya perubahan atau

    penyesuaian anggaran sesuai kondisi dan

    kebutuhan pemerintah daerah. Perubahan

    APBD dilakukan setelah laporan

    pertanggungjawaban APBD tahun

    sebelumnya selesai diaudit oleh Badan

    Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga dapat

    diketahui secara pasti sisa perhitungan

    anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) dan

    selisihnya dengan SiLPA prediksian dalamAPBD murni. Hal ini mendorong perubahan

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    9/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 280

    relatif besar di kedua sisi anggaran, yaitu:

    penerimaan berupa pendapatan dan

    pengeluaran berupa belanja.

    Kedua, sensitifitas yang tinggi

    karena adanya faktor partisipasi publik dalam

    penganggaran. Pelibatan publik dalam tahapperencanaan (Musrenbang RKPD)

    memunculkan banyaknya usulan kegiatan

    yang saling bersaing. Anggaran belanja murni

    ditetapkan dengan pertimbangan-

    pertimbangan matang dan cenderung rumit

    karena melalui proses pembahasan anggaran

    antara eksekutif dan legislatif tentang

    kebijakan umum APBD (KUA), prioritas dan

    plafon anggaran sementara (PPAS), dan

    rancangan Perda tentang APBD. Artinya,

    ketika ada penyesuaian untuk pendapatan,maka belanja akan sangat merespon positif,

    khususnya untuk alokasi belanja yang sifatnya

    penting dan mendesak, yang dalam anggaran

    murni tidak tertampung.

    Ketiga, kemungkinan

    terkonfirmasinya anggapan bahwa APBD

    murni menyimpan banyak titipan, yang

    baru akan ditempatkan pada posisi

    sesungguhnya dalam anggaran perubahan.

    Agency theory menjelaskan berbagai

    kemungkinan dapat terjadi terkait perilaku

    moral hazard sang agent dalam pengelolaan

    sumberdaya ekonomi, termasuk dengan

    menyembunyikan suatu alokasi pada

    belanja tertentu pada awal tahun, untuk

    kemudian mengambilnya kembali pada saat

    perubahan anggaran dilakukan.

    Pengaruh Varian Pendapatan Perubahan

    terhadap Varian Belanja Perubahan

    Hasil regresi untuk variabelindependen Varian Pendapatan Perubahan

    (VPP) terhadap variabel terikat Varian

    Belanja Perubahan (VPB) tidak menunjukkan

    adanya pengaruh yang signifikan. Besaran

    nilai t untuk variabel Varian Pendapatan

    Perubahan adalah -0,752 dengan nilai Sig.

    sebesar 0,455 (atau lebih besar dari 5% atau

    0,05). Koefisien regresi variabel independen

    varian Pendapatan Perubahan juga bertanda

    negatif, yakni -0,010.

    Hasil ini menunjukkan bahwa varianpendapatan tidak berhubungan dengan varian

    belanja, ketika varian adalah selisih antara

    realisasi anggaran dengan anggaran

    perubahan. Selisih antara realisasi dengan

    anggaran perubahan memang sangat kecil

    karena waktu untuk merealisasikan tambahan

    anggaran sangat sempit. Kadangkala anggaranperubahan hanya sekedar menetapkan jumlah

    yang sudah pasti karena pelaksanaan

    kegiatnnya sudah selesai (tuntas), atau

    sekedar melakukan penyesuaian anggaran

    (budget adjustment).

    Praktik pelaksanaan anggaran di

    pemerintahan sering tidak mendapat perhatian

    yang setara dengan proses penyusunan

    anggaran (McCaffery & Mutty, 1999),

    sehingga beberapa persolan teknis luput dari

    pengamatan politisi, akademisi, dan pers. Halini berimplikasi pada kecederungan untuk

    memanfaatkan perubahan anggaran sebagai

    penampung kebijakan yang tidak dapat

    dialokasikan sumberdayanya dalam anggaran

    murni. Adanya keleluasaan bagi pemerintah

    daerah untuk melakukan pembayaran

    mendahului anggaran dalam kondisi (syarat)

    tertentu menyebabkan alokasi anggaran

    setelah perubahan tidak berbeda dengan

    realisasinya, karena anggaran setelah

    perubahan bukan lagi berupa rencana, tetapi

    pelegalan atas belanja-belanja yang telah

    dibayarkan.

    Namun, jika dianalisis lebih dalam

    sampai pada perubahan angka-angka dalam

    satu SKPD, kemungkinan akan ditemukan

    terjadinya pergeseran anggaran (virement)

    yang dilakukan oleh birokrat di SKPD.

    Pergeseran anggaran tetap mengandung moral

    hazard karena tidak semua orang dapat

    mengawasi pelaksanaan perubahan APBD.

    Pengaruh varian Pendapatan Realisasi

    terhadap Varian Belanja Realisasi

    Hasil regresi untuk variabel

    independen Varian Pendapatan Realisasi

    (VPR) terhadap variabel terikat Varian

    Belanja Realisasi (VBR) tidak menunjukkan

    adanya pengaruh yang signifikan. Besaran

    nilai t untuk variabel Varian Pendapatan

    Realisasi adalah 1,043 dengan nilai Sig.

    sebesar 0,302 (atau lebih besar dari 5% atau

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    10/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 281

    0,05). Koefisien regresi variabel independen

    VBR bertanda positif, yakni sebesar 0,112.

    Tidak adanya pengaruh variabel VPR

    terhadap variabel VBR menunjukkan bahwa

    telah terjadi beberapa perubahan yang sangat

    mendasar selama proses pelaksanaan danpertanggungjawaban anggaran. Ketika

    laporan realisasi disusun, yang dijadikan

    pembanding untuk mengetahui daya serap

    anggaran akhir tahun adalah anggaran setelah

    perubahan. Artinya, dalam laporan keuangan

    pemerintah daerah, informasi tentang

    anggaran awal atau APBD murni tidak

    disajikan, termasuk dalam Catatan atas

    Laporan Keuangan.

    SIMPULANPenelitian ini menguji pengaruh

    varian pendapatan terhadap varian belanja

    dengan menggunakan 3 (tiga) jenis varian,

    yakni varian murni, varian perubahan, dan

    varian realisasi. Hasil pengolahan data

    menunjukkan bahwa hanya varian murni yang

    memberikan estimasi signifikan, dimana

    varian pendapatan murni berpengaruh positif

    terhadap varian belanja murni. Untuk varian

    perubahan dan varian realisasi, ternyata

    pendapatan tidak berpengaruh terhadap

    belanja di pemerintah daerah.

    SARAN

    Penelitian ini memiliki beberapa

    keterbatasan yang disarankan untuk

    diperbaiki dalam penelitian-penelitian

    berikutnya. Pertama, model regresi yang

    dipakai sangat sederhana (hanya

    menggunakan satu variabel bebas) sehingga

    kemungkinan terjadi bias karena tidakmemasukkan predictor lain yang memiliki

    daya prediksi lebih besar terhadap perubahan

    belanja daerah.

    Kedua, karena tidak menggunakan

    sampel yang cukup besar, maka kemungkinan

    besar penelitian ini perlu dipebaiki dengan

    penambahan sampel dna observasi.

    Pemanfaatan teknologi informasi dapat

    dimanfaatkan untuk menggali data dan

    informasi tentang perubahan anggaran di

    pemerintah daerah di Indonesia.

    Ketiga, perlu dianalisis lebih

    mendalam tentang faktor-faktor apa yang

    berhubungan dengan information contentdari

    data dan angka yang tersaji dalam dokumen

    anggaran (APBD) dan laporan keuangan

    pemerintah daerah. Rendahnya korelasi antaravarian pendapatan dan varian belanja antara

    realisasi dan anggaran perubahan

    membutuhkan penjelasan lebih jauh: apakah

    perubahan anggaran pendapatan dan belanja

    tidak memperhitungkan kemungkinan sisa

    anggaran pada akhir tahun?

    Keempat, menggali lebih jauh siapa

    dari budget actors yang memiliki pengaruh

    paling besar atas terjadi varian belanja dan

    apa yang melatarbelakanginya. Menurut

    Draver & Pitsvada (dalam Forrester &Mullins, 1992), perubahan anggaran

    merupakan sarana bagi legislatur dan komisi

    di dalamnya, eksekutif, dan birokrasi untuk

    melakukan negosiasi ulang agenda masing-

    masing.

    Terakhir, kelima, laporan keuangan

    Catatan atas Laporan Keuangan selama ini

    tidak menyajikan informasi tentang

    perubahan-perubahan yang terjadi dalam

    anggaran sejak APBD murni, padahal sangat

    dibutuhkan informasinya untuk memahami

    sekuensial dari politik anggaran dan

    perkembangan anggaran selama satu tahun

    seacra utuh. Studi berikutnya diharapkan

    dapat mengungkap manfaat dan kandungan

    informasi dari perubahan-perubahan yang

    tidak diungkapkan tersebut.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah, Syukriy. 2012a. PerilakuOportunistik Legislatif dan

    Faktor-Faktor yang

    Mempengaruhinya: Bukti Empiris

    dari Penganggaran Pemerintah

    Daerah di Indonesia. Yogyakarta:

    Universitas Gadjah Mada. Disertasi

    (Tidak Dipublikasikan).

    Abdullah, Syukriy. 2012b.

    Perubahan APBD. Laman sumber:

    http://syukriy.wordpress.com/2013/0

    4/22/perubahan-

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    11/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 282

    apbd/?relatedposts_exclude=2643.

    April.

    Abdullah, Syukriy. 2012c. Varian Anggaran

    Pendapatan dan Varian Belanja

    Daerah: Sebuah Pengantar.

    Laman sumber:http://syukriy.wordpress.com/2012/1

    0/16/varian-anggaran-pendapatan-

    daerah/?relatedposts_exclude=2784.

    Oktober.

    Abdullah, Syukriy. 2012d. Hubungan

    Keagenan antara Kepala Daerah

    dan Kepala SKPD ~

    Anggaran SKPD. Laman sumber:

    http://syukriy.wordpress.com/2012/1

    1/26/hubungan-keagenan-antara-

    kepala-daerah-dan-kepala-skpd/.November.

    Abdullah, Syukriy. 2013. Belanja Modal dan

    Perubahan APBD. Laman sumber:

    http://syukriy.wordpress.com/2013/1

    1/01/belanja-modal-dan-perubahan-

    apbd/. November.

    Abdullah, Syukriy & Abdul Halim. 2006.

    Studi atas Belanja Modal pada

    Anggaran Pemerintah Daerah

    dalam Hubungannya dengan

    Belanja Pemeliharaan dan Sumber

    Pendapatan. Jurnal Akuntansi

    Pemerintah 2(2): 1732.

    Blais, Andr & Stphane Dion. 1990. Are

    Bureaucrats Budget Maximizers?

    The Niskanen Model & Its Critics.

    Polity 22(4): 655-674.

    Bretschneider, Stuart, Jeffrey J. Straussman &

    Daniel Mullins. 1988. Do Revenue

    Forecasts Influence Budget

    Setting? A Small GroupExperiment. Policy Sciences 21(4):

    305-325.

    Cheng, Benjamin S. 1999. Causality

    between taxes and expenditures:

    Evidence from Latin American

    countries.Journal of Economics and

    Finance 23(2): 184-192.

    Cornia, Gary C., Ray D. Nelson & Andrea

    Wilko. 2004. Fiscal Planning,

    Budgeting, and Rebudgeting Using

    Revenue Semaphores. Public

    Administration Review 64(2): 164-

    179.

    Ebdon, Carol & Aimee L. Franklin. 2006.

    Citizen Participation in Budgeting

    Theory. Public Administration

    Review 66(3): 437-447.Forrester, John P. 1991. Budgetary

    Constraints and Municipal

    Revenue Forecasting. PolicySciences 24(4): 333-356.

    _________ & Daniel R. Mullins. 1992.

    Rebudgeting: The Serial Nature of

    Municipal Budgetary Processes.

    Public Administration Review 52(5):

    467-473.

    Fozzard, Adrian. 2001. The Basic Budgeting

    Problem: Approaches to ResourceAllocation in the Public Sector and

    Their Implications for Pro-Poor

    Budgeting. Center for Aid and

    Public Expenditure, Overseas

    Development Institute (ODI).Working paper 147.

    Halim, Abdul. 2002. Analisis Varian

    Pendapatan Asli Daerah dalam

    Laporan Perhitungan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah

    Kabupaten/Kota di Indonesia.

    Disertasi Program Doktor Universitas

    Gadjah Mada.

    _________ dan Syukriy Abdullah. 2006.

    Hubungan dan Masalah Keagenan

    di Pemerintahan Daerah: Sebuah

    Peluang Penelitian Anggaran dan

    Akuntansi. Jurnal Akuntansi

    Pemerintah 2(1): 53-64.

    Isaksen, Jan. 2005. The Budget Process and

    Corruption. U4 Anti-CorruptionResource Centre. Working Paper

    No. U4 ISSUE 3:2005. Web:

    www.u4.no.

    Jones, L. R. & K. J. Euske. 1991. Strategic

    Misrepresentation in Budgeting.

    Journal of Public Administration

    Research and Theory 1(4): 437-

    460.

    Lee, Tanya M. & Elizabeth Plummer. 2007.

    Budget Adjustments in Response

    to Spending Variances: Evidenceof Ratcheting of Local

  • 7/26/2019 Abdullah & Nazry (JSEB Unsam 2015) Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris Dari Perspek

    12/12

    JURNAL SAMUDRA EKONOMI DAN BISNIS, VOL.6, NO. 2 JULI 2015

    Syukri Abdullah dan Ramadhaniatun Nazri:Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah 283

    Government Expenditures.Journal

    of Management Accounting Research

    19: 137167.

    Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper Effect

    pada Dana Alokasi Umum (DAU)

    dan Pendapatan Asli Daerah(PAD) terhadap Belanja Daerah

    pada Kabupaten/Kota di Pulau

    Sumatera. Makalah Disajikan pada

    Simposium Nasional Akuntansi ke-9.

    Padang.

    Marlowe, Justin. 2009. Budget Variance,

    Slack Resources, and Municipal

    Expenditures. Paper presented at

    the 2009 Meeting of the Association

    for Budgeting and Financial

    Management.McCaffery, Jerry & John E. Mutty. 1999. The

    Hidden Process of Budgeting:

    Execution. Journal of Public

    Budgeting, Accounting & FinancialManagement 11 (2): 233-257.

    Modlin, Steve. 2011. Who Really Runs

    County Government? The County

    Manager in the BudgetFormulation Process. Public

    Administration and Management

    16(1): 21-45.

    Moe, Terry M. 1984. The New Economics of

    Organization. American Journal of

    Political Science 28(4): 739-777.

    Moore, Walter B., Peter J. Poznanski, &

    Richard Kelsey. 2000. A Path

    Analytic Model of Municipal

    Budgetary Slack Behavior. In

    Proceedings of the American Society

    of Business and Behavioral Sciences

    7(1): 29-43.Nazry, Ramadhaniatun. 2013. Masalah

    Keagenan dalam Penganggaran

    Daerah. Fakultas Ekonomi

    Universitas Syiah Kuala,

    Darussalam, Banda Aceh: Skripsi

    (Tidak dipublikasikan).

    Pitsvada, Bernard T. 1984. Flexibility in

    Federal Budget Execution. Public

    Budgeting & Finance (Summer):

    83-101.

    Rubin, Irene S. 1993. The Politics of Public

    Budgeting: Getting and Spending,

    Borrowing and Balancing.

    Chatham, NJ: Chatham House.Schick, Allen. 1964. Control Patterns in

    State Budget Execution. Public

    Administration Review 24(2): 97-

    106.

    Smith, Robert W. & Mark Bertozzi. 1998.

    Principals and Agents: An

    Explanatory Model for Public

    Budgeting. Journal of Public

    Budgeting, Accounting & Financial

    Management10 (3): 325-353.

    Thurmaier, Kurt. 1995. Execution PhaseBudgeting in Local Governments:

    It's Not Just for Control Anymore!

    State & Local Government Review

    27(2): 102-117.

    ________. 1995. Decisive Decision Making

    in the Executive Budget Process:

    Analyzing the Political and

    Economic Propensities of Central

    Budget Bureau Analysts. PublicAdministration Review 55(5): 448-

    460.

    ________. 1992. Budgetary Decisionmaking

    in Central Budget Bureaus: An

    Experiment. Journal of Public

    Administration Research and Theory

    2(4): 463-487.

    Vanderbilt, Dean H. 1977. Budgeting in

    Local Government: Where are We

    Now? Public Administration Review

    37(5): 538-542.

    Von Hagen, Jurgen. 2002. Fiscal Rules,Fiscal Institutions, and FiscalPerformance. The Economic and

    Social review 33(3): 263-284.

    Wilson, Laura A. & Ronald Sylvia. 1993.

    Changing Revenue Conditions and

    State Budgetary Decisions. Journal

    of Public Administration Research

    and Theory 3(3): 319-333.