84057978-meningoencephalocele
DESCRIPTION
BEDAH SARAAAAAFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFTRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada
susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan
antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus. Meskipun penyebab
yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa
banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan
determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada
susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, menigokel,
mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia,
diastematomiela, dan lipoma pada konus medularis.1
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga
ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida
dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium
bifidum.2
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang
terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami
displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya
mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang
normal. 1,2
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau
kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital
lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). 3
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,
kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,
tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui
kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 3
1
-
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Disrafisme Kranial (Kranium Bifidum)
Kranium bifidum atau kranioskizis, seperti spina bifida, adalah defek
tabung neural disrafik. Anomali ini lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat
ditindak dan karenanya menjadi malformasi yang penting dibidang bedah saraf.
Herniasi dura dan jaringan otak melalui defek tulang digaris tengah (sefalokel)
dijumpai pada banyak kasus. Karanium bifidum terkadang bersamaan dengan
spina bifida.3,4
Insidens kranium bifidum seperlimabelas hingga sepersepuluh spina
bifida: satu per 3.000 hingga 10.000 kelahiran. Sefalokel regio oksipital umum di
Eropa dan Amerika, sedang sefalokel frontal lebih sering dari sefalokel
oksipital di Asia Tenggara. Dibeberapa daerah di Asia Tenggara
meningoensefalokel lebih sering dari mielomeningokel. Jadi predisposisi
geografis mungkin berperan pada kranium bifidum. Oksipital
meningoensefalokel lebih sering pada wanita, sedang pria lebih sering pada
yang lainnya. 4,5
Kranium bifidum diklasifikasikan kedalam dua jenis: kranium bifidum
okultum dan kranium bifidum sistikum. Kranium bifidum okultum tidak
berkaitan dengan herniasi dura, karenanya tak terdeteksi hingga dewasa bila tak
bergejala. 5
Sinus dermal intrakranial adalah disrafisme kranial okulta berupa jaringan
yang berasal dari kulit yang persisten terdapat diruang intrakranial, yang
berhubungan dengan kulit. Defek tulang kecil sering tampak dibawah
protuberansia oksipital eksterna, dan beberapa rambut sering tumbuh dari sinus.
Lainnya, lokasi yang kurang sering adalah nasion. Sista dermoid mungkin
terdapat pada satu atau kedua ujung dari sinus dermal. 5
Sinus dermal diregio oksipital sering turun ke sambungan servikomedulari
dan berakhir sebagai dermoid disisterna magna, ventrikel keempat dan hemisfer
serebeler. Tumor dermoid pada ujung sinus dermal mungkin menimbulkan gejala
2
-
massa intrakranial. Sinus dermal mungkin tanpa gejala. Banyak kasus berakibat
meningitis rekuren, dan reseksi tak lengkap sinus dermal juga bisa menimbulkan
meningitis. 5
Kranium bifidum sistikum dapat dibagi menjadi lima subkelompok, sesuai
isi dari sefalokel:
1. Meningokel: hanya berisi CSS didalam sefalokel.
2. Ensefalomeningokel atau meningoensefalokel: berisi baik CSS maupun
jaringan otak didalam sefalokel.
3. Ensefalokel: berisi hanya jaringan otak didalam sefalokel.
4. Ensefalosistokel: penonjolan jaringan otak mengisi ruang yang
berhubungan dengan ventrikel.
5. Meningoensefalosistokel, atau ensefalosistomeningokel: berisi 'ventrikel'
dan jaringan otak plus dilatasi ruang CSS disefalokel. 5
Eksensefali adalah protrusi otak yang tidak ditutupi kulit. Sefalokel dapat
diklasifikasikan menurut lokasinya. Meningoensefalokel dapat diklasifikasikan
kedalam dua kelompok: meningoensefalokel posterior atau oksipital dan
meningoensefalokel anterior atau frontal, yang menonjol pada sambungan tulang
frontal dan tulang nasal atau kartilago nasal. 5
2.2 Meningoensefalokel
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga
ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida
dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium
bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan
minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di
seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital,
kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal. 5,6,7,8
3
-
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal
saja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal
dan jaringan/parenkhim otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum herniasi
melalui defek kranium disebut meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda
patologi, pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoensefalokel
didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau
struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada kranium; tertutup oleh kulit
seluruhnya; kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh
membran tipis seperti kertas perkamen. Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di
frantal. 9,10
Gambar 1. Meningoensefalokel pada regio occipital
Gambar 2. Meningoensefalokel pada regio frontonasal
4
-
Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG,
pada pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak
abnormal/displasia. Insiden meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi lahir hidup;
paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan
Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di regio oksipital;
meningoensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih
sering di Asia Tenggara. 11
2.3 Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan
oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat obatan yang
mengandung bahan yang terotegenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh
defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang kadang juga
dibagian nasal, frontal, atau parietal.12
Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui,
beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia
dan faktor genetik terbukti mempengaruhi perkembangan susunan saraf pusat
sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil
muda juga merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data terakhir
menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar konsepsi
akan mencegah defek tuba neuralis. 12
5
-
2.4 Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut Suwanwel:
I. Ensefalomeningokel oksipital
II. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
A. Interfrontal
B. Fontanel anterior
C. Interparietal
D. Fontanel posterior
E. Temporal
III. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
A. Nasofrontal
B. Naso-ethmoidal
C. Naso-orbital
IV. Ensefalomeningokel basal
A. Transethmoidal
B. Sfeno-ethmoidal
C. Transsfenoidal
D. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
V. Kranioskhisis
A. Kranial, fasial atas bercelah
B. Basal, fasial bawah bercelah
C. Oksipitoservikal bercelah
D. Akrania dan anensefali. 5
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70 persen sefalokel (pada
geografis). Dibagi kedalam subkelompok sesuai hubungannya dengan
protuberansia oksipital eksterna (EOP): sefalokel oksipitalis superior, dimana
terletak diatas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior, yang terletak dibawah
EOP. Penonjolan lobus oksipital tampak disefalokel superior, dimana serebelum
menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen
6
-
magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini
dengan spina bifida servikalis disebut sefalokel oksipitoservikalis (iniensefali).5
Meningoensefalokel anterior jarang dibanding meningoensefalokel
posterior. Yang pertama biasanya dibagi kedalam dua kelompok:
meningoensefalokel sinsipital (tampak) dan meningoensefalokel basal (tak
tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat kelompok:
(1) meningoensefalokel frontal,
(2) meningoensefalokel frontonasal,
(3) meningoensefalokel fronto-ethmoid, dan
(4) meningoensefalokel nasofaringeal.
Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat yang umum
dari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang
berbeda tulang frontal dan kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalokel
diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-ethmoid dan dikelompokkan
kedalam tiga subkelompok:
1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang
nasal.
2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari
bagian anterior orbit. 5
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:
1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal): herniasi kedalam
kavum nasal melalui lamina kribrosa.
2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior): herniasi
kebagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.
3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi kenasofaring
melalui tulang sfenoid.
4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui fissura
orbital superior.
7
-
5. Meningoensefalokel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit melalui
fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital. 5
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang
terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami
displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya
mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang
normal. Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental
retardasi, ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata.
Sebenarnya diagnosis perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa
feto protein cairan amnion dan serum ibu.6
Ukuran dari meningoensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkoran
dan otak tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar,
maka tengkorak akan tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak
yang sudah keluar. Menigoensefalokel jarang berhubungan dengan malformasi
serebri saja dan biasanya berhubungan dengan abnormalitas dari hemisper
serebri, serebelli dan otak tengah.9
Meningoensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali muka,
seperti bibir dan langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu meningoensefalokel
oksipital, hidrosefalus, deformitas Klippel-Feil, dan langit-langit bercelah sering
terjadi sebagai tetrad. Kelainan jantung kongenital dan ekstremitas yang
displastik adalah anomali yang berhubungan yang terletak dibagian lain dari
badan. 6
Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau
mungkin terbentuk setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada
meningoensefalokel oksipital adalah 25 persen pada meningokel dan 66 persen
pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang bersamaan pada meningoensefalokel
anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens hidrosefalus lebih tinggi pada
sefalokel yang mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus yang
menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah hampir sama dengan pada
mielomeningokel. 6
8
-
2.6 Patofisiologi
Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai
dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk
seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel
disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.1
Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang kranial, dan
menghasilkan protrusi jaringan melalui defek linea mediana tulang yang disebut
cranium bifidum. Mielomeningokel cranium terdiri dari kantong meninges yang
terisi hanya cairan serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kantung
dan korteks serebri, serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling
lazim pada daerah oksipital pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi
frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek
penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama
dengan etiologi anensefali dan mielomeningokel. 6
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya
hirdosefalus karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-
Walker. Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai
atau struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini
dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin)
dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung
dapat menampakkan adanya jaringan saraf. 1
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis
sefalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya
anomali SSP, dan dinamika CSS.7
Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal
pada foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang,
perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau
9
-
tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan dengan ventrikulografi dan
angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung
namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan. 10
Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis
tengah lainnya, seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii
sangat lebih kompresibel dibanding meningoensefalokel. CT scan
memperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan atas kantung dorsal pada
holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk membedakan
meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;
holoprosensefali didi- agnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. 7
Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada meningoensefalokel
anterior, tomografi fossa anterior dan CT scan diperlukan. Meningoensefalokel
anterior harus didiferensiasi dari polip nasal, teratoma orbitofronal, glioma
ektopik (nasal), dan keadaan serupa. Teratoma orbitofrontal mungkin
menampakkan kalsifikasi pada foto polos dan meluas kedalam ruang intrakranial.
Tumor ini menjadi maligna dengan pertambahan usia. Glioma nasal adalah tumor
neurogenik kongenital yang jarang yaitu massa heterotopik nonneoplastik dari
jaringan neuroglial. Tapi mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati,
menginfiltrasi jaringan sekitarnya, serta metastasis ke nodus limfe regional. 5,6
MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam
meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi
biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil.9
10
-
Gambar 3. Meningoensefalokel pada pada regio frontonasal
Gambar 4. Meningoensefalokel pada pada occipital
2.8 Komplikasi
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau
kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital
lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). Kelainan kepala lainnya
yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak, miensefalus (fusi tulang
occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi), huloprokensefalus
(hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus
(destruksi total jaringan otak sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan
bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.12
Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:
a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)
b. Gangguan perkembangan
c. Mikrosefalus
d. Hidrosefalus
e. Gangguan penglihatan
f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
g. Ataksia
h. Kejang.12
11
-
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari
anomali. Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan
saraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel
yang berisi jaringan otak biasanya diakhiri dengan kematian dari anak.9
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,
kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,
tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui
kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 6
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak
terjadi kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada
meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda
sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek (watertight
dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak. 7
Defek tulang yang cukup besar dapat diperbaiki dengan wire mesh, plastik
atau tulang, tetapi jarang diperlukan. Hasil akhir operasi sukar dipastikan oleh
karena bervariasinya kasus. Pada tindakan bedah terhadap 40 penderita didapati
15 orang (38%) meninggal dan dari 25 orang yang hidup 14 orang (56%)
intelegensianya normal meskipun sering dijumpai gangguan motorik dan pada 11
orang (44%) dijumpai gangguan intelektual dan motorik. 10
1. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang
direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa
steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpaparmenjadi
kering. 12
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat
mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat
tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas
yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis
12
-
kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan pemeriksaan X-Ray kepala
AP/LAT dan diambil photografi dari lesi. 12
2. Perawatan pasca bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin
tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan
wadah. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.
Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat
spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan
hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.12
13
-
BAB III
KESIMPULAN
1. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada
susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan
antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus.
2. Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga
meningoensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan
spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium
disebut kranium bifidum.
3. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum
diketahui, ada bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan,
malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi
perkembangan abnormal pada susunan saraf.
4. Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang
terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami
displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel.
5. Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai
dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk
seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
6. Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,
kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila
mungkin, tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi
bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.
14
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, B.; Arvin K.; Buku Ilmu Kesehatan Anak 15th edition; Penerbit
Buku Kedokteran EGC; Jakarta; 2000.
2. Meadow, R.; Simon N.; Lecture Notes: Pediatrika 7th edition; Erlangga;
2003.
3. Hull, D.; Derek I.J.; Dasar-Dasar Pediatri 3rd edition; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2008.
4. Saanin, S.; Disrafisme Kranial; in Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu
Bedah Saraf; Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND
Padang; available at:
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html; 2008.
5. Muscari, M.E.; Keperawatan Pediatrik 3rd edition; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2005.
6. Taufan, V.R.; Ensefalokel (Encephalocele); available at: http://dokter
rosfanty.blogspot.com/2009/07/ensefalokel.html; 2009.
7. Dorland, W.A.N.; Kamus Kedokteran Dorland; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2002.
8. Fenichel, G.M.; Clinical Pediatric Neurology 4th edition; Saunders
Company; Philadelphia; 2001.
9. Tsementzis, S.A.; Differential Diagnosis of Neurology and
Neurosurgery; Thieme Stuttgart; New York; 2000.
10. Sjamsuhidajat, R.; Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2005.
11. Lubis, N.U.; Encephalocele; in CKD Cermin Dunia Kedokteran
Magazine; Kalbe Farma; PT. Temprint; Jakarta; 2009.
12. Mayasari, N.; Encephalocele; available at:
http://upeeknouvelz.blogspot.com/ 2010/02/kelainan-pada-bayi-dengan.html;
2010.
15