84057978-meningoencephalocele

15
BAB I PENDAHULUAN Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, menigokel, mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia, diastematomiela, dan lipoma pada konus medularis. 1 Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum. 2 Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang normal. 1,2 Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). 3 Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 3 1

Upload: ahdir

Post on 07-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

BEDAH SARAAAAAFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada

    susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan

    antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus. Meskipun penyebab

    yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa

    banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan

    determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada

    susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, menigokel,

    mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia,

    diastematomiela, dan lipoma pada konus medularis.1

    Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga

    ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida

    dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium

    bifidum.2

    Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang

    terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami

    displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya

    mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang

    normal. 1,2

    Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau

    kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital

    lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). 3

    Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,

    kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,

    tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui

    kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 3

    1

  • BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    2.1 Disrafisme Kranial (Kranium Bifidum)

    Kranium bifidum atau kranioskizis, seperti spina bifida, adalah defek

    tabung neural disrafik. Anomali ini lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat

    ditindak dan karenanya menjadi malformasi yang penting dibidang bedah saraf.

    Herniasi dura dan jaringan otak melalui defek tulang digaris tengah (sefalokel)

    dijumpai pada banyak kasus. Karanium bifidum terkadang bersamaan dengan

    spina bifida.3,4

    Insidens kranium bifidum seperlimabelas hingga sepersepuluh spina

    bifida: satu per 3.000 hingga 10.000 kelahiran. Sefalokel regio oksipital umum di

    Eropa dan Amerika, sedang sefalokel frontal lebih sering dari sefalokel

    oksipital di Asia Tenggara. Dibeberapa daerah di Asia Tenggara

    meningoensefalokel lebih sering dari mielomeningokel. Jadi predisposisi

    geografis mungkin berperan pada kranium bifidum. Oksipital

    meningoensefalokel lebih sering pada wanita, sedang pria lebih sering pada

    yang lainnya. 4,5

    Kranium bifidum diklasifikasikan kedalam dua jenis: kranium bifidum

    okultum dan kranium bifidum sistikum. Kranium bifidum okultum tidak

    berkaitan dengan herniasi dura, karenanya tak terdeteksi hingga dewasa bila tak

    bergejala. 5

    Sinus dermal intrakranial adalah disrafisme kranial okulta berupa jaringan

    yang berasal dari kulit yang persisten terdapat diruang intrakranial, yang

    berhubungan dengan kulit. Defek tulang kecil sering tampak dibawah

    protuberansia oksipital eksterna, dan beberapa rambut sering tumbuh dari sinus.

    Lainnya, lokasi yang kurang sering adalah nasion. Sista dermoid mungkin

    terdapat pada satu atau kedua ujung dari sinus dermal. 5

    Sinus dermal diregio oksipital sering turun ke sambungan servikomedulari

    dan berakhir sebagai dermoid disisterna magna, ventrikel keempat dan hemisfer

    serebeler. Tumor dermoid pada ujung sinus dermal mungkin menimbulkan gejala

    2

  • massa intrakranial. Sinus dermal mungkin tanpa gejala. Banyak kasus berakibat

    meningitis rekuren, dan reseksi tak lengkap sinus dermal juga bisa menimbulkan

    meningitis. 5

    Kranium bifidum sistikum dapat dibagi menjadi lima subkelompok, sesuai

    isi dari sefalokel:

    1. Meningokel: hanya berisi CSS didalam sefalokel.

    2. Ensefalomeningokel atau meningoensefalokel: berisi baik CSS maupun

    jaringan otak didalam sefalokel.

    3. Ensefalokel: berisi hanya jaringan otak didalam sefalokel.

    4. Ensefalosistokel: penonjolan jaringan otak mengisi ruang yang

    berhubungan dengan ventrikel.

    5. Meningoensefalosistokel, atau ensefalosistomeningokel: berisi 'ventrikel'

    dan jaringan otak plus dilatasi ruang CSS disefalokel. 5

    Eksensefali adalah protrusi otak yang tidak ditutupi kulit. Sefalokel dapat

    diklasifikasikan menurut lokasinya. Meningoensefalokel dapat diklasifikasikan

    kedalam dua kelompok: meningoensefalokel posterior atau oksipital dan

    meningoensefalokel anterior atau frontal, yang menonjol pada sambungan tulang

    frontal dan tulang nasal atau kartilago nasal. 5

    2.2 Meningoensefalokel

    Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga

    ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida

    dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium

    bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan

    minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat

    menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di

    seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital,

    kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal. 5,6,7,8

    3

  • Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal

    saja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal

    dan jaringan/parenkhim otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum herniasi

    melalui defek kranium disebut meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda

    patologi, pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoensefalokel

    didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau

    struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada kranium; tertutup oleh kulit

    seluruhnya; kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh

    membran tipis seperti kertas perkamen. Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di

    frantal. 9,10

    Gambar 1. Meningoensefalokel pada regio occipital

    Gambar 2. Meningoensefalokel pada regio frontonasal

    4

  • Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG,

    pada pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak

    abnormal/displasia. Insiden meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi lahir hidup;

    paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan

    Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di regio oksipital;

    meningoensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih

    sering di Asia Tenggara. 11

    2.3 Etiologi

    Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf

    selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan

    oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya

    asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama

    infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat obatan yang

    mengandung bahan yang terotegenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh

    defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang kadang juga

    dibagian nasal, frontal, atau parietal.12

    Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui,

    beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia

    dan faktor genetik terbukti mempengaruhi perkembangan susunan saraf pusat

    sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil

    muda juga merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data terakhir

    menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar konsepsi

    akan mencegah defek tuba neuralis. 12

    5

  • 2.4 Klasifikasi

    Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut Suwanwel:

    I. Ensefalomeningokel oksipital

    II. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak

    A. Interfrontal

    B. Fontanel anterior

    C. Interparietal

    D. Fontanel posterior

    E. Temporal

    III. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal

    A. Nasofrontal

    B. Naso-ethmoidal

    C. Naso-orbital

    IV. Ensefalomeningokel basal

    A. Transethmoidal

    B. Sfeno-ethmoidal

    C. Transsfenoidal

    D. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital

    V. Kranioskhisis

    A. Kranial, fasial atas bercelah

    B. Basal, fasial bawah bercelah

    C. Oksipitoservikal bercelah

    D. Akrania dan anensefali. 5

    Meningoensefalokel oksipital merupakan 70 persen sefalokel (pada

    geografis). Dibagi kedalam subkelompok sesuai hubungannya dengan

    protuberansia oksipital eksterna (EOP): sefalokel oksipitalis superior, dimana

    terletak diatas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior, yang terletak dibawah

    EOP. Penonjolan lobus oksipital tampak disefalokel superior, dimana serebelum

    menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen

    6

  • magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini

    dengan spina bifida servikalis disebut sefalokel oksipitoservikalis (iniensefali).5

    Meningoensefalokel anterior jarang dibanding meningoensefalokel

    posterior. Yang pertama biasanya dibagi kedalam dua kelompok:

    meningoensefalokel sinsipital (tampak) dan meningoensefalokel basal (tak

    tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat kelompok:

    (1) meningoensefalokel frontal,

    (2) meningoensefalokel frontonasal,

    (3) meningoensefalokel fronto-ethmoid, dan

    (4) meningoensefalokel nasofaringeal.

    Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat yang umum

    dari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang

    berbeda tulang frontal dan kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalokel

    diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-ethmoid dan dikelompokkan

    kedalam tiga subkelompok:

    1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang

    nasal.

    2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.

    3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari

    bagian anterior orbit. 5

    Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:

    1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal): herniasi kedalam

    kavum nasal melalui lamina kribrosa.

    2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior): herniasi

    kebagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.

    3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi kenasofaring

    melalui tulang sfenoid.

    4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui fissura

    orbital superior.

    7

  • 5. Meningoensefalokel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit melalui

    fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital. 5

    2.5 Gejala Klinis

    Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang

    terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami

    displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya

    mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang

    normal. Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental

    retardasi, ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata.

    Sebenarnya diagnosis perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa

    feto protein cairan amnion dan serum ibu.6

    Ukuran dari meningoensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkoran

    dan otak tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar,

    maka tengkorak akan tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak

    yang sudah keluar. Menigoensefalokel jarang berhubungan dengan malformasi

    serebri saja dan biasanya berhubungan dengan abnormalitas dari hemisper

    serebri, serebelli dan otak tengah.9

    Meningoensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali muka,

    seperti bibir dan langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu meningoensefalokel

    oksipital, hidrosefalus, deformitas Klippel-Feil, dan langit-langit bercelah sering

    terjadi sebagai tetrad. Kelainan jantung kongenital dan ekstremitas yang

    displastik adalah anomali yang berhubungan yang terletak dibagian lain dari

    badan. 6

    Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau

    mungkin terbentuk setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada

    meningoensefalokel oksipital adalah 25 persen pada meningokel dan 66 persen

    pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang bersamaan pada meningoensefalokel

    anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens hidrosefalus lebih tinggi pada

    sefalokel yang mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus yang

    menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah hampir sama dengan pada

    mielomeningokel. 6

    8

  • 2.6 Patofisiologi

    Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai

    dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk

    seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel

    disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.1

    Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang kranial, dan

    menghasilkan protrusi jaringan melalui defek linea mediana tulang yang disebut

    cranium bifidum. Mielomeningokel cranium terdiri dari kantong meninges yang

    terisi hanya cairan serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kantung

    dan korteks serebri, serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling

    lazim pada daerah oksipital pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi

    frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek

    penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama

    dengan etiologi anensefali dan mielomeningokel. 6

    Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya

    hirdosefalus karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-

    Walker. Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai

    atau struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini

    dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin)

    dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung

    dapat menampakkan adanya jaringan saraf. 1

    2.7 Diagnosis

    Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis

    sefalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya

    anomali SSP, dan dinamika CSS.7

    Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal

    pada foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang,

    perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau

    9

  • tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan dengan ventrikulografi dan

    angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung

    namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan. 10

    Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis

    tengah lainnya, seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii

    sangat lebih kompresibel dibanding meningoensefalokel. CT scan

    memperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan atas kantung dorsal pada

    holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk membedakan

    meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;

    holoprosensefali didi- agnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. 7

    Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada meningoensefalokel

    anterior, tomografi fossa anterior dan CT scan diperlukan. Meningoensefalokel

    anterior harus didiferensiasi dari polip nasal, teratoma orbitofronal, glioma

    ektopik (nasal), dan keadaan serupa. Teratoma orbitofrontal mungkin

    menampakkan kalsifikasi pada foto polos dan meluas kedalam ruang intrakranial.

    Tumor ini menjadi maligna dengan pertambahan usia. Glioma nasal adalah tumor

    neurogenik kongenital yang jarang yaitu massa heterotopik nonneoplastik dari

    jaringan neuroglial. Tapi mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati,

    menginfiltrasi jaringan sekitarnya, serta metastasis ke nodus limfe regional. 5,6

    MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam

    meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi

    biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil.9

    10

  • Gambar 3. Meningoensefalokel pada pada regio frontonasal

    Gambar 4. Meningoensefalokel pada pada occipital

    2.8 Komplikasi

    Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau

    kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital

    lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). Kelainan kepala lainnya

    yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak, miensefalus (fusi tulang

    occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi), huloprokensefalus

    (hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus

    (destruksi total jaringan otak sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan

    bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.12

    Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:

    a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)

    b. Gangguan perkembangan

    c. Mikrosefalus

    d. Hidrosefalus

    e. Gangguan penglihatan

    f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan

    g. Ataksia

    h. Kejang.12

    11

  • 2.9 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari

    anomali. Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan

    saraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel

    yang berisi jaringan otak biasanya diakhiri dengan kematian dari anak.9

    Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,

    kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,

    tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui

    kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 6

    Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak

    terjadi kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada

    meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda

    sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek (watertight

    dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak. 7

    Defek tulang yang cukup besar dapat diperbaiki dengan wire mesh, plastik

    atau tulang, tetapi jarang diperlukan. Hasil akhir operasi sukar dipastikan oleh

    karena bervariasinya kasus. Pada tindakan bedah terhadap 40 penderita didapati

    15 orang (38%) meninggal dan dari 25 orang yang hidup 14 orang (56%)

    intelegensianya normal meskipun sering dijumpai gangguan motorik dan pada 11

    orang (44%) dijumpai gangguan intelektual dan motorik. 10

    1. Penanganan Pra Bedah

    Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang

    direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa

    steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpaparmenjadi

    kering. 12

    Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat

    mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat

    tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas

    yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis

    12

  • kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan pemeriksaan X-Ray kepala

    AP/LAT dan diambil photografi dari lesi. 12

    2. Perawatan pasca bedah

    Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.

    Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin

    tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan

    wadah. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.

    Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat

    spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan

    hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.12

    13

  • BAB III

    KESIMPULAN

    1. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada

    susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan

    antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus.

    2. Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga

    meningoensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan

    spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium

    disebut kranium bifidum.

    3. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum

    diketahui, ada bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan,

    malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi

    perkembangan abnormal pada susunan saraf.

    4. Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang

    terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami

    displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel.

    5. Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai

    dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk

    seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.

    6. Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,

    kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila

    mungkin, tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi

    bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.

    14

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Nelson, B.; Arvin K.; Buku Ilmu Kesehatan Anak 15th edition; Penerbit

    Buku Kedokteran EGC; Jakarta; 2000.

    2. Meadow, R.; Simon N.; Lecture Notes: Pediatrika 7th edition; Erlangga;

    2003.

    3. Hull, D.; Derek I.J.; Dasar-Dasar Pediatri 3rd edition; Penerbit Buku

    Kedokteran EGC; Jakarta; 2008.

    4. Saanin, S.; Disrafisme Kranial; in Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu

    Bedah Saraf; Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND

    Padang; available at:

    http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html; 2008.

    5. Muscari, M.E.; Keperawatan Pediatrik 3rd edition; Penerbit Buku

    Kedokteran EGC; Jakarta; 2005.

    6. Taufan, V.R.; Ensefalokel (Encephalocele); available at: http://dokter

    rosfanty.blogspot.com/2009/07/ensefalokel.html; 2009.

    7. Dorland, W.A.N.; Kamus Kedokteran Dorland; Penerbit Buku

    Kedokteran EGC; Jakarta; 2002.

    8. Fenichel, G.M.; Clinical Pediatric Neurology 4th edition; Saunders

    Company; Philadelphia; 2001.

    9. Tsementzis, S.A.; Differential Diagnosis of Neurology and

    Neurosurgery; Thieme Stuttgart; New York; 2000.

    10. Sjamsuhidajat, R.; Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku

    Kedokteran EGC; Jakarta; 2005.

    11. Lubis, N.U.; Encephalocele; in CKD Cermin Dunia Kedokteran

    Magazine; Kalbe Farma; PT. Temprint; Jakarta; 2009.

    12. Mayasari, N.; Encephalocele; available at:

    http://upeeknouvelz.blogspot.com/ 2010/02/kelainan-pada-bayi-dengan.html;

    2010.

    15