(423407385) chapter ii

20
4 Universitas Sumatera BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Varises Tungkai 2.1.1. Pengertian Varises Tungkai Varises ( vena varikosa ) adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol dan berliku- liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva (Grace, 2006). 2.1.2. Anatomi Pembuluh Darah Vena Ekstremitas bawah 2.1.2.1. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva. Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan. V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior selebar tangan di belakang patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia kribriformis dan mengalir ke v.femoralis pada hiatus safenus. Bagian terminal v.safena magna biasanya mendapat percabangan superfisialis dari genitalia

Upload: idadasadullah

Post on 24-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

yyy

TRANSCRIPT

Page 1: (423407385) Chapter II

4

Universitas Sumatera

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Varises Tungkai

2.1.1. Pengertian Varises Tungkai

Varises ( vena varikosa ) adalah pelebaran dari vena superfisial

yang menonjol dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada

distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva (Grace, 2006).

2.1.2. Anatomi Pembuluh Darah Vena Ekstremitas bawah

2.1.2.1. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah

Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.

Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi

terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.

V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis.

Vena ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang

aspek anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke

posterior selebar tangan di belakang patela pada lutut dan kemudian

berjalan ke depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini

menembus fasia kribriformis dan mengalir ke v.femoralis pada

hiatus safenus. Bagian terminal v.safena magna biasanya mendapat

percabangan superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah

abdomen. Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu

membedakan v.safena dari femoralis karena satu-satunya vena yang

mengalir ke v.femoralis adalah v.safena. Cabang-cabang femoralis

anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari aspek medial

dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena magna di

bawah hiatus safenus (Faiz dan Moffat, 2004).

V. safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di

beberapa tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya

terjadi di atas

Page 2: (423407385) Chapter II

5

Universitas Sumatera

dan di bawah maleolus medialis, di area gaiter, di regio

pertengahan betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada

paha bawah. Katup-katup pada perforator mengarah ke dalam

sehingga darah mengalir dari sistem superfisialis ke sistem

profunda dari mana kemudian darah dipompa keatas dibantu oleh

kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda memiliki tekanan yang

lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila katup perforator

mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan ke sistem

superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini (Faiz dan Moffat,

2004 ).

V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena

ini melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian

belakang betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi

untuk mengalir ke v.poplitea (Faiz dan Moffat, 2004).

Gambar 2.1 Anatomi Pembuluh Darah Vena di Tungkai Bawah

(Dikutip dari www.emedicine.com)

2.1.2. 2. Vena Profunda Ekstremitas Bawah

Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri

tibialis anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan

v.femoralis. Vena

Page 3: (423407385) Chapter II

6

Universitas Sumatera

profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis

pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi

oleh otot saat olahraga (Faiz dan Moffat, 2004).

2.1.3 Frekuensi Varises Tungkai

Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross sectional.

Tahun 1973 Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat memperkirakan

sekitar 40 juta orang (26 juta diantaranya wanita) di Amerika Serikat mengalami

varises. Tahun 1994 sebuah Review oleh Callam menemukan setengah dari

populasi dewasa memiliki gejala penyakit vena (wanita 50-55% ; pria 40-50 %)

dan lebih sedikit dari setengahnya yang menunjukkan gejala varises (wanita

20-

25% ; pria 10-15%). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor risiko utama

terjadinya varises (Lew , 2009).

Varises lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada beberapa

tingkat umur. Pada penelitian kesehatan komunitas Tecumsech, varises

ditemukan

72 % pada wanita berumur 60-69 tahun dan hanya 1 % laki-laki pada umur 20-29

tahun. Angka prevalensi penyakit vena didapatkan lebih tinggi pada Negara

barat dan Negara industri dari pada negara kurang berkembang (Beale, 2005).

2.1.4. Etiologi

Menurut Yuwono 2006, Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi

3 kategori yaitu, kongenital, primer dan sekunder.

1. Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada

kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen

ternyata tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau

pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai malformasi vena,

dan kelainan lainnya yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.

2. Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik

dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlau

panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi

Page 4: (423407385) Chapter II

7

Universitas Sumatera

terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup

yang

Page 5: (423407385) Chapter II

8

Universitas Sumatera

panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak

sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang

mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik,

sehingga aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi

hanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan operasi

untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.

3. Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder)

disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat

adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan

kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi

sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis

vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic.

Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat

inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan

fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan daun katup

(pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan

adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan

lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak

memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang

primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan komplikasi

post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama.

2.1.5. Faktor Risiko

Menurut Yuwono (2010), faktor risiko dari penyakit vena kronis adalah

termasuk :

1. Sejarah varises dalam keluarga (keturunan, herediter),

2. Umur,

3. Jenis kelamin perempuan (pada usia dekade ke-3 dan 4 : dijumpai 5-6 kali

lebih sering dari laki-laki),

4. Kegemukan atau obesitas, terutama pada perempuan,

5. Kehamilan lebih dari dua kali,

Page 6: (423407385) Chapter II

9

Universitas Sumatera

6. Pengguna pil atau suntikan hormon dalam program keluarga berencana,

7. Terbiasa bekerja dalam posisi berdiri tegak selama lebih dari 6 jam sehari.

2.1.6. Patofisiologi

Menurut Beale (2005), pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah

dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah

dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh

vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang

kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superfisial terletak

suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena

perforata mengijinkan adanya aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.

Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik

keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan

suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena

profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi

pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia

yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya

sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan

menyebabkan distensi dan perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok.

Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena

adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan

katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises selama

kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya

kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.

Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh

terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup

vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena

superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan

oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh

karena thrombosis intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar

pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh

dilakukan ablasi

Page 7: (423407385) Chapter II

1

Universitas Sumatera

Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh

karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi

vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena

yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena

thrombosis. Bila vena superfisial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi

dalam pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang

kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling

betemu.

Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada

katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena

superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal.

Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk

mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan.

Tanpa adanya katup- katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena

adanya gradient tekanan dan gravitasi.

Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan

tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten.

Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan

keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang terletak

dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah

besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu

besar akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.

Telaah tentang penyakit vena umumnya dititikberatkan pada kelainan

vena di tungkai, karena tungkailah yang paling besar menyangga beban

hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena tungkai paling sering terjadi.

Gangguan lain yang mungkin merupakan sebab awal dari kelainan sistem vena

adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis seperti yang

dikemukakan oleh Virchow dengan triasnya : kelainan dinding, stasis

atau hambatan aliran, dan kecenderungan pembekuan darah (Jong, 2005).

Page 8: (423407385) Chapter II

1

Universitas Sumatera

2.1.7 Gambaran Klinis

Berdasarkan atas ukuran besar diameter pembuluh vena yang menderita

varises terdapatpembagian atau klasifikasi seperti dibawah ini, yaitu:

1) Varises vena safena magna dan atau vena safena parva (varises stem),

2) Varises percabangan dari vena safena (varises retikularis),

3) Varises venula (hyphen-webs atau spider-vein atau telangiektasia) yang

berukuran paling halus, yaitu berdiameter 1-2 mm, berbentuk seperti

jaring laba-laba, yang memucat dengan tekanan ringan (Yuwono, 2010).

Secara klinis varises tungkai dikelompokkan atas varises trunkal, varises

retikular, dan varises kapilar. Varises trunkal merupakan varises v.safena magna

dan v.safena parava. Varises retikular menyerang cabang v.safena magna atau

parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok hebat. Varises retikuler

menyerang cabang v.safena magna atau parva yang umunya kecil dan berkelok-

kelok hebat. Varises kapilar merupakan varises kapiler vena subkutan yang

tampak sebagai kelompok serabut halus dari pembuluh darah (J-+ong, 2005).

Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium

(Jong,2005)

Tabel 2.1. Stadium Varises pada Ibu Hamil

Stadium Gambaran Klinis

I Keluhan samar tidak jelas

II Pelebaran vena

III Varises tampak jelas

IV Kelainan kulit dan/atau tukak karena sindrom insufisiensi vena menahun

Penderita insufisisiensi vena kronis (varises tungkai) biasanya mengeluh

merasa nyeri, lelah (fatigue), rasa pegal, kaki terasa berat dan bengkak,

kejang otot betis terutama pada malam hari, kulit terasa gatal di daerah

pergelangan kaki, perasaan tungkai mudah lelah yang semakin terasa bila berdiri

agak lama dan berjalan-jalan (Cheatle dan Scott,1998; Bergan et al,2006).

Page 9: (423407385) Chapter II

1

Universitas Sumatera

2.1.8. Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah

usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara

melakukan elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan

berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring

dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut

aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-

kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara

subjektif penderita akan merasa keluhannya berkurang dengan cepat (Yuwono,

2010).

Tabel 2.2. Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking

Tingkat kompresi (mmHg) Indikasi

15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)

21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala, pascaskleroterapi

31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh

>45 mmHg Phlebolymphedema

Teknik pembalutan atau pemakain ukuran stoking harus tepat, tidak

longgar atau terlalu ketat, dan tidak perlu dipakai bila berbaring di tempat tidur.

Indikasi yang terpenting dari dari terapi kompresi adalah untuk mencegah

terjadinya pembengkakan atau edema pada tungkai kaki yang menderita varises.

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa tekanan stoking sebesar40-40 mmHg

(Tabel 2.1.8.1) mencegah terjadinya pembengkakan pada penderita varises pada

tungkai dibandingkan dengan tungkai yang menderita varises tetapi tidak

menggunakan stoking (Yuwono, 2010).

Sebuah laporan ilmiah dari Mayberry (1991), menyatakan bahwa

penelitian selama 15 tahun pada 113 penderita insufisiensi vena kronis tungkai

yang diterapi dengan stoking, terjadi perbaikan pada 90% kasus (102 kasus)

dengan rata-rata waktu yang diperlukan untuk sembuh adalah 5,3 bulan (Cheatle,

1998; Partsch, 1994).

Untuk menghindarkan diri dari berulangnya keluhan insufisiensi vena

harus dilakukan pencegahan dengan menggunakan stoking atau pembalut

elastis

Page 10: (423407385) Chapter II

1

Universitas Sumatera

dengan atau tanpa obat-obatan flebotropik,menu makanan sehari-hari yang lebih

banyak mengandung sayuran dan buah-buahan segar (mengurangi jenis makanan

dari hewani karena selain tidak berserat juga akan meningkatkan

peninggian konsentrasi lemak dalam darah dan meningkatkan hipertensi vena).

Sayuran dan buah-buahan adalah makanan yang tinggi serat dan mengandung

zat-zat aktif (flavonoid) yang terbukti bersifat flebotropik (memperbaiki tonus

dinding vena atau venotonik) sangat dianjurkan dikonsumsi untuk mencegah

terjadinya kelemahan tonus dinding vena (Yuwono, 2010).

Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Indikasi

medis,misalnya berupa keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri lama.

Perdarahan, perubahan kulit hipotropik, dan tromboflebitis merupakan indikasi

medis lain. Perdarahan biasanya terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh

penderita, terutama pada orang tua yang sudah lama varises. Terapi terdiri atas

pemasangan pembalut setelah kaki diangkat beberapa waktu untuk

mengosongkan vena dan meniadakan edema (Jong, 2005).

2.2. Jumlah Paritas

Yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai usia

viabilitas, dan bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar

apabila yang dilahirkan adalah janin tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih

kecil apabila janin lahir mati. Primipara adalah seorang wanita yang pernah

sekali melahirkan janin yang mencapai viabilitas. Multipara adalah seorang

wanita yang pernah dua kali atau lebih hamil sampai usia viabilitas (Cunningham

dkk, 2006).

2.3. Ibu Hamil

2.3.1. Perubahan Sirkulasi yang Terjadi Selama Kehamilan

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke

plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah

yang membesar pula, mamma dan alat lain-lain yang memang berfungsi

berlebihan dalam kehamilan. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah

secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia.

Volume darah akan

Page 11: (423407385) Chapter II

1

Universitas Sumatera

bertambah banyak, kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu,

diikuti dengan cardiac output yang meninggi sebanyak kira-kira 30%.

Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi keperluan

transpor zat asam yang dibutuhkan sesekali dalam kehamilan. Meskipun ada

peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan

plasma jauh lebih besar, sehingga konsentrasi hemoglobin jauh lebih besar,

sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah. Hal ini

tidak boleh dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah

hemoglobin dalam wanita hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada

sewaktu belum hamil. Jumlah eritrosit meningkat sampai 10.000 per ml. Dan

produksi pembuluh trombosit pun meningkat pula (Sarwono 2006).

Postur wanita hamil mempengaruhi tekanan darah arteri. Tekanan darah

di arteri brakialis bervariasi saat duduk atau berbaring dalam posisi telentang.

Biasanya, tekanan darah arteri menurun sampai ke titik terendah selama

trimester kedua atau trimester ketiga awal dan kemudian meninggi. Tekanan

diastolik mengalami penurunan lebih besar daripada sistolik.

Tekanan vena antecubiti tetap tidak berubah selama kehamilan, tetapi

pada posisi telentang tekanan vena femoralis meningkat terus-menerus dari 8 cm

H2O pada awal kehamilan menjadi 24 cm H2O pada aterm. Dengan menggunakan

pelacak berlabel radiokatif, Wright dkk.(1950) beserta peneliti lain telah

menemukan bahwa aliran darah di tungkai berkurang selama kehamilan, kecuali

dalam posisi berbaring miring. Kecenderungan terjadinya stagnasi darah di

ekstremitas bawah selama bagian terakhir kehamilan ini ditimbulkan oleh oklusi

vena-vena pelvis dan vena kava inferior akibat tekanan uterus yang membesar.

Meningkatnya tekanan vena akan kembali normal bila wanita hamil tersebut

berbaring miring dan segera setelah pelahiran (McLennan, 1993). Dari sudut

pandang klinis, menurunnya aliran darah dan meningkatnya tekanan darah vena

ekstremitas bawah tersebut sangatlah penting. Perubahan-perubahan ini ikut

berperan dalam terjadinya edema dependen yang sering dialami oleh para wanita

ketika mendekati aterm, juga terhadap timbulnya varises vena di tungkai bawah

dan vulva, serta hemoroid (Cunningham dkk, 2006).