07_191congenital talipes equinovarus

Upload: nur-lestary

Post on 16-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FFFFF

TRANSCRIPT

  • CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012178

    TINJAUAN PUSTAKA

    PENDAHULUANCongenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai club foot adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas infe-rior yang sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminolo-gi sindromik bila kasus ini ditemukan bersa-maan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dap-at timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifi da maupun atrofi muskular spinal. Bentuk yang paling sering ditemui ada-lah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremi-tas superior dalam keadaan normal.

    Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan perawatannya dijelaskan oleh Hipokrates pada 400 SM dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian dipasangi perban. Sampai saat ini, perawatan modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips adalah metode perawatan modern non-operatif. Cara imobilisasi yang saat ini mungkin paling efektif adalah metode Ponseti; metode ini dapat mengurangi perlu-nya operasi. Walaupun demikian, masih ban-yak kasus yang membutuhkan terapi operatif.

    DEFINISI1-3

    Congenital talipes equinovarus adalah fi ksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid ter-rotasi ke arah medial terhadap talus, dan ter-tahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tu-lang metatarsal pertama lebih fl eksi terhadap daerah plantar.

    EPIDEMIOLOGI1,2,4,5

    Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahi-ran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan

    perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.

    KLASIFIKASI2,4,6

    Terdapat banyak klasifi kasi CTEV, belum ada yang digunakan secara universal. Pembagian yang sering digunakan adalah postural atau posisional, serta fi xed/rigid. Club foot pos-tural atau posisional bukan merupakan club foot sebenarnya. Sedangkan club foot jenis fi xed atau rigid dapat digolongkan menjadi jenis fl eksibel (dapat dikoreksi tanpa operasi) atau resisten (membutuhkan terapi operatif, walaupun hal ini tidak sepenuhnya benar - Ponseti).

    Beberapa jenis klasifi kasi lain yang dapat ditemukan, antara lain, adalah klasifi kasi menurut Pirani, Goldner, DiMiglio, Hospital for Joint Diseases (HJD), dan Walker.

    ETIOLOGI1,2,4,5

    Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV antara lain:a. Faktor mekanik intrauteri Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan

    bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.

    b. Defek neuromuskular Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV

    selalu karena adanya defek neuromusku-lar, tetapi banyak penelitian tidak me-nemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografi k.

    c. Defek sel plasma primer Setelah melakukan pembedahan pada

    11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti ro-tasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga karena defek sel plasma primer.

    d. Perkembangan fetus terhambat

    e. Herediter Adanya faktor poligenik mempermudah

    fetus terpapar faktor-faktor eksternal, se-peri infeksi Rubella dan pajanan talido-mid (Wynne dan Davis).

    f. Vaskular Atlas dkk. (1980) menemukan abnormali-

    tas vaskulatur berupa hambatan vaskular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan mus-cle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.

    PATOFISIOLOGI1

    Beberapa teori mengenai patogenesis CTEV antara lain:a. Terhambatnya perkembangan fetus pada

    fase fi bular

    b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus

    c. Faktor neurogenik. Telah ditemukan adanya abnormalitas

    histokimiawi pada kelompok otot pero-neus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan akibat perubahan inervasi intrauterin kar-ena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung oleh insiden CTEV pada 35% bayi spina bifi da.

    d. Retraksi fi brosis sekunder karena pening-katan jaringan fi brosa di otot dan liga-men.

    Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang di semua ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilles). Sebaliknya, tendon Achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk. menggunakan mik-roskop elektron, menemukan mioblast pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai penyebab kontraktur medial.

    Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)Bayu Chandra Cahyono

    Fakultas Kedokteran Universitas Jember, RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa Timur, Indonesia

    CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 178CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 178 4/3/2012 11:47:38 AM4/3/2012 11:47:38 AM

  • 179CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012

    TINJAUAN PUSTAKA

    e. Anomali insersi tendon (Inclan) Teori ini tidak didukung oleh penelitian

    lain; karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan insersi tendon.

    f. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan

    antara perubahan iklim dengan insiden CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupa-kan sequela dari prenatal polio-like condi-tion. Teori ini didukung oleh adanya pe-rubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.

    DIAGNOSIS & GAMBARAN KLINIS2,4,7

    Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neu-romuskuler dalam keluarga. Deformitas seru-pa dapat ditemui pada mielomeningokel dan artrogriposis. Lakukan pemeriksaan lengkap untuk mengidentifi kasi kelainan lain. Periksa kaki bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga bagian plantar dapat terlihat. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk mengevalu-asi adanya rotasi internal dan varus. Pergelan-gan kaki berada dalam posisi ekuinus dan kaki berada dalam posisi supinasi (varus) serta ad-duksi. Tulang navikular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur jarin-gan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi ekuinus, tetapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lat-eral pada bagian posteriornya.

    Tumit tampak kecil dan kosong; pada pera-baan tumit akan terasa lembut (seperti pipi). Sejalan dengan terapi, tumit akan terisi kem-bali dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu). Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba di sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh tulang navikular dan badan talus. Ma-leolus medialis menjadi sulit diraba dan pada umumnya menempel pada tulang navikular. Jarak yang normal terdapat antara tulang na-vikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal.

    GAMBARAN RADIOLOGIS5,8

    Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kes-ejajaran tulang talus dan kalkaneus. Posisi kaki

    selama pengambilan foto radiologis sangat penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fl eksi terhadap plantar sebesar 30 dan posisi tabung 30 dari keadaan ver-tikal. Posisi lateral diambil dengan kaki fl eksi terhadap plantar sebesar 30. Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofl eksi dan plantar fl eksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan kalkaneus dan mengukur sudut talokal-kaneal dari posisi AP dan lateral.

    Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-40. Bila sudut kurang dari 20, dikatakan abnormal. Garis anteroposte-rior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV. Seiring dengan terapi, baik dengan casting maupun operasi, tulang kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga mengalami derotasi. Dengan demikian akan terbentuk sudut talokalkaneus yang adekuat.

    Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai nor-malnya antara 35-50, sedang pada CTEV nilainya berkisar antara 35 dan negatif 10.

    Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular dan metatar-sal pertama. Sudut dari dua sisi (AP and lat-eral) ditambahkan untuk menghitung indeks talokalkaneus; pada kaki yang sudah terkore-ksi akan memiliki nilai lebih dari 40.

    Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal dor-sofl eksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis CTEV yang tidak dikoreksi.

    TERAPI1-3,8,9

    Terapi Medis Tujuan terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas dan mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya pertumbu-han tulang.

    Secara tradisional, CTEV dikategorikan men-jadi dua macam, yaitu: CTEV yang dapat dikoreksi dengan ma-

    nipulasi, casting, dan pemasangan gips. CTEV resisten yang memberikan respons

    minimal terhadap penatalaksanaan den-gan pemasangan gips dan dapat relaps cepat walaupun awalnya berhasil den-gan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif.

    The Pirani Scoring System Dapat digunakan untuk identifi kasi tingkat keparahan dan memantau perkembangan kasus CTEV selama koreksi dilakukan.

    Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC), kekosongan tumit/empti-ness of the heel (EH), dan derajat dorsofl eksi /degree of dorsifl exion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkung-an batas lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC) dan terpajannya kepala lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus (LHT).

    A. Curvature of the lateral border of the foot (CLB)

    Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki yang tampak melengkung menandakan ter-dapat kontraktur medial.

    Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki tampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala metatarsal ke lima. Skor adalah 0 (Gambar 1).

    Pada kaki abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut. Batas lateral yang tampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal) (Gambar 2).

    Kelengkungan batas lateral kaki yang nam-pak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid) (Gambar 3).

    B. Medial crease of the foot (MC)Pada keadaan normal, kulit daerah telapak kaki akan memperlihatkan garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat me-nandakan adanya kontraktur di daerah medi-al. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat memeriksa.

    CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 179CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 179 4/3/2012 11:47:39 AM4/3/2012 11:47:39 AM

  • CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012180

    TINJAUAN PUSTAKA

    Lihatlah pada lengkung batas medial kaki. Nor-malnya, akan terlihat garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak mengubah kontur leng-kung medial tersebut. Nilai MC adalah 0 (Gam-bar 4).

    Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung medial, nilai MC adalah 0,5 (Gambar 5).

    Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas medial kaki, nilai MC adalah sebesar 1 (Gambar 6).

    C. Posterior crease of the ankle (PC)Pada keadaan normal, kulit bagian tumit pos-terior akan memperlihatkan lipatan kulit mul-tipel halus. Terdapatnya lipatan kulit yang lebih dalam menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa.

    Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normal-nya akan terlihat adanya garis-garis halus yang tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-lipatan ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam posisi dorsofl eksi. Pada kondisi ini, nilai PC ada-lah 0 (Gambar 7).

    Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila li-patan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur

    dari tumit, nilai PC adalah 0,5 (Gambar 8).

    Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipa-tan kulit yang dalam di daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, nilai PC ada-lah 1 (Gambar 9).

    D. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)

    Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, pemer-iksa dapat meraba kepala talus di bagian lat-eral. Dengan terkoreksinya deformitas, tulang navikular akan turun menutupi kepala talus, membuatnya menjadi lebih sulit teraba, dan akhirnya sama sekali tidak dapat teraba. Tanda turunnya tulang navikular menutupi kepala talus adalah ukuran besarnya kontraktur di daerah medial (Gambar 10).

    Penatalaksanaan Non-operatifBerupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Adduksi kaki depan (forefoot)2. Supinasi kaki depan3. Ekuinus

    Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekui-nus di awal masa koreksi dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pe-maksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan

    menggunakan strapping yang diganti tiap beberapa hari, atau menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilan-jutkan hingga dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi selanjutnya.

    Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa bulan. Tinda-kan operatif harus dilakukan sesegera mung-kin saat tampak kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas segera set-elah koreksi dihentikan.

    Setelah pengawasan selama 6 minggu bi-asanya dapat diketahui apakah jenis defor-mitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonfi rmasi menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan ori-entasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.

    Metode Ponseti Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa.

    Langkah-langkah yang diambil:1. Deformitas utama pada kasus CTEV ada-

    lah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fl eksi plantar pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fl eksi pada

    Gambar 1Skor 0 Gambar 2 Skor 0,5 Gambar 3 Skor 1 Gambar 4 Nilai MC 0

    CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 180CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 180 4/3/2012 11:47:40 AM4/3/2012 11:47:40 AM

  • 181CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012

    TINJAUAN PUSTAKA

    sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofl eksi. Untuk mendapatkan kore-ksi kaki yang optimal, tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal persendian subtalus, dapat dilakukan dengan cara meletak-kan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki, kemu-dian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus, sementara melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan arah supinasi.

    2. Cavus kaki akan meningkat bila kaki de-pan berada dalam posisi pronasi. Apabila ada pes cavus, langkah pertama koreksi kaki adalah mengangkat metatarsal per-tama dengan lembut untuk mengoreksi cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan dapat diposisikan abduksi seperti pada langkah pertama.

    3. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, tu-lang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus, cavus akan

    meningkat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama, kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal, tetapi tidak per-nah pronasi.

    4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dima-nipulasi, selanjutnya dipasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips dipasang den-gan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya ada-lah menyemprotkan tingtur benzoin

    Gambar 5 Nilai MC 0,5

    Gambar 9 Nilai PC 1

    Gambar 6 Nilai MC 1

    Gambar 10 Perabaan kepala talus

    Gambar 7 Nilai PC 0 Gambar 8 Nilai PC 0,5

    CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 181CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 181 4/3/2012 11:47:40 AM4/3/2012 11:47:40 AM

  • CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012182

    TINJAUAN PUSTAKA

    ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih memasang bantalan tambahan sepan-jang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat melepas gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90 selama pe-masangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Gips dibelah dua, dilepas menggunakan gergaji berosilasi (berputar), kemudian disatukan kembali. Hal ini untuk mengetahui perkembangan abduksi kaki depan, selanjutnya dapat di-gunakan untuk mengetahui dorsofl eksi serta koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.

    5. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dap-at mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan berakhir dengan terben-tuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki abnormal (cavus) harus diterapi terpisah seperti pada lang-kah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa menyebab-kan patahnya kaki tengah.

    Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasan-gan gips untuk mendapatkan abduksi kaki maksimum. Gips diganti tiap minggu. Koreksi (usaha membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60

    Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutuhkan tenotomi perkutaneus tendon Achilles secara aseptis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi lignokain topikal dan infi ltrasi lidokain lokal minimal. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Bea-ver (ujung bulat). Luka pasca-operasi ditu-tup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat diabsorpsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki berada pada posisi dorsofl eksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.

    6. Langkah selanjutnya setelah pemasan-gan gips adalah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis

    Brown. Kaki yang bermasalah diposisi-kan abduksi (rotasi ekstrem) hingga 70, kaki sehat diabduksi 45. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk mence-gah kaki terselip dari sepatu. Sepatu di-gunakan 23 jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun.

    7. Pada 10-30% kasus, tendon tibialis ante-rior dapat berpindah ke bagian lateral ku-neiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2,5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.

    TERAPI OPERATIF1,8

    a. InsisiBeberapa pilihan insisi, antara lain : Cincinnati: berupa insisi transversal, mu-

    lai dari sisi anteromedial (persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian be-lakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.

    Insisi Turco curvilineal medial/posterome-dial: insisi ini dapat menyebabkan luka terbuka, khususnya di sudut vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa jalan, antara lain: Tiga insisi terpisah insisi posterior

    arah vertikal, medial, dan lateral Dua insisi terpisah curvilinear me-

    dial dan posterolateral.

    Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk tera-pi operatif di semua kuadran, antara lain: Plantar: fasia plantaris, abduktor halucis,

    fl eksor digitorum brevis, ligamen planta-ris panjang dan pendek

    Medial: struktur-struktur medial, se-lubung tendon, pelepasan talonavikular dan subtalar, tibialis posterior, FHL (fl ek-sor halucis longus), dan pemanjangan FDL (fl eksor digitorum longus)

    Posterior: kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan lig-amen talofi bular posterior dan tibiofi bu-

    lar, serta ligamen kalkaneofi bular Lateral: struktur-struktur lateral, selubung

    peroneal, pesendian kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar

    Pendekatan mana pun harus bisa menghasil-kan pajanan yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan ada-lah: Tendon Achilles Pelapis tendon dari otot-otot yang mele-

    wati sendi subtalar Kapsul pergelangan kaki posterior dan

    ligamen Deltoid Ligamen tibiofi bular inferior Ligamen fi bulokalkaneal Kapsul dari sendi talonavikular dan sub-

    talar Fasia plantar pedis dan otot-otot intrin-

    sik.

    Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20 dari proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian diper-tahankan dengan pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi tidak boleh ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granu-lasi atau nantinya dapat dilakukan cangkok (graft) kulit.

    Penatalaksanaan dengan operasi harus mem-pertimbangkan usia pasien :1. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi

    dapat dilakukan hanya melalui prosedur jaringan lunak.

    2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, membu-tuhkan pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang ka-lkaneus untuk mengoreksi varus).

    3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau arthrodesis.

    Harus diperhatikan keadaan luka pasca-operasi. Jika penutupan kulit sulit dilakukan, lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi granulasi, untuk kemudian memung-kinkan terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangko-

    CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 182CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 182 4/3/2012 11:47:41 AM4/3/2012 11:47:41 AM

  • 183CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012

    TINJAUAN PUSTAKA

    kan kulit untuk menutupi defek luka operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.

    Follow-up PasienPin untuk fi ksator biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Satelah itu, tetap diperlukan perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown selama 6-12 bulan.

    KOMPLIKASI1,8,10

    Infeksi (jarang) Kekakuan dan keterbatasan gerak: keka-

    kuan yang muncul awal berhubungan dengan hasil yang kurang baik.

    Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% ke-jadian nekrosis avaskular talus muncul pada teknik kombinasi pelepasan medial dan lateral.

    Overkoreksi yang mungkin karena: Pelepasan ligamen interoseum dari

    persendian subtalus

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Patel M. Clubfoot [Internet]. 2007 [cited 2008 Jul 29]. Available from: www.emedicine.com

    2. Nordin S. Controversies in congenital clubfoot: literature review [Internet]. 2002 [cited 2008 jul 29]. Available from: www.mjm.com

    3. Soule RE. Treatment of congenital talipes equinovarus in infancy and early childhood [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from: www.jbjs.com

    4. Meidzybrodzka Z. Congenital talipes equinovarus (clubfoot): disorder of the foot but not the hand [Internet]. 2002 [cited 2008 Jul 29]. Available from: www.anatomisociety.com

    5. Anonym. Clubfoot deformity [Internet]. 2005 [cited 2008 Jul 5]. Available from: www.dubaibone.com

    6. Kler J. Treatment methods of congenital talipes equinovarus-three case reports [Internet]. 2005 [cited 2005 Jul 7]. Available from: www.jpn-online.com

    7. Harris E. Key insight to treating talipes equinovarus [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 29]. Available from: www.podiatry.com

    8. Hussain S, Gomal J. Turcos posteromedial release for congenital talipes equinovarus 2007 [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from: www.gjm.com

    9. Pirani S. A reliable and valid method of assessing the amount of deformity in the congenital clubfoot deformity [Internet]. 1991 [cited 2008 Jul 2]. Available from: www.ubc.com

    10. Anonym. Birth defect risk factor series: talipes equinovarus (clubfoot) [Internet]. 2006 [cited 2008 Jul 2]. Available from: www.statehealth.com

    Perpindahan tulang navikular yang ber-lebihan ke arah lateral

    Adanya perpanjangan tendon.

    DIAGNOSIS BANDING1,2,7,8

    Postural clubfoot terjadi karena posisi fetus dalam uterus. Jenis abnormalitas kaki ini dapat dikoreksi secara manual. Postural clubfoot memberi respons baik pada pemasangan gips serial dan jarang relaps.

    Metatarsus adductus (atau varus) suatu deformitas tulang metatarsal saja. Forefoot mengarah ke garis tengah tubuh, atau berada pada aposisi adduksi. Abnor-malitas ini dapat dikoreksi dengan manip-ulasi dan pemasangan gips serial.

    PROGNOSIS1,5,9

    Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan operatif. Teknik

    Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achil-les) dilaporkan memiliki tingkat kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.

    Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama yang mem-pengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki, yang dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen pasien CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lan-jut (hampir dua pertiganya adalah prosedur pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, de-ngan rentang 10-50%. Hasil terbaik didapat-kan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).

    CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 183CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 183 4/3/2012 11:47:42 AM4/3/2012 11:47:42 AM