digilib.uns.ac.id · bab i pendahuluan a. latar belakang masalah tumbuhnya era digital turut serta...

165
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan manusia dan menimbulkan perubahan yang signifikan dalam sistem sosial di masyarakat. Kebutuhan untuk mengabadikan sebuah moment dalam sebuah media digital bernama kamera nampaknya sudah menjadi kelaziman sekaligus kebutuhan bagi seseorang. Kesempurnaan untuk mengabadikan berbagai moment berharga menjadi dambaan setiap pengguna kamera. Celah kebutuhan inilah yang kemudian dimanfaatkan produsen untuk mentransformasi ide kamera digital sebagai sarana yang mempermudah pekerjaan khususnya para fotografer profesional. Fotografer profesional memiliki makna pekerja di bidang foto, yang berarti orang atau individu yang mengantungkan hidup atau dengan kata lain pekerjaannya berada dalam lingkup fotografi. Inovasi khususnya di bidang teknologi juga terjadi pada perangkat rekam atau kamera. Di era fotografi film, cermin itu wajib hadir sebab hanya itulah “komunikasi” antara dunia nyata dan mata fotografer. Di dunia fotografi digital, cermin itu tidak diperlukan lagi karena sensor kamera (pengganti film) bisa langsung mengirimkan imaji kepada fotografer baik ke layar LCD maupun ke viewfinder elektronik. Produk kamera DSLR (Digital Single Lens Reflector) sebagai salah satu inovasi yang dirasa mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Bahkan menurut Investor Daily Indonesia (2012), pengguna kamera DSLR di Indonesia tumbuh pesat, pada bulan Oktober tahun 2012 penjualan DSLR merk Canon dengan berbagai seri EOS mencapai 60 juta unit, kemudian melesat pada tahun 2014 dengan angka penjualan 70 juta unit. Sejarah kamera yang pada awal tahun 1990 booming dengan sistem analognya, berkembang menjadi sistem digital pada awal tahun 2000. Era analog semakin tergeser dengan industrialisasi produk kamera dari produsen ternama seperti Canon 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Upload: hakiet

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi

yang turut berperan mempermudah kehidupan manusia dan menimbulkan perubahan

yang signifikan dalam sistem sosial di masyarakat.

Kebutuhan untuk mengabadikan sebuah moment dalam sebuah media digital

bernama kamera nampaknya sudah menjadi kelaziman sekaligus kebutuhan bagi

seseorang. Kesempurnaan untuk mengabadikan berbagai moment berharga menjadi

dambaan setiap pengguna kamera.

Celah kebutuhan inilah yang kemudian dimanfaatkan produsen untuk

mentransformasi ide kamera digital sebagai sarana yang mempermudah pekerjaan

khususnya para fotografer profesional. Fotografer profesional memiliki makna

pekerja di bidang foto, yang berarti orang atau individu yang mengantungkan hidup

atau dengan kata lain pekerjaannya berada dalam lingkup fotografi.

Inovasi khususnya di bidang teknologi juga terjadi pada perangkat rekam atau

kamera. Di era fotografi film, cermin itu wajib hadir sebab hanya itulah

“komunikasi” antara dunia nyata dan mata fotografer. Di dunia fotografi digital,

cermin itu tidak diperlukan lagi karena sensor kamera (pengganti film) bisa langsung

mengirimkan imaji kepada fotografer baik ke layar LCD maupun ke viewfinder

elektronik.

Produk kamera DSLR (Digital Single Lens Reflector) sebagai salah satu inovasi

yang dirasa mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Bahkan menurut Investor Daily

Indonesia (2012), pengguna kamera DSLR di Indonesia tumbuh pesat, pada bulan

Oktober tahun 2012 penjualan DSLR merk Canon dengan berbagai seri EOS

mencapai 60 juta unit, kemudian melesat pada tahun 2014 dengan angka penjualan

70 juta unit.

Sejarah kamera yang pada awal tahun 1990 booming dengan sistem analognya,

berkembang menjadi sistem digital pada awal tahun 2000. Era analog semakin

tergeser dengan industrialisasi produk kamera dari produsen ternama seperti Canon

1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

2

maupun Nikon dari Jepang. Memasuki satu dekade terakhir atau era tahun 2010

hingga saat ini puluhan seri kamera digital telah diluncurkan.

Kamera digital DSLR sampai saat ini dianggap mampu memenuhi kebutuhan

fotografer profesional dalam menjalankan tugas fotografinya. Kamera ini adalah

perkembangan jenis kamera paling mutakhir dan masih digunakan sebagai alat

rekam yang mumpuni dalam perkembangan kebutuhan dunia digital saat ini.

Keutamaan dari kamera ini adalah adanya memori penyimpanan dalam bentuk

digital yang terbuat dari unsur kimia. Data digital mudah dipindahkan dan bisa

memuat banyak foto.

Dari artikel yang berjudul Sejarah Perkembangan Kamera Digital (diakses dari

http://www.fotografi.tp.ac.id/article/sejarah-perkembangan-kamera-digital.html)

perkembangan kamera digital tidak terlepas dari pengembangan video tape recorder

(VTR), yakni sebuah teknologi merekam gambar pada televisi. Pada tahun 1951,

untuk kali pertama, Bing Crosby Laboratorium membuat versi awal dari VTR. Alat

tersebut berfungsi untuk mengambil gambar dari kamera televisi, kemudian

mengkonversi gambar tersebut menjadi suatu impuls listrik (digital) dan

menyimpannya ke dalam tape magnetis. Kemudian pada tahun 1956, Charles P.

Ginsburg dan Ampex Corporation menyempurnakan VTR dengan meluncurkan versi

VR1000 dan umum dipakai oleh industri televisi. Maka dari sanalah, antara kamera

video dengan kamera digital memiliki kesamaan dalam penggunaan CCD (Charged

Couple Device) untuk mengatur warna dan intensitas cahaya. Sejak saat itulah, era

kamera digital telah dimulai dan berkembang secara pesat.

Pada tahun 1981, dimana Sony memperkenalkan kamera elektronik komersil

pertama mereka yang disebut Mavica. Adapun cara kerja dari kamera digital pertama

ini yakni gambar yang direkam ke mini disc kemudian dimasukkan ke dalam video

reader yang terhubung ke monitor atau televisi warna. Walaupun Mavica belum

dapat dikatakan kamera digital, itu sebenarnya merupakan modifikasi kamera video

yang mengambil foto secara spontan. Sementara itu, sejak pertengahan tahun 1970-

an, Kodak Company memiliki beberapa penemuan tentang solid-state atau kejernihan

untuk sensor gambar, yaitu mengubah cahaya ke gambar digital untuk penggunaan

pada tingkat profesional dan konsumen rumah tangga. Dilanjutkan tahun 1986,

Kodak untuk pertama kalinya di dunia mengenalkan sensor megapixel. Sensor ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

3

mampu merekam 1,4 juta pixel yang dapat menghasilkan 5x7 inci foto digital cetak

berkualitas baik pada saat itu. Setahun kemudian (1987), Kodak pun merilis tujuh

produk lainnya untuk merekam, menyimpan, memanipulasi, transmisi elektronik,

serta untuk mencetak gambar atau objek.

Pada tahun 1990, Kodak mengembangkan sistem foto CD dan mengusulkan

pertama kalinya di seluruh dunia untuk menetapkan standar warna digital dalam

lingkungan komputer dan peripheral komputer. Pada tahun 1991, Kodak merilis

pertama kalinya untuk para profesional, suatu sistem dalam pemotretan yaitu Digital

Camera System (DCS) yang bertujuan untuk foto jurnalistik. Kamera tersebut adalah

Nikon F-3 yang dilengkapi dengan sensor 1.3 Megapixels.

Sedangkan kamera digital yang pertama untuk tingkat konsumen pasar yang

bekerja dengan komputer rumah melalui USB (Unit serial Bus) adalah kamera

QuickTake 100 Aplle yang diluncurkan pada 17 Februari 1994, kemudian kamera

Kodak DC40 pada tanggal 28 Maret 1995, dilanjutkan dengan Casio QV-11 dengan

monitor LCD pada akhir 1995, dan Sony Cyber-Shot Digital Still Camera di tahun

1996.

Dipihak lain, Hewlett-Packard (HP) adalah perusahaan pertama dalam hal

membuat warna di produk mereka yaitu Inkjet Printer, sehingga melengkapi sistem

pewarnaan untuk gambar yang dicetak dari kamera digital. Maka dimulailah

perubahan kamera digital dengan bentuk yang baru. Kamera digital seperti kamera

konvesional, tersedia model Point-And-Shoot dan lensa refleks tunggal digital atau

Digital Single Lens Reflector (DSLR). Point-and-Shoot Camera adalah kamera kecil,

murah, dan mudah digunakan, karena kamera tersebut hanya berisi lensa dan built-in

flash. Untuk mendapatkan bingkai gambar, kamera tersebut memiliki Liquid Crystal

Display (LCD) berbasis viewfinder.

Adapun keuntungan dan kerugian dari model Point-And-Shoot adalah, kamera

tersebut dirancang agar memudahkan dalam penggunaan. Walaupun model ini masih

memiliki keterbatasan, yaitu penggunaan kontrol atas kamera. Beberapa kamera ada

yang mengatur fokus dan eksposure secara otomatis. Sementara jenis DSLR adalah

kamera dengan model kebalikan dari Point-and-shoot camera. Kamera DSLR

memiliki optical viewfinders, removable lens, external flash, dan kemampuan untuk

fokus serta kemampuan untuk menyesuaikan eksposur secara manual bila

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

4

diperlukan. Hal ini merupakan pengganti langsung dari kamera yang menggunakan

negatif film berbasis model lensa refleks tunggal atau Single Lens Reflex (SLR) yang

digunakan kebanyakan orang waktu dulu.

Ada sebuah contoh menarik bagaimana pentingnya inovasi teknologi dalam

perkembangan dunia jurnalistik khususnya media cetak. Fred S. Parrish (2002 : 4-10)

menyebutkan harian Arizona Daily Star adalah sebuah koran yang memiliki sirkulasi

lebih dari 100.000 eksemplar tiap harinya. Dimiliki oleh Pulitzer Publishing Co.

Berdiri pada tahun 1877, harian ini berlokasi di Tucson, wilayah yang rata-rata

adalah gurun yang berdekatan dengan perbatasan negara Meksiko.

Harian Arizona Daily Star merupakan koran yang terbit tujuh hari dalam

seminggu yang mengambil isu seputar perkembangan pemerintahan, dan isu imigran.

Koran ini memiliki idealisme yang tinggi dalam hal penggunaan media foto sebagai

nilai tambah yang besar dalam media mereka. Mereka percaya melalui penyajian

foto yang apik pembaca akan terpuaskan dengan sajian berita mereka.

Menyadari akan pentingnya konten foto sebagai pendukung pemberitaan, maka

fotografer harian ini dituntut menyajikan foto jurnalis yang baik dan memenuhi

kaidah jurnalistik. Foto yang disajikan diwajibkan memberi pemahaman lebih pada

pembaca tentang isu yang tengah dihadapi.

Setidaknya ada delapan fotografer tetap, ditambah fotografer freelance yang

bekerja pada media ini. Dalam sehari mereka diwajibkan mengerjakan dua sampai

tiga isu untuk disajikan dalam berbagai karya fotografi.

Melalui media kamera analog fotografer harus bekerja lintas tempat dan waktu

dalam sehari, ditambah mereka harus menyisakan cukup waktu untuk mengolah film

negatif menjadi jajaran film positif, bergelut dengan proses seleksi foto di ruang

gelap, bermain dengan zat kimia dan dilanjutkan proses memotong dan menyeleksi

ratusan deret negatif film menjadi beberapa buah foto yang layak untuk masuk

proses pre-cetak.

Panjangnya proses produksi dan sempitnya waktu deadline membuat media ini

beralih menggunakan kamera digital pada dekade tahun 1990-an, seri Nikon

NC2000e dipilih untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi waktu dan tenaga.

Perubahan dari analog menjadi digital membuat perusahaan merubah pula sistem

transmisi data dari bentuk hard file (negatif film) menjadi bentuk soft file (file foto).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

5

Sistem internet pun digunakan sebagai alat penghubung (transmisi) dan alat

penyebaran foto dari fotografer menuju editor foto mereka. Hal ini semakin

memberikan kemudahan ketika fotografer harus pergi ke luar kota untuk penugasan,

Machintos Powerbook akan menjamin foto mereka terkirim cepat menuju meja

redaksi. Selain itu kamera digital mampu memenuhi kebutuhan media ini dalam

menangkap momen foto yang cepat dan membutuhkan kualitas baik.

Pada akhirnya saat ini kita perlu menandai kemajuan industri media Arizona

Daily Star ketika mereka memunculkan fasilitas Daily Star’s Online dimana langkah

ini merupakan terobosan bagi industri media dan kemajuan dunia fotografi digital

yang berjalan beriringan dengan kemajuan teknologi. Daily Star’s Online

memberikan jasa berbayar bagi mereka yang ingin mengunduh atau membaca koran

secara online. Bagi fotografer hal ini membuat mereka lebih cepat menyajikan karya

mereka bagi pembaca sehingga aktualitas berita lebih terjamin. Lebih banyak foto

yang bisa mereka bagi melalui media online daripada memikirkan halaman koran

yang terbatas.

Digitalisasi atau proses perubahan dari sistem analog menjadi sistem digital

sering juga disebut sebagai komputerisasi, turut berperan mendorong masyarakat

mengikuti arus perubahan dan turut dalam penggunaan mekanisme digital. Sebagai

sebuah perubahan yang bersifat masif, tentunya masyarakat dihadapkan pada pilihan

untuk belajar atau tetinggal dalam perkembangan teknologi ini.

Peneliti melihat perubahan teknologi dari sistem analog menjadi digital turut

“memaksa” seorang mempelajari inovasi baru yang ditawarkan kepada mereka.

Sebagai contoh perlu adanya penyesuaian baru dengan mengenal perangkat dan

tombol operasional sebuah kamera digital yang berbeda dari kamera analog.

Kemudian muncul lagi perbedaan dari segi olah gambar sampai transmisi gambar,

semuanya merupakan hal baru yang berbeda dari sistem analog sebelumnya.

Dalam dunia fotografi digital, istilah digitalisasi terdiri atas dua proses penting,

yakni proses pengambilan gambar dan proses pengolahan gambar setelah gambar

diambil. Proses digital mampu memotong proses ruang gelap dimana fotografer

harus bergulat dengan bahan kimia demi menghasilkan sebuah gambar pilihan.

Proses digital memudahkan fotografer dalam memenuhi tuntutan deadline

perusahaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

6

Rogers (1983 : 135) memberikan definisi sebagai berikut :

“technology is a design for instrumental action that reduces the uncertainty in the cause-effect relationships involved in achieving a desired outcome. A technology usually has hardware and software components. Our definition implies some need or problem.” Rogers (1983 : 135) mendefinisikan sebuah teknologi biasanya berupa perangkat

keras dan lunak.

“The tool has (1) a material aspect (the equipment, products, etc.), and (2) a

software aspect, consisting of knowledge, skills, procedures, and/or principles

that are an information base for the tool.”

Rogers (1983 : 135), digitalisasi adalah sebuah produk inovasi, sedangkan

inovasi merupakan ide, gagasan, atau konsep yang diterima sebagai sesuatu yang

baru oleh masyarakat atau unit penerima yang lain.

“The innovation-development process consists of all of the decisions, activities, and their impacts that occur from recognition of a need or problem, through research, development, and commercialization of an innovation, through diffusion and adoption of the innovation by users, to its consequences.” Berbagai perubahan yang terjadi akibat pergeseran sistem dari analog menjadi

digital merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Berbagai faktor yang

mempengaruhi seorang fotografer profesional, dalam proses difusi inovasi teknologi

kamera analog menjadi digital, inilah yang menurut peneliti dianggap sebagai proses

perubahan masif dalam dunia fotografi. Perubahan dari proses pengambilan gambar

hingga proses pengolahan gambar semua mengalami perkembangan yang luar biasa.

Dalam ranah ilmu komunikasi, peneliti melihat fenomena difusi inovasi kamera

jenis DSLR ini sebagai sebuah hal yang menarik. Bagaimana sesuatu yang dianggap

baru (inovasi) dapat diterima oleh khalayak menjadi alat untuk problem solving

dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti ingin melihat bagaimana peran individu dalam

proses penerimaan dan penyebaran (difusi) sebuah informasi tentang ide baru

(inovasi).

Teori difusi inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi

disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu

kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan

pengertian difusi dari Rogers (1983), yaitu “as the process by which an innovation is

communicated through certain channels over time among the members of a social

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

7

system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang

bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan

baru, atau dalam istilah Rogers, difusi menyangkut “which is the spread of a new

idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Difusi inovasi dijelaskan oleh Rogers (1983) sebagai proses keputusan terhadap

inovasi adalah proses bagaimana seorang individu (atau unit pembuat keputusan lain)

melalui tahapan pertama dari pengetahuan mengenai inovasi, untuk menciptakan

sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, kepada keputusan untuk menerima atau

menolak.

Studi lain yang dilakukan oleh Marijke van der Veen (2010 : 4), dalam jurnal

Agricultural innovation: invention and adoption or change and adaptation?

Menguatkan pendapat Rogers (1983) mengenai definisi difusi inovasi bahwa :

“Rogers, in his textbook Diffusion of Innovations (2003: 169), draws on these aspects to categorize the stages an individual may pass through during the adoption process – knowledge, persuasion, decision, implementation and confirmation – and he stresses the nature of communication channels and the importance of certain individuals: opinion leaders who exert influence from within, and change agents who represent specialists from outside.” Salah satu unsur berhasilnya sebuah inovasi adalah keberadaan seorang opinion

leader seperti dijelaskan oleh Tina Gouws and George Peter van Rheede van

Oudtshoorn (2011 : 238), dalam jurnal yang berjudul Correlation between brand

longevity and the diffusion of innovations theory :

“Rogers (1983, p. 27) identifies an opinion leader as someone who is able to influence other individuals’ attitudes or overt behaviour informally in a desired way with relative frequency. Opinion leadership is earned and maintained by the individuals’ technical competence, social accessibility and conformity to the system’s norms.” Dari kedua penelitian yang telah dilakukan oleh pakar tersebut menekankan

faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah difusi inovasi bisa menjadi solusi atas

permasalahan yang muncul. Faktor-faktor tersebut antara lain, faktor sosial,

ekonomi, dan sosial psikologis individu.

Dalam ranah ilmu komunikasi peneliti ingin melihat pada proses terjadinya

difusi itu sendiri. Bagaimana sebuah ide atau gagasan baru, yakni informasi

mengenai kamera digital jenis DSLR diadopsi oleh komunikator untuk diterima dan

disebarkan ke dalam lingkup sistem sosial.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

8

Menunjuk pada pengertian informasi dijelaskan dalam jurnal About Information

Concept, Its Essence, and Role In Social and Technical System oleh Fedorov (2007 :

84) dilihat dari segi bahasa bahwasanya informasi berasal dari bahasa latin,

informatio yang berarti penyelidikan (penelitian), penjelasan, dan penjabaran.

Persepsi keseharian yang beupa pesan dan data tertentu. Informasi juga bisa berarti

sebuah temuan, berita, data, dan seperangkat pengetahuan.

Dijelaskan pula oleh Bell’s and Shenon’s (2007 : 86) bahwasanya informasi

adalah :

1. Pesan yang melekat pada kontrol : kesatuan sinyal yang bersifat dan

karakteristik sintatis, semantik, dan pragmatis

2. Transmisi, refleksi dari berbagai macam objek dan proses (dari benda

hidup maupun mati)

3. Data mengenai individu, objek, fakta, kejadian, fenomena, dan proses yang

menghiraukan bentuk presentasinya.

Dapat disimpulkan melalui informasi kita dapat memahami refleksi dari proses,

fenomena atau kejadian tertentu baik dari sebuah objek benda maupun makhluk

hidup dalam dunia fisik tanpa memperhatikan refleksi bentuk, siapa yang membawa

dan posisinya dalam waktu dan space tertentu. Informasi menjadi hal penting karena

mampu membantu meraih tujuan tertentu.

Komunikasi menjadi titik penting dalam proses difusi, karena esensi dari proses

penyampaian ide / gagasan itu berawal dari bagaimana sebuah pesan diciptakan oleh

komunikator (message production) untuk selanjutnya ditransmikan (message

dissemination) melalui saluran komunikasi dan dapat diterima oleh komunikan

(message reception)

Pada dekade tahun 1970-an, muncul sebuah teori mengenai konstruksi pesan

(constructivist theory) yang dikembangkan oleh Jesse Delia dan sarjana komunikasi

lain pada masa itu. Teori ini merupakan gagasan paling logis untuk menjelaskan

luasnya jangkauan teori produksi pesan.

Dalam ranah penelitian ini peneliti melihat difusi inovasi yang diawali dengan

proses penyebaran pesan. Seorang inovator dalam melakukan proses difusi ini

mempunyai peran untuk menciptakan pesan yang disalurkan melalui media tertentu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

9

maupun melalui interaksi komunikasi interpersonal untuk selanjutnya ditransmisikan

kepada target yang ingin dituju.

Pada tingkatan dibawahnya, seorang early adopter adalah target utama dari

seorang inovator dalam proses difusi inovasi. Seorang early adopter dianggap

mempunyai posisi strategis dalam lingkup sistem sosial. Dalam proses difusi ide

baru, seorang early adopter menerima pesan (message reception) dari inovator untuk

selanjutnya melakukan proses penyebaran bagi tingkatan di bawahnya. Dirinya

dianggap memiliki power menyebarkan pesan sama seperti inovator dimana pesan

ini akan disampaikan lewat interaksi komunikasi interpersonal maupun media

tertentu yang mereka gunakan. Pada akhirnya pesan ini yang mempengaruhi orang

lain akan terpaan sebuah inovasi.

Dalam proses difusi inovasi, tingkatan ketiga yakni, early majority merupakan

tingkatan penerima pesan (message receptor) dari seorang early adopter. Pada tahap

ini, seorang early majority memiliki fungsi untuk menerima pesan dan menyebarkan

pada sistem sosial di bawahnya, seorang early majority cenderung lama menerima

pesan dibanding dua tingkat diatasnya.

Pada tingkatan keempat, yakni seorang late adopter, dimana tingkatan ini

bersifat pasif menerima pesan (message reception) dari tiga tingkatan diatasnya.

Seorang late adopter dalam menerima sebuah inovasi sangat mempertimbangkan

tingkat kemampuan ekonomi dan desakan kebutuhan untuk memperluas jaringan.

Dirinya akan mengadopsi sebuah inovasi ketika hampir seluruh anggota dalam

sistem sosialnya sudah menggunakan inovasi tersebut dan dirasa aman untuk

memakainya.

Tingkatan terakhir, yakni laggard , merupakan penerima pasif yang berpegang

teguh pada tata cara tradisional dan sangat berpengaruh pada agen perubahan yang

dekat dengan mereka.

Berdasarkan paparan teori di atas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana

penyebaran dan penerimaan ide baru, yang dalam hal ini merupakan informasi

mengenai teknologi kamera DSLR di kalangan fotografer profesional di Kota Solo

dan Yogyakarta.

Dalam melakukan penelitian mengenai proses difusi inovasi ini, peneliti

menggunakan pendekatan penelitian komunikasi kualitatif. Menurut Pawito (2007 :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

10

35), penelitian komunikasi kualitatif, biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan

penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi atau

mengemukakan prediksi-prediksi, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan

gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa

suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.

Menurut Pawito (2007 : 83), metodologi meliputi cara pandang dan prinsip

berpikir mengenai gejala yang diteliti, pendekatan yang digunakan, prosedur ilmiah

(metode) yang ditempuh, termasuk dalam mengumpulkan data, analisis data dan

penarikan kesimpulan. Metode adalah cara paling utama yang digunakan untuk

mencapai tujuan penelitian. Pada penelitian ini penulis ingin menggambarkan suatu

realitas, maka jenis penelitian yang paling tepat adalah jenis kualitatif dengan metode

studi kasus.

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus untuk

mendapatkan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang

individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu

situasi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data

mengenai subjek yang diteliti, mereka sering menggunakan berbagai metode :

wawancara (riwayat hidup), pengamatan, penelaahan dokumen, (hasil) survei, dan

data apapun untuk menguraikan suatu kasus secara terinci.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang di ungkapkan pada latar belakang, maka

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakter individu dilihat dari peran masing-masing individu sebagai

inovator, early adopter, early majority, dan late majority di dalam proses difusi

inovasi ?

2. Bagaimana peran individu dalam proses difusi inovasi informasi kamera DSLR

dilihat dari dua sisi, sebagai komunikator (message dissemiination) dan menjadi

seorang komunikan (message reception) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dan menganalisis karakter individu dilihat dari peran masing-

masing individu sebagai inovator, early adopter, early majority, dan late

majority di dalam proses difusi inovasi.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis peran individu dalam proses difusi inovasi

kamera DSLR dilihat dari dua sisi, sebagai komunikator (message

dissemiination) dan menjadi seorang komunikan (message reception).

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu komunikasi, penelitian diharapkan dapat memberikan referensi bagi

pembangunan body of knowledge teori komunikasi yang tengah berkembang.

2. Bagi pembaca, diharapkan mampu memberikan manfaat praktis untuk

menentukan saluran komunikasi yang efektif dalam proses difusi sebuah inovasi.

3. Bagi peneliti lain sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan.

Mengingat masih banyaknya lubang dari teori difusi inovasi yang masih bisa

digali melalui penelitian lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Untuk memahami bagaimana sebuah proses difusi inovasi dapat berjalan dalam

sistem sosial khususnya dalam lingkungan fotografer profesional di Kota Solo dan

Yogyakarta, peneliti akan mendeskripsikan beberapa aspek yang berperan penting

dalam berhasilnya proses penciptaan dan penerimaan pesan tersebut.

I. Komunikasi

Peneliti melihat kajian penelitian ini sebagai sebuah fenomena komunikasi,

untuk itu perlu adanya definisi komunikasi secara luas dan menyeluruh. Definisi

komunikasi perlu dijelaskan di awal karena definisi mengenai komunikasi masih

bersifat tentatif dan belum menemukan satu definisi yang disepakati bersama.

Dalam beberapa dekade perumusan mengenai definisi komunikasi sangat

berlimpah pun dengan perubahan mengenai definisi tersebut ikut mengalami

perubahan secara terus menerus. Mungkin salah satu titik temu dalam memahami

komunikasi adalah komunikasi merupakan sebuah proses. Proses merupakan

sesuatu yang dinamis dan tidak bisa dikekang.

David Berlo (lihat, Miller 2005 : 5) mengemukakan sebuah ide mengenai

definisi proses sebagai sebuah kejadian atau hubungan yang bersifat dinamis dan

terjadi secara terus menerus, selalu berubah, dan berkelanjutan. Proses tidak

memiliki awal maupun akhir, tidak statis, melihat komunikasi sebagai proses

interaksi dimana satu orang mempengaruhi orang lain.

Seorang profesor komunikasi dari Michigan Tech University, Jennifer Slack

menyadari betapa sulitnya mencari pehaman tunggal mengenai makna dari

komunikasi tersebut, dalam buku A first look at communication theory, karya Em

Griffin (2012 : 6), mengungkapkan bahwa :

“there is no single, absolute essence of communication that adequately explains the phenomena we study. Such a definition does not exist; neither is it merely awaiting the next brightest communication scholar to nail it down once and for all.”

12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

13

Penjelasan tersebut menunjukan betapa kompleks dan tentatif nya ilmu

komunikasi. Dimana sulit mencari sebuah definisi yang bisa mencakup pemikiran

beberapa ahli untuk meramunya menjadi sebuah konsep yang disepakati. Namun,

dalam bukunya tersebut, Em Griffin (2012 : 6) mencoba memberikan sebuah

pengertian sederhana mengenai definisi komunikasi.

Communication is the relational process of creating and interpreting

messages that elicit a response.

Dari satu kalimat tersebut diatas dapat diambil arti bahwa komunikasi

merupakan proses yang saling berhubungan dalam hal menciptakan pesan dan

meng-interpretasikan pesan tersebut yang pada akhirnya menghasilkan sebuah

respon.

John Fiske (2012), dalam bukunya Introduction to Communication Studies:

Second Edition juga melihat ilmu komunikasi sebagai sebuah multidisiplin ilmu,

dirinya mencoba menarik kesimpulan lewat beberapa asumsi dari pemahamannya

tersebut.

Dari beberapa asumsi yang ditekankan, Fiske (2012) menekankan dua pokok

atau esensi dari ilmu komunikasi, yakni komunikasi sebuah proses transmisi

pesan antara seorang komunikator dan komunikan, sedangkan pokok yang kedua

dia melihat komunikasi lebih kompleks communication as the production and

exchange of meaning atau komunikasi adalah proses produksi dan pertukaran

makna. Pokok kedua menekankan bagaimana pesan atau teks bisa dipahami dan

menghasilkan interaksi antar manusia.

Pendapat lain muncul dari Stephen W. Little John (2010), dalam bukunya

Theories of Human Communication : Tenth Edition, menjelaskan bagaimana

sebuah komunikasi tidak bisa dijabarkan dalam sebuah pengertian single namun

harus dijelaskan menurut “teori mana yang rasa cocok untuk anda” sepenuhnya

diserahkan pada bagaimana kita mampu memahami komunikasi sebagai sebuah

teori.

Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa

proses komunikasi memiliki beberapa aspek penting yang ada di dalamnya.

Disebutkan oleh Em Griffin (2012 : 6-7) tentang aspek-aspek penting

komunikasi dilihat dari beberapa konsep yakni :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

14

a. Message (pesan)

Message atau pesan adalah salah satu aspek inti dalam proses komunikasi.

Profesor Ilmu Komunikasi dari University of Colorado, Robert T. Craig

menyebut bahwasanya komunikasi meliputi berbicara dan menulis, menulis

dan membaca, menampilkan dan menyaksikan, atau secara umum melakukan

apapun yang melibatkan “pesan”dalam berbagai media dan situasi.

Dalam ranah komunikasi, pesan sering diidentikan dengan teks, yakni

seperangkat rekaman pesan yang dapat dianalisa oleh orang lain, sebagai

contoh buku, film, foto, atau contoh rekaman pidato maupun siaran pesan lewat

televisi.

b. Creation of Message (penciptaan pesan)

Pada proses ini seseorang akan melakukan proses menyusun, membentuk,

merangkai, mengadopsi, dan memilih pesan mana yang akan dia sampaikan

pada orang lain.

c. Interpretation of Message (interpretasi pesan)

Messages do not interpret themselves. Pesan tidak akan mengintrepretasikan

dirinya sendiri. Words don’t mean things, people mean things Kata tidak

berarti sesuatu, orang lah yang memberi arti kepadanya.

Dari dua kalimat di atas dapat dikatakan bahwa interpretasi pesan merupakan

dua hubungan kausal antara seorang komunikator dengan komunikannya.

Herbert Blumer (lihat, Griffin 2012 : 55) mengenai fase ini disebut dengan

“Humans act toward people or things on the basis of the meanings they assign

to those people or things.”

Manusia berperilaku untuk menghadapi orang lain atau sesuatu berdasar makna

yang mereka tetapkan untuk orang atau hal tersebut. Kata dan simbol lain terbuka

atas berbagai interpretasi yang disematkan kepadanya.

Komunikasi merupakan simbolik, karena itu kita tidak memiliki akses untuk

mengetahui pikiran atau maksud seseorang, apa yang kita mampu adalah

mengintepretasikan pemikiran atau perasaan seseorang lewat pemahaman

simbolik tersebut. Kita menciptakan simbol untuk memahami makna-makna

tertentu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

15

Griffin (2012 : 8) membagi dua bentuk komunikasi sebagai sebuah proses yang

saling mempengaruhi. Keduanya dijabarkan sebagai berikut :

a. Relational Process (proses yang saling berhubungan)

Komunikasi adalah sebuah proses, komunikasi bersifat sangat dinamis dan

tidak pernah sama. Celeste Condit, seorang ahli retorika, menyebutkan bahwa

komunikasi cenderung melihat pada proses dibandingkan konten di dalamnya.

Komunikasi disebut sebagai proses yang saling berhubungan dikarenakan

komunikasi bukan hanya menunjukan hubungan antara manusia satu dengan

lainnya namun, juga melihat pada efek yang muncul yang mampu

mempengaruhi hubungan antara manusia tersebut.

b. Message That Elicit of Response (pesan yang menimbulkan respon)

Pada tahapan ini akan disinggung mengenai bagaimana sebuah pesan akan

menimbulkan respon / tindakan bagi penerimanya. Respon ini terkait

bagaimana sebuah pesan mampu memberikan reaksi baik kognitif, emosional,

sampai pada perilaku penerimanya.

Dikutip oleh Julia T. Wood (2011 : 16) dalam bukunya, Communication

Mosaic mengutip pernyataan dari Pinker, et al. bahwa ada dua tingkatan dalam

memahami makna tersebut yakni, content level yang bermakna tingkatan isi dari

makna yang bersifat literal (harfiah) dan tingkatan kedua adalah relationship level

of meaning yang menunjukan hubungan antar komunikator yang terlibat.

II. Proses Komunikasi

Proses komunikasi secara singkat menjelaskan bagaimana komunikasi terjadi,

siapa dan apa saja yang terlibat dalam proses tersebut. Beberapa ahli telah

menunjukan beberapa model proses komunikasi untuk memudahkan para sarjana

komunikasi memahami rangkaian proses tersebut.

Proses komunikasi secara linear dikenalkan oleh Laswell (1948) dimana

komunikasi sebagai proses satu arah, dimana seseorang berusaha mempengaruhi

orang lain, atau sering disebut dengan model transmisi komunikasi.

Pada tahun 1949, Shannon dan Weaver (lihat, Wood 2011 : 16)

menyempurnakan gagasan dari Laswell dengan menambahkan konsep noise

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

16

(gangguan). Gangguan adalah segala sesuatu yang menginterfensi makna

komunikasi yang sebenarnya.

Message Message

Signal Received signal

Information

Sender Message Receiver Gambar 2.1 The Linear Model of Communication

Kritik mengenai pola komunikasi tersebut dikemukakan oleh Gronbeck (lihat,

Wood 2011 : 17), The major shortcoming of the early models was that they

portrayed communication as flowing in only one direction, from a sender to a

receiver.

Ketika komunikasi dipandang sebagai sebuah proses dimana seorang

komunikator mengirimkan pesan pada komunikan, komunikasi tersebut bersifat

linear, karena seorang komunikan hanya pasif menerima pesan dari seorang

komunikator.

Berbeda dengan konsep terdahulu, Wilbur Schramm (lihat, Wood 2011 : 17)

memunculkan konsep feedback yakni sebuah respon atas pesan bisa berupa respon

verbal maupun non verbal. Wilbur Schramm menambahkan bahwa semakin

banyak perangkat pengalaman yang dimiliki komunikator untuk menyampaikan

dan menginterpretasikan pesan, maka semakin baik pemahaman yang akan terjadi

satu sama lain.

source Receiver Transmitter Destination

Noise source

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

17

Field of experience Field of experience

Message

Encoder Decoder

Source Receiver

Decoder Encoder

Feedback

Gambar 2.2 The Interactive Model of Communication

III. Level Komunikasi

Beberapa ahli mengelompokan komunikasi dalam berbagai tingkatan sesuai

dengan keterlibatan individu dalam proses tersebut. Diungkapkan oleh Julia T.

Wood dalam Communication Mosaics (2011 : 34-36) tingkatan (level)

komunikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi dengan diri sendiri atau self talk merupakan proses kognitif

bagaimana seorang individu melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri.

Komunikasi intrapersonal mampu membantu individu dalam merumuskan pola

komunikasi yang tepat serta hasil yang dia inginkan dalam rangka

berkomunikasi dengan individu yang lebih luas (komunikasi organisasi).

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal secara harfiah diartikan sebagai komunikasi antar

individu. Semakin banyak personal yang kita libatkan dalam sebuah

komunikasi maka proses komunikasi menjadi semakin interpersonal.

Komunikasi disebut sebagai interpersonal ketika terjadi proses interaksi secara

interaktif antar individu dalam rangka memberikan pengaruh satu sama lain,

umumnya untuk menjaga sebuah hubungan. Komunikasi interpersonal harus

melibatkan individu secara interaktif, bukan monolog individu harus terlibat

dalam interaksi maupun memberikan reaksi dalam sebuah interaksi

interpersonal. Komunikasi interpersonal memiliki peranan penting dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

18

menjaga sebuah hubungan, komunikasi interpersonal menciptakan reaksi

mendengar dan merespon, memberi dan menerima pesan untuk menciptakan

keharmonisan dalam interaksi melalui interpretasi pesan verbal maupun non

verbal.

3. Group Communication

Komunikasi dalam sebuah grup terjadi ketika beberapa individu berinteraksi

dalam sebuah kelompok kecil. Sebagai makhluk sosial, individu harus bekerja

secara kolektif dalam sebuah kelompok atau tim. Grup kecil ini atau small-

group communication adalah sebuah bentuk transaksi pesan verbal dan non

verbal antara tiga atau sekitar lima belas orang atau lebih yang memiliki

kesamaan tujuan, memiliki rasa memiliki dalam sebuah grup dan

mempengaruhi satu sama lain. Individu yang tergabung dalam sebuah grup

memiliki beberapa kecenderungan yakni berusaha mencapai tujuan tertentu

lewat interaksi antar individu di dalamnya. Individu dalam sebuah grup sangat

berpotensial mempengaruhi tindakan dan respon anggota grup lainnya.

4. Public Communication

Komunikasi publik terjadi ketika pembicara (komunikator) melakukan proses

transmisi pesan pada orang lain untuk memberikan informasi, membujuk atau

menghibur. Retorika adalah salah satu bentuk komunikasi publik dimana

retorika merupakan proses menemukan makna tertentu dalam melakukan

persuasi pada situasi tertentu. Seorang pembicara yang bagus mampu

memahami cara berkomunikasi mereka dan bagaimana mereka berinteraksi

dengan audiens.

5. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi berkembang menjadi sebuah media pertukaran pesan

dalam organisasi untuk meningkatkan kinerja, kepemimpinan, hingga proses

pengambilan keputusan. Komunikasi organisasi melihat bagaimana hubungan

antara atasan dan bawahan dalam sebuah organisasi, tentang bagaimana

pimpinan mampu menjaga hubungan untuk meningkatkan mutu organisasi.

Komunikasi menjadi penting ketika dalam sebuah organisasi yang terdiri atas

berbagai ras dan kategori yang berbeda berkumpul, menjadi tantangan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

19

tersebdiri bagi seorang komunikator untuk memahami keberagaman gaya

komunikasi dalam sebuah organisasi.

6. Komunikasi Massa

Komunikasi massa, adalah sebuah proses dimana individu, grup atau

masyarakat, atau organisasi yang lebih luas (besar) menciptakan pesan dan

mentransmisikannya kepada masyarakat luas, anonymous, dan audiens yang

terdiri atas beragam tipe. Tipe komunikator dalam komunikasi massa biasanya

merupakan komunikator profesional atau organisasi khusus dengan budget

besar. Sifat pesannya massal dan bermacam tipe. Feedback dalam komunikasi

massa secara umum tidak langsung dan terlambat. Perkembangan teknologi

baru, baik televisi maupun internet memberikan kemudahan penyebaran pesan

secara masif.

Komunikasi massa menurut Littlejohn (2010 : 304) adalah proses dimana

organisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesan kepada publik yang

lebih luas dan proses bagaimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan

dipahami, dan mempengaruhi audiens.

Dalam menggambarkan komunikasi massa ini, Liitle John (2010)

menggambarkan sebuah model organisasi. Sarjana komunikasi menyadari

“dua wajah” komunikasi massa, satu wajah menghadap sosial budaya dan satu

wajah menghadap media sebagai institusi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

20

(2) Institutional Links (3) Personal Links

(Marxist theory) (Network and Diffusion Theory)

SOCIETAL

STRUCTURES AND AUDIENCES (1) Media Content

and Structure

CULTURE

(Innis and Mc Luhan)

(Semiotics)

(4) Cultural Outcome (5) Individual Outcome

(Functional Theory) (Effects Research)

(Cultivation Theory) (Agenda Setting)

(Spiral of Silence) (Uses and Gratification)

(Dependency Theory)

Gambar 2.3 An Organizing Model

Dari diagram diatas, dapat dilihat pengaruh media ke audiens merupakan

pemetaan teori-teori penggunaan media yang mempengaruhi khalayak. Dari

pemetaan terlihat teori difusi inovasi menjelaskan pengaruh media di mikro

level adalah pengaruh isi media ke khalayak. Isi media kepada khalayak bukan

melihat efek, namun lebih pada individu yang mengalami pengaruh media.

Difusi inovasi melihat pada peran-peran individu yang terlibat di dalamnya.

IV. Difusi Inovasi

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat proses difusi inovasi sebagai

proses bagaimana sebuah inovasi mengalami proses difusi sampai akhirnya bisa

diaplikasi kan oleh beberapa adopter. Proses difusi dilihat sebagai bentuk

komunikasi khusus yang dilakukan oleh seorang komunikator melalui beberapa

saluran komunikasi untuk dapat diterima oleh komunikator. Ada dua bahasan

pokok dalam penelitian ini, yakni bagaimana sebuah pesan disebarkan (message

dissemination) dan bagaimana sebuah pesan diterima / diintepretasikan (message

reception). Ada pula dua peranan individu yang ingin dilihat peneliti di dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

21

penelitian ini, yakni bagaimana peran seorang individu / organisasi menjadi

seorang komunikator dalam penyebaran pesan (message dissemination) dan

bagaimana peran individu ketika dia menjadi seorang komunikan yang menerima

pesan (message reception).

Sebelum membahas kedua pokok proses komunikasi tersebut, peneliti ingin

membahas beberapa aspek pokok bahasan dalam proses difusi inovasi tersebut.

Apakah yang dimaksud difusi inovasi itu ? Rogers (1983 : 5)

“Diffusion is the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system. It is a special type of communication, in that the messages are. concerned with new ideas. Communication is a process in which participants create and share information with one another in order to reach a mutual understanding. (Rogers and Kincaid, 1981).”

Rogers (1983 : 163) menyebut proses difusi inovasi sebagai tindakan

mengkomunikasikan sebuah pesan atau ide mengenai sebuah hal baru (inovasi)

untuk dapat digunakan sebagai alat menyelesaikan problem atau masalah yang

sudah ada.

‘The innovation-decision process is the process through which an individual (or other decision-making unit) passes from first knowledge of an innovation, to forming an attitude toward the innovation, to a decision to adopt or reject, to implementation of the new idea, and to confirmation of this decision.” “This process consists of a series of actions and choices over time through which an individual or an organization evaluates a new idea and decides whether or not to incorporate the new idea into ongoing practice. This behavior consists essentially of dealing with the uncertainty that is inherently involved in deciding about a new alternative to those previously in existence.”

Rogers (1983 : 11), menyebut setidaknya ada empat elemen pokok dalam

proses difusi inovasi, yakni :

1. The Innovation (Inovasi)

Inovasi adalah gagasan, ide, praktek, atau objek yang diterima sebagai

sesuatu yang baru oleh seorang individu atau unit adopter lainnya. Sifat

“baru”dari inovasi ini sangat tergantung pada reaksi individu atas inovasi

tersebut. Sesuatu dikatakan baru bisa diungkapkan melalui terminologi

pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk mengadopsi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

22

Karakter sebuah inovasi menurut Rogers (1983 : 213-232) harus

memiliki beberapa syarat yang mempengaruhi penerimaan oleh seorang

individu terhadap inovasi yakni sebagai berikut :

a. Relative Advantage (Kegunaan Relatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana inovasi diterima sebagai sesuatu yang

lebih baik untuk menggantikan sebuah ide. Tingkat relatifitas ini bisa

diukur melalui faktor ekonomi, kepuasan, dan kecocokan dalam

menggunakan sebuah inovasi. Makin tinggi sebuah keuntungan relatif

dari inovasi, maka makin cepat pula sebuah adopsi akan terjadi.

b. Compatibility (Kecocokan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi diterima karena

konsisten dengan nilai-nilai yang sudah ada, pengalaman masa lalu, dan

kebutuhan oleh adopter potensial.

c. Complexity (Kompleksitas/Kerumitan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi dilihat dari sisi kesulitan

untuk memahami dan menggunakannya. Beberapa inovasi sudah siap

untuk dipahami oleh beberapa anggota sistem sosial : anggota yang lain

mungkin merasa rumit dan lambat dalam mengadopsi.

d. Trialability (Percobaan)

Adalah tingkatan dimana sebuah inovasi dapat di eksperimen dengan

batasan dasar. Sebuah inovasi atau ide baru yang bisa dicoba dalam

rencana instalasi akan lebih cepat diadopsi dibanding sebuah ide baru

yang tidak bisa dicoba.

e. Observability (Observatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana hasil dari sebuah inovasi dapat dilihat

oleh orang lain. Makin mudah sebuah hasil inovasi diamati oleh

seseorang, maka inovasi tersebut akan mudah untuk diadopsi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

23

2. Communication Channels (Saluran Komunikasi)

Difusi adalah bentuk komunikasi khusus dimana informasi yang ditukar

berkenaan dengan sebuah ide baru. Esensi dari proses difusi ini adalah

pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan ide baru

kepada individu lain. Sedangkan saluran komunikasi merupakan sarana atau

alat dimana pesan / ide baru disampaikan kepada orang lain.

Ada dua saluran menurut Rogers (1983 : 17) yang lazim digunakan,

yakni mass media channels dan interpersonal channels. Mass media adalah

segala sesuatu yang digunakan sebagai sarana transmisi pesan, meliputi

radio, televisi, koran, dan lainnya yang memungkinkan sumber untuk

mencakup beberapa audiens. Di sisi lain, saluran interpersonal lebih efektif

untuk membujuk seorang mengadopsi ide baru, khususnya jika channel

interpersonal tersebut menghubungkan dua atau lebih individu yang

berdekatan.

3. Time (Waktu)

Rogers (1983 : 20) variabel waktu dalam proses difusi ini meliputi :

a. Pada proses keputusan difusi inovasi, dimana individu melewati proses

pengetahuan pertama dari sebuah inovasi meliputi, penerimaan atau

penolakan.

b. Pada kemampuan inovasi oleh individu dan unit adopter lain, dimana

relativitas secara cepat atau lambat sebuah inovasi dapat diterima

dibanding individu lain dalam sistem.

c. Tingkatan adopsi dalam sebuah sistem, biasanya periode waktu diukur

sebagai jumlah anggota dari sistem sosial yang mengadopsi sebuah

inovasi.

4. A Social System (Sistem Sosial)

Sistem sosial adalah seperangkat unit yang saling berkomitmen dalam

rangka kerjasama untuk menyelesaikan masalah dan meraih tujuan tertentu.

Sebuah sistem sosial yang ada dalam masyarakat ikut menentukan apakah

sebuah inovasi dapat ditransmisikan dengan baik. Sistem sosial memberikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

24

batasan atas sebuah difusi yang terjadi dalam masyarakat, sistem sosial

seperti norma, pendapat opinion leader, tipe difusi yang terjadi, konsekuensi

dari difusi itu sendiri memegang peranan penting (Rogers 1983 : 20).

Gambar 2.4 A paradigm of variables determining the rate of adoption of innovations

Dari gambar diatas Rogers (1983) menjelaskan beberapa elemen yang mampu

mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi sebuah inovasi. Cepat atau tidaknya

sebuah inovasi bisa diadopsi oleh adopter setidaknya bisaa ditinjau dari sifat

inovasi itu sendiri, tipe keputusan pengambilan keputusan, saluran komunikasi

yang dipergunakan, sifat sistem sosial dalam masyarakat, dan usaha dari agen

perubah untuk melakukan usaha promosi.

Menurut Littlejohn dan Foss (2010 : 380), disebutkan kunci dari teori difusi

inovasi adalah :

1. Adanya Change agents, yakni orang-orang yang berinisiatif atas sebuah

inovasi, mengambil peran besar sebagai sumber informasi dari sebuah

inovasi.

2. Persepsi adopter mengenai pentingnya sebuah inovasi untuk disebarkan.

3. Proses adopsi, yang secara khusus dimulai melalui kontak komunikasi

interpersonal dalam jaringan yang mempengaruhi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

25

Rogers (1983 : 135-149), dalam bukunya Diffusion of Innovations,

menyatakan bahwa sebuah inovasi bisa mengalami proses difusi, setelah melalui

beberapa tahapan, yakni :

1. Kesadaran Akan Adanya Masalah atau Kebutuhan

Salah satu cara dimana proses inovasi berkembang adalah dimana

muncul kesadaran mengenai adanya problem atau masalah yang

mendorong adanya penelitian dan pengembangan yang didesain untuk

menciptakan sebuah inovasi yang mampu memecahkan

problem/masalah. Dalam beberapa kasus, seorang peneliti mungkin akan

menghadapi masalah dan menciptakan penelitian untuk menemukan

solusi).

2. Penelitian Dasar dan Penerapan

Seringkali dalam berbagai penelitian, inovasi memiliki sinonim dengan

teknologi, dimana kedua hal ini memiliki kesamaan, yakni :

“Technology is a design for instrumental action that reduces the uncertainty in the cause-effect relationships involved in achieving a desired outcome. A technology usually has hardware and software components.”

“Our definition implies some need or problem. The tool has (1) a material aspect (the equipment, products, etc.), and (2) a software aspect, consisting of knowledge, skills, procedures, and/or principles that are an information base for the tool.”

3. Pengembangan

Pengembangan dari inovasi adalah proses meletakan sebuah gagasan

baru dalam sebuah bentuk yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan

audiens / adopter potensial.

4. Komersialisasi

Inovasi sering dihasilkan melalu berbagai aktivitas penelitian; mereka

biasanya dihasilkan dalam sebuah paket yang siap diadopsi langsung oleh

pemakai. Karena seperti halnya pengemasan dari hasil penelitian sebuah

inovasi yang biasanya dikerjakan oleh perusahaan swasta, tingkatan ini

dalam proses pengembangan teknologi biasa disebut “komersialisasi”.

Komersialisasi adalah, produksi, manufaktur, pengemasan, marketing

dan distribusi produk yang membungkus sebuah inovasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

26

5. Difusi dan Adopsi

Proses ini adalah saat yang paling sulit dalam rangkaian pengembangan

inovasi dimana produsen menentukan sebuah produk inovasi akan

disebarkan dan diadopsi kepada audiens luas.

Pada tahap ini adaptor akan menentukan apakah sebuah ide atau gagasan

baru bisa diterima atau ditolak oleh adaptor.

Titik yang sangat penting dalam proses pengembangan inovasi adalah

keputusan untuk memulai men-difusi inovasi kepada adaptor potensial.

Pada titik ini sistem penelitian/pengembangan/komersialisasi harus

berhubungan dengan agen-agen difusi yang akan mengkomunikasikan

inovasi kepada pengguna.)

Dikutip dari jurnal karya Ozaki dan Mark (2010 : 321) yang berjudul

Adopting Consuming and dikemukakan bahwasanya :

“Consumers make decisions to adopt innovations for a variety of

reasons that can be socially influenced or personal.”

6. Konsekuensi

Fase final dalam proses pengembangan inovasi ini adalah konsekuensi

dari inovasi itu sendiri. Pada tingkatan ini masalah asli/kebutuhan yang

meliputi seluruh proses baik yang dapat diselesaikan atau belum

diselesaikan oleh inovasi. Seringkali masalah baru/kebutuhan mungkin

disebabkan oleh inovasi sehingga putaran inovasi baru akan diciptakan).

Unsur-unsur dalam difusi inovasi menunjukan bagaimana kompleksnya

proses difusi sebagai bentuk komunikasi khusus. Untuk memahami lebih

mengerucut kepada proses komunikasi tersebut, peneliti mencoba menguraikan

bagaimana proses difusi inovasi terjadi dalam sebuah sistem sosial.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

27

Proses Difusi Inovasi

Rogers (1983 : 163) melihat difusi inovasi sebagai proses dimana individu

melewati proses pertama dari pengetahuan mengenai inovasi. Proses ini terjadi

atas beberapa seri tindakan dan pemilihan berulang dimana seorang individu

ataupun mengevaluasi munculnya ide baru untuk selanjutnya menentukan apakah

bekerjasama menerima inovasi atau tidak untuk selanjutnya bisa dikerjakan

melalui praktek berkelanjutan.

Gambaran tentang beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan

dalam difusi inovasi dijelaskan sebagai berikut (Rogers 1983 : 164-185) :

a. Knowledge

Pada tahapan ini, individu atau unit pengambilan keputusan lain merasakan

terpaan inovasi yang ada dan mencapai pemahaman bagaimana inovasi

tersebut berfungsi.

Pada fase ini sesorang akan mempertimbangkan kebutuhan dan perhatian

terhadap sebuah inovasi. Dengan kata lain seseorang akan sadar terhadap

kebutuhan dan mulai mencari informasi yang mengurangi keraguan terhadap

sebuah inovasi melalui proses pencarian informasi. Ketika kebutuhan akan

sebuah inovasi semakin tinggi, akan terjadi proses pencarian informasi yang

dilakukan oleh individu. Tipe pencarian informasi pada tahapan ini dapat

dijabarkan menjadi, software information, yang terdapat pada inovasi itu

sendiri dan mampu mengurangi ketidakpastian tentang hubungan sebab dan

akibat yang terlibat dalam rangka meraih hasil yang kita inginkan (seperti

menyadari adanya kebutuhan dan masalah individu), how-to knowledge yang

terdiri atas penggunaan informasi penting untuk menggunakan inovasi

dengan benar. Ketika seorang individu tidak mendapat informasi memadai

pada tahapan ini, maka mereka akan menolak atau tidak meneruskan sebuah

inovasi. Principles knowledge terdiri atas informasi yang berkenaan dengan

fungsi dasar yang menjadi pokok bagaimana sebuah inovasi bekerja.

Kebanyakan, seorang change agents akan berkonsentrasi pada usaha untuk

menciptakan pengetahuan dalam tahapan awareness atau penciptaan

kesadaran individu, meskipun tujuan ini bisa dicapai lebih efisien pada

beberapa tahapan sistem masyarakat melalui saluran media massa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

28

Secara umum dapat dirangkum sebagai berikut :

Generalization 5-1: Earlier knowers of an innovation have more education

than later knowers.

Generalization 5-2: Earlier knowers of an innovation have higher social

status than later knowers.

Generalization 5-3: Earlier knowers of an innovation have more exposure to

mass media channels of communication than later knowers.

Generalization 5-4: Earlier knowers of an innovation have more exposure to

interpersonal channels of communication than later knowers.

Generalization 5-5: Earlier knowers of an innovation have more change

agent contact than later knowers.

Generalization 5-6: Earlier knowers of an innovation have more social

participation than later knowers.

Generalization 5-7: Earlier knowers of an innovation are more cosmopolite

than later knowers.

b. Persuasion Stage (Tahapan Persuasi)

Tahapan ini menunjukan bagaimana seorang individu bersikap setelah

melalui tahapan pertama dalam pengetahuan. Seorang individu akan terlibat

lebih secara psikologis kepada inovasi tersebut: mereka akan aktif mencari

informasi mengenai sebuah ide baru, dimana mereka mencari informasi,

pesan apa yang mereka terima, dan bagaimana mereka menginterpretasikan

pesan tersebut.

Pada tahapan persuasi yang erat hubungannya dengan proses pengambilan

keputusan, seorang individu akan aktif mencari beberapa tipe informasi,

yakni : innovation-evaluation information yang mana untuk mengurangi

ketidakpastian tentang konsekuensi yang diharapkan pada sebuah ide baru

(inovasi). Tipe informasi ini didapat dengan mudah melalui evaluasi ilmiah

mengenai inovasi, biasanya bersifat subjektif berasal dari orang terdekat yang

telah menggunakan ide tersebut dan sangat meyakinkan. A preventive

innovation adalah ide baru yang diadopsi individu dalam rangka menghindari

peristiwa yang tidak diinginkan terjadi di masa depan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

29

c. Decision Stage (Tahapan Keputusan)

Tahapan pengambilan keputusan terjadi ketika seorang individu atau unit

pengambilan keputusan lain terlibat dalam aktivitas yang bertujuan untuk

memilih atau menolak sebuah inovasi. Adopsi adalah keputusan untuk

menggunakan secarap penuh sebuah inovasi jalan tindakaan terbaik.

Rejection adalah penolakan dalam menggunakan sebuah inovasi.

Rogers (1983 : 29) mengemukakan terdapat tiga bentuk pengambilan

keputusan mengadopsi sebuah inovasi, yakni :

1. Optional innovation-decisions terjadi ketika individu dalam sistem sosial

memutuskan untuk mengadopsi sebuah inovasi karena keputusan yang

merdeka dari dirinya sendiri terlepas dari anggota lain dalam sistem

sosial. Meskipun dalam pengambilan keputusannya mereka dipengaruhi

oleh norma sosial dan pengaruh komunikasi interpersonal.

2. Collective innovation-decisions adalah pilihan untuk mengadopsi atau

menolak inovasi yang dibuat secara konsesus diantara anggota dari sistem

sosial. Semua anggota unit dari sistem sosial biasanya akan patuh

terhadap keputusan dari sistem ketika melakukan adopsi.

3. Authority innovation-decisions adalah keputusan untuk mengadopsi

ataupun menolak sebuah inovasi ketika keputusan mengadopsi muncul

dari anggota sistem sosial yang memiliki kekuatan, status, ataupun

kemampuan secara teknis. Secara simpel anggota individu akan

mengikuti keputusan adopsi.

Pada tahapan pengambilan keputusan, penting bagi seorang inovator untuk

menghasilkan relative advantage bagi calon adopter yang ingin mereka tuju

karena tidak ada satu inovasi yang mampu diadopsi tanpa melalui proses trial

atas inovasi tersebut. Ketika relative advantage dirasakan seorang adopter

maka akan mendorong mereka pada proses adopsi inovasi secara menyeluruh.

Metode pemberian sampel gratis pada seorang adopter dirasa mampu

mempercepat adopsi produk.

Penggunaan agen perubahan bisa mempercepat proses inovasi untuk beberapa

individu dengan memberikan sponsor untuk melakukan demonstrasi ide baru

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

30

pada sistem sosial, dan ada bukti bahwa strategi demonstrasi bisa cukup

efektif, khususnya jika demonstrator adalah seorang opinion leader).

Saat tahapan pengambilan keputusan berlangsung, beberapa inovasi atau ide

baru sering menggunakan seorang change agents / opinion leader untuk

menggantikan individu-individu dalam sebuah sistem sosial. Melalui

percobaan lewat ichange agents / opinion leader inilah akan memunculkan

keterwakilan dalam sebuah sistem yang luas. Karena seorang change agents

sering dicari untuk mempercepat proses difusi kepada khalayak luas

mengenai sebuah ide baru dalam sistem sosial. Biasanya teknik yang dipilih

melalui cara demonstrasi produk.

d. Implementation Stage (Tahapan Implementasi)

Disebut implementasi ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan

lain melakukan penggunaan pada sebuah inovasi atau ide baru tersebut.

Implementasi merupakan bentuk perubahan meliputi perilaku dari adopter

saat melakukan penggunaan inovasi. Tahapan implementasi akan berakhir

secara alami, namun biasanya ketika inovasi sudah tidak umum dan dianggap

tidak sesuai dengan proses operasional yang dialami individu.

e. Confirmation Stage (Tahapan Konfirmasi)

Proses difusi inovasi menganggap proses implementasi sebagai tahapan akhir,

namun pada beberapa kasus seorang individu atau unit pengambil keputusan

lain mencoba mencari informasi dalam rangka menguatkan keyakinan mereka

atas penggunaan sebuah inovasi atau ide baru. Pada tahap ini seseorang

berusaha meninggalkan informasi yang bisa meningkatkan ketidakyakinan

mereka atas inovasi yang mereka gunakan.

Ketidakcocokan atau dissonance muncul ketika ada ketidaknyamanan

seorang individu secara umum akan merubah pengetahuan, sikap, dan

tindakan mereka. Individu akan tertarik mencari informasi baru tentang ide

baru lain demi memuaskan kebutuhan mereka. Pada tahap lanjut, individu

akan mengalami discontinuance atau menghentikan penggunaan sebuah

inovasi demi mencari ide baru lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

31

Gambar 2.5 Proses Tahapan Difusi Inovasi

Peran Individu Berdasar Tingkat Inovasi dan Kategori Adopter

Difusi inovasi sebagai proses komunikasi menekankan pada pentingnya

individu sebagai komunikator (pengirim) dan komunikan (penerima) pesan.

Namun, dalam sebuah sistem sosial tidak sepenuhnya inovasi atau ide baru dapat

diterima oleh kelompok masyarakat di dalamnya.

Tidak semua individu dalam sistem sosial mengadopsi sebuah inovasi dalam

waktu yang bersamaan. Mereka cenderung melakukan adopsi pada sekuen waktu

tertentu dan bisa dikelompokan dalam beberapa tipe adopter (Rogers 1983 : 241).

Individu pada masing-masing kategori berperan dalam proses difusi kepada

kategori di bawahnya, begitu seterusnya. Penggunaan saluran komunikasi seperti

media massa dan komunikasi interpersonal merupakan sarana transmisi pesan

untuk mencapai tingkatan adopsi pesan.

Berdasarkan pendapat Rogers (1983) idealnya terdapat lima tipe ideal adopter

dalam proses difusi inovasi, yakni sebagai berikut :

1. Innovator : Venturesome

Seorang inovator adalah pribadi yang suka berpetualang, mencoba hal-hal

baru, dan mempunyai obsesi mengenai suatu hal baru. Sifatnya ini

membuatnya berada pada lingkaran hubungan sosial kosmopolitan, jauh dari

lingkup putaran lokal (local circle). Seorang innovator harus memiliki

finansial yang kuat terkait beberapa proses pengembangan pengetahuan ide

baru yang akan dilakukan. Mereka harus bergelut dengan ketidakpastian

mengenai kapan inovasi yang mereka ciptakan akan diadopsi oleh adopter.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

32

Jadi, inovator memegang peranan sebagai gatekeeping mengenai ide baru

dalam sistem sosial (Rogers 1983 : 248).

Disebutkan oleh Barbara Wejnert (2002 : 302) dalam jurnal yang berjudul

Integrating Models of Diffusion of Innovations : A Conceptual Framework,

kategori inovator memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

Enam karakter dari variabel pelaku yang nampak untuk mengatur adopsi

inovasi adalah :

1. Status sosial dari inovator

2. Tingkat pemahaman terhadap inovasi

3. Karakter status

4. Karakter sosial ekonomi

5. Posisi relatif dalam jaringan sosial

6. Karakter personal yang berhubungan dengan variabel kultur yang

memodifikasi karakter personal dari pelaku di level populasi.

2. Early Adopter : Respectable

Early adopter lebih terintegrasi dengan sistem lokal dibandingkan seorang

inovator. Pada kategori ini seorang individu harus mempunyai peranan yang

paling besar menjadi seorang opinion leader di dalam kebanyakan sistem

sosial. early adopter sering mencari informasi dan hal-hal terkait dengan

sebuah inovasi, karena sifatnya inilah seorang change agents sering

menunjuknya sebagai misionaris lokal untuk menyebarkan proses difusi.

Karena kedekatannya dengan inovasi ini, menjadikannya sebagai model

contoh bagi masyarakat lain, dirinya sangat dihormati dalam lingkup sistem

sosial. jadi, peran seorang early adopter adalah mengurangi ketidakpastian

mengenai sebuah inovasi untuk dapat diadopsi, perannya menyampaikan

evaluasi subjektif mengenai inovasi kepada rekan terdekatnya melalui

saluran interpersonal (Rogers 198 : 249).

3. Early Majority : Deliberate

Seorang early majority mengadopsi ide baru sesaat sebelum rata-rata

anggota sistem sosial melakukan adopsi serupa. Individu pada tahap ini

sering berinteraksi dengan peers tapi jarang memegang posisi pemimpin.

Early majority mendapatkan posisi unik di antara early majority dan late

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

33

adopter membuat mereka menjadi link penghubung yang penting dalam

proses difusi. Mereka menjadi penghubung antar fase dalam prses difusi.

Periode pengambilan keputusan difusi pada proses ini cenderung lambat

dibanding seorang early adopter (Rogers 1983 : 249).

4. Late Majority : Skeptical

Individu pada tahap ini cenderung melakukan adopsi sebuah ide baru ketika

mayoritas anggota dalam sistem sosial telah melakukan adopsi terlebih

dahulu. Tindakan adopsi yang lambat biasanya didasari atas kebutuhan

ekonomi dan keinginan menjawab tekanan sosial. mereka tidak akan

mengadopsi sampai sebagian besar individu melakukan adopsi terlebih

dahulu. Sistem norma sering berperan menciptakan sikap skeptis ini,

peranan seorang peers sangat tinggi dalam memberikan motivasi untuk

melakukan sebuah adopsi inovasi (Rogers 1983 : 250).

5. Laggards : Traditional

Laggards merupakan kategori terakhir dalam fase adopsi. Mereka sama

sekali tidak memiliki seorang opinion leader, sifatnya cenderung diluar

sistem sosial dan terisolir. Keputusan untuk melakukan difusi sering diambil

setelah mengamati penggunaan ide baru melalui generasi sebelumnya dan

mereka cenderung berinteraksi dengan sesama kaum tradisional. Kategori ini

melambatkan proses difusi karena sifatnya yang sangat tradisional dan sulit

menerima masukan (Rogers 1983 : 250).

V. Saluran Komunikasi Dalam Proses Difusi inovasi

Dalam penelitian ini, peneliti menekankan proses komunikasi sebagai kajian

utama penelitian. Dalam proses difusi inovasi, saluran komunikasi memegang

peran penting dalam proses penyebaran ide baru. Pada bahasan sebelumnya telah

disebutkan bahwa inti dalam proses difusi adalah bagaimana sebuah ide baru

mampu diterima dan diadopsi oleh kategori tertentu dalam masyarakat. Ada

beberapa unsur yang berperan dalam proses komunikasi tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

34

Kategori Saluran Komunikasi

Sebelum memahami proses difusi inovasi melalui saluran komunikasi

perluadanya pemahaman mengenai unsur source dan channel. Source atau sumber

adalah individu atau organisasi yang menciptakan pesan. Sedangkan channel

adalah sarana yang digunakan untuk menyebarkan pesan pada penerima (receiver)

(Rogers, 1983 : 198).

Rogers (1983 : 19-20) mengemukakan bahwasanya proses komunikasi yang

efektif akan tercipta ketika dua individu yang terlibat adalah homophily.

Homophily adalah tingkatan dimana individu yang berinteraksi dalam sistem

sosial memiliki kesamaan atribut tertentu seperti pendidikan, kepercayaam, status

sosial dan lainnya. Ketika mereka berbagi makna kesamaan bahasa, personal, dan

karakter sosial, efek komunikasi akan menjadi besar dalam hal pencapaian

pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku yang lain.

Ada dua saluran menurut Rogers (1983 : 17) yang lazim digunakan, yakni

mass media channels dan interpersonal channels. Mass media adalah segala

sesuatu yang digunakan sebagai sarana transmisi pesan, meliputi radio, televisi,

koran, dan lainnya yang memungkinkan sumber untuk mencakup beberapa

audiens. Di sisi lain, saluran interpersonal lebih efektif untuk membujuk seorang

mengadopsi ide baru, khususnya jika channel interpersonal tersebut

menghubungkan dua atau lebih individu yang berdekatan.

Mass media channel (Rogers 1983 : 198) diartikan sebagai proses transmisi

pesan yang melibatkan media massa luas seperti, radio, televisi, koran, dan

lainnya. Media massa mampu :

a. Menjangkau massa secara luas dengan cepat

b. Menciptakan pengetahuan dan menyebarkan informasi

c. Membangun perubahan sikap yang terjadi dengan lemah

Saluran komunikasi melalui media massa dirasa mampu menjangkau target

audiens secara luas, namun dari efek perubahan perilaku, saluran komunikasi

interpersonal memiliki cakupan yang lebih efektif.

Dalam jurnal yang berjudul The Messenger is the Medium oleh Valente dan

Myers (2010 : 254), dikemukakan bahwasanya :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

35

“Scholars have argued that mass media are effective at disseminating

information but that interpersonal communication is necessary for

behavior changes to occur.”

Saluran komunikasi melalui media massa menemui hambatan karena

kompleksnya audiens. Jaringan dan koneksi antar individu tidak bisa diprediksi.

Untuk itu saluran komunikasi individu melalui komunikasi interpersonal dirasa

mampu menjangkau jaringan sosial tersebut.

Sedangkan saluran interpesonal dianggap mampu memberikan pengaruh yang

kuat. Saluran komunikasi interpersonal meliputi penyampaian pesan melalui

proses tatap muka antar dua individu atau lebih.

Proses komunikasi interpersonal menurut Rogers (1983 : 198) mampu untuk :

a. Menyediakan pertukaran informasi dua arah. Karakteristik komunikasi

interpersonal mampu mengatasi batasan / penghalang sosial-psikologis

atas terpaan selektif, persepsi, dan ingatan.

b. Mengajak individu untuk membentuk atau merubah sikap dengan kuat.

Ada beberapa unsur di dalam sebuah komunikasi interpersonal menurut

Littlejohn dalam Encyclopedia of Communication Theory (2009 : 547) :

1. Numerical adalah berapa jumlah individu yang terlibat dalam komunikasi

interpersonal ? Pendapat klasik melihat dua orang yang terlibat sudah

dikatakan sebagai komunikasi interpersonal, namun tiga sampai lima

individu masih diklasifikasikan dalam komunikasi interpersonal.

2. Channel adalah media apa yang digunakan sebagai sarana komunikasi.

Tatap muka merupakan sarana yang lazim dalam komunikasi

interpersonal.

3. Feedback adalah kemampuan untuk memahami dan membalas pesan

(respon) kepada orang lain untuk meningkatkan komunikasi dan

membuatnya lebih interpersonal.

4. Privacy adalah interaksi, apakah interaksi yang terjadi berada di depan

banyak publik ataukah terjadi lebih intim antara dua orang saja.

5. Goal adalah tujuan yang ingin diraih dalam komunikasi. Apakah

digunakan untuk menyelesaikan tugas? Menunjukan identitas? Ataukah

menunjukan hubungan yang baik?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

36

6. Relationship type and stage apakah dalam komunikasi antara partisipan

sudah saling mengenal atau sudah menjalin hubungan, menentukan

tingkat dan sifat komunikasi.

7. Knowledge bagaimana komunikator dan komunikan saling mengetahui

sama lain, dan bagaimana orang lain akan bereaksi kepadanya. Apakah

seorang komunikator memiliki ekspektasi terhadap perilaku orang lain?

Makin kenal dan tahu dengan orang tersebut maka makin meudah

menebak reaksi yang akan terjadi.

8. Mutual influence makin tinggi pengaruh mutual dalam komunikasi, maka

komunikasi tersebut makin interpersonal.

Model komunikasi multi-step flow secara umum dapat diterima untuk

menjelaskan saluran komunikasi dan pola penyebaran pesan dalam proses difusi

inovasi. Model multi-step flow menyadari adanya banyak penghubung antara

media dan final receiver, model ini melihat lebih banyak kemungkinan dalam

proses penyebaran dan penerimaan pesan. Dalam proses difusi inovasi, individu

tertentu akan mendengar langsung sebuah informasi melalui media dimana

individu yang lain tidak melakukannya (Littlejohn, 2002 : 314).

Seorang inovator misalnya akan menggunakan media massa sebagai sarana

transmisi pesan langsung kepada audiens nya namun, seorang inovator juga akan

menggunakan sarana komunikasi interpersonal sebagai media transmisi pesan

kepada seorang opinion leader. Relay atau dinamisnya saluran yang digunakan

dalam multi-step flow inilah yang mampu menjelaskan kompleksnya proses

komunikasi dalam difusi inovasi.

VI. Message Dissemination & Message Reception

Difusi inovasi adalah sebuah bentuk perubahan sosial. beberapa penulis

terdahulu menyebut proses difusi sebagai sebuah bentuk proses diseminasi. Difusi

dilihat sebagai sebuah proses penyampaian ide baru yang spontan, tidak

terencana, dan menggunakan konsep diseminasi untuk sebuah proses difusi yang

terarah dan teratur. Kemudian pada akhirnya proses difusi inovasi disamakan

dengan proses diseminasi karena tidak adanya perbedaan yang mencolok. Pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

37

akhirnya difusi dilihat sebagai proses persebaran ide baru yang terencana dan

spontan (Rogers, 1983 : 6).

Seperti yang telah disinggung di atas, proses difusi inovasi memiliki beberapa

fase jika dilihat dari kategori adopter berdasar fase waktu (lama) adopsi sebuah

ide baru. Namun, dalam penelitian ini peneliti ingin menitikberatkan pada proses

komunikasi terkait dengan proses persebaran pesan (message dissemination) dan

penerimaan pesan (message reception). Pesan disini adalah ide baru yang akan

ditransmisikan, jadi bagaimana masing-masing kategori adapter melakukan fungsi

transmisi pesan (ide baru) hingga mengalami proses adopsi secara penuh.

Message atau pesan adalah titik fokus utama kajian dalam proses komunikasi.

Dalam ranah ilmu komunikasi kita akan dihadapkan pada pertanyaan bagaimana

menciptakan pesan yang efektif ? Karena inti dari proses komunikasi adalah

bagaimana seorang komunikator meramu pesan untuk mencapai goal dari proses

komunikasi.

Proses penciptaan dan penerimaan pesan dalam proses komunikasi seperti

dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, keduanya merupakan sekuen

yang saling berurutan satu sama lain. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat

keduanya sebagai proses inti dari difusi inovasi.

A. Message Dissemination

Dalam proses penyebaran pesan ini, kategori adopter akan berperan sebagai

komunikator. Apa yang perlu dilakukan sebelum seorang menyebarkannya ?

Sebagai contoh seorang inovator yang akan melakukan persebaran pesan akan

berfikir terlebih dahulu bagaimana mereka merepresentasikan diri mereka kepada

audiens, media apa yang akan digunakan, dan pesan apa yang mampu mewakili

target audiens nya tersebut.

A.1 The Presentation of Self

Sebagai seorang komunikator yang menciptakan sebuah pesan atau

gagasan, seseorang harus tahu siapa audiens yang menjadi lawan bicaranya.

Menempatkan diri sebagai seseorang (self) pada situasi tertentu membantu

kita lebih memahami siapa komunikan kita. Menurut Erving Goffman yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

38

dikutip melalui Littlejohn dan Foss (2010 : 101), melihat bagaimana

komunikator menunjukan diri mereka dalam sebuah sistem sosial.

Ketika kita berada pada situasi tertentu, kita menunjukan presentasi atau

penampilan-kita harus memutuskan bagaimana posisi diri kita, apa yang

akan dilakukan dan bagaimana bertindak. Goffman melihat bahwa

seseorang harus masuk akal dalam menghadapi berbagai kejadian dalam

kehidupan sosial. Tindakan ini dimulai dengan bagaimana kita

mendefinisikan situasi.

Frame Analysis dalam diri individu menentukan bagaimana seorang

individu mengorganisasi dan memahami perilaku mereka pada berbagai

situasi. Frames membantu kita mengidentifikasi dan memahami sebuah

kejadian, memberi makna pada aktivitas yang tengah terjadi dalam

kehidupan.

Aktivitas komunikasi, bisa dilihat melalui konsep frame analysis. A face

engagement dan encounter terjadi dalam proses interaksi atau komunikasi.

Dalam proses face engagement baik secara verbal maupun non verbal

terdapat satu fokus perhatian dan aktivitas sejenis yang saling

menguntungkan. Keduanya membantu menciptakan definisi mutual dalam

sebuah situasi.

Goffman memberikan gambaran mengenai sebuah drama, dimana

komunikator menyajikan peran dirinya dalam sebuah pertunjukan,

menawarkan frame yang dia bawa untuk selanjutnya diterima sebagai

karakteristik oleh komunikan. Komunikator adalah presentasi dari self yang

ia miliki dan satu orang memiliki banyak self dalam dirinya tergantung

bagaimana mereka merepresentasikan dirinya dalam masyarakat.

Sebagai komunikator ada beberapa tahapan yang dilalui ketika sebuah

pesan diciptakan. Sebagai komunikator, proses pertama adalah melihat

karakter individu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

39

A.2 Traits and Behaviors

Littlejohn (2002 : 94-95) mengemukakan teori yangmenjelaskan

bagaimana kita sebagai individu bertindak atas kombinasi sifat dasar dan

faktor situasional. Jadi saat berkomunikasi, kita akan sangat bergantung

pada sifat kita dan situasi dimana kita berada. Tiga contoh sifat ini adalah :

a. Conversational Narcissism

Teori yang dikembangkan oleh Anita Vangelisti, Mark Knapp, dan John

Daly yang mengidentifikasikan sikap manusia yang terpikat atas dirinya

sendiri dalam percakapan. Seseorang cenderung mengangungkan dirinya

sendiri dan mengatur pola dari komunikasi yang dihadapi. Perilakunya

cenderung non verbal dan melebih-lebihkan dalam gestur, dan cenderung

kurang responsif terhadap lawan bicara.

b. Argumentativeness

Adalah kecenderungan seorang individu terlibat dalam percakapan tentang

topik kontroversial, untuk mendukung sudut pandangnya sendiri, dan

menolak kepercayaan yang berlawanan.

c. Social and Communicative Anxiety

Diungkapkan oleh James Mc Croskey teori communication apprehension

dimana seseorang cenderung tidak berkomunikasi atas dasar alasan tertentu,

bisa dilihat dari tingkat ketakutan mereka untuk berkomunikasi. Semakin

tinggi tingkat ketakutan, maka akan tercipta masalah personal, seperti

ketidaknyamanan dan menghindari komunikasi. CA sangat erat

hubungannnya dengan sisi psikologis seseorang, bisa dilihat dari ekspresi

seperti malu, dan detak jantung, perilaku nyata seperti menghindar dan

melindungi diri sendiri, maupun sisi kognitif seperti self-focus ataupun

berfikiran buruk.

Tahapan seorang komunikator dalam menyebarkan sebuah pesan akan

diimbangi dengan bagaimana sebuah pesan atau gagasan baru ditransmisikan

melalui berbagai saluran komunikasi (media choice). Everett M. Rogers

memberikan beberapa asumsi mengenai tingkatan penggunaan saluran

komunikasi dalam proses difusi tersebut (Rogers, 1983 : 200).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

40

1. Asumsi 1 : Mass media relatif lebih penting pada fase pengetahuan dan

saluran komunikasi interpersonal lebih penting pada fase persuasi

Sill (1958) menemukan bahwa jika menginginkan daya serap terhadap adopsi

bisa tinggi, maka diperlukan penggunaan saluran komunikasi dengan waktu

ideal dan secara berkelanjutan, bergantian antara penggunaan saluran media

massa kemudian saluran interpersonal.

Pada fase pengetahuan mengenai inovasi, penggunaan media massa

memberikan perhatian / awareness, menuju grup, dan pada akhirnya menuju

masing-masing individu. Daya dorong pengetahuan terhadap inovasi

diciptakan oleh media massa untuk kemudian saluran interpersonal berperan

menggerakan individu pada fase persuasi.

2. Asumsi 2 : Saluran kosmopolitan relatif lebih penting pada fase pengetahuan

(knowledge), dan saluran lokal (localite) relatif lebih penting pada fase

persuasi pada proses keputusan-difusi inovasi

Cosmpolite communication channel atau secara harfiah saluran komunikasi

kosmpolitan, adalah mereka yang berasal dari luar sistem sosial yang tengah

diinvestigasi : saluran lain mengenai ide baru yang mencakup individu-

individu dari sumber di dalam sistem sosial mereka. Saluran interpersonal

masuk ke dalam lokal maupun kosmopolitan, sedangkan mas media

keseluruhan merupakan kosmopolitan.

3. Asumsi 3 : Saluran media massa relatif lebih penting dibanding saluran

interpersonal untuk adopter tingkat awal dibanding adopter tingkat akhir.

Pada saat ini inovator hanyalah satu-satunya tingkatan dalam sistem difusi

yang mengadopsi sebuah ide baru sehingga tidak ada seorang pun dalam

sistem yang berpengalaman dengan inovasi. Seorang late adopter tidak perlu

berhubungan langsung dengan media massa, dirinya lekat dengan saluran

interpersonal pada sistem sosial. Early adopter membutuhkan informasi

karena sifatnya yang suka berpetualang mencari informasi, untuk itu stimulus

dari media massa cukup untuk menggerakan mereka. Sedangkan late adopter

membutuhkan pengaruh yang kuat dan cepat, seperti jaringan interpersonal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

41

4. Asumsi 4 : Saluran kosmopolitan relatif lebih penting dibanding saluran

lokal untuk early adopter dibanding late adopter.

Inovasi masuk ke dalam sistem sosial melalui sumber dari luar, yakni :

mereka yang mengadopsi pertama kali lebih bergantung pada saluran

kosmopolitan. Mereka, para early adopter, secara kebalikan bertindak sebagai

saluran interpersonal dan saluran lokal untuk adopter dibawahnya.

B. Message Reception

Proses kedua dalam kajian proses komunikasi dalam ranah difusi inovasi ini

adalah proses penerimaan pesan (message reception). Proses penerimaan pesan

adalah sekuen dari proses penciptaan pesan yang menjadi fokus dalam penelitian

ini. Proses komunikasi dalam difusi inovasi terjadi pada beberapa kategori

adopter.

Pertanyaan mendasar pada fase ini adalah bagaimana komunikan menjadi

paham, mengorganisasi, dan menggunakan informasi yang terkandung dalam

sebuah pesan.

B.1 Message Interpretation

Interpretasi adalah proses bagaimana individu paham dengan apa yang kita

(komunikator) sampaikan / paham dengan pengalaman dari komunikator. Teori

yang dikembangkan dalam fase ini adalah Attribution Theory oleh Fritz Heider.

Teori ini menjelaskan bagaimana kita faham dengan perilaku kita sendiri dan

orang lain. Ada beberapa atribut yang mendasari perilaku manusia dalam

interpretasi pesan ini yakni, situational causes (dipengaruhi oleh lingkungan),

personal effects (dipengaruhi secara personal oleh orang lain), ability

(kemampuan untuk melakukan sesuatu), desire (hasrat melakukan sesuatu),

sentiment (merasa menyukai sesuatu), belonging (merasa memiliki sesuatu),

obligation (merasa harus melakukan), dan permission (diizinkan untuk

melakukan/bertindak) (Littlejohn, 2002 : 12-122).

Persepsi kausal ditengahi oleh variabel psikologis dari dalam diri individu.

Salah satunya adalah meanings (makna). Kita akan selalu menyertakan makna

terhadap apa yang kita lihat, dan makna tersebut berperan penting atas apa yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

42

kita lihat. Makna ini akan membantu kita mengintegrasikan persepsi kita dan

mengorganisasi pengamatan kita menjadi pola yang membantu kita memaknai

dunia.

Kajian yang menarik dalam teori ini adalah ketika kita sadar bahwa

komunikator memiliki maksud dalam berkomunikasi dengan kita. Jika hal ini

terjadi kita akan menyadari adanya dua kemungkinan, yakni ability dan

motivation. Sedangkan hal menarik lainnya muncul ketika seseorang ought to atau

harus melakukan sesuatu, hal ini tidak memaksa, karena individu bisa melakukan

karena dia memang seharusnya melakukan, untuk itu ketika orang ingin konsisten

harus ada keseimbangan antara obligations dan values.

B.2 Information Organization

Pada bagian ini kita melihat bagaimana individu setuju dengan cara kita

mengorganisasi dan mengatur informasi dan bagaimana informasi mempengaruhi

sistem kognitif kita (Littlejohn, 2002 : 12-123).

Information-Integration Theory melihat bagaimana seseorang mengumpulkan

dan mengorganisasi informasi tentang orang lain, objek, situasi, atau ide dan

bentuk perilaku. Ada beberapa variabel penting bagaimana sebuah informasi

mampu mengubah pola perilaku kita, informasi harus memenuhi dua syarat, yakni

Valence, bagaimana sebuah informasi mendukung kepercayaan kita dan sikap

yang kita miliki, informasi memiliki “positive valence” namun, ketika sebuah

informasi tidak mendukung sikap dan kepercayaan kita informasi tersebut

mengandung “negative valence”.

Variabel selanjutnya adalah weight, ketika sebuah informasi dirasa memiliki

sebuah kebenaran maka kita akan memberikan weight atau penekanan / perhatian

yang lebih tinggi atas informasi tersebut. Namun, ketika informasi dirasa tidak

benar, tingkat penekanan akan rendah.

Sebuah sikap terdiri atas akumulasi dari informasi tentang objek, personal,

situasi, dan pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi baru

menambah sikap atau merubah salah satu pandangan mengenai weight dan

valence dari informasi lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

43

VII. Peran Kategori Inovasi Dalam Proses Penyebaran dan Penerimaan

Pesan

Melalui penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan dan menganalisis

bagaimana masing-masing kategori adopter berperan dalam proses penyebaran

pesan (message dissemination) dan proses penerimaan pesan (message reception).

Masing-masing kategori memiliki peran dan cara (saluran) yang berbeda

dalam rangka melakukan proses difusi (transmisi) pesan melalui proses

komunikasi (communication exchange).

1. Innovator

Dalam penelitian ini, inovator adalah seorang atau instansi yang mampu

menciptakan produk / ide baru mengenai kamera digital. Peran inovator

sebagai gatekeeping menuntut mereka harus mampu memilih ide mana yang

mampu ditransmisikan dan diadopsi oleh kategori di bawahnya dengan tepat

sasaran. Untuk itulah seorang inovator harus mentransmisikan produk /

inovasi mereka dengan pemilihan pesan melalui media (saluran) komunikasi

yang tepat. Pemilihan saluran komunikasi yang tepat akan menentukan

keberhasilan proses adopsi produk mereka. Secara sistematis, dalam

kategori adopter ini seorang inovator memegang peran untuk : message

dissemination, media choice, dan penentuan target inovasi.

2. Early Adopter

Early adopter adalah kategori adopter yang berada langsung di bawah

inovator. Seorang early adopter adalah orang yang dianggap memiliki

pengaruh dalam sebuah tatanan sistem sosial. Peran seorang early adopter

sebagai opinion leader yang memiliki kekuatan dalam mempengaruhi

individu-individu lain, mampu digunakan inovator sebagai sarana

mempercepat proses difusi.

Seorang early adopter memiliki peran untuk menjadi penerima pesan dari

innovator maupun change agents yang ditunjuk innovator. Proses message

reception ini akan dilanjutkan oleh early adopter melalui saluran komunikasi

interpersonal kepada kategori di bawahnya. Pada proses terakhir ini early

adopter berperan melakukan penyebaran pesan pada kategori early majority.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

44

Secara sistematis seorang early adopter memegang peranan untuk : message

reception, media choice, dan message dissemination.

3. Early Majority

Kategori ketiga dalam proses difusi inovasi adalah early majority, peranan

seorang early majority adalah penghubung bagi kategori adopter awal dan

kategori adopter kategori akhir. Sifat early majority sebagai adopter

memberikan jaringan dalam sistem sosial adopter.

Early majority akan melakukan proses message reception dari seorang early

adopter untuk ditransmisikan melalui saluran komunikasi interpersonal

kepada kategori di bawahnya. Secara sistematis kategori ini memberikan

peran sebagai : message reception, media choice, dan message

dissemination.

4. Late Majority

Dalam sebuah lingkup sistem sosial, individu yang masuk dalam kategori ini

adalah mereka yang melakukan adopsi setelah mayoritas individu sudah

melakukan adopsi atas ide baru tersebut. Kategori ini cenderung lambat

menerima inovasi, faktor norma sosial, ekonomi, dan kebutuhan untuk

meningkatkan jaringan yang bisa menjadi pendorongm ereka melakukan

adopsi.

Dalam kategori adopter, late majority bertindak pasif untuk menerima pesan

dari kategori di atasnya (message reception), pada tahap ini kategori adopsi

cenderung melambat setelah mencapai puncaknya. Pendekatan secara

interpersonal adalah cara paling tepat untuk melakukan pendekatan individu

pada tahap ini.

5. Laggards

Merupakan kategori terakhir yang melakukan adopsi. Sifat kategori ini

sangat tradisional. Sangat sulit untuk melakukan penetrasi ide baru terhadap

kategori ini, karena sifatnya yang terpinggirkan dan tidak memiliki opinion

leader. Adopsi pada tahap ini berlangsung bisa antar generasi sampai muncul

beberapa ide baru yang menggantikan ide yang baru saja mereka adopsi.

Pada tahap ini ide baru (inovasi) cenderung sudah berhenti dan tidak berjalan

lagi. Kategori ini hanya bertindak sebagai penerima pesan pasif (message

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

45

reception) dan cenderung memakan waktu sangat lama dalam adopsi ide

baru ini.

C. Fotografer Profesional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 897), kata profesional

memiliki makna segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi, memerlukan

kepandaian khusus untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran

untuk melakukannya (lawan dari amatir).

Dalam konteks fotografi, seorang fotografer tidak hanya diharuskan

menguasai teknis fotografi saja namun, wajib paham akan adanya ide, gagasan,

perencanaan, pengenalan medan dan pengolahan hasil setelah eksekusi foto

(editing). Makna profesional dalam dunia fotografi atau lazim disebut pro bukan

semata-mata dinilai dari adanya penghargaan dalam bentuk uang. Fotografer

profesional adalah mereka yang dengan sungguh-sungguh mempelajari fotografi

dalam segi teknis dan memiliki perencanaan matang dalam eksekusi dan pra

produksi. Pekerjaan mereka dilakukan dengan seksama dan konsisten tidak

menutup kemungkinan pengakuan dari pihak lain bisa berupa pemberian upah

(uang).

Perdebatan mengenai definisi pro dan amatir dalam dunia fotografi memang

masih berlangsung sampai saat ini. Sebagian dari mereka yang memegang kamera

jenis DSLR tidak mau dikatakan amatir namun, dari segi eksekusi dan attitude

dalam fotografi mereka belum dikatakan profesional begitu pun sebaliknya.

Banyak pula fotografer amatir yang tidak bekerja secara profesional (dibayar)

namun, dalam segi hasil melebihi profesional.

Dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan mengenai definisi fotografer

profesional sebagai orang dengan profesi sebagai fotografer untuk menafkahi

kehidupan mereka, atau bisa disebut fotografi profesi. Peneliti mengambil dua

sampel fotografer profesional dari dunia jurnalistik dan fotografer profesional dari

dunia non jurnalistik atau fotografer profesional komersil (wedding photography,

still life photography, dsb).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 46: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sebuah penelitian kualitatif

melibatkan studi tentang bagaimana memakai dan mengumpulkan berbagai jenis

material empiris-studi kasus : pengalaman personal, instropeksi, kisah hidup,

wawancara, artefak, cultural texts and productions, observasional, historikal,

interaksional, visual teks- yang menjelaskan secara rutin dan problematis kejadian

dan makna dalam kehidupan individu.

Pendekatan yang dilakukan peneliti adalah menggunakan metode studi kasus

dimana metode ini cocok digunakan bila penelitian berkenaan dengan how dan why.

Yin (2002 : 13) menyebutkan bahwa studi kasus sebagai sebuah bentuk penelitian

yang mencoba menginvestigasi fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan

nyata terutama ketika batasan antara fenomena dan konteks tidak terlalu jelas.

Studi kasus bisa berarti metode atau strategi dalam penelitian, bisa juga berarti

hasil dari suatu penelitian sebuah kasus tertentu. Studi kasus adalah suatu pendekatan

untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) dalam

konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim. 2001 : 93).

Secara praktis peneliti melihat realita yang dihadapi dalam penelitian sebagai

realitas majemuk yang tidak bisa dilihat bagaimana jawaban dari penelitian

mengenai proses penerimaan teknologi kamera DSLR sehingga perlu adanya

penggalian lebih dalam mengenai fenomena tersebut. Secara ontologis peneliti harus

tahu bagaimana tingkat keterlibatannya dalam penelitian tersebut. Peneliti terlibat

secara aktif menjalin relasi di dalam proses interaksi dengan subjek penelitiannya.

Secara aksiologis, nilai-nilai di dalam penelitian ini terdapat banyak nilai-nilai dari

peneliti yang masuk ke dalam penelitian.

Menurut Pawito (2007 : 35), penelitian komunikasi kualitatif, biasanya tidak

dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol

gejala-gejala komunikasi atau mengemukakan prediksi-prediksi, tetapi lebih

dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman (understanding)

mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.

46

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 47: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

47

Menurut Mooney yang dikutip oleh Agus Salim (2001 : 95) menyebutkan

bahwasanya studi kasus dapat dilihat sebagai empat macam model pengembangan

yang terkait dengan model analisisnya, yaitu :

1. Studi kasus tunggal dengan single level analysis : studi kasus yang

menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah

penting

2. Studi kasus tunggal dengan multi level analysis : studi kasus yang

menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai

tingkatan masalah penting

3. Studi kasus jamak dengan single level analysis : studi kasus yang menyoroti

perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting

4. Studi kasus jamak dengan multi level analysis : studi kasus yang menyoroti

perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan berbagai tingkatan

masalah penting

Penulis menggunakan studi kasus tunggal dengan single case analysis, karena

melihat fenomena yang dikaji adalah sebuah kasus tunggal mengenai pola proses

persebaran dan penerimaan informasi tanpa memberikan perbandingan terhadap

kasus besar lainnya.

Metode adalah cara paling utama yang digunakan untuk mencapai tujuan

penelitian. Pada penelitian ini penulis ingin menggambarkan suatu realitas, maka

jenis penelitian yang paling tepat adalah jenis kualitatif dengan metode deskriptif.

Digunakan metode penelitian deskriptif di mana data akan lebih berbentuk kata-kata

dan gambar.

Menurut Pawito (2007 : 83), metodologi meliputi cara pandang dan prinsip

berpikir mengenai gejala yang diteliti, pendekatan yang digunakan, prosedur ilmiah

(metode) yang d1itempuh, termasuk dalam mengumpulkan data, analisis data dan

penarikan kesimpulan.

2. Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan pada fotografer profesional dan jurnalis foto di

Kota Solo dan Yogyakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 48: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

48

Pemilihan fotografer profesional dan jurnalis didasari asumsi dan pengamatan

peneliti bahwa dua profesi ini mengalami transisi penggunaan kamera dari analog

menjadi digital.

Kota Solo dan Yogyakarta dipilih karena di kota ini terdapat beberapa media

cetak yang cukup lama berdiri dan di dalamnya terdapat fotografer senior yang sudah

lama mengabdi. Selain itu di dua kota ini terdapat fotografer profesional lintas jaman

yang sangat berpengalaman di bidang fotografi.

3. Jenis Data

a. Data Primer

Yaitu data yang langsung diperoleh dari informan di lapangan melalui wawancara

dan observasi. Data yang diperoleh melalui wawancara berbentuk narasi

sedangkan melalui kegiatan observasi peneliti mendapatkan data dalam bentuk

narasi dan foto.

Kegiatan wawancara mendalam (in-depth interviewing) dilakukan kepada

beberapa informan untuk menggali informasi yang dibutuhkan peneliti.

Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka dan mengarah

pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal

terstruktur guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang

sangat bermanfaat untuk menjadi dasar penggalian informasinya secara lebih jauh,

lengkap, dan mendalam. Wawancara dihentikan apabila data yang didapatkan

dapat memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan.

Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-

gejala yang diteliti.

Peneliti turut aktif melakukan observasi pada kegiatan fotografer profesional

dalam melakukan kerja di dunia fotografi yang mereka geluti.

Hasil dari observasi ini disajikan dalam bentuk narasi dan foto yang dipergunakan

untuk memperkuat data yang diperoleh melalui wawancara.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dengan mengutip sumber-sumber melalui dokumen-

dokumen, buku-buku, arsip-arsip, dan catatan-catatan yang berhubungan dengan

objek penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 49: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

49

Peneliti melakukan studi dokumen/arsip mengenai sejarah kamera, dokumen/arsip

mengenai kegiatan jurnalisme dan fotografi yang dibuat melalui media kamera

analog maupun digital.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dalam beberapa cara,

yaitu :

a. Data yang diperoleh dari wawancara. Wawancara mendalam (in-depth

interviewing) dilakukan kepada beberapa informan untuk menggali informasi

yang dibutuhkan peneliti. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang

bersifat terbuka dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan

dengan cara yang tidak secara formal tersturktur guna menggali pandangan

subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi

dasar penggalian informasinya secara lebih jauh, lengkap, dan mendalam.

Wawancara dihentikan apabila data yang didapatkan dapat memenuhi

kebutuhan informasi yang diperlukan.

Penulis mengajukan pertanyaan mengenai karakteristik individu sebagai

seorang inovator, early adopter, early majority, dan late majority. Di dalam

pertanyaan mengenai karakteristik tersebut peneliti ingin menggali bagaimana

karakteristik individu pada masing-masing kategori inovasi.

Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana pola

komunikasi dalam menjalankan peran sebagai komunikator dan komunikan

untuk menyebarkan dan menerima informasi di dalam kategori inovasi.

Wawancara dilakukan kepada sepuluh informan yang terdiri atas satu orang

yang mewakili inovator, satu orang mewakili early adopter, empat orang

mewakili early majority, dan empat orang mewakili kategori late majority.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 50: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

50

Tabel 3.1 Data Narasumber Penelitian

No Nama informan Usia Instansi Jabatan Masa kerja

1. Sintra Wong 33 tahun PT. Datascrip Canon Division

Division Manager Canon

Image Communication

Product

9 tahun

2. Sunaryo haryo Bayu

48 tahun PT. Aksara Solopos Fotografer Jurnalistik

18 tahun

3. Franky 34 tahun PT. Aksara Solopos Kepala Bagian Umum

6 tahun

4. Tarko Sujarno 52 tahun Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta

Fotografer Jurnalistik

26 tahun

5. Ali Lutfi 38 tahun Jakarta Globe Kontributor Surakarta &

EPA wil. Surakarta

Fotografer Jurnalistik

15 tahun

6. Pang Hway Seng 63 tahun Bengawan Fotografi Fotografer Profesional

26 tahun

7. Agoes Rudianto 27 tahun Kontributor Kantor Berita Turki Wil.

Surakarta

Fotografer Jurnalistik

7 tahun

8. Kurniawan Arie 28 tahun Joglosemar Prima Media Fotografer Jurnalistik

4 tahun

9. Fahmi Widayat 30 tahun Freelancer Fotografer Profesional

3 tahun

10. Hasan Sakri Ghozali

28 tahun Tribun Jogja Fotografer Jurnalistik

4 tahun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 51: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

51

Observasi menurut Slamet (2006 : 85-86) dalam buku Metode Penelitian Sosial

yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat nonverbal. Secara umum teknik

observasi dilakukan bagi awal dari kegiatan survai yang dapat dijalankan

bersama dengan studi dokumentasi atau eksperimen.

Ada dua tipe observasi, yaitu :

1. Observasi berpartisipasi, dan

2. Observasi tidak berpartisipasi.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi tidak

berpartisipasi adalah kegiatan pengumpulan data yang bersifat nonverbal

dimana peneliti tidak berperan ganda. Peneliti berperan sebagai pengamat

belaka. Dia tidak turut serta sebagai aktor yang melibatkan diri dalam suatu

kegiatan.

Peneliti turut aktif melakukan observasi pada kegiatan fotografer profesional

dalam melakukan kerja di dunia fotografi yang mereka geluti.

Peneliti mengamati karakter individu dalam kategori inovasi dan melakukan

pengamatan bagaimana pola komunikasi khususnya bagaimana persebaran dan

penerimaan informasi dalam kategori inovasi tersebut.

Hasil dari observasi ini disajikan dalam bentuk narasi yang dipergunakan untuk

memperkuat data yang diperoleh melalui wawancara.

b. Data yang berupa dokumen, teks atau karya seni yang kemudian dinarasikan

(dikonversi ke dalam bentuk narasi). Peneliti mencari data penulisan dengan

cara mencari data-data, referensi-referensi, dokumen-dokumen, literatur-

literatur, dan buku-buku sebagai acuan dalam penulisan yang berhubungan

dengan objek penelitian.

Data yang diperoleh kemudian digunakan untuk memperkuat data yang

diperoleh melalui wawancara dan observasi.

5. Teknik Cuplikan (Sampling)

Teknik cuplikan pada penulisan ini dilakukan dengan maximum variation

sampling atau pengambilan sampel variasi maksimum. Strategi pengambilan sampel

variasi maksimum dimaksudkan untuk dapat menangkap atau menggambarkan suatu

tema sentral dari studi melalui informasi yang silang menyilang dari berbagai tipe

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 52: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

52

responden (Slamet, 2006 : 65-66). Cara menyusun pengambilan sampel variasi

maksimum adalah sebagai berikut : peneliti memulai dengan mengambil responden

yang memiliki ciri-ciri yang berbeda.

Maksud dari penggunaan sampel variasi maksimum bukan untuk

menggeneralisasikan penemuannya, melainkan mencari informasi yang dapat

menjelaskan adanya variasi serta pola-pola umum yang bermakna dalam variasi yang

ditemukan tersebut.

Yin (2002 : 90) menyebut key informan sebagai personal yang tidak hanya

memberikan informasi langsung kepada pokok permasalahan tapi juga bisa

memberikan bukti yang menguatkan ataupun bertentangan dengan asumsi peneliti.

Selain menggunakan teknik sampel variasi maksimum, peneliti menggunakan

teknik cuplikan snowball sampling. Pawito (2007 : 93) melihat teknik cuplikan ini

untuk mengimplikasikan jumlah sampel yang semakin membersar seiring dengan

perjalanan waktu pengamatan. Peneliti berangkat dari seorang infroman untuk

mengawali pengumpulan data. Kepada informan ini peneliti menanyakan siapa lagi

berikutnya (atau siapa saja) orang yang selayaknya diwawancarai, kemudian peneliti

beralih menemui informan berikutnya sesuai yang disarankan oleh informan

pertama, dan begini seterusnya hingga peneliti merasa yakin bahwa data yang

dibutuhkan sudah didapatkan secara memadai.

Peneliti memilih informan yang memiliki kompetensi untuk menjawab

pertanyaan mengenai proses difusi inovasi teknologi yang dilakukan dilakukan oleh

fotografer profesional di kota Solo dan Yogyakarta. Informan terdiri atas jurnalis

foto dan fotografer komersil di Kota Solo dan Yogyakarta sebagai key informan dan

fotografer pemula sebagai informan wawancara.

6. Validitas Data

Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan

dalam penelitian ini, teknik pengembangan validitas data menggunakan teknik

triangulasi sumber atau menurut istilah Patton (1984) juga disebut sebagai triangulasi

data.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi data yakni

triangulasi sumber. Triangulasi menunjukan bagaimana kita mengkoleksi data dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 53: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

53

berbagai sumber tapi mengarah pada penguatan sebuah fakta atau fenomena yang

diteliti (Yin, 2002 : 99). Ada dua keadaan dalam tirangulasi data, yakni :

1. Ketika peneliti benar-benar melakukan triangulasi data, fakta atau kejadian

dari sebuah studi kasus akan didukung lebih dari satu sumber bukti.

2. Ketika kita melakukan triangulasi dengan teknik multiple source tapi tidak

melakukan triangulasi data, peneliti secara khusus telah melakukan analisa

pada masing-masing sumber bukti secara terpisah dan telah

membandingkan konklusi dari berbagai analisis yang berbeda - tapi tidak

melakukan triangulasi data.

Triangulasi sumber mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, dia

wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda- beda yang tersedia.

Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali

dari beberapa sumber data yang berbeda.

Guna memperoleh kemantapan data dari berbagai informasi yang diperoleh

melalui informan di lingkungan fotografer profesional di Kota Solo dan Yogyakarta,

maka peneliti menggali informasi dari sumber data yang berbeda jenisnya misalnya

dari narasumber tertentu, dari kondisi lokasi, dari catatan atau arsip (koran) dan

dokumen (foto) yang memuat data yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan

peneliti.

7. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan analisis yang dikemukakan

oleh Yin (2002 : 111-112) strategi yang pertama dan lebih disukai adalah mengikuti

proposisi teoritis yang memimpin studi kasus. Proposisi-proposisi tersebut

membentuk rencana pengumpulan data dan karenanya memberi prioritas pada

strategi analisis yang relevan. Proposisi teoritis membantu peneliti memfokuskan

perhatian pada data tertentu dan mengabaikan data yang lain. Proposisi teoritis

tentang hubungan-hubungan kausal – jawaban-jawaban terhadap pertanyaan

“bagaimana” dan “mengapa” – bisa sangat berguna untuk menuntun analisis studi

kasus.

Pawito (2007 : 146) mengemukakan bahwasanya analisis dalam studi kasus

dapat dilakukan dengan membandingkan (mencari persamaan atau perbedaan) yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 54: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

54

ada diantara unit analisis yang berbeda-beda, menghubung-hubungkan satu dengan

yang lain.

Peneliti melakukan analisis data dengan menemukan gejala pada tiap unit

analisis yang diteliti kemudian melakukan perbandingan dengan teori-teori yang

digunakan sebagai acuan untuk kemudian mengambil kesimpulan baru dari hasil

analisa tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 55: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pergeseran Teknologi Analog Menuju Digital

Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi

yang turut berperan mempermudah kehidupan manusia dan menimbulkan perubahan

yang signifikan dalam sistem sosial di masyarakat.

Kebutuhan untuk mengabadikan sebuah moment dalam sebuah media digital

bernama kamera nampaknya sudah menjadi kelaziman sekaligus kebutuhan bagi

seseorang. Kesempurnaan untuk mengabadikan berbagai moment berharga menjadi

dambaan setiap pengguna kamera.

Celah kebutuhan inilah yang kemudian dimanfaatkan produsen untuk

mentransformasi ide kamera digital sebagai sarana yang mempermudah pekerjaan

khususnya para fotografer profesional. Fotografer profesional memiliki makna

pekerja di bidang foto, yang berarti orang atau individu yang mengantungkan hidup

atau dengan kata lain pekerjaannya berada dalam lingkup fotografi.

Inovasi khususnya di bidang teknologi juga terjadi pada perangkat rekam atau

kamera. Di era fotografi film, cermin itu wajib hadir sebab hanya itulah

”komunikasi” antara dunia nyata dan mata fotografer. Di dunia fotografi digital,

cermin itu tidak diperlukan lagi karena sensor kamera (pengganti film) bisa langsung

mengirimkan imaji kepada fotografer baik ke layar LCD maupun ke viewfinder

elektronik.

Pengguna kamera digital jenis DSLR pada kelompok pengguna jurnalis dan

profesional menjadi titik fokus penelitian ini. Pengguna tersebut dipilih karena

adanya ketergantungan yang tinggi terhadap inovasi DSLR dalam lingkup dunia

kerja mereka sehari-hari.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil sembilan sampel yang terdiri atas dua

orang dari jajaran manajerial dan tujuh orang fotografer. Tujuh fotografer tersebut

berasal dari wilayah Solo dan Yogyakarta. Lima orang sampel adalah mereka yang

bekerja sebagai fotografer jurnalis, dua orang adalah pekerja di bidang fotografi

profesional, dan dua orang adalah pihak manajemen yang berwenang untuk

mengadakan sebuah kamera di perusahaanya. Kedua kota ini dianggap mewakili

55

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 56: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

56

keberadaan pengguna kamera yang cukup tinggi pada dua kategori tersebut. Kota-

kota ini memiliki beberapa surat kabar lokal maupun nasional yang memiliki kantor

perwakilan serta menempatkan puluhan jurnalis di kedua kota tersebut. Para

fotografer tersebut berasal dari wilayah Solo dan Yogyakarta. Kedua kota ini

dianggap mewakili keberadaan pengguna kamera yang cukup tinggi pada dua

kategori tersebut. Kota-kota ini memiliki beberapa surat kabar lokal maupun nasional

yang memiliki kantor perwakilan serta menempatkan puluhan jurnalis di kedua kota

tersebut. Di dalam dunia profesional tidak dipungkiri keberadaan fotografer menjadi

ladang profesi jasa yang menjanjikan. Puluhan jasa fotografer profesional baik

freelance maupun perusahan bermunculan untuk menawarkan diri mengabadikan

setiap momen berharga.

A.1. Difusi Inovasi DSLR

Digitalisasi atau proses perubahan dari sistem analog menjadi sistem digital

sering juga disebut sebagai komputerisasi, turut berperan mendorong masyarakat

mengikuti arus perubahan dan turut dalam penggunaan mekanisme digital. Sebagai

sebuah perubahan yang bersifat masif, tentunya masyarakat dihadapkan pada pilihan

untuk belajar atau tetinggal dalam perkembangan teknologi ini.

Peneliti melihat perubahan teknologi dari sistem analog menjadi digital turut

“memaksa” seorang mempelajari inovasi baru yang ditawarkan kepada mereka.

Sebagai contoh perlu adanya penyesuaian baru dengan mengenal perangkat dan

tombol operasional sebuah kamera digital yang jauh berbeda dari kamera analog.

Kemudian muncul lagi perbedaan dari segi olah gambar sampai transmisi gambar,

semuanya merupakan hal baru yang berbeda dari sistem analog sebelumnya.

Dalam dunia fotografi digital, istilah digitalisasi terdiri atas dua proses penting,

yakni proses pengambilan gambar dan proses pengolahan gambar setelah gambar

diambil. Proses digital mampu memotong proses ruang gelap dimana fotografer

harus bergulat dengan bahan kimia demi menghasilkan sebuah gambar pilihan.

Proses digital memudahkan fotografer dalam memenuhi tuntutan deadline

perusahaan.

Berbagai perubahan yang terjadi akibat pergeseran sistem dari analog menjadi

digital merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Berbagai faktor yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 57: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

57

mempengaruhi seorang fotografer profesional, dalam proses difusi inovasi teknologi

kamera analog menjadi digital, inilah yang menurut peneliti dianggap sebagai proses

perubahan masif dalam dunia fotografi. Perubahan dari proses pengambilan gambar

hingga proses pengolahan gambar semua mengalami perkembangan yang luar biasa.

Dalam ranah ilmu komunikasi, peneliti melihat fenomena ini melalui aspek-

aspek teori difusi inovasi. Peneliti ingin melihat bagaimana proses penerimaan dan

penyebaran (difusi) informasi mengenai kamera jenis DSLR ini sebagai sebuah hal

yang menarik. Peneliti ingin melihat bagaimana peran individu dalam proses

penerimaan dan penyebaran (difusi) informasi tentang ide baru (inovasi) kamera

DSLR di kalangan fotografer jurnalis dan profesional tersebut.

Apakah yang dimaksud difusi inovasi itu ? Rogers (1983 : 5) menyebutkan

difusi adalah proses dimana sebuah inovasi di komunikasikan melalui media tertentu

secara berulang-ulang diantara anggota sistem sosial. Difusi inovasi adalah tipe

khusus dari komunikasi, di dalamnya terdapat pesan berada. Fokus kepada ide-ide

baru. Sedangkan komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan

membagi informasi dengan orang lain untuk mencapai pemahaman yang sama

Proses difusi inovasi adalah tindakan mengkomunikasikan sebuah pesan atau ide

mengenai sebuah hal baru (inovasi) untuk dapat digunakan sebagai alat

menyelesaikan problem atau masalah yang sudah ada.

Proses keputusan-inovasi adalah sebuah proses dimana seorang individu (atau

unit pengambil keputusan lain) mendapatkan pengetahuan pertama mengenai sebuah

inovasi, untuk membentuk sebuah sikap terhadap inovasi, sebuah keputusan untuk

mengadopsi atau menolak, untuk menerapkan sebuah ide baru, dan untuk mengakui

keputusannya.

Proses ini terdiri dari sebuah seri tindakan dan pemilihan berulang-ulang dimana

individu atau organisasi mengevaluasi sebuah ide baru dan memutuskan apakan iya

atau tidak untuk bergabung dengan ide baru tersebut untuk kemudian dipraktekan.

Perilaku ini dasarnya berhadapan dengan ketidakpastian yang ada pada sikap

menentukan pada sebuah alternatif dari inovasi yang sudah ada.

Komunikasi menjadi titik penting dalam proses difusi, karena esensi dari proses

penyampaian ide / gagasan itu berawal dari bagaimana sebuah pesan diciptakan oleh

komunikator (message production) untuk selanjutnya ditransmikan oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 58: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

58

komunikator (message dissemination) melalui saluran komunikasi dan dapat diterima

oleh komunikan (message reception)

Hal ini terkait bagaimana sebuah ide / pesan dalam sebuah informasi disebarkan

oleh komunikator untuk selanjutnya mengalami proses difusi hingga diterima oleh

komunikan.

Dalam ranah ilmu komunikasi peneliti ingin melihat pada proses terjadinya

difusi itu sendiri. Bagaimana sebuah ide atau gagasan baru, yakni informasi

mengenai kamera digital jenis DSLR diadopsi oleh komunikator untuk diterima dan

disebarkan ke dalam lingkup sistem sosial.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat proses difusi inovasi sebagai proses

bagaimana sebuah inovasi mengalami proses difusi sampai akhirnya bisa diaplikasi

kan oleh beberapa adopter. Proses difusi dilihat sebagai bentuk komunikasi khusus

yang dilakukan oleh seorang komunikator melalui beberapa saluran komunikasi

untuk dapat diterima oleh komunikator. Ada dua bahasan pokok dalam penelitian ini,

yakni bagaimana sebuah pesan disebarkan (message dissemination) dan bagaimana

sebuah pesan diterima / diintepretasikan (message reception). Ada pula dua peranan

individu yang ingin dilihat peneliti di dalam penelitian ini, yakni bagaimana peran

seorang individu / organisasi menjadi seorang komunikator dalam melakukan

persebaran pesan (message dissemination) dan bagaimana peran individu ketika dia

menjadi seorang komunikator yang menerima pesan (message reception).

B. Karakter Individu Dalam Proses Difusi Inovasi

Difusi inovasi sebagai proses komunikasi menekankan pada pentingnya individu

sebagai komunikator (penyebar) dan komunikan (penerima) pesan. Namun, dalam

sebuah sistem sosial tidak sepenuhnya inovasi atau ide baru dapat diterima oleh

kelompok masyarakat di dalamnya.

Tidak semua individu dalam sistem sosial mengadopsi sebuah inovasi dalam

waktu yang bersamaan. Mereka cenderung melakukan adopsi pada sekuen waktu

tertentu dan bisa dikelompokan dalam beberapa tipe adopter (Rogers, 1983 : 241).

Berdasarkan penelitian, terdapat empat tipe ideal adopter dalam proses difusi

inovasi. Keempat kategori individu tersebut mempunyai beberapa karakteristik yakni

sebagai berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 59: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

59

B.1. Innovator : Venturesome

Seorang inovator adalah pribadi yang suka berpetualang, mencoba hal-hal baru,

dan mempunyai obsesi mengenai suatu hal baru. Sifatnya ini membuatnya berada

pada lingkaran hubungan sosial kosmopolitan, jauh dari lingkup putaran lokal (local

circle). Seorang innovator harus memiliki finansial yang kuat terkait beberapa proses

pengembangan pengetahuan ide baru yang akan dilakukan. Mereka harus bergelut

dengan ketidakpastian mengenai kapan inovasi yang mereka ciptakan akan diadopsi

oleh adopter. Jadi, inovator memegang peranan sebagai gatekeeping mengenai ide

baru dalam sistem sosial (Rogers, 1983 : 248).

Dalam penelitian ini kategori inovator diwakili oleh pihak PT. Datascrip

Indonesia. PT. Datascrip merupakan distributor tunggal resmi yang menangani

distribusi berbagai inovasi teknologi yang di dalamnya memiliki salah satu divisi

yang menangani peredaran kamera merk Canon di seluruh wilayah Indonesia. Canon

Division dalam penelitian ini memiliki divisi marketing yang dijadikan sampel untuk

penelitian ini.

Subjek pada kategori ini adalah Sintra Wong, seorang Division Manager Canon

Image Communication Product PT. Datascrip di Jakarta sebagai perwakilan Canon

global untuk menangani distribusi dan penjualan semua merk dagang kamera Canon

di semua wilayah di Indonesia.Seorang inovator dalam penelitian ini mewakili

produsen utama.

Posisi seorang inovator sangat erat hubungannya dengan karakteristik mereka

dalam penyebaran informasi, keterbukaan terhadap inovasi dan akses terhadap

saluran komunikasi.

Disebutkan oleh Wejnert (2002 : 302) dalam jurnal yang berjudul Integrating

Models of Diffusion of Innovations : A Conceptual Framework, kategori inovator

memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

Enam karakter dari variabel pelaku yang nampak untuk mengatur adopsi inovasi

adalah :

1. Status sosial dari inovator

2. Tingkat pemahaman terhadap inovasi

3. Karakter status

4. Karakter sosial ekonomi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 60: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

60

5. Posisi relatif dalam jaringan sosial

6. Karakter personal yang berhubungan dengan variabel kultur yang

memodifikasi karakter personal dari pelaku di level populasi.

Individu pada kategori inovator pada penelitian ini adalah mereka yang memiliki

mobilitas tinggi, didukung oleh finansial kuat, memiliki jaringan komunikasi yang

luas dan terbuka dalam mengumpulkan informasi. Melihat karakteristik dan fungsi

seorang inovator dalam penjabaran diatas menegaskan fungsi inovator adalah mutlak

sebagai komunikator untuk sebuah produk inovasi DSLR. Keberadaan kategori ini

mutlak fungsinya sebagai penyokong keberlangsungan persebaran informasi kepada

kategori adopter potensial kamera jenis DSLR.

a. Pengetahuan Tentang Produk Tinggi

Dalam penelitian ini disebutkan oleh informan bahwa semua anggota divisi yang

dia pimpin wajib untuk terbuka atas setiap informasi yang mereka terima

mengenai sebuah produk kamera. Seorang inovator adalah komunikator bagi

produk inovasi yang akan dipasarkan kelak, untuk itulah pemahaman terhadap

informasi mengenai sebuah produk inovasi wajib dimiliki.

“Tim pemasaran (marketing) yang menangani pemasaran sebuah produk kamera harus mengetahui dan memahami secara menyeluruh semua aspek Product, Pricing, Placement, Promotion, dan Personnel (5P) untuk produk yang dijualnya bahkan sebelum produk tersebut mulai dijual.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

“Penguasaan terhadap unsur 5P merupakan hal yang mutlak untuk meraih kesuksesan pemasaran sebuah produk, termasuk di dalamnya bagaimana mengomunikasikan / mempromosikan produk tersebut ke konsumen sebagai bagian dari unsur Promotion dalam 5P Marketing Mix di atas.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

b. Memiliki Dukungan Finansial Kuat

Seorang inovator harus memiliki dukungan finansial yang kuat karena bukan

perkara mudah menyebarkan sebuah informasi mengenai sebuah inovasi kepada

khalayak luas di wilayah Indonesia dengan tata geografis yang luas dan ragam

target pasar yang sangat bervariasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 61: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

61

“Luasnya negara Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar dan kecil mengharuskan kami untuk menggunakan begitu banyak media dan saluran komunikasi yang sangat beragam untuk dapat menjangkau segmen pasar yang kami bidik. Hal ini tentunya juga mengakibatkan timbulnya biaya yang tidak kecil.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

c. Memiliki Jaringan Informasi Yang Luas

Karakteristik seorang inovator dituntut untuk terbuka akan akses terhadap

informasi mengenai sebuah inovasi. Selain itu seorang inovator adalah orang

yang memiliki jaringan kuat dalam sebuah sistem sosial. Jaringan ini wajib

dimiliki dalam rangka memudahkan akses terhadap sebuah informasi mengenai

inovasi. Jaringan yang dimiliki oleh komunikator pada kategori ini digunakan

untuk mendapatkan informasi terkait sehingga menambah pengetahuan

komunikator mengenai sebuah inovasi.

“Sumber utama informasi produk bersumber dari pihak produsen/manufaktur/principal, sedangkan informasi produk kompetitor harus digali dari berbagai sumber yang kini semakin mudah diperoleh di ranah daring/online.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

d. Memiliki Power Untuk Mempengaruhi

Seorang inovator pada kategori ini memiliki kekuatan untuk menekan, kekuatan

ini digunakan untuk menekan ke dalam (perusahaan) dan menekan ke luar

(konsumen) agar mereka paham atas informasi terkait inovasi DSLR tertentu.

Hal ini terkait bagaimana individu kategori ini mengharuskan pemahaman

informasi mengenai sebuah produk.

“Kepada seluruh tim pemasaran, tim penjualan, dan tim pelayanan

pelanggan serta segmen pasar yang dibidik kelas produk DSLR

tersebut.”

(Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product

PT. Datascrip, 33 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 62: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

62

B.2. Early Adopter : Respectable

Early adopter lebih terintegrasi dengan sistem lokal dibandingkan seorang

inovator. Pada kategori ini seorang individu harus mempunyai peranan yang paling

besar menjadi seorang opinion leader di dalam kebanyakan sistem sosial. early

adopter sering mencari informasi dan hal-hal terkait dengan sebuah inovasi, karena

sifatnya inilah seorang change agents sering menunjuknya sebagai misionaris lokal

untuk menyebarkan proses difusi. Karena kedekatannya dengan inovasi ini,

menjadikannya sebagai model contoh bagi masyarakat lain, dirinya sangat dihormati

dalam lingkup sistem sosial. jadi, peran seorang early adopter adalah mengurangi

ketidakpastian mengenai sebuah inovasi untuk dapat diadopsi, perannya

menyampaikan evaluasi subjektif mengenai inovasi kepada rekan terdekatnya

melalui saluran interpersonal (Rogers, 1983 : 248).

Kategori ini diwakili oleh Franky, Kepala Bagian Umum, PT Aksara Solopos

sebagai divisi untuk menangani distribusi dan pengadaan semua kamera jenis DSLR

di lingkup pekerja media (fotografer) Solopos.

a. Terbuka Terhadap Informasi

Karakteristik seorang early adopter dituntut untuk terbuka terhadap informasi

mengenai sebuah inovasi. Tanpa adanya keterbukaan terhadap informasi,

seorang early adopter tidak akan mendapat pengetahuan mengenai informasi

sebuah produk inovasi yang akan diadopsi.

“Saya harus terbuka dengan informasi baru, semua staf saya pun

harus terbuka atas informasi yang beredar.”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“Saya harus paham secara spek teknis kamera tersebut. Sekarang ada kamera dengan fasilitas wifi dan GPS, kalau nanti mereka pakai seperti itu? Apakah itu selaras dengan kebutuhan? Kalau semisal mereka mengajukan sebuah spesifikasi kamera misal Canon 6D, kita harus cek dengan manajemen nih, apakah kebutuhan tersebut sudah mendesak atau sekedar mengikuti tren saja ?” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 63: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

63

b. Memiliki Jaringan Kuat

Seorang adopter pada kategori ini memiliki jaringan yang kuat untuk

mendukung proses pencarian informasi. Jaringan ini berguna bagi individu

untuk mencari informasi detail mengenai sebuah produk yang akan diadopsi.

Pencarian informasi melalui berbagai jaringan untuk mengurangi ketidakpastian

mengenai sebuah inovasi sebelum diadopsi.

Kemudian saya juga berhubungan dengan komunitas pengguna

kamera digital untuk sharing dengan mereka.

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“Selain itu saya sering juga sharing lewat telepon dengan komunitas

pengguna fotografer tadi tentang fungsi dan kemudahan sebuah

kamera.”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

c. Memiliki Power Untuk Mempengaruhi

Seorang early adopter adalah mereka yang memiliki power atau kekuatan untuk

mempengaruhi manajerial dalam perusahaan sekaligus menggunakan power

tersebut untuk mempengaruhi kategori penerima informasi di bawahnya.

“....Kemudian bagian manajerial, di dalamnya ada manajemen penjualan, adalah yang bertanggung jawab atas penjualan produk. Lalu kami, divisi umum adalah divisi yang menjembatani dua divisi besar tersebut.” “...Kami mengendalikan kebutuhan dua divisi tersebut, jika mereka membutuhkan kamera, mereka mengajukan ke manajemen. Dan manajemen akan memerintahkan saya melakukan cek atas kebutuhan tersebut, apakah berlebihan tidak untuk kebutuhan di lapangan.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

Pada kategori early adopter terlihat bahwa subjek penelitian pada kategori ini

menggunakan power atau kekuatan yang dimilikinya untuk menyampaikan

informasi dan memberikan pengaruh pada manajemen ke atas dan kategori

penerima adopter di bawahnya (early majority). Pada perusahaan ini komunikasi

dilakukan melalui media rapat internal untuk memberikan masukan dan

mengambil keputusan untuk mengadopsi sebuah inovasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 64: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

64

Dari keterangan subjek tersebut menunjukan bahwa dirinya memegang peranan

vital dalam pengambilan keputusan di dalam instansi tersebut. Subjek memiliki

power untuk memberikan masukan informasi mengenai sebuah inovasi dan

melakukan pengadaan produk inovasi DSLR tertentu.

“...Jadi memang setiap pengadaan tentunya harus ada usul dari redaksi dulu, SOP perusahaan menegaskan kami tidak boleh mengadakan sesuatu tanpa ada permintaan dari divisi manapun. Pun dengan mereka, mereka tidak bisa membeli tanpa melalui saya.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th) “Kita melakukan komunikasi melalui rapat ketika ada pengajuan kamera merek tertentu dari pihak redaksi. Saya sebagai penengah. Semua disesuaikan dengan kebutuhan dari sisi kecepatan dan pengolahannya, kita cari kemudahan. Kita dari perusahaan kita akan memilih apakah kita akan menonjolkan sisi kecepatan kemudahan ataupun sisi mana saja yang ingin kita kejar.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“Benar divisi ini sangat vital dalam pengadaan kamera khususnya. Bukan hanya pengadaan tapi proses after salesnya yang kita kerjakan disini. Jadi memang setiap pengadaan tentunya harus ada usul dari redaksi dulu, SOP perusahaan menegaskan kami tidak boleh mengadakan sesuatu tanpa ada permintaan dari divisi manapun. Pun dengan mereka, mereka tidak bisa membeli tanpa melalui saya.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

B.3. Early Majority : Deliberate

Seorang early majority mengadopsi ide baru sesaat sebelum rata-rata anggota

sistem sosial melakukan adopsi serupa. Individu pada tahap ini sering berinteraksi

dengan peers tapi jarang memegang posisi pemimpin. Early majority mendapatkan

posisi unik di antara early majority dan late adopter membuat mereka menjadi link

penghubung yang penting dalam proses difusi. Mereka menjadi penghubung antar

fase dalam prses difusi. Periode pengambilan keputusan difusi pada proses ini

cenderung lambat dibanding seorang early adopter (Rogers, 1983 : 249).

Dalam mengadopsi sebuah inovasi seorang early majority relatif lebih panjang

dibanding seorang inovator maupun seorang late adopter. Dalam penelitian ini

peneliti mengambil sampel sebanyak empat orang fotografer, tiga dari kategori

fotografer jurnalistik dan satu orang fotografer profesional. Seorang early majority

bisa ditandai dengan tingkat kecepatan seseorang mengadopsi sebuah inovasi. Dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 65: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

65

penelitian ini keempat sampel adalah mereka yang merupakan fotografer senior

dengan masa kerja di atas 10 tahun, yang artinya mereka sudah mengadopsi DSLR

saat pertama kali terjadi transisi dari analog menuju digital.

a. Memiliki Senioritas Dalam Proses Adopsi

Karakter seorang early majority adalah mereka cenderung mendapatkan

penghormatan dari anggota kategori di bawahnya, dan mereka memiliki

partisipasi sosial yang tinggi dalam hal berkomunikasi. Dalam dunia foto

jurnalistik maupun fotografer profesional hal ini menurut peneliti sangat

dipengaruhi oleh tingkat senioritas seorang fotografer dalam lingkup sosialnya.

Hal ini bisa dikaitkan bagaimana periode awal mereka mengadopsi teknologi ini

setelah mengalami transisi dari teknologi analog.

“Analog ke digital awal tahun 2000 , tepatnya lupa , belum langsung ke DSLR, saya Cuma pakai Fuji pocket , adanya Cuma itu, yang pakai dslr belum ada, ada tp jarang karena harganya yang mahal sekali. Jadi pertama kali pakai DSLR itu karena kantor menyediakan itu, mau ga mau harus makai itu, pertama kali sih makainya D70, merek Nikon itu. Waktu itu fotografer di Solopos masih saya, sama Yayus. Sekarang sudah empat orang.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th) “Waktu itu kita belum bayangin ada digital seperti saat ini. Ya waktu itu makai apa adanya analog aja, nyari cetak yang cepat dimana. Saya makai pertama kali sih pocket masih 2.3 MP, pertama kali mungkin di Jogja. Beberapa kejadian besar seperti jatuhnya pesawat di Bengawan Solo itu saya masih pakai poket. Kebakaran kilang minyak di Cepu juga. Susah karena beberapa kejadian malam hari, saya akal-akalin saja sensornya. DSLR saya mulai pakai tahun 2000-an awal. Dulu masih jarang yang makai DLSR, saya pertama kayanya, dapatnya juga nitip dari temen saya yang lagi pergi ke luar negeri saat itu.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

“Pertama kali memakai teknologi digital saya menggunakan kamera compact digital Fuji saat itu, dengan kapasitas memori 8 MB saja. Dengan kualitas 2-3 MP saja saat itu. Saya mulai pegang DSLR tahun 2003.” (Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th) “Periode tahun 2002-2004 saya transisi sudah pakai DSLR, tapi masih ndobel waktu itu, karena saya belum sepenuhnya percaya dan yakin dengan DSLR, jadi setiap motret saya selalu pakai dua kamera, satu digital satu analog. Mulai tahun 2004 saya mulai lepas sepenuhnya dari analog menggunakan digital seri D70. “ (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 66: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

66

b. Terbuka Terhadap Informasi

Selain tingkat kecepatan adaptasi teknologi, kategori ini memiliki keterbukaan

terhadap informasi terkait inovasi DSLR. Individu-individu pada kelompok ini

aktif mencari informasi dari berbagai media cetak saat itu, hal ini dikarenakan

informasi mengenai internet belum seperti saat ini, saat itu gelombang informasi

melalui internet sangat terbatas dan sulit didapat. Selain itu produsen ataupun

manufaktur pada saat itu belum gencar melakukan promosi seperti saat ini

karena DSLR masuk pada kategori barang mahal yang tidak semua orang

mampu membeli dan menggunakannya.

“Saya waktu itu sempetnya belajar dari brosur, biasanya dapet dari produsen, atau pameran. Dulu brosur ini dikirim ke media-media kita. Di brosur itu terbatas informasinya, saya cuma belajar soal spesifikasi aja dari brosur itu, bukan teknis.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

“...Kalau informasi soal DSLR saya tanya temen-temen aja yang lain. Waktu itu saya dapat informasi soal kamera D70 itu saya baca-baca dari iklan koran aja terus titip temen yang berada di Singapore. Di Jogja (daerah) belum ada mungkin saat itu.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th) “Saya mendapat informasi soal DLSR dari majalah.”

(Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th)

“Belum ada internet saat seperti saat ini. Saya belajar dari majalah soal hasil foto dari fotografer luar negeri dari majalah itu. Dari majalah seperti Foto Asia dan Foto Media saya mendapatkan info dari media itu.” (Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th)

Selain penggunaan media cetak sebagai sarana untuk mencari informasi, tidak

jarang saluran komunikasi interpersonal melalui forum fotografi dan rekan

sejawat menjadi pilihan untuk mendapatkan informasi mengenai DSLR yang

masih sangat terbatas.

“Saya dapat pelatihan dari Jakarta waktu itu soal kamera digital. Dari Forum Fotografi Jakarta waktu itu yang mengadakan, sekitar tahun 2003-an.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

67

“Saya dapat informasi mengenai DSLR itu dari toko kamera, majalah dan dari temen-temen, banyak saat itu temen-temen yang pindah ke DSLR jadi saya tanya-tanya mereka.” (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th) “Saya banyak tanya nya ke penjual kamera nya malahan apa

kelebihan dan kekurangan kamera ini.”

(Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

B.4. Late Majority : Skeptical

Individu pada tahap ini cenderung melakukan adopsi sebuah ide baru ketika

mayoritas anggota dalam sistem sosial telah melakukan adopsi terlebih dahulu.

Tindakan adopsi yang lambat biasanya didasari atas kebutuhan ekonomi dan

keinginan menjawab tekanan sosial. mereka tidak akan mengadopsi sampai sebagian

besar individu melakukan adopsi terlebih dahulu. Sistem norma sering berperan

menciptakan sikap skeptis ini, peranan seorang peers sangat tinggi dalam

memberikan motivasi untuk melakukan sebuah adopsi inovasi (Rogers, 1983 : 250).

Pada kategori ini peneliti mengambil empat sampel fotografer, tiga orang

fotografer jurnalis dan seorang merupakan fotografer profesional (dokumentasi).

Mereka adalah fotografer yang selalu menggunakan DSLR dalam menunjang kinerja

mereka sehari-hari.

a. Lambat Dalam Proses Adopsi

Karakteristik seorang late majority cenderung lambat jika dilihat melalui periode

waktu dimana mereka mulai mengadopsi kamera DSLR. Individu pada kategori

ini cenderung terlambat mengadopsi DSLR dalam proses kerjanya.

“Mulai kenal digital khususnya DSLR itu sekitar pertengahan tahun 2008. Saat itu saya antusias menerima informasi soal DSLR di tahun 2008 itu. Karena kesenangan saya di dunia fotografi.” (Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“Saya beralih ke DSLR pada tahun 2008. Karena memang sudah

lazim pemakaian DSLR waktu itu, karena tuntutan tugas juga.”

(Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 68: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

68

“Kalau mengenal dan mulai menggunakan DSLR sendiri sekitar 5-6

tahun yang lalu (2009-2010).”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

“Ya awalnya sudah suka duluan dgn dunia fotografi sejak jaman SMA terus waktu kuliah ikut UKM fotografi. Belajar mengenai dasar fotografi, cuci cetak dll. Kemudian mulai rajin motret dengan kamera analog kakak tingkat dulu waktu kuliah kurang lebih setahun. Kalau tidak salah sekitar tahun 2006.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

b. Terbuka Pada Akses Informasi

Meskipun dipandang sebagai kategori yang skeptis dalam hal penerimaan hal

baru, individu pada kategori ini ternyata memiliki keterbukaan terhadap

informasi mengenai sebuah produk inovasi. Hal ini terlihat dari bagaimana

keaktifan mereka mencari infomasi dari berbagai media baik elektronik maupun

saluran komunikasi interpersonal.

“Saya kenal DSLR dari teman-teman, nyoba-nyoba pakai. Selain itu saya sering baca majalah Chip Foto Video saat itu saya baca-baca preview kamera lewat media itu sekitar tahun 2006 an. Kadang saya lihat dulu hasil-hasil dari fotografer Kompas atau Radar Jogja.” (Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th) “...Biasanya lewat internet, majalah, sekitar seminggu dua kali

mungkin. Informasi yang saya cari lebih ke dramatisasi foto, pemilihan

angle, lebih ke pemilihan foto.”

(Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th)

“...Maksudnya ? kalau untuk membelinya saya dulu nanya-nanya

temen dulu cari info.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

“...Saya dulu dapat referensi soal DSLR itu dari teman, dan internet.

kalau penggunaan kameranya saya dapatkan dari manual book

kamera.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 69: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

69

“Kalau dari internet biasanya lebih ke perbandingan harga dan detail spesifikasinya, kalau jaman itu belum ada situs yang signifikan membahas fotografi seperti sekarang ini. Dulu cuma pake google untuk mencari website toko-toko kamera untuk mengecek harga saja.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

C. Peran Individu Dalam Proses Difusi Inovasi

Peran individu dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kategori inovasi.

Masing-masing kategori memiliki pola komunikasi yang berbeda-beda dalam sebuah

proses difusi inovasi. Secara garis besar ada dua pola komunikasi yang akan terlihat

yakni ketika seorang individu berperan sebagai komunikator dan komunikan.

Masing-masing kategori memiliki fungsi tersendiri untuk menyebarkan pesan

(message dissemination) dan proses penerimaan pesan (message reception) hal ini

terlihat ketika mereka melakukan fungsinya dalam menyebarkan atau menerima

informasi terkait kamera DSLR dimana informasi tersebut mampu mempengaruhi

proses adopsi sebuah inovasi. Kedua garis besar pola komunikasi pada masing-

masing kategori inovasi akan dijabarkan sebagai berikut :

C.1. Innovator

a. Inovator Sebagai Komunikator (Message Dissemination)

Seorang inovator memegang peranan penting untuk melakukan komunikasi

produk terhadap kategori di bawahnya. Mereka harus menjalankan fungsi

komunikasi untuk menyebarkan pesan (message dissemination) hingga dapat

diterima oleh kategori adopter di bawahnya. Proses ini bisa meliputi pemilihan

target pasar, alasan memilih target pasar tersebut, penggunaan saluran komunikasi

yang tepat yang tepat untuk menjangkau target pasar yang telah ditentukan.

Menentukan Target Informasi

Individu pada kategori ini memulai proses persebaran pesan dengan terlebih

dahulu menentukan siapa target persebaran informasi. Siapa saja yang akan

menerima informasi mengenai spesifikasi kamera, keunggulan kamera, dan segala

sesuatu terkait produk inovasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 70: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

70

Dalam penelitian ini, komunikator tidak hanya berperan untuk memberikan

informasi mengenai inovasi produk kepada target pasar, namun juga kepada pihak

internal (tim marketing) untuk dapat membantu percepatan persebaran informasi

kepada target pasar. Proses persebaran informasi ditujukan kepada dua target

utama yakni ke dalam (tim pemasaran) dan keluar (target komersil).

“Kepada seluruh tim pemasaran, tim penjualan, dan tim pelayanan

pelanggan serta segmen pasar yang dibidik kelas produk DSLR

tersebut.

(Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product

PT. Datascrip, 33 th)

Dalam penelitian ini, peneliti menekankan proses komunikasi sebagai kajian

utama penelitian. Dalam proses difusi inovasi, saluran komunikasi memegang

peran penting dalam proses penyebaran ide baru. Pada bahasan sebelumnya telah

disebutkan bahwa inti dalam proses difusi adalah bagaimana sebuah ide baru

mampu diterima dan diadopsi oleh kategori tertentu dalam masyarakat. Inovator

adalah kategori yang berperan aktif untuk menyampaikan sebuah informasi

mengenai prdoduk informasi untuk diterima kategori di bawahnya.

Dalam proses penyebaran pesan ini, inovator akan berperan sebagai

komunikator. Apa yang perlu dilakukan sebelum seorang menyebarkan sebuah

pesan ? media apa yang akan digunakan ?

Sebelum memahami proses difusi inovasi melalui saluran komunikasi perlu

adanya pemahaman mengenai unsur source dan channel. Source atau sumber

adalah individu atau organisasi yang menciptakan pesan. Sedangkan channel

adalah sarana yang digunakan untuk menyebarkan pesan pada penerima (receiver)

(Rogers, 1983 : 198).

Saluran Komunikasi Dalam Proses Persebaran Pesan

Tahapan seorang komunikator dalam menyebarkan sebuah pesan akan

diimbangi dengan bagaimana sebuah pesan atau gagasan baru ditransmisikan

melalui berbagai saluran komunikasi (media choice).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 71: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

71

Inovator menggunakan beberapa saluran komunikasi untuk menyebarkan

informasi mengenai sebuah produk. Media Above The Line dan Below The Line

untuk menunjang promosi sebuah produk kepada kategori penerima (receiver).

“Perencanaan komunikasi harus disesuaikan dengan sifat segmen pasar yang dibidik. Secara umum komunikasi harus dilakukan secara terintegrasi antara media Above The Line dan media Below The Line dengan porsi yang disesuaikan dengan sifat segmen pasar yang dibidik.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

Secara lebih spesifik Pemilihan saluran komunikasi yang tepat untuk

melakukan transmisi informasi ini mutlak diperlukan. Tanpa penggunaan saluran

komunikasi ini seorang inovator tidak akan mampu menjangkau segmen pasar

yang telah mereka bangun.

Mass media channel diartikan sebagai proses transmisi pesan yang melibatkan

media massa luas seperti, radio, televisi, koran, dan lainnya. Media massa mampu

(Rogers, 1983 : 17) :

a. Menjangkau massa secara luas dengan cepat

b. Menciptakan pengetahuan dan menyebarkan informasi

c. Membangun perubahan sikap yang terjadi dengan lemah

Saluran komunikasi melalui media massa dirasa mampu menjangkau target

audiens secara luas, namun dari efek perubahan perilaku, saluran komunikasi

interpersonal memiliki cakupan yang lebih efektif.

Dalam jurnal yang berjudul The Messenger is the Medium oleh Thomas

Valente dan Myers (2010, 254), dikemukakan bahwasanya :

“Scholars have argued that mass media are effective at disseminating information but that interpersonal communication is necessary for behavior changes to occur.”

Inovator dalam penelitian ini menggunakan berbagai media massa dan

pendekatan secara personal melalui komunikasi interpersonal dengan target pasar

yang telah ditentukan. Penggunaan media massa baik cetak maupun elektronik

dipilih karena alasan geografis negara Indonesia yang luas sehingga penggunaan

media secara masif mutlak dilakukan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 72: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

72

“Kami menggunakan saluran komunikasi yang menyeluruh mulai dari media massa hingga pendekatan langsung ke personal dan komunitas. Hal ini dikarenakan jajaran produk DSLR yang kami pasarkan melingkupi kebutuhan dari berbagai segmen pasar mulai dari pengguna awam hingga para profesional.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

“Luasnya negara Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar dan kecil mengharuskan kami untuk menggunakan begitu banyak media dan saluran komunikasi yang sangat beragam untuk dapat menjangkau segmen pasar yang kami bidik. Hal ini tentunya juga mengakibatkan timbulnya biaya yang tidak kecil.” (Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

Ada dua saluran menurut Rogers yang lazim digunakan, yakni mass media

channels dan interpersonal channels. Mass media adalah segala sesuatu yang

digunakan sebagai sarana transmisi pesan, meliputi radio, televisi, koran, dan

lainnya yang memungkinkan sumber untuk mencakup beberapa audiens. Di sisi

lain, saluran interpersonal lebih efektif untuk membujuk seorang mengadopsi ide

baru, khususnya jika channel interpersonal tersebut menghubungkan dua atau

lebih individu yang berdekatan (Rogers, 1983 : 17).

Saluran komunikasi melalui media massa menemui hambatan karena

kompleksnya audiens. Jaringan dan koneksi antar individu tidak bisa diprediksi.

Untuk itu saluran komunikasi individu melalui komunikasi interpersonal dirasa

mampu menjangkau jaringan sosial tersebut.

Sedangkan saluran interpesonal dianggap mampu memberikan pengaruh yang

kuat. Saluran komunikasi interpersonal meliputi penyampaian pesan melalui

proses tatap muka antar dua individu atau lebih.

Proses komunikasi interpersonal mampu untuk (Rogers, 1983 : 198) :

a. Menyediakan pertukaran informasi dua arah. Karakteristik komunikasi

interpersonal mampu mengatasi batasan / penghalang sosial-psikologis

atas terpaan selektif, persepsi, dan ingatan.

b. Mengajak individu untuk membentuk atau merubah sikap dengan kuat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 73: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

73

Everett M. Rogers memberikan beberapa asumsi mengenai tingkatan

penggunaan saluran komunikasi dalam proses difusi tersebut (Rogers, 1983 :

200).

1. Asumsi 1 : Mass media relatif lebih penting pada fase pengetahuan dan

saluran komunikasi interpersonal lebih penting pada fase persuasi

Sill (1958) menemukan bahwa jika menginginkan daya serap terhadap adopsi

bisa tinggi, maka diperlukan penggunaan saluran komunikasi dengan waktu

ideal dan secara berkelanjutan, bergantian antara penggunaan saluran media

massa kemudian saluran interpersonal.

Pada fase pengetahuan mengenai inovasi, penggunaan media massa

memberikan perhatian / awareness, menuju grup, dan pada akhirnya menuju

masing-masing individu. Daya dorong pengetahuan terhadap inovasi

diciptakan oleh media massa untuk kemudian saluran interpersonal berperan

menggerakan individu pada fase persuasi.

2. Asumsi 2 : Saluran kosmopolitan relatif lebih penting pada fase pengetahuan

(knowledge), dan saluran lokal (localite) relatif lebih penting pada fase

persuasi pada proses keputusan-difusi inovasi

Cosmpolite communication channel atau secara harfiah saluran komunikasi

kosmpolitan, adalah mereka yang berasal dari luar sistem sosial yang tengah

diinvestigasi : saluran lain mengenai ide baru yang mencakup individu-

individu dari sumber di dalam sistem sosial mereka. Saluran interpersonal

masuk ke dalam lokal maupun kosmopolitan, sedangkan mas media

keseluruhan merupakan kosmopolitan.

Selain menggunakan berbagai media untuk sarana transmisi informasi,

komunikator pada kategori ini menggunakan sarana komunikasi interpersonal

sebagai media transmisi pesan, hal ini mengingat bahwa segmentasi pasar dari

produk ini merupakan komunitas yang membutuhkan pendekatan khusus dari

segi saluran komunikasinya. Pendekatan komunikasi interpersonal dilakukan

salah satunya melalui pendekatan kepada komunitas fotografi dengan

menggunakan endorser, karena dalam dunia fotografi sosok profesional

banyak menjadi panutan untuk mendapatkan rekomendasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 74: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

74

“Endorser dalam arti luas memang mutlak digunakan dalam pemasaran produk DSLR terutama yang menyasar ke segmen pasar komunitas karena sebagian besar penggemar fotografi yang terlibat dalam salah satu atau beberapa komunitas fotografi cenderung mencari informasi dan rekomendasi dari para anggota komunitas yang dianggap lebih senior dan lebih menguasai bidang ini.”

(Sintra Wong, Division Manager Canon Image Communication Product PT. Datascrip, 33 th)

Melalui pemberian informasi mengenai sebuah produk, seorang inovator secara

tidak sadar berusaha untuk “menaklukan” target pasar yang telah mereka pilih.

Dengan memberikan endorser sebagai cara mengkomunikasikan sebuah

produk inovasi, individu pada kelompok ini berusaha memberikan bagaimana

personifikasi produk mereka kepada pasar luas.

Melalui berbagai strategi komunikasi yang telah disusun salah satunya dengan

penggunaan endorser untuk menjangkau komunitas fotografi tertentu, sebenarnya

seorang komunikator ingin menunjukan bagaimana penggambaran positif

seseorang yang memakai produk mereka. Hal ini untuk menunjukan kepada

komuitas calon pengguna merek tertentu bahwa mereka mempunyai figur contoh

pengguna profesional yang berhasil dengan produk tersebut.

Dengan metode tersebut komunikasi interpersonal menjadi lebih efektif untuk

menjangkau adopter potensial yang telah ditentukan. Proses selanjutnya kita akan

melihat pada kategori penerima awal yakni kategori early adopter. Pada kategori

ini kita akan melihat dua pola komunikasi yang akan dialami individu yakni

bagaimana ketika mereka menerima pesan (message reception) dan ketika

menyebarkan pesan (message dissemination).

C.2. Early Adopter

a. Early Adopter Sebagai Komunikan (Message Reception)

Proses komunikasi dalam kategori early adopter dimulai dengan bagaimana

seorang early adopter menerima pesan (message reception). Individu pada

kategori ini menerima pesan dari inovator untuk memperkuat pengetahuan mereka

mengenai inovasi DSLR.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 75: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

75

Dalam ranah komunikasi, pesan sering diidentikan dengan teks, yakni

seperangkat rekaman pesan yang dapat dianalisa oleh orang lain, sebagai contoh

buku, film, foto, atau contoh rekaman pidato maupun siaran pesan lewat televisi

(Griffin, 2012 : 6).

Kategori early adopter menerima rangkaian pesan dari kategori inovator

tentang sebuah inovasi. Selain inovator sebagai sumber pesan, rekanan atau

individu lain dalam sebuah sistem sosial yang memiliki kompetensi di bidang

fotografi digunakan sebagai rujukan sumber informasi. Messages do not interpret

themselves. Griffin (2012 : 6-7) menyebutkan bahwa pesan tidak akan

mengintrepretasikan dirinya sendiri. Words don’t mean things, people mean

things Kata tidak berarti sesuatu, oranglah yang memberi arti kepadanya.

Dari dua kalimat di atas dapat dikatakan bahwa interpretasi pesan merupakan

dua hubungan kausal antara seorang komunikator dengan komunikannya. Herbert

Blumer, mengenai fase ini disebut dengan “Humans act toward people or things

on the basis of the meanings they assign to those people or things” (Griffin, 2012

: 7).

Proses penerimaan pesan pada kategori ini sendiri dihubungkan dengan aspek

teori difusi inovasi dimulai dengan bagaimana seorang komunikan melakukan

proses pencarian atau pengumpulan informasi yang memiliki keterkaitan dengan

sebuah inovasi. Selanjutnya proses penerimaan pesan dihubungkan dengan aspek

teori dalam difusi inovasi, dimana sebelum suatu kategori mengadopsi sebuah

inovasi dibutuhkan beberapa fase yang harus dilewati. Dalam fase-fase tersebut

terdapat proses penerimaan pesan dari inovator kepada early adopter.

Rogers (1983 : 164-185) memberikan gambaran tentang beberapa tahapan

dalam proses pengambilan keputusan dalam difusi inovasi sebagai berikut :

1. Knowledge

Pada tahapan ini, individu atau unit pengambilan keputusan lain

merasakan terpaan inovasi yang ada dan mencapai pemahaman bagaimana

inovasi tersebut berfungsi. Tipe pencarian informasi pada tahapan ini dapat

dijabarkan menjadi, software information, yang terdapat pada inovasi itu

sendiri dan mampu mengurangi ketidakpastian tentang hubungan sebab dan

akibat yang terlibat dalam rangka meraih hasil yang kita inginkan (seperti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 76: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

76

menyadari adanya kebutuhan dan masalah individu), how-to knowledge yang

terdiri atas penggunaan informasi penting untuk menggunakan inovasi

dengan benar. Ketika seorang individu tidak mendapat informasi memadai

pada tahapan ini, maka mereka akan menolak atau tidak meneruskan sebuah

inovasi. Principles knowledge terdiri atas informasi yang berkenaan dengan

fungsi dasar yang menjadi pokok bagaimana sebuah inovasi bekerja.

Dalam kategori ini, seorang early adopter mulai menerima terpaan

informasi yang bersumber dari berbagai saluran komunikasi, baik melalui

media massa (internet) maupun melalui saluran komunikasi interpersonal.

Rogers (1983) menyebutkan pada fase awal seseorang menyadari

kebutuhan akan sebuah inovasi, individu tersebut akan mengalami exposure

media yang begitu kuat. Hal ini menjadikan seseorang menjadi seorang

information seeker yang aktif mencari segala informasi terkait inovasi apa

yang akan diadopsi demi mengurangi ketidakpastian terhadap inovasi.

Model komunikasi multi-step flow secara umum dapat diterima untuk

menjelaskan saluran komunikasi dan pola penyebaran pesan dalam proses

difusi inovasi. Model multi-step flow menyadari adanya banyak penghubung

antara media dan final receiver, model ini melihat lebih banyak kemungkinan

dalam proses penyebaran dan penerimaan pesan. Dalam proses difusi inovasi,

individu tertentu akan mendengar langsung sebuah informasi melalui media

dimana individu yang lain tidak melakukannya (Littlejohn, 2002 : 314).

Ada dua saluran menurut Rogers yang lazim digunakan, yakni mass

media channels dan interpersonal channels. Mass media adalah segala

sesuatu yang digunakan sebagai sarana transmisi pesan, meliputi radio,

televisi, koran, dan lainnya yang memungkinkan sumber untuk mencakup

beberapa audiens. Di sisi lain, saluran interpersonal lebih efektif untuk

membujuk seorang mengadopsi ide baru, khususnya jika channel

interpersonal tersebut menghubungkan dua atau lebih individu yang

berdekatan (Rogers, 1983 : 17).

Mass media channel diartikan sebagai proses transmisi pesan yang

melibatkan media massa luas seperti, radio, televisi, koran, dan lainnya.

Saluran komunikasi melalui media massa dirasa mampu menjangkau target

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 77: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

77

audiens secara luas, namun dari efek perubahan perilaku, saluran komunikasi

interpersonal memiliki cakupan yang lebih efektif.

Penggunaan media elektronik seperti internet saat ini lazim digunakan

individu pada kategori ini untuk mendapatkan referensi yang tepat mengenai

teknologi inovasi. Kemudian saluran komunikasi interpersonal menjadi

pilihan ketika informasi yang tersedia melalui media elektronik dirasa belum

mencukupi untuk meyakinkan individu dalam proses penerimaan informasi

ini.

“Saya harus mengumpulkan informasi paling banyak melalui web (internet), saya berhubungan langsung dengan pihak Canon maupun Nikon di Jakarta. Kemudian saya juga berhubungan dengan komunitas pengguna kamera digital untuk sharing dengan mereka. Ada komunitas di facebook di Kota Jakarta, misalnya yang saya gunakan rujukan untuk mencari informasi.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“...Kalau seri terbaru saya dapatkan melalui release email dari produsen Canon dan Nikon, saya harus memahami spek-spek tersebut, kami harus tahu mendetail fungsinya, jangan sampai mereka mengajukan tanpa saya tahu tentang produk tersebut.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th) Pada proses pengumpulan informasi ini, subjek mengalami proses

pengurangan ketidakpastian dengan mendapatkan informasi yang memiliki

nilai tambah atas apa yang tengah dia cari. Jadi informasi yang didapatkan

adalah informasi yang menurutnya memiliki nilai tambah bagi pengetahuan

yang dimilikinya mengenai DSLR.

Information-Integration Theory melihat bagaimana seseorang

mengumpulkan dan mengorganisasi informasi tentang orang lain, objek,

situasi, atau ide dan bentuk perilaku (Littlejohn, 2002 : 123). Ada beberapa

variabel penting bagaimana sebuah informasi mampu mengubah pola

perilaku kita, informasi harus memenuhi dua syarat, yakni Valence,

bagaimana sebuah informasi mendukung kepercayaan kita dan sikap yang

kita miliki, informasi memiliki “positive valence” namun, ketika sebuah

informasi tidak mendukung sikap dan kepercayaan kita informasi tersebut

mengandung “negative valence” (Littlejohn, 2002 : 124).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 78: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

78

Variabel selanjutnya adalah weight , ketika sebuah informasi dirasa

memiliki sebuah kebenaran maka kita akan memberikan weight atau

penekanan / perhatian yang lebih tinggi atas informasi tersebut. Namun,

ketika informasi dirasa tidak benar, tingkat penekanan akan rendah.

Sebuah sikap terdiri atas akumulasi dari informasi tentang objek,

personal, situasi, dan pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi

baru menambah sikap atau merubah salah satu pandangan mengenai weight

dan valence dari informasi lain.

Sedangkan saluran interpesonal dianggap mampu memberikan pengaruh

yang kuat. Saluran komunikasi interpersonal meliputi penyampaian pesan

melalui proses tatap muka antar dua individu atau lebih.

Rogers (1983 : 198) menyatakan bahwa proses komunikasi interpersonal

mampu untuk:

a. Menyediakan pertukaran informasi dua arah. Karakteristik

komunikasi interpersonal mampu mengatasi batasan / penghalang

sosial-psikologis atas terpaan selektif, persepsi, dan ingatan.

b. Mengajak individu untuk membentuk atau merubah sikap dengan

kuat.

Saluran interpersonal digunakan untuk menjalin komunikasi dengan

komunitas fotografi sebagai sarana bagi individu pada tahap ini untuk

mengumpulkan informasi tambahan.

“Kemudian saya juga berhubungan dengan komunitas

pengguna kamera digital untuk sharing dengan mereka.

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“Selain itu saya sering juga sharing lewat telepon dengan

komunitas pengguna fotografer tadi tentang fungsi dan

kemudahan sebuah kamera.”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos,34. th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 79: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

79

Rogers (1983 : 200) memberikan beberapa asumsi mengenai tingkatan

penggunaan saluran komunikasi dalam proses difusi tersebut.

1. Asumsi 1 : Mass media relatif lebih penting pada fase pengetahuan dan

saluran komunikasi interpersonal lebih penting pada fase persuasi

Sill (1958) menemukan bahwa jika menginginkan daya serap terhadap

adopsi bisa tinggi, maka diperlukan penggunaan saluran komunikasi

dengan waktu ideal dan secara berkelanjutan, bergantian antara

penggunaan saluran media massa kemudian saluran interpersonal.

Pada fase pengetahuan mengenai inovasi, penggunaan media massa

memberikan perhatian / awareness, menuju grup, dan pada akhirnya

menuju masing-masing individu. Daya dorong pengetahuan terhadap

inovasi diciptakan oleh media massa untuk kemudian saluran

interpersonal berperan menggerakan individu pada fase persuasi.

2. Asumsi 3 : Saluran media massa relatif lebih penting dibanding

saluran interpersonal untuk adopter tingkat awal dibanding adopter

tingkat akhir.

Pada saat ini inovator hanyalah satu-satunya tingkatan dalam sistem

difusi yang mengadopsi sebuah ide baru sehingga tidak ada seorang pun

dalam sistem yang berpengalaman dengan inovasi. Seorang late adopter

tidak perlu berhubungan langsung dengan media massa, dirinya lekat

dengan saluran interpersonal pada sistem sosial. Early adopter

membutuhkan informasi karena sifatnya yang suka berpetualang mencari

informasi, untuk itu stimulus dari media massa cukup untuk

menggerakan mereka. Sedangkan late adopter membutuhkan pengaruh

yang kuat dan cepat, seperti jaringan interpersonal.

Semua jenis informasi yang diterima individu pada tahap konowledge

pada akhirnya mempengaruhi aspek kognitif mereka terhadap teknologi

inovasi DSLR. Pada tahap penerimaan informasi ini pengetahuan mereka

akan bertambah dan menjadikan potensi adopsi sebuah teknologi menjadi

lebih cepat. Untuk selanjutnya tahap persuasi akan membawa seorang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 80: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

80

individu lebih dekat terhadap informasi yang mempengaruhi nilai afektif

mereka terhadap sebuah inovasi.

2. Persuasion Stage (Tahapan Persuasi)

Tahapan ini menunjukan bagaimana seorang individu bersikap setelah

melalui tahapan pertama dalam pengetahuan. Seorang individu akan terlibat

lebih secara psikologis kepada inovasi tersebut: mereka akan aktif mencari

informasi mengenai sebuah ide baru, dimana mereka mencari informasi,

pesan apa yang mereka terima, dan bagaimana mereka menginterpretasikan

pesan tersebut.

Pada tahapan persuasi yang erat hubungannya dengan proses

pengambilan keputusan, seorang individu akan aktif mencari beberapa tipe

informasi, yakni : innovation-evaluation information yang mana untuk

mengurangi ketidakpastian tentang konsekuensi yang diharapkan pada sebuah

ide baru (inovasi). Tipe informasi ini didapat dengan mudah melalui evaluasi

ilmiah mengenai inovasi, biasanya bersifat subjektif berasal dari orang

terdekat yang telah menggunakan ide tersebut dan sangat meyakinkan. A

preventive innovation adalah ide baru yang diadopsi individu dalam rangka

menghindari peristiwa yang tidak diinginkan terjadi di masa depan (Rogers,

1983 : 169).

Dalam fase persuasi keterlibatan seorang individu pada informasi yang

terkait pada pencarian mereka mengenai inovasi DSLR menjadi semakin

intens dan terarah.

Ketika informasi yang telah didapatkan adopter melalui tahap knowledge

dirasa sudah memenuhi tingkat pemahaman mengenai inovasi yang diadopsi,

pada tahap ini subjek akan melakukan komunikasi lebih intens untuk

meyakinkan dirinya mengenai penting atau tidaknya sebuah adopsi

dilakukan. Proses pencarian informasi dilanjutkan dengan intensitas

komunikasi lebih mendalam dan lebih luas demi mendukung data informasi

yang telah ia dapatkan sebelumnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 81: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

81

Saluran komunikasi secara interpersonal terhadap pengguna lain lebih

intens dilakukan dalam fase ini untuk memberikan keyakinan terhadap sebuah

inovasi.

“Saya harus punya data dulu, misal mereka mau

mengajukan sebuah produk saya sudah punya dulu list mulai

dari harga sampai spesifikasi sebuah produk.”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“Selain itu saya sering juga sharing lewat telepon dengan

komunitas pengguna fotografer tadi tentang fungsi dan

kemudahan sebuah kamera.”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos,34. th)

“Sub dealer penjualan seperti Kota Raya saya juga melakukan hubungan dengan mereka. Kadang untuk jaga-jaga saja semisal ada kerusakan saya juga akan butuh mereka. Saya akan tanya kepada mereka dimana tempat membersihkan lensa.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

Ketika seorang adopter memilih sebuah inovasi, tentunya mereka sudah

mengalami reduksi informasi yang mengurangi ketidakpastian akan inovasi

yang akan diadopsi. Sebuah inovasi akan mudah diterima atau diadopsi jika

memenuhi beberapa unsur seperti relative advantage, compatibility,

complexity, trialability, dan observability. Dalam kategori early adopter

informasi yang diperoleh dari seorang inovator adalah informasi yang bersifat

teknis mengenai sebuah inovasi. Segala informasi yang terkait dengan

sebuah inovasi yang akan diadopsi semakin intens dicari, pada kasus ini

penggunaan saluran komunikasi interpersonal memegang peranan yang cukup

besar.

Informasi yang dicari tersebut pun sangat menekankan unsur relative

advantage (kegunaan relatif), compatibility (kecocokan) dan complexity

(kompleksitas). Pada tahapan ini seorang individu akan lebih dalam

mempelajari sisi keunggulan dan mereduksi segala informasi yang

mempengaruhi nilai positif mereka terhadap sebuah inovasi. Menurut Rogers

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 82: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

82

(1983 : 213-232) beberapa prasyarat harus dipenuhi sebuah inovasi sehingga

mampu mempengaruhi afektif dari komunikan pada tahap ini, yakni :

a. Relative Advantage (Kegunaan Relatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana inovasi diterima sebagai sesuatu yang

lebih baik untuk menggantikan sebuah ide. Tingkat relatifitas ini bisa

diukur melalui faktor ekonomi, kepuasan, dan kecocokan dalam

menggunakan sebuah inovasi. Makin tinggi sebuah keuntungan relatif

dari inovasi, maka makin cepat pula sebuah adopsi akan terjadi.

Pertimbangan atas beberapa keuntungan yang ditawarkan sebuah inovasi

menjadi nilai tambah yang mempengaruhi adopter untuk mempercepat

adopsi teknologi kamera DSLR.

“Kita fokus ke DSLR karena untuk singkronisasi antara

kebutuhan cetak koran dengan plat cetak. Kalau kamera

tidak bagus maka hasil cetak pembesaran tidak bagus.”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

b. Compatibility (Kecocokan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi diterima karena

konsisten dengan nilai-nilai yang sudah ada, pengalaman masa lalu, dan

kebutuhan oleh adopter potensial.

Dalam sebuah lingkup manajerial perusahaan, pengadaan sebuah

teknologi mutlak harus mempertimbangkan nilai kecocokan inovasi

dengan nilai guna teknologi di lapangan.

Individu pada kategori ini harus mempertimbangkan segala informasi

terkait dengan kecocokan antara inovasi yang akan diadopsi dengan

kebutuhan di lapangan. Sebuah inovasi yang akan diadopsi salah satunya

harus memenuhi kecocokan dengan kebutuhan perusahaan. Pentingnya

sebuah informasi yang digali oleh individu adalah menekankan

pentingnya kecocokan tersebut dengan kebutuhan perusahaan.

“...Kalau semisal mereka mengajukan sebuah spesifikasi kamera misal Canon 6D, kita harus cek dengan manajemen nih, apakah kebutuhan tersebut sudah mendesak atau sekedar mengikuti tren saja ?” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 83: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

83

c. Complexity (Kompleksitas/Kerumitan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi dilihat dari sisi kesulitan

untuk memahami dan menggunakannya. Beberapa inovasi sudah siap

untuk dipahami oleh beberapa anggota sistem sosial : anggota yang lain

mungkin merasa rumit dan lambat dalam mengadopsi.

Salah satu fungsi pencarian informasi pada tahap konowledge dan

persuasi adalah mengatasi tingkat kerumitan sebuah inovasi agar

nantinya adopsi sebuah inovasi bisa dilakukan dengan maksimal.

Individu pada tahap ini harus paham nilai kompleksitas sebuah inovasi

karena dengan pemahaman yang baik proses penyampaian pesan kepada

kategori internal manajerial dan adopter di bawahnya akan berjalan

dengan baik. Dengan semakin baiknya pemahaman individu terhadap

sebuah inovasi, maka tingkat kerumitan atas sebuah inovasi bisa

direduksi sehingga mempercepta proses adopsi. Segala informasi terkait

dengan tingkat kerumitan sebuah inovasi akan dicari demi memantapkan

pemahaman individu pada kategori ini.

“Saya harus paham secara spek teknis kamera tersebut. Sekarang ada kamera dengan fasilitas wifi dan GPS, kalau nanti mereka pakai seperti itu? Apakah itu selaras dengan kebutuhan?” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

d. Trialability (Percobaan)

Adalah tingkatan dimana sebuah inovasi dapat di eksperimen dengan

batasan dasar. Sebuah inovasi atau ide baru yang bisa dicoba dalam

rencana instalasi akan lebih cepat diadopsi dibanding sebuah ide baru

yang tidak bisa dicoba.

e. Observability (Observatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana hasil dari sebuah inovasi dapat dilihat

oleh orang lain. Makin mudah sebuah hasil inovasi diamati oleh

seseorang, maka inovasi tersebut akan mudah untuk diadopsi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 84: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

84

3. Decision Stage (Tahapan Keputusan)

Tahapan pengambilan keputusan terjadi ketika seorang individu atau unit

pengambilan keputusan lain terlibat dalam aktivitas yang bertujuan untuk

memilih atau menolak sebuah inovasi. Adopsi adalah keputusan untuk

menggunakan secarap penuh sebuah inovasi jalan tindakaan terbaik.

Rejection adalah penolakan dalam menggunakan sebuah inovasi.

Pada tahapan pengambilan keputusan, penting bagi seorang inovator

untuk menghasilkan relative advantage bagi calon adopter yang ingin mereka

tuju karena tidak ada satu inovasi yang mampu diadopsi tanpa melalui proses

trial atas inovasi tersebut. Ketika relative advantage dirasakan seorang

adopter maka akan mendorong mereka pada proses adopsi inovasi secara

menyeluruh.

Rogers (1983) menyebut keputusan adopsi pada tahapan ini sebagai

collective innovation-decisions adalah pilihan untuk mengadopsi atau

menolak inovasi yang dibuat secara konsesus diantara anggota dari sistem

sosial. Semua anggota unit dari sistem sosial biasanya akan patuh terhadap

keputusan dari sistem ketika melakukan adopsi. Keputusan yang dibuat atas

dasar power yang dimiliki oleh individu pada kategori ini sehingga harus

dipatuhi (memaksa) bagi kategori di bawahnya.

“Semua tergantung kebutuhan, apakah untuk sport, atau kebutuhan lain. Kita fokus ke DSLR karena untuk singkronisasi antara kebutuhan cetak koran dengan plat cetak. Kalau kamera tidak bagus maka hasil cetak pembesaran tidak bagus.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

Pada tahapan ini segala informasi terkait teknis dan spesifikasi kamera

haruslah sudah dipahami terkait dengan keputusan mengadopsi atau tidaknya

sebuah inovasi. Penguasaan informasi mengenai teknis dan spesifikasi

kamera DSLR tertentu menjadi hal mutlak untuk dijadikan acuan kelak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 85: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

85

b. Early Adopter Sebagai Komunikator (Message Dissemination)

Setelah melalui proses pencarian informasi tiba saatnya bagi individu

kategori ini untuk menyampaikan informasi yang dia peroleh sebagai bahan

pertimbangan dalam rapat bersama untuk menentukan adopsi sebuah

inovasi dalam sebuah sistem sosial.

Dalam proses penciptaan pesan ini, kategori early adopter menggunakan

power yang dimiliki untuk menyampaikan informasi sehingga menjadi

bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan teknologi DSLR

apa yang akan diadopsi.

Tata aturan perusahaan (SOP) menunjukan bahwa individu pada kategori

ini harus “mempertahankan” pendapat yang ia peroleh atas dasar informasi

dari berbagai sumber untuk dijadikan acuan bagi pemilihan inovasi tersebut.

Seorang komunikator pada kategori early adopter akan mengalami

beberapa sekuen penciptaan pesan sebelum pesan disalurkan melalui media

tertentu. Sebagai seorang komunikator yang sebuah pesan atau gagasan,

seseorang harus tahu siapa audiens yang menjadi lawan bicaranya.

Menempatkan diri sebagai seseorang (self) pada situasi tertentu membantu

kita lebih memahami siapa komunikan kita. Menurut Ervin Goffman yang

dikutip oleh Littlejohn (2002), melihat bagaimana komunikator menunjukan

diri mereka dalam sebuah sistem sosial.

Teori “drama”yang dikemukakan Goffman menunjukan seorang individu

pada kategori ini harus rela menjadi orang lain demi mempertahankan

pendapat dan pandangan yang menurutnya benar. Segala bentuk informasi

yang dikumpulkan menjadi bahan untuk mempertahankan pendapatnya. Tak

jarang hal ini memicu friksi karena seorang early adopter harus bertindak

menjadi “orang lain” demi membela kepentingan perusahaan.

Frame Analysis dalam diri individu menentukan bagaimana seorang

individu mengorganisasi dan memahami perilaku mereka pada berbagai

situasi. Frames membantu kita mengidentifikasi dan memahami sebuah

kejadian, memberi makna pada aktivitas yang tengah terjadi dalam

kehidupan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 86: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

86

“...Benar divisi ini sangat vital dalam pengadaan kamera khususnya. Bukan hanya pengadaan tapi proses after sales nya yang kita kerjakan disini. Jadi memang setiap pengadaan tentunya harus ada usul dari redaksi dulu, SOP perusahaan menegaskan kami tidak boleh mengadakan sesuatu tanpa ada permintaan dari divisi manapun. Pun dengan mereka, mereka tidak bisa membeli tanpa melalui saya.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

Dalam proses penyebaran pesan dan interpretasi pesan ini terdapat fakta

pada salah satu narasumber bahwasanya dalam pengadaan kamera DSLR ini

hingga proses adopsinya kadang terjadi friksi dengan pihak early majority

dalam sebuah forum. Hal ini dikarenakan masing-masing pihak

berkomunikasi secara argumentatif sehingga sulit mendapatkan sebuah

kesepahaman.

Argumentativeness adalah kecenderungan seorang individu terlibat

dalam percakapan tentang topik kontroversial, untuk mendukung sudut

pandangnya sendiri, dan menolak kepercayaan yang berlawanan (Littlejohn,

2002 : 94).

“Friksi terjadi biasanya karena debat soal harga. Kemudian soal fungsi, apakah kalau kita beli yang canggih seperti wifi dan gps tadi akan terpakai ? apakah soal modernisasi ataukah secara fungsi ?”

(Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

“...Gengsi ataukah fungsi, biasanya seperti itu. Titik temu nanti biasanya akan dikonsultasikan dengan pihak keuangan, jadi tidak semua bisa di-acc langsung. Semua kembali kepada direksi. Kalau pihak direksi mungkin tahu tapi tidak mendalam, jadi semua dikembalikan kepada saya. Saya harus memahami teknologi yang diajukan.” (Franky, Kepala Bagian Umum Solopos, 34 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 87: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

87

C.3. Early Majority

a. Sebagai Komunikan (Message Reception)

Proses komunikasi yang terjadi pada kategori ini adalah bagaimana anggota

dalam kategori ini menerima pesan (message reception) atau informasi mengenai

DSLR dan bagaimana mereka mentransmisikan pesan (message dissemination)

tersebut pada kategori di bawahnya.

Proses penerimaan pesan pada kategori ini sendiri dimulai dengan bagaimana

seorang komunikan melakukan proses pencarian atau pengumpulan informasi

yang memiliki keterkaitan dengan sebuah inovasi. Dalam proses penerimaan

informasi ini peneliti menghubungkan dengan aspek teori dalam difusi inovasi,

dimana sebelum suatu kategori mengadopsi sebuah inovasi dibutuhkan beberapa

fase yang harus dilewati.

Rogers (1983 : 164-185) memberikan gambaran tentang beberapa tahapan

dalam proses pengambilan keputusan dalam difusi inovasi sebagai berikut:

1. Knowledge

Pada tahapan ini, individu atau unit pengambilan keputusan lain

merasakan terpaan inovasi yang ada dan mencapai pemahaman bagaimana

inovasi tersebut berfungsi. Tipe pencarian informasi pada tahapan ini dapat

dijabarkan menjadi, software information, yang terdapat pada inovasi itu

sendiri dan mampu mengurangi ketidakpastian tentang hubungan sebab dan

akibat yang terlibat dalam rangka meraih hasil yang kita inginkan (seperti

menyadari adanya kebutuhan dan masalah individu), how-to knowledge yang

terdiri atas penggunaan informasi penting untuk menggunakan inovasi

dengan benar. Ketika seorang individu tidak mendapat informasi memadai

pada tahapan ini, maka mereka akan menolak atau tidak meneruskan sebuah

inovasi. Principles knowledge terdiri atas informasi yang berkenaan dengan

fungsi dasar yang menjadi pokok bagaimana sebuah inovasi bekerja.

Pada awal pencarian informasi mengenai keberadaan DSLR, kategori

awal pengguna ini justru mendapatkan banyak informasi dari teman ataupun

relasi mereka (saluran komunikasi interpersonal). Minimnya informasi dari

inovator saat itu mengenai produk DSLR menjadi sedikit penghalang bagi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 88: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

88

individu kategori ini untuk mempelajari sepsifikasi kamera DSLR ini. Hal ini

disebabkan teknologi inovasi ini pada saat itu merupakan hal langka dan

terlampau mahal untuk dimiliki.

Dalam proses difusi inovasi komunikasi menjadi titik penting bagaimana

sebuah pesan dapat dikomunikasikan. Sebelum memahami proses difusi

inovasi melalui saluran komunikasi perlua danya pemahaman mengenai unsur

source dan channel. Source atau sumber adalah individu atau organisasi yang

menciptakan pesan. Sedangkan channel adalah sarana yang digunakan untuk

menyebarkan pesan pada penerima (receiver) (Rogers, 1983 : 198).

Ada dua saluran menurut Rogers (1983 : 17) yang lazim digunakan,

yakni mass media channels dan interpersonal channels. Mass media adalah

segala sesuatu yang digunakan sebagai sarana transmisi pesan, meliputi radio,

televisi, koran, dan lainnya yang memungkinkan sumber untuk mencakup

beberapa audiens. Di sisi lain, saluran interpersonal lebih efektif untuk

membujuk seorang mengadopsi ide baru, khususnya jika channel

interpersonal tersebut menghubungkan dua atau lebih individu yang

berdekatan.

Saluran komunikasi melalui media massa dirasa mampu menjangkau

target audiens secara luas, namun dari efek perubahan perilaku, saluran

komunikasi interpersonal memiliki cakupan yang lebih efektif.

Saluran komunikasi melalui media massa menemui hambatan karena

kompleksnya audiens. Jaringan dan koneksi antar individu tidak bisa

diprediksi. Untuk itu saluran komunikasi individu melalui komunikasi

interpersonal dirasa mampu menjangkau jaringan sosial tersebut.

Sedangkan saluran interpesonal dianggap mampu memberikan pengaruh

yang kuat. Saluran komunikasi interpersonal meliputi penyampaian pesan

melalui proses tatap muka antar dua individu atau lebih.

Pada bagian ini kita melihat bagaimana individu setuju dengan cara kita

mengorganisasi dan mengatur informasi dan bagaimana informasi

mempengaruhi sistem kognitif kita (Rogers, 1983 : 123).

Littlejohn (2002 : 123) mengemukakan sebuah teori Information-

Integration Theory yang melihat bagaimana seseorang mengumpulkan dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 89: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

89

mengorganisasi informasi tentang orang lain, objek, situasi, atau ide dan

bentuk perilaku (Littlejohn, 2002 : 123). Ada beberapa variabel penting

bagaimana sebuah informasi mampu mengubah pola perilaku kita, informasi

harus memenuhi dua syarat, yakni Valence, bagaimana sebuah informasi

mendukung kepercayaan kita dan sikap yang kita miliki, informasi memiliki

“positive valence” namun, ketika sebuah informasi tidak mendukung sikap

dan kepercayaan kita informasi tersebut mengandung “negative valence”

(Littlejohn, 2002 : 124).

Variabel selanjutnya adalah weight , ketika sebuah informasi dirasa

memiliki sebuah kebenaran maka kita akan memberikan weight atau

penekanan / perhatian yang lebih tinggi atas informasi tersebut. Namun,

ketika informasi dirasa tidak benar, tingkat penekanan akan rendah.

Sebuah sikap terdiri atas akumulasi dari informasi tentang objek,

personal, situasi, dan pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi

baru menambah sikap atau merubah salah satu pandangan mengenai weight

dan valence dari informasi lain.

Pada tahap knowledge subjek mulai melakukan proses pencarian

informasi mengenai DSLR. Hal ini terkait dengan makin mendesaknya

penggunaan DSLR karena adanya tuntutan deadline yang tidak bisa dipenuhi

dengan menggunakan kamera analog yang mereka gunakan sebelumnya.

Selain itu munculnya teknologi digital pada awal periode tahun 2000-an

membuat penggunaan analog mulai ditinggalkan. Hal ini terkait dengan

kecepatan kerja dan efisiensi dari segi harga dan hasil yang didapatkan.

Produsen film untuk kamera analog semakin sulit didapatkan, hal ini yang

membuat mereka harus memutar otak bagaimana mencari alternatif teknologi

lama mereka.

Proses penerimaan pesan (message reception) dilakukan seorang early

majority melalui kontak dengan berbagai saluran komunikasi dan sumber

informasi. Dari awal muncul inovasi teknologi DSLR mereka aktif mencari

informasi mengenai teknologi tersebut. Pada awal kemunculannya pada

periode Tahun 2000-an belum tersedia banyak informasi mengenai produk

ini. Informasi mereka dapatkan dari berbagai saluran komunikasi, melalui

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 90: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

90

media cetak dan saluran komunikasi interpersonal. Media elektronik seperti

internet masih sangat terbatas pada saat itu. Kebanyakan informasi diperoleh

melalui media cetak seperti koran dan majalah.

“Saya ga belajar dari media apapun. Saya ga pernah baca, teori saya abaikan. Saya waktu itu sempetnya belajar dari brosur, biasanya dapet dari produsen, atau pameran. Dulu brosur ini dikirim ke media-media kita. Di brosur itu terbatas informasinya, saya cuma belajar soal spesifikasi aja dari brosur itu, bukan teknis. Saya pertama kali ga merasakan kesulitan, penggunaannya kan mirip dengan analog. Saya dapat pelatihan dari Jakarta waktu itu soal kamera digital. Dari forum fotografi Jakarta waktu itu sekitar tahun 2003-an. Saya karena terbiasa pakai analog jadi ga kesulitan dengan kamera digital.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

“Pertama kali dapat info sih saya nyari-nyari sendiri. Dari kantor tidak menyediakan. Kalau informasi soal DSLR saya tanya temen-temen aja yang lain. Waktu itu saya dapat informasi soal kamera D70 itu saya baca-baca dari iklan koran aja terus titip temen yang berada di Singapore. Di Jogja (daerah) belum ada mungkin saat itu.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

“Saya mendapat informasi soal DLSR dari majalah, jadi sebelum muncul di pasar saya sudah dapat informasi dari majalah saat itu kalau sebentar lagi akan beredar kamera DSLR. Sejak tahun 1998 saya udah dapat informasi. Belum ada internet saat seperti saat ini. Saya belajar dari majalah soal hasil foto dari fotografer luar negeri dari majalah itu. Dari majalah seperti Foto Asia dan Foto Media saya mendapatkan info dari media itu.” (Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th) “Saya dapat informasi mengenai DSLR itu dari toko kamera, majalah dan dari temen-temen, banyak saat itu temen-temen yang pindah ke DSLR jadi saya tanya-tanya mereka. Kalau yang terakhir beli kamera ini saya banyak tanya nya ke penjual kamera nya malahan apa kelebihan dan kekurangan kamera ini. Kalau saya jadi orang tu sering nanya ke temen seperti senior saya dari Jogja. Dia yang sering pertama kali nyoba teknologi baru, jadi sering nanya ke dia.” (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 91: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

91

Rogers (1983 : 200) memberikan beberapa asumsi mengenai tingkatan

penggunaan saluran komunikasi dalam proses difusi tersebut.

1. Asumsi 1 : Mass media relatif lebih penting pada fase pengetahuan dan

saluran komunikasi interpersonal lebih penting pada fase persuasi

Sill (1958) menemukan bahwa jika menginginkan daya serap terhadap

adopsi bisa tinggi, maka diperlukan penggunaan saluran komunikasi

dengan waktu ideal dan secara berkelanjutan, bergantian antara

penggunaan saluran media massa kemudian saluran interpersonal.

Pada fase pengetahuan mengenai inovasi, penggunaan media massa

memberikan perhatian / awareness, menuju grup, dan pada akhirnya

menuju masing-masing individu. Daya dorong pengetahuan terhadap

inovasi diciptakan oleh media massa untuk kemudian saluran

interpersonal berperan menggerakan individu pada fase persuasi.

,sedangkan mas media keseluruhan merupakan kosmopolitan.

2. Asumsi 3 : Saluran media massa relatif lebih penting dibanding saluran

interpersonal untuk adopter tingkat awal dibanding adopter tingkat

akhir.

Pada saat ini inovator hanyalah satu-satunya tingkatan dalam sistem

difusi yang mengadopsi sebuah ide baru sehingga tidak ada seorang pun

dalam sistem yang berpengalaman dengan inovasi. Seorang late adopter

tidak perlu berhubungan langsung dengan media massa, dirinya lekat

dengan saluran interpersonal pada sistem sosial. Early adopter

membutuhkan informasi karena sifatnya yang suka berpetualang mencari

informasi, untuk itu stimulus dari media massa cukup untuk

menggerakan mereka. Sedangkan late adopter membutuhkan pengaruh

yang kuat dan cepat, seperti jaringan interpersonal.

Model komunikasi multi-step flow secara umum dapat diterima untuk

menjelaskan saluran komunikasi dan pola penyebaran pesan dalam proses

difusi inovasi. Model multi-step flow menyadari adanya banyak penghubung

antara media dan final receiver, model ini melihat lebih banyak kemungkinan

dalam proses penyebaran dan penerimaan pesan. Dalam proses difusi inovasi,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 92: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

92

individu tertentu akan mendengar langsung sebuah informasi melalui media

dimana individu yang lain tidak melakukannya (Littlejohn, 2002 : 314).

Segala informasi yang minim melalui media tersebut menciptakan rasa

ingin tahu tentang apa saja yang bisa dihasilkan melalui teknologi DSLR ini.

Hal ini membawa mereka kepada fase selanjutnya dalam proses difusi

inovasi. Bergerak dari fase kognitif menjadi afektif.

2. Persuasion Stage (Tahapan Persuasi)

Tahapan ini menunjukan bagaimana seorang individu bersikap setelah

melalui tahapan pertama dalam pengetahuan. Seorang individu akan terlibat

lebih secara psikologis kepada inovasi tersebut: mereka akan aktif mencari

informasi mengenai sebuah ide baru, dimana mereka mencari informasi,

pesan apa yang mereka terima, dan bagaimana mereka menginterpretasikan

pesan tersebut.

Pada tahapan persuasi yang erat hubungannya dengan proses

pengambilan keputusan, seorang individu akan aktif mencari beberapa tipe

informasi, yakni : innovation-evaluation information yang mana untuk

mengurangi ketidakpastian tentang konsekuensi yang diharapkan pada sebuah

ide baru (inovasi). Tipe informasi ini didapat dengan mudah melalui evaluasi

ilmiah mengenai inovasi, biasanya bersifat subjektif berasal dari orang

terdekat yang telah menggunakan ide tersebut dan sangat meyakinkan. A

preventive innovation adalah ide baru yang diadopsi individu dalam rangka

menghindari peristiwa yang tidak diinginkan terjadi di masa depan (Rogers,

1983 : 169).

Proses pencarian informasi pada tahap ini sangat mempengaruhi sisi

afektif dibanding kognitif individu saat mendapatkannya. Inidividu pada

kategori ini akan mencari informasi yang terkait dengan segala sesuatu yang

mengurangi ketidakpastian terhadap produk inovasi yang akan diadopsi.

Karakter sebuah inovasi yang mempengaruhi penerimaan oleh seorang

individu dapat dijelaskan sebagai berikut (Rogers, 213-232) :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 93: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

93

a. Relative Advantage (Kegunaan Relatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana inovasi diterima sebagai sesuatu yang

lebih baik untuk menggantikan sebuah ide. Tingkat relatifitas ini bisa

diukur melalui faktor ekonomi, kepuasan, dan kecocokan dalam

menggunakan sebuah inovasi. Makin tinggi sebuah keuntungan relatif

dari inovasi, maka makin cepat pula sebuah adopsi akan terjadi.

Pada tahapan ini hampir semua menyadari pentingnya DSLR dalam

menunjang kinerja mereka. Kamera analog sudah tidak lagi menjadi

acuan karena dirasa sudah tidak mampu memenuhi target kerja dan

terlalu rumit dalam proses produksi dan pasca produksinya. Relative

advantage yang ditawarkan oleh teknologi DSLR mendorong percepatan

adopsi teknologi ini. Kepraktisan dan kecepatan yang menjadi daya tarik

bagi sebagian fotografer khususunya di dunia jurnalistik.

“Kalo pertama makai DSLR sih ga ada kesulitan, malahan DSLR itu sangat memudahkan. Kalau kamera digital sih saya otodidak karena sering belajar dari hasil memakai analog dulu. Internet belum seperti sekarang waktu tahun 2000 itu.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th) “Kalau teknis sih hampir mirip dengan analog kok. Ga ada kesulitan. Waktu pakai film sih kurang leluasa. Tinggal pencet kalau pakai pocket atau DSLR, kepraktisan dan kecepatan. Langsung jalan aja waktu itu ga pakai belajar-belajar, karena udah familiar aja dengan analog Nikon saat itu. Hampir sama dengan kamera analog, Cuma banyak mode yang dimainkan di kamera digital. Begitu menerima saya langsung pakai, belajar di lapangan waktu itu langsung saya pakai. Tidak ada kesulitan, malah langsung terbantu saat itu.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

b. Compatibility (Kecocokan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi diterima karena

konsisten dengan nilai-nilai yang sudah ada, pengalaman masa lalu, dan

kebutuhan oleh adopter potensial.

Beberapa temuan dari wawancara menunjukan nilai kecocokan inovasi

yang mereka coba adaptasi terbantu karena adanya pengalaman masa lalu

menggunakan analog. Jadi proses belajar individu pada tahap ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 94: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

94

berlangsung cepat. Kecocokan terhadap nilai kebutuhan akan produk

digital saat itu menjadikan sebagian besar narasumber menjadi tertarik

dan terdorong untuk melakukan adopsi.

“...Langsung jalan aja waktu itu ga pakai belajar-belajar, karena udah familiar aja dengan analog Nikon saat itu. Hampir sama dengan kamera analog, Cuma banyak mode yang dimainkan di kamera digital.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

“...Kalau kamera digital sih saya otodidak karena sering

belajar dari hasil memakai analog dulu.”

(Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

c. Complexity (Kompleksitas/Kerumitan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi dilihat dari sisi kesulitan

untuk memahami dan menggunakannya. Beberapa inovasi sudah siap

untuk dipahami oleh beberapa anggota sistem sosial : anggota yang lain

mungkin merasa rumit dan lambat dalam mengadopsi.

Nilai kerumitan pada teknologi digital DSLR mampu teratasi dengan

tingkat kemahiran narasumber ketika menggunakan analog. Mereka

menyebut teknologi ini tidak berbeda jauh dari sisi penggunaan dengan

kamera analog terdahulu. Hal ini membuat proses adopsi berlangsung

cepat. Bisa dikatakan pengalaman masa lalu dengan produk analog

membawa nilai tambah tersendiri yang mempermudah mereka.

Informasi mengenai kamera digital untuk mempermudah penggunaan

bukan menjadi hal yang mutlak lagi. Kesulitan yang dialami bagi

pengguna awal ini adalah proses post produksi terkait dengan editing

yang tidak secara langsung berhubungan dengan adopsi teknologi ini.

“...Langsung jalan aja waktu itu ga pakai belajar-belajar, karena udah familiar aja dengan analog Nikon saat itu. Hampir sama dengan kamera analog, Cuma banyak mode yang dimainkan di kamera digital. Begitu menerima saya langsung pakai, belajar di lapangan waktu itu langsung saya pakai. Tidak ada kesulitan, malah langsung terbantu saat itu.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 95: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

95

“Tidak ada kesulitan dalam transisi penggunaan kamera analog

ke digital. Kesulitan lebih ke post produksi nya. Masalah komputer

yang lambat pada saat itu.”

(Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th)

“Saya ga ada kesulitan menggunakan kamera DSLR itu, kesulitannya justru pada post produksinya, bagaimana memproses di komputer itu sendiri. Hitungan hari saya belajar. Tidak lama saya belajar, dari sales nya saja saya sudah bisa mengoperasikan. Lebih susahnya ya itu bagaimana back up data nya, gimana kalo file rusak, gimana edit nya, seperti itu lah susahnya.” (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

d. Trialability (Percobaan)

Adalah tingkatan dimana sebuah inovasi dapat di eksperimen dengan

batasan dasar. Sebuah inovasi atau ide baru yang bisa dicoba dalam

rencana instalasi akan lebih cepat diadopsi dibanding sebuah ide baru

yang tidak bisa dicoba.

Meskipun informasi yang didapatkan dari berbagai media masih minim,

tingkat pengetahuan individu terhadap teknologi analog terdahulu

membantu mereka lekas beradaptasi melakukan percobaan dengan

inovasi baru. Hal ini menunjukan DSLR merupakan bentuk inovasi yang

mudah diadopsi kategori ini.

“...Begitu menerima saya langsung pakai, belajar di lapangan.

Waktu itu langsung saya pakai.”

(Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

“...Hitungan hari saya belajar.”

(Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

e. Observability (Observatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana hasil dari sebuah inovasi dapat dilihat

oleh orang lain. Makin mudah sebuah hasil inovasi diamati oleh

seseorang, maka inovasi tersebut akan mudah untuk diadopsi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 96: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

96

Informasi yang didapatkan melalui komunikasi interpersonal mengenai

sebuah teknologi menjadikan sebuah inovasi mutlak harus memenuhi

sarana observability dengan maksud ketika sebuah inovasi sudah

diadopsi tingkat penggunaanya pun harus mudah diamati orang lain agar

proses persebaran informasi dapat cepat berlangsung.

Pada fase ini saluran komunikasi interpersonal memberi nilai tambah

bagi persebaran informasi, artinya sebuah inovasi harus mampu di

observasi secara verbal maupun non verbal. Ketika inovasi mampu

disaksikan nilai lebih nya, maka proses adopsi akan berjalan cepat.

“...Kalau saya jadi orang tu sering nanya ke temen seperti senior

saya dari Jogja. Dia yang sering pertama kali nyoba teknologi

baru, jadi sering nanya ke dia.”

(Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

3. Decision Stage (Tahapan Keputusan)

Tahapan pengambilan keputusan terjadi ketika seorang individu atau unit

pengambilan keputusan lain terlibat dalam aktivitas yang bertujuan untuk

memilih atau menolak sebuah inovasi. Adopsi adalah keputusan untuk

menggunakan secarap penuh sebuah inovasi jalan tindakaan terbaik.

Rejection adalah penolakan dalam menggunakan sebuah inovasi.

Pada tahapan ini beberapa narasumber memiliki beberapa alasan yang

menguatkan mereka untuk segera mengadopsi sebuah inovasi. Berpindah dari

sistem manual menjadi digital. Pada fase ini seorang adopter akan mengambil

keputusan apakah menerima atau menolak sebuah inovasi. Setiap keputusan

disertai alasan yang menguatkan mereka mengenai kegunaan sebuah inovasi.

Optional innovation-decisions terjadi ketika individu dalam sistem sosial

memutuskan untuk mengadopsi sebuah inovasi karena keputusan yang

merdeka dari dirinya sendiri terlepas dari anggota lain dalam sistem sosial.

Meskipun dalam pengambilan keputusannya mereka dipengaruhi oleh norma

sosial dan pengaruh komunikasi interpersonal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 97: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

97

“Ya karena di analog itu mahal di produksi, beli developer dan sebagainya. Sangat mahal. Kesulitan di lapangan sangat banyak dengan manual, terbatasnya jumlah roll film terutama. Kalau kita dipaksa makai analog ya kalah kita.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

“Waktu itu sih tuntutan keadaan, karena pocket sudah tidak bisa menuruti kecepatan kerja terutama deadline. Kamera DSLR memotong banyak proses kerja dibandingkan dengan analog.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

“Terutama kemudahan ya, proses analog ke hasil fisik biasanya kita membutuhkan 1 jam. Efisiensi waktu, biaya, DSLR sangat memudahkan pekerjaan kita.” (Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th) “Saya harus memakai DSLR, saya berfikiran kalau saya tidak memakai DSLR saya mati, waktu itu periode 2001-an toko kamera yang menjual film sudah bangkrut, lalu saya dapat film darimana? Dari majalah Foto Indonesia saya biasanya dapat kabar soal perkembangan dunia kamera, misal isu pailitnya Kodak, makanya saya jadi ngeri. Makanya saya terus terpaksa belajar DSLR itu.” (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

Dalam proses penciptaan dan interpretasi pesan ini terdapat fakta pada

salah satu narasumber bahwasanya dalam pengadaan kamera DSLR

pengambilan keputusan adopsi merupakan proses pertukaran informasi dan

bergantung pada keputusan seorang early adopter. Hal ini terkait hirarki

perusahaan yang mengharuskan pengadaan dan keputusan mengadopsi

teknologi DSLR tertentu merupakan hasil pertukaran informasi dengan early

adopter. Sementara pada narasumber lain pengadaan atau adopsi kamera

tidak mengalami proses seperti ini dikarenakan mereka secara sukarela

menerima kamera (disediakan oleh kantor) ataupun merupakan kepemilikan

pribadi.

Collective innovation-decisions adalah pilihan untuk mengadopsi atau

menolak inovasi yang dibuat secara konsesus diantara anggota dari sistem

sosial. Semua anggota unit dari sistem sosial biasanya akan patuh terhadap

keputusan dari sistem ketika melakukan adopsi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 98: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

98

“...Kalau pengadaan kamera sih kita yang ngasih saran, misal pakai merk ini hasil seperti ini, kemudahan ini. Saya sharing ke bagian umum untuk pengadaan, kita sharing dengan mereka. Kita meyakinkan mereka pentingnya penggunaan kamera digital itu seperti itu. Kalau bagian umum berorientasi harga sedangkan kita teknis. Sering terjadi crash waktu itu awal-awal penggunaan kamera digital itu. Biasanya soal pengadaan kamera itu. Biasanya karena perbedaan orientasi tadi. Kita ngasih perbandingan tu, bagaimana kalau memakai digital di Kompas atau Jawa Pos. Kadang mereka kurang bisa menerima karena alasan harganya terlalu mahal.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

Pada tahapan pengambilan keputusan, penting bagi seorang inovator

untuk menghasilkan relative advantage bagi calon adopter yang ingin mereka

tuju karena tidak ada satu inovasi yang mampu diadopsi tanpa melalui proses

trial atas inovasi tersebut. Ketika relative advantage dirasakan seorang

adopter maka akan mendorong mereka pada proses adopsi inovasi secara

menyeluruh.

Ketika seorang adopter memilih sebuah inovasi, tentunya mereka sudah

mengalami reduksi informasi yang mengurangi ketidakpastian akan inovasi

yang akan diadopsi. Innovasi yang baru haruslah memenuhi kelima unsur

tersebut diatas untuk memberi kemudahan adopsi ke depannya.

Segala kemudahan yang ditawarkan oleh DSLR pada waktu itu membuat

semua subjek pada penelitian ini menyatakan bahwa keputusan mereka

melakukan adopsi terhadap sebuah inovasi DSLR merupakan hal yang

mutlak dilakukan. Selama melakukan adopsi tersebut semua narasumber

tidak lagi mempermasalahkan kompleksitas tingkat kesulitan penggunaan,

semua teratasi pada saat mereka menggunakan sistem analog. Karena pada

dasarnya penggunaan kamera adalah sama saja menurut mereka.

b. Early Majority Sebagai Komunikator (Message Dissemination)

Seperti yang telah disinggung di atas, proses difusi inovasi memiliki

beberapa fase jika dilihat dari kategori adopter berdasar fase waktu (lama)

adopsi sebuah ide baru. Namun, dalam penelitian ini peneliti juga ingin

menitikberatkan pada proses komunikasi terkait dengan proses persebaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 99: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

99

pesan (message dissemination) dan penerimaan pesan (message reception).

Pesan disini adalah ide baru yang akan ditransmisikan, jadi bagaimana

masing-masing kategori adapter melakukan fungsi transmisi pesan (ide baru)

hingga mengalami proses adopsi secara penuh.

Message atau pesan adalah titik fokus utama kajian dalam proses

komunikasi. Dalam ranah ilmu komunikasi kita akan dihadapkan pada

pertanyaan bagaimana menciptakan pesan yang efektif ? Karena inti dari

proses komunikasi adalah bagaimana seorang komunikator meramu pesan

untuk mencapai goal dari proses komunikasi.

Dalam proses penciptaan pesan ini, kategori adopter akan berperan

sebagai komunikator. Apa yang perlu dilakukan sebelum seorang

menciptakan sebuah pesan ? Sebagai contoh seorang inovator yang akan

melakukan penciptaan pesan akan berfikir terlebih dahulu bagaimana mereka

merepresentasikan diri mereka kepada audiens, media apa yang akan

digunakan, dan pesan apa yang mampu mewakili target audiens nya tersebut.

Dalam penelitian ditemukan bahwasanya pesan yang disampaikan

seorang adopter pada kategori ini adalah proses persebaran pesan (message

dissemination) yang bertujuan bukan untuk memberikan masukan untuk

penggunaan merk tertentu dari sebuah produk inovasi. Artinya sebuah

persebaran informasi mengenai teknologi berjalan lambat pada kategori di

bawahnya. Dari segi teoritis Rogers (1983) meyebut kategori ini seharusnya

memiliki power untuk menekan kategori di bawahnya (late majority) untuk

menggunakan sebuah inovasi. Pada lingkungan yang homophily seperti inilah

seharusnya sebuah inovasi mampu di difusikan dengan baik. Namun, fakta

dilapangan yang didapatkan adalah penyampaian informasi yang non teknis

dan pengalaman kerja terkait dunia fotografi dan sangat jarang memberikan

masukan mengenai sebuah merk tertentu. Semua lebih pada presentasi

mereka di lapangan sebagai seorang fotografer (etika foto jurnalis).

Penciptaan pesan ini terjadi dalam bentuk sharing, namun intensitas

membicarakan inovasi teknologi DSLR disini sangat minim terjadi. Aktivitas

komunikasi sering dilakukan melalui media tatap muka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 100: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

100

“Sering saya sharing soal fotografi di PFI Solo dan memberikan pelatihan juga. Saya dalam sharing tidak pernah membicarakan merek. Paling saya bercerita soal pengalaman dari analog ke digital. Periode tahun 2000-an saat perpindahan dari analog ke digital. Saya waktu itu paling sering bercerita soal bagaimana ribetnya penggunaan kamera analog, mulai dari proses scan, olah film. Sementara digital saya tinggal copy. “... Biasanya saya sharing soal foto lewat slide show, kalau cuma tatap muka ga bisa sharing. Tapi saya ga pernah lewat media internet untuk sharing. Kalau di kantor sih cuma sharing, ga ada pelatihan antar fotografer. Kalau ke junior saya ga pernah ngajari, Cuma sharing sering. Biasanya kita ngomongin hasil, kalau secara teknis saya abaikan.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

Tidak jarang sharing terjadi untuk membandingkan hasil dari sebuah

merk kamera Canon dengan merek kamera Nikon. Hal ini lebih pada sharing

hasil bukan menentukan keunggulan sebuah merek di balik hasil tersebut.

“Saya jarang sih mengisi forum-forum soal kamera. Kalau sharing sih iya ada, biasanya dengan temen sendiri aja. Sharing nya biasanya macem-macem, kita bicara soal hasil dibandingkan dengan foto lain. Saya dari dulu pakai Nikon, biasanya sharing juga kalau pakai Canon itu gimana bedanya. Sering juga kalau kita sharing soal kamera itu, teknis-teknis fotografi misalnya. Terutama dengan anak-anak muda itu ya ? saya biasanya sih tanya ke mereka. Saya justru percaya dengan temen-temen muda, mereka lebih cepet menerima informasi, jadi saya lebih sering sharing dengan mereka, soal ini itu.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

“Saya sering sharing tapi bukan masalah teknologi, karena sudah sangat lama beredar teknologi digital itu, sekarang siapa sih yang masih pakai analog ? transfer knowledge lebih pada hasil. Kalau teknis semua hampir sama antara analog dan digital. Basic nya hampir sama.” “... Kalau saya sering tatap muka untuk forum-forum, lewat

mengajar, diskusi ataupun menjadi pembicara dalam

workshop.”

(Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 101: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

101

“Kalau saya sekarang aktifnya di forum HSB (Himpunan Solo Bengawan), tapi jarang juga untuk sharing ke teman-teman atau junior saya. Kalau lewat forum saya lebih sering mengajarkan kepada junior untuk belajar dari manual book lebih dulu agar mereka mengenal kameranya masing-masing. Cara saya memberitahu mereka adalah dengan mereka mengoperasikan kameranya sendiri. Saya ga mau memberikan pengajaran sampai ke mendetail ke teknis nya. Saya lebih menekankan bagaimana mengoreksi hasil.” (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

Dalam penelitian ini peneliti mengajukan pertanyaan terkait bagaimana

adopter pada kategori ini melakukan proses persebaran pesan kepada kategori

adopter di bawahnya yakni kategori late majority.

Hampir seluruh subjek penelitian menunjukan menunjukan pandangan

yang sama bahwa DSLR sebagai sebuah tools semata. Tidak ada penekanan

untuk menggunakan sebuah merek atau kamera tertentu. Peneliti berasumsi

hal ini terkait rekam jejak mereka selama puluhan tahun menjalani profesi

sebagai fotografer di lapanagan. Dimana kinerja seorang fotografer lebih

dinilai pada hasil bukan alat yang mereka gunakan. Mereka tahu benar

bagaimana menyikapi sebuah perkembangan teknologi.

“Saya ga pernah ngasih saran. Cuma pernah beberapa kali ke hobiis untuk menggunakan kamera digital. Kalau ke fotojurnalis jarang, kan udah pinter semua ? Kalau ke hobiis yang temen-temen, saya lebih ke teknis, mereka lebih ke teoritis sama fanatik merek tertentu. Kalau beberapa temen-temen saya sih ada yang tanya ke saya soal kamera tertentu, kalau saya sih lebih ke hasilnya bukan teknis kameranya secara mendetail.” (Sunaryo Haryo Bayu, Fotografer Senior Solopos, 48 th)

“Kalau saya ke junior sih ga pernah kasih masukan merek-merek tertentu, karena saya beranggapan kalau kamera itu cuma alat saja, semua tergantung pribadi masing-masing fotografer itu sendiri. Dan semua kamera jaman sekarang sih sama semua teknologinya, semua tergantung kita. Saya ga pernah mendebat soal hasil merek Canon dengan Nikon, sering ngobrolin soal itu sih tapi semuanya mengalir saja. Saya ga fanatik merek-merek tertentu Cuma kebiasaan aja merek Nikon sejak awal menggunakan kamera DSLR.” (Tarko Sujarno, Jakarta Pos Kontributor Yogyakarta, 52 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 102: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

102

“Saya ga pernah kasih masukan masalah brand. Saya tidak mengharuskan memakai brand terrtentu, tinggal bagaimana kamu menghasilkan sebuah karya dengan teknologi apapun yang kita miliki. Percuma punya teknologi kalau tidak bisa memanfaatkannya.” (Ali Lutfi, Jakarta Globe dan Kontributor EPA, 38 th) “Kalau dimintai pertimbangan sih sering untuk brand-brand tertentu, tapi istilahnya saya tidak mengunggulkan spesifikasi kamera, tapi keunggulan masing-masing merek saya bisa bandingkan. Tapi kalau secara hasil tidak bisa dibedakan, sudah standar semua. Keunggulan biasanya di kecepatan saja antar satu merek dengan lainnya. “ (Pang Hway Seng, Fotografer Profesional, 63 th)

Temuan yang menarik didapatkan pada kategori ini, ketika sebuah

teknologi seharusnya mampu dikomunikasikan kepada kategori di bawahnya

melalui power dan senioritas yang dimiliki, namun kenyataanya tidak terjadi.

Merupakan hal yang tabu ketika harus membandingkan merek-merek tertentu

yang mereka gunakan. Orientasi hasil menjadi hal yang mutlak bagi semua

fotografer senior pada kategori ini. Secara teoritis apa yang dilakukan oleh

kategori kelompok ini tidak melakukan penciptaan pesan yang mengajak

kategori di bawahnya (late majority) untuk secara langsung dan terang-

terangan mengajak mereka menggunakan inovasi tertentu yang telah mereka

gunakan. Apa yang mereka sampaikan kepada junior atau rekan mereka

adalah bagaimana menggunakan kamera dengan benar bukan memilih atau

mendorong pada merek tertentu, karena bagi kategori ini teknologi hanya

sarana mencapai hasil. Pada tahap ini sebenarnya terlihat proses bagaimana

proses berbagi pengalaman antara komunikator dengan komunikan nya.

C.4. Late Majority

a. Late Majority Sebagai Komunikan (Message Reception)

Proses komunikasi yang terjadi pada kategori ini adalah bagaimana anggota

dalam kategori ini menerima pesan (message reception) atau informasi mengenai

DSLR. Pada kategori ini mereka tidak lagi mentransmisikan pesan (message

dissemination) pada kategori di bawahnya. Karena pada kategori ini mereka tidak

lagi mempunyai power untuk mempengaruhi kategori di bawahnya (Laggards).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 103: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

103

Proses penerimaan pesan pada kategori ini sendiri dimulai dengan bagaimana

seorang komunikan melakukan proses pencarian atau pengumpulan informasi yang

memiliki keterkaitan dengan sebuah inovasi. Informasi mengenai teknologi inovasi

bisa didapat dari berbagai saluran komunikasi yang digunakan. Dalam proses

penerimaan informasi ini peneliti menghubungkan dengan aspek teori dalam difusi

inovasi, dimana sebelum suatu kategori mengadopsi sebuah inovasi dibutuhkan

beberapa fase yang harus dilewati.

Proses penerimaan pesan (message reception) dilakukan seorang late majority

melalui berbagai saluran komunikasi. Kebanyakan dari mereka mulai menggunakan

media cetak dan elektronik seperti internet pada saat itu. Hal ini terjadi karena masa

dimana mereka menggunakan kamera DSLR untuk pertama kali, gelombang

informasi melalui internet tengah mengalami booming. Selain itu pada kategori ini

adopter menggunakan saluran komunikasi interpersonal dalam rangka

mengumpulkan informasi mengenai kamera DSLR.

Kategori senior sebelum mereka (early majority) tidak memiliki peran dalam

memberikan informasi terkait teknologi inovasi DSLR tertentu. Bisa dikatakan

subjek penelitian pada kategori ini tidak menggunakan pertimbangan dari early

majority dalam proses adopsi teknologi. Informasi lebih digali dari inovator sebagai

penyaji informasi teknis. Sedangkan kategori early majority memberikan informasi

bersifat non teknis. Karena dari sisi pencarian informasi kategori ini lebih aktif dalam

menggunakan berbagai media saluran komunikasi termasuk media elektronik melalui

internet.

Rogers (1983 : 164-185) memberikan gambaran tentang beberapa tahapan dalam

proses pengambilan keputusan dalam difusi inovasi sebagai berikut:

1. Knowledge

Pada tahapan ini, individu atau unit pengambilan keputusan lain merasakan

terpaan inovasi yang ada dan mencapai pemahaman bagaimana inovasi tersebut

berfungsi. Tipe pencarian informasi pada tahapan ini dapat dijabarkan menjadi,

software information, yang terdapat pada inovasi itu sendiri dan mampu

mengurangi ketidakpastian tentang hubungan sebab dan akibat yang terlibat

dalam rangka meraih hasil yang kita inginkan (seperti menyadari adanya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 104: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

104

kebutuhan dan masalah individu), how-to knowledge yang terdiri atas

penggunaan informasi penting untuk menggunakan inovasi dengan benar.

Ketika seorang individu tidak mendapat informasi memadai pada tahapan ini,

maka mereka akan menolak atau tidak meneruskan sebuah inovasi. Principles

knowledge terdiri atas informasi yang berkenaan dengan fungsi dasar yang

menjadi pokok bagaimana sebuah inovasi bekerja.

Pada bagian ini kita melihat bagaimana individu setuju dengan cara kita

mengorganisasi dan mengatur informasi dan bagaimana informasi

mempengaruhi sistem kognitif kita (Littlejohn, 2002 : 123).

Information-Integration Theory melihat bagaimana seseorang

mengumpulkan dan mengorganisasi informasi tentang orang lain, objek, situasi,

atau ide dan bentuk perilaku (Littlejohn, 2002 : 123). Ada beberapa variabel

penting bagaimana sebuah informasi mampu mengubah pola perilaku kita,

informasi harus memenuhi dua syarat, yakni Valence, bagaimana sebuah

informasi mendukung kepercayaan kita dan sikap yang kita miliki, informasi

memiliki “positive valence” namun, ketika sebuah informasi tidak mendukung

sikap dan kepercayaan kita informasi tersebut mengandung “negative valence”

(Littlejohn, 2002 : 123).

Variabel selanjutnya adalah weight , ketika sebuah informasi dirasa memiliki

sebuah kebenaran maka kita akan memberikan weight atau penekanan /

perhatian yang lebih tinggi atas informasi tersebut. Namun, ketika informasi

dirasa tidak benar, tingkat penekanan akan rendah.

Sebuah sikap terdiri atas akumulasi dari informasi tentang objek, personal,

situasi, dan pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi baru

menambah sikap atau merubah salah satu pandangan mengenai weight dan

valence dari informasi lain.

Dalam teori difusi inovasi, kategori ini merupakan kategori late adopter

dimana tingkat penerimaan informasi mengenai inovasi tergolong lambat.

Namun, dari sisi penggunaan teknologi untuk mendapatkan informasi, kategori

ini adalah mereka yang melek internet. Seiring dengan booming internet pada

waktu itu, maka informasi mengenai teknologi kamera DSLR mulai banyak

bermunculan disediakan oleh situs-situs tertentu di dunia maya. Selain itu media

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 105: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

105

cetak seperti majalah serta interaksi dengan individu lain melalui komunitas

maupun interpersonal tetap digunakan sebagai acuan mendapatkan informasi.

Informasi yang didapatkan melalui media seperti internet lebih banyak

digunakan untuk mencari tahu mengenai proses pengambilan foto yang baik,

sedangkan saluran interpersonal dijadikan pertimbangan pembelian produk

DSLR itu sendiri. Pada kategori muda ini, saluran komunikasi yang digunakan

untuk mengumpulkan materi mengenai produk inovasi sangat beragam, namun

kebanyakan tidak mencari informasi mengenai apa itu inovasi DSLR ? peneliti

melihat temuan ini sebagai hal baru dimana proses knowledge menjadi minim

dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar anggota sistem sosial sudah

mengadopsi teknologi DSLR dan atau mereka telah melihat penggunaan DSLR

melalui berbagai media (komunitas foto) atau penggunaan kamera analog

sebelumnya.

“Saya kenal DSLR dari teman-teman, nyoba-nyoba pakai. Selain itu saya sering baca majalah Chip Foto Video saat itu saya baca-baca preview kamera lewat media itu sekitar tahun 2006-an. Kadang saya lihat dulu hasil-hasil dari fotografer Kompas atau Radar Jogja.” (Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th) “...Biasanya lewat internet, majalah, sekitar seminggu dua kali

mungkin. Informasi yang saya cari lebih ke dramatisasi foto,

pemilihan angle, lebih ke pemilihan foto. “

(Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th)

“...Maksudnya ? kalau untuk membelinya saya dulu nanya-

nanya temen dulu cari info.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

“...Saya dulu dapat referensi soal DSLR itu dari teman, dan

internet. kalau penggunaan kameranya saya dapatkan dari

manual book kamera.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

“Kalau dari internet biasanya lebih ke perbandingan harga dan detail spesifikasinya, kalau jaman itu belum ada situs yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 106: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

106

signifikan membahas fotografi seperti sekarang ini. Dulu Cuma pake google untuk mencari website toko-toko kamera untuk mengecek harga saja.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

Ada dua saluran menurut Rogers yang lazim digunakan, yakni mass media

channels dan interpersonal channels. Mass media adalah segala sesuatu yang

digunakan sebagai sarana transmisi pesan, meliputi radio, televisi, koran, dan

lainnya yang memungkinkan sumber untuk mencakup beberapa audiens. Di sisi

lain, saluran interpersonal lebih efektif untuk membujuk seorang mengadopsi ide

baru, khususnya jika channel interpersonal tersebut menghubungkan dua atau

lebih individu yang berdekatan (Rogers, 1983 : 17).

Saluran komunikasi melalui media massa dirasa mampu menjangkau target

audiens secara luas, namun dari efek perubahan perilaku, saluran komunikasi

interpersonal memiliki cakupan yang lebih efektif.

Saluran komunikasi melalui media massa menemui hambatan karena

kompleksnya audiens. Jaringan dan koneksi antar individu tidak bisa diprediksi.

Untuk itu saluran komunikasi individu melalui komunikasi interpersonal dirasa

mampu menjangkau jaringan sosial tersebut.

Sedangkan saluran interpesonal dianggap mampu memberikan pengaruh yang

kuat. Saluran komunikasi interpersonal meliputi penyampaian pesan melalui

proses tatap muka antar dua individu atau lebih.

Rogers memberikan beberapa asumsi mengenai tingkatan penggunaan saluran

komunikasi dalam proses difusi tersebut (Rogers, 1983 : 200).

1. Asumsi 1 : Mass media relatif lebih penting pada fase pengetahuan dan

saluran komunikasi interpersonal lebih penting pada fase persuasi

Sill (1958) menemukan bahwa jika menginginkan daya serap terhadap adopsi

bisa tinggi, maka diperlukan penggunaan saluran komunikasi dengan waktu

ideal dan secara berkelanjutan, bergantian antara penggunaan saluran media

massa kemudian saluran interpersonal.

Pada fase pengetahuan mengenai inovasi, penggunaan media massa

memberikan perhatian / awareness, menuju grup, dan pada akhirnya menuju

masing-masing individu. Daya dorong pengetahuan terhadap inovasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 107: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

107

diciptakan oleh media massa untuk kemudian saluran interpersonal berperan

menggerakan individu pada fase persuasi.

2. Asumsi 2 : Saluran kosmopolitan relatif lebih penting pada fase pengetahuan

(knowledge), dan saluran lokal (localite) relatif lebih penting pada fase

persuasi pada proses keputusan-difusi inovasi

Cosmpolite communication channel atau secara harfiah saluran komunikasi

kosmpolitan, adalah mereka yang berasal dari luar sistem sosial yang tengah

diinvestigasi : saluran lain mengenai ide baru yang mencakup individu-

individu dari sumber di dalam sistem sosial mereka. Saluran interpersonal

masuk ke dalam lokal maupun kosmopolitan, sedangkan mas media

keseluruhan merupakan kosmopolitan.

Dalam proses difusi inovasi komunikasi menjadi titik penting bagaimana

sebuah pesan dapat dikomunikasikan. Sebelum memahami proses difusi inovasi

melalui saluran komunikasi perlu adanya pemahaman mengenai unsur source

dan channel. Source atau sumber adalah individu atau organisasi yang

menciptakan pesan. Sedangkan channel adalah sarana yang digunakan untuk

menyebarkan pesan pada penerima (receiver) (Rogers, 1983 : 198).

Littlejohn (2002 : 314) menyatakan model komunikasi multi-step flow secara

umum dapat diterima untuk menjelaskan saluran komunikasi dan pola

penyebaran pesan dalam proses difusi inovasi. Model multi-step flow menyadari

adanya banyak penghubung antara media dan final receiver, model ini melihat

lebih banyak kemungkinan dalam proses penyebaran dan penerimaan pesan.

Dalam proses difusi inovasi, individu tertentu akan mendengar langsung sebuah

informasi melalui media dimana individu yang lain tidak melakukannya.

2. Persuasion Stage (Tahapan Persuasi)

Tahapan ini menunjukan bagaimana seorang individu bersikap setelah

melalui tahapan pertama dalam pengetahuan. Seorang individu akan terlibat

lebih secara psikologis kepada inovasi tersebut: mereka akan aktif mencari

informasi mengenai sebuah ide baru, dimana mereka mencari informasi, pesan

apa yang mereka terima, dan bagaimana mereka menginterpretasikan pesan

tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 108: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

108

Pada tahapan ini anggota kategori ini mulai menindaklanjuti apa yang mereka

dapatkan pada fase knowledge. Informasi yang diperoleh lebih dalam mengenai

spesifikasi kamera, teknik pengambilan gambar, bahkan olah gambar. Media

yang digunakan dalam tahap ini bervariasi, mulai dari media internet sampai

dengan komunikasi interpersonal dengan rekan di lapangan.

“...Media selain itu saya belajar lewat internet misal dari fotografer.net, klinik foto kompas juga sering saya kunjungi. Keinginan saya menghasilkan foto yang baik membuat saya harus mengkonsumsi informasi soal bagaimana spesifikasi kamera dan teknis penggunaan kameranya.”

(Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“...Selain itu untuk belajar teknis saya sering belajar lewat

teman-teman di klub foto Fotkom di Jogja.”

(Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“Kalau saya jarang mengikuti perkembangan teknologi, kalau dituruti ga ada habisnya, kalau memperhatikan perkembangan kamera digital sih sekali dua kali, kalau diturutin sekarang bisa banyak sekali perkembangan nya, dan tentunya harga semakin mahal.” (Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th)

“...Tapi kalau mempelajari teknis dan spesifikasinya saya biasa

nanya temen-temen yang sudah duluan makai mas, kadang

browsing di internet juga lewat media Facebook biasanya.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

“...Kalau dari teman biasanya kita ngomongin soal merek kamera tertentu, seperti kelebihan dan kekurangannya serta memaksimalkan dana yang dimiliki untuk memiliki teknologi terbaru.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 109: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

109

Sama seperti kategori adopter diatas mereka, pencarian informasi mengenai

DSLR dipengaruhi beberapa karakter inovasi (Rogers, 213-232) yang dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Relative Advantage (Kegunaan Relatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana inovasi diterima sebagai sesuatu yang lebih

baik untuk menggantikan sebuah ide. Tingkat relatifitas ini bisa diukur

melalui faktor ekonomi, kepuasan, dan kecocokan dalam menggunakan

sebuah inovasi. Makin tinggi sebuah keuntungan relatif dari inovasi, maka

makin cepat pula sebuah adopsi akan terjadi.

Kegunaan dari DSLR yang sangat membantu memudahkan membantu

cepatnya adopsi teknologi pada kategori ini. Setelah mengumpulkan

berbagai informasi melalui berbagai saluran komunikasi. Keuntungan yang

ditawarkan oleh produk inovasi ini menjadi daya tarik untuk diadopsi. Nilai

tambah dari sisi kecepatan pengambilan gambar dan kebutuhan mengejar

deadline kerja saat itu menjadikan proses adopsi berlangsung cepat.

“Saya mulai berpindah ke digital karena kebutuhan magang saya di

Antara Foto, karena kebutuhan di lapangan yang

mengharuskan kita menggunakan DSLR.”

(Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“Kebutuhan akan kecepatan mengejar deadline, karena wartawan dituntut untuk mengirim berita dengan cepat, praktis, hemat waktu dan saat gelombang internet yang mulai berkembang.” (Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th) “Kalau dibilang berganti sih belum, karena ya itu tadi kalau walaupun presentasenya kecil tapi kalau masih ada permintaan tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan analog lagi. Gampangnya sementara ini analog untuk hobi dan DSLR untuk profesi saya kebanyakan. Jadi karena tuntutan kebutuhan saya saat ini lebih banyak menggunakan DSLR. Kamera digital lebih cepat dalam proses produksi.” (Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 110: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

110

b. Compatibility (Kecocokan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi diterima karena konsisten

dengan nilai-nilai yang sudah ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan

oleh adopter potensial.

Adanya kesulitan untuk tetap mengadopsi teknologi lama membuat seorang

adopter harus berpindah mengadopsi sebuah inovasi baru.

“Kemudian waktu itu karena penggunaan analog cukup rumit ribet seperti cetak indexprint dan cuci film kemudian cukup berat di di biaya produksi dan kebutuhan perlengkapan kamera analog seperti roll film semakin susah didapatkan.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

c. Complexity (Kompleksitas/Kerumitan)

Adalah sebuah tingkatan dimana sebuah inovasi dilihat dari sisi kesulitan

untuk memahami dan menggunakannya. Beberapa inovasi sudah siap untuk

dipahami oleh beberapa anggota sistem sosial, anggota yang lain mungkin

merasa rumit dan lambat dalam mengadopsi.

Sama dengan kategori di atas mereka, tingkat kerumitan banyak teratasi

ketika mereka merasakan proses pembelajaran melalui kamera analog

(hampir seluruh individu pada kategori ini mendapatkan pembelajaran

fotografi melalui media analog) hal ini membantu mereka cepat dalam

proses adaptasi. Selain itu informasi yang didapatkan melalui komunikasi

dengan teman profesi dan komunitas memberi masukan tambahan bagi

mereka.

“Tidak ada kesulitan, karena pengoperasiannya kan dasarnya

sama dengan kamera analog.”

(Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“Tidak ada kesulitan mas, saat pertama kali menggunakan

DSLR.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 111: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

111

“Tidak mengalami kesulitan saat penggunaan. Hampir sama kok penggunaan secara teknis dengan kamera analog. Selama 1-2 hari langsung menguasai penggunaan DSLR karena prinsip memotret itu sama.” (Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th) “Tidak terlalu susah karena kamera analog yang dulu saya gunakan juga dengan merk yang sama dengan kamera digital saya saat itu sehingga tidak perlu banyak penyesuaian juga. Cuma kebiasaan kamera analog kebawa ke digital soal bagaimana menghemat film. Tapi itu enaknya DSLR kita sudah ada kerja semu bisa membuat habit foto udah jadi di kamera. Tidak memerlukan banyak edit-an.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

“Waktu itu karena penggunaan analog cukup rumit ribet seperti cetak indexprint dan cuci film kemudian cukup berat di di biaya produksi dan kebutuhan perlengkapan kamera analog seperti roll film semakin susah didapatkan ditambah lagi kamera digital mulai beredar akhirnya memutuskan untuk membeli kamera digital saat itu.”

(Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

d. Trialability (Percobaan)

Adalah tingkatan dimana sebuah inovasi dapat di eksperimen dengan

batasan dasar. Sebuah inovasi atau ide baru yang bisa dicoba dalam rencana

instalasi akan lebih cepat diadopsi dibanding sebuah ide baru yang tidak

bisa dicoba.

e. Observability (Observatif)

Adalah sebuah tingkatan dimana hasil dari sebuah inovasi dapat dilihat oleh

orang lain. Makin mudah sebuah hasil inovasi diamati oleh seseorang, maka

inovasi tersebut akan mudah untuk diadopsi.

Pada tahapan persuasi yang erat hubungannya dengan proses pengambilan

keputusan, seorang individu akan aktif mencari beberapa tipe informasi, yakni :

innovation-evaluation information yang mana untuk mengurangi ketidakpastian

tentang konsekuensi yang diharapkan pada sebuah ide baru (inovasi). Tipe

informasi ini didapat dengan mudah melalui evaluasi ilmiah mengenai inovasi,

biasanya bersifat subjektif berasal dari orang terdekat yang telah menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 112: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

112

ide tersebut dan sangat meyakinkan. A preventive innovation adalah ide baru

yang diadopsi individu dalam rangka menghindari peristiwa yang tidak

diinginkan terjadi di masa depan (Rogers, 1983 : 169).

3. Decision Stage (Tahapan Keputusan)

Tahapan pengambilan keputusan terjadi ketika seorang individu atau unit

pengambilan keputusan lain terlibat dalam aktivitas yang bertujuan untuk

memilih atau menolak sebuah inovasi. Adopsi adalah keputusan untuk

menggunakan secarap penuh sebuah inovasi jalan tindakaan terbaik. Rejection

adalah penolakan dalam menggunakan sebuah inovasi.

Pada tahapan pengambilan keputusan, penting bagi seorang inovator untuk

menghasilkan relative advantage bagi calon adopter yang ingin mereka tuju

karena tidak ada satu inovasi yang mampu diadopsi tanpa melalui proses trial

atas inovasi tersebut. Ketika relative advantage dirasakan seorang adopter maka

akan mendorong mereka pada proses adopsi inovasi secara menyeluruh.

Ketika seorang adopter memilih sebuah inovasi, tentunya mereka sudah

mengalami reduksi informasi yang mengurangi ketidakpastian akan inovasi yang

akan diadopsi. Inovasi yang baru haruslah memenuhi kelima unsur tersebut

diatas untuk memberi kemudahan adopsi ke depannya.

Pada tahapan ini informasi teknis sudah tidak lagi diperhatikan, karena rata-

rata para adopter sudah melewati kelima karakter inovasi di atas. Beberapa

informan memiliki beberapa alasan yang menguatkan mereka untuk segera

mengadopsi sebuah inovasi. Berpindah dari sistem manual menjadi digital. Pada

fase ini seorang adopter akan mengambil keputusan apakah menerima atau

menolak sebuah inovasi. Setiap keputusan disertai alasan yang menguatkan

mereka mengenai kegunaan sebuah inovasi.

Rogers (1983 : 29) mengemukakan terdapat tiga bentuk pengambilan

keputusan mengadopsi sebuah inovasi, yakni :

1. Optional innovation-decisions terjadi ketika individu dalam sistem sosial

memutuskan untuk mengadopsi sebuah inovasi karena keputusan yang

merdeka dari dirinya sendiri terlepas dari anggota lain dalam sistem

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 113: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

113

sosial. Meskipun dalam pengambilan keputusannya mereka dipengaruhi

oleh norma sosial dan pengaruh komunikasi interpersonal.

2. Collective innovation-decisions adalah pilihan untuk mengadopsi atau

menolak inovasi yang dibuat secara konsesus diantara anggota dari sistem

sosial. Semua anggota unit dari sistem sosial biasanya akan patuh

terhadap keputusan dari sistem ketika melakukan adopsi.

“...karena kebutuhan di lapangan yang mengharuskan kita

menggunakan DSLR.”

(Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“Kebutuhan akan kecepatan mengejar deadline, karena

wartawan dituntut untuk mengirim berita dengan cepat,

praktis, hemat.”

(Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th)

“...Jadi karena tuntutan kebutuhan saya saat ini lebih banyak

menggunakan DSLR. Kamera digital lebih cepat dalam proses

produksi.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

“Waktu itu karena penggunaan analog cukup rumit ribet seperti cetak indexprint dan cuci film kemudian cukup berat di di biaya produksi dan kebutuhan perlengkapan kamera analog seperti roll film semakin susah didapatkan ditambah lagi kamera digital mulai beredar akhirnya memutuskan untuk membeli kamera digital saat itu.” (Hasan Sakri Ghozali, Fotografer Tribun Jogja, 28 th)

Anggota kelompok ini memiliki alasan bervariasi mengenai alasan

perpindahan mereka dan mengadopsi kamera digital namun, secara garis besar

tuntutan kinerja dan cepat serta deadline menjadi alasan mereka mengadopsi

teknologi ini.

Kategori senior sebelum mereka (early majority) tidak memiliki peran dalam

memberikan informasi terkait teknologi inovasi DSLR tertentu. Bisa dikatakan

subjek penelitian pada kategori ini tidak menggunakan pertimbangan dari early

majority dalam proses adopsi teknologi. Informasi lebih digali dari inovator

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 114: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

114

sebagai penyaji informasi teknis. Sedangkan kategori early majority

memberikan informasi bersifat non teknis. Karena dari sisi pencarian informasi

kategori ini lebih aktif dalam menggunakan berbagai media saluran komunikasi

termasuk media elektronik melalui internet.

Proses komunikasi pada kategori ini berhenti pada proses penerimaan pesan.

Pada kategori ini peneliti melihat bahwasanya persebaran pesan yang dilakukan

oleh adopter sudah tidak memiliki power untuk mempengaruhi kategori di

bawahnya (laggards), sedangkan peneliti tidak memungkinkan untuk menemui

pengguna aktif kamera analog yang saat ini masih aktif di wilayah Solo dan

Yogyakarta.

Proses penciptaan pesan berupa sharing lebih banyak dilakukan kepada rekan

kerja mereka sesama fotografer tanpa ada penekanan atau informasi mendalam

mengenai perkembangan teknologi. Seperti halnya kategori sebelumnya bahwa

pada kategori ini proses penciptaan dan pertukaran informasi bersifat berbagi

pengalaman bukan menekankan aspek teknis. Namun, pada kategori ini

beberapa narasumber masih giat bertukar informasi mengenai teknologi DSLR,

hal ini menandakan bahwa pada kategori ini mereka lebih aktif mengikuti

perkembangan dunia kamera digital dibandingkan dengan kategori yang

memiliki power di atas mereka (early majority).

“...Untuk sharing saya sering lakukan dengan rekan-rekan sesama foto jurnalis, soal teknis , komposisi, bagaimana menangkap momen. Biasanya sering sharing nya malah dengan junior saya di lapangan. Kadang –kadang merasa pekewuh (sungkan) kalau mau sharing dengan rekan senior.” (Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th) “...Untuk teknologi biasanya kalau ada kamera baru yang akan keluar, kita bahas bagaimana misal hasil gambar, speed kamera, pasti itu kita bahas bareng temen-temen. Biasanya kita dapet dari internet, ataupun sosial media soal informasi itu.” (Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

“...Kadang kalau senior jarang malah ga pernah ya ngomongin kamera-kamera tertentu, mereka lebih menggunakan apa adanya. Seringnya malah sama yang muda-muda itu. Mereka lebih update dan terbuka untuk informasi.” (Kurniawan Arie, Fotografer Harian Joglosemar, 28 th)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 115: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

115

“...Kalau sharing lebih sering untuk tatap muka itu pun bukan ngomongin hal yang bersifat ke tools, tapi dari segi warna, lensa, kamera full frame, crop factor , tapi jarang untuk sesuatu yang bersifat teknis. Untuk saya sharing bareng-bareng ga memandang junior ataupun senior. Kadang saya juga chatting sama temen-temen fotografer yang ada di luar solo juga. Kalau biasanya saya lebih enak ngobrol sama yang seumuran dibanding junior.” (Agoes Rudianto, Kontributor Kantor Berita Turki, 28 th)

“...Iya biasanya kalau ketemu teman kerja di lapangan aja mas,

lumayan sering tapi kita ngorbrolnya paling juga sebatas soal

hasil sama teknis fotografi aja.”

(Fahmi Widayat, Fotografer Profesional, 30 th)

Bisa disimpulkan subjek penelitian pada kategori ini tidak secara langsung

menggunakan pertimbangan dari early majority dalam proses pengumpulan

informasi untuk mengadopsi teknologi. Informasi lebih digali dari inovator

sebagai penyaji informasi teknis. Sedangkan kategori early majority

memberikan informasi bersifat non teknis. Hal ini terkait dengan hasil penelitian

pada kategori early majority dimana mereka tidak melakukan proses penyebaran

informasi terkait teknis dan spesifikasi kamera tertentu namun, pesan yang

disampaikan adalah hal bersifat non teknis dalam fotografi.

Namun, kategori late adopter menjadi menarik karena pada kategori ini

individu-individu yang ada di dalamnya aktif membicarakan perkembangan

teknologi dan inovasi DSLR. Hal ini bisa dikaitkan makin mudahnya akses

kepada sumber informasi misalnya melalui media internet. Segala informasi

mengenai perkembangan teknologi DSLR tidak lagi ditransmisikan karena tidak

ada kategori laggards yang bisa ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini

menunjukan kategori ini berisi individu yang tidak skeptis seperti apa yang

disebutkan oleh Rogers sebelumnya. Dalam kasus ini kategori late adopter berisi

kaum muda yang dinamis mengikuti proses perkembangan teknologi dan rajin

mengeksplorasi penggunaan kamera untuk mendapatkan kinerja kamera yang

maksimal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 116: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

116

D. Kesimpulan Analisa Penelitian Dalam Tabel

D.1. Karakteristik Individu Dalam Inovasi

Pada tabel pertama peneliti menyajikan rangkuman temuan yang didapatkan

terkait dengan karakteristik masing-masing individu dalam kategori inovasi.

No Peran Individu Karakteristik Individu

1. Innovator • Individu pada kategori ini memiliki pengetahuan tinggi

terkait produk yang akan disebarluaskan kepada target pasar

mereka. Artinya mereka diwajibkan terbuka atas informasi

apapun yang mereka dapatkan terkait dengan persebaran

produk.

• Individu pada kategori ini memiliki dukungan finansial

yang kuat terkait fungsi mereka sebagai kategori pertama

yang menyebarkan informasi kepada target pasar yang

begitu luas.

• Individu pada kategori ini memiliki jaringan informasi yang

luas, jaringan informasi terutama informan dari pihak

manufaktur untuk mendapatkan informasi produk yang

menyeluruh.

• Memiliki power untuk mempengaruhi. Kekuatan untuk

mempengaruhi dibagi atas kekuatan mempengaruhi ke

dalam, yakni kepada pihak marketing dan mempengaruhi

target pasar untuk melakukan adopsi produk inovasi

mereka.

2. Early Adopter • Individu pada kategori ini wajib terbuka atas informasi

terkait produk yang akan diadopsi sehingga mereka akan

giat mencari informasi untuk menambah pemahaman

mereka dan mengurangi segala ketidakpastian terkait

produk inovasi. Proses pencarian informasi melalui media

elektronik seperti internet hingga proses tatap muka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 117: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

117

Informasi yang dicari mulai dari spesifikasi kamera, harga

kamera, hingga proses after sales nya.

• Individu pada kategori ini memiliki jaringan yang kuat.

Jaringan ini digunakan untuk mendapatkan informasi

mengenai sebuah produk kamera DSLR apa yang tepat

untuk diadopsi.

• Individu pada kategori ini memiliki power untuk

mempengaruhi. Mereka mempengaruhi ke dalam yakni

pada tataran manajerial dan mempengaruhi ke bawah

kepada kategori penerima inovasi (early majority).

3. Early Majority • Individu pada kategori ini memiliki senioritas dalam proses

adopsi inovasi. Mereka cenderung melakukan proses adopsi

di saat anggota sistem sosial lainnya belum melakukan

adopsi.

• Individu pada kategori ini terbuka terhadap informasi. Pada

era dimana mereka mencari informasi mengenai DSLR,

media cetak dan media komunikasi interpersonal menjadi

dua pilihan utama.

4. Late Majority • Individu pada kategori ini cenderung lambat dalam proses

adopsi. Di saat anggota dalam sistem sosial lain sudah

melakukan adopsi, individu pada kategori ini baru

melakukan adopsi DSLR.

• Individu pada kategori ini terbuka pada informasi. Meskipun

lambat pada proses adopsi mereka terbuka pada informasi

terkait produk inovasi dan perkembangannya. Booming

media internet membantu mereka dalam proses pencarian

informasi menjadi lebih mudah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 118: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

118

D.2. Pola Komunikasi Individu Dalam Proses Difusi Inovasi

Pada tabel pertama peneliti menyajikan rangkuman temuan yang didapatkan

terkait dengan pola komunikasi masing-masing individu dalam kategori inovasi.

No Peran

Individu

Sebagai Komunikator Sebagai Komunikan

1. Innovator a. Individu akan melakukan

proses penentuan target

yang akan menerima

informasi mengenai produk

inovasi mereka.

Target penerima informasi

ini bisa ke dalam kepada

tim marketing dan keluar

kepada target pasar

pengguna DSLR tersebut.

b. Informasi atau pesan

mengenai produk DSLR

kepada target market

disampaikan melalui

berbagai media terutama

media cetak, elektronik, dan

media komunikasi

interpersonal. Penggunaan

media meliputi above the

line dan below the line.

c. Komunikator menggunakan

endorser untuk menjangkau

target pasar mereka para

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 119: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

119

pengguna DSLR yang

biasanya tergabung dalam

komunitas fotografi. Hal ini

menunjukan

“penggambaran” positif

pengguna DSLR yang

diwakili oleh endorser.

2. Early

Adopter

a. Dalam menjalankan peran

sebagai komunikator

mereka menggunakan

informasi yang telah

mereka dapatkan untuk

disebarluaskan. Individu

pada kategori ini melakukan

proses transmisi pesan ke

dalam, yakni memberi

masukan kepada

manajemen produk DSLR

mana yang akan diadopsi

dan memberi masukan ke

luar kepada kategori early

majority yang akan

menggunakannya.

b. Proses transmisi pesan akan

mengalami friksi terkait

teknologi mana yang akan

diadopsi. Hal ini

dikarenakan masing-masing

individu dari kategori early

adopter dan early majority

memiliki pertimbangan

a. Sebagai komunikan mereka

menerima pesan atau

informasi mengenai sebuah

produk DSLR dari berbagai

media komunikasi baik

elektronik melalui email,

website, dan media tatap

muka dengan komunitas

tertentu (multi-step flow).

b. Informasi yang diterima akan

dipilah mana saja informasi

yang memiliki bobot dan

mampu mengurangi

ketidakpastian mengenai

sebuah produk inovasi.

c. Proses pencarian informasi

terbagi atas proses

knowledge, persuasion, dan

decision stage. Pada masing-

masing tahap adopsi,

penggunaan saluran

komunikasi akan berbeda-

beda. Mulai dari saluran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 120: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

120

masing-masing. Tapi power

yang dimiliki oleh individu

pada kategori ini akan

digunakan untuk

mempengaruhi top

management perusahaan.

komunikasi massa hingga

interpersonal.

d. Dalam proses penerimaan

informasi, individu akan

memperhatikan sebuah

relative advantage,

compatibility, complexity,

trialability, dan observability

dari sebuah produk inovasi

DSLR yang akan diadopsi.

3. Early

Majority

a. Sebagai komunikator

mereka melakukan proses

penyebaran informasi

(sharing) kepada kategori

junior mereka (late

majority) melalui media

komunikasi tatap muka.

b. Informasi yang disebarkan

adalah informasi non teknis.

Bukan lagi informasi

mengenai keunggulan dan

spesifikasi kamera tertentu

yang digunakan.

c. Bisa dikatakan power yang

dimiliki oleh individu pada

kategori ini tidak digunakan

untuk mempengaruhi secara

langsung proses adopsi

inovasi.

a. Sebagai komunikan mereka

menerima pesan atau

informasi mengenai sebuah

produk DSLR dari berbagai

media komunikasi khususnya

media cetak dan tatap muka

(multi-step flow).

b. Informasi yang diterima akan

dipilah mana saja informasi

yang memiliki bobot dan

mampu untuk mengurangi

ketidakpastian mengenai

sebuah produk inovasi mana

yang akan diadopsi.

c. Proses pencarian informasi

terbagi atas proses

knowledge, persuasion, dan

decision stage. Pada masing-

masing tahap adopsi,

penggunaan saluran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 121: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

121

komunikasi akan berbeda-

beda. Mulai dari saluran

komunikasi massa khususnya

media cetak hingga media

komunikasi interpersonal.

d. Dalam proses penerimaan

informasi, individu akan

memperhatikan sebuah

relative advantage,

compatibility, complexity,

trialability, dan observability

dari sebuah produk inovasi

DSLR yang akan diadopsi.

Proses transisi dari kamera

analog memberikan

kemudahan tersendiri hingga

proses penerimaan informasi

yang berhubungan dengan

hal teknis sangat minim

dilakukan.

4. Late

Majority

a. Sebagai komunikator

mereka tidak lagi

memiliki power untuk

mempengaruhi kategori di

bawahnya (laggards).

b. Proses persebaran

informasi dilakukan

dengan individu pada

kategori yang sama.

c. Individu pada kategori ini

a. Sebagai komunikan mereka

aktif menerima pesan atau

informasi mengenai sebuah

produk DSLR dari berbagai

media. Media komunikasi

internet yang saat itu

booming mempermudah

proses pencarian informasi

mereka. Kategori early

majority tidak dijadikan

pertimbangan secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 122: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

122

lebih terbuka untuk

melakukan sharing terkait

perkembangan informasi

dan teknologi DSLR. Usia

muda dan masih dinamis

dalam dunia fotografi

menjadikan mereka aktif

mencari informasi

tersebut.

langsung dalam proses

adopsi inovasi.

b. Informasi yang diterima akan

dipilah mana saja informasi

yang memiliki bobot dan

mampu untuk mengurangi

ketidakpastian mengenai

sebuah produk inovasi mana

yang akan diadopsi.

c. Proses pencarian informasi

terbagi atas proses

knowledge, persuasion, dan

decision stage. Pada masing-

masing tahap adopsi,

penggunaan saluran

komunikasi akan berbeda-

beda. Mulai dari saluran

komunikasi massa khususnya

media cetak hingga media

komunikasi interpersonal.

d. Dalam proses penerimaan

informasi, individu akan

memperhatikan sebuah

relative advantage,

compatibility, complexity,

trialability, dan observability

dari sebuah produk inovasi

DSLR yang akan diadopsi.

Proses transisi dari kamera

analog memberikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 123: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

123

kemudahan tersendiri hingga

proses penerimaan informasi

yang berhubungan dengan

hal teknis sangat minim

dilakukan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 124: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

124

E. Diskusi

Proses difusi inovasi yang terjadi pada inovasi teknologi DSLR merupakan hal

yang menarik untuk dikaji. Hal ini terkait bagaimana pola komunikasi yang terjadi

pada kategori penerima inovasi DSLR tersebut. Artinya bagaimana sebuah

informasi mengenai inovasi diterima hingga diadopsi oleh individu berbeda-beda

pada masing-masing kategori. Peneliti menemukan beberapa fenomena komunikasi

selama melakukan penelitian tersebut. Fenomena disini terkait fakta di lapangan

bahwasanya pola komunikasi yang terjadi pada keempat kategori adopter tersebut

memiliki pola yang berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian pula secara

teoritis tidak semua yang terjadi di lapangan menunjukan kesamaan dengan teori

yang digunakan, hal ini menjadi temuan yang menarik di lapangan.

Difusi inovasi merupakan salah satu teori yang bisa menjelaskan secara logis

bagaimana sebuah inovasi dapat diterima dan diadopsi oleh sejumlah individu

dalam kategori inovasi. Beberapa tahapan harus dilalui oleh seorang individu

hingga sampai pada tahap keputusan untuk menggunakan sebuah inovasi.

Hakikatnya difusi inovasi berinti pada bagaimana sebuah informasi mengenai

inovasi diterima dan diteruskan oleh individu pada sistem sosial. Jadi, komunikasi

lah yang memegang peranan penting dalam proses difusi ini. Bisa ditarik

kesimpulan bahwa semua proses difusi dari tahap knowledge hingga proses

pengambilan keputusan sebuah inovasi bermuara pada proses komunikasi itu

sendiri.

Rogers (1983) melihat sifat inovasi turut berperan dalam proses persebaran dan

adopsi sebuah inovasi. Kamera DSLR sebagai produk inovasi yang rumit

seharusnya membutuhkan waktu adopsi yang tidak cepat. Namun, pada sistem

sosial fotografer jurnalis dan profesional hal tersebut tidak terjadi. Serangkaian

pengalaman masa lalu dengan pemakaian kamera analog sangat membantu mereka

dalam proses adopsi dan mengurangi segala ketidakpastian terkait dengan

penggunaan kamera digital tersebut. Tingkat kompleksitas sebuah inovasi yang

dikemukakan Rogers (1983) bukan menjadi sebuah halangan yang memperlambat

proses adopsi pada kategori sistem sosial ini.

Pada kasus yang diteliti, ketika informasi mengenai sebuah inovasi muncul dari

seorang inovator dalam hal ini adalah sebuah kamera DSLR, peneliti melihat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 125: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

125

adanya perbedaan pola komunikasi antara kategori penerima inovasi. Dari sisi

pencarian informasi masing-masing kategori memiliki fungsi dan peranan masing-

masing. Mereka adalah individu yang terlibat secara langsung dan membutuhkan

sebuah inovasi DSLR, maka informasi yang mereka cari adalah segala informasi

yang memiliki bobot (weight) mengenai sebuah inovasi.

Pada kategori pertama, inovator yang disebut Rogers (1983) sebagai kategori

para petualang (venturesome) yakni orang-orang yang mmiliki jiwa untuk mencoba

hal-hal baru dengan segala resiko di dalamnya. Mereka kategori inovasi yang

bertanggung jawab atas berhasil tidaknya sebuah produk inovasi disebarkan kepada

kategori adopter. Informasi yang disebarkan oleh inovator misalnya, berisi

mengenai spesifikasi sebuah produk DSLR, informasi ini wajib diketahui dan

dipahami oleh seluruh tim marketing karena mereka lah yang bertanggung jawab

untuk persebaran informasi tersebut. Ketika sebuah informasi tidak bisa

disampaikan dengan baik melalui media yang tepat oleh komunikator maka tidak

akan tercapai influence yang diinginkan artinya sebuah produk gagal mencapai

target market. Untuk itulah komunikator pada kategori inovator haruslah mereka

yang memiliki dukungan finansial besar untuk mampu memasarkan sebuah produk

inovasi DSLR ke seluruh penjuru tanah air Indonesia. Dengan kata lain mereka

harus membeli spot iklan dan pemilihan media komunikasi yang tepat. Saluran

komunikasi interpersonal pun dilakukan untuk menjangkau target pasar mereka

yang tergabung dalam komunitas tertentu. Mereka pula individu yang harus paham

dan mampu mengatur jaringan mereka seluas mungkin dengan stakeholder yang

berkepentingan. Mereka harus menjaga jaringan tersebut untuk kepentingan difusi

sebuah produk inovasi.

Kategori early adopter yang selanjutnya menurut Rogers (1983) adalah kategori

kedua dibawah inovator dalam penerimaan inovasi. Mereka aktif dalam

penggunaan media massa baik cetak, elektronik maupun saluran komunikasi

interpersonal. Kategori early adopter sebagai pemilik kekuatan dalam hirarki

manajerial perusahaan diwajibkan paham dan mengerti mulai dari spesifikasi

produk hingga proses after sales. Untuk itulah proses pencarian informasi mutlak

dilakukan untuk mempelajari mulai dari harga, spesifikasi, hingga daya tahan

sebuah kamera. Informan dari berbagai sumber seperti distributor utama, komunitas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 126: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

126

fotografi hingga pengguna kamera lain menjadi referensi dalam proses pencarian

informasi.

Proses pencarian informasi semuanya dilakukan dalam rangka pencarian

informasi untuk menambah pengetahuan mereka, untuk memberikan persuasi dan

meyakinkan, mengurangi ketidakpastian dalam proses adopsi inovasi. Saluran

komunikasi yang digunakan untuk tahap knowledge hingga keputusan mengadopsi

sebuah teknologi inovasi merupakan kombinasi yang dipilih oleh individu melalui

berbagai media komunikasi.

Pada penelitian ini kategori inilah komunikator yang memiliki power menekan

kategori di bawahnya. Akan tetapi penekanan disini adalah penggunaan power

untuk memberikan masukan dari hasil pencarian mereka mengenai inovasi demi

mempertahankan pendapat mereka kepada manajer perusahaan. Perlu atau tidaknya

sebuah inovasi diadopsi dalam perusahaan. Individu kategori ini menciptakan

keputusan mengadopsi secara collective kepada kategori early majority di

bawahnya.

Kategori early majority mereka adalah individu-individu yang terdiri atas

fotografer senior yang telah puluhan tahun menggeluti dunia fotografi jurnalistik

dan fotografi profesional dalam bidang dokumentasi event. Mereka adalah orang

yang tergolong awal dalam hal mengenal dan mengadopsi inovasi DSLR. Tentunya

mereka pula yang sejak awal mencari informasi dan menggunakan informasi

tersebut sebagai referensi menggunakan sebuah produk. Dari sisi penggunaan

media, para early majority adalah kategori awal adopter yang secara teoritis

mengalami terpaan tinggi oleh media massa namun, pada kenyataannya mereka

minim dalam penggunaan media massa.

Menurut Rogers (1983) pada fase knowledge media massa memegang peranan

penting untuk menyebarkan informasi teknis terkait sebuah produk inovasi. Akan

tetapi apakah mereka adalah sosok yang aktif menggunakan media massa sebagai

referensi mereka ? Ternyata pada jaman tersebut dimana rata-rata dari mereka

mulai menemukan dan menggali informasi mengenai DSLR ini saluran komunikasi

melalui media massa belum segencar saat ini, hanya beberapa yang tahu mengenai

DSLR lewat media koran, selebihnya menggunakan relasi mereka ataupun bahkan

media brosur sebagai sarana mengumpulkan informasi. Hal ini menurut peneliti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 127: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

127

dikarenakan saat itu produk ini adalah sebuah produk mahal dan belum semua

orang perlu akan inovasi ini, hanya para early majority yang saat itu terdorong

untuk menggunakannya karena alasan sistem analog yang sudah tidak lagi

memungkinkan mendukung kinerja mereka.

Saluran komunikasi interpersonal menjadi rujukan bagi individu dalam kategori

ini karena minimnya informasi yang didapat melalui media massa. Dengan melihat

pengguna terdahulu dan mendapat masukan dari anggota sistem sosial lain, proses

pencarian informasi mengenai DSLR menjadi terpenuhi.

Ketika Rogers (1983) menyebut mereka sebagai kaum yang lambat mengadopsi

sebuah inovasi, pada kenyataanya mereka justru yang pertama mengadopsi dan

tidak membutuhkan waktu lama dalam proses adaptasi produk baru. Minimnya

informasi teknis yang didapat tidak membuat proses adopsi berjalan lambat.

Kompleksitas teknologi diminimalisir karena pengalaman penggunaan kamera

sistem analog terdahulu. Hakikatnya menurut mereka sama, dari sisi penggunaan

dan pengoperasiaanya. Kesulitan yang mereka rasakan pada awal adopsi justru

datang dari proses pengolahan atau post-produksi.

Sebagai komunikator sebuah informasi mengenai inovasi DSLR mereka

seharusnya berperan menyebarkan opini mengenai DSLR kepada anggota late

majority di bawah mereka. Kategori ini seharusnya menjadi opinion leader

persebaran produk dalam sistem sosial mereka. Mereka inilah yang seharusnya

menjadi target potensial dalam persebaran sebuah inovasi karena posisi mereka

dalam sebuah sistem sosial fotografer bertindak sebagai seorang senior dan banyak

dijadikan rujukan oleh anggota junior di bawahnya. Akan tetapi dalam dunia

fotografi ini pembicaraan ataupun komunikasi kepada anggota lain di bawah

mereka yang terkait tools dan spesifikasi kamera menjadi hal yang “tabu” untuk

dibicarakan. Orientasi hasil menjadi bahan pembicaraan utama, tidak peduli dari

alat apa karya itu diciptakan.

Kategori terakhir dalam proses difusi inovasi dalam penelitian ini adalah para

individu yang tergabung dalam kategori late majority. Secara bahasa mereka inilah

yang menurut Rogers (1983) termasuk “terlambat” dalam mengadopsi teknologi.

Terlambat di saat sebagian dari anggota sistem sosial dalam fotografi jurnalistik

dan profesional telah mengadopsi inovasi DSLR ini. Hal ini dilihat dari periode

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 128: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

128

mereka mengadopsi teknologi ini jauh dibawah para individu dari kategori early

majority. Namun, pada saat mereka mengadopsi teknologi ini, pada masa itulah

terjadi booming internet yang berarti makin banyak pula rujukan untuk mengenal

dan mencari informasi mengenai DSLR. Padahal secara teoritis mereka ini

tergolong tidak lagi mengalami terpaan media massa namun, mereka malah aktif

menggunakan media massa khususnya internet dan saluran komunikasi

interpersonal dengan komunitas dan rekan mereka untuk mencari informasi

mengenai DSLR. Masukan dari kategori senior diatas mereka (early majority) tidak

digunakan sebagai rujukan mengambil keputusan adopsi.

Ketika berperan sebagai komunikator antar individu dalam sistem sosial

fotografer, mereka justru pihak yang aktif mencari informasi perkembangan

teknologi DSLR terkini untuk didiskusikan dengan rekan mereka, hal ini yang

jarang bahkan tidak pernah dilakukan oleh senior mereka. Kemauan anggota

individu dalam kategori ini dalam mengakses informasi harusnya dibaca oleh

produsen maupun inovator untuk membidik segmen muda ini sebagai agent of

change dalam persebaran inovasi mereka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 129: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan penelitian terhadap proses persebaran dan penerimaan

pesan yang ditinjau dari aspek teori difusi inovasi, peneliti mendapatkan gambaran

mengenai bagaimana proses difusi inovasi berjalan di lingkup fotografer

profesional di Kota Solo dan Yogyakarta.

Proses difusi inovasi terjadi pada beberapa kategori inovasi, dimulai dari

inovator, early adopter, early majority, dan late majority. Masing-masing kategori

memiliki tahapan tersendiri dalam melakukan adopsi sebuah inovasi serta memiliki

peran tersendiri dalam pola komunikasi terkait persebaran pesan (message

diseemination) dan penerimaan pesan (message reception).

a. Innovator

Kategori inovator pada penelitian ini diwakili pihak PT. Datascrip yang

memegang distribusi resmi merk kamera Canon di Indonesia.

Individu pada kategori ini bertugas menyebarkan informasi mengenai inovasi

kepada adopter yang menjadi target pasar mereka. Proses persebaran informasi

terkait dengan detail produk dan spesifikasi produk kepada konsumen mereka.

Karakter seorang inovator secara sosio-ekonomi adalah mereka yang didukung

kemampuan finansial besar karena upaya persebaran sebuah inovasi

membutuhkan biaya yang tinggi apalagi terkait target market pengguna DSLR

yang cukup luas.

Seorang inovator dalam penelitian ini adalah mereka yang terbuka atas

informasi, harus paham detail produk dan menggunakan jaringan yang luas

dalam rangka menggali informasi dan menyebarkan informasi tersebut.

Dalam pola komunikasinya, kategori inovator bertugas menyebarluaskan inovasi

sehingga mampu diterima oleh kategori adopter di bawahnya. Mereka hanya

melakukan fungsi persebaran pesan (message dissemination). Proses persebaran

pesan dimulai dengan penentuan target pesan. Dalam menentukan target pesan

ini terbagi atas dua target pesan yakni kepada pihak internal (tim marketing) dan

eksternal kepada calon adopter atau konsumen.

129

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 130: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

130

Individu pada kategori ini menggunakan berbagai media komunikasi baik cetak

maupun elektronik dan saluran komunikasi interpersonal. Melalui saluran above

the line dan below the line. Untuk melakukan pedekatan kepada komunitas

pengguna DSLR, penggunaan endorser dipakai sebagai upaya untuk

memberikan personifikasi pengguna DSLR di kalangan pengguna komunitas.

b. Early Adopter

Kategori early adopter adalah individu yang memiliki power mempengaruhi

kategori di bawah mereka. Kategori ini diwakili Kepala Bagian Umum PT

Aksara Solopos yang memiliki tanggung jawab dalam pengadaan kamera digital

dalam perusahaannya.

Individu ini wajib terbuka atas segala informasi mengenai DSLR. Selain itu

mereka adalah individu yang memiliki power atau kekuatan untuk mengadakan

produk inovasi di perusahaan mereka. Jaringan komunikasi yang dimilliki

sebagai relasi juga sangat luas sebagaia referensi mendapatkan informasi

mengenai perkembangan inovasi DSLR yang akan diadopsi. Proses difusi

inovasi dimulai pada tahap knowledge dimana seorang individu akan aktif

mencari informasi mengenai sebuah inovasi. Informasi yang mereka cari terkait

dengan apa yang memiliki nilai tambah terhadap inovasi, baik dari segi

spesifikasi maupun kualitas produk. Pada tahapan persuation mereka akan

semakin giat mencari informasi terkait inovasi lebih dalam. Individu pada

tahapan ini akan giat mencari beberapa poin penting dari inovasi, yakni terkait

dengan relative advantage (keuntungan relatif), compatibility (kecocokan),

complexity (kompleksitas), trialability (dapat dicoba), dan observability (bisa

dilihat oleh orang lain).

Pada tahapan decision atau keputusan adopsi, proses pertukaran informasi dari

early majority akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Hirarki

dalam perusahaan yang mewajibkan hal ini terjadi dalam forum diskusi. Akan

tetapi segala keputusan adopsi dan pengadaan sebuah produk inovasi tetap

berada di tangan bagian umum perusahaan.

Kategori early adopter berperan sebagai komunikator (message dissemination)

dan komunikan (message reception) dalam proses difusi inovasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 131: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

131

Sebagai komunikan, seorang early adopter menerima berbagai informasi terkait

inovasi DSLR dari berbagai sumber. Penggunaan media komunikasi elektronik

seperti internet melalui email, dan website dipakai untuk mencari informasi

dalam rangka mengurangi ketidakpastian terhadap sebuah inovasi. Selain itu

media komunikasi interpersonal melalui hubungan dengan berbagai komunitas

dan individu yang berkompeten terhadap inovasi DSLR juga digunakan untuk

mengumpulkan informasi.

Dalam menjalankan peran sebagai komunikator mereka menggunakan informasi

yang telah mereka dapatkan untuk disebarluaskan. Individu pada kategori ini

melakukan proses transmisi pesan ke dalam, yakni memberi masukan kepada

manajemen produk DSLR mana yang akan diadopsi dan memberi masukan ke

luar kepada kategori early majority yang akan menggunakannya.

c. Early Majority

Kategori ketiga adalah early majority. Secara harfiah kategori ini adalah

pengguna awal, terdiri atas individu yang memiliki karakteristik sebagai senior

dalam sistem sosial khususnya diantara para fotografer. Mereka adalah

pengguna awal yang mengenal dan menggunakan teknologi ini dalam

menunjang kinerja mereka.

Individu pada kategori ini juga terbuka atas informasi mengenai segala informasi

terkait perkembangan DSLR. Mereka adalah senior yang memiliki kedudukan

tinggi dalam sistem sosial fotografer. Proses pencarian dan pengumpulan

informasi pada tahapan ini dimulai dari tahap knowledge dimana segala

informasi yang memiliki nilai (valence) dan mengurangi ketidakpastian tentang

teknologi DSLR akan dikumpulkan. Pada tahapan persuation mereka akan

semakin giat mencari informasi terkait inovasi lebih dalam. Individu pada

tahapan ini akan giat mencari beberapa poin penting dari inovasi, yakni terkait

dengan relative advantage (keuntungan relatif), compatibility (kecocokan),

complexity (kompleksitas), trialability (dapat dicoba), dan observability (bisa

dilihat oleh orang lain).

Pada tahapan decision atau keputusan adopsi, proses adopsi cenderung singkat

karena sebagian besar individu pada kategori ini telah mengalami proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 132: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

132

penggunaan kamera analog yang memiliki kemiripan penggunaan dengan

kamera DSLR secara fungsi dan teknis penggunaan.

Kategori ini memiliki fungsi menerima pesan (komunikan) dan bertindak

sebagai pencipta pesan (komunikator). Sebagai komunikan mereka menerima

pesan atau informasi mengenai sebuah produk DSLR yang diciptakan kategori

innovator dari berbagai media komunikasi khususnya media cetak dan tatap

muka. Media elektronik seperti internet belum menjadi penyedia informasi

seperti saat ini.

Dalam proses penerimaan informasi, individu akan memperhatikan sebuah

relative advantage, compatibility, complexity, trialability, dan observability dari

sebuah produk inovasi DSLR yang akan diadopsi. Proses transisi dari kamera

analog memberikan kemudahan tersendiri hingga proses penerimaan informasi

yang berhubungan dengan hal teknis sangat minim dilakukan.

Ketika individu ini berperan sebagai komunikator, mereka menciptakan pesan

melalui sharing kepada kategori late majority di bawahnya. Namun, sharing

yang dilakukan tidak menyinggung mengenai spesifikasi ataupun teknis

penggunaan teknologi DSLR tertentu tapi lebih pada hal-hal non teknis seputar

pekerjaan di lapangan. Hal ini menunjukan sebenarnya pada kategori ini transfer

informasi mengenai inovasi DSLR tidak terjadi.

d. Late Majority

Kategori adopter yang terakhir adalah kategori late majority. Mereka

mengadopsi sebuah inovasi DSLR ketika sebagian besar anggota sistem sosial

telah melakukan adopsi atas inovasi.

Dilihat dari proses adopsi mereka cenderung lambat melakukan proses adopsi

inovasi. Di saat sebagian besar fotografer beralih menggunakan DSLR, mereka

baru melakukan adopsi atas inovasi tersebut. Hal ini menempatkan mereka

menjadi “junior” pada kalangan fotografer.

Meskipun lambat dalam proses adopsi, mereka adalah individu yang aktif

mencari informasi melalui berbagai saluran komunikasi, seperti media cetak dan

elektronik khususnya internet. Booming internet saat itu membantu proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 133: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

133

pencarian informasi mengenai DSLR. Hal ini membantu mereka dalam

mengumpulkan informasi secara cepat dan menyeluruh.

Proses difusi inovasi dimulai melalui tahapan knowledge, dimana individu akan

mencari segala informasi terkait DSLR dari berbagai media komunikasi seperti

majalah atau berbagai website yang menyajikan informasi mengenai spesifikasi

dan penggunaan DSLR.

Pada tahapan persuation mereka akan semakin giat mencari informasi terkait

inovasi lebih dalam.

Pada tahapan decision atau keputusan adopsi, proses adopsi cenderung singkat

karena sebagian besar individu pada kategori ini telah mengalami proses

penggunaan kamera analog yang memiliki kemiripan penggunaan dengan

kamera DSLR secara fungsi dan teknis penggunaan.

Kategori ini hanya berperan sebagai komunikan karena mereka dianggap tidak

lagi mempunyai power untuk melakukan transfer informasi kepada kategori di

bawahnya (laggards). Proses sharing yang terjadi antar anggota kelompok ini

bukan bersifat mempengaruhi penggunaan sebuah inovasi DSLR namun, lebih

pada isu perkembangan teknologi terkini.

Sebagian besar individu pada kategori ini terdiri atas individu yang aktif mencari

informasi melalui berbagai saluran komunikasi. Mereka giat mengikuti

perkembangan teknologi DSLR terkini meskipun secara teoritis mereka kategori

yang lambat menerima sebuah inovasi. Sebagai komunikan mereka menerima

pesan atau informasi mengenai sebuah produk DSLR yang diciptakan kategori

innovator dari berbagai media komunikasi khususnya media cetak dan tatap

muka. Media elektronik seperti internet belum menjadi penyedia informasi

seperti saat ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 134: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

134

B. IMPLIKASI

B. 1. Implikasi Teoritis

Hasil penelitian ini mempunyai implikasi teoritis terhadap kajian teori difusi

inovasi. Difusi inovasi melihat bagaimana sebuah inovasi ditransmisikan melalui

saluran komunikasi kepada anggota dalam sistem sosial. Difusi inovasi adalah

sebuah bentuk komunikasi khusus dimana anggota individu dalam kategori inovasi

(innovator, early adopter, early majority, dan late majority) menjalankan fungsi

sebagai penyebar pesan (komunikator) dan bertindak sebagai penerima pesan

(komunikan). Pola komunikasi yang terjadi pada masing-masing kategori berbeda

satu dengan yang lainnya. Motivasi untuk mengadopsi inovasi DSLR pun berbeda

antara satu dengan individu yang lainnya. Pola komunikasi menjadi titik penting

pada penelitian ini dimana peneliti melihat bagaimana individu pada masing-

masing kategori bertindak menjadi komunikator dan komunikan. Bagaimana

individu menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk mengumpulkan

informasi sehingga mempengaruhi sikap mereka untuk mengadopsi sebuah inovasi.

Berdasarkan kajian terhadap objek, penelitian ini menggambarkan karakteristik

individu pada masing-masing kategori dan bentuk-bentuk pola komunikasi pada

fotografer profesional yang terbagi atas fotografer jurnalis dan fotografer komersial.

Pola komunikasi terjadi atas bagaimana mereka menjadi seorang komunikator

(message dissemination) dan bagaimana mereka menjadi seorang komunikan

(message reception). Bagaimana mereka menciptakan pesan untuk menjangkau dan

mempengaruhi target pasar serta melihat bagaimana mereka mengumpulkan

informasi untuk mengurangi ketidakpastian mengenai sebuah inovasi sampai pada

akhirnya bisa diadopsi.

Peneliti melihat masih banyaknya lubang dari teori difusi inovasi yang masih

bisa digali lagi sebagai upaya membangun body of knowledge bagi perkembangan

teori komunikasi ke depan.

B. 2. Implikasi Metodologis

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode

studi kasus. Dalam penelitian ini peneliti menemukan keterbatasan penelitian dalam

rangka pengumpulan data. Keterbatasan dari penelitian ini adalah kesulitan peneliti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 135: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

135

dalam menggali data pada kategori inovator karena kesibukan narasumber

berdampak pada sulitnya mencari waktu untuk menggali data. Pada tahapan difusi

inovasi peneliti hanya mengkaji hingga proses pengambilan keputusan (decision

stage) bukan sampai pada tahapan konfirmasi sebuah inovasi.

Keterbatasan lain terkait triangulasi data dalam hal ini peneliti mengalami

kesulitan untuk menjangkau kategori early adopter pada media lain yang memiliki

kesamaan posisi dengan media cetak Solopos. Sehingga triangulasi data pada

kategori early adopter tidak dapat dilakukan. Selain itu metode studi kasus akan

lebih menarik dengan jangkauan penelitian yang lebih luas dan dengan

perbandingan kasus dengan variasi lain sehingga akan tercipta temuan baru yang

menarik untuk dikaji.

B. 3. Implikasi Praktis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing kategori pada proses

difusi inovasi memiliki karakteristik dan pola komunikasi yang beragam. Masing-

masing individu memiliki cara tersendiri dalam proses pencarian informasi dan

berbeda pula ketika mereka harus melakukan proses transfer informasi pada

kategori di bawah mereka. Hal ini secara ekonomis sebenarnya menjadi titik

penting pada tingkatan innovator untuk melakukan pemetaan pola komunikasi agar

tercipta penyebaran produk inovasi yang lebih baik dan tepat sasaran. Kategori

innovator harus mampu menciptakan pesan yang berbeda untuk masing-masing

kategori sehingga tercipta penetrasi pesan yang merata dan informasi mengenai

produk dapat diterima dengan baik.

Bagi pembaca, penulis berharap penelitian ini mampu memberikan sedikitnya

gambaran mengenai bagaimana seharusnya sebuah difusi inovasi dilakukan,

bagaimana memilih metode yang tepat, dan bagaimana menembus kategori yang

tepat agar tercipta proses adopsi yang efektif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 136: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

136

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan beberapa hal, pertama

agar penelitian mengenai difusi inovasi dengan metode studi kasus akan menjadi

menarik jika mampu menjangkau tahap implementasi hingga konfirmasi, sehingga

temuan akan lebih banyak dan bervariasi. Kedua, penelitian mengenai difusi

inovasi, mengingat penelitian sejenis di Indonesia yang masih sangat terbatas.

Dengan menggunakan metode multilevel analisis yang lebih kompleks lagi,

tentunya lebih melihat kompleksitas pola komunikasi dan temuan lain yang lebih

menarik. Terakhir untuk pembaca hendaknya mampu menemukan kegunaan praktis

terkait dengan proses difusi kepada kategori adopter sehingga proses adopsi dapat

dilakukan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 137: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

137

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Beebe, Steven A, Beebe, Susan I, and Ivy, Diana K. 2001. Communication Principles

For A Lifetime. Massachusetts : Abacon.

Denzin, Norman K and Lincoln, Yvonnna S. 2000. Handbook of Qualitative Research. California : Sage Publications.

Durham, Meenakshi Gigi and Kellner, Douglas M. 2001. Media and Cultural Studies KeyWorks. Massachusetts : Blackwell Publisher.

Griffin, EM. 2012. A First Look At Communication Theory : Eighth Edition. New York : McGraw-Hill.

Littejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication : Seventh Edition. Alberqurque : Wadsworth.

Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2010. Theories of Human Communication : Tenth Edition. Illinois : Waveland Press.

---------------------------------------------------------. 2009. Encyclopedia of Communication Theory. California : SAGE Publications.

Miller, Katherine. 2005. Communication Theories : Perspectives, Processes, and Contexts. New York : Mc Graw Hill.

Parrish, Fred S. 2002. Photojournalism: An Introduction. Stamford : Wadsworth.

Pawito. 2007. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LKIS.

Rogers, Everett M. 1983. Diffusion of Innovations : Third Edition. New York: The Free Press.

Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Dari Denzin Guba dan Penerapannya). Yogyakarta : Tiara Wacana.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Wood, Julia T. 2011. Communication Mosaics. Boston : Wadsworth.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 138: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

138

Yin, Robert K. 2002. Case Study Research Design and Methods : Third Edition. California : Sage Publications.

JURNAL

Fedorov, Alexandr V. 2007. About Information Concept, Its Essence, and Role In Social and Technical System dalam A Process for Developing a Common Vocabulary in the Information Security Area. Moscow : IOS Press, 2007.

Ozaki, Ritsuko and Dodgson, Mark. 2010. Adopting and Consuming Innovations dalam

Prometheus Vol. 28 No. 4 hlm 311-326. Wejnert, Barbara. 2002. Integrating Models of Diffusion of Innovations : A Conceptual

Framework, dalam annual Review of Sociology. 2002. Van Der Veen, Marijke. 2010. Agricultural innovation: invention and adoption or

change and adaptation? dalam World Archaelogy : Agricultural Innovation Vol. 42 No. 1 hlm 1-12.

Valente, Thomas W dan Myers, Raquel. 2010. The Messenger is The Medium :

Communication and Diffusion Principles in the Process of Behavior Change dalam Estudios sobre las Culturas Contemporáneas Vol. XVI No.31 hlm 249-276.

Gouws, Tina and Peter, George van Rheede. 2011. Correlation between brand longevity

and the diffusion of innovations theory dalam Journal of Public Affairs Vol. 11 No. 4 hlm 236-242.

ARTIKEL

Investor Daily Indonesia, Penjualan Canon EOS Tembus 70 Juta Unit, diakses dari http://www.investor.co.id/telecommunication/penjualan-canon-eos-tembus-70-juta-unit/78314.html, pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 16.00 WIB.

N, Sejarah Perkembangan Kamera Digital, diakses dari

http://www.fotografi.tp.ac.id/article/sejarah-perkembangan-kamera-digital.html pada tanggal 23 Februari 2014 pukul 20.00 WIB.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 139: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

139

Biodata

a. Nama : Sidiq Setyawan

b. Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 24 April 1988

c. Profesi / jabatan : Wiraswasta

d. Alamat rumah : Jl. Sibela Dalam 04, Mojosongo, Solo, 57127

Telp : 0856 3755 770

Fax : -

e-mail : [email protected]

e. Riwayat pendidikan di Perguruan Tinggi

No. Institusi Bidang Ilmu Tahun Gelar

1. FISIP UNS Surakarta Ilmu Komunikasi 2006 S.Ikom

f. Daftar Karya Ilmiah

No. Judul Penerbit/Forum Ilmiah Tahun

1. Komunikasi Pemasaran Wisata Skripsi FISIP UNS 2011

Surakarta, 26 Februari 2015

Sidiq Setyawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 140: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

140

INTERVIEW GUIDE

KATEGORI INOVATOR

Kategori Inovator dalam penelitian ini adalah pihak produsen dalam hal ini diwakili

oleh produsen kamera digital jenis DSLR merek Canon yang berada di bawah distribusi

PT Datascrip untuk melayani penjualan kamera Canon di Indonesia. Orang yang

menjadi subjek penelitian ini adalah marketer di PT Datascrip tersebut.

1. Data terkait karakteristik inovator

a. Pengetahuan tentang inovasi

• Tanyakan mengenai pengetahuan inovator mengenai karakteristik DSLR

• Tanyakan mengenai keterbukaan inovator dalam menerima sebuah

informasi mengenai inovasi

• Tanyakan mengenai status inovator dalam sistem sosial

• Tanyakan mengenai karakteristik sosial ekonomi inovator

• Tanyakan mengenai jaringan (network) seorang inovator

• Tanyakan mengenai karakteristik yang berhubungan dengan kultur

dalam masyarakat

b. Peran inovator dalam penyebaran pesan (message dissemination)

- Bagaimana strategi inovator dalam menyebarkan informasi mengenai

inovasi DSLR

• Tanyakan mengenai siapa target pasar dari inovasi tersebut

• Tanyakan alasan memilih target pasar tersebut

• Tanyakan mengenai perencanaan komunikasi dari inovator

• Tanyakan mengenai penggunaan saluran komunikasi dan apa

alasannya

• Tanyakan mengenai penggunaan media dalam rangka menjangkau

target pasar

• Tanyakan mengenai pesan yang digunakan dalam menarik minat

khalayak

o Pesan yang menyinggung masalah produk, keuntungan, dsb

o Pesan yang disusun oleh design logic

o Pesan yang berisi compatibility, triability, complexity,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 141: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

141

• Tanyakan mengenai kendala yang ditemui pihak produsen untuk

menyampaikan informasi kepada khalayak mengenai teknologi

DSLR ini ?

KATEGORI EARLY ADOPTER

Kategori Early Adopter dalam penelitian ini adalah pihak yang memiliki otoritas untuk

memberikan perintah atau menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk memberikan

informasi mengenai inovasi DSLR kepada golongan di bawah mereka. Pada industri

media massa, kategori ini diwakili oleh pemimpin redaksi, redaktur foto, ataupun

pimpinan perusahaan.

1. Data terkait karakteristik early adopter

a. Pengetahuan tentang inovasi

• Tanyakan mengenai pengetahuan early adopter mengenai

karakteristik DSLR

• Tanyakan mengenai keterbukaan early adopter dalam menerima

sebuah informasi mengenai inovasi

• Tanyakan mengenai status early adopter dalam sistem sosial

• Tanyakan mengenai karakteristik sosial ekonomi early adopter

• Tanyakan mengenai jaringan (network) seorang early adopter

• Tanyakan mengenai karakteristik yang berhubungan dengan kultur

dalam masyarakat.

b. Peran early adopter dalam penerimaan pesan (message reception)

- Bagaimana golongan early adopter dalam menerima informasi mengenai

inovasi DSLR

• Tanyakan alasan seorang early adopter bersedia menerima informasi

mengenai ide baru

• Tanyakan bagaimana early adopter mendapatkan / mengumpulkan

informasi mengenai inovasi DSLR

• Tanyakan melalui media apa early adopter mendapatkan informasi

mengenai informasi mengenai inovasi DSLR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 142: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

142

c. Peran early adopter dalam penyebaran pesan (message dissemination)

- Bagaimana strategi early adopter dalam menyebarkan informasi

mengenai inovasi DSLR

• Tanyakan mengenai siapa target penyebaran pesan tentang inovasi

tersebut

• Tanyakan alasan memilih target pada golongan tersebut

• Tanyakan mengenai perencanaan komunikasi dari early adopter

kepada golongan di bawahnya

• Tanyakan mengenai penggunaan saluran komunikasi dan apa

alasannya

• Tanyakan mengenai penggunaan media dalam rangka menjangkau

target penyebaran informasi tersebut

• Tanyakan mengenai pesan yang digunakan dalam menarik minat

golongan di bawahnya

• Tanyakan mengenai kendala yang ditemui pihak early adopter untuk

menyampaikan informasi kepada golongan di bawah mereka

mengenai teknologi DSLR ini ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 143: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

143

KATEGORI EARLY MAJORITY

Kategori Early Majority dalam penelitian ini adalah pihak yang memiliki

kecenderungan menerima informasi dan menggunakan inovasi lebih awal dibanding

kategori atau golongan lain. Pada industri media massa maupun profesional, kategori ini

diwakili oleh fotografer senior dan mereka yang mengalami transisi dari kamera analog

menjadi digital.

1. Data terkait karakteristik early majority

a. Pengetahuan tentang inovasi

• Tanyakan mengenai pengetahuan early majority mengenai

karakteristik DSLR

• Tanyakan mengenai keterbukaan early majority dalam menerima

sebuah informasi mengenai inovasi

• Tanyakan mengenai status early majority dalam sistem sosial

• Tanyakan mengenai karakteristik sosial ekonomi early majority

• Tanyakan mengenai jaringan (network) seorang early majority

• Tanyakan mengenai karakteristik yang berhubungan dengan kultur

dalam masyarakat.

b. Peran early adopter dalam penerimaan pesan (message reception)

- Bagaimana golongan early majority dalam menerima informasi

mengenai inovasi DSLR

• Tanyakan alasan seorang early majority bersedia menerima informasi

mengenai ide baru

• Tanyakan bagaimana early majority mendapatkan / mengumpulkan

informasi mengenai inovasi DSLR

• Tanyakan melalui media apa early majority mendapatkan informasi

mengenai informasi mengenai inovasi DSLR

c. Peran early majority dalam penyebaran pesan (message dissemination)

- Bagaimana strategi early majority dalam menyebarkan informasi

mengenai inovasi DSLR

• Tanyakan mengenai siapa target penyebaran pesan tentang inovasi

tersebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 144: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

144

• Tanyakan alasan memilih target pada golongan tersebut

• Tanyakan mengenai perencanaan komunikasi dari early majority

kepada golongan di bawahnya

• Tanyakan mengenai penggunaan saluran komunikasi dan apa

alasannya

• Tanyakan mengenai penggunaan media dalam rangka menjangkau

target penyebaran informasi tersebut

• Tanyakan mengenai pesan yang digunakan dalam menarik minat

golongan di bawahnya

• Tanyakan mengenai kendala yang ditemui pihak early majority untuk

menyampaikan informasi kepada golongan di bawah mereka

mengenai teknologi DSLR ini ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 145: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

145

KATEGORI LATE MAJORITY

Kategori Early Majority dalam penelitian ini adalah pihak yang memiliki

kecenderungan menerima informasi dan menggunakan inovasi saat sebagian kategori

atau golongan lain telah menggunakannya. Pada industri media massa maupun

profesional, kategori ini diwakili oleh fotografer yang cenderung menggunakan inovasi

karena dorongan peers atau alasan meningkatkan status.

1. Data terkait karakteristik late majority

a. Pengetahuan tentang inovasi

• Tanyakan mengenai pengetahuan late majority mengenai

karakteristik DSLR

• Tanyakan mengenai keterbukaan late majority dalam menerima

sebuah informasi mengenai inovasi

• Tanyakan mengenai status late majority dalam sistem sosial

• Tanyakan mengenai karakteristik sosial ekonomi late majority

• Tanyakan mengenai jaringan (network) seorang late majority

• Tanyakan mengenai karakteristik yang berhubungan dengan kultur

dalam masyarakat.

b. Peran late majority dalam penerimaan pesan (message reception)

- Bagaimana golongan late majority dalam menerima informasi mengenai

inovasi DSLR

• Tanyakan alasan seorang late majority bersedia menerima informasi

mengenai ide baru

• Tanyakan bagaimana late majority mendapatkan / mengumpulkan

informasi mengenai inovasi DSLR

• Tanyakan melalui media apa late majority mendapatkan informasi

mengenai informasi mengenai inovasi DSLR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 146: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

146

TRANSKRIP WAWANCARA

A.

Nama : Sunaryo Haryo

Usia : 48

Masa kerja : 18 tahun

Instansi Kerja : Solopos

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Analog saya pakai dari Tahun 1997-2000.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Analog ke digital awal tahun 2000 , tepatnya lupa , belum langsung ke DSLR,

saya Cuma pakai Fuji pocket , adanya Cuma itu, yang pakai dslr belum ada,

ada tp jarang karena harganya yang mahal sekali. Jadi pertama kali pakai

DSLR itu karena kantor menyediakan itu, mau ga mau harus makai itu, pertama

kali sih makainya D70, merek Nikon itu. Waktu itu fotografer di Solopos masih

saya, sama Yayus. Sekarang sudah empat orang.

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Ya karena di analog itu mahal di produksi, beli developer dan sebagainya.

Sangat mahal. Kesulitan di lapangan sangat banyak dengan manual,

terbatasnya jumlah roll film terutama. kalau kita dipaksa makai analog ya kalah

kita.

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Kalo pertama makai dslr sih ga ada kesulitan, malahan DSLR itu sangat

memudahkan. Kalau kamera digital sih saya otodidak karena sering belajar dari

hasil memakai analog dulu. Internet belum seperti sekarang waktu tahun 2000

itu

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 147: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

147

Saya ga belajar dari media apapun. Saya ga pernah baca, teori saya abaikan.

Saya waktu itu sempetnya belajar dari brosur, biasanya dapet dari produsen,

atau pameran. Dulu brosur ini dikirim ke media-media kita. Di brosur itu

terbatas informasinya, saya Cuma belajar soal spesifikasi aja dari brosur itu,

bukan teknis. Saya pertama kali ga merasakan kesulitan, penggunaannya kan

mirip dengan analog. Saya dapat pelatihan dari Jakarta waktu itu soal kamera

digital. Dari forum fotografi Jakarta waktu itu sekitar tahun 2003-an. Saya

karena terbiasa pakai analog jadi ga kesulitan dengan kamera digital.

6. Bisa diceritakan bagaimana proses pengadaan kamera di tempat Anda bekerja ?

Pertama kali sih fotografer minta ke kantor karena kebutuhan juga waktu itu.

Sekitar tahun 2005 saya makai DSLR, pertama kali di Solo waktu itu. Waktu

gempa Jogja itu saya makai D70 sama D100. Karena memang memudahkan

kerja waktu itu. Penggunaan pocket udah ga bisa untuk motret cepat atau

olahraga. Kemudian Kita minta merk Canon waktu itu, karena waktu itu

perkembangan teknologi Nikon kurang cepat. Waktu Erupsi Merapi tahun 2011

saya beralih dari Nikon ke Canon. Saya sedikit mengalami kesulitan waktu

pergantian itu.

Kalau pengadaan kamera sih kita yang ngasih saran, misal pakai merk ini hasil

seperti ini, kemudahan ini. Saya sharing ke bagian umum untuk pengadaan, kita

sharing dengan mereka. Kita meyakinkan mereka pentingnya penggunaan

kamera digital itu seperti itu. Kalau bagian umum berorientasi harga sedangkan

kita teknis.

Sering terjadi crash waktu itu awal-awal penggunaan kamera digital itu.

Biasanya soal pengadaan kamera itu. Biasanya karena perbedaan orientasi

tadi. Kita ngasih perbandingan tu, bagaimana kalau memakai digital di Kompas

atau Jawa Pos. Kadang mereka kurang bisa menerima karena alasan harganya

terlalu mahal.

7. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Sering saya sharing soal fotografi di PFI Solo dan memberikan pelatihan juga.

Saya dalam sharing tidak pernah membicarakan merek. Paling saya bercerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 148: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

148

soal pengalaman dari analog ke digital. Periode tahun 2000-an saat

perpindahan dari analog ke digital. Saya waktu itu paling sering bercerita soal

bagaimana ribetnya penggunaan kamera analog, mulai dari proses scan, olah

film. Sementara digital saya tinggal copy.

Biasanya saya sharing soal foto lewat slide show, kalau cuma tatap muka ga

bisa sharing. Tapi saya ga pernah lewat media internet untuk sharing. Kalau di

kantor sih cuma sharing, ga ada pelatihan antar fotografer. Kalau ke junior

saya ga pernah ngajari, Cuma sharing sering. Biasanya kita ngomongin hasil,

kalau secara teknis saya abaikan.

8. Apakah dalam sharing itu anda sering memberi masukan mengenai sebuah merk

DSLR ?

Saya ga pernah ngasih saran. Cuma pernah beberapa kali ke hobiis untuk

menggunakan kamera digital. Kalau ke fotojurnalis jarang, kan udah pinter

semua. Kalau ke hobiis yang temen-temen, saya lebih ke teknis, mereka lebih ke

teoritis sama fanatik merek tertentu. Kalau beberapa temen-temen saya sih ada

yang tanya ke saya soal kamera tertentu, kalau saya sih lebih ke hasilnya bukan

teknis kameranya secara mendetail.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 149: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

149

B.

Nama : Franky

Usia : 34

Masa Kerja : 6 tahun

Instansi Kerja : Solopos (Surakarta)

1. Bisa diceritakan bagaimana kedudukan bagian umum di perusahaan ini ?

Kalau di Solopos sebagai sebuah perusahaan di dalamnya terdapat beberapa

divisi, secara garis besar dibagi dua bagian, ada redaksi dan manajerial,

redaksi bertugas menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan

pemberitaan, termasuk di dalamnya bagian fotografi. Kemudian bagian

manajerial, di dalamnya ada manajemen penjualan, adalah yang bertanggung

jawab atas penjualan produk. Lalu kami, divisi umum adalah divisi yang

menjembatani dua divisi besar tersebut.

Kami mengendalikan kebutuhan dua divisi tersebut, jika mereka membutuhkan

kamera, mereka mengajukan ke manajemen. Dan manajemen akan

memerintahkan saya melakukan cek atas kebutuhan tersebut, apakah berlebihan

tidak untuk kebutuhan di lapangan.

2. Bagaimana teknis pengadaan kamera di perusahaan Anda ?

Semua tergantung kebutuhan, apakah untuk sport, atau kebutuhan lain. Kita

fokus ke DSLR karena untuk singkronisasi antara kebutuhan cetak koran

dengan plat cetak. Kalau kamera tidak bagus maka hasil cetak pembesaran

tidak bagus.

3. Apakah anda dituntut paham mengenai kamera khususnya DSLR ini ?

Saya harus paham secara spek teknis kamera tersebut. Sekarang ada kamera

dengan fasilitas wifi dan GPS, kalau nanti mereka pakai seperti itu? Apakah itu

selaras dengan kebutuhan?

Kalau semisal mereka mengajukan sebuah spesifikasi kamera misal Canon 6D,

kita harus cek dengan manajemen nih, apakah kebutuhan tersebut sudah

mendesak atau sekedar mengikuti tren saja ?

4. Bagaimana anda mendapatkan informasi mengenai DSLR ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 150: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

150

Saya harus mengumpulkan informasi paling banyak melalui web (internet), saya

berhubungan langsung dengan pihak Canon maupun Nikon di Jakarta.

Kemudian saya juga berhubungan dengan komunitas pengguna kamera digital

untuk sharing dengan mereka. Ada komunitas di facebook di Kota Jakarta,

misalnya yang saya gunakan rujukan untuk mencari informasi.

Sub dealer penjualan seperti Kota Raya saya juga melakukan hubungan dengan

mereka. Kadang untuk jaga-jaga saja semisal ada kerusakan saya juga akan

butuh mereka. Saya akan tanya kepada mereka dimana tempat membersihkan

lensa.

Temen-temen di lapangan ga mau tau misal lensa kotor, mereka akan kembali

pada saya, setelah selesai saya berikan lagi dengan mereka.

Kalau seri terbaru saya dapatkan melalui release email dari produsen Canon

dan Nikon, saya harus memahami spek-spek tersebut, kami harus tahu

mendetail fungsinya, jangan sampai mereka mengajukan tanpa saya tahu

tentang produk tersebut.

Saya harus punya data dulu, misal mereka mau mengajukan sebuah produk

saya sudah punya dulu list mulai dari harga sampai spesifikasi sebuah produk.

Selain itu saya sering juga sharing lewat telepon dengan komunitas pengguna

fotografer tadi tentang fungsi dan kemudahan sebuah kamera.

5. Bagaimana teknis pengadaan nya ?

Kita melakukan komunikasi melalui rapat ketika ada pengajuan kamera merek

tertentu dari pihak redaksi. Saya sebagai penengah. Semua disesuaikan dengan

kebutuhan dari sisi kecepatan dan pengolahannya, kita cari kemudahan. Kita

dari perusahaan kita akan memilih apakah kita akan menonjolkan sisi

kecepatan kemudahan ataupun sisi mana saja yang ingin kita kejar.

Biasanya melalui meeting internal dulu tanpa saya, mereka akan meeting

internal dengan pihak redaksi, begitu selesai ada surat masuk ke saya dan pihak

direksi akan mengumpulkan kita untuk menyesuaikan kebutuhan tersebut

dengan kebutuhan di lapangan, apakah mendesak ataukah tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 151: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

151

6. Sering ada friksi saat rapat tersebut ?

Friksi terjadi biasanya karena debat soal harga. Kemudian soal fungsi, apakah

kalau kita beli yang canggih seperti wifi dan gps tadi akan terpakai ? apakah

soal modernisasi ataukah secara fungsi ?

Gengsi ataukah fungsi, biasanya seperti itu. Titik temu nanti biasanya akan

dikonsultasikan dengan pihak keuangan, jadi tidak semua bisa di ACC

langsung. Semua kembali kepada direksi. Kalau pihak direksi mungkin tahu tapi

tidak mendalam, jadi semua dikembalikan kepada saya. Saya harus memahami

teknologi yang diajukan.

Saya harus terbuka dengan informasi baru, semua staff saya pun harus terbuka

atas informasi yang beredar.

7. Berarti divisi anda memegang peranan penting untuk pengadaan DSLR ?

Benar divisi ini sangat vital dalam pengadaan kamera khususnya. Bukan hanya

pengadaan tapi proses after salesnya yang kita kerjakan disini.

Jadi memang setiap pengadaan tentunya harus ada usul dari redaksi dulu, SOP

perusahaan menegaskan kami tidak boleh mengadakan sesuatu tanpa ada

permintaan dari divisi manapun. Pun dengan mereka, mereka tidak bisa

membeli tanpa melalui saya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 152: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

152

C.

Nama : Tarko Sujarno

Usia : 52 tahun

Masa Kerja : 26 tahun

Instansi Kerja : Jakarta Post (Yogyakarta)

1. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Waktu itu kita belum bayangin ada digital seperti saat ini. Ya waktu itu makai

apa adanya analog aja, nyari cetak yang cepat dimana.

Saya makai pertama kali sih pocket masih 2.3 MP, pertama kali mungkin di

jogja. Beberapa kejadian besar seperti jatuhnya pesawat di Bengawan Solo itu

saya masih pakai poket. Kebakaran kilang minyak di Cepu juga. Susah karena

beberapa kejadian malam hari, saya akal-akalin saja sensornya. DSLR saya

mulai pakai tahun 2000-an awal. Dulu masih jarang yang makai DLSR, saya

pertama kayanya, dapatnya juga nitip dari temen saya yang lagi pergi ke luar

negeri saat itu.

2. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Waktu itu sih tuntutan keadaan, karena poket sudah tidak bisa menuruti

kecepatan kerja terutama deadline. Kamera DSLR memotong banyak proses

kerja dibandingkan dengan analog.

3. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Kalau teknis sih hampir mirip dengan analog kok. Ga ada kesulitan. Waktu

pakai film sih kurang leluasa. Tinggal pencet kalau pakai pocket atau DSLR,

kepraktisan dan kecepatan.

Langsung jalan aja waktu itu ga pakai belajar-belajar, karena udah familiar aja

dengan analog Nikon saat itu. Hampir sama dengan kamera analog, Cuma

banyak mode yang dimainkan di kamera digital.

Begitu menerima saya langsung pakai, belajar di lapangan waktu itu langsung

saya pakai. Tidak ada kesulitan, malah langsung terbantu saat itu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 153: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

153

4. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

Pertama kali dapat info sih saya nyari-nyari sendiri. Dari kantor tidak

menyediakan. Kalau informasi soal dslr saya tanya temen-temen aja yang lain.

Waktu itu saya dapat informasi soal kamera D70 itu saya baca-baca dari iklan

koran aja terus titip temen yang berada di Singapore. Di Jogja (daerah) belum

ada mungkin saat itu.

5. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Saya jarang sih mengisi forum-forum soal kamera. Kalau sharing sih iya ada,

biasanya dengan temen sendiri aja. Sharing nya biasanya macem-macem, kita

bicara soal hasil dibandingkan dengan foto lain.saya dari dulu pakai Nikon

biasanya sharing juga kalau pakai Canon itu gimana bedanya. Sering juga

kalau kita sharing soal kamera itu, teknis-teknis fotografi misalnya.

Terutama dengan anak-anak muda itu ya saya biasanya sih tanya ke mereka.

Saya justru percaya dengan temen-temen muda, mereka lebih cepet menerima

informasi, jadi saya lebih sering sharing dengan mereka, soal ini itu.

6. Apakah dalam sharing itu anda sering memberi masukan mengenai sebuah merk

DSLR ?

Kalau saya ke junior sih ga pernah kasih masukan merek-merek tertentu, karena

saya beranggapan kalau kamera itu Cuma alat saja, semua tergantung pribadi

masing-masing fotografer itu sendiri. Dan semua kamera jaman sekarang sih

sama semua teknologinya, semua tergantung kita.

Saya ga pernah mendebat soal hasil merek Canon dengan Nikon, sering

ngobrolin soal itu sih tapi semuanya mengalir saja. Saya ga fanatik merek-

merek tertentu Cuma kebiasaan aja merek Nikon sejak awal menggunakan

kamera DSLR.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 154: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

154

D.

Nama : Ali Lutfi

Usia : 38 tahun

Masa kerja : 15 tahun

Instansi Kerja : Jakarta Globe dan EPA (Wilayah Surakarta)

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Saya pertama kali menggunakan analog mulai tahun 1998 untuk membantu

kerja saya saat itu. Tahun 1998 – 2000 saya pakai analog.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Pertama kali memakai teknologi digital saya menggunakan kamera compact

digital Fuji saat itu, dengan kapasitas memori 8 mb saja. Dengan kualitas 2-3

MP saja saat itu.

Saya pegang DSLR tahun 2003. Saya mendapat informasi soal DLSR dari

majalah, jadi sebelum muncul di pasar saya sudah dapat informasi dari majalah

saat itu kalau sebentar lagi akan beredar kamera DSLR. Sejak tahun 1998 saya

udah dapat informasi. Belum ada internet saat seperti saat ini. Saya belajar dari

majalah soal hasil foto dari fotografer luar negeri dari majalah itu. Dari

majalah seperti foto Asia dan foto Media saya mendapatkan info dari media itu.

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Terutama kemudahan ya, proses analog ke hasil fisik biasanya kita

membutuhkan 1 jam. Efisiensi waktu, biaya, DSLR sangat memudahkan

pekerjaan kita.

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Tidak ada kesulitan dalam transisi penggunaan kamera analog ke digital.

Kesulitan lebih ke post produksi nya. Masalah komputer yang lambat pada saat

itu.

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 155: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

155

Saya sudah mendapatkan informasi mengenai DSLR dari internet saat itu.

Selebihnya tidak ada kesulitan karena teknisnya hampir sama kok seperti

kamera analog.

6. Bisa diceritakan bagaimana proses pengadaan kamera di tempat Anda bekerja ?

Kantor memberikan dan memilihkan fasilitas mana yang terbaik buat

fotografernya. Karena terkait dengan budgeting karena harga DSLR yang

sangat mahal saat itu.

Kita biasanya memberikan masukan saja kita butuh alat-alat seperti ini. Dan

kantor yang memberikan fasilitas itu.

7. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Saya sering sharing tapi bukan masalah teknologi, karena sudah sangat lama

beredar teknologi digital itu, sekarang siapa sih yang masih pakai analog ?

transfer knowledge lebih pada hasil. Kalau teknis semua hampir sama antara

analog dan digital. Basic nya hampir sama.

Kalau saya sering tatap muka untuk forum-forum, lewat mengajar, diskusi

ataupun menjadi pembicara dalam workshop.

8. Apakah dalam sharing itu anda sering memberi masukan mengenai sebuah merk

DSLR ?

Saya ga pernah kasih masukan masalah brand. Saya tidak mengharuskan

memakai brand terrtentu, tinggal bagaimana kamu menghasilkan sebuah karya

dengan teknologi apapun yang kita miliki. Percuma punya teknologi kalau tidak

bisa memanfaatkannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 156: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

156

E.

Nama : Pang Hway Seng

Usia : 63

Masa Kerja : 26 tahun

Instansi Kerja : Fotografer Profesional (Surakarta)

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Saya mulai jadi fotografer periode tahun 1988-an, jadi selama itu sampai tahun

2000-an awal saya masih pakai kamera film format kecil maupun besar pernah

saya gunakan.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Periode tahun 2002-2004 saya transisi sudah pakai DSLR, tapi masih ndobel

waktu itu, karena saya belum sepenuhnya percaya dan yakin dengan DSLR, jadi

setiap motret saya selalu pakai dua kamera, satu digital satu analog. Mulai

tahun 2004 saya mulai lepas sepenuhnya dari analog menggunakan digital seri

d70.

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Saya harus memakai DSLR, saya berfikiran kalau saya tidak memakai DSLR

saya mati, waktu itu periode 2001-an toko kamera yang menjual film sudah

bangkrut, lalu saya dapat film darimana? Dari majalah Foto Indonesia saya

biasanya dapat kabar soal perkembangan dunia kamera, misal isu pailitnya

Kodak, makanya saya jadi ngeri. Makanya saya terus terpaksa belajar DSLR itu

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Saya ga ada kesulitan menggunakan kamera DSLR itu, kesulitannya justru pada

post produksinya, bagaimana memproses di komputer itu sendiri.

Hitungan hari saya belajar. Tidak lama saya belajar, dari sales nya saja saya

sudah bisa mengoperasikan. Lebih susahnya ya itu bagaimana back up data

nya, gimana kalo file rusak, gimana edit nya, seperti itu lah susahnya.

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 157: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

157

Saya dapat informasi mengenai DSLR itu dari toko kamera, majalah dan dari

temen-temen, banyak saat itu temen-temen yang pindah ke DSLR jadi saya

tanya-tanya mereka. Kalau yang terakhir beli kamera ini saya banyak tanya nya

ke penjual kamera nya malahan apa kelebihan dan kekurangan kamera ini.

Kalau saya jadi orang tu sering nanya ke temen seperti senior saya dari Jogja.

Dia yang sering pertama kali nyoba teknologi baru, jadi sering nanya ke dia.

6. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Kalau saya sekarang aktifnya di forum HSB (Himpunan Solo Bengawan), tapi

jarang juga untuk sharing ke teman-teman atau junior saya. Kalau lewat forum

saya lebih sering mengajarkan kepada junior untuk belajar dari manual book

lebih dulu agar mereka mengenal kameranya masing-masing. Cara saya

memberitahu mereka adalah dengan mereka mengoperasikan kameranya

sendiri. Saya ga mau memberikan pengajaran sampai ke mendetail ke teknis

nya. Saya lebih menekankan bagaimana mengoreksi hasil.

7. Apakah dalam sharing itu anda sering memberi masukan mengenai sebuah merk

DSLR ?

Kalau dimintai pertimbangan sih sering untuk brand-brand tertentu, tapi

istilahnya saya tidak mengunggulkan spesifikasi kamera, tapi keunggulan

masing-masing merk saya bisa bandingnkan. Tapi kalau secara hasil tidak bisa

dibedakan, sudah standar semua. Keunggulan biasanya di kecepatan saja antar

satu merek dengan lainnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 158: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

158

F.

Nama : Kurniawan Arie

Usia : 28 tahun

Masa Kerja : 4 Tahun

Instansi Kerja : Joglosemar (Surakarta)

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Saya mengenal fotografi dari tahun 2005. Pertama menggunakan analog Nikon

FM 10.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Mulai kenal digital khususnya DSLR itu sekitar pertengahan tahun 2008. Saat

itu saya antusias menerima informasi soal DSLR di tahun 2008 itu. Karena

kesenangan saya di dunia fotografi.

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Saya mulai berpindah ke digital karena kebutuhan magang saya di Antara Foto,

karena kebutuhan di lapangan yang mengharuskan kita menggunakan DSLR.

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Tidak ada kesulitan, karena pengoperasiannya kan dasarnya sama dengan

kamera analog.

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

Saya kenal DSLR dari teman-teman, nyoba-nyoba pakai. Selain itu saya sering

baca majalah Chip Foto Video saat itu saya baca-baca preview kamera lewat

media itu sekitar tahun 2006 an. Kadang saya lihat dulu hasil-hasil dari

fotografer Kompas atau Radar Jogja.

Media selain itu saya belajar lewat internet misal dari fotografer.net, klinik foto

kompas juga sering saya kunjungi. Keinginan saya menghasilkan foto yang baik

membuat saya harus mengkonsumsi informasi soal bagaimana spesifikasi

kamera dan teknis penggunaan kameranya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 159: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

159

Selain itu untuk belajar teknis saya sering belajar lewat teman-teman di klub

foto Fotkom di Jogja.

6. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Untuk sharing saya sering lakukan dengan rekan-rekan sesama foto jurnalis,

soal teknis , komposisi, bagaimana menangkap momen. Biasanya sering sharing

nya malah dengan junior saya di lapangan. Kadang –kadang merasa pekewuh

kalau mau sharing dengan rekan senior.

Untuk teknologi biasanya kalau ada kamera baru yang akan keluar, kita bahas

bagaimana misal hasil gambar, speed kamera, pasti itu kita bahas bareng

temen-temen. Biasanya kita dapet dari internet, ataupun sosial media soal

informasi itu.

Kadang kalau senior jarang malah ga pernah ya ngomongin kamera-kamera

tertentu, mereka lebih menggunakan apa adanya. Seringnya malah sama yang

muda-muda itu. Mereka lebih update dan terbuka untuk informasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 160: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

160

G.

Nama : Agoes Rudianto

Usia : 27 tahun

Masa Kerja : 7 tahun

Instansi Kerja : Kontributor Kantor Berita Turki (Surakarta)

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Tahun 2007 sekitar satu tahun memakai kamera analog.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Saya beralih ke DSLR pada tahun 2008. Karena memang sudah lazim

pemakaian DSLR waktu itu, karena tuntutan tugas juga

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Kebutuhan akan kecepatan mengejar deadline, karena wartawan dituntut untuk

mengirim berita dengan cepat, cepat, praktis, hemat waktu dan saat gelombang

internet yang mulai berkembang.

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Tidak mengalami kesulitan saat penggunaan. Hampir sama kok penggunaan

secara teknis dengan kamera analog. Selama 1-2 hari langsung menguasai

penggunaan DSLR karena prinsip memotret itu sama.

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

Biasanya lewat internet, majalah, sekitar seminggu dua kali mungkin. Informasi

yang saya cari lebih ke dramatisasi foto, pemilihan angle, lebih ke pemilihan

foto. Kalau saya jarang mengikuti perkembangan teknologi, kalau dituruti ga

ada habisnya, kalau memperhatikan perkembangan kamera digital sih sekali

dua kali, kalau diturutin sekarang bisa banyak sekali perkembangan nya, dan

tentunya harga semakin mahal.

6. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 161: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

161

Kalau sharing lebih sering untuk tatap muka itu pun bukan ngomongin hal yang

bersifat ke tools, tapi dari segi warna, lensa, kamera full frame, crop factor ,

tapi jarang untuk sesuatu yang bersifat teknis. Untuk saya sharing bareng-

bareng ga memandang junior ataupun senior. Kadang saya juga chatting sama

temen-temen fotografer yang ada di luar solo juga.Kalau biasanya saya lebih

enak ngobrol sama yang seumuran dibanding junior.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 162: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

162

H.

Nama : Fahmi Widayat

Usia : 30 tahun

Masa Kerja : 3 tahun

Instansi : Fotografer Profesional (Yogyakarta)

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Saya sampai sekarang bisa dibilang masih menggunakan dan produksi foto

dengan kamera analog mas, tapi untuk sekedar hobi. Walaupun Pernah

sesekali diminta menggunakan analog untuk kebutuhan klien tp presentasenya

kecil bisa dibilang 1 : 10, jadi belum sepenuhnya saya meninggalkan analog.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Kalau mengenal dan mulai menggunakan DSLR sendiri sekitar 5-6 tahun yang

lalu.

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Kalau dibilang berganti sih belum, karenaya itu tadi kalau walaupun

presentasenya kecil tapi kalau masih ada permintaan tidak menutup

kemungkinan untuk menggunakan analog lagi. Gampangnya sementara ini

analog untuk hobi dan DSLR untuk profesi saya kebanyakan. Jadi karena

tuntutan kebutuhan saya saat ini lebih banyak menggunakan DSLR. Kamera

digital lebih cepat dalam proses produksi.

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Tidak ada kesulitan mas saat pertama kali menggunakan DSLR.

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

Maksudnya ? kalau untuk membelinya saya dulu nanya-nanya temen dulu cari

info. Tapi kalau mempelajari teknis dan spesifikasinya saya biasa nanya temen-

temen yang sudah duluan makai mas, kadang browsing di internet juga lewat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 163: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

163

media Facebook biasanya. Dulu kalau ada kesulitan saya kadang baca manual

book nya dulu.

6. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Iya biasanya kalau ketemu teman kerja di lapangan aja mas, lumayan sering

tapi kita ngorbrolnya paling juga sebatas soal hasil sama teknis fotografi aja.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 164: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

164

I.

Nama : Hasan Sakri Ghozali

Usia : 28 thn

Masa Kerja : 4 tahun

Instansi Kerja : Staff Redaksi Tribun Jogja (Fotografer) (Yogyakarta)

1. Pernah merasakan menggunakan kamera analog untuk profesi Anda ?

Tidak pernah kalau untuk kebutuhan peliputan. Karena ketika mulai aktif

bekerja sudah mengalami masa digital meskipun mengalami penggunaan

analog tapi saat belajar kamera.

2. Bagaimana awal Anda mengenal DSLR ? Bisa diceritakan ?

Ya awalnya sudah suka duluan dgn dunia fotografi sejak jaman SMA terus

waktu kuliah ikut UKM fotografi. Belajar mengenai dasar fotografi, cuci cetak

dll. Kemudian mulai rajin motret dengan kamera analog kakak tingkat dulu

waktu kuliah kurang lebih setahun.

3. Apa alasan Anda untuk memutuskan berganti ke DSLR ?

Kemudian waktu itu karena penggunaan analog cukup rumit ribet seperti cetak

indexprint dan cuci film kemudian cukup berat di di biaya produksi dan

kebutuhan perlengkapan kamera analog seperti roll film semakin susah

didapatkan ditambah lagi kamera digital mulai beredar akhirnya memutuskan

untuk membeli kamera digital saat itu. Kalau tidak salah sekitar tahun 2006.

4. Saat pertama kali menggunakan DSLR, apakah Anda mengalami kesulitan ?

Tidak terlalu susah karena kamera analog yang dulu saya gunakan juga dengan

merk yang sama dengan kamera digital saya saat itu sehingga tidak perlu

banyak penyesuaian juga. Cuma kebiasaan kamera analog kebawa ke figital

soal bagaimana menghemat film. Tapi itu enaknya DSLR kita sudah ada kerja

semu bisa membuat habit foto udah jadi di kamera. Tidak memerlukan banyak

editan.

5. Darimana Anda mendapatkan informasi mengenai kamera DSLR ? terutama

proses penggunaanya ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 165: digilib.uns.ac.id · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumbuhnya era digital turut serta ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang turut berperan mempermudah kehidupan

165

Saya dulu dapat referensi soal DSLR itu dari teman, dan internet. kalau

penggunaan kameranya saya dapatkan dari manual book kamera. Kalau dari

teman biasanya kita ngomongin soal merk kamera tertentu, seperti kelebihan

dan kekurangannya serta memaksimalkan dana yang dimiliki untuk memiliki

teknologi terbaru.

Kalau dari internet biasanya lebih ke perbandingan harga dan detail

spesifikasinya, kalau jaman itu belum ada situs yang signifikan membahas

fotografi seperti sekarang ini. Dulu Cuma pake google untuk mencari website

toko-toko kamera untuk mengecek harga saja.

6. Apakah selama ini Anda sering melakukan sharing mengenai fotografi atau

mengenai teknologi DSLR ?

Iya. Biasanya sharing ke sesama penggemar fotografi, dan teman-teman se

profesi saya. Kadang banyak yang kita share, kadang teknis sebuah foto dibuat

hingga kamera keluaran terbaru. Saling berbagi informasi tentang penggunaan

kamera terutama jika terjadi permasalahan terhadap kamera kita.

7. Apakah dalam sharing itu anda sering memberi masukan mengenai sebuah merk

DSLR ?

Kalau untuk sekarang sudah mulai tidak memikirkannya (merk). Tapi lebih pada

penggunaan dan memaksimalkan kerja kamera. Karena kalau saat ini lebih

pada adanya alat kerja yang mendukung pekerjaan. Namun juga harus

disesuaikan dengan teknologi yang mumpuni untuk tuntutan kerja kita.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user