zxcz
DESCRIPTION
zxcTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
Struktur utama dari tulang punggung adalah vertebrae, discus invertebralis,
ligamen antara spina, spinal cord, saraf, otot punggung, organ-organ dalam disekitar
pelvis, abdomen dan kulit yang menutupi daerah punggung.
Columna vertebralis (tulang punggung) terdiri atas :
1. Vertebrae cervicales 7 buah
2. Vertebrae thoracalis 12 buah
3. Vertebrae lumbales 5 buah
4. Vertebrae sacrales 5 buah
5. Vertebrae coccygeus 4-5 buah
Vertebra cervicales, thoracalis dan lumbalis termasuk golongan true vertebrae.
Pada vertebrae juga terdapat otot-otot yang terdiri atas :
1. Musculus trapezius
2. Muskulus latissimus dorsi
3. Muskulus rhomboideus mayor
4. Muskulus rhomboideus minor
5. Muskulus levator scapulae
6. Muskulus serratus posterior superior
7. Muskulus serratus posterior inferior
8. Muskulus sacrospinalis
9. Muskulus erector spinae
10. Muskulus transversospinalis
11. Muskulus interspinalis
Otot-otot tersebut yang menghubungkan bagian punggung ke arah ekstrremitas
maupun yang terdapat pada bagian punggung itu sendiri.Otot pada punggung
memiliki fungsi sebagai pelindung dari columna spinalis, pelvis dan ekstremitas. Otot
punggung yang mengalami luka mungkin dapat menyebabkan terjadinya low back
pain.
II. Low Back Pain (LBP)
A. Defenisi Low Back Pain (LBP)
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah
kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa
menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel,
2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher,
Salmond & Pellino, 2002).
Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh.
Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan
mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain
dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada
kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat
masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang acute
terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
b. Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulang-ulang
atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh
pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,
rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.
Disamping hal tersebut diatas terdapat juga klasifikasi patologi yang klasik yang juga
dapat dikaitkan LBP. Klasifikasi tersebut adalah :
1. Trauma
2. Infeksi
3. Neoplasma
4. Degenerasi
5. Kongenital
B. Epidemiologi
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting pada
semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh nyeri pinggang dapat dilihat
dari ilustrasi data berikut. Pada usia kurang dari 45 tahun, nyeri pinggang menjadi
penyebab kemangkiran yang paling sering, penyebab tersering kedua kunjungan
kedokter, urutan kelima masuk rumah sakit dan masuk 3 besar tindakan pembedahan.
Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu periode usia yang paling produktif, nyeri
pinggang menjadi penyebab disabilitas yang paling tinggi.
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara keseluruhan,
LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %). Pada negara maju
prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80 %. Pada buruh di Amerika,
kelelahan LBP meningkat sebanyak 68 % antara thn 1971-1981. Sekitar 80-90%
pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak melakukan usaha apapun untuk
mengobati penyakitnya jadi dapat disimpulkan bahwa LBP meskipun mempunyai
prevalensi yang tinggi namun penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.
C. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)
Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu :
1. Nyeri pinggang bawah lokal/non-spesifik.
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan
radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di
bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan
ligamen.
2. Iritasi pada radiksRasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan
dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan.
Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi
motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen
vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.
3. Nyeri rujukan somatikIritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat
dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi
di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
4. Nyeri rujukan viserosomatisAdanya gangguan pada alat-alat retroperitonium,
intraabdomen atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah
pinggang.
5. Nyeri karena iskemiaRasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada
klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus
atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan
aorta atau pada arteri iliaka komunis.
6. Nyeri psikogenRasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi
saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
Harus dibedakan antara nyeri pinggang bawah dengan nyeri tungkai,
mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang
biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih intense
daripada nyeri pinggang bawah yang menunjukkan adanya radikulopati dan
mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri pinggang bawah
lebih intense daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya
suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.
D. Etiologi
Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:
1. Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut Soeharso
(1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang
vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.
Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu,
namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra
dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan
Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala- gejala berat sepert
club foot, rudimentair foof, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang
tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.
Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
a. Penyakit Spondylisthesis
Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus
vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae
(Bimariotejo, 2009). Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun
ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan
degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk
atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan
(Bimariotejo, 2009).
Soeharso (1978) menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:
1). Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara
dada dan panggul terlihat pendek.
2). Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang
menimbulkan skoliosis ringan.
3). Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.
4). Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung
spina dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih
panjang dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.
b. Penyakit Kissing Spine
Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus
bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang
ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan
pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral (Soeharso, 1978).
c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra
lumbal ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum (Soeharso,
1978).
2. Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP
(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan
otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri
pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang
baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot
punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga
menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan
sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat
memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang
lebih lanjut (Idyan, 2008).
Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah agak lanjut sering oleh
karena trauma kecil saja dapat menimbulkan fraktur kompresi pada korpus
vertebra. Hal ini banyak ditemukan pada kaum wanita terutama yang sudah
sering melahirkan. Dalam hal ini tidak jarang osteoporosis menjadi sebab
dasar daripada fraktur kompresi. Fraktur pada salah satu prosesus transversus
terutama ditemukan pada orang-orang lebih muda yang melakukan kegiatan
olahraga yang terlalu dipaksakan. Menurut Soeharso (1978), secara patologis
anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena trauma, dapat
ditemukan beberapa keadaan, seperti:
a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri
pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk
dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan
pergerakan kaki pada hip joint terbatas.
b. Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan
sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini
dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I
dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.
3. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada
tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah
punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota
bagian tubuh lain (Soeharso, 1978).
Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh
perubahan jaringan antara lain:
a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot- ototnya juga
menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada
otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang
vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti
saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga
ke pinggang (Idyan, 2008).
b. Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini
ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa
nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan
(Dieppe, 1995 dalam Idyan, 2008).
c. Penyakit Infeksi
Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi
atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi
kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan
pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.
4. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat
mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada
bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan
sebagainya (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan
duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Klooch,
2006 dalam Shocker, 2008).
Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan
pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan
kelemahan otot (Bimariotejo, 2009).
E. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,
merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang,
membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial
(Bimariotejo, 2009). Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP
bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga terjadi
kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008). Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah,
disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus, bokong,
kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki (Bimariotejo, 2009).
III. DIAGNOSA
1. Anamnesa
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam menganamnesa pasien dengan
kemungkinan diagnosa Low Back Pain.
1. Apakah terasa nyeri ?
2. Dimana terasa nyeri ?
3. Sudah berapa lama merasakan nyeri ?
4. Bagaimana kuantitas nyerinya? (berat atau ringan)
5. Apa yang membuat nyeri terasa lebih berat atau terasa lebih ringan?
6. Adakah keluhan lain?
7. apakah dulu anda ada menderita penyakit tertentu?
8. bagaimana keadaan kehidupan pribadi anda?
9. bagaimana keadaan kehidupan sosial anda?
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri pinggang meliputi
evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi
evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.
1. Inspeksi
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan
menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri
dan juga bentuk kolumna vertebralis.
2. Palpasi
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).Kadang-kadang bisa
ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus
sambil melihat respons pasien.Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.Penekanan dengan
jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada
vertebra.Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.Refleks
yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis
nyeri pinggang bawah dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan,
kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks
patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2
dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN).
Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN
atau LMN
3. Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Berjalan dengan menggunakan tumit.
b. Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
c. Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
4. Pemeriksaan Sensorik
a. Nyeri dalam otot.
b. Rasa gerak.
5. Refleks
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon
dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada
saraf spinal.
6. Test-Test
a. Test Lassegue
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien ( dalam posisi 0° ) didorong ke arah
muka kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40° dan sejauh 90°.
b. Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi sakro iliaka.
Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi.
c. Test Kebalikan Patrick
Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi, endorotasi, dan ekstensi
meregangkan sendi sakroiliaka. Test Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada
sumber nyeri di sakroiliaka.
3. Pemeriksaan Penunjang
FOTO
1.Plain
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi, dan luka
degeneratif pada spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang dilakukan, sebab
sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran sehingga
efek radiasi dapat dikurangi.X-ray merupakan tes yang sederhana, dan sangat
membantu untuk menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray
merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung, dan
biasanya dilakukan sebelum melakukan tes penunjang lain seperti MRI atau CT scan.
Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP ), lateral, dan bila perlu oblique
kanan dan kiri.
2. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis spinal. Myelografi
merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium disuntikan ke
kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada layar
fluoroskopi dan gambar X-ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit
yang berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses
spinal.
3. Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI )
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk
pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-
scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi.
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas daripada CT-
scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI
dapat menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan yang
dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan
lainnya pada punggung.
4. Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )
EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan untuk
pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki.
EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :
1. Adanya kerusakan pada saraf
2. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
3. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )
4. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
5. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan saraf
Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi fisik pasien
dimana mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu pambedahan.
IV. PENGOBATAN
A. Obat
1. Obat-obat analgesik
Obat-obat analgesik umumya dibagi menjadi dua golongan besar :
- Analgetik narkotik
Obat-obat golongan ini terutama bekerja pada susunan saraf digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit yang berasal dari organ viseral. Obat golongan ini hampir
tidak digunakan untuk pengobatan LBP karena bahaya terjadinya adiksi pada
penggunaan jangka panjang. Contohnya : Morfin, heroin, dll.
- Analgetik antipiretik
Sangat bermanfat untuk menghilangkan rasa nyeri mempunyai khasiat anti piretik,
dan beberapa diantaranya juga berkhasiat antiinflamasi. Kelompok obat-obat ini
dibagi menjadi 4 golongan :
a) Golongan salisilat
Merupakan analgesik yang paling tua, selain khasiat analgesik juga mempunyai
khasiat antipiretik, antiinflamasi, dan antitrombotik. Contohnya : Aspirin
Dosis Aspirin: Sebagai anlgesik 600 – 900 mg, diberikan 4 x sehari
Sebagai antiinflamasi 750 – 1500 mg, diberikan 4 x sehari
Kontraindikasi: Penderita tukak lambung
Resiko terjadinya pendarahan
Gangguan faal ginjal
Hipersensitifitas
Efek samping: Gangguan saluran cerna
Anemia defisiensi besi
Serangan asma bronkial
b) Golongan Paraaminofenol
Paracetamol dianggap sebagai analgesik-antipiretik yang paling aman untuk
menghilangkan rasa nyeri tanpa disertai inflamasi.
Dosis terapi: 600 – 900 mg, diberikan 4 x sehari
c) Golongan pirazolon
Dipiron mempunyai aceptabilitas yang sangat baik oleh penderita, lebih kuat dari
pada paracetamol, dan efek sampingnya sangat jarang.
Dosis terapi: 0,5 – 1 gram, diberikan 3 x sehari
d) Golongan asam organik yang lain
Derivat asam fenamat
Yang termasuk golongan ini misalnya asam mefenamt, asam flufenamat, dan Na-
meclofenamat.Golongan obat ini sering menimbulkan efek samping terutama
diare.Dosis asam mefenamat sehari yaitu 4×500 mg, sedangkan dosis Na-
meclofenamat sehari adalah 3-4 kali 100 mg.
Derivat asam propionat
Golongan obat ini merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang relatif
baru, yang juga mempunyai khasiat anal getik dam anti piretik. Contoh obat golongan
ini misalnya ibuprofen, naproksen, ketoprofen, indoprofen dll.
Derifat asam asetat
Sebagai contoh golonagn obat ini adalah Na Diklofenak. Selain mempunyai efek anti
inflamasi yang kuat, juga mempunyai efek analgesik dan antipiretik. Dosis terapinya
100-150 mg 1 kali sehari.
Derifat Oksikam
Salah satu contohnya adalah Piroxicam, dosis terapi 20 mg 1 kali sehari.
B. Rencana Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Infra Red Radiation ( IRR )
a. Persiapan alat
Terapis mempersiapkan IR, pengecekan alat, Terapis mengecek kabel tidak boleh
bersilangan juga mengecek apakah alat dapat dipakai atau tidak dengan menggunakan
lampu detektor.
b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi dengan IR pasien diberi penjelasan tujuan terapi dan
kontraindikasinya. Dijelaskan juga bahwa panas yang dirasakan walaupun hanya
sedikit namun tetap menimbulkan reaksi didalam jaringan. Lakukan tes panas-dingin
pada daerah yang akan diterapi untuk memastikan ada tidaknya gangguan
sensibilitas.. Pakaian didaerah yang akan diterapi (pinggang) harus dilepaskan. Posisi
pasien tengkurap dengan kepala disupport bantal juga dibawah kaki sehingga pasien
merasa nyaman.
c. Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien selesai, daerah yang akan diterapi bebas dari kain
dan lampu IR sejajar pada lumbal, alat di ON kan dengan waktu 15 menit, jarak
lampu dengan daerah yang diterapi 35cm, kemudian dicek dengan menanyakan
langsung kepada pasien apakah sudah mulai hangat, kabel tidak boleh bersilangan
dan bersentuhan dengan pasien. Selama terapi harus dikontrol rasa panas dari pasien,
apabila terlalu panas jaraknya bisa ditambah,dan ditanyakan apakah rasa nyeri
meningkat / bertambah. Setelah selesai terapi matikan alat dan mengontrol keadaan
pasien.
d. Evaluasi sesaat
Setelah selesai terapi ditanyakan apakah nyeri menurun / berkurang dibanding
sebelum terapi, rasa mual, pusing, keringat dingin, juga mengamati apakah ada tanda
kemerahan karena terlalu panas.
2. SWD (Short Wave Diathermy)
Pada kasus ini diperlukan fisioterapi SWD Berfungsi untuk memperlancar sirkulasi
darah ,melemaskan otot dan mengurangi Nyeri.
a. Indikasi SWD
Kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pd musculoskeletal), adanya
keluhan nyeri pd sistem musculoskeletal (kodisi ketegangan, pemendekan,
perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam (untuk gangguan
pada sistem peredarah darah)
b. Kontraindikasi SWD
Keganasan, kehamilan, kecendrungan terjadinya pendarahan, gangguan sensibilitas,
adanya logam di dalam tubuh, lokasi yang terserang penyakit pembuluh darah arteri.
c. Teknik aplikasi SWD
Pre pemanasan alat 5-10 menit, jarak antara elektroda dengan pasien 5-10 cm/1
jengkal, durasi 15-30 menit, intensitas sesuai dengan aktualitas patologi, posisikan
pasien senyaman mungkin, terbebas dari pakaian dan logam, tes sensibilitas, pasang
elektroda, pasien tidak boleh bergerak, intensitas dipertahankan sesuai dgn toleransi
pasien.
3. Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS)
a. Pengertian TENS
Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara
penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan
terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri
b. Tujuan pemberian TENS
Memeilhara fisiologis otot dan mencegah atrofi otot, re-edukasi fungsi otot, modulasi
nyeri tingkat sensorik, spinal dan supraspinal, menambah Range Of Motion
(ROM)/mengulur tendon, memperlancar peredaran darah dan memperlancar resorbsi
oedema.
c.Indikasi TENS
Kondisi LMNL(Lower Motor Neuron Lesion) baru yang masih disertai keluhan
nyeri, kondisi sehabis trauma/operasi urat saraf yang konduktifitasnya belum
membaik, kondisi LMNL kronik yg sdh terjadi partial/total dan enervated muscle,
kondisi pasca operasi tendon transverse, kondisi keluhan nyeri pada otot, sebagai
irritation/awal dari suatu latihan, kondisi peradangan sendi (Osteoarthrosis,
Rheumathoid Arthritis dan Tennis elbow), kondisi pembengkakan setempat yang
belum 10 hari
d. Kontra Indikasi TENS
Sehabis operasi tendon transverse sebelum 3 minggu, adanya ruptur tendon/otot
sebelum terjadi penyambungan, kondisi peradangan akut/penderita dlm keadaan
panas
e. Prosedur TENS
• Tingkat analgesia-sensoris : frekuensi 50-150 Hz, durasi pulsa <200 (60-100)
mikrodetik • Tingkat analgesia untuk rasa nyeri : frekuensi 150 Hz, durasi pulsa >150
mikrodetik
• Persipan pasien (kulit harus bersih dan bebas dari lemak, lotion, krim dll), periksa
sensasi kulit, lepaskan semua metal di area terapi, jangan menstimulasi pada area
dekat/langsung di atas fraktur yg baru/non-union, diatas jaringan parut baru, kulit
baru.
4. Terapi latihan dengan William Flexion Exercise
Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan .yang dirancang untuk mengurangi nyeri
punggung dengan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbosacral spine
terutama otot abdominal dan otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot
ekstensor (Basmajian,1978).
a. Persiapan alat
Dalam hal ini adalah matras atau alas dengan bahan yang lunak/sedikit keras namun
nyaman untuk pasien.
b. Persiapan pasien
Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien apakah ada keluhan pusing
mata berkunang-kunang, mual, dan lain-lain. Sarankan pada pasien untuk tidak
menggunakan pakaian terlalu ketat yang dapat menggang atau membatasi gerakan
latihan, sebaiknya gunakan pakaian yang nyaman dan pas.
c. Pelaksanaan William Flexion ExerciseSebelum William Flexion Exercise
dilakukan, pasien diberi contoh terlebih dahulu gerakan latihannya.Bentuk-bentuk
latihannya sebagai berikut :
1) William Flexion Exercise nomor 1
Posisi awal : terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada permukaan
matras.
Gerakan : pasian diminta meratakan pinggang dengan menekan pinggang ke bawah
melawan matras dengan mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Setiap
kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10 kali. Usahakan pada waktu
lemas pinggang tetap rata. Tujuan : penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi
sendi panggul, penguatan otot-otot perut.
2) William Flexion Exercise nomor 2
Posisi awal : sama dengan nomor 1.
Gerakan : pasien diminta mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala,
sehingga dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Setiap kontraksi
ditahan 5 detik, kemudian lemas, ulangi sebanyak 10 kali. Tujuan : peunguluran otot-
otot ekstensor trunk, penguatan otot-otot perut, dan otot sternocleidomastoideus.
1) William Flexion Exercise nomor 3
Posisi awal : sama dengan nomor 1
Gerakan : pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada sejauh mungkin,
kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke dada. Pada
waktu bersamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari
matras, tahan 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, ulangi latihan
sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus dihindari, karena akan memperberat
problem pinggangnya. Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, peunguluran
otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot – otot hamstring.
2) William Flexion Exercise nomor 4
Posisi awal : sama dengan nomor 1
Gerakan : pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama dengan nomor 3, tetapi
kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik dengan kedua tangn
kearah dada, naikkan kepala dan bahu dari matras, ulangi 10 kali. Pada waktu
menaikkan kedua tungkai ke atas sejauh mungkin ia rapat, baru ditarik dengan kedua
tangan mendekati dada. Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, peunguluran
otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot – otot hamstring.
3) William Flexion Exercise nomor 5
Posisi awal : exaggregated starter’ s position
Gerakan : Gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal seperi seorang pelari
cepat pada titik startnya yaitu satu tungkai dalam fleksi maximal pada seni lutut dan
paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di
belakang. Kemudian pada posisi tersebut tekan badan ke depan dan ke bawah, tahan 5
hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. Tujuan : mengulur / streching otot-otot
fleksor hip dan fascia latae.
f. William Flexion Exercise nomor 6
Posisiawal : berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15 cm di
depan dinding, lumbal rata dengan dinding.
Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada
dinding, tahan 10 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. Bila latihan terlalu
berat, lamanya penahanan dapat dikurangi. Tujuan : penguatan otot quadriceps, otot
perut, ekstensor trunk.
5. Edukasi
Sebagai rencana tindak lanjut,pasien diberikan beberapa edukasi untuk menunjang
keberhasilan terapi yaitu:
a. Dianjurkan melakukan latihan seperti yang telah dberikan dan diajarkan oleh
terapis (William Flexion Exercise), untuk dilakukan setiap hari.jangan hanya pada
saat sakit saja.
b. Melakukan kompres panas / hangat pada otot- otot punggung bawah dengan cara
merendam handuk pada air hangat, kemudian dibalutkan pada otot spasme,diganti
setiap 5 menit dengan waktu 20 – 30 menit.
c. Diajarkan dan dianjurkan untuk mengangkut beban secara benar ( lifting technic),
antara lain : (1) Beban harus sedekat mungkin dengan tubuh, (2) punggung dalam
keadaan lurus, (3) Hindari torsi / gerakan berputar pada vertebra, (4) Percepatan
mengangkat konstan.
d. Pemakaian korset untuk mengurangi mobilitas vertebra yang berlebihan
Back corsets.
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi Low Back
Pain yang dapat membungkus punggung dan perut.
Larangan
a. Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.
b. Membawa beban yang berat.
c. Duduk terlalu lama.
d. Memakai sepatu hak tinggi.
e. Menulis sambil membungkuk terlalu lama.
f. Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau menggunakan kasur
yang terlalu empuk.
Anjuran
a. Posisikan kepala dititik tertinggi, bahu ditaruh sedikit kebelakang.
b. Duduk tegak 90 derajat.
c. Gunakanlah sepatu yang nyaman.
d. Jika ingin duduk dengan jangka wqktu yang lama, istirahatkan kaki di lantai atau
apa saja yang mnurut anda nyaman.
e. Jika mempunyai masalah dengan tidur, taruhlah bantal di bawah lutut atau jika
tidur menyamping, letakkanlah bantal diantara kedua lutut.
f. Hindari berat badan yang berlebihan.
g. Ketika memerlukan berdiri dalam waktu lama salah satu kaki diletakkan diatas
supaya sudut ferguson tidak terlalu besar ( sudut ferguson adalah sudut kemiringan
sakrum dengan garis horisontal )