warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

33
1 Warna-warna yang bersahabat dengan anak dalam praktek kedokteran gigi anak “ Child Friendly Colors In A Pediatric Dental Practice” Umamaheshwari N, Sharath Asokan1, Thanga Kumaran S2 Departments of Pediatric Dentistry, 2Periodontology and Oral Implantology, J. K. K. Nataraja Dental College and Hospital. Komarapalayam, 1Pediatric Dentistry, K S R Institute of Dental Science and Research. Tiruchengode, Tamil Nadu, India Oleh : SELVY CHAIRANI 160110090017 Pembimbing: Drg. Meirina Gartika, Sp.KGA Elis N, drg UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: selvychairani

Post on 23-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

pedodonsia, kedokteran gigi anak,

TRANSCRIPT

Page 1: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

1

Warna-warna yang bersahabat dengan anak dalam praktek kedokteran gigi anak

“ Child Friendly Colors In A Pediatric Dental Practice”Umamaheshwari N, Sharath Asokan1, Thanga Kumaran S2

Departments of Pediatric Dentistry, 2Periodontology and Oral Implantology, J. K. K. Nataraja Dental College and Hospital.

Komarapalayam, 1Pediatric Dentistry, K S R Institute of Dental Science and Research. Tiruchengode, Tamil Nadu, India

Oleh :SELVY CHAIRANI

160110090017

Pembimbing: Drg. Meirina Gartika, Sp.KGA

Elis N, drg

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG2014

Page 2: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

BAB I

PENDAHULUAN

Kecemasan terhadap kedokteran gigi bagi anak telah menjadi masalah

selama beberapa tahun dan masih menjadi penghalang untuk perawatan gigi. Ada

banyak faktor yang menyebabkan kecemasan pada anak-anak. Anak mendapat

kecemasan langsung (dengan pengkondisian) atau melalui pembelajaran tidak

langsung (dari model atau informasi). Persepsi anak mengenai lingkungan

kedokteran gigi juga merupakan faktor signfikan yang menyebabkan kecemasan.

Perubahan ekspektasi anak-anak mendorong dokter gigi anak untuk

mengembangkan atmosfer yang lebih ramah anak di klinik gigi mereka. Elemen-

elemen lingkungan yang menghasilkan perasaan positif bisa mengurangi

kecemasan. Jika warna lingkungan klinik bisa memberikan dampak positif pada

perilaku anak, warna-warna tersebut mungkin dapat membuat anak nyaman,

sehingga mengurangi kecemasannya.

Warna adalah salah satu metode instan dalam menyampaikan pesan dan

maksud. survival kami bergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi

objek tertentu dan/atau sinyal peringatan dan warna adalah bagian integral proses

identifikasi tersebut. Diantara penggunaan lainnya, warna menstimulasi dan

bekerja secara sinergis dengan semua indra, menyimbolkan konsep dan pemikiran

abstrak, mengekspresikan fantasi atau pemenuhan keinginan, mengingat waktu

atau tempat dan menghasilkan respon estetik atau emosional. Warna telah

dipelajari dalam perspektif psikologis, biologis, antropologis, dan filosofis selama

1

Page 3: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

2

beberapa waktu. Anak-anak mampu mengkategorikan warna menurut beberapa

dimensi, yang paling sering adalah apakah warna memiliki efek positif atau

negatif dalam emosi mereka atau apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan

warna tersebut. Selain itu, mereka juga bisa menghubungkan warna dan emosi.

Penemuan hubungan antara warna dan emosi dan efeknya pada performa dan

produktivitas telah diadopsi di tempat kerja. Kebanyakan penelitian yang ada

mengenai rancangan lingkungan difokuskan pada orang dewasa sehat dan temuan-

temuan tersebut tidak bisa diperkirakan untuk anak-anak. Park (2009) melakukan

penelitian untuk meneliti nilai warna sebagai komponen lingkungan penyembuh

untuk ruang pasien anak.

Walaupun penelitian mengenai warna sebelumnya cukup sugestif, tidak

ada yang berfokus pada lingkungan klinik gigi anak. Pada praktek gigi anak,

beberapa anak bereaksi positif sedangkan yang lain menunjukan rasa cemas.

Penggunaan warna ramah anak di klinik gigi bisa menghasilkan lingungan yang

positif untuk semua anak. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk

mengevaluasi hubungan warna-emosi dengan tingkat kecemasan anak.

Page 4: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecemasan pada Perawatan Gigi (Dental Anxiety)

Banyak pengertian/definisi yang dirumuskan oleh para ahli dalam

merumuskan pengertian tentang kecemasan. Beberapa ahli telah mengemukakan

pendapat tentang definisi kecemasan, antara lain :

1. Maramis (1995) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan,

rasa tidak aman, kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan

mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.

2. Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu

terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan

yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang

berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala

yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia,

mulai lahir sampai menjelang kematian rasa cemas sering kali ada.

3. Saranson dan Spielberger (dalam Darmawanti 1998) menyatakan bahwa

kecemasan merupakan reaksi terhadap suatu pengalaman yang bagi individu

dirasakan sebagai ancaman. Rasa cemas adalah perasaan tidak menentu,

panik, takut, tanpa mengetahui apa yang ditakutkan dan tidak dapat

menghilangkan perasaan gelisah dan rasa cemas tersebut.

Semua orang dapat mengalami kecemasan, namun apabila orang tersebut

mengalaminya pada waktu yang tidak seharusnya dan merasa kesulitan untuk

Page 5: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

4

mengendalikan kondisi kecemasan yang dialaminya maka orang tersebut

dikatakan menderita kecemasan (National Institute for Clinical Excellence, 2004).

Ada tiga komponen yang mencakup kecemasan (Dadds et al., 2000):

1. Perubahan fisik

Perubahan fisik ini dapat bermacam-macam, namun, yang paling umum

dialami adalah nafas yang pendek, pusing, jantung yang berdebar-debar,

tubuh yang gemetar, ketegangan otot, berkeringat, rasa baal, tingling

sensation, mulut kering, rasa tidak nyaman pada perut, dan mual.

2. Pikiran

Jenis kecemasan yang berbeda dihubungkan dengan pikiran yang berbeda.

Pikiran tersebut misalnya berupa rasa takut diperhatikan orang banyak

ataupun merasa mengalami serangan jantung. Pada intinya penderita merasa

berada dalam kondisi yang berbahaya.

3. Perilaku

Reaksi yang paling umum yang ditunjukkan oleh penderita kecemasan adalah

sikap menghindar, misalnya apabila seseorang takut berada di kerumunan

orang banyak maka orang tersebut akan menghindari tempat-tempat

keramaian.

2.2 Etiologi Kecemasan

Penyebab terjadinya kecemasan pada individu hampir sulit untuk

diperkirakan dengan tepat. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat subyektif

kecemasan dari setiap orang, bahwa kejadian yang sama belum tentu dirasakan

Page 6: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

5

sama pula oleh setiap orang. Dengan kata lain suatu rangsangan atau kejadian

dengan kualitas dan kuantitas yang sama dapat diinterprestasikan secara berbeda

antara individu yang satu dengan yang lainnya (Piaget, 2006).

Berdasarkan sumber timbulnya kecemasan, Freud (Dalam Calvin S. Hall,

1993) membedakan kecemasan menjadi 3 macam, yaitu :

1. Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety), yaitu kecemasan yang berhubungan

erat dengan mekanisme pembelaan diri, dan juga disebabkan oleh perasaan

bersalah atau berdosa, konflik-konflik emosional yang serius, frustasi, serta

ketegangan-ketegangan batin.

2. Kecemasan Moral (Anxiety of moral conscience/super ego), yaitu rasa takut

akan suara hati, di masa lampau pribadi pernah melanggar norma moral dan

bisa di hukum lagi, misalnya takut untuk melakukan perbuatan yang melanggar

ajaran agama.

3. Kecemasan Realistik (Realistic Anxiety), yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya

nyata di dunia luar, misalnya takut pada ular berbisa.

Secara sederhana kecemasan disebabkan individu mempunyai rasa takut

yang tidak realistis, karena mereka keliru dalam menilai suatu bahaya yang

dihubungkan dengan situasi tertentu, atau cenderung menaksir secara berlebihan

suatu peristiwa yang membahayakan. Kecemasan juga dapat di sebabkan

penilaian diri yang salah, individu merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi

apa yang terjadi atau apa yang dapat dilakukan untuk menolong diri sendiri.

Page 7: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

6

Secara umum kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal pada setiap

individu, namun jika tidak dihadapi secara tepat maka akan menimbulkan

gangguan psikologis yang lebih jauh.

2.3 Kecemasan Anak pada Perawatan Gigi

Perilaku cemas dan takut pada anak dapat menjadi penghambat terhadap

pemeliharaan kesehatan gigi, antara lain karena perilaku yang tidak kooperatif dan

perilaku yang mengganggu ketika duduk di unit kursi gigi. Pengetahuan dasar

tentang perilaku seperti ini dapat membantu dokter gigi dan perawat gigi untuk

mencegah, meminimalisir atau menghadapi efek dari perilaku anak-anak tersebut

di ruang perawatan gigi (Parkin, 1991). Perilaku tidak kooperatif seorang anak di

ruang perawatan gigi biasanya didorong oleh keinginan untuk menghindari

keadaan yang tidak menyenangkan dan rasa sakit serta sesuatu yang akan terjadi

yang ditafsirkan olehnya sebagai ancaman terhadap kesehatannya (Finn, 2003).

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memastikan bahwa seorang

anak cemas atau tidak, yaitu pertama anak harus mampu untuk menceritakan

kecemasannya dan penyebab kecemasannya tersebut. Berbeda dengan bayi dan

anak yang masih sangat kecil (balita) yang tidak dapat mengkomunikasikan

keadaannya, akan tetapi dari perilakunya pada situasi tertentu seringkali

menunjukkan ke arah kecemasan, walaupun emosi tersebut tidak dapat

diungkapkan oleh bayi atau anak yang masih sangat kecil tersebut (Graham,

1994).

Menurut Kent (2005), komponen akhir dari kecemasan adalah tingkah laku

yang dapat berwujud dalam beberapa bentuk. Masalah tingkah laku yang kurang

Page 8: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

7

kooperatif terhadap perawatan gigi dapat ditunjukkan oleh anak-anak seperti

mendorong instrument agar menjauh darinya, menolak untuk membuka mulut,

menangis, membantah, atau meronta-ronta, hal ini seringkali dianggap sebagai

manifestasi dari kecemasan. Lebih lanjut Kent (2005) menggolongkan tingkah

laku seorang anak menjadi empat kategori, yaitu :

1. Sangat negatif, seperti menolak perawatan, meronta-ronta dan membantah,

sangat takut, menangis histeris, menarik diri.

2. Sedikit negatif, seperti tindakan negatif minor atau mencoba bertahan,

menyimpan rasa takut, gelisah atau menangis.

3. Sedikit positif, seperti berhati-hati menerima perawatan, dengan sedikit

menolak, dengan taktik bertanya atau menolak, cukup bersedia bekerja sama

dengan dokter gigi.

4. Sangat positif, seperti bersikap baik dengan operator, tidak ada tanda-tanda

takut, tertarik pada prosedur, dan membuat kontak verbal yang baik.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Anak pada Perawatan Gigi

Sebelum menentukan diagnosis dan aplikasi teknik untuk mengontrol

kecemasan pada anak, harus terlebih dahulu mengetahui faktor yang

mempengaruhi kecemasan maupun perilaku anak (Finn, 2003; Sjahruddin dan

Arbani, 1990).

Berikut faktor yang mempengarhui rasa cemas anak pada perawatan gigi :

1. Riwayat Pengobatan

Page 9: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

8

Riwayat pengobatan tidak tergantung dari beberapa kali jumlah kunjungan

berobat pada waktu yang lalu, tetapi tergantung dari kesan rasa senang

terhadap pengalaman berobat.

2. Kecemasan Orang Tua

Orang tua yang mempunyai perasaan cemas terhadap anaknya, terutama bila

pertama kali datang ke dokter gigi. orang tua yang sangat cemas

berpengaruh pada anak sehingga anak menunjukkan sikap yang tidak

kooperatif terutama pada kunjungan pertama.

3. Hubungan Keluarga

Hubungan kekeluargaan merupakan salah satu penyebab rasa cemas dan

takut. Umumnya anak belajar dengan cara meniru. Anak sulung akan

berusaha meniru orang tuanya, sedangkan adik akan meniru kakaknya. Jika

menurut kakaknya perawatan gigi itu suatu hal yang menakutkan dan

menyakitkan, adiknya akan menjadi takut dan cemas bila dihadapkan

dengan perawatan gigi.

4. Faktor Sosial Ekonomi

Anak yang berasal dari golongan sosial ekonomi rendah mempunyai rasa

cemas yang tinggi dibandingkan dengan anak golongan sosial ekonomi

menengah dan tinggi. Alasan yang mendasarinya yaitu bahwa orang dari

golongan berpenghasilan rendah jarang berobat ke dokter gigi dibandingkan

orang dari golongan menengah ke atas.

5. Lingkungan atau Situasi yang asing

Page 10: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

9

Suasana yang baru atau asing, dapat menyebabkan gangguan emosi karena

anak belum siap menerima lingkungan baru dan memerlukan penyesuaian.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dari lingkungan dokter gigi antara

lain sikap dokter gigi dalam menerima anak sebagai pasien, keterampilan

dan kecakapan bekerja, penentuan waktu dan lamanya kunjungan serta

suasana ruang tunggu dan kamar praktek yang memberikan kenyamanan

bagi anak.

2.5 Warna

Warna adalah bagian penting dalam hidup anak. Lingkungan anak termasuk

pakaian, mainan, dan aksesoris rumah mengandung banyak pesan psikologis

melalui warna. Goldstein mengklaim bahwa warna spesifik menunjukan respon

emosi spesifik. Klinisi telah menyatakan bahwa warna yang digunakan anak

dalam seni, contohnya, adalah manifestasi status emosi dari dalam dirinya. Dalam

penelitian ini diputuskan untuk menggunakan enam warna yang mudah

diidentifikasi: biru, hijau, pink, kuning, merah dan hitam. Warna-warna yang

dipilih berkorespondendsi dengan empat warna utama (biru, hijau, kuning dan

merah) dalam sistem Munsell; pink berhubungan dengan jaringan tubuh dan hitam

merupakan warna akromatis. Untuk menghindari corak spesifik dan masalah

pencetakan dalam menghasilkan warna tertentu yang bisa memberikan dampak

dramatis dalam penelitian ini, pensil warna karyon digunakan dibanding mencetak

warna di kertas.

Page 11: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

10

Menurut wauters, thomson dan birren (Lasmono, 2009) menyatakan bahwa

warna-warna dapat dimanfaatkan untuk pengobatan dan menunjang kesembuhan,

karena dalam hal ini warna dapat memberikan suasana tenang , damai, nyaman,

antara lain:

1. Warna hijau dianggap memiliki kekuatan unyuk penyembuhan dan

kemampuan untuk menenangkan dan menyegarkan. Efek psikologis

warna hijau merupakan warna keseimbangan, sangat bermanfaat untuk

kondisi-kondisi emosional anak pada saat stress, emosi, dan mengalami

rasa takut di klinik/ rumah sakit

2. Warna biru berhubungan dengan hal positif, lebih produktif dan warna

kedamaian. Warna biru menimbulkan efek fisik memperkuat kondisi

tubuh dan pikiran, menenangkan kondisi jiwa anak yang sedih dan

menciptakan kondisi yang tenang pada pasien anak

3.  Kuning adalah warna yang ceria, menyenangkan dan penuh energi.

Kuning juga merupakan warna persahabatan. Tidak heran warna kuning

identik dengan mainan anak-anak dan anak-anak menyukainya

(yayasanbsc,2013)

Sedangkan, Hubungan warna merah dan hitam secara psikologi dengan

kesehatan.

4. Hitam adalah warna yang gelap, suram, menakutkan. Hitam punya

reputasi buruk. Warna ini dipakai oleh para penjahat di komik atau film.

Hitam juga melambangkan duka dan murung.

Page 12: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

11

5. Merah adalah warna yang punya banyak arti, warna ini tak cuma

mempengaruhi psikologi tapi juga fisik. penelitian menunjukkan

menatap warna merah dapat meningkatkan detak jantung dan membuat

kita bernafas lebih cepat. efek negatif dari warna merah adalah

merangsang kemarahan, agresifitas, bantahan, dan kecemasan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa anak-anak yang cemas dan tidak

cemas memilih kuning sebagai pilihan warna untuk emosi positif diikuti oleh biru.

Tetapi anak-anak yang cemas lebih memilih kuning sedangkan yang tidak cemas

lebih memilih biru. Hubungan beberapa suasana hati dengan warna tertentu lebih

terlihat dan tepat dibanding hubungan lainnya. Warna kuning berhubungan

dengan kebahagiaan, keceriaan, dan tingkat emosi positif; warna biru

berhubungan dengan rasa aman, tenang, nyaman; hijau dengan kesenyapan; merah

dengan kemarahan, agresi, giat; hitam dengan depresi atau kecemasan. Cimbalo

dkk menyimpulkan bahwa anak-anak yang merasa bahagia menggunakan kuning,

biru, hijau dan oranye untuk mewarnai, sedangkan ketika merasa sedih, mereka

cenderung menggunakan merah, hitam, dan cokelat.

Lawler dan Lawler menemukan bahwa anak-anak pra-sekolah mewarna

dengan krayon kuning setelah mendengar cerita bahagia dan dengan krayon hitam

setelah mendengar cerita sedih. Odom dkk melakukan penelitian untuk menguji

efek corak warna pada suasana hati. Hasil penelitian tersebut mendukung bahwa

kuning dipilih untuk menunjukan keceriaan dan kesenangan sedangkan biru

berhubungan dengan ketenangan. Park meneliti pilihan warna untuk ruangan

pasien anak di antara pasien rawat inap, rawat jalan dan anak-anak sehat. Ketiga

Page 13: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

12

grup menunjukan pola pilihan warna yang mirip, kecuali untuk kuning. Kelompok

pasien rawat inap dan rawat jalan kurang memilih kuning dibanding anak-anak

sehat. Terlepas dari jenis kelamin, anak-anak sehat dan pasien anak memilih biru

dan hijau sebagai warna yang paling banyak dipilih dan putih untuk warna yang

paling sedikit dipilih.

Warna spesifik biasanya menimbulkan emosi khusus, tetapi emosi tertentu

tidak sama untuk setiap individu. Emosi yang dipicu oleh warna tergantung pada

kebangsaan, pengalaman masa lalu dan terkadang pilihan personal. Dalam

penelitian kami, satu anak memiliki pilihan berbeda untuk warna biru yang

biasanya berhubungan dengan emosi positf, ia menghubungkan warna itu dengan

ketakutan. Alasannya adalah ibunya mengatakan bahwa laut biru itu menakutkan

dan berbahaya. Satu anak menghubungkan warna hitam dengan emosi positif

karena dia suka melihat ikan hitam di akuarium. Anak lainnya mengatakan warna

kuning membuatknya takut karena ibunya memaksa ia memakan kuning telur

yang paling tidak ia suka. Komentar-komentar ini menunjukan bahwa hubungan

warna-emosi muncul dari pengalaman tunggal dan konkret. Pada beberapa anak,

respon individual terhadap warna bervariasi tetapi reaksi rata-rata anak bisa

menjadi dasar untuk mencapai kesimpulan.

Penelitian ini mencoba untuk memahami dengan lebih baik nilai warna

dalam lingkungan kedokteran gigi dan warna yang tepat untuk populasi pasien

gigi anak. Hasilnya menunjukan bahwa anak-anak memiliki warna pilihan dan

bisa memasangkan warna dengan emosi. Warna dan kombinasi spesifik bisa

mempengaruhi mayoritas masyarakat secara psikologis terlepas dari budaya atau

Page 14: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

13

masa lalu. Warna kuning untuk emosi positif oleh anak-anak yang cemas dan

lebih muda memberikan lingkungan yang paling ceria dan positif. Warna biru

yang dipilih oleh anak-anak yang tidak cemas dan lebih tua memberikan

lingkungan yang menenangkan. Goethe (1840) membuat roda warna yang

menunjukan efek psikologis untuk setiap warna. Dia melihat bahwa biru

memberikan rasa sejuh dan kuning memiliki efek menghangatkan. Dia membagi

semua warna menjadi dua grup – sisi plus (dari merah ke oranye sampai kuning)

dan sisi minus (dari hijau ke violet sampai biru). Warna-warna sisi plus

menghasilkan kegembiraan dan keceriaan. Warna-warna sisi minus berhubungan

dengan kelemahan dan kegelisahan. Skema warna pelengkap terdiri dari dua

warna yang berkebalikan satu sama lain pada roda warna. Skema ini terlihat

paling baik ketika anda menempatkan warna hangat di atas warna dingin. Hal ini

menyatakan bahwa kuning dapat menjadi warna utama dan biru bisa menjadi

tambahan di lingkungan klinik gigi. Warna-warna seperti hitam dan merah dapat

dihindari.

2.6 Alat Ukur Kecemasan Pada Anak

1. Corah Dental Anxiety Scale (Corah’s DAS)

Para peneliti menetapkan bahwa Corah Dental Anxiety Scale (CDAS)

adalah alat ukur paling banyak digunakan dan DAS direkomendasikan digunakan

untuk mengukur kecemasan dental di klinik. DAS memiliki empat skala item

pengukuran kecemasan dental. Nilai untuk setiap rentang jawaban terdiri atas 1-5.

Total rata-rata dari setiap tingkat kecemasan adalah 4-20. Pengukuran keempat

Page 15: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

14

pertanyaan sangat bervariasi, 2 pertanyaan berkaitan dengan kecemasan umum

dan 2 pertanyaan berhubungan dengan kecemasan yang lebih spesifik terhadap

tindakan rangsangan instrumen pada kinik gigi. Ada perbedaan lain antara

pertanyaan pertama dan tiga pertanyaan selanjutnya. Pada pertanyaan pertama

responden diminta untuk berspekulasi tentang perasaannya sebelum perawatan.

Sedangkan tiga pertanyaan lain meminta responden untuk menilai bagaimana

perasaan mereka ketika mereka berada dalam situasi yang ditentukan

Page 16: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian cross-sectional dilakukan di Department of Pediatric Dentistry,

JKK, Nataraja Dental College and Hospital, Tamil Nadu, India. Protokol

penelitian dianalisis dan disetujui oleh the Institutional Review Board of JKK

Nataraja institution. Persetujuan tertulis didapat dari orang tua semua anak-anak

yang berpartisipasi. Total 300 anak berusia antara 6-12 tahun berpartisipasi dalam

penelitian ini. Mereka dibagi menjadi 2 grup: anak-anak yang lebih muda (6-9

tahun, n = 156) dan anak-anak yang lebih tua (9-12 tahun, n = 144). Pro forma

yang dipersiapkan khusus digunakan untuk mencatat informasi personal, juga

skala kecemasan gigi Corah dan gambar-gambar kartun wajah. Gambar wajah

meliputi dua emosi yang berbeda: kebahagiaan (emosi positif) dan ketakutan

(emosi negatif). Skala kecemasan gigi Corah dicatat oleh penguji A di ruang

tunggu. Setiap pertanyaan diberi nilai dari 1 (tidak cemas) sampai 5 (sangat

cemas) dan skor total berkisar dari 5 sampai 20). Nilai 9 atau lebih dianggap

cemas. Anak-anak dibagi menjadi grup cemas dan tidak cemas berdasarkan skor

kecemasan gigi Corah. Seluruh 300 anak diberi enam pensil krayon (biru, hijau,

pink, kuning, merah, dan hitam) oleh penguji B dan diminta untuk mengikuti

instruksi “Ketika kamu bahagia, warna apa yang kamu pilih untuk mewarnai

wajah yang bahagia?”. Mereka diperbolehkan untuk mewarnai dengan warna

yang mereka pilih untuk emosi positif. Kemudian gambar yang mewakili

ketakutan ditunjukan dan ditanyakan, “jika kamu merasa takut, warna apa yang

akan kamu pilih untuk mewarnai wajah ini?” dan mereka diperbolehkan

15

Page 17: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

16

untuk mewarnai kartun tersebut dengan warna pilihan mereka. Kemungkinan

hubungan antara pilihan warna dan emosi kemudian dievaluasi. Uji Chi-square

(SPSS version 15) digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara variabel dan

P≤0.005 dianggap signifikan secara statstik.

Page 18: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Rata skor kecemasa gigi Corah untuk seluruh 300 anak adalah 8.62. total

104 anak (66.67%) dari grup yang lebih muda dinilai cemas dan 52 anak

(33.33%) dinilai tidak cemas. 56 anak (38.89%) dari grup yang lebih tua dinilai

cemas dan 88 anak (61.11%) dinilai tidak cemas. Kecemasanlebih banyak terjadi

pada anak-anak yang lebih muda dibanding yang lebih tua dan perbedaannya

signifikan secara statistik (P<0.001) seperti yang ditunjukan di Gambar 1. Untuk

emosi positif, 44% (n = 132) anak memiliki kuning, diikuti dengan biru 32.67% (n

=98), hijau 11.67% (n = 32), pink 11% (n = 33), merah dan hitam 0.33% (n = 1).

Gambar 2 memperlihatkan emosi negatif, 56.67% (n = 170) anak memilih hitam,

42.67% (n=128) memilih merah, dan 0.33% (n=1) memilih biru, 0.33% (n=1)

memilih kuning. Hubungan antara warna dan emosi sangat signifikan (P<0.001).

pilihan warna untuk emosi positif dan negatif dibandingkan berdasarkan tingkat

kecemasan dan grup usia. Anak-anak yang cemas dan tidak cemas memilih

kuning diikuti dengan biru untuk emosi positif. Namun, dibandingkan dengan

usia, anak-anak berusia lebih muda yang cemas secara signifikan memilih kuning

(65.38%) dan anak-anak berusia lebih tua yang tidak secara signifikan memilih

biru (54.55%) (P<0.001) seperti yang ditunjukan di gambar 3. Di sisi lain, gambar

4 menunjukan bahwa anak-anak yang cemas dan tidak cemas memilih hitam dan

merah untuk emosi negatif. Pilihan warna untuk emosi negatif diantara anak-anak

17

Page 19: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

18

yang cemas dan tidak cemas (P=0.44) dihubungkan dengan grup usia tidak

signifikan secara statistik (P=0.43 dan 0.44 masing-masing).

Gambar 1. Distribusi berdasarkan usia dan kecemasan anak.

Gambar 2. Prevalensi pilihan warna untuk emosi dan hubungannya.

Gambar 3. Pilihan warna untuk emosi positif diantara anak-anak yang cemas dan tidak cemas

Page 20: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

BAB V

SIMPULAN

Penelitian ini mencoba untuk meningkatkan area penelitian warna di

lingkungan klinik gigi dan juga mengkorelasikan pilihan warna dengan emosi

anak-anak di klinik gigi. Penggunaan warna-warna “ramah anak” seperti kuning

(warna hangat) dan biru (warna sejuk) di klinik gigi bisa menghasilkan perilaku

positif dalam pikiran anak. Penelitian di masa depan dengan ukuran sampel yang

lebih besar rentang sampel warna yang lebih banyak dan berbagai saturasi bisa

menentukan hubungan kuat antara warna-warna yang berbeda dengan emosi anak.

19

Page 21: warna- warna yang bersahabat dengan pasien anak-anak

20

DAFTAR PUSTAKA

Calvin S. Hall. 1999. A Primer of Freudian Psychology. Plume Publisher.

Dadds, M.; et al. 2000. Early Intervention for Anxiety Disorders in Children and Adolescents. Canberra: Department of Health and Aged Care.

Finn, S.B. 2003. Clinical pedodontics. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 32-38.

Graham-Pole, J and Turner, C. 1994. Children awaiting medical procedures: Do children and their mothers agree on child’s level of anxiety?. Journal of Pediatric Psychology, 19, 723-725.

Kent, G.G. and A.S. Blinkhorn. 2005. Pengelolaan tingkah laku pasien pada praktik dokter gigi. Ed 2. Diterjemahkan oleh Johan Arief Budiman. Jakarta: EGC. Hal.2, 63-86.

Lazarus, Richard S. 1991. Progress on a cognitive-motivational-relational theory of Emotion. American Psychologist.

Maramis, W.F. 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

National Institute for Clinical Excellence. 2004. Management of panic disorder and generalised anxiety disorder in adults. London: Abba Litho Sales Limited.

Parkin, Stanley F, dkk, 1991. Notes on Pediatric Dentistry. Part of Read International P.L.C. First Published, London.

Piaget Jean. 2006. Part I: Cognitive development in children: Piaget development and learning. Journal of Research in Science Teaching. Vol 2, Issue 3, pages 176–186.

Umamaheshwari, M.et all. 2013. Child friendly colors in a pediatric dental practice. Journal of indian society of pedodontics and preventive dentistry.