tuntutan pengabsahan anak di mahkamah ...repository.uinjambi.ac.id/2433/1/skripsi natrah nur...
TRANSCRIPT
TUNTUTAN PENGABSAHAN ANAK DI MAHKAMAH RENDAH
SYARIAH SEPANG, SELANGOR. (STUDI PUTUSAN BIL: 10006-006-
0753-2017)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1)
Dalam ilmu Hukum Keluarga Islam
Pada Fakultas Syariah
NATRAH NUR FATIN BINTI NASSARUDIN
SHK. 101180017
PEMBIMBING:
Dr. Fuad Rahman, S.Ag, M.Ag
Dian Mustika S.H.I, MA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 1442H/2020 M
II
III
IV
V
MOTTO
ين نكم ف ٱلد ءاباءهم فإخو قسط عند ٱلل فإن لم تعلمواٱدعوهم لأبائهم هو أ
تم بهۦ ولكن ما تعمدت قلوبكم وك خطأ
لكم وليس عليكم جناح فيما أ ن ومو
رحيما ٱلل غفورا
Artinya: “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapa-
bapa mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapa-bapa mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Ahzab (33) ayat 5)
VI
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Tuntutan Pengabsahan Anak di Mahkamah Rendah Syariah
Sepang, Selangor (Studi Putusan Bil: 10006-006-0753-2017) mengungkapkan
permasalahan yang terjadi apabila Jabatan Pendaftaran Negara Malaysia
memutuskan tidak mencantumkan nama ayah pada akta kelahiran anak saat
dokumen orang tua tidak lengkap seperti kehilangan akta nikah atau anak yang
dilahirkan kurang dari 6 bulan sejak tanggal pernikahan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui dasar hukum yang digunapakai oleh hakim dalam putusan
bil: 10006-006-0753-2017, konsekuensi jika mengabsahkan anak tanpa persetujuan
mahkamah Syariah dan tinjaun hukum Islam terhadap anak luar pernikahan. Penulis
menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan jenis penelitian kualitatif
yang bermetodekan eksplanatoris. Hasil penelitian, pertamanya adalah mahkamah
merujuk kepada fatwa fuqaha’ mazhab Syafi’i serta undang-undang yang terkait
dengan permasalah diatas seperti Seksyen 2 dan 45 Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam Negeri Selangor tahun 2003 dan daripada fakta kasus yang
dibentangkan penggugat yang ternyata anak itu adalah anak yang lahir kurang
daripada 6 bulan dari tanggal pernikahan yang menjadikan tidak bisa dibin/bintikan
kepada nama si penggugat. Hasil penelitian kedua adalah mahkamah berkuasa
untuk mencabut atau membatalkan bin/binti ayah biologis anak yang diabsahkan
tanpa persetujuan mahkamah. Terakhir, status anak yang lahir diluar pernikahan
menurut hukum Islam adalah nasab keturunanya tersandar hanya pada ibunya tidak
pada bapanya dan dalam hukum kewarisan anak tersebut juga hanya bisa pusaka-
mempusakai harta dari ibunya.
Kata kunci: pengabsahan anak, dasar hukum, konsekuensi, tinjaun hukum Islam
VII
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang ku cintai,
Ibunda Nor Yani binti Abu dan ayahanda Nassarudin bin Jabar yang telah
mendidik serta mengasuh anakanda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih
sayang agar kelak menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan
berguna kepada Agama, Nusa dan Bangsa serta dapat meraih cita-cita. Sayang
kakaknda ku, Nasreen Adha, Hanizah, Nas Erina, Nashriq, Nadzirah, terima kasih
atas pengorbanan, perhatian, dorongan yang tidak putus diberikan. Semoga
menjadi saksi di akhirat kelak bahwasanya kalianlah asbab ilmu ini dapat digapai
serta kita bersama mendapat naungan rahmat-Nya.
Ilmu yang tidak dapat tidak, mestilah daripada para pendidik yang tidak kenal arti
lelah, jutaan terima kasih daku ucapkan kepada para murabbi yang pernah
mendidik secara langsung mahupun tidak sejak kecil hinggalah saat ini. Moga
Allah merahmati sepanjang kehidupan kalian wahai pendidik. Tidak dilupakan,
terima kasih sahabat yang dikasihi kerna Allah, sahabat seperjuangan, semua ahli
Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cawangan Jambi
terutamanya angkatan 20, serta teman-teman Indonesia dan di Malaysia yang
tidak putus mendoakan, setia memberikan nasihat, bantuan, kasih sayang di saat
apa pun. Semoga persahabatan kita tetap utuh sehingga ke Syurga. Terima kasih
atas segalanya.
VIII
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan ke hadrat Allah
swt atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam turut dilimpahkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad saw yang sangat dicintai. Alhamdulillah
dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi nikmat kesehatan
dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul
Tuntutan Pengabsahan Anak Di Mahkamah Rendah Syariah Sepang,
Selangor. (Studi Putusan Bil: 10006-006-0753-2017).
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
ilmu syariah dalam bagian hukum. Juga memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Program Sarjana Strata Satu (S1) dalam Jurusan Hukum
Keluarga Islam pada Fakultas Syariah Universitas Islam Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima
hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun
penyusunannya. Situasi dari awal hingga ke akhir menambahkan lagi daya usaha
untuk menyelesaikan skripsi ini agar selari dengan penjadualan. Berkat kesabaran
dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat juga diselesaikan dengan
baik seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung maupun secara
tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
IX
1. Prof. Dr. H. Suaidi Asy’ari, MA.,Ph.D selaku Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.
Ibuk Dr. Rofiqoh Ferawati selaku Wakil Rektor 1. Dr. As'ad Isma selaku Wakil
Rektor 2, dan Bapak Bahrul Ulum selaku wakil Rektor 3.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag,M.H selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi, Indonesia.
3. Bapak Agus Salim, M.A,M.I.R,Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,
Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Perencanaan dan Keuangan dan Bapak Dr H.Ishaq, SH, M.Hum selaku Wakil
Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama di Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia.
4. Ibu Mustiah. RH. S.Ag., M.SY selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga dan
Bapak Irsadunas Noveri selaku Sekretaris Jurusan Hukum Keluarga Fakultas
Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. Fuad Rahman, S.Ag, M.Ag, selaku Pembimbing I dan Ibu Dian
Mustika, SHI, M.A selaku pembimbing II yang telah banyak memberi masukan,
tunjuk ajar dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen, asisten dosen dan seluruh karyawan dan karyawati Fakultas
Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi yang bersangkutan.
X
Menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan, penyusunan data maupun
mengungkapkan argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh itu, diharapkan semua
pihak dapat memberikan kontribusi pemikiran, tanggapan dan masukan demi
kebaikan skripsi ini. Semoga apa yang diberikan dicatat sebagai amal jariah disisi
Allah swt dan mendapat ganjaran yang selayaknya kelak.
Jambi, April 2020
Penulis
NATRAH NUR FATIN BINTI NASSARUDIN
SHK. 1080017
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………....i
PERNYATAAN KEASLIAN ………………………………………………….…ii
PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING…………………………………………...iii
SURAT PERNYATAAN…………………………………………………………iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………………………………….v
MOTTO .................................................................................................................vi
ABSTRAK ............................................................................................................vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................viii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ix
DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................viv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………...5
C. Batasan Masalah……………………………………………….6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………….6
E. Kerangka Teoritis………………………………………………7
F. Kerangka Konseptual…………………………………………11
G. Tinjauan Pustaka……………………………………………...15
BAB II: METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian…..…………………………………………...19
B. Pendekatan Penelitian………………………………………...19
C. Sumber Data…………………………………………………..20
D. Instrumen Pengumpulan Data………………………………...21
E. Teknis Analisis Data…………………………………………..22
ix
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Mahkamah Syariah…………………………………..24
B. Sejarah Mahkamah Rendah Syariah Sepang…………………30
C. Visi dan Misi………………………………………………….33
D. Bidang Kuasa Mahkamah Rendah Syariah Sepang…………..34
BAB IV: TUNTUTAN PENGABSAHAN ANAK DI MAHKAMAH
RENDAH SYARIAH SEPANG, SELANGOR (STUDI
PUTUSAN BIL: 10006-006-0753-2017)
A. Dasar Pertimbangan Hukum Bagi Hakim Dalam Putusan
Perkara Ini……………………………...………………………..38
B. Konsekuensi Pengabsahan Anak Tanpa Persetujuan Mahkamah
Syariah……………………………………………………..…….47
C. Tinjauan Hukum Islam Mengenai Status Anak Di Luar
Pernikahan……………………………………………………….55
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan……………….…………………………………..59
B. Saran……………………………………….…………………60
C. Kata Penutup………………………………………………….61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
x
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Swt Subhanahuwata’ala
Saw Shallahu’alaihiwasallam
R.a Radhiayallahu’anhu
JPN Jabatan Pendaftaran Negara
JPM Jabatan Perdana Menteri
Lahzah Lahzah bermaksud lahzah al-firasy/lahzah ad-dukhul (detik
bersama) dan lahzah al-wiladah (detik kelahiran).
BDRA Akta Pendaftaran Kelahiran dan Kematian 1957 (Birth and Death
Registration Act 1957)
YAB Yang Amat Berhormat
MR Nama Penggugat/Pemohon
NHMR Nama Anak Tergugat
JKSM Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia
DAIJJ Diploma Pentadbiran Undang-Undang dan Kehakiman
EPAIS Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor)
DYMM Duli Yang Maha Mulia
xi
TRANSLITERASI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Malaysia, prosedur pencatatan akta kelahiran anak adalah
dibawah bidang kuasa Jabatan Pendaftaran Negara. Perkara ini diputuskan
dibawah Akta Pendaftaran Kelahiran dan Kematian 1957 (BDRA).
Sebelum 2009, putusan dalam JPN tidak mencantumkan nama ayah pada
akta kelahiran meskipun orang tua mengakui bahwa anak itu adalah
anaknya. JPN akan menghapus nama ayah dan mencatat "tidak dikenal"
sebagai informasi ayah di akta kelahiran anak tersebut.
Namun, perkara tersebut telah dihapuskan dikarenakan mematuhi
seksyen 13A Akta Pendaftaran Kelahiran dan Kematian 1957 (BDRA)
[Akta 229] (Pekeliling JPN, 8/2009). JPN tidak menerima pendaftaran
kelahiran apa pun yang ingin di bin/bintikan ayah kandung dalam hal
dokumen yang tidak lengkap seperti kehilangan akta nikah atau pernikahan
yang melibatkan kelahiran kurang dari enam bulan sejak tanggal
pernikahan. Dalam prakteknya, JPN akan meminta pemohon untuk merujuk
kasus ini ke Mahkamah Syariah dan mendapatkan surat perintah
Pengabsahan Anak.1 Hal ini seperti kasus yang akan dibincangkan dalam
kajian penulis.
1 Zulkifli Hasan, “Kedudukan Anak Tak Sah Taraf Menurut Perspektif Undang-Undang”,
Tesis Universiti Sains Islam Malaysia (2011), hlm. 6
2
Fenomena penetapan keabsahan anak ini masih menjadi persoalan
di kalangan masyarakat baik itu terhadap anak di luar pernikahan, anak
angkat maupun anak yang dilahirkan dalam status pernikahan orang tua
yang bermasalah.
Maka bahasan penulis adalah pada permasalahan anak yang
dilahirkan dalam status pernikahan orang tua yang bermasalah. Ini
sebagaimana terjadi di Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Malaysia.
Kasus Mal bernomor: 10006-006-0753-2017 adalah permohonan
pengabsahan anak oleh Penggugat MR bagi anak yang bernama NHMR Bin
Abdullah pada 1 Maret 2009 yang lalu. Mengikut keterangan P, anak
tersebut lahir selepas 1 bulan 29 hari atau 60 hari pernikahannya bersama
Tergugat SN. P memohon pengabsahan anak tersebut ke mahkamah supaya
anak tersebut dapat dinasabkan kepada P, dengan kata lain dapat dibinkan
kepada nama P sebagai bapa. Mahkamah memutuskan anak bernama
NHMR Bin Abdullah yang lahir daripada pernikahan P dan T pada 1 Maret
2009 adalah anak tidak sah keabsahannya serta tidak bisa dibinkan kepada
Penggugat. Anak tersebut diikat dengan hukum Islam sesuai statusnya dan
mahkamah menolak permohonan tersebut.
Perkara ini bisa terjadi dengan berlakunya banyak asbab, salah
satunya adalah kesulitan dalam proses perkawinan yang menyebabkan sang
pria dan wanita bertindak untuk melakukan hubungan badan tanpa
pernikahan. Hakikatnya pernikahan adalah suatu ibadah dan sunnah
Rasulullah saw yang merupakan pelaksanaan terhadap tuntutan fitrah
3
manusiawi dan disyariatkan dalam Islam melalui akad nikah yang sah untuk
mengembangkan zuriat manusia melalui cara yang halal sebagai
penyambung keturunan untuk kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Ajaran Islam yang diturunkan oleh Allah swt melalui perantaraan Rasul-
Nya Muhammad saw adalah bertujuan untuk mewujudkan keharmonian dan
kemaslahatan umat manusia sekaligus menghindarkannya dari mafsadat.2
Allah berfirman di dalam al-Quran (QS. An-Nisa’ (4) ayat 1):
ها ٱلناس ٱتقوا ربكم ٱلي خلقكم مد يأ ن نفس وحدة وخلق منها زوجها ي
إن ٱلل رحام وٱتقوا ٱلل ٱلي تساءلون بهۦ وٱل وبث منهما رجال كثيرا ونساء
يبا كن عليكم رق
Artinya: “Wahai sekalian manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang
telah menjadikan kamu dari diri yang satu (Adam) dan yang menjadikan
darinya pasangan (istrinya Hawa) dan yang membiakkan darinya zuriat
keturunan lelaki dan perempuan yang ramai.”
Eksistensi pernikahan ini adalah bagi membina keluarga. Keluarga
merupakan satu masyarakat kecil yang menjadi azas pertama pembentukan
dan perkembangan masyarakat dan negara, karena setiap individu keluarga
menjadi pendukung utama organisasi masyarakat dan negara.3
2 Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet. iii (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 125. 3 Jawidah Dakir, “Asas Pembentukan Keluarga Menurut Perspektif Al-Quran dan Al-
Sunnah”, Jurnal Islamiyyat 17, (1996), hlm 3.
4
Maka antara tujuan bekeluarga adalah untuk memperjelas nasab
keturunan. Nasab merupakan kaum keluarga (kerabat) yang hampir. Nasab
menjadi perkara azas dalam menentukan pelbagai hukum. Contohnya
berkenaan harta pusaka, halal atau haramnya seseorang itu untuk dikahwini,
wali, wasiat dan sebagainya.4
Nasab itu dimulai dengan anak yang secara umumnya merupakan
hasil penyatuan benih dengan jalan halal antara kedua-dua suami istri.
Sebaliknya jika hasil tersebut bukan daripada percantuman benih pasangan
yang bukan suami istri, anak tersebut dikenali sebagai anak yang tidak
diakui keabsahannya.5
Ada juga yang menyebut anak yang lahir di luar pernikahan sebagai
anak haram. Penggunaan ‘anak haram’ pada prinsipnya kurang tepat dengan
istilah tersebut, karena disamping istilah itu tidak dikenal dalam hukum
positif di Indonesia, juga terdengar kurang nyaman bagi yang bersangkutan,
kelahirannya semata-mata merupakan kehendak sadar kedua orang tuanya.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk menyalahkan anak tersebut dengan
menyebutnya sebagai anak haram. Semestinya orang tuanya yang bersalah,
terhadap anak tersebut lebih tepatnya dikatakan sebagai anak yang lahir di
luar pernikahan.6
Adapun data bagi kasus bersangkutan yang dibicarakan di
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Selangor Malaysia yang penulis dapati
4 Mustofa Al-Khin et al, Al-Fiqh Al-Manhaji (Batu Caves: Pustaka Salam, 2009) hlm. 915. 5 Siti Zalikhah Md. Nor, Anakku Anakmu (Selangor: Dawama Sdn. Bhd. 2008) hlm. 1. 6 Fathurrahman, Ilmu Waris (Bandung: Mandar Maju, 1994) hlm. 7.
5
dari tahun 2017 hingga 2019 adalah sangat kurang yaitu hanya 2 kasus yang
mana satu pada tahun 2017 yang penulis lakukan kajian ini dan satu pada
tahun 2019. Tahun 2018 tiada rekod yang mencatatkan sebarang
permohonan bagi kasus tuntutan pengabsahan anak. Ini di kernakan
Mahkamah Rendah Syariah memang agak kurang jika dibandingkan dengan
Mahkamah Tinggi Syariah dalam membicarakan kasus pengabsahan anak.7
Perkara tuntutan pengabsahan anak ini, hakim seharusnya lebih aktif
dalam memeriksa dan memutus sesuai fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan. Pertimbangan tersebut harus sesuai hukum dengan syarat-
syarat penasaban anak kepada nama bapa biologisnya. Hal ini menarik
perhatian penulis untuk mengkaji terhadap dasar pertimbangan hukum yang
diputuskan hakim dalam permohonan pengabsahan anak dengan
mengangkat judul penelitian: “Tuntutan Pengabsahan Anak Di
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Selangor. (Studi Putusan Bil:
10006-006-0753-2017).”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang permasalahan di atas,
maka yang menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini,
yaitu:
7 Wawancara bersama Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof, penolong pegawai Syariah
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Selangor, tanggal 21 November 2019.
6
1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam
putusan perkara tuntutan pengabsahan anak nomor 10006-006-0753-
2017?
2. Apakah konsekuensi terhadap pengabsahan anak tanpa persetujuan
Mahkamah Syariah?
3. Apakah pandangan hukum Islam mengenai status anak di luar
pernikahan?
C. Batasan Masalah
Dalam permasalahan ini, penulis membahaskan studi pada putusan
no. 10006-006-0753-2017 tentang tuntutan pengabsahan anak dan
membataskan penelitian di Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Selangor.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Bertitik tolak dari belakang masalah dan pokok permasalahan yang
menjadi pokok pembahasan, maka tujuan dan penelitian yang hendak
dicapai dalam penelitian karya ilmiah ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetahui dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam putusan
perkara tuntutan pengabsahan anak nomor 10006-006-0753-2017.
b. Ingin mengetahui konsekuensi terhadap pengabsahan anak tanpa
persetujuan Mahkamah Syariah.
c. Ingin mengetahui tinjauan hukum Islam mengenai status anak di luar
pernikahan ini.
7
2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas, apabila dapat dicapai dengan baik dan dapat
dirumuskan, maka penulisannya akan digunakan:
a. Sebagai sarana dalam menambah pengetahuan serta memperluas
wawasan dalam mengambil cakna permasalahan-permasalahan yang
sering kali berlaku di dalam masyarakat berkenaan pengabsahan anak,
dikarenakan mungkin sebahagian mereka tidak mengetahui akan akibat
yang akan datang disebabkan ingin menutup aib atau sebagainya jika
mengabsahkan status anak luar nikah.
b. Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, penelitian dan
masyarakat seluruhnya melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah
secara baik.
c. Penelitian ini sebagai melengkapi pensyaratan dalam menyelesaikan
studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas
Syari’ah dalam Jurusan Hukum Keluarga Islam.
E. Kerangka Teoritis
Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau
batasan-batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian
yang akan dilakukan. Menurut kamus Bahasa Indonesia Poerwadarminta,
teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan
mengenai sesuatu peristiwa (kejadian), dan asas-asas, hukum-hukum umum
8
yang menjadi dasar sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan; serta pendapat
cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.8
Dalam rangka melaksanakan suatu penelitian diperlukan adanya
suatu rangka teori. Adapun kerangka teori yang dapat dikemukan dalam
penelitian ini adalah teori Maqasid Al-Syari’ah (Tujuan Hukum Islam).
Antara kelima-lima Maqasid Al-Syari’ah yang digunapakai untuk
kajian ini adalah Hifz An-Nasl yaitu “memelihara keturunan”, seperti
disyari’atkan nikah dan dilarang berzina. Jika kegiatan ini diabaikan, maka
eksistensi keturunan akan terancam. Oleh karena itu, Islam berupaya
memelihara keturunan, Islam mengatur pernikahan dan mengharamkan atau
melarang berbuat zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini,
bagaimana cara–cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang
harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan percampuran
antara lelaki dan perempuan itu tidak dianggap zina dan anak-anak yang
lahir dari hubungan tersebut dianggap sah dan menjadi keturunan sah dari
ayahnya. Malahan tidak hanya melarang itu saja, tetapi juga melarang hal-
hal yang dapat membawa kepada zina.9 Sepertimana firman Allah Taala
(QS. Al-Isra’ (17) ayat 32):
حشة وساء سبيل إنهۥ كن ف ن ول تقربوا ٱلزد
8 Dodiet Aditya Setyawan, Menyusun Tinjauan Pustaka Kerangka Teori dan Kerangka
Konsep Penelitian, (Surakata, 2013), hlm. 4.
9 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 87.
9
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Mengkaji teori Maqasid tidak dapat dipisahkan dari pembahasan
tentang maslahah. Hal ini sebenarnya dari segi subtansi, wujud Al-Maqasid
Al-Syari’ah adalah kemaslahatan. Meskipun pemahaman atas kemaslahatan
yang dimaksud oleh penafsir-penafsir maupun mazhab-mazhab tidaklah
seragam, hal ini menunjukkan betapa maslahat menjadi acuan setiap
pemahaman keagaman dan menempati posisi yang sangat penting.
Asy-Syatibi berpandangan bahwa Allah menurunkan syari’at
(aturan hukum) bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan dan
menghindari kemadharatan (jalbul mashalih wa dar’ul mafasid), baik di
dunia maupun di akhirat. Aturan-aturan dalam syari’ah tidaklah dibuat
untuk syari’ah itu sendiri, melainkan dibuat untuk tujuan kemaslahatan.
Dengan dapat dipahami bahwa serangkaian aturan yang telah digariskan
oleh Allah dalam syari’ah adalah untuk membawa manusia dalam kondisi
yang baik dan menghindarkannya dari segala hal yang membuatnya dalam
kondisi yang buruk baik di dunia maupun di akhirat.10
Selanjutnya menurut Syatibi, maslahat dapat dibagi menjadi tiga
bagian yang berurutan secara hierarkhis, antara lain: dharuriyyat, hajjiyat
dan tahsiniyyat.
10 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut al-Syatibi (Jakarta: Rajawali Press,
1996) hlm. 69.
10
Dharuriyyat merupakan maslahat yang paling utama dan menjadi
landasan dalam menegakkan kesejahteraan manusia baik di dunia maupun
di akhirat. Dharuriyyat mencakup pemeliharaan lima unsur pokok dalam
kehidupan manusia, yaitu: hifz al-din (pemeliharaan agama), hifz an-nafs
(pemeliharaan jiwa), hifz al-nasl (perlindungan keturunan), hifz al-mal
(pemeliharaan harta) dan hifz al-aql (pemeliharaan akal).
Hajjiayat merupakan jenis maslahat yang dimaksudkan untuk
memudahkan kehidupan, menghilangkan kesulitan atau menjadikan
pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok bagi manusia yaitu
Maqasid al-Syari’ah.
Tahsiniyyat adalah sesuatu yang tidak mencapai taraf dua kategori
di atas. Tujuan maslahat ini adalah agar manusia dapat melakukan yang
terbaik untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan
manusia. Tahsiniyyat hanya berfungsi sebagai pelengkap, penerang dan
penghias kehidupan manusia dan tidak dimaksudakan untuk menghilangkan
atau mengurangi kesulitan.11
Pengklasifikasian yang dilakukan asy-Syatibi ini menunjukkan
betapa pentingnya pemeliharaan lima unsur pokok (Maqasid Al-Syari’ah)
dalam kehidupan manusia. Di samping itu, pengklasifikasian tersebut juga
mengacu pada pengembangan dan dinamika pemahaman hukum yang
diciptakan Allah SWT dalam rangka mewujudkan kemaslahatan manusia.
11 Nabila Zatadini, Syamsuri, “Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi Dan
Kontribusinya Dalam Kebijakan Fiskal”, Journal of Islamic Economics Vol. 3 No. 2 (2018) hlm.
116.
11
Ini bersesuaian dengan kajian penulis di mana dalam hal munakahat,
adalah bagi menegakkan serta menunaikan maslahat manusia bagi tujuan
pengembangan keturunan. Sekaligus bagi mengelakkan terjadinya zina
yang berleluasa. Semua hal tersebut merupakan bentuk dari upaya
merealisasikan mashalih khususnya bentuk pemeliharaan terhadap
eksistensi agama dan jiwa
F. Kerangka Konseptual
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “nikah”
sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri
(dengan resmi). Sedangkan menurut Al-Hadist menggunakan kata majazi
yang diartikan dengan “hubungan seks”. Secara bahasa pada mulanya kata
“nikah” digunakan dalam arti “berhimpun”. Al-Quran juga
menggunakan kata zawwaja dan kata zauwj yang berarti
“pasangan” untuk makna di atas. Ini karena pernikahan
menjadikan seseorang memiliki pasangan. Tidak hanya itu, Al-
Quran juga menggunakan dua kata ini untuk menggambarkan
terjalinnya hubungan suami istri secara sah. (QS Al-Ahzab (33) ayat 50).
Menurut KBBI lagi, anak ialah keturunan yang kedua; manusia yang
masih kecil; pohon kecil yang tumbuh pada umbi atau rumpun tumbuh-
tumbuhan yang besar.12
12 KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/anak diakses pada 20
September 2019.
12
Adapun anak mengikut Kamus Dewan Edisi Keempat Malaysia
ialah manusia atau binatang yang masih dalam kandungan atau yang baru
lahir.13
Definisi nasab menurut bahasa berasal daripada kalimah ينسب –نسب ,
jika disebut ينسبه (yansibuhu) adalah menisbahkan seseorang kepada
bapanya. Nasab juga pada bahasa dengan makna qarabah. Dijamakkan
dengan kalimah أنسب.
Manakala nasab menurut Kamus Dewan Edisi Keempat adalah
‘pertalian keluarga, keturunan (terutama daripada sebelah bapa).
Contohnya, nasab bapa pertalian keluarga di sebelah bapa; nasab ibu
pertalian keluarga di sebelah ibu; penasaban hal yang berkaitan dengan
nasab: ini terkait dengan nasab, pewalian, pewarisan, dan pergaulan dalam
keluarga.
Imam Raghib al-Asfahani (w.502H) mendefinisikan nasab dan
nisbah sebagai persekutuan pada salah seorang ibu atau bapa, sama ada
hubungan menegak seperti nasab antara bapa dan anak-anak; atau hubungan
melintang seperti nasab antara saudara-mara dan bapa-bapa saudara.14
Manakala anak tidak diakui keabsahannya pula ialah anak yang
tidak bisa dinasabkan kepada lelaki yang menyebabkan kelahirannya atau
kepada sesiapa yang mengaku menjadi bapa kepada anak tersebut. Oleh itu
13 Kamus Dewan Edisi Keempat (Kuala Lumpur, Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka,
2010) hlm. 1480. 14 Al-Asfahani Al-Ragib, Mu’jam Mufrodat al-Fadhil al-Qur’an (Lebanon: Dar Al-Kutub
Al-ilmiyah, 2008) hlm. 85.
13
mereka tidak boleh pusaka mempusakai, tidak menjadi mahram dan tidak
boleh menjadi wali.15
Keabsahan anak menurut legal yang ditetapkan oleh syarak
mengikut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor)
2003 bahagian VIII – pelbagai dalam hal kesahtarafan anak seksyen 111
bagi siapakah yang dikaitkan sebagai bapa menyebut ‘jika seseorang
perempuan yang berkahwin dengan seseorang lelaki melahirkan seorang
anak lebih daripada enam bulan qamariah dari tarikh perkahwinannya itu
atau dalam masa empat tahun qamariah selepas perkahwinannya itu
dibubarkan sama ada oleh sebab kematian lelaki itu atau oleh sebab
perceraian, dan perempuan itu pula tidak berkahwin semula, maka lelaki itu
hendaklah disifatkan sebagai bapa anak itu, tetapi lelaki itu boleh, dengan
cara li’an atau kutukan, menafikan anak itu sebagai anaknya di hadapan
Mahkamah.’
Sebenarnya syara’ telah menegah mana-mana bapa mengingkari
nasab anak. Begitu juga mengharamkan wanita menisbahkan anak kepada
bukan bapanya yang hakiki. Ini berasaskan hadith daripada Abi Hurairah
r.a, sabda Rasulullah saw yang berarti: “Mana-mana perempuan yang
memasukkan kepada satu kaum sedangkan ia bukan daripada
mereka16, maka tiadalah daripada Allah sesuatu pun. Dan Allah pasti tidak
memasukkannya (perempuan tersebut) ke syurga. Mana-mana lelaki yang
15 Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, “Garis Panduan Penamaan dan Kedudukan Anak
Tak Sah Taraf dari Segi Syarak”. Proposal Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majelis Kebangsaan
Islam kali ke-44 (1998), hlm. 1.
16 Berkata guru kami, Syeikh Wahbah al-Zuhaili, iaitu perempuan telah melakukan zina.
14
mengingkari anaknya sedangkan dia mengetahui hakikatnya, maka Allah
akan menghijabkannya daripada-Nya dan menghinanya di khalayak mereka
yang terdahulu hingga akhirnya.” Riwayat Abu Daud (2263), al-Nasaie,
(3481) dan Ibn Hibban (4108).
Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majelis Kebangsaan bagi Hal
Ehwal Ugama Islam Malaysia Kali Ke-57 (Muzakarah Fatwa Kebangsaan)
yang bersidang pada 10 Juni 2003 telah membincangkan isu Anak Tak Sah
Taraf. Muzakarah telah memutuskan seperti berikut:
a. Anak Tidak Sah Kedudukannya ialah: Anak yang dilahirkan di luar
nikah sama ada akibat zina atau rogol dan dia bukan daripada
persetubuhan syubhah atau bukan daripada anak perhambaan.
b. Anak dilahirkan kurang dari 6 bulan 2 lahzah17 (saat) mengikut
Takwim Qamariah daripada tarikh tamkin (setubuh).18
Mengikut pendekatan lain juga anak tidak sah keabsahannya boleh
dikenal juga dengan nama anak zina, anak li’an, anak laqit iaitu anak yang
terbuang atau dipungut atau terdampar, anak mangsa rogol, anak daripada
sumbang mahram dan anak yang tiada dokumen sehingga didaftarkan di
Jabatan Pendaftaran di Malaysia.19
17 Lahzoh bermaksud lahzah al-firasy/lahzah ad-dukhul (detik bersama) dan lahzah al-
wiladah (detik kelahiran). 18 Zulkifli Al Bakri, Isu Penamaan Bin Binti Abdullah Kepada Anak Tidak Sah Taraf Oleh
Mahkamah Rayuan, http://www.muftiwp.gov.my/index.php/ms-my, diakses 30 Disember 2019. 19 Sa’adan Bin Man. “Seminar Penentuan Nasab Menurut Perundangan”. Proposal
seminar Nasab, Kolej Islam As Sofa, Ampang, (2017), hlm. 2.
15
Semua di atas ini merujuk pada anak tidak sah statusnya dalam
konsep beragama Islam. Manakala anak tidak sah tarafnya yang bukan
beragama Islam mempunyai kedudukan yang berbeza. Terdapat Akta
Kesahtarafan yang boleh mengabsahkankan seseorang anak yang tidak sah
tarafnya bagi yang bukan Islam. Maka dengan ini tidak sesuailah takrifan
yang dinyatakan sebelum ini untuk non-muslim yang tidak sah taraf.
Manakala kanak-kanak yang tiada dokumen ibu bapa yang cukup
juga dikategorikan sebagai “anak tak sah keabsahannya” sehinggalah
pernikahan ibu ayahnya berjaya didaftarkan di Mahkamah Syariah. Maka
hal-hal yang telah dinyatakan sebentar tadi itulah yang menyebabkan
kepada permasalahan keabsahan identitas anak untuk dibin/bintikan kepada
orang tuanya sehingga perlu disimak semula oleh pengadilan bagi
mendapatkan pencatatan akta kelahiran yang legalitas.
G. Tinjauan Pustaka
Dalam kajian pembuatan skripsi ini, penulis menemukan beberapa
judul-judul skripsi, buku dan jurnal yang bersangkutan dengan studi
analisis keabsahan anak, antaranya:
Menurut kajian yang pernah dibuat oleh Mohd Azhar Abdullah dan
Muhammad Lukman bin Ibrahim dalam Jurnal Kolej Islam Antarabangsa
Sultan Ismail Petra yang bertajuk Kedudukan Anak Tak Sah Taraf dalam
Sejarah Awal Islam, menyatakan bahawa isu kedudukan anak tak sah taraf
bukanlah isu baru dalam perundangan Islam. Hal ini kerana Islam
diwahyukan kepada Rasulullah saw dalam kebejatan jahiliyyah yang
16
mengandungi hikmat-hikmat yang khusus. Oleh hal yang demikian, anak
yang lahir daripada perzinaan, anak angkat dan anak pungut adalah salah
satu kasus daripada keseluruhan kasus jahiliah yang ditangani secara
berperingkat dan komprehensif sehingga kejahiliah itu berjaya dinyahkan
dan disucikan. Umar r.a menegaskan Islam tidak difahami bagi sesiapa
yang tidak mengenali jahiliah. Mereka berdua juga menjelaskan yang
umumnya kes-kes anak tidak sah taraf ini dibincangkan dalam bab nasab,
kesalahan zina, anak angkat dan li'an. Maka judul ini diangkat karena ada
sedikit keterkaitan berkenaan keabsahan anak yang mana perkara tersebut
bukan masalah baru tetapi sudah ada sejak zaman dahulu lagi. 20
Tambahan pula, menurut Dato’ Haji Abdul Majid bin Omar dalam
kertas kerja yang bertajuk Kedudukan Anak Tak Sah Taraf dari Aspek
Pandangan Syarak, Nasab dan Pewarisan serta Kekeluargaan Islam,
melaporkan bahawa sejak tahun 2008 hingga 2012, terdapat lebih 167 073
bayi yang direkodkan kelahirannya tanpa bapa telah didaftarkan di negara
Malaysia. Jelas di sini keterkaitan kertas kerja tersebut mengenai kejelasan
kesahtarafan seorang anak yang mana penulis kertas kerja tersebut lebih
memfokuskan kepada anak tidak sah kedudukannya. Hakikat sebenarnya
sama-sama membahas tentang status bagi seorang anak yang kurang jelas
kedudukannya di dalam sebuah perkahwinan sepasang suami istri. 21
20 Mohd Azhar Abdullah, Muhammad Lukman bin Ibrahim, Kedudukan Anak Tak Sah
Taraf dalam Sejarah Awal Islam, Jurnal Kolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra, hlm. 103. 21 Abdul Majid bin Omar. “Kedudukan Anak Tak Sah Taraf: Dari Aspek Pandangan
Syarak, Nasab Dan Pewarisan Serta Kekeluargaan Islam”. Proposal kempen ‘Sah Nikah, Sah
Nasab’, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, (2013), hlm. 1-2.
17
Lanjut, menurut artikel yang berjudul “Status Nasab Anak Dari
Berbagai Latar Belakang Kelahiran (Ditinjau Menurut Hukum Islam)”
ditulis oleh Yuni Harlina, Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyah, Fakultas
Syariah dan Hukum, judul ini diangkat karena ada sedikit keterkaitan
tentang status keabsahan anak. Selain itu, perbedaan penulisan Yuni
Harlina ialah review skripsi ini. Penulis sama-sama membahaskan tentang
kebenaran status anak yang dicari menurut kelahiran anak yang
dilatarbelakangi berbagai macam kedudukan kedua orang tuanya. Dapat
dilihat daripada penulisan ini bahwa banyak bentuk stigma yang di peroleh
anak di luar nikah antara lain anak haram, anak zina atau anak dari hasil
hubungan gelap. Oleh karena itu anak di luar nikah biasanya menjadikan
dirinya sebagai individu yang tertutup, merubah pola hidupnya menjadi
tidak seperti dirinya sendiri terkadang anak suka minder, takut akan
sekelilingnya tidak ada penerimaan. 22
Maka antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
terdapat perbedaan dan persamaan. Antara perbedaan yang terdapat dalam
penelitian terdahulu lebih kepada membahas kedudukan anak yang tidak
diakui keabsahannya. Manakala persamaan antara peneliti dengan
penelitian terdahulu adalah sama-sama mengkaji konsep pengabsahan anak.
Dari semua hasil-hasil penelitian terdahulu peneliti tertarik untuk
membahas tentang Tuntutan Pengabsahan Anak Di Mahkamah Rendah
22 Yuni Harlina, Status Nasab Anak Dari Berbagai Latar Belakang Kelahiran (Ditinjau
Menurut Hukum Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif
Kasim Riau, hlm. 74-75.
18
Syariah Sepang, Selangor. (Studi Putusan Bil: 10006-006-0753-2017).
Penulis akan mengkaji mengenai dasar pertimbang hukum oleh Hakim,
konsekuensi pengabsahan tanpa persetujuan Mahkamah Syariah dan
tinjauan hukum Islam mengenai status anak luar pernikahan. Ini karena
nasab adalah perkara penting yang harus dipelihara demi menjaga
kesejahteraan anak yang dilahirkan dari sudut agama mahupun sosial.
Tinjauan pustaka di atas penulis gunakan sebagai bahan rujukan yang mana
mempunyai sedikit persamaan dan penulis juga akan meneliti masalah yang
berbeda dari kajian terdahulu dengan penelitian yang dikaji lebih
mengfokuskan tentang “Tuntutan Pengabsahan Anak Di Mahkamah
Rendah Syariah Sepang, Selangor. (Studi Putusan Bil: 10006-006-0753-
2017).”
19
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan sebuah identitas yang tidak terpisahkan
dalam sebuah penelitian. Ini karena, metode penelitian merupakan sebuah sistem
kerja yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian. Bedasarkan hal ini,
seorang peneliti harus menentukan dan memilih metode yang tepat agar tujuan
penelitian tercapai secara maksimal.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan menggunakan metode eksplanatoris. Yang dimaksud
dengan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan
penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat ilmiah karena
orientasinya demikian.23
Penelitian eksplanatoris merupakan menerangkan, memperkuat atau
menguji dan bahkan menolak suatu teori atau hipotesa serta terhadap hasil
penelitian yang ada.24
B. Pendekatan Penelitian
Permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan dijawab atau
dipecahkan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis (hukum dilihat sebagai norma atau das sollen), karena
23 Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986) hlm. 159.
24 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis Serta Disertasi
(Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 20.
20
dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan
hukum (baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis atau
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder). Pendekatan
empiris (hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau das sein), karena
dalam penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari lapangan
yaitu di Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Selangor.
Pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini maksudnya adalah
bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara
memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) yaitu
Enakmen Undang-undang Keluarga Islam dan banyak lagi dengan data
primer yang diperoleh di lapangan yaitu tentang dasar hukum yang
digunapakai oleh Hakim.
C. Sumber Data
a) Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh dari
Mahkamah yang erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini
selain rujukan utama adalah al-Quran serta hadith dan informasi
yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen-dokumen
berkaitan tajuk skripsi di Mahkamah Rendah Syariah Sepang
Selangor.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh
penelitian secara tidak langsung seperti majalah, jurnal, buku,
21
artikel, internet dan melalui media perantara (diperoleh dan dicatat
oleh pihak lain) yang berkaitan dengan keabsahan anak.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Untuk memudahkan dan menghimpunkan data-data dan fakta di
lapangan, maka penulis akan menggunakan beberapa teknik, antara lain:
a) Wawancara
Wawancara adalah salah satu cara dalam pengumpulan data
yang diperolehi secara lisan bagi mencapai sesuatu tujuan.
Informasi yang diberikan bisa berkembang dengan sendirinya.
Teknis yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah
dengan mewawancarakan pihak yang terkait seperti hakim
Mahkamah Rendah Syariah Sepang yaitu Tuan Nazri serta
pegawai-pegawai mahkamah yang lain dan masyarakat sekeliling.
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah pelengkap daripada teknis
pengumpulan data wawancara. Dokumentasi yang diartikan adalah
dengan mengambil sumber data dari Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam (Negeri Selangor) 2003 serta naskah yang
berkenaan dengan hal kesahtarafan anak seperti buku-buku ilmiah
yang berkaitan dan sumber informasi daripada internet.
Dokumentasi juga kebiasaannya berbentuk tulisan, gambar atau
karya seseorang.
22
E. Teknis Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis koleksi data, reduksi, display data, konklusi atau verifikasi.
Teknik ini digunakan bagi menjelaskan cara menganalisis kasus
kesahtarafan anak.
a) Koleksi Data
Koleksi data pada tahap ini, penulis mengumpulkan data-
data secara kasar tentang kasus pengesahtarafan anak tersebut.
b) Reduksi (data reduction)
Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudahkan
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan
peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan
kode pada aspek-aspek tertentu.25
c) Penyajian Data (data display)
Penyajian data ialah langkah setelah mereduksi data.
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&d, (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 247.
23
Miles dan Huberman (1984) menyatakan “yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif”. Dengan mendisplaykan data,
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
difahami tersebut.
d) Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing and
verification)
Verifikasi dan kesimpulan ialah langkah ketiga menurut
Miles dan Huberman dalam analisis data kuantitatif. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yamg
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.26
26 Ibid, hlm. 252.
24
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Mahkamah Syariah
Kerajaan Persekutuan Malaysia melalui Jabatan Perdana Menteri
(JPM) telah menubuhkan sebuah jabatan yang menguruskan hal ehwal
perundangan dan kehakiman syariah di negara ini beribu pejabat di
Putrajaya yang dikenali sebagai Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia
(JKSM). Ditubuhkan pada tahun 1998 dan bertanggungjawab menyelaras
segala aspek-aspek perundangan dan pentadbiran berkaitan Mahkamah
Syariah di seluruh Negara.27
Oleh kerana hal ehwal agama Islam dan undang-undang Islam
diletakkan di bawah bidangkuasa negeri maka terdapat dua jenis
penerimaan setiap negeri terhadap struktur kerja. Terdapat negeri-negeri
guna sama iaitu negeri-negeri yang bernaung secara langsung di bawah
JKSM dan dari sudut perlantikan kakitangan ianya adalah melalui JKSM
dan juga melalui negeri-negeri. Negeri-negeri yang bernaung di bawah skim
guna sama seperti ialah Selangor, Perlis, Sabah, Negeri Sembilan, Melaka,
Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Wilayah Persekutuan Labuan dan
Wilayah Persekutuan Putrajaya. Selain dari negeri-negeri tersebut terdapat
negeri yang masih belum menganggotai skim guna sama ini yang mana
27 Wawancara dengan Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof, penolong pegawai syariah
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, tanggal 21 November 2019.
25
perlantikan hampir kesemua jawatan adalah melalui Setiausaha Kerajaan
Negeri tersebut. Namun begitu setiap negeri tersebut ditubuhkan Jabatan
Kehakiman Syariah Negeri seperti Jabatan Kehakiman Syariah Negeri
Johor dan Jabatan Kehakiman Negeri Perak.28
Visi JKSM ialah memartabatkan institusi Kehakiman Syariah dalam
sistem kehakiman dan perundangan negara meningkatkan institusi
kehakiman syariah dalam sistem kehakiman dan perundangan negara
manakala misi JKSM adalah untuk meningkatkan kecekapan dan
keseragaman dalam sistem pentadbiran kehakiman syariah seluruh
Malaysia. Manakala JKSM telah menggariskan 12 obyektif utamanya yaitu:
a) Mengendalikan kasus-kasus Mahkamah Rayuan Syariah di
Malaysia.
b) Menggubal dasar dan strategis untuk mempertingkatkan prestasi
Mahkamah Syariah negeri-negeri.
c) Menyelaraskan prosedur kehakiman untuk diterima pakai di negeri-
negeri.
d) Mengawal dan menilai program dan aktivitas-aktivitas Mahkamah
Syariah negeri-negeri yang menerima pakai skim Perkhidmatan
Gunasama Pegawai Syariah Persekutuan.
28 Mahmud Saedon bin Awang Othman, Institusi Pentadbiran Undang-undang &
Kehakiman Islam (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2003) hlm. 27.
26
e) Membina dan menyelaraskan kaedah-kaedah dan Arahan Amalan
serta peraturan kepada semua pegawai syariah di JKSM, negeri-
negeri dan lain-lain agensi berkaitan.
f) Membangun, menyelaras dan mentadbir penggunaan sistem
maklumat elektronik di JKSM, negeri-negeri dan agensi berkaitan.
g) Menguruskan pembangunan dan keperluan modal insan di JKSM,
negeri-negeri dan agensi berkaitan.
h) Membangunkan Pusat Sumber Maklumat dan penerbitan berkaitan
sistem perundangan dan kehakiman Syariah bagi menyediakan
bahan-bahan rujukan ilmiah kepada pegawai syariah di seluruh
Malaysia dan orang awam.
i) Melaksanakan penyelidikan berkaitan sistem perundangan dan
kehakiman Syariah sesuai dengan perkembangan semasa.
j) Mengawal selia perintah nafkah yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Syariah melalui tindakan penguatkuasaan dan pelaksanaan perintah.
k) Menyalurkan pendahuluan nafkah kepada pelanggan yang layak
sementara tindakan penguatkuasaan dan pelaksanaan perintah
diselesaikan di Mahkamah Syariah.
l) Menyediakan perkhidmatan BSK Transit kepada pelanggan
Mahkamah Syariah di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur dan
Putrajaya.
27
Disebabkan penyusunan Mahkamah Syariah hanya bermula pada
awal 1990an, Mahkamah Syariah telah terkebelakang dari pelbagai aspeks
berbanding Mahkamah Sivil seperti insfratruktur, bilangan kakitangan, gaji
pegawai dan sebagainya. Namun sejak tertubuhnya JKSM pada tahun 1998,
JKSM telah giat mencari dan mencadangkan pelbagai langkah bagi
memartabatkan Mahkamah Syariah setanding Mahkamah Sivil. Bermula
dari syarat pengambilan pegawai untuk skim Pegawai Syariah LS41, JKSM
telah mewajibkan semua calon yang memohon jawatan tersebut untuk
memiliki Pentadbiran Undang-undang dan Kehakiman (DAIJJ) yang
ditawarkan dari universitas yang diiktiraf dan selain itu juga semua calon
wajib memiliki Ijazah Sarjana Muda Undang-undang atau Ijazah Sarjana
Muda Syariah. Syarat ini adalah untuk memastikan pegawai-pegawai yang
berkhidmat di bawah JKSM adalah dikalangan mereka yang
berpengetahuan dalam konteks undang-undang Islam di Malaysia. Dari
aspek imbuhan gaji, Pegawai Syariah gred LS 41 dan keatas juga telah
menerima gaji yang setara dengan Pegawai Undang-Undang gred LS 41 dan
keatas. Ini karena sebelum itu terdapat perbezaan gaji permulaan agak
ketara yang diterima bagi kedua-dua jawatan tersebut. JKSM juga sentiasa
berusaha kearah memperkasakan sumber manusia dengan meningkatkan
pengambilan kakitangan, mewujudkan jawatan baharu dan menaiktaraf
jawatan ke gred yang lebih tinggi sebagaimana yang dinikmati oleh
kakitangan yang berkhidmat Mahkamah Sivil. Hasilnya, jawatan Pegawai
Sulh diperkenalkan di setiap Mahkamah Syariah negeri pada tahun 2002 dan
28
pada tahun 2009 telah diwujudkan Bahagian Sokongan Keluarga (BSK) di
setiap negeri. Selain itu beberapa jawatan telah diberi penambah baikan dari
segi gred jawatan seperti jawatan hakim-hakim dan Ketua Hakim Syarie
setiap negeri.29
Bagi memantapkan aspek pengurusan perundangan supaya
setanding dengan Mahkamah Sivil, JKSM telah melaksanakan pelbagai
alternatif bagi mencapai hasrat tersebut. Diantaranya bermula tahun 2005,
JKSM telah membangunkan Sistem Elektronik Mahkamah Syariah atau
dikenali sebagai E-Syariah. Ianya telah dilancarkan pada 7 Februari 2003
oleh YAB Perdana Menteri ketika itu dengan kos Ringgit Malaysia 12.4
juta. Portal E-Syariah ini menyediakan kemudahan melalui jaringan internet
untuk menyebarkan maklumat perkhidmatan, menyediakan maklumat
secara online mengenai undang-undang, menfailkan kes dan borang-borang
disamping menghubungkan ke laman sesawang mahkamah-mahkamah
syariah dan agensi dalam dan luar negara. Kini seluruh Mahkamah Syariah
di setiap negeri telah menggunapakai Sistem E-Syariah versi 2 mulai
dilaksanakan pada tahun 2011. Kini, pengurusan kasus seperti statistik,
catatan perbicaraan hakim, pendaftaran kasus, notis perbicaraan dan
sebagainya adalah melalui sistem tersebut. Dengan adanya sistem ini, proses
pengurusan di Mahkamah Syariah adalah lebih efektif dan membantu
menjimatkan masa serta kos banyak pihak.
29 Ramizah Wan Muhammad, “Sejarah Pentadbiran Kehakiman Islam di Malaysia: Satu
Sorotan, Jurnal Undang-undang Malaysia”, 21 Kanun (1), (2009) hlm. 54.
29
Mahkamah Syariah kini mempunyai tiga peringkat mahkamah sahaja iaitu
Mahkamah Rendah Syariah, Mahkamah Tinggi Syariah dan Mahkamah
Rayuan Syariah. JKSM mempergiatkan usaha untuk mendapatkan
persetujuan dari Ketua Agama setiap negeri bagi menambah peringkat
mahkamah di Mahkamah Syariah iaitu Mahkamah Rendah Syariah,
Mahkamah Tengah Syariah, Mahkamah Tinggi Syariah, Mahkamah
Rayuan Syariah dan Majlis Rayuan Syariah. Satu sejarah penting bakal
tercipta bagi Mahkamah Syariah di negara ini apabila kedudukannya akan
berada sama taraf dengan Mahkamah Sivil dari segi perjawatan, emolument
dan lain-lain yang berkaitan.
Untuk mencapai tujuan di atas, 2 Akta di peringkat Persekutuan
telah dicadangkan iaitu Akta Suruhanjaya Perlantikan Hakim-Hakim
Mahkamah Tinggi, Mahkamah Rayuan Syariah Negeri dan Majlis Rayuan
Syariah dan Akta Saraan Hakim-Hakim Mahkamah Tinggi Syariah,
Mahkamah Rayuan Syariah dan Majlis Rayuan Syariah. Kedua-dua Akta
yang akan dicadangkan ini memperuntukkan penubuhan Suruhanjaya
Pelantikan dan Penetapan Saraan (gaji, elaun, pensiun dan faedah-faedah
lain) Hakim-Hakim Mahkamah Tinggi Syariah, Mahkamah Rayuan Syariah
Negeri dan Majlis Rayuan Syariah. Kewujudan Suruhanjaya ini akan
menjadikan taraf Hakim-Hakim di Mahkamah Syariah bermula Hakim
30
Mahkamah Tinggi Syariah sehingga ke atas akan setaraf dengan Hakim-
Hakim di Mahkamah Tinggi Sivil.30
B. Sejarah Mahkamah Rendah Syariah Sepang
Agama Islam di negeri Selangor telah ada diawal kurun 15 melalui
Melaka karena Selangor pada masa itu berada di bawah jajah takluk Melaka.
Pada zaman pemerintahan Melaka tersebut, telah wujud jawatan kadi untuk
menguruskan hal ehwal agama Islam di negeri tersebut. Sejarah penubuhan
mahkamah syariah di negeri Selangor Darul Ehsan pula telah wujud dalam
kurun ke-17.
Undang-undang Mencegah Berzina Tahun 1894 (Preventation of
Adultry Regulation 1894) adalah undang-undang pertama yang dikanunkan
di negeri Selangor. Diluluskan oleh Majlis Mesyuarat Negeri Selangor pada
26hb September 1894 dan undang-undang ini hanya berkuatkuasa untuk
yang beragama Islam sahaja. Mengikut undang-undang ini, seorang lelaki
yang melakukan perhubungan jenis dengan seorang perempuan yang telah
bersuami adalah bersalah dan boleh dihukum 2 tahun penjara bagi lelaki dan
1 tahun penjara bagi perempuan dan mungkin kedua-duanya didenda.
Pada tahun 1900 pula, Majlis Mesyuarat Negeri telah meluluskan
Undang-undang Pendaftaran Nikah Kahwin dan Cerai Orang-Orang Islam
1900 (Muhammadan Marriage and Divorce Registration Enactment 1900)
30 Zulkifli Mohamed, “Perkembangan Mahkamah Syariah Di Malaysia”. Artikel
Mahkamah Syariah 52, (2003) hlm. 34.
31
yaitu undang-undang berhubung dengan nikah dan cerai orang-orang Islam
di negeri Selangor.
Undang-undang ini memperuntukkan suami atau wali hendaklah
melaporkan perkahwinan kepada kadi atau naib kadi daerah dalam masa 7
(tujuh) hari selepas akad nikah dan kadi atau naibnya hendaklah
mendaftarkannya dan mengeluarkannya sijil perkahwinan. Begitu juga
dengan percerian, hendaklah dilaporkan kepada kadi dalam masa 7 tujuh
selepas bercerai dan sijil cerai akan dikeluarkan kepada mereka yang
berkenaan. Sekiranya ini tidak dipatuhi, tindakan boleh diambil dengan
hukum denda tidak melebihi daripada RM 25.00. Dengan adanya undang-
undang tersebut dan untuk membicarakan hal nikah dan cerai, maka
diadakan mahkamah kadi.31
Pada tahun 1900 juga, jawatan kadi mula diperluaskan ke daerah-
daerah dalam negeri Selangor dan pada tahun 1922 tiap-tiap daerah ada
kadinya masing-masing iaitu daerah Klang, Kuala Lumpur, Kuala Langat,
Ulu Langat, Kuala Selangor, Sabak Bernam, Kuala Kubu dan Rawang.
Pada tahun 1948 Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) telah
ditubuhkan, dengan itu usaha menggubal undang-undang telah dilakukan
dan menghasilkan Undang-undang Pentadbiran Agama Islam Selangor No.
3 tahun 1952 dengan nama Enakmen Undang-undang Pentadbiran Agama
Islam Selangor No. 3 tahun 1952 dan mula dikuatkuasakan pada 5 Disember
31 Wawancara dengan Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof, penolong pegawai syariah
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, tanggal 21 November 2019.
32
1952. Dengan adanya undang-undang ini maka termansuhlah undang-
undang terdahulu daripadanya. Sehingga ke hari ini undang-undang ini telah
mengalami pindaan sebanyak 7 kali iaitu pada tahun 1969, 1960, 1961,
1962, 1966, 1972 dan pada 1979. Pindaan ini dibuat berkaitan dengan
urusan mengemaskinikan pentadbiran hal ehwal Islam di negeri Selangor.
Pada tahun 1984 Undang-undang Keluarga Islam Selangor No. 4
tahun 1984 telah diluluskan dan dikuatkuasakan pada 23 Januari,1989 di
seluruh negeri Selangor. Perlaksanaan Undang-undang ini telah
memansuhkan bahagian ke 6 dan 7 seksyen 155, 156, 158, 160 dan 178
perenggan (n) Undang-undang Pentadbiran Agama Islam Selangor No. 3
tahun 1952.
Pada tahun 1989 Enakmen Perundangan Islam Selangor No. 2 tahun
1989 telah diluluskan. Berdasarkan enakmen ini, Mahkamah Syariah
Selangor ditubuhkan secara rasmi dan berasingan dari Jabatan Agama Islam
Selangor (JAIS). Pada tahun 1991, Enakmen Kanun Prosedur Jenayah
Syariah Selangor No. 6 tahun 1991 dan Enakmen Kanun Prosedur Mal
Syariah Selangor No. 7 tahun 1991 telah diluluskan dan mula
dikuatkuasakan pada 1hb September 1991. Mulai tarikh itu Mahkamah
Syariah Selangor telah diasingkan secara rasminya dari JAIS.
Pada tahun 2003 nama Mahkamah Syariah Selangor telah ditukar
kepada Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Selangor (JAKESS) selaras
dengan perkembangan dan peningkatan kualiti perkhidmatan kepada
pelanggan.Penubuhan Mahkamah Syariah di Negeri Selangor adalah di
33
bawah peruntukan Seksyen 55(1), 55(2), 55(3) dan 55(4) dalam Enakmen
Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) 2003.32
C. Visi & Misi
Misi Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Selangor adalah:
“Melaksanakan pengadilan, pengurusan Mahkamah dan perkhidmatan
sokongan secara profesional, berkesan dan sistematik berasaskan
peruntukan Undang-Undang Islam yang seragam di Selangor untuk
mencapai keredhaan Allah”. Visi Jabatan Kehakiman Syariah Selangor
adalah: “Menjadi Institusi Kehakiman Syariah Yang Berwibawa.”
Adapun Obyektif Jabatan Kehakiman Syariah Selangor adalah:
a) Menerima dan menyelesaikan kes-kes yang dibawa ke Mahkamah
Syariah dengan adil dan saksama mengikut peruntukan undang-
undang.
b) Menguatkuasa dan melaksanakan sistem kehakiman Islam yang
teratur dan berkesan.
c) Mengurus kes-kes rayuan syariah secara teratur dan berkesan.
d) Mengurus permohonan pembahagian harta pusaka.
e) Membangunkan sumber manusia yang terlatih dan mencukupi.
f) Memberi perkhidmatan runding cara, pertemuan dan perdamaian.
32 Jabatan Kehakiman Syariah Selangor, https://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-
jabatan/maklumat-korporat/latar-belakang, akses 15 November 2019.
34
Manakala Misi dan Visi Mahkamah Rendah Syariah Sepang adalah:
a) Visi
Menjadi Institusi Kehakiman Syariah yang Terunggul di Malaysia
pada tahun 2020 yang berteraskan kepada keadilan Islam.
b) Misi
Melaksanakan pengadilan dan pengurusan Mahkamah Syariah
secara berkesan dan sistematik berasaskan peruntukan Undang-
Undang.
D. Bidang Kuasa Mahkamah Rendah Syariah
Mahkamah Rendah Syariah Negeri Selangor ditubuhkan
berdasarkan peruntukan di bawah Seksyen 55(1) Enakmen Pentadbiran
Agama Islam (Negeri Selangor) 2003. Akta tersebut memperuntukan
bahawa Duli Yang Maha Mulia Sultan, di atas nasihat majlis melalui
pemberitahuan dalam Warta menubuhkan Mahkamah Rendah Syariah bagi
Negeri Selangor di tempat-tempat yang difikirkannya patut.
Bidang kuasa Mahkamah Rendah Syariah pula diperuntukan di
bawah Seksyen 62(1) iaitu sesuatu Mahkamah Rendah Syariah hendaklah
mempunyai bidang kuasa di seluruh Negeri Selangor dan hendaklah
diketuai oleh seorang Hakim Mahkamah Rendah.
Selain itu dalam Seksyen 62(2) dalam akta yang sama menjelaskan
bidang kuasa Mahkamah Rendah Syariah yaitu:
35
a) Dalam bidang kuasa jenayahnya membicarakan apa-apa kesalahan
yang dilakukan oleh seorang orang Islam di bawah Enakmen
Jenayah Syariah (Selangor) 1995 atau mana-mana undang-undang
bertulis lain yang menetapkan kesalahan-kesalahan terhadap rukun-
rukun agama Islam yang baginya hukuman maksimum yang
diperuntukan oleh Enakmen atau mana-mana undang-undang
bertulis itu tidak melebihi tiga ribu ringgit, atau pemenjaraan selama
tempoh dua tahun atau kedua-duanya, dan boleh mengenakan mana-
mana hukuman yang diperuntukan bagi kesalahan itu; dan
b) Dalam bidang kuasa malnya, mendengar dan memutuskan semua
tindakan dan prosiding yang Mahkamah Tinggi Syariah diberi kuasa
untuk mendengar dan memutuskannya. Jika amaun atau nilai hal
perkara yang dipertikaikan itu tidak melebihi RM 300,000.00 atau
tidak dapat dianggarkan dengan wang (tidak termasuk tuntutan
hadhanah atau harta sepencarian).
36
Gambar 1
Carta Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Sepang
Gambar 2
Plan Lokasi Mahkamah Syariah Sepang
Sumber dari: Laman Web Jabatan Kehakiman Syariah Selangor
Gambar 3
37
Bangunan Mahkamah Rendah Syariah Sepang
38
BAB IV
TUNTUTAN PENGABSAHAN ANAK DI MAHKAMAH RENDAH
SYARIAH SEPANG, SELANGOR (STUDI PUTUSAN BIL: 10006-006-
0753-2017)
A. Dasar Pertimbangan Hukum Bagi Hakim Dalam Putusan Perkara
Tuntutan Pengabsahan Anak Nomor 10006-006-0753-2017.
Menimbang dalam putusan tuntutan pengabsahan anak bagi kasus
ini, Hakim Mahkamah Rendah Syariah Sepang, Tuan Muhamad Nazri Bin
Haji Basrawi memulai dengan dasar utama peganggan umat Islam yaitu al-
Quran Karim (QS. Al-Ahzab (33) ayat 5):
نكم ف ٱدعوهم لأبائهم ه ءاباءهم فإخو قسط عند ٱلل فإن لم تعلمواو أ
تم بهۦ ولكن ما تعمدت خطأ
لكم وليس عليكم جناح فيما أ ين ومو ٱلد
رحيما قلوبكم وكن ٱلل غفورا
Artinya: “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada
dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
39
Antara kitab-kitab yang dirujuk oleh Hakim dalam memutuskan
bagi kasus ini ialah kitab al-Muntaqa Syarh al-Muwatta’, Ahkam al-Quran,
I’anah at-Tolibin, Bughyah al-Mushtarshidin, Ahkam Walad al-Zina, al-
Istizkar, al-Muhalla Syarh al-Mujalla, al-Furu’ dan al-Bahr al-Ra’iq.
Selainnya, dalam mendasari kepada keterangan Penggugat dan
dokumen yang difailkan, mahkamah mempunyai bidangkuasa untuk
mendengar, membicarakan dan memutuskan kasus ini di bawah peruntukan
berikut:
1. Seksyen 4 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri
Selangor) No. 2 Tahun 2003 yaitu alamat pemastautin pihak
penggugat adalah dalam kecamatan ini.
2. Seksyen 45 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri
Selangor) Tahun 2003 yaitu penggugat telah bernikah dengan
tergugat mengikut prosedur yang benar dan telah didaftarkan di
Negeri Perlis.
3. Seksyen 61(3)(b)(iii) Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri
Selangor) No. 1 Tahun 2003 khusus memberi kuasa kepada
Mahkamah untuk mendengar tuntutan pengabsahan anak.
Adapun Hakim juga mengambil rujukan daripada kasus yang pernah
dibicarakan di Negeri Sembilan dalam menyelesaikan kasus ini. Yaitu kasus
Haji Ghazali vs. Asmah pada 11 Juli 1977. Di dalam kasus yang dirujuk ini,
pihak penjawab rayuan bernikah dengan pihak merayu pada 7 November
1974 dan telah dicerai pada 11 Ogos 1975. Qadhi telah menghukumkan
40
pihak merayu membayar nafkah anak, nafkah hamil dan perbelanjaan
bersalin. Dalam rayuan pihak merayu telah menafikan anak itu anak sah
taraf kepadanya. Maka, dengan alasan-alasan yang diberikan dalam
perbicaraan mengenai status anak tersebut, Mahkamah berpuas hati bahwa
anak yang dilahirkan Asmah itu sesudah berkawin dengan Haji Ghazali
adalah sah anak mereka berdua hasil dari perkawinan mereka.33
Merujuk semula pada kasus yang dikaji penulis, berdasarkan Arahan
Amalan JKSM No. 9 Tahun 2001 mengenai pemakaian Pendapat Mazhab
Fiqh hendaklah menggunakan pendapat mazhab mu’tabar berpandukan
kepada dasar yang telah ditetapkan oleh Raja Pemerintah bagi negeri yang
mengeluarkan tauliah kepada hakim-hakim.
Dalam Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor)
2003, tiada tafsiran yang menjelaskan tentang keperluan pemakaian
pendapat mazhab kecuali hanya dijelaskan dalam seksyen 2, mengenai
tafsiran hukum syarak yaitu: “Hukum Syarak artinya hukum syarak
mengikut Mazhab Syafie atau mengikut mana-mana satu mazhab Maliki,
Hanafi atau Hanbali.”
Tafsiran ini menjelaskan bahwa pendapat dari mazhab Syafie
terlebih dahulu dirujuk dalam menentukan sesuatu masalah sebelum
merujuk kepada mazhab yang lain.
33 Ahmad Ibrahim, dkk, Jernal Hukum (Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan
Perdana Menteri, 1987) hlm. 81 – 88.
41
Seksyen 52(1) EPAIS, menjelaskan bahawa qaul muktamad yang
mesti diikuti oleh Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor adalah qaul
muktamad dari Mazhab Syafie. Seksyen ini juga menjelaskan bahawa
Jawatankuasa Fatwa mestilah menggunakan qaul dari Mazhab Syafie yang
merupakan mazhab bagi Raja Pemerintah iaitu DYMM Sultan Selangor.
Bersesuaian dengan peruntukkan seksyen ini dan juga Arahan Amalan
JKSM No.9 Tahun 2001 Mazhab bagi DYMM Sultan Selangor adalah
bermazhab Syafie.34
Oleh kerana Raja Pemerintah di Negeri Selangor bermazhab Syafie,
maka adalah wajar mahkamah ini memutuskan dan menentukan tentang isu
pengesahtafan anak ini mengikut mazhab pemerintah DYMM Sultan
Selangor. Isu penggunaan mazhab ini perlu dipastikan terlebih dahulu
karena ia akan memberi dampak kepada keputusan yang akan diputuskan.
Sekiranya dilihat berdasarkan seksyen 52(2), di sana undang undang
memberi ruang kepada Jawatankuasa Fatwa menggunakan pendapat dari
mazhab lain dengan syarat pendapat Mazhab Syafie berlawanan dengan
kepentingan awam. Penggugat dalam argumennya tidak menimbulkan
langsung tentang persoalan pemakaian pendapat mazhab ini beserta
alasannya, sebaliknya membiarkan Mahkamah menentukan persoalan ini.
Oleh karena tiada hujahan pihak penggugat dalam penentuan pemakaian
pendapat mazhab dan juga tiada persoalan kepentingan awam dibabitkan
34 Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) No. 1 Tahun 2003 Seksyen 52(1).
42
dalam isu ini bagi membolehkan mahkamah menggunakan pendapat selain
mazhab Syafie, maka mahkamah mengambil pendirian untuk menggunakan
pendapat Mazhab Syafie dalam membuat penentuan pengabsahan anak
tersebut.35
Berdasarkan keterangan penggugat dan tergugat, mereka mengakui
semasa akad pernikahan dijalankan tergugat telah mengandung 6 bulan. Ini
bermakna NHMR telahpun wujud dalam kandungan tergugat sebelum akad
nikah dilafazkan. Tergugat juga tahu hal keadaan itu.
Selepas 60 hari dari pernikahan P dan T pada 1 Januari 2009, P telah
melahirkan anak tersebut pada 1 Maret 2009. Ini bermakna anak tersebut
lahir kurang dari 6 bulan Qamariah 2 lahzoh. Dapatan mahkamah daripada
keterangan P dan T ada dua perkara yang menjadi fakta penting yang perlu
mahkamah lihat sebelum mahkamah menentukan keabsahan anak tersebut.
Fakta pertama adalah anak tersebut lahir 60 hari dari tarikh perkahwinan
dan kedua P dan T mengakui semasa pernikahan T sedang hamil dan masing
masing mengambil keputusan untuk berkahwin.
Dalam kasus ini Mahkamah merujuk kepada fatwa fuqaha’ Mazhab
as-Syafie yang mana, daripada keadaan-keadaan yang dijelaskan dalam
fatwa tersebut ternyata anak yang lahir kurang daripada 6 bulan adalah
35 Ibid, Seksyen 52(2).
43
dilarang dihubungkan dengan lelaki yang menyetubuhi ibu kepada anak
tersebut.36
Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor pun memutuskan hal yang
sama dalam keputusan Muzakarah Fatwa Negeri Selangor pada 17 Januari
2005 yang telah diwartakan pada 28 April 2005. Keputusan muzakarah
tersebut adalah seperti berikut:
1. Anak yang dilahirkan tanpa nikah sama ada hasil daripada zina, rogol
atau melalui cara saintifik yang bertentangan dengan hukum syara'.
2. Anak yang dilahirkan kurang daripada 6 bulan 2 lahzah qamariah dari
waktu 'Imkan ad Dukhul' dan bukan hasil daripada persetubuhan
syubhat.
3. Anak yang dilahirkan lebih daripada 6 bulan qamariah 2 lahzah dari
waktu 'Imkan ad Dukhul' selepas akad yang sah dan ada bukti dari segi
syara' bahawa anak tersebut ialah anak tanpa nikah melalui iqrar
(pengakuan) mereka yang berkenaan (suami dan isteri tersebut atau
salah seorang daripadanya), atau 4 orang saksi yang memenuhi syarat-
syarat mengikut hukum syara'.
Begitu juga keputusan-keputusan Jawatankuasa Fatwa di beberapa
negeri yang lain yang juga membuat keputusan yang sama iaitu Negeri
Sembilan (tarikh warta 12 Januari 2002), Melaka (tarikh warta 14 Oktober
2005), Terengganu (tarikh warta 6 Januari 2004), Pulau Pinang (tarikh
36 As-Sayyid Abd Rahman, Bughyah Al-Mushtarshidin (Beirut: Dar Al-Fikr, 1994) hlm.
386.
44
keputusan 10 Oktober 1986), Sarawak (tarikh keputusan pada 6 September
2005).
Mahkamah juga dapati ada satu negeri iaitu Perlis telah membuat
fatwa yang berbeza dan melawan arus dengan fatwa kebangsaan dan
majoriti fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh negeri-negeri di Malaysia.
Jawatankuasa fatwa Negeri Perlis yang telah telah membuat keputusan
bahawa “mana-mana anak yang dilahirkan kurang dari enam bulan boleh
dibinkan kepada suami ibunya kecuali dinafikan oleh suami ibu anak
tersebut”. Ini bermakna mengikut fatwa tersebut, mana mana anak luar
nikah boleh dibinkan kepada bapa biologinya. 37
Pada Mahkamah fatwa itu melihat kepada maslahah individu yaitu
kanak kanak tersebut manakala majoriti keputusan fatwa lebih melihat
kepada maslahah umum yang merangkumi kemaslahatan masyarakat Islam
secara keseluruhannya. Oleh kerana gejala sosial yang semakin berleluasa
maka sudah tentu maslahah masyarakat Islam itu lebih diutamakan.
Islam amat menitikberatkan dalam menjaga nasab keturunan
manusia yang juga salah satu Maqasid Al Syariah. Nasab merupakan salah
satu nikmat yang Allah kurniakan hasil daripada hubungan perkahwinan
yang disyariatkan. Nikmat nasab adalah berdasarkan ketaatan, bukan atas
dasar maksiat. Oleh itu, nasab tidak layak diberikan kerana zina.38
37 Wawancara dengan Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof, Penolong Pegawai Syariah
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, tanggal 21 November 2019. 38 Muhammad Bin Idris, Ahkam Al-Quran (Beirut: Dar Al-Kutub Al-'Ilmiyah, 1980) hlm.
189.
45
Oleh dikarenakan itu, berdasarkan perbahasan dasar-dasar hukum
syara’ di atas, Hakim berpendirian menentukan bahwa anak tersebut tidak
boleh dinasabkan kepada P sebagai bapa maka permohonan tuntutan
pengabsahan anak tersebut adalah ditolak.39
Adapun menurut analisa penulis, penulis merasakan bahwa
Mahkamah seharusnya menggunapakai Seksyen 111 Enakmen Undang-
Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor) 2003 dalam hal kesahtarafan
anak yang kesimpulannya menyatakan bahwa anak yang lahir lebih dari
enam bulan dari tanggal pernikahan suami istri tersebut, maka lelaki itu
adalah bapa kandung bagi anak tersebut. Namun Hakim menggunapakai
Seksyen yang berbeda bagi kasus ini. Ini karena kasus tersebut adalah
terkait dengan tempoh kandungan anak yang kurang dari 6 bulan Qamariah
yang mana jelas diakui oleh P dan T semasa pernikahan T sedang hamil dan
masing masing mengambil keputusan untuk tetap bernikah.
Undang-undang yang digunakan Mahkamah adalah Seksyen 45
Enakmen Undang-undang Keluarga Islam (Negeri Selangor) 2003 yaitu
terkait had kuasa bagi Mahkamah membuat suatu perintah. Adapun isinya
berbunyi: ‘Kecuali sebagaimana diperuntukkan selainnya dengan nyata,
tiada apa-apa jua dalam Enakmen ini membolehkan Mahkamah membuat
sesuatu perintah perceraian atau perintah mengenai perceraian atau
membenarkan seseorang suami melafazkan talaq kecuali – a) jika
39 Muhamad Nazri Hj. Basrawi, Mahkamah Rendah Syariah Sepang. Kes Mal Bil: 10006-
006-0753-2017, 11 Januari 2018.
46
perkahwinan itu telah didaftarkan atau disifatkan sebagai didaftarkan di
bawah Enakmen ini; atau b) jika perkawinan itu telah dilangsungkan
mengikut Hukum Syarak; dan c) jika permastautinan salah satu pihak
kepada perkahwinan pada masa permohonan itu diserahkan adalah dalam
Negeri Selangor.’ Ini menarik kesimpulan bahwa suami tersebut telah
bernikah dengan sang istri mengikut prosedur yang benar dan telah
dicatatkan pendaftarannya di Perlis dan ini membolehkan mahkamah
mengeluarkan perintah dikarenakan P dan T bermastautin di Negeri
Selangor pada saat permohonan kasus ini dilakukan.
Dapatan daripada wawancara Pegawai di Mahkamah Rendah
Syariah Sepang adalah, suatu Enakmen digunapakai adalah mengikut isu
yang terkait pada masalah kasus yang dibentangkan di hadapan Hakim.
Seperti mana yang dijelaskan oleh Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof:
“Seksyen bagi suatu Enakmen terpakai dengan lihatnya situasi bagi kasus
tersebut. Seksyen 111 itu terkait pada tempoh kelahiran anak tersebut
manakala seksyen yang diguna oleh hakim dalam kasus ini terkait pada sah
atau tidaknya perkawinan orang tua bagi anak tersebut hingga lahirnya si
anak itu.” 40
Maka jelas isu yang diketengahkan di dalam kasus ini adalah terkait
tempoh kelahiran anak tersebut yang kurang dari 6 bulan Qamariah 2 lahzoh
dari tanggal pernikahan P dan T. Seharusnya Mahkamah lebih teliti dalam
40 Wawancara dengan Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof, penolong pegawai syariah
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, tanggal 21 November 2019.
47
menentukan dasar undang-undang yang akan digunakan supaya lebih
bersesuaian dan jelas.
B. Konsekuensi Pengabsahan Anak Tanpa Persetujuan Mahkamah
Syariah.
Mengenai nama atau arti ‘bin’ atau ‘binti’ tidak banyak diskusi oleh
fuqaha tentang hal itu. Tampaknya pertanyaannya hanyalah soal keputusan
mereka tentang sabit atau garis keturunan antara pezina dan ayah
kandungnya. Karena diskusi di atas menyimpulkan bahwa seorang anak
yang lahir dengan cara yang tidak memenuhi persyaratan syariah Islam
tidak dapat dihukum oleh ayah kandungnya maka dia tidak dapat menjadi
‘bin’ atau ‘binti’ dengan ayah kandung itu.
Pendapat seperti ini merupakan pandangan yang difatwakan oleh
Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan kali ke-41 yang diadakan pada 25 Jun
1998. Penamaan tersebut menyebut:
1. Jika seorang perempuan Melayu Islam bersekedudukan tanpa nikah,
sama ada dengan lelaki Islam atau lelaki bukan Islam dan melahirkan
anak, maka anak itu hendaklah dibin atau dibintikan Abdullah atau
lain-lain nama “Asma’ al-Husna” berpangkalkan Abdul.
2. Seorang anak yang tidak diakui keabsahannya atau anak luar nikah
tidak wajar dibin atau dibintikan kepada ibu anak tersebut kerana ini
mungkin boleh menimbulkan masalah sosial dan kesan psikologis
kepada kanak-kanak tersebut. Oleh yang demikian anak tersebut
48
dibin atau dibintikan kepada Abdullah atau lain-lain nama “Asma’ al-
Husna” berpangkalkan Abdul.
3. Seorang anak yang dijumpai terbiar atau anak pungut yang tidak
diketahui asal usulnya hendaklah dibin atau dibintikan Abdullah, dan
jika nama Abdullah bersamaan dengan orang yang memelihara anak
itu, maka bolehlah dipilih nama “Asma’ al-Husna” lain yang
berpangkalkan Abdul seperti Abdul Rahman dan Abdul Rahim.41
Umumnya, prosedur pencatatan akta kelahiran adalah di bawah
bidang kuasa JPN. Sebelum 2009, amalan di JPN adalah tidak meletakkan
nama bapa dalam sertifikat kelahiran anak walaupun ibu bapa tersebut
mengaku bahawa anak tersebut adalah anaknya. JPN akan mengosongkan
nama bapa dan mencatatkan ‘tidak diketahui’ dibahagian maklumat bapa.
Namun, amalan ini telah dibatalkan dengan pematuhan seksyen 13A
Akta Pendaftaran Kelahiran dan Kematian 1957 (BDRA) [Akta 229]
(Pekeliling JPN, 8/2009): 1) Nama keluarga, jika ada, yang hendak
dicatatkan berkenaan dengan anak sah taraf hendaklah secara biasanya
menjadikan nama bapa sebagai nama keluarganya, jika ada. 2) Nama
keluarga, jika ada, yang hendaklah dicatatkan berkenaan dengan anak tidak
sah taraf boleh jika ibunya adalah pemberitahu dan secara sukarela memberi
maklumat itu, menjadikan nama ibunya sebagai nama keluarganya; dengan
41 Paizah Ismail, “Anak Tak Sah Taraf Dari Perspektif Syariah Dan Perundangan Islam
Di Malaysia”, Jurnal Fiqh No. 10 (2013) hlm. 17.
49
syarat bahawa jika orang yang mengaku dirinya menjadi bapa kanak-kanak
itu mengikut peruntukan seksyen 13 meminta sedemikian, maka nama
keluarga bolehlah diletak atas nama keluarga orang itu.
Pihak JPN tidak menerima sebarang pendaftaran kelahiran yang
ingin membinkan anak kepada bapa biologis sekiranya dokumen tidak
lengkap seperti kasus kehilangan akta nikah atau pernikahan yang
melibatkan kelahiran di bawah enam bulan dari tarikh pernikahan.
Amalannya, pihak JPN akan meminta pemohon untuk merujuk kasus di
Mahkamah Syariah dan mendapatkan perintah ‘Pengesahtarafan Anak’.42
Bagi pendaftaran akta kelahiran di Malaysia mempunyai tempoh
yang mana hendaklah terdaftar dalam 60 hari dari tanggal kelahiran anak.
Jika lebih daripada tempoh yang ditetapkan akan dikenakan sanksi ketika
pendaftaran yaitu dengan membayar 50 Ringgit Malaysia yang mana pada
asalnya pendaftaran akta kelahiran yang masih dalam tempoh 60 hari
setelah kelahiran adalah gratis.43
Adapun kanak-kanak yang lahir yang tidak dicatatkan akta
kelahirannya, antara konsekuensi yang bakal dihadapinya ialah:
a) Anak tersebut tidak bisa mengambil suntikan setiap 3 bulan bagi bayi
yang baru dilahirkan.
42 Zulkifli Hasan, “Kedudukan Anak Tak Sah Taraf Menurut Perspektif Undang-Undang”,
Tesis Universiti Sains Islam Malaysia (2011), hlm 8. 43 Jabatan Pendaftaran Negara, https://www.jpn.gov.my/maklumat-kelahiran/pendaftaran-
lewat-kelahiran-2/#1458289428025-c8958a47-1783, diakses pada 23 Januari 2020.
50
b) Kanak-kanak tersebut tidak bisa didaftarkan persekolahannya di mana-
mana sekolah karena semuanya membutuhkan akta kelahiran bagi
pendaftaran.
Seperti mana yang dijelaskan oleh Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof:
“Kanak-kanak yang lahir yang tidak dicatat akta kelahirannya di mana-
mana cawangan Jabatan Pendaftaran Negara, akan mendapat kesukaran
dalam beberapa hal. Ianya seperti tidak bisa mendapatkan suntikan
imunisasi setiap bulan bagi bayi tersebut, juga tidak bisa daftarkan
persekolahan kanak-kanak tersebut dan bermacam lagi. Ini karena semua
hal seperti yang dinyatakan di atas sangat berkeperluan dalam
menggunakan akta kelahiran dalam mengisi dokumen.” 44
Hakikatnya dampak terlalu besar terhadap anak tersebut dari segi
kesiapan peribadi hidupnya bagi orangtua yang kononnya malu mahu
mendaftarkan akta kelahiran itu menyebabkan kerepotan pada masa akan
datang.
Negara bersama pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua
secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup anak
seutuhnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah anak harus
mendapatkan haknya yang paling mendasar yakni hak sipil dengan
mendapatkan pencatatan kelahirannya.
44 Wawancara dengan Tuan Abu Bakar Bin Hj Maarof, penolong pegawai syariah
Mahkamah Rendah Syariah Sepang, tanggal 21 November 2019.
51
Di Indonesia, konvensi PBB 1989 mengenai hak-hak anak Pasal 7
menyatakan bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahiran
dan harus mempunyai nama serta kewarganegaraan. Konvensi ini
diratifikasi oleh Indonesia pada 1990. Pencatatan atau akta kelahiran
merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang
yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Anak yang
dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi
nomor induk kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh
pelayanan masyarakat lainnya. Kepemilikan akta kelahiran salah satu bukti
terpenuhinya hak identitas anak dan kesadaran akan pentingnya pencatatan
kelahiran anak mulai tumbuh.45
Manakala di Malaysia, seiring inovasi dalam setiap aturan bagi
kemudahan selain akta kelahiran, juga tersedia MyKid untuk anak-anak
yang baru dilahirkan. MyKid adalah kartu identitas bercip bagi anak yang
berumur 12 tahun kebawah dan fiturnya mirip dengan MyKad tetapi tidak
memiliki gambar dan sidik jari. “My” membawa maksud “Malaysia”
manakala “Kid” pula adalah singkatan kepada “Kad Identiti Diri”. Nomor
identitas diri yang terdapat pada MyKid ini akan digunakan dalam semua
hal mulai dari lahir hingga ke akhir hayat.46
Bagi kasus pengabsahan anak yang terdaftar dengan nama bapa
kandung yang mana tidak dipersetujui atau tidak diketahui oleh Mahkamah
45 Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1875/pentingnya-keabsahan-anak, diakses
pada 26 Januari 2020.
46 https://www.jpn.gov.my/mykid diakses pada 11 Januari 2020.
52
Syariah akan dicabut bin/binti bapa kandung tersebut atas perintah
mahkamah. Ini di karenakan oleh hal-hal yang tersangkut yang tidak
membisakan anak tersebut berbin/bintikan bapa kandungnya.
Antara kasus yang ditemui adalah pemohonan supaya Mahkamah
membuat sabitan bahawa anak perempuan, Nurul Fatihah binti Mohd Hairy
yang telah dilahirkan oleh istrinya Rabiah Binti Ishak pada 24 Maret 2003
adalah anak sah kedudukannya. Pemohon telah bernikah dengan responden
pada 25 September 2002 dan kemudian telah bercerai pada 7 Juli 2003 di
Mahkamah Rendah Syariah Hulu Langat Selangor.
Semasa pernikahan, responden sedang mengandung dan
kemudiannya telah melahirkan putri yang diberi nama Nurul Fatihah bin
Mohd Hairy pada 24 Maret 2003 iaitu lebih kurang 6 bulan usia pernikahan.
Sepanjang tempoh itu, pemohon dan responden tidak pernah melakukan
kontak seksual malah mereka tidak tinggal sebumbung dan tidur bersama.
Dapatan daripada keputusan Mahkamah menyatakan, anak tersebut
tidak bisa dibintikan kepada pemohon sebagaimana di dalam akta kelahiran
yaitu Mohd Hairy bin Hamdan. Pendaftaran nama bapa iaitu Mohd Hairy
bin Hamdan sebagaimana terkandung dalam akta kelahiran hendaklah
dibatalkan. Perintah adalah di atas persetujuan kedua belah pihak dan
berkuatkuasa serta merta.47
47 Zulkifli Hasan, “Kedudukan Anak Tak Sah Taraf Menurut Perspektif Undang-Undang”,
Tesis Universiti Sains Islam Malaysia (2011), hlm 11.
53
Hal lain yang turut bertentangan yang dibahaskan di atas terkait anak
yang lahir kurang daripada 6 bulan selepas tanggal pernikahan yaitu pada
27 Juli 2017 yang lalu, Mahkamah Rayuan telah memutuskan bahwa
Jabatan Pendaftaran Negara boleh membenarkan permohonan anak tidak
sah kedudukannya untuk dibinkan atau dibintikan bapa biologis. Rayuan
yang melibatkan seorang kanak-kanak berusia 7 tahun yang dilahirkan
selepas 5 bulan 24 hari (atau 5 bulan 27 hari mengikut kalendar Qamariah)
selepas ibu bapanya bernikah. Mana-mana anak yang dikandung semasa
luar nikah, boleh dibinkan kepada nama bapa mereka dan memutuskan
bahawa fatwa yang dikeluarkan oleh Muzakarah Jawatankuasa Fatwa
Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia, tidak
mempunyai kuasa undang-undang.
Hal ini mengejutkan semua pihak dan Mufti Wilayah Persekutuan
Sohibus Samahah Datuk Dr. Zulkifli Al-Bakri mengeluarkan keterangan
serta menegaskan tentang perkara tersebut. Setelah meneliti pelbagai dalil
dan pendapat samada yang membolehkannya atau sebaliknya, beliau dapati
isu ini merupakan persoalan ijtihadiyyah yang mana setiap pihak memiliki
argumen dan kekuatan dalil masing-masing. Berpendapat bahwa hujah
yang melarang dibinkan atau dibintikan anak tak sah taraf kepada ayah
biologinya berdasarkan dalil kuat daripada nas al-Qur’an, hadith, amalan
sahabat dan jumhur fuqaha.
Akibat-akibat hukum yang dapat timbul dengan adanya
pengabsahan anak tanpa melalui proses yang benar yang banyak dilakukan
54
oleh orangtua-orangtua yang bimbang anak tersebut mendapat malu pada
kemudian hari. Maka mudarat menyembunyikan itu adalah lebih besar yang
ini karena ia terkaitan dengan soal pembahagian faraid dan wali nikah bagi
wanita.48
Pada dasarnya setiap permohonan pengabsahan anak harus
dilakukan melaui proses hukum dengan produk penetapan dari pengadilan.
Melalui proses hukum ini bertujuan untuk melakukan penertiban praktek
hukum dalam proses pengabsahan anak yang hidup ditengah-tengah
masyarakat, agar peristiwa tersebut dikemudian hari memiliki kepastian
hukum baik bagi nasab keturunan tersebut.
Tujuan dari pengabsahan anak yang melalui penetapan pengadilan
adalah untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan hukum, legalitas
hukum dan juga dokumen hukum. Dokumen hukum disni maksudnya ada
penetapan pengadilan.
Dokumen ini penting adanya karena menjelaskan secara jelas bahwa
telah terjadi pengabsahan anak secara legal dan hal ini sangat penting dalam
hukum keluarga, karena akibat hukum dari perkara tersebut akan
berdampak jauh kedepan sampai beberapa generasi keturunan yang
menyangkut aspek hukum kewarisan, tanggungjawab hukum dan hal yang
lainnya yang memang amat dipandang berat juga oleh syarak sendiri.
48 Zulkifli Al Bakri, Isu Penamaan Bin Binti Abdullah Kepada Anak Tidak Sah Taraf Oleh
Mahkamah Rayuan, http://www.muftiwp.gov.my/index.php/ms-my, diakses pada 25 Januari 2020.
55
Amatlah baik sekiranya perkara ini lebih diperhalusi bagi setiap sudut
pemikiran masyarakat.
Hal ini menjadi apatah lagi tersangat penting bagi orangtua-orangtua
lain yang ingin mengabsahkan status anak untuk melakukannya secara
benar menurut tatacara yang telah di atur dalam peraturan perundang-
undangan yang mana perkara tersebut pada akhirnya adalah demi kebaikan
kanak-kanak itu juga.
C. Tinjaun Hukum Islam Mengenai Status Anak di Luar Pernikahan.
Mengikut Syariat Islam, konsep keabsahan anak merujuk kepada
perakuan yang diperolehi oleh anak berkenaan sebagai anak yang sah
kepada bapa berkenaan. Mengikut para fuqaha, perolehan berkenaan bisa
berlaku melalui tiga cara.
Pertamanya melalui perkahwinan yang sah atau perkahwinan yang
fasid antara kedua ibu dan bapa kepada anak berkenaan. Keduanya berlaku
persetubuhan secara shubhah antara lelaki dan perempuan berkenaan.
Sementara ketiganya pula melalui perakuan yang dibuat oleh bapa
berkenaan bahawa anak berkenaan adalah anaknya.
Namun tidak semua perkawinan bisa menjadi azas kepada
keabsahan yang dimaksudkan. Mengikut para fuqaha lagi, ia perlu mencapai
tempoh enam bulan sebelum anak itu dilahirkan. Azas kepada pandangan
ini adalah kompromi (al-jami’) antara pengertian dua ayat al-Quran yang
56
terkait dengan masalah berkenaan.49 Ayat pertama ialah firman Allah SWT
(QS. Al-Ahqaf (46) ayat 15:
وحلهۥ وفصلهۥ ثلثون شهرا
Sementara ayat kedua pula ialah firman Allah SWT dalam (QS. Luqman
(31) ayat 14):
ف عمي وفصلهۥ
Dalam ayat pertama Allah menyebut tempoh mengandung bersama
menyusu adalah selama 30 bulan. Sementara dalam ayat kedua pula Allah
menegaskan tempoh menyusu selama dua tahun, iaitu 24 bulan. Ini berarti,
mengikut kaidah kompromi berkenaan tempoh terbaki, iaitu enam bulan
merupakan tempoh minimal bagi kandung anak.
Menurut Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan Bagi Hal
Ehwal Agama Islam berhubung dengan kedudukan anak tak sah taraf ini
yang diadakan pada 1981 membuat keputusan seperti berikut: “Muzakarah
Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam kali ke 1
yang bersidang pada 28-29 Januari 1981 telah membincangkan penamaan
Anak Tidak Sah Taraf (Anak Luar Nikah). Muzakarah telah memutuskan
bahwa anak zina atau anak di luar pernikahan samada diikuti dengan
49 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu (Beirut: Dar Al-Fikr,1989) hlm.
675 - 676.
57
perkawinan kedua ibu bapanya atau tidak hendaklah dibin atau dibintikan
kepada Abdullah.”
Berdasarkan kepada muzakarah tersebut, 8 negeri iaitu Wilayah
Persekutuan Kuala Lumpur, Johor, Melaka, Sarawak, Negeri Sembilan,
Terengganu, Selangor dan Pulau Pinang telah mengadaptasikan dan telah
memperjelaskan lagi intipati putusan itu dalam fatwa di negeri-negeri
tersebut walau pun dengan menggunakan pelbagai sighah (wording) yang
berbeda. Malah lima daripada negeri-negeri tersebut, iaitu Wilayah
Persekutuan Kuala Lumpur, Melaka, Negeri Sembilan, Terengganu dan
Selangor telah mewartakan fatwa berkenaan.50
Mesyuarat Jawatankuasa Perundingan Hukum Syarak Pejabat Mufti
Wilayah Persekutuan yang bersidang pada 31 Julai 2017 telah
memutuskan bahwa anak yang tidak diakui keabsahannya tidak bisa
dibinkan atau dibintikan kepada ayah biologisnya, seperti mana yang
diputuskan oleh Jumhur ulama. Sehubungan dengan itu, hendaklah
dinasabkan kepada Abdullah atau kepada nama-nama Allah yang mulia
atau seperti cadangan yang dinyatakan di atas. Mesyuarat juga bersetuju
bahawa asas yang digunapakai ialah maslahah umum (dampak zina yang
merosakkan masyarakat dan sistem keluarga secara keseluruhan) lebih
50 Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, “Garis Panduan Penamaan dan Kedudukan Anak
Tak Sah Taraf dari Segi Syarak”. Proposal Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majelis Kebangsaan
Islam kali ke-44 (1998) hlm. 1.
58
utama dipelihara berbanding maslahah khusus (aib yang mungkin dialami
oleh anak tersebut).
Namun, dalam hak kewarisan pula, para ulama sepakat, keturunan
anak tersebut disandarkan kepada ibunya dan tidak disandarkan kepada
bapanya. Atas alasan ini, tiada hubungan waris antara anak yang lahir di
luar pernikahan dengan bapa biologisnya atau ahli keluarga bapanya.
Berkenaan ibunya, jumhur ulama bersetuju adanya hubungan waris
antara anak zina dengan ibunya dan ahli keluarga ibunya. Jika anak ini
mati, pusakanya akan diwarisi oleh ibunya dan ahli keluarga ibunya. Dia
juga akan mewarisi pusaka ibunya dan pusaka ahli keluarga ibunya. Ini
karena hubungan anak tersebut dengan ibunya adalah sah tanpa sebarang
keraguan.51
Maka, jelaslah di sini, Islam mempunyai sistem kekeluargaan yang
cukup jelas dan terancang. Dasarnya ialah tidak ada apa-apa hubungan
kekeluargaan kecuali berasaskan kepada pernikahan yang sah. Semua ini
bertujuan untuk menjaga kesucian keluarga daripada unsur-unsur yang
tidak cocok dengan kerukunan dalam rumahtangga.
51 Musthofa Al-Khin et al, Fiqh Manhaji (Selangor: Pustaka Salam, 2009) hlm. 1079.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian akhir dari tulisan ini, penulis akan memberikan
beberapa kesimpulan sebagai titik akhir dari uraian dan kajian penulis, yaitu
sebagai berikut:
1. Dasar yang digunapakai oleh hakim di Mahkamah Rendah Syariah
Sepang dalam putusan kasus nomor 10006-006-0753-2017 adalah
merujuk kepada fatwa fuqaha’ mazhab Syafi’i yang mana dijelaskan
dalam fatwa tersebut ternyata anak yang lahir kurang dari 6 bulan
adalah dilarang dihubungkan dengan lelaki yang menyetubuhi ibu
kepada anak tersebut serta menyakut dasar putusan dengan beberapa
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor) Tahun
2003.
2. Konsekuensi daripada kasus pengabsahan anak yang terdaftar dengan
nama bapa kandung yang mana tidak dipersetujui atau tidak diketahui
oleh Mahkamah Syariah bisa dicabut bin/binti bapa kandung tersebut
atas perintah mahkamah. Ini di karenakan oleh hal-hal yang tersangkut
yang tidak membisakan anak tersebut berbin/bintikan bapa kandungnya
dan hanya berbin/bintikan Asma Allah sesuai aturan yang dikeluarkan
oleh JPN.
3. Jelaslah daripada tinjauan hukum Islam tentang status anak yang lahir
di luar pernikahan adalah tidak bisa disandarkan pada keturunan bapa
60
kandungnya. Ia terhitung keturunan dari sudut ibunya saja dan dalam
hukum kewarisan anak tersebut juga bisa pusaka-mempusakai harta
dari ibunya.
B. Saran
1. Hendaklah pasangan yang terjebak dengan zina bernikah secepat yang
mungkin apabila sudah berlaku zina kali pertama sebagai bentuk
pemulihan diri dan taubat kepada Allah dan berhenti daripada melakukan
dosa kepada hubungan yang halal. Bahkan seperti mana yang telah
disebutkan di atas, ulama yang membenarkan nisbah anak zina sendiri
mensyaratkan bahawa hendaklah ibu bapa yang berzina itu dihukum
dengan hukuman syariat yakni dirotan 100 kali sebelum dia boleh
menasabkan anak tersebut kepada dirinya. Ini kerana zina itu seperti mana
yang ditekan dalam al-Quran adalah fahisyah, benda yang tersangat keji
dan merosakkan masyarakat. Maka, masyarakat perlu disedarkan dengan
melihat hukuman rotan itu sendiri sebagai pengajaran daripada Allah atas
kerosakan yang berlaku dan menghindari keluarga dan kerabat mereka
daripada berbuat zina. Dengan itu, zina yang menjadi punca kepada
masalah ini dapat dihilangkan, atau diminimumkan, seterusnya
menghilangkan masalah anak zina, dan isu malu yang disebut-sebut.
2. Institusi keluarga itu yang lebih perlu memainkan peranan penting dalam
memastikan status seseorang anak itu sama ada diakui keabsahannya atau
pun tidak dan mengambil tindakan yang sewajarnya bagi kanak-kanak
tersebut sesuai dengan aturan hukum yang telah ditetapkan.
61
3. Ingin ditegaskan di sini bahawa anak yang tidak diakui keabsahannya
bukanlah hina dan tiadalah ia berdosa kerana kesilapan yang dilakukan
oleh kedua orang tuanya. Ini kerana prinsip Islam, seseorang tidak
menanggung dosa orang lain. Justeru, kita perlu menghormati hak dan
privasinya karena dia tetap manusia yang kemuliaan di sisi Allah
berasaskan siapa yang paling bertakwa antara kita.
4. Badan-badan organisasi bukan kerajaan (Non-Government Organization)
juga bisa membantu pihak-pihak yang buntu dalam permasalahan ini
dengan membawa mereka kepada jalan penyelesaian yang sewajarnya
seperti memberikan perlindungan bagi anak-anak tersebut yang mana kini
kasus pembuangan bayi disebabkan kesusahan dalam mendokumentasikan
kelahiran anak yang tidak diundang dalam dunia mereka tersebut sangatlah
banyak meningkat dari tahun ke tahun.
C. Kata Penutup
Alhamdulillah syukur ke hadrat Allah swt atas limpah karunia dan
inayah-Nya, serta selawat dan salam atas junjungan besar Nabi Muhammad
saw dengan izin-Nya, akhirnya penulis dapat menyiapkan skripsi yang
berjudul “TUNTUTAN PENGABSAHAN ANAK DI MAHKAMAH
RENDAH SYARIAH SEPANG, SELANGOR. (STUDI PUTUSAN BIL:
10006-006-0753-2017)” dengan baik.
Dengan selesainya skripsi ini tidak bermakna penulis berasa ia
sempurna daripada apa yang diperolehi. Tetapi penulis merasakan ia masih
62
banyak kekurangan sama ada dari segi isi penulisan maupun tata cara
penulisannya.
Akhirnya penat lelah penulis terbayar dengan siapnya skripsi ini.
Walaupun melalui pelbagai cabaran dan dugaan, namun ia tidak
mematahkan semangat penulis malah ia menjadi pengalaman penulis yang
amat berharga dan akan menjadi kenang-kenangan yang indah. Tidak lupa
juga penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, karena banyak
membantu penulis dalam pelaksanaan skripsi ini. Hanya Allah yang dapat
membalas jasa dan budi baik kalian.
Disamping itu, penulis berharap usaha ini dapat menjadi amalan
yang bermanfaat kepada penulis dan pembaca juga kepada perkembangan
ilmu Islam. penulis juga berharap skripsi ini dapat menjadi satu bahan fikir
bersama. Oleh karena itu, penulis berbesar hati jika ada kritikan dan saranan
yang bersifat membangun demi pembaikan agar skripsi dapat sampai ke
tahap yang dikehendaki dan memuaskan. Moga kita semua memperoleh
hidayah, keredhaan dan keberkatan Allah swt, amin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Abdul Majid bin Omar. “Kedudukan Anak Tak Sah Taraf: Dari Aspek
Pandangan Syarak, Nasab Dan Pewarisan Serta Kekeluargaan
Islam”. Proposal kempen ‘Sah Nikah, Sah Nasab’, Jabatan
Kemajuan Islam Malaysia, (2013)
Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Raja Publishing, 2011)
As-Sayyid Abd Rahman, Bughyah Al-Mushtarshidin (Beirut: Dar Al-Fikr,
1994)
Dodiet Aditya Setyawan, Menyusun Tinjauan Pustaka Kerangka Teori dan
Kerangka Konsep Penelitian, (Surakata, 2013)
Fathurrahman, Ilmu Waris, (Bandung: Mandar Maju, 1994)
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet. iii (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999)
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis Serta
Disertasi, (Bandung: Alfabeta, 2017)
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1999)
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, “Garis Panduan Penamaan dan
Kedudukan Anak Tak Sah Taraf dari Segi Syarak”. Proposal
Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majelis Kebangsaan Islam kali
ke-44 (1998)
Jawidah Dakir, “Asas Pembentukan Keluarga Menurut Perspektif Al-Qran
dan Al-Sunnah”, Jurnal Islamiyyat 17, (1996)
Kamus Dewan Edisi Keempat, (Kuala Lumpur, Malaysia: Dewan Bahasa
dan Pustaka, 2010)
Mahmud Saedon bin Awang Othman, Institusi Pentadbiran Undang-
undang & Kehakiman Islam (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 2003)
Mohd Azhar Abdullah, Muhammad Lukman bin Ibrahim, Kedudukan
Anak Tak Sah Taraf dalam Sejarah Awal Islam, Jurnal Kolej
Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra (2017)
Muhammad Bin Idris, Ahkam Al-Quran (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
'Ilmiyah, 1980)
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1986)
Mustofa Al-Khin et al, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Batu Caves: Pustaka Salam,
2009)
Paizah Ismail, “Anak Tak Sah Taraf Dari Perspektif Syariah Dan
Perundangan Islam Di Malaysia”, Jurnal Fiqh No. 10 (2013)
Ramizah Wan Muhammad, “Sejarah Pentadbiran Kehakiman Islam di
Malaysia: Satu Sorotan”, Jurnal Undang-undang Malaysia, 21
Kanun (1), (2009)
Sa’adan Bin Man. “Seminar Penentuan Nasab Menurut Perundangan”.
Proposal seminar Nasab, Kolej Islam As Sofa, (2017)
Siti Zalikhah Md. Nor, Anakku Anakmu, (Selangor: Dawama Sdn. Bhd.
2008)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&d, (Bandung:
Alfabeta, 2012)
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu (Beirut: Dar Al-
Fikr,1989)
Yuni Harlina, Status Nasab Anak Dari Berbagai Latar Belakang Kelahiran
(Ditinjau Menurut Hukum Islam), Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif Kasim Riau.
Zulkifli Hasan, “Kedudukan Anak Tak Sah Taraf Menurut Perspektif
Undang-Undang”, Tesis Universiti Sains Islam Malaysia (2011)
B. Peraturan Perundang-Undangan
Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) No. 1 Tahun 2003
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor) Tahun 2003
C. Lain-lain
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/anak
diakses pada 20 September 2019.
JabatanKehakimanSyariahSelangor,https://www.jakess.gov.my/v4/index.
php/info-jabatan/maklumat-korporat/latar-belakang, diakses 15
November 2019.
Jabatan Pendaftaran Negara Malaysia, https://www.jpn.gov.my/maklumat-
kelahiran/pendaftaran-lewat-kelahiran-2/#1458289428025-
c8958a47-1783, diakses pada 23 Januari 2020.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia,
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1875/pen
tingnya-keabsahan-anak, diakses pada 26 Januari 2020.
Zulkifli Al Bakri, Isu Penamaan Bin Binti Abdullah Kepada Anak Tidak
SahTarafOlehMahkamahRayuan,http://www.muftiwp.gov.my/i
ndex.php/ms-my, terakhir diakses pada 25 Januari 2020.
LAMPIRAN
Daftar Informan
No. Nama Informan Jabatan/Pekerjaan
1. Tuan Muhammad Nazri Bin Basrawi Hakim Gred LS44
2. Aris Fadhilah Bin Ramli Penolong Pegawai
Syariah Gred LS27
3. Abu Bakar Bin Maarof Penolong Pegawai
Syariah Gred LS27
4. Mohd Anas Bin Kadir Pembantu Syariah Gred
LS24
5. Noor Syarkilla Zaima Binti Ismail Pembantu Syariah Gred
LS17
6. Noriyah Binti Romainon Pembantu Tadbir (Kew)
Gred W17
7. Ariff Bin Yahya Penghantar Notis Gred
N11
8. Herni Yanti Binti Harun Pembantu Am Pejabat
Gred N11