transplantasi organ tubuh orang muslim kepada …...non muslim menurut hukum islam (studi bah. t....

84
TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH ORANG MUSLIM KEPADA ORANG NON MUSLIM MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam(SHI) Oleh : Mochamad Syaiban NIM : 103043227998 K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H/2010 M

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH ORANG MUSLIM KEPADA ORANG

    NON MUSLIM MENURUT HUKUM ISLAM

    (Studi Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum Islam(SHI)

    Oleh :

    Mochamad Syaiban

    NIM : 103043227998

    K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M

    PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1431 H/2010 M

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT

    yang telah memberikan beribu nikmat diantaranya nikmat iman, Islam dan juga

    nikmat sehat wal afiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

    berjudul “Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim

    Menurut hukum Islam. (Studi Bahstul Masail Nahdlatul Ulama)”.

    Salawat dan serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi akhir zaman

    Nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman jahiliyah hingga zaman

    ini.

    Selama penulis menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta banyak pengalaman baik suka maupun duka yang penulis alami dan juga

    banyak pelajaran yang dapat diambil penulis. Dengan itu penulis mengucapkan

    banyak terima kasih kepada :

    1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

    KH. Muhammad Amin Suma, S.H., M.M., MA.

    2. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta, Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA yang telah memberikan saran dan masukan

    yang sangat membantu selama penulis menempuh pendidikan di Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • v

    3. Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta Dr. H. Muhammad Taufiki, MA yang tiada hentinya memberi semangat

    dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    4. Pembimbing Skripsi penulis, Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango, MA. yang

    telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi dalam penulisan skripsi

    serta tidak jera memberi masukan-masukan dalam penyelesaian skripsi ini dan

    juga bersedia meluangkan waktu kepada penulis di tengah kesibukannya.

    5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia membagi ilmu pengetahuannya kepada

    penulis dan mahasiswa/i lainnya.

    6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Umum serta pimpinan dan seluruh

    karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang telah membantu dalam pencarian literatur yang berkenaan dengan skripsi

    ini.

    7. Ketua Pengurus Pusat Nahdlatul Ulama yang bersedia meluangkan waktunya

    untuk diwawancarai guna mendapatkan data-data yang diperlukan perlukan

    penulis.

    8. Pimpinan Nahdlatul Ulama wilayah Surabaya, Cabang Gresik dan Ranting

    Sidomukti yang telah bersedia memberikan datanya.

    9. Orang Tua tercinta, ayahanda Mausul Syafi’ dan ibunda Nur Sholihah yang telah

    memberikan kasih sayang, perhatian dan dukungan baik moril maupun materiil

  • vi

    yang tiada henti-hentinya kepada anaknya. Semoga penulis dapat membuat kedua

    orang tua bangga.

    10. Para paman dan bibi yang telah memberikan dukungan moril maupun materil dan

    nasihat-nasihat agar penulis semakin berkarya.

    11. Amelia Nurkartika yang setia menemani, menyemangati dan memberikan

    dorongan dengan rasa sayang kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.

    12. Keluarga besar KSR PMI UIN Jakarta terutama F13, Syarifah, Kamel, Sitrun,

    Aan, Ade, Hilal, Irwan dan para pengurus yang telah memberikan motivasi,

    support, fasilitas dan telah membantu penulis dalam mengisi hari-hari selama

    mengerjakan skripsi

    13. semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

    Demikianlah skripsi ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi semuanya

    khususnya bagi penulis sendiri dan dan bagi para pihak yang turut membantu semoga

    amal ibadahnya dibalas oleh Allah SWT. Amin

    Jakarta : 1431 H

    2010 M

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ......................................................................... iv

    DAFTAR ISI ………………………..………………………….…..…….. vii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 5

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6

    D. Metode Penelitian .......................................................................... 7

    E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 8

    BAB II TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI ORGAN

    A. Pengertian Transplantasi Organ ...................................................... 10

    1. Sejarah Transplantasi Organ ............................................... 11

    2. Kemajuan Transplantasi Organ ........................................... 13

    B. Dampak Yang Timbul Dari Transplantasi Organ ............................ 15

    C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh ……........................................ 16

    1. Hukum Positif Di Indonesia ............................................... 16

    2. Hukum Islam Di Indonesia ................................................. 19

  • viii

    BAB III NAHDLATUL ULAMA

    A. Sejarah Nahdlatul Ulama ................................................................ 30

    1. Latar Belakang Berdirinya …….......................................... 30

    2. Tujuan Organisasi ……………….……….…….……..…. 36

    3. Struktur Organisasi ............................................................. 36

    4. Usaha Organisasi ................................................................ 37

    B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama ........................................................... 38

    1. Pengertian Kiyai ................................................................. 38

    2. Peranan Kiyai Dalam Organisasi Nahdlatul Ulama ........... 42

    BAB IV BAHTSUL MASAIL

    A. Pengertian Bahtsul Masail .................................................................. 52

    B. Peranan Bahtsul Masail Dalam Menghasilkan Suatu Hukum ............ 57

    C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang............

    Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU ......................................... 58

    D. Analisa Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh .........

    Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul ........

    Masail NU ........................................................................................... 64

  • ix

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .................................................................................. 67

    B. Saran-saran ……………………………………………………… 68

    DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 69

    LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 72

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, tentunya manusia tidak

    dapat hidup sendiri. Adanya rasa saling membutuhkan inilah manusia dengan

    nalurinya selalu berusaha untuk tolong menolong.

    Rasa untuk menolong ini timbul karena manusia sadar kalau suatu saat ia

    juga butuh pertolongan orang lain, entah tolong menolong ini berdasarkan rasa

    ikhlas atau dengan alasan kemanusiaan. Menolong orang yang membutuhkan

    pertolongan, haruslah bersikap netral dengan tidak membedakan ras, suku dan

    agama. Siapapun itu harus ditolong, tanpa kecuali. Misalnya orang yang

    membutuhkan organ agar dapat melanjutkan hidup dengan bantuan tenaga medis

    tentunya.

    Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran

    berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik

    transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk

    penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu

    lain. Secara faktual, hal ini sangat membantu pihak-pihak yang menderita sakit

  • 2

    untuk bisa sembuh kembali dengan penggantian organnya yang sakit diganti

    dengan organ manusia lain yang sehat.1

    Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor

    kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan ilmu kedokteran

    dibidang transpIantasi semakin maju ditandai dengan adanya penemuan obat-

    obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan

    dapat ditransplantasikan. Saat ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan

    hewan sebagai donor.

    Transplantasi atau pergantian organ tubuh yang tidak berfungsi dengan

    organ dari lain merupakan langkah lain yang ditempuh untuk menyelamatkan

    jiwa seseorang apabila obat-obatan sudah tidak dapat menyembuhkan organ yang

    mengalami kerusakan.

    Beberapa masyarakat di Indonesia sampai saat ini menjadikan

    transplantasi organ sebagai alternatif terakhir untuk mengganti organ yang telah

    tidak berfungsi tersebut. Walaupun dengan harga yang mahal dan prosedur atau

    persyaratan yang tidak mudah, mereka rela melakukannya demi satu tujuan yaitu

    menyelamatkan jiwa.

    Persoalan kehidupan manusia tentang kemanusiaan memang telah banyak

    diperdebatkan. Ada yang menyoroti dari sisi agama dan utilitarianisme tentang

    transplantasi organ ini. Adanya fenomena semacam itu harusnya memang ada

    1 Artikel diakses tanggal 27 Juli 2007 dari www.yeyasa.com_search:transplantasi

  • 3

    hukum yang mengaturnya, baik hukum Islam maupun hukum yang berlaku di

    negara Indonesia.

    Dalam agama islam, hukum melakukan transplantasi organ tubuh adalah

    mubah. syara’ membolehkan Syara’ membolehkan seseorang pada saat hidupnya

    dengan sukarela tanpa ada paksaan siapa pun untuk menyumbangkan organ

    tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu.

    Syarat bagi kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat seseorang masih

    hidup, ialah bahwa organ yang disumbangkan bukan merupakan organ vital yang

    menentukan kelangsungan hidup pihak penyumbang, seperti jantung, hati, dan

    kedua paru-paru. Hal ini dikarenakan penyumbang organ-organ tersebut akan

    mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh

    dirinya sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri

    atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya.2

    Allah SWT berfirman dalam Q. S. al-Nisa : 29

    ........... …………

    “…..dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian ...”

    Hukum transplantasi organ dari seseorang yang telah meninggal berbeda

    dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk

    mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah

    2 Artikel diakses pada 27 Juli 2007 dari www.scribd.com/transplantasidalamislam

    http://www.scribd.com/transplantasidalamislam

  • 4

    meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh mayat,

    hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai hukum

    pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal, kami berpendapat bahwa tubuh

    orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh seorang pun. Sebab dengan sekedar

    meninggalnya seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa

    terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya.3 Oleh

    karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya, sehingga dia tidak

    berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiatkan

    penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah

    mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan

    pula berwasiat untuk menyumbangkannya.4

    Di Indonesia, untuk menentukan hukum suatu perkara secara Islam,

    biasanya dilakukan melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian

    mengeluarkan fatwa MUI berdasarka ijma’ para anggotanya. Anggota Fatwa

    MUI ini terdiri atas tokoh-tokoh berbagai organisasi Islam di Indonesia antara

    lain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

    Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di

    Indonesia selalu berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik dengan

    3 Artikel diakses pada 27 Juli 2007 dari www.eramuslim.com

    4 Zallum Abdul Qadim, Hukmu Asy Asyar’i Fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl Athfālul

    Anābīb Ajhizatul In Asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut, (Beirut Libanon, Cetaka I 1418/1997,

    h.48), penerjemah: Sigit Purnamajati, S.Si, penyunting : Muhammad ShiddiqAl Jawi : Nilai Etika

    Transplantasi Organ

    http://www.eramuslim.com/

  • 5

    menentukan suatu hukum yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan.

    Untuk menghasilkan suatu hukum, NU melakukan kajian-kajian permasalahan

    yang dihadapi dengan merujuk pada Al-Qur’an, Hadis, kitab-kitab kuning

    karangan Imam mazhab empat dan pendapat ulama sebagai sumber hukumnya

    yang dilaksanakan dalam suatu majelis Bahtsul Masail.

    Bahstul Masail adalah suatu cara khas organisasi Nahdlatul Ulama dalam

    mengatasi problematika mengenai hukum atau kasus baru yang sebelumnya tidak

    ditemukan pada kitab-kitab fikih klasik. Banyak masalah tentang hukum yang

    diselesaikan oleh bahtsul masail salah satunya hukum mengenai transplantasi

    organ tubuh orang muslim kepada orang non muslim yang akan dibahas lebih

    lanjut pada bab-bab selanjutnya.

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini, penulis memberi batasan

    masalahnya pada hukum melakukan transplantasi organ tubuh di Indonesia,

    pandangan hukum Islam terhadap orang muslim yang menyumbangkan organ

    tubuhnya kepada orang non muslim dan pandangan Bahtsul Masail NU terhadap

    orang muslim yang menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim.

    Dari pembatasan masalah diatas, penulis merumuskan pokok masalah

    dalam skripsi ini sebagai berikut :

  • 6

    1. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap orang muslim yang

    menyumbangkan organ tubuhnya?

    2. Bagaimana pandangan bahtsul masail NU terhadap orang muslim yang

    menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah :

    1. Diketahuinya hukum Transplantasi Organ tubuh orang muslim kepada orang

    non muslim menurut hukum Islam ( studi tentang fatwa bahsul masail NU).

    2. Mengetahui hukum melakukan transplantasi organ di Indonesia.

    3. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program S1.

    Manfaat penelitian ini adalah :

    1. Sebagai sarana pengaplikasian keilmuan yang telah di dapat selama

    perkuliahan.

    2. Dapat membandingkan antara ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan

    dengan referensi-referensi lain dari luar bangku perkuliahan.

    3. Memberi informasi kepada civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta tentang hukum transplantasi organ menurut pandangan NU.

  • 7

    D. Metode Penelitian

    Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan untuk

    menjawab berbagai permasalahan yang sudah di kemukakan dalam rumusan

    masalah untuk menentukan langkah selanjutnya.

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian yang dilaksanakan adalah jenis penelitianpenelitian

    kualitatif yang menekankan kualitas (ciri-ciri alami) sesuai dengan

    pemahaman yang deskriptif. Penelitian berupa studi empiris muktamar NU

    dan Bahtsul Masail NU dalam menghasilkan hukum tentang transplantasi

    organ orang muslim kepada orang non muslim serta wawancara kepada

    narasumber terkait. Sehingga data primer yang didapatkan berupa hasil

    wawancara, sedangkan data sekunder berupa konsep-konsep pemikiran

    teoritis dalam buku, kitab, hasil penelitian dan data-data yang relevan dengan

    fokus penelitian.

    2. Metode Pengumpulan Data

    Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini

    adalah:

  • 8

    a. Kajian pustaka. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode

    ini yaitu pengkajian dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan

    dengan pembahasan karya ilmiah ini yang dianalisa data-datanya.

    b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

    dilakukan dua belah pihak yaitu pewawancara sebagai pihak yang

    mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pihak yang

    memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dengan teknik ini

    peneliti mengadakan wawancara langsung dengan informan yang

    telah ditunjuk peneliti.

    E. Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, yang

    setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu

    yaitu :

    BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari pembahasan tentang Latar Belakang

    Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

    Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

    BAB II : TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI terdiri dari pembahasan

    tentang Pengertian Transplantasi, Dampak yang Timbul dari

  • 9

    Transplantsi Organ dan Hukum Transplantasi Organ Tubuh menurut

    hukum islam dan hukum positif di Indonesia.

    BAB III : NAHDLATUL ULAMA (NU) terdiri dari pembahasan tentang Sejarah

    Nahdlatul Ulama dan Kiyai Dan Nahdlatul Ulama.

    BAB IV : BAHTSUL MASAIL terdiri dari pembahasan tentang Pengertian

    Bahtsul Masail, Peranan Bahtsul Masail NU Dalam Menghasilkan

    Suatu Hukum, Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim

    Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU dan Analisa

    Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim

    Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU.

    BAB V : PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran-saran, kemudian Daftar

    Pustaka.

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI ORGAN

    A. Pengertian Transplantasi Organ Tubuh

    Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu transplantation,

    menurut bahasa, istilah transplantasi ialah to transplant yang berarti to take up

    and plant to another (mengambil dan menempelkan pada tempat lain). Atau to

    move from one place to another (memindahkan dari satu tempat ke tempat yang

    lain). Transplantasi juga berarti pencangkokan.5

    Sedangkan menurut istilah, transplantasi organ adalah transplantasi

    atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang

    lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama.

    Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak

    befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor.

    Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah

    meninggal.6

    Berdasarkan hubungan Genetik antara donor dan recipient

    (penerima) maka transplantasi di golongkan menjadi tiga bagian :

    5 Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-12-

    transplantasi-organ

    6 Artikel diakses pada 13 September 2008 dari

    http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ

    http://id.wikipedia.org/wiki/Organ_%28anatomi%29http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Donor_organ&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ

  • 11

    1. Auto Transplantation, yaitu dimana donor dan penerimanya berasal dari

    satu individu. Misalkan seseorang yang diambilkan daging pahanya untuk

    menampal pipinya.

    2. Homo Transplantation, yaitu transplantasi yang donor dan penerimanya

    berasal dari satu individu. Artinya transplantasi ini dari manusia ke

    manusia, atau dari binatang ke binatang. Misalkan transplantasi hati dari

    satu orang ke orang yang lain.

    3. Hetero Transplantation, yaitu transplantasi yang dilakukan dari individu

    yang berlainan. Artinya dari organ hewan ke manusia atau sebaliknya.

    Misalkan transplantasi katup jantung babi untuk manusia.7

    1. Sejarah Transplantasi

    Transplantasi, yang merupakan pemindahan organ, sel, dan jaringan

    dari satu lokasi ke lokasi lainnya telah dikenal sejak zaman dahulu kala.

    Nenek moyang bangsa mesir telah mengenal praktek transplantasi dengan

    teknik primitif sekitar tahun 500-700 sebelum masehi.8

    Sebagai praktek primitif yang berasal dari abad 700 sebelum

    masehi, sejarah mencatat bahwa mereka telah melakukan penyambungan

    tulang yang patah pada manusia.

    7 Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum

    Islam. PB.NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 460

    8 Calne, R. The History and Development Of Organ Transplantation: Biology and

    Rejection. Baillieres Clin Gastroenterol. Canada,September 1994. h.389

  • 12

    Pada sekitar abad ke 7 transplantasi organ sudah dilakukan oleh

    bangsa india, cina dan mesir. Tercatat dalam beberapa tulisan yang

    menjelaskan prosedur untuk beberapa Transplantasi yang sangat mirip

    dengan metode modern.9

    Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan

    banyaknya ilmuan yang telah menemukan zat kimia yang berhubungan

    dengan transplantasi, tidak menutup kemungkinan transplantasi secara

    modern dapat dilakukan.10

    Awal dilakukannya Transplantasi secara modern yaitu ketika

    ditemukan zat kimia dalam bidang pembedahan dan antiseptik untuk

    operasi pada tahun 1540 oleh ahli kimia Valerius Cordus yang

    mensintesiskan eter kemudian dilakukan percobaan pada hewan.

    Penggunaan eter untuk operasi menjadi meluas pada pertengahan tahun

    1800 berdasarkan literratur Louis Pasteur tentang kemajuan dalam bidang

    bakteriologi.11

    Alexis Carrel, dikenal sebagai bapak dari percobaan transplantasi

    organ karena ia yang pertama kali melakukan teknik vascular. Sebagai

    dasar vascular operasi dan transplantasi organ. Transplantasi organ

    9 Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari

    http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm

    10 Ibid

    11

    Artikel diakses pada 28 Agustus 2009 dari en.wikipedia.org/wiki/Valerius_Cordus

    http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm

  • 13

    merupakan sistem yang dibuat oleh Carrel dan Charles Lindbergh sebagai

    dasar perkembangan operasi jantung oleh John Gibbon, sehingga

    memungkinkannya dilakukan transplantasi jantung yang sebenarnya.12

    2. Kemajuan Transplantasi Organ

    Pada awal tahun 1960-an, transplantasi organ dari pendonor yang

    telah meninggal adalah suatu hal yang mustahil. Donor dari orang yang

    masih hidup adalah satu-satunya yang dapat digunakan untuk

    ditransplantasikan.

    Sebelum ditemukannya alat bantu pernapasan dan sistem

    pendukung kehidupan, beberapa menit setelah mekanisme dari keseluruhan

    otak tidak berfungsi, pernapasan berhenti dan jantungpun berhenti berdetak.

    Berhenti berfungsinya otak diikuti oleh berhenti berfungsinya jantung dan

    paru-paru. Hal ini menimbulkan banyak permasalahan. Tetapi dengan

    ditemukannya alat bantu pernapasan, berhentinya fungsi otak (kematian

    otak) dan berhentinya pernapasan (kematian jantung dan paru-paru) terjadi

    dalam waktu yang berbeda.

    Selanjutnya, dengan dengan kemajuan teknologi kedokteran yang

    sangat pesat dalam bidang pencangkokan, hal ini memungkinkan mengganti

    bagian dan organ tubuh lainnya seperti hati, paru-paru, liver, pangkreas,

    jantung dan kornea mata, yang berfungsi normal, kemudian rusak atau yang

    12

    Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari

    http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm

    http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm

  • 14

    hampir tidak berfungsi sama sekali, dengan organ dan bagian tubuh dari

    orang lain melalui pencangkokan.13

    Adapun gambar berbagai macam organ dan jaringan yang telah

    berhasil ditransplantasikan, diunduh dari New York Organ Donor Network

    oleh Achmad Muchlisin, Danang Rais, Erdo Deshiant, Vino Soaduon

    Keterangan gambar

    1. Mata (kornea)

    2. Paru-paru

    3. Jantung dan katup jantung

    4. Hati

    5. Pankreas

    6. Usus

    13

    Dr.H.Azhar,LL.M, LL.D. Undang-Undang Pencakokan Organ Tubuh Dan Konsep KematianDi Jepang. Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 h.20-21

  • 15

    7. Vena Paha

    8. Kulit

    9. Tulang

    10. Ginjal

    11. Tendon14

    Seiring perkembangan zaman yang diikuti perkembangan teknologi

    kedokteran, berbagai macam organ dapat di transplantasikan, sehingga

    upaya untuk menggati organ tubuh seseorang yang sudah tidahk berfungsi

    menjadi semakin mudah.

    B. Dampak yang Timbul dari Transplantsi Organ

    Pada homo transplantation, kemungkinan dampak yang ditimbulkan ada 3

    macam :

    1. Apabila donor dan penerimanya saudara kembar yang berasal dari satu sel

    telur, maka hampir tidak menyebabkan reaksi penolakan pada golongan

    ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil auto transplantasi.

    2. Apabila donor dan penerimanya adalah saudara kandung atau salah

    satunya mempunyai orang tua yang sama, maka kemungkinan ada reaksi

    penolakan tapi skalanya kecil.

    14

    Achmad Muchlisin, Danang Rais, Erdo Deshiant dan Vino Soaduon, The First Identical-

    Twin Kidney Transplant Operation. Seminar dilaksanakan pada 23 desember 2004

  • 16

    3. Apabila donor dan penerimanya tidak mempunyai hubungan saudara,

    maka kemungkinan besar transplantasi akan mengalami penolakan.15

    Adanya penolakan organ tersebut terjadi karena di dalam tubuh

    manusia terdapat suatu sistem kekebalan tubuh alamiah yang secara

    otomatis akan menolak benda asing yang masuk kedalamnya.

    Organ tubuh dari pendonor secara otomatis akan langsung ditolak

    oleh sistem imun dari tubuh penerima organ. Penolakannya dapat berupa

    penggumpalan darah atau tidak berfungsinya organ tersebut yang dapat

    mengakibatkan kematian bagi penerima organ.

    Seiring dengan kemajuan teknonlogi kedokteran yang kian

    canggih, para ilmuwan telah menemukan serum dan obat yang dapat

    mengatasi masalah yang timbul akibat Transplantasi organ semakin dapat

    diatasi. Begitu juga masalah penolakan benda asing yang masuk kedalam

    tubuh penerima organ.

    C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh

    1. Hukum positif di Indonesia

    Perkembangan dunia kedokteran yang memungkinkan untuk

    melakukan pergantian organ dari satu orang kepada orang lain dengan

    tujuan menyelamatkan jiwa orang (pasien) adalah sangat mulia.

    15

    Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum

    Islam. PB.NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 460-461

  • 17

    Tetapi jika perbuatan itu dilakukan untuk mendapatkan

    keuntungan atau dengan maksud mamperjual-belikan, maka itu adalah

    perbuatan yang sangat tercela. Agar Transplantasi organ tubuh tidak

    disalah gunakan, maka hal tersebut diatur dalam undang-undang.

    Menurut Undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu pada

    Undang-undang nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dibahas

    lebih rinci pada pasal dibawah ini :

    Pasal 33

    (1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat

    dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse

    darah, implan obat dan atau alat kesehatan serta bedah plastik dan

    rekonstruksi.

    (2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan

    kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

    Pasal 34

    (1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh

    tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan

    dilakukan di sarana kesehatan tertentu.

    (2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus

    memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada

    persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.

  • 18

    (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan

    Peraturan Pemerintah.

    Dengan demikian, Negara memperbolehkan seseorang untuk

    melakukan transplantasi organ hanya untuk tujuan penyembuhan penyakit

    dan pemulihan kesehatan.

    Selain hal tersebut, syarat-syarat lainnya harus terpenuhi

    sebagaimana yang tercantum dalam pasal 34 ayat satu dan dua. Sedangkan

    untuk ketentuan penyelenggaraaanya, diatur oleh peraturan pemerintah

    yaitu Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981.

    Pasal 11 :

    (1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan

    oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan .

    (2) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan

    oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan

    Pasal 12 :

    Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 ( dua )

    orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang

    melakukan transplantasi

    Pasal 16 :

    Donor atau keluarga donor yang tidak berhak atas kompensasi material

    apapun sebagai imbalan transplantasi

  • 19

    Pasal 17 :

    Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia .

    Pasal 18 :

    Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia

    dalam semua bentuk dari luar negeri.

    Jelaslah bahwa Negara Indonesia tidak melarang seseorang untuk

    melakukan transplantasi organ tubuh asal sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku dan bukan untuk tujuan komersil.

    2. Hukum Islam di Indonesia

    Bidang kedokteran secara umum termasuk salah satu bidang

    keilmuan yang mendapat perhatian cukup besar dari para ulama sejak

    masa nabi hingga dewasa ini, termasuk yang terkait dengan

    perkembangan teknologinya dari sisi etika dan hukum Islam. Dalam

    menentukan hukum, haram-halalnya suatu temuan ilmiah termasuk dalam

    bidang kedokteran.

    pada masa Nabi, seluruhnya dapat diselesaikan oleh Nabi.

    Sedang pada masa berikutnya jika tidak dapat ditemukan dalam sumber

    ajaran Islam, al-Quran dan hadis, maka dilakukan ijtihad. Dewasa ini para

    ulama dihadapkan pada masalah lebih rumit, karena banyak masalah-

    masalah kedokteram yang tidak ada penegasan dalam nash, Alquran dan

    Hadis, juga tidak ditemukan keterangannya dalam literatur fikih karena

    hal yang serupa belum diformulasikan oleh para pakar fikih (fuqaha)

  • 20

    terdahulu, belum terjadi saat itu atau bahkan belum terpikirkan akan

    adanya. Di samping itu, juga mulai terkuaknya masalah lain yang terkait

    yang harus pula dipertimbangkan dalam menentukan hukumnya.16

    Di sisi lain, sekarang hampir tidak ada lagi orang yang

    mempunyai otoritas berijtihad secara mandiri karena orang yang

    memenuhi prasyarat akademis dan moral yang diperlukan nyaris tidak

    dapat dijumpai lagi. Maka yang dilakukan adalah berijtihad secara

    kolektif (ijtihad jama'i) melalui lembaga atau organisasi keulamaan.

    Padahal secara normatif teoritis, ada interaksi antara perubahan dan

    perkembangan teknologi kedokteran dengan perubahan hukum Islam. 17

    Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hukum yang mengikatnya,

    ada dalil yang menunjukkan atas hukumnya, jika tidak ditemukan secara

    jelas dalam nash maka dalil dicari dengan cara berijtihad. Dengan ijtihad,

    maka sesulit dan serumit apa pun persoalan yang dihadapi manusia, maka

    di situ ada ketentuan hukumnya.

    Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan

    masa dan tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari

    yang mafsadat (Rahmān, 1983). Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam

    adalah menjadi rahmat bagi manusia, mewujudkan kemaslahatan yang

    16

    Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer, artikel

    diakses pada 10 April 2010 dari

    http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=34

    17

    Ibid.

    http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=34

  • 21

    hakiki, baik di dunia maupun di akhirat (Zahrat, 1995). Ukuran dan

    sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas, ia berubah

    seiring dengan perkembangan zaman (Rahmān, 1983).18

    Secara metodologis, ulama menetapkan hukum Islam

    berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran dan Hadis, dua sumber

    komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan qiyas), kaidah-

    kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik), Amalan

    Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum),

    Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi,

    Sadd al-Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya

    kemaksiatan), dan „urf (Khin, 1984; „Umran, 1992). Abd al-Rahim

    „Umran menambahkan empat prinsip (kaidah) umum, yaitu: "Watak dasar

    segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang oleh suatu nash, tidak

    memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat membolehkan yang

    dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil (Umran, 1992).19

    Hampir seluruh isu kedokteran dan kesehatan yang berkembang

    dewasa ini telah mendapatkan fatwa dari Ulama Indonesia. Dilihat dari

    segi jumlah topik kedokteran yang telah difatwakan, Bahtsul Masail

    tercatat yang terbanyak, diikuti MPKS, MUI, Dewan Hisbah, dan Majlis

    Tarjih. Ada dua isu (inseminasi buatan dan transplantasi) direspons oleh

    18

    Ibid. 19

    Ibid.

  • 22

    seluruh lembaga fatwa, selebihnya kadang hanya oleh sebagian saja,

    bahkan ada yang hanya oleh satu lembaga saja.20

    Zuhroni, alumnus PTIQ yang sekarang menjadi dosen di

    universitas YARSI menjelaskan bagaimana Penetapan fatwa terhadap

    tema kedokteran yang ditetapkan oleh lima lembaga fatwa dari segi

    metode atau dasar dalilnya, secara umum dapat digolongkan dalam tiga

    tipologi,yaitu:

    a. Merujuk pada ketentuan dalam kitab-kitab fikih (kutub mu‟tabarat),

    dengan cara tahbīq atau Ilhāq (analogi), dilakukan oleh Bahtsul

    Masail.

    b. Dengan slogan „kembali kepada Alquran dan Hadis‟ oleh Majlis

    Tarjih dan Dewan Hisbah, secara teoritis segala persoalan termasuk

    isu-isu modern dapat dijawab dengan kedua sumber tersebut. Namun,

    ketika dihadapkan pada realita ternyata tidak terdapat dalam dua

    sumber tersebut, maka digunakan metode yang dirumuskan oleh para

    mujtahid, seperti istihsān, mashlahat mursalat, sadd al-dzarī'at, dan

    sebagainya, termasuk karya-karya fikih masa lalu, namun tidak

    dinyatakan secara tegas.

    20

    Ibid.

  • 23

    c. MUI secara umum dapat dianggap sebagai perpaduan plus antara dua

    tipologi di atas, bersifat fleksibel dan dinamis, menggunakan sumber

    primer dan suplementer dan dinyatakan secara jelas.21

    Secara metodologis, meski tidak berarti meninggalkan sumber-

    sumber hukum atau metode pendukung lain yang menguatkannya,

    terlepas dari adanya kelaziman menyebutkan metode tersebut atau tidak

    tetapi secara aplikatif dapat ditentukan, ada satu metode atau lebih

    penetapan hukum yang kuat dan menonjol dijadikan sebagai dasar, yaitu

    sebagai berikut:

    a. Melalui sumber primer, Alquran dan Sunnah, atau dengan

    mengkiyaskannya. Fatwa tentang larangan operasi ganti kelamin

    digunakan dalil dengan nash tentang larangan merubah ciptaan Allah

    dan menyerupakan diri dengan lain jenis. Proses pemasangan alat

    kontrasepsi dalam rahim/vagina atau penanaman zigot dengan

    batasan menutup aurat dan larangan melihat aurat, agar

    „memejamkan pandangan‟. Keharaman menggunakan jenazah untuk

    transplantasi dengan larangan menyakiti jenazah, atau secara spesifik

    larangan untuk tidak mematahkan tulang mayit. Transplantasi organ

    dan operasi perbaikan kelamin dengan anjuran berobat. Berobat

    dengan bahan dari unsur babi atau transplantasi dengan organ babi

    tercakup dalam larangan makan babi.

    21

    Ibid.

  • 24

    b. Melalui kaidah-kaidah suplementer, di antaranya:

    1) Istihsan atau konsep darurat, seperti terhadap isu tentang donor

    organ, transplantasi dengan organ orang mati, bedah mayat untuk

    pendidikan kedokteran dan pengadilan, penggunaan obat

    beralkohol dan organ babi, aborsi karena alasan medis, darurat.

    2) Sadd al-Dzarī‟at digunakan untuk menetapkan haramnya

    penggunaan sperma donor, sewa rahim, transplantasi dengan

    sesama muslim, aborsi akibat perkosaan yang berakibat depresi

    berat.

    3) Mashlahat Mursalat, dijadikan sebagai argumen halalnya

    inseminasi buatan/bayi tabung, bedah mayat, transplantasi organ,

    dan KB.

    4) Istishhāb digunakan karena tidak ada larangan dan perintah

    dalam nash maka difahami sebagai bentuk pembolehan, seperti

    fatwa tentang isu inseminasi buatan.

    5) Melalui kitab-kitab fikih dengan cara men-tathbīq-kannya atau

    meng-ilhāq-kannya, seperti haramnya suntik mayat dan bedah

    mayat dianalogikan dengan haramnya khitan mayat, bolehnya

    bedah mayat untuk pendidikan atau pengadilan, donor dan

  • 25

    transplantasi organ manusia dianalogikan dengan bolehnya

    mengeluarkan benda berharga atau bayi dari perut mayat.22

    Fatwa tentang transplantasi organ pada prinsipnya seluruh

    lembaga fatwa di Indonesia mengharamkan transplantasi organ manusia.

    Majlis Tarjih, MUI, dan Dewan Hisbah menambahkan kecuali darurat,

    juga termasuk untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan

    kedokteran.23

    Fatwa Bahtsul Masail mengalami pergeseran, awalnya mereka

    mengharamkannya secara mutlak namun kemudian direvisi yang

    selanjutnya difatwakan dengan dua pandangan, haram secara mutlak dan

    jaiz karena darurat.

    Dewan Hisbah dan Bahtsul Masail mempersyaratkan

    menggunakan organ muslim. Bedanya, Dewan Hisbah sebatas

    menyarankan sedangkan Bahtsul Masail mengharuskannya.

    Bahtsul Masail dan Dewan Hisbah secara khusus telah

    mengeluarkan fatwa yang mengharamkan transplantasi menggunakan

    organ babi, kecuali tidak ada pilihan lain. Namun jika ada organ

    pengganti, maka Bahtsul Masail mengharamkannya secara mutlak

    penggunaan organ babi.24

    22

    Ibid. 23

    Ibid. 24

    Ibid.

  • 26

    Ada beberapa pandangan hukum islam mengenai halal-haramnya

    transplantasi organ, oleh agama dijawab dengan merujuk pada sumber

    tekstual utama (Qur'an dan hadis) maupun kitab-kitab hukum fikih

    dengan mempertimbangkan upaya mempertahankan martabat manusia.

    Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra‟ ayat 70

    Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut

    mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-

    baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas

    kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

    Allah SWT mengingatkan umat manusia akan nikmat dan karunia

    khusus yang telah diberikan kepada mereka bahwa mereka dimuliakan

    dan diberi kelebihan atas makhluk lain. Manusia dikaruniai Allah SWT

    sarana pengankutan darat,laut, mereka dilaaruniai rizki, makanan dan

    pakaian.25

    Setelah menggambarkan anugerah-Nya ketika berada di laut dan

    di darat. Baik terhadap yang taat maupun yang durhaka, ayat ini

    menjelaskan sebab anugerah itu , yakni karena manusia adalah makhluk

    25

    Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier , PT. Bina Ilmu

    Surabaya. jilid 5, h. 252

  • 27

    unik yang memiliki kehormatan dalam kedudukannya sebagai manusia,

    baik dia taat maupun tidak.26

    Kami lebihkan mereka dari hewan dengan akal dan daya cipta

    sehingga menjadi makhluk bertanggung jawab. Kami lebihkan yang taat

    dari mereka atas malaikat karena ketaatan manusia melalui perjuangan

    melawan setan dan nafsu, sedangkan ketaatan malaikat tanpa tantangan.

    Anugerah Allah SWT itu untuk semua manusia, inilah yang

    menjadikan Nabi Muhammad SAW berdiri menghormati jenazah seorang

    Yahudi. Ketika itu sahabat-sahabat rasul saw menanyakan sikap beliau

    itu. Nabi saw menjawab “ Bukankah yang mati itu juga manusia?”27

    Dari satu sisi kita dapat berkata bahwa jika Allah melebihkan

    manusia atas banyak makhluk hidup berakal, maka lebih-lebih lagi

    makhluk hidup tidak berakal. Di tempat lain Al-Qur‟an menegaskan

    bahwa alam raya dan seluruh isinya telah ditundukkan Allah untuk

    manusia.

    Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa

    yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya

    26

    Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati:

    Jakarta 2002. Volume 7 h. 521 27

    Ibid., h. 522

  • 28

    pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan

    Allah) bagi kaum yang berfikir (Q.S. Al- Jatsiyah :13)

    Disisi lain kita juga dapat berkata bahwa paling tidak ada dua

    makhluk berakal yang diperkenalkan Al-Qur‟an yaitu malaikat dan jin.

    Ini berarti manusia berpotensi untuk mempunyai kelebihan disbanding

    dengan banyak – bukan semua – jin dan malaikat. Yang penulis (Quraish

    Shihab) maksud dengan manusia adalah tentu saja manusia-manusia yang

    taat, karena manusia yang durhaka dinyatakan-Nya bahwa

    Mereka tidak lain kecuali bagaikan binatang ternak, bahkan lebih buruk

    (Q.S. Al-Furqan :44)

    Sebagaimana dipahami anugerah Allah SWT dari kata

    karramnā/kami memuliakan dan dengan demikian anugerah tersebut

    tidak boleh bertentangan dengan hak-hak Allah dan harus selalu berada

    dalam koridor tuntunan agama-Nya.28

    Pada tafsir lain menyatakan Kemuliaan Allah SWT menjelaskan

    bahwa Allah telah memuliakan Adam dengan raut muka yang indah,

    potongan yang serasi dan diberi akal agar dapat menerima petunjuk untuk

    berbudaya dan berfikir guna mencari keperluan hidupnya, mengelola

    28

    Ibid., h. 523

  • 29

    kekayaan alam serta menciptaka alat pengangkut di darat, dilaut dan di

    udara. Allah juga memberi anak adam kelebihan dan kesempurnaan yang

    tidak dimiliki makhluk lain yang diciptakan-Nya.

    Dengan demikian seharusnyalah mereka itu tidak mengadakan

    Tuhan-tuhan lain yang mereka persekutukan dengan Allah, akan tetapi

    hendaknya beribadah hanya kepada Allah SWT.29

    29

    Al-Qur‟an dan tafsirnya. Proyek penngadaan kitab suci Al-Qur‟an Departeman Agama Republik Indonesia 1983/1984. Jilid V h. 627

  • 30

    BAB III

    NAHDLATUL ULAMA

    A. Sejarah Nahdlatul Ulama

    1. Latar Belakang Berdirinya

    Berbicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), gambaran kita langsung

    tertuju ke santri kolot, pakai sarung, orang desa,ekslusif dan ungkapan

    stereotype lain.30

    Tetapi kita tidak membicarakan hal tersebut. Terlepas dari

    itu semua, salah satu faktor yang mendasari lahirnya Nahdlatul Ulama adalah

    Keterbelakangan bangsa indonesia.

    Keterbelakangan ini adalah akibat dari penjajahan maupun akibat

    kungkungan tradisi. Melihat keadaan Bangsa Indonesia yang mengenaskan,

    maka bangkitlah semangat kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat

    bangsa ini melalui pendidikan dan organisasi.

    Embrio yang menggugah kesadaran kaum terpelajar ini muncul pada

    tahun 1908 yang dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat

    kebangkitan nasional terus menyebar ke berbagai daerah setelah rakyat

    menyadari penderitaan dan ketertinggalan bangsa ini dengan bangsa lain yang

    kemudian banyak muncul berbagai organisasi yang serupa dengan

    Kebangkitan Nasional.

    30

    M. Sholaekhan Al-Jalily, Tradisi Bahtsul Masail NU: Harus Mampu Menjawab Problem

    Kemanusiaan. Jurnal Justisia, edisi 24 tahun XI 2003 h. 69

  • 31

    Di kalangan pesantren, muncul organisasi nahdlatul wathan

    (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916 sebagai wadah gerakan melawan

    kolonialisme. Pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau yang dikenal

    dengan Nahdlatul Fikr (Kebangkitan Pemikiran) sebagai wahana pendidikan

    sosial politik kaum santri. Kemudian lahirlah pergerakan atau kebangkitan

    kaum saudagar yang akrab dengan sebutan Nahdlatul-Tujjar. Gerakan itu

    bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan demikian,

    taswirul afkar selain menjadi kelompok studi, juga menjadi lembaga

    pendidikan yang berkembang pesat di bebrapa kota.31

    Ketika Di Saudi Arabiah muncul gerakan wahabi dan Raja Ibnu Saud

    hendak menerapkan mazhab Wahabi sebagai satu-satunya mazhab yang

    berlaku di kota Makkah, beliau juga hendak menghancurkan peninggalan-

    peninggalan islam maupun pra islam yang banyak di ziarahi karena dianggap

    bid‟ah. Gagasan tersebut disambut hangat oleh kaum modernis Indonesia

    seperti Muhammadiyah dan PSII. Sebaliknya, kalangan pesantren menolak

    pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan sejarah tersebut.32

    Akibat sikap yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari

    anggota kongres Al-Islam Yogyakarta 1925, sehingga kalangan pesantren

    31

    Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-

    nu/sejarah-nu/

    32

    Ibid.

  • 32

    tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu‟tamar „Alam Islami (Kongres

    Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

    Didorong oleh keinginan kuat untuk mendukung kebebasan

    bermazhab serta peduli dengan warisan budaya, maka kalangan pesantren

    mengutus delegasi yang bernama Komite Hijaz dengan diketuai oleh KH.

    Wahab Hasbullah juru bicara kaum tradisionalis paling vokal pada Kongres

    Al-Islam, mendorong para Kiai terkemuka di Jawa Timur agar mengirimkan

    utusan sendiri ke Mekkah untuk membicarakan madzhab dengan raja Ibnu

    Sa‟ud.33

    Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hijaz,

    dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud

    mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan

    ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran

    internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan

    kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta

    peradaban yang sangat berharga.34

    Komite Hijas dan beberapa organisasi yang dibentuk oleh kaum

    pesantren adalah embrio dari sebuah organisasi yang lebih mencakup dan

    sitematis untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka pada tanggal 31

    Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H organisai “Nahdlatoel

    33

    Ibid

    34

    Artikel diakses pada 14 agustus 2008 dari www.nubatik.net/content/view/12/43

  • 33

    Oelama” didirikan. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari sebagai

    Rais Akbar.35

    KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar),

    kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai

    prinsip dasar Organisasi. Kedua kitab tersebut di jelaskan maksudnya dalam

    Khittah Nahdlatul Ulama yang kemudian dijadikan dasar dan rujukan warga

    Nahdlatul Ulama dalam berfikir dan bertindak dalam bidang keagamaan,

    sosial dan politik.

    Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di

    Jawa Timur merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan islam terbesar di

    Indonesia. Sebagian besar massa organisasi ini berada di daerah pedesaan

    pulau jawa dan madura. Basis massa yang demikian in sering memposisiskan

    Nahdlatul Ulama menjadi kelompok marginal yang kurang diperhitungkan

    dalam wacana pemikiran islam di Indonesia. Namun sebagai organisasi

    keagamaan yang berada di bawah kepemimpinan kiyai-ulama, Nahdlatu

    Ulama berusaha mempertahankan tradisi keagamaan yang telah ada dan

    berkembang di kalangan grass root tanpa mengurangi nilai2 keislaman.36

    35 Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-

    nu/sejarah-nu/

    36 Ibid

  • 34

    Pada awal berdirinya, Nahdlatul Ulama hanya memperjuangkan

    kepentingan tradisionalis yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia.

    Dalam anggaran dasarnya yang pertama, tujuan Nahdlatul Ulama didirikan

    adalah untuk memegang teguh salah satu mazhab empat dan mengerjakan apa

    saja yang menjadi kemaslahatan bangsa.37

    Seiring dengan era pada saat itu,

    pada tahun 1950-an Nahdlatul Ulama Tearlibat dalam politik praktis. Seorang

    tokoh muda NU, Fajrul Falah mengelompokkan tiga alasan berdirinya

    Nahdlatul Ulama :

    a. Aksi kultural untuk bangsa, yakni menggunakan strategi akulturasi dengan

    budaya setempat, dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.

    b. Aktivitas yang mencerminkan dinamika berpikir kaum muda,

    c. Usaha membela keprihatinan keagamaan internasional, yakni munculnya

    gerakan Wahabiyah yang berusaha menghilangkan segala khurafat yang

    ada di kota suci.38

    Salah seorang peniliti senior Indonesia menyatakan bahwa berdirinya

    Nahdlatul Ulama merupakan respon atas faham reformis pada awal abad ke-

    20 yang dikembangkan oleh Faqih Hasyim di Minangkabau.39

    37

    Hasyim Asy‟ari, Qann Asasi Nahdlatul Ulama. Menara Kudus : Kudus, 1973 h. 2

    38 Fajru Falah, Jamiyyah NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat

    sipil. LkiS: Yogyakarta 1994 h. 170

    39

    Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3S: Jakarta 1996 h. 234

  • 35

    Munculnya kelompok studi “Tashwirul Afkar” di awal abad 20 yang

    dipelopori oleh Abdul Wahab Hasbullah dan rekannya Ahmad Dahlan

    (kemudian menjadi pimpinan Muhammadiyah), mendorong munculnya

    jamiyyah NU. Di samping itu terbentuknya “Nahdlat al Tujjar” suatu lembaga

    yang mewadahi aspirasi kelompok pedagang muslim, serta munculnya komite

    Hijaz merupakan embrio berdirinya Nahdlatul Ulama.

    Sejak berdiri hingga sekarang ini, NU mengalami perjalanan sejarah

    sesuai dengan situasi dan transformasi masyarakat. Pengamat NU dari

    Australia, Greg Barton dan Greg Fealy mengklarifikasi sejarah perjalanan NU

    dalam tiga periode. Pertama, periode awal sebagai organisasi keagamaan,

    sebagaimana organisasi keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah, Persis

    dan Perti. NU didirikan sebagai jam‟iyyah diniyah (organisasi keagamaan)

    yang mempunyai misi mengembangkan kegiatan-kegiatan keagamaan,

    pendidikan, ekonomi dan sosial. Periode pertengahan, yakni ketika NU

    sebagai organisasi keagamaan, berubah fungsi menjadi sebuah partai politik

    atau menjadi unsur formal dalam sebuah partai. Era ini dimulai sejak tahun

    1930, yakni ketika NU bersama ormas lain mengadakan demo atas represi

    yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial. Setelah Indonesia merdeka, NU

    beraliansi dengan Masyumi menjadi partai politik sebagai wahana artikulasi

    politik umat Islam. Karena itu NU keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri

    sebagai partai politik sampai pada akhirnya tahun 1971 menjadi Partai

    Persatuan Pembangunan. Di PPP pun, NU tidak dapat berbuat banyak bagi

  • 36

    kepentingan bangsa dan negara. Sebagai akumulasi dari kehampaan dalam

    dunia politik, NU kembali ke khittah 1926.40

    Nahdlatul Ulama ada karena sesuatu yang lain, yaitu mewujudkan

    tradisinya sendiri, mencapai cita-citanya sendiri. Ia ditakdirkan bernasib harus

    memperjuangkan faham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versinya sendiri

    Berfaham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versi sendiri itu tidak berarti

    harus bertentangan dengan orang lain.41

    2. Tujuan Organisasi

    Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-

    tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.

    3. Struktur Organisasi

    a. Pengurus Besar (tingkat Pusat)

    b. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)

    c. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang

    Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri

    d. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)

    40

    Deklarasi Situbondo hasil muktamar NU tahun 1984 yang menyebutkan bahwa NU

    melepaskan diri keterkaitan partai dengan politik

    41 Artikel diakses pada 12 Januari 2008 dari http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-NU-dan-Peran-Sejarahnya

    http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-NU-dan-Peran-Sejarahnyahttp://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-NU-dan-Peran-Sejarahnya

  • 37

    e. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)42

    Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang,

    setiap kepengurusan terdiri dari:

    a. Mustayar (Penasihat)

    b. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

    c. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

    Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

    a. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

    b. Tanfidziyah (Pelaksana harian)43

    4. Usaha Organisasi

    a. bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan

    meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat

    persatuan dalam perbedaan.

    b. bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai

    dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang

    bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti

    42

    Artikel diakses pada 4 Maret 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama

    43

    Ibid

  • 38

    dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa

    NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau

    Jawa.

    c. bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta

    kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.

    d. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk

    menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan

    berkembangnya ekonomi rakyat.

    e. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat

    luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi

    masyrakat.44

    B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama

    1. Pengertian kiyai

    sebutan Kiyai atau Kiai atau Kiyahi ( كياهي ) sering menjadi

    pertanyaan orang. Apa sebenarnya makna Kiyai itu. Dari mana asal muasal

    nama Kiyai itu. Dan apa sebenarnya ciri-ciri serta hal-hal yang harus

    dilakukan oleh para Kiyai.

    44

    ibid

  • 39

    Menurut KH. Said Aqil Sirajd, kiyai adalah sebutan kehormatan bagi

    ulama nahfliyin di tanah jawa belahan tengah dan timur yang memahami

    syari‟at islam darai maraji’ karya ulama empat mazhab, mampu

    mengamalkannya dan tekun mengajrakannya dengan kemandirian dan

    keihlasan. Sebutan ini kemudian berkembang meluas menjadi sebutan secara

    nasional bagi ulama nahdliyin dan non nahdliyin.45

    Kiyai menurut Wikipedia “Kyai (key-eye) is an expert in Islam. The

    word is of Javanese origin, and is sometimes spelled kiai. Traditionally,

    students of Islam in Indonesia would study in a boarding school known as a

    pesantren. The leader of the school was called kyai, as a form of respect.”46

    Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dijumpai beberapa

    gelar sebutan yang diperuntukkan bagi ulama. Misalnya, di daerah Jawa

    Barat (Sunda) orang menyebutnya Ajengan, di wilayah Sumatera Barat

    disebut Buya, di daerah Aceh dikenal dengan panggilan Teungku, di

    Sulawesi Selatan dipanggil dengan nama Tofanrita, di daerah Madura

    disebut dengan Nun atau Bendara yang disingkat Ra, dan di Lombok atau

    seputar daerah wilayah Nusa Tenggara orang memanggilnya dengan Tuan

    Guru. Khusus bagi masyarakat Jawa, gelar yang diperuntukkan bagi ulama

    anatara lain Wali. Gelar ini biasanya diberikan kepada ulama yang sudah

    45

    Wawancara dengan nara sumber pada 24 oktober 2009

    46 Artikel diakses pada 4 Desember 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/kyai

  • 40

    mencapai tingkat yang tinggi, memiliki kemampuan pribadi yang luar

    biasa.47

    Gelar lainnya ialah Panembahan, yang diberikan kepada ulama yang

    lebih ditekankan pada aspek spiritual, juga menyangkut segi kesenioran, baik

    usia maupun nasab (keturunan). Hal ini untuk menunjukkan bahwa sang

    ulama tersebut mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi.48

    Sebagian pemahaman orang Jawa, Kiai (Kyai) adalah sebutan untuk

    "yang dituakan ataupun dihormati" baik berupa orang, ataupun barang.

    Selain Kiai, bisa juga digunakan sebutan Nyai untuk yang perempuan. Kiai

    bisa digunakan untuk menyebut :

    Ulama atau Tokoh, contoh: Kiai Haji Abdul Rahman Wachid.

    Pusaka, contoh: Keris-Kiai Joko Piturun, Gamelan-Kiai Gunturmadu.

    Hewan, contoh: Kerbau-Kiai Slamet, Kuda-Kyai Gagak Rimang.

    Makhluk Halus, contoh: Kiai Sapujagad (Penunggu Merapi).

    Ada bermacam-macam sebutan “kiyai” menurut Prof Dr Hamka

    yang di kemukakan dalam antara lain Kiyai yang berarti Guru Agama Islam

    yang telah luas pandangannya. Ada Kiyai berarti pendidik, Ada Kiyai berarti

    47

    Drs. Isma‟il Ibnu Qoyim MA, Kiai penghulu Jawa Peranannya di Masa Kolonial.

    Gema Insani Press, Jakarta, cetakan I, 1977: h. 62,

    48 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996: h.

    234.

  • 41

    Pak Dukun. Di Kalimantan, Kiyai (sebelum perang) berarti District-hoofd

    (Wedana). Di Padang (sebelum perang), Kiyai artinya “Cino Tuo” (Orang

    Tionghoa yang telah berumur). Gamelan Sekaten di Yogya bernama Kiyai

    Sekati dan Nyi Sekati. Dalang yang ahli disebut Ki Dalang, atau Kiyai

    Dalang. Bendera Keramat yang dikeluarkan setiap ada bala bencana

    mengancam dalam negeri Yogyakarta bernama Kiyai Tunggul Wulung.49

    Di pulau Jawa dan Palembang, kata Kiyai digunakan untuk

    menghormati seseorang yang dianggap Alim, Ahli Agama dan disegani. Di

    Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan sekitarnya) sebelum perang, gelar

    Kiyai adalah pangkat yang tertinggi bagi Ambtenaar Bumiputera. Sama

    dengan pangkat Demang di Sumatera.50

    Meskipun Hamka mampu menjelaskan kegunaan kata Kiyai seperti

    tersebut, namun dia terus terang mengungkapkan, “kami tidak tahu dari

    Bahasa apa asalnya kata Kiyai. Tetapi kami dapat memastikan bahwa kata

    itu menyatakan Hormat kepada seseorang. Cuma kepada siapa

    penghormatan Kiyai itu harus diberikan, itulah yang berbeda-beda menurut

    kebiasaan satu-satu negeri.51

    49

    Martin van Bruinessen, NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru .

    Yogyakarta: LkiS, 1994. h. 30

    50 Artikel diakses pada 25 april 2009 dari http://abusalma.wordpress.com/2007/05/05/kiyai-

    itu-apa/

    51 Ibid

  • 42

    2. Peranan Kiyai dalam organisasi Nahdlatul Ulama

    Kiyai dan NU seakan dua sisi yang saling berkaitan satu dengan

    lainnya. Banyak ulama NU yang memilki gelar kiyai dengan sejumlah

    pengikut dan murid atau cantrik yang ditempatkan di padepokan bernama

    pondok pesantren.

    Pondok Pesantren, sebagai suatu padepokan untuk memperdalam

    ilmu agama, sejauh ini dipahami sebagai tempat yang sejuk, tenang, dan

    damai. Di dalamnya para cantrik (santri) mencurahkan tenaga dan pikiran

    untuk belajar dan membentuk karakter, sementara pengasuh pesantren

    (kiai) menyerahkan diri dan jiwa mereka dengan tulus untuk memberikan

    pengajaran dan teladan hidup. Kiai adalah sosok pemimpin yang tunggal

    dalam Pesantren, dia selalu sebagai panutan dan tauladan kehidupan bagi

    para santri.52

    Peranan kyai dewasa ini mengalami degradasi luar biasa. Banyak

    yang mengira, kyai itu memiliki patron client yang cukup besar. Asumsi

    itu kelak, mendorong program-program diluar keulamaan tumbuh

    menjamur di pesantren-pesantren, misalnya, program-program

    52

    kH. Mustofa Bisri, Bahtsul Masail, artikel diakses pada 15 Mei 2009 dari

    http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=7&id=67

  • 43

    pemberdayaan masyarakat (community development), partai politik dan

    lain sebagainya.53

    Dalam konteks politik, peran kyai mengalami metamorfosis di

    posisi barunya, sehingga memerlukan sikap yang baru juga. Studi yang

    dilakukan Horikoshi, misalnya, menunjukkan kekuatan kyai sebagai

    sumber perubahan sosial, bukan saja pada masyarakat pesantren tapi juga

    pada masyarakat di sekitarnya. Sementara Geertz menunjukkan kyai

    sebagai makelar budaya (cultural brokers) dan menyatakan bahwa

    pengaruh kyai terletak pada pelaksanaan fungsi makelar ini. Kyai

    dikategorikan sebagai sosok yang tidak mempunyai pengalaman dan

    kemampuan profesional, tetapi secara sosial terbukti mampu

    menjembatani berbagai kepentingan melalui bahasa yang paling mungkin

    digunakan.54

    Sebagai individu yang berpolitik, kiai ikut menunaikan kewajiban

    membebaskan dari ketertindasan. Masih ingat di buku sejarah, resolusi

    jihad yang didegung-degungkan KH. Hasyim Asy‟ari melawan

    pembodohan Jepang lewat Saikere yaitu menundukkan diri hampir 90

    derajad menyamai kondisi ruku‟ dalam shalat. Ini adalah satu bukti politis

    perjuangan ulama, bahwa kita berhak untuk berharkat dan bermartabat.

    53

    Ibid

    54

    Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1987. h. 193.

  • 44

    Kemerdekaan untuk melakukan kebudayaan tidak harus dipaksa-

    paksakan. Nilai sosial-budaya harus sesuai dengan amanat rakyat, lebih-

    lebih pada nuansa yang bersifat agamis tidak harus tunduk pada

    kekuasaan tertentu.55

    Kyai dan tokoh pesantren sering kali menjadi lahan sasaran para

    politisi dalam membangun basis dukungan politik. Pada setiap Pemilihan

    Umum (Pemilu) maka suara kyai dan santri selalu diperebutkan bukan

    saja oleh partai-partai politik berbasis Islam saja melainkan juga partai-

    partai politik berbasis nasionalis. Dalam upaya meraup simpati dari

    kalangan Islam yang menjadi pengikut setia kyai, banyak partai politik

    yang menempatkan kyai dan tokoh pesatren pada jajaran pengurus partai

    dengan harapan dapat menjadi vote getter dalam pemilu.56

    Di kalangan NU, di mana kyai dan tokoh pesantren menjadi pilar

    kultural utamanya, muncul beberapa partai politik yang masing-masing

    mengklaim sebagai representasi politik komunitas ini. Masing-masing

    juga berupaya menempatkan beberapa kyai dan tokoh pesantren sebagai

    motor penggerak ataupun sekedar legitimasi. Pada masa Orde Baru,

    posisi kyai dalam kancah politik nasional semakin terpinggirkan, bahkan

    tidak jarang dicurigai pemerintah, meski demikian, para kiyai tetap eksis

    55

    Artikel diakses pada 17 Mei 2010 dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

    56 Ibid

  • 45

    dengan perjuangan dan pilihan politiknya. Sebagai contoh, dapat dilihat,

    pada saat kampanye pemilu 1977, Kyai Bisyri Syamsuri dengan

    kapasitasnya sebagai kyai NU dan ketua Majelis Pertimbangan Partai

    PPP, mengeluarkan “fatwa politik”, bahwa setiap muslim diharuskan

    memilih PPP.57

    Sikap “radikal” Kyai Bisyri kembali ditunjukkan pada

    Sidang Umum MPR tahun 1978 dengan melakukan walk out yang

    kemudian diikuti oleh semua anggota DPR/MPR dari PPP, sebagai

    bentuk protes terhadap pemerintah yang memberi tempat terhormat pada

    aliran kepercayaan. Dalam perspektif teori politik, tindakan para kiyai

    tersebut merupakan counters-hegemoni.58

    Yaitu upaya untuk melalukan

    perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung melakukan penguasaan

    terhadap seluruh dimensi kehidupan politik dan pemerintahan. Akibatnya,

    sejak periode Pemilu pasca Orde Baru afiliasi politik para kyai dan tokoh

    pesantren terpecah ke dalam beberapa partai NU. Perpecahan internal

    yang muncul kemudian juga senantiasa dilegitimasi dengan dukungan dan

    restu sekelompok kyai tertentu.

    Kecenderungan menarik dukungan kyai dan tokoh-tokoh

    pesantren tersebut memperlihatkan bahkan nilai politik kyai di hadapan

    para politisi dalam upaya mereka membangun basis dukungan ataupun

    57

    Hasyim Asy’ari, Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, h.3

    58 Falah, NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat sipil. Yogyakarta:

    LkiS, 1994 h.172

  • 46

    sekedar legitimasi bagi kepentingan politiknya masih cukup tinggi.

    Komunitas elit keagamaan ini, meminjam istilah Masdar, masih dipercaya

    mampu memberikan sumbangan signifikan bagi sukses tidaknya sebuah

    misi politik kelompok politik maupun perorangan. Padahal terbelahnya

    afiliasi politik kyai pada politik partisan tentunya menimbulkan persoalan

    berkenaan dengan sikap kaum santri yang sebelumnya dikenal memiliki

    respektasi dan ketaatan tinggi pada kyai.59

    Penjelasan mengenai posisi dan pengaruh kyai terhadap kaum

    santri sudah cukup banyak dikaji para pemerhati Islam kultural di

    Indonesia, mulai dari deskripsi umum mengenai kultur keagamaan

    (Islam) khas masyarakat Jawa Geertz hingga detai relasi yang dipetakan

    para peneliti belakangan seperti Féillard dan Barton. Hingga penelitian

    paling mutakhir, deskripsi relasi kyai-santri tampak masih belum berubah

    dibanding paparan Mastuhu dan Dhofier.60

    Meminjam identifikasi Geertz, kyai dan santri merupakan bagian

    dari kelompok masyarakat Islam khususnya di pulau Jawa yang memiliki

    kesadaran keislaman yang lebih utuh dan lurus dibanding dua kelompok

    lainnya, abangan dan priyayi. Komunitas santri sendiri diidentifikasi

    59

    Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

    60 Ibid

    http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

  • 47

    Geertz merupakan bentukan komunitas kyai, khususnya melalui lembaga

    pesantrennya. Meski lekat dengan tradisi-tradisi mistis-asketik khas

    Hindu Jawa mereka termasuk kelompok penganut Islam yang taat dalam

    menjalankan syari‟ah Islam.61

    Antara santri dan kyai terdapat sebuah pola relasi emosional

    layaknya tradisi feodal, tetapi tanpa struktur dan tingkatan politis yang

    sofistikatif seperti galibnya tradisi serupa dalam pemerintahan kerajaan.

    Kyai dan keluarganya memiliki posisi sosial dan kultural yang tinggi

    dibanding kebanyakan kaum santri. Menurut Irsan sebagaimana diulas

    Marijan, tradisi tersebut bertumpu pada tiga pilar utama. Pila-pilar

    tersebut terdiri dari basis massa yang merupakan pola struktur sosialnya,

    basis ulama yang merepresentasikan struktur kepemimpinan serta basis

    tradisi yang secara kultural menjadi semacam sistem budaya yang

    mengikat visi keilmuan maupun belbagai etiket keislaman yang mereka

    anut62

    Persoalannya pada generasi kyai era belakangan, status yang

    demikian tampak mulai memudar. Kyai yang demikian memang banyak

    dijumpai era 1950-an sampai dengan 1980-an. Namun demikian, pada

    generasi sesudahnya semakin banyak kyai yang tidak mewarisi penuh

    61 Ibid 62

    Ibid

  • 48

    pola pikir, posisi sosial, kultural maupun keahlian leluhurnya. Beberapa

    kyai dan tokoh pesantren memang masih mewarisi wibawa

    pendahulunya, tetapi tampaknya tidak demikian pada sebagian besar.63

    Peranan kyai yang semakin kecil, memberikan dampak pada

    keragaman pilihan jama‟ahnya. Bisa jadi, dalam kacamata demokrasi,

    kecilnya peran kyai, memberikan dampak yang semakin baik. Dampak

    nyata yang terjadi hari ini adalah penurunan kapasitas keilmuan. Mungkin

    dulu, banyak sekali karya-karya yang muncul, tapi sekarang sangat

    sedikit. Bahkan, dulu ketika orang tua menginginkan anaknya mahir

    dalam ilmu Fiqh, misalnya, mereka akan mengirimkan anaknya untuk

    “mondok” di pesantren Lirboyo, atau, jika ingin pandai dalam hal ilmu

    alat, akan memasukkan anaknya ke pesantren Sarang, dan seterusnya.64

    Kecenderungan ini mulai hilang seiring dengan standarisasi

    kurikulum pesantren yang dibuat oleh Negara. Institusi-institusi pesantren

    ini kemudian mengalami stagnasi disiplin keilmuan luar biasa. Qasim

    Zaman, mengomentari tentang kemerosotan Otoritas Ulama65

    diakibatkan

    karena Munculnya Nation state di hampir seluruh Negara-negara

    berpenduduk Muslim. Seluruh Negara ini kemudian memiliki proyek

    yang sama, yaitu, penguatan-penguatan birokratisasi Ulama. Dalam

    63

    Ibid

    64

    Ibid

    65

    Pada masyarakat Jawa, kata Ulama lebih dikenal dengan sebutan kiyai

  • 49

    konteks Indonesia, birokratisasi itu muncul melalui departemen-

    departemen, misalnya penyeragaman standarisasi sekolah.

    Dunia pesantren juga berhadapan dengan kapitalisme pendidikan.

    Kapitalisme menciptakan suatu hal hanya diukur dari nilai tukar

    dibanding dengan nilai guna. Misal sederhananya, lowongan kerja ditukar

    dengan syarat ijazah. Nah, bagaimana dengan lulusan pesantren

    tradisional yang tidak mengeluarkan ijazah? Adakah dia memiliki nilai

    guna sehingga mereka bisa berkarya setelah menyelesaikan masa study di

    pesantren?66

    Relasi kyai, santri dan politik memang telah mengalami

    perubahan. Dewasa ini sekurang-kurangnya sudah terdapat kesadaran di

    dalam kerangka referensi yang menempatkan kyai dalam tataran fungsi

    khusus. Memang semakin rasional sebuah masyarakat akan semakin

    menempatkan dirinya di dalam mindset diferensiasi struktur spesialisasi

    fungsi. Penempatan kyai pun telah menggunakan logika seperti itu. Kyai

    dengan fungsi utamanya adalah sebagai guru spiritual dan pembimbing

    umat di dalam kehidupan keagamaan maka posisi kyai juga ditempatkan

    di situ. Jika kyai kemudian memasuki kawasan dunia politik, maka posisi

    utama kyai pun berubah ke arah tersebut.67

    66

    Ibid

    67

    Ibid

  • 50

    Walhasil, dibutuhkan sebuah rekayasa (engineering) keilmuan

    bagi Kyai dan institusinya, yaitu pesantren. Tidak lupa juga, institusi

    lokal yang mampu mendukung keberlanjutan hidup pesantren secara

    mandiri harus diberdayakan. Disinilah pentingnya Nahdlatul Ulama hadir

    ditengah masyarakat pesantren.68

    Sebagian berpendapat bahwa sosok seorang kiyai dalam Nahdlatul

    Ulama adalah sebagai panutan, guru, sumber ilmu, pemimpin dan ahli

    hukum, orang yang harus ditaati perintahnya dan paling dihormati.

    Bahkan di suatu tempat di jawa timur, bagi penduduk setempat kiyai

    adalah segala-galanya. Apapun yang diperintahkan kiyai pasti dilakukan.

    Bagi penduduk tersebut kiyai adalah pemegang kekuasaan tertinggi

    bahkan melebihi gubernur atau pimpinan daerah tersebut.69

    Pada banyak kasus, peran kyai dalam masyarakat pedesaan tidak

    hanya terbatas pada persoalan-persoalan yang menyangkut keagamaan.

    Di tengah kebudayaan yang didominasi ketokohan kyai, berbagai masalah

    sehari-hari menyangkut urusan rumah tangga, perjodohan, perekonomian,

    bahkan pengobatan sering menempatkan kyai sebagai tumpuan. Hal ini

    tentu saja melahirkan hubungan emosional yang diliputi ketergantungan

    dengan tingkat kepercayaan yang tidak perlu dipertanyakan. Masyarakat

    68

    Nuruzzaman Amin, Merevitalisasi Peran Kiyai NU artikel diakses pada 15 Mei

    2010 dari http://nuruzzamanamin.blogspot.com/2009/08/merevitalisasi-peran-kyai-nu.html

    69

    Ibid

    http://nuruzzamanamin.blogspot.com/2009/08/merevitalisasi-peran-kyai-nu.html

  • 51

    Islam di sekitar kyai dengan sendirinya akan senantiasa berusaha

    menyesuaikan pandangan hidup dan perilakunya dengan ketokohan kyai.

    Kyai menjadi pemimpin informal yang lebih didengar petuah dan

    keputusannya dibanding tokoh manapun.70

    Status kyai yang tinggi menjadikannya tidak perlu direpotkan oleh

    pekerjaan sebagai petani karena pengabdian yang tinggi dari para abdi

    dan masyarakat yang mengerjakan tanahnya. Meski secara formal mereka

    bukan pejabat pemerintah, namun status sosial mereka cenderung

    dominan secara kultural. Mereka lebih dihormati dan didengar

    pendapatnya dibanding aparat pemerintahan, seperti lurah atau kepala

    desa.71

    Dalam organisasi Nahdlatul Ulama sendiri, peranan kiyai menurut

    ketua umum PB NU-KH.Said Aqil Sirajd adalah menjaga, melaksanakan

    dan mengembangkan secara istiqomah eksistensi NU sebagai organisasi

    yang memperjuangkan aqidah dan amaliah ahlus Sunnah wal-Jama‟ah.

    70

    Ibid

    71

    Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari

    http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

    http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

  • 52

    BAB IV

    BAHTSUL MASAIL

    1. Pengertian Bahtsul Masail

    Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan masa dan

    tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari yang mafsadat.

    Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam adalah menjadi rahmat bagi

    manusia, mewujudkan kemaslahatan yang hakiki, baik di dunia maupun di

    akhirat. Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas,

    ia berubah seiring dengan perkembangan zaman. Secara metodologis, ulama

    menetapkan hukum Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran

    dan Hadis, dua sumber komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan

    qiyas), kaidah-kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik),

    Amalan Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum),

    Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi, Sadd al-

    Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya kemaksiatan),

    dan „urf . Abd al-Rahim „Umran menambahkan empat prinsip (kaidah) umum,

    yaitu: "Watak dasar segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang oleh suatu

    nash, tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat membolehkan

    yang dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil. (Fatwa Ulama

    Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer72

    72

    Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer, artikel

    diakses pada 10 April 2010

  • 53

    Selama ini NU dianggap sangat hati-hati dalam merespon

    perkembangan hukum yang terjadi dalam masyarakat, bahkan sebagian

    pengamat menganggap wacana pemikiran hukum NU mengarah pada proses

    penutupan ijtihad. Ide-ide baru yang dikembangkan dalam pemikiran hukum

    NU sekarang ini menjadi lebih progresif dan transformatif dengan tawaran

    pemikiran-pemikiran para Kyai NU khususnya kalangan muda yang sangat

    terbuka dan kritis dengan wacana-wacana baru yang berkembang sekarang ini.

    Mereka mengembangkan pemikiran kritis yang terpretatif, metodologis dan

    filosofis.

    Dengan pemikiran yang interpretatif atas teks-teks fiqih yang ada, para

    kyai akan mengetahui latar pemikiran khazanah-khazanah klasik yang telah

    menjadi bahan perbincangan primer kyai. Begitu juga secara metodologis,

    pemikiran fiqih tidak lagi terkungkung dengan rujukan teks (qauli) saja, tetapi

    harus diimbangi dengan pembongkaran (dekonstruksi) konteks. Atau dengan

    kata lain berfiqih tidak harus secara teks (madzhab qauli) tetapi juga dengan

    metodologi yang kontekstual (manhaj). Sedangkan wacana filosofis

    merupakan alternatif baru dalam mengembangkan fiqih manhaji yang mulai

    dipakai oleh para kyai NU.73

    Pembahasan masalah-masalah duniawi yang berhubungan dengan

    konteks fiqih tentunya untuk menghasilkan suatu hukum, dalam organisasi

    Nahdlatul Ulama dikenal dengan nama Bahtsul Masail.

    73

    Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta, LkiS, 1994, h. vi

  • 54

    Bahtsul Masail adalah pembahasan permasalahan dalam masyarakat

    yang diselesaikan dengan solusi fiqih bersandarkan pada kitab-kitab fiqih,

    metode ini berkembang di kalangan Nahdlatul Ulama dan pesantren-pesantren

    salaf. Dengan kata lain Bahtsul masail merupakan forum pembahasan

    masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat yang belum ada

    hukum dan dalilnya dalam agama. Peserta bahtsul masail terdiri dari para kiai

    pakar ahli fiqh dan kalangan profesional yang bersangkutan dengan masalah

    yang dibahasnya.

    Bahtsul Masail NU merupakan ajang intelektualitas secara kolosal

    yang cukup responsive sekaligus problematik. Responsif, karena senatiasa

    tanggap terhadap problematika aktual-faktual. Problematik, karena acap kali

    menggunakan metode ilhaq al-masail binadhairiha; menyamakan

    permasalahan dengan suatu kasus yang tidak terdapat dalam kitab dengan

    kasus yang identik yang sudah ada dalam kitab, atau menyamakan dengan

    sebuah pendapat yang sudah jadi. Metode ini biasa dioperasikan tatkala tidak

    ditemukan jawaban tekstual eksplisit dalam kitab-kitab yang biasa dijadikan

    referensi. Guna menjawab permasalahan-permasalahan, metode ilhaq ini telah

    lama diterapkan oleh alim ulama NU, meskipun hanya secara implisit karena

    belum ada penyematan nama formal sebagai "metode ilhaq". Metode ini

    kemudian dirumuskan dalam munas Bandar Lampung yang menyatakan

    bahwa untuk menyelesaikan masalah yang tidak ada qaul-nya sama sekali

  • 55

    maka dilakukan ilhaq secara kolektif (jama'i) oleh para ulama. Prosedur ilhaq

    harus dipenuhi oleh seorang mulhiq (pelaku ilhaq) adalah:

    a. mulhaq bih: permasalahan yang hendak disamakan yang belum ada

    ketetapannya dalam kitab

    b. mulhaq 'alaih: permasalahan yang sudah ada ketetapan hukumnya yang,

    terhadap permasalahan ini, permasalahan lain yang belum ada

    ketetapannya hendak disamakan

    c. wajh al-ilhaq: sisi keserupaan anatara mulhaq bih dan mulhaq 'alaih.

    Beberapa pengamat menyebut metode ini dengan "qiyas versi NU",

    karena dalam prakteknya menggunakan prosedur yang mirip dengan qiyas.

    Namun ada perbedaan mencolok antara qiyas versi ushuliyyin dengan qiyas

    versi NU (ilhaq). Qiyas versi ushuliyyin menyamakan sesuatu yang belum ada

    ketetapan hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya

    dalam Al-Qur'an maupun hadits (ٗانذق انفشع ثٗ االصه). Sedangkan ilhaq adalah

    menyamakan permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya secara

    tekstual dalam kitab dengan kasus yang sudah ada ketetapannya dalam kitab.

    Pertanyaan yang muncul kepermukaan adalah apakah metode ilhaq ini legal?

    Mengingat adanya kemungkinan besar bahwa Bahtsul Masail akan

    "terperangkap" dalam upaya menyamakan cabangan hukum dengan cabangan

    hukum yang lain (انذق انفشع ثٗ انفشع). Dan, kemungkinan ini akan benar-benar

    terjadi jika mulhaq-'alaih ternyata adalah hasil qiyas.

  • 56

    Pondok pesantren as-salafiyyah mencoba untuk memberi materi

    kemampuan melakukan bahtsul masail kepada santri-santrinya dengan jalan

    mengadakan bahtsul masail tiap malam ahad. Bahtsul masail dibagi dua

    kelompok, Ula dan Wustho. Tingkat ula ditekankan sebagai pembelajaran

    metode dan praktik bahtsul masail, sehingga santri akan terbiasa melakukan

    pencarian jawaban atas masalah- masalah yang diajukan dihadapannya,

    dengan metode bahtsul masail. Di tingkat wustho diharapkan santri sudah

    mempunyai kemandirian dan kemampuan yang baik dalam memecahkan

    suatu masalah.

    Dalam memecahan masalah bahtsul masail yang ada, para santri juga

    diajari untuk memanfaatkan tehnologi komputer semaksimal mungkin. Untuk

    itu disediakan perpustakaan digital kitab-kitab yang relevan semisal Jami'ul

    Fiqhi, Alfiyah Sunnah Nabawiyyah dan sebagainya, sehingga pencarian ta'bir

    menjadi cepat dan effisien, dan waktu lebih banyak digunakan untuk

    mencermati dan menggali apa-apa yang ada pada ta'bir yang telah didapat.

    Selain tujuannya sebagai forum pembahasan masalah yang

    berkembang di masyarakat, bahtsul masail juga sebagai forum untuk

    membangun ukhuwah dan interaksi antar pesantren dan kegiatan ini biasanya

    dilaksanakan rutin, baik setiap bulan maupun tahun, dan tempatnya bergilir di

  • 57

    beberapa pesantren. Masalah-masalah yang akan dibahas dalam bahtsul

    masail merupakan usulan dari berbagai pesantren74

    2. Peranan Bahtsul Masail NU Dalam Menghasilkan Suatu Hukum

    Salah satu lajnah atau lembaga yang memiliki kedudukan penting

    dalam NU adalah Lajnah Bahtsul Masail (LBM). Lembaga ini memiliki peran

    yang sangat strategis dalam menjawab persoalan-persoalan umat, khususnya

    berkaitan dengan masalah agama.

    Lajnah Bahtsul Masail ini selalu dinantikan kiprahnya oleh anggota

    NU. Karena, melalui lembaga ini. akan didapatkan putusan hukum awal

    sebelum disepakati seluruh alim ulama NU dalam sebuah muktamar yang

    menjadi forum permusyawaratan tertinggi di NU. Dalam setiap muktamar,

    objek yang menjadi pembahasan bahtsul masail ini pun bermacam-macam.

    Misalnya, masalah bayi tabung, DNA, sadap telepon, transaksi lewat internet,

    transplantasi organ tubuh, dan lain sebagainya.75

    Beberapa peranan tradisi pengambilan keputusan hukum model

    bahtsul masail di lingkungan pondok pesantren dan di kalangan Nahdlatul

    Ulama antara lain:

    74

    “Model Bahtsul Masail Pondok Pesantren NU” artikel diakses pada 18 Juni 2010

    dari http://as-salafiyyah.blogspot.com/2009/10/model-bahtsul-masail-pondok-pesantren.html

    75 “Bahtsul Masail Mencari Solusi Persoalan Umat” Ragam Republika 21 Maret 2010

    http://as-salafiyyah.blogspot.com/2009/10/model-bahtsul-masail-pondok-pesantren.html

  • 58

    Pertama, supaya NU memiliki pedoman dalam menetapkan hukum,

    sehingga semua keputusan di dalam bahtsul masail harus berpegang pada

    cara-cara yang telah ditetapkan di dalam sistem yang sudah disepakati.

    Kedua, dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya mauquf atau

    tertundanya suatu masalah karena tidak ada nash atau tidak ada qaul dalam al-

    kutubul-mu'tabarah, atau tidak ada aqwal (pendapat), af'al (perilaku) dan

    tashar