tradisi lisan teda dalam upacara padede uma ...suamiku tercinta melkianus suluh, m.pd yang selalu...

441
TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADA MASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA: KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister Oleh: YULIANA SESI BITU NIM: 171232001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM MAGISTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADA

    MASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA:

    KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS

    TESIS

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

    Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister

    Oleh:

    YULIANA SESI BITU

    NIM: 171232001

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

    PROGRAM MAGISTER

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2020

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • i

    TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADA

    MASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA:

    KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS

    TESIS

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

    Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister

    Oleh:

    YULIANA SESI BITU

    NIM: 171232001

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

    PROGRAM MAGISTER

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2020

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTO

    “Segala perkara dapat ku tanggung

    di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku”(Filipi 4:13)

    Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,

    dan bertekunlah dalam doa! (Roma 12:12)

    Kerjakanlah hari ini apa yang hendak dikerjakan hari ini,

    karena hari esok tentu akan mempunyai ceritanya sendiri.

    (Penulis)

    Bukan Pelangi namanya kalau hanya ada merah,

    bukan hidup namanya kalau hanya ada kebahagiaan

    (Penulis)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    PERSEMBAHAN

    Kupersembahkan karya perjuanganku ini untuk:

    1. Allah Tritunggal Yang Maha Kudus dan Bunda Maria yang selalu

    menganugerahkan Roh kekuatan, ketekunan dan kebahagiaan.

    2. Bapak Alm. Mateus Bulu Paga, Bapak Alm. Yakobus Lede Bulu, dan

    Bapak Alm. Siprianus Suluh yang telah memberikan teladan hidup

    ketekunan dan kerja keras.

    3. Mama Mantu Ribka Tanda Kawi yang dengan penuh ketulusan, cinta yang

    tanpa batas, dan tidak mengenal lelah telah merawat, mendidik dan

    membesarkan anakku.Terimakasih Mama.

    4. Mama Khristina Milla dan Mama Agnes Dairo Bili yang telah

    mengorbankan separuh jiwa dan terus bersujud syukur untuk

    keberhasilanku. Terimakasih Mama.

    5. Suamiku tercinta Melkianus Suluh, M.Pd yang selalu merindukan

    keberhasilanku.

    6. Anakku Pankrasius Milenio Suluh yang telah kehilangan kasih sayang dan

    cinta dari ibunya di masa-masa dia membutuhkan kasih sayang dan cinta

    dari seorang ibu.

    7. Saudara-saudariku tersayang yang selalu ada untukku di saat suka dan duka,

    yang selalu menguatkan dan mendukungku dalam situasi apapun.

    8. STKIP Weetebula dan Manajemen Misereor Jerman yang telah memberikan

    kesempatan kepadaku untuk melanjutkan studi S2 dan memenuhi seluruh

    kebutuhanku untuk kelancaran studi.

    9. Almamaterku tercinta, Universitas Sanata Dharma.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    ABSTRAK

    Sesi, Yuliana Bitu. 2020. “Tradisi Lisan Teda dalam Upacara Padede Uma

    Kalada Masyarakat Kabizu Beijello, Sumba Barat Daya: Kajian

    Ekolinguistik Metaforis”. Tesis. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Bahasa

    Indonesia Program Magister. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

    Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan wujud-wujud kearifan

    lokal masyarakat Kabizu Beijello yang terdapat dalam tradisi lisan Teda pada

    upacara Padede Uma Kalada (2) mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang

    terdapat dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede Uma Kalada (3)

    mendeskripsikan jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang termanifestasikan

    dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede Uma Kalada, (4) merumuskan

    upaya-upaya strategis preservasi tradisi lisan Teda masyarakat Kabizu Beijello.

    Penelitian ini dikaji dengan menggunakan perspektif ekolinguistik metaforis.

    Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kualitatif. Objek Penelitian

    ini adalah kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal, dan wujud jati diri

    masyarakat Kabizu Beijello. Wujud data dalam penelitian ini adalah bagian-

    bagian dari tradisi lisan pada upacara Padede Uma Kalada. Data dalam penelitian

    ini dikumpulkan dengan menggunakan metode sadap, wawancara dan observasi

    partisipan yang diterapkan melalui beberapa teknik, yakni simak bebas cakap,

    simak libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Metode analisis data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan ekstralingual. Metode ini

    diterapkan dengan cara menggunakan teknik analisis kontekstual. Prosedur

    analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi transkripsi data,

    terjemahan gloss cermat dan gloss lancar data, identifikasi data, klasifikasi data,

    deskripsi konteks, pemaknaan data, triangulasi data, konfirmasi dan refleksi.

    Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 kearifan lokal berwujud nyata

    yakni (1) sirih, pinang, dan beras), (2) cincin dan pari’i tiang, (3) kalabo, kapouta

    (ikat kepala), dan katopo (parang), (4) ayam, babi, dan kerbau. Selain itu,

    ditemukan juga 6 kearifan-kearifan lokal berwujud tidak nyata, yakni (1)

    paralelisme, (2) metafora, (3) syair, (4) petuah, (5) mantra, dan (ideologi). Nilai-

    nilai kearifan lokal yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi nilai ketaatan,

    solidaritas, persatuan, penghormatan, kerja keras, syukur, rekonsiliasi dan religius.

    Wujud jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang paling hakiki yang ditemukan

    dalam penelitian ini adalah adalah masyarakat yang selalu mengutamakan

    keharmonisan. Wujud jati diri yang paling hakiki ini yang mendasari terbentuknya

    wujud jati diri lainnya yang meliputi, masyarakat yang selalu bermusyawarah,

    solider, menghormati pemimpin, menghormati Marapu (leluhur dan roh-roh

    gaib), religius, ritual dan agraris. Strategi preservasi tradisi lisan masyarakat

    Kabizu Beijello yang ditemukan dalam penelitian ini terdiri atas tiga, yakni

    preservasi tradisi lisan melalui pelestarian alamiah, melalui lembaga agama, dan

    melalui lembaga Pendidikan.

    Kata Kunci: Ekolinguistik metaforis, tradisi lisan, kearifan lokal, nilai-nilai

    kearifan lokal, jati diri dan preservasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    ABSTRACT

    Sesi, Yuliana Bitu. 2020. "Oral Tradition Teda in the Padede Uma Kalada

    Ceremony Kabizu Beijello community, Sumba Barat Daya: A Metaphorical

    Ecolinguistic Study". Thesis. Yogyakarta. Indonesian Language Study Program,

    Magister Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma

    University.

    This study aims to (1) describe the forms of local wisdom of the Kabizu

    Beijello community contained in the oral tradition Teda of the Padede Uma

    Kalada ceremony (2) describe the local wisdom values contained in the oral

    tradition Teda of the Padede Uma Kalada ceremony (3) describe the identity of

    the Kabizu Beijello community that manifested in oral traditions Teda of the

    Padede Uma Kalada ceremony, (4) formulating strategic efforts to preserve the

    oral traditions Teda of the Kabizu Beijello community. This research was studied

    using a metaphorical ecolinguistic perspective.

    This research is included in the type of qualitative research. The object of

    this research is local wisdom, local wisdom values, and the manifestation of the

    identity of the community of Kabizu Beijello. The data in this study are parts of

    the oral tradition of the Padede Uma Kalada ceremony. The data in this study

    were collected using tapping methods, interviews and participant observation

    which were applied through several techniques, namely free speech, listening

    involved, recording techniques and note taking techniques. The data analysis

    method used in this study is the extralingual equivalent method. This method is

    applied by using contextual analysis techniques. Data analysis procedures used in

    this study include data transcription, careful gloss translation and smooth gloss

    data, data identification, data classification, context description, data meaning,

    data triangulation, confirmation and reflection.

    Based on the results of the study found 4 real tangible local wisdom

    namely (1) betel, areca nut and rice), (2) ring and pari'i pole, (3) kalabo, kapouta

    (headband), and katopo (machete), (4 ) chicken, pork and buffalo. In addition, 6

    local wisdoms were found to be intangible, namely (1) parallelism, (2) metaphors,

    (3) poetry, (4) advice, (5) mantras, and ideology. The values of local wisdom

    found in this study include the values of obedience, solidarity, unity, respect, hard

    work, gratitude, reconciliation and religious values. The most essential form of

    identity of the Kabizu Beijello community found in this research is to maintain

    harmony in living together, solidarity, leaders honor, honor of the Marapu

    (ancestors and supernatural spirits), religious life, rite and agrarian life. The

    preservation strategy of the oral tradition of the Kabizu Beijello community found

    in this study consisted of three, namely preservation of oral traditions through

    natural preservation, through religious institutions, and through educational

    institutions.

    Keywords: Metaphorical ecolinguistics, oral traditions, local wisdom, local

    wisdom values, identity and preservation.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini tidak

    memuat karya atau bagian karya orang lain· maupun karya sendiri, kecuali yang

    telahdisebutkan di dalamkutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya

    penulisal1karya· ilmiah.

    Yogyakarta, 24 Januari 2020

    Penulis

    Yuliana Sesi Bitu

    viii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI KARYA ILMIAH

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:Nama : Yuliana Sesi BituNim : 171232001

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

    TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADAMASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA:

    KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS

    beserta·perangkat··-yangdiperlukan~····Dengandemikian·sayamemberikan·kepadaPerpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkandalam bentuk media lain, mengolahnyadalam bentuk pangkalan data,mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau medialain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupunmemberikan royalti kepada saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagaipenulis.Demikian Pemyataan ini·yang saya buat dengan.sebenarnya.

    Dibuat di YogyakartaPada tanggal 24 Januari 2020

    Yuliana Sesi Bitu

    IX

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Allah Tri Tunggal Yang Maha Kudus dan kepada

    Bunda Maria atas kemurahan kasih, berkat dan rahmat yang diangugerahkan

    sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Tradisi lisan

    Teda dalam Upacara Padede Uma Kalada Masyarakat Kabizu Beijello, Sumba

    Barat Daya: Kajian Ekolinguistik Metaforis”. Penulis percaya dan yakin teguh

    bahwa kelancaran penulisan tesis ini, mulai dari perumusan dan penentuan judul

    sampai pada pelaporan hasil akhir penelitian boleh terjadi hanya karena atas

    pertolongan, penyertaan dan campur tangan Allah Tritunggal Yang Maha Kudus

    dan Bunda Maria. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang penulis

    harus penuhi agar dapat memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program

    Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Magister, Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Peneliti menyadari bahwa pergumulan dalam menyelesaikan tesis ini tidak

    terlepas dari pertolongan, dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Menyadari

    akan hal itu, penulis dengan hati yang tulus dan ikhlas mengucapkan limpah

    terima kasih kepada:

    1. Drs. Yohanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., sebagai Rektor Universitas

    Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

    melanjutkan studi S2 di Universitas Sanata Dharma tepatnya pada Program

    Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister.

    2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., sebagai Dekan FKIP Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    untuk mengembangkan kemampuan akademik dan kepribadian pada

    Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister.

    3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister

    PBSI, FKIP, USD, yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada

    penulis selama penulis berproses dalam rangka menyelesaikan studi S2 ini.

    Sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran,

    pengertian dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, dorongan, motivasi

    dan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis demi

    kesempurnaan penulisan tesis ini.

    4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh

    kesabaran, pengertian dan ketelitian telah membimbing dan memberikan

    masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis untuk

    kesempurnaan penulisan tesis ini.

    5. Dr. Y. Y. Taum, M.Hum., sebagai triangulator hasil analisis data penelitian

    ini yang yang dengan penuh kerendahan hati, pengertian dan ketelitian telah

    menyediakan waktu untuk mentriangulasi hasil analisis data penelitian ini

    dan juga memberikan masukan-masukan yang berharga sehingga tesis ini

    dapat dikerjakan dengan baik.

    6. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program

    Magister, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

    Dharma yang telah mendidik, mengarahkan, mendampingi dan membagikan

    ilmunya kepada penulis selama masa studi dalam upaya memperkaya

    kemampuan akademik baik di bidang ilmu pendidikan maupun kebahasaan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    7. Bapak Nicolaus Widiastoro dan segenap staf di Sekretariat Prodi MPBSI,

    yang selalu memberikan pelayanan yang baik, rendah hati dan ramah

    kepada penulis pada saat mengurus berbagai kebutuhan administratif.

    8. Drs. Paulus Suparmo, S.S., M.Hum., sebagai Kepala Perpustakaan USD dan

    segenap staf perpustakaan USD yang selalu memberikan pelayanan yang

    baik, rendah hati dan ramah kepada penulis dalam berbagai urusan

    perpustakaan, baik peminjaman dan pengembalian buku, print maupun

    dalam hal pemakaian ruang workstation

    9. Ketua Yayasan Pendidikan Nusa Cendana Sumba Barat Daya, Ketua STKIP

    Weetebula, para Wakil Ketua, dan segenap sivitas akademika STKIP

    Weetebula serta Manajemen Misereor Jerman yang telah memberikan

    kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 dan telah

    memfalisitasi penulis dalam berbagai kebutuhan demi kelancaran studi.

    10. Para informan yang telah menyediakan banyak waktu untuk penulis selama

    proses mengumpulkan data penelitian ini dan memberikan informasi yang

    mendalam terkait dengan pemaknaan serta telah memberikan izin kepada

    peneliti untuk merekam data-data dalam penelitian ini.

    11. Kakak Antonius Nesi, M.Pd dan Adik Jetho Lawet S.Pd yang telah menjadi

    partner diskusi yang baik dan selalu memberi memotivasi kepada penulis

    untuk segera menyelesaikan tesis ini serta meluangkan waktu untuk

    membaca dan memberikan catatan-catatan sehingga tesis ini dapat

    diselesaikan dengan baik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    12. Teman-teman angkatan 2017 dan seluruh rekan-rekan mahasiswa MPBSI,

    USD yang selalu membantu serta mendukung penulis selama berproses

    dalam perkuliahan.

    13. Ibu Pupu Purwaningsih, S.S., M.A., Pak Elyakim Nova Supriyedi Patty,

    M.Pd., Ibu Iga Nurwinda, S.Pd., Pak Yustinus Ghanggo Ate, M.Gen&App

    Ling (Adv)., Ibu Veronika Gheda Rangga, S.Pd., Ibu Yublina Yati Ngongo,

    S.Pd., Ibu Yohana Anggreni Talo, S.Pd., Pak Fransiskus Ghunu Bili, S.Pd.,

    Pak Petrus Lende, S.Pd., Adik An Helmon, M.Pd., Ponaan Agustinus A.

    Bili, S.Ars, Adik Maria Doreste Lobo, S.Pd, Adik Marita Nura, Ponaan

    Dian Mada Kaka yang dengan caranya masing-masing selalu memotivasi

    dan terus menyemangati penulis sehingga penulis selalu kuat dan

    mempunyai semangat untuk segera menyelesaikan tesis ini.

    14. Saudara dan saudariku terkasih yang tidak henti-hentinya mendorong,

    menyemangati dan mendoakan penulis sehingga penulis mempunyai tekat

    dan niat yang kuat di dalam diri untuk harus segera menyelesaikan tesis ini.

    15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang turut

    andil dalam proses pengerjaan tesis ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan

    dengan baik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih sangat jauh dari

    kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari

    berbagai pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan tesis ini.

    Yogyakarta, Januari 2020

    Penulis

    Yuliana Sesi Bitu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... iv

    ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ viii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xv

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 7

    1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 9

    1.4.1 Manfaat Teoretis ....................................................................................... 9 1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 10

    1.5 Sistematika Penyajian ............................................................................. 11 1.6 Batasan Istilah ......................................................................................... 12

    BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 15 2.1 Bahasa dan Kebudayaan ......................................................................... 15 2.2 Ekolinguistik dan Ekolinguistik Metaforis ............................................. 20

    2.3 Konteks dalam Kajian Ekolinguistik Metaforis ...................................... 26 2.4 Etnografi dan Etnografi Komunikasi ...................................................... 30

    2.5 Tradisi Lisan ........................................................................................... 35 2.6 Tradisi Lisan Teda dalam Upacara Padede Uma Kalada Masyarakat

    Kabizu Beijello ........................................................................................ 39

    2.7 Kearifan Lokal ........................................................................................ 44 2.8 Jati Diri.................................................................................................... 48 2.9 Preservasi ................................................................................................ 51 2.10 Kerangka Berpikir ................................................................................... 53

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 55 3.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 55 3.2 Sumber Data, Data dan Objek Penelitian ............................................... 56 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 59

    3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 67 3.5 Metode dan Teknik Analisis Data........................................................... 68

    3.6 Triangulasi .............................................................................................. 70

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 72 4.1 Deskripsi Data ......................................................................................... 72

    4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 81 4.2.1 Kearifan-kearifan Lokal yang Terdapat dalam Tradisi Lisan Teda dalam

    Upacara Padede Uma Kalada ................................................................. 83 4.2.1.1 Kearifan-Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible) ................... 85 4.2.1.2 Kearifan-Kearifan Lokal Berwujud Tidak Nyata (intangible) ............... 99

    4.2.2 Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Tradisi Lisan Teda dalam Upacara Padede Uma Kalada .................................................... 127

    4.2.2.1 Nilai Ketaatan ....................................................................................... 127 4.2.2.2 Nilai Solidaritas .................................................................................... 130 4.2.2.3 Nilai Persatuan ...................................................................................... 134 4.2.2.4 Nilai Penghormatan .............................................................................. 135 4.2.2.5 Kerja Keras ........................................................................................... 145

    4.2.2.6 Nilai Syukur .......................................................................................... 147 4.2.2.7 Rekonsiliasi ........................................................................................... 151

    4.2.2.8 Nilai Religius ........................................................................................ 154 4.2.3 Jati Diri Masyarakat Kabizu Beijello yang Terdapat dalam Tradisi Lisan

    Teda pada Upacara Padede Uma Kalada ............................................. 156 4.2.3.1 Masyarakat yang Selalu Membina Sikap Bermusyawarah ................... 157 4.2.3.2 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat yang Solider ............ 162

    4.2.3.3 Masyarakat yang Menghormati Pemimpin ........................................... 169

    4.2.3.4 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat Agraris .................... 172 4.2.3.5 Masyarakat yang Menghormati Marapu .............................................. 180 4.2.3.6 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat Religius ................... 188

    4.2.3.7 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat Ritual ....................... 196 4.2.4 Strategi Preservasi Tradisi Lisan Teda Masyarakat Kabizu Beijello .... 203

    4.2.4.1 Preservasi Tradisi Lisan Teda melalui Pelestarian Alamiah ................. 204 4.2.4.2 Preservasi Tradisi Lisan Teda melalui Lembaga Agama ..................... 208 4.2.4.3 Preservasi Tradisi Lisan Teda melalui Lembaga Pendidikan ............... 211

    4.3 Pembahasan........................................................................................... 214 4.3.1 Kearifan-kearifan Lokal yang Terdapat dalam Tradisi Lisan Teda dalam

    Upacara Padede Uma Kalada ............................................................... 214

    4.3.2 Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Tradisi Lisan Teda

    pada Upacara Padede Uma Kalada ...................................................... 231 4.3.3 Jati Diri Masyarakat Kabizu Beijello yang Termanifestasi dalam Tradisi

    Lisan Teda pada Upacara Padede Uma Kalada ................................... 235 4.3.3.1 Jati Diri Hakiki Masyarakat Kabizu Beijello ........................................ 257 4.3.4 Strategi Preservasi Tradisi Lisan Teda Masyarakat Kabizu Beijello .... 262

    BAB V PENUTUP ............................................................................................ 267 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 267 5.2 Saran .............................................................................................................. 269 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 271

    LAMPIRAN ....................................................................................................... 280

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Dalam bab ini dipaparkan lima hal, yakni (1) latar belakang masalah, (2)

    rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) batasan

    istilah. Kelima hal itu diuraikan sebagai berikut.

    1.1 Latar Belakang

    Kabizu merupakan hubungan kekerabatan yang terikat berdasarkan asal-usul

    nenek moyang pertama termasuk warisan-warisannya berupa tanah, rumah adat,

    benda-benda pusaka yang tidak dapat diperjualbelikan, juga ritual-ritual adat yang

    mengarah pada pemujaan terhadap Marapu. Hubungan kekerabatan itu dilihat

    berdasarkan garis keturunan ayah (patrilineal). Hal ini sejalan dengan

    Soeriadiredja (2013:68) yang mengemukakan bahwa Kabizu atau dalam bahasa

    Sumba Timurnya Kabihu merupakan kelompok kekerabatan yang merasa diri

    berasal dari seorang nenek moyang dan antara satu dengan lainnya terikat melalui

    garis keturunan laki-laki saja. Dengan merujuk pada konsep itu, maka Kabizu

    dapat dipahami sebagai klan. Dengan demikian, masyarakat Kabizu Beijello

    merupakan salah satu masyarakat etnik yang berasal dari klan Beijello, suku

    Wewewa, Kabupaten Sumba Barat Daya.

    Masyarakat Kabizu Beijello sebagai masyarakat etnik memiliki corak tradisi

    dan kebudayaan yang sangat khas untuk diteliti. Salah satu kekhasan itu adalah

    tradisi lisan Teda dalam upacara adat Padede Uma Kalada (pembangunan rumah

    besar). Teda adalah ungkapan-ungkapan tradisional yang sangat magis, berbernas

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    mempunyai roh tertentu yang dapat memberikan rasa percaya diri bagi penuturnya

    dan sekaligus dapat memberikan rasa kekaguman bagi pendengar serta

    mempengaruhi pikiran dan tindakan pendengar untuk bertindak sesuai yang

    diinginkan penutur. Ungkapan-ungkapan dalam tradisi lisan Teda memiliki sistem

    pembarisan tersendiri yang berbentuk syair yang indah dan selalu diungkap dalam

    konteks upacara adat baik upacara adat kematian, perkawinan, pertanian, maupun

    pembangunan rumah besar. Dalam konteks penelitian ini, peneliti hanya

    memfokuskan pengkajian pada tradisi lisan Teda pada upacara Padede Uma

    Kalada (pembangunan rumah besar).

    Tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada sebagai sebuah

    warisan leluhur tentu tidak hanya sebagai alat komunikasi dalam seluruh ritual-

    ritual adat selama proses Padede Uma Kalada. Tradisi lisan Teda dalam upacara

    Padede Uma Kalada tentu mengandung dan memberikan gambaran terkait

    kearifan-kearifan lokal yang mengakar pada kepercayaan Marapu sebagai

    kepercayaan asli masyarakat Kabizu Beijello. Kearifan-kearifan lokal itu

    mengandung pengetahuan-pengetahuan lokal yang digunakan untuk membina

    kehidupan yang seimbang dan harmonis baik dengan sesama, leluhur, roh-roh

    gaib, dan Tuhan sebagai Wujud Tertinggi. Hal itu selaras dengan yang

    diungkapkan Sriyono (2014:57) bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan

    lokal yang digunakan masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam

    lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya

    yang diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu

    yang lama.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Selain itu, tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada juga tidak

    dapat dilepaspisahkan dari hukum adat, nilai-nilai, sejarah budaya, dan bahkan

    ideologi yang mencerminkan jati diri atau identitas diri masyarakat Kabizu

    Beijello. Supriatin (2012:408) mengatakan bahwa tradisi lisan adalah warisan

    leluhur yang banyak menyimpan kearifan lokal, kebijakan, dan filosofi hidup

    yang terekspresikan dalam bentuk mantera, pepatah-petitih, pertunjukan, dan

    upacara adat. Lebih lanjut diungkapkan bahwa tradsi lisan yang terdapat di

    Nusantara sekaligus juga menyimpan identitas bangsa karena pada tradisi lisan

    terletak akar budaya dan akar tradisi sebagai subkultur atau kultur Indonesia.

    Dengan melihat kekayaan-kekayaan yang terkandung dalam tradisi lisan

    Teda pada upacara adat itu seharusnya generasi muda sebagai penerusnya

    mempunyai kepedulian untuk menjaga dan memelihara tradisi lisan. Namun,

    kenyataan yang dihadapi adalah tradisi lisan Teda semakin mengalami degradasi

    dalam aspek kuantitas penutur khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu

    faktor penyebabnya adalah arus globalisasi yang semakin pesat. Dalam

    penelitiannya, Mbete (2015) mengungkapkan bahwa ada gejala serius dimana

    generasi muda remaja bangsa semakin pragmatis, lebih berorientasi dan memilih

    untuk mempelajari dan menguasai bahasa asing, dan mengabaikan bahasa daerah

    atau bahasa lokal. Gejala ini pula terjadi pada ruang lingkup masyarakat Kabizu

    Beijello, Suku Wewewa. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Kami (2018:5-6)

    bahwa apresiasi generasi muda masyarakat Wewewa terhadap tradisi lisan

    semakin berkurang. Banyak generasi muda yang sudah melupakan warisan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    berharga para leluhur dan jati diri masyarakatnya dengan fenomena baru, yakni

    lebih mengenal hal-hal yang lebih bersifat modern.

    Kondisi kritis ini apabila tidak disikapi dengan bijak tentu akan berimbas

    pada memudarnya jati diri masyarakat Kabizu Beijello. Selain itu, kearifan-

    kearifan lokal dan nilai-nilai yang terekam dalam tradisi lisan pada upacara

    Padede Uma Kalada sebagai warisan leluhur masyarakat Kabizu Beijello tentu

    akan ikut sirna. Hal ini sejalan pula dengan temuan Mbete (2015:183) bahwa

    sebagian besar bahasa lokal di negeri ini terancam punah.Ancaman itu jelas

    memudarkan ciri jati diri komunitas etnik. Seiring dengan itu, sirna pula nilai-nilai

    warisan leluhur, adicita (ideology), dan aneka kearifan lokal (local wisdom) yang

    terekam dalam bahasa lokal itu.

    Berdasarkan beberapa temuan di atas, upaya preservasi menjadi sebuah

    keniscayaan dalam konteks globalisasi. Menurut Rahardi (2016) dalam konteks

    globalisasi preservasi dan penyelamatan nilai-nilai kebijaksanaan dan kearifan

    lokal harus mendapat tempat yang lebih tepat. Senada dengan ini, Mbete

    (2015:186) juga mengungkapkan bahwa pelestarian bahasa-bahasa lokal

    merupakan bagian-bagian penting dari upaya untuk mempertahankan dan

    melestarikan kebersamaan dalam keberbedaan bahasa sebagai wadah kebudayaan

    lokal dan identitas keetnikan.

    Preservasi sebagai salah satu langkah penyelamatan nilai-nilai

    kebijaksanaan dan kearifan-kearifan lokal yang terekam dalam tradisi lisan pada

    era globalisasi ini, tentu relevan dengan kajian teori yang digunakan sebagai pisau

    analisis dalam penelitian ini, yakni teori ekolinguistik metaforis. Hal itu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    ditegaskan oleh Fill dan Penz (2018:i) bahwa ekolinguistik pada hakikatnya

    membahas tentang kehilangan bahasa dan pemeliharaan bahasa di era

    globalisasi. Haugen (1972:325) sebagai pelopor teori ekolinguistik memiliki

    asumsi bahwa bahasa lahir dan mati bagaikan organisme hidup. Bahasa memiliki

    rentang kehidupannya tumbuh dan berubah seperti halnya manusia dan hewan,

    serta memiliki sedikit penyakit yang hanya dapat disembuhkan dengan

    menggunakan obat yang tepat oleh para pakar Bahasa. Pernyataan Haugen ini,

    mengisyaratkan bahwa salah satu cara melindungi dan memelihara bahasa dari

    kepungan arus globalisasi adalah melalui penelitian-penelitian bahasa. Dengan

    demikian, penelitian terhadap tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma

    Kalada sangat penting untuk dilakukan. Selain sebagai salah satu bentuk tindakan

    memelihara dan melindungi tradisi lisan Teda, juga karena dalam tradisi lisan itu

    menyimpan kekayaan nilai-nilai kearifan lokal, filosofi hidup dan jati diri

    masyarakat penuturnya.

    Sifat tradisi lisan Teda yang mengandung dan memberikan gambaran

    tentang kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal dan wujud jati diri masyarakat

    Kabizu Beijello tentu relevan dikaji dengan menggunakan kajian ekolinguistik

    metaforis. Haugen (1972:325) mengemukakan bahwa ekolinguistik adalah studi

    tentang interaksi bahasa tertentu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini

    didefinisikan sebagai masyarakat yang menggunakan bahasa sebagai salah satu

    kode. Dalam hal ini Haugen memaknai lingkungan dalam arti metaforis. Hal itu

    ditegaskan oleh Rahardi (2016) dalam artikelnya yang berjudul “Urgensi

    Menggelorakan Linguistik Ekologi” yang dituliskan pada surat kabar Kedaulatan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    Rakyat yang menuliskan bahwa dimensi ekolinguistik lainnya yang tidak temasuk

    dalam pengertian natural, bersifat metaforis dan lazim diterminologikan sebagai

    ekolinguistik saja, yakni hubungan tali temali antara bahasa dengan strata sosial,

    status sosial, kebudayaan, etnisitas, laras dan sejenisnya.

    Berdasarkan kedua pandangan pakar di atas, maka ekolinguistik metaforis

    dalam konteks penelitian ini adalah hubungan tali temali antara bahasa yang

    digunakan dalam tradisi lisan pada upacara Padede Uma Kalada dengan

    masyarakat Kabizu Beijello yang menggunakan bahasa tersebut sebagai salah satu

    kode yang mencerminkan lingkungan sosial dan budaya. Hal seperti yang

    diungkapkan oleh Mulyadi (2014:93) bahwa di dalam ekolinguistik, bahasa bukan

    sekadar nomenklatur (tata nama), tetapi bahasa memiliki perangkat kata tertentu

    sebagai petunjuk bahwa kata-kata itu menjadi bagian yang penting dalam sebuah

    kebudayaan. Pandangan hidup suatu bangsa adakalanya diungkapkan dengan

    kata-kata kunci tertentu.

    Berdasarkan seluruh uraian di atas, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa

    masalah, yakni (1) tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada

    merupakan salah satu kekayaan budaya masyarakat Kabizu Beijello yang sampai

    saat ini masih dipraktikkan dalam upacara-upacara pembangunan rumah besar.

    Akan tetapi, sejauh ini penelitian terkait tradisi lisan Teda dalam upacara Padede

    Uma Kalada masih jarang dilakukan oleh kaum akademisi terutama peneliti di

    bidang bahasa, sastra dan pengajaran. (2) Tradisi lisan dalam upacara Padede

    Uma Kalada merekam dan menyimpan wujud kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai

    dan memberikan gambaran tentang wujud jati diri yang selalu dipraktek oleh

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    masyarakat Kabizu Beijello. Akan tetapi, sejauh ini pembahasan terkait ketiga hal

    ini belum terperikan secara maksimal. Hal itu karena peneliti-peneliti terdahulu

    belum sampai pada taraf pengkajian makna bahasa dalam hubungannya dengan

    praktik sosial dan budaya yang melingkupi masyarakat Kabizu Beijello. (3) Fakta

    membuktikan bahwa tradisi lisan Teda pada era globalisasi ini, berada pada

    ambang kepunahan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak hanya bersifat

    deskriptif saja tetapi juga akan sampai pada memaparkan strategi-strategi yang

    dapat dilakukan agar tradisi lisan Teda tetap lestari. Berdasarkan seluruh uraian

    itu dan identifikasi masalah yang ditemukan, maka peneliti tertarik untuk

    melakukan penelitian dengan judul “Tradisi Lisan dalam Teda dalam Upacara

    Padede Uma Kalada Masyarakat Kabizu Beijello, Sumba Barat Daya: Kajian

    Ekolinguistik Metaforis”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil identifikasi masalah, maka

    rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tradisi lisan

    Teda dalam upacara Padede Uma Kalada masyarakat Kabizu Beijello, Sumba

    Barat Daya berdasarkan kajian ekolinguistik metaforis? Berdasarkan rumusan

    masalah utama ini, dapat disusun beberapa rumusan submasalah sebagai berikut.

    1) Kearifan-kearifan lokal apa sajakah yang terdapat dalam tradisi lisan Teda

    pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik

    metaforis?

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    2) Nilai-nilai kearifan lokal apa sajakah yang terdapat dalam tradisi lisan Teda

    pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik

    metaforis?

    3) Jati diri masyarakat Kabizu Beijello apa sajakah yang terdapat dalam tradisi

    lisan Teda pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik

    metaforis?

    4) Strategi preservasi apakah yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian

    tradisi lisan Teda masyarakat Kabizu Beijello?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah.

    Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini terdiri atas dua yang

    meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum dari penelitian ini

    adalah untuk mendeskripsikan tradisi lisan Teda dalam upacara adat Padede Uma

    Kalada masyarakat Kabizu Beijello, Sumba Barat Daya dengan menggunakan

    kajian ekolinguistik metaforis. Berdasarkan tujuan umum ini, dapat disusun

    beberapa tujuan khusus yang dapat diperinci sebagai berikut.

    1) Mendeskripsikan kearifan-kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi lisan Teda

    pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik metaforis.

    2) Mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi lisan

    Teda pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik

    metaforis.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    3) Mendeskripsikan jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang termanifestasikan

    pada tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian

    ekolinguistik metaforis.

    4) Merumuskan strategi preservasi yang dapat dilakukan untuk menjaga

    kelestarian tradisi lisan Teda masyarakat Kabizu Beijello.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti, baik

    secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat teoritis terkait dengan sumbangan

    teoritis kajian ini untuk pengembangan teori linguistik pada umumnya dan

    ekolinguistik metaforis secara khusus. Sedangkan, manfaat praktis terkait dengan

    manfaat secara langsung dari hasil penelitian ini yang dapat digunakan oleh

    masyarakat pada umumnya. Manfaat teoritis dan manfaat praktis ini akan

    diuraikan secara lengkap sebagai berikut.

    1.4.1 Manfaat Teoretis

    Tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada merupakan salah

    satu wujud identitas suku bangsa yang harus dijaga kelestariannya. Oleh karena

    itu, tradisi lisan ini harus dikaji secara teoretis untuk menemukan manfaat yang

    terdapat didalamnya sebagai salah satu langkah pengembangan pengetahuan

    secara akademik. Adapun manfaat teoretis dari hasil penelitian ini dapat dilihat

    sebagai berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    1) Dapat menambah khasanah pengetahuan terkait teori linguistik, khususnya

    teori linguistik yang membahas hubungan tali-temali bahasa dengan

    lingkungan. Dalam hal ini, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

    pengembangan teori ekolinguistik metaforis.

    2) Dapat menambah khasanah pengetahuan terkait teori tradisi lisan, kearifan

    lokal, nilai-nilai kearifan lokal dan teori jati diri yang terekam dalam

    kebudayaan.

    3) Dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai konsep preservasi bahasa

    dan budaya.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Penelitian ini selain memiliki manfaat teoritis, juga memiliki manfaat

    praktis yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

    1) Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain yang ingin

    melakukan penelitian yang serupa, yakni penelitian terkait hubungan tali

    temali antara bahasa dan lingkungan sosial budaya suatu masyarakat etnik.

    2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bacaan akademik bagi dosen,

    guru dan peserta didik dalam mendalami konsep-konsep terkait ekolinguistik

    metaforis, tradisi lisan, kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal dan wujud jati

    diri.

    3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para pengajar baik di

    tingkat sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi yang ada di pulau

    Sumba dalam menanamkan pendidikan karakter. Hal itu mengingat bahwa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    tradisi lisan dalam upacara Padede Uma Kalada merupakan ungkapan-

    ungkapan tradisional yang sangat sopan dan sangat santun, syarat makna dan

    berbernas yang digunakan untuk memberikan himbauan dan nasihat. Oleh

    karena itu, petuah-petuah dalam tradisi lisan ini dapat digunakan untuk

    memberikan himbauan dan nasihat dalam menanamkan pendidikan karakter

    bagi anak didik.

    4) Hasil penelitian ini secara praktis dapat digunakan oleh pihak pemerintah

    Sumba Barat Daya dalam merancang program pembangunan dan menulis

    buku-buku yang berbasis budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu langkah

    pelestarian kearifan lokal yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya.

    5) Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu langkah memelihara dan

    melindungi kebudayaan dan tradisi lisan masyarakat Kabizu Beijello. Artinya

    bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen atau bukti tradisi lisan

    masyarakat Kabizu Beijello dan sekaligus dapat menjadi dokumen sejarah atau

    bukti sejarah keberlangsungan hidup masyarakat Kabizu Beijello. Hal itu

    karena tradisi lisan dalam upacara Padede Uma Kalada merekam realitas

    sosial dan sejarah budaya masyarakat Kabizu Beijello.

    1.5 Sistematika Penyajian

    Penelitian ini terdiri atas lima bab. Sistematika penyajian dari masing-

    masing bab itu, yakni bab I memuat tentang pendahuluan yang terdiri atas latar

    belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika

    penyajian dan batasan istilah. Bab II memuat tentang landasan teori yang terdiri

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    atas teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Adapun teori-teori yang

    dimaksud, yakni bahasa dan kebudayaan, ekolinguistik dan ekolinguistik

    metaforis, konteks dalam ekolinguistik metaforis, tradisi lisan, tradisi lisan dalam

    upacara Padede Uma Kalada, kearifan lokal, jati diri, preservasi dan kerangka

    berpikir. Masing-masing teori itu dalam uraiannya diintegrasikan dengan

    penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Bab III berisi tentang metodologi

    penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri atas jenis penelitian,

    sumber data, data dan objek penelitian, metode dan teknik analisis data serta

    triangulasi. Bab IV memuat tentang uraian dari hasil penelitian dan pembahasan

    dari hasil penelitian yang ditemukan. Bab V merupakan penutup yang terdiri atas

    kesimpulan dari data yang telah diinterpretasi dan saran.

    1.6 Batasan Istilah

    Penelitian memiliki beberapa Batasan istilah. Batasan-batasan istilah itu

    merujuk pada kata-kata kunci yang terdapat pada judul dan fokus masalah yang

    diteliti dalam penelitian ini. Adapun beberapa batasan istilah itu dijabarkan

    sebagai berikut.

    1) Ekolinguistik Metaforis

    Ekolinguistik metaforis dalam penelitian ini dibatasi sebagai ilmu yang

    mengkaji hubungan tali temali antara bahasa yang digunakan oleh masyarakat

    Kabizu Beijello dalam upacara adat Padede Uma Kalada dengan lingkungan

    sosial dan budaya yang melingkupi masyarakat Kabizu Beijello (periksa

    Haugen, 1972:325; Fill and Mühlhäusler, 2001:14; Rahardi, 2016).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    2) Tradisi Lisan

    Tradisi lisan dalam penelitian ini dibatasi sebagai warisan budaya masyarakat

    Kabizu Beijello yang mengandung kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai sosial

    budaya dan jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang terekspresikan pada

    tuturan-tuturan, doa-doa dan nyanyian-nyanyian yang berbentuk syair yang

    indah dalam upacara adat selama proses Padede Uma Kalada (pembuatan

    rumah adat). Tradisi lisan tersebut ada yang dituturkan dalam dalam

    musyawarah-musyawarah persiapan pembangunan rumah besar, dalam doa-

    doa yang ditujukan kepada leluhur, roh-roh gaib dan Tuhan sebagai Wujud

    Tertinggi. Selain itu, ada juga yang dinyanyikan dengan diiringi gong dan

    tambur pada upacara adat Saiso (Supriatin, 2012:407; Vansina, 2014:1).

    3) Kearifan Lokal

    Kearifan lokal dalam penelitian ini dibatasi sebagai gagasan dan pengetahuan-

    pengetahuan lokal yang menyatu dengan budaya, norma dan kepercayaan

    Marapu yang dianut oleh masyarakat Kabizu Beijello yang terekspresikan

    dalam tradisi lisan dalam upacara Padede Uma Kalada. Kearifan lokal itu ada

    yang berwujud nyata (tangible) dan adapula yang berwujud tidak nyata

    (intangible) (Dokhi, dkk., 2016:8-9).

    4) Nilai kearifan lokal

    Nilai kearifan lokal dalam penelitian ini dibatasi sebagai sesuatu yang

    berharga dan ideal yang memberikan corak pada pola pikiran, perasaan dan

    perilaku masyarakat Kabizu Beijello (Aslan, 2017:13).

    5) Jati Diri

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    5) Jati Diri

    Jati diri dalam penelitian ini dibatasi sebagai ciri khas yang dimiliki oleh

    masyarakat Kabizu Beijello yang membedakannya dari komunitas etnik

    lainnya yang dapat diamati melalui tutur kata, perilaku, kepercayaan dan

    pandangan hidup (Alfian, 2013: 427-428; Somantri, 2010).

    6) Preservasi

    Preservasi adalah tindakan yang memungkinkan tradisi lisan dapat

    dipertahankan dalam jangka waktu lama melalui kegiatan perlindungan dan

    pemeliharaan tradisi lisan (Ellis, 1993) dalam Kami (2018:15). Dalam konteks

    penelitian ini, maka preservasi dibatasi sebagai upaya-upaya strategis yang

    dilakukan untuk melindungi dan melestarikan tradisi lisan dalam upacara

    Padede Uma Kalada.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    Dalam bab ini dipaparkan teori-teori dasar yang melandasi penelitian ini.

    Landasan teori dalam penelitian ini merupakan tinjauan kepustakaan yang

    mendukung atau relevan dengan masalah-masalah penelitian. Landasan teori

    tersebut meliputi, (1) bahasa dan kebudayaan, (2) ekolinguistik dan ekolinguistik

    metaforis, (3) konteks dalam ekolinguistik metaforis, (4) etnografi dan etnografi

    komunikasi, (5) tradisi lisan, (6) tradisi lisan Teda dalam dalam upacara Padede

    Uma Kalada masyarakat Kabizu Beijello, (7) kearifan lokal, (8) jati diri, (9)

    preservasi, dan (10) kerangka berpikir. Tinjauan teoritis ini akan dipaparkan

    sebagai berikut.

    2.1 Bahasa dan Kebudayaan

    Bahasa dan lingkungan sosial budaya merupakan unsur utama dalam kajian

    ekolinguistik metaforis. Oleh karena itu, peneliti memandang perlu untuk

    memaparkan terlebih dahulu terkait hubungan antara bahasa dan kebudayaan

    sebelum memaparkan teori ekolinguistik metaforis. Mbete (2015:184)

    menjelaskan bahwa bahasa adalah gambaran tentang realitas, gambaran tentang

    pengetahuan dan pengalaman manusia. Dalam hal ini komunitas tuturnya tentang

    dunia nyata, di sisi dunia imajinasi, yang ada di lingkungannya. Senada dengan

    pandangan ini Kramsch (1998:3) menegaskan bahwa bahasa mengekspresikan

    atau melambangkan realitas budaya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahasa adalah

    sarana utama dalam menjalankan kehidupan sosial. Ketika digunakan dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    konteks komunikasi, bahasa terikat dengan budaya yang beragam dengan cara

    yang kompleks atau rumit. Ketika memulai suatu komunikasi kata-kata yang

    diucapkan oleh seseorang mengacu pada pengalaman yang umum. Bahasa

    mengungkapkan fakta, ide, atau peristiwa yang merujuk pada pengetahuan

    tentang dunia. Kata-kata yang digunakan dalam peristiwa komunikasi

    mencerminkan sikap dan kepercayaan penuturnya dan sudut pandang penutur

    terhadap lingkungan. Selain itu, bahasa juga merupakan sistem tanda yang

    dipandang memiliki nilai budaya. Sikap, kepercayaan dan sistem nilai umumnya

    tercermin dalam cara anggota kelompok menggunakan bahasa.

    Merujuk pada kedua pandangan pakar di atas dapat dikatakan bahwa

    berbicara mengenai bahasa tidak dapat dilepaspisahkan dari lingkungan sosial

    budaya yang dihidupi oleh masyarakat penuturnya. Bahasa yang digunakan dalam

    berbagai peristiwa tutur tentu memberikan gambaran tentang kebudayaan yang

    dihidupi oleh masyarakat pemakainya. Hal itu ditegaskan oleh (Rahardi, 2009: 6)

    bahwa bahasa menjadi penanda keadaan perkembangan dari budaya dan

    masyarakat.

    Salah satu klaim lama mengenai hubungan antara bahasa dan budaya adalah

    bahwa struktur bahasa menentukan cara penutur bahasa memandang dunia. Versi

    yang agak lebih lemah adalah bahwa struktur bahasa tidak menentukan pandangan

    dunia penuturnya tetapi mempengaruhi budaya dan cara berpikir penuturnya.

    Klaim ketiga, 'netral,' adalah bahwa ada sedikit atau tidak ada hubungan antara

    bahasa dan budaya. Klaim bahwa struktur bahasa memengaruhi budaya dan cara

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    penuturnya memandang dunia disebut sebagai hipotesis Sapir-Whorf, yakni

    hipotesis relativitas bahasa (Wardhaugh, 2006:221).

    Klaim-klaim yang terperikan di atas, jika didasarkan pada dua paradigma

    dalam pengkajian bahasa, klaim satu dan dua termasuk dalam paradigma kaum

    fungsionalis. Sementara itu, klaim tiga termasuk dalam paradigma kaum formalis.

    Mujib (2009:142-143) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Bahasa

    dan Budaya: Perspektif Sosiolinguistik” mengemukakan bahwa pandangan yang

    menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara bahasa dan budaya merujuk pada

    pandangan kaum formalis, yakni teori linguistik struktural oleh Noam Chomsky,

    yakni teori yang menekankan bahwa pengetahuan linguistik hanya memfokuskan

    pada pengetahuan mengenai bahasa itu sendiri tanpa perlu mengkaji bahasa dalam

    pemakaiannya dengan menolak secara eksplisit adanya hubungan antara bahasa

    dengan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini termasuk dalam paradigma

    kaum fungsionalis, yakni pengkajian bahasa dengan melihat hubungan tali

    temalinya dengan lingkungan sosial dan budaya mamsyarakat penuturnya.

    Frans Boas adalah seorang ahli bahasa yang bergerak di bidang

    antropolinguistik. Bahasa dan budaya merupakan perhatian dari Boas dengan

    pendekatannya yang bernama Tradisi Boasian. Tradisi Boas beranggapan bahwa,

    “seseorang tidak akan benar-benar memahami budaya orang lain tanpa memiliki

    akses langsung pada bahasanya”. Artinya bahwa tanpa memahami bahasa, orang

    tidak akan mampu memahami budaya orang lain. Menurutnya sistem bahasa suatu

    masyarakat dapat dipelajari sebagai pemandu untuk sistem budaya suatu

    masyarakat. Ia menyimpulkan bahwa bahasa mengklasifikasikan dunia dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    pengalaman manusia. Artinya bahwa bahasa yang berbeda-beda dapat

    mengklasifikasikan pengalaman yang berbeda pula. Ia menggunakan argumen itu

    untuk menyokong teori relativitas budaya, yakni budaya itu tentu saja tidak dapat

    diterapkan di masyarakat lain yang tidak memiliki pola pikir yang sama dan

    setiap budaya memiliki pandangan dunianya sendiri (Duranti, 1997:52-55).

    Edward Sapir adalah salah seorang murid dari Frans Boas yang memperluas

    kajian Boas dalam bidang bahasa dengan memberikan perhatian lebih pada

    struktur linguistik. Dalam pandangan Sapir sebagaimana dicatat oleh Duranti

    (1997:56) dijelaskan bahwa bahasa adalah sarana paling sempurna atas

    komunikasi dan ekspresi di antara orang-orang yang saling mengenal. Dalam

    artikelnya yang diterbitkan tahun 1929 yang berjudul “The Status of Linguistics

    as a science” Sapir (1929) berpendapat bahwa bahasa adalah panduan dalam

    berinteraksi sosial. Manusia tidak hidup di dunia objektif saja, tidak juga sendirian

    di dunia aktivitas sosial seperti yang biasanya dipahami, tetapi sangat bergantung

    pada bahasa tertentu yang telah menjadi media ekspresi bagi masyarakat mereka.

    Faktanya adalah bahwa 'dunia nyata' sebagian besar secara tidak sadar didasarkan

    pada kebiasaan bahasa kelompok. Tidak ada dua bahasa yang cukup mirip untuk

    dianggap mewakili realitas sosial yang sama. Dunia di mana masyarakat yang

    berbeda hidup adalah dunia yang berbeda, bukan hanya dunia yang sama dengan

    label yang berbeda.

    Syairi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran Bahasa

    dengan Pendekatan Budaya” memberikan gambaran terkait bahasa yang sama

    atau cukup mirip belum tentu dianggap dapat mewakili realitas sosial yang sama.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Syairi yang mengatakan bahwa beberapa

    keistimewaan bahasa dipakai suatu bangsa, atau daerah tertentu untuk membatasi

    cara-cara berpikir dan pandangan bangsa atau daerah yang bersangkutan terhadap

    fenomena tempat mereka hidup. Dengan demikian susunan bahasa dan

    keistimewaan lain yang dimilikinya merupakan faktor dasar bagaimana suatu

    masyarakat memandang hakikat alam dan tempat mereka berada. Selanjutnya

    dalam penelitian ini Syairi memberikan contoh sebagaimana berikut.

    Umpamanya kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk kepada jenis

    binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dalam

    bahasa Inggris sepadan dengan fish; dalam bahasa banjar disebut iwak.

    Tetapi kata iwak dalam bahasa jawa bukan hanya berarti ikan atau fish.

    Melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk (teman

    pemakan nasi). Malah semua lauk seperti tahu dan tempe sering juga

    disebut iwak. Begitu pula halnya dalam budaya masyarakat Inggris yang

    tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok hanya ada kata rice untuk

    menyatakan nasi, beras, gabah, dan padi. Karena itu, kata rice pada

    konteks tertentu berarti nasi pada konteks lain berarti gabah dan pada

    konteks lain lagi berarti beras atau padi.

    Pandangan Syairi di atas memberikan gambaran bahwa bahasa yang sama

    belum tentu mewakili budaya dan cara pandang yang sama dalam memaknai

    bahasa. Budaya dan pola pikir masyarakat Jawa yang memandang bahwa iwak

    (ikan) tidak hanya merujuk pada binatang laut yang biasa dimakan tetapi juga

    merujuk pada semua daging dan bahkan semua lauk seperti tempe dan tahu

    sebagai teman pemakan nasi mempengaruhi pamahaman makna terhadap bahasa

    sebagaimana masyarakat Indonesia, Inggris dan masyarakat Banjar memahami

    makna kata ikan. Begitu pula budaya masyarakat Inggris yang tidak menjadikan

    nasi sebagai makanan pokok sebagaimana digambarkan Syairi di atas

    memberikan gambaran pemahaman kepada kita bahwa bahasa yang berbeda dapat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    merefleksikan budaya dan cara pandang yang berbeda terhadap lingkungan sosial

    budaya masyarakat penuturnya. Bahasa terikat oleh budaya dan pemahaman

    masyarakat penuturnya dalam memandang lingkungan dimana mereka hidup.

    bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampaian kebudayaan

    dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.

    Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa

    dan budaya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa yang

    digunakan oleh masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu terikat oleh budaya

    dan cara pandang masyarakat penuturnya dalam memahami dan memaknai

    lingkungannya. Bahasa dibangun dan diproduksi berdasarkan pengalaman dan

    pengetahuan tentang lingkungan sosial dan budaya masyarakat penuturnya. Oleh

    karena itu, jelaslah bahwa bahasa yang sama atau cukup mirip tentu tidak dapat

    dikatakan dapat mewakili realitas sosial budaya yang sama. Bahasa yang berbeda

    tentu menggambarkan budaya, cara pandang dan tingkah laku masyarakat

    penuturnya yang berbeda pula.

    2.2 Ekolinguistik dan Ekolinguistik Metaforis

    Ekologi merupakan konsep yang menjadi titik awal munculnya istilah

    ‘ekolinguistik’. Ahli biologi Jerman Ernst Haeckel sejak tahun 1866

    mendefinisikan istilah 'ekologi' sebagai studi tentang keterkaitan antara organisme

    dan lingkungan hidup dan tidak hidup mereka termasuk organisme yang sama dan

    spesies lainnya. Pada tahun 1960-an, kata 'ekologis', dipahami sebagai biologis,

    alami, dan ramah lingkungan. Dalam perkembangannya selanjutnya 'ekologi'

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    sepenuhnya selaras dengan asumsi ekolinguistik, yakni ekologi adalah studi

    tentang hubungan antara organisme hidup, termasuk manusia, dan lingkungan

    fisik mereka; ia berusaha memahami hubungan vital antara tanaman, hewan dan

    lingkungan di sekitar mereka (Dash, 2019:379).

    Sesungguhnya studi ekolinguistik sudah diawali sejak tahun 1912 ketika

    Edward Sapir menulis refleksinya tentang 'Bahasa dan Lingkungan'. Hal ini dapat

    dibaca dalam buku yang ditulis oleh Fill and Mühlhäusler (2001:2-3) dengan

    menuliskan sebagaimana berikut.

    Ketika Edward Sapir menulis refleksi tentang 'Bahasa dan Lingkungan'

    pada tahun 1912, istilah 'lingkungan' belum memperoleh makna

    ekologisnya, tetapi hanya menandakan 'lingkungan fisik dan sosial'. Akan

    tetapi, teks Sapir yang pertama kali dicetak dalam buku ini adalah upaya

    awal dari seorang ahli bahasa untuk melampaui deskripsi bahasa dalam

    hal struktur, sistem suara, makna kata dan sejenisnya dan untuk

    membangun hubungan antara 'Alam dan bahasa. Perhatian Sapir terhadap

    bahasa dan lingkungan tidak terbatas pada satu bahasa saja (misalnya,

    bahasa Inggris) dalam teks singkat ini, ia menyebutkan sejumlah besar

    budaya dan bahasa yang memiliki hubungannya dengan lingkungannya

    yang ia jelajahi. Jika ekolinguistik memang didasarkan pada prinsip-

    prinsip interaksi dan keanekaragaman, Sapir adalah eksponen awal

    ekolinguistik sejauh ia menunjukkan hubungan antara bahasa dengan

    lingkungan fisik di satu sisi dan bahasa dengan dimensi social dan budaya

    di sisi lain. Keterkaitan antara bahasa dan lingkungan ini hanya ada pada

    pada tataran leksikon saja, bukan pada tataran fonologi atau morfologi.

    Pada topik “Language and Environment Edward Sapir” Sapir

    sebagaimana dicatat oleh Fill and Mühlhäusler (2001:14) membagi lingkungan

    atas tiga jenis. Pertama, lingkungan ragawi, yang mencakup karakter geografis

    seperti topografi suafu lsgara (mis. pantai, lembah, dataran tinggi, pegunungan,

    iklim, darr intensitas curah hujan). Kedua, lingkungan ekonomis, yang terdiri atas

    fauna, flora, dan sumber-sumber mineral yang terdapat di daerah tersebut. Ketiga,

    lingkungan sosial, yang berupa pelbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    dalam membentuk kehidupan dan pikiran setiap individu, di antaranya agama,

    budaya, etika, organisasi politik, dan seni.

    Lingkungan yang digambarkan oleh Sapir di atas apabila dikaitkan dengan

    ekolinguistik maka lingkungan yang pertama dan kedua temasuk termasuk dalam

    ruang lingkup kajian ekolinguistik natural yang kini lebih banyak disebut sebagai

    envirolinguistik. Sementara itu, lingkungan yang ketiga termasuk dalam ruang

    lingkup kajian ekolinguistik metaforis, yakni mengkaji hubungan tali temali

    antara bahasa dan kekuatan-kekuatan sosial, politik, kepercayaan, budaya, adat

    istiadat, etika, dan seni yang melingkupi masyarakat penuturnya.

    Steffensen and Fill (2013:3) dalam artikel yang berjudul “Ecolinguistics:

    The State of The Art and Future Horizons” juga berupaya menelusuri kemunculan

    dan perkembangan linguistik ekologi, atau ekolinguistik dari dari abad 20-an

    sampai 1970-an. Dari hasil penelusuran ini ditemukan empat konsep atau

    pendekatan dalam ekolinguistik, yakni (1) bahasa terdapat dalam ekologi

    simbolik, yakni pendekatan yang menyelidiki koeksistensi bahasa atau sistem

    simbolik di otak seorang pembicara dalam suatu lingkungan tertentu, (2) bahasa

    terdapat dalam ekologi alami, yakni pendekatan yang mengkaji terkait hubungan

    bahasa dengan biologis dan ekosistem lingkungan dimana bahasa digunakan yang

    meliputi, topografi, iklim, fauna, flora, dan lain-lain, (3) bahasa ada dalam ekologi

    sosiokultural, yakni pendekatan yang menyelidiki bagaimana bahasa berhubungan

    dengan kekuatan sosial dan budaya yang membentuk kondisi penutur dan

    komunitas tutur, (4) bahasa ada dalam ekologi kognitif, yakni pendekatan ini

    menyelidiki bagaimana bahasa diaktifkan oleh dinamika biologis organisme dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    lingkungannya, dengan fokus pada kapasitas kognitif yang memunculkan

    organisme yang fleksibel dan adaptasi tingkah laku.

    Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pendekatan terdapat

    dalam ekologi alami termasuk dalam pengkajian bahasa dalam hubungannya

    dengan lingkungan fisik. Sementara itu, pendekatan bahasa ada dalam ekologi

    simbolik, sosiokultural dan kognitif termasuk dalam ekolinguistik metaforis,

    yakni mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan sistem nilai, kepercayaan,

    agama, sosial, budaya, seni, politik dan bahkan ideologi serta ilmu-ilmu lainnya

    yang tidak tergolong dalam lingkungan fisik atau ragawi.

    Konsep ekolinguistik menjadi mapan ketika Haugen (1970) memberikan

    pidato dengan judul “The Ecology of Language” (Fill dan Penz, 2018:3).

    Ekolinguistik dalam pandangan Haugen (1970:325) adalah studi interaksi antara

    bahasa tertentu dengan lingkungannya. Teori ini merupakan bentuk kritik Haugen

    terhadap pendekatan linguistik yang hanya memahami bahasa sebagai seperangkat

    kaidah (mikrolinguistik) seperti fonologi, sintaksis dan leksikon. Dalam

    pandangan Haugen, bahasa memiliki hubungan tali temali dengan lingkungannya.

    Dalam lingkungan inilah bahasa menghadirkan penuturnya. Atas dasar pemikiran

    ini, Haugen menciptakan paradigma baru dalam kajian bahasa yakni ekologi

    bahasa, yaitu studi tentang interaksi bahasa dengan lingkungannya. Dalam

    konteks ini, Haugen menggunakan konsep lingkungan secara metaforis.

    Rahardi (2016) dalam artikelnya yang berjudul “Urgensi Menggelorakan

    Linguistik Ekologi” yang dituliskan pada surat kabar Kedaulatan Rakyat

    memberikan penegasan bahwa ekologi bahasa pada gilirannya bermetamorfosis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    menjadi ekolinguistik, baik dalam pengertian natural maupun metaforis. Studi

    ekolinguistik natural kini banyak disebut envirolinguistik, yakni berbagai dimensi

    alam yang bertali temali dengan bahasa yang selanjutnya melahirkan konsep

    ikonisitas. Sedangkan dimensi ekolinguistik lainnya bersifat metaforis dan lazim

    diterminologikan sebagai ekolinguistik saja, yakni hubungan tali temali antara

    bahasa dengan strata sosial, status sosial, kebudayaan, etnisitas, laras dan

    sejenisnya.

    Senada dengan pandangan di atas, Nesi, (2018:30) menjelaskan bahwa

    konsep ekologi dalam ekolinguistik tidak semata-mata merujuk pada lingkungan

    fisik, tetapi juga merujuk pada lingkungan dalam arti masyarakat pengguna

    bahasa itu sendiri. Lingkungan dalam arti metaforis dalam perkembangannya

    ternyata juga meliputi lingkungan politik, hukum, bahkan informasi dan

    teknologi. Sementara itu, Uyanne, Onuoha, dan Osigwe (2014:162)

    mengungkapkan bahwa ekolinguistik merupakan studi multidisipliner bahasa

    dalam interaksi yang menafsirkan bahasa dalam hal adat istiadat, budaya, strata

    sosial, sudut pandang politik dan bentuk-bentuk lain yang khas pada lingkungan

    tertentu.

    Dalam konteks penelitian di Indonesia, penelitian terkait hubungan bahasa

    dengan lingkungan fisik atau ragawi dan lingkungan sosial budaya dapat dibaca

    dalam penelitian yang dilakukan oleh Suktiningsih (2016) dan Nesi (2018).

    Penelitian yang dilakukan oleh Suktiningsih (2016) berjudul “Leksikon Fauna

    Masyarakat Sunda”. Dalam penelitian ini Suktiningsih, mengidentifikasi leksikon

    yang terdapat dalam metafora masyarakat Sunda. Identifikasi leksikon yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    dilakukan bersifat gramatikal yang meliputi bentuk, kategori dan fungsi. Dari

    hasil analisis menunjukkan bahwa banyak penggunaan leksikon fauna dalam

    petuah atau nasehat masyarakat Sunda. Leksikon fauna yang ditemukan, yaitu

    leksikon bentuk dasar yang berkategori nomina. Sehubungan dengan ini,

    penelitian ini meneliti hubungan bahasa dengan lingkungan fisik atau ragawi.

    Penelitian yang dilakukan Nesi (2018) berjudul “Tradisi Lisan Takanab

    sebagai Wujud Identitas Masyarakat Dawan: Kajian Ekolinguistik Metaforis”.

    Jika dilihat dari judulnya sangat jelas bahwa penelitian ini mengkaji bahasa dalam

    hubungannya dengan lingkungan sosial dan budaya masyarakat Dawan. Metode

    yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik sibat

    libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Selain

    itu penelitian ini memanfaatkan juga metode etnografi komunikasi yaitu

    pengalaman langsung, observasi partisipasi, dan wawancara. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa dalam tradisi lisan Takanab terwujud identitas hakiki

    masyarakat Dawan, yakni masyarakat Dawan sebagai masyarakat agraris.

    Identitas hakiki ini menunjukkkan pula jati diri kolektif masyarakat Dawan, yakni

    masyarakat Dawan sebagai masyarakat religius, sastrawi, patriarkat, solider,

    ritual, ekologis dan humanis. Selain itu dalam penelitian ini juga ditemukan

    kearifan-kearifan lokal masyarakat Dawan, yakni kearifan lokal yang berwujud

    nyata (tangible) berupa batu dan air, tiang dan pagar, wadah sirih pinang, kain

    tenun motif, rumah adat, benda pusaka dan kearifan lokal berwujud tidak nyata

    (intangible) meliputi peribahasa, petuah, syair, paralelisme, dan ideologi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    Berdasarkan seluruh paparan di atas, penelitian ini termasuk dalam

    penelitian ekolinguistik metaforis. Melalui penelitian ini, peneliti berupaya

    mengekplorasi hubungan bahasa dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede

    Uma Kalada dengan dimensi sosial dan budaya masyarakat Kabizu Beijello.

    Melalui kegiatan eksplorasi itu dapat diungkap kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai

    dan jati diri masyarakat Kabizu Beijello. Penelitian terhadap tradisi lisan Teda

    dalam upacara Padede Uma Kalada, selain memanfaatkan kajian ekolinguistik

    metaforis, juga mengacu pada tiga pendekatan ekolinguistik yang dikemukakan

    oleh Steffensen and Fill (2013:3), yakni (1) bahasa terdapat dalam ekologi

    simbolis, (2) bahasa ada dalam ekologi sosiokultural, (3) bahasa ada dalam

    ekologi kognitif.

    2.3 Konteks dalam Kajian Ekolinguistik Metaforis

    Pemahaman terhadap hakikat konteks dalam kajian ekolinguistik metaforis

    merupakan hal yang sangat penting. Hal itu dilandasi oleh asumsi bahwa

    pengungkapan makna terdalam yang berkaitan dengan kearifan-kearifan lokal,

    nilai-nilai dan wujud jati diri yang terkandung dalam sebuah peristiwa tutur baru

    dapat diperoleh secara utuh apabila dikaitkan dengan konteks yang melatari

    terbentuknya tuturan itu. Hal ini sejalan dengan pandangan Tube (2017:21) bahwa

    konteks merupakan aspek penting dalam pembentukan suatu tuturan. Pemaknaan

    suatu tuturan akan menjadi utuh jika dihubungkan dengan konteksnya.

    Nesi (2018:33) dalam penelitiannya yang berjudul “Tradisi Lisan Takanab

    sebagai Wujud Identitas Masyarakat Dawan: Kajian Ekolinguistik Metaforis”

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    mengungkapkan bahwa dalam kajian ekolinguistik metaforis pemahaman

    terhadap hakikat konteks dipandang sangat penting. Bagaimanapun, makna

    bahasa tutur seperti halnya yang terdapat dalam tradisi lisan Takanab senantiasa

    terajut di dalam konteks. Kode-kode bahasa yang terdapat dalam tradisi lisan

    Takanab yang digunakan oleh masyarakat Dawan baru tersibak apabila konteks

    sosial dan konteks budaya dilibatkan dalam analisis. Pandangan Nesi ini

    mengisyarakatkan bahwa penelitian dengan memanfaatkan kajian ekolinguistik

    metaforis selalu terikat dengan konteks sosial dan konteks budaya masyarakat

    yang diteliti.

    Konteks adalah semua latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur

    dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan

    (Rahardi,2006:50). Konteks ialah gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-

    kata padahal ingin diungkapkan oleh penutur. Penentuan konteks dapat

    diidentifikasi dari beberapa hal, yaitu dasar pemahaman bersama, latar belakang

    budaya, asumsi penutur terhadap mitra tutur, kesantunan dan knowledge of the

    world (Pranowo, 2015: 4). Berdasarkan kedua pendapat ini dapat disimpulkan

    bahwa konteks adalah latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan

    mitra tutur tentang semua hal yang mendukung terbentuknya tuturan yang

    mengandung gagasan yang tidak dapat diwakili kata-kata oleh penutur dan

    maknanya dapat dipahami mitra tutur.

    Penelitian ini memanfaatkan kajian ekolinguistik metaforis sebagai pisau

    analisis. Pemaknaan yang mendalam terhadap tuturan-tuturan dalam tradisi lisan

    Teda pada upacara Padede Uma Kalada dapat tersibak secara utuh apabila

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    melibatkan konteks. Dalam hal ini konteks budaya dan konteks dijadikan dasar

    dalam memahami tuturan-tuturan dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede

    Uma Kalada. Pranowo (2015:5) mengungkapkan bahwa tuturan akan dipahami

    apabila penutur dan mitra tutur sama-sama memahami latar belakang budaya

    bertutur. Konteks budaya adalah latar belakang pengetahuan tentang budaya

    tertentu yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang mendukung komunikasi

    antara penutur dan mitra tutur agar menjalan dengan baik (Putrayasa, 2014:29).

    Sementara itu, Nesi (2018:33) mengungkapkan bahwa konteks budaya merupakan

    konteks yang terkait dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam

    masyarakat tertentu. Song (2010:877) mengemukakan juga bahwa konteks

    kebudayaan mengacu pada budaya, adat istiadat, dan latar belakang zaman dalam

    masyarakat pengguna bahasa. Berdasarkan ketiga pendapat ini dapat disimpulkan

    bahwa konteks budaya adalah latar belakang pengetahuan tentang budaya yang

    terkait dengan sistem nilai, norma, adat istiadat dan latar belakang zaman yang

    mewadahi atau mendukung terbentuknya tuturan.

    Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya

    interaksi antaranggota masyarakat dalam entitas atau kelompok tertentu (Nesi,

    2018:33). Mey (1983) dalam (Rahardi 2009:4) menjelaskan bahwa konteks sosial

    berkaitan erat dengan hal-ihwal interaksi sosial. Hymes (1989) sebagaimana

    dikutip oleh Pranowo (2014:176-177) memaparkan elemen-elemen tutur dalam

    konteks sosial yang diberi singkatan S-P-E-A-K-I-N-G, yang mana di dalam

    masing-masing fonem ini mengandung elemen-elemen tutur yang dapat

    dijabarkan sebagai berikut. Situation mengacu pada keadaan yang melingkupi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    terjadinya peristiwa komunikasi (santai, serius, netral, dan sebagainya).

    Participant mengacu pada orang yang ikut terlibat dalam peristiwa komunikasi

    (teman kerja, atasan, bawahan, pembantu). Ends mengacu pada tujuan atau apa

    yang ingin dicapai melalui peristiwa komunikasi (mempengaruhi, memberi

    informasi, menyuruh, membujuk, merayu). Addresee mengacu pada mitra

    komunikasi atau orang yang diajak berkomunikasi. Keys (kunci) mengacu pada

    pokok persoalan yang menjadi kunci pembicaraan. Instrument mengacu pada

    segala hal yang berada di luar pembicaraan yang dapat dimanfaatkan untuk

    mendukung kelancaran pembicaraan. Norms mengacu pada norma atau kaidah-

    kaidah yang harus diikuti oleh pembicara (pranata sosial masyarakat yang

    berlaku). Genre mengacu pada ragam atau corak bahasa yang sesuai dengan

    situasi komunikasi (ragam santai, ragam formal ragam literer).

    Selain konteks budaya dan konteks sosial interpretasi makna data dalam

    penelitian ini memanfaatkan juga konteks sosietal dan konteks situasional.

    Konteks sosietal berkaitan dengan kedudukan di dalam masyarakat dan institusi-

    institusi sosial yang ada (Mey, 1983 dalam Rahardi, 2009:4). Hal ini sejalan pula

    dengan Nesi (2018:33) bahwa konteks sosietal (status atau kedudukan)

    merupakan konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan anggota-anggota

    masyarakat dalam institusi sosial yang ada dalam masyarakat sosial.

    Sementara itu, konteks situasi terdiri atas empat komponen utama, yakni

    field, tenor, mode. Field atau medan merujuk pada apa yang sedang terjadi dalam

    teks dan sifat-sifat proses sosial apa yang sedang dilakukan partisipan dengan

    menggunakan bahasa sebagai mediumnya, atau sebagai ‘the social action’. Tenor

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    atau pelibat adalah ‘the role structure’ mengacu kepada siapa yang berperan di

    dalam kejadian sosial tersebut, sifat-sifat partisipan, status dan peran sosial. Mode

    atau sarana adalah ‘the symbolic organization’ merujuk pada bagian yang

    diperankan oleh bahasa. Hal ini menyangkut harapan partisipan dengan

    menggunakan bahasa dalam situasi tertentu organisasi simbolik teks, status yang

    dimilikinya, fungsinya dalam konteks, saluran: tertulis atau lisan atau gabungan

    keduanya, sarana retoris: persuasif, ekspositoris, didaktis, dan sejenisnya

    (Rosmawaty, 2011:78-79).

    2.4 Etnografi dan Etnografi Komunikasi

    Secara harfiah entografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku

    bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field

    work) selama sekian bulan atau sekian tahun (Spradley, 2006: vii). Istilah

    etnografi berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti 'orang' dan graphein yang

    berarti 'tulisan'. Istilah itu kemudian diartikan sebagai sejenis tulisan yang

    menggunakan bahan-bahan dari penelitian lapangan untuk menggambarkan

    kebudayaan manusia (Hanifah, 2010:2).

    Etnografi merupakan cabang antropologi yang digunakan untuk

    menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis unsur kebudayaan suatu

    masyarakat atau suku bangsa. Etnografi dalam kegiatannya memerikan uraian

    terperinci mengenai aspek cara berperilaku dan cara berpikir yang sudah

    membaku pada orang yang dipelajari yang dituangkan dalam bentuk tulisan, foto,

    gambar atau film. Hal yang dipelajari bias berupa bahasa, mata pencaharian,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan dan religi

    (Hanifah, 2010:1).

    Tujuan etnografi adalah untuk memahami sudut pandang penduduk asli,

    hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai

    dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar

    mengenai dunia orang yang telah belajar, melihat, mendengar berbicara berpikir

    dan bertindak dengan cara yang berbeda-beda, tidak hanya mempelajari

    masyarakat tapi lebih dari itu etnografi berarti belajar dari masyarakat

    (Malinowski dalam Spradley (2006:4). Hal ini selaras pula dengan Hanifah,

    (2010:2) yang mengungkapkan bahwa etnografi merupakan salah satu model

    penelitian yang lebih banyak terkait dengan antropologi yang mempelajari dan

    mendeskripsikan peristiwa budaya, yang menyajikan pandangan hidup subjek

    subjek yang menjadi objek studi. Deskripsi itu diperoleh peneliti dengan cara

    berpartisipasi secara langsung dan lama terhadap kehidupan sosial suatu

    masyarakat.

    Etnografi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk

    mempelajari, menemukan dan menguraikan suatu pandangan hidup dari suatu

    masyarakat. Pandangan hidup itu dapat terkait dengan adat-istiadat, sistem

    kepercayaan, wujud jati diri dan norma yang selalu dihidupi oleh masyarakat yang

    diteliti tersebut. Pandangan hidup itu tentu ada yang tercermin secara langsung

    dalam tuturan-tuturan dan ada pula yang secara tidak langsung, yakni yang dapat

    diamati dari perilaku dan perbuatan dari masyarakat yang diteliti itu. Hal itu

    diungkapkan oleh (Spradley, 2006: 3-5) bahwa etnografi adalah upaya untuk

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    memperhatikan makna-makna tindakan yang menimpa orang lain yang ingin

    dipahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa,

    dan diantara makna yang diterima, banyak yang disampaikan secara tidak

    langsung melalui kata-kata, namun dapat diamati melalui perilaku dan perbuatan

    orang yang diamati.

    Etnografi terdiri dari beberapa fase perkembangan, yakni etnografi versi

    awal, etnografi modern dan etnografi baru. Etnografi versi awal, menggambarkan

    unsur kebudayaan suatu masyarakat seperti bahasa, mata pencaharian, teknologi,

    sistem pengetahuan dan religi yang diperoleh dari sumber-sumber tidak langsung

    seperti naskah atau peninggalan zaman dahulu. Metode etnografi modern baru

    muncul pada dasawarsa 1915/1925, dipelopori oleh dua ahli antropologi sosial

    Inggris, A.R. Radcliffe Brown dan B. Malinowski. Ciri penting yang

    membedakan mereka dari para etnografer awal adalah bahwa mereka tidak terlalu

    memandang penting hal ihwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan

    suatu kelompok masyarakat. Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa

    kini yang sedang dijalani oleh anggota masyarakat, yaitu tentang way of life

    masyarakat tersebut. Berbeda dari etnografi modern yang memusatkan perhatian

    pada organisasi internal suatu masyarakat dan membanding-bandingkan sistem

    sosial dalam rangka untuk mendapatkan kaida-kaidah umum tentang masyarakat.

    Etnografi baru ini memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana berbagai

    masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan

    kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Jadi singkatnya,

    budaya itu ada di dalam pikiran (mind) manusia, dan bentuknya adalah organisasi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    pikiran tentang fenomena material. Tugas etnografi adalah menemukan dan

    menggambarkan organisasi pikiran tersebut.

    Senada dengan pandangan di atas, Spradley (2006:xiii) juga

    mengungkapkan bahwa pada etnografi baru, etnografer lebih memusatkan

    usahanya untuk menemukan bagaimana berbagai masyarakat mengorganisasikan

    budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya

    tersebut dalam kehidupan. Hal ini dilatarbelakangi oleh orang-orang dari aliran

    antropologi kognitif. Mereka berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai satu

    sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena

    material, seperti benda-benda, kejadian, perilaku dan emosi. Karena itu, objek

    kajian antropologi bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara

    fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia. Lebih lanjut

    diungkapkan bahwa tugas etnografer adalah menemukan dan menggambarkan

    organisasi pikiran tersebut dan jalan paling mudah dan tepat untuk memperoleh

    budaya tersebut adalah melalui bahasa atau lebih spesifik adalah daftar kata-kata

    yang ada dalam bahasa. Studi bahasa suatu masyarakat adalah titik masuk,

    sekaligus aspek utama dalam etnografi aliran antropologi kognitif karena

    pendekatan apapun yang digunakan entografer baik itu pengamatan, wawancara

    etnografis, mengumpulkan kisah-kisah kehidupan, atau campuran dari berbagai

    strategi selalu memunculkan bahasa di dalam setiap fasenya. Etnografi yang

    berhubungan dengan bahasa ini disebut Etnography of Speaking atau etnografi

    komunikasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    Etnografi komunikasi dikenal sebagai salah satu cabang ilmu antropologi,

    khususnya turunan dari etnografi berbahasa (ethnography of speaking). Hal ini

    karena adanya anggapan bahwa yang menjadi kerangka acuan untuk memberikan

    tempat bahasa dalam suatu kebudayaan haruslah difokuskan pada penggunaan

    bahasa dalam komunikasi, bukan hanya pada internal bahasa itu sendiri. Dengan

    demikian dapat dikatakan, bahasa itu hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan

    bermakna jika tidak digunakan dalam komunikasi (Hymes, 1964 dalam Haryono,

    2015: 27).

    Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa Hymes

    memberikan atensi pada komunikasi dalam suatu lingkungan budaya, yakni

    terkait dengan pola-pola komunikasi dan perilaku komunikasi yang digunakan

    oleh manusia dalam suatu lingkungan kebudayaan, bukan pada aspek-aspek

    internal bahasa sebagaimana yang terdapat dalam kajian-kajian linguistik.

    Zakiah (2005: 182) mengkonseptualisasikan etnografi komunikasi sebagai

    suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi suatu komunitas budaya. Hal ini

    karena etnografi komunikasi berakar pada istilah bahasa dan interaksi sosial

    dalam aturan penelitian kualitatif komunikasi. Penekanan adalah pada cara-cara

    bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda kebudayaannya,

    dimana bahasa yang digunakan dalam suatu komunikasi dapat dilihat sebagai

    kode-kode budaya dan ritual-ritual bagi masyarakat yang bersangkutan.

    Berdasarkan beberapa pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa etnografi

    komunikasi merupakan suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    digunakan oleh suatu masyarakat yang di dalamnya terimplisitkan kode-kode

    budaya dan ritual-ritual dari masyarakat yang bersangkutan.

    2.5 Tradisi Lisan

    Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2016) kata tradisi memiliki dua

    pengertian, yakni (1) adat kebiasaan secara turun temurun (dari nenek moyang)

    yang masih dijalankan dalam masyarakat. (2) Penilaian atau anggapan bahwa

    cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Sedangkan, kata

    lisan memiliki arti (1) kata-kata yang diucapkan, (2) berkenaan dengan kata-kata

    yang diucapkan. Salah satu turunan dari kata lisan adalah melisankan yang

    memiliki arti (1) menyatakan dengan ucapan atau tutur kata, mengucapkan,

    menuturkan atau melafalkan. Berdasarkan beberapa konsep ini, dapat disimpulkan

    bahwa tradisi lisan merupkan norma atau adat kebiasaan yang disampaikan secara

    turun temurun dan masih berjalan dalam masyarakat yang disampaikan dengan

    menggunakan bahasa lisan.

    Tradisi lisan merupakan tradisi yang berkorelasi pada fase situasi

    masyarakat yang belum mengenal tradisi tulis-menulis, sebagai salah satu bentuk

    komunikasi, sebagai medium transformasi nilai, norma, dan hukum yang

    pewarisannya berlangsung dari satu individu ke individu atau dari satu generasi ke

    generasi. Tradisi lisan sebag