tradisi lisan teda dalam upacara padede uma ...suamiku tercinta melkianus suluh, m.pd yang selalu...
TRANSCRIPT
-
TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADA
MASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA:
KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister
Oleh:
YULIANA SESI BITU
NIM: 171232001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
i
TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADA
MASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA:
KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister
Oleh:
YULIANA SESI BITU
NIM: 171232001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
“Segala perkara dapat ku tanggung
di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku”(Filipi 4:13)
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,
dan bertekunlah dalam doa! (Roma 12:12)
Kerjakanlah hari ini apa yang hendak dikerjakan hari ini,
karena hari esok tentu akan mempunyai ceritanya sendiri.
(Penulis)
Bukan Pelangi namanya kalau hanya ada merah,
bukan hidup namanya kalau hanya ada kebahagiaan
(Penulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya perjuanganku ini untuk:
1. Allah Tritunggal Yang Maha Kudus dan Bunda Maria yang selalu
menganugerahkan Roh kekuatan, ketekunan dan kebahagiaan.
2. Bapak Alm. Mateus Bulu Paga, Bapak Alm. Yakobus Lede Bulu, dan
Bapak Alm. Siprianus Suluh yang telah memberikan teladan hidup
ketekunan dan kerja keras.
3. Mama Mantu Ribka Tanda Kawi yang dengan penuh ketulusan, cinta yang
tanpa batas, dan tidak mengenal lelah telah merawat, mendidik dan
membesarkan anakku.Terimakasih Mama.
4. Mama Khristina Milla dan Mama Agnes Dairo Bili yang telah
mengorbankan separuh jiwa dan terus bersujud syukur untuk
keberhasilanku. Terimakasih Mama.
5. Suamiku tercinta Melkianus Suluh, M.Pd yang selalu merindukan
keberhasilanku.
6. Anakku Pankrasius Milenio Suluh yang telah kehilangan kasih sayang dan
cinta dari ibunya di masa-masa dia membutuhkan kasih sayang dan cinta
dari seorang ibu.
7. Saudara-saudariku tersayang yang selalu ada untukku di saat suka dan duka,
yang selalu menguatkan dan mendukungku dalam situasi apapun.
8. STKIP Weetebula dan Manajemen Misereor Jerman yang telah memberikan
kesempatan kepadaku untuk melanjutkan studi S2 dan memenuhi seluruh
kebutuhanku untuk kelancaran studi.
9. Almamaterku tercinta, Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
ABSTRAK
Sesi, Yuliana Bitu. 2020. “Tradisi Lisan Teda dalam Upacara Padede Uma
Kalada Masyarakat Kabizu Beijello, Sumba Barat Daya: Kajian
Ekolinguistik Metaforis”. Tesis. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia Program Magister. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan wujud-wujud kearifan
lokal masyarakat Kabizu Beijello yang terdapat dalam tradisi lisan Teda pada
upacara Padede Uma Kalada (2) mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang
terdapat dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede Uma Kalada (3)
mendeskripsikan jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang termanifestasikan
dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede Uma Kalada, (4) merumuskan
upaya-upaya strategis preservasi tradisi lisan Teda masyarakat Kabizu Beijello.
Penelitian ini dikaji dengan menggunakan perspektif ekolinguistik metaforis.
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kualitatif. Objek Penelitian
ini adalah kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal, dan wujud jati diri
masyarakat Kabizu Beijello. Wujud data dalam penelitian ini adalah bagian-
bagian dari tradisi lisan pada upacara Padede Uma Kalada. Data dalam penelitian
ini dikumpulkan dengan menggunakan metode sadap, wawancara dan observasi
partisipan yang diterapkan melalui beberapa teknik, yakni simak bebas cakap,
simak libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan ekstralingual. Metode ini
diterapkan dengan cara menggunakan teknik analisis kontekstual. Prosedur
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi transkripsi data,
terjemahan gloss cermat dan gloss lancar data, identifikasi data, klasifikasi data,
deskripsi konteks, pemaknaan data, triangulasi data, konfirmasi dan refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 kearifan lokal berwujud nyata
yakni (1) sirih, pinang, dan beras), (2) cincin dan pari’i tiang, (3) kalabo, kapouta
(ikat kepala), dan katopo (parang), (4) ayam, babi, dan kerbau. Selain itu,
ditemukan juga 6 kearifan-kearifan lokal berwujud tidak nyata, yakni (1)
paralelisme, (2) metafora, (3) syair, (4) petuah, (5) mantra, dan (ideologi). Nilai-
nilai kearifan lokal yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi nilai ketaatan,
solidaritas, persatuan, penghormatan, kerja keras, syukur, rekonsiliasi dan religius.
Wujud jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang paling hakiki yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah adalah masyarakat yang selalu mengutamakan
keharmonisan. Wujud jati diri yang paling hakiki ini yang mendasari terbentuknya
wujud jati diri lainnya yang meliputi, masyarakat yang selalu bermusyawarah,
solider, menghormati pemimpin, menghormati Marapu (leluhur dan roh-roh
gaib), religius, ritual dan agraris. Strategi preservasi tradisi lisan masyarakat
Kabizu Beijello yang ditemukan dalam penelitian ini terdiri atas tiga, yakni
preservasi tradisi lisan melalui pelestarian alamiah, melalui lembaga agama, dan
melalui lembaga Pendidikan.
Kata Kunci: Ekolinguistik metaforis, tradisi lisan, kearifan lokal, nilai-nilai
kearifan lokal, jati diri dan preservasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
ABSTRACT
Sesi, Yuliana Bitu. 2020. "Oral Tradition Teda in the Padede Uma Kalada
Ceremony Kabizu Beijello community, Sumba Barat Daya: A Metaphorical
Ecolinguistic Study". Thesis. Yogyakarta. Indonesian Language Study Program,
Magister Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma
University.
This study aims to (1) describe the forms of local wisdom of the Kabizu
Beijello community contained in the oral tradition Teda of the Padede Uma
Kalada ceremony (2) describe the local wisdom values contained in the oral
tradition Teda of the Padede Uma Kalada ceremony (3) describe the identity of
the Kabizu Beijello community that manifested in oral traditions Teda of the
Padede Uma Kalada ceremony, (4) formulating strategic efforts to preserve the
oral traditions Teda of the Kabizu Beijello community. This research was studied
using a metaphorical ecolinguistic perspective.
This research is included in the type of qualitative research. The object of
this research is local wisdom, local wisdom values, and the manifestation of the
identity of the community of Kabizu Beijello. The data in this study are parts of
the oral tradition of the Padede Uma Kalada ceremony. The data in this study
were collected using tapping methods, interviews and participant observation
which were applied through several techniques, namely free speech, listening
involved, recording techniques and note taking techniques. The data analysis
method used in this study is the extralingual equivalent method. This method is
applied by using contextual analysis techniques. Data analysis procedures used in
this study include data transcription, careful gloss translation and smooth gloss
data, data identification, data classification, context description, data meaning,
data triangulation, confirmation and reflection.
Based on the results of the study found 4 real tangible local wisdom
namely (1) betel, areca nut and rice), (2) ring and pari'i pole, (3) kalabo, kapouta
(headband), and katopo (machete), (4 ) chicken, pork and buffalo. In addition, 6
local wisdoms were found to be intangible, namely (1) parallelism, (2) metaphors,
(3) poetry, (4) advice, (5) mantras, and ideology. The values of local wisdom
found in this study include the values of obedience, solidarity, unity, respect, hard
work, gratitude, reconciliation and religious values. The most essential form of
identity of the Kabizu Beijello community found in this research is to maintain
harmony in living together, solidarity, leaders honor, honor of the Marapu
(ancestors and supernatural spirits), religious life, rite and agrarian life. The
preservation strategy of the oral tradition of the Kabizu Beijello community found
in this study consisted of three, namely preservation of oral traditions through
natural preservation, through religious institutions, and through educational
institutions.
Keywords: Metaphorical ecolinguistics, oral traditions, local wisdom, local
wisdom values, identity and preservation.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain· maupun karya sendiri, kecuali yang
telahdisebutkan di dalamkutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya
penulisal1karya· ilmiah.
Yogyakarta, 24 Januari 2020
Penulis
Yuliana Sesi Bitu
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:Nama : Yuliana Sesi BituNim : 171232001
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
TRADISI LISAN TEDA DALAM UPACARA PADEDE UMA KALADAMASYARAKAT KABIZU BEIJELLO, SUMBA BARAT DAYA:
KAJIAN EKOLINGUISTIK METAFORIS
beserta·perangkat··-yangdiperlukan~····Dengandemikian·sayamemberikan·kepadaPerpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkandalam bentuk media lain, mengolahnyadalam bentuk pangkalan data,mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau medialain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupunmemberikan royalti kepada saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagaipenulis.Demikian Pemyataan ini·yang saya buat dengan.sebenarnya.
Dibuat di YogyakartaPada tanggal 24 Januari 2020
Yuliana Sesi Bitu
IX
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Tri Tunggal Yang Maha Kudus dan kepada
Bunda Maria atas kemurahan kasih, berkat dan rahmat yang diangugerahkan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Tradisi lisan
Teda dalam Upacara Padede Uma Kalada Masyarakat Kabizu Beijello, Sumba
Barat Daya: Kajian Ekolinguistik Metaforis”. Penulis percaya dan yakin teguh
bahwa kelancaran penulisan tesis ini, mulai dari perumusan dan penentuan judul
sampai pada pelaporan hasil akhir penelitian boleh terjadi hanya karena atas
pertolongan, penyertaan dan campur tangan Allah Tritunggal Yang Maha Kudus
dan Bunda Maria. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang penulis
harus penuhi agar dapat memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Magister, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa pergumulan dalam menyelesaikan tesis ini tidak
terlepas dari pertolongan, dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Menyadari
akan hal itu, penulis dengan hati yang tulus dan ikhlas mengucapkan limpah
terima kasih kepada:
1. Drs. Yohanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., sebagai Rektor Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan studi S2 di Universitas Sanata Dharma tepatnya pada Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister.
2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., sebagai Dekan FKIP Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
untuk mengembangkan kemampuan akademik dan kepribadian pada
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister.
3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister
PBSI, FKIP, USD, yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada
penulis selama penulis berproses dalam rangka menyelesaikan studi S2 ini.
Sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran,
pengertian dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, dorongan, motivasi
dan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran, pengertian dan ketelitian telah membimbing dan memberikan
masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini.
5. Dr. Y. Y. Taum, M.Hum., sebagai triangulator hasil analisis data penelitian
ini yang yang dengan penuh kerendahan hati, pengertian dan ketelitian telah
menyediakan waktu untuk mentriangulasi hasil analisis data penelitian ini
dan juga memberikan masukan-masukan yang berharga sehingga tesis ini
dapat dikerjakan dengan baik.
6. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program
Magister, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma yang telah mendidik, mengarahkan, mendampingi dan membagikan
ilmunya kepada penulis selama masa studi dalam upaya memperkaya
kemampuan akademik baik di bidang ilmu pendidikan maupun kebahasaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
7. Bapak Nicolaus Widiastoro dan segenap staf di Sekretariat Prodi MPBSI,
yang selalu memberikan pelayanan yang baik, rendah hati dan ramah
kepada penulis pada saat mengurus berbagai kebutuhan administratif.
8. Drs. Paulus Suparmo, S.S., M.Hum., sebagai Kepala Perpustakaan USD dan
segenap staf perpustakaan USD yang selalu memberikan pelayanan yang
baik, rendah hati dan ramah kepada penulis dalam berbagai urusan
perpustakaan, baik peminjaman dan pengembalian buku, print maupun
dalam hal pemakaian ruang workstation
9. Ketua Yayasan Pendidikan Nusa Cendana Sumba Barat Daya, Ketua STKIP
Weetebula, para Wakil Ketua, dan segenap sivitas akademika STKIP
Weetebula serta Manajemen Misereor Jerman yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 dan telah
memfalisitasi penulis dalam berbagai kebutuhan demi kelancaran studi.
10. Para informan yang telah menyediakan banyak waktu untuk penulis selama
proses mengumpulkan data penelitian ini dan memberikan informasi yang
mendalam terkait dengan pemaknaan serta telah memberikan izin kepada
peneliti untuk merekam data-data dalam penelitian ini.
11. Kakak Antonius Nesi, M.Pd dan Adik Jetho Lawet S.Pd yang telah menjadi
partner diskusi yang baik dan selalu memberi memotivasi kepada penulis
untuk segera menyelesaikan tesis ini serta meluangkan waktu untuk
membaca dan memberikan catatan-catatan sehingga tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
12. Teman-teman angkatan 2017 dan seluruh rekan-rekan mahasiswa MPBSI,
USD yang selalu membantu serta mendukung penulis selama berproses
dalam perkuliahan.
13. Ibu Pupu Purwaningsih, S.S., M.A., Pak Elyakim Nova Supriyedi Patty,
M.Pd., Ibu Iga Nurwinda, S.Pd., Pak Yustinus Ghanggo Ate, M.Gen&App
Ling (Adv)., Ibu Veronika Gheda Rangga, S.Pd., Ibu Yublina Yati Ngongo,
S.Pd., Ibu Yohana Anggreni Talo, S.Pd., Pak Fransiskus Ghunu Bili, S.Pd.,
Pak Petrus Lende, S.Pd., Adik An Helmon, M.Pd., Ponaan Agustinus A.
Bili, S.Ars, Adik Maria Doreste Lobo, S.Pd, Adik Marita Nura, Ponaan
Dian Mada Kaka yang dengan caranya masing-masing selalu memotivasi
dan terus menyemangati penulis sehingga penulis selalu kuat dan
mempunyai semangat untuk segera menyelesaikan tesis ini.
14. Saudara dan saudariku terkasih yang tidak henti-hentinya mendorong,
menyemangati dan mendoakan penulis sehingga penulis mempunyai tekat
dan niat yang kuat di dalam diri untuk harus segera menyelesaikan tesis ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang turut
andil dalam proses pengerjaan tesis ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan tesis ini.
Yogyakarta, Januari 2020
Penulis
Yuliana Sesi Bitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ viii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
1.4.1 Manfaat Teoretis ....................................................................................... 9 1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 10
1.5 Sistematika Penyajian ............................................................................. 11 1.6 Batasan Istilah ......................................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 15 2.1 Bahasa dan Kebudayaan ......................................................................... 15 2.2 Ekolinguistik dan Ekolinguistik Metaforis ............................................. 20
2.3 Konteks dalam Kajian Ekolinguistik Metaforis ...................................... 26 2.4 Etnografi dan Etnografi Komunikasi ...................................................... 30
2.5 Tradisi Lisan ........................................................................................... 35 2.6 Tradisi Lisan Teda dalam Upacara Padede Uma Kalada Masyarakat
Kabizu Beijello ........................................................................................ 39
2.7 Kearifan Lokal ........................................................................................ 44 2.8 Jati Diri.................................................................................................... 48 2.9 Preservasi ................................................................................................ 51 2.10 Kerangka Berpikir ................................................................................... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 55 3.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 55 3.2 Sumber Data, Data dan Objek Penelitian ............................................... 56 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 59
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 67 3.5 Metode dan Teknik Analisis Data........................................................... 68
3.6 Triangulasi .............................................................................................. 70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 72 4.1 Deskripsi Data ......................................................................................... 72
4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 81 4.2.1 Kearifan-kearifan Lokal yang Terdapat dalam Tradisi Lisan Teda dalam
Upacara Padede Uma Kalada ................................................................. 83 4.2.1.1 Kearifan-Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible) ................... 85 4.2.1.2 Kearifan-Kearifan Lokal Berwujud Tidak Nyata (intangible) ............... 99
4.2.2 Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Tradisi Lisan Teda dalam Upacara Padede Uma Kalada .................................................... 127
4.2.2.1 Nilai Ketaatan ....................................................................................... 127 4.2.2.2 Nilai Solidaritas .................................................................................... 130 4.2.2.3 Nilai Persatuan ...................................................................................... 134 4.2.2.4 Nilai Penghormatan .............................................................................. 135 4.2.2.5 Kerja Keras ........................................................................................... 145
4.2.2.6 Nilai Syukur .......................................................................................... 147 4.2.2.7 Rekonsiliasi ........................................................................................... 151
4.2.2.8 Nilai Religius ........................................................................................ 154 4.2.3 Jati Diri Masyarakat Kabizu Beijello yang Terdapat dalam Tradisi Lisan
Teda pada Upacara Padede Uma Kalada ............................................. 156 4.2.3.1 Masyarakat yang Selalu Membina Sikap Bermusyawarah ................... 157 4.2.3.2 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat yang Solider ............ 162
4.2.3.3 Masyarakat yang Menghormati Pemimpin ........................................... 169
4.2.3.4 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat Agraris .................... 172 4.2.3.5 Masyarakat yang Menghormati Marapu .............................................. 180 4.2.3.6 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat Religius ................... 188
4.2.3.7 Masyarakat Kabizu Beijello sebagai Masyarakat Ritual ....................... 196 4.2.4 Strategi Preservasi Tradisi Lisan Teda Masyarakat Kabizu Beijello .... 203
4.2.4.1 Preservasi Tradisi Lisan Teda melalui Pelestarian Alamiah ................. 204 4.2.4.2 Preservasi Tradisi Lisan Teda melalui Lembaga Agama ..................... 208 4.2.4.3 Preservasi Tradisi Lisan Teda melalui Lembaga Pendidikan ............... 211
4.3 Pembahasan........................................................................................... 214 4.3.1 Kearifan-kearifan Lokal yang Terdapat dalam Tradisi Lisan Teda dalam
Upacara Padede Uma Kalada ............................................................... 214
4.3.2 Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Tradisi Lisan Teda
pada Upacara Padede Uma Kalada ...................................................... 231 4.3.3 Jati Diri Masyarakat Kabizu Beijello yang Termanifestasi dalam Tradisi
Lisan Teda pada Upacara Padede Uma Kalada ................................... 235 4.3.3.1 Jati Diri Hakiki Masyarakat Kabizu Beijello ........................................ 257 4.3.4 Strategi Preservasi Tradisi Lisan Teda Masyarakat Kabizu Beijello .... 262
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 267 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 267 5.2 Saran .............................................................................................................. 269 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 271
LAMPIRAN ....................................................................................................... 280
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini dipaparkan lima hal, yakni (1) latar belakang masalah, (2)
rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) batasan
istilah. Kelima hal itu diuraikan sebagai berikut.
1.1 Latar Belakang
Kabizu merupakan hubungan kekerabatan yang terikat berdasarkan asal-usul
nenek moyang pertama termasuk warisan-warisannya berupa tanah, rumah adat,
benda-benda pusaka yang tidak dapat diperjualbelikan, juga ritual-ritual adat yang
mengarah pada pemujaan terhadap Marapu. Hubungan kekerabatan itu dilihat
berdasarkan garis keturunan ayah (patrilineal). Hal ini sejalan dengan
Soeriadiredja (2013:68) yang mengemukakan bahwa Kabizu atau dalam bahasa
Sumba Timurnya Kabihu merupakan kelompok kekerabatan yang merasa diri
berasal dari seorang nenek moyang dan antara satu dengan lainnya terikat melalui
garis keturunan laki-laki saja. Dengan merujuk pada konsep itu, maka Kabizu
dapat dipahami sebagai klan. Dengan demikian, masyarakat Kabizu Beijello
merupakan salah satu masyarakat etnik yang berasal dari klan Beijello, suku
Wewewa, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Masyarakat Kabizu Beijello sebagai masyarakat etnik memiliki corak tradisi
dan kebudayaan yang sangat khas untuk diteliti. Salah satu kekhasan itu adalah
tradisi lisan Teda dalam upacara adat Padede Uma Kalada (pembangunan rumah
besar). Teda adalah ungkapan-ungkapan tradisional yang sangat magis, berbernas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
mempunyai roh tertentu yang dapat memberikan rasa percaya diri bagi penuturnya
dan sekaligus dapat memberikan rasa kekaguman bagi pendengar serta
mempengaruhi pikiran dan tindakan pendengar untuk bertindak sesuai yang
diinginkan penutur. Ungkapan-ungkapan dalam tradisi lisan Teda memiliki sistem
pembarisan tersendiri yang berbentuk syair yang indah dan selalu diungkap dalam
konteks upacara adat baik upacara adat kematian, perkawinan, pertanian, maupun
pembangunan rumah besar. Dalam konteks penelitian ini, peneliti hanya
memfokuskan pengkajian pada tradisi lisan Teda pada upacara Padede Uma
Kalada (pembangunan rumah besar).
Tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada sebagai sebuah
warisan leluhur tentu tidak hanya sebagai alat komunikasi dalam seluruh ritual-
ritual adat selama proses Padede Uma Kalada. Tradisi lisan Teda dalam upacara
Padede Uma Kalada tentu mengandung dan memberikan gambaran terkait
kearifan-kearifan lokal yang mengakar pada kepercayaan Marapu sebagai
kepercayaan asli masyarakat Kabizu Beijello. Kearifan-kearifan lokal itu
mengandung pengetahuan-pengetahuan lokal yang digunakan untuk membina
kehidupan yang seimbang dan harmonis baik dengan sesama, leluhur, roh-roh
gaib, dan Tuhan sebagai Wujud Tertinggi. Hal itu selaras dengan yang
diungkapkan Sriyono (2014:57) bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan
lokal yang digunakan masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam
lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya
yang diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu
yang lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
Selain itu, tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada juga tidak
dapat dilepaspisahkan dari hukum adat, nilai-nilai, sejarah budaya, dan bahkan
ideologi yang mencerminkan jati diri atau identitas diri masyarakat Kabizu
Beijello. Supriatin (2012:408) mengatakan bahwa tradisi lisan adalah warisan
leluhur yang banyak menyimpan kearifan lokal, kebijakan, dan filosofi hidup
yang terekspresikan dalam bentuk mantera, pepatah-petitih, pertunjukan, dan
upacara adat. Lebih lanjut diungkapkan bahwa tradsi lisan yang terdapat di
Nusantara sekaligus juga menyimpan identitas bangsa karena pada tradisi lisan
terletak akar budaya dan akar tradisi sebagai subkultur atau kultur Indonesia.
Dengan melihat kekayaan-kekayaan yang terkandung dalam tradisi lisan
Teda pada upacara adat itu seharusnya generasi muda sebagai penerusnya
mempunyai kepedulian untuk menjaga dan memelihara tradisi lisan. Namun,
kenyataan yang dihadapi adalah tradisi lisan Teda semakin mengalami degradasi
dalam aspek kuantitas penutur khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu
faktor penyebabnya adalah arus globalisasi yang semakin pesat. Dalam
penelitiannya, Mbete (2015) mengungkapkan bahwa ada gejala serius dimana
generasi muda remaja bangsa semakin pragmatis, lebih berorientasi dan memilih
untuk mempelajari dan menguasai bahasa asing, dan mengabaikan bahasa daerah
atau bahasa lokal. Gejala ini pula terjadi pada ruang lingkup masyarakat Kabizu
Beijello, Suku Wewewa. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Kami (2018:5-6)
bahwa apresiasi generasi muda masyarakat Wewewa terhadap tradisi lisan
semakin berkurang. Banyak generasi muda yang sudah melupakan warisan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
berharga para leluhur dan jati diri masyarakatnya dengan fenomena baru, yakni
lebih mengenal hal-hal yang lebih bersifat modern.
Kondisi kritis ini apabila tidak disikapi dengan bijak tentu akan berimbas
pada memudarnya jati diri masyarakat Kabizu Beijello. Selain itu, kearifan-
kearifan lokal dan nilai-nilai yang terekam dalam tradisi lisan pada upacara
Padede Uma Kalada sebagai warisan leluhur masyarakat Kabizu Beijello tentu
akan ikut sirna. Hal ini sejalan pula dengan temuan Mbete (2015:183) bahwa
sebagian besar bahasa lokal di negeri ini terancam punah.Ancaman itu jelas
memudarkan ciri jati diri komunitas etnik. Seiring dengan itu, sirna pula nilai-nilai
warisan leluhur, adicita (ideology), dan aneka kearifan lokal (local wisdom) yang
terekam dalam bahasa lokal itu.
Berdasarkan beberapa temuan di atas, upaya preservasi menjadi sebuah
keniscayaan dalam konteks globalisasi. Menurut Rahardi (2016) dalam konteks
globalisasi preservasi dan penyelamatan nilai-nilai kebijaksanaan dan kearifan
lokal harus mendapat tempat yang lebih tepat. Senada dengan ini, Mbete
(2015:186) juga mengungkapkan bahwa pelestarian bahasa-bahasa lokal
merupakan bagian-bagian penting dari upaya untuk mempertahankan dan
melestarikan kebersamaan dalam keberbedaan bahasa sebagai wadah kebudayaan
lokal dan identitas keetnikan.
Preservasi sebagai salah satu langkah penyelamatan nilai-nilai
kebijaksanaan dan kearifan-kearifan lokal yang terekam dalam tradisi lisan pada
era globalisasi ini, tentu relevan dengan kajian teori yang digunakan sebagai pisau
analisis dalam penelitian ini, yakni teori ekolinguistik metaforis. Hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
ditegaskan oleh Fill dan Penz (2018:i) bahwa ekolinguistik pada hakikatnya
membahas tentang kehilangan bahasa dan pemeliharaan bahasa di era
globalisasi. Haugen (1972:325) sebagai pelopor teori ekolinguistik memiliki
asumsi bahwa bahasa lahir dan mati bagaikan organisme hidup. Bahasa memiliki
rentang kehidupannya tumbuh dan berubah seperti halnya manusia dan hewan,
serta memiliki sedikit penyakit yang hanya dapat disembuhkan dengan
menggunakan obat yang tepat oleh para pakar Bahasa. Pernyataan Haugen ini,
mengisyaratkan bahwa salah satu cara melindungi dan memelihara bahasa dari
kepungan arus globalisasi adalah melalui penelitian-penelitian bahasa. Dengan
demikian, penelitian terhadap tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma
Kalada sangat penting untuk dilakukan. Selain sebagai salah satu bentuk tindakan
memelihara dan melindungi tradisi lisan Teda, juga karena dalam tradisi lisan itu
menyimpan kekayaan nilai-nilai kearifan lokal, filosofi hidup dan jati diri
masyarakat penuturnya.
Sifat tradisi lisan Teda yang mengandung dan memberikan gambaran
tentang kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal dan wujud jati diri masyarakat
Kabizu Beijello tentu relevan dikaji dengan menggunakan kajian ekolinguistik
metaforis. Haugen (1972:325) mengemukakan bahwa ekolinguistik adalah studi
tentang interaksi bahasa tertentu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini
didefinisikan sebagai masyarakat yang menggunakan bahasa sebagai salah satu
kode. Dalam hal ini Haugen memaknai lingkungan dalam arti metaforis. Hal itu
ditegaskan oleh Rahardi (2016) dalam artikelnya yang berjudul “Urgensi
Menggelorakan Linguistik Ekologi” yang dituliskan pada surat kabar Kedaulatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
Rakyat yang menuliskan bahwa dimensi ekolinguistik lainnya yang tidak temasuk
dalam pengertian natural, bersifat metaforis dan lazim diterminologikan sebagai
ekolinguistik saja, yakni hubungan tali temali antara bahasa dengan strata sosial,
status sosial, kebudayaan, etnisitas, laras dan sejenisnya.
Berdasarkan kedua pandangan pakar di atas, maka ekolinguistik metaforis
dalam konteks penelitian ini adalah hubungan tali temali antara bahasa yang
digunakan dalam tradisi lisan pada upacara Padede Uma Kalada dengan
masyarakat Kabizu Beijello yang menggunakan bahasa tersebut sebagai salah satu
kode yang mencerminkan lingkungan sosial dan budaya. Hal seperti yang
diungkapkan oleh Mulyadi (2014:93) bahwa di dalam ekolinguistik, bahasa bukan
sekadar nomenklatur (tata nama), tetapi bahasa memiliki perangkat kata tertentu
sebagai petunjuk bahwa kata-kata itu menjadi bagian yang penting dalam sebuah
kebudayaan. Pandangan hidup suatu bangsa adakalanya diungkapkan dengan
kata-kata kunci tertentu.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa
masalah, yakni (1) tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada
merupakan salah satu kekayaan budaya masyarakat Kabizu Beijello yang sampai
saat ini masih dipraktikkan dalam upacara-upacara pembangunan rumah besar.
Akan tetapi, sejauh ini penelitian terkait tradisi lisan Teda dalam upacara Padede
Uma Kalada masih jarang dilakukan oleh kaum akademisi terutama peneliti di
bidang bahasa, sastra dan pengajaran. (2) Tradisi lisan dalam upacara Padede
Uma Kalada merekam dan menyimpan wujud kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai
dan memberikan gambaran tentang wujud jati diri yang selalu dipraktek oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
masyarakat Kabizu Beijello. Akan tetapi, sejauh ini pembahasan terkait ketiga hal
ini belum terperikan secara maksimal. Hal itu karena peneliti-peneliti terdahulu
belum sampai pada taraf pengkajian makna bahasa dalam hubungannya dengan
praktik sosial dan budaya yang melingkupi masyarakat Kabizu Beijello. (3) Fakta
membuktikan bahwa tradisi lisan Teda pada era globalisasi ini, berada pada
ambang kepunahan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak hanya bersifat
deskriptif saja tetapi juga akan sampai pada memaparkan strategi-strategi yang
dapat dilakukan agar tradisi lisan Teda tetap lestari. Berdasarkan seluruh uraian
itu dan identifikasi masalah yang ditemukan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Tradisi Lisan dalam Teda dalam Upacara
Padede Uma Kalada Masyarakat Kabizu Beijello, Sumba Barat Daya: Kajian
Ekolinguistik Metaforis”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil identifikasi masalah, maka
rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tradisi lisan
Teda dalam upacara Padede Uma Kalada masyarakat Kabizu Beijello, Sumba
Barat Daya berdasarkan kajian ekolinguistik metaforis? Berdasarkan rumusan
masalah utama ini, dapat disusun beberapa rumusan submasalah sebagai berikut.
1) Kearifan-kearifan lokal apa sajakah yang terdapat dalam tradisi lisan Teda
pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik
metaforis?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
2) Nilai-nilai kearifan lokal apa sajakah yang terdapat dalam tradisi lisan Teda
pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik
metaforis?
3) Jati diri masyarakat Kabizu Beijello apa sajakah yang terdapat dalam tradisi
lisan Teda pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik
metaforis?
4) Strategi preservasi apakah yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian
tradisi lisan Teda masyarakat Kabizu Beijello?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah.
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini terdiri atas dua yang
meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan tradisi lisan Teda dalam upacara adat Padede Uma
Kalada masyarakat Kabizu Beijello, Sumba Barat Daya dengan menggunakan
kajian ekolinguistik metaforis. Berdasarkan tujuan umum ini, dapat disusun
beberapa tujuan khusus yang dapat diperinci sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan kearifan-kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi lisan Teda
pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik metaforis.
2) Mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi lisan
Teda pada upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian ekolinguistik
metaforis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
3) Mendeskripsikan jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang termanifestasikan
pada tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada berdasarkan kajian
ekolinguistik metaforis.
4) Merumuskan strategi preservasi yang dapat dilakukan untuk menjaga
kelestarian tradisi lisan Teda masyarakat Kabizu Beijello.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti, baik
secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat teoritis terkait dengan sumbangan
teoritis kajian ini untuk pengembangan teori linguistik pada umumnya dan
ekolinguistik metaforis secara khusus. Sedangkan, manfaat praktis terkait dengan
manfaat secara langsung dari hasil penelitian ini yang dapat digunakan oleh
masyarakat pada umumnya. Manfaat teoritis dan manfaat praktis ini akan
diuraikan secara lengkap sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Tradisi lisan Teda dalam upacara Padede Uma Kalada merupakan salah
satu wujud identitas suku bangsa yang harus dijaga kelestariannya. Oleh karena
itu, tradisi lisan ini harus dikaji secara teoretis untuk menemukan manfaat yang
terdapat didalamnya sebagai salah satu langkah pengembangan pengetahuan
secara akademik. Adapun manfaat teoretis dari hasil penelitian ini dapat dilihat
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
1) Dapat menambah khasanah pengetahuan terkait teori linguistik, khususnya
teori linguistik yang membahas hubungan tali-temali bahasa dengan
lingkungan. Dalam hal ini, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan teori ekolinguistik metaforis.
2) Dapat menambah khasanah pengetahuan terkait teori tradisi lisan, kearifan
lokal, nilai-nilai kearifan lokal dan teori jati diri yang terekam dalam
kebudayaan.
3) Dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai konsep preservasi bahasa
dan budaya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini selain memiliki manfaat teoritis, juga memiliki manfaat
praktis yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian yang serupa, yakni penelitian terkait hubungan tali
temali antara bahasa dan lingkungan sosial budaya suatu masyarakat etnik.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bacaan akademik bagi dosen,
guru dan peserta didik dalam mendalami konsep-konsep terkait ekolinguistik
metaforis, tradisi lisan, kearifan lokal, nilai-nilai kearifan lokal dan wujud jati
diri.
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para pengajar baik di
tingkat sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi yang ada di pulau
Sumba dalam menanamkan pendidikan karakter. Hal itu mengingat bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
tradisi lisan dalam upacara Padede Uma Kalada merupakan ungkapan-
ungkapan tradisional yang sangat sopan dan sangat santun, syarat makna dan
berbernas yang digunakan untuk memberikan himbauan dan nasihat. Oleh
karena itu, petuah-petuah dalam tradisi lisan ini dapat digunakan untuk
memberikan himbauan dan nasihat dalam menanamkan pendidikan karakter
bagi anak didik.
4) Hasil penelitian ini secara praktis dapat digunakan oleh pihak pemerintah
Sumba Barat Daya dalam merancang program pembangunan dan menulis
buku-buku yang berbasis budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu langkah
pelestarian kearifan lokal yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya.
5) Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu langkah memelihara dan
melindungi kebudayaan dan tradisi lisan masyarakat Kabizu Beijello. Artinya
bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen atau bukti tradisi lisan
masyarakat Kabizu Beijello dan sekaligus dapat menjadi dokumen sejarah atau
bukti sejarah keberlangsungan hidup masyarakat Kabizu Beijello. Hal itu
karena tradisi lisan dalam upacara Padede Uma Kalada merekam realitas
sosial dan sejarah budaya masyarakat Kabizu Beijello.
1.5 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri atas lima bab. Sistematika penyajian dari masing-
masing bab itu, yakni bab I memuat tentang pendahuluan yang terdiri atas latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika
penyajian dan batasan istilah. Bab II memuat tentang landasan teori yang terdiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
atas teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Adapun teori-teori yang
dimaksud, yakni bahasa dan kebudayaan, ekolinguistik dan ekolinguistik
metaforis, konteks dalam ekolinguistik metaforis, tradisi lisan, tradisi lisan dalam
upacara Padede Uma Kalada, kearifan lokal, jati diri, preservasi dan kerangka
berpikir. Masing-masing teori itu dalam uraiannya diintegrasikan dengan
penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Bab III berisi tentang metodologi
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri atas jenis penelitian,
sumber data, data dan objek penelitian, metode dan teknik analisis data serta
triangulasi. Bab IV memuat tentang uraian dari hasil penelitian dan pembahasan
dari hasil penelitian yang ditemukan. Bab V merupakan penutup yang terdiri atas
kesimpulan dari data yang telah diinterpretasi dan saran.
1.6 Batasan Istilah
Penelitian memiliki beberapa Batasan istilah. Batasan-batasan istilah itu
merujuk pada kata-kata kunci yang terdapat pada judul dan fokus masalah yang
diteliti dalam penelitian ini. Adapun beberapa batasan istilah itu dijabarkan
sebagai berikut.
1) Ekolinguistik Metaforis
Ekolinguistik metaforis dalam penelitian ini dibatasi sebagai ilmu yang
mengkaji hubungan tali temali antara bahasa yang digunakan oleh masyarakat
Kabizu Beijello dalam upacara adat Padede Uma Kalada dengan lingkungan
sosial dan budaya yang melingkupi masyarakat Kabizu Beijello (periksa
Haugen, 1972:325; Fill and Mühlhäusler, 2001:14; Rahardi, 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
2) Tradisi Lisan
Tradisi lisan dalam penelitian ini dibatasi sebagai warisan budaya masyarakat
Kabizu Beijello yang mengandung kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai sosial
budaya dan jati diri masyarakat Kabizu Beijello yang terekspresikan pada
tuturan-tuturan, doa-doa dan nyanyian-nyanyian yang berbentuk syair yang
indah dalam upacara adat selama proses Padede Uma Kalada (pembuatan
rumah adat). Tradisi lisan tersebut ada yang dituturkan dalam dalam
musyawarah-musyawarah persiapan pembangunan rumah besar, dalam doa-
doa yang ditujukan kepada leluhur, roh-roh gaib dan Tuhan sebagai Wujud
Tertinggi. Selain itu, ada juga yang dinyanyikan dengan diiringi gong dan
tambur pada upacara adat Saiso (Supriatin, 2012:407; Vansina, 2014:1).
3) Kearifan Lokal
Kearifan lokal dalam penelitian ini dibatasi sebagai gagasan dan pengetahuan-
pengetahuan lokal yang menyatu dengan budaya, norma dan kepercayaan
Marapu yang dianut oleh masyarakat Kabizu Beijello yang terekspresikan
dalam tradisi lisan dalam upacara Padede Uma Kalada. Kearifan lokal itu ada
yang berwujud nyata (tangible) dan adapula yang berwujud tidak nyata
(intangible) (Dokhi, dkk., 2016:8-9).
4) Nilai kearifan lokal
Nilai kearifan lokal dalam penelitian ini dibatasi sebagai sesuatu yang
berharga dan ideal yang memberikan corak pada pola pikiran, perasaan dan
perilaku masyarakat Kabizu Beijello (Aslan, 2017:13).
5) Jati Diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
5) Jati Diri
Jati diri dalam penelitian ini dibatasi sebagai ciri khas yang dimiliki oleh
masyarakat Kabizu Beijello yang membedakannya dari komunitas etnik
lainnya yang dapat diamati melalui tutur kata, perilaku, kepercayaan dan
pandangan hidup (Alfian, 2013: 427-428; Somantri, 2010).
6) Preservasi
Preservasi adalah tindakan yang memungkinkan tradisi lisan dapat
dipertahankan dalam jangka waktu lama melalui kegiatan perlindungan dan
pemeliharaan tradisi lisan (Ellis, 1993) dalam Kami (2018:15). Dalam konteks
penelitian ini, maka preservasi dibatasi sebagai upaya-upaya strategis yang
dilakukan untuk melindungi dan melestarikan tradisi lisan dalam upacara
Padede Uma Kalada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini dipaparkan teori-teori dasar yang melandasi penelitian ini.
Landasan teori dalam penelitian ini merupakan tinjauan kepustakaan yang
mendukung atau relevan dengan masalah-masalah penelitian. Landasan teori
tersebut meliputi, (1) bahasa dan kebudayaan, (2) ekolinguistik dan ekolinguistik
metaforis, (3) konteks dalam ekolinguistik metaforis, (4) etnografi dan etnografi
komunikasi, (5) tradisi lisan, (6) tradisi lisan Teda dalam dalam upacara Padede
Uma Kalada masyarakat Kabizu Beijello, (7) kearifan lokal, (8) jati diri, (9)
preservasi, dan (10) kerangka berpikir. Tinjauan teoritis ini akan dipaparkan
sebagai berikut.
2.1 Bahasa dan Kebudayaan
Bahasa dan lingkungan sosial budaya merupakan unsur utama dalam kajian
ekolinguistik metaforis. Oleh karena itu, peneliti memandang perlu untuk
memaparkan terlebih dahulu terkait hubungan antara bahasa dan kebudayaan
sebelum memaparkan teori ekolinguistik metaforis. Mbete (2015:184)
menjelaskan bahwa bahasa adalah gambaran tentang realitas, gambaran tentang
pengetahuan dan pengalaman manusia. Dalam hal ini komunitas tuturnya tentang
dunia nyata, di sisi dunia imajinasi, yang ada di lingkungannya. Senada dengan
pandangan ini Kramsch (1998:3) menegaskan bahwa bahasa mengekspresikan
atau melambangkan realitas budaya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahasa adalah
sarana utama dalam menjalankan kehidupan sosial. Ketika digunakan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
konteks komunikasi, bahasa terikat dengan budaya yang beragam dengan cara
yang kompleks atau rumit. Ketika memulai suatu komunikasi kata-kata yang
diucapkan oleh seseorang mengacu pada pengalaman yang umum. Bahasa
mengungkapkan fakta, ide, atau peristiwa yang merujuk pada pengetahuan
tentang dunia. Kata-kata yang digunakan dalam peristiwa komunikasi
mencerminkan sikap dan kepercayaan penuturnya dan sudut pandang penutur
terhadap lingkungan. Selain itu, bahasa juga merupakan sistem tanda yang
dipandang memiliki nilai budaya. Sikap, kepercayaan dan sistem nilai umumnya
tercermin dalam cara anggota kelompok menggunakan bahasa.
Merujuk pada kedua pandangan pakar di atas dapat dikatakan bahwa
berbicara mengenai bahasa tidak dapat dilepaspisahkan dari lingkungan sosial
budaya yang dihidupi oleh masyarakat penuturnya. Bahasa yang digunakan dalam
berbagai peristiwa tutur tentu memberikan gambaran tentang kebudayaan yang
dihidupi oleh masyarakat pemakainya. Hal itu ditegaskan oleh (Rahardi, 2009: 6)
bahwa bahasa menjadi penanda keadaan perkembangan dari budaya dan
masyarakat.
Salah satu klaim lama mengenai hubungan antara bahasa dan budaya adalah
bahwa struktur bahasa menentukan cara penutur bahasa memandang dunia. Versi
yang agak lebih lemah adalah bahwa struktur bahasa tidak menentukan pandangan
dunia penuturnya tetapi mempengaruhi budaya dan cara berpikir penuturnya.
Klaim ketiga, 'netral,' adalah bahwa ada sedikit atau tidak ada hubungan antara
bahasa dan budaya. Klaim bahwa struktur bahasa memengaruhi budaya dan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
penuturnya memandang dunia disebut sebagai hipotesis Sapir-Whorf, yakni
hipotesis relativitas bahasa (Wardhaugh, 2006:221).
Klaim-klaim yang terperikan di atas, jika didasarkan pada dua paradigma
dalam pengkajian bahasa, klaim satu dan dua termasuk dalam paradigma kaum
fungsionalis. Sementara itu, klaim tiga termasuk dalam paradigma kaum formalis.
Mujib (2009:142-143) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Bahasa
dan Budaya: Perspektif Sosiolinguistik” mengemukakan bahwa pandangan yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara bahasa dan budaya merujuk pada
pandangan kaum formalis, yakni teori linguistik struktural oleh Noam Chomsky,
yakni teori yang menekankan bahwa pengetahuan linguistik hanya memfokuskan
pada pengetahuan mengenai bahasa itu sendiri tanpa perlu mengkaji bahasa dalam
pemakaiannya dengan menolak secara eksplisit adanya hubungan antara bahasa
dengan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini termasuk dalam paradigma
kaum fungsionalis, yakni pengkajian bahasa dengan melihat hubungan tali
temalinya dengan lingkungan sosial dan budaya mamsyarakat penuturnya.
Frans Boas adalah seorang ahli bahasa yang bergerak di bidang
antropolinguistik. Bahasa dan budaya merupakan perhatian dari Boas dengan
pendekatannya yang bernama Tradisi Boasian. Tradisi Boas beranggapan bahwa,
“seseorang tidak akan benar-benar memahami budaya orang lain tanpa memiliki
akses langsung pada bahasanya”. Artinya bahwa tanpa memahami bahasa, orang
tidak akan mampu memahami budaya orang lain. Menurutnya sistem bahasa suatu
masyarakat dapat dipelajari sebagai pemandu untuk sistem budaya suatu
masyarakat. Ia menyimpulkan bahwa bahasa mengklasifikasikan dunia dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
pengalaman manusia. Artinya bahwa bahasa yang berbeda-beda dapat
mengklasifikasikan pengalaman yang berbeda pula. Ia menggunakan argumen itu
untuk menyokong teori relativitas budaya, yakni budaya itu tentu saja tidak dapat
diterapkan di masyarakat lain yang tidak memiliki pola pikir yang sama dan
setiap budaya memiliki pandangan dunianya sendiri (Duranti, 1997:52-55).
Edward Sapir adalah salah seorang murid dari Frans Boas yang memperluas
kajian Boas dalam bidang bahasa dengan memberikan perhatian lebih pada
struktur linguistik. Dalam pandangan Sapir sebagaimana dicatat oleh Duranti
(1997:56) dijelaskan bahwa bahasa adalah sarana paling sempurna atas
komunikasi dan ekspresi di antara orang-orang yang saling mengenal. Dalam
artikelnya yang diterbitkan tahun 1929 yang berjudul “The Status of Linguistics
as a science” Sapir (1929) berpendapat bahwa bahasa adalah panduan dalam
berinteraksi sosial. Manusia tidak hidup di dunia objektif saja, tidak juga sendirian
di dunia aktivitas sosial seperti yang biasanya dipahami, tetapi sangat bergantung
pada bahasa tertentu yang telah menjadi media ekspresi bagi masyarakat mereka.
Faktanya adalah bahwa 'dunia nyata' sebagian besar secara tidak sadar didasarkan
pada kebiasaan bahasa kelompok. Tidak ada dua bahasa yang cukup mirip untuk
dianggap mewakili realitas sosial yang sama. Dunia di mana masyarakat yang
berbeda hidup adalah dunia yang berbeda, bukan hanya dunia yang sama dengan
label yang berbeda.
Syairi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran Bahasa
dengan Pendekatan Budaya” memberikan gambaran terkait bahasa yang sama
atau cukup mirip belum tentu dianggap dapat mewakili realitas sosial yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Syairi yang mengatakan bahwa beberapa
keistimewaan bahasa dipakai suatu bangsa, atau daerah tertentu untuk membatasi
cara-cara berpikir dan pandangan bangsa atau daerah yang bersangkutan terhadap
fenomena tempat mereka hidup. Dengan demikian susunan bahasa dan
keistimewaan lain yang dimilikinya merupakan faktor dasar bagaimana suatu
masyarakat memandang hakikat alam dan tempat mereka berada. Selanjutnya
dalam penelitian ini Syairi memberikan contoh sebagaimana berikut.
Umpamanya kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk kepada jenis
binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dalam
bahasa Inggris sepadan dengan fish; dalam bahasa banjar disebut iwak.
Tetapi kata iwak dalam bahasa jawa bukan hanya berarti ikan atau fish.
Melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk (teman
pemakan nasi). Malah semua lauk seperti tahu dan tempe sering juga
disebut iwak. Begitu pula halnya dalam budaya masyarakat Inggris yang
tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok hanya ada kata rice untuk
menyatakan nasi, beras, gabah, dan padi. Karena itu, kata rice pada
konteks tertentu berarti nasi pada konteks lain berarti gabah dan pada
konteks lain lagi berarti beras atau padi.
Pandangan Syairi di atas memberikan gambaran bahwa bahasa yang sama
belum tentu mewakili budaya dan cara pandang yang sama dalam memaknai
bahasa. Budaya dan pola pikir masyarakat Jawa yang memandang bahwa iwak
(ikan) tidak hanya merujuk pada binatang laut yang biasa dimakan tetapi juga
merujuk pada semua daging dan bahkan semua lauk seperti tempe dan tahu
sebagai teman pemakan nasi mempengaruhi pamahaman makna terhadap bahasa
sebagaimana masyarakat Indonesia, Inggris dan masyarakat Banjar memahami
makna kata ikan. Begitu pula budaya masyarakat Inggris yang tidak menjadikan
nasi sebagai makanan pokok sebagaimana digambarkan Syairi di atas
memberikan gambaran pemahaman kepada kita bahwa bahasa yang berbeda dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
merefleksikan budaya dan cara pandang yang berbeda terhadap lingkungan sosial
budaya masyarakat penuturnya. Bahasa terikat oleh budaya dan pemahaman
masyarakat penuturnya dalam memandang lingkungan dimana mereka hidup.
bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampaian kebudayaan
dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa
dan budaya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa yang
digunakan oleh masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu terikat oleh budaya
dan cara pandang masyarakat penuturnya dalam memahami dan memaknai
lingkungannya. Bahasa dibangun dan diproduksi berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan tentang lingkungan sosial dan budaya masyarakat penuturnya. Oleh
karena itu, jelaslah bahwa bahasa yang sama atau cukup mirip tentu tidak dapat
dikatakan dapat mewakili realitas sosial budaya yang sama. Bahasa yang berbeda
tentu menggambarkan budaya, cara pandang dan tingkah laku masyarakat
penuturnya yang berbeda pula.
2.2 Ekolinguistik dan Ekolinguistik Metaforis
Ekologi merupakan konsep yang menjadi titik awal munculnya istilah
‘ekolinguistik’. Ahli biologi Jerman Ernst Haeckel sejak tahun 1866
mendefinisikan istilah 'ekologi' sebagai studi tentang keterkaitan antara organisme
dan lingkungan hidup dan tidak hidup mereka termasuk organisme yang sama dan
spesies lainnya. Pada tahun 1960-an, kata 'ekologis', dipahami sebagai biologis,
alami, dan ramah lingkungan. Dalam perkembangannya selanjutnya 'ekologi'
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
sepenuhnya selaras dengan asumsi ekolinguistik, yakni ekologi adalah studi
tentang hubungan antara organisme hidup, termasuk manusia, dan lingkungan
fisik mereka; ia berusaha memahami hubungan vital antara tanaman, hewan dan
lingkungan di sekitar mereka (Dash, 2019:379).
Sesungguhnya studi ekolinguistik sudah diawali sejak tahun 1912 ketika
Edward Sapir menulis refleksinya tentang 'Bahasa dan Lingkungan'. Hal ini dapat
dibaca dalam buku yang ditulis oleh Fill and Mühlhäusler (2001:2-3) dengan
menuliskan sebagaimana berikut.
Ketika Edward Sapir menulis refleksi tentang 'Bahasa dan Lingkungan'
pada tahun 1912, istilah 'lingkungan' belum memperoleh makna
ekologisnya, tetapi hanya menandakan 'lingkungan fisik dan sosial'. Akan
tetapi, teks Sapir yang pertama kali dicetak dalam buku ini adalah upaya
awal dari seorang ahli bahasa untuk melampaui deskripsi bahasa dalam
hal struktur, sistem suara, makna kata dan sejenisnya dan untuk
membangun hubungan antara 'Alam dan bahasa. Perhatian Sapir terhadap
bahasa dan lingkungan tidak terbatas pada satu bahasa saja (misalnya,
bahasa Inggris) dalam teks singkat ini, ia menyebutkan sejumlah besar
budaya dan bahasa yang memiliki hubungannya dengan lingkungannya
yang ia jelajahi. Jika ekolinguistik memang didasarkan pada prinsip-
prinsip interaksi dan keanekaragaman, Sapir adalah eksponen awal
ekolinguistik sejauh ia menunjukkan hubungan antara bahasa dengan
lingkungan fisik di satu sisi dan bahasa dengan dimensi social dan budaya
di sisi lain. Keterkaitan antara bahasa dan lingkungan ini hanya ada pada
pada tataran leksikon saja, bukan pada tataran fonologi atau morfologi.
Pada topik “Language and Environment Edward Sapir” Sapir
sebagaimana dicatat oleh Fill and Mühlhäusler (2001:14) membagi lingkungan
atas tiga jenis. Pertama, lingkungan ragawi, yang mencakup karakter geografis
seperti topografi suafu lsgara (mis. pantai, lembah, dataran tinggi, pegunungan,
iklim, darr intensitas curah hujan). Kedua, lingkungan ekonomis, yang terdiri atas
fauna, flora, dan sumber-sumber mineral yang terdapat di daerah tersebut. Ketiga,
lingkungan sosial, yang berupa pelbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
dalam membentuk kehidupan dan pikiran setiap individu, di antaranya agama,
budaya, etika, organisasi politik, dan seni.
Lingkungan yang digambarkan oleh Sapir di atas apabila dikaitkan dengan
ekolinguistik maka lingkungan yang pertama dan kedua temasuk termasuk dalam
ruang lingkup kajian ekolinguistik natural yang kini lebih banyak disebut sebagai
envirolinguistik. Sementara itu, lingkungan yang ketiga termasuk dalam ruang
lingkup kajian ekolinguistik metaforis, yakni mengkaji hubungan tali temali
antara bahasa dan kekuatan-kekuatan sosial, politik, kepercayaan, budaya, adat
istiadat, etika, dan seni yang melingkupi masyarakat penuturnya.
Steffensen and Fill (2013:3) dalam artikel yang berjudul “Ecolinguistics:
The State of The Art and Future Horizons” juga berupaya menelusuri kemunculan
dan perkembangan linguistik ekologi, atau ekolinguistik dari dari abad 20-an
sampai 1970-an. Dari hasil penelusuran ini ditemukan empat konsep atau
pendekatan dalam ekolinguistik, yakni (1) bahasa terdapat dalam ekologi
simbolik, yakni pendekatan yang menyelidiki koeksistensi bahasa atau sistem
simbolik di otak seorang pembicara dalam suatu lingkungan tertentu, (2) bahasa
terdapat dalam ekologi alami, yakni pendekatan yang mengkaji terkait hubungan
bahasa dengan biologis dan ekosistem lingkungan dimana bahasa digunakan yang
meliputi, topografi, iklim, fauna, flora, dan lain-lain, (3) bahasa ada dalam ekologi
sosiokultural, yakni pendekatan yang menyelidiki bagaimana bahasa berhubungan
dengan kekuatan sosial dan budaya yang membentuk kondisi penutur dan
komunitas tutur, (4) bahasa ada dalam ekologi kognitif, yakni pendekatan ini
menyelidiki bagaimana bahasa diaktifkan oleh dinamika biologis organisme dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
lingkungannya, dengan fokus pada kapasitas kognitif yang memunculkan
organisme yang fleksibel dan adaptasi tingkah laku.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pendekatan terdapat
dalam ekologi alami termasuk dalam pengkajian bahasa dalam hubungannya
dengan lingkungan fisik. Sementara itu, pendekatan bahasa ada dalam ekologi
simbolik, sosiokultural dan kognitif termasuk dalam ekolinguistik metaforis,
yakni mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan sistem nilai, kepercayaan,
agama, sosial, budaya, seni, politik dan bahkan ideologi serta ilmu-ilmu lainnya
yang tidak tergolong dalam lingkungan fisik atau ragawi.
Konsep ekolinguistik menjadi mapan ketika Haugen (1970) memberikan
pidato dengan judul “The Ecology of Language” (Fill dan Penz, 2018:3).
Ekolinguistik dalam pandangan Haugen (1970:325) adalah studi interaksi antara
bahasa tertentu dengan lingkungannya. Teori ini merupakan bentuk kritik Haugen
terhadap pendekatan linguistik yang hanya memahami bahasa sebagai seperangkat
kaidah (mikrolinguistik) seperti fonologi, sintaksis dan leksikon. Dalam
pandangan Haugen, bahasa memiliki hubungan tali temali dengan lingkungannya.
Dalam lingkungan inilah bahasa menghadirkan penuturnya. Atas dasar pemikiran
ini, Haugen menciptakan paradigma baru dalam kajian bahasa yakni ekologi
bahasa, yaitu studi tentang interaksi bahasa dengan lingkungannya. Dalam
konteks ini, Haugen menggunakan konsep lingkungan secara metaforis.
Rahardi (2016) dalam artikelnya yang berjudul “Urgensi Menggelorakan
Linguistik Ekologi” yang dituliskan pada surat kabar Kedaulatan Rakyat
memberikan penegasan bahwa ekologi bahasa pada gilirannya bermetamorfosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
menjadi ekolinguistik, baik dalam pengertian natural maupun metaforis. Studi
ekolinguistik natural kini banyak disebut envirolinguistik, yakni berbagai dimensi
alam yang bertali temali dengan bahasa yang selanjutnya melahirkan konsep
ikonisitas. Sedangkan dimensi ekolinguistik lainnya bersifat metaforis dan lazim
diterminologikan sebagai ekolinguistik saja, yakni hubungan tali temali antara
bahasa dengan strata sosial, status sosial, kebudayaan, etnisitas, laras dan
sejenisnya.
Senada dengan pandangan di atas, Nesi, (2018:30) menjelaskan bahwa
konsep ekologi dalam ekolinguistik tidak semata-mata merujuk pada lingkungan
fisik, tetapi juga merujuk pada lingkungan dalam arti masyarakat pengguna
bahasa itu sendiri. Lingkungan dalam arti metaforis dalam perkembangannya
ternyata juga meliputi lingkungan politik, hukum, bahkan informasi dan
teknologi. Sementara itu, Uyanne, Onuoha, dan Osigwe (2014:162)
mengungkapkan bahwa ekolinguistik merupakan studi multidisipliner bahasa
dalam interaksi yang menafsirkan bahasa dalam hal adat istiadat, budaya, strata
sosial, sudut pandang politik dan bentuk-bentuk lain yang khas pada lingkungan
tertentu.
Dalam konteks penelitian di Indonesia, penelitian terkait hubungan bahasa
dengan lingkungan fisik atau ragawi dan lingkungan sosial budaya dapat dibaca
dalam penelitian yang dilakukan oleh Suktiningsih (2016) dan Nesi (2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Suktiningsih (2016) berjudul “Leksikon Fauna
Masyarakat Sunda”. Dalam penelitian ini Suktiningsih, mengidentifikasi leksikon
yang terdapat dalam metafora masyarakat Sunda. Identifikasi leksikon yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
dilakukan bersifat gramatikal yang meliputi bentuk, kategori dan fungsi. Dari
hasil analisis menunjukkan bahwa banyak penggunaan leksikon fauna dalam
petuah atau nasehat masyarakat Sunda. Leksikon fauna yang ditemukan, yaitu
leksikon bentuk dasar yang berkategori nomina. Sehubungan dengan ini,
penelitian ini meneliti hubungan bahasa dengan lingkungan fisik atau ragawi.
Penelitian yang dilakukan Nesi (2018) berjudul “Tradisi Lisan Takanab
sebagai Wujud Identitas Masyarakat Dawan: Kajian Ekolinguistik Metaforis”.
Jika dilihat dari judulnya sangat jelas bahwa penelitian ini mengkaji bahasa dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial dan budaya masyarakat Dawan. Metode
yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik sibat
libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Selain
itu penelitian ini memanfaatkan juga metode etnografi komunikasi yaitu
pengalaman langsung, observasi partisipasi, dan wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam tradisi lisan Takanab terwujud identitas hakiki
masyarakat Dawan, yakni masyarakat Dawan sebagai masyarakat agraris.
Identitas hakiki ini menunjukkkan pula jati diri kolektif masyarakat Dawan, yakni
masyarakat Dawan sebagai masyarakat religius, sastrawi, patriarkat, solider,
ritual, ekologis dan humanis. Selain itu dalam penelitian ini juga ditemukan
kearifan-kearifan lokal masyarakat Dawan, yakni kearifan lokal yang berwujud
nyata (tangible) berupa batu dan air, tiang dan pagar, wadah sirih pinang, kain
tenun motif, rumah adat, benda pusaka dan kearifan lokal berwujud tidak nyata
(intangible) meliputi peribahasa, petuah, syair, paralelisme, dan ideologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
Berdasarkan seluruh paparan di atas, penelitian ini termasuk dalam
penelitian ekolinguistik metaforis. Melalui penelitian ini, peneliti berupaya
mengekplorasi hubungan bahasa dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede
Uma Kalada dengan dimensi sosial dan budaya masyarakat Kabizu Beijello.
Melalui kegiatan eksplorasi itu dapat diungkap kearifan-kearifan lokal, nilai-nilai
dan jati diri masyarakat Kabizu Beijello. Penelitian terhadap tradisi lisan Teda
dalam upacara Padede Uma Kalada, selain memanfaatkan kajian ekolinguistik
metaforis, juga mengacu pada tiga pendekatan ekolinguistik yang dikemukakan
oleh Steffensen and Fill (2013:3), yakni (1) bahasa terdapat dalam ekologi
simbolis, (2) bahasa ada dalam ekologi sosiokultural, (3) bahasa ada dalam
ekologi kognitif.
2.3 Konteks dalam Kajian Ekolinguistik Metaforis
Pemahaman terhadap hakikat konteks dalam kajian ekolinguistik metaforis
merupakan hal yang sangat penting. Hal itu dilandasi oleh asumsi bahwa
pengungkapan makna terdalam yang berkaitan dengan kearifan-kearifan lokal,
nilai-nilai dan wujud jati diri yang terkandung dalam sebuah peristiwa tutur baru
dapat diperoleh secara utuh apabila dikaitkan dengan konteks yang melatari
terbentuknya tuturan itu. Hal ini sejalan dengan pandangan Tube (2017:21) bahwa
konteks merupakan aspek penting dalam pembentukan suatu tuturan. Pemaknaan
suatu tuturan akan menjadi utuh jika dihubungkan dengan konteksnya.
Nesi (2018:33) dalam penelitiannya yang berjudul “Tradisi Lisan Takanab
sebagai Wujud Identitas Masyarakat Dawan: Kajian Ekolinguistik Metaforis”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
mengungkapkan bahwa dalam kajian ekolinguistik metaforis pemahaman
terhadap hakikat konteks dipandang sangat penting. Bagaimanapun, makna
bahasa tutur seperti halnya yang terdapat dalam tradisi lisan Takanab senantiasa
terajut di dalam konteks. Kode-kode bahasa yang terdapat dalam tradisi lisan
Takanab yang digunakan oleh masyarakat Dawan baru tersibak apabila konteks
sosial dan konteks budaya dilibatkan dalam analisis. Pandangan Nesi ini
mengisyarakatkan bahwa penelitian dengan memanfaatkan kajian ekolinguistik
metaforis selalu terikat dengan konteks sosial dan konteks budaya masyarakat
yang diteliti.
Konteks adalah semua latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur
dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan
(Rahardi,2006:50). Konteks ialah gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-
kata padahal ingin diungkapkan oleh penutur. Penentuan konteks dapat
diidentifikasi dari beberapa hal, yaitu dasar pemahaman bersama, latar belakang
budaya, asumsi penutur terhadap mitra tutur, kesantunan dan knowledge of the
world (Pranowo, 2015: 4). Berdasarkan kedua pendapat ini dapat disimpulkan
bahwa konteks adalah latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan
mitra tutur tentang semua hal yang mendukung terbentuknya tuturan yang
mengandung gagasan yang tidak dapat diwakili kata-kata oleh penutur dan
maknanya dapat dipahami mitra tutur.
Penelitian ini memanfaatkan kajian ekolinguistik metaforis sebagai pisau
analisis. Pemaknaan yang mendalam terhadap tuturan-tuturan dalam tradisi lisan
Teda pada upacara Padede Uma Kalada dapat tersibak secara utuh apabila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
melibatkan konteks. Dalam hal ini konteks budaya dan konteks dijadikan dasar
dalam memahami tuturan-tuturan dalam tradisi lisan Teda pada upacara Padede
Uma Kalada. Pranowo (2015:5) mengungkapkan bahwa tuturan akan dipahami
apabila penutur dan mitra tutur sama-sama memahami latar belakang budaya
bertutur. Konteks budaya adalah latar belakang pengetahuan tentang budaya
tertentu yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang mendukung komunikasi
antara penutur dan mitra tutur agar menjalan dengan baik (Putrayasa, 2014:29).
Sementara itu, Nesi (2018:33) mengungkapkan bahwa konteks budaya merupakan
konteks yang terkait dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat tertentu. Song (2010:877) mengemukakan juga bahwa konteks
kebudayaan mengacu pada budaya, adat istiadat, dan latar belakang zaman dalam
masyarakat pengguna bahasa. Berdasarkan ketiga pendapat ini dapat disimpulkan
bahwa konteks budaya adalah latar belakang pengetahuan tentang budaya yang
terkait dengan sistem nilai, norma, adat istiadat dan latar belakang zaman yang
mewadahi atau mendukung terbentuknya tuturan.
Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya
interaksi antaranggota masyarakat dalam entitas atau kelompok tertentu (Nesi,
2018:33). Mey (1983) dalam (Rahardi 2009:4) menjelaskan bahwa konteks sosial
berkaitan erat dengan hal-ihwal interaksi sosial. Hymes (1989) sebagaimana
dikutip oleh Pranowo (2014:176-177) memaparkan elemen-elemen tutur dalam
konteks sosial yang diberi singkatan S-P-E-A-K-I-N-G, yang mana di dalam
masing-masing fonem ini mengandung elemen-elemen tutur yang dapat
dijabarkan sebagai berikut. Situation mengacu pada keadaan yang melingkupi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
terjadinya peristiwa komunikasi (santai, serius, netral, dan sebagainya).
Participant mengacu pada orang yang ikut terlibat dalam peristiwa komunikasi
(teman kerja, atasan, bawahan, pembantu). Ends mengacu pada tujuan atau apa
yang ingin dicapai melalui peristiwa komunikasi (mempengaruhi, memberi
informasi, menyuruh, membujuk, merayu). Addresee mengacu pada mitra
komunikasi atau orang yang diajak berkomunikasi. Keys (kunci) mengacu pada
pokok persoalan yang menjadi kunci pembicaraan. Instrument mengacu pada
segala hal yang berada di luar pembicaraan yang dapat dimanfaatkan untuk
mendukung kelancaran pembicaraan. Norms mengacu pada norma atau kaidah-
kaidah yang harus diikuti oleh pembicara (pranata sosial masyarakat yang
berlaku). Genre mengacu pada ragam atau corak bahasa yang sesuai dengan
situasi komunikasi (ragam santai, ragam formal ragam literer).
Selain konteks budaya dan konteks sosial interpretasi makna data dalam
penelitian ini memanfaatkan juga konteks sosietal dan konteks situasional.
Konteks sosietal berkaitan dengan kedudukan di dalam masyarakat dan institusi-
institusi sosial yang ada (Mey, 1983 dalam Rahardi, 2009:4). Hal ini sejalan pula
dengan Nesi (2018:33) bahwa konteks sosietal (status atau kedudukan)
merupakan konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan anggota-anggota
masyarakat dalam institusi sosial yang ada dalam masyarakat sosial.
Sementara itu, konteks situasi terdiri atas empat komponen utama, yakni
field, tenor, mode. Field atau medan merujuk pada apa yang sedang terjadi dalam
teks dan sifat-sifat proses sosial apa yang sedang dilakukan partisipan dengan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya, atau sebagai ‘the social action’. Tenor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
atau pelibat adalah ‘the role structure’ mengacu kepada siapa yang berperan di
dalam kejadian sosial tersebut, sifat-sifat partisipan, status dan peran sosial. Mode
atau sarana adalah ‘the symbolic organization’ merujuk pada bagian yang
diperankan oleh bahasa. Hal ini menyangkut harapan partisipan dengan
menggunakan bahasa dalam situasi tertentu organisasi simbolik teks, status yang
dimilikinya, fungsinya dalam konteks, saluran: tertulis atau lisan atau gabungan
keduanya, sarana retoris: persuasif, ekspositoris, didaktis, dan sejenisnya
(Rosmawaty, 2011:78-79).
2.4 Etnografi dan Etnografi Komunikasi
Secara harfiah entografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku
bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field
work) selama sekian bulan atau sekian tahun (Spradley, 2006: vii). Istilah
etnografi berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti 'orang' dan graphein yang
berarti 'tulisan'. Istilah itu kemudian diartikan sebagai sejenis tulisan yang
menggunakan bahan-bahan dari penelitian lapangan untuk menggambarkan
kebudayaan manusia (Hanifah, 2010:2).
Etnografi merupakan cabang antropologi yang digunakan untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis unsur kebudayaan suatu
masyarakat atau suku bangsa. Etnografi dalam kegiatannya memerikan uraian
terperinci mengenai aspek cara berperilaku dan cara berpikir yang sudah
membaku pada orang yang dipelajari yang dituangkan dalam bentuk tulisan, foto,
gambar atau film. Hal yang dipelajari bias berupa bahasa, mata pencaharian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan dan religi
(Hanifah, 2010:1).
Tujuan etnografi adalah untuk memahami sudut pandang penduduk asli,
hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai
dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar
mengenai dunia orang yang telah belajar, melihat, mendengar berbicara berpikir
dan bertindak dengan cara yang berbeda-beda, tidak hanya mempelajari
masyarakat tapi lebih dari itu etnografi berarti belajar dari masyarakat
(Malinowski dalam Spradley (2006:4). Hal ini selaras pula dengan Hanifah,
(2010:2) yang mengungkapkan bahwa etnografi merupakan salah satu model
penelitian yang lebih banyak terkait dengan antropologi yang mempelajari dan
mendeskripsikan peristiwa budaya, yang menyajikan pandangan hidup subjek
subjek yang menjadi objek studi. Deskripsi itu diperoleh peneliti dengan cara
berpartisipasi secara langsung dan lama terhadap kehidupan sosial suatu
masyarakat.
Etnografi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk
mempelajari, menemukan dan menguraikan suatu pandangan hidup dari suatu
masyarakat. Pandangan hidup itu dapat terkait dengan adat-istiadat, sistem
kepercayaan, wujud jati diri dan norma yang selalu dihidupi oleh masyarakat yang
diteliti tersebut. Pandangan hidup itu tentu ada yang tercermin secara langsung
dalam tuturan-tuturan dan ada pula yang secara tidak langsung, yakni yang dapat
diamati dari perilaku dan perbuatan dari masyarakat yang diteliti itu. Hal itu
diungkapkan oleh (Spradley, 2006: 3-5) bahwa etnografi adalah upaya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
memperhatikan makna-makna tindakan yang menimpa orang lain yang ingin
dipahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa,
dan diantara makna yang diterima, banyak yang disampaikan secara tidak
langsung melalui kata-kata, namun dapat diamati melalui perilaku dan perbuatan
orang yang diamati.
Etnografi terdiri dari beberapa fase perkembangan, yakni etnografi versi
awal, etnografi modern dan etnografi baru. Etnografi versi awal, menggambarkan
unsur kebudayaan suatu masyarakat seperti bahasa, mata pencaharian, teknologi,
sistem pengetahuan dan religi yang diperoleh dari sumber-sumber tidak langsung
seperti naskah atau peninggalan zaman dahulu. Metode etnografi modern baru
muncul pada dasawarsa 1915/1925, dipelopori oleh dua ahli antropologi sosial
Inggris, A.R. Radcliffe Brown dan B. Malinowski. Ciri penting yang
membedakan mereka dari para etnografer awal adalah bahwa mereka tidak terlalu
memandang penting hal ihwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan
suatu kelompok masyarakat. Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa
kini yang sedang dijalani oleh anggota masyarakat, yaitu tentang way of life
masyarakat tersebut. Berbeda dari etnografi modern yang memusatkan perhatian
pada organisasi internal suatu masyarakat dan membanding-bandingkan sistem
sosial dalam rangka untuk mendapatkan kaida-kaidah umum tentang masyarakat.
Etnografi baru ini memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana berbagai
masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan
kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Jadi singkatnya,
budaya itu ada di dalam pikiran (mind) manusia, dan bentuknya adalah organisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
pikiran tentang fenomena material. Tugas etnografi adalah menemukan dan
menggambarkan organisasi pikiran tersebut.
Senada dengan pandangan di atas, Spradley (2006:xiii) juga
mengungkapkan bahwa pada etnografi baru, etnografer lebih memusatkan
usahanya untuk menemukan bagaimana berbagai masyarakat mengorganisasikan
budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya
tersebut dalam kehidupan. Hal ini dilatarbelakangi oleh orang-orang dari aliran
antropologi kognitif. Mereka berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai satu
sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena
material, seperti benda-benda, kejadian, perilaku dan emosi. Karena itu, objek
kajian antropologi bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara
fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia. Lebih lanjut
diungkapkan bahwa tugas etnografer adalah menemukan dan menggambarkan
organisasi pikiran tersebut dan jalan paling mudah dan tepat untuk memperoleh
budaya tersebut adalah melalui bahasa atau lebih spesifik adalah daftar kata-kata
yang ada dalam bahasa. Studi bahasa suatu masyarakat adalah titik masuk,
sekaligus aspek utama dalam etnografi aliran antropologi kognitif karena
pendekatan apapun yang digunakan entografer baik itu pengamatan, wawancara
etnografis, mengumpulkan kisah-kisah kehidupan, atau campuran dari berbagai
strategi selalu memunculkan bahasa di dalam setiap fasenya. Etnografi yang
berhubungan dengan bahasa ini disebut Etnography of Speaking atau etnografi
komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
Etnografi komunikasi dikenal sebagai salah satu cabang ilmu antropologi,
khususnya turunan dari etnografi berbahasa (ethnography of speaking). Hal ini
karena adanya anggapan bahwa yang menjadi kerangka acuan untuk memberikan
tempat bahasa dalam suatu kebudayaan haruslah difokuskan pada penggunaan
bahasa dalam komunikasi, bukan hanya pada internal bahasa itu sendiri. Dengan
demikian dapat dikatakan, bahasa itu hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan
bermakna jika tidak digunakan dalam komunikasi (Hymes, 1964 dalam Haryono,
2015: 27).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa Hymes
memberikan atensi pada komunikasi dalam suatu lingkungan budaya, yakni
terkait dengan pola-pola komunikasi dan perilaku komunikasi yang digunakan
oleh manusia dalam suatu lingkungan kebudayaan, bukan pada aspek-aspek
internal bahasa sebagaimana yang terdapat dalam kajian-kajian linguistik.
Zakiah (2005: 182) mengkonseptualisasikan etnografi komunikasi sebagai
suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi suatu komunitas budaya. Hal ini
karena etnografi komunikasi berakar pada istilah bahasa dan interaksi sosial
dalam aturan penelitian kualitatif komunikasi. Penekanan adalah pada cara-cara
bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda kebudayaannya,
dimana bahasa yang digunakan dalam suatu komunikasi dapat dilihat sebagai
kode-kode budaya dan ritual-ritual bagi masyarakat yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa etnografi
komunikasi merupakan suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
digunakan oleh suatu masyarakat yang di dalamnya terimplisitkan kode-kode
budaya dan ritual-ritual dari masyarakat yang bersangkutan.
2.5 Tradisi Lisan
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2016) kata tradisi memiliki dua
pengertian, yakni (1) adat kebiasaan secara turun temurun (dari nenek moyang)
yang masih dijalankan dalam masyarakat. (2) Penilaian atau anggapan bahwa
cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Sedangkan, kata
lisan memiliki arti (1) kata-kata yang diucapkan, (2) berkenaan dengan kata-kata
yang diucapkan. Salah satu turunan dari kata lisan adalah melisankan yang
memiliki arti (1) menyatakan dengan ucapan atau tutur kata, mengucapkan,
menuturkan atau melafalkan. Berdasarkan beberapa konsep ini, dapat disimpulkan
bahwa tradisi lisan merupkan norma atau adat kebiasaan yang disampaikan secara
turun temurun dan masih berjalan dalam masyarakat yang disampaikan dengan
menggunakan bahasa lisan.
Tradisi lisan merupakan tradisi yang berkorelasi pada fase situasi
masyarakat yang belum mengenal tradisi tulis-menulis, sebagai salah satu bentuk
komunikasi, sebagai medium transformasi nilai, norma, dan hukum yang
pewarisannya berlangsung dari satu individu ke individu atau dari satu generasi ke
generasi. Tradisi lisan sebag