tiroiditis hashimoto

Upload: khairunnisa-esam

Post on 06-Mar-2016

53 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tiroiditis

TRANSCRIPT

Tiroiditis HashimotoPendahuluanTiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid, menyebabkan hipertiroidisme sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak terjadi perubahan dalam fungsi tiroid. Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid. Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau implemantasi limfotik pada kelenjar tiroid.Tiroiditis merupakan kelainan dari etiologi yang berbeda. Tiroiditis merupakan peradangan akut kelenjar tiroid, dapat dikaitkan dengan supurasi yang disebabkan oleh bekteria seperti Staphylococcus, Beta-Staphylococcus dan pneumococcal atau dapat bersifat nonsupuratif dan sekunder akibat virus atau mekanisme imunoligik. Tiroiditis merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar tiroid, yang mungkin disebabkan oleh filtrasi sel neutrofil yang disusul oleh sel-sel limfosit dan histiosit, jenis radang ini jarang ditemukan.AnamnesisAnamnesis merupakan wawancara antara dokter, penderita atau keluarga penderita yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data tentang penyakit. Dalam anamnesis, harus diketahui adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan dulu, riwayat kesihatan keluarga, riwayat peribadi dan riwayat ekonomi. Dalam anamnesis ditanyakan mengenai pembesaran didaerah leher depan, adanya keluhan-keluhan kelainan kelenjar tiroid seperti selalu kepanasan, lemah, mudah lelah, kondisi leher pasien, berat badan pasien. Disamping itu apakah ada merasakan nyeri atau tanda-tanda penekanan seperti gangguan menelan, sesak nafas, suara serak. Apakah terdapat anggota keluarga atau tetangga yang menderita penyakit yang sama. Dalam rekam medik, perlu ada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, penatalaksanaan dan prognosis.1

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pada pemeriksaan ini, dapat ditentukan lokalisasi dan sifat-sifat dari suatu penyakit. Pada pasien dilakukan inspeksi, palpasi dan auskultasi.Pada inspeksi kelenjar tiroid dapat memberi gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun benjolan. Demikian pula harus diperhatikan apakah ada bekas luka operasi. Kelenjar tiroid normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang amat kurus, namun dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau dilatasi vena maka harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya dengan inspeksi saja dapat diduga adanya pembesaran kelenjar tiroid yang lazim disebut gondok. Gondok yang agak besar dapat dilihat, namun untuk lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat gerakan menelan. Hal ini, cukup untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu berhubungan atau tidak dengan tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar tiroid tidak ikut gerakan menelan dipikirkan kemungkinan radang kronik atau keganasan tiroid.Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar tiroid maka palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ukuran tiroid dapat dinyatakan dalam bermacam-macam cara misalnya dalam ukuran volume (cc), ukuran lebar - panjang, ukuran berat atau luas permukaan kelenjar. Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik, berkonsistensi kenyal, dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan pada tiroiditis kronik atau keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma colloides dan pada defisiensi yodium. Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai pada radang atau infeksi (tiroiditis autoimun, virus atau bakteri) dan juga peregangan mendadak kapsul tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan atau malahan dapat ditemukan pada hipertiroidisme. Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran trachea.Tidak banyak informasi yang dapat disumbangkan oleh auskultasi tiroid, kecuali untuk mendengarkan bruit, bising pembuluh di daerah gondok yang paling banyak ditemukan pada gondok toksik (utamanya ditemukan di lobus kanan tiroid).1-2Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah:1,21. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan serum TSH2. Pemeriksaan USG 3. Tes radiologi: Iodium uptake dan scan 4. Pemeriksaan T4 dan T3 5. Biopsi aspirasi jarum 6. Diagnosa histologiPemeriksaan penunjang yang tidak perlu dilakukan secara rutin dalam menegakkan diagnosa dan untuk mengevaluasi keadaan pasien yaitu:1. CBC count2. Pemeriksaan profil lipid total dan fraksi lipid3. Panel metabolisme basal4. Kreatin kinase5. Prolaktin6. Rontgent dada7. ECG

Differential Diagnosis1. Endemik GoiterEndemic goiter merupakan kelainan pada kelenjar tiroid yang sering dijumpai, terutama pada daerah yang kurang asupan yodium. Angka kejadiannya juga meningkat seiring dengan peningkatan umur. Dimana sebagian besar dari nodul tiroid tersebut bersifat asimptomatis dan bersifat jinak. Namun nodul tiroid juga dapat bersifat ganas walaupun angka kejadiannya kecil.Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Tidak semua struma endemik menimbulkan gejala klinis, gejala yang terjadi bisa berupa pembesaran pada leher, rasa tercekik di tenggorokan, batuk, suara serak, kesulitan menelan, dan kesulitan bernafas.22. Kanker Tiroid (Ca Tiroid)Kanker Tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme. Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar, gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling sering ke paru-paru, tulang dan hati. Selain itu, riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga, nodul teraba keras, fiksasi daerah sekitar, paralisis pita suara, pembesaran kelenjar limpa regional dan adanya metastasis jauh.Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum.Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi baik.Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano).Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.1-3Working DiagnosisTiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun yang paling umum dan bersifat organ specific. Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto pada tahun 1912, dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut pula sebagai tiroiditis autoimun kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50 tahun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap tiroglobulin dalam darah.3,4 EpidemiologiGangguan ini diyakini menjadi penyebab paling umum dari hipotiroidisme primer di Amerika Utara Insidens kejadian Tiroiditis Hashimoto ini biasanya banyak didapatkan pada umur kurang dari 50 tahun dan biasanya lebih banyak didaptkan pada perempuan. Wanita 20-30 kali lebih sering terkena berbanding dengan lelaki. Meskipun mungkin terjadi pada semua usia, termasuk pada anak-anak, hal ini paling sering ditemukan pada wanita antara 30 dan 60 tahun. Hal ini lebih sering terjadi pada daerah asupan makanan yodium tinggi, dan di antara orang-orang yang secara genetik rentan.3

EtiologiWalaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis Tiroiditis Hashimoto. Selanjutnya diketahui pula pada Tiroiditis Hashimoto terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Gen yang terlibat dalam patogenesis Tiroiditis Hashimoto adalah gen CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD40, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR. Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). Interaksi antara sel-sel imun dengan autoantigen tiroid menimbulkan tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves atau pembentukan antibodi antitiroid tanpa gejala klinik (asymptomatic autoimmune thyroid disease).Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri. Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid.4PatofisiologiBiasanya bila menderita Thyroiditis Hashimoto, mungkin terjadi aktifitas berlebihan dari thyroid (hyperthyroid) daripada hypothyroidism. Hal ini akibat terlalu banyak hormon thyroid yang dilepaskan kedalam darah karena adanya kerusakan pada sel-sel thyroid. Yaitu berupa TSH (Thyroid Stimulating Hormone) meningkat dalam serum pasien sejalan dengan habisnya cadangan hormon thyroid. Pada beberapa stadium dari destruksi terjadi pelepasan hormon thyroid yaitu T3 dan T4 secara berlebihan Tetapi secara umum keadaan hyperthyroid ini bersifat sementara dan singkat, diikuti oleh kembali normalnya fungsi thyroid. Tetapi periode dari kembali normalnya fungsi thyroid sangat singkat dan setelah itu terbentuk fibrosis pada thyroid yang mengawali terjadinya hypothyroid. Dimana beberapa pasien akan mengalami atrofi kelenjar. Parenkim atau fungsi jaringan dari kelenjar secara progresif akan mengalami destruksi dan digantikan oleh jaringan limfosit atau fibrosis.Mekanisme terjadinya adalah teraktivasinya sel CD4 T menarik sel cytotoxic (CD8) T seperti sel B kedalam thyroid. Kematian langsung dari sel thyroid oleh sel CD8 diyakini sebagai mekanisme utama terjadinya hypothyroidisme. Bagaimanapun, autoantibodi thyroid mungkin juga memiliki aturan pathogenik sendiri. Reseptor antibody anti thyrotropin mungkin ikut serta dalam proses terjadinya hipothyroidisme dengan menghambat kerja dari thyrotropin. Diantara penderita dewasa yang secara tiba-tiba antibodi tersebut menghilang selama pengobatan thyroxine, hanya sekitar 40% tetap euthyroid setelah terapi dihentikan, memberikan kesan bahwa pada sekitar 5-10% penderita dengan thyroiditis autoimun kronik terdapat keikutsertaan reseptor thyrotropin dalam menghalangi antibodi sehingga terjadi hypothyroidisme.3Mekanisme untuk destruksi autoimun dari thyroid mungkin melibatkan imunitas selular dan imunitas humoral. Proses autoimun diyakini diawali dengan aktivasi CD4 (helper). Namun ada 2 hipotesis yaitu (1) infeksi virus atau bakteri yang mengandung protein mirip dengan protein thyroid mungkin menghasilkan aktivasi dari sel T spesifik thyroid. (2) sel-sel epitel thyroid menghadirkan protein intraselular sendiri untuk sel T helper. Sekali saja CD4 teraktivasi maka sel CD4 T dapat menstimulasi sel B autoreaktif untuk dapat masuk kedalam thyroid dan mensekresi antibody thyroid. Tiga target utama antigen terhadap antibody thyroid adalah thyroglobulin, penyimpanan protein untuk hormon-hormon thyroid, antigen mikrosomal thyroid, yang telah diidentifikasi sebagai thyroid peroksidase, suatu limiting enzym dalam biosintesis hormon thyroid, dan reseptor thyrotropin. Selain itu telah digambarkan pula adanya antibodi terhadap antigen thyroid lainnya dan imunoglobulin promoting/mengembangkan pertumbuhan thyroid dipisahkan dari antibodi stimulating reseptor thyrotropin meskipun tidak sepenuhnya spesifik.3-5Manifestasi KlinisDalam onsetnya tiroiditis hashimoto biasanya tidak terlihat, dengan lambatnya perkembangan tanda-tanda dan gejala lebih dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh cepatnya onset dan beratnya stadium klinik.Gejala-gejala yang biasanya dikeluhkan penderita yaitu:4,5 1. Pembesaran kelenjar thyroid tanpa disertai rasa sakit yang disebut goiter, yang mengakibatkan pembengkakan dileher dan rasa penuh ditenggorokan. Biasanya tidak terlalu besar ukurannya tetapi bentuknya biasanya ireguler, konsistensinya keras dan lebih kenyal dibandingkan thyroid normal2. Fatigue3. Kenaikan berat badan4. Sakit kepala5. Konstipasi6. Gerakan lambat dan kehilangan energi7. Mudah kelelahan dan lemah8. Kulit kering9. Suara serak10. Intoleransi dingin11. Neuropathy perifer12. Menstruasi yang ireguler berupa menorrhagia13. Kerusakan pendengaran ringan14. Infertilitas dan kehilangan libido15. Rambut rontok16. Sulit untuk berkonsentrasi dan daya ingat lemah bahkan dapat sampai hilang17. Depresi, demensia dan gangguan psikiatrik lain18. Sakit persendian dan kram pada otot19. Sleep apnea dan daytime somnolencePemeriksaan fisik didapatkan:51. Puffy face dan edema periorbital2. Kulit dingin, kasar, dan kering3. edema perifer pada tangan dan kaki, biasanya tipe nonpitting edema4. Thickenned dan brittle nails5. Bradikardi karena menurunnya kontraktilitas dan denyut jantung6. Kenaikan tekanan darah biasanya berupa hipertensi diastolik7. Suara serak dan bicara lambat8. Sindroma Carpal Tunnel9. Kelenjar thyroid biasanya membesar, keras, kenyal, tanpa adanya lembut, atau bruit. Pada keadaan timbulnya gejala-gejala subjektif dan temuan dalam pemeriksaan fisik maka pemeriksaan serum TSH dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan TSH merupakan suatu tes yang sensitif untuk mengetahui fungsi thyroid. Biasanya ditemukan kadar TSH meningkat, sedangkan kadar T4 total atau T4 bebas rendah. Sedangkan kadar serum total T3 dan T3 bebas tidak akan menurun hingga ada kerusakan lebih lanjut, karena terjadinya peningkatan konsentrasi serum thyrotropin menstimulasi thyroid untuk melepaskan T3. Bila kedua serum TSH dan T4 kadarnya rendah hal ini memperkuat adanya keadaan hipothyroidisme, begitu pula bila kadar T3 lebih rendah dibawah kadar normal maka gejala-gejala dan tanda-tanda hypothyroidisme akan muncul. Ditemukannya autoantibodi thyroid yaitu anti-TPO dan antibodi anti-Tg memperkuat adanya penyakit thyroiditis Hashimoto.5Pemeriksaan USG biasanya tidak diperlukan dalam menegakkan diagnosa thyroiditis Hashimoto, tetapi berguna untuk memperkirakan ukuran thyroid dan ekstensi retrosternal dan untuk mengevaluasi bentuk dari nodul jika ada. Alat USG digunakan untuk menentukan nodul itu kistik atau solid dan mungkin bermanfaat untuk pemeriksaan Fine-needle aspiration dari nodul berukuran kecil pada saat ada indikasi dan penderita dalam keadaan bentuk anatomi leher yang berubah. Diagnosa pasti untuk menentukan jinak dan ganasnya lesi daripada thyroid hanya dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan sitologi atau histologi dari jaringan thyroid.Iodium uptake dan scan biasanya tidak diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosa thyroiditis Hashimoto (biasanya uptake iodium mungkin meningkat sementara pada pasien thyroiditis Hashimoto dengan intake iodium dari makanannya rendah karena efek dari peningkatan kadar TSH). Pemeriksaan T4 dan T3 berguna untuk membedakan antara thyroiditis hashimoto dan penyakit Grave jika ada hipertiroidisme sekunder. Pada pasien dengan nodul yang jelas uptake iodium dan scan mungkin berguna untuk mengklasifikasi nodul tersebut nodul panas atau dingin, tetapi kadar TSH biasanya adekuat untuk mengetahui status fungsional dari thyroid. Pemeriksaan dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum dilakukan ketika dijumpai adanya nodul-nodul yang berkembang/membesar dengan cepat atau ketika ukuran dari thyroid meningkat dengan cepat untuk menentukan keganasan atau adanya thyroid lymphoma.Thyroiditis Hashimoto merupakan diagnosa histologi. Biasanya tampak kelenjar thyroid memperlihatkan adanya infiltrasi limfosit yang difuse dan infiltrasi sel plasma dengan bentuk folikel limfoid berasal dari hiperplasia folikular dan kerusakan hingga dasar membran dari folikel. Adanya suatu atrofi dari parenkim merupakan suatu bukti. Hubungan antara adanya autoantibodi thyroid yang dinamakan anti-TPO dan anti-Tg sangat membantu dalam menentukan diagnosa.4,5 PenatalaksaanPengobatan pilihan untuk Tiroiditis Hashimoto adalah dengan penggantian hormon. Drug of choicenya ialah levotiroksin sodium, yang biasanya diberikan untuk seumur hidup. Jika tidak ada residual dari fungsi tiroid maka pemberian levotiroksin dosisnya ialah 1,5g/kgBB (biasanya 100-150 g). Pada banyak pasien, cukup diberikan dosis kecil hingga jaringan residual tiroid hancur. Pada usia lebih dari 60 tahun tanpa adanya bukti menderita sakit jantung pemberian levotiroksin dapat diberikan mulai dari dosis 50-100 g. Dosis diberikan berdasarkan kadar TSH dengan tujuan pengobatan agar kadar TSH kembali normal, idealnya lebih rendah setengah dari batas kadar normal.5,6 Respon TSH terhadap pengobatan biasanya bertahap dan harus diberikan selama 2 bulan setelah pemberian terapi dimulai. Efek klinik dari pemberian levotiroksin biasanya muncul dengan perlahan. Pasien mungkin tidak mengalami sudah terbebas dari gejala-gejala yang dirasakan sepenuhnya hingga 3 atau 6 bulan setelah dicapainya kadar TSH yang normal. Perhitungan pemberian levotiroksin replacement dosisnya dibuat dari 12.5-25 g dan dapat dinaikkan bila kadar TSH tinggi. Dan dosis harus diturunkan bila kadar TSH telah dapat diturunkan.Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan levotiroksin dapat dikombinasikan dengan liotironin (triiodothyronine/T3), dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa penderita merasa lebih baik dengan pemberian obat kombinasi (T4/T3) dibandingkan hanya diberikan T4. bagaimanapun, keuntungan jangka panjang dari pemberian obat kombinasi ini belum jelas. Karena tidak ada tempat hanya untuk pemberian liothyronine saja dalam jangka panjang, karena waktu paruhnya yang singkat kebutuhannya hanya 3 sampai 4 dosis perhari dan berhubungan dengan fluktuasi kadar T3.6Sekali pemberian replacement sudah terpenuhi dan kadar TSH sudah stabil maka disarankan untuk mengukur pemberian obat selanjutnya sebagai follow up lanjutan dan diberikan secara berkala dan mungkin harus dipertahankan selama 2 atau 3 tahun, jika kadar TSH tetap bertahan selama beberapa tahun.Terapi pembedahan dilakukan atas indikasi:71. Goiter yang besar dan menekan dengan gejala-gejala seperti dysphagia, suara serak, stridor ekstrinsik2. Adanya nodul yang malignant pada pemeriksaan biopsi aspirasi jarum3. Adanya Lyphoma dari hasil biopsi aspirasi jarum4. Alasan kosmetikPrognosisPrognosisnya biasanya baik karena penyakit tetap stabil untuk jangka waktu yang lama/ tahunan,karena perkembangannya sangat lambat dengan keadaan defisiensi hormon yang dapat diobati dengan terapi replacement.6,7Kesimpulan Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun kronik organ specific, dengan penyebab multifaktorial, terjadi pada individu yang mempunyai predisposisi genetik dengan pemicu faktor lingkungan. Pada tiroiditis Hashimoto antibody anti-TPO merupakan petanda utama. Manifestasi klinis awalnya mungkin saja hipertiroid akibat proses inflamasi hingga akhirnya terjadi kerusakan yang luas pada kelenjar tiroid menyebabkan hipotiroid yang menetap. Pengobatan Hashimoto dengan obat antitiroid dan pemberian l-tiroksin bukan bersifat kuratif, artinya tidak mengubah patogenesis penyakitnya.

Daftar Pustaka1. Bickley, Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.p.227-60.2. Mulinda, James R, MD, FACP, FACE. Goiter. diunduh tanggal 25 November 2014 dari http://emedicine.medscape.com/article/120034-overview.3. Price, Sylvia A,Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Jakarta:EGC;2005.h.89-92.4. Brady HR, Brenner BM. Hypothyroidism. Jameson JL, editor. Harrisons principle of internal medicine. Ed 18. New York: McGraw-Hill, Inc; 2011.p.2230-5.5. Agrawal NK. Thyroiditis: Supplement to japi;20116. Oertli D, Udelsman R. Tiroiditis. In: Surgery of the thyroid and parathyroid glands: Springer verlag berlin publisher;2007.p.207-237. Sjamsuhidayat R, De jong, Wiem. Buku ajar ilmu bedah: ECG edisi 2;2003. Hal:533-7