subdurahemorage

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada otak  bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis dari pons dan medulla, dan di target saraf di medulla spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontur bentuk tubuh. Terapi antipsikotik, antiemetik dapat memberikan efek samping pengobatan, utamanya penggunaan dalam jangka waktu yang panjang. Antipsikotik golongan tipikal yang memiliki potensial tinggi dan pemberian dalam dosis tinggi paling sering memberikan efek samping pada pasien karena memiliki afinitas yng kuat pada reseptor muskarinik. Pendekatan farmakologi pada manifestasi psikosis ini terpusat  pada neurotransmitter yang mengontrol respon neuron-neuron terhadap rangsangan. Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal (piramidal) 1.2 Tujuan 1. Memberikan gambaran obat antimuntah dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal 2. Memberikan pengetahuan tentang gejala ekstrapiramidal

Upload: yuanitafaradiba

Post on 03-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 1/12

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada otak 

 bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari

ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis dari pons dan medulla, dan di

target saraf di medulla spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang

kompleks, dan kontur bentuk tubuh.

Terapi antipsikotik, antiemetik dapat memberikan efek samping pengobatan,

utamanya penggunaan dalam jangka waktu yang panjang. Antipsikotik golongan

tipikal yang memiliki potensial tinggi dan pemberian dalam dosis tinggi paling

sering memberikan efek samping pada pasien karena memiliki afinitas yng kuat pada

reseptor muskarinik. Pendekatan farmakologi pada manifestasi psikosis ini terpusat

 pada neurotransmitter yang mengontrol respon neuron-neuron terhadap rangsangan.

Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang

ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik 

golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek 

samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine,

Fluphenazine, dan dapat pula oleh Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan

sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar 

kendali traktus kortikospinal (piramidal)

1.2 Tujuan

1.  Memberikan gambaran obat antimuntah dapat menyebabkan gejala

ekstrapiramidal

2.  Memberikan pengetahuan tentang gejala ekstrapiramidal

Page 2: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 2/12

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sindrom ekstrapiramidal merupakan suatu gejala atau reaksi yang

ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari

medikasi antipsikotik golongan tipikal dikarenakan terjadinya inhibisi

transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di

korpus striatum yan mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin

menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai sindrom

ekstrapiramidal 

2.2 Laporan Kasus

Seorang wanita 25 tahun didiagnosa penyakit hepatitis A. Karena

mual yang persisten/ terus menerus, kemudian di resepi obat metoclopramide

3x10 mg (iv). Setelah 2 hari pasien merasa leher menjadi kaku disertai nyeri,

kelopak mata berkedip terus, dan kesulitan berbicara. Saat terjadi episode

 pasien masih dalam keadaan sadar. Setelah relaksasi dan beristirahat sebentar,

kepala dan mata kembali seperti semula. Gejala menghilang setelah di beri

 biperidin 2 mg (iv). Tidak ada episode serangan setelah penggunaan

metoclopramid dihentikan. Gejala diatas merupakan karakteristik dari krisis

oculogiric (reaksi spesifik distonik).

2.3 Diskusi

Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut,akhatisia, dan sindrom parkinsonism umumnya terjadi akibat penggunaan obat-

obat antipsikotik maupun antiemetik. Lebih banyak diakibatkan oleh

antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi.

Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria

Page 3: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 3/12

3

muda. Tardive dyskinesia berupa gerakan involunter otot seperti mulut, rahang,

umumnya terjadi akibat penggunaan antipsikotik golongan tipikal jangka

 panjang. Sekitar 20-30% pasien telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam

kurun waktu 6 bulan atau lebih, berkembang menjadi tardive dyskinesia.

Sindrom parkinson umumnya timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal,

lebih sering pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan : laki-laki =

2:1. 

a.  Etiologi

Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik yang

menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin

dan dopamine pusat. Obat antispikotik dengan efek samping gejala

ekstrapiramidalnya sebagai berikut:

Tabel 1. Obat-Obat Antipsikotik dan Efek Samping Gejala Ekstrapiramidalnya

Obat antipsikotik Dosis (mg/hr) Gejala ekstrapiramidal

Chlorpromazine 150-1600 ++

Thioridazine 100-900 +

Perphenazine 8-48 +++

Trifluoperazine 5-60 +++

Fluphenazine 5-60 +++

Haloperidol 2-100 ++++

PATOFISIOLOGI

Susunan Piramidal

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke lower motor 

neuron (LMN) atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok upper motor 

neuron (UMN). Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis .

Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka berada

dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu.

Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang

membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron dikornu anterius

Page 4: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 4/12

4

medulaspinalis. Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan

kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik 

dan ditingkat thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan

yang dikenal sebagai kapsula interna.Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka

untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motorneuron saraf 

kranial motorik atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut

kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.

Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut

kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral

yang berjalan di funikulus posterolateral kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak 

menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis

ipsilateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis

ventralis.

Susunan Ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik,

nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum

 berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8.

komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson

masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima

tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut

dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3

sirkuit striatal penunjang (aksesori). Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata

rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus

 palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c)

hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks

seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk 

diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik 

dan korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan

ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit

striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus

Page 5: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 5/12

5

 palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang

melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya

sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-

subtansia nigra-striatum. Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapaderajat disfungsi ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminergik di

ganglia basalis. Pada pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik 

lainnya terjadi disfungsi pada sistem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi

untuk menghambat transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan

sebagai inhibisi dopaminergi yakni antagonis reseptor D2 dopamin. Namun

 penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan gangguan transmisi di korpus striatum

yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur striatonigral

dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai

sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol,

fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang lebih poten,

menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal yang lebih menonjol.

GEJALA KLINIS

Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia,

tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson.

Reaksi Distonia akut

Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yangtimbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya menyebabkan

gerakan atau postur yang abnormal. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah

otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis,

disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa hingga

opistotonus (melibatkan seluruh otot tubuh). Hal ini akan menggangu pasien, dapat

menimbulkan nyeri hingga mengancam nyawa seperti distonia laring atau

diafragmatik. Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah

 pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak 

diakibatkan oleh psikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi dan dosis

tinggi seperti haloperidol, trifluoroperazin dan fluphenazine. Terjadi pada kira-kira

10% pasien, lebih lazim pada pria muda. Otot-otot yang sering mengalami spasme

adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing),

lidah (protrusionaI, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus).

Page 6: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 6/12

6

Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan

disartri, disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan kematian. Spasme otot

dan postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah

kepala dan leher tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah.Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut

DSM-IV adalah sebagai berikut:

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh

yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis

medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk 

mengobati gejala ekstrapiramidal).

Posisi Abnormal pada Pasien yang Mengalami Distonia

a. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan

medikasi neuroleptik:

1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya

tortikolis)

2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)

3. Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme laring-faring,

disfonia)

4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar (disartria,

makroglosia)5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah

6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)

7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh.

 b. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai

atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi

yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut

(misalnya obat antikolinergik).

c. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental

(misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik 

diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului

 pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi

farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau

 pemberian antikolinergik).

Page 7: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 7/12

7

d. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis

atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum

dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik,

terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.

Akatisia

Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap

 bergerak, atau rasa gatal pada otot. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif 

kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya

kaki yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk 

duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia sering sulit dinilai

dan sering salah diagnosis dengan anxietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang

disebabkan dosis antipsikotik yang kurang. Pasien dapat mengeluh karena anxietas

atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang

memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik yang

memburuk. Sebaliknya akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik 

akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau

manifesatsi fisik lain dari akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat.

Sindrom Parkinson

Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis

obat, riwayat parkinsonism sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri dari

akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan dari

gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan, dan

 penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada suatu

 bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku

dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai

aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala skizofrenia negatif.

Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai rahang. Gaya

 berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena kekakuan otot.

Page 8: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 8/12

8

Tardive Dyskinesia

Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif 

reseptor dopamin di puntamen kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan ototabnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik mempengaruhi gaya

 berjalan, berbicara, bernafas, dan makan pasien dan kadang mengganggu. Faktor 

 predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan

 berdosis tinggi atau jangka panjang. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul

dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik.

Diagnosis banding jika dipertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit

Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang

ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan lain-lain.

Gerakan Involunter pada Tardive Dyskinesia

Perlu dicatat bahwa tardive diskinesia yang diduga disebabkan oleh

kesupersensitivitasan reseptor dopamin pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat

ditemukan bersama dengan sindrom parkinson yang diduga disebabkan karena

aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus

lanjut sulit diobati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena

 perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive

dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik,Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk 

 pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka panjang.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni dengan mulai

menurunkan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan antihistamin seperti

difenhidramine, sulfas atropine atau antikolinergik seperti trihexyphenidil ((THP), 4-

6mg per hari selama 4-6 minggu. Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan,

yaitu 2 mg setiap minggu, untuk melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu

toleransi terhadap efek samping sindrom ekstrapiramidal ini. Dosis antipsikotik 

diturunkan hingga mencapai dosis minimal yang efektif. Antihistamin yang dapat

digunakan seperti difenhidramin pada pasien yang mengalami distonia. Selain itu

epinefrin dan norepinefrin juga memberikan efek menurunkan konsentrasi

Page 9: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 9/12

9

antipsikotik dalam plasma sehingga absorbsi reseptor dopamin berkurang dan efek 

gejala ekstrapiramidal dari antipsikotik dapat berkurang.

Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga dianjurkan untuk 

memberikan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien denganriwayat pernah mengalami sindrom ekstrapiramidal sbelumnya atau pada pasien

yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi. Umumnya disarankan bahwa suatu

usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-ekstrapiramidal

sindrom pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.1

Pasien yang mengalami reaksi distonia akut harus segera ditangani. Penghentian

obat-obatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai penyebab reaksi harus dilakukan

sesegera mungkin. Pemberian terapi antikolinergik merupakan terapi primer yang

diberikan. Bila reaksi distonia akut berat harus mendapatkan penanganan cepat dan

agresif. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin 50 mg IM atau

 bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM.1,2

Penatalaksanaan akatisia dengan memberikan anti kolinergik dan amanditin, dan

 pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti klonazepam dan lorazepam.

Untuk sindrom parkinson diberikan agen antikolinergik. Sementara untuk tardive

dyskinesia ditangani dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana untuk 

dosis medikasinya. Levadopa yang dipakai untuk pengobatan penyakitan Parkinson

idiopatik umumnya untuk tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat. Namun

 penggunaan golongan Benzodiazepin dapat mengurangi gerakan involunter pada banyak pasien.

DIAGNOSIS BANDING

Sindrom ekstrapiramidal dapat didiagnosis banding sebagai berikut:1,2

1. Sindroma putus obat

2. Parkinson disease

3. Tetanus

4. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer 

5. Distonia primer 

Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding meliputi

 penyakit Hutington, Khorea Sindenham.

Page 10: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 10/12

10

PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih baik 

 bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada pasiendengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, pasien dengan tardive

distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak diatasi

dengan cepat. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang

mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.

KOMPLIKASI

Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga

menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gaangguan gerak saat berjalan

dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada distonia laring

dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Medikasi anti-EPS mempunyai efek 

sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti

kolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan

ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala

 psikotik.

Page 11: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 11/12

11

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sindrom ekstrapiramidal merupakan kumpulan gejala yang dapat

diakibatkan oleh penggunaan antipsikotik. Antipsikotik yang menghambat

transmisi dopamine di jalur striatonigral juga memberikan inhibisi transmisi

dopaminergik di ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum

menyebabkan depresi fungsi motorik. Umumnya terjadi pada pemakaian jangka

 panjang antipsikotik tipikal dan penggunaan dosis tinggi.

Manifestasi sindrom ini dapat berupa reaksi distonia, sindrom

 parkinsonisme, dan tardive dyskinesia. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat

menekan sehingga dianjurkan memberikan terapi profilaktik. Sindrom

ekstrapiramidal ditangani dengan mulai menurunkan dosis antipsikotik,

kemudian pasien diterapi dengan antihistamin dan antikolinergik seperti

trihexyphenidil (THP) dan difenhidrami. Bila reaksi distonia akut berat harus

mendapatkan penanganan cepat umumnya diberikan Beztropin secara IV atau

difenhidramin secara IM. Untuk akatisia diberikan antikolinergik dan

amantadin, dan pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti klonazepam

dan lorazepam.

Pengenalan gejala dengan cepat dan penatalaksanaan yang baik dapat

memperbaiki prognosis. Namun penangan yang terlambat dapat memberikankomplikasi mulai dari gejala yang irreversibel hingga kematian 

.

Page 12: subdurahemorage

7/28/2019 subdurahemorage

http://slidepdf.com/reader/full/subdurahemorage 12/12

12

DAFTAR PUSTAKA

1.  Miller LG, Jankovic J. Metoclopramide-induced movement disorders.Clinical

findings with a review of the literature. Arch Intern Med 1989; 149: 2486-92.2.  Rang, HP, Dale MM, Ritter JM, et al. Pharmacology (5th ed.). Edinburgh:

Churchill Livingstone. ISBN 0-443-07145-4, 2003

3.  Guala A, Mittino D, Ghini T, Quazza G. Are metoclopramide dystonias

familial? Pediatr Med Chir 1992; 14: 617-8.

4.  Geyer HL, Bressman SB. The diagnosis of dystonia. Lancet Neurol 2006; 5:

780-90.

5.  Bressman SB. Dystonia genotypes, phenotypes, and classification. Adv

 Neurol 2004; 94: 101-7.

6.  Herrstedt J. Development of antiemetic therapy in cancer patients. Acta

Oncol 1995; 34: 637-40.

7.  Albibi R, McCallum RW. Metoclopramide: pharmacology and clinical

application. Ann Intern Med 1983; 98: 86-95.

8.  DiPalma JR. Metoclopramide: a dopamine receptor antagonist. Am Fam

Physician 1990; 41: 919-24.. Halac G, Ergunes M, Kocael P.

Metoclopramide induced acute dystonic reaction: a case report. Parkinson

Hast Hareket Boz Der 2009; 12: 35-8.