skripsi hubungan penerimaan jenis kelamin anak …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
HUBUNGAN PENERIMAAN JENIS KELAMIN ANAK DENGAN DEPRESI POSTPARTUM PADA SUKU BATAK TOBA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAMORAMBE
TAHUN 2018
OLEH: WEVI DANIELLA RITONGA
P07524414050
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
PRODI D-IV KEBIDANAN
TAHUN 2018
SKRIPSI
HUBUNGAN PENERIMAAN JENIS KELAMIN ANAK DENGAN DEPRESI POSTPARTUM PADA SUKU BATAK TOBA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAMORAMBE
TAHUN 2018
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Diploma IV
WEVI DANIELLA RITONGA
P07524414050
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
PRODI D-IV KEBIDANAN
TAHUN 2018
i
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN JURUSAN KEBIDANAN MEDAN SKRIPSI, Juli 2018
Hubungan Penerimaan Jenis Kelamin Anak dengan Depresi Postpartum Pada Suku Batak Toba di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe
Tahun 2018
Wevi Daniella Ritonga
ix + 48 halaman, 4 tabel, 3 gambar, 10 lampiran
Abstrak
Depresi postpartum adalah salah satu gangguan adaptasi psikologis pada ibu postpartum yang menyebabkan ibu tidak mampu merawat diri dan bayinya. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2017 mencatat bahwa lebih dari 300 juta orang yang ada didunia hidup dengan depresi, prevalensi depresi diseluruh dunia sekitar 13% pada wanita yang baru saja melahirkan, sedangkan pada negara berkembang depresi postpartum sekitar 19,8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi postpartum pada suku batak toba di wilayah kerja Puskesmas Namorambe tahun 2018.
Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling dengan jumlah sampel 60 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner, analisis data menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi ibu postpartum dengan penerimaan jenis kelamin anak positif dan negatif sebanding sebanyak 30% dan proporsi ibu postpartum yang depresi postpartum sebanyak 83,4%. Ada hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi postpartum ( p value 0,038).
Diharapkan kepada tenaga kesehatan tidak hanya menekankan pada aspek fisik tetapi juga aspek pskilogis yang mencakup kesiapan mental dan emosi yang terapkan melalui kegiatan penyuluhan mengenai pencegahan dan penanganan depresi setelah melahirkan pada kelas ibu hamil.
Kata kunci : Depresi postpartum, penerimaan jenis kelamin anak.
Daftar bacaan : 34 (2008 – 2017)
ii
MEDAN HEALTH POLYTECHNIC OF MINISTRY OF HEALTH EXTENTION PROGRAM OF APPLIED HEALTH SCIENCE IN MIDWIFERY THESIS, July 2018
Reception of the acceptance Children’s Gender With Postpartum Depression in Toba batak Tribe in Puskesmas Namorambe Working Area
2018
Wevi Daniella Ritonga
ix+ 48 pages, 4 tables, 3 pictures, 10 attachments
Abstract
Postpartum depression isi one of the psychological adaptation disorders happened among the postpartum mothers causing the mothers unable to take care her self and her baby. Based on data of World Health Organization (WHO) in 2017 that more than 300 million people in the workd live with depression, the prevalence of worldwide depression was about 13% found in women who have just gave birth, and about 19,8% of postpartum depression found in developing countries. This study aimed to determine the relation of the acceptance children’s gender with postpartum depression in Toba Batak Tribe in Puskesmas Namorambe working aree 2018.
This study was an analytical study with cross sectional design. A number of 60 sample were taken by accidental sampling techinique. The data were collected through questionnaires and analysed by chi-square test.
Research showed that there was a relationship between the acceptance of children’s gender with postpartum depression p value = 0,038.
Puskesmas Namorambe is advised to provide conseling on prevention and treatmen of depression after childbirth in pregnant women. Keywords : postpartum depression, children’s gender acceptance. Reading list : 34 (2008-2017)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan
rahmatNya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi Penelitian yang berjudul
“Hubungan Penerimaan Jenis Kelamin Anak dengan Depresi Postpartum Pada
Suku Batak Toba di wilayah kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018”. Pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan rasa terhormat penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes RI Medan
yang telah memberikan kesempatan menyusun Skripsi ini.
2. Betty Mangkuji, SST, M.Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes RI Medan yang telah memberikan kesempatan menyusun Skripsi
ini.
3. Yusniar Siregar, SST,M.Kes selaku Ketua Program Studi D-IV Poltekkes
Kemenkes RI Medan dan selaku pembimbing utama yang telah bersedia
meluangkan waktu membimbing, memberi saran dan masukan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Yusrawati Hasibuan, SKM, M.Kes selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan bimbingan sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Julietta Hutabarat, S.Psi, SST, M.Keb selaku ketua penguji yang telah
bersedia memberikan masukan berupa kritikan dan saran kepada penulis
demi kesempurnaan Skripsi ini.
6. Para Bapak/Ibu dosen Staff pengajar Politeknik Kesehatan Jurusan D-IV
Kebidanan Medan yang telah banyak memberi ilmu kepada penulis selama
masa perkuliahan di Politeknik Kesehatan Jurusan D-IV Kebidanan Medan.
7. Puskesmas Namorambe yang telah memberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe.
8. Teristimewa hormat penulis kepada Bapak Wantoni Ritonga dan Mamak
Sarmauli Pasaribu yang telah menjadi mendukung dengan penuh kasih dalam
segala aspek kehidupan.
9. Kakak terkasih Ribka Lilyani Ritonga yang telah menjadi donatur pendamping
setelah orangtua dan adik terkasih Wanda Christy Ritonga, Rubenson
iv
Christyan Ritonga, Kolose Victrory Ritonga, opung, dan seluruh keluarga yang
telah memberikan dukungan kepada penuls selama masa pendidikan penulis.
10. Adik-adik yang setia mendukung selama berada di lingkungan Poltekkes
Medan Vivi Rosalin Rajagukguk dan Herti Meninta Siringoringo
11. Sahabat Seperjuangan Joti Butar-Butar, Kartika Sitinjak, Yolanda Sinaga dan
Ka Arni Anjuita Sinaga yang telah mendukung, dan menemani baik suka
maupun duka.
12. Sahabat ter-receh Ruth Arfriani Aritonang, CIE-CIE, Ngengeng yang
mendukung dan mendoakan penulis selama penyusunan skripsi.
13. Teman seperbimbingan Riska, Winda dan Yulia serta seluruh teman-teman
angkatan I Prodi D-IV Kebidanan serta pihak-pihak yang telah membantu dan
memberi dukungan sehingga terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan kasih-Nya kepada kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan berharap Skripsi ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak.
Medan, Juli 2018
Penulis
Wevi Daniella Ritonga
v
DAFTAR ISI
Hal
Lembar Persetujuan .................................................................................
Lembar Pengesahan .................................................................................
Abstrak ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................ iii
Daftar Isi ................................................................................................... v
Daftar Tabel .............................................................................................. vii
Daftar Gambar ......................................................................................... viii
Daftar Lampiran ...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan umum ........................................................................... 4 C.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian D.1 Manfaat teoritis ........................................................................ 4 D.2 Manfaat praktis ........................................................................ 4 Keaslian Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Asuhan Kebidanan Postpartum .......................................... 6
A.1 Pengertian Pospartum ............................................................ 6 A.2 Perubahan Fisiologis Pada Postpartum ................................... 6 A.3 Perubahan Psikologis Pada Postpartum .................................. 9 A.4 Depresi Postpartum ................................................................. 10
A.4.1 Defenisi Depresi Postpartum ........................................ 10 A.4.2 Faktor Predisposisi ......................................................... 11 A.4.3 Klasifikasi Depresi Postpartum ....................................... 13 A.4.4 Gejala Depresi Postpartum ............................................ 13 A.4.5 Penatalaksanaan Depresi postpartum ........................... 14
A.5 Alat Instrumen Untuk Screening Depresi Pospartum .............. 14 A.6 Konsep Suku Batak Toba ........................................................ 15
A.6.1 Suku Batak Toba ........................................................... 15 A.6.2 Nilai-nilai Kehidupan Suku Batak Toba ........................... 16 A.6.3 Prinsip Keturunan Suku Batak Toba ............................... 18
A.7 Penerimaan Jenis Kelamin ...................................................... 21 B. Kerangka Teori Penelitian .............................................................. 24 C. Kerangka konsep ........................................................................... 24 D. Defenisi operasional ...................................................................... 25 E. Hipotesis ........................................................................................ 26
vi
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................... 27 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 27 C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................... 27 D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 30 E. Alat Ukur/Instrumen ....................................................................... 30 F. Uji Validitas dan Reabilitas ............................................................. 31 G. Prosedur Penelitian ........................................................................ 33 H. Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 34 I. Etika Penelitian .............................................................................. 35 J. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ............................................................................................... 36 A.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 36 A.2 Karakteristik Responden .......................................................... 37 A.3 Analisis Univariat ..................................................................... 38 A.4 Analisis Bivariat ....................................................................... 39
B. Pembahasan .................................................................................... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................ 48 B. Saran ............................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
Daftar Tabel
Hal
Tabel 2.1 Defenisi Operasional ................................................................ 24
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristi Responden
Di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018 ........... 37
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Mengenai Penerimaan
Jenis kelamin anak dan depresi postpartum di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018 ...................................... 38
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Penerimaan Jenis Kelamin Anak
Dengan depresi Postpartum di Wilayah Kerja
Puskesmas Namorambe Tahun 2018 ..................................... 39
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Teori ...................................................................... 24
Gambar 2.2 kerangka konsep .................................................................... 24
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ................................................................ 33
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 2 Surat Balasan
Lampiran 3 Etical Clerance
Lampiran 4 Informed Consent
Lampiran 5 Kisi-Kisi dan kuesioner Penerimaan Jenis Kelamin Anak sebelum Uji coba
Lampiran 6 Kisi-Kisi dan kuesioner Penerimaan Jenis Kelamin Anak setelah Uji coba
Lampiran 7 Kuesioner Skala Penerimaan Jenis Kelamin Anak
Lampiran 8 Mater Tabel
Lampiran 9 Hasil Uji Chi Suare
Lampiran 10 Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan, persalinan dan menjadi seorang ibu merupakan peristiwa dan
pengalaman penting dalam kehidupan seorang wanita. Peristiwa-peristiwa itu
mempunyai makna yang berbeda-beda bagi setiap wanita maupun keluarganya.
Bagi banyak wanita, peristiwa-peristiwa itu bermakna positif dan merupakan fase
transisi yang menyenangkan ke tahap baru dalam siklus kehidupannya. Namun
sebagaimana tahap transisi lain ke kehidupan, peristiwa itu dapat pula menimbulkan
stres, sehingga respon yang terjadi dapat berupa kebahagiaan, maupun sebaliknya,
seperti krisis lain dalam kehidupan, dapat menyebabkan kekecewaan (Maritalia,
2017).
Faktor stresorpsikososial akan selalu dialami oleh setiap individu dalam
kehidupannya. Stresor yang dialami dapat mempengaruhi individu baik secara
psikologis maupun biologis. Adanya stresor yang dialami individu akan
menimbulkan manifestasi klinik individual. Dampak stres terhadap manifestasi
psikologis adalah dalam bentuk emosi dan manifestasi emosi tersebut dapat
bermacam-macam antara lain marah, ansietas, depresi, rasa bersalah dan rasa
malu.Selama periode sesudah melahirkan/pasca persalinan (postpartum) hingga
85% wanita mengalami beberapa tipe gangguan mood (Marmi, 2014).
Dari penelitian Wrate et al., (1985) dalam Sari (2009) diperoleh data bahwa
dari 2500 kelahiran per tahun, didapatkan tujuh kasus baru dengan depresi per
minggu, sehingga menurut mereka depresi pasca persalinan merupakan salah satu
komplikasi medik yang sering terjadi, dengan resiko-resiko yang dapat diantisipasi
baik pada ibu maupun anaknya. Penelitian lain juga mendapatkan data bahwa
depresi pasca persalinan berdampak negatif terhadap kualitas hubungan dini ibu-
anak dan lain-lain (Elvira, 2009).
Depresi postpartum adalah depresi yang terjadi pada ibu pasca melahirkan
yang ditandai dengan sulit tidur, tidak ada nafsu makan, perasaan tidak berdaya
atau kehilangan kontrol, terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi,
tidak menyukai atau takut menyentuh bayi, pikiran yang menakutkan mengenai
bayi, sedikit atau tidak perhatian terhadap penampilan diri, gejala fisik seperti sulit
bernafas atau perasaan berebar-debar. Depresi pada ibu postpartum biasanya
2
diawali dengan postpartumblues atau baby blues. Apabila babyblues tidak dapat
diatasi dengan tepat maka akan berkembang menjadi depresi postpartum atau
bahkan gejala yang lebih berat yaitu psikosis postpartum. Depresi postpartum dapat
terjadi pada wanita manapun tanpa mempertimbangkan usia, ras, agama, tingkat
pendidikan, maupun latar belakang sosial ekonomi dan dapat dialami lagi pada
kehamilan selanjutnya, namun penanganan yang dilakukan dari setiap wanita untuk
mengatasinya pasti akan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam
keluarga, dimana wanita tersebut dibesarkan, lingkungan adat istiadat setempat,
suku, bangsa, pendidikan serta pengalaman yang didapat (Maritalia, 2017).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2017 mencatat
lebih dari 300 juta orang yang ada didunia hidup dengan depresi, meningkat lebih
dari 18% antara tahun 2005 dan 2015, prevalensi depresi diseluruh dunia sekitar
10% pada wanita hamil dan 13% pada wanita yang baru saja melahirkan.Bahkan
prevalensi dinegara berkembang lebih tinggi yaitu 15,6% selama kehamilan dan
19,8% setelah melahirkan anak (WHO, 2017).
Angka kejadian depresi postpartum diAsiacukup tinggi dan sangat bervariasi
antara 26-85%, sedangkan diIndonesia angka kejadian depresi postpartum antara
50-70% dari wanita pasca persalinan (Rahmi, 2012).Di Indonesia beberapa
penelitian sudah dilakukan tentang depresi postpartum diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Elvira (2007)dalam Nazara (2009), di RS Hasan Sadikin Bandung
mencatat 33% ibu bersalin mengalami depresi dan di RSUP Cipto Mangunkusumo
Jakarta mencatat 37,3% ibu mengalami depresi postpartum selanjutnya penelitian
yang dilakukan Soep (2009) di RSU dr. Pirngadi Medan mencatat 54,55% ibu pasca
melahirkan mengalami depresi postpartum.
Menurut Gausia et al., (2013) dalam Dira dan Anak(2016), salah satu faktor
predisposisi depresi postpartumadalah kemiskinan, hubungan yang tidak baik
dengan ibu mertua, melahirkan bayi dengan jenis kelamin perempuan, kehamilan
yang tidak terencana, kerentanan terhadap gejala psikiatri, bayi yang dirawat
dirumah sakit, suami yang tidak bekerja serta perselisihan yang serius dengan salah
satu anggota keluarga, survei diatas dilakukan dinegara berkembang (India dan
Pakistan) yang masih mempunyai pengaruh adat istiadat yang kuat. Adanya adat-
istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan
mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati masa transisi ini.
3
Penerapan budaya patriachi umumnya di Indonesia bagian barat secara kaku
yang kerap sekali bermuara pada terjadinya ketimpangan gender. Menurut
Gultom(1992) dalam Siahaan (2009) menyebutkan bahwa keluarga suku batak
Toba yang tidak memiliki anak laki-laki akan merasa hidupnya hampa, keadaan ini
disebut dengan napunu. Napunu artinya generasi seseorang sudah punah atau
tidak berkelanjutan lagi pada silsilah siraja Batak bahkan namanya tidak akan
pernah diingat atau disebut orang lagi. Selain itu, terdapat perasaan tidak lengkap
dalam diri sebagai orang Batak karena suku Batak Toba memegang prinsip
keturunan patrilineal yaitu menarik garis keturunan dari laki-laki (Siahaan, 2009).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan tentang penerimaan diri
pasangan suku Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki di Yogyakarta yang
dilakukan oleh Anna (2016) mengungkapkan bahwa pasangan suku Batak Toba
memiliki penerimaan diri yang negatif atas keadaan keluarganya yang tidak memiliki
anak laki-laki. Studi ini menunjukkan 3 dari 5 responden yaitu ibumultipara
mengalami kemarahan (anger) lalu berlanjut ke tahap menyimpan (repress) dan
akan berlanjut ketahap depresi jika tidak bisamengatasi emosi-emosi negatif yang
ada.
Pada survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Januari di
Wilayah kerja Puskesmas Namorambe, maka ditemukan 4 dari 10 ibu postpartum
yang di wawancarai mengatakan merasa cemas, bingung, malas menyusui bayinya
serta merasa kecewa dengan dirinya sendiri karna melahirkan anak dengan jenis
kelamin yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dan fenomena yang ada maka peneliti
tertarik untuk meneliti dan melihat lebih jauh lagi tentang apakah ada hubungan
penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi postpartum pada suku Batak Toba
di wilayah kerjaPuskesmas Namorambe Tahun 2018.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan
pokok permasalahan sebagai berikut : Apakah ada hubungan penerimaan jenis
kelamin anak dengandepresi postpartum pada suku Batak Toba di wilayah
kerjaPuskesmas Namorambe tahun 2018.
C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penerimaan jenis kelamin anakdengan depresi
postpartum pada suku Batak Toba di wilayah kerjaPuskesmas Namorambe.
C.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi penerimaan jenis kelamin anak yang lahir di wilayah
kerjaPuskesmas Namorambe.
2. Mengetahui proporsi depresi postpartum di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe.
3. Menganalisis hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi
postpartum pada suku Batak Toba diwilayah Kerja Puskesmas
Namorambe.
D. Manfaat Penelitian
D.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber ilmu pengetahuan
dibidang kebidanan yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran
mengenai depresi postpartum.
D.2. Manfaat Praktis
- Bagi tenaga kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada bidang
tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai depresi postpartum.
- Bagi Institusi
Diharapkan menjadi sumber bacaan tambahan dan menjadi sumber
rujukan untuk penelitian selanjutnya.
5
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini melihat hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan
depresi postpartum pada suku Batak Toba di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe. Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian
sejenis yang dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang terkait dengan
penelitian ini. Adapun perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian
terkait yang pernah dilakukan sebelumnya terletak pada variabel, subjek, waktu dan
tempat penelitian. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain:
1. Anna, Vivid (2016) melakukan penelitian tentang penerimaan diri pasangan
suku Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasangan suku Batak Toba yang tidak
memiliki anak laki-laki memiliki penerimaan diri yang negatif.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah :
a. Variabel dependen penelitian sebelumnya melihat penerimaan diri
pasangan suku Batak Toba, sedangkan variabel dependen penelitian ini
adalah depresi postpartum.
b. Subjek penelitian sebelumnya adalah pasangan suku Batak Toba
sedangkan penelitian ini adalah ibu postpartum suku Batak Toba.
c. Waktu dan tempat penelitian sebelumnya dengan penelitian ini berbeda.
2. Siahaan E.L (2009) melakukan penelitian tentang harga diri Bapak Toba yang
napunu.
Hasil penelitian ini menunjukkanBapak Toba yang napunu memiliki harga diri
yang rendah.
a. Subjek penelitian sebelumnya adalah Bapak Toba yang napunu sedangkan
penelitian ini adalah ibu postpartum suku Batak Toba
b. Waktu dan tempat penelitian sebelumnya dengan penelitian ini berbeda
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Asuhan Kebidanan Postpartum
A.1 Pengertian Postpartum
Masa postpartum atau sering disebut juga dengan masa puerperiumadalah
masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil.Masa postpartum berlang selama kira-kira 6
minggu (Maritalia, 2017).
Periode postpartum dibagi menjadi 3 fase, yakni fase immediatepostpartum
yaitu 24 jam setelah melahirkan. Earlypostpartum yaitu periode postpartum yang
terjadi setelah 24 jam postpartum sampai akhir minggu pertama setelah
melahirkan yang merupakan fase kritis yang terjadi pada ibu postpartum,
sedangkan latepostpartum adalah periode postpartum yang berlangsung mulai
minggu ke -2 sampai ke -6 dan terjadi perubahan secara bertahap (Nurjanah,
2013).
A.2 Perubahan Fisiologis pada Postpartum
Selama periode postpartum terjadi perubahan fisiologis terhadap organ-
organ reproduksi dan organ tubuh lainnya.Perubahan pada sistem tubuh
berlangsung cepat dalam waktu 3-4 hari. Proses involusi organ reproduksi
berlangsung selama 6 minggu. Perubahan fisiologis selama postpartummeliputi :
(Maritalia, 2017).
1. Tanda-tanda vital
Temperatur: setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat
sekitar 0,5⁰ Celcius dari keadaan normal (36,5⁰ C – 37,5⁰C), namun tidak lebih
dari 38⁰ Celcius. Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh
pada saat proses persalinan. Setelah 12 jampostpartum, suhu tubuh yang
meningkat tadi akan kembali seperti keadaan semula. Bila suhu tubuh tidak
kembali kekeadaan normal atau semakin meningkat, maka perlu dicurigai
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
Nadi : denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat
proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah proses
7
persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada masa
nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.
Tekanan darah : setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah
dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdaarahan pada proses
persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan lebih dari 30mmHg pada
systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya
hipertensi atau pre eklampsia postpartum.
Pernafasan : bernafas akan lebih mudah dan lebih lambat sebab uterus
telah mengecil dantidak menekan diafragma, struktur paru-paru kembali normal
selama periode postpartum.
2. Kardiovaskuler
Perubahan hormon selama hamil dapat menyebabkan terjadinya hemodilusi
sehingga kadarHaemoglobin (Hb) wanita hamil biasanya sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Selain itu terdapat hubungan antara
sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi janin melalui plasenta. Setelah janin
dilahirkan, hubungan sirkulasi darah tersebut akan terputus sehingga volume
darah ibu relatif akan meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan
mengakibatkan kerja jantung sedikit meningkat. Namun hal tersebut segera
diatasi oleh sistem homeostatis tubuh dengan mekanisme kompensasi berupa
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah akan kembali normal.
Biasanya ini terjadi sekitar 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.
3. Sistem integument
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir.Hiperpigmentasi di aerola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha
dan panggul mungkin memudar, tetapitidak hilang seluruhnya.
4. Payudara
Setelah plasenta lepas dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka
estrogen dan progesteron berkurang, prolaktinakan meningkat dalam darah yang
merangsang sel-sel acini untuk memproduksi air susu ibu (ASI). Sekresi dan
ekskresikolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Pada hari kedua atau ketiga ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi
8
air susu.Pada hari ketiga dan keempat bisa terjadi pembengkakan payudara
(engogerment), keras dan nyeri bila ditekan serta hangat jika diraba.
5. Uterus
Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi
ototnya akan menjadi keras sehingga dapat menutup, menjepit pembuluh darah
besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Tonus uterus meningkat
sehingga fundus tetap kencang.Relaksasi dan kontraksi yanga periodik sering
dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang awal
puerperium yang disebut afterpains. Proses menyusui dan pemberian oksitosin
tambahan akan merangsang kontraksi uterus sehingga meningkatkan nyeri.
6. Vagina, vulva dan perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan yang sangat besar selama proses
melahirkan bayi. Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.Selama awal
postpartum jaringan sekitar perineum mengalami edema dan laserasi. Jika ada
episiotomiatau laserasi akan menimbulkan rasa takut untuk berkemih dan buang
air besar. Pada postpartumhari ke-5, perineum sudah mulai kembali seperti
keadaan semula namun kekuatantonusnya tetap lebih kendur dari pada keadaan
sebelum melahirkan.
7. Sistem Perkemihan
Pada masa kehamilan, pembesaran janin akan menekan kandung kemih
dan menyebabkan penurunan sirkulasi dan dapat terjadi edema serta iritasi pada
kandung kemih sehingga terjadi kelemahan pada otot kandung kemih.
Kelemahan otot kandung kemih dan otot-otot dasar panggul yang lain akan
diperberat saat mengalami persalinan pervaginam dan akan mempengaruhi pola
berkemih pada ibu postpartum.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibupostpartum seperti adanya
pembengkakan payudara, edema danlaserasiperineum, pengeluaran lochea,
spasme sprinkter, kandung kemih, perubahan bentuk tubuh dan lain-lain yang
menyebabkan perasaan tidak nyaman bagi ibu setelah melahirkan dapat menjadi
sumber stresor pencetus depresi sehingga ibu perlu beradaptasi terhadap
perubahan tersebut (Hutagaol, 2010).
9
A.3 Perubahan Psikologis pada Postpartum
Perubahan psikologis pada postpartum seiring dengan perubahan
fisiologis. Kelahiran anak membawa perubahan hubungan interaksi antara
anggota keluarga. Anggota keluarga dituntut mampu beradaptasi secara cepat
terhadap kelahiran anak. Kesejahtraan psikologis ibu tergantung pada respon
ibu, ayah dan anggota keluarga lainnya terhadap kelahiran bayi, sehingga
seluruh keluarga perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima
kehadiran anggota keluarga baru.
1. Penyesuain peran sebagai ibu selama periode postpartum.
Menurut Nurjanah (2013) ada tiga fase yang terjadi pada ibu postpartum yang
disebut “Rubin Maternal Phases” yaitu :
a) Taking-in (fase ketergantungan segera setelah persalinan, pada fase ini ibu
masih berfokus pada dirinya sendiri, bersikap pasif dan masih sangat
tergantung pada orang lain disekitarnya.
b) Taking-hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian) terjadi
antara hari kedua dan ketiga postpartum, ibu mulai menunjukkan perhatian
pada bayinya dan berminat untuk belajar memenuhi kebutuhan bayinya.
Dalam fase ini tenaga ibu pulih kembali secara bertahap, ibu merasa lebih
nyaman, fokus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam
merawat bayinya, ibu mulai mandiri dalam perawatan diri dan terbuka pada
pengajaran perawatan. Pada fase ini juga terdapat kemungkinan terjadinya
postpartum blues.
c) Letting-go (fase mandiri), fase ini berlangsung antara dua sampai empat
minggu setelah persalinan ketika ibu mulai menerima peran barunya. Ibu
melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta
mampu menerima kenyataan. Pada masa ini tidak semua ibu
postpartummampu beradaptasi secara psikologis sehingga muncul gangguan
mood yang berkepanjangan ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung,
cemas, panik, mudah marah, kelelahan disertai gejala depresi seperti
gangguan tidur dan selera makan sulit, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak
berharga, menyalahkan diri dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan.
10
2. Penyesuaian peran sebagai ayah selama periode postpartum.
Penyesuaian peran sebagai ayah pada periode postpartum yang dijumpai
adalah ayah mulai melibatkan diri dalam perawatan bayi, terpikat pada bayi,
sering mengadakan kontak dan sentuhan atau kontak mata, merasa meningkat
harga dirinya, merasa lebih besar dan lebih tua, dan merasa bangga sebagai
laki-laki.
A.4 Depresi Postpartum
A.4.1 Defenisi Depresi Postpartum
Menurut World Health Organization tahun 2017(WHO, 2017), depresi
adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan perasaan depresi,
kehilangan minat atau kesenangan terhadap sesuatu, penurunan energi,
perasaan bersalah, atau merasa rendah diri, susah tidur, berkurangnya atau
tidak ada nafsu makan, dan sulit konsentrasi. Ketika ada perasaan sedih dan
sengsara tentang kehidupan, dan perasaan tersebut tidak hilang, dan tidak ada
lagi kesenangan atau semangat yang dirasakan, maka hal tersebut juga
dikatakan depresi.
Menurut Arfian (2012) depresi postpartum yaitu depresi setelah melahirkan
yang berlangsung sampai berminggu–minggu atau bulan dan kadang ada
diantara mereka yang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya
merupakan penyakit. Depresi postpartum ini pertama kali di temukan oleh Pitt
pada tahun 1988, depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari harike
hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan,
dankehilangan libido. Depresi postpartum merupakan suatu keadaan emosional
yang ditunjukkan dengan mengekspresikan rasa lelah, mudah marah, gangguan
nafsu makan, dankehilangan (Rukiyah, 2010).
Perubahan emosi persalinan yang menggambarkan bahwa transisi menjadi
ibu sebagai krisis hidup, pengalaman emosi merupakan periode yang dapat
meningkatkan sensitivitas.Fluktuasi emosi positif dan negatif, dan beragamnya
perubahan emosi, selama hamil dan bersalin merupakan sumber pemicu stress
bahkan depresi. Depresi antenatal, depresi postpartum sangat potensial terjadi
jika perubahan emosi pada krisis perkembangan tidak terselesaikan.
Penyesuaian emosi yang aman pada setiap tahapan, harus terselesaikan
dengan baik agar dapat melangkah pada tahapan berikutnya.
11
Depresi postpartum hampir sama dengan baby blues syndrom,
perbedaannya terletak pada frekuensi, intensitas, serta durasi berlangsungnya
gejala-gejala yang timbul. Pada saat mengalami depresi postpartum, ibu akan
merasakan berbagai gejala yang ada pada baby blues syndrom, tetapi dengan
intensitas yang lebih sering, lebih hebat, serta lebih lama (Mansur, 2014).
A.4.2 Faktor Predisposisi
Faktor resiko terjadinya depresi postpartum diantaranya adalah adanya
anggota keluarga yang menderita penyakit mental, kurangnya dukungan sosial
dan dukungan keluarga serta teman, kekhawatiran akan bayi yang sebetulnya
sehat, kesulitan selama persalinan dan melahirkan, merasa terasing dan tidak
mampu, masalah/perselisihan perkawinan atau keuangan, kehamilan yang tidak
diinginkan (Rukiyah et al., 2013).
Faktor lain yang diperkirakan berpengaruh atau merupakan faktor resiko
terjadinya gangguan afek atau mood pada pasca persalinan, yaitu :(Rukiyah,
2010)
1. Dukungan sosial dari suami atau keluarga. Seperti hubungan emosional,
keintiman, dan komunikasi yang kurang. Selain itu dukungan suami juga
berkaitan dengan kekhawatiran akan pembiayaan masa depan anak. Ibu-ibu
yang tidak mendapat dukungan sosial dari suami dan keluarga, mempunyai
resiko lima kali lipat kemungkinan mengalami gangguan afek atau mood.
2. Karakteristik yaitu : usia, pendidikan, pekerjaan dan paritas.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani dan Irawati (2013) menyatakan bahwa
kejadian depresi postpartum lebih banyak dialami oleh wanita yang berusia < 20
tahun dan > 35 tahun. Usia yang beresiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan
yaitu <20 tahun dan >35 tahun mempunyai kemungkinan 4,038 kali mengalami
depresi postpartum.
Depresi postpartum bisa terjadi dikarenakan minimnya informasi yang didapat
dari lingkungan sekitarnya dan lingkungan pergaulannya. Pendidikan seseorang
akan mempengaruhi cara berpikir dan cara pandang terhadap diri dan
lingkungannya. Penelitian yang dilakukan oleh Reid dan Oliver didapatkan bahwa
yang mengalami depresi postpartum yaitu yang berpendidikan dibawah SMA
yang berpengaruh terhadapa kurangnya informasi yang didapat oleh
12
responden.Faktor pendukung ini sesuai dengan faktor resiko yang diperoleh dari
penelitian Gausia, et al.
Penelitian Soep (2009) yang menunjukkan bahwa sebagian besar (63%) ibu
postpartum sebagai ibu rumah tangga dan penelitian Putri (2016) menunjukkan
bahwa sebagian besar (80%) ibu postpartum berstatus sebagai ibu rumah
tangga. Pada ibu rumah tangga yang mengurusi semua urusan rumah tangga
sendiri, kemungkinan mempunyai tekanan terhadap tanggung jawabnya sebagai
istri maupun seorang ibu (Amarbawati, 2008).
Penelitian Mardiah (2008) bahwa depresi postpartum banyak terjadi pada
responden dengan paritas 2-4 dan pnelitian lain menyebutkan bahwa proporsi
ibu postpartum yang mengalami depresi 44% terjadi pada ibu multipara
(Khairunisa, 2012). Ibu multipara rentan dengan gangguan depresi pasca
persalinan hal ini disebabkan karena ibu multipara telah memiliki tanggung jawab
yang lebih banyak seperti pekerjaan rumah tangga terhadap anak sebelumnya.
Pada kehamilan selanjutnya akan menyebabkan beban tersendiri dan menjadi
faktor resiko depresi postpartum (Wijayani, dkk, 2013).
3. Fisik, kelelahan setelah melahirkan, berubahnya pola tidur, migrain dan
kurangnya istirahat seringkali menyebabkan ibu yang melahirkan belum kembali
ke kondisi normal meskipun setelah berminggu-minggu setelah melahirkan.
4. Budaya, keyakinan dan norma. Menurut Gausia et al ( 2013) dalam dira dan
Anak (2016) salah satu faktor predisposisi depresi postpartum adalah karena
melahirkan bayi dengan jenis kelamin perempuan.Adanya budaya yang
berkembang di keluarga dengan jenis kelamin bayi, mertua atau orang tua
sendiri mengharapkan kehadiran bayi laki-laki karena dianggap lebih mudah
perawatannya atau lebih banyak mendatangkan berkah tetapi kenyataannya ibu
melahirkan bayi perempuan sehingga menimbulkan kekecewaan. Hal ini akan
memicu terjadinya depresi postpartum karena kenyataan yang tidak sesuai
dengan keinginan.
13
A.4.3 Klasifikasi Depresi Postpartum
Menurut Rukiyah (2010), depresi postpartum dibagi menjadi tiga jenis yaitu
depresi ringan, sedang dan berat.
1. Minor Depresi
Minor depresi atau gejala ringan atau disebut juga dengan postpartum
blues adalah jika gejala depresi dijumpai kurang dari lima dalam kurun waktu 2
minggu. Depresi ini biasanya singkat dan tidak terlalu mengganggu kegiatan-
kegiatan normal. Pada depresi tipe ini tidak dibutuhkan penanganan khusus,
perubahan situasi dan suasana hati yang membaik biasanya segera bisa
mengubah kemurungan itu kembali ke fase normal kembali.
2. Mayor Depresi
Mayor Depresijika djumpai gejala depresi dijumpai lima atau lebih dalam
waktu paling sedikit 2 minggu.Gejalanya hampir sama dengan depresi ringan,
tetapi lebih kuat dan lama berakhirnya.
3. Dysthimia
Suatu gejala depresi ringan yang berlangsung selama 2 tahun.
4. Atypical Depresi
Merupakan depresi yang disertai dengan gejala yangtidak biasa seperti
halusinasi atau delusi.
A.4.4 Gejala Depresi Postpartum
Gejala depresi postpartum menurut Nurjanah (2013) adalah sebagai
berikut: perasaan resah atau tidak menentu, perasaan sedih tidak berguna atau
sia-sia tidak mempunya motivasi atau energi, tidur terlalu sedikit atau terlalu
banyak, nafsu makan hilang, cemas atau kurang perhatian pada bayi, tidak
menyukai atau takut menyentuh bayi, pikiran menakutkan mengenai bayi, kurang
perhatian terhadap penampilan dirinya sendiri, kesulitan dalam membuat
keputusan, perasaan bersalah dan tidak berharga, hilangnya minat, menarik diri
dari teman-teman dan keluarga, sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-
debar, penurunan atau peningkatan berat badan.
Jika ibu mengalami sebagian dari tanda-tanda seperti yang tersebut diatas
sebaiknya segera lakukan konseling pada ibu dan keluarga.Bila bidan tak
mampu menanganinya segera konsultasikan/kolaborasi dengan petugas
kesehatan lain (dokter/psikolog).Penanganan yang cepat dan tepat perlu segera
14
dilakukan untukmencegah agar tidak menjadi lebih parah.Jika depresi
berkepanjangan ibu perlu mendapatkan perawatan dan terapi khusus di rumah
sakit (Maritalia, 2017).
A.4.5 Penatalaksanaan Depresi Postpartum
Penanganan depresi postpartumakan lebih baik dengan psikoterapi,
konseling dan dukungan sosial dan kolaborasai dengan petugas kesehatan juga
sangat diperlukan. Berikut jenis-jenis penganan depresi postpartum:
1. Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi yang diberikan oleh tim kesehatan jiwa. Terapi
diberikan dalam waktu yang pendek atau terus-menerus dalam waktu berbulan-
bulan. Bentuk terapinya adalah Cognitive behavioural terapy (CBT), yang
membantu untuk mengidentifikasikan dan merubah proses berpikir terhadap
depresi yakni menggantikan pola pikir yang negatif kearah yang lebih positif.
2. Dukungan sosial
Pemberian konseling pada pasangan dan keluarga merupakan dukungan
informasi yakni guna meningkatkan pengetahuan pasangan dan keluarga
tentang kejadian depresi pada ibu. Dengan demikian pasangan dan keluarga
akan lebih berupaya dalam memberikan dukungan kepada ibu selama periode
postpartum.
A.5 Alat Instrument untuk Screening Depresi Postpartum
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengidentifiaksi
alat instrumentscreening gangguan mental pada ibu-ibu sepanjang periode
postpartum (Saryono, 2010).Instrument yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).
EPDS adalah alat screening yang didesaign dan dikutip dari sebagian
besar literatur yang telah dikembangkan sejak tahun 1987 oleh Cox, Holden dan
Sagovsky. EPDS telah diuji dan divalidasi oleh beberapa peneliti. Hasilnya,
EPDS telah terbukti sebagai instrument yang sederhana, mudah digunakan dan
dapat dipercaya sebagai alat screening depresi postpartum yang digunkan pada
praktek-praktek klinik dan dalam penelitian. EPDS telah banyak digunakan
diseluruh Negara Eropa dan Negara Barat termauk Indonesia sehingga tidak
15
diragukan lagi keabsahannya.Nilai EPDS tidak mengesampingkan adanya
petimbangan-pertimbangan klinis.
Pertimbangan klinis tersebut dapat digunakan untuk memastikan atau
mengkonfirmasi hasil diagnosis. Instrument EPDS menggali perasaan ibu selama
minggu-minggu postpartum. Penggunaan EPDS selain untuk mengevaluasi
kejadian depresi postpartum juga digunakan untuk postpartumblues. Jumlah
pertanyaannya ada 10 item dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut mudah
dipahami. Nilai maksimum EPDS adalah 30, dengan interval 0-9 normal, ≥10
pospartumblues/depresi. Penafsiaran angka EPDS antara depresi dengan
postpartumblues adalah dilihat dari waktu kejadiannya. EPDS yang digunakan
segera setelah melahirkan dan diulang dalam waktu 2 minggu adalah mengkaji
kejadian postpartumblues dan bila penilaian EPDS dalam waktu satu bulan atau
lebih adalah menilai depresi postpartum.
Rekomendasi dari peneliti sebelumnya EPDS dapat digunakan tanpa ijin
lebih dahulu. Sebagai aspek legalnya peneliti mengutip nama dari pengarang,
(Manurung, 2008, Efektifitas terapi musikpada pencegahan postpartum blues).
EPDS tidak membutuhkan tenaga kesehatan yang ahli pengetahuan
psikiatri dan skala ini telah memiliki validitas memuaskan dan reliabilitas yang
baik serta sensitif terhadap perubahan derajat depresi dalam waktu lama.
Keuntungan lain skala ini adalah keringkasannya karena dapat dikerjakan
dengan lengkap kurang dari 5 menit dan dinilai secara cepat.
Berdasarkan penelitian Ismael (1998) dalam Hutagaol (2010) didapatkan
hasil uji coba sensitivitas 62,5%, spesifitas 80,1% dan reliabilitas koefisien alfa
0,87% (tinggi) berarti dapat dipercaya sehingga keabsahan dan reliabilitas
instrument tersebut tidak diragukan lagi.
A.6 Konsep Suku Batak Toba
A.6.1 Suku Batak Toba
Tanah Batak terletak di Sumatera sebelah utara, dahulu dinamai Pulau
Morsa, yang artinya pulau tempat banyak ular sa (sawah), sebangsa ular yang
besar. Menurut keyakinan yang masih hidup sampai sekarang, perkampungan
pertama orang Batak berada di tepi Danau Toba yang bernama Sianjur Mula-
Mula.Dari tempat inilah tersebar keturunan suku Batak keseluruh penjuru Tanah
16
Batak. Suku Batak memiliki beberapa sub-suku, yaitu Batak Toba, Batak
Angkola, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Karo.
Gultom (1992) dalam siahaan (2009) menjelaskan bahwa suku Batak Toba
banyak tinggal didaerah pedalaman Sumatera Utara yang merupakan dataran
tinggi dengan banyak jurang. Daerah yang didiami oleh orang penduduknya
beragama Kristen.
A.6.2 Nilai-nilai Kehidupan Suku Batak Toba
Tujuan hidup yang ideal bagi masyarakat suku Batak Toba tercakup dalam
nilai 3H yaitu hamoraon, hagabeon dan hasangapon.Konsep 3H ini merupakan
wujud dari kebudayaan sebagai ide dan gagasan yang terus terwarisi dan
mendarah daging bagi masyarakat suku Batak Toba. Ketiga konsep tujuan hidup
itu, yaitu:
1. Hagabeon
Hagabeonsama artinya dengan bahagia dan sejahtra. Kebahagian yang
dimaksud adalah kebahagian dalam keturunan.Keturunan dipandang sebagai
pemberi harapan hidup karena keturunan adalah kebahagian yang tidak ternilai
bagi orang tua, keluarga dan kerabat atau dengan kata lain, kekayaan paling
berharga bagi orang Batak adalah keturunan, anak-cucu.
Dalam hal ini, anak laki-laki memiliki arti penting didalam kehidupan sebuah
keluarga.Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki diibaratkan sebatang pohon
yang tidak memiliki akar.Anak laki-laki berkewajiban mengurus kelangsungan
hidup keluarga juga berperan sebagai penerus marga. Gultom (1992) dalam
Siahaan (2009) menyebutkan bahwa keluarga suku Batak Toba yang tidak
memiliki anak laki-laki akan merasa hidupnya hampa. Keadaan ini disebut
dengan napunu. Napunu artinya generasi seseorang sudah punah dan tidak
berkelanjutan lagi pada silsilah Siraja Batak, bahkan namanya tidak akan pernah
diingat atau disebut orang lagi.
Seorang suami suku Batak Toba yang napunu tidak jarang mendapat
desakan untuk memiliki istri lagi (bigami). Hal tersebut bertujuan untuk
mendapatkan keturunan laki-laki dalam upaya meneruskan keturunan (Siahaan,
2009). Cara lainnya untuk mendapatkan anak ialah menceraikan istri pertama
lalu menikah lagi.
17
2. Hamoraon
Hamoraon adalah segala sesuatu yang dimiliki seseorang dimana
kekayaan ini diidentikkan dengan harta kekayaan dan anak. Tanpa anak individu
tidak akan merasa kaya meskipun banyak harta. Pada suku Batak Toba terdapat
ungkapan “Anakhon hi do hamoraon di ahu” yang berarti bahwa anak adalah
harta yang tertinggi baginya.Berkaca dari filosofi tersebut, kehadiran anak
mempunyai makna yang sangat penting dalam keluarga-keluarga suku Batak
Toba.Kehadiran anaklah yang membuat orangtua dipandang hormat ditengah-
tengah masyarakat.Meskipun dalam masyarakat Toba tidak mengenal sistem
kasta, namun anak secara tidak langsung ikut menopang posisi orangtuanya.
3. Hasangapon
Hasangapon (kehormatan dan kemuliaan) berkaitan dengan luasnya
hubungan dengan banyak orang. Seseorang bisa mencapai hasangapon dengan
terlebih dahulu berketurunan (gabe) dan memiliki kekayaan (mora). Hasangapon
sebagai salah satu dari 3H merupakan nilai budaya utama yang mencirikan
orang Batak Toba yang sempurna sesuai ukuran nilai-nilai budaya Batak
Toba.Orang Batak Toba yang telah mencapai taraf sangap adalah pemberi
kebijakan, pemberi habisuhon, kearifan sekaligus menjadi teladan bagi
masyarakat.
A.6.3 Prinsip Keturunan Batak Toba
Prinsip keturunan Batak Toba adalah patrinial, maksudnya bahwa garis
turunan etnis adalah dari anak laki-laki (Gultom, 2010).Anak laki-laki memegang
peranan penting dalam kelanjutan generasi. Artinya apabila seseorang tidak
mempunyai anak laki-laki hal itu dapat dianggap napunu karena tidak dapat
melanjutkan silsilah ayahnya dan tidak akan pernah lagi diingat atau
diperhitungkan dalam silsilah. Napunu artinya bahwa generasi seseorang sudah
punah, tidak berkelanjutan lagi pada silsilah Batak Toba apabila seseorang itu
tidak mempunyai anak laki-laki.
Sebagai pertanda dari prinsip keturunan Batak Toba adalah marga. Marga
adalah asal-mula nenek moyang yang terus dipakai di belakang nama. Rentetan
vertikal turunan marga itu sejak nenek moyang sampai saat sekarang
menumbuhkan silsilah Siraja Batak. Marga dalam sebuah keluarga Batak Toba
akan diteruskan oleh anak laki-laki (siboan goar). Hal inilah yang menyebabkan
18
keluarga Batak sangat mendambakan kelahiran seorang anak laki-laki, Irianto
(2005) dalam Anna (2016).
Jika anak lelaki yang sudah menikah mendapatkan anak laki-laki sebagai
anak sulungnya, maka biasanya kelahiran anak itu akan dirayakan (dipestakan)
oleh seluruh keluarga, terutama keluarga dari pihak laki-laki. Anak laki-laki yang
baru lahir ini akan membawa nama keluarganya, dan mereka menganggap
bahwa dengan lahirnya anak lelaki maka mereka mendapatkan nama baik dari
masyarakat.
Pardosi (2010) dalam Anna (2016) menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang menyebabkan masyarakat Batak Toba menginginkan anak laki-laki,
antara lain:
1. Anak laki-laki dianggap penerus keturunan (marga ayah).
Karena itu anak laki-laki dianggap sebagai kemudi keluarga yang diharapkan
membawa dan mengangkat nama baik keluarga. Jika seorang ayah telah
mempunyai anak laki-laki, dia sudah dapat dikatakan martunas (bertunas)
yang berarti sudah ada penggantinya bila dia nanti meninggal. Anaknya inilah
yang dapat melanjutkan cita-cita sang ayah selama masih hidup di dunia,
maka sang ayah hanyalah badannya yang meninggal tetapi namanya tetap
hidup seperti umpama Batak Toba yang mengatakan: “Martunas, pago tu tano
do natorasna, jongjong di langit peak di tano” Artinya: si ayah hanya badannya
yang meninggal karena dia telah diganti anaknya. Namanya telah dijunjung
setinggi langit dan selalu ada di atas dunia.
2. Anak laki-laki dapat menggantikan kedudukan dalam acara adat dan
tanggung jawab adat.
Hal yang demikian ini dapat dilihat dalam suatu pesta, kedudukan seorang
ayah dapat digantikan anaknya, jika sang ayah tidak dapat hadir. Si anaklah
yang bertanggung jawab dan melaksanakan tugas sang ayah. Demikian juga
dalam hal tanggung jawab, jika sang ayah dalam satu keluarga telah
meninggal, maka anak laki-laki yang paling tualah yang bertanggung jawab
atas keluarga itu. Seperti ungkapan yang menyatakan :“Siangkangan do na
matean ama”, artinya: anak laki-laki paling tualah yang kematian ayah.
Anak laki-laki pembawa nama dalam silsilah kekerabatan dalam masyarakat
Batak Toba.
19
Nama kekerabatan seorang ayah pada masyarakat Batak Toba hanya dapat
dijadikan dari keturunannya laki-laki. Seorang ayah tidak dapat menjadikan
nama kekerabatannya dari anaknya perempuan karena anak dari anaknya
perempuan itu tidak lagi semarga dengan sang ayah.
Misalnya:
A (adalah seorang marga) E (adalah seorang ayah)
B (anak laki-laki A) F (anak perempuan E)
C (anak B) G (anak F)
maka si A dapat menjadikan anak B sebagai nama kekerabatan, sedangkan si
E tidak dapat memakai anak F sebagai nama kekerabatannya.
Harahap dan Siahaan (1987)dalamAnna (2016) juga mengemukakan lima
nilai peran anak dalam budaya suku Batak Toba, yaitu:
1. Pencapaian tujuan hidup yang ideal
Tujuan hidup yang ideal bagi masyarakat suku Batak Toba tercakup dalam
nilai kehidupan 3H, yaitu hagabeon (keturunan dan panjang umur), hamoraon
(kekayaan), dan hasangapon (kehormatan dan kemulian).
2. Pelengkap Dalihan Na Tolu
Dalihan Na Tolu merupakan suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan,
hubungan, kekeluargaan pada suku Batak Toba.Ketiga hubungan itu yakni
hula-hula (keluarga dari pihak pemberi istri atau wanita), dongan sabutuha
(kawan semarga), dan boru (keluarga dari pihak penerima istri atau wanita).
Anak laki-laki nantinya akan beristri dan keluarga pihak pemberi istri akan
disebut dengan hula-hula sedangkan anak perempuan akan bersuami dan
keluarga pihak penerima istri akan disebut boru. Dengan demikian lengkaplah
unsur dalihan na tolu. Adanya dongan sabutuha seseorang yang akan
menggelar pesta atau upacara adat harus merencanakan dan bertindak
secara musyawarah dengan dongan sabutuha serta tidak dapat bertindak
menurut kehendaknya sendiri.
3. Penambah sahala orang tua
Anak dipandang dapat menambah sahala (wibawa) orang tua.Seseorang
yang memiliki kewibawaan, kekayaan dan keturunan adalah orang yang
memiliki sahala.Sahala seseorang akan bertambah bila hal-hal tersebut juga
bertambah.
20
4. Pewaris harta kekayaan
Dalam budaya suku Batak Toba, yang menjadi pewaris seutuhnya adalah
anak laki-laki, sementara anak perempuan bisa memiliki sebagian harta
warisan apabila saudara laki-lakinya mau berbagi sebagian dari harta yang
dia warisi.
5. Penerus garis keturunan (marga)
Masyarakat umum suku Batak mengartikan marga sebagai kelompok suku
dan suku induk, yang berasal dari rahim yang sama. Hal ini
berdasarkanpenetapan struktur garis keturunan mereka yang menganut garis
keturunan laki-laki (patrilineal) yang berarti garis marga suku Batak Toba
diteruskan oleh anak laki-laki. Jika orang suku Batak Toba tidak memiliki anak
laki-laki maka marga-nya akan punah.
A.7 Penerimaan Jenis Kelamin
Menurut Hungu (2007) dalam Grace(2014) jenis kelamin (seks) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang
lahir.Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sel sperma sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada
segala ras yang ada dimuka bumi.
Menurut Chaplin (2011) penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya
merasa puas dengan diri sendiri, kualitas dan bakat yang dimilki sendiri serta
pengakuan atas kekurangan yang dimilki oleh diri sendiri.Sikap yang menerima
diwujudkan dengan sikap yang mampu mengenali nilai diri sebagai
pribadi.Penerimaan diri merupakan dasar dari sikap penghargaan diri dan
perasaan nyaman pada diri sendiri terlepas dari kesalahan dan kelemahan.
Tanpa penerimaan diri, individu tidak akan mampu menggunakan secara penuh
potensi dalam kehidupan mereka.
Menurut Harlock (2003) dalam Setyaningsih (2013) penerimaan diri adalah
kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan
maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan maka individu tersebut akan mampu berpikir
21
logis tentang baik buruknya kondisi yang dialami tanpa menimbulkan perasaan
permusuhan, perasaan rendah diri, malu dan rasa tidak nyaman.
Menurut penelitian Nurrohmanningtyas (2008) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dengan pola pengasuhan
penerimaan-penolakan.Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi/kultur budaya yang
ada, penelitian ini juga sesuai dengan ungkapan oelh McCarthy dalam (Bell dan
Rushforth, 2008) mengatakan bahwa budaya memberikan pengaruh yang besar
dalam pembentukan diri seseorang.Hal ini terjadi Karena adanya stadar ideal
dari masyarakat.Standar masyarakat inilah yang membuat individu yang tidak
sesuai dengan harapan merasa rendah diri dan memiliki penerimaan diri yang
negative.
Menurut Berger & Philips (1952) dalam Setyaningsih(2013), penerimaan
diri memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam mengahadapi kehidupan,
sehingga yakin dan dapat melakukan sesuatu yang bernanfaat dan optimis.
b. Sikap dan perilakunya lebih berdasrakan nilai-nilai dan standar yang ada pada
dirinya dari pada didasari oleh tekanan-tekanan dari luar dirinya.
c. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang
lain. Individu memandang dirinya secara positif yang ditandai dengan
mencintai dirinya sendiri dan tidak membandingkan dengan orang lain.
d. Berani memikul tanggungjawab terhadap perilakunya. Individu berani memikul
resiko terhadap perilakunya sehingga mampu mengatasi masalah tanpa
menyalahkan orang lain.
e. Menerima pujian dan celaan secara objektif.
f. Tidak menyalahkan dirinya atas keterbatasan yang dimiliki ataupun
menginginkan kelebihannya.
g. Tidak merasa ditolak oranglain, tidak pernah serta menganggap dirinya
berbeda dari orang lain.
Berdasarkan pendapat Berger dan Philips diatas, maka dalam membuat
alat ukur penerimaan diri ditinjau dari jenis kelamin, peneliti hanya menggunakan
22
3 (tiga)aspek karena hanya ketiga aspek tersebut yang sesuai dengan variabel
penelitian, yaitu sebagai berikut :
a. Penilaian yang realistis
Penilaian realistis merupakan cara pandang individu terhadap dirinya yang
sebenarnya, baik itu mengenai kelebihan dan kekurangannya.
b. Memiliki penghargaan yang tinggi terhadap dirinya sendiri
Individu memandang diri sendiri dan tidak membandingkan dengan orang lain.
c. Memiliki keyakinan akan kemampuan dalam mengahadapi kehidupan
Individu yang memiliki kemampuan untuk menghadapi kehidupan akan
merasa yakin dapat melakukan sesuatu yangbermanfaat dan optimis.
Penelitian ini menggunakan skala penerimaan diri yang dibuat berdasarkan
aspek-aspek penerimaan diri menurut Berger dan Philips (1952)
dalam Setyaningsih(2013) dengan menggunakan skala yang dimodifikasi dari
skalalikert.Skala likert terdiri dari lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS),
sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS), kemudian
dimodifikasi dengan sengaja menghilangkan jawaban netral sebagai altenatif
jawaban bagi responden. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kecenderungan
responden menjawab pilihan netral.Maka terbentuklah modifikasi skala likert
menjadi empat pilihan yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
sangat tidak sesuai (STS) (Arikunto, 2010).Skala disajikan dalam bentuk
penyataan favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung).
Analisis data untuk skala penerimaan diri dapat dilakukan terhadap
keseluruhan instrument. Pengukurannya dilakukan menyeluruh dengan butir-
butir pernyataan. Oleh karena itu, hasil penelitian yang berupa bilangan harus
diubah menjadi sebuah predikat (Arikunto, 2010). Sebelum menentukan predikat
terhadap penerimaan diri, peneliti lebih terlebih dahulu menentukan tolak ukur
yang akan dijadikan penilaian selanjutnya,.Tentukan terlebih dahulu skor
minimum yang biasa diperoleh 1 dan tentukan skor maksimum.
23
Setelah itu dari tiap item dianalisis secara univariat, kemudian data di
interpretasikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(𝑥) =∑ 𝑥
𝑁
Keterangan :
(𝑥) :Nilai rata-rata
∑ 𝑥 :Hasil penjumlahan nilai observasi
N : jumlah observasi mean
Selanjutnya hasil skor total responden dibandingkan dengan (𝑥), dengan skor
mean di interpretasikan sebagai berikut :
𝑥 ≥ mean = positif
𝑥 < mean = negatif
Azwar (2009) dalam Wolagole (2012).
24
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Penerimaan Jenis Kelamin anak
Depresi Postpartum
Ibu -ibu Postpartum
Perubahan
Psikologis
Fase Taking In
FaseTaking
Hold
Fase Letting Go
Tidak mampu
beradaptasi
Mampu
beradaptasi
Depresi (+)
Depresi (-)
25
D. Defenisi Operasional
Dalam penelitian ini defenisi operasionl variabel penelitian adalah
sebagaimana yang tampak pada tabel berikut ini :
No Variabel Defenisi
Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
Variabel Independen
1 Penerimaan Jenis kelamin
Kemampuan ibu postpartum dalam menyadari, mengakui dan menerima bayi baru lahir yang yang berjenis kelamin perempuan.
Kuesioner dengan metode skala likert modifikasi. Jumlah pertanyaan 15
Positif = x ≥15 Negatif= x<15
Ordinal
Variabel Dependen
2 Depresi post partum
Perubahan emosional dan suasana hati yang dialami setelah melahirkan ditandai dengan gangguan perasaan, kehilangan minat, perasaan tidak berguna, harga diri rendah, gangguan tidur dan nafsu makan dan tidak dapat berkonsentrasi yang berlangsung mulai dari minggu ke 4 sampai dengan minggu ke 6 setelah postpartum.
Kuesioner terjemahan EPDS:10 pertanyan dengan scoring 0-3 setiap pertanyaan.
<10 = depresi ≤10 = tidak depresi
Ordinal
Tabel 2.1. Defenisi Operasional
26
E. Hipotesis
Ada hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi
postpartum pada suku Batak Toba.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional untuk menilai apakah depresi postpartum dipengaruhi oleh penerimaan
jenis kelamin anak.Menurut Notoadmodjo (2012) Cross SectionaI ialah suatu
penelitian untuk mempelajarai dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (Point time approach).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
B.1Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Namorambe.
B.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan juli tahun 2018.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
C.1. Populasi
Populasi adalah seluruh subyek penelitian atau obyek penelitian dengan
karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu postpartum yang melahirkan secara normal atau pervaginam tanpa
tindakan khusus pada bulan Maret-Mei tahun 2018 di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe.
28
C.2. Besarnya Sampel
Besarnya sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus estimasi
proporsi dengan presisi mutlak:
𝑛 =𝑍1−𝑎 2 ⁄
2 𝑃(1 − 𝑃)
𝑑2
P = Etimasi Proposi
d = Simpangan mutlak
𝑍1−𝑎 2 ⁄2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan tertentu
Asumsi desain : populasi tak terbatas dan sampel SRS.
𝑛 =1,642 × 0,27(1 − 0,27)
0,12= 53
Koreksi besar sampel untuk antisipasi DropOut, Loss to Follow, atau subjek yang
tidak diperkirakan dropout 10%.
Maka besarnya sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
𝑛′ =𝑛
(1 − 𝑓)
𝑛′ = besar sampel untuk antisipasi
f = perkiraan proporsi droupout
jadi besarnya sampel adalah :
𝑛′ =53
(1 − 0,1)
= 58,88
= 59
C.3 Sampel
Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah accidental sampling.
Seluruh ibu postpartum yang melahirkan secara normal atau pervaginam tanpa
tindakan khusus di wilayah kerja Puskesmas Namorambe yang memenuhi
kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu pasca melahirkan anak II,III,IV, atau lebih
b. Persalinan pada kehamilan aterm ( ≥ 37 minggu) dengan partus
pervaginam tanpa tindakan khusus.
c. Bayi lahir hidup dan tidak cacat
29
d. Berusia ≥ 20 tahun
e. Kehamilan diinginkan
f. Suku Batak Toba
g. Belum memiliki anak laki-laki atau hanya memiliki anak perempuan
h. Kooperatif dan mau mengisi kuesioner.
2. Kriteria eksklusi
a. Ibu postpartum dengan riwayat gangguan psikiatrik sebelum mengikuti
penelitian.
b. Tidak bersedia menjadi responden penelitian.
D. Jenis dan cara pengumpulan data
D.1. Data primer
Data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti menggunakan kuesioner.
Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner karakteristik responden
yang memuat 5 pertanyaan yang terdiri dari usia ibu, Pendidikan,
pekerjaan, paritas dan suku.
D.2. Data Sekunder
Data yang diperoleh melalui dokumen pencatatan dan pelaporan
Puskesmas Namorambe.
D.3. Cara Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut :
Pengumpulan data diawali dari data sekunder yaitu dengan melihat jadwal
kunjungan posyandu bulanan setiap desa diwilayah kerja Puskesmas
Namorambe. Posyandu dilaksanakan setiap bulannya pada tanggal:
3 dan 4 di Ujung Labuhan, 8 dan 9 di Batu Penjemuran, 10 di Namorambe, 11 di
Tangkahan, 15 di Namombelin, 17 di Kuta Tengah, 19 dan 20 di sawit Rejo,
22 dan 23 di Deli Tua. Setelah itu peneliti melakukan pengumpulan data primer
dengan mengunjungi kegiatan posyandu sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan 3 (tiga) tahap. Tahap I data
dikumpulkan dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner yang
disusun berdasarkan variabel penelitian. Terdiri dari 5 Pertanyaan yaitu usia ibu,
pendidikan, pekerjaan,paritas dan suku. Setelah itu data diolah dan disesuaikan
30
dengan kriteria inklusi peneliti. Peneliti memperkenalkan diri kepada ibu-ibu yang
memenuhi kriteria inklusi, lalu menjelaskan tujuan penelitian dan meminta
kesedian ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setelah bersedia menjadi
responden penelitian, peneliti menyerahkan Informed Consent sebagai bukti
bahwa ibu bersedia dan turu berpartisipasi dalam penelitian.
Tahap II dari pengumpulan data primer adalah dengan melakukan
wawancara terstruktur dengan bentuk pertanyaan tertutup, artinya jawaban
sudah disediakan. Kuesioner ini terdiri dari 15 Pernyataan tentang penerimaan
jenis kelamin anak. Pembuatan kuesioner di dasarkan pada aspek-aspek
penerimaan diri Berger dan Philips dan sudah teruji validitas dan reabilitasnya,
hasil analisis data akan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu positif dan
negatif.
Tahap III data dikumpulkan dengan melakukan wawancara terstruktur dan
dalam bentuk pernyataan tertutup artinya jawaban sudah disediakan.Kuesioner
yang digunakan adalah EPDS untuk mengukur depresi postpartum yang terdiri
dari 10 butir soalyang sudah teruji validitasnya hasil analisis data akan
dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu depresi dan tidak depresi. Setelah data
terkumpul, peneliti melakukan analisis terhadap data.tahap ke-III.Seluruh
pengumpulan data, baik pada tahap I, II dan III dilakukan oleh peneliti langsung.
E. Alat Ukur/Instrumen
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 1 jenis instrument
yakni kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk wawancara terdiri dari:
1. Pengukuran penerimaan jenis kelamin anak
Kuesionerpenerimaan jenis kelamin anak dibuat berdasarkan
aspek-aspek penerimaan diri Berger dan Philips (1952) dalam
Setyaningsih (2013). Berger dan Philips memilki 4 aspek penerimaan
diri tetapi pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan 3 aspek
karena salah satu aspek tidak sesuai dengan kebutuhan peneliti yaitu
aspek bertanggung jawab, ketiga aspek yang digunakan yaitu aspek
penilaian yang realistis, memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri
sendiri dan memilki kemampuan mengahadapi kehidupan. Kisi-kisi skala
penerimaan diri dapat dilihat pada lampiran .
31
2. Pengukuran depresi postpartum
EPDS dikembangkan oleh Cox, Holden dan Sagovsky sejak tahun 1987.
EPDS dipilih sebagai instrument pada penelitian ini karena hasil
penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa instrument tersebut telah teruji
dan diakui validitas dan reabilitasnya.
F. Uji Validitas dan Reabilitas
Penelitian yang bermutu tergantung dari baik tidaknya instrument yang
digunakan untuk pengumpulan data. Instrument yang baik harus memenuhi
dua persyaratan yaitu valid dan reliabel maka dalam penelitian ini dilakukan
uji coba instrument. Notoadmodjo (2012) menyatakan untuk uji coba
instrument digunakan sekitar 20 orang.Jumlah 20 orang dapat memberikan
distribusi skor (nilai) mendekati kurva normal.Subjek uji coba instrument
yang dipakai berjumlah 20 orang ibu postpartum yang sesuai dengan
kriteria inklusi peneliti diwilayah kerja Puskesmas Tuntungan.Subjek uji
coba ini tidak terhitung dalam subjek penelitian.Prosedur pengambilan
subjek uji coba instrument dilakukan dengan menemui ibu postpartum saat
dilakukannya posyandu. Setelah itu, ibu postpartum yang sesuai dengan
kriteria inklusi diberikan kuesioner.
F.1. Uji Validitas
Kuesioner (Penerimaan Jenis Kelamin anak)
Validitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik
pengujian validitas isi, karena instrument penelitian disusun berlandaskan
teori yang relevan dan dirancang menggunakan kisi-kisi instrument dan
diujicobakan dengan menggunakan analisis butir. Validitas digunakan
dengan mengkorelasikan antara skor tiap item dengan skor total. Teknik uji
validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment
dari Pearson. Kemudian, perhitungannya dibantu dengan menggunakan
SPSS for Windows 20.00 Version. Item-item soal yang dikatakan sahih
apabila memiliki koefisen korelasi rhitung≥ rtabel dengan taraf signifikansi 5%.
Apabila koefisien validitas itu kurang dari r hitung maka dianggap sebagai
item yang tidak memuaskan.
32
Pada skala penerimaan jenis kelamin anak didapatkan 15 item yang
valid dari 20 item yang diuji cobakan dengan koefisien item total valid
bergerak dari 0,457 sampai 0,806. Ada 5 item yang dinyatakan tidak valid
yaitu item pernyataan nomor 10,15,17,19,20.
Dari hasil uji validitas ternyata butir-butir instrumen yang valid masih
mewakili dari masing-masing indikator yang ada, sehingga instrumen
tersebut masih bisa digunakan untuk mengambil data
penelitian.Selanjutnya, butir-butir soal yang tidak valid dihapus dan tidak
digunakan dalam penelitian. Butir penyataan yang gugur telah digaris
bawahi dan dicetak tebal, serta kisi-kisi skala setelah uji coba yang dapat
dilihat pada lampiran.
F.2 Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan teknik alpha
croncbach dengan bantuan SPSS karena instrument menggunakan
jawaban berskala interval. Instrument memiliki tingkat reliabilitas yang
tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh > 0,6 (Notoadmojo, 2012).Dalam
penelitian ini, setelah item-item yang tidak valid direduksi maka dapat
diperoleh reabilitas pada skala penerimaan jenis kelamin anak adalah
0,891.
33
G. Prosedur Penelitian
Gambar 3.1
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
Survey Pendahuluan
Ibu-Ibu Postpartum di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe
Kiteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Tidak Depresi Depresi
Analisis
Kuesioner EPDS
Kuesioner Penerimaan
jenis kelamin anak
Positif Negatif
34
H. Pengolahan dan Analisis Data
H.2. Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diproses dengan pengolahan data yang
meliputi : (Sugiyono, 2014).
a. Editing
Bertujuan untuk memeriksa kelengkapan data dan konsistensi jawaban
pada kuesioner. Editing dilakukan secara langsung pada saat wawancara
sehingga apabila terjadi kekuranganbisa langsung diperbaiki.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan.Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu,
penerimaan jenis kelamin anak diberikan kode “0” untuk penerimaan positif
dan “1” untuk penerimaan negatif sedangkan depresi postpartum kode “0”
diberikan untuk responden yang depresi dan kode “1” diberikan kepada
responden yang tidak mengalami depresi.
Kegiatan memasukkan data yang diberi kode untuk mempermudah saat
menganalisis data.
c. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan apakah ada
kesalahan atau tidak.
H.2. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu:
1. Analisis satu variabel (Univariat)
Analisis univariat untuk menjelaskan setiap variabel (Notoadmojo,
2010). Analisis ini untuk menjelaskan variable independen yaitu
penerimaan jenis kelamin anak dan variabel dependen yaitu depresi
postpartum
2. Analisis dua variable (Bivariat)
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga memiliki
hubungan atau berkorelasi (Notoadmojo, 2010). Analisis ini digunakan
untuk melihat hubungan antara penerimaan jenis kelamin anak dengan
35
depresi postpartum. Analisis bivariat menggunakan uji statistic chi-
square.
I. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah sutau pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti dan
masyarakat yang memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut
(Notoadmojo, 2010).
Etika penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Informed consent
Informed Consent diberikan kepada responden yang ingin diteliti.
Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksud dan tujuan
penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika
subyek bersedia menjadi responden, maka harus menandatangani lembar
persetujuan menjadi responden. Jika subyek menolak menjadi responden,
maka penelitian tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
akanmencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data
(kuesioner) yang telah telah diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya
diberi kode tertentu.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan
peneliti sebagai hasil riset.
J. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan saat ini memilki keterbatasan, yaitu :
1. Adanya keterbatasan penelitian dalam menemukan sampel yaitu ibu-ibu
postpartum multipara yang hanya memilki anak perempuan saja.
2. Tenaga dan waktu yang kurang cukup dikarenakan masih banyak tugas
dan tanggung jawab peneliti selama dikampus.
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Namorambe terletak di Jl.Besar Namorambe
Ds.Kuta Tengah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara.Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang
terletak didaerah dataran rendah. Secara geografis wilayah kecamatan
Namorambe terletak pada 20 50’ Lintang Utara dan 98 50’ Bujur Timur.
Luas daerah kecamatan Namorambe adah 62,30 km2 atau 6230 hektar
yang terdiri dari 34 desa.
Adapun batas-batas wilayah administratif Kecamatan Namorambe
adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara :Kecamatan Medan Johor
2. Sebelah Selatan :Kecamatan Sibolangit
3. Sebelah Timur :Kecamatan Biru-Biru dan Kecamatan
Deli Tua
4. Sebelah Barat :Kecamatan Pancur Batu
37
A.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi : usia,
pendidikan, pekerjaan, suku dan paritas.
Untuk melihat karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 4.1 :
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden
di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018
No Variabel F %
a. Usia responden
1 2
20 – 35 tahun > 35 tahun
51 9
85 15
Total 60 100
1 2 3
b. Pendidikan responden SD & SMP SMA Perguruan Tinggi
22 36 2
36,7 60 3.3
Total 60 100
1 2
c. Pekerjaan responden Bekerja Tidak Bekerja
2 58
3,33 96,7
Total 60 100
1 2
d. Paritas Multipara Grandemultipara
58 2
96,7 3,33
Total 60 100
1
e. Suku Batak Toba
60
100
Total 60 100
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 60 responden ibu
postpartum, menunjukkan bahwa : distribusi responden berdasarkan
usia masih terdapat ibu postpartum yang berusia>35 tahun sebanyak 9
orang(15%); distribusi responden berdasarkan pendidikan, proporsi
terbesar adalah responden berpendidikan SMA sebesar 36 orang
(60%); distribusi responden berdasarkan pekerjaan, mayoritas
responden yang tidak bekerja sebesar 58 orang (96,7%); distribusi
responden berdasarkan paritas, terdapat responden grandemultipara
38
sebanyak 2 orang (3,33%); distribusi responden berdasarkan suku,
semua responden bersuku batak Toba (100%).
A.3 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari
variabel independen dan variabel dependen.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Mengenai Penerimaan Jenis Kelamin
Anak dan Depresi Postpartumdi Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018
No Variabel F %
1 2
a. Penerimaan jenis Kelamin Anak Positif Negatif
30 30
50 50
Total 60 100
1 2
b. Depresi Postpartum Depresi Tidak Depresi
50 10
83,4 16,6
Total 60 100
Melalui tabel diatas frekuensi responden mengenai penerimaan jenis
kelamin anak menunjukkan bahwa frekuensi responden yang menerima
(positif) dan yang tidak menerima (negatif) masing-masing berjumlah 30
orang (50%) dan dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas distribusi
frekuensi responden mengenai depresi postpartum yang mengalami
depresi postpartum yaitu sebanyak 50 orang (83,4%).
39
A.4 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat kemaknaan hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen yang dilakukan dengan uji
statistic chi-square (X2).
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Penerimaan Jenis Kelamin Anak
dengan Depresi Postpartumpada suku Batak Toba di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018
No Penerimaan
Jenis Kelamin
Anak
DepresiPostpartum
Total P
Value Depresi
Tidak Depresi
N % N % N %
1 2
Positif Negatif
22 28
36,7 46,7
8 2
13,3 3,3
30 30
50 50
0,038 Total 50 83,4 10 16,6 60 100
Hasil analisa hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan
depresi postpartum di wilayah kerja Puskesmas Tahun 2018 menunjukkan
hasil bahwa dari 60 responden, terdapat 22 responden (36,7%) dengan
penerimaan jenis kelamin yang positif dan terjadi depresi postpartum,
persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan responden yang
mengalami penerimaan jenis kelamin anak yang negatif dan terjadi depresi
postpartum yaitu yang berjumlah 28 responden (46,7%).
Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh p value= 0,038 lebih
kecil dari nilai ∝= 0,005 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi
postpartum.
40
B. Pembahasan
1. Penerimaan Jenis kelamin anak di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe Tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 60 responden,
ibu postpartum yang memiliki penerimaan jenis kelamin yang positif
memilki jumlah yang sama dengan ibu yang memilki penerimaan
jenis kelamin yang negatif sebanyak 30 orang (50%).
Penerimaan seorang perempuan terhadap jenis kelamin anak
yang dilahirkannya,akan direspon secara berbeda oleh masing
masingorang. Penerimaan jenis kelamin anak yang dilahirkannya
akan mempengaruhi tingkat perhargaan terhadap dirinya sendiri.
Penelitian katherine, et al menunjukkan bahwa jenis kelamin
anak mempengaruhi aspek psikologis ibu postpartum. Hasil
penelitian Nurrohmanningtyas (2008) menujukkan bahwa terdapat
hubungan antara jenis kelamin anak dengan pola pengasuhan
penerimaan-penolakan.Penerimaan jenis kelamin yang positif
ataupun negatif dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan orang
lain. Kondisi kultur budaya penduduk yang agraris/pedesaan,
dimana adanya budaya yang berkembang dikeluarga dengan jenis
kelamin bayi. Mertua dan orangtua sendiri mengharapkan kehadiran
bayi laki-laki karena dianggap lebih mudah dalam perawatannya
atau lebih banyak mendatangkan berkah (Rukiyah, 2010) tetapi
pada kenyataannya tak sesuai dengan harapan yang ada. Hal ini
akan memicu timbulnya penilaian diri yang rendah.
Hal serupa juga diungkapkan oleh McCarthy (Bell dan
Rushforth,2008), mengatakan bahwa, budaya memberikan
pengaruh yang besar dalam pembentukan diri seseorang. Hal ini
bisa terjadi karena adanya standar ideal darimasyarakat, Standar
masyarakat inilah yang membuat individuyang tidak sesuai dengan
harapan merasa rendah diri dan memilkipenilaian diri yang negatif.
Ibu yang memilki penerimaan jenis kelamin anak yang positif
dapat menerima dirinya sendiri dengan kondisi apapun, memilki
penghargaan yang tinggi terhadap dirinya sendiri serta memiliki
kemampuan menghadapi kehidupan, Berger&Philips dalam
(Setyaningsih, 2013).
41
Chaplin (2011) mengungkapkan bahwa penerimaan diri adalah
sikap yang pada dasarnya puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas
dan bakat-bakat sendiri serta pengetahuan-pengetahuan akan
keterbatasan sendiri.Penerimaan diri ini mengandaikan adanya
kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan
kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan
diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung.
Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan diri
haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi
satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang
sehat. Bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak
mustahil akan timbul kepribadian yang timpang, semakin
individu menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya
dan ia akan semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan
bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan mampu
menerima karakter-karakter alamiah dan tidak mengkritik sesuatu
yang tidak bisa diubah lagi. Penerimaan diri melibatkan
pemahaman diri, kesadaran yang realistis, memahami kekuatan
dan kelemahan seseorang. Sehingga menghasilkan perasaan
individu tentang dirinya, bahwa ia bernilai unik.
Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengolahan data
tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki penerimaan
negatif terhadap jenis kelamin anaknya lebih banyak mengalami
depresi postpartum. Penerimaan jenis kelamin anak cukup erat
kaitannya terhadap depresi postpartum, karena dengan adanya
sikap positif dalam menerima jenis kelamin anak yang dilahirkan
maka akan membentuk paradigma ibu pasca melahirkan sehingga
depresi postpartum dapat dihindari dengan menyadari bahwa di era
saat ini tidak terjadi adanya ketimpangan gender.
42
2. Depresi Postpartum di Wilayah Kerja Puskemas Namorambe
Tahun 2018.
Hasil penelitian memperlihatkan dari 60 responden ibu
postpartum, yang mengalami depresi postpartum di wilayah kerja
Puskesmas Namorambe didapatkan 50 orang (83,4%) dan yang
tidak mengalami depresi postpartum sebanyak 10 orang (16,4%).
Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa hasil penelitian
ini lebih besar dari pada apa yang disampaikan Joseffson et al yang
menyatakan bahwa Insiden depresi postpartum berkisar 10-34%.
Menurut WHO (2017) proporsi depresi postpartum sebanyak 19,8%
sedangkan di Indonesia tepatnya di RSDU dr.Pirngadi Medan
insiden depresi postpartum sebesar 54,55%.
Perubahan emosi persalinan yang menggambarkan bahwa
transisi menjadi ibu sebagai krisis hidup, pengalaman emosi
merupakan periode yang dapat meningkatkan sensitivitas.Fluktuasi
emosi positif dan negatif, dan beragamnya perubahan emosi,
selama hamil dan bersalin merupakan sumber pemicu stress
bahkan depresi. Depresi antenatal, depresi postpartum sangat
potensial terjadi jika perubahan emosi pada krisis perkembangan
tidak terselesaikan. Penyesuaian emosi yang aman pada setiap
tahapan, harus terselesaikan dengan baik agar dapat melangkah
pada tahapan berikutnya.
Faktor resiko terjadinya depresi postpartum diantaranya adalah
anggota keluarga yang menderita penyakit mental, kurangnya
dukungan sosial, kekhawatiran akan bayi yang dilahirkan, kesulitan
selama persalinan dan melahirkan, dan kehamilan yang tidak
diinginkan (Rukiyah, 2013). Pitt mengemukakan bahwa ada 4 faktor
penyebab timbulnya depresi postpartum yaitu faktor konstitusional
yang berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien
yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada
komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya, faktor fisik
yaitu perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan mental saat minggu ke 4 sampai dengan minggu ke 6
pasca melahirkan, perubahan hormone secara drastic juga
mempengaruhi keseimbangan. Faktor pskologis yaitu adanya
43
peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir
kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak, dan faktor
dukungan dari keluarga yang diartikan sebagai keberadaan,
kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan
(setiadi, 2008).
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi depresi
postpartum yaitu kehidupan sosial yang dipenuhioleh kultur/budaya.
Penduduk Namorambe yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe sebagian besar memilki tipe keluarga extended yang
mana dalam satu rumah masih ada penghuni lain seperti orang tua.
Keluarga merupakan salah sumber dukungan utama bagi ibu
selama masa nifas, tapi tidak jarang ibu mendapat tekanan dari
keluarganya.Tekanan tersebut dapat dialami ibu karena masih
lekatnya budaya yang berkembang dalam lingkungan keluarga
tersebut. Seperti hal adanya budaya patrilineal yang masih dianut
oleh beberapa masyarakat suku Batak Toba di Indonesia yang
menekankan bahwa keluarga batak yang tidak memiliki anak laki-
laki (napunu) akan merasa hidupnya hampa dan tidak jarang suami
suku batak Toba yang napunu mendapat desakan untuk memilki
istri lagi siahaan (2009). Hal ini menyebabkan istri suku batak Toba
merasa rendah diri dan tidak dapat membahagiakan suaminya.
Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengolahan data
tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengalami depresi
postpartum adalah rata-rata ibu yang grandemultipara. Hal tersebut
membuat ibu-ibu harus mampu mengurus anak-anaknya yang lain
dan mengurus rumah tangga, sehingga ibu merasa kewalahan
maka timbul depresi postpartum.
44
3. Hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan depresi
postpartum pada suku Batak Toba di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe Tahun 2018.
Hasil penelitian ini menunjukkan dari 30 orang ibu postpartum
yang memiliki penerimaan positif didapat 22 orang yang mengalami
depresi (36,7%) sedangkan ibu yang memiliki penerimaan negatif
dan mengalami depresi sebanyak 28 orang (46,7%). Hasil analisis
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara penerimaan jenis
kelamin anak dengan depresi postpartum pada suku batak toba di
wilayah kerja Puskesmas Namorambe dengan p value (0,038).
Sebagaimana menurut Gausia et al (2013) dalam Dira dan
Anak (2016) salah satu faktor predisposisi depresi postpartum
adalah melahirkan bayi dengan jenis kelamin perempuan.Hal ini
terjadi karena masih kuatnya pengaruh adat istiadat yang
ada.Secara tidak langsung budaya sangat mempengaruhi pola
kehidupan seseorang.Budaya dianggap menjadi pedoman
kehidupan seseorang untuk menjalani aktivitas sehari-hari, hingga
banyak orang yang masih menerapkan beberapa kebudayaan
dalam keluarganya, seperti halnya beberapa keluarga suku batak
toba yang masih memegang prinsip keturunan patrilineal yaitu
menarik garis keturunan laki-laki.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Anna
(2016) tentang penerimaan diri pasangan suku batak Toba yang
tidak memiliki anak laki-laki di Yogyakarta mengungkapkan bahwa
pasangan suku batak toba memiliki penerimaan diri yang negatif
atas keadaan keluarganya yang tidak memiliki anak laki-laki.
Penelitian ini sesuai dengan prinsip keturunan batak toba yang
diungkapkan oleh Gultom (2010) yang mengatakan bahwa anak
laki-laki memegang peranan penting dalam kelanjutan generasi
artinya apabila seseorang tidak mempunyai anak laki-laki dapat
dianggap napunu karena tidak dapat melanjutkan silsilah ayahnya
dan tidak akan pernah lagi diperhitungkan dalam silsilah. Sebagai
pertanda dari prinsip keturanan batak Toba adalah marga. Marga
adalah asal-mula nenek moyang yang terus dipakai dibelakang
nama, marga dalam sebuah keluarga batak toba akan diteruskan
45
oleh anak laki-laki (siboan goar). Hal inilah yang menyebabkan
keluarga batak toba sangat mendambakan kelahiran seorang anak
laki-laki, Irianto dalam Anna (2016).
Keadaan inilah yang tak jarang mengakibatkan seorang suami
suku batak toba yang napunu tidak jarang mendapat desakan untuk
memiliki istri lagi (bigami). Hal tersebut bertujuan untuk
mendapatkan keturunan laki-laki dalam upaya meneruskan
keturunan (Siahaan, 2009). Cara lainnya untuk mendapatkan anak
ialah menceraikan istri pertama lalu menikah lagi.
Selain itu tekanan dari keluarga terkhusunya mertua menjadi
faktor yang signifikan sebagai penyebab seorang ibu postpartum
pada suku batak toba memilki penilaian yang rendah terhadap
dirinya sendiri.Adanya penolakan dari dalam diri atas kelahiran anak
yang jenis kelaminnya tidak sesuai dengan harapan menjadikan ibu
postpartum merasa tidak mampu mengurus anaknya sendiri.
Penilaian diri seperti merasa tidak dihargai, membandingkan diri
sendiri dengan orang lain juga ikut dirasakan oleh ibu postpartum.
Beberapa hal ini akan mengakibatkan rusaknya hubungan
emosional dan komunikasi yang kurang yang dapat pula
mengakibatkan ibu-ibu postpartum kemungkinan mengalami
gangguan afek atau mood. Selain itu akan timbul rasa kekecewaan
pada ibu postpartum karena kenyataan yang tak sesuai dengan
harapan dan akan memicu terjadinya depresi postpartum.
Diperkirakan juga terdapat faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya depresi postpartum karena masih
ditemukannya ibu yang memilki penerimaan positif terhadap jenis
kelamin yang mengalami depresi, hal ini mungkin dikarenakan
adanya karakteristik responden yang melekat pada diri responden.
Menurut penelitian yang dilakukan Gausia, et al di Bangladesh
dikatakan bahwa faktor resiko depresi postpartumadalah faktor
sosiodemografi dan faktor obsetri. Faktor sosiodemografi meliputi:
Umuribu yang lebih dari 35 tahun, Ibu yang tingkat pendidikannya
kurang dari lima tahun sedangkan faktor obsetri yaitu paritas.
Hasil ini diperoleh dari data karakteristik responden bahwa ibu
yang berumur > 35 tahun, diperoleh 100% mengalami depresi
46
postpartum.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuliani dan Irawati (2013) menyatakan bahwa kejadian depresi
postpartum lebih banyak dialami oleh wanita yang berusia < 20
tahun dan > 35 tahun. Usia yang beresiko tinggi dalam kehamilan
dan persalinan yaitu <20 tahun dan >35 tahun mempunyai
kemungkinan 4,038 kali mengalami depresi postpartum.
Terdapat ibu postpartum yang masih berpendidikan
SD&SMP.Depresi postpartum bisa terjadi dikarenakan minimnya
informasi yang didapat dari lingkungan sekitarnya dan lingkungan
pergaulannya. Pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara
berpikir dan cara pandang terhadap diri dan lingkungannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Reid dan Oliver didapatkan bahwa
yang mengalami depresi postpartum yaitu yang berpendidikan
dibawah SMA yang berpengaruh terhadap kurangnya informasi
yang didapat oleh responden.Faktor pendukung ini sesuai dengan
faktor resiko yang diperoleh dari penelitian Gausia, et al.
Berdasarkan pekerjaan sebagian besar responden tidak
bekerja atau berstatus ibu rumah tangga 58 orang (96,7%). Dari
sampel penelitian semua ibu yang tidak bekerja atau berstatus ibu
rumah tangga (100%) mengalami depresi postpartum. Hal ini sesuai
dengan penelitian Soep (2009) yang menunjukkan bahwa sebagian
besar (63%) ibu postpartum sebagai ibu rumah tangga dan
penelitian Putri (2016) menunjukkan bahwa sebagian besar (80%)
ibu postpartum berstatus sebagai ibu rumah tangga. Pada ibu
rumah tangga yang mengurusi semua urusan rumah tangga sendiri,
kemungkinan mempunyai tekanan terhadap tanggung jawabnya
sebagai istri maupun seorang ibu (Amarbawati, 2008).Ibu yang
hanya bekerja dirumah mengurus anak-anak dapat mengalamai
keadaan krisis situasi dan mengalami gangguan perasaan/blues
yang disebabkan karena rasa lelah dan letih yang dirasakan.Wanita
yang tidak bekerja cenderung disebabkan karena pendidikan yang
rendah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Oppo et al
(2009) yang menyebutkan mayoritas ibu postpartum di Northeast
Roma memilki pekerjaan (82,8%) dan penelitian yang dilakukan
Anoraga (2008) mengemukakan bahwa wanita pekerja lebih banyak
47
akan kembali pada rutinitas bekerja setelah melahirkan cenderung
memilki peran ganda yang menimbulkan gangguan emosional.
Wanita yang bekerja dapat mengalami depresi postpartum karena
adanya konflik peran ganda, merasa mempunyai tanggung jawab
yang lebih besar dalam rumah tangga yaitu sebagai istri dan
seorang ibu yang juga memilki tanggung jawab dalam urusan
pekerjaaan.
Pada penelitian ini peneliti mengambil 60 sampel ibu
postpartum yang dibagi dalam dua kategori yaitu multipara dan
grandemultipara. Dari tabel 4.1 menunjukkan data bahwa mayoritas
responden merupakan multipara yaitu 58 orang (96,7%). Hal ini
sejalan dengan penelitian Mardiah (2008) bahwa depresi
postpartum banyak terjadi pada responden dengan paritas 2-4 dan
pnelitian lain menyebutkan bahwa proporsi ibu postpartum yang
mengalami depresi 44% terjadi pada ibu multipara (Khairunisa,
2012). Menurut Siwi (2015), paritas adalah keadaan wanita
berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Ibu multipara rentan
dengan gangguan depresi pasca persalinan hal ini disebabkan
karena ibu multipara memilki tanggung jawab yang lebih banyak
seperti pekerjaan rumah tangga terhadap anak sebelumnya. Pada
kehamilan selanjutnya akan menyebabkan beban tersendiri dan
menjadi faktor resiko depresi postpartum (Wijayani, dkk 2013).
Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengolahan
data tersebut menunjukkan bahwa responden yang memilki
penerimaan jenis kelamin positif dan mengalami depresi adalah
rata-rata ibu yang berusia> 35 tahun, berpendidikan SD&SMP, tidak
bekerja dan memiliki paritas mutipara.Karakteristik-karakteristik
tersebut secara tidak sadar memempengaruhi ibu dalam mengelola
kehidupan sehari-harinya sehingga menimbulkan depresi
postpartum.
48
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya sampai pembahasan hasil
peneltian, dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah
dilakukan seperti penjelasan berikut ini.
A. Simpulan
1. Distribusi penerimaan jenis kelamin anak yang positif maupun negatif
di wilayah kerja Puskesmas Namorambe Tahun 2018 masing-masing
sebesar 50 %.
2. Proporsi kejadian depresi postpartum di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe Tahun 2018 sebesar 83,4 %.
3. Ada hubungan penerimaan jenis kelamin anak dengan kejadian
depresi postpartum pada suku batak toba di wilayah kerja Puskesmas
Namorambe Tahun 2018 dengan p=0,038.
B. Saran
Terkait dengan hasil kesimpulan penelitian diatas, ada beberapa hal yang
dapat disarankan demi keperluan pengembangan dari hasil penelitian ini
terhadapa upaya pencegahan depresi postpartum pada ibu postpartum suku
batak toba.
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan para petugas kesehatan khusunya bidan-bidan
di Puskesmas Namorambe dapat memberikan informasi tentang
kesehatan untuk mencegah depresi postpartum yang diberikan pada
saat penyuluhan kelas ibu hamil dan juga dapat memberikan
perawatan kesehatan khusunya tentang perawatan ibu postpartum.
2. Bagi Institusi
- Memperbanyak penyediaan sumber jurnal maupun buku-buku
yang berkaitan dengan depresi postpartum.
- Meningkatkan layanan jaringan internet di area kampus untuk
mempermudah mahasiswa memperoleh informasi untuk
mendukung proses penelitian yang hanya dapat diakses secara
online.
DAFTAR PUSTAKA
Anna. V. 2016. Penerimaan Diri Pasangan Suku Batak Toba yang Tidak MEmiliki anak Laki-laki. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Sanat Dharma. Yogyakarta.
Arfian, Soffin. 2012. Babby Blues mengenali penyebabnya, mengtahui gejala dan mengatisipasinya. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakttik. Jakarta: Rineka Cipta.
Bell, Lorraine dan Rushforth, Jenny. (2008). Overcoming Body Image Distrubance: A Progran for People with Eating Disorder. New York:Routledge.
Chaplin, J. P. (2011). Kamus lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dira, K.P.A dan A.A.S. Wahyuni. 2016. Prevalensi dan Faktor Depresi Postpartum di Kota Denpasar Menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale. E-Jurnal Medika Vol 5 No.7: ISSN: 2303-1395.
Elvira, S.D. 2009. Depresi Pasca Persalinan. Jakarta: FK UI
Fitriana. 2011. Usia dan paritas dengan depresi postpartum di RSUD Bangil Pasuruan. http://jurnalnasional.ump.ac.id/indexphp/mediasains/article/view (di akses tanggal 15 Juli 2018).
Gausia K., Fisher C., Ali M., Oosthuizen J. Magnitude and contributory factors of postnatal depression: a community-based cohort study from rural subdistrict of Bangladesh. Psychological medicine. 2009; 39:999-1007.
Hutagaol, E.T. 2010. Efektivitas Intervensi Edukasi pada Depresi Pospartum. Tesis. Program Pacsa Sarjana FIK.UI. Jakarta.
Kurniasari, D., Astuti, Y.A. 2015. Hubungan Antara Karakteristik Ibu, Kondisi Bayi, dan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues pada Ibu dengan Persalinan Caesar di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Holistik Vol.9, No 3:115-125.
Kusumastuti, Astuti, D.P, Hendriyati, S. 2015. Hubungan Karakteristik Individu dengan Depresi Postpartum pada Ibu Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen. Jurnal Involusi Kebidanan Vol.5 No.9.
Mansur, H. 2014. Psikologi Ibu dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Maritalia, Dewi. 2017. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Pasa Masa Nifas “Puerperium Care”. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Manurung, S. 2008. Efektifitas Terapi Musik terhadap Pencegahan Postpartum Blues pada Ibu Primipara di Ruang Kebidanan di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat. Tesis. Program Pasca Sarjana FIk Universitas Indonesia. Jakarta.
Nazara, Y. 2009. Efektivitas Psikoedukasi terhadap Pencegahan Depresi Pascasalin di Pelayanan Kesehatan Kabupaten Nias. Jurnal Kedokteran 33-4:216-23.
,2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurjanah, Siti. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung: PT. Refika Aditama.
Nurrohmanningtyas. 2008. Hubungan Pola asuh penerimaan-penolakan dengan jenis kelamin anak. Tesis. Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rukiyah, A.Y dan L.Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta: TIM.
, Maemunah, L.Susilawati. 2013. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta : TIM.
Sankeyta, Y. 2013. Proses Penerimaan DIri Ayah Terhadap Anak Yang Mengalami Down Syndrome. Jurnal Psikologi.
Sari, L.S. (2009). Sindroma Depresi Pasca Persalinan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tesis. FK Universitas Sumatera Utara. Medan.
Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan. Jakarta: Nuha Medika.
Setyaningsih, C,B. 2013. Hubungan Antara Citra Tubuh (Body Image) dengan Penerimaan Diri pada Remaja Putri Kelas VIII di SMPN Yogyakarta. Skrispsi. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Siahaan, E.I. (2009). Harga Diri Bapak Toba yang napunu. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soep. 2009. Pengaruh Intervensi Psikoedukasi dalam Mengatasi Depresi Postpartum di RSU.Dr.Pirngadi Medan. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sugiyono. 2015. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
WHO. 2017. Maternal Moratlity. http://www.who.int/mediacentre/. (diakses pada tanggal 18 Desember 2017).
Wijayanti K, Wijayanti FA, Nuryanti E. 2013. Gambaran Faktor-faktor Resiko Postpartum Blues di Wilayah Kerja Puskesmas Blora. Jurnal Kebidanan. Vol.2 No.5
Wolagole. L. 2012. Gambaran Pengetahuan dan Sikap dalam Mengontrol Kekambuhan Asma pada Pasien Asma Bronkial Rawat Jalan Rumah Sakit
Paru dr.Ario Wirawan Salatiga. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Yuliani, F. & Irawati, D. (2013). Pengaruh faktor psikososial terhadap terjadinya postpartum blues pada ibu nifas (Studi di Ruang nifas RSUD R.A Bosoeni Mojokerto).
Lampiran 4. Kisi-Kisi dan Kuesioner Skala Penerimaan Jenis Kelamin anak sebelum uji
coba
KISI-KISI SKALA PENERIMAAN JENIS KELAMIN ANAK
No Aspek Indikator No Item
∑ 𝒊𝒕𝒆𝒎 F U
1 Penilaian yang
realistis
Cara pandang individu
terhadap dirinya sendiri
1,11 6,8,10 5
2 Memiliki
penghargaan
yang tinggi
terhadap diri
sendiri
Memandang dirinya secara
positif baik secara fisik dan
kehidupan yang dimiliki serta
tidak membandingkan diri
sendiri dengan orang lain.
2,7,20 5,9,13,
14
7
3 Memiliki
kemampuan
mengahadapi
kehidupan
Yakin bahwa dirinya mampu
mengurus anaknya
3,16 4,12,15
,17,18
19
8
Total 7 13 20
Ket :
F ( Favourabel)
UF (Unfavourabel)
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET
Pada halaman berikut ini terdapat sejumlah penyataan yang harus ibu-ibu tanggapi.
Untuk menananggapi pernyataan-pernyataan tersebut, ibu-ibu cukup memberikan tanda centang
(√) pada kolom jawaban yang telah tersedia. Perlu ibu-ibu ketahui bahwa jawaban dari
pernyataan tersebut tidak ada yang salah atau benar. Selain itu, jawaban dari setiap pernyataan-
pernyataan ini tidak akan diketahui oleh orang lain, jadi, saya mohon untuk diisi semua sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya. Ada empat alternatif jawaban yang harus dipilih, yaitu :
SS : Sangat Sesuai
S : Sesuai
TS : Tidak Sesuai
STS : Sangat Tidak Sesuai
Contoh :
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya menyukai diri saya √
Atas kerjasama ibu-ibu, saya ucapakan terimakasih. Setiap jawaban yang diberikan
merupakan bantuan yang tidak terhingga bagi saya. Selamat mengerjakan dan semoga mendapat
imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
SKALA PENERIMAAN JENIS KELAMIN ANAK
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya merasa bangga dengan diri saya sendiri walaupun hanya
melahirkan anak perempuan saja
2. Saya memiliki derajat yang sama dengan wanita yang
memiliki anak laki-laki
3. Saya mampu mengurus sendiri anak perempuan saya dengan
baik
4. Saya merasa membutuhkan orang lain untuk membantu saya
mengurus anak saya jika anak saya laki-laki
5. Saya merasa rendah diri karena saya tidak memiliki anak laki-
laki
6. Saya merasa tidak seberuntung wanita yang dapat melahirkan
anak laki-laki
7. Saya memiliki ikatan yang lebih kuat dengan anak perempuan
saya
8. Saya merasa ASI saya tidak cukup jika anak saya laki-laki
9. Saya merasa iri dengan wanita yang memilki anak laki-laki
10. Saya merasa tidak bisa membahagiakan suami saya
11. Saya bersyukur atas anak-anak yang diberikan Tuhan kepada
saya.
12. Saya membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
beristirahat jika anak saya laki-laki
13. Saya merasa tidak dihargai oleh mertua saya karena tidak
memiliki anak laki-laki
14. Saya merasa gairah seks menurun setelah melairkan anak
perempuan
15. Saya merasa kesulitan dalam merawat anak perempuan saya
16. Saya merasa senang saat merawat anak perempuan saya
17. Saya mau menggunakan alat kontrasepsi jjika anak saya laki-
laki
18. Saya merasa ditolak dilingkungan sekitar saya karena saya
hanya memilki anak perempuan
19. Saya merasa kelelahan setelah mengurus anak perempuan
saya
20. Saya merasa nafsu makan saya bertambah setelah melahirkan
anak perempuan
SCALE PENERIMAAN JENIS KELAMIN ANAK
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Butir Soal 31.90 40.832 .765 .852
Butir Soal 32.15 38.450 .717 .853
Butir Soal 31.75 44.197 .523 .863
Butir Soal 32.40 42.358 .524 .862
Butir Soal 32.55 44.682 .380 .867
Butir Soal 32.60 41.726 .616 .858
Butir Soal 32.00 41.368 .604 .859
Butir Soal 31.25 45.250 .420 .866
Butir Soal 32.25 42.513 .605 .859
Butir Soal 30.85 47.292 .157 .872
Butir Soal 31.60 44.463 .532 .863
Butir Soal 32.30 43.800 .665 .860
Butir Soal 32.20 43.221 .409 .868
Butir Soal 32.00 41.684 .717 .855
Butir Soal 32.50 46.158 .231 .872
Butir Soal 32.10 43.253 .594 .860
Butir Soal 32.00 47.474 .094 .875
Butir Soal 32.55 44.787 .440 .865
Butir Soal 31.15 45.924 .310 .869
Butir Soal 31.25 49.145 -.149 .881
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.870 20
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Lampiran 5. Kisi-Kisi dan Kuesioner Skala Penerimaan Jenis Kelamin anak setelah
uji coba
KISI-KISI SKALA PENERIMAAN DIRI
No Aspek Indikator No Item
∑ 𝒊𝒕𝒆𝒎 Favourable Unfavourable
1 Penilaian yang
realistis
Cara pandang individu
terhadap dirinya sendiri
1,11 6,8 ,10 4
2 Memiliki
penghargaan
yang tinggi
terhadap diri
sendiri
Memandang dirinya
secara positif baik
secara fisik dan
kehidupan yang
dimiliki serta tidak
membandingkan diri
sendiri dengan orang
lain.
2,7,20 5,9,13,14 6
3 Memiliki
kemampuan
mengahadapi
kehidupan
Yakin bahwa dirinya
mampu mengurus
anaknya
3,16 4,12,15,17,18
19
5
Total 6 9 15
SKALA PENERIMAAN JENIS KELAMIN ANAK
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya merasa bangga dengan diri saya sendiri
walaupun hanya melahirkan anak perempuan saja
2. Saya memiliki derajat yang sama dengan wanita
yang memiliki anak laki-laki
3. Saya mampu mengurus sendiri anak perempuan
saya dengan baik
4. Saya merasa membutuhkan orang lain untuk
membantu saya mengurus anak saya jika anak
saya laki-laki
5. Saya merasa rendah diri karena saya tidak
memiliki anak laki-laki
6. Saya merasa tidak seberuntung wanita yang dapat
melahirkan anak laki-laki
7. Saya memiliki ikatan yang lebih kuat dengan
anak perempuan saya
8. Saya merasa iri dengan wanita yang memilki
anak laki-laki
9. Saya bersyukur atas anak-anak yang diberikan
Tuhan kepada saya.
10. Saya membutuhkan waktu yang lebih banyak
untuk beristirahat jika anak saya laki-laki
11. Saya merasa tidak dihargai oleh mertua saya
karena tidak memiliki anak laki-laki
12. Saya merasa gairah seks menurun setelah
melairkan anak perempuan
13. Saya merasa ASI saya tidak cukup jika anak saya
laki-laki
14. Saya merasa senang saat merawat anak
perempuan saya
15. Saya merasa ditolak dilingkungan sekitar saya
karena saya hanya memilki anak perempuan
Lampiran 6. Kuesioner Skala EPDS
Petunjuk kuesioner
1. Bacalah setiap pernyataan dengan seksama dan jawab sesuai dengan
kondisi anda saat ini.
2. Jumlah pernyataan dalam EPDS ada 10 item.
3. Ada empat jawaban alternatif yang akan diteliti
Sebagaimana kehamilan atau proses persalinan yang baru saja anda alami, kami
ingin mengetahui bagaimana perasaan anda saat ini. Mohon memilih jawaban
yang paling mendekati keadaan perasaan anda DALAM 7 HARI TERAKHIR,
bukan hanya perasaan anda hari ini.
Dibawah ini ialah contoh pertanyaan yang telah disertai oleh jawabannya.
Saya merasa bahagia:
Ya, setiap saat
Ya, hampir setiap saat
Tidak, tidak terlalu sering
Tidak pernah sama sekali
Arti jawaban diatas ialah: “saya merasa bahagia di hampir setiap saat” dalam satu
minggu terakhir ini. Mohon dilengkapi pertanyaan lain dibawah ini dengan cara
yang sama.
Dalam 7 hari terakhir:
1. Saya mampu tertawa dan merasakan hal-hal yang menyenangkan:
Sebanyak yang saya bisa
Tidak terlalu banyak
Tidak banyak
Tidak sama sekali
2. Saya melihat segala sesuatunya kedepan sangat menyenangkan
Sebanyak sebelumnya
Agak sedikit kurang dibandingkan dengan sebelumnya
Kurang dibandingkan dengan sebelumnya
Tidak pernah sama sekali
3. * Saya menyalahkan diri saya sendiri saat sesuatu terjadi tidak sebagaimana
mestinya
Ya, setiap saat
Ya, kadang-kadang
Tidak terlalu sering
Tidak pernah sama sekali
4. Saya merasa cemas atau merasa kuatir tanpa alasan yang jelas
Tidak pernah sama sekali
Jarang-jarang
Ya, kadang-kadang
Ya, sering sekali
5. * Saya merasa takut atau panik tanpa alasan yang jelas
Ya, cukup sering
Ya, kadang-kadang
Tidak terlalu sering
Tidak pernah sama sekali
6. * Segala sesuatunya terasa sulit untuk dikerjakan
Ya, hampir setiap saat saya tidak mampu menanganinya
Ya, kadang-kadang saya tidak mampu menangani seperti biasanya
Tidak terlalu, sebagian besar berhasil saya tangani
Tidak pernah, saya mampu mengerjakan segala sesuatu dengan baik
7. * Saya merasa tidak bahagia sehingga mengalami kesulitan untuk tidur
Ya, setiap saat
Ya, kadang-kadang
Tidak terlalu sering
Tidak pernah sama sekali
8. * Saya merasa sedih dan merasa diri saya menyedihkan
Ya, setiap saat
Ya, cukup sering
Tidak terlalu sering
Tidak pernah sama sekali
9. * Saya merasa tidak bahagia sehingga menyebabkan saya menangis
Ya, setiap saat
Ya, cukup sering
Disaat tertentu saja
Tidak pernah sama sekali
10. *Muncul pikiran untuk menyakiti diri saya sendiri
Ya, cukup sering
Kadang-kadang
Jarang sekali
Tidak pernah sama sekali