selektivitas herbisida

44
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA “SELEKTIVITAS HERBISIDA” Disusun Oleh : NAMA : Asep Bahtiar NIM : 115040101111208 KELAS : B PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: asep-bahtiar-prana-saputra

Post on 24-Oct-2015

740 views

Category:

Documents


46 download

DESCRIPTION

Sebagai tugas praktikum teknologi pengendalian gulma

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA

“SELEKTIVITAS HERBISIDA”

Disusun Oleh :

NAMA : Asep Bahtiar

NIM : 115040101111208

KELAS : B

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGTidak dapat dipungkiri bahwa penemuan dan penggunaan herbisida untuk pertanian

telah menaikkan produktivitas kerja petani. Bisa kita bayangkan, kalau seorang petani mengendalikan gulma secara manual saja maka jumlah lahan yang bisa dikelolanya sangat terbatas dan hasil panennya hanya cukup untuk beberapa orang saja. Tetapi dengan penggunaan herbisida, seorang petani dapat mengelola areal pertanian yang jauh lebih luas dan hasil pertaniannya bisa memenuhi kebutuhan banyak orang. Pengendalian gulma pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai teknik pengendalian termasuk diantaranya pengendalian secara manual (tenaga manusia dilengkapi dengan peralatan kecil), memanfaatkan tanaman penutup tanah (leguminous cover crop), mekanis, ekologis, solarisasi, biologis, menggunakan bahan kimia (herbisida) dan teknik budidaya lainnya. Masing-masing teknik pengendalian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangan dari masing-masing teknik pengendalian dapat diperkecil dengan menerapkan konsep pengendalian gulma secara terpadu (integrated weed management) yaitu memadukan cara-cara pengendalian yang kompatibel satu sama lain.

Teknik pengendalian secara kimia (dengan menggunakan herbisida) cenderung

mengalami peningkatan (kualitas dan kuantitas) dari tahun ke tahun di banyak negara di

dunia ini. Volume pemakaian herbisida ini jauh lebih tinggi (70%) di negara-negara maju

dibanding dengan di negara negara sedang berkembang (Valverde, 2003).

Peningkatan penggunaan herbisida dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain,

ketersediaan tenaga kerja terbatas, dengan herbisida waktu pelaksanaan pengendalian

gulma relatif singkat, dan biaya pengendalian lebih murah (cost-effective) dibanding

dengan teknik lain. Secara umum, semakin kecil persentase jumlah penduduk suatu

negara yang hidup dari sektor pertanian semakin luas kepemilikan lahan setiap petani.

Hal tersebut tentunya tidak akan bisa tercapai kalau pengendalian gulma mengandalkan

tenaga manusia saja, seperti kita lihat di negara-negara sedang berkembang dimana

sekitar 50% waktu petani hanya untuk menyiang (Labrada, 1997). Hal ini berakibat

buruk tidak saja terhadap penurunan produksi tanaman tetapi juga terhadap tersedianya

waktu bagi keluarga petani untuk kegiatan lain. Sebaliknya, pemakaian herbisida dapat

membuat petani lebih mudah melakukan pekerjaan pengendalian, sehingga satu orang

petani mampu mendukung lebih banyak penduduk yang hidup diluar sektor pertanian.

Berdasarkan sejumlah alasan tersebut, petani di negara maju (atau petani maju di negara

sedang berkembang) cenderung memilih teknik pengendalian gulma secara khemis

(dengan herbisida) dibanding dengan cara pengendalian lain (khususnya manual).

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian selektivitas herbisida.

2. Untuk mengetahui klasifikasi herbisida

3. Untuk mengetahui bahan aktif herbisida

4. Untuk mengetahui selektivitas herbisida Starmin 865 SL dengan bahan aktif 2,4-D

dimetil amina 865 g/l pada perkecambahan umbi teki dan benih kedelai.

5. Untuk mengetahui pengaruh dosis herbisida (0, 5, 10, dan 15 ppm) terhadap

perkecambahan umbi teki dan benih kedelai.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN SELEKTIVITAS HERBISIDA

Selektivitas Herbisida adalah sifat yang ada pada senyawa kimia yang hanya

mematikan gulma yang tidak mampu mendetoksifikasi herbisida (susceptible plants).

(Anonymous, 2010)

Selektivitas Herbisida adalah aplikasi herbisida pada berbagai tumbuhan tetapi hanya

akan mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan

( Riva, 2009 )

Selektivitas Herbisida adalah mematikan spesies tumbuhan tertentu dari suatu populasi campuran namun spesies yang lain tidak terpengaruhi.

(Widaryanto, 2009)

2.2 KLASIFIKASI HERBISIDA

Terdapat empat cara dalam mengelompokkan herbisida yang biasanya dipakai dalam

sistem budi daya diantaranya :

2.2.1 Berdasarkan pada Waktu Pemakaian

A. Pre-planting

Pemakaian herbisida sebelum menanam tanaman pokok.

B. Pre-emergence

Pemakaian herbisida setelah menanam tanaman pokok tapi sebe-um

tanaman pokok atau gulma tumbuh.

C. Post-emergence

Pemberian herbisida setelah kemunculan gulma dilakukan setelah tanaman

pokok atau gulma mulai tumbuh.

2.2.2 Berdasar pada Metode Pemakaian

A. Band (terbatas dalam bentuk barisan)

Herbisida digunakan dalam tempat terbatas, biasanya dalam barisan

tanaman atau di antara barisan tanaman dan tidak pada seluruh luasan.

B. Directed (langsung/terarah)

Perlakuan herbisida langsung diarahkan kepada tumbuhan pengganggu atau

pada tanah, untuk mengurangi kontak langsung dengan tanaman.

C. Overall (menyeluruh)

Penyemprotan secara menyeluruh dan merata pada seluruh areal

(kebalikannya dengan band aplication).

D. Overhead (di atas tanaman)

Penyemprotan dilakukan di atas tanaman, berlainan dengan pe-nyemprotan

ditujukan pada tanaman pengganggu.

E. Contact pre-emergence

Digunakan secara kontak pada tumbuhan pengganggu yang telah tumbuh,

tetapi sebelum tanaman sendiri tumbuh.

F. Residual pre-emergence

Pemakaian herbisida beresidu yang diarahkan pada tanah, sebelum tanaman

tumbuh.

G. Spot (tempat terbatas)

Ditujukan pada tumbuhan pengganggu pada tempat-tempat tertentu.

H. Pada kulit kayu pada pangkal batang

Untuk mematikan semak-semak atau pohon-pohon dengan mem-buat luka

pada kulit kayu melingkar pada pangkal batang (dengan disemprot/disikat,

atau dengan alat injeksi pohon).

2.2.3 Berdasarkan pada Mode of Action

Mode aksi mengacu pada interaksi bahan kimia yang menganggu proses

biologi yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Saat dikaitkan dengan

pemakaian herbisida, inilah rantai peristiwa, dari mulai tanaman kontak pertama

dengan herbisida sampai pengaruh terakhir yang seringkali mengarah pada

matinya tanaman.

A. Herbisida sistemik (ditranslokasikan)

B. Herbisida kontak

A. Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik atau yang ditranslokasikan diserap oleh akar atau

bagian-bagian tanaman yang ada di atas tanah untuk kemudian diangkut ke

seluruh jaringan tanaman. Agar pengendaliannya bisa efektif, pemakaian

herbisida harus sama, mengingat cakupan yang lengkap tidak seperti itu.

Klasifikasi herbisida yang ditranslokasikan dapat dibagi menjadi lima :

a. Herbisida yang Merangsang Pertumbuhan

Herbisida ini mengganggu pertumbuhan normal tanaman yang me-

nyebabkan sel-sel pada urat-urat daun (leafy veins) membelah dengan

cepat dan memanjang, sementara sel-sel di antara urat-urat tersebut ti-

dak lagi membelah diri sehingga menghasilkan ikatan sempit yang pan-

jang seperti daun muda. Kadar air juga meningkat sehingga membuat ta-

naman menjadi rapuh. Pembelahan sel dan tingkat respirasi meningkat

begitu juga dengan fotosintesis. Akar kehilangan kemampuannya dalam

menyerap unsur hara dari dalam tanah dan jaringan batang tidak dapat

lagi mengangkut makanan ke seluruh bagian tanaman.

Gejala kerusakan. Berdaun lebar: daun mengalami malformasi; urat-

urat daun nampak sejajar dan bukan berjaring-jaring, batang menjadi

bengkok, rapuh, dengan internode yang semakin pendek.

Rumput: daun-daun baru tidak membentang, nampak seperti bawang

merah batangnya rapuh, melengkung atau bengkok dengan inter-node

pendek, penyatuan akar penunjang (brace root).

Contoh :

Phenoxys : 2,4-D; 2,4-DB; 2,4DP; MCPA; MCPB; MCPP

Asam bensoat : Dicamba (Clarity, Banvel)

Picolinic acid : Clopyralid (Stinger), Picloram (Tordon),

Triclopyr (Garlon)

b. Herbisida yang Menghambat Aktifitas Enzim

Herbisida-herbisida ini dapat menghambat aksi lebih dari satu en-zim

yang mengkatalisa reaksi kimia di dalam tanaman. Hal ini mengarah

pada terhentinya aktifitas metabolisme pada tanaman yang menyebabkan

tanaman mati.

Gejala kerusakan. Tanaman yang peka akan segera berhenti tum-buh

dan berubah warna seperti jerami, menjadi coklat dan akhirnya mati;

tunas muda mati dalam dua sampai empat hari. Tanaman perennial yang

terbentuk dalam dua sampai empat minggu.

Contoh :

Herbisida non-organik : Glyphosate (Roundup), Dalapon (Dowpon M)

Imidazolinones : Imazapyr (Arsenal), Imazaquin (Scepter),

Imazethapyr (Pursuit), AC-222, 293 (Assert)

Sulfonyl ureas : Benzsulfuron (Londax), Chlorimuron (Classic),

Chlorsulfuron (Glean, Telar), Metsulfuron (Ally,

Escort),

Sulfometuron (Oust), Thiameturon (Harmony), DPX-

L5300 (Express).

c. Herbisida yang Menghambat Aktifitas Meristematik

Herbisida ini cepat terserap oleh rumput dan ditranslokasikan ke titik-

titik tumbuh dimana herbisida ini menghambat aktifitas meristematik.

Hal ini mengarah pada terhentinya pertumbuhan. Herbisida ini paling

efektif untuk memberantas rumput yang tumbuh di musim panas seperti,

Panicum dichotomiflorum, Setaria faberi, Digitaria sanguinalis, Rumput

yang tumbuh di musim dingin seperti Elytrigia repens, Dactylis

glomerata dan butiran-butiran kecil tidak begitu peka terhadap herbisida.

Herbisida ini tidak efektif untuk gulma berdaun lebar.

Gejala kerusakan ditandai rumput yang mati lebih dulu adalah ba-gian

titik tumbuh dan diikuti mati bagian tengah dalam daun yang sering-kali

mengubah warnanya menjadi keungu-unguan.

Contoh :

Aryl-oxy-phenoxys : Clethodim (Select), Diclofop (Hoelon),

Fenoxaprop (Acclaim, Whip), Fluazifop-P

(Fusilade 2000), Haloxyfop (Verdict), Quizalofop

(Assure)

Bahan kimia yang hampir sama : Sethoxydim (Poast),

Mefluidide (Vistar, Embark)

d. Herbisida yang Menghambat Fotosintesis

Fotosintesis adalah proses di mana klorofil yang merupakan zat hi-jau

pada tanaman menggunakan energi cahaya matahari untuk mensin-tesa

karbohidrat dari karbondioksida dan air. Mekanisme ini merupakan

sistem pembuatan makanan pada tumbuhan, saat tanaman perlahan-lahan

kekurangan makanan dan akhirnya mati. Semua herbisida di atas dapat

menghambat fotosintesis. Triazine, pengganti urea, uracils, dan phenyl

carbamates menghambat penggantian elektron pada klorofil. Ami-trol

dan clomazone menghambat pembentukan pigmen. Saat herbisida

diberikan ketika tunas mulai tumbuh, maka biji mungkin akan berkecam-

bah secara normal tapi akan kehilangan warna hijaunya, kemudian akan

mati karena tidak bisa mendapatkan makanan. Herbisida ini lebih efektif

untuk tunas tanaman daripada untuk tanaman yang sudah terbentuk.

Gejala kerusakan pada daun lebar yaitu daun-daun menjadi burik-burik,

berubah warna dari kuning menjadi coklat (putih menjadi coklat dengan

amitrole dan clomazone). Pada rumput maka daun berubah warna dari

hijau muda menjadi putih.

Tanaman perennial berkayu dan herbaceous karena akar yang be-sar

sebagai tempat cadangan makanan sehingga bisa bertahan hidup le-bih

lama, tanaman mungkin kehilangan daunnya beberapa kali sebelum

akhirnya mati.

Contoh :

Triazines : Atrazine (various), Cyanazine (Bladex), Simazine (Princep),

Propazine (Milogard), Ametryn (Evik), Metribuzin (Sencor,

Lexone), Prometon (Pramitol), Hexazinone (Velpar)

Pengganti urea : Linuron (Lorox), Diuron (Karmex),

Chloroxuron (Tenoran), Fluometuron (Cotoran),

Fenuron + TCA (Urab), Monuron + TCA (Urox),

Tebuthiuron (Spike)

Uracils : Terbacil (Sinbar), Bromacil (Hyvar X)

Phenyl carbamates : Desmedipham (Betanex), Phenmedipham (Betanal)

Bahan kimia lain : Amitrote (Amitrol), Bentazon (Basagran),

Clomazone (Command), Propanil (Stam), Pyrazon

(Pyramin).

e. Herbisida yang Menghambat Pertumbuhan dan Pembelahan Sel

Kecuali untuk dinitroanilines dan bensulide serta siduron, herbisida ini

menyebabkan perkembangan sel menjadi abnormal atau mencegah

pembelahan sel pada tunas yang ada ujung akar dan tunas, sehingga

perlahan-lahan tanaman akan kehilangan kekuatannya. Gejala

kerusakannya pada berdaun lebar maka warna daun berubah menjadi

hijau tua, berkerut, kuncupnya tidak bisa terbuka, akarnya memendek,

tebal, rapuh, clublike (seperti pentung). Pada rumput: tidak muncul tunas

dibagian yang daun tidak bisa membuka sehingga daun terpilin,

bentuknya seperti bawang merah denghan ujung terminal (posisi mulut

di ujung hidung) tetap kaku dan tidak seperti bendera.

Dinitroanilines dan bensulide serta siduron mencegah pembelahan sel

pada ujung akar yang berkembang dan hanya efektif pada tunas tanaman

rumput-rumputan serta pada beberapa tanaman berdaun lebar.

Gejala kerusakannya pada berdaun lebar maka biji berkecambah tapi

tidak bisa muncul atau muncul sebagai tunas yang tidak bisa tumbuh

sempurna/kerdil, tunas yang muncul memiliki batang yang lebih pendek

dan tebal, berdaun kecil dan pendek, akarnya berbentuk pentung. Tunas

tanaman yang berakar tunggang seperti alfalfa tidak terpengaruh, begitu

juga pada tanaman yang terbentuk. Pada biji rumput maka berkecambah

tapi biasanya tidak dapat muncul tunas, tunas yang rusak memiliki akar

pendek yang berbentuk seperti pentungan dan tebal dengan jaringan

batang yang rapuh.

Contoh :

Phenyl carbamates : Chlorpropham (Furloe, CIPC),

Propham (Chem-hoe), Asulam (Asulox)

Thiocarbamates : EPTC + Safener + Extender

(Eradicane extra), EPTC (Eptam), Butylate +

Safener (Sutan+), Vernolate (Vernam), Pebulate

(Tillam), Cycloate (Ro-Neet), Diallate (Avadex),

Triallate (Avadex BW, Far-go)

Pengganti amides : Alachlor (Lasso), Metalochlor (Dual),

Acetochlor (Harness), Propachlor (Ramrod),

Napropamide (Devrinol), CDAA (Randox),

Pronamide (Kerb), Diphenamid (Enide)

Nitrile : Dichlobenil (Casoron, Dyclomec, Norosac)

Dinitroanilines : Trifluralin (Treflan), Benefin (Balan),

Fluchloralin (Basalin), Isopropalin (Paarlan), Oryzalin

(Surflan), Pendimethalin (Prowl, Stomp), Dinitramine

(Cobex) Bahan kimia lain : Bensulide (Prefar,

Betasan), Siduron (Tupersan)

B. Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah bahan kimia yang tidak bisa melakukan translokasi

atau terangkut dalam seluruh bagian tanaman. Bahan kimia ini hanya

membunuh tanaman atau bagian tanaman yang terkena langsung dengan

herbisida. Jenis herbisida ini lebih efektif untuk gulma tahunan daripada

gulma perennial. Beberapa dari herbisida ini tidak aktif saat di da-lam tanah

dan harus diberikan pada daun. Agar pengendalian gulma bisa efektif seluruh

bagian daun harus mendapatkan herbisida ini.

a. Herbisida kontak yang diberikan pada daun

Bipyridyliums : Paraquat (Gramoxone), Diquat (Ortho Diquat)

Selective oil : Stodard’s solvent

Nonselective oils : Mnyak tanah, bahan bakar, solar

Dephenyl ethers : Acifluorfen (Blazer, Tackle)

Bahan kimia lain : Ametryn (Evik), Bentazon (Basagran),

Bromoxynil (Buctril), Difenzoquat methyl sulfate

(Avenge), Endothall (Endothal, Aquathol, Hydrothal),

Linuron (Lorox), Pyridate (Tough, Lentagran).

b. Herbisida Kontak yang Diberikan pada Daun atau Tanah

Gejala kerusakannya dapat menyebabkan kerusakan membran sel, yang

memungkinkan plasma sel keluar. Paraquat, diquat, linuron, ametryn,

dan pyridate menunjukkan pengaruh sekunder karena dapat menghambat

fotosintesis sehingga menyebabkan berkembangnya bahan beracun.

Contoh :

Diphenyl ethers : Oxyfluorfen (Goal) Bahan kimia lain : Oxadiazon

(Ronstar)

Herbisida anorganik : Sodium chlorate (Sodium Chlorate), Sodium

borate (Polybor), campuran Sodium chlorate dan Borate.

c. Sterilan Tanah

Sterilan tanah adalah bahan kimia yang menjaga tanah agar terbebas

dari tanaman selama lebih dari satu tahun. Sampai kapan tanah itu steril

ter-gantung pada herbisida yang dipakai, kadar pemakaian, curah hujan,

dan komposisi serta jenis tanah. Kebanyakan herbisida bisa dipakai

sebagai sterilan tanah jika kadar yang dipakai cukup tinggi. Gejala

kerusakan akibat herbisida organik adalah penghambat fotosintesis dan

menunjukkan gejala-gejala seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Herbisida anorganik adalah kontak herbisida yang dapat membunuh

jaringan tanaman dalam beberapa jam atau beberapa hari.

Contoh :

Herbisida organik : Prometon (Pramitol), Monuron TCA (Urox),

Tebu-thiuron (Spike), Bromacil (Hyvar X)

Herbisida anorganik : Sodium chlorate (Sodium Chlorate),

Sodium borate (Polybor), campuran Sodium

chlorate dan borate.

d. Fumigan Tanah

Fumigan tanah adalah cairan atau gas beracun yang mudah menguap

dipakai untuk mengasapi hama pada tanah. Kebanyakan fumigan harus

be-rada dalam wadah yang tertutup rapat agar gas tidak mudah menguap.

Se-telah 24 sampai 48 jam, penutup harus dibuka agar gas yang tersisa

di-dalam bisa keluar. Setelah beberapa saat, semua akan menguap

sehingga tidak ada residu aktif yang tersisa. Area tersebut akan tetap

terbebas dari gulma sampai biji gulma mulai muncul kembali atau

terkubur di dalam tanah dan akhirnya muncul ke permukaan. Gejala

kerusakan disebabkan uap air dari herbisida dapat meresap ke tanah

sampai kedalaman 4-6 inci dan membunuh biji gulma, gulma, nemato-

da, jamur dan serangga, gulma berubah warna menjadi coklat dan mati.

Contoh :

Herbisida organik : Chloropicrin (Picfume, Larvicide 100, Clor-O-Pic),

Chloropicrin + Methyl bromide (Dowfume, Brom-O-

Gas), Metham (Vapam), Methyl bromide (Meth-O-

Gas)

2.2.4 Berdasar pada Struktur Bahan Kimia

A. Aromatic carboxylic acids

a. Phenoxy herbicides : 2,4-D (various); 2,4-DB (Butyrac 200, Butoxone);

2,4-DP, dichlorprop (various); MCPA (various);

MCPB (Can-trol, This-trol); MCPP, mecoprop

(various)

b. Asam benzoat : chloramben (Amiben); dicamba (Banvel)

c. Phthalic acids : DCPA (Dacthal); naptalam (Alanap)

d. Picolinic acids : clopyralid (Lontrel); picloram (Tordon); triclopyr

(Garlon)

B. Aryl-oxy-phenoxys : clethodim (Select); diclofop (Hoelon);

fenoxaprop (Acclaim, Whip); fluazifop-P (Fusilade

2000); haloxyfop (Verdict); quizalofop (Assure)

C. Aliphatic acids : dalapon (Dowpon M); TCA (Sodium TCA)

D. Arsenik organik : AMA (Super-dal-e-rad); CMA;

DSMA (Ansar, Weed-e-rad); MSMA (Ansar, Bueno,

Daconate, Weed-hoe, Weed-e-rad); cacodylic acid (Phytar

560, Rad-E-Cate)

E. Turunan Heterocyclic nitrogen

a. Triazines : ametryn (Evik); atrazine (various); cyanazine (Bladex);

hexazinone (Velpar); metribuzin (Lexone, Sencor); prometon

(Pramitol); prometryn (Caparol); propazine (Milogard);

simazine (Princep)

b. Sulfonyl ureas: benzsulfuron (Londax); chlorimuron (Classic);

chlorsulfuron (Glean, Telar); metsulfuron (Ally, Escort);

sulfometuron (Oust); thiameturon (Harmony); DPX-L5300

(Express)

c. Imadazolinones : imazapyr (Arsenal); imazaquin (Scepter);

imazethapyr (Pursuit), imazapic (Plateau), AC-222,293

(Assert)

d. Uracils : bromacil (Hyvar X); terbacil (Sinbar)

e. Diphenyl ethers : acifluorfen (Blazer); bifenox (Mowdown);

oxyfluorfen (Goal)

f. Bipyridyliums : diquat (Ortho Diquat); paraquat (Gramoxone)

g. Turunan lain dari heterocyclic nitrogen : amitrole (Amitrol);

bentazon (Basagran); maleic

hydrazide (MH-30)

F. Turunan aliphatic nitrogen

a. Urea : chloroxuron (Tenoran); diuron (Karmex); fenuron;

linuron (Lorox, Lenex); monuron; siduron (Tupersan); tebuthiuron

(Spike)

b. Amides : acetochlor (Harness); alachlor (Lasso); CDAA (Randox);

diphenamid (Enide); metalachlor (Dual); napropamide (Devrinol);

pronamide (Kerb); propachlor (Ramrod); propanil (Stam)

c. Phenyl carbamates : asulam (Asulox); barban (Carbyne);

chlorpropham (Chloro IPC, Furloe); desmedipham

(Betanex); phenmedipham (Betanal); propham (IPC,

Chem-Hoe)

G. Thiocarbamates : butylate (Sutan); butylate + safener (Sutan +);

cycloate (Ro-Neet); diallate (Avadex); EPTC (Eptam);

EPTC + safener (Eradicane); EPTC + safener + extender

(Eradicane Extra); pebulate (Tillam); triallate (Avadex BW,

Far-go); vernolate (Vernam)

H. Dinitroanilines : benefin (Balan); dinitramine (Cobex); fluchloralin

(Basalin);

isopropalin (Paarlan); oryzalin (Surflan); pendimethalin

(Prowl, Stomp); trifluralin (Treflan)

I. Pengganti nitriles : bromoxynil (Buctril);

dichlobenil (Casoron, Dyclomec, Norosac)

J. Tidak tergolong organik : bensulide (Betasan, Prefar);

chloropicrin (Picfume, Larvicide 100, Clor-O-Pic);

chloropicrin + methyl bromide (Brom-O-Gas,

Dowfume); clomazone (Command); solar; endothall

(Endothall, Aquathal); bahan bakar; glyphosphate

(Roundup, Ranger, Rodeo); minyak tanah; metham

(Vapam); methyl bromide (Meth-O-Gas); oxadiazon

(Ronstar); pyridate (Tough, Lentagran); Stoddard’s

solven

K. Tidak tergolong anorganik : sodium borate (Polybor);

sodium chlorate (Sodium Chlorate)

(Eko, 2009)

2.3  BAHAN AKTIF HERBISIDA

1. Glufosinate-ammonium

Cara kerjanya yaitu:

Kerja herbisida glufosinate-ammonium sebenarnya berdasar pada penonaktifan

dari sintesa enzim glutamine.

Sintesa Glutamine menyebabkan reaksi dari ammonia dan glutamic acid untuk

membentuk glutamine. Ammonia, sebuah zat yang sangat phytotoxic untuk sel

tanaman terbentuk pada waktu proses biokimia tanaman, tepatnya pada saat

pengurangan nitrate, metabolisme amino acid dan photo-respiration.

Adanya fakta bahwa enzim id dinonaktifkan oleh glufosinate, ammonia dapat

terkumpul dalam sel tanaman dan menyebabkan necrosis pada lapisan tanaman

yang akhirnya menyebabkan kematian tanaman.

Kecepatan aksi tergantung pada kondisi eksternal; seperti kelembapan udara,

suhu dan kadar air dalam tanah.

Pengambilan glufosinate-ammonium oleh tanaman biasanya dilakukan melalui

hijau daun dan tumbuhan yang tumbuh dengan aktif.

2. Glifosat

Herbisida bahan aktif Glifosat merupakan herbisida yang bersifat sistemik bagi

gulma sasaran. Diantara semua jenis bahan aktif tersebut, glifosat merupakan

herbisida bahan aktif yang paling banyak dipakai diseluruh dunia. Selain sifatnya

sistemik yang membunuh tanaman hingga mati sampai ke akar-akarnya, juga mampu

mengendalikan banyak jenis gulma. Contoh herbisida glifosat yang beredar di pasaran

seperti Rambo 480AS, Ranger 240 AS, dan lain-lain. Adapun aplikasi herbisida

glifosat yang dianjurkan adalah 100 ml/ 14 Liter air untuk Rambo 480AS, dan 150 ml

ml/14 liter. glifosat, herbisida terpenting di dunia saat ini, adalah herbisida

translokasi, menghambat kerja enzim 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase

(EPSPS), enzim yang terlibat dalam sintesa tiga asam amino. Lim et al. (1999)

melaporkan bahwa penggunaan glifosat menyebabkan terjadinya suksesi gulma ke

dominansi gulma berdaun lebar. Faiz (1989) melaporkan bahwa penyemprotan

campuran glifosat secara berturut pada karet dewasa (TM) untuk general weed control

menyebabkan dominansi Borreria alata, senduduk (Melastoma malabathricum), dan

alang-alang (Imperata cylindrica). Suksesi gulma terkait-erat dengan bagaimana

herbisida tersebut bekerja (mode of action). Glifosat ditranslokasi dari bagian

dedaunan sampai ke bagian akar dan bagian lainnya merusak sistem keseluruhan di

dalam tubuh gulma. Glifosat memiliki daya bunuh yang tinggi terhadap rerumputan

dan sering mengeradikasi gulma rerumputan lunak seperti Paspalum

conjugatum dan Ottochloa nodosa sehingga akhirnya tanah menjadi terbuka.

Kesempatan seperti ini memberi kesempatan bagi banyak biji-biji gulma berdaun

lebar untuk berkecambah dan akhirnya menjadi dominan (Tjitrosoedirjo dan Purba,

2006). Dominansi gulma berdaun lebar sering cenderung lebih merugikan karena

lebih sulit dikendalikan. Gulma lunak seperti O. nodosa, P. conjugatum dan A.

compressus perlu dipertahankan pada pertanaman kelapa sawit (Teoh, 1984). Gulma

rerumputan seperti ini dikategorikan sebagai kelas B yang bermanfaat dan

memerlukan kurang pengendalian B (Anon, 1972). Pemakaian glifosat secara terus-

menerus sering menyebabkan terjadinya eradikasi gulma lunak sedangkan dengan

parakuat campuran memperlihatkan kebalikannya (Khairudin & Teoh, 1992).

3. Parakuat

Herbisida ini merupakan herbisida kontak yang umum digunakan untuk purna

tumbuh. Herbisida yang berbahan aktif Parakuat ini sangat cocok digunakan oleh

mereka untuk yang ingin mengolah lahan secara cepat dan segera. Hal ini karena daya

kerja parakuat begitu cepat dimana setelah aplikasi , hasilnya dapat terlihat 1 jam

kemudian, sehingga dalam waktu 3 – 4 hari berikutnya lahan bisa ditanami. Adapun

contoh herbisida yang berbahan aktif parakuat di Indonesia baru ada dua yaitu

Noxone 276AS dan Gramoxone. Parakuat merupakan herbisida kontak yang

mematikan tumbuhan dengan cara merusak membran sel. Menurut Chung (1995)

pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas, dan

rainfastness. Parakuat, herbisida kontak, menyebabkan kematian pada bagian atas

gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau batang

dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh

kembali.

4. Metil Metsulfuron

Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron ini merupakan herbisida sistemik

dan bersifat selektif untuk tanaman padi. Herbisida ini dapat digunakan untuk

mengendalikan gulma pra tumbuh dan awal purna tumbuh. Beberapa gulma yang

mapu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Monocholria vaginalis (eceng

gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli (jajagoan), semanggi serta

gulma lain yang tergolong pakis-pakisan. Billy 20WP merupakan salah satu

contohnya. Aplikasi anjuran yang disarankan untuk penggunaan herbisida ini adalah

2.5 gram untuk setiap tangki 14 liter.

5. 2,4 – D

2,4 – D termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat

herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik dan

selektif. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna tumbuh

baik yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah. Adapun beberapa jenis gulma

yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara :Monochoria

vaginalis (eceng), Spenochlea zeylanica, Cyperus iria (teki), Limnocharis

flava (genjer), kangkung, keladi, dan lain-lain. Contoh herbisida 2,4-D adalah

Amandy 865AS.

(Husin, 2012)

2.4  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SELEKTIVITAS

Herbisida yang  selektif terhadap suatu tanaman belum tentu selektif terhadap tanaman

lainnya. Contohnya herbisida berbahan aktif atrazin dan ametrin sangat selektif bagi

tanaman jagung, tebu, dan nanas, tapi tidak selektif terhadap padi. Di sisi lain, propanil,

triasulforan, dan metsulfuron metil sangat selektif terhadap padi, tetapi belum tentu

selektif terhadap tanaman lainnya.

Selektivitas herbisida dipengaruhi oleh dua hal, yaitu :

1. Faktor tanaman yang berhubungan dengan herbisida, terdiri dari selektivitas

fisiologis dan selektivitas fisik.

Selektivitas fisiologis dapat dikatakan selektivitas bawaan bahan aktif herbisida

tersebut dalam “memilih” tumbuhan sasarannya yang akan “dibunuh”.  Suatu

tanaman dapat mengubah bahan aktif herbisida(dalam takaran tertentu) menjadi

bahan yang tidak meracuni tanaman tersebut. Contoh kasusnya adalah atrazin pada

tanaman jagung, dimana tanaman ini mampu mendetoksifikasi atrazin sehingga

tidak beracun bagi jagung.

Selektivitas fisik terjadi karena adanya zat penghalang atau lapisan tertentu pada

tanaman yang mampu menahan herbisida sehingga tidak bisa mencapai bagian

tanaman yang peka. Contoh kasusnya adalah lapisan kayu pada pohon dewasa,

sehingga herbisida yang non-selektif sekali pun dapat digunakan untuk

mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan yang sudah berkayu.

2. Faktor teknik penggunaan, terdiri dari selektivitas posisional dan selektivitas teknik

penyemprotan.

Selektivitas posisional memanfaatkan perbedaan posisi dari bagian-bagian

tanaman dan gulma yang peka terhadap herbisida. Contoh kasusnya adalah

herbisida pra-tumbuh yang aktif di dalam tanah (soil acting) sesudah diaplikasikan

pada tanah, akan segera membentuk semacam lapisan herbisida dengan kedalaman

tertentu di lapisan tanah bagian atas. Biji-biji gulma yang kebanyakan berada di

lapisan ini akan terpapar oleh herbisida dan tidak akan berkecambah. Jika

berkecambah pun, kecambah akan segera mati. Sementara benih tanaman utama

yang ditanam lebih dalam tidak terpapar herbisida dan akan tetap tumbuh.

Selektivitas teknik penyemprotan, berdasarkan pada tata cara aplikasi yang tepat,

sehingga herbisida yang non-selektif pun  bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan

gulma pada beberapa jenis tanaman. Contoh kasusnya adalah penggunaan

herbisida non-selektif (yang bukan sistemik) bisa digunakan untuk mengendalikan

gulma diantara barisan beberapa jenis tanaman dengan teknik directed

spraymenggunakan sungkup atau corong.

Faktor-faktor selektifitas yang terpenting adalah :

a) Perbedaan struktur atau morfologi

b) Penyerapan,

c) Translokasi dan

d) Perbedaan fisiologi

e) Formulasi herbisida

(Cahndeso-mbangundeso, 2011)

2.5  HUBUNGAN SELEKTIVITAS ENGAN GULMA DAN TANAMAN

Penyerapan adalah pengangkutan zat di dalam tanaman dari sumber eksternal (biasanya

daun dan akar). Herbisida harus terserap oleh tanaman agar pengendalian bisa efektif.

Beberapa permukaan tanaman menyerap herbisida dengan cepat sementara permukaan

tanaman lain menyerap secara perlahan-lahan atau tidak sama sekali. Sifat bahan kimia

dari herbisida juga berpengaruh, karena itu, penyerapan diferensial atau penyerapan

selektif mungkin memperhitungkan perbedaan respon dari tiap tanaman.

Perbedaan struktur memungkinkan aplikasi herbisida yang selektif, melindungi area

tanam-tanaman agar tidak mengalami kerusakan akibat pemberian herbisida dan

keterlibatan perbedaan permukaan tanaman atau berorientasi pada bagian-bagian

tanaman yang mungkin mempengaruhi retensi semprotan dan penyerapan herbisida.

Tanaman tinggi yang batangnya toleran terhadap bahan kimia mempermudah pemakaian

herbisida pada gulma yang ada di dekat permukaan tanah. Contoh herbisida yang sering

diberikan pada gulma dan semak-semak di bawah pohon tinggi tidak akan merusak

tanaman tersebut. Tetesan dari mulut semprotan dipakai untuk menyemprot gulma pada

tanaman pokok yang tergolong peka seperti kapas, jagung dan sorghum. Herbisida

tersebut disemprotkan di dekat permukaan tanah dan hanya menyentuh batang tanaman

pokok yang resisten.

(Muliyadi, 2005)

2.6  HUBUNGAN SELEKTIVITAS DENGAN BAHAN KIMIA HERBISIDA

Herbisida selektif adalah herbisida yang bila di aplikasikan pada berbagai tumbuhan

akan mematikan spesies tertentu (gulma) dan relatif tidak mengganggu tanaman lain

(tumbuhan yang dibudidayakan).

Herbisida yang selektif adalah bahan kimia yang lebih beracun pada satu tanaman

dibandingkan pada tanaman lain. Saat herbisida semacam itu diberikan pada berbagai

macam tanaman, beberapa tanaman ada yang mati dan yang lain ada yang terpengaruh

sedikit atau tidak sama sekali.

(Moenandir, 2005)

 

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat :

Cawan Petri : untuk tempat perkecambahan

Alat tulis : untuk mencatat label perlakuan

Kamera : untuk mendokumentasikan

Bahan :

Biji kedelai : sebagai bahan praktikum selektivitas herbisida

(sebagai tanaman utama)

Umbi teki : sebagai bahan praktikum selektivitas herbisida

(sebagai gulma)

Kertas merang  : sebagai media tanam kedelai dan teki

Herbisida Starmin : untuk mengendalikan gulma (umbi teki)

Air : untuk membasahi kertas merang

3.2 ALUR KERJA:

Basahi kertas merang dengan air (dilembabkan)

Taruh diatas cawan petri

Taruh biji kedelai dan umbi teki serta semprotkan herbisida Starmin sesuai dengan

perlakuan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENGAMATAN

4.1.1 PERHITUNGAN DOSIS

Praktikum selektivitas herbisida ini menggunakan herbisida bernama dagang

Starmin 865 SL dengan bahan aktif 2,4-D dimetil amina 865 g/l dan termasuk dalam

herbisida selektif dan sistemik. Pada praktikum ini, dikenai 4 (empat) perlakuan

pemberian dosis herbisida, yaitu 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, dan 15 ppm.

Kebutuhan dosis herbisida dapat dihitung dengan rumus:

1 ppm = Volume zat terlarut

Zat pelarutx 100 %

a. Perlakuan dengan dosis 0 ppm

0 ppm = x4

x100 %

0 ppm = 100 x

0

100 = x

X = 0 ml

b. Perlakuan dengan dosis 5 ppm

5 ppm = x4

x100 %

20 ppm = 100 x

20

100 = x

X = 0,2 ml

c. Perlakuan dengan dosis 10 ppm

10 ppm = x4

x100 %

40 ppm = 100 x

40

100 = x

X = 0,4 ml

d. Perlakuan dengan dosis 15 ppm

15 ppm = x4

x100 %

60 ppm = 100 x

60

100 = x

X = 0,6 ml

4.1.2. PENGAMATAN

Berikut hasil dari pengamatan praktikum selektivitas herbisida:

Pengamatan Hari Kamis 21 November 2013

No Perlakuan Gambar Keterangan

1.0 ppm belum ada perubahan baik pada biji

kedelai dan umbi teki

2.

5 ppm belum ada perubahan baik pada biji

kedelai dan umbi teki

3.

10 ppm belum ada perubahan baik pada biji

kedelai, namun umbi teki sudah

mulai mengering

4.

15 ppm belum ada perubahan baik pada biji

kedelai, namun umbi teki sudah

mulai mengering

Pengamatan Hari Senin 25 November 2013

No Perlakuan Gambar Keterangan

1.0 ppm biji kedelai mengembang dan mulai

merekah, umbi teki basah

2.

5 ppm biji kedelai mengembang , umbi teki

mengering

3.

10 ppm biji kedelai mengembang, umbi teki

mengering

4.

15 ppm biji kedelai mengembang, umbi teki

mengering

Pengamatan Hari Selasa 26 November 2013

No Perlakuan Gambar Keterangan

1.

0 ppm Biji kedelai mengembang, merekah,

dan tumbuh, umbi teki masih terlihat

segar

2. 5 ppm biji kedelai mengembang , namun

umbi teki mengkerut dan mati

3. 10 ppm biji kedelai mengembang , namun

umbi teki mengkerut dan mati

4. 15 ppm biji kedelai mengembang , namun

umbi teki mengkerut dan mati

4.2. PEMBAHASAN

Pada saat ppraktikum selektivitas herbisida menggunakan herbisida bernama dagang

Starmin 865 SL dengan bahan aktif 2,4-D dimetil amina 865 g/l dan termasuk dalam

herbisida selektif dan sistemik. Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan dosis herbisida,

didapatkan hasil, pada perlakuan 0 ppm (perlakuan kontrol), herbisida yang diberikan 0

ml. Pada perlakuan 5 ppm, herbisida yang diberikan sebanyak 0,2 ml dilarutkan dalam

3,8 ml air. Pada perlakuan 10 ppm, herbisida yang diberikan sebanyak 0,4 ml dilarutkan

dalam 9,6 ml air. Pada perlakuan 15 ppm, herbisida yang diberikan sebanyak 0,6 ml

dilarutkan dalam 14,4 ml air. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali selama 1 minggu (7

hari). Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pada pengamatan pertama, yaitu

hari Kamis 21 november 2013, pada perlakuan herbisida 0 ppm, umbi teki dan biji

kedelai tidak menunjukkan perubahan (masih sama seperti hari pertama pemberian

perlakuan). Pada perlakuan herbisida 5, 10, dan 15 ppm, belum ada perubahan pada biji

kedelai, namun umbi teki sudah mulai mengering. Pada pengamatan kedua, yaitu hari

Senin 25 november 2013,  pada perlakuan herbisida 0 ppm, biji kedelai mengembang

dan mulai merekah, umbi teki basah. Pada perlakuan herbisida 5, 10, dan 15 ppm, biji

kedelai mengembang , umbi teki mengering. Pada pengamatan ketiga, yaitu hari Selasa

27 november 2013,  pada perlakuan herbisida 0 ppm, biji kedelai mengembang, merekah,

dan tumbuh, umbi teki masih terlihat segar. Pada perlakuan herbisida 5, 10, dan 15 ppm,

biji kedelai mengembang , namun umbi teki mengkerut dan mati.

Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa bahan aktif herbisida 2,4-D

dimetil amina termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat

herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik dan

selektif. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna tumbuh baik

yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah (Husin, 2012). Herbisida selektif,

adalah herbisida yang  beracun untuk tumbuhan tertentu daripada tumbuhan lainnya.

Secara ideal, herbisida selektif adalah herbisida yang mempu mengendalikan gulma

sasaran tanpa meracuni tanaman utama dan herbisida sistemik  yaitu herbisida yang bisa

masuk ke dalam jaringan gulma dan ditranslokasikan ke bagian gulma lainnya. Karena

sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu mematikan jaringan gulma yang berada di

dalam tanah (akar, rimpang, umbi), namun daya kerjanya lebih lambat terlihat.

(Cahndeso-mbangundeso, 2011)

BAB V

KESIMPULAN

Selektivitas Herbisida adalah sifat yang ada pada senyawa kimia yang hanya mematikan gulma yang tidak mampu mendetoksifikasi herbisida (susceptible plants).

Berdasarkan klasifikasinya herbisida dibagi empat yaitu:1. Berdasarkan waktu pemakaian2. Berdasarkan pada metode pemakaian3. Berdasarkan pada metode of action4. Berdasarkan pada struktur bahan kimia

Berdasarkan bahan aktif herbisida dibagi lima yaitu:1. Glufosinate-ammonium2. Glifosat3. Parakuat4. Metil Metsulfuron5. 2,4 – D

Praktikum selektivitas herbisida menggunakan herbisida Starmin 865 SL dengan

bahan aktif 2,4-D dimetil amina 865 g/l dan termasuk dalam herbisida selektif dan

sistemik. Dari praktikum dapat terlihat jelas dari pengamatan pertama sampai ketiga

bahwasanya hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar dosis herbisida

yang diberikan, maka semakin cepat mengendalikan gulma. Herbisida selektif hanya

mempengaruhi gulma (umbi teki), sedangkan biji kedelai tidak terpengaruhi.

LAMPIRAN

a. Perlakuan dengan dosis 0 ppm b. Perlakuan dengan dosis 5 ppm

c. Perlakuan dengan dosis 10 ppm d. Perlakuan dengan dosis 15 ppm

DAFTAR PUSTAKA

Adam, F. P., 2008. Pengaruh Pencampuran Herbisida dan Persiapan Lahan Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Herbicide Mixture and Land Preparation on

Growth and Yield of Rice). Univ Brawijaya. Malang.

Anonymous. 2010. Herbisida. http://essayku31.wordpress.com/2010/05/01/herbisida/

(Diakses 28 November 2013)

Cahndeso-mbangundeso.2011. Klasifikasi Herbisida.

http://cahndeso-mbangundeso.blogspot.com/2011/06/klasifikasi-herbisida.html

(Diakses 28 November 2013)

Eko. 2009. Teknik Pengendalian Gulma. Laboratorium Sumber Daya Lingkungan Jurusan

Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Husin. 2012. Herbisida. http://mittatrader.blogspot.com/ (Diakses 28 November 2013)

Moenandir, J. 2005. Fisiologi Herbisida. Rajawali Pers. Jakarta.

Muliyadi. 2005. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi. IPB Press. Bogor.

Noor, E. S. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek Penenlitian

Pengembangan Pertanian Rawa Terapadu ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor

Purba, E. 2009. Pengujian Lapangan Efikasi Herbisida Ristop 240 AS Terhadap Gulma

Pada

Budidaya Karet Menghasilkan. Fakultas Pertanian. USU Press.

Riva, Arifin. 2009. Herbisida. http://rivaarifin.blogspot.com/2009/04/herbisida.html

(Diakses 28 November 2013)

Soerjandono. 2005. Teknik Pengendalian Gulma dengan Herbisida Persistensi Rendah pada

Tanaman Padi. Bogor