sayembara rohis gara -gara rohis

102

Upload: rendra-visual

Post on 18-Nov-2014

2.084 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

rohis bukan teroris

TRANSCRIPT

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Alhamdulillah segala puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat dan karuinianya, dan tak lupa kita panjatkan kepada Nabi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, juga Salam hangtat untuk semua sahabat pembaca, setelah beberapa bulan terbengkalai waktu akhirnya kami flippermagz.com menyelesaikan ebook ini. Tak lipa kami ucap terimakasih kepada komunitas Penulis Pelajar dan Rumah Rohis yang sudah mewujudkan sayembara tulisan ini, juga kami ucap Jazakumullah Ahsanal Jaza kepada semua penulis yang sudah memberikan inspirasinya.

"SAYEMBARA ini bukan hanya sebagai "Counter Attack" atas pemberitaan miring yang ditujukan kepada Rohis tapi juga sebagai kontribusi kita terhadap perbaikan bangsa" dan sekarang kalian bisa menikmatinya, terkumpul semua tulisan yang jumlahnya kurang lebih 28 tulisan, semoga akan memberikan inpirasi untuk anda. Sekarang tunggu apa lagi, iqro ......iqro.....iqro.... (bacalah.....bacalah....bacalah)

selamat menikmati

Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Memoar nasyid kenangan, Rohis

pertamaku

oleh: Annisa Fahmiati

Nurzaman

“Andai matahari di tangan kananku Takkan mampu mengubah yakinkuTerpatri dan takkan terbeli dalam lubuk hatiBilakah rembulan di tangan kirikuTakkan sanggup mengganti imankuJiwa dan raga ini apapun adanya”

Mesjid sederhana ini menjadi saksi. Lantunan parau para gadis kecil yang -dengan cinta- mereka dendangkan.

Delapan tahun lalu. Saat pertama kali mengenal rohis. Rohis pertama yang aku kenal sepanjang hidupku. Organisasi sekolah dengan segala kedamaiannya. Ah, nikmatnya saat itu. Meski hanya hitungan jari, mereka tetap terjaga dalam lingkarannya. Dalam upayanya menjaga satu sama lain. Bayanganku kembali pada masa itu.

“Ayo latihan!” ucap Siti mengalihkan lamunanku. “Oh iya, tunggu bentar,” jawabku. Sisa kepengurusan rohis ini hanya berkisar 8 orang.6 orang akhwat dan 2 orang ikhwan. Namun entah mengapa, kami tak merasakan sosok mereka, para ikhwan. Mungkin kesibukan yang lain membuat keduanya enggan lagi membersamai kami dalam perjuangan ini. Alhasil aku ditunjuk untuk memimpin perahu kecil kami. Dengan terseok-seok, aku berusaha semampuku.

Hari ini, seperti hari lainnya, kami berkumpul di mesjid sederhana ini setiap sepulang sekolah. Banyak kegiatan yang kami lakukan di tempat istimewa itu, mentoring, belajar bersama, setor hapalan al-qur’an, hingga berlatihh nasyid. Kebanyakannya kami lakukan sendiri, tanpa mentor. Karena jarangnya irisan waktu yang ada, antara kami dan mentor kami, membuat kami mandiri lebih cepat. Mungkin itu yang membuat ikatan ini sangat istimewa. Ukhuwah namanya.

Kali ini kami akan berlatih nasyid. Aku, Siti, Meli dan Aas. Kami berempat mulai berlatih dengan tilawah, melantunkan ayat cinta yang luar biasa. Setelahnya, kami bersiap pada posisi masing-masing. Aku dan Aas menjadi vokalis murni, sedangkan Meli dan Siti menjadi vokalis dan pemegang alat musik.“...Andaikan seribu siksaan terus melambai-lambaikan derita yang mendalamSeujung rambut pun aku takkan bimbangjalan ini yang kutempuhBilakah ajal kan menjelang jemput rindu-rindu Syahid yang penuh kenikmatanCintaku hanya untukMu tetapkan muslimku selalu”

Mendalam. Kami menghayatinya dengan sempurna. Hingga kulihat ada titik air yang keluar diantara bolamata Siti. Ia kemudian menghapusnya cepat. “Ah, Hujan!” ucap Meli sambil menunjuk kearah jendela. Membuat konsentrasi kami buyar. Benar saja, diluar sudah mulai gerimis. Kami segera berhamburan keluar mesjid. Menyelamatkan sepatu dan barang-barang berharga yang masih tersimpan diluar. Aku tersenyum memandang ketiga sahabatku itu, istimewa.

“Ayo latihan lagi,” ucapku. Kali ini kami melantunkan nasyid itu lagi, diiringi suara gemercik hujan diluar sana. Syahdu.

“..Bilakah ajal kan menjelang jemput rindu-rindu Syahid yang penuh kenikmatan

Hari ini, seperti hari lainnya, kami berkumpul di mesjid sederhana ini setiap sepulang sekolah. Banyak kegiatan yang kami lakukan di tempat istimewa itu, mentoring, belajar bersama, setor hapalan al-qur’an, hingga berlatihh nasyid. Kebanyakannya kami lakukan sendiri, tanpa mentor. Karena jarangnya irisan waktu yang ada, antara kami dan mentor kami, membuat kami mandiri lebih cepat. Mungkin itu yang membuat ikatan ini sangat istimewa. Ukhuwah namanya.

Kali ini kami akan berlatih nasyid. Aku, Siti, Meli dan Aas. Kami berempat mulai berlatih dengan tilawah, melantunkan ayat cinta yang luar biasa. Setelahnya, kami bersiap pada posisi masing-masing. Aku dan Aas menjadi vokalis murni, sedangkan Meli dan Siti menjadi vokalis dan pemegang alat musik.“...Andaikan seribu siksaan terus melambai-lambaikan derita yang mendalamSeujung rambut pun aku takkan bimbangjalan ini yang kutempuhBilakah ajal kan menjelang jemput rindu-rindu Syahid yang penuh kenikmatanCintaku hanya untukMu tetapkan muslimku selalu”

Mendalam. Kami menghayatinya dengan sempurna. Hingga kulihat ada titik air yang keluar diantara bolamata Siti. Ia kemudian menghapusnya cepat. “Ah, Hujan!” ucap Meli sambil menunjuk kearah jendela. Membuat konsentrasi kami buyar. Benar saja, diluar sudah mulai gerimis. Kami segera berhamburan keluar mesjid. Menyelamatkan sepatu dan barang-barang berharga yang masih tersimpan diluar. Aku tersenyum memandang ketiga sahabatku itu, istimewa.

“Ayo latihan lagi,” ucapku. Kali ini kami melantunkan nasyid itu lagi, diiringi suara gemercik hujan diluar sana. Syahdu.

“..Bilakah ajal kan menjelang jemput rindu-rindu Syahid yang penuh kenikmatan

Cintaku hanya untukMu tetapkan muslimku selalu...”Beberapa tahun kemudian. Lembar cerita telah terganti. Kehidupan Sekolah Menengah kami telah sendiri-sendiri. Tak ada yang Allah satukan. Hingga kabar itu sampai padaku.

“Assalammu’alaikum wr. Wb. Innalillahi wa Inna ilaihi roji’un...Sahabat semua, mohon doanya untuk Siti Aslamiyah, beliau telah berpulang sore hari kemarin karena penyakit kanker pencernaan...bagi yang mau melayat, besok kita kumpul di sekolah ba’da dzuhur, konfirmasi...”SMS dari kakak kelasku itu membuatku tercekat. Hilang kesadaran untuk beberapa detik. Allah, benarkah?? Kuyakinkan diriku. Aku bertanya pada tiap orang yangmengenal beliau, dan jawabannya sama. Ya, Ia yang Allah panggil kemarin sore.

Allah, kenapa? Air mataku mengucur deras. Tak peduli sedang di dalam angkutan kota kala itu. Air mataku tak henti mengalir. Ada bagian hati yang sakit. Entah mengapa. Rasa kehilangan itu sungguh menyakitkan. Allah, kenapa?Aku menangis sejadinya, saat ia dikafankan dihadapanku. Meli dan Siti memelukku erat. Menyuruhku beristighfar. “Astaghfirullah...” ucapku, lirih. Dengan air mata yang tak bisa kubendung. Air mata kehilangan, sangat dalam.“Ikhlas, cha...lihat, Siti senyum...” ucap Meli menenangkanku. Menunjuk lesung di pipi wanita shaliha itu.

Ia yang dengan sabar mengajakku untuk tetap dalam lingkaran. Ia yang dengan lembut menegurku saat khilaf. Ia yang dengan tegas mengajakku untuk berbenah. Ia yang meneguhkanku untuk senantiasa menjaga auratku secara benar. Ia yang membuatku malu dengan semua keluhanku. Ia yang mengatakan “Aku orang pertama yang akan membuatmu bangkit saat kamu terpuruk!” ketika aku menyerah memimpin perahu kami. Ah, ia sungguh istimewa. Ia wanita shaliha. Pantas saja Allah memanggilmu cepat, karena Allah lebih mencintaimu, Siti Aslamiyah...Hingga kini, memori indah saat berlatih nasyid itu selalu hadir.

Ketika aku kembali pada tempat pertamaku mengenal rohis. SMPN 4 Cimahi.Meski keadaannya kini telah berbeda, namun kenangannya tak akan pernah berubah.Allah, betapa indah jalan yang kutapaki ini. Lewat kumpulan orang-orang istimewa dalam lingkaran ini (rohis) kutemukan banyak cinta dan hikmah di setiap lembaran perjalanannya, hingga aku mencintai jalan ini...jalan yang membuatku mengenalMu lebih, mencintaiMu lebih...Allah, pertemukan aku kembali dengan ia yang Kau cintai, dalam keridhoanMu...Allah, pertemukan aku kembali dengan ia yang Kau cintai, dalam keridhoanMu...

Biodata penulisNama lengkap : Annisa Fahmiati NurzamanInstansi : Jurusan Pend. Matematika/FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia/ LDK UKDM UPIEmail : [email protected]

Pemberitaan salah satu media televisi swasta bulan September ini ini terkait dugaan ROHIS itu teroris, memang bukan hal yang baru. Ini ujian sekaligus peluang. Satu hal yang tak bisa kita pungkiri sekarang bahwa kaum remaja adalah generasi yang mudah terpengaruh oleh perubahan zaman apalagi terhantam oleh arus informasi yang serba tak teratur dan menyesatkan. Masyarakat terpelajar tentunya cerdas memilah informasi yang berkembang. Bukankah sudah jelas! “Hai orang-orang yang beriman, jika datang padamu orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah pada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…”(Q.S.49:6)

Beberapa bulan yang lalu aku membaca dalam sebuah jurnal ada judul yang menarik yaitu School Gangs of Yogyakarta: Mass Fighting Strategies and Masculine Charisma in the City of Students. Tulisan yang bikin aku senyam senyum sendiri membacanya karena teringat masa-masa di sekolah (SMA). Masa itu bukan zamannya film Gita Cinta dari SMA-nya Bang Rano Karno (tahun 1979) tapi zamannya film Ada Ada dengan Cinta yang dibintangi oleh mbak Dian Sastro (tahun 2002). Budaya popular seperti film dan musik berkembang semakin kencang seiring reformasi bernama kebebasan pers yang cukup sukses mengubah gaya hidup masyarakat. Budaya popular seperti film dan musik berkembang semakin kencang seiring reformasi bernama kebebasan pers yang cukup sukses mengubah gaya hidup masyarakat. Anehnya, saat itulah masa awal pertama aku mengenakan jilbab. Sebuah keputusan yang saat itu memang tidak populis terlebih di mata keluargaku. Bapak ibu adalah pegawai negeri yang terbiasa dengan doktrin nasionalis.

Dulu, Kini, dan Nanti ROHIS tetap di Hati

oleh: Armela Praninditya,

Tulisan ini adalah hasil observasi

dari pengalaman pribadi yang sudah

dimodifikasi.

Untungnya mereka cukup demokratis meski ibu menanggapku kurang pergaulan dan radikal (untungnya gak terkena radikal bebas??). Ibu (semoga beliau sehat selalu) memang yang paling berkeberatan ketika aku memaki jilbab. Ibu mengecek setiap buku yang aku baca bahkan nyaris membuang buku-buku dakwahku, menanyakan dengan siapa aku bergaul (ikatan perempuan berjilbab besar, atau ikatan pria bercelana congklang dan berjengot). Aku pun berpikir, kenapa ibu tiba-tiba bersikap ini padaku? Pasca kejadian 11 September 2001 di Amerika, opini publik menyudutkan Islam sebagai dalang dari terorisme internasional. Ibuku yang berprofesi sebagai pustakawan ternyata mendapatkan banyak buku dan majalah kiriman Amerika yang mendiskreditkan Islam. Bukannya semakin benci, namun semakin cinta sama Islam. Gara-gara ROHIS, aku baru tahu setelah jadi alumnus, ternyata adik kandungku pernah jadi pengurus ROHIS namun menyembunyikannya demi stabilitas keamanan nasional dan perdamaian dunia.

Maka dengan ini, pada saat Pemilihan Anggota OSIS dan Pasukan Inti, aku terpilih menjadi pengurus OSIS. Setelah sebelumnya mengikuti serangkaian tes dan pembekalan. Pertamanya jadi sie apresiasi daya kreasi seni yang biasa bikin event seperti tutup tahun ajaran, Ultah Sekolah, serta Kartini-an. Kegiatan yang semacam ini diimbangi dengan mengikuti ROHIS. Aku mulai kenal majalah keIslaman pun sejak diajak oleh kakak kelas menjadi agen majalah. Trus malah tertarik nulis-nulis dan bikin majalah pas kelas dua jadi pengurus OSIS di Sie Kerohanian Islam/ROHIS.

Di ROHIS, aku menemukan teman-teman dan juga kakak-kakak kelas yang udah cakep juga sholeh sholihah prestasinya pun oke. (maklum masih ABG!) Ada juga temanku yang dulunya satu SMP denganku hobi main game dan tawuran, jadi suka ngajakin orang ngaji dan bernasyid. Alhamdulillah ya. Hidayah Allah! Kegiatan ROHIS memang asyik. Ada PASA (Pesantren Alam Sabtu Ahad) yaitu semacam MABIT (Malam Bina Iman Taqwa) disertai dengan outbond di lingkungan alam. Ada juga TARLING (Tarawih Keliling) dan Bakti Sosial ke desa binaan sekolah. Yang paling berkesan tentu saja MENTORING, Kajian rutin pekanan dengan peserta satu regu yang dipandu oleh para alumni atau mentor yang keren ilmu agama dan dunianya. Setiap ada permasalahan umat, anak ROHIS selalu turun tangan bahkan turun ke jalan (Palestina, RUU Sisdiknas, Togel, Miras, dll) tentu saja ini bukan TERORIS.

Mungkin hanya waktu, dan bukan menunggu. Satu persatu sahabat yang sedang dan pernah berjuang di ROHIS menjadi generasi yang mencipatakan komunitas-komunitas kebaikan. Di setiap profesi, di setiap bidang keilmuan, di setiap penjuru dunia mensyiarkan Islam sebagai agama kedamaian. Aku di sini, dan kau di situ. Dulu, kini dan nanti tetap bangga jadi anak ROHIS. Jika nanti tetap dibilang teroris, pasang tampang keren. Kita antarkan pesan itu dengan cara yang baik, sementara do’a terus dipanjatkan agar bisa menggenapkan yang kurang, meluruskan yang keliru. Agar efek “gara-gara ROHIS” yang terjadi pada kisah ini tidak terjadi di generasi berikutnya. Berhubung tulisan ini ada batasnya. Aku cukupkan saja sampai di sini. Jika ada kata-kata yang lebay, mohon dimaafkan. Don’t worry what people think, they don’t do it very often (unknown)Allahu’alam bish showab.*) inspirasi dari kisah alumni ROHIS yang nyaris studi teroris.

Biodata penulisNama : Armela PranindityaFb : http://www.facebook.com/armela.praninditya

Awalnya hanya karena motivasiDari seorang akhwat belia dengan barisan prestasinyaaktivis masjid dan ketua OSIS SMP yang selalu menjadi bintang di kelasnyapiala MTQ dan prestasi agama lainnya selalu ia raihIbunya yang seorang ahli pijat bayi, membuatnya semakin hebat dalam birrul walidainAkhlaknya begitu santun namun tetap ceriageraknya memotivasi namun tetap tawadhu’.Allah hu Akbar! namun Dibalik itu semuarupanya ia mengidap penyakit kanker yang cukup ganassehingga membuatnya sering terbaring sakit.meski begitu ia tetap memotivasiku, bagaimana tidakdisaat sakitnya kambuh, ayat Al-Qur'anlah yang pertama ia baca, dalam keadaan terlemah sekalipun.

Dini hari tahajud lah yang ia tegakkan meski tetap terbaringHingga di suatu siang, Jum’at, 11 Januari 2008 bertepatan saat aku dalam forum mentoring mendapati kabar bahwa adik Izzul telah kembali ke haribaanNya.Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.Ketetapan Allah memang selalu menjadi misteri bagi manusia, terkadang Allah mempunyai cara sendiri untuk menjemput hamba-hambaNya yang terpilih, pasti dibalik kisah tersimpan hikmah.

Rohis pintu Gerbang Prestasi

oleh: Asni Ramdani

Adik Izzul adalah Mujahidah Belia yang berhasil menarik hatiku untuk ikut ROHIS. Meskipun awalnya kaki ini pun sudah mantap untuk melangkah di dalamnya.

ROHIS telah menggandeng kami ke cahaya yang lebih terang,Membuat kami memahami banyak hal yang tak kami pahamiMenarbiyahi diri dengan cara yang ahsanDidalamnya banyak pembimbing yang tiada lelah menuangkan tsaqofahbanyak sahabat yang sukses mematrikan eratnya ukhuwah dalam jiwa.Bi’idznillah! Melalui peran mereka akhlaq kami semakin tertata.Pondasi Tauhid kami semakin kuat, pandangan ilmu kami semakin luas, tujuan hidup kami semakin jelas,birrul walidain kami semakin Oke, ukhuwah kami semakin harmonis, bakti pada guru semakin hangat,Bi’idznillah! Melalui peran mereka akhlaq kami semakin tertata.Pondasi Tauhid kami semakin kuat, pandangan ilmu kami semakin luas, tujuan hidup kami semakin jelas,birrul walidain kami semakin Oke, ukhuwah kami semakin harmonis, bakti pada guru semakin hangat,amalan yaumiah nggak ngadat dan prestasi kami pun meningkatdan 1 hal yang membuatku begitu bersyukur,disana aku menemukan forum Luar biasa yang sebelumnya tak pernah kumendapatinya. Mentoring.. ya, majelis ilmu dalam rangka mengejar keridhoan Allah azza wa jalla.

Menurut Meita Wulansari MAPRES FMIPA UNY Tahun 2011 Alumni Rohis Darussalam SMA N 5 YK. Ia berpendat bahwa ROHIS itu tempat orang-orang yang mau meningkatkan kualitas diri dan ummat. InsyaAllah keluarannya baik, wallahu’alam, yang pasti di ROHIS tidak diajarin menjadi teroris It’s hard stream. Terkadang ketika kita belajar mendalami agama atau hal yg lainnya kita punya cara pandang sendiri terhadap hal itu. Entah itu baik atau buruk dan Its depend on mindset of each person”.

Menurut Priyagung Dhemi W. MAPRES 2010 dan 2012 FMIPA UGM jebolan ROHIS Kharisma SMA N 2 YK, berpendapat bahwa berita media kaitannya dengan teroris itu tak perlu ditanggapi berlebihan, yang pasti kita menegur kemudian lakukan aksi nyata tanpa dikotori dengan nafsu-nafsu emosi, tetap jaga kemurnian dakwah islamiyah yang santun. Nah, nggak ada unsur pendapat yang meneror bukan? Selanjutnya Dina Dwi R. pelajar kelas XI juara 1 paralel di SMA N 11 YK yang merupakan pengurus ROHIS, Rita Hidayati yang merupakan alumni ROHIS dan kini menjadi anggota MITI (Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi) setelah sebelumnya menjadi MAPRES FIP UNY 2011. Kemudian Bapak Ahmad Heryawan gubernur JABAR yang dalam pengakuannya juga seorang alumni ROHIS, dan masih banyak lagi.

Allah hu Akbar!Saya pribadi jadi belajar agar lebih bijak dalam menanggapi berbagai fenomena dan pendapat publik. Wajar bila dalam suatu lembaga atau organisasi terdapat sebuah kekurangan tapi kita tidak bisa mengeneralisasikan ke tiap person. Ambil Positifnya dan kembangkanlah dirimu untuk Robbi dan Dien iniI’m proud Be ‘ANAK ROHIS’

Nama : Asni RamdaniAsal Instansi : LDA INSAN SMA N 11 Yk, Mahasiswa Biologi 2010 UNYemail : [email protected]

Bi’iznillah! melalui Mbak mentor yang alumni rohis pula aku berhasil menerjemahkan berbagai makna, aku yang tadinya tak terlalu memperdulikan ilmu, kini ku bertekad untuk lebih menghormati ilmu, mencintai Al-Qur’an dan sunnah serta bersemangat dalam mencari kafa’ah, merelakan waktu untuk sibuk berjihad di jalan-Nya. Rupanya pernyataan ini benar adanya "bila kau tak disibukkan dengan kebaikan maka kau akan di sibukkan dengan keburukan dan bila kamu tidak disibukkan dengan hal besar maka kamu akan disibukkan dengan hal2 kecil.Why can like that? So, please deh apa hubungannya dengan ROHIS?

Well!, biarkan saya sedikit menjelaskanDi ROHIS kami tidak hanya dididik mempelajari Islam yang muliaLebih dari itu, di ROHIS pun kami belajar membina, tentang leadership, pengembangan softskill, mengelola organisasi, bersosialisasi dengan masyarakat, berdakwah dengan cara yang cerdas, kreatif dan solutif, serta menjadi muslim yang yang balance dalam akademik dan profesionalitas dakwah. Nah itu baru sedikit, dan kalian pasti udah bilang WOW kan?Tenang ini belum klimaks, mari kita sedikit membayangkan.. memang benar saat ini mereka masih pelajar, tetapi coba 5-30 tahun lagi,Mereka akan menyebar ke berbagai penjuru indonesia bahkan dunia.Mereka akan bergerak di lingkungan masyarakat, kampus, bekerja di kantor, menjadi pejabat bahkan seorang pemimpin.Jadi mana mungkin Anak ROHIS dididik menjadi Teroris? Bila mereka masih berguna untuk manusia lainnya. Makna teroris yang berarti meneror, mengganggu dan bahkan membantai, jelas sekali tidak sesuai bila dikorelasikan dengan kegiatan-kegiatan aktivis masjid termasuk ROHIS yang mengajarkan pada keindahan Islam dan keselarasan ummat.

Berikut, saya akan menyampaikan bukti para alumni ROHIS yang telah berprestasi dalam akademik maupun sosial.

Kesan pertama setelah selesai membaca sayembara penulisan dengan tema “Gara-Gara ROHIS”, ”Iiiiiii wowww!!!!”.

Bimbang mau ikut nulis. Pasalnya apa? Ketika diflashback malah jadi memunculkan pertanyaan, ”Gara-gara si ROHIS, aku???”. Yasud…coba kukorek…kugali…kubuka lembaran silam…kutulis apa yang kudapet. Walau gag menginspirasi, semoga dapat diambil manfaat lah…Bismillah….

ROHIS. Rohaniawan Islam. Kerohanian Islam. Awalnya coba nebak-nebak kepanjangan ROHIS tu apa. Enam tahun yang lalu kira-kira. Kelas X waktu itu (masih chibi-chibi lah XD). Motifku sebenernya just memenuhi keinginan jiwa yang haus akan rasa ingin-tahu. Not else pren! Just it! Kelas X SMA adalah tonggak awal aku mencoba menggali rasa ingin-tahuku terhadap semua hal yang membuatku penasaran. N tonggak awal keberanianku! Keberanian untuk mencari sesungguhnya aku itu siapa (ya pasti orang lah -.-“) ato istilah bekennya “Who am I?” Salah satu yang bikin aku penasaran adalah ROHIS! Pertama kalinya…’nehe ROHIS tu ape? Emang gue pikirin!!! Paling-paling islamic geetooo…tuh liat aje! Jadul gitu! (pakaiannye ye…bukan orangnye…apalagi muke-mukenye…pada gantyeng-gantyeng ‘n cuantikk-cuantiikk og! Peace ye…). Mana jilbaban aja gede’-gede’ gitu! Gag trendy banget kaan??? Puokoke Different from else… Yaah…demi kepuasan diri, kubela-belain sampai

ROHIS??? Emang gue pikirin!!!

oleh: Tarsini

nangis darah T_T (lebay…) akhirnya aku pun ikut mengisi form data diri yang telah berada di tangan. Huft!Speak little tentang rekruitmen pas tahun pertamaku di SMA. Wah…booo…rekor kayaknya! 60-an orang gitu yang ikut. Jadi minder… Ketrima gag ya…ketrima gag ya…. And…dheng-dheng (dondong opo salak…duku cilik-cilik…) aku ketrima pemirsaa…^o^

Tahun pertama aku masuk sie Seni Islam. Kupikir aku bisa nyalurin hobi gambarku salah satunya kaligrafi, di sini. Bayangannya setahun ke depan aku bakal dapet trik-trik buat kaligrafi yang bagus, macem-macem model kaligrafi dan lulus di tahun pertama dengan menyabet gelar ‘BISA’ walopun cuma buat aku sendiri. Akhirnya…gag ada kesan yang berarti sama sekali di tahun pertama. No sense! :’( Tahun kedua aku coba ikut lagi. Pengen di sie laen! Sie Seni Islam gag asyikk! Boro-boro aku bisa ngembangin bakatku! Malah tiba-tiba dicomot jadi kandidat ketua keakhwatan (ketua keputrian)! Horotoyo! Walah mbak-mbake…mas-mase…lek tugase ngopo wae aku ra reti…title-e we horror ngono lhoo…! Gusti…aku pengen kabooooooooooooor…. Tapi, sebagai wanita yang gentle, aku hadapi itu dengan kekuatan super! Hiiyyyyaaaatttt! Berharap tidak terpilih (aku udah ikhtiar lho dengan tidak menjawab dengan baik setiap pertanyaan panitia), malah kepilih. Amul huzni buatku. Oh noooooooooo…!!! Mba’e…plis jangan ako! Aku baru pake jilbab aja kemaren masuk sini! Pun itu coz trennya anak SMA, pake jilbab buat yang muslim. Gag gaul lox gag pakek! Hosh hosh! “Udah dek, gak papa…kamu pasti bisa! :D” diiringi dengan tepuk tangan penonton se-musholla. Batin gue, ”Kalian bisa noh seneng-seneng di atas penderitaan gue!” Akibat jabatan di tahun kedua ini, aku jadi HARUS banyak baca buku yang islamic getoo, mbenerin pake jilbabku, ibadahku…seeeemuuuanya! Jadi berubah 180 derajat! Ya udah…konsekuensi buk!

Ternyata banyak buuuaaangettt kenangan-kenangan manis bersama ROHIS. Gag bakal muat lox kuceritain semua di sini. Singkat cerita dari pengamatan rahasiaku selama 1 tahun di tahun kedua ini, hasilnya: kulihat mereka itu orang yang deket dengan Al Qur’an (buktinya stiap mereka menyuguhkan materi mentoring, wuelokk! Mereka kok bisa hapal gitu ya: contohnya surat yang menyuruh kita membaca Laa haula walaa quwwata illa billah kalo ketimpa musibah). Mereka itu penunggu mesjid ‘hehe’ apa-apa kongko-kongkonya di mesjid (kata mereka: Rasul dulu, tiap mau ada apa-apa kumpulnya di mesjid dek. Tak cari di buku, ternyata bener). Orang-orang yang menempati posisi tinggi untuk nilai akademik. Sopan. Makan minum sambil duduk. Sholat tepat waktu. Ngomongnya gag ada yang kesleo nyebut bonbin. Rapih. Ramah. Mengajak kepada kebaikan, dll yang pasti gag ada yang aneh dari kakak-kakak kelasku yang ROHIS waktu itu (bukan pembelaan terhadap kabar terbang or kabar burung or apalah itu ya yang lagi boooming, tapi ini sebuah fakta! Real! Bukan pula tulisan ‘mana mau maling teriak maling’). Gag ada yang aneh dari mereka. Kusingkronkan dengan buku. Kucari kebenarannya dari membaca banyak buku. Mereka gag ngajak pada kesesatan. Justru mereka mengarahkan kami ke jalan yang mengantarkan kepada syurga dengan penuh kelembutan bukan paksaan or ancaman (jadi terharu. hiks). Oya, 1 lagi mungkin yang menjadikan ROHIS perantara saya menjadi pribadi yang lebih baik. Suatu ketika aku penasaran dengan terjemahan Al Qur’an, kemudian kubuka n kubaca…kutemukan alasan kakak-kakakku yang cantik itu menutupkan jilbabnya sampai menutup dada :). ROHIS membawa perubahan besar bagi saya. Saya adalah salah satu dari sekian banyak anak yang mempunyai keluarga yang tidak harmonis. Ibu saya muallaf. Di ROHIS saya mendapatkan banyak perhatian dari temen-temen yang baik. Dapet ilmu tentang membuat proposal yang baik, menjadi pemimpin yang baik, bersikap kepada guru dan temen, dsb.

Proudly present for: ALLOH SWT, Rasulullah SAW, keluarga, murobbiyahku (pendidik), IKRARS’09, FIKR, specially thanx for eks.2007 sekolahku (gara-gara kalian??? Rrrrr….), ROHIS se-nusantara.Salam ROHIS Nusantara (ROHIS? Prestasi, Ibadah…semaaaaakinn barokah! XD). Tepuk tangan buwad ROHIS Indonesia! (prok prok prok proooook….).Assalamu’alaikum wr.wbYogyakarta, 18 September 2012

Biodata:Tarsini // Yayasan Bina Remaja Sembada Cendekia// Sejati Pasar RT01/RW17, Sumberarum, Moyudan, Sleman, Yk 55563 // Poltekkes Kemenkes Yk // [email protected]

Anugerah waktu memberi kami kesempatan untuk menjenguk masa-masa paling bergolak dalam kehidupan ini, ya itulah masa-masa SMA. Kenangan, persahabatan, romantisme dan heroiknya perjuangan untuk mencari idealisme menjadi sebuah pergulatan paling indah yang pernah kami rasakan. Romansa senyum dan tawa menjadi bahasa sehari-hari ketika banyak hal kami alami, ketika dimensi pilihan disuguhkan dengan jujur, ketika uluran ikhlas diperagakan dengan gagah, ketika apa adanya dan perbedaan menyatukan mimpi untuk menjalin semangat. Masa-masa itu benar telah ada, kami telah mengalaminya, dan ia berjudul masa SMA, dengan ruang metamorfosis bernama Sie Kerohanian Islam atau kami menyebutnya SKI. Cinta itu bernama kebersamaan.Kami menjenguknya dengan malu-malu, mengintipnya dari pintu musholla Haqqul ‘Ilmi, bersama moment MOS yang menghentak kepatuhan dan pembelajaran tentang lingkungan SMA. Keluguan itu hadir ketika kami meminta tanda tangan kakak-kakak SKI untuk menambah koleksi tanda tangan yang diwajibkan panitia, keramahan dan ketenangan disuguhkan kepada kami, guratan wajah-wajah bercahaya itu menyapa tanpa pamrih seakan mengajak kami menyelami ketenangan jiwa yang mereka miliki, dan tanda tangan pun dengan mudah tertoreh, bersama goresan jiwa kami merengkuh cinta pertama terhadap eskul itu, SKI.

Cinta itu bernama kebersamaan

oleh: Eko Rinawan

NamaNawan

[email protected]

facebookwww.facebook.com/eko.rinawan

Cinta itu bernama kebersamaan.Ketika jiwa-jiwa muda kami memutuskan untuk singgah di arena cinta pertama kami, ada uluran tangan yang hangat, senyum yang menyejukkan dan kata-kata santun yang diperagakan untuk menyambut kami. Kami juga menangkap semangat di sorot mata mereka, sebuah idealis dan semangat untuk menegakkan agama Islam, memiliki rasa bangga sebagai seorang muslim. Kami disuguhkan nasyid, seni musik dalam bentuk nada dan kata yang bernuansa Islami, berisikan syair semangat dalam ber-Islam. Kami biasa berdendang bersama di teras musholla sepulang sekolah, diajari kakak-kakak kami, syairnya bercerita tentang kepedulian terhadap Bosnia, tentang tanah Islam bernama Palestina, tentang kecintaan terhadap Allah Swt., tentang rindu pada Rasulullah, tentang iman, tentang indahnya ukhuwah berlatar ikatan aqidah Islam. Cinta itu bernama kebersamaan.Kebersamaan itu melahirkan urunan dari uang saku kami. Kami beli nasi ‘tabokan’ di warung selatan sekolah, bertelanjang kaki berlarian, melagukan keceriaan, dan memakan nasi bungkusan itu bersama-sama, pakai tangan, dengan cara duduk yang Islami, saling berbagi. Kami juga sering menikmati es campur di depan SD Banjaragung, bersama-sama. Kami juga tanpa malu menjaring ikan di kubangan air depan musholla atau di selokan depan sekolah, lalu kami cuci bersih, dan dimasukkan di kamar mandi musholla. Kami menikmati sepakbola, basket, kami berlarian di lorong-lorong sekolah, kami tertawa. Kami harus naik atap musholla untuk membetulkan genting yang rusak, kami memperbaiki listrik, kami menguras tempat wudlu, kami menyapu lantai musholla, menata gudang, memperbaiki kran air, kami menarik infaq rutin tiap hari Jum’at di kelas-kelas, kami lakukan segalanya untuk musholla kami, bersama-sama dengan cinta. Kami juga harus rapat untuk mempersiapkan acara peringatan hari besar Islam, membuat spanduk, meminta tanda tangan buat proposal, menginap di musholla di malam sebelum acara, mengangkat meja-meja panjang, kami bersama-sama, dengan cinta. Kami seringkali pulang sore, naik sepeda angin bersama-sama, kadang kehujanan, kadang ditegur orang tua karena terlalu sore pulang, kami bersama-sama, menghadirkan banyak senyum, dengan cinta.

Cinta itu bernama kebersamaan.Dan kami bersama melahirkan cinta, di sebuah medan pembelajaran bernama Kajian Dienul Islam, atau lebih kami singkat KDI. Rutin seminggu sekali, menunggu seorang ustadz muda yang kami menyebutnya murrobi. Murrobi kami adalah kakak-kakak alumni SKI yang masih kuliah di PTN di Surabaya atau Malang, atau lulusan STAN dan Kedokteran UNAIR yang meluangkan waktu untuk membina kami. Kami menunggunya tiap hari Jum’at, ba’da sholat Jum’at, kami menunggunya dengan rindu, kami menunggunya dengan dahaga untuk lebih mengenal Islam, mengenal pergolakan dunia Islam saat itu, membuka sekat-sekat jiwa agar kami lebih peduli terhadap nasib saudara kami di belahan bumi manapun yang sedang terjajah. KDI itu juga melahirkan aqidah yang lurus dan akhlak yang terpuji pada diri kami, melahirkan support jiwa untuk lebih banyak beribadah dan mendekat kepada Allah Swt. Kadang kami ngantuk dan bahkan tertidur dalam forumnya. Namun kebersamaan itu menempa kami untuk istiqomah, melanjutkan metamorfosis sebagai manusia fitrah, dan cinta itu hadir kepada Pemiliknya, loyalitas dan kesungguhan sebagai hamba yang tujuan hidupnya adalah Allah Swt. dan qudwahnya adalah Rasulullah saw. Cinta itu bernama kebersamaan.Benar adanya cinta itu bernama kebersamaan, bukan hanya secara fisik, melainkan lebih terhadap saudaranya sesama muslim, bahwa cinta itu hadir dalam kebersamaan berwujud perjuangan dan aktivitas heroik untuk mensyiarkan agama Allah Swt. di SMA kami, dan tidak ada ending kebersamaan ketika masa-masa itu habis. Anak-anak petualang pencari hakikat jiwa itu harus berpisah, kesibukan mereka di SKI nyatanya tidak melunturkan tanggung jawab belajar mereka. Mereka orang-orang cerdas di SMA dengan rangking 5 besar di kelasnya, yang pada waktunya harus bergelut pada study di universitas. Iya, kami harus berpisah, karena Unibraw, Unesa, Unair, ITS, Unej, UM, IPB dan UGM mengambil fisik kami untuk belajar disana, tidak dengan ruh dan cinta yang melekat dengan bentuk ikatan hati. Kami telah belajar bersama tentang Islam di masa SMA kami, di SKI, saatnya kami berpisah dan waktu akan mendewasakan kami. 30 Maret 2008Nb. satu dasawarsa lebih kami pergi, salam kami untuk SMAN 1 Puri dan SKI-nya, dengan segenap cinta dari kami alumni Puri ’99 / generasi SKI ’97-’98.

assalamu'alaykum..sekedar sedikit penjelasan diawal..

puisi ini saya buat, ketika saya masih sekolah di SMA N 1 Depok Sleman. disana saya bergabung dengan rohis, namanya ROHIS GIMBASA(Generasi Muda Muslim Babarsari). Dan jujur, saya merasa sangat beruntung karena

disini saya lebih mengenal TUHAN saya, yaitu Allah ta'ala. walaupun sekarang saya sudah lulus dari SMA itu, namun saya tetap tidak ingin lepas dari rohis di sekolah saya tersebut, karena saya juga ingin lebih berkontribusi,

untuk dakwah, untuk ummat.. Bismillah semoga Allah Ta'ala meridhoi langkah saya..

Bismillah…Mencoba jujur mengungkapkan yang ada dalam kepala

Ataukah cerita, asa, atau tabir rahasia,Kau yang akan mengetahuinya…

Bermula dari diri yang penuh hinaMengenal sesuatu yang berharga dimana minoritas penggemarnya

Langkah yang diiringi keraguan akan dampaknyaBenarkah Ya Rabb, Kau izinkan aku bergabung bersama calon-calon penghuni

surga?

The power of rohis

oleh: Faridah Nur’aini

NamaFaridah Nur’aini

Statusmahasiswa UGM fakultas Biologi

2012

[email protected]

Selanjutnya aku tercengang dalam tanyaInikah nikmatnya hidayah untuk hamba seperti saya?

Kelopak mata tak sanggup membendung airmataDengan kuasa-Mu…aku mendapatkan hal yang tak kuduga sebelumnya

Jauh dalam akalku yang luguAtaukah hatiku yang teramat beku

Siraman rohani yang kurasakan kian merasuk kalbuTerasa sejuk digersangnya hidup yang kejam merongrong nan semu

Alunan zikrulloh dan ayat-ayat cinta-Nya terlalu indah untuk kutahuMenjadikanku yang dilumuri kehinaan tunduk dalam sujud-Mu

Memohon ampun atas sgala hal yang membuat ruh kelabuMemandang cahaya kasih-Mu menuntunku ke jalan lurus-Mu

Aahh…Namun aku tak suka dengan retorika yang telah tercipta

Dinding-dinding keistiqomahan tidak akan rubuh begitu sajaBahkan dengan hal-hal yang tak ku mengerti kapan berujung dan bermula

Kita ini satu, kita ini istimewaWalau semua onak duri terasa memberatkan misi yang telah tertata Tiada lagi yang harus diungkap selain kebenaran yang diridhoi-Nya

Sekalipun itu menyakitkan, kita akan melaluinya !

Sumpah, ane membuat tulisan ini karena satu alasan yang sebenarnya buat ane cengar-cengir dan garuk-garuk rambut yang nggak gatel. Nampaknya ane memang ketinggalan berita, tepatnya baru setelah tanggal 17 September 2012, ane baca di sebuah jejaring sosial fa*****k bahwa komunitas penulis pelajar smart syuhada mengadakan sayembara 100 tulisan yang bertema “gara-gara rohis”. Ane tulis dan ane kirim, sih nggak peduli dengan sayembaranya. Hanya ya perkara cengar-cengir dan garuk-garuk tadi. Dirba-raba kok sayembara ini kayak suatu bentuk, refleksi kegalauan anak-anak rohis. Sekalian nostalgia dan menyapa sahabat yang sudah jauh disana.

Ceritanya ada sekelompok orang bejat jeglar-jegler sana sini, nembaki polisi, bikin bingung petinggi NKRI, hobinya nampang di M**** TV. Sebenernya masa bodo loe mau mati, tapi kok terus ada statement bahwa loe adalah pemuda, pelajar, SMA. Terus loe bawa nama Islam, masjid. Terang aja mereka anak rohis geger. Identitas mereka dibajak, persis kayak koruptor keparat maling paspor terus dibawa kabur ke negeri antah berantah. Lempar batu (bom deng) terus lari kagak mau tanggung jawab.

Adek ane yang tiga tahun dan belon sholeh-sholeh amat juga bakal langsung bisa nebak, Jaman memang sudah mulai edan. Tempat yang mestinya didekati sebagai pusat interaksi, dipasangi peringatan gedhe. “Awas jangan ke masjid, apalagi dekat-dekat sama orang disana.” kira-kira begitu bunyinya. Padahal, kalau yang mau dibilang teroris itu mereka, anak-anak rohis itu. Yang penampilannya klimis

Mau DongDisebut Teroris

oleh: Imam Santoso

nggak gaul-gaul blas itu. Tukang ngepel masjid sekolah itu, Yang bahkan Cuma senyum-senyum kalau didzolimi itu. Maka ane mau dong dipanggil teroris. Karena ane iri, ane benar-benar iri pada mereka. Beneran iri, tahu kenapa?Ane nggak habis pikir, emang mereka itu siapa sih. Lama-lama kalau dibiarin lagaknya sengak, merajalela di sekolah, rakus seolah-olah dunia ini Cuma milik mereka aja. Semua tempat diembat, nggak nyisain buat yang laen. Ente suka di masjid? ya udah sholat aja sana, belajar ngaji aja sana, baca qur’an aja sana. Itu udah bikin ente semua jadi ustad terhormat. Ane sih biasa aja, nggak peduli bahkan, ketika ente jadi juara lomba adzan atau juara CCA se-kecamatan. Atau hafalan ente 30 juz, ilmu agama ente segudang. Ane gak peduli. tapi kok nyatanya ente masih merasa kurang.

Oke, buat urusan yang satu itu diluar jangkauan ane. Bacaan qur’an ane juga ga seberapa jelek alias jelak banget, apalagi hafalan qur’an ane 3 surat qul dan tetangganya aja masih gak karuan. Buat itu ane terima. Yang nomor kedua pun, ane masih terima. Mereka anak-anak rohis itu ya jelas berorganisasi. Kelihatan lah kualitas mereka. Kapasitas manajemen dan kepemimpinan mereka. Mereka sering menghadapi persoalan-persoalan organisasi yang jelas membuat soft skill dan kemampuan interpersonal mereka terasah. Maka ketika mereka kelihatan menonjol di sekolah. Terlihat sebagai aktivis, organisatoris dan teman-teman Cuma ngikut, wajar. Maka sering mereka juga punya nama di OSIS, di MPK, di lembaga ekstrakurikuler lain. Ketika mereka ada disana pun kelihatan sekali memiliki sikap dan kedewasaan yang lebih matang dibanding yang lain. Semacam punya tujuan untuk “meper-meperin” minyak wangi bernama Islam di lembaga-lembaga itu. Menebar kebaikan dan memberi celupan warna Illahi disana. Well itu terserah ente.

Tapi kok, di akhir sesi upacara pagi di senin awal mulai semester mulai tahun ajaran baru. Pas ane mulai muntab panas-panasan masih harus diperlambat dengan pengumuman-pengumuman yang nggak penting. Ajang narsis manusia-manusia berprestasi di sekolah dipamer-pamerin oleh sekolah. Disebut urut satu persatu manusia berperingkat, orang-orang aras tinggi-high level soal urusan akademis. Yang maju mereka-mereka juga. Ane heran, waktu ane pulang segera setelah bel akhir pelajaran bunyi mereka malah pergi ke masjid. Ya rapat lah, atau persiapan agenda kajian besok lah, atau sekedar

ngepel masjid lah. Apa mereka sempat belajar?Ketika ane pulang agak sore mereka juga masih disana, diskusi. ini yang paling ane suka. Kadang bicara soal agama. Kadang bicara soal keadaan remaja. Kadang soal negara, bener yang ditulis di M**** TV mereka diskusi soal brengseknya kebijakan di negeri ini. Bejatnya oknum-oknum yang pada korupsi. Mereka emang mau bikin ledakkan. Walau sejauh ane tahu ledakkan yang mereka bicarakan membutuhkan umur panjang karena mereka katanya mau jadi presiden, nggantiin menteri-menteri. Nggak mungkin kayaknya atau Nggak tahu ane kalau mereka mulai pada frustasi terus malah bikin bom bunuh diri.

Cerita laen lagi, kadang ane lihat mereka utak utik sesuatu dimasjid. Kabel-kabel, komputer selongsong pipa. Nggak tahu ane apa yang mau mereka rakit. Sebulan kemudian nama tu anak-anak ada dikoran masuk tv tapi dikalungin medali. Kadang-kadang ane nggak tahu kenapa. Tahu-tahu mereka nggak masuk sekolah berminggu-minggu. Waktu ane tanya ternyata mereka dikarantina buat persiapan olimpiade sains di Cina. E dasar ane aja belon pernah keluar jogja.Seenggaknya itu yang ane rasakan ketika berada di antara mereka. Bener ane iri. Kalau pun benar bahwa yang dipanggil teroris adalah mereka. Maka Mau dong Ane dipanggil teroris. Biar sama dengan mereka, Sumpah.

Ane Seseorang yang Pernah iri sama anak Rohis SMP N 9 jakarta, SMA N 2 Yogyakarta, Jama’ah Muslim Geografi UGM dan semua pegiat rohis di Indonesia.

Nama : Imam SantosoTTL : Jakarta, 26 September 1991Alamat : Plembon, Sendangsari, Minggir, SlemanFb : http://www.facebook.com/imam.idrisiEmail : [email protected]

Hari itu, kawan-kawan sekelasku yang berjilbab rapi mengajakku untuk bersama-sama shalat dhuha di masjid sekolah. Sungguh, pengalaman yang sangat luar biasa, mendirikan shalat sunnah di sela waktu istirahat tiba. Perlahan kedamaian menelisik memasuki rongga dada. Hari-hari berikutnya aku merasa nyaman berada diantara mereka, remaja yang penuh semangat mengenal Tuhannya. Salah satu dari mereka mengajakku untuk ikut serta memainkan sebuah peran dalam sebuah pementasan teater. Teater ini akan dipentaskan saat pengenalan ekskul sekolah bagi siswa baru. Selepas pulang sekolah, kami menyempatkan untuk menggelar latihan di masjid sekolah. Aku dan teman-teman baruku ini belum bisa latihan dengan baik.***Cermin besar itu aku pandangi, beberapa menit lagi MC akan memanggil ekskul ROHIS. Pakaian serba hitam menjadi kostumku kali ini, lengkap dengan saripohatji putih menutupi wajahku. Ingin tertawa aku melihat diriku sendiri. Seharusnya kaos tim basket yang aku kenakan. Lima orang berpakaian sama sepertiku, enam orang lainnya berpakaian serba putih. Saat langit berwarna merah sagaDan kerikil perkasa berlarianMeluncur laksana puluhan peluruTerbang bersama teriakan takbir…*Shoutul HarokahEmpat orang membentangkan kain merah, melakukan beberapa putaran sambil

Gara-Gara Teater Anak ROHIS

NamaImas Saripah

Nama PenaSami el Syarifah

Asal SekolahAlumni ROHIS SMKN 3

Bandung

Aktivitasengajar di PG-TKIT AL FITRAH

Bandung

[email protected]

diiringi lagu Merah Saga. Aula berubah hening, semua mata memandang penasaran apa yang akan ditampilkan ROHIS kali ini? Kemudian, pasukan serba putih memasuki arena pentas. Terpancar senyum yang melelahkan, bahkan ada beberapa orang yang dibantu untuk berjalan. Seberkas darah tampak pada lutut kanan dan dahinya yang berkeringat. Mereka tampak sedang beristirahat melepas lelah dan gelisah. Namun, tiba-tiba beberapa pasukan berpakaian serba hitam dengan wajah yang amat putih karena ulah saripohatji, berlari mengepung pasukan Palestina. Ketika Yahudi-yahudi membantaimuMerah berkesimbah di tanah airmuMewangi harum genangan darahmuMembebaskan bumi jihad Palestina…Tak ada lagi waktu melepas lelah, semua kini telah bersiap siaga dengan sisa tenaga yang masih menyala-nyala. Hadirkan Allah dalam setiap tetesan keringat yang mulai mengucur merah. Pemuda-pemuda dan anak-anak Palestina tak mau ketinggalan, melemparkan kerikil yang yang melesat bagai peluru tercanggih di dunia. Sejenak aku teringat kisah burung Ababil yang juga melemparkan batu-batu panas dari neraka untuk mencegah pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah. Aku menyerang salah satu penduduk Palestina, seorang ibu yang merintih kesakitan setelah pura-pura aku tendang. Ah, sungguh kejam Yaudi laknatullah. Sesungguhnya, tak sudi aku mengambil peran ini. Kulihat temanku yang sedang berperan menjadi sang ibu, meneteskan air matanya, serasa benar adanya. Terbayang, kaum hawa di Palestina, pasti mereka tak luput dari kekejaman zionis. Tak sadar, air mataku ikut meleleh. Tapi aku harus tetap memasang wajah garang, berlainan dengan kalbuku. Wahai saudaraku di Palestina, sungguh aku berdo’a untuk keselamatan kalian, semoga selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah.

Pementasan teater diakhiri dengan lagu Rabithah dari Izzatul IslamSesungguhnya Engkau tahu

Bahwa hati ini telah berpaduBerhimpun dalam naungan CintaMu

Bertemu dalam ketaatanBersatu dalam perjuangan

Menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannyaKekalkanlah Cintanya

Tunjukillah jalan-jalannyaTerangilah dengan CahayaMu yang tiada pernah padam

Ya Rabbi bimbinglah kami…

Senandung yang indah, merdu dan terkandung makna luar biasa disetiap kata-katanya. Serupa do’a untuk jiwa ini yang telah lama tandus. Mata ini mengembun, dan jatuhlah air ditepi mataku, mengalir pada pipi saripohatji. Ah, kapan terakhir aku mengurai air mata ini untuk Rabbku yang amat dekat, untuk saudaraku di Palestina. Tepuk tangan penonton menyadarkanku kembali, tapi kubiarkan lelehan dipipi ini. Kami pun mengakhiri dengan salam penuh takzim kepada seluruh penonton yang menyesaki aula. Sambil berlalu, kulihat beberapa penonton, menyeka air matanya yang terlanjur jatuh.Kini aku tersadar…Allah berikan peran dalam pementasan teater ini untuk menyentilku yang masih saja sibuk dengan aktifitas keremajaan yang kurang bermanfaat. Aku masih bermain-main dengan waktu, yang terasa kosong dalam relung jiwaku yang masih labil. Tapi Aku yakin Allah, mencintaiku, sehingga Dia akhirnya menepikan aku di tengah-tengah sahabat ROHIS ini, sahabat

baruku. ROHIS yang ternyata menaruh perhatian besar pada saudara-saudara di Palestina. Masya Allah, kemana saja aku selama ini?...Kontemplasi.Aku telah mengenakan kain kerudung semenjak kelas satu, tapi begitulah, aku malah jauh dari nilai-nilai Islam. Ekskul Basket Aku jalani saja. Kerudungku hanya topeng semata. Allah kemudian memanggilku melalui indahnya berkawan dengan anak-anak ROHIS. Hari-hariku kini berubah, aku temukan cahaya pelangi indah Islam, ukhuwah dan nikmatnya beribadah. Aku putuskan untuk memilih jalan ini. Bergabung dengan sahabat-sahabat terbaik yang mengingatkanku pada Allah dan Rasulullah.

Mentoring selalu jadi agenda yang aku nantikan, momen dimana aku mulai melangkah,meniti jalan Cahaya ini. Perlahan kuperbaiki sikap, penampilan dan tutur kataku. Semakin bersemangat mencari ilmu. Di sini kami saling mengingatkan, saling menguatkan dan saling berbagi kasih sayang.Indahnya sebuah organisasi adalah ROHIS, dimana remaja sepertiku mulai mengenal pembagian tugas dan menikmati tugas yang mempunyai tujuan yang jelas. Ini kali pertama aku merambah dunia organisasi. Semakin aku meninggalkan sikapku dulu yang terasa dingin, kaku dan acuh terhadap sekitar. Di sini, di ROHIS, aku temukan diriku. Mengemban Divisi Mading, kemudian mengajakku untuk terus berinteraksi dengan berbagai macam buku, narasumber dan membaca lingkungan sekitar. Kata Ibu, aku mulai terlihat ceria dan mempunyai sikap terhadap apapun, belum lagi ibadahku yang perlahan mulai nampak indah di mata ibu, semoga indah pulah di Mata Allah SWT. Begitulah diriku mengenal organisasi ini. Ekskul yang tak pernah bisa kulupakan meski telah lama menjadi alumni putih-abu. Setiap mampir, bertemu adik-adik ROHIS, aku selalu menceritakan kecintaan dan kerinduanku pada organisasi ini. Beruntunglah mereka, karena orang-orang pilihan saja yang mampu bertahan di sana. Sami el SyarifahOktober 2012

Semua bermula dari hari itu, tatkala butir-butir kasih sayang-Nya turun mengalir membasahi tandusnya tanah kehidupan. Aku mengeluh kesal. Kenapa hujan harus turun di saat aku hendak pulang? Akhirnya, karena tak ingin mengambil resiko sakit demam—apalagi sebentar lagi musim ujian—akupun memutuskan untuk berteduh di salah satu teras bangunan yang jarang sekali aku kunjungi selain di waktu pelajaran agama. Ya, tempat itu adalah mesjid An-Nur, mesjid tercinta di sekolahku. Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku pada bahuku, berharap hawa dingin yang kurasakan akan menguap. Baju seragam putih abuku sedikit basah terkena air hujan. Mata cokelatku menatap ujung langit yang kelabu, sama sekali tak menampakkan tanda-tanda berhenti. Malah suara guntur bersahut-sahutan dengan suara rintikan hujan yang saling berlomba mencapai tanah. Pluk! Seseorang menepuk pundakku. Dengan segera aku membalikkan tubuhku. Seorang pemuda berwajah teduh tersenyum padaku. Aku mengenal pemuda itu. Dia adalah Muhammad Faqih, siswa teladan di angkatanku. “Kau membuatku terkejut,” sahutku. Pemuda itu tersenyum lembut. “Hehe, afwan deh, Rifqie. Kau sudah shalat Dzuhur?” tanyanya ramah. Aku menggeleng pelan.

Rohis, Penerang Kegelapan Zaman

Karya Invea Nur Mukti Lestari

Kelas XII IPA 3

Anggota Rohis SMAN 1 Cimahi

Email [email protected]

facebookhttp://www.facebook.com/vea.

ummu.syauqi

“Bagaimana kalau kita shalat Dzuhur bersama? Sudah pukul 1,” ajaknya. Sejujurnya aku ingin menolaknya. Patut kalian tahu, saat itu aku adalah seorang pelajar yang tak acuh pada agama. Namun, karena merasa gengsi, akhirnya aku mengiyakan juga ajakannya. Kami kemudian melepaskan sepatu dan lantas mengambil air wudhu. Setelah itu, kami kemudian menuju lantai kedua untuk mengerjakan shalat. Mesjid An-Nur memang terdiri dari dua tingkat. Lantai pertama merupakan khusus kamar mandi dan tempat wudhu serta penitipan sepatu. Sementara lantai kedua barulah terdapat ruangan untuk kami shalat. Mesjid ini memang cukuplah luas. Besar ruangannya setara dengan aula di sekolah kami. “Assalammu’alaikum, akhi,” sapa Faqih kepada sekumpulan siswa yang tengah duduk di bagian pojok masjid bagian ikhwan. Para siswa tersebut kemudian memandang ke arah Faqih. Tatapan hangat terpancar dari wajah-wajah mereka. Mereka kemudian membalas sapaan Faqih.“Wa’alaikummussalam, akhi,”“Afwan, ana agak telat. Sekarang ana mau shalat Dzuhur dulu,” ujar Faqih.“Tidak masalah kok, akh. Kita juga baru pada kumpul kok,” gumam mereka. Faqih kemudian tersenyum kepada mereka. Ia lalu memberi isyarat padaku untuk menuju shaf depan. “Mau jadi imam?” tawar Faqih. Aku sontak menggeleng cepat. Pemuda itupun tersenyum ringan. Ia kemudian mengambil posisi di sebelah kiriku dan lantas sedikit maju kira-kira sejengkal-dua jengkal dari tempatku berdiri. Dan setelah itu, kamipun hanyut dalam ibadah kami—atau mungkin hanya dia yang tenggelam dalam ibadahnya karena saat itu aku sama sekali tak berkonsentrasi menjalankan ibadahku.

Selesai mengerjakan shalat Dzuhur, Faqih menggenggam erat tanganku dan lantas menyalamiku dengan hangat. Ia tersenyum padaku sesaat sebelum kembali lagi hanyut dalam buaian cinta Ilahi. Aku menatap keluar jendela. Hujan semakin deras. Petir menyambar kasar. Dan hembusan angin kini semakin bernafsu. Akupun kemudian memutuskan untuk menanti hujan reda. Sesekali ku lihat Faqih yang semakin tenggelam dalam do’a khusyuknya. Sempat ku lihat air mata mengalir membasahi pipinya dan bibirnya melantunkan banyak sekali do’a dengan bahasa Arab yang sama sekali tidak kupahami. Setelah selesai mengadu pada sang Rabbi, Faqih kemudian terlihat hendak menghampiri kerumunan siswa tadi. Namun, saat ia hendak beranjak dari tempat duduknya, matanya menatap penuh makna ke arahku. “Kau mau ikut, qie?” ajaknya. Aku menatap wajah pemuda berjenggot tipis itu dengan penuh keheranan.“Ke mana?” tanyaku kikuk—tak mengerti arah pembicaraannya. “Mentoring di sana, bareng sama anak-anak rohis,” jawab Faqih seraya memberi isyarat pada kumpulan ikhwan yang sedari tadi menantinya. Ku tatap lingkaran itu. Mereka masing-masing tenggelam dalam kesibukannya. Ada yang tengah membaca Al-Qur’an, ada yang sedang murojaah, ada pula yang tengah menghafalkan hadits, pun tak ketinggalan yang tengah serius menekuni buku-buku tafsir. Dan entah kenapa baru saat itulah aku tersadar kalau pemuda di sampingkun ini adalah seorang ketua rohis di sekolahku. Oh, bodohnya aku! “Emang ngapain aja?” tanyaku kurang tertarik. Memang, aku adalah seorang remaja yang tak jauh berbeda dari kebanyakan kala itu, meninggalkan kewajiban Islam dan mementingkan kepentingan pribadi.

“Rame kok. Yu, ikutan,” ajaknya gigih. Aku berpikir sejenak. Mungkin ngga masalah juga kali ya daripada ngelamun sendirian menanti redanya hujan. Akhirnya dengan sedikit malas, akupun mengikuti usulan Faqih dan ikut bergabung dalam lingkaran mentoring rohis di hari itu. Awalnya, aku tidak terlalu memperhatikan kegiatan mentoring tersebut sampai tibalah saat materi. Yang memberikan materi saat itu adalah Faqih, sang ketua rohis. Dia lalu membahas mengenai masalah syahadat dan— Deg! disitulah aku merasa tertegur. Hatiku bergetar mendengar setiap lantunan kata yang keluar dari mulutnya. Kata-katanya mungkin sederhana, namun penuh dengan jutaan makna. Setiap penuturannya begitu menusuk, menelesak ke dasar hatiku. Memberikan cambuk tersendiri untukku. Dan air mataku meleleh. Sungguh, belum pernah aku merasa seberdosa itu. Dan saat kusampaikan rasa itu pada Faqih, dengan lembut dia berkata,”Mohon ampunlah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah mencintai hamba-Nya yang bertaubat,” Dan sejak saat itulah, aku tak pernah absen dari kegiatan rohis. Ya, rohis telah mengubah hidupku yang kelam kelabu. Lingkaran itu, lingkaran rohis itu adalah lingkaran cahaya yang menerangi kegelapan zaman. Dan di dalam lingkaran itu, dapat kau temukan manisnya syurga duniawi. Catatan: Sebenarnya, cerpen ini ada kelanjutannya, tapi karena maksimal 800 kata, akhirnya vea potong, mudah-mudahan ngga terlalu mempengaruhi pesan yang ingin vea sampaikan ^^a

Alhamdulillahi Rabbi, berkali-kali kupanjatkan syukurku pada Allah Yang Maha Pemberi Nikmat. Betapa nikmatnya iman ini kurasakan, Ya Allah… Terima kasih Ya Allah, telah Engkau izinkan hamba merasakan nikmatnya iman, islam dan ihsan hingga detik ini, Ya Allah… Engkau juga perkenankan hamba merasakan betapa indah dan nikmatnya berdakwah menyeru kepada-Mu bersama saudara-saudari terkasih yang amat erat buhul ukhuwahnya karena-Mu… Perlahan tapi pasti, air mataku menitik dan semakin deras seiring dengan lantunan syukurku di malam yang sunyi ini. Kembali aku terpekur dalam dzikir dan doa yang panjang seusai shalat malamku. Kutelusuri sudut-sudut ingatanku, kembali mengingat sejak kapan aku merasakan ketenangan jiwa ini, satu per satu peristiwa yang telah lalu dalam hidupku muncul kembali seperti rekaman yang kembali diulang. Mulai dari akhir masa ‘jahiliyahku’ hingga terbitlah ‘cahaya hidayah’ itu…

Lekat dalam ingatanku, lima tahun lalu, aku yang masih bocah ketika itu, masih berseragam biru putih ala anak SMP yang masih polos, dengan ragu-ragu kuserahkan formulir pendaftaran pengurus ROHIS SMA N 1 Bantul yang telah kuiisi sebelumnya. Niat awal, hanya sekadar ingin mengikuti kegiatan, siapa tahu nanti bisa jadi manusia yang lebih baik, karena kulihat kakak-kakak kelas yang aktif di ROHIS terlihat begitu menenangkan & wajahnya pun meneduhkan karena rajin ibadah mungkin, pikirku.

Gara-gara ROHIS, Kutemukan Cintaku!

olehIstiqomah Nur

Khasanah

Serangkaian tes seleksi masuk ROHIS pun kujalani, dan hari pengumuman pun tiba, aku lolos seleksi! Diterimanya aku menjadi pengurus ROHIS pasti merupakan bagian dari rencana yang ditakdirkan oleh Allah untukku, jangankan ini, bahkan daun jatuh sekalipun telah Allah tuliskan di Lauhul Mahfudz sejak dahulu bukan? Dari sinilah cahaya hidayah itu mulai nampak nyata bagiku, dan aku pun bersegera menjemput hidayah itu… Alhamdulillahi Rabbi, sekali lagi aku bersyukur.

Sebagai junior yang baik, aku ikuti berbagai kegiatan keagamaan aku ikuti karena aku merasa itu tanggungjawabku sebagai pengurus ROHIS, termasuk pengajian pekanan di masjid sekolah. Dari sinilah aku semakin mengenal Allah dan syari’at-Nya, semakin memahami makna syahadat yang setiap hari kubaca di setiap tasyahud dalam shalatku, belajar mewujudkan karakter pribadi muslim yang seharusnya aku punya, belajar mencintai dan mengamalkan dakwah sebagaimana Rasulullah, para sahabat serta para muasis dakwah berjuang, dan berusaha menjadi makhluk yang paling bermanfaat bagi umat.

Sejak saat itu, aku merasakan indahnya ukhuwah yang begitu dekat antara sesama pengurus ROHIS maupun dengan kakak-kakak pembina ruhiyah kami, semoga Allah selalu merahmatinya & memberikan balasan kebaikan sebesar-besarnya. Walaupun kami bukan saudara sedarah, namun ikatan ini terasa begitu kuat, dikarenakan persaudaraan ini lahir karena keimanan kepada Allah. Allah lah yang telah menyatukan hati-hati kami, dalam indahnya ketaatan pada-Nya. Belakangan aku tahu bahwa ukhuwah adalah konsekuensi dari keimanan, ketika iman kuat menghujam dalam dada, maka ukhuwah pun akan terasa indah dan menentramkan. Namun ketika iman compang-camping dan begitu rapuh, bersiap saja merasakan kesakitan dan ketidaknyamanan ketika bertemu atau menerima pemberian dari saudara-saudari seimannya.

Mengikuti pembinaan islam membuatku merasa lebih tenang, lebih tenteram, dan semakin membukakan mataku bahwa Islam itu benar-benar rahmatan lil ‘alamiin. Aku juga semakin yakin bahwa Islam itu cinta damai, tidak seperti yang sering digaung-gaungkan di media bahwa Islam itu teroris dan sebagainya. Sebagaimana yang Allah ajarkan, bahwa cara mendakwahkan Islam adalah dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan cara yang baik (QS. An Nahl: 125).

Alhamdulillahi Rabbi, betapa banyak nikmat dan karunia-Mu untukku, bahkan aku tak mampu lagi menghitung seberapa banyak kasih sayang-Mu untukku hingga detik ini. Berkali-kali Engkau memilihkan takdir terbaik untukku. Memang benar adanya bahwa ketika aku telah menyerahkan semua urusanku pada-Mu, semuanya akan terasa mudah karena Engkaulah yang memudahkan dan mencukupkan segalanya. Dengan berdakwahlah salah satu cara untuk bersyukur pada-Mu. Yang kuyakini, apa yang aku dapatkan hari ini adalah konsekuensi atas apa yang telah aku lakukan sebelumnya. Kembali terngiang bunyi firman Allah dalam QS. Muhammad:7 “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.Alhamdulillah, Allah telah memilihku untuk menjadi bagian dari dakwah di ROHIS, karena dari sinilah aku semakin menemukan dan mengenal cintaku. Cintaku pada Rabbku, Rasulku, agamaku, kitabku, saudara seimanku dan juga dakwah ilallah… Semoga Allah senantiasa menjaga rasa cinta ini hingga akhir hayat nanti, aamiin.

Nama : Istiqomah Nur KhasanahSekolah : Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan UIAlamat : RT 03 Tangkil, Srihardono, Pundong, Bantu

Ku tatap jam dinding menunjukan pukul 11.20 WIB. Ketika itu aku baru saja menyelasaikan tilawah karena menunggu waktu shalat Jum’at berjama’ah di Masjid At Taqwa Lembang. Setelah ku tutup mushaf dan ku tatap tempat mimbar imam, mengikatkanku pada sebuah peristiwa yang bersejarah bagiku. *** Biasanya hari Jum’at selalu ada dua agenda dijam yang sama. Seperti biasa, aku dan teman –teman ikhwan seperjuangan selalu mempersiapkan untuk pelaksanaan shalat Jum’at berjama’ah di sekolah kami. Sedangkan akhwat, sibuk untuk mempersiapkan acara keputrian. Jum’at itu nampak tak seperti biasanya. Terlihat dari wajah teman-temanku yang sibuk dengan mushafnya. Dalam benakku berkata “emmhhh...tak biasa sahabat-sahabatku seperti itu?” Biasanya, mereka sibuk dengan obrolan duniawi. Ada yg membahas pertandingan bola dan idolanya, sibuk dengan rumus-rumusnya, dan ada pula yang fokus pada Hapenya. Tapi hari ini mereka kok aneh ya?”. Ada perasaan bahagia melihat sahabat-sahabatku itu, namun ada perasaan tak biasa juga. Tapi ya,,, tak apalah kalau berubahnya kearah kebaikan. Aku pun jadi tambah bersemangat untuk fastabiqul khoirat. Waktu adzan pun tiba, seperti biasa jadwal untuk menjadi sorang muadzin dilakukan oleh siswa dan kebetulan Jum’at sekarang adalah bagianku untuk mengumadangkan adzan. Ketika itu yang menjadi khotib adalah Ustad Didin Wahyudin sekaligus mentor kami. Kami terbiasa memanggil beliau dengan sebutan

Secuil kisah antara aku dan Rohis ...

oleh: Kamilludin Mustofa

“Kang Dididn”. Beliau adalah sosok yang luar biasa, walau pun bekerja sebagai staf TU di sekolahku tapi beliau tau banyak tentang agama. Ternyata beliau juga alumni Rohis waktu SMAnya. Beliau menyampaikan tentang 10 kriteria seorang muslim. Beliau menjelaskan bahwa seorang muslim tidak berkutat dalam pelaksanaan ibadah saja tetapi dalam seluruh aspek kehidupan, karena islam rahmatanlilalamin. Khutbah Jum’at itu diakhiri dengan bacaan do’a robithoh oleh beliau, yang entah kenapa do’a itu sangat sejuk dihati. Aku pun berdikir untuk mengumandangkan iqomah pertanda akan melaksanakan shalat. Takbir pun dibacakan. Senandung bacaan Al-Qur’an yang begitu indah dibacakan. Ya,,,surat Al-Fajr, disenandungkan oleh mentorku itu. Indah, dan sangat indah, membuat hati ini terenyuh dan memaksa bulu pundukku berdiri. Walaupun surat itu belum aku hafal, tapi entah kenapa hati ini merasa ingin sekali mengikutinya, lantunannya, senandungnya yang tak bisa dikalahkan oleh penyanyi ternama di dunia sekalipun. Ya ayatuhannafsul mutma’innah, irji’i ila robiki rodiatammardhiyyah, fadkhuli fi ibadi, wadklui jannati. 3 ayat terkhir yang menggetarkan hatiku. 3 ayat terkhir yang dengan cepat tersimpan di memori. Subhanallah inilah sapaan terlembut dari Rabb-ku. Kelembutan yang jauh lebih lembut dari mahkluk-Nya. Salam, menandakan Shalat telah usai. Kemudian aku bermunajat agar tidak mengecewakan Rabb-ku dan akan selalu mendekatkan diri pada-Nya, karena yang aku tahu, Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang ingin dekat dengan-Nya. Setelah selesai menunaikan shalat sunnah 2 rakaat, kulihat kembali teman-temanku yang sibuk dengan mushafnya. Masih sangat fokus, merelakan kebiasaan yang biasa dilakukan untuk sebuah komitmen. Ya,,, setiap ba’da Jum’at adalah jadwal

mentoring kami si sekolah. Emmhhh,,,, baru tersadar, mungkin karena hari ini jadwal mentoring hingga teman-temanku menjadi aneh seperti itu. Lalu dengan sendirinya teman-temanku menghampiriku. Masih terbanyang, di pojok sebelah kiri masjid tua itu. Kami berkumpul dan mulai berdiskusi. Hanya sekedar untuk menunggu mentor kami datang. Ya,,, Ustad Didin Wahyudin beliau adalah mentor kami. Kebetulan tadi beliau langsung ke TU setelah beres mengimami. Saat berkumpul dengan teman-temanku, terlihat wajah ceria dan khawatir. Hanif, Farhan, Fadjar, dan Ridwan yang sering dipanggil Avo adalah teman kelompok mentoringku.

“Must, surat An-Naba hafal berapa ayat?” tanya Hanif kepadaku.“Alhamdulillah nif, ana hafal 30 ayat. Tolong tes ya?” Pintaku.“Sip-sip.” Jawabnya. Lalu aku dan hanif pun silih bergantian membacakan surat An-Naba. Setelah selesai kami bergantian membaca, aku teringat dengan tingkah laku aneh teman-temanku sebelum shalat Jum’at. “Kayaknya,mereka sibuk menghafalkan Al-Quran. Pantas saja mereka berkutat terus dengan mushafnya masing-masing.” Tebakanku.“Kalau cuman hafal 5 ayat gimana ya?” pertanyaan Ridwan kepada kami. “Kayaknya, ga apa-apa Vo.” Fadjar menguatkan Ridwan. “kita kan baru pertama ditugaskan untuk menghafal kan. Jadi kayaknya tak apa.” Farhan pun memastikan kabar gembira ini.“7 ayat akhi ! kan one day one ayat.” Seru Hanif dengan semangat. Seketika, ibarat setetes air yang meresap kedalam tanah yang tandus, sedikit wajah ceria menerim perkataan dari Farhan langsung saja menghilang. Ridwan pun langsung fokus dengan mushafnya. Tapi Fadjar dan Farhan terlihat santai-santai

saja, nampaknya mereka sudah ada digaris aman. “Assalamualaikum ...” Ustad Didin masuk ke dalam masjid.“Wa’alaikumsalam ...” Jawab kami serempak. Lalu acara mentoring pun dimulai, Hanif sebagai MC saat itu. Kulihat wajah tegang bersama teman-temanku, begitu juga diriku. Hanif pun membukan acara mentoring dengan membaca basmallah, lalu dilanjut dengan tilawah dengan 1 orang 1 lembar Al-Qur’an cetakan Syamil. Setelah tilawah beres Ustad Didin langsung memberikan tawaran siapa yang berani menyetor hafalan.

“Gimana hafalannya Akhi, ada yang sudah siap” pinta beliau.“Ana Kang !!!” jawab Hanif.Hanif pun membaca hafalannya tanpa masalah. Kebetulan dia adalah teman kami yang SMPnya berasal dari pesantren. “Alhamdulillah, diantara antum sudah hafal. Tingkatkan ya Akh?” saranya.“Kang, kalau 5 ayat boleh kan ya?” Avo mendahului Ustad Didin berbicara dengan penuh harap.“Ga apa-apa akh, ana kan belum memberi batasan berapa ayat per-pekannya. Justru ana mengapresiasi kesungguhan antum semua. Jadi, mau Avo duluan ?” pinta Ustad Didin dengan wajah yang begitu sejuk.“Ga kang, Mustofa duluan saja?” permintaannya.“Iya mangga, Must, silahkan baca !” pintanya.“Siap kang.” Jawabku. Aku pun membaca dengan menutup mata, karena Farhan selalu mengganguku. Kubaca Ayat Illahi itu dengan sungguh-sungguh. Walaupun beberapa kali sempat salah, tapi aku dapat menyelesaikan 30 ayat Surah An-Naba. Alhamdulillah.“Subhanallah, semangat akhi, tinggal 10 ayat lagi.” Beliau memberikan semangat.

“Farhan, mangga baca?” pintanya lagi.“Siap Kang.” Jawabnya. Farhan pun membaca dengan lancar tanpa hambatan. Pantas saja, dia kan punya sekolah menengah atas dan menegah pertama Islam di lembang.“Jar? Baca.” Sahut Ustad Dididn.“10 ayat saja kang.” Argumennya. Fadjar pun berhasil menyetor 10 ayat walau pun masih ada kesalahan – kesalahan.“Avo...?” kata Ustad Didin“5 ayat kang, heheh.” Pintanya. Ustad Didin hanya tersenyum dan Avo pun langsung membacanya. Sering salah tapi kemauannya yang tinggi dapat menuntaskan 5 ayat yang dipintanya. Aku sangat salut pada kawanku ini. Boleh dikatakan bacaan Qur’annya dia dibawah rata-rata kami. Tapi yang aku banggakan adalah kemauannya. Dia tidak pedulia orang mau bilang apa, yang penting dia belajar. Itulah yang dapat prediksi dari sahabatku ini.

“Subhanallah, antum semua begitu antusias untuk menghafalkan Al-Qur’an. Semoga hafalan yang antum baca menjadi penerang di Allam kubur dan menjadi Syafaat di Padang Mahsyar kelak. Amin. Semoga antum tetap istiqomah untuk menghafal kalam Illahi dan berkomitmen menjadi seorang Hafidz insyaallah.” Tambahan dari beliau untuk kami.“Lanjut, agenda berikutnya adalah kultum dari Farhan dan dilanjutkan materi oleh Kang Didin. Mangga tafadhol!” Hanif melanjutkan amanahnya sebagai MC.

Hari itu sangat bersejarah bagi kami, hari dimana kami menghafal Al-Qur’an dan menyetor kepada mentor kami. Tidak ada paksaan, tapi karena kesadaran diri. Bukan karena harus, tetapi karena ingin. Itulah modal kami untuk menghafal Al-Qur’an. Menghafal kalam Illahi yang diturunkan kepada idola kami yaitu Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril.

Sejak saat itu, Aku, Hanif, Fadjar, Ridwan (Avo), dan Farhan berkomitmen untuk menghafal Al-Qur’an. Menjadikan Al-Qur’an sebagai pandangan hidup dan As-Sunnah sebagai tata caranya. Inilah yang aku dapatkan dari Rohis. Sebuah komitmen yang aku implementasikan dalam segala aspek. Kepribadian, masyarakat, kepemimpinan, dan organisasi.***Lamunan itu buyar ketika seorang bapak tua menyarankan agar aku mengisi shaf paling depan. Lalu aku tersenyum sendiri ketika mengingat peristiwa itu. Hari yang sangat bersejarah yang membuatku kini tahu apa arti sebuah komitmen dan kesungguhan. Rohis yang membuat aku ingin menghafal Al-Qur’an. Rohis yang mengajari sebuah komitmen.

KAMI ALUMNI ROHIS, dan KAMI INSYA ALLAH SEORANG HAFIDZ.

Biodata penulisNama : Kamilludin Mustofafacebook : http://www.facebook.com/kamilludin.mustofa

“Nggak gaul banget sih, cemenloh, kampungan loh” Itulah beberapa kalimat yang sering dikeluarin teman-teman, saat tiga tahun lalu akumenjadi ketua di ROHIS.Bagaimana dengan teman-teman? Apakah pernah mendapatkan cap yang sama, atau yang lebih menyakitkan lagi? Bagi teman-teman yang pernah aktif di ROHIS kemungkinan besar menerima cap tersebut, dan kalo yang nggak aktif di ROHIS kemungkinannya justru memberikan cap tersebut ama teman-teman ROHIS. Tapi tau nggaksih, kini ada cap baru yang mengagetkan semua pihak, sebuah cap yang membuatROHIS laksana monster berbahaya yang harus dijauhi oleh remaja. Cap baru ini, diungkapan metro Tivi, pada jumat 12 september 2012 yaituROHIS sebagai sarang teroris.

ROHIS. Apa yang ada dalam pikiran teman-teman ketika mendengar kata tersebut? Apakah benar mereka teroris? Tentu nggak. Bagi akuROHIS sebagai kumpulan remaja sholeh dan sholehah, yang berusaha menemukan jati dirinya demi meraih kesuksesan dunia dan akhirat yang berlandaskan syariat Islam dalam segala aktifitasnya. Namun sayangnya banyak, yang salah paham tentang keberadaan ROHIS, bahkan sebagian manusia mengira sebagai penghambat kesuksesan. Tapi buat teman-teman ROHIS buanglah kekhawatiran itu, sebab ada kabar gembira berupa janji dari Allah Swt.Janji ini bersifat pasti berupa pertolongan Allahyang diberikan ama teman-teman ROHIS.

" Sesungguhnya kami akan menolong Rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari kiamat)” (QS. Al-Mu’min: 51).

ROHIS BUKAN TERORIS TAPI

ROHIS ITU TERHORMAT

NamaLa Ode Munafar

Asal KampusKampus STEI Hamfara Yogyakarta

Email

[email protected]

Jadi, jangan sampai cap yang menyakitkan hati membuat teman-teman patah hati. Sebab teman-teman punya Allah yang selalu menjaga dan membalas kebaikan teman-teman. Anak ROHIS kan selalu baik-baik dan beriman, seperti yang dimaksud dalam ayat di atas. Iyya kan? Pasti dong.!!!Liat aja aktivitas kesehariannya, anak-anak ROHISselalu aktif membuat kegiatan seperti seminar-seminar, training, dan bedah buku. Anak ROHIS aktif melakukan kegiatan remaja, demi menyeru teman-temanya agar terbebas dari pergaulan-pergaulan moderen yang berbahaya dan mengajak pada kebaikan atau dengan kata lainnya amar ma’ruf nahi munkar.

Bagaimana Allah nggak menolong teman-teman ROHIS? Sebab, gara-gara ROHIS sebenarnyabisa membangun peradaban dunia.Hal ini bisa diperhatikan dari aktifitas ROHIS sering berkumpul dalam rapat-rapat, kajian-kajian dan cerita bareng demi memikirkanmasalah urusan umat, dan solusi terbaiknya. Banyak yang memandang enteng kumpulan ini, mengira nggak membawa pengaruh. Tapi teman-teman perlu tahu, bahwa lewat kumpulan-kumpulan seperti ROHISlah, bisa menyelamatkan teman-teman bahkan masyarakat dunia. Sejarah membuktikan, sebagai contoh perstiwa proklamasi selalu berawal dari pertemuan-pertemuan rutin oleh pemuda-pemuda. Termasuk agama agama Islam yang mampu menyebar hingga 2/3 dunia, karena berawal dari pertemuan-pertemuan rutin Rasululah bersama sahabatnya. Semuakebangkitan-kebangkitan berawal dari pertemuan rutin dan kumpulan.

Selain itu gara-gara ROHISlah teman-teman bisa melatih kepercayaan diri, keberanian sekaligus latihan. Di ROHIS teman-teman melatih diri ceramah, dan berbicara didepan forum-forum resmi hingga meningkatkan kapasitas diri.Di ROHISlah teman-teman bisa mendapatkan tambahan ilmu yang nggak didapatkan dibangku sekolah. Tentu ini merupakan kesempatan berharga remaja dalam merealisasikan potensi-potensi yang sedang tertidur.Jika ada yang menanyakan prestasi anak ROHIS, maka nggak ada yang meragukan lagi. Anak ROHIS selalu menepati peringkat di kelas dan menduduki kelas-kelas unggulan. Contoh saat aku masuk di ROHIS SMAN 2 Kendari pada kelas XI, maka sejak itu aku menduduki peringkat 1 dikelas, padahal sebelumnyapada kelas X peringkat 10 besar pun aku nggak

masuk. Banyak yang bertanya “Haaaa... koq bisa La Ode berubah 180 derat gitu?” (sampai matanya melotot gitu, dan bilang WOOW, He.heee). Jawabannya gara-gara ROHIS. Mengapa? Sebab di ROHIS teman-teman berkumpul bersama suadara-saudara yang menjadikan Islam sebagai landasanya dalam bertingkah laku. Hubungansesama teman-teman nggak hanya sebagai ikatan oraganisasi sekolah, tapi dari segi perasaan, pikiran dan peraturan telah menyatu . Dari sinilah teman-teman membentuk program kerja kelompok, kerja PR bareng, dan diskusi.

Ada lagi yang terpenting dan sangat bermanfaat dalam ROHIS yaitu dalam ROHIS ada pembinaan kepribadian ISLAMI. Inilah yang unik dalam ROHIS ada kajian rutin yang mendidik teman-teman menjadi manusia yang berpola sikap dan pola pikir Islami. Ada mentor dari alumni ROHIS yang lebih dulu belajar Islam di ROHIS. Dari sinilah, ilmu agama selalu mendarah daging disetiap tubuh teman-teman, menyatu disetiap aliran darah yang mengalir hingga bisa menjadi manusia yang berkeperibadian mulia, berakhkak Islami dan menjadi generasi unggul.

Semangat kebersamaan pun bisa teman-temanmenemukan dalam ROHIS. Selain belajar bersama, teman-teman sering berkreasi bersama juga, seperti menulis mading, memasang mading, hingga kita mengganti isi mading secara rutin setiap minggu. Selain itu teman-teman menulis buletin bareng, pelatihan kepenulisan bareng, latihan retorika bareng,shalat berjama’ah, sampai pergi ke kantin makan bareng. Gara-gara ROHISlah teman-teman bisa membentengi diri, sebab selalu ada kebersamaan setiap saat. Kebersamaan yang saling melindungi, jika ada yang lalai maka ada yang menasehati, jika ada yang khilaf ada yang menegur, jika ada yang lupa selalu ada yang mengingatkan. Semua ini hanya bisa teman-teman dapatkan selama di ROHIS. Jika seperti teman-teman tinggal menungu Allah yang akan selalu menolong ROHIS seperti yang dimaksud dalam surat QS. Al-Mu’min: 51.Jadi ROHIS itu bukan TERORIS tapi ROHIS itu TERhORmat

Senyum mentari masih bisa kuintip dari balik jendela Laboratorium Fisika Dasar, tak seperti Ibu Dosen Praktikum yang tak menampakkan senyumnya hari itu. Terasa sekali beliau sangat berbeda dengan pertemuan sebelumnya yang sangat ramah. “Pasti ada sesuatu” pikirku. Aura kebekuan nampak dirasakan pula oleh seisi kelas yang berbalut jas lab putih. Dari sudut kanan bangku paling belakang aku terus memerhatikan setiap gerak Bu Dosen. Peralatan praktikum GLB dan GLBB di hadapanku tak sedikitpun mengalihkan perhatian. Paling enak pekan kemarin karena aku duduk di bangku paling depan, meja praktikum “Elastisitas”, aku bisa dengan mudah menyimak arahan dosen. “Laporan anda semua salah, salah dan salah!” ucap Bu Dosen membuka pertemuan sambil menyimpan setumpuk laporan di atas meja paling depan setengah dilempar. “Silakan ambil laporan Anda, saya tunggu perbaikannya pekan depan”. Dua jam praktikum terasa sangat lama. Hampir tak ditemukan wajah ceria keluar dari laboratorium . “Teh Nurul, mau kemana sekarang?” tanya seorang teman asal Ponorogo “ Ke Mesjid, shalat dzuhur disana yuk Mba!” ajakku. Aku ingat sewaktu SMA kalau ada masalah di sekolah aku pasti lari ke Mesjid, mengadu kepada Allah, tak jarang teman-teman ROHIS juga menghiburku disana. Sambil berjalan menuju Masjid kami membuka Laporan praktikum masing-masing. Kupandangi laporan “Elastisitas”ku dari judul hingga daftar pustaka tak kutemukan coretan dosen sedikitpun, aku tak mengerti bagian mana yang harus

Bayang ROHIS dalam Fisika Dasar

olehNurul Bunda Mumtaz

kuperbaiki. Rasanya aku sudah berusaha maksimal untuk mengerjakan laporan itu. Pelatihan pembuatan laporan praktikum fisika dasar di himpunan aku ikuti, slide sistematika laporan dari dosen berusaha aku pahami. Buku setebal bantal rela aku baca demi mendapatkan landasan teori untuk laporan praktikum. Aku bahkan telah menghitung nilai besaran yang harus dicari dalam praktikum berulang kali. Aku menangis sejadi-jadinya usai shalat dzuhur di lantai 2 masjid. Aku memang tak berpengetahuan, aku bahkan tak tahu apa yang harus aku perbaiki. Fisika, kabarnya mahasiswa pendidikan biologi tak terlalu suka dengan mata kuliah yang satu ini. Seorang teman bahkan memilih biologi untuk menghindari fisika. Hahaha…ternyata bersua pula dengan fisika. Sewaktu SMA aku suka fisika, dan sekarang? Aku tengah berpikir ulang untuk tetap menyukainya atau…. Ah, itu sebenarnya bukan persoalan, masalahnya sekarang adalah bagaimana memperbaiki laporanku. Kebingungan masih menyelimuti dan entah harus kubiarkan sampai kapan. Tiba-tiba wajah adik-adik ROHIS SMA hadir di kepalaku. Ah, besok kan jadwal bertemu mereka di sekolah, kami biasanya akan berdiskusi topik-topik seputar agama, trik-trik belajar di sekolah atau bahkan ngarujak bareng. Kalimat pertama yang biasanya dilontarkan setelah salam adalah “Teteh, apa kabar?” haruskah kujawab “Galau” haruskah aura kegalauan gara-gara bingung dengan laporan tetap bersarang hingga esok hari? Bahaya, ini bisa menular ke adik-adik ROHIS di sekolah. “Oh, Ya Allah haruskah adik-adik ROHISku melihat kerapuhan kakaknya? Tolonglah hamba-Mu Ya Allah” teriakku dalam hati. Aku harus ceria, semangat ketika berjumpa dengan adik-adiku besok. Melupakan laporan begitu saja tentu bukan sebuah penyelesaian. Memperbaiki? Hal yang tak mungkin juga aku lakukan sementara aku belum menemukan letak kesalahannya. Sebagian teman memutuskan untuk minta bantuan kakak kelas jurusan fisika yang satu kost dengan mereka nanti malam. Kalau aku ikut mereka tentu aku harus menginap. Menginap, tentu juga tak mungkin karena aku belum minta izin orang tua,HP ataupun telepon masih barang langka di tahun 2000. Aku tak ingin ayah ibuku kesusahan mencari putri sulungnya. Birrul walidain, berbuat baik kepada orang tua adalah tema yang sering juga dibahas di ROHIS. Akhirnya aku memutuskan untuk menemui Bu Dosen, siapa tahu beliau berkenan menunjukkan bagian laporan yang harus ku perbaiki.

Laboratorium sepi tapi pintunya terbuka, pasti ada orang didalamnya. Kuketuk pintu sebuah ruangan yang disekat di dalam lab, “Assalamu’alaikum, boleh saya masuk?” “Wa’alaikumsalam, buka saja!” sahut Bu Dosen. Aku dipersilakan duduk, “Ya, ada apa? Kamu anak biologi ya?” tanya Bu Dosen dengan senyum khasnya. “Betul Bu saya mahasiswa biologi yang tadi praktikum. Seperti yang Ibu sampaikan bahwa laporan kami semua salah. Saya sudah membaca kembali laporan saya dan mencari bagian yang harus saya perbaiki. Maklum Bu, ini laporan praktikum FisDas pertama yang saya buat, saya kebingungan menemukan bagian mana yang harus saya perbaiki.” paparku dengan hati berdebar. “Coba saya periksa” Bu Dosen memerhatikan laporanku dari awal hingga halaman terakhir, aku menunggu sambil harap-harap cemas. “Ehm, laporan kamu sudah benar. Laporanmu mungkin terlewat diperiksa. Silakan mau dikumpulkan sekarang atau bareng dengan yang lain?” kalimat yang meluncur itu sama sekali tak kuduga. “Nanti saja Bu, sekalian dengan teman-teman. Terima kasih banyak Bu” akhirnya aku bisa pulang dengan riang. Alhamdulillah. Aku bisa melalui tahun pertama kuliah dengan nilai A untuk Fisika Dasar I dan II. Tak bisa kubayangkan jika saat itu aku menyerah dan memutuskan lari dari mata kuliah Fisika tentu ijasah sarjana tak bisa ku kantongi. Syukurku kepada Allah yang telah mengijinkan aku menempa diri di ROHIS, belajar untuk menghadapi hidup, belajar memahi bahwa tak mungkin Allah berikan beban tanpa pundak (hihi…yang ini sih lirik lagu salah satu nasyid). Alhamdulillah, ijasah S1 menjadi salah satu bekal untuk mendapatkan beasiswa Magister Bioteknologi di salah satu PTN di Bandung. Alhamdulillah, gara-gara ROHIS ;)Nama : Nurul Bunda MumtazFacebook : http://www.facebook.com/nurulbundamumtaz

Satu kata yang mungkin bagi sebagian orang jarang mendengarnya. Bahkan menjadi asing di telinga. Seperti aku. Sebelum pindah ke sekolah yang memperkenalkan aku pada kata itu, jangankan mengklaimnya sebagai bagian dari warna dalam hidupku, berfikir bahwa kata itu ada saja tidak. Awalnya, aku berfikir, Warung Tegal seperti apa Rohis itu? Tidak tau. Untuk sekolah-sekolah yang ada, Rohis memang diperkenalkan sebagai bagian dari kegiatan yang dianjurkan untuk diikuti siswa. Tanpa ada untur paksaan di dalamnya. Nah disitulah, bagi telinga-telinga asing mulai merasa familiar dengan satu kata, Rohis.

Menurutku, Rohis merupakan satu tempat strategis untuk dikunjungi bagi pandatangnya. Layaknya sebuah warung tegal, kalau-kalau perut kita sedang lapar sasarannya pasti tempat makan. Khususnya bagi anak kos. Warung tegal nan murah menjadi sasaran utamanya saat perut sedang meraung minta diisi makan. Tak akan dimunafikkan kalau banyak orang yang akan betah berlama-lama duduk menjamu di warung tegal itu. Apalagi ditemani riuhnya suara teman-teman yang membuat susasana saat kita makan semakin nikmat. Setelah selesai makan, ditambah dengan berbincang-bincang. Afdol sekali pasti rasanya.

Sama halnya dengan Rohis. Rohis merupakan suatu wadah yang tepat untuk kita mengisi diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Bagi dunia dan akhirat pastinya. Untuk membuktikan kenyataan pada diri kita sendiri bahwa Allah menciptakan kita sebagai hambanya yang penuh dengan kesempurnaan. Dirohis,

Antara warteg dan rohis

Nama Nurul Qamariah Adijaya

InstansiUniversitsa Islam Indonesia

[email protected]

segala kemurahan itu ada. Pengurusnya sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung mengisi hati agar bisa lebih mandiri untuk hidup kepada-Nya yang menciptakan. Tangan Rohis itu murah untuk berbagi. Raut wajah orang-orang yang ada didalamnya sangat mudah untuk tersenyum dan menyapa. Hangat, memiliki watak yang lembut dan mengerti akan keadaan. Rohis mengerti bagaimana mendekatkan diri kepada Allah, dan memasukkan diri secara bersama-sama menuju jalan yang diridhoi Allah. mengerti bagaimana menghormati orang lain, memuliakan orang lain agar dapat merasakan bagaimana arti bahagia. Jiwa menjadi lebih tenang dan tak akan merasa sendiri.

Banyak kajian yang menjadi salah satu program kerja Rohis. Seperti salah satunya yang membuat aku bangga adalah ternyata kita sebagai wanita merupakan sosok yang mulai dan pantas sekali untuk dimuliakan. Kita para wanita adalah calon ibu yang disebut namanya tiga kali oleh Rasulullah saw. Saat ditanyakan siapa orang yang pantas untuk dimuliakan. Oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarah Sahîh Muslim juga terpampang jelas bahwa wanita harus diperlakukan secara ma’ruf. Sebegitulah mulianya kita sebagai wanita. Kajian lain yang membuat kita menjadi pemerhati diri dan sesama juga dibahas dalam Rohis. Seperti, Cara bekerja sama dalam berorganisasi. Dan apabila Rohis sedang ada kegiatan lapangan, kita juga bisa mengerti arti kebersamaan, di dalam kebersamaan itu kita bisa memahami bagaimana menjalin komunikasi yang baik. Dan suatu hal yang pastinya tak akan ketinggalan, adalah kajian-kajian yang membahas tentang habluminallah. Yang membuat Pengetahuan kita mengenai agama meningkat. Kesempatan untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah swt. dan lisan kita yang mungkin biasanya sangat minim dalam berbahasa Arab juga menjadi tambah maksimal saat berada di lingkungan Rohis. Bahkan bisa terbawa keluar dari lingkungan Rohis.

Itulah semua tentang Rohis, layaknya warteg yang bisa mengenyangkan dari keadan kita yang lapar sebelumnya. Lapar akan pengetahuan agama dan ingin dekat dengan-Nya. Lapar akan bersosialisasi dengan saudara di sekitar lingkungan kita. Dan lapar untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Tak ada kesesatan didalamnya. Tak ada penyimpangan atau doktrin-doktrin pembawa kemurkaan dalam tiap langkahnya. Bergabunglah dan bersyukurlah bersama Rohis. Kita bersama-sama untuk menjadi lebih baik

“Rohis itu bukan tempatnya orang-orang yang baik, tetapi Rohis itu tempatnya orang-orang yang ingin menjadi lebih baik.”

Sebuah kalimat di selebaran Rohis kampus yang membuatku kembali tersentak dan mengingat masa-masa menjadi bagian dari keluarga J-Com.Jundulloh itu nama mushola di SMA-ku dulu dan entah bagaimana kakak-kakak kelas kami dulu menamai anak-anak Rohisnya dengan julukan J-Com, Jundulloh Community.

Pertama kali masuk SMA aku sama sekali tidak berpikiran untuk menjadi pengurus Rohis. Awalnya aku memang mengikuti kajian rutin jumat di mushola, itu juga karena ada kewajiban dari salah satu ekskul wajib disana. Tapi lama kelamaan rasa terbebani karena kewajiban itu musnah, yang ada jadi perasaan butuh pada kajian itu.

Seperti organisasi-organisasi lain, Rohis selalu punya acara seru. Setiap tahunnya Rohis menyelenggarakan acara Rihlah dan Baksos di daerah yang bisa dikatakan “rawan”. Disinilah semua berawal. Dalam sebuah kesempatan, kakak-kakak pengurus Rohis menanyakan kesediaan kami, peserta kelas X, untuk menjadi pengurus Rohis selanjutnya. Dan dengan sangat yakin aku mengajukan diri. Jujur saja, rasa minder itu pernah muncul. Apalagi ketika teman-teman lain meledekku dengan julukan “mbak-mbak Rohis”. Bukannya aku tidak suka, hanya saja terkesan me-“wah” kan. Siapa sih aku, kok berani-beraninya jadi pengurus Rohis?

GARA-GARA ROHIS, AKU JATUH CINTA!

NamaRahmatika Sari

SekolahSekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS)

Fb https://www.facebook.com/

ratisaaa?fref=ts

Email [email protected]

Berjilbab saja baru saja ketika masuk SMA. Ilmu agama juga tidak seberapa. Sholat masih suka malas dan bahkan kadang masih bolong sana sini. Hapal Al-quran apalagi, juz ‘amma saja banyak yang lupa. Astaghfirulloh. Kakak-kakak disana pun tidak menuntut banyak hal. Keikhlasan. Itu saja. Dan alhamdulillah aku dapat amanah yang insyaallah menjadi awal terbaik untuk memulai jalan ini, menjadi seksi kajian dan dakwah, seksi yang mengurusi kajian rutin jumat yang sering aku ikuti sebelumnya. Subhanallah. Dulu hanya bisa sekedar mengikuti kegiatannya, dan sekarang bisa langsung merencanakan kapan ada atau tidaknya, menentukan siapa pembicara dan tema apa yang akan diusung, bahkan aku punya kesempatan membuat teman-teman lain unjuk kepercayaan diri dengan mengemban tugas sebagai pembaca acara, kultum dan tilawah saat kajian dilaksanakan. Alhamdulillah. Dan Rohis mengajariku untuk menyadari bahkan kita hanyalah manusia, makhlukNya yang tak pernah luput dari kesalahan. Selama menjadi pengurus, begitu banyak perubahan yang terjadi. Berbagai cap juga bermunculan. Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya, kenapa ada labeling anak Rohis itu alim? Dianggap tahu “lebih” daripada anak lain? Padahal sama sekali tak ada hubungannya, toh kami sama-sama sedang belajar, hanya judulnya saja yang berbeda. Dan kenapa ketika salah seorang dari kami melakukan kesalahan, yang bahkan seperti sudah dianggap biasa saja bagi orang-orang, banyak dari mereka menanggapinya dengan berlebihan? Kami dicemooh, digunjingkan disana-sini. Dari situlah aku justru termotivasi menjadi lebih baik lagi bukan hanya dihadapan orang lain, tetapi juga Allah SWT. Aku terpacu untuk merealisasikan bahwa ekspektasi mereka terhadapku dan teman-teman pengurus lain, yang katanya anak Rohis itu alim, tidak jauh dari aku yang sebenarnya.

Bagiku, Rohis membuat aku menjadi lebih “hidup” tidak hanya sekedar hidup dalam kehidupan yang itu-itu saja dengan segala rutinitas duniawinya yang menyita waktu. Rohis membuatku mengenal banyak hal baru; nasyid, liqo, rihlah, mabit, dan lainnya. Rohis membuat aku memiliki banyak teman-teman seperjuangan yang bahkan sudah seperti keluarga sendiri.

Kami tersenyum bahagia bersama ketika kegiatan-kegiatan yang kami lakukan juga membawa banyak senyum. Kami menangis bersama ketika salah satu dari kami membagi kisah hidupnya. Kami tersenyum haru bersama ketika waktu yang akhirnya membuat kami terpisah jarak, puluhan bahkan ribuan kilometer, untuk mencari ilmu di tempatnya masing-masing.Aku bersyukur sekali bisa menjadi bagian dari J-Com. Tak ada zamannya Rohis jadi sarang teroris. Rohis itu organisasi paling super hebat yang pernah ada, dimanapun sekolah atau universitasnya. Rohis itu organisasi yang kekeluargaannya paling berasa sangat kental. Rohis itu juga organisasi yang di setiap acaranya tak pernah atau jarang sekali menarik uang kontribusi dari pesertanya, tetapi memberikan kegiatan-kegiatan yang asyik, seru dan bermanfaat dunia akhirat, serta insyaallah selalu diridhoiNya.

Rohislah tempatku dan teman-teman belajar bersama. Tak masalah seperti apa aku dulu. Tak masalah jika aku hanya tahu sedikit tentang ilmu agama. Tak masalah. Semua itu sungguh tak menjadi masalah ketika aku mau terus dan terus belajar memperbaiki diri, akhlak, dan pengetahuan agama yang aku miliki. Gara-gara Rohis aku semakin cinta padaNya dan ajaranNya. Gara-gara Rohis aku jatuh cinta pada lantunan ayat-ayat suciNya dan nasyid. Gara-gara Rohis tak seminggupun bisa kulewati tanpa kajian, liqo, ataupun sekedar mencari bekal melalui internet. Gara-gara Rohis tak segan kulewati sepertiga malam untuk mencurahkan segala isi hatiku kepada Yang Mahakasih. Gara-gara Rohis aku jatuh cinta pada mereka, keluarga J-Com dan Neoramdhanz Community, karena Allah SWT. Semua gara-gara Rohis!

Salam haru biru, negeri merah putihAku masih terperangkap di sini, negeri merah putih.

Mendengar keluh kesah problematika bangsa yang tak pernah usai,menggores kalbu yang mulai pudar warna putihnya.

Gelap…

Aku masih terperangkap di sini, negeri merah putih.Menyaksikan jiwa-jiwa yang berada pada persimpangan jalan,

jutaan jiwa yang bingung harus pergi kemana, mengigau karena belum terbangun dari tidur panjangnya.

Gelap…

Aku terperangkap di sini, negeri merah putih, berdiri menatap para pemimpin negeri tercinta.

Berbeda dari masa lalu,kini,

perkataan mereka serupa angin yang berhembus,beberapa nurani mulai hilang karena mulai tertutupi kursi.

Gelap…

Cahaya Negeri Merah Putih

Nama Rizal Fathul Anwar

Asal Instansi Forum Dienul Islam / SMKN 1

Cimahi

Email : [email protected]

Aku masih terperangkap di sini, negeri merah putih.Wahai para alim, muara mata air religi negeri kami, yang menatap lewat Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Tunjukan lagi kepada kami cahaya itu, cahaya yang terpancar dari hati yang khusyu,cahaya yang terpancar dari untaian ayat-ayat penyejuk tanah air ini.

Gelap…

Aku pun masih tetap terperangkap di sini, negeri merah putih.Kutatap mata para kanak-kanak penerus negeri.

Ajaib,kulihat kemiskinan,

bahkan kulihat kebodohan,kemudian kulihat kekufuran,

o, tauran,o, hedonisme.

Gelap…

Tunggu,terlihat masa kecil yang berbinar di negeri merah putih.

Hati-hati yang berhimpun dalam kasih sayang,tebaran jutaan senyum,

uluran tangan para petinggi,bahagia seperti burung yang terbang bebas di atas tanah, bebas.

Cahaya…

Aku terbebas dari perangkap itu, negeri merah putih yang mulai usang.Kebebasan yang kurayakan dengan masuk sekolah jenjang SMA.

Cahaya…

Aku berdiri di sini, sekolah pembangunan untuk negeri merah putih.Diasuh oleh kehangatan kasih sayang para mentor dan murabbi,

yang mendidik bukan hardik,yang mengajarkan furqon,

yang mengikat, mendekatkan diri kepada Allah, pemilik jiwa ini.

Cahaya…

Aku mulai dari sini, sekolah pembangunan untuk negeri merah putih.Memulai sepenggal episode, serangkai cerita dan segores kenangan bersama mereka.

Mereka, rohis sekolah pembangunan untuk negeri merah putih.Forum Dienul Islam.

Cahaya…

Aku berdiri di sini, Forum Dienul Islam, pembangun peradaban negeri merah putih yang baru.Di tempat inilah,

Allah mempertemukan kami,Allah merajut ukhuwah untuk kami.

Sehingga akan tercipta peradaban baru negeri merah putih lewat mimpi dan aksi kami.Peradaban negeri merah putih yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.

Cahaya…

Aku berdiri di sini, Forum Dienul Islam, pembangun peradaban negeri merah putih yang baru.Sudah banyak tinta yang kami goreskan untuk pembangunan dan negeri merah putih.

Walau banyak kesalahan dan kealpaan yang tertoreh karena kekurangan kami,tapi rohis akan terus berusaha melawan radikalisme zaman baru,

tapi rohis akan terus merawat dengan kasih sayang belia-belia putih abu,tapi rohis akan selalu berusaha untuk membuat negeri merah putih ini tersenyum

tersenyum melihat generasinya, generasi agamis yang menghapuskan keluh dimasa gelap.

Cahaya, Semoga menjadi cahaya…

Kami mencoba sekuat tenaga untuk negeri merah putih ini,saat kami berganti masa, inilah,

Jejak-jejak yang telah kami ukir dijalan ini, meski tidak banyak yang telah kami persembahkan.Yang kami persembahkan hanyalah setetes, setetes air dari luasnya lautan,

Dan kami YAKIN,ini BUKAN episode akhir dari perjalanan dakwah kami.

Karena bagi kami,TIDAK ADA kata akhir untuk terus berdakwah.

Jalan dakwah masih panjang, terbentang jauh ke depan.Jalan yang terjal dan berliku,

ujungnya bukan di usia,bukan pula di dunia,

tetapi,syurga Allah.

Cahaya, Semoga menjadi cahaya…

Kami bersyukur Allah mempertemukan kami disini.Di jalan ini,

merasakan indahnya ukhuwah,dalam ikatan akidah islam.

Bertemu dengan orang-orang hebat,orang-orang yang senantiasa memotivasi untuk negeri ini,

orang-orang yang senantiasa mengingatkan dalam kebaikan,orang-orang yang senantiasa mengajak berbaris, dalam barisan mujahid dan mujahiddah.

Cahaya, Semoga menjadi cahaya…

Begitu banyak,ilmu, pengalaman, nilai kehidupan, arti persahabatan,

yang kami dapat disini.

Begitu banyak kenangan, yang mungkin tak bisa dilupakan.Bersama sebuah keluarga,

keluarga Forum Dienul Islam,rohis sekolah pembangunan untuk negeri merah putih.

Cahaya…

Salam kasih sayang negeri merah-putihku, negeri airmataku.Kini di atas reruntuhan keluh kesah yang menua, sambil berdiri di rohis, kutepis keputus asaan.

Suatu hari jiwa yang cerah seperti matahari akan mencerahkan segala yang telah tertutupi kegelapan.Jutaan azam, daya dan do’a akan melambung, menutup wajah duka.

Dan para pemimpin, ulama, rakyat,akan terlahir kembali dengan hikmah.

Entah kapan, kuharap kita segera kembali dari masa gelap ini. Membangkitkan negeri cinta kita sekali lagi.Namun, rohis memberikan sinyal, bahwa harapan itu masih ada, harapan untuk negeri merah putih ini, harapan untuk

generasi baru negeri ini.

Bangkitlah negeriku, negeri merah-putihku.

“Minadz Dzulumati Ilan Nur…”

Bissmillah~Assalaam.wr.wbKetika dakwah tak menarik lagi untuk dipertahankandisaat cinta dunia telah menggelapkan pandangan islamhati yang dulunya penuh dengan ketenangan islam,sekarang berubah seakan manisnya iman tak pernah singgah di hati walau hanya sebentar

mungkin sekilas terlihat biasa puisi di atas namun itu adalah cuplikan dari sebuah naskah ceramah saya yang membuat saya menjuarai posisi ke-3 (lomba dakwah)saya tidak bermaksud menyombongkan diri ataupun pamer, tetapi apa yang saya dapat saat itu adalah pencapaian yang penuh dengan kisah. Dimulai semenjak kelas 1 smp , saya adalah seorang yang ber-agama Kristen Katolik karena saya mengikuti ayah saya yang juga pada waktu itu ber-agama kristen,singkat cerita Ibu saya memasukkan saya ke sekolah SMP Assalaam yang berbasis islam karena ibu ingin saya kelak menjadi pribadi yang baik dan shaleh.Kalau tidak salah Ibu pernah bilang kepada saya "ga peduli kaya,miskin,pintar atau bodoh asalkan kamu bisa jadi anak yang shaleh itu udah buat seneng".

SEBENIH ROHIS DI HATIKU

NamaRyo Edward I

asal SMAN 7 BANDUNG

[email protected]

Ketika saya masuk kesana sangat sulit mencari teman di SMP. karena perbedaan agama tentunya yang membuat saya tertutup. Disisi yang sama saya tidak menyukai guru agama saya yang bernama Pa maksoem karena dia sangat bersikeras agar saya mendalami islam , ia membuat saya sering maju ke depan untuk membaca ayat Al-Quran atau menulis ayat-ayat Al-Quran di papan tulis. Selang beberapa bulan,ternyata saya menyukai seorang Akhwat Islam,uniknya saya memutuskan untuk mendalami islam agar sang akhwat itu tertarik pada saya (kalau jaman sekarang lebih disebut pdkt dan nge-skill)tapi saya menyadari bagi saya yang tidak ada bekal agama apapun sulit untuk membaca Al-Quran , Menulis Kaligrafi , Menghafal Juz Al-Quran.. tapi itu tidak membuat saya putus asa. Alhasil saya memilih menghafal hadis terjemahan saja Ternyata hal itu menjadi Titik perubahan hidup saya , apa yang saya hafalkan (hadist-hadist tersebut) saya amalkan karena sangat tertarik dengan sebutan surga,kebahagiaan,siksa perih dll. Setahun berlalu saya kelas 2 SMP , saya memutuskan untuk mengikuti TPQ (Tempat Pembelajaran Al-Quran) itupun setelah ajakan teman satu kelas saya yang kebetulan adalah anak-anak panti asuhan.Rasa malas tetap ada namun saya selalu mencoba hadir pada TPQ karena pada waktu itu saya sudah sering sms-an dengan akhwat yang saya sukai dan dengan rasa bangga tanpa dosa, saya masih ingat isi sms itu "Udah dulu ya , mau TPQ dulu sama anak-anak PANTI :p" hal ini selalu membuat saya tertawa sendiri mengingatnya.Di tempat TPQ itulah saya mulai mendengar kisah-kisah Nabi yang menggugah dan selalu berhasil membuat badan saya merinding mendengarnya. Memasuki tahun terakhir yaitu kelas 3 SMP , saya malah semakin dekat dengan anak panti dan kehidupan mereka dibanding niat awal saya yang mau PDKT dengan akhwat itu.Mereka (anak panti) meminta saya sebagai guru privat mereka untuk mengajari mereka pelajaran mata sekolah selain agama.

Ketika saya mengajari mereka di panti asuhan tepatnya,saya pun mengikuti aturan disana dan dari sana lah saya merasakan cara hidup mereka sehari-hari yang penuh dengan rohani islam dan jauh dari keluarga ,begitu menyentuh dan sangat membuat hati ingin menjerit. Lulus SMP saya memasuki SMAN 25 BANDUNG disana pun ada 1 kegiatan yang membuat saya tertarik yaitu eskul rohis bernama DKM At-tarbiyah'25 ,saya yang baru masuk SMA itu pun baru dapat membaca Al-Quran karena syarat kelulusan SMP saya adalah seluruh siswa wajib dapat membaca Al-Quran.Adapun disana saya berperan hanya sebagai pendengar dari segala sharing ilmu dari kakak-kakak kelas saya Memasuki Kelas 2 SMA , saya pun pindah ke SMAN 7 BANDUNG karena alasan "jarak rumah ke sekolah terlalu jauh" disana saya ikut sekali lagi dalam kegiatan ROHIS bernama KAMUS7 (Keluarga Muslim 7 ) disitu terdapat sebuah permasalahan akan sedikit nya aktivitas yang ada dalam kegiatan rohis itu sendiri.saya ingin melakukan sesuatu namun waktu itu saya belum dapat ber-sosialisasi dengan baik (karena saya murid pindahan). Ternyata awal saya masuk ada sebuah lomba dalam menyambut Ramadhan , saya kalah dan melihat para pemenang,keberhasilan mereka membuat 1 tekad pada saya "tahun depan adalah tahun kemenangan saya". Di SMAN 7 saya bertemu dengan guru mentoring yang hebat , ia mengajarkan saya bahwa islam bukan sebatas buku pelajaran kita harus selalu memperdalam ilmu agama mulai dari fikih , tauhid dan sebagainya.

Alhasil ,rohis lah yang membuat saya jauh lebih paham arti dari islam yang sebenarnya rohis itu sendiri yang membuka ruang bagi saya untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik untuk setiap harinya rohis itu sendiri yang membuat Kreatifitas dan Inovasi untuk selalu membawa nama islam pada arti konkret rohis itu sendiri yang membuat para generasi islam menjadi orang yang luar biasa dalam memajukan setiap kebaikanITULAH ROHIS , ITULAH ISLAM ^^ saya memutuskan memberi judul pada artikel ini "Sebenih Rohis Di Hatiku" Karena benih ini telah tumbuh menjadi pohon yang kuat dan mengeluarkan buah.. untuk dinikmati bersama menggapai Ridha Allah

KU BELA ISLAMKU , KU BELA ROHISKUsemoga dapat menginspirasi ikhwan dan akhwat sekalian^^Wassalaam.wr.wb

Segala puji bagi Allah yang telah menuliskan namaku dalam barisan ini.

Jika tak kudapati teman sejati di kelas, di sinilah aku menemukan mereka. Sekumpulan akhwat dengan pemikiran dan pemahaman serupa. Bersama menaati perintah Allah dan memerangi larangan-Nya. Tak ada permusuhan, kebencian, kedengkian, dan rasa dendam di dalamnya. Karena semua bersandarkan pada Ilah yang sejati. Tidak ada perbuatan salah, kecuali segera meminta maaf. Dan tidak ada ucapan maaf, kecuali pasti sudah dimaafkan.

Oh betapa indahnya hidup bersama mereka. Rasanya kita seperti sudah berada di surga. Apa pun yang kita bicarakan adalah kebaikan. Tidak ada ucapan yang tidak berguna di sini. Dan tidak ada pertemuan, selain salah satu atau keduanya mengucapkan doa keselamatan bagi saudaranya. Tentu saja seraya menjabat tangan dan memberikan pelukan hangat. Inilah ukhuwah.

”Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada di dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al Hijr: 47)

“Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun yang menimbulkan dosa, melainkan ucapan salam.” (QS. Al Waqi’ah:25-26)

olehSeptin Krisna Ramdani

Gara-Gara RohisKutemukan Taman

Surga di Dunia

Gara-gara aku masuk rohis, aku menemukan taman surga di dunia. Suatu “gara-gara” yang menyenangkan. Karena bersama merekalah aku bertahan dan senantiasa berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin dahulu aku di SMP hanyalah siswa biasa. Tetapi bermula dari rohis ini, perlahan aku berubah menjadi pelajar luar biasa, di luar kebiasaan remaja pada umumnya. Jika pelajar lain score oriented, aku bersama teman-teman rohis Allah oriented. Di saat teman-teman asyik mencontek, membolos, maupun sibuk dengan kesenangannya sendiri, aku belajar untuk senantiasa jujur, membantu, dan menghormati yang lebih tua.Ketahuilah, tiada gunanya hidupmu jika kau tidak mengenal-Nya. Dekatilah Dia dengan bergaul bersama orang-orang yang mencintai-Nya. Lalu temukan Dia sebagai motivasi terbesarmu dalam hidup :)

biodata penulis

Septin Krisna RamdaniSTMM MMTC [email protected]

Hanya lima huruf, tapi bermaknaHanya lima huruf, tapi mengena

ROHIS dan CINTAKata yang merubah yang sulit dirubah

Hanya gabungan lima hurufROHIS dan CINTA

ROHIS adalah cintaMengenalkanku pada cinta utama

CINTA adalah RohisMembuatku sulit berpaling

Katanya ROHIS itu terorisKata itu melukai cinta

ROHIS itu cintaCinta takkan pernah melukai

Teroris itu membuat orang mati

Lima huruf itu tak terlihat, tapi terasa adaMampu memekarkan bunga layu

Bisa melukis biru menembus 7 lapisan

olehShelyna Fauziah S.

Hanya Lima Huruf

ROHIS…Hanya rangkaian lima huruf

Membuatku mencintai sang Maha Cinta

ROHIS…Satu kata sederhana

Mengenalkanku pada sejatinya CINTA

Biodata

NamaShelyna Fauziah S.

Asal instasiSMAN 1 Lembang

Email [email protected]

Aku, ya aku, hanya aku, mau siapa lagi? Beginilah hidup yang aku rasakan, mendung. Tidak sekelam saat badai datang, dan tak secerah ketika mentari mulai bersinar. Pagi ini aku masih asyik berkutat dengan komik-komik yang selalu setia menemaniku. Yah, hanya ini yang kulakukan ketika mengisi waktu luangku. Berbeda dengan beberapa teman yang asyik membaca sambil menghayati Al-Qur'an. Tak jarang ku lihat dari mereka mendapatkan ketenangan ketika membacanya, dan tak jarang pula aku melihat mereka menangis. Entahlah, aku belum pernah tau mengapa mereka bisa seperti itu. Hingga saat ini, ketika aku dekat dengan salah satu dari mereka. Naima Qamraina, itulah nama lengkap gadis berumur 17 tahun yang sekarang sedang ada di sampingku.“kenapa kamu gak ikut gabung aja sama kita, Mi?” tanyanya membuyarkan konsentrasiku terhadap komik yang aku pegang.“hmmmm, gak tau nih bingung.” jawabku, sambil masih menelusuri tiap gambar di komik yang aku pegang. “ikut aja, kan gak ada ruginya. Lagipula, kamu sendiri yang bilang kenapa sampe-sampe anak rohis di sekolah kita gak pernah lepas dari ini.” ucapnya, sambil menunjukkan Qur'an yang ia pegang.“oke deh siip.” aku mengiyakan ajakan Naima. Hingga sampai saat ini, itulah awal kehidupanku yang berubah 180 derajat. ----

Nama Siti Rahma Novyani

Instansi SMKN 1 Cimahi

Facebook http://www.facebook.com/

midhainahunnisa

Gara-Gara Rohis, Aku dan Dia...

Bertahun-tahun berlalu semenjak percakapan aku dan Naima mengenai gabung aku ke organisasi tersebut, Rohis. Kini awan yang selama ini menghalangi cahaya matahari mulai menipis. Hingga hanya tersisa sedikit saja.

Aku menengadahkan kepala menatap langit biru ini, hari ini aku berangkat menuju Lembaga Tahsin Qur'an yang didirikan olehku dan beberapa sahabat. Termasuk Naima.

“Bismillah.” ucapku seraya melangkahkan kaki. Ku stop angkutan umun yang akan membawaku ke gedung yang selama ini masih tetap berdiri kokoh.

Tak sampai 15 menit supir itu membawa aku ke tempat yang aku tuju. Ku bayar dengan beberapa lembar ribuan, supir itu mengangguk sembari tersenyum. Aku balas mengangguk dan segera meninggalkan pinggiran jalan yang mulai menyeruakkan panas.

Ketika aku menatap ke gedung Tahsin, entah kenapa ada yang kurasa aneh. Beberapa sandal ukuran dewasa, dengan santai terparkir di depan teras. Buru-buru kulangkahkan kakiku, masuk ke dalam Lembaga.

“Assalamu'alaikum.” ucapku pelan, semua mata menuju padaku. Namun mungkin beberapa orang tidak terlihat jelas.“Wa'alaikumsalam.” jawab mereka semua. Dengan berada dalam ruangan pun belum bisa mengusir rasa penasaranku, akan hal yang tadi.

Ada apa ini? Kenapa ada hijab yang membatasi perkumpulan ini? Hmmm seperti ada yang akan.... Belum sempat aku menerka lebih banyak. Seseorang di seberang hijab sana membuka suara.

“Alhamdulillah, karena orang yang sedari tadi kita tunggu telah datang, mari kita mulai saja acaranya.” suara itu begitu familiar di telingaku, aku terus berkutat dengan fikiranku, menebak-nebak. Sampai seseorang menyentuh tanganku dengan lembut, Naima. Ia tersenyum begitu manis.

“ukhti Armayla, kami datang kemari untuk membantu seorang sahabat menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim. Mungkin, untuk mempersingkat waktu, bisa kita persilahkan saja sahabat kita untuk angkat suara.” “Assalamu'alaikum wr. wb. Syukran kepada Ust. Aidan atas waktunya. Sebelumnya, afwan jikalau peristiwa ini mengagetkan, khususnya untuk Ukhti Armayla sendiri. Ana datang kesini beserta para wali, bermaksud baik, untuk menyempurnakan kewajiban sebagai seorang muslim.” ucapannya terhenti, yang membuat darah dalam tubuhku berdesir hebat, tak luput pula dengan genggaman tangan Naima, begitu kuat.

“intinya, ana ingin meminang Ukhti untuk mejadi pendamping ana kelak. Semoga Allah memberkahi apa-apa yang kita jalani.” ucapnya sebagai penutup. Sedangkan aku? Masih tak tahu harus bagaimana menanggapinya. Hingga hanya kalimat ini yang aku ucapkan.

“Afwan sebelumnya, akhi belum memperkenalkan diri.”“Oh iya ana lupa. Afwan-afwan, nama ana Rizki Muhammad Al-Fathir.” ucapnya begitu lembut, yang malah membuat aku tersentak. Rizki?? ketua rohis?? subhanallah. Aku masih tetap terdiam. Tak percaya. “Afwan, antum ketua Rohis angkatan kita kan? Apa alasan antum memilih ana?” tanyaku terlontar begitu saja. Dengan yakin ia menjawab.

“Karena ana melihat kesungguhan anti semenjak anti bergabung bersama kami. Dan karena setiap ana melihat anti, entah kenapa raga ini selalu bergerak untuk memperbanyak ibadah pada Allah. Karena anti salah satu contoh hanif yang memiliki tekad kuat untuk menjadi lebih baik.” aku masih ragu dengan jawaban barusan, entah karena dia terlalu baik untuk aku miliki.

“Tapi ana masih sulit percaya, bisakah antum membuat hati ini yakin?” Ikhwan di seberang sana mengangguk.“bukankah anti pernah berkata, “

Ketika dua mata saling menatap dan kemudian yang diingat adalah Allah, mungkin dia lah jodohmu yang paling baik.” nah ana hanya ingin membuktikan jikalau itu,tidak hanya sekedar mungkin, jadi maukah anti menerima pinangan ana?? jawabnya mantap. Aku tak habis fikir, itu adalah kata-kata yang pernah aku ucapkan ketika kita mengadakan Rapat organisasi. Tak butuh waktu lama, hati ini begitu saja menerimanya, menerima pinangannya.

“InsyaAllah denga segala keyakinan dan kemantapan hati, ana terima pinangan antum.” jawabanku yang begitu singkat membuat orang-orang yang ada dalam ruangan ini, menggemakan pujian bagi Allah. Aku menatap Naima yang sedari tadi menggenggam tanganku. Seulas senyum jelas terukir di wajahnya.

“Semua ini memang Gara-Gara Rohis kan??” ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.Aku tersenyum dan mengangguk mantap. Ahh, memang semua ini gara-gara Rohis. Hingga aku mendapatkan pendamping seperti dia. Dan selalu terbukti, memang Gara-Gara Rohis dunia ini menjadi begitu indah tanpa mengurangi keindahan Yang Maha Indah.:)

Berbicara Rohis, mengenang masa muda tumbuh bersama anak-anak Rohis membuat saya teringat dengan 8 tahun yang lalu, 2004 saat menginjakkan kaki di SMAN 19 Bandung melihat berbagai demo ekstrakulikuler, dan memantapkan hati untuk masuk ekskul Rohis sebagai langkah pionir dalam kebaikan.

Tahun 2004 menjadi anggota Rohis, ikut mentoring, belajar tahsin, belajar islam lebih baik, juga berpikir positif kepada Allah Swt adalah perubahan yang luar biasa. pernah ikut aksi bersama rohis dan mahasiswa se-Bandung Raya dalam agenda Hardiknas mempertanyakan 20% anggaran pendidikan. Bersama teman rohis pernah nonton konser Izzatul Islam bareng, ada yang mengibarkan bendera Palestina semakin menumbuhkan kecintaan dan turut merasakan penderitaan mereka, saudara kita sesama Muslim.

Setahun kemudian berubah status menjadi pengurus diamanahi sebagai ketua Keputrian. Kadang kala agenda ngerujak party, masak-masak di sekre, nonton bareng, rihlah plus kalau ikhwan main futsal bareng. Dalam agenda-agenda besar mengundang pemateri besar adalah hal yang luar biasa. Dari mulai Ust. Darlis Fajar, pernah pula mengundang tim nasyid EdCoustic, Tashiru, Haris Shaffix, Fathul Ma’wa, Green Nada. Pengalaman pernah ikut Basic Training KARISMA ITB (angkatan 25) bersama kawan-kawan Rohis SMA se-Bandung Raya yang menginspirasi. Sampai di akhir kepengurusan mengurusi LPJ. Tahun 2006, kelas XII menjadi SC (steering comitte) bagi pengurus, dan mulai menjadi pementor. Saat masuk kuliah, melihat siswa yang tumbuh di Rohis. Bahkan hingga kini, sudah lulus kuliah dan bekerja pun masih ikut aktif dalam kegiatan rohis. Yuk

Sri Al HidayatiAlumni SMAN 19 Bandung, Alumni Tekpend UPI 2007, saat ini bekerja di

PT. Sygma Examedia [email protected]

FIGHT BACK TO DS!

dengan peran sekecil apapun, insyaAllah bila kita istiqamah, Allah Swt akan menunjukkan hasilnya dan jalan-jalannya kepada kita. *Aktivis Dakwah Sekolah (baca: Rohis) di negeri ini banyak. Semakin tahun tunas bertumbuh menjadi banyak dan mengagumkan bagi yang menanamnya. Aktivis Dakwah Sekolah adalah sebagai awal membangun karakter seseorang yang akan tumbuh menjadi dewasa dan bertahan ditempa badai dan perbedaan yang mencolok antara dirinya dan lingkungannya. Ia tetap terjaga.

Banyak kader sekolah akhirnya yang ditarik ke kampus dan berkontribusi disana. Ada yang masih ingat untuk tetap membangun peradaban di sekolah, dan berkontribusi di kampus juga. Bagi Aktivis Dakwah Sekolah yang pindah ke luar kota, ia akhirnya dimaksimalkan di tempat ia berpijak, sehingga Aktivis Dakwah Sekolah yang berada di kotanya, ia berkewajiban berdakwah di tempat ia besar dan berkembang.

Banyak hal yang membuat pertumbuhan dakwah di sekolah dapat bertahan. Salah satunya dari alumni. Alumni adalah tonggak pertama untuk dapat terus membina komunikasi dengan DKM di sekolah tersebut. Selain itu, Pembina dan pihak-pihak sekolah mendukung dengan program-program DKM, hal tersebut akan memudahkan, dan menebarkan kebaikan di lingkungan yang luas dan massif.

Banyak pula agenda Rohis yang mesti dibenahi, dari mulai kerja yang belum rapi, dari isu virus merah jambu yang menimpa aktivis dakwah, dari bergugurannya aktivis dakwah dengan berbagai alasan, dan semua itu masih membuat pertahanan bagi Aktivis Dakwah Sekolah lainnya untuk tetap istiqamah. Ia semakin kuat seperti pohon yang menjulang.Ia tidak mengeluh karena hal tersebut tidak akan mengubah apapun. Ia semakin kuat karena ingat bahwa masih banyak orang berada di jalan ini. Meski sering ingat teman seperjuangannya satu persatu pergi meninggalkannya, ia menangis karena bersedih, namun selepas itu ia kembali berjuang di jalan Allah. Yuk, fight back to Dakwah Sekolah! :)Sri Al Hidayati, alumni SMAN 19 Bandung angkatan 2007.

hehehe... lagaknya,, dan kayaknya.,, emang gak Cuma judul sinetron seperti “Anakku bukan anakmu”, atau “ratapan ibu tiri” yang bakal fenomenor.. judul semacam “Teroris yang tertukar” juga bakal fenomenor kalo di pilm-kan,,, *Bisa bayangin gak seh... sinetron “Tukang Buber naik haji” aja kondang... apa lagi ini... !! ^__^ Pasti bakal lebih seru ketimbang dialog di Metromini yg sering menghujat Rohis= generasi baru teroris... dan pasti rohis makin jadi idola...^__^ baiklah...!! aku bakal cerita sesuatu yang sakjan-nya, gak ngerti penting gak cerita ini.. pokoke aku meh crito..Kalo sudah bahas Rohis, yang katanya Metromini generasi teroris.. maka aku gak henti-henti nya bersyukur pada illahi.. #serius, wallahi.. begitu banyak nikmat yg Allah genggamkan buat ku, karena hidayahNya.. berproses mulai aku masuk rohis.. begini ceritanya.. Perkenalkan:Nama ku Sri Rondiyah Ngubudiyah, panggilan beken-nya Ngubud, panggilan kondangnya Asmirandah ngubudiyah... haha..Saat itu... umur masih 15-an tahun kayake, siang-siang lagi mlongo ngliatin mbak-mbak jilbaban presentasi di depan aula pas MOS...

olehSri Al Hidayati

TERORIS YANG TERTUKAR...

“ Kami dari Rohis al-Firdaus... bla bla bla... kegiatannya bla bla bla... mau ambil formulir bla bla bla...” Ciah... saat itu Allah seperti membisikkan padaku sesuatu... kira2 isi pikiranku bgini“Sono ikutttt!!! Sapa tau ada cowok keren!!” # eh maaf, salah ketik.. kira2 bgini yg bener..“Sono ikutt.. itu mbaknya berjilbab-jilbab,, lagian sudah di Osis kan dulu SMP, skarang nyoba yg lain..!! ̂ ^ truss.. bukannya kamu pengen berjilbab ya.. umurmu kan gak panjang...” yah... pada saat itu pikiran ku Cuma satu.. jadi lebih baik, berjilbab dan berhijrah.. dengan kemungkinan umur yg tak lagi panjang.. apa yg bisa aku perbuat...? bayang-bayang kematian dan masa depan yg suram masih menggelayuti.. meskipun dari luar tampak selalu ceria...“Salah satu kata dokter ketika aku kelas tiga SMP.. kira-kira di diagnosa semacam tumor”tapi entahlah.. apa itu namanya aku sudah tak ingat,, saat itu.. buat apa meratap...yang penting ikhtiar.. hingga berobat jalan dan sebuah perawatan seminggu sekali.. Capeeeek sekali rasanya...-Hingga akhirnya.. aku mengumpulkan satu lembar formulir Rohis. Kesediaanku menjadi anggota.. dan siap di bimbing ke arah yang benar.. Yap.. saat itu, masih teringat segar. **Akhirnya waktu berlalu hari demi hari.. aku mulai sering main di ruang rohis, banyak sekali kekaguman, saat itu lihat mbak-mbak nya Les Qiroah aku Cuma ngilerrr semata.. orang aku gak bisa baca qur’an dgn lancar.. liat mas-mas-nya latihan nasyid aku Cuma ngodain pelatihnya.. (#Eh.. maaf salah ketik lagi).. hehe...

Makin kagum sama namanya Rohis.. senyam senyum di katain sama mbak-mbaknya “dek.. jilbabnya yg agak menutup, jangan begini.. masih kelihatan auratnya..” dalam hati.. Gak mau..!! bagus begini... masak aku suruh pake jilbab gede kruduk-kruduk kayak sarung.. Tapi, tekatku sudah bulat unt berjilbab,.. maka aku perbaiki sedikit demi sedikit... ^^ tak lupa, ini juga berkat mentoring... dan saat itu... aku mulai merasa membaik.. Teringat betul kata mereka.. bahwa mintalah kepada Allah... apapun kemauanmu.. sholehkanlah dirimu dan jagalah apa yg seharusnya terpelihara pada agama mu... maka.. lihatlah kelak keajaiban, lihatlah kelak kejutan-kejutan darinya,, lihatlah sangat dalam takdir-takdir indah pemberiannya.. T__T huaaaa...Dan ternyata BENARRRRR SODARA SODARA....!!Padahal q belum ngapa-ngapain...!! Cuma baru berusaha jadi lebih baik... tapi Allah memberi inspirasi terbesar bagi hidupku.. Setelah 2 tahun-an aku tidak memperdulikan penyakitku.. entah ada atau tak ada saat itu.. aku hanya berharap pada Allah dalam diam, Sembuhkan Rabbi.. sembuhkan Rabbi.. sesungguhnya aku MilikMu.. Darah ini kuasaMu.. sel-sel ini Menerima perintahMU.. semua bertasbih padaMu... semua kehidupanku Tunduk kepadaMu.. Maka Wallahi... subhanallah... selama 3 tahun aku berkecimpung di Rohis, Allah memberi begitu nikmat yang luas... memberikan loncata-loncatan yang dahsyat bagi hidupku... antara lain.. #Sembuh lah sakitku..

yah.. Wallahu’alam... aku gak tau bagaimana Allah menyembuhkannya.. karna selama 2 tahun saat itu aku tidak menjalankan terapi lagi, gak ngerti, apa mungkin Allah bilang sama tubuhku SEMBUH,, njut bar kui sembuh..hiks.. bagi yang tak pernah sakit.. mungkin tidak pernah merasakan kebahagiaan sembuh... ^^ tapi bagi kalian yang sempat buta masa depan karna sakit, maka kesembuhan itu bagaikan sahara di padang gersang.. ^__^ lega... Kedua.. #Allah telah memudahkan akademik ku... Ya... Alhamdulillah Rohis yang di Sebut teroris, telah mendukungku meraih 5 Piala selama bersekolah di smk tercinta.. ̂ __^ rohis tak lagi hanya memberi nafas Ruhi.. tapi juga nafas ketangkasan.. dan motivasi yg dahsyat,.. Tak apa jika piala-piala ini hanya terpajang sementara, setidaknya menjadi Bukti Rohis membawa nama. Ketiga.. #Allah mengejutkanku... mungkin karena Rohis pula... Allah memberikanku nikmat yang indah.. yaitu nikmat Cinta pada Nya yang tanpa mampu terungkat dengan baitan kata.. dan hidupku sekarang.. begitu penuh dengan Romantisme kejutan dari Yang Esa.. Tak mampu ku tulis di bait ini, karna begitu banyak... ya, begitu banyak.. tentang kerja2-ku, kuliyah ku, persahabatanku,, suatu saat akan ku tulis di bait yang berbeda.. Maka..! siapapun yang menyebutkan Rohis teroris... saya katakan, itu lebih baik jadikan sinetron saja.. bagi anda yg mengatakan.. tak mampukah mata anda melihat, atau mungkin anda buta hidayah? Begitu banyak kisah romantis seorang anak Rohis dengan TuhanNYa... Mereka yang merengkuhku ketika jatuh, yang memapahku ketika terlunglai lesu.. Pantaskah kau sebut teroris..??Hiks.. dasar.. teroris yg tertukar..

Kini Aku hanya bersyukur pada ilahi... jadi siapapun aku sekarang mungkin blm baik benar, tp suatu saat... temui aku sebagai desainer sholehah... lagi-lagi karena Allah dan akibat takdir sebagai rohis.. bi'idznillah.. ::. Thanks for murabbi-murabbi, thanks for pembimbing rohis, thanks for sahabat rohis..

Biodata PenulisSri Rondiyah Ngubudiyah

*dyah is Sawako*UNY 2010...smk-n-4 YK...

[email protected] : http://www.facebook.com/sri.ngubudiyah

“ Katanya, Al – Quran itu indah. apa sih isi Al – Quran itu? “Pertanyaan itu menyeruak bersama ketakjubanku pada Alkitab yang selama ini kulahap. Aku sudah membulatkan tekad untuk memeluk agama Kristen. Karena aku jatuh cinta pada ajarannya. Aku menyayangi pendeta dan guru yang biasa menjadi teman curhatku di sekolah. Aku menyayangi teman – teman yang tulus menerimaku di sekolah.

Aku nyaman dengan ajaran Nasrani. Meskipun aku terlahir sebagai muslimah dan dibesarkan dalam lingkungan muslim. Sayangnya, sampai usiaku menginjak digit belasan, aku belum menemukan ‘indahnya Islam itu sebelah mananya, ya?’. Karena di lingkunganku, ada perbedaan yang sangat kentara antara penganut ‘faham’ yang satu dan yang lainnya. Entah aku harus mendeskripsikan dengan apa, mungkin itu disebut mazhab.

Indahnya Islam hanya sekedar basa basi saja buatku. Nonsense. Bahkan ketika Papa memutuskan untuk menyekolahkan aku di sebuah sekolah Kristen, tetangga – tetanggaku yang sudah mendalami Islam cukup lama langsung meremehkan dan menyebutku ‘menggadaikan iman demi pendidikan’. Perih. Perih sekali. Memang sih, mungkin mereka menilai begitu karena dengan bersekolah di sana aku harus melepas jilbab yang baru 2 tahun kupakai.

Tapi yang membuatku tak habis fikir, kenapa mereka tidak berbaik sangka atau bertanya dulu pada kami apa alasannya aku sekolah disana?

Pertolongan itu bernama rohis

olehSundari Triani Tamher

Aku sekolah di sekolah Kristen hanya untuk mencari ilmu dan disiplinnya saja. Bukankah dalam hadits disebutkan, ‘Tuntutlah ilmu sampai negeri Cina’?

Aku yang awam ini mengartikan, tak apa kita belajar bahkan sampai ke negeri Cina yang komunis sekalipun!Simpatiku terhadap Islam menurun drastis. Lingkunganku memang Islami, tapi aku tumbuh menjadi anak yang bandel. Tak mau mengaji, apalagi shalat. Orangtuaku tak kurang mendidikku. Entah apa yang menghalangiku dari ibadah – ibadah wajib itu.

Dan perlakuan tetangga – tetangga saat itu membuatku makin antipasti pada agamaku sendiri.Berangkat dari pertanyaan itu, aku mulai membuka mushaf – ku yang sudah usang.Kubaca terjemahnya perlahan. Ya, tentu hanya terjemahnya saja. Saat itu, meski usiaku sudah 16, aku belum bisa membaca huruf hijaiyah. Hanya sedikit saja sisa belajar di mesjid dekat rumah saat kecil dulu.

6 bulan mendalami agama Nasrani lewat kebaktian tiap hari Sabtu, renungan tiap pagi sebelum kelas dimulai, dan diskusi dengan bapak pendeta, guru – guru dan teman – teman memang membuat hatiku tenteram sekali. Tapi kali ini, aku baru membaca beberapa ayat dari surat Al – baqarah, hatiku sudah meleleh. Ada getar halus yang menelusup dalam hati dan membuatku lemas seketika.

“ Alkitab memang indah. Tapi Al – Quran jauuuh lebih indah. “ Fikirku saat itu. Aku memeluk Quran – ku sambil menangis. Tapi aku tak tahu, bagaimana aku harus mempelajarinya? Membaca tiap hurufnya saja aku belum bisa.Aku memendam keinginan ini beberapa lama. Seperti keinginan berpindah agama yang juga kutunda. Aku ragu. Hingga suatu hari yang cerah, hari kedelapan di bulan Juni 2004, sahabatku berulang tahun yang ke – 17. Dan tanpa fikir panjang, aku menjebol (lagi) celenganku untuk membelikan sebuah Al – Quran untuknya. Ini yang kedua kali kujebol

celengan setelah aku melakukannya seminggu yang lalu untuk membeli benda yang sama. Dia baru mulai berjilbab. Jadi kufikir, hadiah Quran pasti akan sangat Ia sukai.

Begitu Ia membuka kado dariku, Ia memelukku sambil menangis haru dan menggumamkan terimakasih. Dalam peluknya, aku berkata : “Ren, Aku mau belajar Islam”.Tanpa kuduga, tangisnya menderas. “ Alhamdulillah, Ya Allah. “ Pekiknya. Saat SMP aku memang cukup nakal. Tak heran dia bahagia mendengar keinginanku ini. “Uwi, Reni baru gabung di Rohis sekolah. Kamu boleh ikut ““ Rohis itu apa? ““ Kerohanian Islam ““ Aku kan bukan murid sekolahmu ““ Gampang. Pakai saja rok abu – abu. Kau takkan ketahuan. “

Bismillah, aku ada di sana. Sebuah mesjid sederhana di salah satu SMK negeri. Mendengar penuturan Akang dan Teteh pementor, bertemu dengan sahabat – sahabat yang tulus, dan membantu kerja bakti di mesjid menjadi satu yang membuatku bahagia. Meski mereka tahu aku tidak satu almamater dengan mereka, mereka tetap mendukungku dan menyambutku dengan tulus.

Tak ada diskriminasi. Mereka membantuku belajar shalat, menghafal huruf hijaiyah, asmaul husna, dan hadits – hadits. Rapat, jadi panitia acara, hadir di majelis – majelis, seolah menutup rasa antipatiku pada kaum Muslim. Indahnya Islam betul – betul terasa saat aku bersama mereka. Teman – teman Rohis.

Rohis menjadi syariah Allah menurunkan hidayahNya, hingga keinginan berpindah agama pun sirna. Rohis menjadi syariah Allah mengenalkanku pada siapa aku ini, untuk apa aku hidup, dan kemana kita setelah mati nanti.Dari Rohis aku belajar pula berempati pada teman. Dari Rohis aku belajar pula bertutur kata lembut namun tegas dalam prinsip.Dari Rohis aku belajar pula berbakti pada orang – orang yang mencintaiku.Dari Rohis pula aku belajar berkasih sayang.Jadi, tak hanya ilmu Allah yang kudapat. Cara menjalani hidup dengan baik pun kudapat dan kulatih dari sana.Meskipun aku bukan murid sekolah itu, aku merasa bahwa aku miliknya. Milik SMK Negeri 3 Bandung. Milik teman – teman. Milik ummat. Merasa sepenanggungan dan solidaritas yang mendalam. That was amazing experiences. Alhamdulillah.

Nama lgkp Sundari Triani Tamher

Alamat jl. Ciparay gg. Liomekarsari 2 buah batu Bandung

Ttl Bandung, 29 Oktober 1988

email [email protected]

“Ikut ngaji yuuk…”, suatu hari teman sekelasku yang notabene baru saja kenal mengajaknya, Aku bertanya “Ngaji apa? Dimana?”, “Kalau mau, datang aja ketempat ini” jawabnya menyebut suatu tempat yang suatu saat nanti aku tahu bahwa nama itu adalah nama kontrakan milik kakak tingkat. “Haa…! Siapa yang mau ikut, misterius seperti itu. Saat itu yang ada dalam pikiranku adalah suatu aliran yang aneh-aneh. Astagfirullah… su’udhan banget memang, bahkan sempat sampai mencurigai seorang teman. Ajakan seperti ini pun dulu pernah dilontarkan oleh teman baikku waktu kami masih memakai seragam putih-abu-abu, namun dengan enteng kujawab ‘males’. Hingga suatu hari teman lain mengajak lagi, lebih terbuka, menerangkan seperti ini seperti itu. Entah dorongan dari mana, dorongan untuk menjadi yang lebih baik <kali ya…> akhirnya aku ikut juga. Masih kuingat Ba’da magrib waktu itu aku datang ke tempat kontrakan kakak tingkat. Berkumpul 12 orang yang semuanya temanku tingkat satu. Dibuka oleh kakak tingkat, mendengarkan materi, materi yang kudapat pertama kali adalah ‘Tanda-tanda hati yang bersih’ yang didalamnya terdapat cara-cara memperbaiki diri. Wah jadi diingatkan bahwa aku juga harus memulai memperbaiki diri. Itulah liqo perdanaku yang merupakan langkah awal perkenalanku dengan Rohis. Seiring berjalannya waktu aku jarang absen datang liqo , aku benar-benar lupa dengan bayangan “aneh-aneh” yang pernah menjadi penghalang meraih cahaya hidayah. Bahkan merasa liqo adalah kebutuhan, ternyata ada yang hilang kalau tidak datang.

Antara Aku dan Rohis

olehUmi Azizah

Semakin hari rasanya aku semakin dekat dengan rohis, semakin rajin kuhadiri kajian-kajian yang diadakannya. Jadi ingat, waktu dulu, kos kami terkenal kalau anak-anaknya sering terlambat datang kajian, jadi kami bertekat untuk datang lebih awal dan hasilnya luar biasa karena sangat-sangat kepagian jadi dapat turut serta membantu panitia membersihkan tempat kajian.

Bersama-sama rohis kumulai punya target-target ibadah harian, punya semangat menghafal Al-Quran, mulai menyadari bahwa hidup tidak sekedar hidup tetapi bagaimana kita berusaha menjadi lebih baik dimata Allah dari hari ke hari.Dari rohislah kubelajar berproses menjadi muslimah beneran , dari jilbab nggantung nan nerawang ke jilbab sungguhan, dari celana ketat dan baju kemana-mana ke baju yang sungguhan, dari sikap tak karuan ke sikap yang lebih pantas dikatakan muslimah. Rohis mempertemukanku dengan orang-orang yang selalu hangat mendengarkan saat diri ini butuh tempat bercerita, menjadi sosok yang solutif saat diri ini membutuhkan solusi, menjadi tempat bersandar saat tiba-tiba air mata membanjir dipipi. Disinilah kutemukan saudara-saudara seiman yang tak pernah ragu berkata jujur akan kekuranganku, saudara yang tak pernah ragu memujiku, saudara yang tak pernah lelah mengingatkan, menasehati dan menggelorakan semangat saat langkah mulai melemah.

Dari rohislah kubelajar tanggung jawab dalam mengemban amanah, mengajarkan bahwa tanggung jawab kita tidak hanya mengurusi diri sendiri tetapi juga orang lain. Belajar prinsip tidak hanya sholeh sendiri tapi juga mensolehkan orang lain.Buat saya rohis adalah tempat belajar berorganisasi. Dari sanalah kubelajar merencanakan suatu kegiatan, belajar memahami pendapat orang lain, belajar menghargai karakter setiap orang.

Rohislah yang mengajarkanku akan ketawazunan dalam hidup, disaat amanah organisasi semakin berderet maka kesibukan pun bertambah, di lain sisi amanah untuk menyeleseikan kuliah tepat waktu tak boleh dilupakan, disitulah kumulai belajar mengatur keseimbangan antara keduanya.

Dapat dikatakan andil rohis dalam membentuk diri saya menjadi seperti ini sangat besar. Jauh lebih baik dari tujuh tahun yang lalu salah satunya gara-gara rohis. Hanya ingin sekedar menyampaikan bahwa rohis bukan cikal bakal teroris. Itulah sepenggal cerita antara aku dan rohis.

***

NamaUmi Azizah

InstansiBPS Kabupaten Bone, Sulsel

Email [email protected]

Zaman SD, saya dikenal sebagai anak perempuan yang tomboy, suka main pukul dengan anak laki-laki, manjat-manjat pintu kelas, dan kenakalan lainnya, bahkan saya sempat membuat kepala teman laki-laki saya berdarah akibat kejahilan saya (walaupun tanpa sengaja..dan teman saya malah tidak menyalahkan saya). Mungkin masih bisa dimaklumi jika saya sekolah di SD negeri biasa, tapi faktanya saya sekolah di SD islam yang setiap harinya tidak pernah terlewatkan tanpa norma-norma agama islam. Walaupun saya memakai kerudung ditambah ayah saya bekerja di yayasan sekolah saya, hal itu tidak membuat kenakalan saya surut sedikitpun. Meskipun begitu, Alhamdulillahnya prestasi saya tetap bagus dan target-target hafalan tetap terkejar, jadi guru-guru tidak ada yang sentimen pada saya. Dengan rutinitas di sekolah yang selalu bernuansa islami membuat saya nyaman dengan lingkungan tersebut. Shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an setiap sebelum belajar, setor hafalan tiap minggu, dan lain-lain. Tiba saat saya mulai memasuki dunia SMP, saya lumayan harus beradaptasi dengan lingkungan yang heterogen jika dibandingkan dengan di SD. Pada saat itu, di angkatan saya banyak sisiwi yang tidak berekerudung, sehingga muncul di benak saya “Aah..pengen ikutan juga dibuka kerudungnya kayak mereka” (pada saat itu saya tetap melanjutkan berkerudung sejak dari SD). Hingga pada suatu hari, tibalah hari perkenalan ekstrakulikuler. Walaupun dengan agak malas, tapi sebagai siswa baru yang sedang MOS, saya berusaha tetap antusias (apalagi di SMP saya ada peraturan bahwa setiap siswa/i HARUS mengikuti satu ekstrakulikuler).

olehVita Novianti

Metamorfosis

Awalnya saya berniat mengikuti PMR karena kakak saya dulu mengikuti kegiatan tersebut saat masih sekolah di SMP yang sama. Tetapi, saat ekstrakulikuler rorhis tampil, entah mengapa saya benar-benar terkesima (padahal pertunjukkannya biasa-biasa saja, hanya drama yang kaku,hehe). Teteh-teteh berjilbab panjang dengan senyuman manis..akang-akang yang tampak wibawa walaupun apa adanya..semuanya begitu penuh aura yang membuat saya berkata dalam hati “Ini ekskul yang harus saya pilih!!”. Semua serba ketidaksengajaan untuk saya selama mengikuti rohis di SMP. Hari pertama pengumpulan formulir rohis, saya terlambat datang ke sekolah gara-gara tidak dapat ojeg dari rumah (hehe). Dengan muka lusuh akibat kebanyakan jalan demi mendapatkan ojeg, akhirnya saya sampai di depan mesjid SMP tercinta, dimana kumpul perdana rohis diadakan. Saat saya menoleh ke sebelah kiri, ternyata ada akang pelatih rohis yang juga baru datang. Dengan muka cengengesan anak baru, saya mengucapkan salam sambil memberikan tangan saya dengan maksud untuk cium tangan. Tapi, respon yang beliau berikan sungguh membuat saya semakin terpesona dengan ekskul yang saya pilih. “Wa’alaykumussalam. Ayo cepat naik”, dengan senyuman tanpa menatap mata saya, beliau memilih untuk menempelkan kedua telapak tangannya dengan isyarat salam tanpa mengenai tangan saya. Saya berpikir, kenapa akang ini begitu sopan santun kepada saya, padahal saya anak baru di ekskul ini. Semua seperti Allah tunjukkan bahwa “Ayo, ini ekskul yang pantas buat kamu untuk berubah!!” Pada awal-awal tahun saya di rohis, kenakalan saya masih belum lepas dari pribadi saya. Di rohis SMP saya, terdapat suatu ujian kenaikan tingkat dimana setiap kenaikan tingkat tersebut nantinya akan diberi pin yang berbeda-beda warna tiap tingkatnya, jadi ada kebanggaan tersendiri saat menggunakan pin tersebut. Singkat cerita, untuk meraih tingkat satu, salah satu syaratnya adalah harus mengikuti keputrian minimal 80%. Nah..karena jum’at siang begitu menggoda untuk main dengan teman-teman, akhirnya saya tidak pernah datang keputrian dan memilih bermain dengan teman-teman. Hingga pada suatu hari Sabtu (hari setiap kegiatan kumpul wajib masing-masing ekskul), salah satu teteh pelatih memanggil saya dan beberapa teman-teman akhwat. Ternyata..saya dan teman-teman disidang karena tidak pernah mengikuti keputrian. Perasaan campur aduk, malu+cuek juga.

Dari peristiwa itulah titik balik saya untuk benar-benar menyelami dunia rohis secara kaffah. Ternyata menyelami dunia rohis itu asik, tidak menjenuhkan seperti yang orang-orang bayangkan. Tidak cuma mengaji, di rohis saya juga belajar berorganisasi, belajar menjadi akhwat, dan hal-hal lain yang banyak bermanfaat. Satu hal yang selalu saya rindukan dari rohis adalah persaudaraan atau ukhuwah antar anggota rohis. Entah teman saya yang satu rohis mengalami hal yang sama atau tidak, yang jelas saya selalu rindu dengan suasana persahabatan itu. Satu lagi yang tidak boleh terlupakan adalah “lingkaran-lingkaran manis penguat hati” atau mentoring. Semua masalah, kegalauan, kebahagiaan dapat tercurahkan di lingkaran ini. Walaupun kadang mengantuk, hehe, selalu ada pesan indah yang murabbi sampaikan kepada mutarabbinya, walaupun tersirat. Saya tidak akan bercerita mengenai masa SMA saya, karena bagi saya, rohis di SMP lah yang telah membentuk kepribadian saya sekarang. Rohis di SMP lah yang memotivasi saya untuk terus masuk rohis di SMA dan bangku kuliah. Rohis SMP lah yang menyadarkan saya bahwa untuk menjadi seorang akhwat memang tidaklah mudah, tetapi disaat ada kemauan untuk berubah, Allah pasti memberikan jalan. Terakhir, karena rohis-rohis yang saya ikuti selama inilah, kini saya bisa bercerita kepada semua orang (bahkan adik-adik mentoring saya) bahawa ikut rohis itu menyenangkan dan bermanfaat dunia akhirat!!Wallahu a’lam bish-shawabi

Nama : Vita NoviantiAsal Instansi : Universitas PadjadjaranEmail :[email protected]

Allah memang Pembuat Skenario terindah. Terlahir bukan dari keluarga pemuka agama, bukan tak mungkin aku bisa merasakan nikmatnya iman. Berbagai jalan akan mudah jika Allah sudah berkendak. Lantas hidayah itu perlahan mengetuk hati dan berbicara bahwa ini jalan yang akan membawaku ke kenikmatan abadi dengan sebuah fragmen yang tak fana’. Dialah syurga yang dinantikan seluruh umat.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka syurga-syurga yang penuh kenikmatan.“ (QS. Luqman: 8)Siapa yang tak ingin syurga? Hanya orang-orang yang tengah tak sadar saja yang menunjuk dirinya. Syurga memberikan kenikmatan luar biasa yang membuat semua ingin menempatinya. Kalam Allah telah mencatat semua kenikmatan itu, diantaranya adalah sungai-sungai yang mengalir di dalamnya, permadani yang sebelah dalamnya dari sutera, buah-buahan yang bisa dipetik dari dekat serta pemandangan bidadari yang cantik jelita.

Itulah nikmat yang Allah janjikan bagi siapa yang penuh keikhlasan untuk istiqomah berjalan lurus sesuai pedoman Al qur’an dan Hadist. Sungguh tak bisa ditebak, seperti itulah Allah membawa hatiku perlahan damai dalam naungan kebarokahan untuk menegakkan kalimat Lailahaillallah.

“Gara-Gara Rohis, Perubahan itu Terasa

Sensasional”

NamaWahyu Widayati

Asal InstansiUniversitas Negeri Surabaya

Email

[email protected]

Berawal dari iseng mengikuti SKI (Sie Kerohanian Islam) atau bisa disebut Rohis semasa SMA dulu, perubahan itu muncul setitik demi setitik lantas berwujud harum saat sebutan sebagai mahasiswa UNESA (Universitas Negeri Surabaya) berhasil menarikku untuk aktif di lembaga dakwah. Berjalan dua tahun setengah, perkenalanku dengan para mentor yang luar biasa membuka cakrawala Islamku yang selama ini tertutup oleh semunya keindahan dunia. Mbak-mbak dengan pakaian longgar plus dandanan yang jarang mata ini melihat, kerudung lebar dan kaos kaki yang seakan jadi penanda bahwa merekalah para akhwat sejati (sebutan bagi perempuan yang sholehah dan aktif di lembaga dakwah). Senyuman mereka begitu tulus, aura yang terpancar senantiasa menggambarkan bidadari syurga. Subhanallah, itulah yang mungkin membuat hatiku akhirnya menautkan niatku dan langkahku bahwa ekskul ini yang akan menjadi kenangan terindah ketika purna dari SMA kelak.

Dari situlah jalan hidupku dimainkan hingga sampailah aku mengenal yang namanya beramar ma’ruf nahi mungkar. Semasa SMA pembahasan keislaman belum sejauh itu. Materi yang dibicarakan hanya berupa hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan sehari-hari. Bagaimana caranya bergaul sebagai seorang muslimah, bagaimana menyikapi berbagai fenomena khas anak muda, serta bagaimana menjadi seorang yang bisa dibilang takwa. Meski begitu, kenyamanan hati ini telah membuat semangat terus bergelora ketika datang hari sabtu dimana hari itulah jadwal ekskul SKI di SMA ku. Ketika aktif di SKI SMA, ternyata di tempat tinggalku jua menjadi ruang yang mampu menarikku ke lingkaran prajurit Illahi. Datang mbak-mbak dengan pakaian hampir sama dengan mbak-mbak yang menjadi pemateri di SKI SMA. Pembahasan yang diberikan pun sama, cerita tentang perjuangan sahabat Rasulullah juga tak lepas dari acara kala itu.

Dari semua itu, percikan untuk menjadi bagian dari mereka sangat didukung oleh bacaan yang kemudian diberikan salah seorang mbak yang mengisi ngaji saat di desa. Beberapa majalah plus buku bacaan penyejuk hati ternyata menjadi teman saat tak ada agenda di rumah. Teringat betul, sesuatu yang membuatku sangat terkesan kepada mereka adalah kerendahan hati dan keramahan yang jarang-jarang aku temukan.

Hal yang sama ku dapatkan ketika tiba waktunya aku mengganti status pelajar menjadi mahasiswa. Pasca SMA, Alhamdulillah aku mampu menjadi deretan orang yang mampu menembus SNM-PTN. Meski masuk di jurusan yang tak banyak orang suka, namun ini adalah anugrah agar jalan kesuksesan dipermudah. Kuliah dan masuklah di asrama yang aku dapat dari salah satu mbak yang mengajar di desaku dan beliaunya jua pernah menjadi mahasiswa UNESA. Di lingkungan seperti inilah yang aku butuhkan, berkumpul dengan banyak orang yang telah membuat diri ini harus belajar jadi makhluk sosial.

Masa-masa kuliah yang awalnya berat lama-kelamaan pudar dengan adanya dinamika kegiatan yang serasa penuh pengorbanan namun meaning full. Berkegiatan dengan organisasi yang sama semasa SMA membuatku sedikit banyak tahu lahan yang akan digarap. Bedanya lahan ini kian ada tingkatannya. Mengajak orang kepada ke kebaikan, itulah hal yang sangat terasa terkesan dari perjuangan dakwah di SKI kala menjadi mahasiswa aktif ini. Terasa berat memang, karena dakwah tidak menjamin keenakan di dunia namun menjamin syurganya kelak.

Lika-liku bersama orang-orang yang luar biasa pun ku pompa agar menjadi orang yang luar biasa berikutnya. Di awal kepengurusan, menjadi anggota di divisi pembinaan membuatku jatuh bangun untuk mengadakan kajian. Sms sana-sini untuk memastikan pemateri serta sempoyongan kelelahan untuk mendapatkan peserta senantiasa digalakkan agar keberhasilan salah satu proker ini. Tahun berikutnya, naik pangkat pun akhirnya membawa namaku untuk menjadi ketua di divisi keilmiahan. Di situlah aku mulai berkecimpung lagi di dunia media. Membuat brosur yang nantinya menjadi jembatan ilmu untuk teman-teman sejurusan.

Dari banyak hal itu, perlahan membentuk kepribadian yang ku rasa amat jauh dari yang semasa SMA. Senantiasa menjaga motivasi, istiqomah mencari imu, belajar peka dan banyak hal yang sungguh ku rasakan sensasional. Perjalanan bertahun-tahun itu ternyata membawaku pada jalur yang benar. Ya… gara-gara Rohis, inilah masa mudaku yang kuubah dengan sensasi yang menyejukkan sesejuk syurga-Nya.

Sobat ROHISers,(yang bukan ROHIS jg boleh baca sih :) ijinkan aku join buat bagi-bagi cerita yah. Kalo boleh sedikit flashback tentang masa remajaku yang udah kelewat jadul (cie…), aku berharap semoga menginspirasi teman-teman yang lain terutama yang masih mandang sebelah mata tentang ROHIS. Pengalaman ini ‘sesuatu banget’ buatku soalnya. Yang pasti merubah jalan hidupku ( ke arah yang lebih baik tentunya). Aamiin. Ok, let’s cekidot…

Aku bukan termasuk remaja kebanyakan yang selalu identik dengan persahabatan yang diwujudkan dalam gank, selalu diwarnai dengan nuansa merah jambu, dandan, dll. Aku paling ogah ngumpul-ngumpul sama cewek yang cuma satu gank. Aku lebih seneng kumpul-kumpul sama cowok-cewek yang pintar..(makhlum dulu aku tipe studi oriented banget).. Udah gitu aku juga anti sama yang namanya pacaran sampe jalan berduaan. Sueer, aku belum pernah pacaran, meski waktu itu aku belum tahu kalau pacaran itu haram hukumnya. Kalau suka sama seseorang, cukup disimpen dalam hati (^_^). Kalo terpaksa udah mbludak, kutumpahin aja lewat diary.

Hal ini lantaran didikan dari kedua orang tuaku yang cukup keras, terutama ibu. Aku bakalan kena murka kalau sampai ketahuan suka sama seseorang. Ibu juga akan marah kalau aku sampai telat pulang sekolahnya. Sedikitpun nggak kenal organisasi. Ini terjadi dari SD sampai SMP. Jadilah aku remaja yang hanya berkutat pada rumah-sekolah-rumah. Belajar dan belajar saja. Emang sih, ortu juga yang senang dengan hasil nilai yang membuat mereka tersenyum. Tapi, terus

olehWiwik Sugih Arti

Dalam Dekapan ROHIS, Ukhuwah ini

Terlukis

terang, serasa ada dunia yang kurang. Aku butuh teman berbagi. Buku diary memang bisa numpahin segala apa yang aku rasa. Tapi, dia ‘pasif’, nggak bisa kasih respon. Aku butuh solusi. Ibuku pun tidak bisa diajak berbagi. Baru kusadari, aku butuh itu. Persahabatan…

Memasuki bangku SMU, awal-awal sekolah aku masih seperti sebelumnya. Belum punya sahabat dekat. Aku masih enjoy gabung sama cowok –cewek yang notabene rame di kelas. Mereka menghibur, blak-blakan menilai diri apa adanya. Tidak kayak gank yang kadang ‘kekompakan’ itu serasa dipaksa.

Baru setelah bulan-bulan selanjutnya, aku mulai ‘digiring’ sama kakak-kakak kelasku yang menamakan diri mereka ROHIS, yang pada pake jilbab lebar buat ngikut acara yang waktu itu aku masih susah nyebutnya. Semacam kumpul-kumpul pekanan,. Yupz, mentoring. Tapi, aku pernah denger juga istilah liqo’ Waktu itu aku sering salah sebut jadi ‘likuk’ (semacam cemilan dari ketela). Apa hubungannya coba? Hehe… Boring, suntuk, ngantukke pol-polan tiap kali ngikutin acara itu. Cuman duduk melingkar di kursi, kadang juga lesehan. Makhlum aja, pas kelas X jadwal skulku cukup padet. Bener-bener nguras tenaga. Itu pas hari jum’at. Jadwalnya olahraga, pelajarannya berat-berat, trus sore masih ada KJS (Kajian Jum’at Sore). Aku belum berjilbab. Padahal syarat ngikutin KJS adalah pakaian harus menutup aurat. So, jadilah hari itu ranselku selalu penuh oleh pakaian ganti. Belum buku-buku pelajaran. Hadew capek deh…

Siapa sih yang nggak bête? Dengerin mbaknya ceramah banyak hal. Mana bahasanya kebanyakan arab lagi. Kalau nggak karna ada “Rujak Party” rasanya pengen kabur aja. Hehe… Tapi, kenapa yah, tiap mau kabur selalu nggak jadi. Serasa ada yang nggendoli.. liat mbaknya pake jilbab lebar rasanya adem gitu. Pengen niru, tapii…Gak kerasa, setahun berlalu. Terjadilah apa yang namanya ‘seleksi alam’. Temen-temenku mulai ‘berguguran’. Tersisa 2 orang. Akhirnya aku digabung sama kelompok lain. Aku makin enjoy sama temen-temen baruku itu. Hari demi hari, pekan

Demi pekan, dari jum’at ke jum’at koq aku lama-lama jadi betah ya duduk melingkar. Aku serasa nemu ‘gank’ baru. Gank yang lain dari gank-gank kebanyakan. Mau menerima apa adanya, saling mensupport, menasehati. Ah, pokoknya serasa saudara. Aku mulai kenal kosakata baru. Ikhwan, akhwat, akhi, ukhti, ‘afwan, dll. Aneh awalnya, sering kebolak-balik, tapi jadi biasa setelahnya.

Dan aku mulai risih berkumpul sama temen-temen cowok di kelas dulu. Perlahan, sedikit mengurangi interaksi mulai dari nggak mau diajak salaman. Meski keki, mereka juga jadi nganggap aku aneh.aku masih belum berjilbab, jadi wajar kalo mereka rada gimana gitu. Biarlah..

Aku mulai lepas dari diaryku. Segala ganjalan di hati, kuluapkan ke mbaknya yang tiap pekan membersamai kami. Meski kadang cuma via surat. Dan dia dengan setia membalas. Sampai suatu ketika, beliau nanya, “ Dek, sudah ngaji setahun..kira-kira kapan mau berjilbab? Twewewew…aku cuma bisa nyengir..

Galau.. itu yang kurasakan sejak mbakku itu menodongkan pertanyaan kapan aku akan pake jilbab?? Apa kata ibu nanti? Oh, membayangkannya saja aku sudah ngeri setengah mati. Pasti ditentang habis-habisan. Suasana hatiku semakin tak karuan, terlebih saat kutahu aku terpilih menjadi pengurus ROHIS ar-Rosyid periode XXV di SMA. Dan posisiku sebagai bendahara. Sebuah posisi yang paling tidak diminati oleh kebanyakan orang. Termasuk dalam tubuh ROHIS sendiri yang tinggal satu jabatan itu yang belum terisi. Terlebih Ibu yang sangat menentang posisi ini. Alasannya klasik, pegang uang ‘panas’ itu susah. Seandainya aku tidak amanah dengan jabatan itu nanti orang tua juga yang akan menganggung akibatnya. Sementara itu, bagiku ini pengalaman pertama kalinya aku berkecimpung di organisasi dan langsung menjadi PH (Pengurus Harian)..

Namun, sebenarnya bukan itu masalah utamanya. Sebelumya, aku sempat menolak ketika ditawari menjadi pengurus ROHIS. Karena saat itu aku belum berjilbab dan belum ada kemantapan hati akan berjilbab atau tidak. Apa kata seisi sekolah nanti begitu tahu ada pengurus ROHIS yang belum menutup aurat??? Begitu pikirku. Arg, buntu…Tanpa sepengetahuanku dan entah atas pertimbangan apa, ada teman satu ‘gank’ ku yang diam-diam mendaftarkanku sebagai pengurus ROHIS. Begitu diumumkan, aku kelabakan sendiri. Mau nggak mau aku harus berjilbab nih. Dan aku sempat marah besar pada temanku itu yang tanpa izin memasukkan namaku dalam daftar pengurus ROHIS.

Senin, 21 Juli 2003Subhanallah walhamdulillah,,,inilah babak baru dalam hidupku yang akan menjadi sejarah terindah. Ya, hari ini kali pertamanya aku mengenakan seragam panjang plus jilbab. Sesuatu yang sebelumnya noncent bakal terjadi padaku. Ternyata ‘hanya’ karena aku terpilih menjadi pengurus ROHIS, kedua ortuku akhirnya luluh juga untuk mengizinkanku pake jilbab. Nggak nyangka bener…(teruntuk seorang ukhti…’afwan jiddan sebelumnya, but jazakillah khoir sesudahnya atas kebaikan anti…^_^ )

Senang sekali hati ini begitu sampai di sekolah. Banyak mata menatap aneh denganku yang telah ‘bermetamorfosis’. Namun, yang lebih membuatku haru adalah bertubi-tubi ucapan, “ Alhamdulillah, baarokillah ya Ukhti. Istiqomah ya!,” dari mbak-mbak ROHIS dan juga teman-temanku sesama pengurus ROHIS. Dan tak kusangka pula, ternyata tidak hanya aku saja yang telah berjilbab. Rupanya temen se gank ku juga pada ikut berjilbab. Alhamdulillah…we ‘re the best gank..^_^ Hari-hari mnempuh kelas XI terasa semakin nyaman dengan pakaian taqwa ini. Yah, walaupun kuakui masih ‘bongkar-pasang’ tak mengapa. Memang aku berjilbabnya hanya pas sekolah saja, sedangkan di rumah kulepas. Tak lain, yaitu karena ortu belum membolehkan. Slow but surely, Ukhti…

Selama menjabat jadi PH ROHIS, aku jadi keranjingan ke mushola. Padahal sebelumnya jarang. Hanya karena ada perpustakaan (yang menjadi tempat favoritku) saja, aku mau menyambangi tempat mungil itu. Aku mulai melahap habis buku-buku, majalah, kaset nasyid, CD , mushaf terjemahan di sana. Aku bener-bener menjelma jadi musafir yang kehausan. Tambahan lagi, hobbi nulisku mulai kubelokkan ke ‘jalur yang lurus’ (sebelumnya hanya beraroma merah jambu mlulu soalnya :) . Maka, lahirlah puisi, cerpen dan tulisan-tulisan lain yang menghiasi mading ROHIS.

Ada satu peristiwa lagi yang membuatku semakin bangga menjadi bagian dari ROHIS. Waktu itu aku mendapat musibah, jatuh dari sepeda yang membuatku tidak bisa berdiri bahkan berjalan selama beberapa pekan dan hanya beraktifitas di atas tempat tidur saja. Setelah didiagnosa, persendian di lutut kiriku geser, yang menimbulkan pembekakan sehingga tidak bisa menyangga tubuh. Sehari setelah kejadian itu, yang pertama kali datang tak lain dan tak bukan adalah temen-temen se’gank’ ku itu. Aku serasa jadi ratu, dan mereka dengan setia menjadi ‘pelayan’ku. Padahal aku tahu, betapa capeknya mereka. Pulang sekolah masih ada rapat,, nyiapin kajian esok, ini itu… tetapi, mereka selalu siaga tiap kali aku butuh sesuatu. Sementara ibuku cuma salting. . hehe..Tak kalah mengejutkan dengan hari pertama, hari kedua datang rombongan lebih banyak lagi. Ada tiga andong. Hah, pake andong?? Rupanya mbakku datang membawa adik-adik kelasku yang kelas X. Mereka adalah adik-adik mentoring. Aku hanya melongo… sementara gank ku pada cekikikan. Mereka menyembunyikan kejutan ini dariku ternyata. Subhanalloh, ukhuwah ini indah sekali…Dan kini, sekitar 8 tahun berlalu sudah, sejak melepaskan ‘seragam’ ROHIS. Dan satu dekade menyelami indahnya ukhuwah dalam lingkaran itu. Kami terpencar di belahan bumiNYA, tuk menimba ilmu. Sekarang, kami sudah menjelma menjadi diri kami yang dulu kami impikan. Mimpi yang sempat ditanya sama mbak kami. Akan jadi apa kami nanti? Meski kami sadari, sekarang kami menempuh ‘jalan’ berbeda. Tapi, kami selalu tanamkan..bahwa kami masih satu akidah, satu iman, satu tujuan. Alloh Ghoyatunna…

Di ROHIS… Ukhuwah ini terlukis. Indah dengan goresan kanvas iman yang tak kan terkikis Oleh rayuan iblis. Ia yang selalu menyalurkan energi, dari pesimis jadi optimis.Mangubah air mata tangis jadi senyuman manisMaka, pantaskah jika ia disebut sarang TERORIS ???Yang katanya selalu bermuka bengis, sadis, anarkis…Huh, aku hanya bisa MRINGIS…(MaRaI naNGIS)

Special thanks to: - Mbakku (semoga bahagia di JannahNYA. Salam rindu kami yg masih di bumi ini)- Temen-Temen Ganks ku…(ingatlah, ukhuwah ini mengalahkan perbedaan :)- ROHIS Ar –ROHIS XXV SMANGAD (SMA NGADiretno) Keep our ukhuwah…:)

Penulis:Wiwik Sugih ArtiKaryawan BMT Makmur Gemilang Kantor Kas Ihsanul Fikri, Pabelan, MagelangHP 0857 4706 9896

Bermula dari kisah seorang remaja yang sedang mencari jati diri. Dia adalah Husna, perempuan yang kekanak-kanakan namun memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar. Di usianya yang ke- 12, ia mengikuti berbagai kegiatan sekolah seperti pengurus kelas dan aktif di di 6 ekskul (perkusi, ansambel, basket, bulutangkis, pramuka, dan teater). Tak terasa sudah hampir 2 bulan ia berada di SMP Bina Tunas Muda Tarakan, ia merasa ada hal yang kurang di dirinya. Entah angin apa yang telah membuatnya seperti itu, namun dibalik kesibukannya ia sejenak berfikir untuk apa semua itu. Apa yang dia lakukan sudah benar, tapi kenapa dia merasa belum menemukan jati dirinya. Di sela-sela kebingungannya, seorang gadis menghampirinya.

“Door!” teriak Gebi“Uh, lo ngagetin gua aja sih!” Tukas Husna“Haha…Abis, lu gua panggil ngga nengok-nengok. Oh ya sabtu temenin gua ke Aula yuk.” Jawab“Ngapain? Gua ada latihan basket besok.”“Hmm, gua denger-denger sih ada ekskul baru gituu. Nah mereka mau adain launchingnya di Aula. ““Ooh, emang ekskul apaan sih?”“ROHIS.”“Ha? Apaan tuh?”“Rohani Islam. Ayoo ikut yaa.”“Ogah ah, paling itu cuman ngaji-ngaji ga jelas, dah gitu bakal ngebetein banget

Yuni SudarsihSMA N 14XII IPA

http://www.facebook.com/yuni.sudarsih1

Dari Gubug Tua

tuh acara! Lagian kan ROHIS itu sarang teroris, mau aja sih lo ikut-ikutan kayak gitu.”“Ish…Ayooo laah, Husna. Lagian kan disana kita cuman nonton, games, sama training motivasi gituu. Pleaaasee, temenin gua dong, na.”“Huft, ok,ok. ““Hihi, gua tunggu besok jam 8 di depan Aula yah.”“Iyaa, iya.”

Keesokan harinya, Husna dan Gebi menghadiri launching ROHIS. Disana ada banyak hal yang membuat dua gadis ini penasaran seperti kakak-kakak panitia yang perempuan mengenakan kerudung yang begitu panjang, pintu masuk perempuan dan laki-laki yang dipisah, pengemasan acara launching yang begitu pas dengan anak SMP, dan masih banyak lagi.“Assalamu’alaikum say, mau ikut ekskul ROHIS ga?” tanya seorang wanita muda di meja registrasi“Wa’alaikumussalam, wah maaf kak. Saya dah begitu sibuk sama ekskul-ekskul saya. Terus saya juga males yang namanya ngaji.”jawab Husna dengan nada datar

“Tak apa say, tapi sebaiknya kamu coba dulu aja ikutin minimal 1 kali pertemuan. Disini kita ga cuman belajar ilmu agama aja, kita juga bisa belajar pengetahuan umum, nonton, games, pokoknya seru deh.”kata wanita itu sambil tersenyumAkhirnya Husna dan Gebi menjadi anggota ROHIS, disana mereka merasakan banyak hal yang belum pernah mereka dapatkan. Namun, Husna bukanlah tipe orang yang mudah diajak kebaikan seperti Gebi. Dia di ROHIS awalnya hanya ingin memenuhi ajakan Gebi dan penasaran dengan sikap murobbiah yang begitu sopan dan penuh senyum kepadanya padahal Husna selalu usil.

Tak terasa sudah 3 tahun ia di ROHIS dengan seorang murobbiah yang mengajarinya makna hidup, arti cinta sejati, serta betapa berharganya ilmu. Kemudian Husna melanjutkan studinya ke SMA Pelita Muda hanya karena ingin mentoring dengan Ka Muti. Disana ia merasa sedikit sedih karena ka Muti mengisi halaqah kelas XI, sementara kelas X dipegang kakak kelas XII. Selain itu, gedung SMA Pelita Muda yang sudah tua membuatnya semakin ragu untuk melanjutkan studinya disana. Apalah daya Husna, nasi telah menjadi bubur. Semua yang ia mau tak semulus yang ia harapkan. Ia juga malu kalau teman-teman SMPnya menanyakan dimana ia bersekolah.

“Janganlah lihat sesuatu dari kulitnya, lihatlah sampai kedaging dan bijinya. Memang gedung SMA ini udah tua, tapi bukan berarti SMA ini ga bisa menghasilkan lulusan terbaik. Banyak dari kakak kelas kita yang melanjutkan studi diluar negri dan beberapa PTN favorit.”ujar seorang kakak kelas saat MOPDB

SMA Pelita Muda adalah salah satu SMA unggulan dikota Tarakan, walaupun bukan sekolah islam tapi disinilah Husna mengenal Islam lebih dalam. Sejak awal MOPDB, seluruh siswa-siswi muslim diwajibkan mengikuti mentoring, solat duha di masjid, solat berjamaah, dan kenal teman-teman satu angkatan. Rohis bukanlah ekskul, namun sebuah program yang diwajibkan oleh pihak sekolah karena sekolah benar-benar memahami pentingnya keseimbangan antara IQ, ESQ, dan EQ. Sekolahpun percaya dengan adanya Rohis yang menjadi program resmi sekolah bisa menekan angka kenakalan remaja.Husna pun semakin bersemangat mengikuti berbagai kegiatan maupun kepanitiaan di Rohis,OSIS, maupun ekskul disekolahnya. Sungguh, kini ia merasa begitu nyaman berada di “gubuk tua” karena disinilah ia mulai menemukan jati diri dan pendewasaan diri.

Tibalah saat dimana tongkat estafet dakwah SMA Pelita Muda bergulir ditangan Husna dan ia dikirim sebagai delegasi luar sekolahnya. Kini ia pun aktif di organisasi luar sekolah sebagai Ko.A Divisi Luar RTB (Rohis Tarakan Bangsa) yang menaungi Rohis-rohis se kota Tarakan.

Di RTB, Husna belajar banyak hal seperti mengerti sebelum dimengerti, menjadi lebih dewasa dalam menyelesaikan masalah, mengenal karakter orang lain, dan masih banyak lagi. Namun itu semua tidaklah terlepas dari berbagai lika-liku yang ia jalani selama di RTB karena pelaut yang handal dihasilkan oleh laut yang penuh gelombang dan badai.

Futur itu pasti pernah dialami dirinya, namun ia tak ingin berlarut-larut dalam kefuturan karena sesungguhnya futur dan keiklasan dalam beramal tergantung diri kita. Jika diri berkehendak futur dan tidak diisi dengan siraman ruhiyah serta pembekalan yang matang maka jadilah ia bagian orang-orang yang terseleksi oleh alam seperti teman-teman Husna di RTB.Hingga suatu ketika ketua RTB mengalami futur selama hampir 3 bulan lamanya dan selama itu pula ia menjalankan amanah yang seharusnya sang ketua lakukan. Husna merasa gagal dalam mengemban amanahnya karena TQ (taqliful qulub) yang ia adakan selalu gagal. Disela-sela kesedihannya, terpancar cahaya harapan yang dimana ia selalu mendo’akan saudara-saudarinya agar kembali di RTB tuk sama-sama menjalankan amanah sampai habis dan ia selalu berdo’a agar Allah membalikkan hati sahabatnya ke jalan cinta-Nya. Tiga bulan mendekati akhir amanah, lagi-lagi tekanan dan ujianpun silih berganti. Orang tua Husna menyuruhnya keluar dari RTB dan berbagai organisasi luar sekolah karena ia harus fokus membantu orang tuanya di kantor dan persiapan ujian akhir. Husna tak dapat menolak perintah orang tuanya. Ridhallah fii ridha walidain, su’thullah fii su’thu walidain. Yah, itulah yang sering diingatkan oleh gurunya disekolah. Meskipun Husna tak lagi di RTB, ia selalu berharap tuk dakwah yang lebih baik di ROHIS Pelita Bangsa dan RTB (Rohis Tarakan Bangsa). Di hari perpisahannya dengan anak RTB, Ketua RTB tiba-tiba datang kesekolahnya dan ia mengatakan tidak jadi keluar dan tetap bersama-sama dijalan dakwah. Itulah roda kehidupan, mereka bertemu dan berpisah karena-Nya.