sasbel mpt 2

18
Nazza R Ramdhagama 1102014190 Sasaran Belajar LI 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Hipersensitivitas LO 1.1 Hipersensitivitas 1 LO 1.2 Hipersensitivitas 2 LO 1.3 Hipersensitivitas 3 LO 1.4 Hipersensitivitas 4 LI 2. Memahami dan Menjelaskan peranan Antihistamin LO 2.1 Farmakokinetik LO 2.2 Farmakodinamik LO 2.3 Indikasi LO 2.4 Efek Samping LI 3. Memahami dan Menjelaskan perana Kortikosteroid LO 3.1 Farmakokinetik LO 3.2 Farmakodinamik LO 3.3 Indikasi LO 3.4 Efek Samping LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tentang Alergi Obat Dalam Perspektif Islam LO. 4.1 Mashlahah dan Mafsadhah LO. 4.2 Kaidah Hukum Islam Menghadapi Mashlahah dan Mudharat 1

Upload: nazzarramdhagama

Post on 24-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bvb

TRANSCRIPT

Nazza R Ramdhagama1102014190

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang HipersensitivitasLO 1.1 Hipersensitivitas 1LO 1.2 Hipersensitivitas 2LO 1.3 Hipersensitivitas 3LO 1.4 Hipersensitivitas 4

LI 2. Memahami dan Menjelaskan peranan AntihistaminLO 2.1 FarmakokinetikLO 2.2 FarmakodinamikLO 2.3 IndikasiLO 2.4 Efek Samping

LI 3. Memahami dan Menjelaskan perana KortikosteroidLO 3.1 FarmakokinetikLO 3.2 FarmakodinamikLO 3.3 IndikasiLO 3.4 Efek Samping

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tentang Alergi Obat Dalam Perspektif IslamLO. 4.1 Mashlahah dan MafsadhahLO. 4.2 Kaidah Hukum Islam Menghadapi Mashlahah dan Mudharat

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang HipersensitivitasLO 1.1 Hipersensitivitas 1Mekanisme Hipersensivitas tipe 1Mekanisme umum hipersensitivitas tipe cepat melibatkan beberapa tahap berikut. Suatu antigen menginduksi pembentukan antibodi IgE, yang berikatan kuat dengan bagian Fc ke suatu reseptor pada sel-sel mast dan eosinofil. Beberapa waktu kemudian, kontak kedua dengan seseorang dengan antigen yang sama menyebabkan fiksasi antigen ke IgE yang terikat sel sehingga membentuk ikatan silang pada molekul IgE dan melepaskan mediator yang aktif dari sel-sel dalam waktu beberapa menit. Nukleotida siklik dan kalsium berperan penting dalam pelepasan mediator. Dapat juga terjadi fase lambat kedua yang berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan infiltrasi neutrofil, monosit, dan leukosit-leukosit lain ke dalam jaringan.

Mediator Hipersensitivitas Tipe I1.HistaminDalam trombosit, ada dalam bentuk prekursor. Histamin juga ditemukan di dalam granula sel mast dan eosinofil. Pelepasan histamin dapat menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos (misal bronkospasme). Obat-obat antihistamin dapat menghalangi tempat reseptor histamin dan relatif efektif dalam pengobatan rinitis alergika. Histamin adalah salah satu mediator primer pada reaksi tipe I. (Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran)2.Prostaglandin dan TromboksanTerkait dengan leukotrien, prostaglandin, dan tromboksan dibentuk dari asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase. Prostaglandin menyebabkan bronkokontriksi dan dilatasi serta peningkatan permeabilitas kapiler. Tromboksan menyebabkan agregasi trombosit. Mediator-mediator tersebut beserta sitokin seperti TNF- DAN IL-4, disebut sebagai mediator sekunder pada reaksi tipe I. (Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran)

Manifestasi pada Hipersensitivitas tipe 1a.Reaksi lokalHanya terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergen masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi tipe I adalah diturunkan dan disebut atopi. Sekitar 20% populasi terkena rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi. 50%-70% dari populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh melalui mukosa seperti selaput lender hidung, paru, dan konjungtiva, tetapi hanya 10%-20% dai populasi itu menderita rinitis alergi dan sekitar 3%-10% dari populasi itu juga menderita asma bronkialb.Reaksi sistemik anafilaksisAnafilaksis dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Reaksi dapat dipacu oleh berbagai alergen seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga.c.Reaksi pseudoalergi atau anakfilaktoidReaksi sistemik umum yang menyebabkan pelepasan mediator oleh sel mast tanpa diperantarai oleh IgE. (Baratawidjaja, K. G. dan Rengganis, I. 2009. Imunologi Dasar)

LO 1.2 Hipersensitivitas tipe 2

Mekanisme Hipersensitivitas tipe 2Hipersensitivitas tipe II melibatkan pengikatan antibodi (IgG atau IgM) ke antigen permukaan sel atau molekul matriks selular. Antibodi yang ditujukan pada antigen permukaan sel dapat mengaktifkan komplemen (atau efektor lain) untuk merusak sel. Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada antigen melalui region Fab dan bekerja sebagai jembatan terhadap komplemen melalui region Fc. Hasilnya dapat terjadi lisis yang diperantarai komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi ABO, dan penyakit hemolitik Rh. (Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran)

Manifestasi pada Hipersensitivitas tipe 2Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun .1). Reaksi transfusia. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen.b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravascular. Reaksi dapat cepat atau lambat .-Reaksi cepat : Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik.Gejala khas : Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria.

-Reaksi lambat:Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy2). Penyakit hemolitik pada bayi baru lahirDitimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah rhesus dan janin dengan rhesus (+).3). Anemia hemolitika)Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawab)Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

LO 1.3 Hipersensitivitas tipe 3

Mekanisme Hipersensitivitas tipe 3Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan. 1.Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:- Agregasi trombosit- Aktivasi makrofag- Perubahan permeabilitas vaskuler- Aktivasi sel mast- Produksi dan pelepasan mediator inflamasi- Pelepasan bahan kemotaksis- Influks neutrofil2.Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

Manifestasi Hipersensitivitas tipe 3Manifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik seperti serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES .A. Reaksi Lokal atau Fenomena ArthusPada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis. 2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah. 3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat. B. Reaksi Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. 2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan. 5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringanDari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

LO 1.4 Hipersensitivitas tipe 4

Mekanisme Hipersensitivitas tipe 4Hipersensitivitas selular bukanlah suatu fungsi antibodi, tetapi limfosit T yang tersensitasi secara spesifik sehingga mengaktifkan makrofag dan menimbulkan respons radang. Respons lambat yaitu biasanya dimulai 2-3 hari setelah kontak dengan antigen dan sering sering berlangsung selama berhari-hari. (Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran)Dewasa ini, reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi dalam DTH yang terjadi melalui sel CD4 T Cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8.Delayed Type Hyperensitivity Tipe IVReaksi tipe IV merupakan hipersensitivitas granulomatosis. Biasanya terhadi terhadap bahan yang tidak dapat sdisingkirkan dari rongga tubuh seperti talku dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit. Ada beberapa fase pada respons Tipe IV yang dimulai dengan fase sensitasi yang membutuhkan 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Dengan fase itu, Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Reaksi khas DTH seperti respons imun lainnya mempunyai dua fase yang dapat dibedakan yaitu fase sensitasi dan fase efektor.

Berbagai APC seperti sel Langerhans dan makrofag yang menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T. Sel T yang diaktifkan pada umumnya adalah sel CD4 terutama Th1, tetapi pada beberapa hal sel CD8 dapat juga diaktifkan. Pajanan ulang dengan antigen menginduksi sel efektor. Pada fase efektor, sel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi nonspesifik lain. Gejala biasanya baru nampak 24 jam sesudah kontak kedua dengan antigen. Makrofag merupakan efektor utama respons DTH. Sitokin yang dilepas sel Th1 menginduksi monosit menempel ke endotel vaskular, bermigrasi dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar.Influks makrofag yang diaktifkan berperan pada DTH terhadap parasite dan bakteri intraselular yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi. Enzim litik yang dilepas makrofag menimbulkan destruksi nonspesifik patogen intraselular yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan. Pada beberapa hal, antige tidak mudah dibersihkan sehingga proses DTH memanjang dan dapat merusak jaringan hospes dan menimbulkan reaksi granuloma. Granuloma terbentuk bila makrofag terus menerus diaktifkan dan menempel satu dengan yang lainnya yang kada berfusi membentuk sel datia multinuklear yang disebut sel datia. Sel datia tersebut mendorong jaringan normal dari tempatnya, memebentuk nodul yang dapat diraba dan melepas sejumlah besar enzim litik yang merusak jarigan sekitar pembuluh darah dapat dirusak dan menimbulkan nekrosis jaringan. (Baratawidjaja, K. G. dan Rengganis, I. 2009. Imunologi Dasar)

Manifestasi pada Hipersensitivitas tipe 4a.Dermatitis kontakDermatitis kontak adalah penyakit CD4 yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1.b.Hipersensitivitas tuberculinAdalah bentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk filtrate biakan M. tuberculosis yang bila disuntikkan ke kulit, akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang berperan dalam reaksi ini adalah sel limfosit CD4 T. Setelah suntikan intrakutan ekstrak tuberkulin atau derivat protein yang dimurnikan, daerah kemerahan dan indurasi timbul di tempat suntikkan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberculosis, kulit bengkak terjadi pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi dapat dipindahkan melalui sel T.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan peranana Antihistamin

Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonis reseptor H1 (AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).1). Antagonis reseptor H1 (AH1)a. Farmakodinamik :AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.b. Farmakokinetik :Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnyac. Indikasi :AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.d. Efek samping :Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

2). Antagonis reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan nizatidin.1. Simetidin dan Ranitidina. Farmakodinamik :Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.b. Farmakokinetik :Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pasca makan. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.c. Indikasi :Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.d. Efek samping :Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

2. Famotidina. Farmakodinamik :Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.b. Farmakokinetik :Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam. c. Indikasi :Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison. d. Efek samping :Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

3. Nizatidina. Farmakodinamik :Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.b. Farmakokinetik :Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.c. Indikasi :Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.d. Efek samping :Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Peranan Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.3.1 Farmakodinamik :-Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.-Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. 1. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.2. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.-Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.1. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.3.2 Farmakokinetik :Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.3.3 Indikasi :Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan:-Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.-Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.-Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.-Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.-Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.-Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

3.4 Efek samping : -Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.-Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.-Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.-Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.-Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tentang Alergi Obat Dalam Perspektif Islam

Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219 2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.

Daftar Pustaka

Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. (2012). Imunologi Dasar. Ed. 10. FKUI : Jakarta.

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2011). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

http://ipaper.fk.umy.ac.id/?q=kedokteran-islam/pengobatan-medis-pandangan-islam

http://www.nhs.uk/Conditions/Allergies/Pages/Symptoms.aspx

http://obatpenyakitkulit.web.id/121/alergi-kulit.html

1