retorika dakwah kh. habib ali alwi bin...
TRANSCRIPT
RETORIKA DAKWAH
KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR
OLEH:
SYARIFAH SA'DIYAH
NIM: 103051028601
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H / 2007 M
RETORIKA DAKWAH
KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Sosial Islam
OLEH:
Syarifah Sa'diyah
NIM: 103051028601
Pembimbing
Rubiyanah, M.A.
NIP. 150 286 373
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H / 2007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin
Thohir" telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 5 Desember 2007.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I). Program S1 pada Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
Jakarta,5 Desember 2007
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs.Arif Subhan, MA. Dra. Sukmayeti
NIP.150 262442 NIP. 150 234867
Penguji I, Penguji II,
Drs. Wahidin Saputra, M.A. Umi Musyarrofah, MA
NIP. 150 276299 NIP. 150 281980
Pembimbing Skripsi
Rubiyanah M.A.
NIP. 150 286373
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam
(S. Sos. I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan sripsi telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya,
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang, November 2007
Syarifah Sa'diyah
ABSTRAK
Syarifah Sa'diyah
Retorika Dakwah Kh. Habib Ali Alwi Bin Thohir
Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman
kepada Allah, baik sekelompok orang maupun bagi setiap individu yang mengerti,
memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dakwah akan diterima
dengan baik oleh mad'u apabila dalam penyampaiannya seorang da'i dapat
menggunakan retorika dengan baik. Salah satunya adalah KH. Habib Ali Bin
Thohir, saorang da'i yang mampu menyuguhkan dakwahnya dengan retorika yang
baik.
Berdasarkan pernyataan di atas lahirlah pertanyaan apa pandangan KH.
Habib Ali Alwi Bin Thohir tentang retorika dalam dakwah dan bagaimana
retorika yang KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir.
Setelah mengamati dan mendengarkan secara langsung dakwah KH. Habib
Ali Alwi Bin Thohir, penerapan retorika yang digunakan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir dalam pelaksanaan dakwahnya itu tepat pada sasaran dan menggunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh mad'unya. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif
yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan
menggunakan metodelogi deskriptif analisis yaitu sebuah metode yang mendeskripsikan gagasan primer yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam
dengan narasumber yang akan menghasilkan penafsiran penulis.
KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir adalah seorang da'i yang memiliki
kemampuan beretorika yang baik sehingga dapat diterima oleh semua lapisan
masyarakat.
KATA PENGANTAR
��� ا ا���� ا�����
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa mencurahka rahmat, hidayah dan inayah-Nya. Kepada penulis sehingga
penulisan skripsi ini dapat terlaksana. Sholawat dan salam semoga Allah limpah
curahkan kepada penghulu alam, baginda Nabi besar Muhmmad SAW yang telah
menunjukan jalan yang terang dengan ilmu pengetahuan bagi seluruh umat
manusia di dunia.
Selanjutnya penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mencapai gelar
sarjana sosial Islam (S. Sos. I). Berbagai kendala dalam proses penulisan skripsi
ini yang cukup panjang dan melelahkan, namun berkesan.
Terwujudnya sripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak, karena
dengan motivasi merekalah skripsi ini dapat terselesaikan, mereka adalah:
1. Dr. Murodi, MA Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
beserta jajarannya.
2. Drs. Wahidin Saputra, MA Selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam dan Dra. Ummi Musyarofah, M. Ag. Selaku Sekretaris
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Rubiyanah, MA selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi
ini, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan
mengarahkan penulis disela-sela aktivitas beliau agar penulis mendapat
skripsi yang baik.
4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
namun tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih penulis atas
didikannya selama ini.
5. Kepada pimpinan dan staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan pelayanan literatur sebagai referensi skripsi penulis.
6. KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir selaku Pimpinan Pondok Pesantren Al-
Husainy dan seluruh dewan guru, staff dan karyawan dan tidak lupa pula
seluruh santri Pondok Pesantren Al-Husainy yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan informasi dalam melengkapi skripsi ini.
7. Uminda tercinta Hj. Karmi dan ayahanda tercinta (alm) Yahya bin
Husein yang selalu ada di hati. Kakanda tersayang Husen bin Yahya,
Zulkifli bin Yahya, Fahmi bin Yahya, Helmi bin Yahya, Abdullah
Alamudin. Uminda-lah yang selalu mendampingi penulis dikala
mendapati kesulitan dan kesenangan. Tanpa mereka tidak banyak yang
penulis dapat lakukan dalam menyelesaika skripsi.
8. teman-teman kelasku KPI/D, Dilla yang selama ini mendampingiku di
setiap waktu dan memberikan saran-saran. Mita sahabatku yang selalu
memberikan keceriaan dalam persahabatan kita selama ini, Intan, Jane,
Halimah, Wanti Erna, Isma, Anita, Amin, Boy, Doni, Ipul, dan seluruh
sahabatku yang tidak aku sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi
rasa kecintaanku. Takkan pernah terlupakan saat-saat terindah yang
pernah kita lalui bersama. Semoga kalian tetap menjadi sahabatku
sampai pada waktu yang tidak ditentukan.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang dapat memotivasi untuk kelengkapan dan kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan
pembaca pada umumnya.
Semoga segala kebaikan dan ketulusan pihak-pihak yang telah membantu
di dalam proses penyelesaian skripsi di ganjar dengan pahala yang melimpah ruah
dari Allah SWT. Amien.
Ciputat, Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................7
D. Metodologi Penelitian...............................................................7
E. Sistematika Penelitian...............................................................9
BAB II LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH
A. Ruang Lingkup Retorika ...........................................................10
1. Pengertian Retorika .............................................................10
2. Tujuan dan Fungsi Retorika ................................................13
B. Ruang Lingkup Dakwah ...........................................................15
1. Pengertian Dakwah .............................................................15
2. Unsur-unsur Dakwah ..........................................................16
3. Fungsi Retorika dalam Dakwah Bil-Lisan. .........................26
C. Konsep Dakwah Bil-Lisan ........................................................28
1. Pengertian Dakwah Bil-Lisan..............................................28
2. Penyusunan Dakwah Bil-Lisan............................................31
BAB III PROFIL KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR
A. Riwayat Hidup dan Pendidikan KH. Habib Ali Alwi Bin
Thohir……… ...........................................................................33
B. Keterkaitan Pendirian Pondok Pesantren dengan Dakwah Bil-
Lisan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir ......................................36
BAB IV : ANALISIS RETORIKA DAKWAH BIL LISAN KH. HABIB ALI
ALWI BIN THOHIR
A. Pandangan KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir tentang retorika dalam
pelaksanaan dakwah Bil-Lisan ....................................................42
B. Penerapan Retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam
pelaksanaan dakwah Bil-Lisan ....................................................46
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................54
B. Saran.........................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang mempunyai watak dan
kecenderungan untuk menjadi suatu agama yang bisa terus tersiar keseluruh
penjuru dunia. Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan panggilan,
ajakan, atau seruan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya
yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain
baik secara individual maupun sekelompok agar supaya timbul dalam dirinya
suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran
agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.
Semua itu dapat kita lihat dalam salah satu ajarannya yang mewajibkan
pemeluknya untuk menyampaikan risalah atau mengembangkan dakwah kepada
siapa pun.
Kemajuan dan kemunduran ummat Islam sangat berkaitan erat dengan
dakwah yang dilakukannya, karena itu al-Qur'an dalam menyebutkan kegiatan
dakwah dengan Ahsanu Qaula, (ucapan) dan perbuatan yang baik.1
������ ������ � ���� ��☺��� ������ ����� �� ! "#�☺�$��
☯��&'�( �) ���� *,-.�� /��� �01�☺�&�☺34 ! 5667
"Dan siapakah yang lebih indah perkataannya dari orang yang menyeru
(manusia) ke jalan Allah serta beramal saleh dan ia berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri?". (Fushshilat : 33)
1 M. Munir, dkk, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 217
Dakwah seperti yang diungkapkan dalam ayat tersebut tidak hanya
berdimensi ucapan atau lisan tetapi juga dakwah dengan perbuatan yang baik
(uswah) seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Dakwah adalah senjatanya para Nabi dan Rasul Allah dalam
mengembangkan agama Islam kepada umat manusia sejak zaman dulu kala
sampai akhir zaman. Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam
yang beriman kepada Allah, baik sekelompok orang maupun bagi setiap individu
yang mengerti, memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dengan
kata lain mereka yang benar-benar profesional di bidang dakwah dan mengerti
tata cara penyampaian dakwah yang baik istilah ini lebih di kenal dengan sebutan
da'i atau mubaligh.2
Dalam hal ini Allah SWT. telah menjelaskan tentang kewajiban
berdakwah bagi sekelompok orang untuk menyerukan yang ma'ruf dan mencegah
yang mungkar dalam al-Qur'an, Allah berfirman:
�89�:34�� �;89<��� =>?�@� �A�$$�B�C ����� �D�E�C3F ! �A�$E$�GH�C��
I �$EK>.GL �M �A���N��C�� 5��$ 6E�9<�☺34 ! O �PQ-'�4H�@��� $;KR ST����&3U�☺34 ! 5VW7
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar".
(QS. Al-Imran 104)
Sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk berkomunikasi dengan baik
dan efektif, karena komunikasi yang baik serta efektif merupakan dasar utama
dalam melaksanakan dakwah.
2 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 27.
Adapun pengertian dakwah menurut Prof. HM. Toha Yahya Omar yakni,
mengajak manusia dengan cara bijaksana pada jalan yang benar sebagaimana
perintah Allah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.3
Sebagaimana tercantum dalam firmanya :
8X� ! O����� 7#Y�Z�[ �P��M�\ �>�☺9��3F �M �>�^�$���☺34 !�� �>���>�3F ! _
`�N34�B'�,�� *Wab4 �M c\�R ������ O ?A�� �PdM�\ ��KR e`�&�$�� ��☺�M ?#�V ��$
f���!Y�Z�[ _ ��KR�� e`�&�$�� �0g�B�h�N�☺34 �M 5Vi�7
"Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. An-Nahl : 125)
Dalam menyampaikan dakwah, tujuan utamanya adalah bagaimana pesan
dalam mengajak mad'u kepada yang benar (jalan Allah) dapat diterima dengan
baik sehingga dapat dipahami. Oleh karena itu umat muslim harus dapat
berkomunikasi dengan baik dan efektif, agar dalam menjalankan kewajiban
dakwah dapat berjalan dengan lancar.
Adapun cara penyampaian dakwah dapat dikelompokan dalam tiga
kategori, yakni bil-Lisan, bil-Hal dan bil-Qalam.
Dalam dakwah bil-lisan, bahasa memegang peranan penting dan
menentukan. Untuk itulah seorang da'i tidak hanya dituntut memiliki kemampuan
dan kepandaian dalam pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk memiliki
kemampuan dan kepandaian dalam menggunakan bahasa agar mad'u tertarik dan
pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
3 Rafi'udin, dkk, Prinsip-prinsip dan Stategi Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h.
31.
Dalam pelaksanaan dakwah peran da'i atau mubaligh sangatlah
menentukan dalam hasil tersebut, oleh karena itu di perlukan teknik yang baik dan
dapat diterima oleh masyarakat sebagai penerima pesan dakwah Islam.
Dakwah akan diterima dengan baik apabila para da'i mengetahui secara
tepat kepada siapa dakwah itu di tunjukan, karena setiap manusia itu tidaklah
sama, baik dari segi usia, tingkat kecerdasan, status sosialnya dalam masyarakat
dan dalam hal lainnya, yang kesemuanya ini menuntut agar penyeru dakwah arif
dan bijaksana akan siapa dan bagaimana ia harus menghadapinya.
Kegagalan pelaksanaan dakwah yang sering terjadi disebabkan
ketidakpahaman dan kurang telitinya para da'i atau mubaligh dalam memilih
strategi dalam penyampaian pesan-pesan dakwahnya.
�PQ-'�4H�@� SjgWYb4 ! $;�&K�C k� ! �� ��0 `�l�M�K&K�
m6E�$�H�G �;op�$ �;�N�^�$�� #K��� �;rst u,�0 �;�lI^U.�� v ���� ���&�M 5�67
"Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari pada mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas kepada jiwa
mereka. (Q.S. An-Nisaa: 63").
Pendakwah harus bermata setajam rajawali, harus cermat mengamati
gejala dan gejolak masyarakat. Dengan berdakwah berarti memberi jawaban Islam
terhadap masalah kehidupan, sehingga dakwah tersebut harus aktual, faktual dan
menonjol. tak berbisik kepada orang tuli atau tersenyum kepada orang buta.
Tujuan dakwah bukanlah sekedar menyuguhkan fakta semata, tapi juga
menjelaskan fakta tersebut sedemikian rupa sehingga tidak saja dia menjadi jelas
bagi kelompok elit di masyarakat, tetapi juga dipahami oleh orang-orang awam.
Kebenaran mesti disuguhkan dengan bahasa yang indah dan dalam bentuk yang
anggun supaya mereka yang berkemampuan menerima kebenaran dapat
menerimanya, dan mereka yang berpaling darinya tidak mempunyai alasan apa-
apa lagi kecuali hawa nafsu dan kekerasan kepada mereka.4
Perubahan zaman yang ada juga merupakan suatu faktor yang dapat
menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan dakwah Islam. Pada dasarnya
banyak cara dan upaya maupun strategi yang dapat dipakai dalam pelaksanaan
dakwah Islam salah satunya adalah dengan menggunakan lisan. Salah satu metode
yang digunakan untuk menyampaikan dakwah dengan lisan (berbicara) adalah
salah satu aktivitas yang sering digunakan dalam bersosialisasi di lingkungan
masyarakat. Dalam bidang keilmuan sosial ada suatu ilmu yang mengajarkan
tentang seni berbicara atau biasa disebut dengan retorika.
Seni dan kepandaian bicara dibutuhkan dalam medan kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan manusia lain. Mulai dari seorang pengacara, jaksa,
hakim, pedagang sampai kepada negarawan semuanya membutuhkan retorika.5
Sering kali retorika disamakan dengan public speaking, yaitu suatu bentuk
komunikasi lisan yang disampaikan kepada sekelompok orang banyak, tetapi
sebenarnya retorika itu tidak hanya sekedar berbicara dihadapan umum,
melainkan merupakan suatu gabungan antara seni berbicara dan pengetahuan atau
suatu masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan
persuasif.6
KH. Habib Ali Alwi bin Thohir adalah salah satu seorang muballigh yang
cukup di kenal masyarakat dan juga terbilang sukses dalam menyampaikan
dakwahnya. Beliau pun berhasil menyampaikan dakwahnya melalui bidang
4 Amin Ahsan Islahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: Pustaka , 1982), h. 69. 5 H. Hamzah Ya'qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: CV
Diponegoro, 1981), h. 99. 6 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis (Bandung: PT Rosda
Karya,1999), h. 9.
pendidikan yaitu tepatnya di pesantren yang beliau dirikan yaitu Pondok
Pesantren Al-Husainy.
Dalam sistem penyampaian dakwah yang baik, beliau dapat merekrut
begitu banyak mad'u dari berbagai kalangan dan status sosial masyarakat
khususnya pada kalangan santri. Di sinilah ketertarikan penulis pada sosok KH.
Habib Ali Alwi bin Thohir yang memiliki cita-cita luhur untuk memajukan Islam
dan usahanya untuk menggiring mad'unya agar kembali ke jalan Allah SWT.
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih
mendalam tentang cara yang dilakukan oleh KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
dalam menyampaikan dakwah Islam dalam sebuah skripsi yang penulis beri judul
Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Allah SWT memberikan kelebihan bagi manusia begitu banyak.
Diantaranya adalah kepandaian bicara, mengeluarkan kata-kata untuk bisa
dimengerti. Namun berbicara yang baik tidak hanya bicara saja melainkan harus
mampu menggunakan bahasa tutur yang baik, menyusun dan mengemasnya
hingga apa-apa yang disampaikan bisa dan mudah dimengerti oleh orang yang
mendengarnya.
Dalam dunia komunikasi cara berbicara (seni berbicara) disebut retorika,
yaitu ilmu yang mengajarkan cara berbicara yang baik, dengan menggunakan
berbagai disiplin ilmu pendukung.
Orang yang selalu bertutur dengan menggunakan retorika menunjukkan
bahwa ia terlibat dalam memanfaatkan retorika dalam aktifitas sehari-harinya.
Begitupun Habib Ali Alwi bin Thohir, kegiatan sehari-harinya dalam berdakwah
tidak terlepas dari retorika, beliau selalu memaparkan persoalan umat dengan
retorika.
Untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini,
maka penulis merumuskan pada masalah-masalah sebagai berikut :
1. Apa pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang retorika dalam
dakwah bil-lisan?
2. Bagaimana penerapan retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam
pelaksanaan dakwah bil-lisan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan
untuk:
a. Mengetahui pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang
retorika dalam dakwah bil-lisan.
b. Mengetahui retorika yang digunakan oleh KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir dalam dakwah bil-lisan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang penulis peroleh dari penelitian ini adalah:
a. Akademis
Memberikan wawasan yang memadai tentang tata cara penggunaan
retorika dalam pelaksanaan dakwah kepada para Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Praktis
Menambah wawasan bagi para penelitian, pektisi dakwah serta pera
pembaca sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan dakwah.
D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian
ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis,
yaitu metode prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang
memiliki beberapa langkah penerapan. Langkah pertama adalah mendeskripsikan
gagasan primer yang menjadi bahasan utama. Gagasan primer ini diperolah dari
hasil wawancara mendalam dengan narasumber. Langkah selanjutnya adalah
membahas gagasan primer tersebut yang pada hakikatnya adalah memberikan
penafsiran penulis terhadap gagasan yang telah dideskripsikan.7
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam
penyelesaian skripsi ini berupa observasi, wawancara, dan telaah kepustakaan:
1. Observasi, penulis mengamati dan mencatat dengan sistematika
fenomena-fenomena yang diselidiki. Dengan metode ini penulis akan
mengetahui langsung kegiatan dakwah KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir.
2. Wawancara (Interview), Dalam mengumpulkan data-data dibutuhkan
dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengadakan wawancara
langsung dengan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir. Teknik wawancara
berbentuk, wawancara riwayat secara lisan. Maksud wawancara ini
adalah untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaan, kesenangan,
7 Dr. Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000). Cet. ke-1, h. 156.
pergaulan, dan lain-lain. Wawancara semacam ini dilakukan
sedemikian rupa, sehingga yang diwawancarai berbicara terus menerus,
sedangkan pewawancara duduk mendengarkan dengan baik diselingi
dengan sekali-kali mengajukan pertanyaan. Selain itu, wawancara juga
dilakukan kepada para jama'ahnya (sebanyak lima orang) dengan
tujuan memperoleh data dan fakta yang akurat tentang retorika
dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir.
3. Kepustakaan (Library Research), penulis berusaha membaca
sumber-sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas
untuk dijadikan landasan teoritis dalam penulisan skripsi ini.
Adapun teknik penulisan penelitian ini berpedoman pada buku "pedoman
Penulisan karya ilmiah" Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, tujuan dan
mapenelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab II : Landasan teoritis meliputi, defenisi retorika, tujuan dan fungsi
retorika, definisi dakwah, unsur-unsur dakwah, fungsi retorika dalam dakwah bil-
lisan, konsep dakwah bil-lisan, definisi dakwah bil-lisan, penyusunan dakwah bil-
lisan.
Bab III : Profil KH. Habib Ali Alwi bin Thohir meliputi, riwayat hidup
danpendidikan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir kiprah dakwah pendirian pondok
pesantren.
Bab IV : Apa pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang retorika
dalam dakwah bil-lisan, bagaimana penerapan retorika KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir dalam pelaksanaan dakwah bil-lisan.
Bab V : Penutup meliputi, kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
Landasan Teoritis Tentang Retorika dan Dakwah
A. Ruang Lingkup Retorika
1. Pengertian Retorika
Retorika dalam artian sempit, yaitu "rede kunst" (seni berpidato) atau
kemahiran berbicara dan retorika dalam artian luas, yaitu seni menggunakan
bahasa dengan cara mana untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap
pendengar dan pembaca.8
Ditinjau dari segi bahasa, perkataan retorika berasal dari bahasa Yunani,
yaitu "Rhetor yang mengandung arti seorang juru pidato yang mempunyai
sinonim Orator",9 Dalam bahasa Inggris "Rhetoric" bersumber dari perkatan
"Rhetorica yang berarti ilmu bicara"10
dan dalam bahasa Arab disebut "Fannul
Khithaabah".11
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu bina
bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini
mencakup:
a. Monologi
Monologi adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, dimana
hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam monologika
adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah dan deklamasi.
8 T. A Lathief Rousydiy, Dasar-dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi (Medan: PT.
Firma Rimbow, 1989), h. 37.
9 MH. Isror, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), h. 10.
10 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 53.
11 T. A Lathief Rousydiy, Op. Cit., h. 40.
b. Dialogika
Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua
orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan.
Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan,
percakapan dan debat.
c. Pembinaan teknik bicara
Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara.
Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik
bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian ini perhatian
lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara,
teknik membaca dan bercerita.12
Adapun menurut istilah ada beberapa pendapat yaitu:
a. Gusti Ngurah Oka, mengatakan bahwa retorika adalah ilmu yang
menganjurkan tindakan dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan
penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta
kedamaian dalam kehidupan masyarakat.13
b. Syeh Datuk Tombak Alam, mengatakan bahwa retorika adalah seni
mempergunakan bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan
terhadap pendengar dan pembaca.14
c. Wahidin Saputra, mengatakan bahwa retorika adalah ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana bertutur kata dihadapan orang lain
12 P. Rudi Wuwur Hendrikus, Retorika (Jakarta: CV. Firdaus, 1993) h. 16-17
13 I Gusti Ngurah Oka, Retorika sebuah Tinjauan Pengantar (Bandung: Tarate, 1976), h.
44.
14 Syeh Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), h. 36.
dengan sistematis, logis, untuk memberikan pemahaman dan
meyakinkan orang lain.15
d. Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa retorika adalah pemekaran
bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa
selaku kemampuan untuk berkomunikasai dalam medan pikiran.16
Menurut Aristoteles retorika adalah "the art of persuasion" adalah ilmu
kepandaian berpidato atau teknik dan seni berbicara di depan umum,17
lalu dia
mengatakan bahwa ada tiga cara untuk mempengaruhi manusia.
"Pertama (ethos), harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa anda
memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang
terhormat. Kedua (pathos), harus menyentuh hati khalayak: perasaan, emosi,
harapan, kebencian dan kasih sayang mereka. Ketiga (logos), meyakinkan
khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti, di sini
mendekati khalayak lewat otaknya".18
Darinya kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato yang dikenal
dengan (The Five Connons of Rethoric) yang sering diterjemahkan dengan "Lima
hukum retorika", yaitu :
1. Menemukan Bahan (Inventio), pada tahap ini da'i atau mubaligh
menggali topik dan meneliti khalayak yang akan hadir mendengarkan
ceramah kita, kemudian menentukan metode yang tepat.
15 Wahidin Saputra, Retorika Dakwah Lisan (Teknik Khithabah) (Buku Ajar Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 2.
16 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,1998), h. v.
17 A.H. Hasanuddin, Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam kepemimpinan (Surabaya:
PT. Usaha Nasional, 1982). hh. 11-12.
18 Jalaluddin Rakhmat, Op. Cit., h. 7.
2. Penyusunan bahan/materi yang akan disampaikan (Dispositio), dalam
tahap ini da'i atau muabaligh menyusun materi dakwah yang akan
disampaikan, misalnya: Pendahuluan, Pembahasan, dan Penutup.
3. Memilih bahasa yang indah (Elocutio), pada tahap ini da'i atau mubaligh
memilih kata-kata yang tepat, kalimat yang jelas dan bahasa yang indah
sesuai dengan kemampuan khalayak pendengar.
4. Mengingat materi yang akan disampaikan (Memoria), pada tahap ini da'i
atau mubaligh harus mengingat-ingat dalam pikiran materi yang akan
disampaikan kepada khalayak pendengar sesuai dengan susunan yang
telah dibuat sebelumnya.
5. Menyampaikan dakwah lisan (Pronuntiatio), pada tahap ini da'i atau
mubaligh menyampaikan materi dakwah lisan, pada saat penyampaian
materi perhatikan suara (vocal), gerak tubuh, dan pelihara kontak mata
dengan khalayak pendengar.19
2. Tujuan Retorika dan Fungsi Retorika
a. Tujuan Retorika
Ketika Aristoteles di sekitar abad ke-4 SM. Menampilkan retorika sebagai
sebuah ilmu yang berdiri sendiri, dikatakan bahwa tujuannya adalah persuasi,
yang dimaksudkan persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap tutur
akan kebenaran gagasan topik tutur
Secara retorika tujuan berbicara kepada massa itu dapat dijelaskan sebagai
berikut:
19 Wahidin Saputra, Buku ajar Op. Cit., h. 32-33.
1. To inform, yaitu untuk memberikan penerangan dan pengertian kepada
massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan
pengertian dengan sebaik-baiknya.
2. To convince, yaitu menyakinkan atau menginsafkan.
3. To inspire, yaitu untuk menimbulkan inspirasi. Dengan teknik dan sistim
penyampaian yang baik dan bijaksana.
4. To entertain, yaitu menggembirakan menghibur atau menyenangkan dan
memuaskan.
5. To actuate (to put into action), yaitu menggerakan mereka dan
mengarahkan mereka untuk bertindak merealisir dan melaksanakan ide
yang telah dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.20
b. Fungsi Retorika
I Gusti Ngurah Oka menjelaskan bahwa retorika adalah untuk:
1. Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam
hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk ke dalam gambaran ini antara
lain gambaran proses kejiwaannya ketika ia terdorong untuk bertutur
ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan dan retorika bertutur
ditampilkan.
2. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang biasa
diangkat menjadi topik tutur. Misalnya saja gambaran tentang
hakikatnya, strukturnya, fungsi dan sebagainya.
20 T. A Latief Rousydiy, Op. Cit., h. 234-235.
3. Mengemukakan gambaran terperinci tentang masalah tutur misalnya
dikemukakan gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, bagian-
bagiannya dan sebagainya.
4. Bersama-sama dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas
disiapkan pula bimbingan tentang:
a. Cara-cara memilih topik.
b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk
menentukan saran ulasan yang persuasive objective.
c. Pemilihan jenis tutur yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak
dicapai.
d. Pemilihan materi bahasan serta penyusunan menjadi kalimat-
kalimat yang padu, utuh, mantap dan bervariasi.
e. Pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur dalam penampilan tuturnya.21
B. Ruang Lingkup Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dakwah ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab, yang
berarti "panggilan, ajakan, atau seruan.22
Dakwah menurut istilah mengandung beberapa arti yang beraneka ragam.
Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi terhadap
istilah dakwah terdapat beraneka ragam pendapat. Untuk lebih jelasnya di bawah
akan disajikan beberapa definisi dakwah:
21 I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit., h. 65 22 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: PT. Al-Ikhlas, 1983),
h. 17.
a. Pendapat K.H. M. Isa Anshari, dakwah yaitu menyampaikan seruan
Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan
mempercayai keyakinan dan hidup Islam.23
b. Pendapat Wardi Bachtiar, dakwah yaitu suatu proses upaya mengubah
sesuatu situasi kepada situasi lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam,
atau proses mengajak manusia ke jalan Allah yaitu al- Islam.24
c. Pendapat Asmuni Syukir, bahwa istilah dakwah itu dapat diartikan dari
dua segi atau dua sudut pandang, yaitu pengertian dakwah yang bersifat
pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan.
Pembinaan artinya suatu usaha untuk mempertahankan, melestarikan
dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada
Allah SWT, dengan menjalankan syariat-Nya sehingga mereka menjadi
manusia yang hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Sedangkan
pengembangan artinya suatu usaha mengajak umat manusia yang
belum beriman kepada Allah SWT. agar mentaati syariat Islam
(memeluk agama Islam) supaya nantinya dapat hidup bahagia dan
sejahtera di dunia maupun di akhirat.25
Jadi, dakwah menurut penulis adalah menyampaikan memanggil serta
mengajak manusia ke jalan Allah SWT, untuk melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya dalam mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan
akhirat, sesuai dengan tuntutan al-Qur'an dan Hadist.
2. Unsur-unsur Dakwah
23 H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia)
(Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 26. 24 Wardi Bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1997), h. 31. 25 Asmuni Syukir, Op.Cit., h. 18.
a. Subjek dakwah atau da'i
Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yaitu orang yang
berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT,
baik secara individu atau kelompok (organisasi) sekaligus sebagai pemberi
informasi dan pembawa misi, atau lebih jelas disebut dengan da'i.26
Subjek dakwah (ulama, da'i, muballigh) yaitu orang yang melakukan tugas
dakwah.
M. Ghazali juga menegaskan dua syarat utama yang harus dimiliki oleh
seorang juru dakwah yaitu pengetahuan mendalam tentang Islam dan juru dakwah
harus memiliki jiwa kebenaran (ruh yang penuh dengan kebenaran, kegiatan,
kesadaran dan kemajuan).27
b. Objek dakwah atau mad'u
Objek dakwah ini disebut juga mad'u atau sasaran dakwah, yaitu orang-
orang yang diseru, dipanggil, atau diundang maksudnya ialah orang yang diajak
kedalam islam sebagai penerima dakwah.28 sudah jelas bahwa obyek dakwah
adalah manusia mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, massa dan
umat seluruhnya.
Masyarakat yang beraneka ragam latar belakangnya merupakan sasaran
(objek) dakwah. selain itu juga sasaran dakwah harus mampu mencangkup segala
aspek kehidupan secara utuh, baik sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial.
26 M. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993),
h. 179.
27 A. Hasyim, Dasar Dakwah Menurut Al-Qur'an(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 167.
28 A.H. Hasanuddin, Op. Cit., h. 34.
Sasaran dakwah berawal dari diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, bahkan
dunia.
Sasaran dakwah secara sistematis di bagi menjadi beberapa bagian:
a. individu, sasaran dakwah terhadap diri sendiri (individu) merupakan
suatu yang esensial sekali. Sebab, jika seorang da'i menanamkan
kebaikan dalam dirinya maka akan mempengaruhi segala tingkah
lakunya. Dengan begitu, untuk dapat diterima oleh sasaran dakwah atas
apa yang disampaikan da'i dan untuk mengharapkan respon sasaran
dakwah mengikuti ajarannya, maka da'i harus memberikan teladan yang
baik.
b. Keluarga, didalam keluarga, orang tua merupakan orang yang pertama
kali memperkenalkan ajaran agama kepada anak-anaknya dan orang
tualah yang dapat memberikan pengaruh kedalam diri anak dalam
pergaulannya sehari-hari.
c. Masyarakat, masyarakat (umat) manusia sebagai sasaran dakwah
merupakan kumpulan individu yang beraneka ragam. Oleh karena itu,
hendaknya seorang da'i mengadakan penelitian untuk memperoleh
gambaran mengenai sasaran dakwah.
M. Natsir dalam bukunya Fiqhud dakwah mengatakan bahwa sasaran
dakwah yaitu:
1. Ada golongan cerdik-cendikiawan yang cinta kebenaran berfikir kritis dan
cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan
alasan-alasan dan dalil yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
2. Ada golongan awam, orang yang belum dapat berfikir kritis dan
mendalam. Belum dapat menangkap pengertiaan tinggi-tinggi. Mereka ini
panggil dengan sebutan mau'idzotul hasanah, dengan ajaran dan didikan yang
baik-baik. Dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan
tersebut. Mereka ini yang dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni
dengan bertukar pikiran, guna mendorong agar berpikir secara sehat.29
Kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh sasaran dakwah, karena tanpa
adanya sasaran dakwah maka dapat dikatakan dakwah itu pada hakekatnya tidak
ada. Dengan demikian, masyarakat sebagai sarana dakwah mencakup berbagai
aspek kehidupan yang memiliki strata sosial yang berbeda-beda, yang semuanya
harus dihadapi secara proporsional dari para da'i.
c. Materi dakwah
Materi dakwah, tidak lain adalah al-Islam yang bersumber dari al-Qur'an
dan al-Hadist sebagai sumber utama yang meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak
dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.30
Menurut Hamzah Yakub, tekanan utama materi dakwah tidak boleh lepas
dari aqidah Islam, tauhid dan keimanan, pembentukan pribadi yang sempurna,
pembangunan masyarakat adil dan makmur, serta kemakmuran dan kesejahteraan
di dunia maupun di akhirat.
Al-Qur'an dan Hadist Nabi adalah ajaran-ajaran yang sarat dengan
ketetuan dan ajaran untuk meraih kebahagiaan, keseimbangan, kemajuan,
keberhasilan, serta ketentraman hidup di dunia dan akhirat. Dengan kata lain al-
29 M. Natsir, Fiqhud dakwah, (Solo: Ramadhani, 1987), h. 7 30 Wardi Bachtiar, Op. Cit., hh. 33-34.
Qur'an dan Hadist mengingatkan umat untuk meninggalkan serta menjauhkan diri
dari kemungkaran, kenistaan, kebathilan, kesewenang-wenangan, kebodohan dan
keterbelakangan.
Umat Islam memang harus menjadi umat yang berpikir maju, pandai,
dinamis dan kreatif, dan peka terhadap segala aspek perkembangan kehidupan
yang ada. Dalam pengertian, umat Islam harus mampu memandang dan
mengantisipasi perkembangan serta gejolak kehidupan disekitarnya dengan
cermat, hati-hati dan mawas diri.31
d. Metode Dakwah
Metode berasal dari bahasa Jerman, methodica artinya ajaran tentang
metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata methodos artinya jalan
yang dalam bahasa arab disebut Thariq.32
Metode adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da'i untuk
menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk
mencapai tujuan tertentu.33
Dalam realitas sekarang, pengertian tentang metode dakwah banyak
disalahpahami oleh masyarakat dewasa ini. Dakwah biasanya dikesankan sebagai
suatu keahlian yang dikuasai oleh seseorang dalam berpidato, ceramah atau
khutbah saja. Pemahaman masyarakat seperti itu tentunya belum tepat, karena
ceramah, pidato dan sejenisnya adalah merupakan salah satu bagian dari metode
31 Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offet, 1995),
hh. 10-11. 32 H. Hasanuddin, Op. Cit., h. 35.
33 Wardi Bachtiar, Op. Cit., h. 34.
dakwah. Oleh karena itu, pemahaman yang keliru tersebut harus dirubah pada
jalur yang sebenarnya.
Berdasarkan bentuk-bentuknya penyampaiannya metode dakwah dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni:
1. Bil-Lisan
2. Bil-Hal
3. Bil-Qalam
Pedoman dasar yang dijadikan sandaran dalam penggunaan metode
dakwah salah satunya adalah hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh
Muslim:
��ى ���� ����ا ��� أر�� ��� ,�����%ن# �"��!ن ل� ی , ���� �&!ن ل&� ی& )روا� ���� (%ن/ی. ا-,+�"*�"# وذال' أ
Siapa diantara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya
(kekuasaanya), jika tidak mampu ubahlah dengan lisannya (nasehat), jika tidak
mampu ubahlah dengan hatinya dan yang terakhir inilah selemah-lemahnya
iman. (H.R. Muslim)34
1). Bil-Lisan
Dakwah bil-lisan adalah suatu bentuk dakwah yang dilaksanakan melalui
lisannya, metode ini sangat umum digunakan oleh para da'i di dalam ceramah,
pidato, khutbah, diskusi, nasihat dan lain-lain.
2). Bil-Hal
Dakwah bil-hal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata
yang meliputi keteladanan. Metode dakwah ini dapat dilakukan oleh setiap
individu tanpa harus memiliki keahlian khusus dalam bidang dakwah. Dakwah bi
al-hal dapat dilakukan misalnya dengan tindakan nyata yang dari karya nyata
34
Musthofa Bugho dan Muhyiddin, al-Wafi, fi Syarhi Arbaiina Nawawi (Bairut: Daarul
Fikri, 1994) h. 252.
tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat, seperti
pembangunan Rumah Sakit atau fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk
kemaslahatan umat.
3). Bil-Qalam
Dakwah bil-Qalam adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan, dakwah
ini memerlukan keahlian khusus dalam hal menulis dan merangkai kata-kata
sehingga penerima dakwah tersebut akan tertarik untuk membacanya tanpa
mengurangi maksud yang terkandung di dalamnya, dakwah tersebut dapat
dilakukan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buku, buletin maupun
lewat internet.
Menurut Slamet Muhaemin Abda, metode dakwah dapat dilihat dari segi
cara, jumlah audien dan cara penyampaian.
Metode dakwah dari segi cara, ada dua macam:
1. Cara tradisional, termasuk di dalamnya adalah sistim ceramah umum.
Dalam cara ini da'i aktif berbicara, sedangkan komunikan pasif.
Komunikasi hanya berlangsung satu arah (one way communication).
2. Cara modern, termasuk di dalamnya adalah diskusi, seminar dan
sejenisnya dimana terjadi komunikasi dua arah (two way
communication).
Metode dakwah dari segi jumlah audien, ada dua macam:
1. Dakwah perorangan, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap orang secara
langsung.
2. Dakwah kelompok, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap kelompok
tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.
Metode dari segi cara, dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:
1. Cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung yaitu dakwah yang
dilakukan dengan cara tatap muka antara komunikan dan
komunikatornya. Cara tidak langsung yaitu dakwah yang dilakukan
tanpa tatap muka antara da'i dan audiennya.
2. Cara penyampaian isi secara serentak dan bertahap. Cara serentak
dilakukan untuk pokok-pokok bahasan yang praktis dan tidak terlalu
banyak kaitannya dengan masalah lain. Cara bertahap dilakukan
terhadap pokok-pokok bahasan yang banyak kaitannya dengan masalah
lain.
3. Sedangkan cara penyampaian persiapan materi dapat dilakukan dengan
tiga cara:
a. Teks book, yaitu dengan membaca materi secara keseluruhan.
b. Tanpa teks book, yaitu materi dihafal seluruhnya dan tanpa
membaca.
c. Dengan catatan kecil secara garis besar, disiapkan pokok-pokok
materinya saja. 35
e. Media Dakwah
Media dakwah yaitu saluran dakwah (thuruqud dakwah) dengan saluran
mana dakwah disampaikan. Ada saluran lisan, tulisan, auditive (yang merangsang
pendengaran), visual dan yang audio visual yang merangsang pendengaran dan
35Hasanuddin, Op. Cit., hh. 39-40
penglihatan, bahkan ada saluran uswatun hasanah dan amal usaha maksudnya
dakwah dengan perbuatan (dakwah amaliyah).36
Menurut Hamzah Ya'qub media dakwah diklasifikasi menjadi lima jenis
yaitu:
1. Lisan, merupakan media yang paling mudah mempergunakannya lidah
dan suara.
2. Tulisan, media ini berfungsi untuk menggantikan keberadaan da'i dalam
peroses dakwah, tulisan dapat menjadi alat komunikasi da'i dan mad'u.
3. Lukisan, gambar atau ilustrasi, media ini berfungsi sebagai penarik.
4. Audio Visual, media ini dapat merangsang indera penglihatan dan
pendengaran.
5. Akhlak, yaitu langsung dimanifestasikan dalam tingkah laku da'i. 37
Dalam buku "Dustur Dakwah Menurut al-Qur'an" karangan A. Hasjmi,
beliau mengatakan bahwa juru dakwah memerlukan medan dan sarana, alat dan
medan. Di mana media dan sarana, alat dan medan yang dibutuhkan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Mimbar dan Khitabah
2. Kalam dan Kitabah
3. Masrah dan Malhamah
4. Seni suara dan Seni Bahasa
5. Madrasah dan Dayyah
6. Lingkungan Kerja dan Usaha
36 T. A Latief Rousydiy, Loc. Cit.
37 Hamzah Yakub, Publisistik Islam : Teknik Dakwah dan Ledership (Bandung: CV.
Diponogoro, 1982), h. 13.
Dari berbagai sarana, media dan peralatan tersebut, masing-masing dapat
dikembangkan dan dijabarkan lebih luas lagi, sesuai dengan situasi dan kondisi
serta perkembangan zaman. Pendapat lainnya mengemukakan bahwa sebagai agen
pembaharuan, perbaikan, dan perubahan maka dakwah mempunyai sarana yang
sama dengan pendidikan, yakni:
a. Keluarga
b. Pendidikan formal
c. Lingkungan masyarakat
d. Media massa.38
f. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam
pelaksanaan dakwah.39
Syekh Ali Manfudz merumuskan, bahwa tujuan dakwah ada 5 perkara
yaitu:
1. menyiarkan tuntunan Islam, membetulkan aqidah dan meluruskan amal
perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.
2. memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada keadaan yang baik.
3. membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan di antara kaum
muslimin.
4. menolak faham atheisme, dengan mengimbangi cara-cara mereka
bekerja.
38 MH Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), h.10. 39 H. Hasanuddin, Op. Cit., hh. 33-34.
5. menolak syubhat-syubhat, bid'ah dan khutafat atau kepercayaan yang
tidak bersumber dari agama dengan mendalami ilmu ushuluddin.40
Tujuan dakwah bukanlah sekedar menyuguhkan fakta semata-mata tapi
juga menjelaskan fakta tersebut sedemikian rupa sehingga tidak saja ia menjadi
jelas bagi sekelompok elit di masyarakat, tapi juga bisa dipahami oleh orang
awam.41
Ditinjau dari aspek berlangsungnya suatu kegiatan dakwah, maka tujuan
dakwah itu terbagi menjadi dua bagian:
a. Tujuan jangka pendek
Dalam jangka pendek itu adalah untuk memberikan pemahaman Islam
kepada masyarakat sasaran dakwah itu. Dengan adanya pemahaman masyarakat
tentang Islam maka masyarakat akan terhindar dari sikap perbuatan yang mungkar
dan jahat.
b. Tujuan jangka panjang
Sedangkan tujuan jangka panjang dakwah itu adalah untuk mengadakan
perubahan sikap masyarakat dakwah itu. Sikap yang dimaksud adalah perilaku-
perilaku yang terpuji bagi masyarakat yang tergolong kepada kemaksiatan yang
tentunya membawa kepada kemadaratan dan mengganggu ketentraman
masyarakat lingkungannya.
40
Ibid., h. 34-35. 41 Amin Ahsan Islahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: PT. Penerbit Pustaka, 1989), h. 69.
Tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau
diperoleh keseluruh tindakan dakwah.42
3. Fungsi Retorika dalam Dakwah Bil-Lisan
Setelah mengikuti sekedarnya pengertian retorika dan pengertian dakwah
bil-lisan dengan unsur-unsurnya yang merupakan komponen kegiatan dakwah,
kiranya sudah agak mudah bagi kita untuk melihat fungsi retorika dalam dakwah
bil-lisan. Retorika adalah seni bicara dalam berkomunikasi sedangkan dakwah bil-
lisan adalah suatu bentuk dakwah yang dilaksanakan melalui lisan. Jelas di sini
unsur bahasa memegang peranan yang menentukan. Kemampuan dan kemahiran
menggunakan bahasa untuk melahirkan fikiran dan perasaan itulah sebenarnya
hakekat dari retorika. Kemahiran serta kesenian menggunakan bahasa adalah
masalah pokok dalam menyampaikan dakwah bil-lisan kerena itu antara dakwah
bil-lisan dengan retorika tidak bisa dipisahkan. Dimana ada dakwah di sana ada
retorika.43
Pemakaian retorika dalam dakwah bil-lisan adalah seiring dengan
kedatangan agama islam dan perintah untuk menyebarluaskannya, dimana
Rosulullah SAW, juga mempergunakan retorika dalam memberikan keterangan
kepada umatnya, hal ini dapat dilihat dari firman Allah Swt yang berbunyi:
� ���� ��G&�[�\�� ��� #)��[w\ x �� 7A ��&�M f������� Sj��1�P$��4
�;rt _ \#Iy$��G k� ! ��� z8� �{|} ~�B�N�C�� ��� z8� �{|} O ��KR��
z~C~�K34 ! e`YI9��34 ! 57
”Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun, melaikan dengan bahasa kaumnya
supaya ia dapat memberi penjelasan yang terang kepada mereka".(Q.S. Ibrahim:
4).
42 Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: PT. Bulan bintang, 1977),
h.21. 43 T. A Lathief Rousydiy. Op. Cit., h. 40.
Kesuksesan para da'i atau mubaligh dalam khutbahnya lebih banyak di tunjang dan di tentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da'i tersebut.
Apabila dakwah belum berhasil menurut yang dicita-citakan mungkin karena cara persuasi (retorika) tidak menjadi perhatian para da'i, dalam hal ini juga
diungkapkan oleh T. A Lathief Rousydiy "kurangnya keberhasilan kita, baik dalam menanamkan pengertian dan keyakinan, apalagi dalam mengerakan massa
rakyat untuk berbuat, berjuang dan berkorban (sesuai dengan ajaran Islam), salah satu dari penyebabnya adalah karena kelemahan kita dalam memanfaat retorika
dakwah dalam penyampaian".44
Dapat diambil pengertian bahwa dakwah bil-lisan itu banyak dipengaruhi
oleh ciri karakteristik bicara oleh seorang da'i. Seorang penceramah haruslah
pandai dalam mengatur cara berbicara untuk mempengaruhi mad'unya dengan
cara menyakinkan mereka bahwa apa-apa yang dikatakannya bisa masuk akal
(logis), memberi pemahaman kepada mereka serta mampu menyakinkan
mad'unya bahwa isi pesannya pantas dipercaya. Kesuksesan para da'i di atas
podium adalah karena mereka menguasai seni bicara (fannul khitabah) dengan
baik, mereka mampu menguasai medan dakwah, mengetahui dengan siapa da'i itu
berdakwah dan mampu menyesuaikan isi materi dakwah dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa retorika dan dakwah bil-
lisan amatlah erat hubungannya dan dengan kata lain tidak ada dakwah yang tidak
menggunakan retorika karena retorika adalah alat penyampaian yang baik.
C. Konsep Dakwah Bil-Lisan
1. Pengertian Dakwah Bil-Lisan
Dakwah bil-lisan adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan ajaran
Islam melalui lisan. Dakwah bil-lisan dapat dilakukan dengan cara antara lain:
a. Qaulun ma'rufun: dengan berbicara dalan pergaulannya sehari-hari yang
disertai dengan misi agama, yaitu agama Allah, agama Islam.
44 Ibid., h. 46.
b. Mudzakarah: mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam
ibadah maupun perbuatan.
c. Nasehatuddin: memberi nasihat orang lain yang tengah dilanda masalah
kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik.
d. Majelis ta'lim: penjelasan terhadap bab-bab ajaran agama dengan
menggunakan kitab dan diakhiri dengan dialog.
e. Pengajian umum: menyajikan materi dakwah di depan umum. Isi dari
materi dakwah tidak terlalu banyak menggunakan argumentasi serta
alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik suatu
kesimpulan.
f. Mujadalah: berdebat dengan menggunakan argumentasi serta alasan dan
diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik kesimpulan.45
Dakwah bil-lisan, bentuknya dapat berupa ceramah keagamaan, pengajian
dalam segala bentuknya. Dalam ceramah tersebut da'i dapat melucu baik melalui
kata-kata maupun gerakan badan anggota tubuh dan mimik wajah. Dakwah bil-
lisan mempunyai beberapa metode yaitu:
1. Metode bil Lisanil Maqal
Dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan pesan
dakwahnya. Yang paling penting dicatat dari metode ini adalah Nabi tidak pernah
menampilkan lelucuan yang berlebihan. Metode ini merupakan dasar acuan dari
metode lisan seperti diungkapkan di atas, namun tidak menampilkan aspek
humornya.
2. Metode bil Lisanil Maktub
45 Rafiudin, Maman, Abdul Djaliel. Prinsip dan Strategi Dakwah. (Bandung, Pustaka
Setia, 1997) h. 11.
Dilaksanakan Nabi Muhammad melalui korespondensi atau penyampaian
surat ke berbagai pihak.
3. Metode bil Lisanil Hal
Sebuah metode berdakwah melalui perbuatan dan perilaku konkret yang
dilakukan secara langsung oleh Rasullulah. Metode ini sebenarnya dapat
mencangkup metode "amal-uswah" dan kupon atau penyatunan sebagaimana
dilakukan da'i di Indonesia46
Dalam penyampaian dakwah bil-lisan pemakaian kata-kata merupakan hal
yang harus diperhatikan, ini berarti bahwa kata-kata yang dipakai tidak boleh
menimbukkan arti ganda (ambigues), tetapi harus mengungkapkan gagasan secara
cermat. Untuk mencapai kejelasan seperti itu, hal-hal yang harus diperhatikan
antara lain:
a. Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
Ada kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang tafsir
bermacam-macam. Ada pula kata-kata yang artinya sudah tertentu. Misalnya, "ia
mengajar saya bahasa inggris" lebih spesifik dari pada " ia mendidik saya".
b. Gunakan kata-kata yang sederhana
Berpidato adalah berkomunikasi dan bukan "unjuk gigi". Karena nilai
komunikasinya, kata-kata yang diucapkan harus dapat dipahami dengan cepat.
c. Hindari istilah-istilah teknik
Ciri dunia modern ialah berkembangnya spesialisasi yang mempertinggi
kemampauan, tetapi juga mengkotak-kotakan manusia dalam dunia sendiri.
Masing-masing mengembangkan kata-kata yang dipahami oleh mereka sendiri.
46 Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah (ilmu dakwah dan Penerapannya) Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 2004, cet ke 2, h. 108-109.
Bila seseorang ahli jiwa berkata "katharsis digunakan dalam usaha terapi dan
bukan untuk diagnosa", maka publisis dapat pula berceloteh tentang, "komunikasi
yang tidak setara, karena adanya perbedaan kerangka acuan dan medan
pengalaman". Untuk khalayak yang sama, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak
menjadi persoalan untuk orang lain, ini membingungkan.
d. Berhemat dalam menggunakan kata-kata
Sering kali kalimat yang panjang menjadi jelas setelah kata-kata yang
berlebihan dibuang. "adalah suatu keharusan bagi seorang guru untuk menaruh
perhatian yang tinggi kepada siswanya". Kalimat ini menjadi jelas setelah diganti
seperti ini. "guru harus memperhatikan sekali siswa-siswanya". Termasuk
penghematan kata adalah menghindari gejala kerancuan (kontaminasi).
e. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama
dengan kata yang berbeda
Dalam komunikasi tulisan, orang dapat melihat pokok pembicaraan dari
judul atau sub judul. Dalam komunikasi lisan, gagasan utamanya dapat diketahui
dari perulangan yang berikut ini adalah contoh perulangan, kemalasan saudara
menjengkelkan dosen, mendongkolkan orang tua, dan mengecewakan pimpinan
saudara".47
2. Penyusunan Dakwah Bil-Lisan
Pada umumnya pidato disusun dalam empat bagian:
a. Pendahuluan (exordium)
47 Wahidin Saputra, Buku ajar Op. Cit., h. 39-40.
Dalam pendahuluan ini garis merupakan Bara'atul Istihlal yaitu
membayangkan isi dan tujuan serta pentingnya pidato yang akan diucapkan itu.
Dan dengan exordium ini para pendengar ditarik perhatiannya untuk tahu dan
mengetahui kesudahan pidato itu.
b. Protesisi
Yaitu iktisar singkat tentang soal yang akan dikemukakan. Bagian ini
mengandung naratio atau uranian yang pendek tentang soal-soal di sekitar soal
pokok. Umpamanya riwayat soal itu, keadaan daerah yang bersangkut-paut
dengan soal pokok atau peristiwa yang mengelilingi pokok soal itu, dan
sebagainya.
c. Proposition
Mengemukakan duduk persoalan yang akan dipecahkan atau problem
solvingnya yang bakal dianalisa.
d. Argumen
Mengemukakan dalil-dalil, bukti-bukti, dan pembelaan terhadap soal-soal
yang diketengahkan, sehingga para pendengar tidak ragu-ragu dan bimbang lagi
akan kebenaran pendirian dan ide yang disampaikan da'i atau mubaligh.
e. Conclusie
Kesimpulan dari seluruh isi ceramah atau pidato yang telah disampaikan
serta perlu ditegaskan kembali perlunya melakukan dari apa yang telah
disampaikan.48
48 Wahidin Saputra, Buku ajar Op. Cit., h. 38-39.
BAB III
PROFIL KH. HABIB ALI ALWI BIN THOHIR
A. Riwayat Hidup dan Pendidikan
KH. Habib Ali Alwi bin Thohir lahir di desa Hitu kabupaten Maluku
Tengah kecamatan Leihitu pada tanggal 2 September 1966. Beliau merupakan
putra ke 6 dari 7 bersaudara pasangan dari Habib Alwi bin Husein bin Thohir dan
Anawiyah binti Utsman, ayahnya seorang pengusaha swasta yang sukses saat itu,
dan yang lebih istimewa adalah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir adalah keturunan
ke-6 dari seorang ulama besar di Hadramaut Yaman, al-Imam al-Qutubul Irsyad
Al-Habib Abdullah Bin Husein bin Thohir, yang bergelar "Dua Pemilik Lautan
Ilmu Lahir maupun Batin" dan juga pengarang kitab salaf, Sulam at-Taufik yang
menjadi rujukan di Pondok-pondok Pesantren di Indonesia termasuk di Pondok
Pesantren Modern al-Husainy yang dipimpinnya saat ini.
"Bib", begitulah panggilan kecilnya. Ia tumbuh sebagai anak yang hyper
active dan periang. Metode yang ditanamkan orang tuanya dalam keluarga
sebenarnya sama seperti keluarga pada umumya. Akan tetapi disiplin ketat dalam
menjalankan kewajiban kepada Allah dan lingkungan yang demokratis telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari pola hidupnya sejak kecil. Terutama semua
ini berkenaan dengan kedisiplinan, sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya
diajarkan untuk mencintai ilmu dan mengamalkan ilmu yang di dapat.
Sebagai keturunan dari seorang ulama besar dan da'i di Maluku, Habib
Husen bin Ali bin Thohir, sejak kecil beliau memiliki cita-cita tinggi untuk
mengembangkan dan memajukan Islam. Pendidikan yang diterima dari orang
tuanya, menjadikan beliau seorang yang selalu perihatin pada keadaan di
sekelilingnya. Sejak kecil beliau terkenal dengan jiwa sosialnya dan inilah yang
membuat beliau kokoh untuk mengembangkan dakwah Islam.49
Genap berusia empat tahun, beliaupun merantau ke Jakarta dan tinggal
bersama pamannya Habib Yahya bin Husein bin Thohir di Angke Jakarta Barat
49 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 9 Juli 2007.
selama satu tahun, setelah itu beliapun pindah ke rumah kakak perempuannya,
tepatnya di Kebun Jahe Jakarta. Pertama kali beliau bersekolah di Madrasah
Diniyah al-Mansyuriah Jembatan Lima Jakarta Barat, milik seorang ulama besar
Betawi, Guru Mansur kakek dari da'i kondang Yusuf Mansur. Setelah satu tahun
di Madrasah Diniyah al-Mansyuriah, beliaupun melanjutkan pendidikan dasarnya
di MI al-Ittihad Jakarta Pusat, pendidikan dasarnya di MI al-Ittihad hanya
ditempuh tidak kurang dari 4 tahun saja, ketika masuk di sekolah tersebut beliau
langsung masuk ke kelas 2, kemudian ke kelas 4, 5 dan 6 hal itu karna kecerdasan
beliau yang luar biasa.
Empat tahun mengenyam pendidikan dasar di MI al-Ittihad, Pondok
Pesantren Tebu Ireng adalah pilihan beliau untuk melanjutkan pendidikannya
menengah pertama dan menengah atas, tekad beliau untuk menjadi orang sukses
terbukti dengan prestasi-prestasi yang beliau raih serta aktif dalam berbagai
organisasi kepesantrenan dan kesiswaan, juara kelas sudah menjadi langganan
beliau setiap kali pembagian raport, ketua OSIS, wakil ketua OPI (Organisasi
Pelajar Islam) Tebu Ireng, beliau pernah menjabatnya. Di pondok ini keahlian
pidatonya semakin mahir dan banyak dikenal orang. Beberapa kali beliau meraih
juara pidato baik di Tebu Ireng maupun di luar pesantren. Pada tahun 1981,
tepatnya waktu kelas dua aliyah beliau menjadi jurkam PPP (Partai Persatuan
Pembangunan) di Tebu Ireng, Jombang-Jawa Timur .
Kesungguhan dan kearifan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam
mempelajari ilmu-ilmu agama membuat pemahaman beliau tentang wawasan
keislaman semakin terbuka. Sehingga pada tahun 1982-1983 beliau mulai aktif
ceramah di mesjid-mesjid dan khutbah Jum'at di Jakarta.
Setamatnya dari Aliyah, beliau melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta pada tahun 1985, dan beliau
mengambil Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama. Semasa di
kampus pun beliau aktif membina lembaga-lembaga dakwah kampus di
Universitas Indonesia (UI) kedokteran, Universitas Nasional (UNAS), Universitas
Borobudur, instansi pemerintahan dan swasta, beliau juga sering mengikuti
perlombaan-perlombaan ceramah.
Pada tahun 1987, beliau juara pertama lomba Khutbah Jum'at se-DKI.
Tahun 1988, beliau juara dua perlombaan pidato se-Jabotabek di Pondok
Pesantren al-Kamal Jakarta Barat. Tahun 1989, beliau juara satu lomba pidato
tingkat Nasional di lembaga dakwah Ibnu Sina. Di tahun yang sama juga beliau
menjadi pembina remaja mesjid se-DKI. Pada tahun 1990, beliau mulai membawa
rombongan haji sampai dengan sekarang. Gelar S1 pun di peroleh pada tahun
1991.50
Pada tahun 1994, pengagum tokoh Hadrotus Syekh, Hasyim Ashari dan
Syekh Nawawi Tanara ini, menyunting seorang gadis Purwakarta yang bernama
Dra. Laila Nurlaila Bajri. Gadis cantik berperawakan Arab ini merupakan teman
dari adik perempuan beliau. Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai tiga putra.
Putra pertama beliau bernama Muhammad Husein bin Ali bin Thohir yang berusia
dua belas tahun putra kedua bernama Ali Zainal Abidi bin Ali bin Thohir berusia
delapan tahun, dan terakhir adalah Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Thohir yang
merupakan putra bungsu beliau.
50 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, tanggal 9 Juli 2007.
Di dalam berkeluarga beliau memiliki seni keluarga yang romantis dan
humoris. Cara beliau bertutur sapa terhadap anak istri sangatlah halus dan lembut.
Di tengah-tengah kesibukan beliau dalam melaksanakan dakwah islamiyah
beliaupun membagi waktunya untuk keluarga. Kepada putra-putranya beliau sang
at menekankan pendidikan agama sejak kecil.51
B. Keterkaitan Pendirian Pondok Pesantren dengan Dakwah Bil Lisan KH.
Habib Ali Alwi Bin Thohir
Di samping aktif dalam berdakwah beliau juga terlibat dan peduli terhadap
persoalan-persoalan yang sedang dihadapi umat. Sebagai seorang ulama, Habib
juga memikirkan dan berkecimpung terhadap problematika hidup yang sedang
dihadapi umat dan bangsa Indonesia. Beliau selalu ringan tangan kepada siapapun
yang membutuhkan bantuannya.
Hingga saat ini aktivitas dakwah Habib cukup padat, selain melakukan
pembinaan terhadap santri, menghadiri undangan-undangan ceramah baik dalam
negeri (selain Aceh dan Papua) maupun luar negeri (Singapura, Malaysia, Brunei
Darussalam), aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, melakukan pembinaan
terhadap anak-anak yatim dan masyarakat luas. Dalam melakukan aktivitas
dakwahnya, Habib tidak pandang bulu, dakwahnya pun beliau lakukan kepada
semua lapisan masyarakat dari masyarakat bawah hingga pejabat pemerintahan.
Sebagai seorang Kyai yang relatif muda Habib Ali Alwi Bin Thohir telah
menunjukan kesuksesannya dalam membangun sekolah-sekolah untuk orang yang
tak mampu dan pembinaan keagamaan umat. Eksistensi dan keberhasilan dakwah
itu, beliau tuangkan melalui pembangunan dan pengembangan pondok pesantren.
Menurut habib saat di wawancarai penulis di kediamannya di Serpong, pondok
51 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, tanggal 9 Juli 2007.
pesantren, sejumlah sekolah, yayasan keagamaan yang beliau bangun di wilayah
itu merupakan wujud karya nyata, khususnya dalam bidang dakwah.
Banyak masyarakat baik dari kalangan atas atau kalangan bawah yang
tertarik dan mengerjakan apa yang didakwahkan oleh Habib Ali Alwi Bin Thohir,
sehingga beliaupun mendapat kepercayaan dari berbagai kalangan untuk
membangun pondok pesantren.
1. Pendirian pondok pesantren Al-Husainy
Berdirinya Pondok Pesantren al-Husainy berawal dari penyerahan tanah
wakaf dari H. Sano seluas 6020 meter di kawasan Serpong, Lengkong Wetan
pada tanggal 9 September 1991 kepada Habib dan kakak perempuan beliau yang
bernama Syarifah Alawiyah yang juga sebagai ketua Yayasan Nur as-Sholihat.
Tanggal 7 maret 1994 Habib dengan kakaknya ke notaris Thaif Fauzi Ar, untuk
mencatat secara resmi berdirinya Pondok Pesantren Al-Husainy di bawah
nawungan yayasan Nur As-Sholihat yang selama ini sudah di bina di Jakarta.
Pada saat berdirinya, tanah wakaf tersebut beliau dirikan TK, MDA (Madrasah
Diniyah Awaliyah).
Pada tahun 1993 didirikan asrama santri dan MTS, kemudian pada tahun
1994 berdirinya MA. Kini daerah sekitar Pondok Pesantren al-Husainy berdiri
kawasan komplek perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) dan selain itu di
sekitar pesantren ini ada sebuah pemukiman warga non muslim dan gereja yang
berjarak 100 meter. Namun berkat dukungan masyarakat luas, dan kepiawan
Habib dalam pembinaan agama masyarakat, pesantren dengan sistem modern itu
tetap tumbuh dan berkembang dalam mempertahankan pendidikan Islam.52
52 Tim Penyusun, Buku Profil Pondok Pesantren Al-Husainy (Serpong, tt), h. 3.
2. Visi dan Misi Pondok Pesantren al-Husainy
a. Visi
Membentuk generasi yang beriman berilmu, beramal dan berakhlak mulia
serta berkompetitif.
b. Misi
1. Beriman
Pondok pesantren al-Husainy bertekat untuk meningkatkan dan menambah
keimanan para santri, sebab kami menyadari berapapun manusia mengalami
kemajuan dalam bidang IPTEK, tetapi bila tidak dilandasi dengan iman, maka
hasil kemajuan itu bukan menjadi ni'mat malah menjadi laknat bagi manusia.
2. Berilmu
Pondok Pesantren al-Husainy bertekad untuk mengantarkan santri agar
dapat menguasai ilmu pengetahuan dan agama. Dari proses ini diharapkan muncul
"Religious Scientist" yang mampu mengaktualisasikan bahasa agama kedalam
bahasa Sains dan Teknologi di Era Globalisasi dan Informasi.
3. Beramal
Pondok Pesantren al-Husainy bertekat untuk menanamkan semangat
pengabdian dalam mengamalkan ilmu kepada santri, sebab kami menyadari
betapapun tinggi ilmu seseorang, namun bila tidak membawa manfaat bagi
manusia, maka tidak ada nilainya.
4. Berakhlak mulia
Pondok Pesantren al-Husainy bertekat untuk menanamkan akhlak mulia,
agar keindahan nilai-nilai ajaran islam dapat menjadi barometer dan penyejuk
ditengah-tengah erosi moral zaman ini.
Dalam upaya menciptakan cita-cita di atas, al-Husainy memiliki beberapa
program pendidikan yaitu :
a. Pendidikan formal
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka
didirikan beberapa kegiatan pendidikan dan membuka tingkatan sekolah formal
yaitu :
1. Pondok Pesantren
2. Taman Kanak-kanak
3. Madrasah Ibtidaiyah
4. Madrasah Tsanawiyah
5. Madrasah Aliyah
6. SMU Plus
7. Takhasus
b. Pendidikan non formal
Dalam rangka mengembangkan serta mempertajam kemampuan santri
sesuai bidang masing-masing, maka Pondok Pesantren al-Husainy telah membuka
lembaga-lembaga non formal yang terdiri dari :
1. Pendidikan al-Qur'an
2. Pengajian Kitab Kuning
3. Kursus Bahasa Arab dan Inggris
4. Kursus Komputer
5. Majelis Dakwah Mingguan
6. Kursus Dakwah Umum
7. Kursus Keterampilan
8. Lembaga Pendidikan Kader Mubalig
c. Program kerja bidang dakwah
Untuk mewujudkan program dakwah islamiyah di pondok pesantren al-
Husainy, di wilayah serpong, dan sekitarnya, pesantren ini telah membentuk
lembaga kader mubaligh al-Husainy, dalam program-program sebagai berikut :
1. Mengadakan dakwah keliling setiap hari jum'at ba'da ashar di sekitar
pondok pesantren
2. Mengadakan majlis taklim
3. Menyediakan khotib shalat jum'at dan ceramah agama di mesjid nurul
iman dan mesjid di sekitarnya.
4. Mengadakan pesantren kilat setiap bulan puasa ramadhan
5. Mengadakan lomba ceramah antar santri al-Husainy.
d. Program bidang ekonomi
Dalam rangka mengejar ketertinggalan dan mewujudkan usaha di bidang
ekonomi, maka pondok pesantren al-Husainy, mendirikan berbagai usaha
pesantren. Badan-badan usaha itu antara lain :
1. Koperasi pesantren al-Husainy
2. Wartel
3. Baitul Maal Wa Tanwil (BMT)53
Selain kegiatan beliau sebagai pengasuh pondok pesantren al-Husainy,
membina anak-anak yatim yang tinggal di lingkungan pesantren al-Husainy,
53 Ibid, h. 4-7.
penasehat dakwah keluarga muslim BSD, dan juga sebagai pembimbing para
jama'ah haji dan umroh, di bawah wadah Travel Abi Tour yang beliau miliki
sendiri. Bahkan beliau tidak pernah sepi dari para tamu yang ingin bercengkraman
berdiskusi seputar Islam ataupun mencurahkan problematika kehidupan yang
sedang mereka hadapi.
Pada tahun 1998 menjadi ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di
Kabupaten Tangerang, tahun 1999 menjadi anggota DPRD Kabupaten Tangerang,
tahun 2003 beliau menjabat sebagai Sekretaris dewan Syuro Propinsi Banten dan
dari tahun 2004 sampai dengan sekarang beliau menjadi anggota DPRD Propinsi
Banten.54
BAB IV
ANALISIS RETORIKA DAKWAH BIL-LISAN KH. HABIB ALI ALWI
BIN THOHIR
A. Pandangan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir tentang Retorika dalam
Pelaksanaan Dakwah Bil-Lisan
54 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, tanggal 9 Juli 2007.
Dalam segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan orang lain atau
masyarakat, retorika tetap menjadi suatu hal yang sangat penting, dan sampai
kapan pun retorika tetap diperlukan oleh manusia. Berbicara dengan bahasa yang
indah, mudah dimengerti, mudah dipahami dan dicerna oleh nalar orang yang
mendengarnya, kata demi kata tersusun rapi menyentuh hati dan menghujam ke
dalam jiwa manusia memang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan berbagai
disiplin ilmu tata bahasa yang mendukung agar setiap kata yang keluar dari bibir
mudah dicerna dalam pikiran dan dapat diterima oleh komunikan (khalayak)
sehingga mudah dipahami dan dimengerti.
Memahami retorika sangat penting terutama bagi para pemimpin dan bagi
mereka yang berkecimpung dalam dunia dakwah. Dalam berdakwah seorang da'i
haruslah memiliki seni berbicara (fannul khitabah) yang baik, sehingga pesan-
pesan dakwah yang disampaikan diterima dan dicerna oleh orang banyak atau
jama'ah yang hadir saat itu. Seni berbicara (retorika) sudah merupakan rasa atau
warna dalam setiap kata yang terlontar dalam berkomunikasi, berdakwah dan
berpidato, sehingga setiap kata yang keluar dari lisan memiliki warna yang indah
dan rasa yang enak untuk didengar serta mampu menghujam kalbu. Sehingga
orang yang mendengarnya akan tergerak hatinya untuk mendengar, menelaah,
meresapi bahkan bisa membuat mereka melaksanakan apa yang dikatakan atau
apa-apa yang mereka dengar. Begitupun seorang da'i yang bernama KH. Habib
Ali Alwi bin Thohir yang akrab dipanggil Habib, yang sudah lama berkecimpung
dalam dunia dakwah.
Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan usaha mengaktualisasikan
nilai-nilai iman dalam suatu sistem kegiatan manusia di bidang kemasyarakatan
yang dilakukan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap
dan bertingkah laku dalam tatanan realitas individu dan sosial-cultural dalam
rangka mewujudkan nilai-nilai Islam dalam berbagai kehidupan. Sehingga
kredibilitas seorang da'i dalam berdakwah sangatlah menentukan karena tanggung
jawab da'i untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam sudah tentu sebagai acuan
bagi umat, dengan dakwah yang disampaikannya itu dapat merubah perilaku umat
dari yang tidak baik menjadi baik dari yang tidak tahu menjadi tahu.55
Dakwah dengan memperhatikan retorika adalah memaparkan suatu
masalah agama dan kemudian orang merasa begitu terlibat dengan masalah yang
sedang dipaparkan. Dengan kata lain di dalam proses retorika usaha melibatkan
emosi dan rasio dari pihak khalayak agar merasa terlibat dengan masalah atau
persoalan yang disajikan merupakan inti dari pemaparan retorika sebagai sarana
menuju tujuan akhir yaitu tindakan yang sesuai dengan harapan komunikator.
Beliau berpendapat bahwa retorika dalam dakwah bil-lisan itu adalah suatu
keterampilan berbahasa atau seni berbicara dihadapan orang lain dengan lisan
secara sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang
lain, retorika juga merupakan salah satu perangkat ilmu yang mendukung proses
pelaksanaan dakwah bil al-lisan dan mempunyai peranan yang penting dan sangat
menentukan dalam berdakwah sehingga retorika dan dakwah bil-lisan itu tidak
dapat dipisahkan, karena dakwah bil-lisan tanpa retorika tidak akan mungkin
dapat mencapai tujuan dari dakwah itu sendiri.56
Sebagai seorang da'i profesional, KH. Habib Ali Alwi bin Thohir memiliki
penampilan yang sempurna dari cara berpakaian, berakhlak, gaya penampilan
55 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
56 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
dalam berdakwah yang baik itu terlihat dari raut wajah, mimik suara, penjiwaan,
kata-kata yang tersistemmatis, tegas dan enak di dengar.
Berkaitan dengan profesionalisme seorang da'i, KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir, berpendapat bahwa da'i yang profesional adalah da'i yang memiliki
pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bidang dakwah dan tahu tugas dan
fungsinya sebagai seorang pendakwah.57
Dunia dakwah sekarang ini lebih terlihat berjalan sendiri-sendiri tidak
adanya sistem yang mengatur pelaksanaan dakwah secara profesional.58
Sehingga
dakwah yang di sampaikan tidak efektif, sebab ada daerah yang selalu mendapat
siraman rohani secara rutin, tetapi ada juga daerah yang tidak terjamah sama
sekali oleh para da'i yang menyampaikan dakwah atau terkadang materi dakwah
yang di sampaikan oleh para da'i terkesan sama.
Oleh karena itu untuk kesuksesan dakwah di era sekarang ini perlu adanya
sistem yang menaungi dunia dakwah sehingga bisa merata dan di rasakan oleh
semua lapisan masyarakat baik di kota, desa, maupun di wilayah terpencil. Sebuah
sistem akan lahir bila ada lembaga dakwah yang besar yang menggayomi seluruh
masyarakat di Indonesia. Dari lembaga itulah akan lahir sebuah sistem yang
mengatur semua aktivitas dakwah sehingga dapat di ketahui kekurangan dan
kelebihan dari dakwah yang di sampaikan kepada masyarakat itu sendiri.
Pada intinya adalah dunia dakwah yang kini ada hanya memenuhi
panggilan beberapa permintaan, baik dari masyarakat, instansi pemerintah atau
lembaga, belum berjalan sesuai dengan makna dakwah itu sendiri.
57 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
58 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007
Ust. Suryadi Yahya, mengatakan bahwa retorika Habib Ali itu sekelas
dengan da'i Aa Gym ataupun KH. Zainudin MZ. Beliau berbicara dengan kata-
kata yang sederhana namun mudah dipahami, dicerna dan mudah cepat
beradaptasi dengan jama'ahnya. Dalam berceramah beliau sangat menyesuaikan
dengan para jama'ahnya, kalau berceramah dengan pejabat gaya bahasa
menyesuaikan dengan bahasa birokrasi pemerintahaan, dengan kaum intelek
beliaupun berucap dengan gaya bahasa intelektual dan jika bicara dihadapan
jama'ah yang biasa saja, gaya bahasanya pun sederhana, enak didengar dan mudah
dimengerti.59
Dalam uraian di atas, definisi retorika yang diutarakan Habib Ali Alwi bin
Thohir tidak jauh berbeda dengan tokoh-tokoh retorika seperti Jalaluddin
Rakhmat, Gusti Ngurah Oka dan yang lainnya. Hal ini terlihat dalam
mampraktekan retorika saat berdakwah yang tergolong sukses. Beliau mampu
menyajikan materi-materi dakwah dengan baik dan aktual sehingga sehingga
memiliki daya tarik dan ciri khas tersendiri.
B. Penerapan Retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam Pelaksanaan
Dakwah Bil-Lisan
Sebagaimana kita ketahui bahwa, keberadaan retorika itu sangat penting
untuk mencapai suatu keberhasilan dalam dakwah. Dakwah yang dilakukan
dengan asal-asalan saja sudah barang tentu tidak akan mendapatkan hasil yang
diinginkan. Dakwah yang dilakukan tanpa adanya persiapan dan segala macam
59 Ust. Suryadi Yahya, Wawancara Pribadi, Tanggal 20 Juli 2007.
yang berhubungan dengan retorika, isi dakwah itu tidak akan dapat tersampaikan
dengan baik kepada mad'unya.
Peranan retorika dalam pelaksanaan dakwah bil-lisan sangatlah penting
dan erat, karena sangat menentukan dalam keberhasilan dakwah itu sendiri,
sedangkan korelasi antara retorika dan dakwah bil-lisan hubungannya sangat erat,
bahwa dakwah bil-lisan itu adalah dakwah yang dilakukan dengan lisan dalam hal
ini dakwah langsung yang ditunjukan untuk membawa manusia ke jalan Allah.60
Penerapan retorika dalam pelaksanaan dakwah itu pun harus tepat kepada
sasaran, mengingat bervariasinya tingkat kesadaran dan kemampuan daya nalar
masyarakat. Tepat sasaran disini dimaksudkan adalah dapat mengetahui dan
memahami dengan jelas siapa yang dihadapi, apakah kaum intelek, menengah,
atau orang awam.61
Di dalam berdakwah habib memiliki retorika yang sangat bagus.
Kemampuan retorika habib yang memukau dengan pembendaharaan kata yang
kaya tak heran membuat beliau menjadi "Singa Podium" dakwah adalah misi
hidupnya, seluruh potensinya sepertinya beliau kerahkan untuk berdakwah.
Menurut Drs. Syaripudin dalam dakwah yang Habib lakukan selalu
menggunakan retorika, sehingga dakwah yang disampaikan mudah dimengerti,
mudah dipahami dan dicerna oleh nalar yang mendengarnya.62
Habib
mengungkapkan bahwa dengan menggunakan retorika dalam berdakwah
pembicaraan terfokus.63
60 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
61 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
62 Drs. Syaripudin, Wawancara Pribadi, Tanggal 20 Juli 2007.
63 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
Jika kita kembalikan pendapat Habib di atas sesuai dengan al-Qur'an surat
Ibrahim ayat 4 "dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun melainkan dengan
bahasa kaumnya agar supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa
lagi Maha Bijaksana", dan Hadist yang artinya "berbicaralah dengan manusia
sesuai dengan tingkat akal pikiran atau kecerdasannya".
Jadi seorang da'i harus pandai-pandai menganalisa dan mengenali
mad'unya dengan baik, agar dakwah yang disampaikan tepat sasaran. Dalam
berdakwah Habib mengemas retorikanya dengan mengunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan dipahami mad'unya. Hal ini sesuai dengan apa yang diuraikan oleh
Barnawi Umari, dalam bukunya yang berjudul "Azas-Azas Ilmu Dakwah" bahwa
ilmu itu terbagi kepada tiga golongan, dan masing-masing golongan memiliki cara
penyampaian yang berbeda.
1. Golongan cerdik cendikiawan, adalah golongan yang
a. Dapat berpikir secara kritis dan selektif
b. Cepat menangkap arti dari inti problem
2. Golongan menengah, adalah golongan yang
a. Gemar membahas problema tapi hanya terbatas
b. Belum sanggup menganalisa secara mendalam
3. Golongan awam, adalah golongan yang
a. Belum dapat berpikir secara kritis dan selektif
b. Belum cepat menangkap inti problem64
Dalam uraian di atas maka penulis membagi lima tahap penyusunan pidato
yang dikenal dengan (The Five Connons of Rethoric) yang sering diterjemahkan
dengan "Lima hukum retorika", yaitu :
a. Menemukan Bahan (Inventio)
Setiap dakwah ataupun setiap menjalankan sesuatu harus ada persiapan
yang matang terlebih dahulu supaya berjalan dengan baik dan lancar, apabila
terdapat sedikit saja kesalahan maka hal itu akan mempengaruhi kredibilitas
seorang da'i. Walaupun cukup sibuk beliau juga melakukan persiapan-persiapan
bathiniyah dengan meluruskan niat karena Allah SWT serta mengamalkan apa-
apa yang didakwahkannya adapun persiapan seperti bahan-bahan atau materi
sudah banyak sehingga untuk persiapan materi itu tidak membutuhkan waktu
yang panjang karena materi-materi itu sudah tersiapkan sejak lama65.
Di dalam dakwahnya Habib memiliki konsisten yang sangat tinggi, beliau
selalu mementingkan jama'ahnya, demi terciptanya amar ma'ruf dan nahi
mungkar. Sesuai dengan firman Allah :
�89�:34�� �;89<��� =>?�@� �A�$$�B�C ����� �D�E�C3F ! �A�$E$�GH�C��
I �$EK>.GL �M �A���N��C�� 5��$ 6E�9<�☺34 ! O �PQ-'�4H�@��� $;KR ST����&3U�☺34 ! 5VW7
"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar
Merekalah orang-orang yang beruntung". (Ali-Imran : 104)
b. Penyusunan bahan/materi yang akan disampaikan
64 Barnawi Umari. Azas-Azas Ilmu Dakwah (Solo: Ramadhani, 1995), h. 61-62.
65 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
Menurut Habib topik yang diangkat harus sesuai dengan kondisi
masyarakat. Beliau mampu meramu tema-tema Islam dengan diaktualisasikan
pada kebutuhan masyarakat saat itu.
Adapun materi dakwah yang disajikan bersumber dari al-Qur'an, hadist,
tafsir, qaul sahabat, fatwa-fatwa ulama, kisah-kisah hikmah dan juga materi yang
up to date yang sedang di hadapi umat beliau sajikan secara mendalam serta
dengan bahasa yang lugas dan sistematis sehingga menjadi ceramah yang enak di
dengar dan menarik. Hal ini mengindikasikan bahwa Habib memiliki pengetahuan
dan wawasan yang luas, keluasan wawasan beliau juga ditunjang dengan
keaktifan beliau mengikuti isu yang sedang berkembang melalui media massa
baik elektronik maupun cetak.
c. Memilih bahasa yang indah
Dalam menyampaikan dakwahnya Habib mengelola kata-kata dengan
baik, gaya bahasanya disesuaikan dengan mad'u yang dihadapi, rangkaian kata
yang tidak berbelit-belit dan sistematis membuat ceramahnya enak didengar dan
dipahami oleh mad'unya. Selain itu Habib mengatakan penerapan retorika atau
gaya bahasa yang baik itu dari segi suara yang tidak monoton dan harus ada
penekanan pada kalimat tertentu.66
Dalam olah vokal KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, dalam berbicara
dihadapan jama'ahnya betul-betul menampilkan seluruh kepribadiaannya. Beliau
berbicara dengan tangan, raut wajah, bahasa tubuh, sehingga gaya penyampaian
66 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
beliau yang seperti itu semakin menambah keyakinan jama'ah untuk lebih serius
lagi dalam mendengarkan dakwah beliau.67
d. Mengingat materi yang akan disampaikan
Di dalam berdakwah, penguasaan terhadap materi dakwah yang akan
disampaikan sudah merupakan keharusan bagi da'i, sebab tanpa penguasaan
materi yang mendalam maka sulit untuk membangun kepercayaan mad'u.
Seandainya seorang da'i atau juru dakwah menggunakan sistem penyampaian
berupa metode khutbah atau pidato, maka hendaknya benar-benar disesuaikan
dengan keadaan tingkat kecerdasan mad'u. Namun jika da'i itu mampu menguasai
materi dengan baik, maka gaya penyampaiannya pun akan baik pula, kontak
dengan mad'u lebih tenang, membangun kredibilitas di hadapan mad'u akan
semakin mudah dan vokal suara pun lancar.
Demikian juga dengan penguasaan materi dan metode penyampaian yang
Habib terapkan mampu membuat jama'ahnya merespon dan larut dalam
ceramahnya.
e. Menyampaikan dakwah lisan
Dalam menyampaikan dakwah tujuan utamanya adalah bagaimana dakwah
yang disampaikannya itu dapat diterima dengan baik dan dipahami oleh mad'u.
Pada dasarnya banyak cara ataupun strategi dalam menyampaikan dakwah salah
satunya dengan dakwah lisan.
Dalam dakwah lisan, bahasa memegang peranan yang penting, seorang
da'i tidak hanya memiliki kemampuan dan kepandaian dalam pengetahuan, tapi
seorang da'i juga harus memiliki kemampuan dan kepandaian dalam
67 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Pengamatan Pribadi , Tanggal 13 Juli 2007
menggunakan bahasa sehingga apa-apa yang disampaikan oleh seorang da'i itu
dapat dipahami, dimengerti dan diterima dengan baik oleh mad'u, sehingga mad'u
dapat tergerak hatinya untuk melakukan apa yang disampaikan oleh da'i tersebut.
Dalam berdakwah Habib menggunakan metode dakwah bil-lisan. Karena
dengan metode ini merupakan metode yang mudah dan tidak membutuhkan
modal yang besar. Dalam menyampaikan secara lisan itu, akan lebih mudah dan
langsung. 68
Dengan melakukan poin-poin di atas dengan tepat, maka akan membuat
seorang terpikat dan terpesona serta tidak jemu untuk mendengarkan dakwah sang
da'i. Demikian pula dengan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, yang sudah memiliki
ribuan jama'ah berkat metode dakwah bil-lisannya beliau sangat disukai oleh para
jama'ahnya.
Banyak faktor yang menyebabkan dakwah itu tidak berhasil atau gagal,
Pertama, kurangnya keikhlasannya juru-juru dakwah sendiri. Kedua, menyimpang
dari tujuan dan bila dilihat dari dakwah bil-lisan, penunjang dakwah atau
peralatan seperti sound sistem, situasi dan kondisinya harus dipersiapkan secara
matang dan komunikasi bahasa.
Pola dakwah yang dilakukan Habib selama ini adalah mengikuti konsep
al-Qur'an surat An-Nahl ayat125
8X� ! O����� 7#Y�Z�[ �P��M�\ �>�☺9��3F �M �>�^�$���☺34 !�� �>���>�3F ! _
`�N34�B'�,�� *Wab4 �M c\�R ������ O ?A�� �PdM�\ ��KR e`�&�$�� ��☺�M ?#�V ��$
68 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
f���!Y�Z�[ _ ��KR�� e`�&�$�� �0g�B�h�N�☺34 �M 5Vi�7
"Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. An-Nahl : 125)
Yaitu tiga pola itu yang pertama Bil-Hikmah, hikmah merupakan pokok
awal yang harus dimiliki oleh seorang da'i dalam berdakwah. Karena dari hikmah
ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah
dakwah yang baik secara metodelogis maupun praktis. Setiap da'i harus dapat
memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi mad'unya.
Di samping itu al-hikmah merupakan kemampuan da'i dalam menjelaskan dokrin-
dokrin agama Islam serta realitas yang ada dengan argumen yang logis dan bahasa
yang komunikatif.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah
dalam menghadapi mad'u yang beragam tingkat pendidikannya, strata sosial dan
latar belakang budaya. Jadi seorang da'i pun memerlukan hikmah, sehingga ajaran
Islam dapat diterima dan mampu memasuki ruang hati mad'u dengan tepat.
Kedua al-Mau'idzatil Hasanah, kata al-Mau'idzatil Hasanah secara bahasa
terdiri dari dua kata, mau'izhah dan hasanah. Mau'izhah yang berarti nasehat,
pendidikan dan peringatan. Sementara hasanah artinya kebaikan. Jadi,
mau'idzatul hasanah mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu
dengan penuh kasih sayang ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan sebab
kelemah-lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakkan kalbu yang liar sehingga lebih mudah melahirkan kebaikan
daripada larangan dan ancaman.
Ketiga al-Mujadalah bi-al-Lati Hiya Ahsan, al-Mujadalah adalah upaya
tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak dengan jalan sebaik-baiknya,
dengan perkataan yang lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar dan tidak
melahirkan permusuhan di antara keduannya dengan tujuan agar lawan menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.69
Dari keseluruhan uraian di atas tentang penerapan retorika KH. Habib Ali
Alwi bin Thohir dalam pelaksanaan dakwahnya, memiliki penampilan yang
sempurna dari cara berpakaian, berakhlak, baik kepada Allah maupun kepada
manusia, gaya penampilan dakwah yang baik, raut wajah, mimik, penjiwaan, kata-
kata yang terucap pun tersusun rapi, dan enak didengar.
Retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir dalam pelaksanaan dakwahnya
sangatlah bagus. KH. Habib Ali Alwi bin Thohir mampu memaparkan gaya
bahasa yang menarik, kata-kata yang tersusun rapi, mudah dimengerti, vokal yang
lantang, gaya pemaparan yang mudah dipahami, body language yang hidup, tidak
kaku dan tegang. Hal ini bisa dibuktikan dengan pengamatan langsung penulis
saat mengikuti salah satu kegiatan ceramah beliau sebelum wawancara.
69 KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, Wawancara Pribadi, Tanggal 18 Juli 2007.
BAB V
PENUTUP
Dari uraian tentang penerapan retorika KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
dalam pelaksanaan dakwah bil-lisan dan segala yang berhubungan dengannya,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. KH. Habib Ali Alwi bin Thohir memberi pandangan tentang retorika dalam
dakwah bil-lisan bahwa retorika itu adalah suatu keterampilan berbahasa atau
seni berbicara dihadapan orang lain dengan lisan secara sistematis dan logis
untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain, retorika juga
mempunyai peranan yang penting dan sangat menentukan dalam berdakwah.
2. Penerapan retorika yang baik dalam pelaksanaan dakwah bil-lisan menurut
KH. Habib Ali Alwi bin Thohir adalah penerapan yang tepat kepada sasaran,
mengingat bervariasinya tingkat kesadaran dan kemampuan daya nalar
mad'u. Dalam berdakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir menggunakan
metode ceramah atau pidato yaitu menjelaskan dan menguraikannya dengan
bahasa yang disesuaikan dengan mad'unya, jenis pidatonya adalah extempore
yang bersifat informative yaitu pidato yang sudah dipersiapkan sebelumnya
berupa out line (garis besar). Pola dakwah yang dilakukan Habib selama ini
adalah mengikuti konsep al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125.
B. Saran
1. KH. Habib Ali Alwi bin Thohir jangan pernah berhenti untuk berdakwah
retorika yang sudah Habib terapkan hendaknya dipertahankan dan
ditingkatkan.
2. Para da'i dan muballig hendaknya menyampaikan dakwah dengan retorika
yang tepat. Sehingga sasaran dakwahnya tercapai.
3. Studi retorika pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi, disamping
mengetengahkan aspek teoritis alangkah baiknya juga diimbangi dengan
praktek secara langsung, sehingga mahasiswa dapat membuktikan dengan
penerapan retorika dalam dakwah dan berpidato akan mempelancar dan
mempermudah pesan yang disampaikan sesuai dengan tujuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanuddin, A. H. Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam kepemimpinan.
Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1982.
Anshari, M. Hafi. Pemahaman dan Pengamalan Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas,
1993.
Bachtiar, Wardi. Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu, 1997.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya. Bandung: CV. Penerbit J-ART, tt.
Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2002.
Eka Ardhana, Sutirman. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1995.
Hasyim, A. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur'an. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
H. Hasanuddin. Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di
Indonesia). Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Islahi, Amin Ahsan. Serba-serbi Dakwah. Bandung: Pustaka, 1982.
Machfoeld, Moesa A. Filsafat Dakwah (Ilmu dakwah dan Penerapannya).
Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004.
M. H. Isror. Retorika dan Dakwah Islam Era Modern. Jakarta: CV. Firdaus, 1993.
Moleong, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000.
Musthofa Bugho dan Muhyiddin, al-Wafi, fi Syarhi Arbaiina Nawawi (Bairut:
Daarul Fikri, 1994) h. 252. Munir, M. dkk. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Natsir, M. Fiqhud Dakwah. Solo: Ramadhani, 1987.
Ngurah Oka, I Gusti. Retorika sebuah Tinjauan Pengantar. Bandung: Tarate,
1976.
Rafi'udin, dkk. Prinsip-prinsip dan Stategi Dakwah. Bandung: Pustaka Setia,
1997.
Rakhmat, Jalaluddin. Retorika Modern: Pendekatan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 1999.
Rousydiy, T. A Lathief. Dasar-dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi.
Medan: PT. Firma Rimbow, 1989
Saputra, Wahidin. Retorika Dakwah Lisan (Teknik Khithabah) Buku Ajar. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Shaleh, Abd. Rosyad. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: PT. Bulan bintang,
1977.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Tombak Alam, Sei H. Datuk. Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah. Jakarta:
Rineka Cipta, 1990.
Wuwur Hendrikus, P. Dori. Retorika. Jakarta: CV. Firdaus, 1993.
Wawancara Pribadi dengan KH. Habib Ali Alwi bin Thohir (Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Husainy), Tanggal 18 Juli 2007.
Ya'qub, H. Hamzah. Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership. Bandung:
CV Diponegoro, 1981
WAWANCARA
LAMPIRAN WAWANCARA
Interviewee : KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
Interviewer : Syarifah Sa'diyah
Tempat : Pondok Pesantren Al-Husainy
Hari / Tanggal : Selasa 18 Juli 2007
1. Pertama saya ingin menanyakan sedikit tentang biografi KH. Habib Ali
Alwi bin Thohir, dimulai dari kelahiran, keluarga, pendidikan, pengalaman
dan prestasi ?
Biodata :
Nama : KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
Tempat/tgl lahir : Leihitu, 2 September 1966
Alamat : Kp. Perigi Desa Lengkong Wetan Rt 08/Rw 05
Ayah : Habib Alwi bin Husein Bin Thohir
Ibu : Anawiyah Binti Utsman
Saya adalah anak ke enam dari tujuh bersaudara, sejak kecil saya hidup
dalam lingkungan yang sangat religius.
Istri saya bernama Dra. Laila Nurlaila Bajri, anak saya ada tiga orang dan
ketiga-tiganya itu laki-laki, yaitu Muhammad Husein bin Ali bin Thohir, Ali
Zainal Abidi bin Ali bin Thohir, Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Thohir.
Pendidikan saya :
- Madrasah Diniyah Al-Mansyuriah Jembatan Lima Jakarta Barat, milik
seorang ulama besar Betawi, Guru Mansur kakek dari da'i kondang Yusuf
Mansur.
- MI al-Ittihad Jakarta Pusat, ditempuh tidak kurang dari 4 tahun saja ketika
masuk di sekolah tersebut saya langsung masuk ke kelas 2, kemudian naik
ke kelas 4, 5 dan 6.
- Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Tebu Ireng
- Perguruan Tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN), tamat tahun 1991
Pengalaman dalam organisasi
- Pada tahun 1981 wakil ketua OPI (Organisasi Pelajar Islam) Tebuireng
- Pada tahun 1982 Jurkam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) di Tebu
Ireng, Jombang-Jawa Timur
- Pada tahun 1986 membina lembaga-lembaga dakwah kampus di
Universitas Indonesia (UI) kedokteran, Universitas Nasional (UNAS),
Universitas Borobudur, instansi pemerintahan dan swasta.
- Pembina remaja mesjid se-DKI. Pada tahun 1990
- Pada tahun 1998 menjadi ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di
Kabupaten Tangerang
- Tahun 1999 menjadi anggota DPRD Kabupaten Tangerang
- Tahun 2003 beliau menjabat sebagai Sekretaris dewan Syuro Propinsi
Banten
- Tahun 2004 sampai dengan sekarang beliau menjadi anggota DPRD
Propinsi Banten.
Prestasi-prestasi yang pernah saya raih diantaranya adalah:
- Pada tahun 1987, beliau juara pertama lomba Khutbah Jum'at se-DKI.
- Tahun 1988, beliau juara dua perlombaan pidato se-Jabotabek di Pondok
Pesantren al-Kamal Jakarta Barat.
- Tahun 1989, beliau juara satu lomba pidato tingkat Nasional di lembaga
dakwah Ibnu Sina.
- Memimpin rombongan haji pada tahun 1991.
2. Pandangan Habib tentang dakwah?
Tugas dan tanggung jawab setiap umat muslim disesuaikan dengan
kemampuan dan tingkatannya masing-masing artinya bahwa dakwah itu
tidak sekedar ceramah di mimbar-mimbar dan di podium saja. Bahwa
dakwah itu intinya "da'a-yad'u" yang artinya menyeru, mengajak, memanggil
manusia untuk mengenal Islam, untuk mengenal Allah, dan mengenal
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
3. Apakah landasan atau yang mendasari kegiatan dakwah Habib?
Landasan dakwah Habib adalah al-Qur'an dan Hadist, kegiatan dakwah
Habib didasari atas kewajiban setiap muslim untuk berdakwah.
4. Menurut Habib apa yang dimaksud dengan dakwah bil lisan?
Dakwah yang dilakukan dengan lisan dalam hal ini dakwah langsung di
mimbar, tablig-tablig akbar ataupun nasehat-nasehat di majlis-majlis
5. Menurut Habib Adakah hubungan antara kredibilitas da'i dengan
dakwah yang disampaikan?
Tanggung jawab da'i untuk menyampaikan apa-apa yang ingin
disampaikannya itu sudah tentu sebagai acuan bagi umat bahwa dengan
adanya dakwah yang disampaikan itu paling tidak bisa merubah perilaku
umat dari yang tidak baik menjadi baik dan bisa mengajak umat dari yang
tidak tau menjadi tau. Jadi, kredibilitas da'i pun itu sangat menentukan dalam
dakwah yang disampaikan.
6. Pandangan Habib tentang da'i profesional?
Da'i yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bidang
dakwah dan tahu tugas dan fungsinya sebagai seorang da'i, seorang da'i harus
tahu dimana dia harus menyampaikan dakwah-dakwahnya itu sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada di masyarakat. Tidak mungkinlah ketika dia
berada di masyarakat nelayan atau petani dia berbicara masalah-masalah
teknis, jadi harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Nabi kata dakwah
itu
�:�* 8ر�*9 ال� 8%س ال�6"ـ23%4
"berbicaralah dengan manusia sesuai dengan tingkat akal pikiran atau
kecerdasannya".
7. Adakah persiapan Habib sebelum melakukan dakwah?
Setiap dakwah ataupun setiap menjalankan sesuatu harus ada persiapan-
persiapannya, supaya berjalan dengan baik dan lancar, mungkin bagi Habib
sendiri persiapan-persiapan itu adalah bahan-bahan atau materi, karena sudah
banyak sekali jadi untuk persiapan materi itu tidak membutuhkan waktu yang
panjang karena materi-materi itu sudah tersiapkan sejak lama.
8. Metode dakwah seperti apakah yang efektif menurut Habib?
Dakwah yang efektif itu adalah dakwah yang bisa berhasil sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada di masyarakat yang kita dakwahi. Klo memang
dituntut Dakwah bi al-hal atau dakwah langsung kita masuk ke dalam satu
wilayah atau tempat disitu masyarakat membutuhkan air kita tidak bisa
datang ke disitu hanya dengan ceramah saja tetapi kita juga bisa
membawakan pompa air dan lain sebagainya itulah dakwah. dakwah yang
efektif yaitu perpaduan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal.
9. Metode dakwah lisan apa yang Habib gunakan ? Mengapa !
Metode dakwah lisan yang habib gunakan yaitu pidato atau ceramah, karena
dakwah dengan metode itu merupakan metode yang mudah dan tidak
membutuhkan modal yang besar dengan tidak perlu kita harus jalan kesuatu
tempat-kesuatu tempat untuk mencari satu-dua orang untuk kita dakwahi tapi
cukup dengan kegiatan-kegiatan akbar tabligh-tablig dan lain sebagainya
dengan kita menyampaikan secara lisan itu, akan lebih mudah dan lebih
langsung.
10. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
dakwah Habib?
Faktor pendukung, bila kita lihat dakwahnya bil lisan maka bagaimana
supaya sebuah dakwah bisa barjalan dengan baik hal-hal yang berkaitan
dengan sound sistem berkaitan dengan situasi dan kondisinya harus
dipersiapkan secara matang.
Penghambat dalam pelaksanaan dakwah, apabila dalam pelaksanaan dakwah
itu kita masuk kelokasi-lokasi atau suatu wilayah yang mungkin sulit
dijangkau dalam pelaksanaan dakwah yaitu berkaitan dalam hal transfortasi,
komunikasi bahasa, dan lain sebagainya itu merupakan hambat dakwah.
11. Pandangan Habib tentang retorika?
Retorika itu adalah suatu keterampilan berbahasa atau seni berbicara
dihadapan orang lain dengan sistematis, logis, untuk memberikan
pemahaman dan meyakinkan orang lain, dan salah satu perangkat ilmu yang
mendukung proses pelaksanaan dakwah dan mempunyai peranan yang
penting dan sangat menentukan dalam berdakwah.
12. Bagaimanana Habib mengemas retorika dalam berdakwah?
Tidaklah pantas dalam suasana bersedih itu kita berceramah dengan nuansa
retorika gembira, dalam suasana gembira tidak bisalah kita berceramah
dengan nuansa sedih. Waktunya tertawa, kita jangan menangis
sebaliknyapun seperti itu, yang jelas dengan retorika yang baik itu akan
mempenengaruhi pendengar masyarakat untuk bisa berbuat, bisa terpengaruh
bisa terenyuh dengan apa yang kita sampaikan.
13. Selama ini hampir tidak ada follow up dari seorang da'i kepada
Jama'ahnya. Bagaimana Habib menyikapi fenomena tersebut dan
bagaimana follow up yang di terapkan Habib?
Menyikapi fenomena terebut Habib sangat menyayangkan para da'i yang
hanya menyampaikan dakwah dengan lisan tanpa disertai dakwah bil hal
sehingga tidak ada tindak lanjut mengatasi masalah umat yang kian beragam
namun hal tersebut dapat terlaksana dengan sistem yang terpadu dan
dukungan finansial yang cukup itu akan membuat gerakan dakwah itu lebih
mudah dan lebih baik.
14. Bagaimana pandangan Habib tentang dunia dakwah sekarang?
Dunia dakwah sekarang ini lebih terlihat berjalan sendiri-sendiri tidak
tersistem yang satu bicara di wilayah disini yang satu lagi bicara disana tetapi
tidak tersistem dalam satu lembaga dakwah yang besar.
15. Pesan-pesan buat calon-calon da'i di masa depan?
Keikhlasan dalam berdakwah, banyak baca, banyak dengar luas dalam
berdakwah dan bijak dalam menyikapi problema mad'u.
Hasil Wawancara
Dengan jama'ah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
Interviewee : Drs. Syaripudin (Kamad MA Nur As-Sholihat)
Interviewer : Syarifah Sa'diyah
Tempat : Kp. Perigi, Ds. Lengkong Karya, RT. 06/05, Serpong,
Tangerang
Hari / Tanggal : Selasa 20 Juli 2007
1. Bagaimana pendapat jamaah tentang figur Habib Ali Alwi bin Thohir ?
Sosok Habib Ali digambarkan sebagai pribadi yang populis, menembus
berbagai strata kasta dari kaya hingga jelata, dari pejabat hingga yang
melarat. Dalam bergaul tidak memandang orang, selama ia berbentuk orang,
maka ia akan beliau hormati. Beliau adalah pribadi yang multi dimensi,
sebagi da'i juga politisi. Dengan kondisi seperti itu bisa dibayangkan akses
yang beliau miliki. Kekuatan akses itulah yang kemudian kami lihat beliau
gunakan untuk kemaslahatan jamaah
2. Apakah anda menyukai cara penyampaian da'wah yang dilakukan
beliau ? Alasannya !
17 Tahun bersama beliau bukan waktu yang sedikit untuk mengetahui siapa
beliau dan bagaimana pola dakwah beliau. Beliau memandang bahwa
penyampaian materi dakwah beliau selalu memakai retorika.
3. Bagaimana pandangan jama'ah tentang penyampaian isi ceramah yang
dilakukan habib ?
Dengan kondisi beliau yang multi dimensi dan multi akses, maka hal ini
berimbas kepada isi ceramah yang beliau sampaikan. Intinya memang
mengajak orang untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemunkaran. Tapi
dengan materi begitu variatif, orang jadi diajak untuk tidak hanya mengetahui
bahwa meninggalkan sholat adalah dosa yang berujung neraka, tapi banyak
hal lain yang bisa menjebloskan kita kedalam neraka.
4. Tanggapan jama'ah tentang keefektifan da'wah habib terhadap
masyarakat/mad'u ?
Dengan pola dakwah yang beliau bawakan selam ini, yang tidak hanya bil
qoul tapi juga bil haal, maka itu bisa melihat efektivitas dakwah beliau.
Parameternya adalah adanya perubahan pada pola prilaku masyarakat yang
jauh sangat berbeda dengan ketika kita belum tersentuh da'wah beliau.
5. Apakah sering Habib memberikan ceramah diselingi humor ?
Habib adalah pribadi yang sangat humoris. Dalam keseharian beliau sering
melontarkan joke-joke yang membuat suasana terasa akrab, suasana menjadi
tidak berjarak, sehingga kita lupa bahwa yang melontarkan joke adalah
seorang anggota Dewan yang terhormat. Dengan Keseharian beliau seperti
itu sudah bisa dipastikan bahwa da'wah beliaupun tidak lepas dari joke, tidak
melulu joke memang, karena beliau bukan pelawak. Joke hanya beliau
gunakan sebagai pengalih suasana, sehingga konsentrasi mad'u tetap tejaga.
Wawancara
Dengan jama'ah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
interviewee : Suryadi Yahya, S.Pd.I (Kamad Madrasah Ibtidaiyah Nur As-
Sholihat)
interviewer : Syarifah Sa'diyah
Tempat : Pondok Pesantren Al-Husainy
Hari / Tanggal : Selasa 20 Juli 2007
1. Bagaimana pendapat jama'ah tentang figur Habib Ali Alwi bin Thohir?
Beliau adalah sosok ulama yang bijak, meski umur beliau masih sangat
muda, namun wibawa beliau di mata masyarakat begitu dihormati dan
dikagumi. Pribadi beliau yang begitu dekat dengan masyarakat yang tak
pernah memandang setatus masyarakat, kaya ataupun miskin.
2. Apakah anda menyukai cara penyampaian dakwah yang dilakukan
Habib? Alasannya?
Ya saya sangat menyukai cara penyampaian dakwah beliau, alasannya adalah
ceramah yang beliau sampaikan begitu mengena sesuai dengan kondisi dan
keadaan masyarakat yang beliau dakwahi. Siapapun yang mendengar
ceramahnya, pasti akan terpesona dengan cara penyampaian beliau dalam
menyampaikan ceramahnya. dengan beliau mengemas retorika dalam
dakwah sehingga dakwah yang disampaikan begitu sistematis dan jelas
sehingga dapat diterima dengan baik oleh mad'u khususnya saya.
3. Bagaimana pandangan jama'ah tentang isi penyampaian ceramah yang
dilakukan Habib?
Isi ceramah yang disampaikan berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang
kala itu membutuhkan solusi atau jalan keluar, dan isi ceramah beliau di
sesuaikan dengan kondisi masyarakat.
4. Tanggapan jama'ah, tentang keefektifan dakwah Habib terhadap
masyarakat atau mad'u?
Ya, sudah sangat efektif, karena habib selalu memperhatikan keadaan
mad'unya dan mengena pada semua lapisan masyarakat. Keefektifan
ceramah yang beliau sampaikan terbukti dari sikap masyarakat yang
berangsur berubah membaik, khususnya pada lingkungan tempat beliau
tinggal, yang dulunya masyarakatnya jauh dari agama, bahkan kemaksiatan
seperti judi, pelacuran dan lain sebagainya yang mendominasi prilaku
lingkungan tersebut. Dan sekarang hampir sudah tidak adalagi sejak ceramah
yang beliau sampaikan dan masyarakatnya sekarang lebih agamis.
5. apakah sering Habib memberikan ceramah diselingi humor-humor?
Ya sering, dan humor-humor yang beliau sampaikan itu tidak lain di ambil
dari kisah-kisah Abu Nawas dan hikayat-hikayat yang tidak hanya ada unsur
humor saja tapi bisa di ambil juga pelajaran di dalamnya.
Wawancara
Dengan jama'ah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
Interviewee : Muhammad Ishaq (Guru MTs. Nur As-Sholihat)
Interviewer : Syarifah Sa'diyah
Tempat : MTs. Nur As-Sholihat, Jl. Pondok Pesantren, Kp. Perigi Ds.
Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang
Hari / Tanggal : Selasa 22 Juli 2007
1. Bagaimana pendapat jama'ah tentang figur KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir?
Beliau adalah seorang yang memiliki wawasan yang luas, pergaulan yang
luas yang tidak pernah memandang seorang dari setatusnya. Baik dari
kalangan pejabat sampai rakyat melata sekalipun sosok beliau begitu hangat
dan bersahaja.
2. Apakah anda menyukai cara penyampaian dakwah yang dilakukan
Habib? Alasannya?
Ya, karena retorika yang beliau sampaikan dalam berdakwah mudah
dimengerti dan beliau sangat menguasai medan dakwahnya. Beliau selalu
menyesuaikan dengan siapa beliau berdakwah dan di daerah mana. Kalau
berdakwah di kalangan intelektual bahasan yang beliau sangat intelek dan
lain halnya bila berbicara dengan masyarakat biasa bahasanya pun
disesuaikan.
3. Bagaimana pandangan jama'ah tentang isi penyampaian ceramah yang
dilakukan Habib?
Isi ceramah beliau cukup mendidik, dan memberikan pencerahan bagi kita
yang belum mengenal matang tentang islam
4. Tanggapan jama'ah, tentang keefektifan dakwah Habib terhadap
masyarakat atau mad'u?
Cukup efektif, beliau dapat mengatur jadwal ceramahnya sehingga semua
panggilan dakwahnya dapat terpenuhi.
5. Apakah sering Habib memberikan ceramah diselingi humor-humor?
Humor-humor yang beliau sampaikan semata-mata agar mad'unya tidak
bosan dengan apa yang beliau sampaikan. Sekalipun sering beliau tidak
banyak keluar dari apa yang sedang di bahas.
Wawancara
Dengan jama'ah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
Interviewee : Shobarudin
Interviewer : Syarifah Sa'diyah
Tempat : Sepatan-Tangerang
Hari / Tanggal : Selasa 25 Juli 2007
1. Bagaimana pendapat jama'ah tentang figur KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir?
Habib ali merupakan figur yang mesti di contoh oleh setiap kalangan baik
kalangan atas atau bawah, beliau tidak membeda-bedakan jama'ahnya. Saya
bangga pernah jadi santri beliau, sosok yang ramah penyabar dan dermawan
terhadap siapa saja.
2. Apakah anda menyukai cara penyampaian dakwah yang dilakukan
Habib? Alasannya?
Ya, saya suka retorika dakwah yang dilakukan habib karena bahasa beliau
yang merakyat dan dapat dipahami semua kalangan. Beliaupun selalu
menyesuaikan dengan mad'unya, ketika berbicara di hadapan orang awam
maka beliau menggunakan bahasa yang mudah dipahami, namun ketika
berbicara dengan pejabat maka bahasanya seperti seorang diplomat. Cara
penyampaiannya pun tidak bertele-tele, sehingga tidak membosankan
walaupun ceramahnya sampai berjam-jam.
3. Bagaimana pandangan jama'ah tentang isi penyampaian ceramah yang
dilakukan Habib?
Isi penyampaian ceramah habib sangat variatif dan disesuaikan dengan
keadaan.
4. Tanggapan jama'ah, tentang keefektifan dakwah Habib terhadap
masyarakat atau mad'u?
Ya sangat efektif karena selain beliau berdakwah dengan bil lisan, beliau
juga berdakwah dengan bil hal. Dan dakwah yang beliau sajikan dapat
diterima banyak lapisan.
5. Apakah sering Habib memberikan ceramah diselingi humor-humor?
Jarang, klo pun ada humor-humor yang beliau sajikan itu diambil dari kisah-
kisah hikayat dan dengan adanya humor-humor itu membuat mad'u tidak
bosan dan jenuh, dengan tidak mengurangi inti dakwah itu sendiri.
Wawancara
Dengan jama'ah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir
Interviewee : Abdurrahim Sa'adi
Interviewer : Syarifah Sya'diyah
Tempat : Pondok Pesantren Al-husainy
Hari / Tanggal : Selasa 18 September 2007
1. Bagaimana pendapat jama'ah tentang figur KH. Habib Ali Alwi bin
Thohir?
Habib Ali Alwi bin Thorir merupakan figur seorang da'i yang dibutuhkan
oleh umat, figur yang memiliki kharismatik yang dapat bergaul dan
berkomunikasi dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil yang
notabenenya orang miskin sampai pada para pejabat pemerintah. Figur
seperti inilah yang menjadikan Habib bukan hanya dibutuhkan sebagai
seorang da'i tetapi juga sebagai seorang pemimpin yang dibutuhkan
masyarakat luas sekarang ini, sehingga tidak heran bila beliau sekarang
terjun ke dunia politik dan kami sebagai jama'ah selalu mendukungnya
selama yang beliau lakukan adalah baik untuk kepentingan umat.
2. Apakah anda menyukai cara penyampaian dakwah yang dilakukan
Habib? Alasannya?
Jelas saya sangat menyukainya, karena dalam penyampaian ceramah beliau
lebih tegas, lugas dan komunikatif.
3. Bagaimana pandangan jama'ah tentang isi penyampaian ceramah yang
dilakukan Habib?
Menurut saya, apa yang beliau sampaikan dapat diterima dengan baik karena
beliau mengajak kepada semua kebaikan, baik dalam urusan dunia maupun
urusan akhirat dan isi ceramahnya pun disesuaikan dengan kondisi dan
situasi mad'unya.
4. Tanggapan jama'ah, tentang keefektifan dakwah Habib terhadap
masyarakat atau mad'u?
Sebenarnya apa yang beliau sampaikan sudah cukup efektif, hal ini bisa kita
lihat pada sikap dan pola tingkah laku masyarakat setelah mendapat ceramah
dari beliau yang semakin hari terus bertambah baik.
5. Apakah sering Habib memberikan ceramah diselingi humor-humor?
Jarang, Humor memang merupakan suatu hal yang diperlukan juga untuk
mad'u sebab bisa membuat seseorang tidak jenuh dalam mendengarkan
ceramah. Halbib lebih sering menggambil humor-humornya itu dari cerita-
cerita Abu Nawas atau kisah-kisah hikayat yang kemudian dipadupadankan
dengan kehidupan kita sekarang.