resus pterygium

26
a. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Usia : 49 th Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta (Penjahit) Agama : Islam Alamat : Jumbleng, Taman Agung, Kec. Muntilan, Kab. Magelang No. RM : 236299 b. ANAMNESIS Keluhan Utama Penglihatan mata kiri kabur. Keluhan Tambahan Mata kiri ada selaput, merah dan berair. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan memberat dalam 2 minggu terakhir ini. Keluhan muncul disertai dengan adanya selaput di bagian putih mata kiri, mata merah dan berair. Saat ini mata merah (+), namun mata berair sudah berhenti sejak kemarin pagi. Pasien sudah pernah berobat ke spesialis mata lainnya, pada saat keluhan muncul pertama kali. Ketika itu, disarankan untuk dilakukan operasi namun pasien menolak karena alasan biaya. Pasien sering bepergian jauh menggunakan sepeda motor tanpa penutup helm maupun kacamata.

Upload: binadi

Post on 30-Jan-2016

240 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sapi

TRANSCRIPT

Page 1: Resus Pterygium

a. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Usia : 49 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta (Penjahit)

Agama : Islam

Alamat : Jumbleng, Taman Agung, Kec. Muntilan, Kab. Magelang

No. RM : 236299

b. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Penglihatan mata kiri kabur.

Keluhan Tambahan

Mata kiri ada selaput, merah dan berair.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang dengan

keluhan penglihatan mata kiri kabur sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan

memberat dalam 2 minggu terakhir ini. Keluhan muncul disertai dengan adanya

selaput di bagian putih mata kiri, mata merah dan berair. Saat ini mata merah (+),

namun mata berair sudah berhenti sejak kemarin pagi. Pasien sudah pernah berobat

ke spesialis mata lainnya, pada saat keluhan muncul pertama kali. Ketika itu,

disarankan untuk dilakukan operasi namun pasien menolak karena alasan biaya.

Pasien sering bepergian jauh menggunakan sepeda motor tanpa penutup helm

maupun kacamata.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa, Trauma mata, Operasi mata : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa disangkal. Trauma mata, Diabetes mellitus, Hipertensi, dan

Glaukoma dalam keluarga tidak diketahui secara pasti.

c. KESAN

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Umum : Baik

Page 2: Resus Pterygium

OD : Tampak jaringan fibrovaskular dari daerah konjungtiva nasal

hingga kornea

OS : Tampak jaringan fibrovaskular dari daerah konjungtiva nasal

hingga kornea

d. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

PEMNERIKSAAN OD OS

Visus Jauh 20/30 20/25

Refraksi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Koreksi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Visus Dekat Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Proyeksi Sinar Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Persepsi Warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

e. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN

1. Sekitar mata

- Alis N N Kedudukan alis

baik, jaringan parut

(-), simetris

- Silia N N Trikiasis (-),

diskriasis (-),

madarosis (-)

2. Kelopak mata

- Pasangan N N Simetris, ptosis (-)

- Gerakan N N Gangguan gerak

membuka dan

menutup (-)

blefarospasme (-)

- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-14 mm

- Kulit N N Hiperemi (-)

edema (-)

Page 3: Resus Pterygium

massa (-)

- Tepi kelopak N N Trichiasis (-)

ektropion (-)

entropion (-)

- Margo

intermarginalis

N N Tanda radang (-)

3. Apparatus Lakrimalis

- Sekitar glandula

lakrimalis

N N Dakrioadenitis (-)

- Sekitar sakus

lakrimalis

N N Dakriosistitis (-)

- Uji flurosensi Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

- Uji regurgitasi Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

- Tes Anel Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

4. Bola mata

- Pasangan N N Simetris

(orthophoria)

- Gerakan N

+ +

+ +

+ +

N

+ +

+ +

+ +

Tidak ada

gangguan gerak

(syaraf dan otot

penggerak bola

mata normal)

- Ukuran N N Makroftalmos (-)

Mikroftalmos (-)

5. TIO N N Palpasi kenyal

(tidak ada

peningkatan dan

penurunan TIO)

6. Konjungtiva

- Palpebra superior N N Tenang,

Page 4: Resus Pterygium

mengkilap,

hiperemis (-), papil

(-), folikel (-)

- Forniks N N

- Palpebra inferior N N Tenang,

mengkilap,

hiperemis (-), papil

(-), folikel (-)

- Bulbi Terdapat

jaringan

fibrovaskular

berbentuk

segitiga di

daerah nasal ke

arah kornea, ±

2 mm dari tepi

limbus, dengan

puncaknya di

bagian kornea.

Injeksi

konjungtiva

(+)

Terdapat

jaringan

fibrovaskular

berbentuk

segitiga di

daerah nasal ke

arah kornea, ±

4 – 5 mm dari

tepi limbus,

tidak melebihi

tepi pupil,

dengan

puncaknya di

bagian kornea.

Injeksi

konjungtiva

(+)

Injeksi konjungtiva

(-), injeksi siliar (-),

perdarahan

subconjungtiva (-),

pucat (-), corpal (-),

7. Sclera Putih Putih Tidak ikterik

8. Kornea

- Ukuran horizontal 12mm

vertikal 11mm

Page 5: Resus Pterygium

- Kecembungan N N Lebih cembung

dari sclera

- Limbus Tampak

jaringan

fibrovaskular

menutupi

limbus

Arcus Senilis

(-)

Tampak

jaringan

fibrovaskular

menutupi

limbus

Arcus Senilis

(-)

Arcus senilis (-)

Injeksi siliar (-)

- Permukaan Terdapat

jaringan

fibrovaskular

± 2 mm dari

tepi limbus,

dengan

puncaknya di

bagian kornea.

Terdapat

jaringan

fibrovaskular

± 4 - 5 mm

dari tepi

limbus, tidak

melebihi

pinggiran

pupil-mata

dalam keadaan

cahaya

normal-

dengan

puncaknya di

bagian kornea.

Licin, mengkilap,

edema (-)

corpal (-)

defek epitel (-)

ulkus(-)

- Medium Jernih Jernih Jernih

- Uji flurosensi Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

- Placido Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Konsentris Reguler

9. Kamera Okuli anterior

- Ukuran Dalam Dalam Dalam

- Isi Jernih Jernih Jernih, flare (-)

Page 6: Resus Pterygium

hifema (-)

hipopion (-)

10. Iris

- Warna Cokelat Cokelat

- Pasangan N N Simetris

- Gambaran N N Kripte baik

sinekia (-)

11. Pupil

- Ukuran 4 mm 4 mm Normal ( 3-6 mm)

pada ruangan

dengan cahaya

cukup

- Bentuk Bulat Bulat Isokor

- Tempat Di tengah Di tengah Di tengah

- Tepi Reguler Reguler Reguler

- Refleks direct (+) (+) Positif

- Refleks indrect (+) (+) Positif

12.Lensa

- Ada/tidak Ada Ada Ada

- Kejernihan Jernih Jernih Jernih

- Letak N N Di tengah,

belakang iris

- Warna Kekeruhan Jernih Jernih

13. Korpus Vitreum Jernih Jernih Jernih

14.Refleks fundus Warna orange

cemerlang

Warna orange

cemerlang

Warna jingga

kemerahan terang,

homogen

f. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

- Visus jauh 20/30

- Pada conjungtiva bulbi terdapat

- Visus jauh 20/25

- Pada conjungtiva bulbi terdapat

Page 7: Resus Pterygium

jaringan fibrovaskular berbentuk

segitiga di daerah nasal ke arah

kornea, ± 2 mm dari tepi limbus,

dengan puncaknya di bagian

kornea.

- Injeksi konjungtiva (+)

- Pada permukaan kornea terdapat

jaringan fibrovaskular ± 2 mm

dari tepi limbus, dengan

puncaknya di bagian kornea.

jaringan fibrovaskular berbentuk

segitiga di daerah nasal ke arah

kornea, ± 4 – 5 mm dari tepi

limbus, tidak melebihi tepi pupil,

dengan puncaknya di bagian

kornea.

- Injeksi konjungtiva (+)

- Pada permukaan kornea terdapat

jaringan fibrovaskular ± 4 - 5 mm

dari tepi limbus, tidak melebihi

pinggiran pupil-mata dalam

keadaan cahaya normal- dengan

puncaknya di bagian kornea.

g. DIAGNOSA KERJA

OD Pterygium derajat II

OS Pterygium derajat III

h. TERAPI

Dexamethasone 0,1% ED 3x ODS

Rencana ekstirpasi pterygium jika inflamasi membaik

i. PROGNOSIS

a. Visam : Dubia ad bonam

b. Sanam : Dubia ad bonam

c. Vitam : Dubia ad bonam

d. Kosmeticam : Dubia ad bonam

j. MASALAH YANG DIKAJI

1. Bagaimana penegakkan diagnosis pterygium?

2. Bagaimana penatalaksaan pada pterygium?

k. PEMBAHASAN

Page 8: Resus Pterygium

1. Definisi

Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pteron” yang artinya sayap (wing).

Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada subkonjungtiva

dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di sisi nasal, biasanya

berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap

lipatan semilunar pada cantus.1,2,3

Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

konik dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal

ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk

segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterygium mudah

meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna merah.3

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu body, apex (head), dan cap. Bagian

segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah kantus disebut body,

sedangkan bagian atasnya disebut apex, dan ke belakang disebut cap. Subepitelial cap atau

halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.4

2. Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan

kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering

mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <37o lintang utara dan

selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan <2 % pada

daerah di atas lintang 40o.6

Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 kehidupan.

Insiden tinggi pada umur antara 20-49 tahun. Pterygium rekuren sering terjadi pada umur

muda dibandingkan dengan umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan

dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di

luar rumah.6

3. Etiologi

Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti. Ada

pendapat yang mengatakan bahwa etiologi pterygium merupakan suatu fenomena iritatif

akibat pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada

orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar

matahari, berdebu dan berpasir.5,6 Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau

penyebab pterygium. Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu

Page 9: Resus Pterygium

penyebabnya. Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen

suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya

apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi

berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi

seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid

kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi.

Lapisan epitel dapat saja normal, menebal.

Teori lain mengatakan bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan

iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium.

4. Faktor Resiko

Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain : 7

- Usia

Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada

usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Pterygium terbanyak

pada usia dekade dua dan tiga.

- Pekerjaan

Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar

UV.

- Tempat tinggal

Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya.

Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah

abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian

pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang

menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300

memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang

lebih selatan.

- Herediter

Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal

dominan.

- Infeksi

Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium.

- Faktor risiko lainnya

Page 10: Resus Pterygium

Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti

asap rokok.

5. Patofisiologi

a. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian

belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.

Konjungtiva ini mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar

digerakkan dari tarsus.

- Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera

dibawahnya.

- Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak

Gambar 1. Anatomi mata

b. Anatomi Kornea

Page 11: Resus Pterygium

Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan transparan dan

avaskular. Faktor-faktor yang menyebabkan kejernihan korena adalah letak epitel

kornea yang tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang tertata sangat rapi dan

padat, kadar air yang konstan, dan tidak adanya pembuluh darah. Kornea

merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi +43 dioptri. Kornea

melanjutkan diri sebagai sklera ke arah belakang dan perbatasan antara kornea

dan sklera ini disebut limbus.4

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :

1. Epitel 4

- Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman 4

- Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.

- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma 4

- Merupakan lapisan paling tebal, terdiri atas lamel yang merupakan susunan

kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman

yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang

kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea

yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan

embrio atau sesudah trauma.

Page 12: Resus Pterygium

4. Membrane descemet 4

- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai

tebal 40µm.

5. Endotel 4

- Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm.

endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan

zonula okluden.

Gambar 2. Lapisan kornea

c. Patofisiologi Pterygium

Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar

matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan

paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor

mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di

limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-β dan VEGF (vascular

endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan

angiogenesis.8

Page 13: Resus Pterygium

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan

subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi

elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di

bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan

kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh

pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan.

Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan

untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang

terjadi displasia.5,8

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan

defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea.

Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea,

vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan

jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu

banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi

dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterygium

ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler

yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen

abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia

dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan

Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya

normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan

sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet 5,8

6. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakit, pterygium dibagi atas 2 tipe, yaitu : 5

1. Progresif pterygium

Tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium (disebut cap

pterygium).

2. Regresif pterygium

Tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak

pernah hilang.

Derajat pterygium berdasarkan perkembangannya adalah:5

Page 14: Resus Pterygium

1. Derajat 1

Puncak pterygium tidak mencapai garis tengah antara limbus dan pupil.

2. Derajat 2

Puncak pterygium melewati garis tengah tetapi tidak mencapai pupil.

3. Derajat 3

Puncak pterygium melewati pinggir pupil.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, derajat pertumbuhan

pterygium dibagi menjadi : 5

1. Derajat 1

jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

2. Derajat 2

jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.

3. Derajat 3

sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan

cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4

pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

7. Diagnosis

Penegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.

- Anamnesa:

Pasien dengan pterygium muncul dengan berbagai keluhan berkisar dari tidak ada

gejala sampai kemerahan yang tampak jelas, pembengkakan, gatal, iritasi dan

kekaburan pandangan.5,9

Penderita dengan pterygium biasanya datang untuk pemeriksaan mata lainnya, seperti

kaca mata dan tidak mengeluhkan adanya pterygium; tetapi ada pula yang datang

dengan mengemukakan adanya sesuatu yang tumbuh di atas korneanya. Keluhan yang

dikemukakan tersebut didasarkan rasa khawatir akan adanya keganasan atau alasan

kosmetik.5,9

- Pemeriksaan fisik:

Menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke

dalam kornea dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang

menuju ke arah puncak pterygium. Umumnya di sisi nasal, secara bilateral.4

Diagnosa banding untuk pterygium diantaranya pannus, pseudopterygium, dan pinguecula.

Page 15: Resus Pterygium

- Pseudopterygium

Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Letak

pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea

sebelumnya. Jadi, letaknya tidak harus pada celah kelopak atau fisura palpebra

seperti pada pterygium. Pada anamnesis juga akan didapatkan adanya riwayat

trauma atau kelainan kornea seperti misalnya ulkus kornea.

- Pannus

Pembentukkan pannus biasanya terdapat pada infeksi Chlamydia Trachomatis.

Oleh sebab itu, untuk membedakannya adalah dengan adanya tanda dan gejala lain

dari infeksi tersebut.

- Pinguecula

Pinguecula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi. Letak bercak ini pada

celah kelopak bagian nasal, namun tidak berbentuk segitiga seperti pterygium.

Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.

Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula kecuali jika terjadi radang.

8. Penatalaksanaan pterygium

a. Konservatif

Pada pterygium derajat 1-2 yang tidak mengalami inflamasi, cukup lakukan

observasi selama tiga bulan. Pada pterygium yang mengalami inflamasi, pasien

dapat diberikan obat tetes mata steroid/NSAID 3 kali sehari selama 5-7 hari.

Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada

penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.

b. Bedah

Pada pterygium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa eksisi pterygium.

Tujuan utama pengangkatan pterygium yaitu memberikan hasil yang baik secara

kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, dan angka kekambuhan

yang rendah.

Indikasi operasi

- Pterygium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

- Pterygium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

- Pterygium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau

- Kosmetik, terutama untuk penderita wanita

Teknik Pembedahan

Page 16: Resus Pterygium

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan

dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Terlepas dari teknik yang

digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata

lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.

Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus

dari permukaan kornea.

1. Teknik Bare Sclera

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera

untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah

didokumentasikan dalam berbagai laporan.

2. Teknik Autograft Konjungtiva

Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen

pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft,

biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah

dieksisi pterygium tersebut.

3. Cangkok Membran Amnion

Sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membrane amnion berisi

faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.

Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6

persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk

kekambuhan pterygia. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera,

dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah.

9. Komplikasi

Komplikasi dari pterygium meliputi astigma, iritasi, gangguan pergerakan bola mata,

timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea, distorsi dan penglihatan sentral

berkurang, timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan

diplopia, Dry Eye sindrom, dan keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterygium.

Komplikasi post-operatif yang bisa terjadi adalah infeksi, perforasi korneosklera, jahitan

graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahan, korneoscleral dellen,

granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, conjungtiva scar, adanya jaringan parut

di kornea, dan disinsersi otot rektus.

10. Prognosis

Page 17: Resus Pterygium

Umumnya prognosis baik. Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah

baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama post-operasi dapat ditoleransi. Sebagian besar

pasien dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren

pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau transplantasi

membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.

Kekambuhan dipengaruhi oleh faktor resiko, usia, teknik pembedahan yang dipilih, dan

jenis pterygium yang terjadi. Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti

riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai

kacamata sunblock dan mengurangi intensitas terpapar sinar matahari.

l. DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2009. Konjungtiva. Dalam Oftamologi umum.

Edisi 17. Jakarta : Widya Medika. Hal 123.

2. Ilyas,Sidharta. 2006. Konjungtiva dan Sklera. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit

Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 107-108.

3. American Academy of Ophthalmology. 2008. Clinical Approach to Depositions

and Degenerations of the Conjunctiva, Cornea, and Sclera Chapter 17. In External

Disease and Cornea. Singapore: Lifelong Education Ophthalmologist. pp 366.

4. James, Bruce, Chris Chew, Anthony Brun. 2006. Konjungtiva, Kornea, Sklera.

Dalam Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga Medical Science.

Hal 66-67.

5. P. Fisher, Jerome, William Trattler. 2008. Pterygium. Diambil dari

http://www.emedicine.com

6. Lazuarni. 2009. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis : Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatra Barat, Medan.