relevansi prinsip kimia dan kesuburan tanah

17
RELEVANSI PRINSIP KIMIA DAN KESUBURAN TANAH Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman II Disusun oleh : R. Iman Muhardiono (150110080222) Bilqis Raznasti Q. (150110080227) Dona Apryliana (150110080228) Gilang Fauzi (150110080230) Yohana K. Destyani (150110080243) AGROTEKNOLOGI F

Upload: gilang-fauzi

Post on 18-Jun-2015

1.364 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kuliah KTNT UNPAD

TRANSCRIPT

Page 1: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

RELEVANSI PRINSIP KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman II

Disusun oleh :

R. Iman Muhardiono (150110080222)

Bilqis Raznasti Q. (150110080227)

Dona Apryliana (150110080228)

Gilang Fauzi (150110080230)

Yohana K. Destyani (150110080243)

AGROTEKNOLOGI F

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

2009

Page 2: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

A. Pendahuluan

Setiap orang berkepentingan terhadap tanah. Tanah sebagai sumberdaya alam

yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam aktivitas guna

memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang digunakan untuk

keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang dapat pulih (reversible)

dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat habis (Santoso, 1991).

Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan tanaman dan organisme,

membentuk tubuh unik yang menyelaputi lapisan batuan. Proses pembentukan tanah

dikenal sebagai pedogenesis. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh

alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon. Setiap horizon

dapat menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika, kimia dan biologi yang

telah dilalui tubuh tanah tersebut.

Dalam usaha pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber

penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai

tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat

diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.

B. Indikator Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah bisa diukur berdasarkan beberapa indikator kesuburan tanah.

Beberapa indikator kesuburan tanah yang biasa digunakan oleh para ahli tanah antara

lain adalah : kapasitas absorbsi, tingkat kejenuhan basa, derajat kemasaman tanah,

kandungan liat dan kandungan bahan organik.

1. Kapasitas Absorbsi dihitung dengan milli equivalent, adalah kemampuan tanah

untuk mengikat/ menarik suatu kation oleh partikel-partikel kolloid tanah (partikel

kolloid itu terdiri dari liat dan organik), dan ini secara langsung mencerminkan

kemampuan tanah melakukan aktifitas pertukaran hara dalam bentuk kation.

Semakin tinggi nilai kapasitas absorbsi, maka tanah dikatakan kesuburannya

semakin baik, yang biasanya susunan kationnya didominasi oleh unsur K (Kalium),

Ca (Calsium) dan Mg (Magnesium), sehingga nilai pH tanah normal (berkisar 6,5).

2. Kejenuhan Basa, nilainya dalam bentuk persen, mencerminkan akumulasi susunan

kation. Peningkatan nilai persen kejenuhan basa mencerminkan semakin tingginya

kandungan basa-basa tanah pada posisi nilai pH tanah yang menyebabkan nilai

Page 3: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

kesuburan kimiawi optimal secara menyeluruh. Nilai kesuburan kimiawi secara

sederhana dicermnkan oleh nilai pH, karena nilai pH akan mampu mempengaruhi

dan mencerminkan aktifitas kimiawi sekaligus aktifitas biologis dan kondisi fisik di

dalam tanah.

3. Kemasaman Tanah. Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas

tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya

konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam

tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain

ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya

H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH -, sedang pada

tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama

dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).

Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH

kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun

demikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya

bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah

dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-

rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang

disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah

yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena

banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).

4. Kandungan liat, merupakan ukuran kandungan partikel kolloid tanah. Partikel

dengan ukuran ini (kolloid) akan mempunyai luas permukaan dan ruang pori tinggi

sehingga mempunyai kemampuan absorbsi juga tinggi serta diikuti kemampuan

saling tukar yang tinggi pula diantara partikel kolloid. Kemampuan absorbsi ini bisa

untuk air maupun zat hara, sehingga menjadi cermin peningkatan kesuburan tanah.

Namun jika kandungan liat pada komposisi dominan atau tinggi menjadi tidak ideal

untuk budidaya maupun pengolahan tanah. Kandungan liat yang tinggi

menyebabkan perkolasi, inlfiltrasi, permeabilitas, aerasi tanah menjadi lebih rendah

sehingga menyulitkan peredaran air dan udara.

Page 4: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

5. Kandungan BO merupakan indikator paling penting dan menjadi kunci dinamika

kesuburan tanah. Bahan organik mempunyai peran yang multifungsi, yaitu mampu

merubah sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Selain itu bahan organik juga

mampu berperan mengaktifkan persenyawaan yang ditimbulkan dari dinamikanya

sebagai ZPT (zat pengatur tumbuh), sumber Enzim (katalisator reaksi-reaksi

persenyawaan dalam metabolisme kehidupan) dan Biocide (obat pembasmi penyakit

dan hama dari bahan organik).

Bahan organik juga dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui

proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba yang memang selalu menempel

pada bahan organik. Proses dekomposisi akan melepaskan zat-zat hara ke dalam

larutan di dalam tanah dan juga menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang

lebih sederhana dan bersifat kolloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan

absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas tukar kation (KTK) tanah

karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan tanah

mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara yang semakin baik,

mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara kation lain. Pada

saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk melepas hara kation bagi

kebutuhan tanaman, baik melalui proses pertukaran secara langsung maupun pasif

oleh proses difusi.

C. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Kimia Tanah

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap

kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah

dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan

negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK). Bahan

organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20 – 70 %

kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh:

Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah

(Stevenson, 1982). Kapasitas pertukaran kation (KPK) menunjukkan kemampuan

tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut

termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan

tanah.

Page 5: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

Fraksi organik dalam tanah berpotensi dapat berperan untuk menurunkan

kandungan pestisida secara nonbiologis, yaitu dengan cara mengadsorbsi pestisida

dalam tanah. Mekanisme ikatan pestisida dengan bahan organik tanah dapat melalui:

pertukaran ion, protonisasi, ikatan hidrogen, gaya vander Waal’s dan ikatan

koordinasi dengan ion logam (pertukaran ligan). Tiga faktor yang menentukan

adsorbsi pestisida dengan bahan organik : (1) karakteristik fisika-kimia adsorbenya

(koloid humus), (2) sifat pestisidanya, dan (3) Sifat tanahnya, yang meliputi

kandungan bahan organik, kandungan dan jenis lempungnya, pH, kandungan kation

tertukarnya, lengas, dan temperatur tanahnya (Stevenson, 1982).

Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas

dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan

bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman

dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu

dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk

dilepas dan dapat digunakan tanaman.

1. Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot

tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).

Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :

a.Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar

b.Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara

c.Pupuk

d.Air Hujan

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal

dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik

khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan

organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses

dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.

Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau

mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha

pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah

tersebut (Hardjowigeno 2003).

Page 6: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase

vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan

persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk

organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan

unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk

lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3.

Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami

mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut,

sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang

melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau

bertambah karena pengendapan.

Proses nitrogen

Bahan organik sumber nitrogen (protein) pertama-tama akan mengalami

peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang

selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi amonium

yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir

pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik

(mineral) yang utama dalam tanah (Tisdel dan Nelson, 1974).

Nasib dari amonium ini antara lain dapat secara langsung diserap dan

digunakan tanaman untuk pertumbuhannya, atau oleh mikroorganisme untuk segera

dioksidasi menjadi nitrat yang disebut dengan proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah

proses bertahap yaitu proses nitritasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas

dengan menghasilkan nitrit, yang segera diikuti oleh proses oksidasi berikutnya

menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter yang disebut dengan nitratasi.

Nitrat merupakan hasil proses mineralisasi yang banyak disukai atau diserap

oleh sebagian besar tanaman budidaya. Namun nitrat ini mudah tercuci melalui air

drainase dan menguap ke atmosfer dalam bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi

terbatas) (Killham, 1994).

2. C-Organik

Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang

berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini

dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun

Page 7: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-

Organik (Anonim 1991).

Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik

dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus

dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah

tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu

pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun.

Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas

Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik

dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak

agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).

3. P-Bray

Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan

mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH

sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2003).

Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil keseimbangan

antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan

mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi

dan pelindian (Hanafiah 2005).

Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu

fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak

di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan

organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah

tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya

fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar

akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005). Menurut Foth (1994) jika kekurangan

fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.

Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara langsung melaui

proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu pelepasan P yang

terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan ketersediaan P di dalam tanah dapat

ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui 5 aksi seperti tersebut di

bawah ini: (1) Melalui proses mineralisasi bahan organik terjadi pelepasan P mineral

Page 8: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

(PO43-); (2) Melalui aksi dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil

dekomposisi, terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak

larut menjadi bentuk terlarut,

Al(Fe)(H2O)3(OH)2 H2PO4 + Khelat ===> PO42- (larut) + Kompleks AL-Fe- Khelat

(Stevenson, 1982).

(3). Bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena asam humat dan asam

fulvat berfungsi melindungi sesquioksida dengan memblokir situs pertukaran; (4).

Penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik

asli tanah; (5). Membentuk kompleks fosfo-humat dan fosfo-fulvat yang dapat

ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman, sebab fosfat yang dijerap pada bahan organik

secara lemah.

Untuk tanah-tanah berkapur (agak alkalin) yang banyak mengandung Ca dan

Mg fosfat tinggi, karena dengan terbentuk asam karbonat akibat dari pelepasan CO2

dalam proses dekomposisi bahan organik, mengakibatkan kelarutan P menjadi lebih

meningkat, dengan reaksi sebagai berikut :

CO2+ H2O ====== > H2CO3

H2CO3 + Ca3(PO4)2 ====== > CaCO3 + H2PO4–

Asam-asam organik hasil proses dekomposisi bahan organik juga dapat berperan

sebagai bahan pelarut batuan fosfat, sehingga fosfat terlepas dan tersedia bagi

tanaman.

Hasil proses penguraian dan mineralisasi bahan organik, di samping akan

melepaskan fosfor anorganik (PO43-) juga akan melepaskan senyawa-senyawa P-

organik seperti fitine dan asam nucleic, dan diduga senyawa P-organik ini, tanaman

dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi bahan organik akan berlangsung jika

kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan dalam nisbah C/P. Jika

kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang dari 200, akan terjadi

mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika nisbah C/P tinggi lebih dari

300 justru akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P (Stevenson, 1982).

4. Kalium (K)

Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap

oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu

menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau

unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium

Page 9: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang

tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya

penambahan dari kaliumnya sendiri.

Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang

mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik

maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium

tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat

lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai

kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-

mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation

tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung

sedikit Kalium.

5. Kalsium (Ca)

Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti

Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,

diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali

sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun

manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta

menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan

sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).

6. Natrium (Na)

Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75%

yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan

tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai,

karena tingginya kadar Na di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau

muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur

ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah

ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut

tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan

berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman

jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).

Page 10: Relevansi Prinsip Kimia Dan Kesuburan Tanah

7. Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan

beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang

khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan

akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2005).

8. Belerang (S)

Bahan organik di samping berperan terhadap ketersediaan N dan P, juga

berperan terhadap ketersediaan S dalam tanah. Di daerah humida, S-protein,

merupakan cadangan S terbesar untuk keperluan tanaman. Mineralisasi bahan organik

akan menghasilkan sulfida yang berasal dari senyawa protein tanaman. Di dalam

tanaman, senyawa sestein dan metionin merupakan asam amino penting yang

mengandung sulfur penyusun protein (Mengel dan Kirkby, 1987).

Protein tanaman mudah sekali dirombak oleh jasad mikro. Belerang (S) hasil

mineralisasi bahan organik, bersama dengan N, sebagian S diubah menjadi mantap

selama pembentukan humus. Di dalam bentuk mantap ini, S akan dapat terlindung

dari pembebasan cepat (Brady, 1990). Seperti halnya pada N dan P, proses

mineralisasi atau imobilisasi S ditentukan oleh nisbah C/S bahan organiknya. Jika

nisbah C/S bahan tanaman rendah yaitu kurang dari 200, maka akan terjadi

mineralisasi atau pelepasan S ke dalam tanah, sedang jika nisbah C/S bahan tinggi

yaitu lebih dari 400, maka justru akan terjadi imobilisasi atau kehilangan S

(Stevenson, 1982).

Siklus Sulfur

- Oksidasi sulfur menjadi sulfat oleh Thiobacillus, Arthrobacter dan

Bacillus

2H2S + O2 2S + 2H2O

2S + 2H2O + 3O2 2SO42- + 4H+

S2O32- + H2O + 2O2 2SO4

2- + 2H+

- Reduksi Sulfat menjadi sulfida (S2-) oleh Desulphovibrio

desulphuricans

2SO42- + 4H2 S2- + 4H2O

DAFTAR PUSTAKA