refkas

Upload: fafa

Post on 07-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refleksi kasus

TRANSCRIPT

A. AnamnesisLahir bayi perempuan melalui Secio Cesaria (SC) atas indikasi preeklamsi berat (PEB) dari ibu G2P1A0, usia 29 tahun hamil 30 minggu. Ketuban dipecahkan sesaat sebelum mengeluarkan bayi, warna jernih, jumlah cukup, bau wajar, lilitan tali pusat (-). Lahir bayi tidak langsung menangis, lunglai, biru pucat (+), APGAR scor 3-4-5. Dilakukan pembersihan jalan nafas, keringkan serta rangsang taktil, posisikan kembali dan pemberian O2 dengan CPEP. Setelah itu dilakukan observasi pemeriksaan paru, tonus otot dan warna kulit bayi, dikarenakan klinis tidak membaik serta sudah dikonsulkan ke dokter SpA, dilakukan tindakan pemasangan infus tali pusat dengan melakukan pengiriman terlebih dahulu ke ruang Perinatologi.

B. Problem1. Apakah pemeriksaan paru pada observasi resusitasi diperlukan pada bayi baru lahir? 2. Bagaimana tindakan yang tepat untuk kondisi bayi baru lahir dalam kasus tersebut?

C. Analisis Kritis1. Pemeriksaan paru pada observasi resusitasi : Berdasarkan anamnesis, pada tindakan observasi resusitasi bidan sering menanyakan keadaan paru bayi. Pada pemeriksaan paru tersebut ditujukan apakah masih terdapat suara ronkhi ataupun hantaran pada bayi tersebut, apabila terdapat suara ronkhi maupun hantaran dilakukan tindakan pembersihan jalan napas kembali dengan menggunakan suction sehingga cairan yang berada didalam paru dapat dikeluarkan dan diharapkan saluran napas kembali lancar serta paru dapat berkembang.

Pembahasan :Berdasarkan pustaka yang ada bahwa pemeriksaan paru pada saat observasi resusitasi tidak diperlukan, karena pada Alur Resusitasi Neonates (Maryunani, 2013 dan IDAI, 2004) pada tindakan observasi setelah langkah awal yaitu hanya menilai usaha napas, laju denyut jantung (LDJ) dan tonus otot. Tindakan pembersihan jalan napas diperlukan bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi yang tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.Pembersihan jalan napas kembali dengan menggunakan suction tidak diperlukan apabila terdapat suara ronkhi (+) pada paru, karena tindakan suction hanya dapat menjangkau saluran napas atas dan tidak akan menghilangkan suara ronkhi pada paru. Pemberian ventilasi tekanan positif diperlukan untuk memberikan tekanan terhadap cairan yang berada pada paru sehingga masuk kedalam saluran vaskuler, dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak adekuat, dan/atau frekuensi jantung memadai tetapi sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap sianosis, dapat dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.Pemeriksaan paru dilakukan setelah tindakan resusitasi selesai, dimana pemeriksaan ini digunakan untuk menunjang diagnosis serta sebagai salah satu indikasi pemeriksaan penunjang yaitu rontgen thoraks.

2. Tindakan resusitasi yang tepat : Pada kasus diatas, bayi masih apnea setelah pemberian ventilasi tekanan positif, ekstermitas bayi tampak kebiruan serta lunglai. Sehingga pasien dilakukan pemasangan infus umbilikal dengan melakukan pengiriman terlebih dahulu ke ruang Perinatologi. Pada saat pengiriman bayi masih diberikan CPEP (PEEP = 5%), setelah sampai bayi langsung dilakukan tindakan pemasangan infus yang sudah disiapkan di ruang perinatologi.

Pembahasan :Pada bayi dengan kebutuhan akan resusitasi dapat diantisipasi dengan melihat factor resiko, seperti bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mengalami kematian janin, ibu dengan penyakit kronik, kehamilan multipara, kelainan letak, pre-eklampsia, persalinan lama, prolaps tali pusat, kelahiran premature, ketuban pecah dini, dan cairan amnion yang tidak bening. Walaupun demikian, pada sebagian bayi baru lahir kebutuhan akan resusitasi neonatal tidak dapat diantisipasi sebelum dilahirkan, oleh karena itu penolong harus selalu siap untuk melakukan resusitasi pada setiap kelahiran. Persiapan pada resusitasi yakni warm warmer, 3 helai kain, bahan ganjal bahu bayi, suction, stetoscop, thermometer, meteran, jam atau alat pencatat, infuse set, kassa steril, CPEP, tabung oksigen dan sungkup. Alat-alat tersebut harus disiapkan sebelum bayi dilahirkan, sehingga penanganan bayi dapat dilakukan secara cepat, tepat dan maksimal serta untuk menurunkan resiko komplikasi atau keadaan yang lebih buruk.

ALGORITMA RESUSITASI NEONATUS

D. KesimpulanPada bayi ini telah terjadi asfiksia berat akibat pre-eklamsi, sehingga bayi dilakukan tindakan resusitasi. Sebelumnya pastikan alat serta keperluan resusitasi sudah disiapkan dan dilakukan pengecekan, setelah bayi lahir apakah bayi menangis dan tonus otot baik atau tidak. Apabila bayi tidak menangis dan lunglai, lakukan langkah awal yakni hangatkan, atur posisi dan bersihkan jalan napas, keringkan serta diberi stimulasi dan posisikan kembali.Setelah itu lakukan observasi dengan menilai usaha napas(menangis, napas teratur, dan napas cuping), laju denyut jantung dan tonus otot, tidak perlu dilakukan pemeriksaan auskultasi pada paru hanya perlu diberikan ventilasi tekanan positif bila tidak bernapas dan atau LDJ < 100x/ menit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maryunani, A, Puspita, E. 2013. Asuhan kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Trans Info Media : Jakarta.2. IDAI. 2004. Asfiksia Neonatorum. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; hal. 272- 276.

3