probabilitas - bab 2 landasan teori - modul 2 - laboratorium statistika industri - data praktikum -...
DESCRIPTION
,- ,3/,8,3%047 0138!0:,3 ,,2 0/:5,3 80,7,7 8073 , 9, 902:,3 0,/,3 ,3 -07:-:3,307,9/03,39047574-,-9,8 50:,3 03:3//03,3 203:3,,3 80-:, 2,9, :,3 4,2 ,9,: 80-:, /,/: 202-,., 902507,9:7 :/,7, 9,5 ,7 /,7 9072420907 2039:3 -,3, -,7,3 ,3 7:8, ,3 /,8,3 8:,9: 5,-7 809,5 ,7 203.,9,9 -,3, 03/,7,,3 ,3 20,: 80-:, 9:3,3 809,5 ,2 /,3 2,8 -,3,TRANSCRIPT
Bab 2
Landasan Teori
2.1. Definisi Peluang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita temukan kejadian
yang berhubungan erat dengan teori probabilitas (peluang).
Mengundi dengan menggunakan sebuah mata uang logam atau
sebuah dadu, membaca temperatur udara tiap hari dari
termometer, menghitung banyak barang yang rusak yang
dihasilkan suatu pabrik setiap hari, mencatat banyak kendaraan
yang melalui sebuah tikungan setiap jam dan masih banyak lagi
contoh lain yang merupakan kejadian (experiment) yang
berhubungan dengan peluang dan kejadian tersebut dapat
dilakukan berulang-ulang.
Dari experiment kita dapat mencatat semua hasil yang mungkin
terjadi. Semua bagian yang mungkin didapat dari hasil ini
dinamakan peristiwa. Sebagai contoh, kita ambil sebuah
experiment mengenai pengamatan tentang banyaknya
kendaraan yang melalui sebuah tikungan setiap jam. Hasilnya
bisa didapat 0, 1, 2, 3, 4, ….. buah kendaraan setiap jam yang
melalui tikungan tersebut.
Dari beberapa peristiwa yang didapat misalnya tidak ada
kendaraan yang melalui tikungan itu selama satu jam, lebih dari
tiga kendaraan melalui tikungan selama satu jam, ada enam
kendaraan dalam satu jam yang melalui tikungan dan
sebagainya. Untuk menyatakan peristiwa dapat digunakan huruf-
huruf besar, seperti A, B, C, …. Baik disertai indeks ataupun
tidak. Misalnya A berarti tidak ada kendaraan yang melalui
tikungan selama satu jam, B berarti ada 10 kendaraan dalam
satu jam yang melalui tikungan dan sebagainya.
Dua peristiwa atau lebih dinamakan saling eksklusif atau saling
asing jika terjadinya peristiwa yang satu mencegah terjadinya
peristiwa lain. Dengan menggunakan suatu peristiwa, kita dapat
menghitung peluang kejadian dari peristiwa yang ada. Dengan
menggunakan definisi klasik, kita misalkan sebuah peristiwa E
dapat terjadi sebanyak n kali di antara N peristiwa yang saling
eksklusif dan masing-masing terjadi dengan kesempatan yang
sama. Maka peluang peristiwa E terjadi adalah n/N dan ditulis
dalam bentuk P(E) = n/N.
Definisi tersebut bersifat samar atau tidak jelas, karena terdapat
perkataan masing-masing terjadi dengan kesempatan yang
sama, yang sama dengan pengertian peluang yang sama. Jadi,
definisi klasik di atas bersifat sirkuler, karena seolah-olah
mendefinisikan peluang dengan menggunakan istilah itu sendiri.
Oleh karena itu, untuk mengatasinya definisi peluang empirik
sering digunakan.
Setelah itu kita perhatikan frekuensi relatif tentang terjadinya
sebuah peristiwa untuk sejumlah pengamatan. Maka peluang
peristiwa itu adalah limit dari frekuensi relatif apabila jumlah
pengamatan diperbesar sampai banyaknya tak hingga.
Contohnya: Jika kita melakukan undian dengan sebuah mata
uang yang homogen 1.000 kali; misalkan didapat muka G
sebanyak 519 kali. Maka frekuensi relatif muka G = 0,519.
Sekarang kita melakukan 2000 kali di mana didapat muka G
sebanyak 1.020 kali. Frekuensi relatifnya = 0,510. Jika dilakukan
5000 kali di mana didapat muka G terdapat 2530, maka
frekuensi relatifnya = 0,506. Jika proses demikian diteruskan,
nilai frekuensi relatifnya lambat laun makin dekat kepada sebuah
bilangan yang merupakan peluang untuk muka G dalam hal ini
bilangan tersebut adalah 0,5.
Atas dasar definisi di muka dan proses inilah untuk selanjutnya
dengan P(G) = ½ diartikan bahwa dari setiap dua kali undian
dengan sebuah mata uang maka satu kali akan terlihat muka G
jika undian itu dilakukan cukup banyak dalam jangka waktu yang
panjang dan kondisi yang sama.
Suatu fungsi acak yang dimisalkan X yang bernilai riil dimana
nilai-nilainya ditentukan oleh titik sampel-titik sampel S disebut
variabel acak, dengan S merupakan ruang sampel dari suatu
hasil percobaan statistik. Nilai-nilai dari variabel acak X dituliskan
dengan huruf kecil x1, x2, x3, …, xn.
Variabel acak X ada dua jenis yaitu variabel acak diskrit dan
variabel acak kontinyu. Variabel acak diskrit ialah variabel acak
yang mempunyai nilai-nilai terhingga atau tak terhingga tetapi
terbilang. Jadi variabel acak X dapat bernilai x1, x2, x3, …, xn ; xi
R. Sedangkan variabel acak kontinyu adalah variabel acak yang
nilai-nilainya tak terhingga dan tak terbilang. Jadi, nilai-nilai
variabel acak kontinyu X dapat merupakan semua nilai dalam
satu interval yang terhingga, yaitu (- ~,~), dimana banyaknya
bilangan yang terkandung pada interval tersebut adalah tak
terhingga dan tak terbilang.
Kumpulan pasangan nilai-nilai dari variabel acak X dengan
probabilitas nilai-nilai variabel acak X, yaitu P(X=x) disebut
distribusi probabilitas X atau disingkat distribusi X. distribusi ini
dapat disingkat dan dituliskan dalam bentuk tabel atau dalam
bentuk pasangan terurut.
0 [ P(E) ] 1
Jika X adalah variabel acak dan P(X=x) adalah distribusi
probabilitas dari X, maka fungsi f(x) = P(X=x) disebut fungsi
probabilitas X atau fungsi frekuensi X atau fungsi padat peluang
X.
Jika variabel acak X mempunyai fungsi padat peluang X, maka
fungsi distribusi kumulatif dari X dirumuskan sebagai berikut:
F ( x )=P(X≤x )=∑ ¿
X≤ x
f ( X ) ¿
Bila X data diskrit
∫−∞
x
f ( x )dx Bila X data kontinue
Hasil-hasil yang muncul dalam suatu percobaan statistik dapat
kita bedakan menjadi dua jenis yaitu kejadian sukses dan
kejadian gagal, dimana probabilitas kejadian sukses dan
probabilitas kejadian gagal adalah tetap, selain itu juga ada yang
saling bebas.
2.2. Macam-Macam Kejadian Peluang
Dari definisi klasik, didapat bahwa peluang untuk suatu peristiwa
E adalah P(E) = n/N. Maka nilai terkecil atau peluang terkecil dari
kejadian tersebut adalah n = 0, artinya tidak ada peristiwa E
yang terjadi. Dan peluang terbesar dari kejadian tersebut adalah
n = N, artinya adalah semua yang terjadi merupakan peristiwa E.
Sehingga, peluang paling kecil terjadinya peristiwa E berharga
nol dan peluang terbesar terjadinya peristiwa E adalah satu. Jadi
didapat batas-batas peluang:
Jika P(E) = 0, maka dapat diartikan bahwa peristiwa E pasti tidak
terjadi, sedangkan jika P(E) = 1, maka dapat diartikan bahwa
peristiwa E pasti terjadi. Yang sering terjadi pada kenyataannya
ialah harga-harga P(E) berada diantara 0 dan 1. Jika P(E)
mendekati nilai 0, sering diartikan bahwa peristiwa E praktis
tidak terjadi dan jika harga P(E) mendekati 1, maka dapat
dikatakan bahwa peristiwa E praktis terjadi.
Dari definisi P(E) = n/N, jika terdapat Ē yang menyatakan bukan
bagian dari peristiwa E, maka didapat:
P(Ē) = 1 – P(E)
atau berlaku hubungan:
P(E) + P(Ē) = 1
Peristiwa-peristiwa E dan Ē dikatakan peristiwa saling
berkomplemen. Contohnya : Dalam undian dengan sebuah dadu,
misalkan E = mendapat muka 6 di sebelah atas. Maka P(E) = 1/6.
Jelas bahwa Ē = bukan mata 6 yang nampak di sebelah atas.
Dalam hal ini yang nampak mata 1 atau mata 2 atau…. Mata 5.
Tentulah P(Ē) = 5/6.
Peristiwa E dan Ē juga merupakan dua peristiwa yang saling
asing atau saling eksklusif, karena terjadinya E menghindarkan
terjadinya peristiwa Ē dan sebaliknya. Peristiwa-peristiwa yang
saling eksklusif, dihubungkan dengan kata atau. Untuk ini
berlaku aturan sebagai berikut:
Jika k buah peristiwa E1, E2, ….. Ek, saling eksklusif atau
saling asing maka peluang terjadinya E1 atau E2 atau …. atau
Ek sama dengan jumlah peluang tiap peristiwa. Dalam rumus
dituliskan sebagai berikut:
P(E1, atau E2, atau …… atau Ek)
= P(E1) + P(E1) + ….. + P(Ek)
Hubungan kedua antara peristiwa yang terjadi ialah
hubungan bersyarat. Dua peristiwa dikatakan mempunyai
hubungan bersyarat
jika peristiwa yang satu menjadi syarat terjadinya peristiwa
yang lain. Kita misalkan A | B untuk menyatakan peristiwa A
terjadi dengan didahului terjadinya peristiwa B. Peluangnya
ditulis P(A | B) dan disebut peluang bersyarat untuk
terjadinya peristiwa A dengan syaratnya adalah B.
Jika terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa B tidak
mempengaruhi terjadinya peristiwa A, maka A dan B disebut
peristiwa bebas atau independent. Jika kita tulis A dan B
untuk menyatakan peristiwa-peristiwa A dan B kedua-duanya
terjadi, maka peluangnya dinyatakan dalam peluang
bersyarat diperoleh:
P(A dan B) = P(B) . P(A | B)
Jika A dan B independent, maka:
P(A | B) = P(A)
2.3. Distribusi Peluang
Ketika melakukan undian dengan sebuah mata uang yang
homogen kita dapatkan P (muka G) = P (muka H) = 1/2. Jika
dihitung banyaknya muka G yang nampak, maka muka H = 0G
dan muka G = 1G. Jika banyak muka G kita beri simbol X, maka
untuk muka H berlaku X = 0 dan untuk muka G berlaku X = 1.
Maka didapat notasi baru untuk peluang, yaitu P(X = 0) = ½ dan
P(X = 1) = ½.
Simbol X di atas, yang memiliki peluang, bersifat variabel dan
hanya memiliki harga-harga 0, 1, 2, 3, …. Variabel berharga
demikian, dimana untuk tiap harga variabel terdapat nilai
peluangnya, disebut variabel acak diskrit.
Jadi, variabel acak diskrit X menentukan distribusi peluang
apabila untuk nilai-nilai X = X1, X2, …., Xn terdapat peluang p(Xi)
= P(X = Xi),
sehingga:
p(xi) = 1
p(x) disebut fungsi peluang untuk variabel acak X pada harga X
= X.
Variabel acak yang tidak diskrit disebut variabel acak kontinyu.
Beberapa diantaranya misalnya untuk menyatakan waktu dan
hasil pengukuran. Variabel ini dapat mempunyai setiap harga.
Jadi, jika X = variabel acak kontinyu, maka harga X = X dibatasi
oleh - ~ < x < ~ atau batas-batas lain.
Jika X sebuah variabel acak kontinyu, maka kita mempunyai
fungsi densitas f(x) yang dapat menghasilkan peluang untuk
harga-harga x.
2.4. Distribusi Binomial
Suatu percobaan statistik disebut percobaan Binomial jika
percobaan statistik tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Percobaan diulang sebanyak n kali.
2. Setiap kali percobaan dibedakan menjadi dua yaitu kejadian
sukses dan kejadian gagal.
3. Peluang terjadinya kejadian sukses yaitu P (sukses) = p dan
peluang gagalnya ialah q =1 – p adalah tetap tiap kali
percobaan diulang.
4. semua hasil yang muncul saling bebas satu sama lain.
Perhatikan sebuah experiment yang hanya menghasilkan dua
peristiwa A dan bukan A (Ā), dengan P(A) = π = peluang
terjadinya peristiwa A.
Jika pada tiap percobaan dalam experiment itu, π = P(A) tetap
harganya, maka percobaan yang berulang-ulang dari eksperimen
itu dinamakan percobaan Bernoulli. Sekarang lakukan percobaan
Bernoulli sebanyak N kali secara independent, X diantaranya
menghasilkan peristiwa A dan sisanya (N – X) peristiwa A. Jika π
= P(A) untuk tiap percobaan, jadi 1 – π = P(A), maka peluang
terjadinya peristiwa A sebanyak X = x kali diantara N, dihitung
dengan menggunakan rumus:
p( x )=P (X−x )=( Nn π x(1−π )N−x)dengan x = 0, 1, 2, ….., N, 0 < π < 1, dan
(N ¿ ) ¿¿
¿¿
dengan N! = 1 x 2 x 3 x … x (N – 1) x N dan 0! = 1! = 1
Hubungan yang dinyatakan dalam rumus pertama di atas
merupakan distribusi dengan variabel acak diskrit dan
dinamakan distribusi binom dengan rumus kedua di atas
merupakan koefisien binomial.
Distribusi binom ini memiliki parameter, diantaranya yang dapat
digunakan ialah rata-rata μ dan simpangan baku σ. Sehingga kita
dapat menggunakan rumus:
dengan pengertian bahwa parameter ini ditinjau dari peristiwa A.
Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan dengan contoh soal
berikut: Peluang untuk mendapatkan 6 muka G ketika melakukan
undian dengan sebuah mata uang homogen sebanyak 10 kali
adalah:
P(X=6 )=¿ (10 ¿ ) ¿¿
¿¿
dengan X = jumlah muka G yang nampak.
Misalkan populasi diketahui berukuran N yang di dalamnya
terdapat peristiwa A sebanyak Y diantara N. Maka didapat
parameter proporsi peristiwa A sebesar μ = (Y/n).
Dari populasi ini diambil sampel acak berukuran n dan
dimisalkan didalamnya ada peristiwa a sebanyak x. Sampel ini
memberikan statistik proporsi peristiwa A = x/n.
Jika semua sampel yang mungkin diambil dari populasi itu maka
didapat sekumpulan harga-harga statistik proporsi. Dari
kumpulan ini kita dapat menghitung rata-ratanya, diberi simbol
μx/n dan simpangan bakunya diberi simbol σx/n.
b (x ,n , p )=¿ (n¿ )¿¿
¿¿
Untuk distribusi proporsi kita dapat menggunakan rumus:
P= x
∑ f P−
=∑ P
k
Selain itu, kita juga dapat menggunakan rumus frekuensi relatif
untuk menentukan frekuensi relatif dari suatu distribusi
frekuensi:
Fri=f i
∑ f
2.5. Distribusi Multinomial
Perluasan dari distribusi binomial adalah distribusi multinomial.
Misalkan sebuah experiment menghasilkan peristiwa-peristiwa
E1, E2, ……, Ek dengan peluang π1 = P(E1), π2 = P(E2), ….., πk =
P(Ek) dengan π1 + π2 + … + πk = 1.
Terhadap experiment ini kita lakukan percobaan sebanyak N kali.
Maka peluang akan terdapat x1 peristiwa E1, x2 peristiwa E2, …..,
xk peristiwa Ek diantara N, ditentukan oleh distribusi multinomial
berikut:
p( x 1 , x2 ,. . . , xk )=
N!x1 ! x2! . . .xk !
π1X1π
2x2,. . . , π
kxk
dengan x1 + x2 + …+ xk = N dan π1 + π2 + … + πk = 1, sedang 0
< π1 < 1, i = 1, 2, … k.
Ekspektasi terjadinya tiap peristiwa E1, E2, ……, Ek dalam
peristiwa multinom, berturut-turut adalah Nπ1, Nπ2 , … Nπk
sedangkan varians masing-masing:
Nπ1 (1 - π1), Nπ2 (1 – π2),, … Nπk(1 – πk).
Untuk lebih jelasnya akan kita kemukakan dengan contoh
berikut:
Sebuah kotak berisi 3 barang yang dihasilkan oleh mesin A, 4
oleh mesin B dan 5 oleh mesin C. Kecuali dikategorikan
berdasarkan mesin, identitas lainnya mengenai barang tersebut
adalah sama. Sebuah barang diambil secara acak dari kotak itu,
identitas mesinnya dilihat, lalu disimpan kembali ke dalam kotak.
Tentukan peluang di antara 6 barang yang diambil dengan jalan
demikian didapat 1 dari mesin A, 2 dari mesin B dan 3 dari mesin
C.
Penyelesaian:
Jelas bahwa P(dari mesin A) = 3/12, P(dari mesin B) = 4/12, dan
P(dari mesin C) = 5/12.
Maka P(1 dari mesin a dan 2 dari mesin B dan 3 dari mesin C)
adalah:
6 !1!2 !3 ! ( 3
12 )1
( 412 )
2
( 512 )
3
=0 ,1206
2.6. Distribusi Hypergeometrik
Misalkan ada sebuah populasi berukuran N diantaranya terdapat
k buah yang termasuk kategori tertentu. Dari populasi ini sebuah
sampel acak diambil berukuran n.
Maka dari pernyataan yang ada tersebut, kita dapat menentukan
peluang dalam sampel jika terdapat x buah yang termasuk ke
dalam kategori tersebut, dengan menggunakan distribusi
hypergeometrik yang dinyatakan dalam rumus:
P( x=0 )=h ( x , N ,n , k )= [k ¿ ]¿¿
¿¿¿¿
dengan x = 0, 1, 2, …..,n
Contoh:
Sekelompok manusia terdiri atas 50 orang dan 3 diantaranya
lahir pada tanggal 1 Januari. Secara acak diambil 5 orang. Berapa
peluangnya diantaranya 5 orang tadi:
a. Tidak terdapat yang lahir tanggal 1 Januari
b. Terdapat tidak lebih dari seorang yang lahir pada
tanggal 1 Januari?
Penyelesaian:
a. Ambil x = banyak orang diantara n = 5 yang lahir pada
tanggal 1 Januari. Maka dengan N = 50, k = 3, maka dapat
dihitung P(0) sebagai berikut:
P( x=0 )=[3 ¿ ] ¿¿
¿¿¿¿b. Tidak lebih dari seorang yang lahir pada 1 Januari, berarti
x = 0 dan x = 1. P(0) sudah dihitung di atas.
P( x=1 )=[3¿ ]¿¿
¿¿¿¿Sehingga, peluang paling banyak seorang diantara 5 orang itu
yang lahir pada 1 Januari adalah 0,724 + 0,253 = 0,977.
Dalam distribusi hypergeometrik ini, kita dapat menentukan
jumlah sampel sukses dalam populasi (N’), dengan
menggunakan rumus:
N '=M
P−
dengan M = jumlah sukses dalam populasi.
2.7. Distribusi Poisson dan Distribusi Eksponensial
Variabel acak diskrit X dikatakan mempunyai distribusi poisson
jika fungsi peluangnya berbentuk:
P( x=i); P= e− λ λ .x
x !
dengan x = 0, 1, 2, 3, …., sedangkan e = sebuah bilangan
konstan yang jika dihitung hingga 4 desimal e = 2,7183 dan λ =
sebuah bilangan tetap.
Distribusi poisson memiliki parameter, yaitu:
μ = λ
π = λ
Distribusi poisson sering digunakan untuk menentukan peluang
sebuah peristiwa yang dalam area kesempatan tertentu
diharapkan terjadinya sangat jarang.
Peluang dalam distribusi poisson dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus:
P( x=i); P= e− λ λ .x
x !
dengan: e = bilangan konstan (2,7183)
λ = rata-rata persatuan waktu
Untuk lebih jelasnya kita akan tinjau beberapa contoh berikut:
1. Banyak orang yang lewat melalui muka pasar setiap hari,
tetapi sangat jarang terjadi seseorang yang menemukan
barang hilang dan mengembalikannya kepada si pemilik
atau melaporkannya pada polisi.
2. Dalam tempo setiap 5 menit, operator telepon banyak
menerima permintaan nomor untuk disambungkan,
diharapkan jarang sekali terjadi salah sambung.
3. Misalkan rata-rata ada 1,4 orang buat huruf untuk setiap
100 orang. Sebuah sampel berukuran 200 telah diambil. Jika
x = banyak buta huruf per 200 orang, maka untuk kita
sekarang λ = 2,8. Peluangnya tidak terdapat yang buta
huruf itu adalah :
P( x=0 );P= e−2. 8 2.80
0 !=0 .0608
Sedangkan peluang terdapatnya yang buta huruf sama
dengan 0,9392.
Distribusi poisson dapat pula dianggap sebagai pendekatan
kepada distribusi binomial. Jika dalam hal distribusi binomial, N
cukup besar sedangkan π = peluang terjadinya peristiwa A,
sangat dekat kepada nol sedemikian sehingga λ = Np tetap,
maka distribusi binomial sangat baik didekati oleh distribusi
poisson. Untuk penggunaannya, sering dilakukan pendekatan ini
jika N 50 sedangkan Np < 5.
Untuk lebih jelasnya kita akan meninjau sebuah contoh berikut
ini:
Peluang seseorang akan mendapat reaksi buruk setelah disuntik
besarnya 0,0005. dari 4000 orang yang disuntik, tentukan
peluang yang mendapat reaksi buruk:
a. Tidak ada
b. Ada 2 orang
c. Lebih dari 2 orang
d. Tentukan ada berapa orang diharapkan yang akan mendapat
reaksi buruk!
Penyelesaian:
a. Dengan menggunakan pendekatan distribusi poisson kepada
distribusi binomial, maka λ = Np = 4000 x 0,0005 = 2.
Jika X = banyak orang yang mendapat reaksi buruk akibat
suntikan itu, maka:
P( x=0 );P= e−220
0 !=0 .1353
b. Dalam hal ini X = 2, sehingga:
P( x=2 ); P=e−2 22
2 !=0 .2706
Peluang ada dua orang mendapat reaksi buruk ialah 0,2706.
c. Yang menderita reaksi buruk lebih dari 2 orang, ini berarti X
= 3, 4, 5, ….. Tetapi p(0) + p(1) + p(3) + … = 1, maka p(3) +
p(4) + … = 1 – p(0) – p(1) – p(2). Harga-harga p(0) dan p(2)
sudah dihitung di atas.
P( x=1 ); P= e−2 2 .81
1!=0 .2706
Peluang yang dicari adalah 1 – (0,1353 + 0,2706 + 0,2706) =
0,3235.
d. Dengan kata lain pertanyaan ini ditujukan menentukan rata-
rata λ. Di atas sudah dihitung λ = 2.
Sedangkan untuk distribusi eksponensial, mempunyai
parameter β untuk rata-rata persatuan waktu. Dari rata-rata
yang telah diketahui, kita dapat menentukan nilai peluang
distribusi eksponensial dengan menggunakan rumus:
P= 1βe− xβ
2.8. Distribusi Normal
Macam-macam distribusi yang dibicarakan di atas, semua
variabel acaknya bersifat diskrit. Sedangkan distribusi normal
yang akan kita bahas sekarang adalah merupakan distribusi
dengan variabel acak kontinue. Distribusi normal (distribusi
Gauss) ini merupakan salah satu yang paling penting dan banyak
digunakan.
Jika variabel acak kontinue X mempunyai fungsi densitas pada X
= x dengan persamaan:
f ( x )= 1σ √2π
e−1/2( x−μσ )2
dengan: π = nilai konstan (3,1416),
e = bilangan konstan (2,7183),
μ = parameter, merupakan rata-rata untuk distribusi,
σ = parameter, simpangan baku untuk distribusi.
dan nilai x mempunyai batas - ~ < x < ~, maka dikatakan
bahwa variabel acak X berdistribusi normal.
Sifat-sifat penting distribusi normal:
1. grafiknya selalu ada di atas sumbu datar x.
2. bentuknya simetrik terhadap x = μ.
3. mempunyai satu modus, jadi kurva tercapai pada x = μ
sebesar 0,3989/σ.
4. grafiknya mendekati (berasimtutkan) sumbu datar x dimulai
dari x = μ + 3σ ke kanan dan x = μ - 3σ ke kiri.
5. luas daerah grafik selalu sama dengan satu unit persegi.
Untuk tiap pasang μ dan σ, sifat-sifat di atas selalu dipenuhi,
hanya bentuk kurvanya saja yang berlainan. Jika σ makin besar,
kurvanya makin rendah (platikurtik) dan untuk σ makin kecil,
kurvanya makin tinggi (leptokurtik).
Untuk luas daerah di bawah kurva normal (Z) dapat
menggunakan rumus:
Z= X−μσ
dengan: X = rata-rata sampel
μ = rata-rata populasi
σ = simpangan baku (untuk populasi)
Setelah kita memiliki distribusi normal baku yang didapat dari
distribusi normal umum, maka daftar distribusi normal baku
dapat digunakan. Dengan daftar ini, bagian-bagian luas dari
distribusi normal baku dapat dicari. Caranya adalah:
1. Hitung z sampai dua desimal.
2. Gambarkan kurva normalnya.
3. Letakkan harga z pada sumbu datar, lalu tarik garis vertikal
hingga memotong kurva.
4. Luas yang tertera dalam daftar adalah luas daerah antara
garis ini dengan garis tegak di titik nol.
5. Dalam daftar tabel distribusi normal, cari tempat harga z
pada kolom paling kiri hanya hingga satu desimal dan
desimal keduanya dicari pada baris paling atas.
6. Dari z kolom kiri maju ke kanan dan dari z dibaris atas turun
ke bawah, maka didapat bilangan yang merupakan luas yang
dicari. Bilangan yang didapat harus ditulis dalam bentuk
0,xxxx (bentuk 4 desimal).
Karena seluruh luas = 1 dan kurva simetrik terhadap μ = 0,
maka luas dari garis tegak pada titik nol ke kiri ataupun ke kanan
adalah 0,5.
Untuk mencari kembali z apabila luasnya diketahui, maka
dilakukan langkah sebaliknya. Misalnya jika luas = 0,4931, maka
dalam badan daftar dicari 4931 lalu menuju ke pinggir sampai
pada kolom z, didapat 2,4 dan menuju ke atas sampai batas z
didapat 6. Harga z = 2,46.
Beberapa bagian luas untuk distribusi normal umum dengan
rata-rata μ dan simpangan baku σ tertentu dengan mudah dapat
ditentukan. Tepatnya, jika sebuah fenomena berdistribusi
normal, maka dari fenomena itu:
1. Kira-kira 68,27% dari kasus ada dalam daerah satu
simpangan baku sekitar rata-rata, yaitu antara μ – σ dan μ
+ σ.
2. Ada 95,45% dari kasus terletak dalam daerah dua simpangan
baku sekitar rata-rata, yaitu antara μ – 2σ dan μ + 2σ.
3. Hampir 99,73% dari kasus ada dalam daerah tiga simpangan
baku sekitar rata-rata, yaitu antara μ – 3σ dan μ + 3σ.
2.9. Pengecekan Distribusi Normal
Untuk keperluan analisis selanjutnya, dalam statistika induktif,
ternyata model dari distribusi harus selalu diketahui bentuknya.
Teori-teori menaksir dan menguji hipotesis misalnya, dianut
berdasarkan kepada asumsi bahwa populasi yang sedang
diselidiki berdistribusi normal. Jika asumsi ini tidak dipenuhi,
artinya ternyata populasinya tidak berdistribusi normal, maka
kesimpulan berdasarkan teori itu tidak berlaku.
Karenanya, sebelum teori lebih lanjut digunakan dan kesimpulan
diambil berdasarkan teori di mana berdasarkan teori di mana
asumsi normalitas dipakai, terlebih dahulu perlu diselidiki apakah
asumsi itu dipenuhi tidak.
Data sampel yang telah diambil dari sebuah populasi perlu
disusun dalam sebuah daftar distribusi frekuensi. Dari sini
kemudian dibentuk daftar distribusi frekuensi kumulatif relatifnya
kurang dari. Lalu lakukan pembentukan daftar untuk diambil
batas-batas kelas intervalnya. Selanjutnya, frekuensi kumulatif
relatif ini digambar.
Pada sumbu datar digambarkan skala untuk batas-batas atas
sedangkan sumbu tegak melukiskan persen kumulatifnya.
Selanjutnya, titik-titik yang ditentukan oleh batas atas dan
frekuensi kumulatif relatif digambarkan. Perhatikan baik-baik
letak titik-titik yang didapat.
Jika letak titik-titik pada garis lurus atau hampir pada garis lurus,
maka disimpulkan:
a. Mengenai data itu sendiri.
Dikatakan bahwa data itu berdistribusi normal atau hampir
berdistribusi normal (atau dapat didekati oleh distribusi
normal).
b. Mengenai populasi dari mana data sampel diambil.
Dikatakan bahwa populasi dari mana sampel diambil ternyata
berdistribusi normal atau hampir berdistribusi normal (atau
dapat didekati oleh distribusi normal).
Jika letak titik-titik itu menyimpang jauh terhadap garis lurus,
maka dapat disimpulkan bahwa data itu atau populasi dari mana
sampel diambil tidak berdistribusi normal.