pengaruh komposisi media tanam terhadap … · memperoleh dana hibah dalam program kreatifitas...
TRANSCRIPT
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA
(Ficus carica L.)
OLEH:
SIDIK HARI PRIONO
A24070187
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK
TANAMAN ARA (Ficus carica L.)
The Effect of Plant Media Composition to the Growth of Fig (Ficus carica L.) Cuttings
Sidik Hari Priono1, Sandra A. Aziz
2
1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media tanam terbaik untuk pertumbuhan
stek tanaman ara (Ficus carica. L.). Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan
Oktober 2012 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Insitut Pertanian Bogor, Indonesia.
Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu media
tanam dengan empat taraf dan empat ulangan. Keempat media tanam itu antara lain
campuran media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing (2:1:1); tanah, kompos daun
bambu, arang sekam (2:1:1); cocopeat, kompos daun bambu (1:1); arang sekam, pupuk
kandang kambing, kompos daun bambu (1:1:1). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan
campuran media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing; campuran media tanah,
arang sekam, kompos daun bambu; dan campuran media arang sekam, pupuk kandang
kambing, kompos daun bambu memberikan hasil yang sama baiknya terhadap peubah
persentase hidup yaitu sebesar 65.5, 70.0 dan 65.0%, sedangkan campuran media cocopeat
dan kompos daun bambu yang memberikan hasil paling rendah yaitu sebesar 37.5%.
Kata kunci: ara, media tanam, pertumbuhan, stek
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK
BATANG TANAMAN ARA (Ficus carica L.)
The Effect of Plant Media Composition to the Growth of Fig (Ficus carica L.) Cuttings
Sidik Hari Priono1, Sandra A. Aziz
2
1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Abstract
The aimed of this study was to find the best plant media for the growth of fig cuttings.
The experiment was conducted in July to October 2012 at Leuwikopo Experimental Farm,
Bogor Agricultural University, Indonesia. The experiment was arranged in Randomized
Complete Block Design with plant media compotition as the treatment and four replications.
The plant media consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure (2:1:1); soil, bamboo
leaves compost and rice hull charcoal (2:1:1); cocopeat and bamboo leaves compost
(1:1);rice hull charcoal, goat manure and bamboo leaves compost (1:1:1). The result showed
that the plant consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure; soil, bamboo leaves
compost and rice hull charcoal; and rice hull charcoal, goat manure and bamboo leaves
compost gave the same performance in fig cuttings of life percentages, that were 65.5, 70.0
and 65.0%, whereas plant media consisted of cocopeat and bamboo leaves compost gave the
lowest result of 37.5%.
Key word: cuttings, figs, growth, plant media
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA (Ficus carica L.)
The Effect of Plant Media Composition to the Growth of Fig (Ficus carica L.)
Cuttings
Sidik Hari Priono1, Sandra A. Aziz
2
1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Abstract
The aimed of this study was to find the best plant media for the growth of
fig cuttings. The experiment was conducted in July to October 2012 at Leuwikopo
Experimental Farm, Bogor Agricultural University, Indonesia. The experiment
was arranged in Randomized Complete Block Design with plant media
compotition as the treatment and four replications. The plant media consisted of
soil, rice hull charcoal, and goat manure (2:1:1); soil, bamboo leaves compost
and rice hull charcoal (2:1:1); cocopeat and bamboo leaves compost (1:1);rice
hull charcoal, goat manure and bamboo leaves compost (1:1:1). The result
showed that the plant consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure; soil,
bamboo leaves compost and rice hull charcoal; and rice hull charcoal, goat
manure and bamboo leaves compost gave the same performance in fig cuttings of
life percentages, that were 65.5, 70.0 and 65.0%, whereas plant media consisted
of cocopeat and bamboo leaves compost gave the lowest result of 37.5%.
Key word: cuttings, figs, growth, plant media
RINGKASAN
SIDIK HARI PRIONO. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Ara (Ficus carica L). (Dibimbing oleh
SANDRA ARIFIN AZIZ).
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap
pertumbuhan stek tanaman ara (Ficus carica L.) jenis conadria (green jordan).
Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 di Kebun Percobaan
Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan media tanam sebagai perlakuan
dan empat ulangan. Media tanam yang digunakan yaitu campuran tanah, arang
sekam, pupuk kandang kambing; tanah, arang sekam, kompos daun bambu;
cocopet, kompos daun bambu; dan arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu. Tanaman yang digunakan adalah stek yang berasal dari
tanaman ara jenis conadria (green jordan) yang berumur lebih dari satu tahun.
Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 10 polybag dengan 1 stek per polybag
dengan 4 kali ulangan, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Secara keseluruhan
dibutuhkan 160 stek tanaman ara.
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan campuran media tanah, arang sekam,
pupuk kandang kambing; campuran media tanah, arang sekam, kompos daun
bambu; dan campuran media arang sekam, kompos daun bambu, pupuk kandang
kambing memberikan hasil yang sama baiknya terhadap peubah persentase hidup
yaitu sebesar 65.5, 70, dan 65%, sedangkan campuran media cocopeat dan
kompos daun bambu yang memberikan hasil paling rendah yaitu sebesar 37.5%.
Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun
bambu meberikan hasil terbaik terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot basah dan kering akar, daun dan batang.
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA
(Ficus carica L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SIDIK HARI PRIONO
A24070187
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul : PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM
TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG
TANAMAN ARA (Ficus carica L.)
Nama : SIDIK HARI PRIONO
NIP : A24070187
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
NIP. 19591026 198503 2 001
Mengetahui,
Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M. Sc. Agr.
NIP. 196111101 098703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Penulis
merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Drs. H. Sumarwadi dan
Hj. Sudarmini, BA.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Al Hasanah pada tahun 1994-
1995 dilanjutkan ke SDN Sudimara VII Ciledug dan lulus pada tahun 2001. Pada
tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 3 Tangerang. Selanjutnya
penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Tangerang dan lulus pada tahun 2007. Pada
tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB
di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga mengambil minor
Kewirausahaan Agribisnis.
Selama perkuliahan, penulis pernah aktif mengikuti berbagai organisasi
dan kepanitian. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Dewan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB selama satu tahun dan Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah IPB selama 4 tahun. Pada tahun 2010
penulis menjabat sebagai ketua LDK Al Hurriyyah IPB. Penulis juga pernah
memperoleh dana hibah dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang
Pengabdian Masyarakat dari Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 2009 dan 2010. Pada Tahun 2010 penulis
menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Tanaman Pangan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan
penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Ara (Ficus carica L.)” dengan baik. Skripsi
ini merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan pengarahan, saran dan motivasi dalam penelitian dan
penulisan skripsi.
2. Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si dan Dr. Ani Kurniawati, SP, M.Si. selaku
dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan motivasi di tiap semester.
4. Keluarga tercinta, bapak, ibu dan kakak-kakak yang telah memberikan
perhatian, semangat, doa dan materiil untuk kelancaran penelitian dan
skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat setia: Adim, Rahmat, Zaenudin, Joko, Enal, Afifah
Yusufa dan Fikrin yang telah setia menemani dan ikut repot dalam
pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi, serta motivasi yang terus
diberikan selama ini. Seluruh teman-teman AGH 44 Bersatu yang telah
mengisi kehidupan saya selama perkuliahan di AGH.
6. Pak Nana, Staf dan teknisi di Kebun Percobaan Leuwikopo, serta semua
pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi para
pembacanya.
Bogor, Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Hipotesis .............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
Botani Tanaman Ara ........................................................................................... 3
Syarat Tumbuh .................................................................................................... 3
Kandungan dan Manfaat Tanaman Ara ............................................................... 4
Perbanyakan Tanaman Ara ................................................................................. 6
Media Tanam ....................................................................................................... 7
BAHAN DAN METODE ...................................................................................... 11
Tempat dan Waktu ............................................................................................ 11
Bahan dan Alat .................................................................................................. 11
Rancangan Penelitian ........................................................................................ 11
Pelaksanaan ....................................................................................................... 12
Pengamatan ....................................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 16
Hasil ................................................................................................................... 16
Kondisi Umum Penelitian ................................................................................. 16
Kandungan Hara ................................................................................................ 18
Rekapitulasi Sidik Ragam ................................................................................. 20
Persentase Keberhasilan Bibit Ara Hidup ......................................................... 21
Pengaruh Media Tanam terhadap Komponen Pertumbuhan Stek Ara .............. 21
Pembahasan ....................................................................................................... 27
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 33
Kesimpulan ........................................................................................................ 33
Saran .................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 34
LAMPIRAN ........................................................................................................... 38
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi nutrisi buah ara (setiap 100 g)........................................................... 4
2. Komposisi mineral buah ara segar (setiap 100 g) ............................................... 5
3. Data iklim lokasi penelitian .............................................................................. 16
4. Kandungan hara pada berbagai komposisi media tanam .................................. 19
5. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi ............. 20
6. Persentase keberhasilan bibit ara yang hidup pada 12 MST ............................. 21
7. Bobot basah dan bobot kering akar pada 12 MST ............................................ 24
8. Perbandingan panjang akar setiap perlakuan pada 12 MST ............................. 25
9. Bobot basah dan bobot kering daun pada 12 MST ........................................... 26
10. Bobot basah dan bobot kering batang pada 12 MST ...................................... 27
11. Skoring media tanam terhadap peubah pertumbuhan tanaman ....................... 32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Buah dan pohon ara ........................................................................................... 11
2. Stek yang digunakan dalam penelitian .............................................................. 13
3. Keragaan tunas stek ara yang tumbuh pada usia 3MST ................................... 17
4. Tanaman yang terserang rayap.......................................................................... 17
5. Tanaman yang terserang cendawan .................................................................. 18
6. Tinggi tanaman (dalam cm) pada 12 MST ....................................................... 22
7. Jumlah mata tunas yang tumbuh pada 12 MST ................................................ 23
8. Jumlah daun pada 12 MST ................................................................................ 24
9. Perbandingan ukuran tanaman pada 12 MST ................................................... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Layout penelitian ............................................................................................... 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada era modern ini, kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam (back
to nature) semakin meningkat. Adanya efek samping dari obat-obatan kimia
membuat masyarakat beralih menggunakan obat-obatan alami atau yang disebut
dengan obat-obatan herbal. Salah satu tanaman yang bermanfaat sebagai obat
herbal adalah tanaman ara (Ficus carica L.).
Buah ara mengandung zat sejenis alkalin yang mampu menghilangkan
kemasaman pada tubuh, mengobati luka luar, merangsang pembentukan
hemoglobin darah, serta mengandung kadar glukosa yang cukup tinggi tanpa
menyebabkan diabetes (Sobir dan Amalya, 2011). Daun tanaman ara (Ficus
carica L.) mengandung alkaloid dan saponin yang bermanfaat sebagai peluruh
batu ginjal (Redaksi Trubus, 2008). Hashemi et al. (2011) menyebutkan bahwa
buah tanaman ara (Ficus carica L.) mampu mencegah terjadinya kanker perut.
Tanaman ara atau dalam bahasa Arab dikenal dengan tanaman tin
merupakan tanaman yang berasal dari daerah Asia Barat dan sudah dibudidayakan
selama ribuan tahun di daerah Mediterania, Eropa dan Afrika Utara (Manango,
2006). Saat ini budidaya buah ara banyak tersebar di Spanyol, Turki, Italia dan
sebagian Amerika Serikat (Pipattanawong, 2008). Tanaman ini sendiri di
Indonesia masih kurang dikenal. Tanaman ara di Indonesia masih terbatas untuk
para hobiis tanaman hias. Menurut Sobir dan Amalya (2011) tanaman ara dapat
tumbuh pada suhu 21-270
C dengan kondisi curah hujan sedang dan dengan
kelembaban tinggi. Morton (1987) menyatakan di daerah tropis tanaman ini dapat
tumbuh pada ketinggian 800 sampai dengan 1800 mdpl.
Perbanyakan tanaman ini dapat melalui biji, stek ataupun cangkok (Sobir
dan Amalya, 2011). Morton (1987) menyatakan cara yang paling banyak
digunakan untuk perbanyakan ara adalah dengan menggunakan stek. Keuntungan
perbanyakan dengan cara stek adalah tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya
mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit
dan dapat memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah
mempunyai akar, batang dan daun dalam waktu yang relatif singkat juga dapat
2
diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak (Wudianto, 1996). Menurut
Dolgun dan Tekintas (2009) stek ara sangat mudah berakar namun apabila terjadi
perubahan suhu dan kelembaban tanah/ media tanam dapat berdampak pada
perakaran dan pertumbuhan akar.
Menurut Ashari (2006) fungsi media perakaran yang digunakan menanam
stek adalah memegang stek agar tidak mudah goyah, memberikan kelembaban
yang cukup dan mengatur peredaran aerasi. Oleh karena itu, media yang
digunakan haruslah mampu memberikan aerasi yang cukup, mempunyai daya
pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur dan bakteri patogen.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh komposisi media tanam
terhadap pertumbuhan stek tanaman ara (Ficus carica. L.) varietas Conadria
(green jordan)
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu komposisi media tanam
arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu merupakan
media tanam terbaik untuk pertumbuhan stek batang tanaman ara.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Ara
Tanaman ara dalam bahasa Inggris disebut juga dengan fig atau edible figs
merupakan tanaman semak dan berkayu (Sobir dan Amalya, 2011). Adapun
tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut: kingdom: Plantae, superdivisi:
Spermatophyta, divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo: Urticales,
famili: Moraceae, genus: Ficus, jenis: Ficus carica L. Nama latin carica diambil
dari sebuah daerah bernama Carica di Asia Kecil yang merupakan asal dari
tanaman tersebut (Starr et al., 2003).
Tanaman ara adalah pohon yang memiliki tinggi antara 3-9 m dengan
cabang yang tersebar dengan diameter batang sekitar 17.5 cm. Sistem perakaran
dangkal dan menyebar di dalam tanah mencapai 15 m dengan kedalaman
mencapai 6 m (Morton, 1987). Helai daun menjari dengan jumlah perdaun
sebanyak 3-5 jari (Starr et al., 2003). Buah ara adalah buah semu, bukan buah
sejati, melainkan bunga yang terdiri dari ratusan tangkai sari dan putik (Sobir dan
Amalya, 2011). Menurut Bunker (1999) ada dua jenis buah ara yaitu jenis
Adriatik dan Smyrna. Jenis Adriatik adalah buah ara yang tidak memiliki biji
partenokarpik, sedangkan jenis Smyrna adalah jenis yang membutuhkan serangga
untuk penyerbukannya. Starr et al. (2003) menyatakan buah dan sistem reproduksi
dari setiap jenis dari genus Ficus sangat unik. Setiap spesies memiliki hubungan
dengan tawon aganoid (Hymenoptera, Chalcoidea, Aganoidae). Jenis Ficus hanya
bisa dibuahi oleh jenis tawon yang cocok, begitu juga sebaliknya, tawon tersebut
hanya bisa bertelur pada buah Ficus yang cocok dengan dia. Tawon yang cocok
untuk jenis Ficus carica adalah jenis tawon Blastophaga psenses (L.)
Syarat Tumbuh
Tanaman ara merupakan tanaman yang berasal dari daerah Mediterania
yang beriklim panas dan kering. Menurut Sobir dan Amalya (2011) tanaman ara
dapat tumbuh pada suhu 21-270C dengan kondisi curah hujan sedang dan dengan
kelembaban tinggi. Morton (1987) menyatakan pada daerah tropis biasanya
4
tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian antara 800 sampai dengan 1800 mdpl.
Tanaman ini juga mampu bertahan pada suhu 10o-20
oC
dibawah titik beku.
Tanaman ara dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, mulai dari tanah
pasir, tanah kaya lempung, tanah berliat berat maupun tanah yang mengandung
kapur serta tumbuh baik pada pH antara 6.0 dan 6.5. Tanaman ara cukup toleran
pada tanah salin (Morton, 1987). Menurut Sobir dan Amalya (2011) tanaman ara
akan tumbuh baik jika ditanam di tanah liat berdrainase baik dengan banyak
bahan organik, namun demikian masih dapat mentolerir pada tanah yang miskin
hara. Tanaman ara juga masih dapat tumbuh pada pH 5.5 sampai 8.0.
Kandungan dan Manfaat Tanaman Ara
Tanaman ara merupakan salah satu tanaman yang mudah untuk
dibudidayakan, buah ara mengandung banyak serat, mangan, magnesium, kalium,
kalsium, dan vitamin K, dan tanaman ara juga merupakan sumber dari flavonoids
dan polifenol. Buah ara juga mengandung sedikit sodium dan tidak mengandung
lemak atau kolesterol, hal ini membuat buah ara menjadi makanan yang sangat
bermanfaat bagi tubuh (Yan et al., 2011). Tabel 1 menunjukkan komposisi nutrisi
tanaman ara.
Tabel 1. Komposisi nutrisi buah ara (setiap 100 g)
Nutrisi Nilai per 100 g
Air (g) 79.11
Energi (kkal) 74.00
Protein (g) 0.75
Lemak (g) 0.30
Karbohidrat (g) 19.18
Serat (g) 2.90
Gula (g) 16.26
Sumber: USDA National Nutrition Database For Standard Reference (2012)
Buah ara mengandung banyak zat gizi yang dibutuhkan tubuh seperti
karbohidrat, protein, vitamin, mineral, serat, dan lain-lain. Buah ara mengandung
serat (dietary fiber) yang sangat tinggi. Setiap 100 g buah ara kering terkandung
5
10.95 g serat sedangkan apel hanya mengandung serat 3.33 g dan jeruk 3.4 g
(USDA National Nutrition Database For Standard Reference, 2006). Buah ara
juga mengandung 74.98% asam lemak tak jenuh, diantaranya omega-3 sekitar
25.58%, omega-6 sekitar 29.94%, dan omega-9 sekitar 20.99% (Mehmet et al.,
2009). Asam lemak-asam lemak ini terbukti berperan dalam pencegahan penyakit
jantung koroner.
Buah ara mengandung antioksidan yang dapat mengikat senyawa
karsinogen penyebab kanker. Buah ara merupakan sumber penting komponen
bioaktif seperti fenol, benzaldehid, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid yang
memiliki sifat antioksidan. Kandungan terpenoid buah ara berupa linalool, β-
bourbonene, β-caryophyllene, dan hotrienol. Komponen lainnya berupa eugenol,
antosianin, dan flavanol (catechin dan epicatechin). Total antosianin pada kulit
buah ara 32-97 dan 1.5-15 μg/g pada daging buah. Antosianin yang dominan pada
kedua bagian tersebut berupa Cy 3-ruaraoside yaitu 48–81% pada kulit dan 68–
79% pada daging buah disertai oleh Cy 3-glucoside yaitu 5–18% pada kulit dan
10–15% pada daging buah (Duenas et al., 2007). Tabel 2 menunjukkan komposisi
mineral buah ara.
Tabel 2. Komposisi mineral buah ara segar (setiap 100 g)
Mineral Nilai per 100g
Ca (mg) 35
Fe (mg) 0.37
Mg (mg) 17
P (mg) 14
K (mg) 232
Na (mg) 1
Zn (mg) 0.15
Sumber: USDA National Nutrition Database For Standard Reference (2012)
Buah ara mengandung zat sejenis alkalin yang mampu menghilangkan
keasaman pada tubuh, mengobati luka luar, merangsang pembentukan
hemoglobin darah, serta mengandung kadar glukosa yang cukup tinggi tanpa
menyebabkan diabetes (Sobir dan Amalya, 2011). Daun tanaman ara (Ficus
carica L.) mengandung alkaloid dan saponin yang bermanfaat sebagai peluruh
6
batu ginjal (Redaksi Trubus, 2009). Menurut Hashemi et al. (2011) buah tanaman
ara (Ficus carica L.) mampu mencegah terjadinya kanker perut.
Perbanyakan Tanaman Ara
Perbanyakan tanaman ara dapat melalui biji, stek ataupun cangkok (Sobir
dan Amalya, 2011). Menurut Morton (1987) cara yang paling banyak digunakan
untuk perbanyakan ara adalah dengan menggunakan stek. Hartmann et al. (1990)
membagi stek, antara lain, stek batang terdiri dari hardwood, semi hardwood,
softwood dan herbaceus; stek daun serta stek akar. Stek batang ara sendiri
termasuk ke dalam stek batang hardwood.
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) pertumbuhan stek dipengaruhi oleh
faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi jenis bahan, adanya tunas dan
daun pada bahan stek, umur bahan stek, kandungan bahan makanan dan zat
pengatur tumbuh. Faktor luar adalah lingkungan dan pelaksanaan. Faktor
lingkungan meliputi media pertumbuhan, kelembaban, suhu, cahaya, sedangkan
pelaksanaan meliputi waktu pengambilan bahan stek dan perlakuan dengan zat
pengatur tumbuh.
Stek diambil dari bagian tanaman muda. Bila tanaman tersebut sangat
muda dan lunak maka transpirasi berlangsung cepat sehingga stek menjadi lemah
dan akhirnya mati (Rochiman dan Harjadi, 1973). Menurut Wudianto (2002)
cabang yang terlalu tua kurang baik digunakan sebagai bahan stek karena sulit
untuk membentuk akar sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk
membentuk akar. Penggunaan stek yang muda lebih baik karena pertumbuhannya
lebih cepat.
Menurut Morton (1987), cara perbanyakan tanaman ara dengan stek
adalah dengan cara mengambil cabang dari tanaman ara yang berusia antara 2
sampai dengan 3 tahun, dengan ketebalan cabang antara 1.25-2 cm dan panjang
batang stek antara 20-30 cm. Penanaman harus dilakukan 24 jam setelah tanaman
diambil dari indukan dan bagian dasar dari bahan stek diberikan hormon
penumbuh akar agar membantu tumbuhnya akar.
7
Media Tanam
Menurut Ashari (2006) fungsi media perakaran yang digunakan menanam
stek adalah memegang stek agar tidak mudah goyah, memberikan kelembaban
yang cukup dan mengatur peredaran aerasi. Oleh karena itu, media yang
digunakan haruslah mampu memberikan aerasi yang cukup, mempunyai daya
pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur dan bakteri patogen.
Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai.
Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang mengan-
dung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang tidak mengan-
dung tanah (Harjadi, 1996).
Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan. Jenis tanah dibedakan men-
jadi dua, yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral adalah tanah yang
merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan mineral, sedangkan tanah organik
adalah tanah yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik. Tanah orga-
nik memiliki bahan organik dalam jumlah yang tinggi, misalnya tanah gambut.
Setiap jenis tanah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang berbeda, sebagai con-
toh tanah latosol memiliki sifat kimia yang kurang baik, memiliki KTK yang ren-
dah disebabkan oleh bahan organik sedikit dan memerlukan tambahan unsur hara
N, P, K, Ca, Mg dan beberapa unsur mikro. Tanah latosol mengandung hidro-
oksida besi atau aluminium (Murbandono, 1993). Harjadi (1996) menyatakan tiga
fungsi primer tanah dalam mendukung kehidupan tanaman, yaitu memberikan
unsur-unsur mineral, sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempat
persediaan; memberikan air dan melayaninya sebagai reservooir ; sebagai tempat
berpegang dan bertumpu untuk tegak.
Arang Sekam
Arang sekam merupakan media tanam yang porous dan memiliki
kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi
gembur (Prayugo, 2007). Wuryaningsih dan Darliah (1994) menyatakan bahwa
8
arang sekam dapat digunakan sebagai media karena memiliki sifat ringan (berat
jenis = 0.2 kg/L), kasar (banyak pori) sehingga sirkulasi udara tinggi, berwarna
coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif,
serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khusus bakteri. Menurut Nelson (1981)
kemampuan menyimpan air pada sekam padi sebesar 12.3% yang nilainya jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan pasir yang memiliki kapasitas menyimpan
air sebesar 33.7%.
Kompos Daun Bambu
Pengomposan dapat didefinisikan sebagai proses biokimia, di mana
bermacam-macam kelompok mikroorganisme menghancurkan bahan organik
menjadi bahan seperti humus, yang mempunyai sifat sama dengan pupuk kandang
(Gaur, 1982). Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi tumpukan
sampah, serasah tanaman maupun bangkai binatang. Ciri-ciri kompos yang baik
adalah berwarna cokelat, bertekstur remah, berkonsistensi gembur dan berbau
lapuk (Nurhaeti, 2009). Menurut Lingga dan Marsono (2001) kandungan utama
dari kompos adalah bahan organik yang berfungsi untuk memperbaiki kondisi
tanah. Unsur lainnya bervariasi cukup banyak dengan kadar rendah seperti
nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Djaja (2008) menyatakan
proses pengomposan dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu oksigen dan aerasi;
kandungan air; porositas, struktur dan ukuran partikel; pH bahan baku;
temperatur; waktu dan C/N ratio. Menurut Ashari (2006) mikroorganisme yang
berperan dalam proses dekomposisi memerlukan suatu bagian unsur N untuk
setiap 15-30 bagian karbon yang terkandung dalam bahan. Proporsi ini dikenal
dengan rasio karbon: nitrogen atau C/N rasio. Day dan Shaw (2001) menyatakan
secara umum nilai akhir C/N rasio kompos adalah antara 15-20, namun C/N rasio
ideal yang disarankan adalah dengan nilai 10. Menurut Ashari (2006) bahan
organik yang C/N rasionya lebih dari 20, tidak baik diberikan ke dalam tanah,
harus dibiarkan melapuk (dekomposisi) lebih dahulu.
Kompos daun bambu merupakan hasil pelapukan bahan organik yang
berasal dari daun bambu oleh jasad mikro. Menurut Susanto et, al. (2005) media
kompos daun bambu mempunyai sifat tidak mengikat dan menyumbang hara
9
selama belum melapuk. Rosana (2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu
memiliki aerasi (sirkulasi) udara dan porositas tanah yang baik sehingga
perakaran tanaman dapat berkembang optimal. Media kompos daun bambu yang
dicampur dengan sekam dapat mempercepat pertumbuhan tanaman mawar. Faruqi
(2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu yang dicampur dengan arang
sekam menghasilkan tinggi tanaman lebih besar dan ruas tanaman lebih baik
daripada media tanam lainnya. Murti, Rugayah dan Rusdi (2006) menjelaskan
bahwa humus daun bambu pada tanaman sirih merah menghasilkan peningkatan
pertumbuhan jumlah daun dan buku dibandingkan dengan perlakuan lain.
Serbuk Sabut Kelapa
Serbuk sabut kelapa (cocopeat) merupakan media hasil penghancuran
sabut kelapa. Sabut kelapa adalah bagian mesokarp dari buah kelapa, tebalnya 5
cm dan menempati 35% dari total buah kelapa yang telah masak petik. Bagian
yang berserabut ini merupakan kulit dari buah kelapa dan dapat dijadikan sebagai
bahan baku aneka industri dan juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanam
karena mengandung unsur kalium dan fosfor (Palungkun, 1992). Serbuk sabut
kelapa banyak digunakan untuk media tumbuh karena mempunyai kapasitas
memegang air yang baik, dapat mempertahankan kelembaban (80%), memiliki
kapasitas tukar kation dan porositas yang baik, mempunyai rasio C/N rendah yang
mempercepat N tersedia dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti
kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P)
(Susilawati, 2007). Menurut Sarief (1985) serabut kelapa (kokopit) mampu
menyimpan air hingga 6-8 kali lipat.
Pupuk Kandang Kambing
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak baik
berupa kotoran padatnya bercampur sisa makanannya maupun air kencingnya
sekaligus (Lingga, 1998). Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara makro
dan mikro tanaman. Menurut Soepardi (1983) pupuk kandang merupakan salah
satu bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan mikro bagi
tanaman. Menurut Samekto (2006) pupuk kandang dapat digolongkan ke dalam
10
pupuk organik yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu memperbaiki struktur
tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di
dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.
Soepardi (1983) menyatakan susunan hara dalam pupuk kandang kambing
yang masih segar terdiri atas 0.6% N; 0.3% P dan 0.17% K tuntuk kotoran padat.
Sedangkan untuk kotoran cair terdiri atas 1.5% P dan 1.8% K.
11
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor.
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan
Oktober 2012. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 207 mdpl.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari stek hardwood
tanaman ara, tanah, arang sekam, kompos daun bambu, cocopeat dan pupuk
kandang kambing, polybag berukuran 20 x 20 cm, cangkul, gunting stek, paranet
75%, ember, pisau, alat penyiram, sprayer, fungisida Dithane, bakterisida Agrept
dan insektisida Furadan 3G. Adapun bahan tanam yang digunakan berasal dari
batang dan cabang tanaman ara yang berusia lebih dari 1 tahun. Gambar 1
menunjukkan gambar pohon dan buah ara.
Gambar 1. Buah dan pohon ara
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan satu faktor yaitu media tanam dengan empat taraf, dan empat
ulangan. Keempat taraf tersebut antara lain:
1. Tanah : arang sekam : pupuk kandang kambing (2:1:1)
2. Tanah : kompos daun bambu : arang sekam (2:1:1)
3. Cocopeat : kompos daun bambu (1:1)
4. Arang sekam : pupuk kandang kambing : kompos daun bambu (1:1:1)
12
Setiap satu unit percobaan terdiri dari 10 polybag dengan 1 stek per polybag
dengan 4 kali ulangan, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Secara keseluruhan
dibutuhkan 160 stek tanaman ara.
Adapun model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + ε ij
dimana:
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan media tanam ke-i terhadap ulangan ke- j
μ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan media tanam ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
ε ij = Pengaruh galat pada perlakuan ke-i terhadap kelompok ke-j
Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan
dilakukan uji lanjut DMRT 5% pada hasil yang berbeda nyata.
Pelaksanaan
Kegiatan penelitian diawali dengan persiapan media tanam. Media tanam
yang digunakan sebelumnya dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi
dilakukan dengan mengukus media tanam dalam tungku besar selama 24 jam
dengan suhu mencapai 1200
C. Sterilisasi dilakukan dengan tujuan agar media
tanam tidak terkontaminasi oleh jamur ataupun bakteri dalam tanah. Setelah
dikukus kemudian media tanam masukkan ke dalam polybag.
Persiapan selanjutnya adalah mempersiapkan bibit tanaman ara. Bahan
setek diambil dari pohon buah ara jenis conadria (green jordan) yang berasal dari
daerah Jakarta. Perbanyakan tanaman yang dilakukan adalah perbanyakan
vegetatif berupa stek batang hardwood dari tanaman ara. Bahan stek yang
digunakan berukuran panjang sekitar 15 cm dengan jumlah buku sebanyak 2-3
buku dan diameter 1.0-1.2 cm (Gambar 2)
13
Gambar 2. Stek yang digunakan dalam penelitian
Sebelum bahan ditanam, stek diberikan Rootone-F untuk membantu
pertumbuhan akar sebanyak 32 g untuk 160 stek tanaman ara. Rootone-F
digunakan dalam bentuk pasta, yaitu dengan melarutkan bubuk Rootone-F dengan
sedikit air hingga berbentuk pasta. Sebelum stek ditanam dalam polybag stek
terlebih dahulu direndam dalam larutan Dithane dengan konsentrasi 2 g/L selama
30 menit untuk mengurangi efek dari kontaminasi cendawan.
Pemeliharaan stek dilakukan dengan penyiraman air dan pengendalian
hama penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali/ hari yaitu pada pagi dan sore hari.
Penyiraman dilakukan apabila media tanam mengalami kekeringan. Selain itu
juga agar stek tidak terkena serangan cendawan dilakukan penyemprotan
fungisida menggunakan Dithane dan bakterisida Agrept dengan konsentrasi 2 g/L
air. Furadan 3G juga digunakan untuk mencegah serangan rayap.
Pengamatan
Peubah pengamatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Persentase bibit hidup
Dihitung pada akhir pengamatan dengan menggunaka rumus sebagai
berikut:
b. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung setiap minggu setelah tanam hingga akhir
pengamatan dengan menghitung daun yang telah terbuka dan dimulai pada
2 MST
14
c. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur pada 2-12 MST dengan cara mengukur di atas
permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
d. Jumlah mata tunas yang tumbuh
Jumlah mata tunas dihitung pada 2-12 MST dengan menghitung jumlah
mata tunas yang tumbuh.
e. Panjang akar
Pengukuran dilakukan pada saat akhir pengamatan yaitu pada 12 MST
Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 1 tanaman/ ulangan/ perlakuan.
Tanaman dicabut dari polybag secara perlahan-lahan. Akar dari tanaman
dibersihkan dalam ember yang berisi air dan pada air yang mengalir.
Bagian akar yang telah bersih dari media tanam dilakukan pengukuran
panjang akar.
f. Bobot basah akar, daun dan batang
Pengamatan dilakukan pada 12 MST. Akar, daun dan batang yang sudah
dipisahkan kemudian dibersihkan dari media tanam dan kotoran lain
kemudian ditimbang.
g. Bobot kering akar, daun dan batang
Akar, batang dan daun yang telah ditimbang bobot basahnya kemudian
dioven dengan suhu 800C selama 3x24 jam, lalu berat keringnya
ditimbang.
h. Analisis hara
Analisis hara media dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian
Bogor. Metode analisis tanah masing-masing parameter sebagai berikut:
Sifat Tanah Metode Alat
N Total
P-tersedia (ppm)
Ca-dd
Mg-dd
K-dd
Kjeldahl
Bray 1
N NH4OAc pH 7.0
N NH4OAc pH 7.0
N NH4OAc pH 7.0
Kjeldahl
Spectrophotometer
Atomic Absorption
Spectrophotometer
Atomic Absorption,
Spectrophotometer, Flamephotometer
15
i. Data curah hujan, suhu dan kelembaban
Data curah hujan diperoleh dari stasiun klimatologi Badan Meteorologi
dan Geofisika Dramaga, Bogor
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian
Bogor, Darmaga. Tempat penelitian berada pada ketinggian 207 mdpl. Penelitian
ini dilakukan di lahan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2012.
Tabel 3 menunjukkan data iklim lokasi penelitian. Dari Tabel 3 dapat diketahui
bahwa selama penelitian masuk dalam musim kemarau hal ini dapat dilihat dari
curah hujan yang cukup rendah yaitu berkisar 79.3-270.5 mm, dengan suhu rata-
rata berkisar antara 26.74-27.550C. Kelembaban udara juga tidak terlalu tinggi
yaitu antara 74-79%.
Tabel 3. Data iklim lokasi penelitian
Bulan Curah Tmax Tmin T Rata-rata Kelembaban
Hujan (mm) (°C) (°C) (°C) Udara (%)
Juli 116.5 32.43 21.04 26.74 79
Agustus 79.3 33.12 21.41 27.26 74
September 270.5 33.66 21.45 27.55 76 Sumber: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor (2013)
Percobaan ini menggunakan naungan paranet 75%. Penggunaan paranet
bertujuan agar mengurangi masuknya cahaya ke dalam sungkup. Menurut
Rochiman dan Harjadi (1973) intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya degradasi hormon, baik hormon eksogen maupun hormon endogen,
yaitu hormon pembentukan perakaran, seperti auksin endogen yang terdapat pada
stek. Menurut Smith dan Yasman (1987), inetensitas cahaya yang baik bagi stek
adalah 50-70%. Stek yang diberi naungan akan berakar lebih banyak
dibandingkan stek yang menerima cahaya matahari langsung.
Percobaan ini juga menggunakan sungkup plastik. Menurut Papittanawong
et al. (2008) penggunaan sungkup plastik pada tiga jenis tanaman ara (Ficus
carica) dapat mempercepat munculnya akar dan tunas stek ara dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan sungkup plastik. Sungkup plastik ini dapat
meningkatkan kelembaban. Menurut Macdonald (1986) stek memerlukan
17
kelembaban yang tinggi untuk menstimulir pertumbuhan akar. Kemunculan tunas
secara serentak pada tanaman terjadi pada saat tanaman memasuki usia 3 MST.
Munculnya tunas dapat dilihat di (Gambar 3).
Gambar 3. Keragaan tunas stek ara yang tumbuh pada usia 3MST
Pada akhir percobaan, stek tanaman ara yang berhasil hidup dan tumbuh
adalah sebanyak 94 stek (58.75%) dari 160 stek yang ditanam. Kematian stek
pada awal percobaan diduga disebabkan karena serangan hama berupa rayap
(Gambar 4), selain itu juga disebabkan karena kelembaban yang tinggi yang
mengakibatkan tanaman terserang cendawan dan busuk batang (Gambar 5).
Serangan rayap pada batang stek terjadi pada 3 dan 4 MST yang ditandai
bagian batang stek yang berlubang disertai munculnya beberapa rayap yang
berada di bawah polybag.
Gambar 4. Tanaman yang terserang rayap
Soedyanto et al. (1981) menyatakan bahwa rayap merupakan hama yang merusak
stek yang baru ditanam. Hama tersebut menyukai tempat yang panas dan lembab
18
seperti sungkup yang digunakan pada penelitian ini. Penanggulangan dalam
serangan hama rayap ini dengan menyebarkan Furadan 3G dan juga pemberian
alas plastik pada bagian bawah polybag yang berfungsi agar media polybag tidak
bersentuhan langsung dengan tanah. Penggunaan lapisan plastik ini memberikan
dampak positif dengan tidak ada lagi serangan rayap pada media penelitian.
Penyebab kematian stek kedua adalah banyaknya stek yang mengalami
busuk dan juga serangan jamur. Media yang terlalu basah dan juga kelembaban
dalam sungkup memicu serangan organisme pengganggu tanaman. Media yang
terlalu basah diakibatkan karena pada awal penelitian dilakukan penyiraman
sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
Gambar 5. Tanaman yang terserang cendawan
Kelembaban yang tinggi diduga juga karena pada 1 sampai dengan 4 MST
setiap sungkup ditutup oleh paranet 75%. Setelah 4 MST paranet yang diletakkan
di atas sunggup mulai dipindahkan ke atas sehingga menjadi naungan.
Penanggulangan terhadap penyakit busuk akibat bakteri dan juga serangan
cendawan dilakukan dengan penyemprotan bakterisida Agrept dan fungisida
Dithane dengan konsentrasi 2 mg/L setiap seminggu sekali.
Kandungan Hara
Hasil analisis media tanam dapat dilihat di Tabel 4. Hasil analisis media
menunjukkan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu memiliki kadar
C-organik dan N paling tinggi, sedangkan campuran media arang sekam, pupuk
19
kandang kambing dan kompos daun bambu memiliki nilai P, Ca, Mg dan K paling
tinggi. Perbandingan C/N rasio tertinggi ada pada perlakuan campuran media
arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu. Campuran media
tanah, arang sekam dan kompos daun bambu memiliki kandungan C- organik, N,
P dan K terendah.
Tabel 4. Kandungan hara pada berbagai komposisi media tanam
Perlakuan C-org
N-
Total P Ca Mg K KA
C/N
(%)
Tanah + arang sekam +
pupuk kandang
kambing
12.03 0.53 0.15 0.37 0.16 0.29 37.4 22.69
Tanah + arang sekam +
kompos daun bambu 10.87 0.33 0.45 0.1 0.06 0.04 19.06 32.94
Cocopeat + kompos
daun bambu 31.93 1,23 0.72 0.25 0.18 0.6 151.68 25.96
Arang sekam + pupuk
kandang kambing +
kompos daun bambu
23.20 0.61 0.81 0.69 0.28 1.12 55.71 38.03
Keempat media juga memiliki sifat fisik yang berbeda. Campuran media
cocopeat dan kompos daun bambu merupakan media yang paling ringan
dibandingkan dengan ketiga media yang lain. Selain itu media ini memiliki
kemampuan menyimpan air paling baik dibandingkan ketiga media yang lain
sehingga media ini memiliki sifat selalu lembab. Menurut Sarief (1985) serabut
kelapa (cocopeat) mampu menyimpan air hingga 6-8 kali lipat.
Campuran media tanah, arang sekam dan pupuk kandang kambing serta
campuran media tanah, arang sekam dan kompos daun bambu merupakan media
yang paling berat karena kandungan tanah di dalamnya, namun campuran media
tanah, arang sekam dan kompos daun bambu merupakan media yang paling
mudah mengalami kekeringan. Menurut Nelson (1981) kemampuan menyimpan
air pada sekam padi sebesar 12.3% yang nilainya jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan pasir yang memiliki kapasitas menyimpan air sebesar
33.7%.
Campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun
bambu merupakan media yang memiliki sifat remah dan media yang cukup ringan
20
serta merupakan media yang memiliki porositas cukup baik. Wuryaningsih dan
Darliah (1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat digunakan sebagai media
karena memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/L), kasar (banyak pori) sehingga
sirkulasi udara tinggi, berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi
sinar matahari dengan efektif, serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khusus
bakteri
Rekapitulasi Sidik Ragam
Rekapitulasi Sidik Ragam dapat dilihat pada Tabel 5. Media tanam
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 12 MST, jumlah mata tunas yang
tumbuh pada 2 MST sampai dengan 6 MST serta pada jumlah daun pada 2, 3, 4,
6, 11 dan 12 MST. Pada bobot basah media tanam berpengaruh nyata pada bobot
basah daun dan akar. Pada bobot kering media tanam hanya berpengaruh nyata
pada bobot kering daun, sedangkan pada bobot kering akar dan batang media
tanam tidak berpengaruh nyata.
Tabel 5. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi
Peubah
Perlakuan Media Tanam
MST
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tinggi Tanaman tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn *
Jumlah Mata Tunas yang Tumbuh ** ** * * ** tn tn tn tn tn tn
Jumlah Daun ** * * tn * tn tn tn tn * *
Panjang Akar - - - - - - - - - - tn
Persentase bibit hidup - - tn - - - * - - - *
BB Daun - - - - - - - - - - **
BK Daun - - - - - - - - - - **
BB Akar - - - - - - - - - - *
BK Akar - - - - - - - - - - tn
BB Batang - - - - - - - - - - tn
BK Batang - - - - - - - - - - tn
Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam BB = Bobot Basah BK = Bobot Kering
(*) = nyata pada taraf 5% (**) = sangat nyata pada taraf 1%
(tn) = tidak nyata (-) = tidak dilakukan pengamatan
21
Persentase Keberhasilan Bibit Ara Hidup
Jumlah bibit ara yang hidup diakhir pengamatan yaitu pada 12 MST
adalah sebanyak 94 stek atau sebesar 58.75% dari total 160 stek tanaman ara yang
diamati. Perlakuan media berpengaruh nyata terhadap persentase bibit ara yang
hidup (Tabel 5). Campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu;
tanah, arang sekam, kompos daun bambu; dan campuran media arang sekam,
pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki persentase lebih tinggi
dari pada perlakuan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu. Selisih
dari perbedaan persentase tumbuh antara 25 sampai dengan 32.5% (Tabel 6).
Tabel 6. Persentase keberhasilan bibit ara yang hidup pada 12 MST
Perlakuan Media Bibit Hidup
Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 62.5a
Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 70.0a
Cocopeat + kompos daun bambu 37.5b
Arang sekam + pupuk kandang kambing + kompos daun bambu 65.0a
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata
menurut DMRT taraf 5%
Pengaruh Media Tanam terhadap Komponen Pertumbuhan Stek Ara
Tinggi Tanaman
Perlakuan media tanam yang digunakan pada penelitian ini memberikan
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman pada mingu terakhir
pengamatan yaitu pada usia 12 MST (Tabel 5). Penambahan tinggi tanaman tidak
menunjukkan hasil yang signifikan pada setiap minggunya. Pada minggu terakhir
pengamatan menunjukkan campuran media arang sekam, pupuk kandang
kambing, kompos daun bambu memiliki tinggi rata-rata paling besar yaitu 13.89
cm, berselisih 2.77 cm dengan perlakuan campuran media tanah, arang sekam,
kompos daun bambu yang memiliki tinggi paling kecil. Perlakuan media arang
sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu berbeda nyata terhadap
tinggi tanaman perlakuan campuran media cocopeat, kompos daun bambu dan
perlakuan media tanah, arang sekam, kompos daun bambu namun tidak berbeda
22
nyata dengan perlakuan media tanah, arang sekam dan pupuk kandang kambing
(Gambar 6).
Gambar 6. Tinggi tanaman (dalam cm) pada 12 MST
Jumlah Mata Tunas yang Tumbuh
Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah mata tunas
yang tumbuh pada 2, 3 dan 6 MST, namun tidak berpengaruh nyata pada akhir
pengamatan (Tabel 5). Perlakuan media tanah, arang sekam, kompos daun bambu
berbeda nyata pada 1 dan 2 MST dibandingkan dengan perlakuan media cocopeat,
kompos daun bambu dan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu. Perlakuan media arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu pada awalnya memiliki rata-rata jumlah mata tunas yang
tumbuh paling sedikit pada awal penelitian tetapi pada akhir pengamatan jumlah
mata tunas yang tumbuh tidak berbeda nyata dengan perlakuan media tanam yang
lain (Gambar 7).
13.02b
11.12b 11.67b
13.89a
Tanah, arang sekam,
pupuk kandang
kambing
Tanah, Arang sekam,
kompos daun bambu
Cocopeat dan kompos
daun bambu
Arang sekam, pupuk
kandang kambing,
kompos daun bambu
23
Gambar 7. Jumlah mata tunas yang tumbuh pada 12 MST
Jumlah Daun
Perlakuan media tanam memberikan pengaruh sangat nyata pada saat
tanaman berusia 2 MST dan memberikan pengaruh nyata pada 3, 4, 6, 11 dan 12
MST (Tabel 5). Saat tanaman berusia 2 MST, perlakuan media tanah, arang
sekam, kompos daun bambu memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi yaitu 2.5,
sedangkan perlakuan media arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos
daun bambu memiliki rata-rata jumlah daun paling sedikit yaitu 0.1.
Pengamatan terakhir ketika tanaman berusia 12 MST, perlakuan campuran
media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu; tanah, arang
sekam, pupuk kandang kambing; dan perlakuan media cocopeat, kompos daun
bambu berbeda nyata dengan perlakuan media tanah, arang sekam, kompos daun
bambu. Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu memiliki rata-rata jumlah daun paling banyak yaitu 8.3
daun, berselisih 2 daun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan campuran
media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yang memiliki rata-rata jumlah
daun paling sedikit (Gambar 8)
1.8 1.9
1.6
1.7
Tanah, arang sekam,
pupuk kandang
kambing
Tanah, Arang sekam,
kompos daun bambu
Cocopeat dan kompos
daun bambu
Arang sekam, pupuk
kandang kambing,
kompos daun bambu
24
Gambar 8. Jumlah daun pada 12 MST
Bobot Basah dan Bobot Kering Akar
Perlakuan media berpengaruh nyata pada bobot basah akar, namun tidak
berpengaruh nyata pada bobot kering akar (Tabel 5). Perlakuan campuran media
arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki nilai bobot
basah akar paling besar yaitu 2.49 g, lebih besar 1.53 g dari perlakuan media
tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing yang memiliki bobot basah akar
paling kecil (Tabel 7).
Tabel 7. Bobot basah dan bobot kering akar pada 12 MST
Perlakuan
Bobot
Basah Akar
Bobot
Kering Akar
(g) (g)
Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 0.96b 0.37b
Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 1.18b 0.53ab
Cocopeat + kompos daun bambu 2.17a 0.78a
Arang sekam + pupuk kandang kambing +
kompos daun bambu 2.19a 0.79a
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata
menurut DMRT taraf 5%
Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu juga memiliki bobot kering akar paling tinggi, berselisih
0.26-0.42 g dengan perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun
bambu dan perlakuan media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing, namun
8.0a
6.3b
7.8a 8.3a
Tanah, arang sekam,
pupuk kandang
kambing
Tanah, Arang sekam,
kompos daun bambu
Cocopeat dan kompos
daun bambu
Arang sekam, pupuk
kandang kambing,
kompos daun bambu
25
hanya berbeda 0.1 g lebih besar dari perlakuan campuran media cocopeat dan
kompos daun bambu.
Bobot basah dan kering akar juga berpengaruh dari panjang akar tanaman.
Perlakuan media tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Tabel 5). Dilihat
dari panjang akar dari setiap media, perlakuan campuran media arang sekam,
pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki panjang akar rata-rata
paling besar yaitu 29.9 cm, berselisih 6.3 cm dengan perlakuan media tanah, arang
sekam, pupuk kandang kambing yang memiliki panjang akar paling kecil (Tabel
8).
Tabel 8. Perbandingan panjang akar setiap perlakuan pada 12 MST
Perlakuan Panjang Akar
(cm)
Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 23.6
Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 26.6
Cocopeat + kompos daun bambu 25.0
Arang sekam + pupuk kandang kambing + kompos daun
bambu 29.9
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata
menurut DMRT taraf 5%
Bobot Basah dan Bobot Kering Daun
Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah dan
bobot kering daun (Tabel 5). Perlakuan media arang sekam, pupuk kandang
kambing, kompos daun bambu berbeda nyata dengan perlakuan media lain dalam
bobot basah dan bobot kering daun yang dihasilkan. Perlakuan media arang
sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu tidak berbeda nyata dengan
media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing terhadap peubah bobot basah
daun (Tabel 9).
Bibit yang dihasilkan pada perlakuan campuran media arang sekam, pupuk
kandang kambing, kompos daun bambu memiliki nilai bobot basah dan kering
paling besar, berselisih 5.97 g untuk bobot basah daun dan 1.11 g untuk bobot
kering daun terhadap pelakuan media tanam tanah, arang sekam, kompos daun
bambu yang merupakan media dengan bobot basah dan bobot kering paling
rendah (Tabel 9). Gambar 9 menunjukkan pada 12 MST, tanaman pada campuran
26
media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki daun
yang lebih banyak dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
penampakan tanaman dari media lain
Tabel 9. Bobot basah dan bobot kering daun pada 12 MST
Perlakuan
Bobot
Basah Daun
Bobot Kering
Daun
(g) (g)
Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 8.18ab 1.54b
Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 5.01c 1.08b
Cocopeat + kompos daun bambu 5.66c 1.22b
Arang sekam + pupuk kandang kambing +
kompos daun bambu 10.98a 2.19a
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata
menurut DMRT taraf 5%
Gambar 9. Perbandingan ukuran tanaman pada 12 MST
Bobot Basah dan Bobot Kering Batang
Perlakuan media tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah
dan bobot kering batang (Tabel 5). Perlakuan media arang sekam, pupuk kandang
kambing, kompos daun bambu memiliki bobot basah dan bobot kering batang
M1 M2 M3 M4
27
paling besar, berselisih 3.11 g untuk bobot basah dengan media tanah, arang
sekam, kompos daun bambu yang memiliki bobot basah batang paling rendah dan
hanya berselisih 0.8 g dengan media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing
yang memiliki bobot kering batang paling rendah (Tabel 10).
Tabel 10. Bobot basah dan bobot kering batang pada 12 MST
Perlakuan
Bobot Basah
Batang
Bobot Kering
Batang
(g) (g)
Tanah + arang sekam + pupuk kandang
kambing 14.86 4.64
Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 13.48 4.67
Cocopeat + kompos daun bambu 13.52 5.17
Arang sekam + pupuk kandang kambing +
kompos daun bambu 16.59 5.44
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata
menurut DMRT taraf
Pembahasan
Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang merupakan
hasil dari pertambahan ukuran organ-organ tanaman akibat dari penambahan
jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel tanaman (Sitompul dan
Guritno, 1995). Menurut Gardner et al. (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan diantaranya bahan organik serta unsur hara esensial yang cukup.
Bahan organik dan unsur hara tersebut terkandung di dalam media tanam,
sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada jenis
media tanam yang digunakan.
Pada pengamatan terakhir diketahui bahwa perlakuan media tanam
memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dan jumlah daun. Media
tanam juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot basah dan bobot
kering daun. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat diketahui bahwa perlakuan
komposisi media tanam arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun
bambu memberikan hasil akhir yang paling tinggi terhadap peubah tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot basah dan kering akar, daun dan batang
dibandingkan komposisi media tanah, pupuk kandang kambing, arang sekam;
28
tanah, arang sekam, kompos daun bambu; dan campuran media tanam cocopeat
dan kompos daun bambu.
Persentase bibit yang hidup, komposisi media tanah, arang sekam, kompos
daun bambu memiliki persentase bibit tanaman hidup paling tinggi yaitu 70%,
sedangkan komposisi media tanam cocopeat dan kompos daun bambu memiliki
persentase bibit hidup paling kecil yaitu 37.5%. Hal ini karena campuran media
tanam cocopeat dan kompos daun bambu memiliki kemampuan menyimpan air
cukup tinggi sehingga menyebabkan kelembaban dalam media juga menjadi
tinggi. Hasil analisis tanah juga menunjukkan bahwa campuran media cocopeat
dan kompos daun bambu memiliki nilai kadar air paling tinggi yaitu sebesar
151.68%. Kelembaban tinggi dan kelebihan air ini yang menyebabkan stek
mengalami cekaman aerasi, rentan terhadap serangan penyakit serta menjadi
busuk karena kematian sel akibat kondisi aerobik (Andiani, 2012). Kelembaban
tinggi ini juga memicu serangan penyakit akibat cendawan. Penelitian Riyanti
(2009) menunjukkan komposisi media tanam serbuk sabut kelapa (cocopeat) dan
humus daun bambu ditumbuhi jamur sebesar 7% pada pembibitan sirih merah.
Perlakuan media tanam tanah, arang sekam, kompos daun bambu memiliki
persentase bibit tanaman hidup paling tinggi karena campuran media tanah, arang
sekam, kompos daun bambu adalah media yang cukup porous sehingga media
tidak mengalami kelembaban yang cukup tinggi. Namun media tanah, arang
sekam, kompos daun bambu ini mudah mengalami kekeringan. Hasil analisis
tanah juga menunjukkan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun
bambu memiliki nilai kadar air paling rendah yaitu sebesar 19.06%. Tanaman ara
sendiri merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada media yang cukup kering
(Dolgun dan Tekintas, 2009), sehingga banyak bibit mampu hidup pada campuran
media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yang bersifat agak kering.
Pengamatan pertumbuhan berupa tinggi tanaman, jumlah mata tunas yang
tumbuh dan jumlah daun, perlakuan media arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu memiliki hasil paling baik pada tinggi tanaman dan juga
jumlah daun. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan semakin banyak daun yang
dihasilkan dengan luas daun yang besar maka fotosintat yang dihasilkan dengan
juga semakin tinggi. Pada akhir pengamatan yaitu pada 12 MST terlihat bahwa
29
campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu
memiliki rata-rata jumlah daun paling tinggi, dengan demikian fotosintat yang
dihasilkan oleh bibit pada media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos
daun bambu juga paling banyak. Untuk jumlah mata tunas yang tumbuh,
perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu memiliki
hasil paling tinggi diantara tiga perlakuan media yang lain. Untuk tinggi tanaman
dan jumlah daun yang menunjukkan nilai paling rendah adalah perlakuan media
tanah, arang sekam, kompos daun bambu sedangkan untuk jumlah mata tunas
yang tumbuh, media yang menunjukkan hasil paling rendah adalah campuran
media cocopeat dan kompos daun bambu.
Nilai bobot basah dan kering akar, daun dan batang campuran media
arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu paling tinggi yaitu
sebesar 10.98 dan 2.19 g untuk bobot basah dan kering daun, 2.19 dan 0.79 g
untuk bobot basah dan kering akar serta 16.59 dan 5.44 g untuk bobot basah dan
kering batang. Nilai bobot basah dan kering akar dan batang paling kecil adalah
perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yaitu sebesar
0.96 dan 0.37 g untuk bobot basah dan kering akar serta 14.86 dan 4.64 g untuk
bobot basah dan kering batang. Nilai bobot basah dan kering daun paling kecil
adalah perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yaitu
sebesar 5.01 dan 1.08 g.
Biomassa merupakan indikator pertumbuhan paling baik untuk
mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau organ. Menurut
Sitompul dan Guritno (1995) bobot segar digunakan untuk menggambarkan
biomassa tanaman apabila hubungan bobot segar dengan bobot kering bersifat
linier. Semakin tinggi bobot kering maka semakin tinggi tanaman menggunakan
energi matahari yang ditangkap untuk dipergunakan oleh jaringan fotosintetik
(klorofil-kloroplas-daun). Hal ini berarti campuran media arang sekam, pupuk
kandang kambing, kompos daun bambu memiliki nilai fotosintat paling bagus
dibandingkan dengan media yang lain
Hasil analisis tanah pada Laboratorium Analisis Tanah Departemen Ilmu
Tanah Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
menunjukkan bahwa campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,
30
kompos daun bambu memiliki kandungan fosfor, kalium, kalsium dan magnesium
paling besar. Media campuran cocopeat dan kompos daun bambu memiliki nilai
C-organik dan Nitrogen paling besar. Menurut Setyamidjaja (1986) nitrogen
mempunyai peran dalam merangsang pertumbuhan vegetatif. Hasil analisis
menunjukkan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu memiliki
kandungan N paling tinggi yaitu sebesar 1.23%. Namun dari segi pertumbuhan
vegetatif yaitu tinggi, jumlah daun dan panjang akar, serta bobot basah dan bobot
kering akar, daun dan batang, media campuran arang sekam, pupuk kandang
kambing, kompos daun bambu menunjukkan hasil akhir yang paling bagus
walaupun nilai N pada campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,
kompos daun bambu lebih rendah yaitu hanya sebesar 0.61%.
Hal ini mungkin lebih karena sifat fisik dari media tanam tersebut.
Menurut Hartman dan Kester (1990), sampai dengan stek berakar, kemampuan
mengambil nutrisi dari media tanam masih terbatas. Oleh karena itu
perkembangan stek pada campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing
dan kompos daun bambu lebih pesat setelah 8 dan 9 MST karenak pada saat itu
akar sudah tumbuh secara maksimal dan dapat menyerap nutrisi dari media tanam.
Menurut Hartman dan Kester (1990) media tanam memiliki empat fungsi
yaitu, memegang stek selama periode pertumbuhan akar, memberikan
kelembaban pada stek, memberikan sirkulasi udara pada dasar stek dan
memberikan efek gelap untuk mengurangi cahaya pada dasar stek. Ashari (2006)
juga menyatakan media yang ideal haruslah mampu memberikan aerasi yang
cukup, mempunyai daya pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur
dan bakteri patogen. Dari keempat jenis campuran medi tanam yang digunakan
tersebut, media tanam yang memiliki porositas yang baik adalah campuran media
arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu. Hal ini karena
pada campuran media tersebut mengandung media yang ringan dan porositas yang
baik seperti arang sekam dan kompos daun bambu. Wuryaningsih dan Darliah
(1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat digunakan sebagai media karena
memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/L), kasar (banyak pori) sehingga
sirkulasi udara tinggi, berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi
sinar matahari dengan efektif, serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khusus
31
bakteri. Rosana (2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu memiliki aerasi
(sirkulasi) udara dan porositas tanah yang baik sehingga perakaran tanaman dapat
berkembang optimal. Pengamatan panjang akar menunjukkan campuran media
arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki panjang
akar paling besar yaitu 29.88 cm.
Campuran media tanam arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos
daun bambu juga menghasilkan jumlah daun dan panjang akar lebih baik
dibandingkan campuran media yang lainnya diduga karena berkaitan dengan
kandungan unsur hara (P, K, Ca dan Mg) pada campuran media arang sekam,
pupuk kandang kambing, kompos daun bambu lebih tinggi dari perlakuan media
yang lain walaupun memiliki kandungan nitrogen yang rendah. Menurut Gardner
et al. (1991), peningkatan kandungan N, P, K dan Mg dapat meningkatkan laju
fotosintesis. Soepardi (1983) menyatakan, kalium dalam tanaman berperan
sebagai aktivator berbagai enzim dan translokasi gula dan pembentukan klorofil.
Perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu
merupakan media yang memiliki kandungan hara C organik, N, Ca, Mg dan K
paling rendah. Campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu
mengandung unsur P yang yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan campuran
media tanah, arang sekam, kompos daun bambu memiliki, tinggi, jumlah daun
serta bobot basah dan bobot kering daun paling kecil. Campuran media tanah,
arang sekam, kompos daun bambu juga merupakan media yang yang paling
mudah mengalami kekeringan dan kehilangan air. Hal inilah yang membuat
tanaman ini mudah mengalami kerontokan daun sehingga jumlah daun serta bobot
basah dan kering daun pada perlakuan media ini paling rendah. Salisbury dan
Ross (1995) menyatakan adaptasi tanaman yang menurunkan transpirasi antara
lain merontokkan daun selama periode kering dan berbulu banyak pada
permukaan daun.
Campuran media tanam tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing
merupakan media tanam yang paling ekonomis dan paling mudah didapat
dibandingkan campuran media tanam yang lain. Media tanam kompos daun
bambu, merupakan media yang agak sulit didapat, karena ketersediaannya dipasar
masih jarang dan tidak menentu sehingga harganya pun lebih mahal.
32
Hasil skoring dari peubah-peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel
11. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa campuran media tanam arang sekam,
pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu, memberikan nilai paling baik
hampir dari semua peubah yang diamati, sedangkan campuran media tanah, arang
sekam dan kompos daun bambu memiliki nilai yang paling rendah dari peubah-
peubah yang diamati.
Tabel 11. Skoring media tanam terhadap peubah pertumbuhan tanaman
Peubah
Media
Tanah+Arang
sekam+Pupuk
Kandang
Kambing
Tanah+Arang
sekam+ Kompos
daun bambu
Cocopeat+
kompos
daun bambu
Arang
sekam+Pupuk
kandang
kambing+kompos
daun bambu
Tinggi Tanaman +++ ++ ++ ++++
Jumlah Tunas
Tumbuh ++ ++ ++ ++
Jumlah Daun ++++ +++ ++++ ++++
Panjang Akar ++ +++ +++ ++++
Bobot Basah Daun +++ ++ ++ ++++
Bobot Kering Daun +++ +++ +++ ++++
Bobot Basah Akar + + ++ ++
Bobot Kering Akar + ++ +++ +++
Bobot Basah Batang + + + +
Bobot Kering Batang + + + +
Persentase Stek
Hidup ++++ ++++ ++ ++++
Keterangan: Skoring berdasarkan hasil olah data menggunakan uji F dan uji lanjut DMRT 5%
Keberhasilan stek sangat dipengaruhi oleh peran media tanam dalam
pembentukan akar dan mempertahankan kelembaban, sedangkan pertumbuhan
stek dipengaruhi oleh ketersediaan hara media tanam. Oleh karena itu,
keberhasilan dan pertumbuhan stek sangat dipengaruhi oleh sifat fisik dan sifat
kimia dalam media tanam serta kebutuhan tanaman itu sendiri.
33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan campuran media tanah, arang sekam,
pupuk kandang kambing; campuran media tanah, arang sekam, kompos daun
bambu; dan campuran media arang sekam, kompos daun bambu, pupuk kandang
kambing memberikan hasil yang sama baiknya terhadap peubah persentase hidup
yaitu sebesar 65.5, 70, dan 65%, sedangkan campuran media cocopeat dan
kompos daun bambu yang memberikan hasil paling rendah yaitu sebesar 37.5%.
Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun
bambu memberikan hasil terbaik terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot basah dan kering akar, daun dan batang.
Saran
Campuran media cocopeat dan kompos daun bambu sebaiknya tidak
digunakan pada awal pembibitan stek tanaman ara (Ficus carica L.) karena media
ini terlalu lembab untuk tanaman ara, sehingga tidak cocok untuk pembibitan awal
tanaman ara yang lebih menyukai media yang remah dan tidak terlalu lembab.
Campuran media cocopeat dan kompos daun bambu dapat digunakan pada fase
pertumbuhan tanaman ara setelah pembibitan karena kandungan hara yang
terdapat pada media tersebut cukup tinggi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Andiani, N. 2012. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3
terhadap Inisiasi dan Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain
„Laurentii‟. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal.
Ashari, S. 2006. Hortikultura. Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta. 487 hal.
Bunker, M.M. 1999. Olives and some miscellaneous fruit corp, p. 271-288. In D.I.
Jackson and N.E. Looney. Temperate and Subtropical Fruit Production
(Eds). Second Edition. CABI Publishing, London.
Day, M. And K. Shaw. 2001. Biological, chemical, and physical processes of
composting, p. 17-50. In P.J. Stoffella and B.A. Kahn (Eds.). Compost
Utilization in Horticultural Cropping Systems. Lewis Publishers, Florida.
Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah. Penerbit PT Agromedia Pustaka. Jakarta. 86 hal
Dolgun, O. and F. E. Tekintas. 2009. Effective use of vegetative material in fig
(Ficus carica L.) nursery plant production. Afr. J. Agric. Res. 4(8):701-
706.
Duenas, M., José J. P, Celesarao S. B and Teresa E. B. 2007. Unidad de Nutrición
Bromatología, Facultad de Farmacia, Universidad de Salamanca, Campus
Miguel de Unamuno. Salamanca, Spain.
Faruqi, I. 2011. Pengaruh Media Tanam Dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Gherkin (Cucumis anguria L.) pada Sistem Hidroponik.
Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal.
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Corp Plants
(Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa Herwati Susilo). UI-Press.
Jakarta. 418 hal.
Gaur, A.C. 1982. Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. Project
Field No. 15. FAO of United Nations. Rome. 85 p.
Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 500 hal.
1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
197 hal.
35
Hartmann, H. R., D. E. Kester, F. T. Davies and R. L. Geneve. 1990. Plant
Propagation Principles and Practice. Sixth Edition. Prentice Hall, Inc. New
Jersey. 559 p.
Hashemi, A., S. Abediankenari, M. Ghasemi, M. Azadbakht, Y. Yousefzadeh,
A.A. Dehpour. 2011. The effect of fig tree latex (Ficus carica) on stomach
cancer line. Iran Red Crescent Med. J. 13(4):272-275.
Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Cet. Ke-15. Penebar Swadaya.
Jakarta. 163 hal.
Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Ed ke-12. Penebar
Swadaya. Jakarta. 150 hal.
Macdonald, B. 1986. Practical Woody Plant Propagation For Nursery Growers.
Vol 1. Timber Press. Oregon. 669p.
Manago, N. 2006. Fig, pp. In The Japanese Society for Horticultural
Science(eds.). Horticulture in Japan 2006. Shoukadoh Publication, Dept.
of Publishing of Nakanishi Printing Co., Ltd.
Mehmet, G., T. Mehmet and Y. Okkes 2009. Analysis of fatty acid and some
lipophilic vitamins found in the fruits of the Ficus carica variety picked
from the adiyaman district. Elazig, Turkey J. Bio. Sci. 4 (3): 320-323.
Morton, J. 1987. Fig. p. 47–50. In: Fruits of warm climates. Julia F. Morton,
Miami, FL. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/fig.html. [15
April 2012]
Murbandono, H. S. L. 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 44
hal.
Murti, T. Rugayah dan Rusdi. 2006. Pengaruh jenis media pengakaran dan
pemberian zat perangsang akar pada pertumbuhan setek sirih merah (Piper
crocatum Ruiz and Pav). Jurnal Budidaya Pertanian. 1(1): 4-13.
Nelson, P. V. 1981. Greenhouse Operation and Management (2nd ed). Reston
Publ. Co., Inc. Virginia. 563 p.
Nurhaeti, Y. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Penerbit ANDI.
Yogyakarta. 70 hal.
Palungkun, R. Aneka Produk Olahan Kelapa. 1992. Penebar Swadaya. Jakarta. 72
hal.
Pipattanawong, N., S. Tiwong, B. Thongyean, R. Darak, P. Thamin and W.
Techa. 2008. Improvement of propagation by hardwood cuttings with and
36
without using plastic pavilions in fig (Ficus carica L.). Nat. Sci. 42:207-
214.
Prayugo, S. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.
Redaksi Trubus. 2009. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik.
Trubus. Depok. 492 hal.
Riyanti, Y. 2009. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Pertumbuhan Bibit Sirih
Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.). Skripsi. Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42
hal.
Rochiman, K. Dan S.S. Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. 34 hal.
Rosana, N. 2011. Teknik penggunaan beberapa media tanam pada beberapa klon
mawar mini. Buletin Teknik Pertanian 16 (1): 21-23.
Salisbury, F. B. And C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid pertama.
Penerjemah: D. R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 343
hal.
. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid ketiga.
Penerjemah: D. R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 343
hal.
Samekto, R. 2006. Pupuk Kandang. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta. 44 hal.
Sarief, S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV. Pustaka Buana.
Bandung. 180 hal.
Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Edisi ke-1. CV Simplex. Jakarta.
120 hal.
Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman, Gadjah
Mada university Press. Yogyakarta. 367 hal.
Smith, W. T. M. Dan I. Yasman. 1987. Pedoman sistem cabut bibit
Dipterocarpaceae. Tenaga Ahli Departemen Kehutanan. Agricultural
University Wageningen. Penerbit Asosiasi Panel Kayu Indonesia. 12 hal.
Sobir dan M. Amalya. 2011. Bertanam 20 Buah Koleksi Eksklusif. Penerbit PT.
Penebar Swadaya. Jakarta. 208 hal.
Soedyanto, R.R. M. Sianipar, A. Susani, dan Harjanto. 1981. Bercocok Tanam.
CV. Yasaguna. Jakarta. 188 hal.
37
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal.
Starr, F., K. Starr, and L. Loope. 2003. Ficus carica.
http://www.hear.org/starr/hiplants/.../ficus_carica.pdf. [12 April 2012].
Susilawati, E. 2007. Pengaruh Jenis Media terhadap Perkecambahan dan
Pertumbuhan Tanaman Helichrysum bracteatum dan Zinnia elegans.
Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Tekintas, F. E. and G. Seferoglu. 1997. Propagation of fig by hardwood cuttings
in the field conditions (Ficus carica L.), pp. 119 – 120. In U. Aksoy (Ed.)
First International Symposium in Fig. Izmir, Turkey.
USDA National Nutritient Database for Standard Reference. 2012.
http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/. [17 April 2012]
USDA Natural Resources Conservation Service. 2012.
http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=display&classid=
FICUS. [20 April 2012].
Wudianto, R. 1994. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penerbit PT. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wuryaningsih, S dan Darliah. 1994. Pengaruh Media Sekam Padi terhadap Per-
tumbuhan Tanaman Hias Pot Spathiphyllum. Buletin Penelitian Tanaman
Hias. 2(2):119-129.
Yan, W., M. Zhao, Y. Ma, Y. H. Pan and W. Yuan. 2011. Primary purification of
two antifungal proteins from leaves of the fig (Ficus carica L.). Afr. J.
Biotechnol 10 (3):375-379
39
Lampiran 1. Layout penelitian
Keterangan:
M1 = Tanah: Arang sekam: Pupuk kandang kambing (2:1:1)
M2 = Tanah: Arang sekam : Kompos daun bambu (2:1:1)
M3 = Cocopeat : Kompos daun bambu (1:1)
M4 = Arang sekam : Pupuk kandang kambing : Kompos daun bambu (1:1:1)
U1 = Ulangan 1
U2 = Ulangan 2
U3 = Ulangan 3
U4 = Ulangan 4
M1 M4 M3 M2
M3 M1 M2 M4
M4 M2 M1 M3
M2 M3 M4 M1
U1 U2 U3 U4