pengaruh atribut aksesibilitas dan keakraban fisik ruang...
TRANSCRIPT
TEMU ILMIAH IPLBI 2015
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | B 089
Pengaruh Atribut Aksesibilitas dan Keakraban Fisik Ruang
kepada Ikatan Tempat
Bambang Karsono
KKD Desain Terpadu, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh.
Abstrak
Hubungan elemen fungsi dan emosi antara manusia dan tempat menciptakan makna yang dikenali
sebagai ikatan tempat (place attachment). Ikatan tempat di ruang terbuka publik biasanya
diasosiasikan dengan hubungan manusia dengan lingkungan fisik dan persepsi tentang tempat.
Menyikapi isu ini, penelitian dilakukan untuk menguji aksesibilitas dan keakraban (familiarity) fisik
sebagai atribut yang mempengaruhi ikatan tempat di promenad tepi sungai Sarawak (P-TSS) -
Malaysia, ruang terbuka publik yang populer di masyarakat lokal. Penelitian ini menggunakan
pendekatan metoda campuran (mixed method), survey dilakukan pada lokasi terpilih di P-TSS
dengan total responden sebanyak 165 orang dan 18 orang pedagang/pemilik kios diwawancarai.
Diamati bahwa atribut fisik memiliki implikasi yang penting kepada ikatan tempat. Temuan
mengindikasikan bahwa responden memiliki ikatan yang kuat dengan lingkungan lokal dan
mendorong kepada terciptanya identitas tempat.
Kata-kunci : aksesibilitas, ikatan tempat, , keakraban fisik.
Hubungan kuat yang mengikat antara emosi dan
fungsi atau hubungan antara manusia dengan
tempat tertentu dapat mengembangkan makna
tempat, proses ini dikenal sebagai ikatan tempat
(place attachment) (Altman & Low, 1992).
Penelitian ini berpendapat bahwa perubahan
fisik yang tidak sesuai dapat mengubah arti dari
tempat dan kemudian ikatan kepada tempat
secara bertahap menurun. Dengan mengguna-
kan konsep berbasis tempat dan prinsip-prinsip
unsur fisik dan kegiatan, ikatan antara
pengguna dan lingkungan mereka dapat
menentukan identitas kota dan makna tempat.
Berdasar kepada kerangka tersebut, studi ini
fokus pada dimensi ikatan tempat untuk
mengidentifikasi aspek-aspek psikologis dan
hubungannya dengan komponen fisik. Penelitian
ini dilakukan di promenad tepi sungai Sarawak
(P-TSS), ruang terbuka publik yang terletak di
jalan utama kota Kuching, sebuah kota di
negara bagian Sarawak, Malaysia. Dengan
mengidentifikasi pengaruh atribut fisik berupa
aksesibilitas dan keakraban fisik ruang sebagai
atribut yang mempengaruhi ikatan tempat dan
akan membantu untuk memberi kontribusi
kepada pemahaman citra tempat yang
kemudian membentuk citra kota.
Pengantar
Dalam konteks rancang kota, karakter kota
dihubungkan dengan karakteristik dari suatu
tempat yang memiliki ciri-ciri khusus, perbedaan,
unik, terkenal, dominan, mudah dikenali,
memiliki memori dan mudah di kenal pasti oleh
manusia (Lynch, 1960). Dalam penyelidikan
persepsi, identitas diartikan sebagai pengenalan
kepada suatu objek yang memiliki perbedaan
dari benda lain, objek tersebut dikenal sebagai
unit yang terpisah (Lynch, 1981). Hubungannya
dengan ikatan tempat ialah bagaimana indvidu
manusia atau masyarakat menggunakan ruang,
kemudian memberikannya makna sebagai
tempat untuk membedakan tempat tersebut dari
tempat yang lain (Relph, 1976).
Pengaruh Atribut Aksesibilitas dan Keakraban Fisik Ruang kepada Ikatan Tempat
B 090 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Dalam memahami karakter sesuatu tempat,
beberapa penulis mengungkap pentingnya
atribut dan karakteristik tempat dalam
membentuk sense of place dan ikatan tempat
(Stedman, 2003; Williams et.al, 1995; Gieryn,
2000). Pendekatan atribut adalah penelusuran
bagaimana suatu keadaan tempat disusun oleh
atribut dan karakteristik berbeda sehingga para
pengguna merasakan makna tempat tersebut
(Gieryn, 2000). Penting untuk memahami
karakter tempat melalui kualitas yang dominan
dan mencatat bagaimana dan mengapa kualitas
itu terjadi. Pendekatan ini menjelaskan bahwa
manusia secara emosi hanya melibatkan diri
pada beberapa atribut atau ciri-ciri suatu tempat
saja, tidak secara menyeluruh.
Dua atribut utama dari elemen fisik yang
memberi kontribusi kepada ciri tempat ialah
aksesibilitas dan keakraban fisik. Pertama,
aksesibilitas dikaitkan dengan kemampuan
untuk mencapai dan menemui orang lain,
aktivitas, sumber daya, pelayanan, atau tempat
yang melingkupi kuantitas dan keragaman
unsur-unsur (Lynch, 1981). Konektivitas penting
dalam mendukung vitalitas jalan-jalan dan
pergerakan pejalan kaki. Konektivitas sangat
erat kaitannya dengan permeabilitas tempat
yaitu kemampuan untuk lebih mudah bergerak
dan memperoleh sesuatu. Kualitas ini akan
mendukung ikatan pengguna kepada tempat.
Keakraban fisik merujuk pada fasilitas yang
dapat diidentifikasi, diatur dan dilakukan oleh
masyarakat di suatu lingkungan. Dengan kata
lain keakraban fisik adalah sejauh mana suatu
kawasan dapat teratur dan membentuk sense of
place. Keakraban fisik mencirikan mudahnya
manusia dapat memahami tata letak suatu
tempat (Bentley, 1992) yang merujuk pada
kejelasan townscape baik dari bentuk fisik
maupun fungsi (ragam dan jenis aktivitas). Ini
mempengaruhi bagaimana manusia dapat
memahami peluang apa yang disediakan oleh
tempat tersebut. Tingginya tingkat keakraban
fisik akan memudahkan orang untuk
membentuk imej yang tepat dan jelas tentang
tempat, sementara visibilitas dan kehadiran
sesuatu (appereance) membantu pengguna
untuk menyesuaikan diri pada ruang kota
(Dolbani, 2000). Karakteristik dan tampilan fisik
mempunyai peranan penting dalam mem-
pengaruhi makna tempat. Lingkungan fisik akan
'memberikan imej' sehingga topophilia (cinta
pada tempat) memiliki keterikatan objek yang
nyata (Tuan, 1974).
Studi ini mengamati atribut fisik berupa
aksesibilitas dan keakraban fisik ruang yang
berhubungan dengan dimensi ikatan tempat.
Tujuan studi ini adalah meneliti tingkat
aksesibilitas dan keakraban fisik ruang sebagai
atribut kepada ikatan tempat untuk membangun
ikatan manusia dengan lingkungan lokal mereka.
Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan teknik metode
campuran (mixed method) karena disiplin
rancang kota dianggap sebagai aspek multi-
dimensi (Dolbani, 2000; Yeung, 1996; Lynch,
1960). Akibatnya, strategi mixed method
(kuantitatif dan kualitatif) sesuai digunakan
untuk menjelaskan fenomena tempat. Berbagai
sumber fakta dan data yang dikumpulkan dari
survei lapangan dan wawancara.
Metode ini digunakan berasas kepada asumsi
bahwa bias yang terjadi akan seimbang ketika
sumber data dan metode ditriangulasi (Creswell,
2008). Metode triangulasi ini cocok untuk
menyelidiki setiap layer fenomena, menemukan
titik pertemuan dari data untuk meningkatkan
cakupan dan jangkauan penelitian (Creswell,
2008). Strategi ini cocok untuk menyelidiki
masalah, karena beberapa penyebab dan faktor
potensial dari hubungan antara orang dan
tempat yang beragam dan saling terkait.
Dengan demikian variabel tak bebas, seperti
unsur-unsur fisik, kegiatan dan imej yang
digunakan untuk menemukan atribut yang kuat
dan karakteristik yang mempengaruhi ikatan
pengguna kepada tempat.
Metode Pengumpulan Data
Kuesioner dilakukan kepada 165 responden
yang mencakup pengguna bergerak (82) dan
pengguna statis (83). Pengguna statis adalah
pengguna utama seperti pemilik toko, penjaga
Bambang Karsono
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | B 091
toko, dan pedagang kaki lima sementara
pengguna bergerak adalah pengunjung, siswa
dan warga setempat yang datang untuk
mengunjungi tempat. Pada saat yang sama
wawancara mendalam juga dilakukan di kepada
18 responden.
Observasi dan penilaian karakter kota
digunakan sebagai metode pelengkap untuk
menghasilkan representasi yang lebih lengkap
tentang bagaimana secara ekstensif karakteristik
fisik kawasan. Dalam proses ini, peneliti
bertindak sebagai pengamat luar (outsider)
dengan mendokumentasikan pola aktivitas
berdasarkan fotografi dan dokumen tertulis
(catatan pribadi dan checklist). Indikator untuk
setiap atribut yang dikembangkan untuk
evaluasi adalah hasil pemeriksaan silang kepada
literatur. Format penilaian pada evaluasi ini
dirancang berdasarkan skala 5 poin berasal dari
pengukuran kewajaran kualitas.
Metode Analisis Data Metode triangulasi digunakan dalam analisis
data, meliputi within-method triangulation dan
between-method triangulation (Creswell, 2008).
metode pertama adalah untuk menganalisis
variabel dalam suatu jenis data tertentu
sementara cara yang kedua menyatukan validasi
penemuan antara variabel dan jenis data yang
berbeda.
Data kuantitatif memerlukan agregasi (penya-
tuan) dan penyusunan dalam rangka untuk
membuat makna menjadi jelas; data kualitatif
atau tafsiran mempunyai arti yang perlu
dipahami (Groat & Wang, 2002). Dalam kasus
ini kata kunci (keywords) menjadi indikator dari
tema yang dibangun. Analisis deskriptif akan
dihasilkan dari SPSS versi 12 dan disediakan
dalam bentuk tabel menggunakan Microsoft
Word dan Excel. Format matriks digunakan
untuk mengamati susunan data yang ditabulasi.
Analisis data kuantitatif mengguna-kan cara
central tendency (nilai rata-rata) yang
merupakan nilai wakil dari suatu taburan data.
Prosedur ini akan memperhatikan semua
kumpulan data, tidak boleh terpengaruh oleh
nilai-nilai ekstrem dan harus stabil (Groat &
Wang, 2002). Hasil penelitian disajikan dalam
grafik dan tabel.
Manakala data kualitatif akan diberi kode
(bertema) dan dipisahkan menurut kelompok
(Creswell, 2008; Groat & Wang, 2002) sesuai
dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan
kajian (misalnya unsur fisik, aktivitas dan
makna). Teknik crosstabulation akan digunakan
untuk mengidentifikasi hubungan antar variabel.
Data dari pengamatan secara langsung
dianalisis berpedoman kepada foto dan
keterangan visual utama (seperti kata pepatah –
‘sesuatu gambar menceritakan sesuatu cerita’).
Data dari penilaian karakterisik kota meliputi
matriks dan nilai yang diberikan untuk meng-
ukur arah pencapaian tempat dalam bentuk
persentase dan nilai rata-rata output. Melalui
proses triangulasi, setiap data akan mendukung
jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini.
Analisis dan Diskusi
Aksesibilitas
Hasil survei memberikan gambaran bahwa
lingkungan fisik memiliki karakteristik yang
mempengaruhi ikatan responden kepada tempat.
Seperti yang terlihat pada tabel 1 (skala 3,33)
menunjukkan reaksi positif terhadap tempat dan
aksesibilitas. Komentar dari wawancara me-
nunjukkan bahwa lokasi promenad adalah dekat
dengan jalur aksesibilitas dari berbagai moda
pergerakan, dekat dengan pusat transportasi
publik dan juga terhubung dengan distrik lain di
dalam kota. Letaknya yang strategis sangat kuat
diungkapkan oleh pengguna statis, yaitu para
pedagang kaki lima dan mereka dominan
mengatakan bahwa lokasinya strategis, sesuai
dengan kegiatan ekonomi di kawasan ini.
"Banyak orang dan wisatawan datang ke sini, jadi
saya memilih untuk meletakkan warung di sini
karena lokasi baik" (Responden 1: kios-pemilik)
"Mudah untuk sampai ke sini dan lokasinya baik,
selalu ada orang yang lewat, jalur publik. Orang
asing (orang barat) selalu ada;. Jika mungkin saya
Pengaruh Atribut Aksesibilitas dan Keakraban Fisik Ruang kepada Ikatan Tempat
B 092 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
tidak ingin pindah ke tempat lain."
(Responden 2: hawker)
"Lokasi yang baik karena ada sungai; banyak orang
berlalu-lalang dan duduk di taman dari sore hingga
tengah malam." (Responden 3: hawker)
Hasil penilaian karakter perkotaan dijelaskan
pada tabel 1 dengan rata-rata 70 %
menunjukkan bahwa P-TSS sukses memberikan
akses. Jalur pejalan kaki telah dirancang dengan
baik, oleh karena itu mudah untuk dijangkau
dari segala arah dan blok perkotaan pendek
meningkatkan permeabilitas dan menciptakan
sumbu yang jelas. Namun, angkutan umum
tidak teridentifikasi sehingga sebagian besar
pengguna mengandalkan kendaraan pribadi.
Tabel 1. Penilaian Karakter Kota : Akesibilitas
Tabel 2. Hubungan Antara Aksesibilitas dan Ikatan
Fungsi
Signifikansi aksesibilitas dapat dijelaskan dari
tabulasi silang pada tabel 2. Hal ini
menunjukkan bahwa responden yang selalu
bersentuhan dengan atribut aksesibilitas, me-
rasakan bahwa ruang terbuka adalah tempat
penting untuk memenuhi keinginan mereka. Ini
menjelaskan bahwa keterikatan fungsi pada
promenad tepi sungai adalah tempat terbaik.
Setidaknya 90% dari responden mengidentifikasi
P-TSS memiliki posisi strategis dan setuju bahwa
ruang terbuka adalah tempat terbaik.
Aksesibilitas dan koneksi yang baik ke sesuatu
tempat mempengaruhi pengguna untuk
menentukan lamanya keterlibatan mereka di
ruang terbuka.
Pengamatan menunjukkan bahwa konektivitas
jalan di P-TSS mampu bertahan dan men-
ciptakan tingkat permeabilitas yang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa per-meabilitas
penting dalam mendukung gerakan di ruang
terbuka. Tata letak elemen fisik kawasan ini
terintegrasi berdasarkan jalur paralel yang lebih
kecil menuju P-TSS. Hal ini juga menciptakan
konektivitas pejalan kaki yang baik dengan jarak
pendek dan mendorong gerakan terus menerus
di ruang terbuka.
Keakraban Fisik
Hasil seperti yang ditunjukkan pada tabel 3,
dengan skor 2,75 menggambarkan bahwa
responden akrab dengan P-TSS. Meskipun
responden sangat mengenali tata letak dan
penanda ruang terbuka, namun hasil survei
tidak menunjukkan pentingnya karakteristik fisik
dalam upaya untuk mempersiapkan unsur-unsur
fisik tertentu untuk mendukung legibiltas.
Responden merasa bahwa tempat ini memiliki
ruang terbuka hijau yang menarik karena
pemandangan dan lansekap, keberadaan
landmark yang populer dan tata letak yang
sangat jelas.
Tabel 3. Karakteristik Dihubungkan dengan
Keakraban Fisik Berdasar Nilai Rata-Rata
Wawancara dengan responden menunjukkan
beberapa elemen dapat dihubungkan kepada
keakraban fisik. Beberapa diantaranya adalah
bangunan sebagai tempat penanda, struktur
bersejarah, pedagang kaki lima, nod
transportasi, jalur pejalan kaki, restoran dan
fasilitas publik. Unsur-unsur ini menyoroti daya
tarik ruang terbuka kepada pengunjung yang
Bambang Karsono
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | B 093
akan mendorong mereka untuk melakukan
kunjungan berulang.
Pengamatan pada P-TSS menunjukkan identitas
yang kuat pada streetscape, imej dan
keterpaduan view. Ini dipengaruhi oleh jalur
pejalan kaki di P-TSS yang telah sukses dalam
menyediakan promenad dengan karakter te-
rtentu terutama karakter street furniture. Juga
kehadiran beberapa tempat memberikan kegiat-
an seperti fasilitas kuliner berkanopi serta
perkampungan yang berada di seberang sungai
depan.
Tabel 4. Penilaian Karakter Kota: Keakraban Fisik
Penilaian karakter kota tentang keakraban
dijelaskan pada tabel 4. Penilaian dilakukan
dengan survei persepsi, P-TSS mudah di-
mengerti karena keragaman bangunan, kualitas
jalan, penanda yang jelas dan ruang fungsional.
Elemen fisik seperti jalan setapak berkontribusi
untuk meningkatkan keakraban dan makna
untuk mempromosikan rasa keakraban kepada
tempat.
P-TSS dikategorikan sebagai ruang terbuka
bersejarah didefinisikan oleh bangunan, ruko
dan struktur perkotaan yang memiliki nilai
sejarah. Berdasarkan pengamatan, fasad antara
yang lama dan baru menciptakan
kesinambungan urban fabrics. Mulai dari rumah
toko tradisional, hotel, kantor hingga bangunan
kontemporer.
Penilaian tentang streetscape ditunjukkan pada
tabel 5. Responden menghubungkan penanda
dan tempat-tempat populer sebagai nod dengan
atraksi menarik (bangunan tua, kios / kedai
makanan, dan nod transportasi) dan kegiatan
usaha seperti pasar malam dan pedagang
asongan. Penanda tempat (didentifikasi sebagai
landmark oleh responden) adalah bangunan
yang terkenal dan memiliki nilai warisan. Seperti
diklaim oleh responden bahwa:
“Landmark kawasan ini adalah rumah suar dan
bangunan ‘steamship’...”
Tabel 5. Penilaian Karakter Kota: Keakraban Fisik
Pengamatan menunjukkan bahwa persimpangan
ruang terbuka dengan jalan menjadi nod yang
paling mudah diidentifikasi karena tingginya
level pergerakan dan pejalan kaki menyeberang,
terutama pada jam sibuk. Ruang terbuka kecil di
sudut persimpangan menciptakan tempat untuk
titik pertemuan dan ruang tunggu. Aliran
kontinu di persimpangan akan meningkatkan
livability dikawasan.
Kesimpulan
Atribut yang diidentifikasi oleh responden di P-
TSS dipengaruhi tidak hanya oleh kualitas
elemen fisik dan intensitas kegiatan, tetapi juga
dipengaruhi oleh ikatan dan makna dengan
ikatan dan pengalaman kepada tempat.
Responden mengakui kedua atribut adalah
penting, hal ini dapat menjadi alasan untuk
menyimpulkan bahwa P-TSS memiliki ikatan
tempat dan menunjukkan ikatan fungsi dan
emosi yang kuat.
Hasil dari penilaian karakter kota menunjukkan
bahwa P-TSS dianggap sukses. P-TSS juga
menerima persepsi positif dari responden.
Karakteristik fisik memiliki pengaruh yang
signifikan pada tingkat ikatan. Sebagian besar
pengguna, yang mengidentifikasi P-TSS sebagai
Pengaruh Atribut Aksesibilitas dan Keakraban Fisik Ruang kepada Ikatan Tempat
B 094 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
strategis dan sangat mudah, sepakat bahwa
promenad adalah tempat terbaik untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Aksesibilitas dan
keakraban fisik memberi peran penting dalam
meningkatkan kemampuan promenad sebagai
tempat untuk bekerja dan bersantai.
Karakteristik promenad diidentifikasi sebagai
lokasi yang strategis karena memiliki akses yang
baik, aksesibilitas yang baik, dekat dengan node
transportasi (bus, taksi, dan perahu), hubungan
baik, permeabilitas, imej, arah yang jelas, nod
yang dikenali dan penanda tempat. Perhatian
diungkapann oleh pengguna P-TSS akan
kurangnya ruang bagi orang untuk duduk dan
bersantai yang akan memberikan rasa nyaman
dan terlindung dari cuaca.
Temuan ini mendukung gagasan bahwa
lingkungan fisik memberikan kontribusi signi-
fikan terhadap makna tempat (Ramsay, 2000;
Stedman, 2003). Penampilan fisik memainkan
peran penting dalam mempengaruhi rasa
tempat. Lingkungan fisik 'memberikan imej'
karena itu topophilia (cinta kepada tempat)
memiliki obyek nyata yang mempengaruhi
ikatan (Tuan, 1977).
Daftar Pustaka
Altman, I., & Low, S. (Eds.). (1992). Place attachment. New York: Plenum Press.
Bentley, I. (1992). Responsive environments: A manual for designers. Oxford: Butterworth Architecture.
Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches.
California: Sage Publications, Inc.
Dolbani, M. (2000). Responsive public open spaces in the city centre of Kuala Lumpur. Unpublished PHD Thesis, Oxford Brookes University.
Gieryn, T. F. (2000). A space for place in sociology. Journal of Annu. Rev. Social, 26, 463-496.
Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research
Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc.
Lynch, K. (1960 ). The image of the city. Massachusetts: MIT Press.
Lynch, K. (1981). Good city form. Massachusetts: MIT
Press. Ramsay, B. (2000). Urban design for communities of
the future. Paper presented at the Seminar on
Sarawak Cities of the Future, Sarawak Development
Institute. Relph, E. (1976). Place and placelessness. London:
Pion Publication.
Stedman, C. R. (2003). Is it really just a social construction? : The contribution of the physical
environment to sense of place. Journal of Society and Natural Resources, 16, 671-685.
Tuan, Y. F. (1977). Space and place: The perspective of experience. London: Edward Arnold.
Williams, D. R., Anderson, B. S., McDonald, C. D., & Patterson, M. E. (1995). Measuring place attachment: More preliminary results. Paper presented at the Leisure Research Symposium,
NRPA Congress, San Antonio. Yeung, H. W., & Victor, R. (1996). Urban imagery and
the main street of nation: The legibility of Orchard Road in the eyes of Singaporeans. Journal of Urban Studies, 33(3).