peluang penggunaan minyak nabati sebagai...
TRANSCRIPT
PELUANG PENGGUNAAN MINYAK NABATI SEBAGAI BAHAN PELAPIS
BENIH PADI DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS FUNGI DAN HAMA
GUDANG SELAMA PENYIMPANAN
Pepi Nur Susilawati
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Banten Jln. Raya Ciptayasa Km. 01 Ciruas 42182 Serang – Banten
ABSTRAK
Proses pengadaan benih tidak terlepas dari proses penyimpanan. Kondisi simpan yang minimalis serta iklim daerah tropis seperti Indonesia menyebabkan benih padi sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit selama masa penyimpanan. Produsen benih umumnya memberikan perlakuan benih berupa pestisida kimia untuk melindungi benih selama proses penyimpanan. Hama dan penyakit benih umumnya hidup berasosiasi dengan benih sehingga penggunaan pestisida kimia tidak hanya akan membunuh hama dan penyakit, namun juga membahayakan benih. Penggunaan pestisida nabati (minyak nabati) untuk pelapis benih merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Kriteria pestisida nabati yang dapat digunakan sebagai bahan pelapis benih diantaranya adalah dapat mengontrol pathogen secara efektif, tidak berbahaya bagi benih, ekonomis, mudah didapat, tidak merusak, stabil dalam waktu panjang, dan ramah lingkungan. Jenis-jenis minyak nabati yang efektif sebagai pengendalian hama gudang adalah minyak sawit, nilam, pala dan lada. Kata kunci : Minyak nabati, benih padi, penyimpanan
PENDAHULUAN
Padi adalah komoditas pertanian yang paling strategis dan politis
dikembangkan di Indonesia, karena peranannya sebagai makanan pokok. Di
samping itu, padi merupakan usaha pertanian yang dominan dalam penciptaan
lapangan kerja di pedesaan untuk mendukung dan memantapakan program
swasembada beras serta mendukung agribisnis perpadian. Salah satu faktor
keberhasilan peningkatan produksi beras nasional adalah penggunaan benih.
Penggunaan benih berkualitas merupakan komponen teknologi yang sangat
mudah, murah, aman, dan efektif dalam meningkatkan hasil. Menurut Nugraha
(2004), benih bukan hanya sekedar bahan tanam, tetapi juga merupakan salah
satu sarana pembawa teknologi (delivery system) yang mengandung potensi
genetik untuk meningkatkan produksi tanaman.
Proses pengadaan benih tidak terlepas dari proses penyimpanan. Kondisi
simpan yang minimalis serta iklim daerah tropis seperti Indonesia menyebabkan
benih padi sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit benih selama
masa penyimpanan. Hama seperti serangga gudang serta penyakit seperti fungi
menjadi salah satu penyebab terbesar terjadinya kemunduran dan penurunan
kualitas benih padi. Penggunaan pestisida diyakini akan mampu menghambat
perkembangan hama dan penyakit selama di penyimpanan.
Perlakuan benih dengan menggunakan pestisida ditujukan untuk
melindungi benih padi supaya tetap terjaga kualitasnya dari serangan
mikroorganisme, sehingga dapat meningkatkan produksi dan keuntungan usaha
tani (Thobunluepop et al., 2008). Walaupun demikian pada umumnya hama dan
penyakit hidup berasosiasi dan dekat dengan benih sehingga pemanfaatan
pestisida yang ditujukan untuk membunuh hama dan penyakit tidak dapat
dilakukan tanpa mempengaruhi benih sendiri.
Toksisitas pestisida umumnya menghasilkan kandungan beracun yang
diduga dapat mengakibatkan kemunduran benih. Kunkur et al. (2007)
melaporkan bahwa senyawa klorin, bromide dan iodine yang terkandung dalam
fungisida menginduksi kemunduran benih secara fisiologi. Benih yang diberi
perlakuan dengan fungisida klorin akan kehilangan fungsi membran selnya
dmana benih menjadi lebih cepat berespirasi, dan akibatnya kualitas benih
menjadi mundur. Hasil penelitian Wiratno (1993) menyebutkan bahwa bahan-
bahan kimia yang sering digunakan untuk mengatasi serangan hama gudang
menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti pencemaran lingkungan,
resistensi, resurgensi, dan ledakan hama yang baru.
Usaha untuk menghindari dampak negatif akibat penggunaan pestisida
kimiawi adalah dengan menggunakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tanaman (pestisida nabati). Indonesia memiliki kekayaan bahan alami yang
berlimpah memungkinkan kita memanfaatkannya secara luas dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pemilihan bahan ekstrak tumbuhan
yang baik untuk perlakuan benih adalah bahan yang dapat mengontrol pathogen
secara efektif, tidak berbahaya bagi benih, ekonomis, mudah didapat, tidak
merusak, stabil dalam waktu panjang, tidak berbahaya/beracun bagi lingkungan
(ternak dan manusia) (Nurdin et al., 2001).
Salah satu aplikasi pestisida hayati pada benih adalah teknik pelapisan
(pelapisan benih). Teknik pelapisan akan sangat efisien karena langsung kontak
dengan benihnya sehingga benih akan lebih terjaga dari serangan hama dan
penyakit selama dalam proses penyimpanan. Tulisan ini didasari oleh beberapa
hasil penelitian dari beberapa peneliti terdahulu mengenai efektifitas minyak
nabati namun belum diujicobakan sebagai bahan pelapis benih. Diharapkan
tulisan ini menjadi inspirasi untuk melakukan pelapisan benih dengan minyak
nabati yang ditujukan untuk menghambat aktifitas hama dan penyakit selama
penyimpanan.
EFEKTIFITAS MINYAK NABATI
Eliminasi Penyakit Benih
Pendekatan pengendalian hama dan penyakit dewasa ini beralih dari
metode konvensional (pestisida kimiawi) ke metode yang ramah lingkungan.
Bahan alami (ekstrak tumbuhan) seperti minyak atsiri dalam pengendalian
penyakit merupakan pilihan yang banyak disarankan akhir-akhir ini. Beberapa
hasil penelitian mengenai jenis bahan tanaman yang efektif sebagai pestisida
adalah minyak cengkeh dan ekstrak rizoma temulawak.
Hasil penelitian Arora dan Keur (1999) serta Dorman dan Deans (2001),
menunjukkan bahwa minyak cengkeh dapat digunakan sebagai antimicrobial
yang dapat menghambat bakteri gram positif dan negatif yang menyebabkan
pembusukan daging. Minyak cengkeh menurut Nurdin et al. (2001) merupakan
salah satu minyak atsiri asli Indonesia yang hasil penyulingan murninya
mengandung kadar eugenol berkisar 70-98%. Senyawa eugenol banyak
digunakan sebagai bahan perlakuan benih terhadap fungi (Thobunluepop, 2009).
Selanjutnya penelitian Anwar (2004), mengungkap perlakuan perendaman
dengan minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.5% selama 20 menit mampu
mengurangi populasi Cmm dari lot benih tomat yang terinfeksi. Perlakuan
dengan minyak cengkeh hasilnya hampir sama baiknya dengan perendaman
dengan air hangat.
Penelitian serupa dilakukan oleh Zainal (2010), menunjukkan perlakuan
eliminasi Cmm pada benih dengan ekstrak rizoma temulawak 5%, ekstrak daun
sirih hutan 5%, dan minyak cengkeh 0,5% dengan atau tanpa matriconditioning
menurunkan tingkat infeksi Cmm sampai 99%. Hasil penelitian ini juga
menyebutkan bahwa perlakuan dengan minyak nabati dan ekstrak tumbuhan
tidak menurunkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor kecuali
pada minyak kayu manis 5% dengan atau tanpa matriconditionng.
Menekan Populasi Hama Gudang
Hama gudang merupakan salah satu organisme penyebab kemunduran
kualitas benih selama penyimpanan. Aktifitas hama gudang dapat meningkatkan
suhu ruang simpan dan merangsang pertumbuhan fungi. Kerusakan benih juga
dapat diakibatkan karena hama dapat memakan sebagian atau seluruh bagian
benih. Belum banyak penelitian mengenai penggunaan minyak nabati untuk
menekan aktifitas hama selama penyimpanan. Hasil penelitian Engreni (2000),
terdapat pengaruh minyak cengkeh, minyak sere, minyak lada, minyak sawit,
minyak nilam, dan minyak pala dibanding dengan kontrol terhadap daya simpan
kedelai pada parameter daya berkecambah dan vigor benih. Minyak nabati
diberikan sebanyak 5 ml tiap 1 kg benih.
Hasil kajian memperlihatkan bahwa setelah kedelai disimpan selama 4
bulan, perlakuan minyak sawit memberikan daya berkecambah dan kecepatan
tumbuh lebih baik dibandingkan kontrol dan minyak lada menunjukkan nilai yang
tidak berbeda dengan control sedangkan untuk minyak nabati lainnya
memperlihatkan nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol. Ini memperlihatkan bahwa minyak nabati kecuali
minyak sereh dan minyak cengkeh tidak bersifat toksik bagi benih dan dapat
digunakan sebagai bahan pelapis benih. Selain itu penelitian Engreni juga
memperlihatkan bahwa pemakaian minyak nabati mampu menekan populasi
serangga Callosobruchus maculates F pada kedelai yang disimpan selama 4
bulan. Pada periode penyimpanan 4 bulan jumlah serangga lebih sedikit
dibandingkan dengan kontrolnya dan sama dengan waktu awal penyimpanan.
Penelitian Pelapisan Benih Tanaman
Pelapisan benih merupakan salah satu pendekatan ekonomis untuk
meningkatkan kinerja benih. Pelapisan benih akan menjadikan bentuk benih
menjadi tidak jelas. Tujuan pelapisan benih ini adalah untuk menerapkan zat
seperti fungisida, insektisida, safeners, mikronutrien dan senyawa lainnya untuk
benih. Hal ini memungkinkan bagi perusahaan benih untuk menyesuaikan benih
yang diproduksinya agar dapat menghindari tekanan spesifik dari lingkungan
tertentu (Copeland dan McDonald, 1995).
Proses pelapisan (coating) melibatkan semua aspek bahan yang
menempel pada permukaan benih. Istilah “coated seed” telah diterapkan untuk
benih, baik pellet, coated atau covered dengan film perekat. Cara seperti ini
dapat digunakan untuk sekitar 90% spesies dengan benih yang berukuran kecil.
Biaya dan manfaat dari proses pelapisan ini harus dievaluasi sebelum memilih
benih yang akan dilapisi. Menurut Kuswanto (2003), bahan pelapis yang akan
digunakan untuk melapisi benih harus memiliki persyaratan antara lain dapat
mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, menghambat laju
respirasi seminimal mungkin, tidak bersifat toxic terhadap benih, mudah pecah
dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses
perkecambahan, terutama proses imbibisi namun tidak mudah mencair pula.
Bahan coating juga bersifat porus, sehingga benih masih dapat memperoleh
oksigen untuk respirasi, bersifat higroskopis, tidak bereaksi dengan pestisida,
bersifat perambat dan penyimpan panas yang rendah serta harus mudah didapat
dengan harga yang relatif murah, sehingga dapat menekan harga benih.
Berbagai penelitian tentang pelapisan benih baik di luar maupun dalam
negeri telah dilakukan. Almeida et al. (2005) menyatakan bahwa pelapisan benih
dapat meningkatkan kualitas dan melindungi benih selama penyimpanan.
Perlakuan pelapisan juga dapat menurunkan infeksi cendawan, seperti perlakuan
pelapisan benih dengan Benomil dan tepung curcuma yang berpengaruh nyata
terhadap penurunan tingkat infeksi cendawan C. capsisi pada benih dan hipokotil
cabai (Setiyowati et al., 2007).
Thobunluepop (2009) menyebutkan bahwa Eugenol sangat aktif
menghambat rice seed borne fungi dan dapat menjadi alternatif pengganti
bahan kimia sintetis pada seed treatment. Bahan pelapis E+CL memiliki aktivitas
anti fungi yang potensial terhadap seed borne fungi: F. moniliforme, A. solani,
B. oryzae, R. solani, Curvularia sp., A. niger, dan A. flavus . Penelitian
Thobunluepop at al., (2009) pada benih padi yang dilapisi dengan pestisida
alami (chitosan dan eugenol) lebih mampu mempertahankan kadar protein
setelah masa simpan 12 bulan dibandingkan dengan pelapisan pestisida kimia
(kaptan) (Gambar 1). Hasil penelitian beliau juga menunjukkan bahwaa chitosan
dan eugenol cenderung menurunkan kualitas benih padi selama penyimpanan
lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan kaptan dan control.
Gambar 1. Pengaruh berbagai pelapisan benih dengan kaptan (CA), chitosan (CL), eugenol+chitosan (E+CL) dibandingkan dengan control (CO) selama penyimpanan terhadap total kandungan protein benih padi.
Sumber : Thobunluepop et al. (2009)
Konsep Pelapisan Benih Padi
Senyawa eugenol dalam beberapa penelitian terbukti mampu
menghambat perkembangan hama dan penyakit benih selama penyimpanan.
Karenanya sangat memungkinkan menggunakan beberapa minyak nabati
bersenyawa eugenol seperti minyak sereh dan minyak cengkeh untuk bahan
pelapis benih.
Tingkat konsentrasi, metode peracikan minyak nabati, metode pelapisan,
serta efektifitas daya hambat minyak nabati asli Indonesia belum banyak
diketahui sehingga penelitian ini harus dikembangkan secara komprehensif.
Rencana penelitian dapat disusun berdasarkan bagan alir berikut ini :
Pengujian Kandungan dan Konsentrasi Senyawa Kimia Bbeberapa Minyak Nabati ↓
Pemilhan Minyak Nabati ↓
Studi pendahuluan efektifitas berbagai minyak nabati sebagai bahan pelapis (metode meramu, konsentrasi dan metode pelapisan)
↓
Pelapisan benih padi dengan bahan minyak nabati dan metode terpiih ↓
Infeksi benih padi dengan hama dan fungi ↓
Evaluasi terhadap mutu fisik dan fisiologis benih setiap bulan selama 12 bulan penympanan
↓
Evaluasi di tingkat lapangan (penanaman) ↓
Evaluasi kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Minyak nabati berpotensi digunakan sebagai bahan pelapis benih untuk
tujuan menekan hama dan penyakit benih selama penyimpanan. Minyak
nabati diketahui tidak bersifat toksik (mematikan) benih namun dapat bersifat
toksik untuk hama dan penyakit.
2. Efektifitas penggunaan minyak nabati sebagai bahan pelapis benih padi
belum banyak dilakukan sehingga perlu ada penelitian yang komprehensif
dan efisien. Penelitian sebaiknya juga dilakukan di tingkat laboratorium dan
lapangan pada berbagai masa simpan benih, sehingga efektifitas dan korelasi
antara uji laboratorium dengan lapangan dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar A. 2004. Deteksi, identifikasi, dan eliminasi Clavibacter michiganensis
subsp. Michiganensis (Smith) penyebab penyakit kanker bakteri pada
tomat yang ditularkan melalui benih. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.
Almeida, C de, S. C. dos S. Rocha, dan L. F. Razera. 2005. Polymers Coating,
Germination and Vigor of Broccoli Seeds. Sei. Agric. (Piracicaba, Braz.),
v.62, n.3, p..211-266.
Arora DS, and Keur J. 1999. Antimicrobial activity of spices. Phytother Res
13:616-618.
Copeland, L. O. Dan M. B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and
Technology. 3rd edition. Chapman and Hall. New York.
Dorman HJD and Deans SG. 2001. Antimicrobial agents from plants: antibacterial
activity of plant oils. J Appl Microbiol 88:308-316
Engreni R. 2000. Penggunaan minyak nabati untuk menekan populasi
Callosobruchus maculates F. dan memepertahankan viabilitas benih
kedelai (Glycine max(L) Merr) selama penyimpanan. Skripsi IPB. Jurusan
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan
Benih. Kanisius. Yogyakarta
Nurdin A, Mulyana A, Suratno H. 2001. Isolation eugenol dari minyak daun
cengkeh skala pilot plant. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol 3, No.
9, hal 58-62.
Setiyowati, H., M. Surahman, dan S. Wiyono. 2007. Pengaruh Seed Coating
dengan Fungisida dan Tepung Curcuma terhadap Patogen Antraknosa
Terbawa Benih dan Viabilitas Benih Cabai Besar (Capsicum annuum L.).
Bul Agron. (35) (3) 176-182.
Thobunluepop, P. W. Pan-in, E. Pawelezik and S. Vearasilp. 2009. The
perspective effect of various seed coating substances on rice seed variety
Khao Dawk Mali 105 storability II : the case study of chemical and
biochemical properties. Pakistan Journal of Biological science. 12(7):574-
581.
Thobunluepop, p. 2009. The inhibitory effect ov various seed coating substances
against rice seed borne fungi and their shelf-life during storage. Pakistan
Journal of Biological science. 12 (16): 1102-1110.
Zainal A. 2010. Penyebaran dan karakterisasi molekuler Clavibacter
michiganensis subsp. Michiganensis (Smith) serta perlakuan benih untuk
mengeleminasi Cmm pada tomat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.
hal 14-16.