pedoman penelitian geografi

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Geografi Pada asalnya geografi bararti “ uraian atau gambaran” (graphe) mengenai “bumi (geo)”, tetapi sekarang disamping berpegang pada definisi yang sederhana geografi difahamkan berbagai definisi berikut ini: (1) pengkajian mengenai gejalaalam sekitar terhadap kehidupan manusia (Chappell Jr. 1981); (2) suatu disiplin yang mempelajari keberlainan kawasan (Hartshone, 1954); (3) suatu ilmu yang mempelajari tentang organisasi keruangan kehidupan manusia (Haggett, 1965); (4) suatu disiplin ilmu yang mengkaji ruang dari segi struktur, organisasi dan formasi sosialnya ( Peet & Lyons,1981); (5) Suatu anggota pengetahuan mengenai alam kehidupan manusia dalam fenomenologi ruang ( Relph, 1981); (6) mempelajari fenomena ruang sebgai realita kehidupan manusia yang bersifat subyektiv (Guelke, 1981) dan (7) suatu ilmu yang mengkaji keruangan sebagai ekpresi keseluruhan kehidupan sejak manusia (Samuels, 1981). Berbagai definisi maka perkembangan selanjutnya beberapa ahli geografi menggolongkan menjadi: (1) geografi ortodoks; (2) geografi lingkungan; dan (3). geografi terpadu.

Upload: m-amin-sunarhadi

Post on 24-Jun-2015

3.715 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Geografi

Pada asalnya geografi bararti “ uraian atau gambaran” (graphe) mengenai

“bumi (geo)”, tetapi sekarang disamping berpegang pada definisi yang sederhana

geografi difahamkan berbagai definisi berikut ini: (1) pengkajian mengenai

gejalaalam sekitar terhadap kehidupan manusia (Chappell Jr. 1981); (2) suatu disiplin

yang mempelajari keberlainan kawasan (Hartshone, 1954); (3) suatu ilmu yang

mempelajari tentang organisasi keruangan kehidupan manusia (Haggett, 1965); (4)

suatu disiplin ilmu yang mengkaji ruang dari segi struktur, organisasi dan formasi

sosialnya ( Peet & Lyons,1981); (5) Suatu anggota pengetahuan mengenai alam

kehidupan manusia dalam fenomenologi ruang ( Relph, 1981); (6) mempelajari

fenomena ruang sebgai realita kehidupan manusia yang bersifat subyektiv (Guelke,

1981) dan (7) suatu ilmu yang mengkaji keruangan sebagai ekpresi keseluruhan

kehidupan sejak manusia (Samuels, 1981).

Berbagai definisi maka perkembangan selanjutnya beberapa ahli geografi

menggolongkan menjadi: (1) geografi ortodoks; (2) geografi lingkungan; dan (3).

geografi terpadu.

Geografi

Filsafat

Sistematik

Fisikal

Manusia

- Geomorfologi- Hidrologi- Klimatologi- Pedologi- Lain-lain

- Geografi Ekonomi- Geografi Penduduk- Geografi Pedesaan- Geografi Perkotaan- Geografi

Kemasyarakatan- Lain-lain

Regional

Zone

Kultur

- Geografi Daerah Tropika

- Geografi Daerah Arid- Geografi Daerah

Kutub- Lain-lain

- Geografi Asia Tenggara

- Geografi Amerika Latin

- Geografi Eropa Barat- Lain-lain

Teknik

- Kartografi- Penginderaan Jauh- Metode Kuantitatif

dalam Geografi- Lain-lain

1. Geografi Ortodoks

Gambar 1.1 Struktur Geografi Ortodoks

Geografi

Analisa Keruangan

Teori

Aplikasi

- Teori Interaksi dalam Ruang

- Teori Difusi- Teori Jaringan- Lain-lain

- Pengembangan Daerah Pengaliran Sungai

- Masalah Kekotaan- Masalah

Kependudukan- Lain-lain

Analisa Ekologi

Teori

Aplikasi

- Struktur Lingkungan- Ekosistem- Teori Korelasi- Lain-lain

- Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya

- Penaggulangan Bencana Alam

- Penanggulangan Tanah Kritikal

- Lain-lain

Analisa Wilayah

Teori

Aplikasi

- Teori Pertumbuhan Wilayah

- Teori Aliran Antar Wilayah

- Peramalan Wilayah- Perancangan Wilayah- Lain-lain

2. Geografi Terpadu

Gambar 1.2 Struktur Geografi Terpadu

3. Lingkungan Geografi

Gambar 1.3 Struktur Lingkungan Geografi

Lingkungan Geografi

Lingkungan Tata Laku

Lingkungan fenomena

Perubahan Gagasan dan Nilai-nilai Geografi

Pengaturan ruang dan wilayah yang sesuai dengan gagasan geografi

Geografi KekotaanGeografi Pedesan

Proses-proses sosial, ekonomi, dan sebagainya yang bervariasi dalam pelbagai wilayah

Geografi SosialGeografi EkonomiGeografi Regional

Tanggapan terhadap Lingkungan

Pandangan dan Pengetahuan Manusia yang Kreatif dan Dinamuk terhadap Lingkungan

Geografi Lingkungan (pantai, gunung api, karts, dll)

Wujud fisikal hasil campur tangan manusia

Kewajaran penyebaran – pola penggunaan lahan

Tata Guna LahanGeografi Perencanaan

Pengelolaan - lingkungan

Geografi LingkunganGeografi Perencanaan

Gejala Alam

Wujud dalam alam yang dihasilkan oleh proses organik

Geografi HayatiGeografi Tanah

Wujud dalam alam yang dihasilkan oleh proses anorganik

Geomorfologi HidrologiMeteorologi dan

klimatologi

Salah satu ahli geografi pada periode berikutnya yang berpengaruh adalah

“Alexxander Von Humboldt” yang kemudian dikenal sebagai “ founder of modern

geography” atau pendiri geografi modern (Rosenberg, 2006 dalan Suharsono 2006).

Pada era Hunbolt dan Ritter ditandai oleh mulai dikembangkannya geografi dalan

dua cabang, yaitu geografi manusia dan geografi fisik, dan sampai pada tahap

sinerginya, maka kombinasi kedua cabang tersebut melahirkan cabang geografi

regional. Terapan geografi regional yang dikembangkan di Fakultas Geografi

Universitas Muhammadiyah Surakrta perencanaan Pengembangan Wilayah Dengan

Pendekatan Analisa Sestem Informasi Geografi (GIS)

1.2. Obyek Material Geografi

Obyek material yang umum dan luas, yaitu menekankan geosfir yang

meliputi litosfir, atmosfir, hidrosfir, biosfir, pedosfir dan antroposfir.

Definisi definisi yang mekankan pada obyek material antara lain: Geosfir ini

menurut J.O.M. Broek (1965) dalam Suharsono 2006 menekankan bumi

merupakan empat hidup manusia sebagai obyek material yang dikaji didalam disiplin

ilmu geografi. Litosfir; obyek yang dikaji yaitu asal mula terbentuknya batuan, jenis

batuan sifat fisika dan kimia batuan, mineral penyusun batuan, keberadaan batuan di

suatu wilayaah serta hubungan batuaan dengan obyek material yang lain. Atmosfir;

yang dikaji meliputi temperatur, kecepatan angin, awan dan jenis awan, curah hujan,

meteorology, klimatologi, serta hubungannya dengan dengan obyek material yang

lain. Hidrosfir; obyek ini meliputi air permukaan, air tanah, air danau, air laut,

kuantitas air di suatu wilayah, kualitas air di suatu wilayah, potensi air di suatau

wilayah dan hungan hidrologi dengan obyek material yang lain.

Biosfir, kajian meliputi zoology, botani, manusia sebagai makhluk alam,

penyebarannya, interaksi intra organisme, interaksi antar organisme, interaksi

dengan obyek material yang lain serta potensi nya di suatu wilayah.

Pedosfir, kajian ditekankan pada geografi tanah dengan memperhatikan factor

pembentuk tanah, klasifikasi tanah, sifat fisika dan kimia tanah, potensi tanah untuk

pertanian dan non pertanian serta hubungannya dengan obyek material yang

geografi.

Antroposfir, peranan antropofir ini dipandang sebagai imanen dan

transenden. Sebagai imanen maka manusia adalah merupakan factor egosentris

sehingga menjadikan obyek material yang lain menjadi budanyanya. Hasil dari

egosentrisnya akan meninggalkan bentukan bentukan permukaan bumi ini menjadi

bentukan antropogenik. Bentukan tersebut akan berkembang berkelanjutan, ada yang

bersifat distruktif terhadap obyek material geografi yang lain

1.3. Obyek Formal

Obyek ini merupakan cara pandang dan cara berfikir terhadap suatu gejala

permukaan bumi, baik yang sifatnya fisik maupun social budaya yaitu sudut pandang

dari organisasi keruangan “Spatial setting”. Secara sederhana dapat diungkapkan

bahwa dalam geografi selalu ditanyakan mengenai nama gejala itu terjadi, mengapa

gejala itu terjadi, di tempat atau lokasi tersebut.Contoh Daerah yang kekurangan air;

dalam hal ini yang dipelajari bukansaja jumlah air, volume air, tetapi mengapa itu

terjadi, dilihat dari segi lokasi, dari segi fisiografi, dan kalitannya dengan lingkungan

yang lebih luas.

Mengenai obyek formal menurut Heslinga dalam bukunya “Opvatengen van

Geografi“ dalam Bintarto, dijelaskan bahwa ada tiga hal pokok yang dipelajari dari

obyek formal untuk sudut keruangan yaitu :

(1) pola dari sebaran gejala tertentu di muka bumi ( spatial patterns).

(2) Keterkaitan atau hubungan sesame antar gejala tersebut ( (spatial system)

(3) Perkembangan atau perubahan yang terdiri pada gejala tersebut (spatial

proseses); jadi secara konkrit dapat ditegaskan bahwa: a) obyek material

geografi dapat mengenai permukiman, desa kota, pariwisata, daerah aliran

sungai, bentuklahan, bentang darat, sumberdaya, industri, kependudukan,

wilayah atau region, iklim, tanah, air dan masih banyak lagi. Secara ringkas

obyek material geografi meliputi gejala yang terdapat dan terjadi di muka bumi

ini, dan b) obyek formal geografi adalah cara pandang dan cara berfikir

terhadap obyek material dari segi geografi yaitu dari segi keruangan yaitu

meliputi pola atau pattern dan system proses.

Ruangan di permukaan bumi atau wilayah sebagai fenomena permukaan

bumi dapat terbentuk mulai darisederhana sampai yang komplek (Suharsono, dkk.,

2006):

1. Ruangan permukaan bumi yang terbentuk oleh dua unsure geosfer yaitu

litosfer dan atmosfer. Contoh adalah padang pasir. Karena tidak hadirnya

hidrosfir di kawasan ini maka unsure pedosfer, biosfer dan antroposfer tidak atau

belum terbentuk.Sebagai contoh fenomena permukaan bumi yang terbentuk oleh

unsur litosfer dan atmosfer, maka padang pasir ini harus secara hati hati

dibedakan dengan fenomena lain yang terkait padang pasir, seperti perkemahan

kafilah di padang pasir apa lagi kota padang pasir. Kota padang pasir misalnya,

maka dalam konteks ini kota padang pasir harus berbeda dengan padang pasir

karena telah mencakup unsur geosfer dalam pembentukannya, dimana hidrosfer,

pedosfer, biosfer dan antroposfer telah melengkapi keberadaan litosfer dan

atmorfer.

2. Ruangan permukaan bumi yang terbentuk hanya oleh 3 (tiga) unsur geosfer,

yaitu litosfer, atmorfer dan hidrosfer. Contoh padang es/salju karena atmosfer

disini tidak mumungkinkan untuk memberi kelangsungan hidup bagi makhluk

hidup, maka pedosfer, biosfer dan antroposfer tidak dapat terwujud. Unsur

biosfer seperti manusia bukanlah komponen utama pembentuk padang es/salju,

karena keberadaanya hanya sementara di wilayah padang salju.

3. Ruangan permukaan bumi yang terbentuk hanya oleh 5 (lima) unsur geosfer

yaitu litosfer, atmosfer, hidrosfer, pedosfer dan biosfer. Contoh padang rumput,

hutan, lautan,

4. Ruangan permukaan bumi yang terbentuk oleh enam unsure geosfer yaitu:

litosfer, atmorfer, hidrosfer, pedosfer, biosfer dan antroposfer. Contoh perdesaan,

perkotaan, tempat atau kawasan untuk kegiatan rutin manusia bermasyarakat

(missal, lahan pertanian, perkebunan dan kegiatan non pertanian).

Dari cara pandang berdasarkan keruangan yang dipandang dari dua atau

lebih penyusun keruangan maka obyek formal dapat dikembangkan menjadi cara

pandang kelingkungan dan komplek wilayah atau regional komplek.

BAB II

METODE PENELITIAN GEOGRAFI

2.1. Metode, Sikap, dan Produk Penelitian Ilmiah

2.1.1 Metode Penelitian Ilmiah

Penelitian Geografi merupakan penelitian Ilmiah, maka pendekatannya

dituntut dilakukannya cara cara atau langkah-langkah tertentu dengan urutan

tertentu untuk mencapai pengetahuan yang benar. Dengan pendekatan ilmiah

orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah yaitu pengetahuan yang

kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapapun yang ingin mengujinya

(Direktorat Jendral Pendidikan tinggi,1983).

Menurut Jujun S. Suria Sumantri (1984). Langkah-langkah metode Ilmiah

adalah sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah, merupakan pertanyaan mengenai obyek yang jelas

batas batasnya serta dapat diidentifikasi factor factor yang terkait di

dalamnya.

2. Penyusunan kerangka berfikir dalam mengajukan hipotesis, merupakan

argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara

berbagai factor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi

permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan

pernyataan ilmiah yang diuji kebenarannya dengan memperhatikan factor

empiris yang relefan dengan permasalahannya.

3. Perumusan hipotesis, m,erupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap

pertanyaan- pertanyaan yang diajukan, yang materinya merupakan

kesimpulan dari kerangka piker yang dikembangkan.

4. Pengujian hipotesis, merupakan pengumpulan fakta – fakta yang relevan

dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat

fakta yang mendukung hipotesis atau tidak.

5. Penarikan kesimpulan, merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan

itu ditolak atau diterima. Jika dalam proses pengujian hipotesis terdapat

fakta yang cukup banyak mendukunghipotesis tersebut diterima. Sebaliknya

jika tidak cukup fakta yang mendukung maka hipotesis ditolak.

Untuk lebih jelasnya metode ilmiah dapat dilihat diagram alir Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Ilmiah

2.1.2 Sikap Ilmiah

Dalam bekerja dengan menggunakan metode ilmiah, para ahli melandasi

dirinya dengan sikap sikap tertentu yang disebut sikap ilmiah. Menurut siti

Maryam, dkk (1980); sikap ilmiah meliputi hasrat ingin tahu, rendah hati,

jujur, obyektif, kemauan untuk mempertimbangkan data baru, pendekatan

positive terhadap kegagalan, bersikap terbuka, tiliti dsb. Sikap ilmiah

merupakan perilaku para ahli dalam melakukan kegiatan kegiatan ilmiah.

Untuk menjadi ilmiah, seseoarang harus dapat mengidentifikasi masalah,

merumuskan hipotesis, meran-cang eksperimen, melakukan eksperimen,

mengumpulkan data, menganalisa data serta menarik kesimpulan. Sapai sejauh

KhasanahPengetahuan

ilmiah

Perumusan hipotesis

Pengujian hipotesis

Penyusunan kerangka

pikir

deduksi

koheransi

Induksi korespondensi

Prakmatisme

diterima Ditolak

Perumusan masalah

mana seorang ilmuwan dapat menerapkan sikap ilmiah dilihat bagaimana ia

menggunakan metode ilmiah untuk membuat penemuan yang bermakna.

2.1.3 Poduk Ilmiah

Suatu hipotesis yang diterima setelah diuji dengan menggunakan

metode ilmiah merupakan produk ilmiah dan akan mejadi bagian ilmu

pengetahuan. Produk ilmiah dapat berupa fakta, konsep, prinsip, teori, hukum

dan sebagainya. Fakta adalah data nyata yang diperoleh dari pengamatan.

Konsep adalah suatu gagasan atau ide yang digeneralisasikan dari pengalaman

tertentu yang relevan. Prinsip adalah generalisasi dari konsep-konsep yang

saling berhubungan. Teori adalah suatu generalisasi dari prinsip ilmiah yang

saling berkaitan, yang menjelaskan gejala-gejala ilmiah. Hedro Darmodjo

(1986) merumuskan teori adalah seperangkat pengertian (konsep), definisi dan

dalil yang saling berhubungan yang menyajikan suatu pandangan yang

sistematik dari berbagai fenomena dengan mengungkapkan adanya hubungan

yang spesifik antar variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan

suatu fenomena. Hukum merupakan pernyataan yang mengungkapkan adanya

hubungan antar gejala alam yang konsisten.

Untuk memberikan gambaran maka produk ilmiah dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Produk Ilmiah

2.2. Produk Penelitian Geografi

Penelitan geografi yaitu penelitian berkaitan dengan atmosfer, litosfer,

hidrosfer, biosfer dan atau anthroposfer yang cara pandangnya dapat berupa

keruangan, kelingkungan atau komplek wilayah. Dalam penelitian sumberdaya

lahan biasanya menggunakan pendekatan analitis, pendekatan sintatis atau

pendekatan prakmatis. Untuk lebih jelasnya lihat pada Gambar 3.

Penelitian-penelitian baru

terhadap fenomena

fenomena alamSikap Ilmiah

Hasrat ingin tahuRendah hatiJujurObjektifKemauan

mempertimbangkan data baru

Pendekatan positif terhadap kegagalan

DeterminasiBersikap terbukaTeliti dan sebagainya

Metode/proses ilmiahMengidentifikasi problemMengamatiMerumuskan hipotesisMenganalisisMengujiMeramalkan EkstrapolasiMensintesisMengevaluasi

Proses-proses ilmiah

Produk-produk ilmiah baru

Penelitian terhadap

fenomena alam

objek-objekhubungan-

hubungandan sebagainya

FaktaKonsepPrinsipTeorihukum

2.3. Latar Belakang Masalah

Suatu masalah selalu berada dalam jaringan gejala lain yang

menimbulkan masalah tersebut. Jaringan yang menimbulkan masalah itulah

yang merupakan latar belakang masalah. Latar belakang masalah

mengemukakan berbagai hal yang mengakibatkan munculnya masalah.

Berbagai permasalahan yang muncul tersebut harus diidentifikasikan karena

suatu masalah tidak pernah berdiri sendiri, melainkan terkait dengan masalah-

masalah yang lain. Disamping itu, latar belakang masalah harus

mengemukakan penalaran tentang pentingnya pembahasana masalah atau

ulasan yang mendorong pemilihan topik. Hal lain yang harus termuat dalam

latar belakang masalah ini adalah terkait dengan persoalan Keaslian Penelitian.

Keaslian penelitian dikemukakan dengan menunjukkan bahwa masalah yang

dihadapi belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu atau dinyatakan

dengan tegas perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan.

2.4 Pembatasan dan Perumusan Masalah

Analytical Survey Pragmatic Survey Synthetic Survey

Geomorphology TerrainLandform and Geomorphological

Processes

MorfometriMorfografiProsesMorfogenesisMorfokronologi

Pemetaan lerengSurvei keterlintasan jalanSurvei penutup jalanPemetaan morfo-konservasiPemetaan hidro-morfologiPemintakatan bahaya banjirSurvei kekeringan

Bentuk lahanTanah/sedimentAir permukaan/air tanahVegetasi alami/budayaIklim

Masalah merupakan problem-problem atau persoalan yang dihadapi yang

harus dipecahkan atau harus dicari jawabannya dalam penelitian. Oleh karena

itu, kompleksitas permasalahan ini bisa menyulitkan peneliti, maka peneliti

perlu melakukan pembatasan masalah agar kedalaman analisisnya tetap terjaga.

Setelah masalah dibatasi, maka langkah berikutnya adalah membuat perumusan

masalah. Masalah yang bisa dirumuskan dengan jelas sudah merupakan

separuh jalan menuju perolehan jawaban. Selain itu, perlu juga diuraikan

kedudukan masalah yang akan diteliti itu dalam lingkup permasalahan yang

lebih luas. Uraikan pende-katan dan konsep untuk menjawab masalah yang

diteliti, hipotesis yang akan diuji (kalau ada) atau dugaan yang akan dibuktikan.

Perumusan masalah secara jelas dan eksplisit harus dinyatakan dalam bentuk

pertanyaan atau pernyataan sehingga bisa lebih mengundang pemikiran ke arah

jawaban yang akan dicari melalui penelitian yang dilakukan.

Catatan : apabila permasalahan penelitian sudah spesifik, mungkin tidak

memer-lukan pembatasan masalah.

2.5. Hipotesis

Hipotesis memuat pertanyaan singkat yang disimpulkan dari landasan

teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara terhadap

masalah yang dihadapi dan masih harus dibuktikan kebenarannya. Jawaban

sementara itu ditemukan dari teori-teori yang dikaji dengan kerangka berpikir

tertentu diramu dan diarahkan untuk bisa dirumuskan. Hipotesis pada dasarnya

merupakan suatu dugaan. Dengan demikian, hipotesis bisa terbukti benar atau

salah.

2.6. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian merupakan upaya pokok yang akan dikerjakan di dalam

pemecahan masalah. Tujuan penelitian berisi rumusan secara spesifik

tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini. Tujuan penelitian merupakan

jawaban terhadap permasalah yang telah dirumuskan dalam perumusan

masalah.

Berikan pernyataan singkat mengenai tujuan penelitian. Penelitian dapat

bertujuan untuk menjajagi, menguraikan, menerangkan, membuktikan atau

menerapkan suatu gejala, konsep, atau dugaan, atau untuk menyusun suatu

prototip.

b. Manfaat Penelitian. Manfaat penelitian merupakan kegunaan penelitian. Di

sini peneliti harus menyebutkan dengan jelas kegunaan penelitian yang

akan digunakan. Kegunaan penelitian antara lain: untuk peneliti sendiri,

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, pemecahan masalah pendidikan,

pemecahan masalah sosial, pemecahan masalah pembangunan dan lain-lain.

2.7. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan ada hubungannya dengan penelitian

yang akan dilakukan. Penyajian tinjauan pustaka hendaknya menunjukkan

bahwa permasalahan yang akan diteliti belum terjawab atau belum terpecahkan

secara memuaskan pada penelitian terdahulu. Fakta-fakta yang dikemukan

sejauh mungkin diambil dan sumber aslinya. Semua sumber yang dipakai harus

disebutkan dengan mencantumkan nama penulis dan tahun penerbitan.

Usahakan pustaka terbaru, relevan dan asli semacam jurnal ilmiah. Uraikan

dengan jelas kajian pustaka yang menimbulkan gagasan dan mendasari

penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka menguraikan tentang teori,

temuan, dan bahan penelitian lain yang diperoleh dari berbagai hasil penelitian

lain baik yang dilakukan oleh peneliti lain maupun oleh peneliti itu sendiri

sebagai landasan bagi penelitian yang diusulkan. Uraian dalam tinjauan pustaka

dimaksudkan untuk menunjukkan segi kebaruan dan keaslian penelitian,

menunjukkan hubungan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian lain

yang sudah ada, dan untuk menyusun kerangka atau konsep yang akan

digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan. Uraikan dengan singkat dan

jelas kerangka/landasan teoritik yang digunakan sebagai dasar/acuan untuk

melakukan pendekatan terhadap perma-salahan penelitian.

2.8. Landasan Teori/Kerangka Teori

Landasan teori/kerangka teori dijabarkan dari tinjauan pustaka dan

disusun sendiri oleh mahasiswa sebagai tuntutan untuk memecahkan masalah

penelitian dan untuk merumuskan hipotesis. Landasan teori dapat berbentuk

uraian kualitatif, model matematis atau persamaan-persamaan yang langsung

berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti. Landasan teori pada dasarnya

merupakan arahan penalaran untuk bisa sampai pada pemberian jawaban

sementara atas masalah yang dirumuskan. Landasan teori ini dimaksudkan

untuk mengungkapkan prinsip prinsip teori yang dapat menggambarkan

langkah dan arah analisis sehingga landasan teori ini hanya memuat teori-teori

yang dipergunakan dalam suatu penelitian.

Catatan: Untuk bidang ilmu tertentu digunakan istilah kerangka pemikiran.

2.9. Rencana Penelitian

Rencana penelitian merupakan Jembatan yang menghubungkan antara hipotesis

dengan metodologi penelitian dan mengandung uraian singkat langkah-langkah

yang akan diambil untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Rancangan

penelitian, variabel yang akan diteliti, dan perkiraan kisaran nilainya diuraikan

dengan jelas.

2.10. Data dan Metode Penelitian

Salah satu komponen utama dalam penelitian ilmiah adalah adanya

metode penelitian ilmiah yang harus dijelaskan secara rinci. Uraian dapat

meliputi variabel dalam penelitian, model yang digunakan, rancangan

penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data, cara penafsiran dan

penyimpulan hasil penelitian. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif

dapat menjelaskan pendekatan yang digunakan, proses pengumpulan dan

analisis data, proses penafsiran dan penyimpulan hasil penelitian.

Metode penelitian yang digunakan ditetapkan berdasarkan tujuan

penelitian metodologi penelitian mengandung uraian singkat tentang: bahan

atau materi penelitian, alat yang digunakan dalam penelitian, metode dan

teknik, variabel dan data yang akan dikumpulkan, serta analisis hasil.

a. Bahan atau materi penelitian. Bahan atau materi penelitian dapat berwujud

populasi atau sampel, atau bahan lainnya. Bahan harus dikemukakan

dengan jelas dan disebutkan sifat-sifat atau spesifikasinya.

b. Alat dan Bahan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian harus

diuraikan dengan jelas dan kalau perlu disertai dengan gambar dan

keterangan-keterangan.

c. Variabel. Variabel yang akan diteliti dan data yang akan dikumpulkan

diuraikan dengan jelas, termasuk Jenis dan kisarannya.

d. Metode dan teknik. Metode memuat uraian tentang metode yang

digunakan, misalnya: Komparatif, eksperimen, atau yang lain, sedang

teknik memuat uraian mengenai cara mengumpulkan data, misalnya:

wawancara, obeservasi, kuesi-oner, atau cara yang lain; cara menganalisis

data berisi uraian tentang model dan cara menganalisis hasil dan cara

mengambil kesimpulan.

2.11. Daftar Pustaka

Daftar pustaka merupakan daftar buku, majalah, artikel di dalam majalah atau

surat kabar, atau artikel di dalam kumpulan karangan (antologi) yang

digunakan sebagai acuan di dalam pengumpulan data, analisis/pembahasan,

atau penyusunan usulan penelitian. Daftar pustaka merupakan persyaratan

suatu karya ilmlah. Daftar pustaka ini disusun kebawah menurut abjad nama

akhir penulis pertama. Buku dan majalah tidak dibedakan, kecuali

penyusunannya ke kanan. Judul buku atau majalah diberi garis bawah atau

dicetak miring. Antara nama penulis, tahun terbit, judul buku, dan kota terbit

dipisahkan dengan tanda titik (.). Antara kota terbit dan penerbit dipisahkan

dengan tanda titik dua atau colon (:).

a. Buku Pustaka yang berupa buku ditulis secara berturut-turut: nama penulis

(tanpa gelar kesarjanaan), tahun terbit, judul buku, jilid, terbitan ke, nomor

halaman yang diacu (kecuali kalau seluruh buku), kota tempat buku itu

diterbitkan dan nama penerbit.

b. Majalah Pustaka yang berupa majalah atau jurnal ditulis secara berturut-

turut: nama penulis (tanpa gelar kesarjanaan), tahun terbit, judul tulisan,

nama majalah dengan singkatan resminya,jilid, dan nomor halaman yang

diacu. Judul artikel ditulis di antara dua tanda kutip ("......"), sedangkan

nama majalah atau jurnal ditulis dengan diberi garis bawah atau cetak

miring.

c. Buku lembaga Buku lembaga adalah buku yang dikeluarkan oleh suatu

lembaga (pemerintah, swasta, perusahaan) yang ditulis oleh suatu komisi,

panitia atau asosiasi tanpa menyebutkan penulis individu. Pustaka yang

berupa buku lembaga seperti ini disebutkan secara berturut-turut: nama

lembaga (meskipun sekaligus penerbit), tahun terbit, judul buku, kota terbit

dan penerbit.

d. Buku anonim

Buku anonim adalah sebuah buku yang diterbitkan oleh penerbit tertentu

tanpa menyebutkan penulisnya. Pustaka yang berupa buku anonim seperti

ini jangan disebut dengan istilah anonim melainkan langsung dengan judul,

tahun terbit, kota terbit dan nama penerbit.

Terdapat beberapa perbedaan cara penulisan daftar pustaka ini antara

bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain, seperti penggunaan

tanda baca yang memisahkan nama penulis, tahun terbit,judul buku dan

lain-lain. Namun demikian, prinsip prinsip yang digunakan secara garis

besar sama.

BAB III

FUNGSI PETA DAN FOTO UDARA

DALAM PENELITIAN GEOGRAFI

3.1. Fungsi Peta

Di dalam kehidupan sehari-hari, peta bukanlah sesuatu yang asing didengar,

bahkan saat ini oleh banyak kalangan atau lembaga, peta digunakan sebagai sumber

informasi mengingat kelebihan informasinya yang menyertakan unsur spatial

(keruangan) di dalamnya. Di dunia pendidikan istilah peta telah dikenalkan pada para

siswa sejak di bangku sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak. Pengenalan tentang

peta sejak dini kepada para siswa sangat bermanfaat dalam menanamkan image,

mengenai betapa pentingnya arti sebuah peta dalam menemukan atau menuju suatu

lokasi.

Peta adalah representasi gambaran unsur-unsur atau kenampakan-

kenampakan abstrak yang dipilih di permukaan bumi atau yang ada kaitannya

dengan permukaan bumi (benda-benda angkasa), yang umumya digambarkan pada

suatu bidang datar dan skalakan/diperkecil (ICA, 1973 dalam Mas Sukoco, 1985).

Peta ditinjau dari isinya dikelompokkan menjadi peta umum, peta khusus,

dan chart. Peta umum berisi gambaran umum dari permukaan bumi seperti gunung,

sungai ,bukit, dan lainnya. Peta khusus adalah peta yang memuat gambaran yang

bersifat khusus, seperti produksi pertanian, pariwisata, dan lainnya, dan chart adalah

sket permukaan bumi. Mengapa peta diperlukan? Menurut Dickinson (1973) ada

beberapa alasan tentang pentingnya penggunaan peta, yaitu : dapat menyederhanakan

dan memperjelas aspek/obyek penting yang terpilih, dapat menimbulkan daya tarik

yang lebih besar pada obyek yang ditampilkan, dapat mengungkapkan lebih singkat

penjelasan dalam uraian atau pembicaraan, dapat berperan sebagai sumber data bagi

pengguna.

Peta dapat digunakan sebagai sumber informasi/data bagi terlaksananya

program pembangunan yang diinginkan. Selain itu dari peta yang dihasilkan dapat

dilakukan evaluasi secara geografis, yaitu dapat menguraikan tentang persebaran,

jumlah dan perkembangan suatu obyek.

Oleh karena peta berperan sebagai media komunikasi, maka pembuat peta

harus dapat mengungkapkan obyek dengan benar, mudah dimengerti, dan dapat

memberikan gambaran situasi obyek, walaupun dinyatakan dengan simbol kepada

pengguna peta. Untuk keperluan tersebut maka pembuat peta perlu memperhatikan

prinsip kartografis yaitu tentang tata letak, peta dasar, penentuan simbol yang

digunakan ( Keates, 1973).

Peta sangat membantu bagi penggunanya, karena dalam peta merupakan hasil

pengecilan fenomena geografis yang sangat kompleks. Oleh karenanya dengan

menggunakan peta, maka semua data, informasi maupun potensi daerah yang

terkandung di dalamnya dapat dengan mudah dan cepat difahami.

Pada, era komputerisasi dewasa ini, teknik penggambaran peta secara manual

dengan menggunakan alat-alat konvensional (rapido, sablon, rugos d1l) dianggap

sudah agak tertinggal, walaupun masih banyak yang tetap menggunakannya. Hal ini

disebabkan oleh banyak faktor keterbatasan, diantaranya adalah: kemampuan,

kesempatan, ketersediaan fasilitas (sarana prasarana), biaya serta keterbatasan

informasi.

Berbicara tentang peta tentunya terkait dengan banyak hal, seperti ilmu dasar

(ilmu induk tentang peta), jenis-jenis peta, cara pembuatan dan penyajiannya. Tulisan

ini disampaikan untuk sedikit memberikan gambaran tentang beberapa konsep dasar

yang berkaitan peta yang dikemas secara singkat dan sederhana berdasarkan

beberapa rujukan dan instuisi penulis.

Konsepsi dasar yang dimaksud dalam tulisan adalah beberapa, istilah dalam

ruang lingkup pembicaraan mengenai peta. Hal ini dirasa penting agar diperoleh

suatu pemahaman yang komprehensif tentang peta, sehingga terhindar dari

kemungkinan munculnya pembiasan makna dalam mempelajari dan mengkaji peta.

Beberapa konsepsi dasar yang dimaksud meliputi; kartografi, peta, pemetaan dan

pemetaan digital.

a. Kartografi

Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan

peta-peta berikut studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil kerja seni (ICA:

1973).

b. Peta

Peta adalah suatu representasi unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak

yang dipilih di permukaan bumi atau yang berkaitan dengan permukaan bumi,

yang umumnya digambarkan dalam sebuah bidang datar dengan penggunaan

skala tertentu. Berdasarkan teknologi yang dipergunakan, peta dibagi menjadi

dua, yaitu peta, format manual dan peta format digital.

c. Pemetaan

Segala kegiatan yang berkaitan dengan proses penggambaran ataupun

penyusunan peta mulai dari survei awal hingga penyajian hasil, dalam hal ini

adalah peta itu sendiri, baik dilakukan dengan metode terestris atau pengukuran

langsung di lapangan menggunakan alat ukur theodolit. Berasarkan sarana/alat

yang dipergunakan, pemetaan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pemetaan

manual dan pemetaan digital.

d. Pemetaan Digital

Pemetaan Digital adalah suatu teknik penggambaran/penyusunan peta dengan

menggunakan fasilitas komputer, baik perangkat keras/hardware (=komputer,

plotter/printer dan digitaizer) maupun perangkat lunak/software (=program:

mapinfo, arcinfo, arcview dsb) dengan produk/output informasi keruangan

(spasial) berupa peta digital yang dapat disimpan dalam suatu CD, disket

maupun harddisc. Adapun sistem yang menaungi teknologi pemetaan digital

telah dikenal secara luas dengan nama: Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS).

3.1.1. Fungsi Peta dalam Penelitian Geografi

Peta sebagai suatu data memiliki kelebihan dibandingkan dengan

sumber-sumber data lain. Kelebihan tersebut terletak pada informasi yang disajikan,

yang menyertakan unsur spatial (keruangan) di dalamnya. Unsur spatial dalam hal ini

ditunjukkan dalam bentuk unsur site (lokasi) dari data yang bersangkutan.

Secara garis besar, arti penting peta dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu ;

arti penting umum dan arti penting khusus. Arti penting umum: peta berperan

sebagai media komunikasi, sedangkan arti penting khusus; peta dapat berperan

sebagai; media perencanaan dan pengambilan keputusan, media riset/penelitian dan

media informasi umum.

a. Peta. sebagai.Media Komunikasi

Sebagaimana layaknya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya, tentu

memerlukan serangkaian proses dari mulai kelurnya suara atau bahasa sampai

pada suara atau bahasa tersebut diterima. Sama halnya dengan suara, peta juga

dapat berperan sebagai media komunikasi (tidak langsung).

Peta sebagai media komunikasi dapat dijabarkan sebagaimana skema pada

Gambar 5. Bagaimana agar komunikasi tak langsung melalui peta dapat berjalan

dengan baik (komunikatif ?) Jawabnya sederhana, yaitu peta digambar atau

disusun berdasarkan aturan/kaidah kartografis.

b. Peta sebagai Media Perencanaan

Pada umumnya sebagai media atau sarana perencanaan, peta, dipergunakan oleh

instansi/pejabat/planner dalam pengambilan keputusan (kebijakan), yang biasa

dikaitkan dengan pembangunan. Beberapa pointer kontribusi peta dalam

perencanaan, diantaranya adalah :

Untuk memberikan informasi pokok dan aspek spatial (keruangan) mengenal

karaktenstik suatu daerah.

Sebagai sarana analisis untuk menyimpulkan suatu fenomena

Sebagai sarana. menjelaskan rencana-rencana yang diajukan kaitannya

dengan unsur ruang atau lokasi.

c. Peta sebagai Media Riset/Penelitian

Adapun sebagai media riset/penelitian/studi, konstribusi peta dapat dijabarkan

dalam beberapa hal, diantaranya adalah:

Bahan orientasi medan untuk memperoleh gambaran/diskripsi tentang daerah

yang akan diteliti.

Sebagai media pengeplotan data yang diperoleh dari lapangan.

Sebagai media untuk menyajikan hasil penelitian atau studi.

Sebagai sarana untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian

Sebagai alternatif cara menyajikan data statistik.

3.1.2. Penggunaan Peta

Peta mencerminkan berbagai tipe informasi unsur muka bumi atau yang

berkaitan dengan muka bumi. Kelebihan penyajian informasi melalui peta adalah

bahwa peta secara langsung menginformasikan pola sebaran keruangan dari unsur-

unsur yang digambarkan.

Untuk dapat menggunakan peta secara baik dan benar, sebaiknya melalui

pentahapan. Ada tiga tahap penggunaan peta, yaitu : pembacaan peta, analisis peta

dan interpretasi peta.

a. Pembacaan Peta

Pada tahap ini pengguna peta mencoba mengidentifikasi simbol atau membaca

apa arti simbol. Untuk dapat membaca arti simbol pengguna perlu mengenal

bahasa peta. Bahasa peta tercermin dalam informasi tepi peta yang meliputi :

judul, skala, orientasi arah, sumber pembuat peta, proyeksi, koordinat serta

keterangan atau legenda. Sebelum berusaha mengartikan simbol-simbol peta,

pengguna disarankan untuk mempelajari dulu informasi-informasi tepi peta,

dengan demikian begitu melihat simbol seorang pengguna peta tidak ragu lagi

tentang makna atau bentuk unsur lingkungan yang tercermin dalam peta. Suatu

langkah yang tidak benar manakala pengguna langsung berusaha

menterjemahkan arti simbol-simbol dalam suatu peta tanpa terlebih dahulu

menyimak informasi tepinya.

b. Analisis Peta

Apabila simbol peta telah dapat dimaknai oleh pengguna, maka tahap berikutnya

adalah mengukur atau mencari nilai metrik dari unsur-unsur ayang tergambar

pada peta. Unsur yang tergambar pada peta dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

Posisional (titik ketinggian, sumur, tambang, pusat pelayanan dan lain-lain),

Linier (jalan, sungai, rel KA, garis pantai dan lain-lain), Volume (volume waduk,

volume gundukan dan lain-lain).

c. Interpretasi Peta

Tahap ketiga yaitu interpretasi peta, pengguna beusaha mencari jawaban

mengapa di bagian tertentu terjadi pengelompokan (pola) yang berbeda dengan

pola pada bagian lain dari peta yang sama.

3.1.3. Peta Kartografis

Dalam konteks pembicaraan yang sederhana, arti penting peta lebih

didefinisikan sebagai media petunjuk mengenai suatu tempat/lokasi atau gambaran

tentang bagaimana suatu tempat/lokasi dapat dituju. Batasan sederhana mengenai arti

penting peta tersebut tidaklah salah, karena pada dasarnya substansi sebuah peta

adalah lokasi (agihan spasial obyek), berbicara tentang peta, maka dengan sendirinya

berbicara tentang lokasi atau letak.

Dalam perkembangannya, peta telah dimanfaatkan secara meluas dalam

berbagai bidang, baik untuk keperluan akademis maupun non akademis; tidak hanya

terbatas pada ilmu-ilmu yang berbasis kebumian saja melainkan semua disiplin yang

melibatkan unsur lokasi dapat menggunakan peta sebagai penunjang kajiannya.

Berbicara masalah pemanfaatan peta tidak akan lepas dari syarat sebuah peta dapat

dipergunakan secara baik. Ada beberapa syarat atau kaidah yang harus dipenuhi agar

sebuah peta dapat memberikan manfaat yang besar bagi pengguna, dan beberapa

syarat tersebut terangkum dalam sebuah kaidah yang dapat disebut “kaidah

kartografis”. Peta yang dibuat atau digambar dengan mengikuti aturan atau kaidah

kartografis disebut dengan Peta Kartografis.

Bagaimanakah seharusnya kriteria suatu peta agar disebut berkaidah kartografis?

Peta yang baik adalah peta yang benar penyajian datanya dan menarik visualisasinya.

Di dalam suatu peta yang baik, apapun jenis dan temanya; siapapun pembuatnya

selalu dapat dijumpai unsur-unsur peta, yang meliputi : Judul atau tema peta, skala

peta, orientasi arah utara, legenda/simbol, inset peta, batas (letak) astronomis atau

koordinat geografisnya, sumber data, dan pembuat/penyusun peta. Disamping itu

dari aspek estetika, faktor leterring penting diperhatikan sehingga visualisasinya

menarik

a. Judul atau tema peta

Peta yang memiliki tema tertentu dalam ilmu kartografi disebut dengan peta

tematik. Tema peta tercermin dalam judul peta. Judul peta mencerminkan isi peta.

Peta yang tidak mimiliki judul peta disebut peta buta dan tidak dapat dijadikan

referensi untuk menurunkan/menyusun peta-peta tematik lain. Kaidah penulisan

judul peta diantaranya adalah sebagai berikut :

- judul berisi nama (tematik) peta dan daerahnya, sering pula judul peta ditambah

unsur waktu tergantung sifat kedinamisan data yang dipetakan;

- nama (tematik) peta dibuat dengan ukuran lebih besar dari nama daerahnya;

- jenis huruf kapital dengan ukuran disesuaikan ukuran kertas atau media

penggambaran yang lain, bentuk huruf standar/baku dan tidak boleh bernuansa

“art (seni)”;

- susunan penulisan judul terpisah antara nama (tematik) peta dengan daerahnya;

- penataan baris dengan sistem ‘center’.

Contoh 1 :

PETA ADMINISTRASIKECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

Contoh 2 :

PETA KEPADATAN PENDUDUKKABUPATEN KLATEN TAHUN 2005

b. Skala peta

Skala peta mencerminkan ukuran-ukuran dalam peta. Unsur-unsur metrik dalam

suatu peta, seperti : jarak dan luas tidak dapat dianalisis. Skala peta adalah

perbandingan satuan panjang (jarak) antara dua titik di peta dengan jarak riil di

lapangan. Skala peta adalah kunci analisis kuantitatif peta. Peta yang tidak memiliki

skala juga disebut peta buta, tidak dapat dijadikan referensi dan tidak dapat dijadikan

pembanding dengan peta lain. Tidak adanya skala menjadikan suatu peta terbatas

penggunannya.

Skala peta dapat disajikan dalam beragam bentuk atau cara, diantaranya adalah :

- dengan ‘kata-kata’, misal : one inch one miles, artinya tiap satu inci di peta

setara atau mewakili jarak satu mile di lapangan;

- dengan ‘perbandingan angka numeric’, misal : 1 : 100.000 atau 1 . 100.000

yang berarti 1 cm di peta mewakili jarak 100.000 cm di lapangan

- dengan ‘grafis atau garis’, misal : 1 0 2 km

1cm 2cm

skala tersebut menunjukkan 1 cm = 1 km 1 cm = 1000 meter 1 cm =

100.000 cm, sehingga skala petanya adalah 1 : 100.000; skala ini dapat pula

dihitung dari 2 cm = 2 km 2 cm = 2000 meter 2 cm = 2000 meter

atau 200.000 cm, sehingga skala petanya adalah 1 : 100.000.

Kaidah penulisan atau pencantuman skala dalam suatu peta secara umum adalah

sebagai berikut :

- skala tidak boleh diberi satuan, walaupun tidak bersatuan namun antara

pembilang dan penyebut harus berada pada satuan yang yang sama, untuk

Indonesia satuan tak tertulis tersebut adalah ‘centimeter’, misal 1 : 10.000,

skala ini sebenarnya adalah 1 cm : 10.000 cm

- pembilang pada skala peta harus ‘1’

- pencantuman skala dalam suatu peta yang lengkap adalah cara perbandingan

angka numeric selanjutnya cara grafis yang didesain di sebelah bawah skala

numeric,

contoh : 1 : 100.000

1 0 2 km

- pencantuman skala akan lebih baik jika diletakkan sehabis judul peta, atau

dengan kata lain menjadi satu kesatuan dengan judul peta

c. Orientasi arah utara

Peta dalam pandangan kebanyakan orang selalu dikaitkan dengan letak, lokasi

ataupun posisi suatu tempat atau obyek. Letak atau posisi obyek di permukaan bumi

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : letak/posisi absolut dan letak/posisi relatif.

Penyebutan “sebelah timur, sebelah utara” adalah contoh dalam menyatakan letak

relatif. Penyebutan tersebut tidak mungkin dilakukan pada saat membaca peta tanpa

mengetahui orientasi arahnya. Orientasi arah juga membantu pengguna/pembaca peta

dalam menemukan lokasi yang dicari. Tidak ada kaidah baku dalam mendesain

orientasi arah.

d. Legenda

Legenda atau simbolisasi data dalam peta mutlak harus ada. Peta tanpa

legenda juga disebut peta buta. Legenda dalam suatu peta merupakan anak kunci

untuk membuka informasi yang terkandung dalam sebuah peta. Pembuatan legenda

(simbolisasi) yang baik dan benar memudahkan orang menangkap isi peta.

Legenda/simbol berfungsi sebagai sarana mengkomunikasikan data. Sarana

komunikasi antara pembuat dan pembaca/pengguna peta adalah simbol/legenda.

Berdasarkan bentuknya, ada tiga jenis simbol penyajian data dalam sebuah

peta, yaitu : simbol titik, simbol garis dan simbol area; masing-masing jenis simbol

menurut sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu : kualitatif dan kuantitatif, sehingga ada

simbol : titik kualitatif dan kuantitatif, garis kualitatif dan kuantitatif serta area

kualitatif dan kuantitatif. Bentuk dari simbol-simbol tersebut dapat dilihat pada

contoh-contoh berikut.

Contoh 1 : Legenda/simbol titik

a. Kualitatif : ◘ = kantor kecamatan, ☼ = mataair

b. Kuantitatif : = 100 = 200

Contoh 1 : Legenda/simbol garis

a. Kualitatif : = jalan, = batas propinsi

b. Kuantitatif : = 50 km/jam = 100 km/jam

Contoh 1 : Legenda/simbol area

a. Kualitatif : = sawah = hutan

b. Kuantitatif : = rendah = tinggi

Disamping model simbol di atas ada pula model lain untuk simbolisasi data-data

statistik, pada umumnya berupa diagram batang maupun lingkaran.

e. Inset peta

Inset peta adalah petunjuk letak wilayah yang dipetakan jika dilihat dari wilayah

yang lebih luas. Inset peta merupakan orientasi letak peta. Inset penting karena

membantu pembaca atau pengguna peta untuk mengetahui lokasi keberadaan

wilayah yang dipetakan dilihat dari hirarki wilayah di atasnya.

Kaidah umum pencantuman Inset dalam sebuah peta diantaranya adalah :

- inset digambar dengan skala lebih kecil dan harus meliput daerah pemetaan

- inset tidak perlu dibuat menonjol dan terlalu besar

-

Contoh inset peta : Inset peta

PETA DESA X Kec. Ceper

Skala 1 : 100.000

: desa X

f. Koordinat geografis

Pada dasarnya setiap jengkal tanah di permukaan bumi ini memiliki koordinat

geografis yang berbeda-beda, dengan kata lain satu titik di permukaan bumi memiliki

satu koordinat geografis. Koordinat geografis dalam sebuah peta berfungsi sebagai

petunjuk mengenai posisi peta (wilayah pemetaan) di permukaan bumi. Koordinat

geografis dalam sebuah peta dapat berupa letak astronomis dan koordinat UTM.

Letak astronomis dinyatakan dalam bentuk derajat bujur dan derajat lintang; untuk

wilayah Indonesia dinyatakan dengan : derajat (…°. ….’ ….”) Bujur Timur (BT) dan

derajat (…°. ….’ ….”) Lintang Selatan (LS). Adapun koordinat UTM (Universal

Traverse Mercator) dinyatakan dengan mU (mewakili arah utara ataupun ordinat)

dan mT (mewakili arah Timur ataupun absis).

Tidak adanya koordinat geografis dalam suatu peta menjadikan peta yang

bersangkutan sulit untuk dirujuk posisinya di permukaan bumi. Kaidah pencatuman

koordinat geografis dalam sebuah peta adalah :

- koordinat dicantumkan pada frame peta sesuai batas riil terluar

wilayah/daerah yang dipetakan; bilangan koordinat yang dicantuman pada

model ini pada umumnya tidak bulat, misalnya : 7° 25’ 21,15” LS.

- koordinat dicantumkan pada frame peta mengikuti grid-grid peta; bilangan

koordinat yang dicantuman pada model ini pada umumnya bulat, misalnya :

7° 25’; atau dengan koordinat UTM , misalnya : 470000 mT (peta digital

dengan koordinat UTM umumnya masuk kelompok ini.

Contoh 1 : koordinat sesuai batas riil wilayah

110° 14’ 23” BT 110° 24’ 11,5” BT

7° 24’17” LS

7° 28’22” LS

Contoh 2 : koordinat mengikuti grid peta

110° 10’ BT 110° 25’ BT

7° 20’ LS

7° 30’ LS

Contoh 3 : koordinat UTM mengikuti grid peta

465000 470000 475000 480000 mT

9200000 mU

9190000 mU

g. Sumber data

Sumber data perlu dicantumkan dalam peta agar pembaca atau pengguna peta

tahu : (1) data apa saja yang digunakan dalam penggambaran atau penyusunan peta,

(2) dari mana data diperoleh atau dikumpulkan. Informasi ini penting karena orang

akan tahu ; (1) validitas data yang disajikan, (2) peta yang dibuat tersebut apakah

hanya “disalin” (si pembuat hanya menyalin atau menggambar ulang dari sumber

yang digunakan), ataukah peta tersebut “disusun” (benar-benar merupakan hasil

karya si pembuat peta).

Kaidah umum penulisan sumber data diantaranya adalah :

- teks ditulis sebagaimana umumnya penulisan teks dalam naskah, tidak

dibenarkan penulisan dengan huruf besar semua

- jenis huruf standar/baku dengan ukuran disesuaikan dengan tempat yang

tersedia dan banyak sedikitnya jenis sumber data.

h. Pembuat peta

Informasi mengenai si pembuat peta penting dicantumkan agar peta dapat

dirujuk dan dipertanggungjawabkan isinya. Informasi tentang pembuat atau

penyusun peta pada umumnya disertai dengan tahun pembuatan.

Peta bukanlah sekedar gambar, namun gambar yang dapat memberikan atau

menyajikan informasi tentang fenomena-fenomena serta berbagai kemungkinan

saling hubungan antar berbagai fenomena di permukaan bumi. Peta akan dapat

memerankan fungsinya dengan baik dan optimal manakala peta dibuat dengan

mengikuti kaidah penggambaran peta sesuai ilmu yang manaunginya, yaitu

kartografi. Peta berkaidah kartografis, baik yang berformat manual maupun digital

akan memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan dan pembangunan. Informasi

spasial dalam bentuk peta telah diakui secara luas sebagai informasi yang sangat

berguna karena kelebihan yang dimilikinya, yaitu data pada peta selalu menyertakan

unsur lokasi di dalamnya.

Dewasa ini paradigma pemetaan telah mengalami pergeseran dari manual ke

digital. Perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (GIS) sebagai perangkat

penghasil peta-peta format digital telah menyediakan berbagai fasilitas penunjang

dalam mendesain layout sebuah peta, sehingga kaidah kartografisnya dapat terpenuhi

secara baik dengan akses cepat.

3.2. Fungsi Foto Udara

Di kalangan akedemisi dan praktisi yang menggeluti bidang-bidang yang

berbasis kebumian ataupun landscape, seperti : geodesi, geologi, geografi,

pertambangan, kehutanan dan planologi, citra foto udara bukanlah sesuatu yang

asing didengar. Hal ini disebabkan foto udara merupakan salah satu sumber data

spasial yang sangat berguna bagi bidang-bidang tersebut, baik untuk keperluan

research maupun proyek.

Citra foto udara merupakan salah satu dari sekian banyak citra penginderaan

jauh yang sampai saat ini masih dimanfaatkan, mengingat kelebihannya yang dapat

menampilkan kenampakan tiga dimensi melalui pengamatan stereoskopis.

Sebenarnya kemajuan teknologi pemetaan dan penyadapan data spasial sekarang ini

telah cukup maju, dengan hadirnya citra-citra penginderaan jauh yang memiliki

resolusi spasial tinggi dengan pereode perekaman pendek, seperti : Citra Ikonos dan

Quikbird.

Penginderan jauh (remote sensing) adalah ilmu memperoleh informasi

permukaan bumi melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu

alat tanpa kontak langsung dengan obyek di permukaan bumi. Dalam ilmu

penginderaan jauh, citra dibedakan dalam berbagai kategori. Berdasarkan systim atau

tenaga perekamnya, citra dibedakan menjadi systim aktif dan pasif, sedangkan

berdasarkan wahana yang membawa alat perekamnya, citra dibedakan menjadi dua,

yaitu citra foto udara dan citra satelit. Di dalam tulisan ini citra yang akan

dibicarakan adalah foto udara.

3.2.1. Kelebihan Foto Udara

Berdasarkan panjang gelombangnya foto udara dibedakan menjai tiga, yaitu :

ultraviolet, pankromatik dan inframerah. Foto udara pankromatik sendiri dibedakan

menjadi dua, yaitu hitam putih dan berwarna. Di dalam beberapa kegiatan penelitian

geografi jenis foto udara pankromatik hitam putih sering digunakan. Ada beberapa

kelebihan yang dimiliki jenis citra ini disbanding citra foto lain, diantaranya adalah :

(1) kenampakan yang terlihat sesuai aslinya di lapangan sehingga mudah dikenali;

(2) pengamatan stereokopis terhadap citra foto ini dapat menampilkan kenampakan

tiga dimensi sehingga memudahkan identifikasi obyek di permukaan; (3) rencana

pengambilan sample di lapangan dapat dilakukan secara langsung di atas citra; (4)

obyek penelitian dapat diinterpretasi langsung di laboratorium tanpa tergantung oleh

kondisi lapangan dan keadaan cuaca; (5) foto udara memiliki resolusi temporal yang

baik sehingga mampu digunakan untuk mengkaji perkembangan obyek permukaan

bumi dari waktu ke waktu.

3.2.2. Interpretasi Foto Udara

Interpretasi adalah penafsiran, sehingga bisa benar bisa juga salah. Banyak

factor yang mempengaruhi ketepatan interpretasi seseorang terhadap obyek yang

terlihat dalam citra foto udara. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : (1)

frekuensi melakukan interpretasi; (2) pemahaman interpreter terhadap obyek kajian;

(3) penguasaan interpreter terhadap daerah kajian; (4) penguasaan interpreter

terhadap instrument intrpretasi yang digunakan. Gambar 1 dan Gambar 2 adalah

contoh foto udara pankromatik hitam putih dan kegiatan interpretasi foto udara di

laboratorium Penginderaan Jauh Laboratorium fakultas geogafi UMS.

Gambar 1. Foto udara daerah Klaten Gambar 2. Kegiatan interpretasi

4.2.3. Fungsi Foto Udara dalam Penelitian Geografi

Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa citra adalah sumber data spasial

permukaan bumi. Geografi adalah studi yang mempelajari atau mengkaji tentang

fenomena-fenomena permukaan bumi. Fenomena permukaan bumi terutama yang

bersifat fisik akan terlihat di dalam citra.

Dalam berbagai kegiatan penelitian, penggunaan foto udara sudah mulai

dilakukan pada awal penelitian, terutama bagi penelitian-penelitian yang

memanfaatkan foto udara untuk penyusunan unit analisis atau satuan pemetaan,

seperti unit lahan ataupun satuan bentuklahan. Untuk keperluan ini, terkait dengan

obyek kajian seorang interpreter dituntut memiliki pemahaman mengenai konsep

satuan pemetaan serta kemampuan dalam penyusunan petanya, sedangkan terkait

dengan cara penyadapan data dari foto udara, seorang interpreter dituntut memiliki

pemahaman dan kemampuan dalam pengamatan tiga dimensi.

Penggunaan foto udara selain untuk penyusunan unit analisis atau satuan

pemetaan, misalnya penyadapan data atau variable penelitian seperti kemiringan

lereng ataupun penggunaan lahan, seorang interpreter dituntut untuk menguasai

teknik penyadapan data sesuai karakteristik datanya. Contoh : data kemiringan lereng

hanya dapat disadap jika seorang interpreter menguasai alat slopemeter atau

penggunaan dan perhitungan paralaks bar; data penggunaan lahan hanya dapat

disadap jika seorang interpreter mengerti tentang kunci-kunci pengenalan obyek dan

kunci interpretasi.

Penggunaan citra penginderaan jauh pada umumnya dan foto udara pada

khususnya memang memiliki kelebihan dalam banyak hal, yaitu efektif dan efisien

dalam pengertian data cepat disadap, hemat beaya dan tenaga. Data yang tersadap

atau terkumpul adalah data-data hasil penafsiran interpreter yang masih

memungkinkan adanya kesalahan, sebab hanya berdasarkan pada rekaman yang

tersaji pada sebuah citra. Oleh karena itu, semua kegiatan interpretasi dengan

menggunakan citra penginderaan jauh termasuk foto udara harus dilakukan verifikasi

atau uji lapangan untuk penyempurnaan hasil interpretasi.

Daftar Pustaka

Azis, Lukman. 1977. Peta Thematik. Bandung: ITB

Bintarto, 1987. Perkembangan Pemikiran Geografi. Makalah. Fakultas Geografi UMS

Keates, JS, 1973. Cartographic Design and Production. London: Longma Group Ltd.

Philip,C.Muchrhe. 1978. Map Use, Reading, Analisys and Interpretation. London: Longma Group Ltd.

Sukoco, Mas., 1985. Kartografi Dasar. Yogjakarta: Fakultas Geografi UGM.

Sinaga, M., 1997. Pengetahuan Peta. Yogjakarta: Fakultas Geografi UGM

Sutanto, 1995. Penginderaan Jauh Dasar. Yogjakarta: Fakultas Geografi UGM

Suharsono, dkk. 2006. Majalah Geografi Indonesia. Vol.20,No.2 September 2005.