oleh: dedi soemardi
TRANSCRIPT
9
_________ Oleh: Dedi Soemardi ________ _
PENGANTAR KATA Persoalan hak budget dirasakan
menjadi semakin penting pada saat Pemerintah Republik Indonesia sedang
. sibuk menggalakkan semangat seluruh lapisan masyarakat untuk membangun sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
Namun supaya semangat pembangunan dapat diarahkan kepada sasarannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan cita-cita masyarakat Pancasila, tata-tertib dalam pelaksanaannya harus diikuti oleh semua pihak dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
--Salah satu sarana yang penting dalam rangka pem bangunan negara yaitu tata-tertib dalam pelaksanaannya harus diikuti oleh semua pihak dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
, Salah satu sarana yang penting dalam rangka pembangunan negara yaitu tata-tertib pengelolaan keuangan negara. Sebagaimana telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945, anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan tahun yang lalu (pasal 23 ayat 1). Menurut penjelasannya, ayat 1 dari pasal 23 UndangUndang Dasar 1945 merupakan hak begrooting (hak budget:, Penulis) Dewan Perwakilan Rakyat. Cara menetapkan anggaran pendapatan dan be-
lanja dengan undang-undang mengandung arti bahwa Dewan Perwakilan Rakyat harus menyetujui terlebih dahulu rancangan anggaran pendapatan dan belanja yang diajukan oleh Pemerintah. Cara seperti ini lazim dilakukan dalam suatu negara demokrasi seperti Negara Republik Indonesia.
Hak Budget Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana terse but pada pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 besert~ penjelasannya merupakan salah satu fungsi Dewan Perwakilan Rakyat yani pimjabaraiinya lebih lanjut diatur -di- Oalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun C9(;9- t entang Su-...... ' -' \
sunan dan Kedu u an Majelis PelIllu-syawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan RakyaL Daerah.
Pendahuluan Membicarakan masalah hak budget
tidak lengkap jika tidak diadakan tinjauan secara historis mengenai sejarah keuangan negara. Perhatian masyarakat terhadap soal keuangan negara mula-mula sangat sedikit. Hal ini dapat dipahami jikalau kit a mengetahui bahwa orang-orang pada abad permlilaan yang bergerak di bidang pemerintahan memperoleh biaya tugas-tugasnya itu hanya dari usaha-usaha sendiri seperti penghasilan dari wilaYahnya (hasil ulayat) dan dari hasil-hasil rampasan dalam peperangan.
•
•
10
Ketika penghasiIan-penghasiIan tersebut tidak lagi mencukupi, disebabkan karena berkembangnya tugas-tugas pemerintahan dan ditambah lagi dengan hama nafsu untuk hidup berIebihan dari petugas-petugas pemerintatwlD, yang kesemuanya itu membutuhkan lebih banyak lagi biaya-biaya, kekurangan-kekurangan biaya tersebut terpaksa diusahakan dengan cara lain. ' Mula-mula rakyat diminta sokongan atau sumbangan dalam bentuk delma secara sukarela. Kemudian atas sumbangan-sumbangan yang diberikan itu rakyat mulai menuntut pembalasan jasa sebagai imbalannya, antara lain mereka menghendaki supaya diperbolehkan mengadakan pasar. Tetapi karen a sumbangan-sumbangan itu dipungut terns-menerus maka rakyat merasa bahwa beban itu makin bertambah berat dan mereka mulai enggan memenuhi kewajibannya bingga jumlah sum bang an itu berkurang. Keadaan seperti itu memaksa pemerintah mengadakan tagihan-tagihan secara paksaan dengan jalan memungut pajak atau iuran negara.
Berhubungan dengan tindakan pemerintah seperti itu, rakyat yang sudah mulai sadar akan hak-haknya mulai menuntut ikut serta bersuara,
perkataan lain supaya pemerintah bennusyawarah dengan rakyat sebelum mengadakan pemungutan pajak. Keikut-sertaan rakyat itu mulamula hanya ditujukan kepada peraturan-peraturan mengenai cara memungut pajak, tetapi lama kelamaan mereka juga menghendaki turnt serta dalarn pemeriksaan (controle) atas pelaksanaan penagihan dan juga mereka ingin mengetahui apakah hasil pemungutan pajak-pajak tadi dipergunakan
• dengan hem at, bijaksana dan tepat-guna.
Bertambah luasnya bidang-bidang pemerintahan membawa akibat pula bah-
Hukum dan Pembangunan
wa perhatian rakyat juga bertambah besar terhadap hal-hal tersebut. Pada
•
waktu tugas pemerintah bam terbatas pada persiapan membentuk tentara, aparatur kepolisian dan aparatur peradiIan, rakyat tidak terlalu memikirkan mengenai penggunaan dana-dana yang tersedia, dengan lain perkataan mereka tidak terlalu memperhatikan apakah persediaan dana itu berIebih atau berkurang. Tetapi setelah tugas-tugas pemerintah juga meliputi bidang-bidang pendidikan dan pengajaran, kesejahteraan dan kesehatan rakyat, kepegawaian dan lain sebagainya, maka barulah mereka mempertimbangkan untuk turnt menetapkan jumlah-jumlah yang berlu disediakan untuk berbagai kebutuhan ter-
• sebut. Di sam ping itu dikalangan rakyat sendiri mulai timbul perbedaan-perbedaan pendapat mengenai jumlah dana yang perlu disediakan untuk berbagai keperIuan terse but. Pada satu fihak ada yang menghendaki agar pemerintah lebih banyak menyediakan biaya atau dana untuk pendidikan dan pengajaran rakyat, sedangkan fihak lain mementingkan kesejahteraan (sandang, papan, pangan, yang cukup dan kebutuhan spiritual). Halhal terse but mendorong rakyat untuk turnt serta bersuara dalam cara membagi dan mempergunakan uang yang dipungut dari mereka.
Pembagian belanja ini mula-mula diselenggarakan oleh pemerintah sendiri dengan mem buat suatu rancangan pengeluaran. Tetapi cara seperti ini tidak lagi disetujui oleh rakyat melainkan mereka juga ingin mengetahui cara bagaimana pemerintah membuat rancangan atau membagi dana, dengan lain perkataan mereka menuntut melalui wakiI-wakiInya untuk turnt serta memutuskan untuk kepeduan apa dana masyarakat itu dipergunakan.
,
• Hak Budget
Perbedaan pendapat antara pemerintah dengan wakil-wakil rakyat tersebut mengenai hak menetapkan anggaranj ,keuane;an (hak budget), diselesaikan deng~ ' dip'erboiebkannya hak atau kewenangan tersebut oleh para wakil rakyat. Sejak saat itu pemerintah tidak sanggup lagi mempertahankan atau membela diri terhadap tuntutan rakyat tersebut dan demokratis bahwa kekuasaan untuk menetapkan anggaran belanja terletak pada Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hubungan ini perlu diingat selalu motto yang diungkapkan oleh seorang satjana Perancis yang ahli dalam bidang keuangan yang bernama d'Audiffret yang bunyinya (tetjemahan dalam bahasa Indonesia) sebagai berikut:
"Pemeliharaan kekayaan negara amat besar pengaruhnya terhadap nasib rakyat suatu negara. Suatu negara dapat menjadi negara yang kuat dan berkuasa yang mampu mengembangkan kebesaran dan kemashurannya atau menjadi lemah dan tidak berdaya, tergantung pada cara mengatur dan mengurus keuangan. Seorang ahli kenegaraan yang ulung tidak akan dapat mencapai hasil-hasil yang sempuma dan memuaskan dalam mewujudkan buah pikirannya jika tidak dapat mengatur dan mengurus keuangan negara berdasarkan cara-cara yang sehat dan teru tama pula ditujukan ke arah melindungi dan mengembangkan kepentingan dan harta benda masyarakat atas dasar kecakapan dan pandangan yang bijaksana".
HUKUM ANGGARAN (Pada Masa UUDS 1950)
Dari uraian pada bab pendahuluan dapatlah di tarik kesimpulan bahwa tiorongan masyarakat untuk turut serta bersuara mengenai keuangan negara, khusus ditujukan pada sum ber penghasilan Negara. Karena beban perkembangan kebutuhan masyarakat di-
11
tekankan , pada rakyat sendjri, $udah selayaknya Dewan Perwakilan Rakyat menuntut supaya segala tindakan ke arah itu mendapat persetujuannya terlebih dahulu.
Kemudian karena belum puas dengm hak ini saja, Dewan Perwakilan Rakyat mengingini pemeriksaan tentang pengeluaran ,itu . Dewan ingin mengetahui untuk apa uang yang dipungut dari rakyat dipergunakan dan hal ini lambat laun juga mengarah kepada keinginan untuk ikut serta dalam menentukan cara pembayarannya. Dengan demikian lahirlah hukum anggaran, khlIsus hak budget, yang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
•
J adi yang dimaksudkan hak budget adalah hak untuk memutuskan atau menetapkan batas jumlah (kredit) pengeluaran uang untuk benllacam- I
macam keperluan negara dan hak untuk memeriksa pemakaian uang masyarakat.
Hak tersebut baru dipergunakan sebaik-baiknya dan sepenuh-penuhnya, jika Dewan Perwakilan Rakyat mendapat gambaran yang luas tentang penghasilan negara yang dipergunakan menurut syarat-syarat yang ditetap-kannya. -
Sehubungan dengan permasalahm hak budget Dewan Perwakilan Rakyat timbullah pertanyaan apakah hak untuk memberi persetujuan itu mengandung arti juga berhak untuk menolak ?
Atau apakah hak itu hanya dapat dipergunakan untuk menolak secara ke%eluruhan ataukah dapat pula secara partial dan apakah hak tersebut dapat digunakan untuk mengubah suatu bagian anggaran (satu program atau proyekjmata tertentu)?
• • ~be~mpert W
dijawab sebagai perbandingan seyogyanya ditelaah dulu masalah hak budget
J anuarl 1984
v
12
pada masa Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Dalam ketata-negaraan pada masa itu hak budget adalah "hak mutlak" dari Dewan Perwakilan Rakyat. Apakah yang dimaksudkan dengan hak mutlak disini ? Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat dalam organisasi kenegaraan terbagi dua. Pertama, dengan memperhatikan penggarisan-penggarisan yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar, menentukan tujuan dan tugas dati organisasi tersebut.
Kedua, harus melakukan pengawasan terus-menerus terhadap pemenuhan tugas-tugas organisasi ke negaraan itu, dalam hal ini tugas-tugas yang dijalankan badan administrasi di bawah pimpinan Pemerintah.
Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan fungsi tersebut, terutama sekali karen a keikut-sertaannya dalam pembuatan undang-undang dan dalam penetapan anggaran belanja. Undangundang itu sendiri memang telah meletakkan beban-beban kepada Pemerintah dan aparaturnya untuk dilaksanakan. Anggaran belanja tidak hanya memberikan kepada Pemetintah kewenangan untuk menguasai keuangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugasnya, tetapi juga dapat dianggap sebagai rencana ketja yang meIJimuat gambaran kebijaksanaan yang akan dijalankan untuk tahun mendatang. Secara histotis anggaran belanja itu hanya merupakan pembetian kuasa kepada Pemetintah untuk mengeluarkan dana yang tersedia di dalamnya demi mencapai tujuan yang sudah digatiskan. Anggaran belanja itu serentak menentukan pula batas-batas sejauh mana Pemerintah boleh mengadakan pengeluaran-pengeluaran. Tetapi di dalam kerangka itu pada saat sekarang, anggaran belanja itu di dalamnya mengandung pula kewajiban
,
Hukum dan Pembangunan
bagi Pemerintah. Kewajiban yang dimaksud bukan hanya dalam arti setiap rupiah dati anggaran belanja yang boleh dikeluarkan tetapi termasuk pula perwujudan sebaik-baiknya dati rencana ketja atau program.
Dalam rangka fungsi pengawasan terus-menerus dati ,Dewan Perwakilan RakYat terhadap pemenuhan tugastugas organisasi ke negaraa, khususnya tugas-tugas yang dijalankan oleh badan administrasi sebagaimana telah disinggung di atas, dapat pula diartikan bah wa sifat kesinam bungan itu
meliputi pembicaraan-pembicaraan atau musyawarah. Dapatlah disini dikatakan bahwa pembicaraan-pembicaraan itu mengarah kepada satu tujuan yaitu agar . Pemerintah menyesuaikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuhnya kepada kehendak Dewan Perwakilan Rakyat.
Pembicaraan-pembicaraan terse but terjadi pada waktu perdebatan-perdebatan mengenai program ketja kabinet yang baru dibentuk atau mengenai pembahasan anggaran belanja tahunan, khususnya menyangkut pemandangan umum atau mengenai pembahasan perhitungan anggaran (pasal 116 Undang Undang Dasar Sementara 1950) dan lai n se bagainya.
•
Sudah menjadi kesepakatan bersa-rna bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
v tidak hanya berwenang mengadakan penilaian secara ktitis mengenai halhal yang telah dilaksanakan oleh Pemeerintah tetapi Dewan Perwakilan Rakyat juga berwenang merundingkan dengan Pemerintah mengenai hal-hal yang akan dijalankan oleh Pemerintah. Bahkan Un dang Undang Dasar atau Undang Undang telah juga mengsyaratkan bahwa mengenai tindak-tindak pemerintahan tertentu harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dati Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 118
v
Hak Budget
Un dang Undang Dasar Semen tara 1950).
Adanya kewenangan-kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat yang begitu luas dalam sistem Undang Undang Dasar Sementara 1950 pada umumnya bertitik-tolak dari suatu asas yang tertuang dalam pasal 82 dan 83 ayat 1 : Pemerintah memerintah , tetapi ia bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sistem seperti itu mengandung bahaya bahwa dengan terlalu seringnya diadakan pembicaraan-pembicaraan, perbedaan fungsi organisatoris antara penentuan tugas dan badan pengawasan pada satu pihak
. (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan pelaksanaan tugas pada lain pihak (Pemerintah) menjadi kabur dan timbul kecenderungan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat seolah-01ah ingin menguasai kedudukan Pemerintah.
HUKUM ANGGARAN (Pada Masa UUD 1945)
Setelah menguraikan secara singkat masalah kemutlakan hak budget ~e-
<
wan Perwakilan Rakyat pada masa berlaku~ya ' 'undang" U;dang Dasar Sementara 1950, sampailah sekarang kepada jawaban/penjelasan pertany aan-pertanyaan terse but di atas pada Bab. II mengenai Hukum Anggaran (pada masa UUDS 1950). Hal-hal yang diungkapkan terse but dapat disimpulkan dalam dua sistem :
1. Sistem yang pertama adalah sistem terima atau menolak (take it or leave it) . Dalam sistem ini Dewan Perwakilan Rakyat tidak berwenang mengadakan perubahan terhadap Rancangan Anggaran yang diajukan oleh Pemerintah. Kewenangan hanya berupa menerima at au menolak Rancangan Anggaran tersebut.
2. Sistem yang kedua adalah sistem dimana Dewan Perwakilan Rakyat
13
juga mempunyai kewenangan untuk melakukan perubahan (semacam hak amandemen pada undang-undang lainnya).
Masalah jangkauan arti persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam penetapan anggaran merupakan manifestasi dari suatu proses peIjuangan (khususnya dalam sistem Parlementer) untuk menentukan perimbangan kekuasaan antara Badan Eksekutif dan Badan Legislatif. Di dalam sejarah ketata-negaraan Be-1anda umpamanya dikenal masalah "overwicht of evenwicht" yang maksudnya Dewan Perwakilan Rakyat lltau Pemerintah yang lebih berkuasa, atau apakah kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah adalah seimbang.
Yang menjadi pertanyaan ialah sistern manakah yang dianut oleh Negara
•
Republik Indonesia? ' _ _ , Seperti diketahui, penetapan anggaran merupakan materi Un dang Undang Da-sar. Oleh sebab itu, untuk mengeta-hui sistem mana yang dianut di Indonesia, maka perlu dikaji Pasal 23 1,
Un dang Undang Dasar 1945 berikut I' , Penjelasannya. "
Pasal 23 ayat 1 menentukan bahwa ' Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang Undang. Apabila Dewan Perwa-kilan Rakyat tidak menyetujui an yang diu sulk an Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran ta- \j
hun yang lalu . Di dalam penjelasan Undang Un
dang Dasar 1945 ditemukan keterangan sebagai berikut:
•
" Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hid up dan dari mana did ap atnya belanja buat hidup harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Pasal 23
.J anuari 1984 -
14
menyatakan, bahwa ~al menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Kakyat lebih kuat dari pada kedudukan Pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat".
Karena penjelasan Undang Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa dalam menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dati Pemerintah, timbul masalah apa yang dim,ak-
\
sud dengan lebih kuat itu ? Di negara-negara dengan sistem Parle-, menter, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat memang lebih kuat, karena Dewan Perwakilan Rakyat dapat menjatuhkan Pemerintah atau Menteri tertentu dengan penolakan anggaransecara keseluruhan atau anggaran dari
.suatu Departemen tertentu atas alasan atau sebab-sebab di luar anggaran
•
(verwerping van de begroting om rede-nen daarbuiten geZegen).
, Oleh karena dalam sistem Undang •
Undang Dasar 1945 Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat menjatuhkan Pemerintah, maka pengertian Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat mungkin hanya dikaitkan dengan hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak me--nyetujui Anggaran yang diajukan o1eh
- Pemerintah.
Dilain pihak Pemerintah juga diberi hak untuk menggunakan anggaran tahun sebe1umnya. Apakah ayat 1 Pasal 23 berbicara ten tang penolakan secara keseluruhan atau sebagian, tidak ada keterangan lebih 1anjut di dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945. Pertanyaan selanjutnya ialah apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak suatu bagian tertentu dari anggaran diajukan Pemerintah, apakah Pemerintah dapat menggunakan bagian
tersebut yang berasal dari tahun sebe1umnya ? Dan bagaimana jika program atau proyek yang dito1ak itu tidak ada di
Hukum dan Pembangunan
dalam anggaran tahun sebe1umnya ? Untuk mengetahui lebih lanjut me
ngenai hal-hal terse but, ada baiknya jika ditelaah sejarah teJjadinya Pasal 23 ayat 1. Di dalam buku Moh. J amin "Naskah Persiapan Undang Undang Dasar 1945", jilid I, halaman 421 sampai dengan 422, ditemukan keterangan sebagai berikut : Pasal 23 ayat 1 Undang Undang Dasar 1945 pada mulanya hanya berbunyi sebagai berikut:
"Anggaran Pendapatan dan BeZanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang Undang".
Pada waktu itu anggota Supomo memasukkan suatu artike11agi sebagaimana yang diusu1kan o1eh anggota Ratu1angi yaitu:
• "Apabila Dewan Perwakilan Rakyat ti-dak menyetujui anggaran yang diusulkan oleh Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu ".
Anggota Iwa Kusumasumantri ter-nyata tidak menyetujui dengan tambahan ten tang pemakaian dasar tahun yang lalu itu , sebab dengan demikian Pemerintah terikat kepada begroting tahun yang 1alu, dan keadaan tahun yang 1alu tentu sudah berubah dalam tahun yang beJja1an itu, jadi bo1eh juga tambahan barangkali berbunyi begitu, akan tetapi harus ada tambahan 1agi: "dengan perubahan yang dianggap perlu oleh Pemerintah". Jadi memberikan ke10nggaran kepada Pemerintah, karena Pemerintah sudah terikat dengan anggaran belanja dengan dasar tahun yang 1alu, sedang keadaan keperluan negara dalam satu tahun itu sudah bisa berubah banyak.
Atas usu1 tambahan dan penjelasan yang diajukan Iwa K usum asumantri ditanggapi o1eh Supomo sebagai berikut: "Soalnya begini, bagaimanakah penye1esaian anggaran itu_ Itu diatur dalam undang-undang. Misalnya se~arang begroting Kehakiman
•
\
Hak Budget
sekian, Pendidikan sekian. Ada kemungkinan bahwa se1uruh begroting tidak diterima atau sebagian tidak diterima, karena di dalam begroting tentu ada usu1 dari Pemerintah untuk menge1uarkan uang berhubung dengan kebu tuhan baru. Jika penge1uaran baru itu oleh Dewan tidak dhnufakati, dengan sendirinya Pemerintah tidak bisa, tidak bo1eh menjalankan apa yang diusulkan itu. Contoh yang konkrit saja ialah, misalnya Pemerintah akan mengadakan Seko1ah Menengah Tinggi di Pa1embang. Usu1 itu tidak diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh sebab itu tidak bisa didirikan Seko1ah di Palembang. Tetapi ka1au se1uruh be
grotzng dan pendidikan dito1ak sarna sekali, harus juga ada uang yang ke 1uar. Untuk itu tentu ada grondslag, yaitu tahun 'yang 1alu".
Atas tanggapan Supomo, Iwa Kusumasumantri tidak berkeberatan tetapi sedikit memberikan komen dengan mengatakan sebagai berikut:
"Dengan dasar itu saya tidak ada keberatan , sebab tentu ada pekerjaan, akan tetapi jika terikat kepada anggaran dasar tahun yang lalu untuk tahun yang baru, barangkali sediki t susah ".
Atas komen tersebut Supomo menjawab: ' 1 tu biasa".
Kemudian Ketua Soekarno memutusk an sebagai berikut:
"Jadi usul Tuan fwa dicabut, jadi ran· cangan seluruhnya diterima".
Demikian keterangan sejarah teIjadinya Pasal 23 ayat 1 menurut buku Mohamad Yamin.
Dari perdebatan mengenai perumusan Pasal 23 ayat 1 Undang Undang Dasar 1945 terse but di atas, je1as1ah bagi kita semua bahwa andaikata .,
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui angggaran yang diusu1kan Pemerintah, maka tidak bo1eh ada
15
tawar-menawar 1agi sebagaimana yang pernah diusulkan oleh anggota Iwa Kusumasumantri dengan kata-kata "dengan perubahan-perubahan yang dia·nggap perlu oleh Pemerintah". Konsekuensinya Pemerintah harus memakai anggaran tahun yang 1alu. Walaupun disadari betapa akan sulit
. bagi Pemerintah untuk me1aksanakan tugasnya atas dasar anggaran tahun yang 1alu yang berarti dapat mengganggu perkembangan pembangunan, namun pembuat Undang Undang Dasar 1945 te1ah menetapkan tata hubungan terse but, agar Dewan Perwakilan Rakyat sekalipun tidak dapat menjatuhkan Pemerintah, tidak dapat diabaikan begitu saja oleh Pemerintah .
Dari tukar pendapat antara Iwa Kusumasumantri dengan Supomo tersebut terlihat bahwa masalah anggaran tanpa sadar tidak dikaitkan dengan Pasal mengenai GBHN, sehingga ketentuan mengenai budget sebagai su b sistem tidak mengacau secara mendasar kepada sistem Undang Undang Dasar 1945. Secara mendasar Un dang Un dang Dasar 1945 menegaskan bahwa kedau1atan berada ditangan rakyat dan dil~ukan sepenuh- • nya oleh Majelis Pennusyawaratan Rakyat ia1ah penye1enggara negara tertinggi.
Salah satu tugas pokok Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah menetapkan GBHN, dan da1am Penje-1asan UUD 1945 dimuat keterangan sebagai berikut:
"Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan Negara, maka kekuasaan tidak terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan·ha· luan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari".
Sebagal akibat logis dari ketentuan
Januari 1984
•
•
16
dasar tersebut, maka semua rencana kerja Pemerintah, apalagi anggarannya harus merupakan pelaksanaan dari GBHN. Contoh yang dikembangkan Supomo mengenai anggaran untuk ' mendirikan Sekolah Menengah Tinggi di Palembang, agak sulit untuk dirangkaikan dengan sistem Undang Undang Dasar 1945. Jika dikaitkan dengan GBHN, maka penolakan suatu proyek oleh Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan apabila proyek tersebut bukan merupakan pelaksanaan dari program yang bersumber pada GBHN . Oleh sebab itu, contoh terse but seyogyanya hanya dikaitkan kepada masalah penolakan, baik penolakan sebagian maupun penolakan terhadap anggaran secara keseluruhan , satu dan lain dalam batas-batas ketentuan undang-undang dan GBHN.
•
Hubungan antara Undang Undang Da-. sar 1945, G BHN, Repelita dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pemegang kedaulatan rakyat menetapkan GBHN yang merupakan Pola Umum Pembangunan Nasional yang terdiri dari Pola Dasar Pembangunan Nasional, Pola Umum Pembangunan J angka Panjang dan Pola Umum Pelita.
Seperti diketahui, tujuan kemerctekaan secara mendasar terdapat di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Tujuan kemerdekaan tersebut dijabarkan di dalam GBHN. Agar pencapaian tujuan tersebut menjadi lebih nyata, maka ditetapkan Repelita dan pelaksanaannya tiap tahun ditentukan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam kaitan yang jelas antara Undang Undang Dasar 1945, GBHN, Repelita dan APBN seperti itu, maka penolakan terhadap APBN baik secara keseluruhan, maupun secara partial
Hukum dan Pembangunan
hanya da'pat dibenarkan apabila dapat dibuktikan bahwa yang dianggarkan itu tidak sejalan dengan GBHN atau Repelita. Di sam ping itu, telah menjadi kesepakatan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bahwa di dalam APBN ruang lingkup kewenangan undang-undang adalah Sektor dan Sub Sektor, sedangkan perinciannya ke dalam program dan proyek/kegiatan adalah wewenang Presiden.
Seperti diketahui semenjak Orde Baru pengajuan Rancangan Undang Undang APBN telah dilakukan oleh Pemerintah untuk memenuhi ketentuan Undang Un dang Dasar 1945. Dalam setiap Un dang Undang APBN di sam ping memuat angka-angka ketentuan mengenai susunan anggaran (yang
• terus disesuaikan dengan kebutuhan Pemerintah) serta ketentuan bahwa ketentuan-ketentuan ICW yang bertentangan dengan bentuk susunan dan isi Undang Un dang APBN dinyatakan tidak berlaku. Dari segi akademis, ketentuan seperti itu seyogyanya tidak diatur di dalam Undang Undang APBN.
Kesepakatan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat ialah bahwa ketentuan-ketentuan tersebut nantinya harus dimasukkan di · dalam Undang Undang Pengganti ICW . Sebagaimana lazimnya pada setiap Undang Undang, juga Un dang Un dang APBN memiliki Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasa!.
Untuk melengkapi uraian singkat ini, perlu dikemukakan sekedarnya mengenai kewenangan penyusunan anggaran. Kiranya jelas, bahwa penyusunan APBN berada di dalam ruang lingkup kewenangan Pemerintah. Namun dalam pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah, nampak kecenderungan Dewan Perwakilan Rakyat untuk turut serta dalam tahap penyusunan. Hingga kini Pemerintah hanya mengakomodir has-
Hak Budget
rat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut dalam bentuk "Pembicaraan Pendahu-1uan" yang dilakukan menje1ang penyusunan anggaran oleh Pemerintah. Mengenai hal ini Menteri/Sekretaris Negara te1ah menge1uarkan edaran pada para Menteri bahwa Pembicaraan Pendahu1uan hanya bvleh dilakukan secara kwa1itatif. Dewan tidak membicarakan angka-angka untuk Rancangan APBN yang akan datang, maka akan terce ah kekaburan tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah dengan Dewan Perwaki1an Rakyat.
Tahap akhir dari suatu sik1us APBN adalah pertanggung jawaban yang harus dilakukan Pemerintah terhadap pe1aksanaan anggaran. Pemerintah membuat Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan diajukan kepada Dewan Perwaki1an Rakyat da1am bentuk Rancangan Undang Undang PAN yang dilampiri Nota Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. Mengenai hal ini, pendapat yang diatur oleh ' Pemerintah ialah, bahwa yang dianut di dalam PAN adalah pertanggungjawaban pe1aksanaan anggaran Pemerintah Pusat, jadi tidak termasuk APBD dan anggaran Badan Usaha Milik Negara kecuali Perusahaan J awatan. Pendapat ini sejalan dengan Penje1asan Undang Undang Dasar 1945 pasa1 23 ayat 5 yang menyatakan: ' 'Cara . Pemerintah menggunakan uang be1anja yang sudah disetujui oleh Dewan.. Perwakilan Rakyat harus sepadan dengan Keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah itu perlu pula ada suatu Badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah".
Seperti diketahui, pasal 23 ayat 5 merupakan dasar eksistensi Bajan Pemeriksa Keuangan (BPK).
KESIMPULAN 1. Undang Undang Dasar Sementara
1950 memberikan kewenangan sa-
• • •
17
ngat besar ' kepada Dewan Perwakilan Rakyat, khusus kewenangan dalam rangka penyusunan Rancangan APBN.
2. Dari sejarah teIjadinya pasal 23 ayat 1 dapat diketahui bahwa Dewan Perwakllan Rakyat hanya mempunyai hak untuk tidak menyetujui kese1uruhan atau sebagian Rancangan APBN.
3. Tidak diketemukan keterangan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengadakan peru bah an terhadap angka-angka di dalam Rancangan APBN, yang diajukan oleh Pemerintah.
4. Pembicaraan Pendahuluan antara masing-masing Menteri dengan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat yang bersangkutan berkenaan dengan penyusunan anggaran oleh Pemerintah hanya dapat bersifat kwalitatif.
5. Dalam sik1us APBN, penyusunan APBN adalah sepenuhnya tugas Pemerintah. Cam pur tangan Dewan Perwakilan Rakyat dalam fase ini akan mengaburkan ruang lingkup
• tanggung jawab masing-masing.
6. Fase akhir dari sik1us APBN adalah awaban Pemerintah
ten tang pelaksanaan anggaran (PAN = Perhitungan Anggaran Negara) yang harus disampaikan kepada Dewan Perwaki1an Rakyat sete1ah terlebih dahu1u diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang dipertanggung-jawabkan hanya anggaran Pemerintah Pusat yang penggunaannya telah dikuasakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Pemerintah. Persetujuan Pembuat Undang Undang (Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat) (' iberikan dalam bentuk Undang Un dang Perhitungan Anggaran Negara (PAN).
Januarl1984
•
•
• •
. ~~~~--------------------------
18 Hukum dan Pembangunan
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Kepustakaan: " 1. Prof. Dr. J .H.A. Logeman, Het Staatsrecht van Indonesie, , Het Formele System,
W.Van Hoeve - 'S-Gravenhage, Bandung, 1955.
2. Prof. Mr. R. Kranenburg, Het Nederlandsch Staatsrecht, H.D. Tjeenk Williuk & Soon N.V. Haarlen, 1951.
3. A. Rivai S.B., Hak Budget Dewan Perwakilan Rakyat dan Keuangan Daerah Otonom, N.V. A.C. Nix & Co., Bandung, 1951.
4. Nota Keuangan R.I. 1983/1984.
5. Mr. Moh. Jamin, Naskah Persiapan Undang-Undang 1945, Jilid I, halaman 421 - 422.
B. Perundang-undangan:
1. Undang Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya .
2. TAP. MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. Undang Undang Perbendaharaan Indonesia (Ind. Comptabiliteitswet - Stb. 1925 No. 448). .
4. · Undang Undang Nomor 5 tahun 1982 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1982/1983 (L.N.R.I. Tahun 1982 Nomor 13).
Kesederhanaan dan kerajinan adalah obat yang sebenar· nya. Sedangkan bekerja dapat menambah seiera, dan ke· sederhanaan dapat mengajarkan bagaimana menguasai selera itu.
(Rousseau)
Manusia harus punya cita·cita. Karena dengan cita·cita dia akan meiangkah pasti.
(Winahyo - Lukie)
•
•
. -