nilai-nilai pendidikan akhlak sosial dalam al- qur an...
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SOSIAL DALAM AL-
QUR’AN SURAH AL-‘ARAF AYAT 199-202
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Ahmad Fairuz 11140110000094
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
i
ABSTRAK
Ahmad Fairuz (NIM : 11140110000094). Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial
dalam Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 199-202.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana nilai pendidikan
akhlak sosial yang terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 199-202 serta
bagaimana metode aplikasinya. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah
metode kualitatif dengan pendekatan penelitian pustaka. Memfokuskan pembahasan
pembahasan pada sumber data primer, yaitu literatur-literatur karya peneliti atau
teoritis yang orisinil. Dalam hal ini. sumber data primer yang digunakan adalah kitab-
kitab tafsir yang membahas tentang surat al A’raf ayat 199-202.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, nilai-nilai pendidikan akhlak
sosial yang terdapat dalam al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 199-202 adalah nilai
berketuhanan, nilai pemaaf, nilai peduli sosial, serta nilai menghindari provokasi.
Adapun dalam mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan akhlak sosial tersebut dapat
dilakukan dengan metode diantaranya keteladanan, nasihat, pembiasaan, serta hukum
dan ganjaran.
Kata Kunci : Nilai pendidikan akhlak sosial, Al-Qur’an, surah Al-A’raf ayat 199-202
ii
ABSTRACT
Ahmad Fairuz (NIM: 11140110000094). Values of Social Moral Education in the
Qur'an Surah Al-A'raf Verses 199-202.
The purpose of this study is to find out how the value of social moral
education contained in the Qur'an surah Al-A'raf verses 199-202 and how the
application method. The research method used by researchers is a qualitative method
with a library research approach. Focuses the discussion on the primary data source,
that’s original research or theoretical literature. In this case, the primary data sources
used are commentary books that discuss Surah al A'raf verses 199-202.
The results of this study indicate, the values of social moral education
contained in the Qur’an surah Al-A'raf verses 199-202 are the values of godliness,
forgiveness, social care values, and the value of avoiding provocation. As for
applying the values of social moral education can be done by the methods, among
them examples, advice, habituation, as well as law and reward.
Keywords: Value of social moral education, Qur’an, Surah Al-A’raf verses 199-202
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak Sosial dalam Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 199-202”.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari adanya doa, bantuan, bimbingan,
dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi
ini, antara lain:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A. selaku Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, MA.g, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. selaku sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Khadijah, MA. Selaku dosen Pembimbing Akademik yang selalu
mendengarkan keluhan mahasiswa yang dibimbingnya.
6. Dr. Muhammad Sholeh Hasan, Lc, MA. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberi bimbingan, arahan, maupun kritik dan saran yang sangat
bermanfaat selama mengerjakan skripsi.
7. Tanenji, S.Ag., M.A. selaku dosen PAI yang telah memberikan arahan dan
semangat agar dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu, serta selalu
mengingatkan untuk bersyukur dan menikmati setiap prosesnya.
iv
8. Segenap dosen PAI, terima kasih atas ilmu, nasehat, motivasi, serta tugas-
tugas yang selama ini telah mendewasakan saya, berkat mereka, saya
mendapatkan banyak ilmu mengenai pengajaran.
9. Drs. KH. Ahmad Shofwan Nizami, KH. Muhammad Fadholi Masykur, Ust.
Ade Zainal Muttaqin, serta para kyai dan asatidz yang telah ikhlas mendidik
dan mengajarkan banyak hal kepada saya.
10. Ikatan Keluarga Ponpes Al-Hidayah (IKPH).
11. Dewan guru Pondok Pesantren Al-Hidayah yang telah memberikan banyak
contoh, teladan, pengalaman, dan memberi kesempatan untuk belajar lebih
banyak, serta tak lupa untuk santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Al-
Hidayah yang selalu menyambut saya dengan suka cita.
12. Kedua orang tua saya, Ibu Dalilah AZ, dan Bapak Drs. H. Junaidi Ahmad,
terima kasih karena tidak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungannya
baik moril maupun materil, serta telah mengajarkan kemandirian, kerja keras,
dan bersyukur terhadap segala sesuatu yang saya miliki.
13. Saudara-saudara saya, Ahmad Naufal, Ahmad Hisyam, Muhammad Farras,
Muhammad Faruq, yang tidak henti-hentinya memberikan do’a dan
dukungannya serta bantuannya. Dan yang telah menghibur dan
menghilangkan kejenuhan selama pembuatan skripsi.
14. Kawan-kawan seperjuangan di HMI Komtar, Acep, Ferdy, Idhar, Farah, Ari,
Ghina, Biko, Teguh Iswanto, Sholihin Firdaus, Maryam Meiriza, Ulfiyani,
Ilham Azhari, Novalda Pertiwi S.Pd, Zefi Khomara S.Pd, Ghilman Hanif,
Gilang, Adi Raharjo, Santri Ekawati, Ajeng Rahmawati Dewi S.Pd, Amelia
Kurnia Ghita Tamalia, GATARI seluruhnya, serta yang terkhusus kawan-
kawan pejuang A-Z, yang telah menemani berproses belajar bersama di
Ciputat.
15. Teman-teman PAI 2014 khususnya PAI C yang senantiasa menyemangati
saya dalam menyelesaikan skripsi.
v
16. Kawan-kawan yayasan Mira dan Ainida yang telah memberikan motivasi
untuk segera menyelesaikan tugas skripsi ini.
17. Teman-teman seperjuangan di HMI Distrik PAI dan kawan kawan pengurus
IKPH yang selalu memberi ide-ide baru dalam menyelesaikan skripsi ini.
18. Teman-teman serta adik-adik Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam Cabang
Ciputat Encek, Novi, Ziah, Faisal, Rida, Ary, Ainu, Windi, Kisai, Desy,Amar,
dan kawan-kawan/ adik-adik LAPENMI lainnya, yang selalu memberikan
semangat agar gelar sarjana segera diraih.
19. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Demikian ucapan terima kasih yang dapat saya sampaikan dan iringan do’a
selalu semoga segala amal yang kalian berikan akan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Penulis sadar, meskipun usaha telah maksimal tetapi sebagai manusia pastilah
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima saran
dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis sangat berharap semoga karya
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan juga bagi pengembangan pendidikan.
Jakarta, 02 Oktober 2019
Penulis,
Ahmad Fairuz
NIM. 11140110000094
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 8
D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial .......................................................... 10
1. Pengertian Nilai .................................................................................... 10
2. Pengertian Pendidikan .......................................................................... 11
3. Pengertian Akhlak ................................................................................. 12
4. Hubungan Pendidikan dengan Akhlak ................................................. 14
5. Pengertian Sosial .................................................................................... 15
B. Pendidikan Akhlak dalam Al-Quran .......................................................... 16
C. Penelitian Yang Relefan ............................................................................. 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ....................................................................... 22
B. Metode Penelitian ...................................................................................... 22
C. Fokus Penelitian ........................................................................................ 24
D. Prosedur Penelitian .................................................................................... 24
vii
1. Pengumpulan Data ................................................................................ 24
2. Analisis Data ......................................................................................... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199-202 .................................................. 28
1. Teks Ayat dan Terjemah Surah Al-A’raf Ayat 199-202 .......................... 29
2. Kosakata (Mufradat) ................................................................................ 29
3. Munasabah Ayat ....................................................................................... 30
4. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199-202
a. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199 ......................................................... 34
b. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 200 ......................................................... 42
c. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 201 ......................................................... 47
d. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 202 ......................................................... 52
B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial dalam Surah Al-A’raf Ayat 199-202.. 57
1. Nilai Pemaaf .............................................................................................. 58
2. Nilai Peduli Sosial .................................................................................... 59
3. Nilai Menghindari Provokasi ................................................................... 61
C. Konsep Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial dalam Al-Quran
Surah Al-A’raf Ayat 199-202 ........................................................................ 65
1. Keteladanan .............................................................................................. 66
2. Nasihat ...................................................................................................... 67
3. Pembiasaan ............................................................................................... 69
4. Hukum dan Ganjaran ............................................................................... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 73
B. Implikasi .......................................................................................................... 74
C. Saran ............................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an al-Karim merupakan kitab suci yang Allah jadikan penutup
dari kitab-kitab sebelumnya, dan Allah SWT menurunkannya kepada seorang
Nabi yang menjadi penutup dari nabi-nabi sebelumnya, dengan ajaran agama
yang menyeluruh serta kekal yang Allah menjadikannya penutup dari agama-
agama sebelumnya. Al-Qur‟an ialah peraturan dari Sang Pencipta untuk
memperbaiki kehidupan ciptaan-Nya, serta undang-undang langit untuk
petunjuk penduduk bumi sekalian. Allah SWT Menyampaikan kepada
penduduk Bumi akan segala syariat, dan menitipkannya segala bentuk
kebangkitan, dan menggantungkan tiap-tiap kebahagiaan. Al-Qur‟an ialah
sebagai hujjah (bukti) Rasulullah SAW, ayat-ayat agung yang berlaku pada
rongga mulut penghuni dunia sebagai saksi akan risalahnya, yang berbicara
atas kenabiannya, dan sebagai argumen atas sifat jujur dan amanahnya.1
Menurut Samsul Ulum al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW untuk semua manusia dari mulai di utusnya
Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul sampai dengan manusia terakhir. Al-
Qur‟an merupakan petunjuk bagi seluruh manusia.2
Nabi Muhammad hadir sebagai penutup dari para nabi. Membawa
risalah dari Tuhan berupa al-Qur‟an, dengan tugas utama yang ditujukan
untuk memperbaiki akhlak dan perilaku kehidupan penduduk bumi yang
diantaranya terdiri dari jin dan manusia. Sosok Manusia Paripurna yang
penyabar dan penyayang, datang sebagai kekasih Allah, yang mengajarkan
1 Sayyid Muhammad Alawi, Zubdah Al-itqon, (Madinah: Mathobi‟ Ar-rasyid, 1981), h. 05.
2 Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 3
2
arti dari perbedaan, antara manusia dengan hewan. Jikalau tiada Nabi
Muhammad niscaya keadaan umat manusia saat ini seperti hewan yang
bertebaran.
Pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi manusia,
karena kehidupannya di masa yang akan datang sangatlah bergantung kepada
pendidikan yang ia lalui di masa sebelumnya. Secara umum pendidikan
merupakan kegiatan yang berlangsung sepanjang hidup untuk meningkatkan
kepribadian agar dapat berperan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat
di masa yang selaras dengan alam dan masyarakat. Pendidikan dapat
menjadikan seseorang memahami nilai-nilai dan norma-norma kehidupan
sehingga tidak menyimpang dari norma yang berjalan di lingkungan
masyarakat.
Menurut Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata,
pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak
hanya bersifat pelaku pembangunan, tetapi sering merupakan perjuangan pula.
Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh
melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah
usaha kebudayaan berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar
mempertinggi derajat manusia.3
3 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2005), h.10
3
Kerap kali ditemukan di dunia maya perihal berita yang tidak
mengenakkan hati, mengenai soal kirisis moral dan akhlak. Penurunan moral
atau bisa dikatakan krisis akhlak saat ini sedang menyerang generasi muda
sebagai penerus arah bangsa. Budaya westernisasi yang sangat mudah masuk
melalui media massa dan media sosial pun semakin masiv di masa dewasa ini.
yang akhirnya banyak dari masyarakat yang tidak bisa memfilter di era
globalisasi daripada budaya negatif yang terkandung dalam ke barat-baratan
(westernisasi). Akhirnya ketiadaan dalam membedakan antara makna
globalisasi dan westernisasi. Seakan menjadi suatu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Padahal dari segi definisi dan pengertian pun sudah jelas akan
perbedaan antara makna globalisasi dan westernisasi. Globalisasi sama sekali
berbeda dan bahkan bertentangan dengan westernisasi. Apabila westernisasi
menyebarkan paham modernisme, globalisasi menyebarkan post-modernisme.
Apabila modernisme cenderung menawarkan sebuah dunia yang homogen
dengan kebudayaan barat sebagai pusat homogenisasinya, postmodernisme
menawarkan sebuah dunia yang heterogen, plural, dan menyebar tanpa pusat.4
Perilaku menyimpang krisis moral yang dimaksud diantaranya;
tawuran antar remaja di depan SMPN 3 Bekasi yang dimulai saling ejek dan
mengakibatkan satu remaja tewas mengenaskan bersimbah darah dengan
sabetan celurit,5 dua pemuda pemudi yang nekat berciuman di taman kota
Malang Jawa Timur,6 pembacokan siswa SMP yang dilakukan oleh seorang
remaja 16 tahun yang disinyalir hanya ingin disebut jagoan oleh kawan-
4 Faruk, “Sastra Islam dalam Dua Sistem Nalar”, dalam Arief (ed), Sastra dan Budaya Islam
Nusantara, (Yogyakarta: SMF Adab IAIN Sunan Kalijaga, 1998), h. 8. 5 https://metro.sindonews.com/read/1379846/170/tawuran-antar-remaja-abg-18-tahun-tewas-
disabet-senjata-tajam-1550491245 diakses pada tanggal 12 Maret 2019, pukul 23:03 6 https://www.brilio.net/duh/miris-dua-pelajar-smp-ini-kepergok-ciuman-di-taman-kota-
1602298.html# diakses pada tanggal 12 maret 2019, pukul 23:07
4
kawannya7, dan masih banyak lagi perilaku-perilaku menyimpang yang saat
ini berjalan di masyarakat.
Akhlak adalah perkara yang tak luput dari diri seseorang, dengan
berdasarkan dua kriteria antara akhlak Terpuji dan akhlak tercela. Namun
berbicara soal akhlak pastilah selalu sampai kepada yang dimaksud sebagai
“Akhlak Terpuji”, dengan contoh “Jadilah kamu pribadi seorang yang
berakhlak!” maka tujuan dari kalimat perintah ini adalah agar “kamu” yang
sebagai lawan bicara atau mukhatab menjadi pribadi yang berakhlak terpuji.
Rasulullah SAW diutus sebagai panutan dengan membawa kemuliaan akhlak.
Sebagaimana Sabda Nabi Saw:
م امب اح م نم ا عن أيب هريرة: مم قب ا عث ت أ 8اأمخلم
Yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kebajikan
akhlak.”
Perlunya pengajaran akan kemuliaan akhlak mestilah disebarkan,
karena bagaimana pun kita hidup dalam bersosial dan bermasyarakat. Jika
tiap-tiap pribadi atau individu memiliki akhlak yang terpuji maka hasil yang
dari upaya tersebut adalah tercapainya negeri yang aman, memiliki rasa
persaudaraan, rasa kedamaian, dan juga ketentraman.
Islam tak hanya mengajarkan bagaimana hubungan antara seorang
hamba kepada Tuhannya saja, melainkan Islam juga menjungjung nilai
bagaimana berkehidupan sosial. Pentingnya kasih sayang diantara sesama
umat manusia akan mencapai ketentraman dalam berkehidupan, karena
bagaimanapun peran umat manusia sebagai anak cucu Adam di muka bumi ini
7https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4699115/pembacok-siswa-smp-di-sukabumi-
ditangkap-motif-pengin-disebut-jagoan?_ga=2.189118187.1530561923.1571469529-1607767669.1571469529 diakses pada tanggal 17 oktober 2019, pukul 14:00
8 As-Suyuthi, Al-Jami As-Shagir, (Beirut: Dar El-Kutub Al-Ilmiyah, 2012), h. 155.
5
ialah sebagai khalifatullah fil Ardh, yang menjadi penentu akan bagaimana
arah kehidupan di bumi ini. Walaupun pada dasarnya segala sesuatu baik
kehidupan di dunia maupun di akhirat nanti tak akan pernah terlepas dari
pengaturan Sang Maha Kuasa, Allah SWT. Sebuah hadist yang mesti
perhatikan betul akan dari segi arti yang begitu mendalam yang dinukilkan
oleh Imam As-Suyuthi di dalam Jami‟us Shagirnya yang juga dinukilkan oleh
Imam Hakim dan juga Imam Thabrani di kitab Al-Kabir nya:
ا رحم ممن ف اأمرض ي مرحمكم ممن ف احسممب اء عن عبد اهلل اعن مسثود: 9
Yang Artinya: “Sayangilah penduduk bumi niscaya penduduk langit akan
menyayangimu”
Masih banyak lagi dari Ayat al-Qur‟an maupun Hadist Nabawi yang
menyinggung soal akhlak, namun tidak bisa saya cantumkan semuanya
dikarenakan keterbatasan saya dalam menyinggung kesempurnaan agama
Islam.
Surah al-A‟raf ayat 199-202 mengandung banyak nilai akhlak yang
tercangkup, Diantaranya pada ayat 199;
خذ احثمفوم ومأمر ع ب احثرف ومأمعر ض عمن المب اه ل يم
Yang Artinya: “Ambillah Maaf dan suruhlah yang ma‟ruf, serta
berpalinglah dari orang-orang jahil.”
Memberi maaf merupakan sifat kebaikan yang mesti ada pada pribadi
setiap muslim. Memaafkan kesalahan teman, orang tua, dan guru ialah suatu
bentuk keharusan. Karena tidak semua kesalahan itu hasil upaya kesengajaan.
Oleh karena itu pentingnya bagi kita sebagai seorang muslim memiliki sifat
9 Ibid., h. 64
6
pemaaf. Memaafkan orang-orang yang berbuat salah kepada kita, baik
disengaja mupun tidak disengaja.
Kembali meninjau akan kasus tawuran remaja yang mengakibatkan
satu korban jiwa hanya karena disebabkan ejekan kepada pribadi lalu berubah
menjadi kelompok, alangkah baiknya jika menerapkan nilai agama
sebagaimana yang tadi dijelaskan suruhlah atau perintahkanlah kepada yang
ma’ruf tentang baiknya memaafkan, dan dikorelasikan dengan bunyi ayat
yang artinya berpalinglah kamu dari orang-orang jahil sehingga dapat
mengantisipasi kejadian demikian.
Lalu dilanjutkan dengan bunyi surah Al-„Araff ayat 200:
وم ا مب ا يمنزمغمنكم م نم احشيطمب ان ن مزغ فمب استمث ذ ع ب احله ا نه سم يع عمل ي
Yang Artinya: “Dan jika engkau benar-benar dibisikkan oleh setan dengan
satu bisikan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia
Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
Sahabat Abdullah bin Zubair pernah berkata: “Demi Allah tidaklah
Allah SWT menurunkan ayat ini (Al-A‟raff 199) kecuali untuk berakhlak
(baik) kepada manusia.” Dan sungguh telah diriwayatkan dari Nabi SAW
bahwasanya beliau bersabda sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh imam
At-Tirmidzi: “Seberat-beratnya timbangan di yaumil mizan itu adalah akhlak
yang baik dan juga sempurna.”10
Banyak para penulis skripsi yang mengungkapkan ayat-ayat dari Al-
Qur‟an surah Al-„Araf yang berkaitan dengan Akhlak dan juga pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas penulis akan mengungkapkan Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak Sosial dalam Al-Qur’an surah Al-‘Araf ayat 199-202
10
Wahbah Az-zuhaili, At-Tafsir Al-Munir, Jilid V, (Beirut: Dar El-Fikr), h. 231.
7
tersebut secara keseluruhan. Karena itu surah al-A‟raf akan dikaji ayat demi
ayat. selain itu akan dikemukakan pula pendapat para ahli tafsir dan juga ahli
pendidikan yang berkaitan dengan masalah nilai pendidikan akhlak di dalam
surah al-araf 199-202 disana.
B. Identifikasi Masalah
Dari judul skripsi di atas penulis dapat mengidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya perhatian terhadap pendidikan akhlak di masyarakat, yang
menyebabkan banyaknya berita tentang kemerosotan akhlak maupun
tindakan kriminal. Seperti muda-mudi yang melakukan tindakan yang
belum semestinya, tawuran antar pelajar, perampokan, dan masih banyak
yang lainnya.
2. Kurangnya perhatian dan kesadaran orang tua dalam membimbing anak
sebagai penerus daripada keluarga, agama, nusa dan bangsa.
3. Minimnya upaya sebuah lembaga yang hanya sekedar ingin memajukan
lembaganya saja tanpa memerhatikan output yang dihasilkan lembaga
tersebut di masyarakat.
4. Belum meratanya keinginan di masyarakat untuk mengaplikasikan Nilai
Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Diantaranya surah
Al-A‟raf ayat 199-202
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi diatas penulis akan mencantumkan pembatasan masalah
sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah Al-A‟raf ayat
199-202
2. Penerapan (Tathbiq) nilai-nilai pendidikan akhlak dalam sosial
masyarakat yang dibatasi dalam surah Al-A‟raf ayat 199-202
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
Bagaimanakah nilai-nilai akhlak sosial yang terkandung dalam surah Al-A‟raf
ayat 199-202?
E. Tujuan
Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui, menggali,
dan memahami nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surah
Al-A‟raf ayat 199-202
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan khazanah
keilmuan pada bidang tafsir pendidikan.
2. Manfaat praktis
a) Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan yang
baru serta dapat memberikan pengalaman dan pembelajaran
mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak sosial yang terdapat pada al-
Qur‟an surah al-A‟raf ayat 199-202
b) Bagi Lembaga Pendidikan
Memberi sumbangsih pemikiran terkait konsep dan teori tentang
nilai-nilai pendidikan akhlak sosial dalam al-Qur‟an, utamanya pada
surat al-A‟raf ayat 199-202, serta menambah khazanah kepustakaan
dalam meneliti dan memahami al-Qur‟an sebagai petunjuk.
c) Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan bagi masyarakat terkait nilai-nilai
pendidikan akhlak sosial yang terdapat dalam al-Qur‟an.
9
d) Bagi Peneliti Lain
Membuka kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut dan
peninjauan kembali dari hasil penelitian ini.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial
1. Pengertian Nilai
Kata Nilai menurut KBBI adalah ―harga, harga uang, Angka
kepandaian, banyak sedikitnya isi; kadar, sifat-sifat (hal-hal) yang penting
atau berguna bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia
sesuai dengan hakikatnya.‖1
Nilai menurut Muhammad Noor Syam, beliau mendifinisikan nilai
adalah suatu pola normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan
bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa
membedakan fungsi-fungsi dari bagiannya.2
Memang, jika kita meninjau beberapa pernyataan diatas, maka kita
akan berkesimpulan mudah bahwa nilai merupakan sesuatu yang menonjol
dari sebuah perbuatan diri seseorang di lingkungan sekitarnya. Namun
sekiranya masih terlihat ganjil untuk disimpulkan.
Menurut perkataan filsuf Jerman-Amerika, Hans Jonas, nilai adalah
the addressee of a yes, ―sesuatu yang ditujukan dengan ‗ya‘ kita‖. Memang,
nilai adalah sesuatu yang kita iyakan atau kita aminkan. Nilai selalu
mempunyai konotasi positif. Sebaliknya, sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang
membuat kita melarikan diri—seperti penderitaan, penyakit, atau kematian—
adalah lawan dari nilai, adalah ―non-nilai‖ atau disvalue, sebagaimana
dikatakan orang inggris.3
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), h. 963. 2 Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 133. 3 K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 139.
11
Dengan demikian penulis menyimpulkan nilai merupakan suatu hal
positif yang muncul dan tak pernah terlepas dari suatu perbuatan atau kegiatan
dalam lingkungan masyarakat. Tatkala seseorang melakukan suatu perbuatan,
maka yang akan dilihat dari perbuatannya adalah sisi nilai positif dari
perbuatannya tersebut. Dan adapun sisi nilai positif tersebut berkaitan dengan
lingkungan masyarakat.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan secara etimologi berasal dari kata ―didik‖ yang artinya
―proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan‖.4
Dalam arti pendidikan ialah proses atau cara perbuatan untuk mengubah sikap
dan tata laku peserta didik.
Sedangkan secara terminologi Pendidikan menurut Ahmad Tafsir
adalah ―berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap
seseorang (anak didik) agar tecapai perkembangan maksimal yang positif‖.
Usaha itu banyak macamnya. Satu diantaranya ialah dengan cara
mengajarnya, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.
Selain itu, ditempuh juga usaha lain, yankni memberikan contoh (teladan)
agar ditiru, memberikan pujian dan hadiah, mendidik dengan cara
membiasakan, dan lain-lain yang tidak terbatas jumlahnya.5
Menurut Nanang Purwanto ―pendidikan adalah segala kegiatan yang
dilakukan secara sadar berupa pembinaan (pengajaran) pikiran dan jasmani
anak didik berlangsung sepanjang hayat untuk meningkatkan kepribadiannya,
agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat
di masa yang selaras dengan alam dan masyarakatnya‖.6
4 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 326.
5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 28. 6 Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 24.
12
Dilihat dari segi proses teradinya pendidikan ada dua segi yang arus
dikembangkan yaitu proses individual dan proses sosial. Beberapa ahli
pendidikan mengatakan bahwa masalah utama dalam pendidikan adalah
bagaimana mengembangkan semua kemampuan dasar (potensi) yang sudah
dimiliki anak sejak lahir. Sedangkan pendidikan sebagai proses sosial,
pendidikan harus berusaha melestarikan dan meneruskan nilai-nilai
kebudayaan kepada generasi berikutnya dalam rangka stabilitas sosial.7
3. Pengertian Akhlak
Akhlak dari segi etimologi artinya budi pekerti; kelakuan.8 Kata
akhlak berasal dari bahasa arab ( أخلق) yang sudah menjadi bahasa serapan di
Indonesia. أخلق merupakan bentuk jamak dari kata اخللق dan yang اخللق
berarti روءة dan ,(watak alami) السجية ,(kebiasaan) العادة ,(keluhuran budi) امل
عبالط (tabiat).9 Baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya diumpai
pemakaiannya baik dalam Al-Qur‘an, maupun Al-Hadist, sebagai berikut:
(4وانكلعلىخلقعظيم)القلم:
―Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung‖.
(QS. Al-Qalam, 68:4).
)الشعراء: خلقاألولي (73انىذاال
―(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu‖.
(QS. Al-Syu‘ara, 26: 137).
7 Madyo Eko Susilo & Kasihadi, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar Publishing,
1985), h. 8 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 27
9 Louis Ma‘luf al-Yassu‘i dan Bernard Totel al-Yassu‘i, Al-Munjid, (Beirut: Dar El-Masyriq,
2008), h. 194.
13
اياناأحسن همخلقا)رواهالرتمذي( ؤمني أكملامل
―Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang
yang sempurna budi pekertinya‖. (HR. Turmudzi).
ابعثتألتممكارماألخلق)رواهأمحد( ان
―Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan budi
pekerti‖. (HR. Ahmad).
Ayat yang pertama disebut di atas menggunakan kata khuluq untuk
arti budi pekerti, sedangkan ayat yang kedua menggunakan kata akhlak untuk
arti adat kebiasaan. Selanjutnya hadis yang pertama menggunakan kata
khuluq untuk arti budi pekerti, dan hadis yang kedua menggunakan kata
akhlak yang juga digunakan untuk arti budi pekerti. Dengan demikian kata
akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti,adat kebiasaan,
perangai, muru‘ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‘at. Pengertian
akhlak dari sudut kebahasaan ini dapat membantu kita dalam menjelaskan
pengertian akhlak dari segi istilah.10
Sedangkan pengertian akhlak dari segi terminologi menurut Imam Al-
Ghazali adalah:
هاتصدراألف عالبس هولةيسرمنغيعبارةعنىيئةفالن فسراسخةعن
حاجةالفكرورؤيةSifat yang tertanam dalam jiwa yang memunculkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa membutuhkan kepada pemikiran
dan pandangan.11
10
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 2-3. 11
Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid III, (Kairo: Dar El-Hadist, 2004), h. 70.
14
Akan tetapi menurut arti etimologi dan terminologi diatas saja belum
cukup untuk memahami apa yang dimaksudkan dalam karya tulis ini sebagai
pengertian ―Akhlak‖. Dalam hal ini penulis ingin memberikan beberapa
pandangan menurut filsuf yunani. Seperti halnya dengan banyak istilah yang
menyangkut filsafat. Pengertian akhlak pun ternyata tidak hanya berasal dari
bahasa arab. Akan tetapi sejatinya kata akhlak itu sendiri berasal dari bahasa
yunani kuno yang berarti ethos.
Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti;
tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak,
watak; perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya
adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang menjadikan latar belakang
bagi terbentuknya istilah ―etika‖ yang oleh filsuf yunani besar Aristoteles
(384-382 S.M) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral.12
Jadi, jika kita membatasi diri pada asal usul kata ini, maka ―Akhlak‖
dalam pengertian etimologi filsafat berarti: Ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
4. Hubungan Pendidikan dengan Akhlak
Pendidikan dan akhlak bagaikan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah berlalu, dapatlah
ditemukan beberapa kata kunci yang menghubungkan antara satu dengan yang
lainnya.
Satu dan lain hal yang sangat diperlukan dalam pendidikan adalah
keteladanan seorang guru terhadap murid-muridnya. Para salafuna al-shalih,
baik dari kalangan ulama, auliya dan bahkan para nabi dan Rasulullah, dalam
rangka mewujudkan aktivitas horizontal yang produktif dalam kehidupan,
cenderung mengedepankan keteladanan ini. Melalui keteladanan, ilmu yang
12
K. Bertens, op. cit., h. 4.
15
diterima murid, mudah dihayati dan mudah dimengerti untuk kemudian
mudah pula diwujudkan dalam aktivitas horizontal sehari-hari.13
Aktivitas
horizontal yang dimaksud demikian ialah akhlak yang akan diaplikasikan oleh
seorang murid dikehidupan sehari-harinya.
Menurut Abuddin Nata tujuan pendidikan Islam adalah ―terbentuknya
seorang hamba Allah yang patuh dan tunduk melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang
mulia.‖ Rumusan ini dengan jelas menggambarkan bahwa antara pendidikan
islam dengan ilmu akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan islam
merupakan saran yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang
berakhlak.14
5. Pengertian Sosial
Kata sosial menurut KBBI adalah yang berkenaan dengan masyarakat,
atau suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma,
dsb).15
Menurut R. Soegarda Poerbakawatja dan H. Ali Harahap dalam
ensiklopedi pendidikan mendefinisikan sosiologi ―adalah penyesuaian
kepentingan dan sifat-sifat umum dari masyarakat dengan menyisihkan atau
melebur kepentingan-kepentingan dengan hasil timbul atau keadaan yang
stabil serta harmonis.16
Dari beberapa pernyataan diatas dapat dipahami bahwasanya manusia
merupakan makhluk sosial yang berarti saling membutuhkan antara satu
dengan yang lainnya sebagai warga masyarakat. Dalam berkehidupan manusia
tidak mungkin bisa hidup sendiri, yang berarti pasti membutuhkan orang
selain daripada dirinya.
13
Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf, (Malang: Madani Media, 2015), h. 141. 14
Abuddin Nata, op. cit., h. 38. 15
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h.1331. 16
R. Soegarda Poerbakadja & A. H. Harahap, Enslikopedi Pendidikan, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), h. 275.
16
Adapun hubungan antara akhlak (etika) dengan sosiologi (ilmu
kemasyarakatan) sangatlah berdekatan. Karena mempelajari kelakuan
(perbuatan manusia yang timbul dari kehendak) yang ia menjadi pokok
persoalan etika, sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan masyarakat
yang menjadi pokok persoalan sosiologi. Demikianlah karena manusia itu
tidak dapat hidup kecuali bermasyarakat dan ia tetap menjadi anggota
masyarakat.17
B. Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an
Proses perkembangan moral bangsa, disamping dipengaruhi moral atau
nilai-nilai islam, juga oleh moral atau nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dari pengembangan budaya kaum muslim di Indonesia dengan
jalan mengisi keinginan masyarakat melalui penggalian secara mendalam atas
jiwa yang terkandung dalam Al-Qur‘an dan Hadist.18
Al-Qur‘an adalah rujukan pokok dalam kehidupan seorang yang meyakini
akan keesaan Tuhan. Sehingga tak terlepas didalamnya mencangkup ayat-ayat
yang memaparkan tentang Akhlak yang Harus ada pada tiap-tiap orang.
1. Manusia Terhadap Tuhan
Manusia adalah ciptaan (makhluq) yang membutuhkan sosok adanya
Sang Pencipta (khaliq). Ciptaan yang tak mampu berdiri sendiri dan pasti
membutuhkan sandaran kepada yang lain, dan yang sepantasnya untuk
dijadikan sandaran hanyalah Allah SWT Tuhan semesta Alam Sang Maha
Pencipta. Sehingga yang paling pertama dari akhlak manusia kepada
Tuhannya ialah dengan cara tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Luqman ayat 13:
يمعظملظلكإنٱلشر
17 Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak, Terj. Farid Ma‘ruf, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995),
h. 8. 18
Abdullah & Safarina, Etika Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 119.
17
―Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang paling
besar.‖
Kezaliman adalah lawan keadilan. Dengan demikian
mempersekutukan-Nya sama dengan menempatkan-Nya bukan pada tempat-
Nya. Berulang-ulang pertanyaan dalam al-Qur‘an yang bermakna kecaman
yang menyatakan: Siapakah (tidak ada) yang lebih aniaya daripada
membuat/menisbahkan kebohongan terhadap Allah. Jangan berkeyakinan ada
suatu sekutu bagi Allah. Itu tidak sesuai dengan ―kedudukan-Nya‖ sebagai
Tuhan Yang Maha Esa.19
Perkara yang kedua yang mesti ditekankan sebagai akhlak manusia
terhadap Tuhannya ialah dengan tidak berprasangka buruk kepada-Nya.
Karena Nabi Adam As beserta Sayyidati Hawa dikeluarkan dari surga dengan
sebab tergoda oleh rayuan syetan dan berprasangka buruk akan larangan-Nya
untuk menjauhi pohon khuldi.
Sangka buruk kepada Allah dapat menciptakan keputusasaan, seakan-
akan yang berputus asa menganggap bahwa Allah SWT tidak kuasa
menyingkirkan kesulitannya.Maha Suci Allah dari dugaan itu karena itulah
maka Allah melarang berputus asa dengan menyatakan bahwa: Jangan
berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf: 87).20
Perkara yang ketiga yang mesti ditekankan sebagai akhlak manusia
terhadap Tuhannya ialah menisbahkan sesuatu hal yang buruk kepada Allah
SWT. Padahal yang seharusnya dinisbahkan kepada-Nya adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan kebaikan.
Karena itu misalnya, ditemukan ayat-ayat yang merekam ucapan
orang-orang yang dekat kepada Allah, yang menafikan kesan buruk terhadap-
Nya. Camkanlah ucapan Nabi Ibrahim As yang menyatakan:
19 Quraish Shihab, Yang Hilang dari Kita: Akhlak, (Ciputat: Lentera Hati, 2017), h. 218 20 Ibid., h. 220
18
يفيشف هوتوإذامرض
―kalau aku sakit, maka Dia (Allah) yang menyembuhkanku‖ (QS. As-
Syu‘ara: 80). Terbaca di atas bahwa beliau tidak menisbahkan sebab penyakit
kepada Allah karena penyakit terkesan buruk, tetapi sebaliknya, beliau
menisbahkan penyembuhan kepada-Nya.21
2. Manusia Terhadap Manusia
Norma utama ajaran islam ialah adil, menempatkan sesuatu pada tempat
yang semestinya. Manusia sebagai makhluk (ciptaan) yang diberikan potensi
akal tentu mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana
memposisikan sesuatu sebagaimana mestinya.
Jika Anda berinteraksi dengan manusia, tempatkanlah mitra Anda pada
tempatnya sebagai manusia, yakni makhluk ciptaan Allah yang kepadanya
dihembuskan ruh ciptaan-Nya, yang untuk kepentingan makhluk itu Allah
menundukkan alam raya, sebagaimana Allah menganugerahinya potensi
melakukan kebaikan dan potensi melakukan keburukan. Makhluk ini mesti
dihormati – kecil atau besar; beriman atau tidak; bahkan hidup atau mati –
dengan penghormatan yang sesuai tempatnya.22
Dalam al-Qur‘an banyak ayat yang menceritakan akhlak antara manusia
dengan manusia lainnya. Tiap-tiap orang pastilah ingin dihormati/atau
dihargai layaknya manusia, pantaslah jikalau ada ungkapan ―lakukanlah untuk
orang lain apa yang Anda ingin orang lain itu melakukan untuk Anda‖. Maka
dari itu al-Qur‘an disini dijadikan acuan untuk memberikan kelayakan dalam
berkehidupan yang damai dan tenteram.
Hal yang pertama dari akhlak manusia kepada manusia ada yang
menginggung bagaimana berakhlakul karimah terhadap ibu dan bapak.
21 Ibid., h. 221 22 Ibid., h. 231-232
19
Sehingga diceritakan dalam beberapa ayat, diantaranya pada Q.S al-Isra ayat
23:
اسانينإحلد اووبٱل
Yang artinya: ―dan kepada kedua orangtuamu berbuat baik‖.
Lalu hal yang kedua dari akhlak manusia kepada manusia ada yang
menyinggung bagaimana akhlak antara suami dan istri. Sebagaimana yang
diantaranya diceritakan pada Q.S al-Baqarah ayat 228:
مث لولندرجة عرو ٱلذیعليهنبٱمل حكيمٱللوعزيزو وللرجالعليهن
Yang artinya: ―para istri mempunyai hak yang setara dengan
kewajiban mereka sesuai dengan cara yang ma‘ruf, dan bagi suami mereka
satu derajat (melebihi para istri).‖
Contoh selanjutnya dari akhlak manusia kepada manusia ada yang
menyinggung bagaimana akhlak antara murid dan guru, akhlak dalam berbeda
pendapat, akhlak menghadiri majelis ilmu, bagaimana berakhlak bersama
teman, tetangga, tamu, buruh, bahkan dengan musuh, dan masih banyak lagi
akhlak antara manusia dengan manusia yang banyak disinggung di dalam al-
Qur‘an.
3. Manusia Terhadap Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT, Dia menciptakannya dan
juga menentukan ukuran beserta hukum-hukumnya. Alam juga sebagai dalil
eksistensi keberadaan, sifat, dan perbuatan Allah SWT. Dari sini dapat
diambil hikmah bahwa nilai-nilai yang dibawa al-Quran juga mencangkup
hubungan antara manusia dengan alam.
Sebagai ciptaan Allah SWT alam berkedudukan sederajat dengan
manusia, namun Allah SWT menjadikan alam untuk manusia, bukan
sebaliknya (manusia untuk alam). Karena jikalau sebaliknya yang terjadi
maka manusia akan terjebak dalam penghambaan kepada alam, bukan
20
kepada Allah SWT. Sudah jelas pula bahwasanya Allah SWT menjadikan
manusia sebagai khalifah.
Baiknya akhlak manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk
memakmurkan kehidupan di dunia, dan menuai kebaikan di akhirat. Ke
arah itulah hubungan antara manusia dan alam. Cara-cara yang mesti
dilakukanpun haruslah sesuai dengan tujuan yang akan dituai. Karena
sesuatu yang ditanam dengan baik pasti akan menghasilkan panen yang
baik.
Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia ialah
ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu dalam rangka
memanfaatkan alam dan memakmurkan apa yang terdapat di dalamnya.
C. Hasil Penelitian Relevan
Adapun pembahasan yang berkaitan dengan penelitian yang penulis
lakukan diantaranya:
1. Skripsi Imam Aziz Firdaus yang berjudul ―Nilai-nilai Pendidikan
Akhlak dalam Al-Quran (Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 9-13)‖
pada tahun 2017 di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian
ini dilakukan melalui study kepustakaan (library research),
menggunakan metode tafsir tahlili. Hasil penelitian menunjukkan nilai-
nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-Quran surat Al-
Hujurat ayat 9-13, meliputi: sikap adil, persaudaraan, sikap
menghargai orang lain, sikap humanis, larangan menggunjing/ghibah,
dan taqwa.
Perbedaan penelitian ini dengan skripsi diatas terletak pada objek
penelitian. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan skripsi di atas
adalah sama-sama mengkaji ayat al-Qur‘an dengan titik fokus
mengkaji nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam ayat
yang dimaksud, dan juga sama dalam hal metode tahlili.
21
2. Skripsi Inna Aulia Roesmin yang berjudul ―Nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam perspektif Al-Qur‘an surat an-Nahl ayat 90-91‖ pada
tahun 2018 di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
dilakukan melalui study kepustakaan (library research), menggunakan
metode tafsir tahlili. Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-Quran surat an-Nahl ayat
90-91, meliputi: adil, baik, menepati janji, dan melaksanakan sumpah.
Perbedaan penelitian ini dengan skripsi diatas terletak pada objek
penelitian. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan skripsi di atas
adalah sama-sama mengkaji ayat al-Qur‘an dengan titik fokus
mengkaji nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam ayat
yang dimaksud, dan juga sama dalam hal metode tafsir tahlili
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai nilai-nilai
pendidikan akhlak dengan mengkaji tafsir surah al-A’raff ayat 199-202.
Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu terhitung
dari Maret 2018 sampai September 2019. dengan mengumpulkan data
mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari berbagai sumber buku
dan kitab tafsir yang ada di perpustakaan. artikel. jurnal. serta website yang
berhubungan dengan penelitian.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini. penulis menggunakan penelitian kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong. “penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena lemang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku. persepsi. motivasi. tindakan. dll.. secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.”1 Dalam hal ini. penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis
dengan menggunakan metode kajian analisis berupa studi kepustakaan
(Library Research). Menurut Mestika Zed, studi pustaka ialah "serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.”2
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), h.6. 2 Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
h.3.
23
Oleh karena itu, analisis dapat dilakukan dengan cara dengan
membaca. mengkaji. menelaah. mendeskripsikan. dan menganalisa buku-buku
teks. baik yang bersifat teoritis maupun empiris. Dalam hal ini, sumber data
penelitian berasal dari literatur-literatur yang berkaitan dengan tema penelitian
ini.
Dalam ilmu tafsir. terdapat dua metode penafsiran yaitu tafsir bil
ma'tsur dan tafsir bil ra'yi. Tafsir bil ma'tsur adalah metode penafsiran
dengan menggunakan dalil al-Qur'an itu sendiri. hadits Nabi SAW. pendapat
para sahabat dan perkataan para tabi'in yang menjelaskan maksud dan makna
dari nash-nash al-Qur'an. Sedangkan tafsir bil ra'yi adalah metode penafsiran
alQur'an berdasarkan ijtihad mufassimya dengan menjadikan akal pikiran
(ra'yi) sebagai pendekatan utamanya.3 Menurut pendapat Abd al-Hayy
alFarmawi yang dikutip oleh Muhammad Amin Suma. menyebutkan metode
penelitian tafsir dengan corak penalaran (bil ra'yi) terbagi menjadi empat
macam. yaitu: tafsir al-mblili, tafsir aI-ijmali. tafsir aI-muqaran. dan tafsir al-
maudhu'i.4
Penelitian ini merupakan penelitian tafsir dengan menggunakan corak
penalaran (bil ra'yi) dengan metode Tahlily (Analisis). Menurut M. Quraish
Shihab, metode tahlily (analisis) berusaha menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an
dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan
keinginan mufasirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan
perurutan ayat-ayat dalam mushaf. Biasanya yang dihidangkan itu
mencangkup pengertian umum kosakata ayat, munasabah/hubungan ayat
dengan ayat sebelumnya,Sabab an-Nuzul (kalau ada), makna global ayat,
hukum yang dapat ditarik, yang tidak jarang, menghidangkan aneka pendapat
3 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005),
h.18-19. 4 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Ed. I, Cet. I, h.
378-379.
24
ulama madzhab. Ada juga yang menambahkan uraian tentang aneka Qira’at,
I’rab ayat-ayat yang ditafsirkan, serta keistimewaan susunan kata-katanya.5
C. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono. “batasan masalah dalam penelitian kualitatif
disebut dengan fokus. yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.6
Melihat dari pendapat Sugiyono. maka penulis mencantumkan apa yang ada
dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini, yaitu
kajian tafsir mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
al-Qur'an Surah al-A’raff Ayat 199-202. Nilai yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan yang terkandung pada ayat tersebut. Maka dalam penelitian ini
penulis bermaksud mencantumkan hal-hal yang berkaitan dengan ayat
tersebut, dengan mencari data-data atau sumber-sumber yang membahas
mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ayat tersebut, dan konsep
implementasinya dalam pembelajaran PAI.
D. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini. diantaranya:
1. Pengumpulan Data.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis mengumpulkan beberapa
literatur-literatur atau buku-buku yang terdiri dari data primer dan data
sekunder, yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu literatur-literatur karya peneliti atau
teoritis yang orisinil. Dalam hal ini. sumber data primer yang
5 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), Cet. III, h. 378
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006),
Cet. I, h. 233.
25
digunakan adalah kitab-kitab tafsir yang membahas tentang surat al
A’raff ayat 199-202, diantaranya:
1) Tafsir aI-Misbah karya M. Quraish Shihab, yaitu tafsir yang
mengemukakan petunjuk ayat-ayat dalam bahasa yang mudah
dimengerti. sehingga memudahkan untuk menganalisa sena
mengambil kesimpulannya. Selain itu pembahasan tafsir kata demi
kata dalam satu surah, mengemukakan uraian penjelas terhadap
sejumlah ayat.
2) Tafsir Jami ' aI-Bayan an Ta'wiI Ayi aI-Qur'an (Tafsir athThabari)
karya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, yaitu dalam
tafsir ini kelengkapan dan kesempurnaan penjelasan menyebabkan
orang yang mengkajinya dapat memahami tafsimya dengan baik.
3) Tafsir Ruh Al-Ma’ani karya Abu Fadhl Syihabuddin As-Sayyid
Mahmud Al-Alusi, yaitu tafsir yang bisa dibilang tua namun
masih pantas tuk dijadikan rujukan.
b. Sumber data sekunder. yaitu sumber data yang diperoleh dari
sumber-sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian
dan memberi interpretasi terhadap sumber primer, data sekunder
yang penulis gunakan diantaranya:
1) Buku-buku/kitab-kitab yang berkaitan dengan al-Qur'an.
pendidikan, dan berkaitan dengan tentang akhlak.
2) Kamus-kamus yang terdiri dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kamus Arab-Indonesia, kamus al-Munawwir yang
berisikan kosa kata yang mendukung dalam penelitian tafsir.
2. Analisis Data.
Analisis data kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti
mulai mengumpulkan data, dengan cara mengorganisasikan data,
memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak, ukuran
penting atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya
26
menjawab fokus penelitian. mensintesiskannya. mencari dan menemukan
pola dan hubungan-hubungan.7 Oleh karena itu. untuk teknik analis data,
dalam mengambil kesimpulan bersumber dari data-data yang telah
didapat. baik dalam data primer maupun data sekunder.
Penelitian tafsir adalah suatu ragam acuan atau pedoman dari sebuah
penyeledikan secara seksama terhadap penafsiran al-Qur'an yang pernah
dilakukan oleh generasi terdahulu untuk mengetahui secara pasti
mengenai berbagai hal yang terkait.8 Karena penelitian ini menggunakan
metode penafsiran talllili (deskriptif analisis), maka penulis akan
menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam surah al-A’raf ayat l99-202, serta menerangkan
makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Adapun bentuk langkah-langkah untuk melakukan penelitian dengan
menggunakan metode tahlili sebagai berikut:
a. Penulis mulai mengkaji ayat dari QS. al-A’raf ayat 199-202.
b. Kemudian menguraikan kosa kata-kosa kata yang terdapat pada ayat
tersebut, dalam penelitian ini berarti penulis memulai dengan
mengantikan kosa kata-kosa kata yang akan diteliti oleh penulis, yaitu
dalam QS.a1-A’raf ayat 199-202.
c. Selanjutnya. menjelaskan asbabun nuzul yang terdapat pada ayat yang
akan diteliti jika ada. Dalam penelitian ini, penulis menguraikan
asbabun nuzul yang terdapat dalam surah al-A’raf ayat 199-202.
d. Kemudian menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang terkait
dengan ayat yang akan diteliti. Dengan demikian. penulis berarti
7 Lexy J. Moleong, op. cit,, h.248.
8 Rosihon Anwar, dkk., Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), Cet. III, h.
201.
27
menguraikan munasabah yang terkait dengan surah al-A’raf ayat 199-
202.
e. Lalu menjelaskan hal-hal lain yang berkaitan dengan ayat yang akan
diteliti. Dalam hal ini. penulis menjelaskan makna yang terkandung
dalam surah al-A’raf ayat 199-202.
Setelah semua langkah telah dilakukan. selanjutnya penulis
menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran untuk kemudian
memberikan penjelasan akhir mengenai isi dan maksud ayat al-Qur'an dari
surah al-A’raf ayat 199-202.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199-202
Surah al-A‟raf tergolong surah makkiyah, ayat-ayatnya terdiri dari 206
ayat, lalu kata-katanya terdiri dari 3325 kata, dan huruf-hurufnya ada
14310 huruf.1 Dinamakan surah ini dengan al-a‟raf untuk mengingat ahli
a‟raf yang terdapat pada surah ini, dari bab menamakan sesuatu yang
mewakili keseluruhan ayatnya.2 Surah ini juga ada yang
memperkenalkannya dengan nama Alif Lam Shad, karena ia merupakan
ayat pertama. Kendati demikian, kita tidak dapat menganggap huruf-huruf
tersebut atau selainnya yang terdapat pada awal sekian surah Al-Qur‟an
sebagai nama-nama surah tersebut.3
Kandungan surah ini merupakan rincian dari sekian banyak persoalan
yang diuraikan oleh surah al-an‟am, khususnya menyangkut kisah
beberapa nabi. Al-Biqa‟i berpendapat, bahwa tujuan utamanya adalah
peringatan terhadap yang berpaling dari ajakan yang disampaikan oleh
surah al-An‟am, yakni ajakan kepada tauhid, kebajikan, dan kesetiaan
pada janji serta ancaman terhadap siksa duniawi dan ukhrowi. Bukti yang
terkuat menyangkut tujuan tersebut – tulis al-Biqa‟I – adalah nama surah
ini “Al-A‟raf”. Menurut al-Biqai, al-A‟raf adalah tempat yang tinggi di
surga. Mempercayai al-A‟raf mengantar seseorang berada di tempat yang
tinggi itu, dimana ia dapat mengamati surga dan neraka dan mengetahui
hakikat apa yang terdapat disana.4
1 Muhammad Nawawi, Mirah Labid Tafsir Nawawi, (Indonesia: Darul Ihya), h. 271
2 Ahmad Showi, Hasyiah Showi ‘Ala Tafsir Jalalain, (Indonesua: Haromain), h. 77
3 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid 5, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 3
4 Ibid., h. 4
29
1. Teks Ayat dan Terjemah Surah Al-A’raf Ayat 199-202
غ( وإما ینزغنك من ٱلشیطػن نز 911ن )ػل ٱل عن رضوأع عرؼ ٱلب مروأ عفو خذ ٱل
یع ع یم ) ۥإنو بٱل و تعذٱسف ٱلشیطػن من فطػا ئإذا مسلم ا( إف ٱلذین ٱتػقو 022س
صروف ی ث ل یقغ ديدونػلم فی ٱل نػلما و ( وإخ029) مبصروف ىم فإذاتذكروا
(020 )
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (199). Dan jika setan
datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah (Membaca
A‟udzu billahi minasy-syaitanir-rajiim). Sungguh Dia Maha
Mendengar, Maha Mengetahui. (200). Sesungguhnya orang-orang
yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat
dosa) dari syaitan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika
itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya). (201). Dan teman-
teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu setan-setan
dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).
(202).” (QS. Al-A‟raf 7:199-202).5
2. Kosa Kata (Mufradat)
Berilah Maaf : خذ العفو
مر بالعرؼ أ : Suruhlah berbuat kebaikan
Berpalinglah : أعرض
5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Terjemahnya, (Surabaya: CV Pustaka Agung
Harapan, 2006), h. 237.
30
Satu gangguan : نػزغ
Mengenai mereka : مسلم
ونػلم ف الغي Menolong mereka dalam (mengerjakan) : ديد
kesesatan.6
3. Munasabah Ayat
Munasabah dari segi bahasa bermakna kedekatan. Nasab adalah
kedekatan hubungan antara seseorang dengan yang lain disebabkan
oleh hubungan darah/keluarga. Ulama-ulama Al-Qur‟an
menggunakan kata munasabah untuk dua makna:
a. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan
ayat-ayat Al-Qur‟an satu dengan yang lainnya.
b. Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat lain,
misalnya pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap
ayat lain yang tidak bersyarat dan lain-lain.7
Sebagaimana diketahui, munasabah ditinjau dari segi bahasa
adalah hubungan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya,
bukan ditinjau dari asbabun nuzul atau yang lainnya. Ayat-ayat pada
surah Al-Qur‟an tersusun karena korelasi pembahasannya, bukan
pada waktu kapan turunnya. Munasabah juga kerap kali
diterjemahkan dengan bahasa hubungan, korelasi, atau keterkaitan.
Kendatipun dari segi terjemahan bermacam-macam namun masih
mengarah kepada makna munasabah yang dimaksud.
Surah al-araf ayat 194-198:
6 A. Hassan, Al-Furqan Tafsir Qur’an, (Bangil: Pustaka Tamaam, 1986), h. 335-336
7 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), h. 243-244
31
ٱدعوىم ف یستجیبوا لكم إف كنتم ف إف ٱلذین تدعوف من دوف ٱل و عباد أمثالكم
ذلم أعن أـ ذلم أید یبطشوف با أـ با ( أذلم أرجل ديشوف 911صػدقن )
ٱدعوا شركا ءكم ث كیدوف فل قل ذلم ءاذاف یسمعوف با أـ یبصروف با
( 911حن )وىو یػتػول ٱلصػ ( إف ولػی ٱل و ٱلذی نػزؿ ٱلكتػب 911تنظروف )
( وإف 911) ل یستطیعوف نصركم ول أنفسلم ینصروف ۦوٱلذین تدعوف من دونو
(911وتػرىػلم ینظروف إلیك وىم ل یبصروف ) تدعوىم إل ٱذلدى ل یسمعوا
“Sesungguhnya mereka yang kamu seru selain dari Allah itu hamba-
hamba seperti kamu. Lantaran itu, (cobalah) kamu seru mereka,
lantas (cobalah) mereka perkenankan (permintaan) kamu, jika
memang kamu orang-orang yang benar.” {194} “Adakah bagi
mereka kaki yang mereka bisa berjalan dengannya atau adakah bagi
mereka tangan yang mereka bisa pegang dengannya, atau adakah
bagi mereka mata yang mereka bisa lihat dengannya, atau adakah
mereka telinga yang mereka bisa dengar dengannya? Katakanlah:
Serulah sekutu-sekutu kamu, kemudian lakukanlah tipu daya kamu
kepadaku, dan janganlah beri tempo kepadaku.” {195}
“Sesungguhnya penolongku ialah Allah, Yang telah turunkan Kitab,
dan Ia menolong orang-orang yang baik.” {196} “Dan mereka yang
kamu seru selain daripada-Nya itu tidak bisa menolong kamu dan
tidak bisa mereka tolong diri mereka sendiri.” {197} “Dan jika kamu
seru mereka ke jalan petunjuk, mereka tidak akan dengarkan, dan
engkau lihat, bahwa mereka melihatmu, padahal mereka tidak
melihat.” {198}8
8 A. Hassan, op. cit., h. 334-335
32
Imam al-Maraghi memberikan paparan global sebelum
memasuki pembahasan surah Al-A‟raf ayat 199:
ـ و یػنصره ذكر سبحانو أنو ىو الذي یػتػول أمر رسولو بػعد أف ، وأف الصنا
ج الیة النػل بػن ف ىذه –یػلا ل یػقدروف ع ى إیذائو وإیصاؿ الضر إلیو وعابد
9القوي والصراط المستقیم ف معام ة الناس
“Setelah Allah SWT menyebutkan bahwa sesungguhnya Dia lah
Dzat yang melindungi dan menolong perkara rasulnya. Dan
sesungguhnya patung-patung beserta para penyembahnya tidak
mampu untuk menyakiti Rasul dan juga membahayakan Rasul-Nya.
Dan Allah SWT menjelaskan pada ayat ini (Al-A‟raf 199) tentang
metode yang kokoh dan juga jalan yang lurus dalam hidup bersosial
di antara manusia.”
Allah SWT menjelaskan tentang keberpalingan orang-orang
yang menentang ketauhidan, dan juga memberikan bantahan kepada
orang-orang yang ingkar agar menyadari atas apa yang selama ini
mereka yakini ialah sebuah kesalahan yang benar-benar jelas
sebagaimana diterangkan dalam surah Al-A‟raf ayat 194-198. Lalu
pada surah Al-A‟raf ayat 199 Allah SWT memberikan pedoman-
pedoman untuk hidup bersosial di masyarakat. Dilanjutkan dengan
ayat 200-202 yang menjelaskan tentang perlunya mewaspadai
kerusakan yang ditimbulkan dari bisikan syaithan dengan kalimat
isti’adzah meminta perlindungan Allah SWT.
9 Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, jilid 8, (Beirut: Darul Ihya Wat Turost
Al-Arobi), h. 146
33
یع ع یم ) ۥإنو بٱل و تعذٱسف غوإما ینزغنك من ٱلشیطػن نز ( إف 022س
( 029) مبصروف ىم فإذاٱلشیطػن تذكروا من فطػا ئإذا مسلم اٱلذین ٱتػقو
(020) صروف ی ث ل یقغ ديدونػلم فی ٱل نػلما و وإخ
“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada
Allah (Membaca A‟udzu billahi minasy-syaitanir-rajiim). Sungguh
Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (200). Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi
pikiran jahat (berbuat dosa) dari syaitan, mereka pun segera ingat
kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-
kesalahannya). (201). Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir
dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka
tidak henti-hentinya (menyesatkan). (202).”
Lanjut paparan global Imam Al-Maraghi
بػعد أف ذكر سبحانو ف الیة السابقة أمثل الطرؽ ف معام ة الناس بػعضلم بػعضا
قػفى ع ى ذلك بالوصیة الت –نػفوسلم سبیل ما لو عم وا بدیو ل يد الفساد ال
: أي شیاطن الن تػتضم نػلا ىذه الیة الثلث, وىي اتػقاء افساد الشیاطن
الیة السالفة أمرت بالعراض عن الاى ن وىم السفلاء اتػقاء لشرىم ف –المستتة
.من الشیاطن اتػقاء لشرىم بالستعاذة باهلل و ىذه الیات أمرت –10
“Setelah Allah SWT menyebutkan di ayat-ayat sebelumnya tentang
contoh tatacara bermuamalah diantara manusia sebagian mereka
dengan sebagian yang lainnya dari apa-apa yang dimana jikalau
mereka mengamalkan dengan petunjuk-Nya niscaya tiada ditemukan
10
Ibid., h. 149-150
34
kerusakan pada diri-diri mereka. Lalu Allah SWT mengiringi yang
demikian itu dengan wasiat yang dimana tiga ayat ini (Al-A‟raf ayat
200-202) telah menghimpunnya, yaitu mewaspadai berbuat
kerusakannya syaitan-syaitan: yaitu syaitan-syaitan dari golongan jin
yang tersembunyi – ayat yang terdahulu (Al-A‟raf ayat 199) telah
memerintahkan untuk berpaling dari orang-orang bodoh/orang-orang
dungu guna mewaspadai keburukan mereka. – dan ayat-ayat ini (Al-
A‟raf ayat 200-202) memerintahkan dengan meminta perlindungan
kepada Allah dari Syaitan-syaitan guna mewaspadai keburukan
mereka.”
Sebagaimana paparan di atas jadi dapat disimpulkan bahwa
munasabah surah al-A‟raf ayat 199-202 yang dimana adalah
kelanjutan surah al-A‟raf ayat 194-198, pada ayat tersebut
memaparkan tentang keberpalingan orang-orang yang melenceng
dari ketauhidan, dan pada ayat 199-202 Allah SWT memberikan
tuntunan tata cara berdakwah di lingkungan orang-orang bodoh.
4. Tafsir Surah Al A’raf Ayat 199-202
a. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199
ن ػل ٱل عن رضوأع عرؼ ٱلب مروأ عفو خذ ٱل
“Ambillah maaf dan suruhlah yang ma‟ruf, serta berpalinglah dari
orang-orang jahil”.
Di dalam ad-Durrul Mantsur karangan Imam Jalaluddin as-
Suyuthi, beliau menukilkan sebab turunnya ayat ini:
عرؼ ٱلب مروأ عفو خذ ٱلوأخرج ابن مردویو عن جابر قاؿ: دلا نزلت ىذه الیة )
یا جربیل ما تأویل ن( قاؿ النيب ص ى اهلل ع یو وس م: >>ػل ٱل عن رضوأع
ىذه الیة؟ قاؿ: حىت أسأؿ. فصعد ث نزؿ فقاؿ: یا زلمد إف اهلل یأمرؾ أف
35
تصفح عمن ظ مك، وتعطي من حرمك، وتصل من قطعك. فقاؿ النيب ص ى
اهلل ع یو وس م: أل أدلكم ع ى أشرؼ أخلؽ الدنیا و الخرة؟ قالوا: وما ذاؾ
طي من حرمك، وتصل من یا رسوؿ اهلل؟ قاؿ: تعفو عمن ظ مك، وتع
.قطعك<<11
Yang artinya: “Dan telah mengeluarkannya Ibnu Mardawih
dari Jabir: tatkala turun ayat “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang
mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang
yang bodoh”, Berkata Nabi SAW: Wahai Jibril, Apa ta‟wil ayat
ini? Telah berkata Jibril: Saya Tanya dulu. Maka malaikat jibril
naik lalu turun dan berkata: Wahai Muhammad, sesungguhnya
Allah SWT memerintahkanmu agar memaafkan orang yang telah
menzalimi mu, memberi kepada orang yang tidak pernah
memberimu, dan menyambung tali silaturahmi kepada orang
yang telah memutuskan tali silaturahmi kepadamu. Maka Nabi
Saw bersabda: Ketahuilah aku akan menunjukkan kepada kalian
paling mulianya akhlak dunia dan akhirat? Para sahabat bertanya:
Apa itu wahai Rasulullah?. Nabi Saw bersabda: engkau
memaafkan orang yang telah menzalimi mu, memberi kepada
orang yang tidak pernah memberimu, dan menyambung tali
silaturahmi kepada orang yang telah memutuskan tali silaturahmi
kepadamu”.
Kata khudz/Ambillah, hakikatnya adalah keberhasilan )خذ(
memperoleh sesuatu untuk dimanfaatkan atau untuk digunakan
memberi mudharat, karena itu tawanan dinamai )أخیذ( akhidz.
Kata tersebut digunakan oleh ayat ini untuk makna melakukan
11
Jalaluddin Assuyuthi, Addurrul Mantsur, jilid 3, (Beirut: Darul Kutub El-Ilmiyah, 2004),
h. 281
36
suatu aktivitas, atau menghiasi diri dengan satu sifat yang dipilih
dari sekian banyak pilihan. Dengan adanya beberapa pilihan itu,
kemudian memilih salah satunya, maka pilihan tersebut serupa
dengan mengambil. Dengan demikian ambillah maaf berarti
pilihlah pemaafan, lakukan hal tersebut sebagai aktivitasmu dan
hiasilah diri dengannya, jangan memilih lawannya. Demikian
Thahir ibn „Asyur.
Kata العفو al-afwu/maaf, terambil dari kata yang terdiri dari
huruf-huruf ‘ain, fa, dan waw. Maknanya berkisar pada dua hal,
yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya. Dari sini, lahir kata
‘afwu yang berarti meninggalkan sanksi terhadap yang bersalah
(memaafkan).12
Telah berkata pula Imam al-Alusi dalam kitabnya Ruuhul
Ma‟ani:
عفى و سلل و تیسر من أخلؽ الناس, و ال ىذا ذىب )خذ العفو( أي ما
وعائشة, و رلاىد, و غنىم, و أخرجو ابن أيب الدنیا عن ابن عمر, وابن زبن,
ابراىیم بن آدـ مرفوعا ال رسوؿ اهلل ص ى اهلل ع یو وس م, و الخذ رلاز عن
القبوؿ و الرضا, أي أرض من الناس مبا تیسر من أعماذلم وما أتى منلم و
13.اتسلل من غن ك فة, ول تط ب منلم اللد وما یشق ع یلم حىت ل ینفرو
“(Ambillah Maaf) yaitu sesuatu yang mudah, ringan, dan tidak
memberatkan daripada akhlak manusia. Dan pada tafsiran ini
telah berpendapat Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Sayyidati Aisyah,
Mujahid, dan selain daripada mereka. Dan telah mengeluarkannya
akan pandangan ini Ibnu Abi Dun‟ya dari Ibrahim bin Adam
secara marfu kepada Rasulullah SAW. Dan kata األخذ bermakna
12
Quraish Shihab, op. cit., h.351-352 13
Sayyid Mahmud al-Alusi, Ruuhul Ma’ani, jilid 5, (Beirut: Darul Fikr, 2003), h. 167-168
37
majaz yang artinya menerima dan ridho, Yaitu ridholah kamu
daripada manusia dengan segala yang mudah dari perbuatan-
perbuatan mereka dan segala yang muncul dari mereka, dan
mudahkanlah tanpa ada rasa keberatan, dan janganlah engkau
menuntut dari mereka kesungguhan dan segala yang
memberatkan atas mereka sehingga mereka tidak kabur
berlarian".
Dari paparan Imam Alusi diatas dapan diambil dua
kemungkinan tentang makna dari hal/perkara yang disebut العفو .
Yang pertama sesuai dengan makna zahirnya yang dimana
berkaitan dengan indra perasaan yaitu memaafkan, artinya
Maafkanlah orang-orang yang berbuat sedikit kesalahan. Yang
kedua yaitu bermakna tentang harta lebih yang di infaqkan hasil
kerja keras mereka sebelum adanya perintah fardhu zakat
sebagaimana pandangan Ibnu Abbas.
Adapun ringkasnya, menurut Imam Al-Maraghi di dalam
tafsirnya beliau memberikan ungkapan:
ین و قواعده الیسر و جتنب احلرج و ما یشق ع ى الناس، وقد داف من اداب ال
14صح أف النيب ص ى اهلل ع یو ؤ س م ما خن بن أمرین ال اختار أیسرمها
“Sesungguhnya daripada adab dan fondasi beragama itu adalah
kemudahan dan menghindari kesempitan. Dan telah betul bahwa
sesungguhnya Nabi SAW tidak dipilih diantara 2 perkara kecuali
Nabi memilih yang paling mudah diantara 2 perkara tersebut”.
Berlanjut kepada kalimat عرؼ ٱلب مروأ yaitu memiliki
terjemahan perintahlah yang ma‟ruf. Kata عرؼ mengandung
:yang menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi bermakna معروؼ
14
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, op. cit., h. 147
38
15بو كل أمر عرؼ أنو لبد من التیاف
“Segala perkara yang diketahui bahwasanya mesti dari
mendatangkan akan perkara tesebut”.
Sedangkan Imam Al-Maraghi memberikan ungkapan
tentang hal ini:
ألمر بادلعروؼ : وىو ما تعرفو النفس من اخلن و تأنس بو و تطمئن الیو
“Yaitu sesuatu yang diketahui oleh jiwa dari segi baiknya, dan
merasa lembut dengannya, dan merasa tenang kepadanya”.
ول شك أف ىذا مبين ع ى اعتبار عادات المة احلسنة و ما تتواطأ ع یو من
المور النافعة ف مصاحللا
“Dan tidak ragu sesungguhnya hal ini terbangun dari segi tradisi
umat yang baik, dan sesuatu yang dimana umat itu berkolusi
atasnya daripada perkara-perkara yang bermanfaat didalam
kemashlahatan umat”.
Lalu di finalkan dengan ungkapan:
أنو اسم جامع لكل ما عرؼ من طاعة اهلل و التقرب الیو –و امجاؿ القوؿ فیو
16و الحساف ال الناس
“Dan globalnya dalam hal ini – sesungguhnya ma‟ruf itu adalah
isim yang menghimpun bagi segala perkara yang diketahui
daripada taat kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dan
berbuat baik kepada manusia”.
Imam Ibnu Jarir at-Thabari memaknai ma‟ruf didalam
kitabnya jami‟ul bayan:
15
Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Fakhrurrazi, jilid 5, (Beirut: Darul Fikr, 2005), h. 82 16
Ahmad Musthofa Al-Maraghi. loc. cit.
39
, و العفو عمن ظ م. و كل فمن ادلعروؼ ص ة رحم من قطع, و اعطاء من حـر
ما أمر اهلل بو من العماؿ أو ندب الیو فلو من العرؼ. ول خيصص اهلل من
ذلك معىن دوف معىن؛ فاحلق فیو أف یقاؿ: قد أمر اهلل نبیو ص ى اهلل ع یو وس م
.بادلعروؼ ك و ل ببعض معانیو دوف بعضأف یأمر عباده 17
“Dan daripada makna al-ma‟ruf adalah menghubungkan tali
silaturahim kepada orang yang memutuskannya, memberikan
sesuatu kepada orang yang enggan mau memberi, dan memaafkan
orang yang telah berbuat zalim. Semua perbuatan yang
diperintahkan dan dianjurkan oleh Allah SWT merupakan bagian
dari makna al-„Urf, dan Allah SWT tidak mengkhusukan kepada
makna tertentu. Maka adapun kebenaran dalam perkara ini
diungkapkan: “Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya Saw agar
memerintahkan umatnya untuk melaksanakan al-ma‟ruf secara
keseluruhan, bukan sebagian makna saja”.
Penulis tidak mengunggulkan antara pakar tafsir yang satu
dengan pakar tafsir yang lainnya dari pengertian al-ma’ruf diatas.
Dikarenakan luasnya pengertian al-ma‟ruf dan tak bisa dibatasi
dengan satu atau dua contoh saja. Singkatnya takaran kebaikan
dan kebenaran itu ditinjau daripada segala yang diturunkan Tuhan
melalui Nabi dan rasul-Nya kepada umat manusia. Namun tidak
dapat diremehkan pula akan makna kebaikan yang sudah
membudaya di lapisan masyarakat guna menyampaikan maksud
dari ajaran yang diturunkan Tuhan.
Berlanjut kepada kalimat ن ػل ٱل عن رضوأع yang artinya
berpalinglah dari orang-orang jahil. Professor Quraish Shihab
mengartikan: Kata ( ن ػل ٱل ) al-jahilin adalah bentuk jamak dari
17
Ibnu Jarir At-Thabari, Jami’ul Bayan, jilid 6, (Beirut: Dar El-Fikr, 2001), h. 187
40
kata (جاىل) jahil. Ia digunakan Al-Qur‟an bukan sekedar dalam
arti seorang yang tidak tahu, tetap dalam arti juga perilaku yang
kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang
tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara,
atau kepicikan pandangan. Istilah itu juga digunakan dalam arti
mengabaikan nilai-nilai ajaran ilahi.18
Imam maraghi berkata:
معاشرهتم وعدـ مراهتم, ول علج العراض عن الاى ن. وىم السفلاء بتؾ
ل وقایة من أذائلم ال العراض عنو , وقد روي عن جعفر الصادؽ رضي اهلل
19عنو أنو قاؿ: لیس ف القرآف آیة أمجع دلكاـر الخلؽ منلا
“Berpalinglah dari orang-orang jahil. Dan mereka itu adalah
orang-orang bodoh dengan meninggalkan bergaul bersama
mereka dan tidak berbantah-bantahan dengan mereka, untuk
menghindari agar tidak disakiti mereka kecuali dengan jalan
berpaling dari mereka. Dan diriwayatkan dari Ja‟far As-Shadiq ra
bahwasanya beliau berkata: tidak ada satu ayat dalam al-Qur‟an
yang lebih mencangkup akan kemuliaan akhlak selain daripada
ayat ini”.
Dengan redaksi yang agak berbeda Imam Qurthubi
mengungkapkan di dalam tafsirnya:
ة و أمرهتم الاى ن( أي اذا أقمت ع یلم احلجقولو تعال : )و أعرض عن
صیانة لو ع یلم ورفعا لقدره عن ,بادلعروؼ فجل وا ع یك فأعرض عنلم
20.رلاوبتلم
18
Quraish Shihab, op. cit., h. 353-354 19
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, op. cit., h. 148 20
Muhammad al-Anshory al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, jilid 7, (Beirut: Dar El Kutub El
„ilmiyah, 2010), h. 220
41
“Firman Allah Ta‟ala : (dan berpalinglah kamu dari orang-orang
jahil) yaitu jikalau kamu (Muhammad) telah meneggakkan
argumen atas mereka dan kamu telah memerintahkan mereka
kepada yang ma‟ruf, lalu mereka jahil atas engkau maka
berpalinglah kamu dari mereka. Guna menjaga baginya (nabi
Muhammad) atas perilaku mereka (orang-orang jahil) dan
meninggikan derajatnya dari jawaban mereka”.
Dari sini dapat dipahami bahwa walaupun khitab perintah
untuk menjauhi orang-orang jahil itu dimaksudkan kepada nabi,
namun mencangkup kepada kita sebagai umatnya beliau juga,
agar kita tidak terjerumus ke dalam kesesatan mereka. Namun
jika kita percaya diri tidak terpengaruh dengan kesesatan yang
mereka lakukan atau idealis maka itu diperbolehkan.
Ayat ini walau dengan redaksi yang sangat singkat, telah
mencangkup semua sisi budi pekerti luhur yang berkaitan dengan
hubungan antar manusia. Ia dipaparkan Al-Qur‟an setelah
menguraikan secara panjang lebar bukti-bukti keesaan Allah
SWT. serta setelah mengecam kemusyrikan dan menunjukkan
kesesatannya. Penempatan ayat ini sesudah uraian tersebut
memberi kesan bahwa Tauhid harus membuahkan akhlak mulia
dan budi pekerti yang luhur.21
Sebagaimana telah dipaparkan
sebelumnya di munasabah.
b. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 200
یع ع یم ۥإنو بٱل و تعذٱسف غوإما ینزغنك من ٱلشیطػن نز س
“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada
Allah. Sungguh Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.
21
Quraish Shihab, op. cit., h.354
42
Ayat ini merupakan keterangan lanjutan sebagaimana
perintah akhir dalam surah Al-A‟raf ayat 199 sebelumnya.
Disebutkan oleh Abu Zaid:
ن( قاؿ النيب ص ى اهلل ػل عن ٱل رضوأعقاؿ أبو زید: دلا نزؿ قولو تعال : )
22ع یو وس م كیف یا رب و الغضب؟ , فنزؿ قولو: )وإما ینزغنك(.
“Tatkala turun firman Allah SWT (dan berpalinglah kamu dari
orang-orang jahil) Nabi Saw bertanya: bagaimana wahai Tuhanku
dengan amarah? Maka turunlah firman-Nya (Dan jika setan
datang menggodamu)”.
Dalam tafsir jalalain karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan
Imam Jalaluddin al-Mahalli disebutkan:
( أى أف غ)وإما( فیو ادغاـ نوف اف شرطیة ف ما ادلزیدة )ینزغنك من ٱلشیطػن نز
بٱل و( جواب الشرط و جواب المر تعذیصرفك عما أمرت بو صارؼ )فٱس
یع( ل قوؿ )ع یم( ل فعل ۥزلذوؼ أى یدفعو عنك )إنو .س23
“((dan jika)) (ا (وإم didalamnya terdapat idghamnya nun lafadz ان
syarat ke dalam huruf ما tambahan ((kamu ditimpa suatu godaan
setan)) yaitu jika setan memalingkan kamu dari sesuatu yang
kamu diperintahkan untuk melaksanakannya dengan suatu godaan
((maka berlindunglah kepada Allah)) sebagai jawab syarat (kata
“jika”), sedangkan jawab amarnya dibuang, yang berarti Allah
menolak setan dari dirimu, ((Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar)) segala perkataan ((Maha Mengetahui)) segala
perbuatan”.
Prof. Quraish Shihab memaparkan: Rasul Saw sebagai
manusia, tentu saja dapat marah jika kejahilan orang-orang
22
Fakhruddin Ar-Razi, op. cit., h. 83 23
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalayn, (Surabaya: Nurul
Huda), h. 148
43
musyrikin telah mencapai puncaknya. Apalagi setan yang
merupakan musuh abadi manusia, selalu enggan melihat siapapun
berbudi pekerti luhur, karena itu Nabi Saw dan umatnya
diingatkan dengan menggunakan redaksi yang mengandung
penekanan-penekanan bahwa dan jika engkau benar-benar
dibisikkan, yakni dirayu dengan halus dan tipu daya oleh setan
dengan satu bisikan untuk meninggalkan apa yang dianjurkan
kepdamu tadi, misalnya mendorongmu secara halus untuk marah
maka mohonlah perlindungan kepada Allah, dengan demikian
Allah akan mengusir bisikan dan godaan itu serta melindungimu
karena sesungguhnya Dia Maha Mendengar termasuk mendengar
permohonanmu lagi Maha Mengetahui apa yang engkau
dambakan dan apa yang direncanakan oleh setan.24
Terkait ayat ini, Imam At-Thabari mengatakan di dalam
tafsirnya:
من الشیطاف غضب یصدؾ عن ( و اما یغضبنك غ)وإما ینزغنك من ٱلشیطػن نز
بٱل و( یقوؿ : فاستجر تعذالعراض عن الاى ن وحيم ك ع ى رلازاهتم. )فٱس
یع ع یم( یقوؿ : اف اهلل الذي تستعیذ بو من نزغ ۥباهلل من نزغو. )إنو س
الشیطاف سیع للل الاىل ع یك و لستعاذتك بو من نزغو ولغن ذلك من
كلـ خ قو, ل خيفى ع یو منو شيء, ع یم مبا یذىب عنك نزغ الشیطاف و غن
25.ذلك من أمور خ قو
“(dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan) yaitu jika setan
menggodamu dengan perasaan marah yang karena itu kamu tidak
mampu berpaling dari orang-orang yang jahil, dan membawa
kamu untuk memberi balasan kepada mereka, (maka
24
Quraish Shihab, op. cit., h.354 25
Ibnu Jarir At-Thabari, op. cit., h. 188
44
berlindunglah kepada Allah) yaitu mintalah perlindungan kepada
Allah SWT dari godaannya. (sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui) Allah Maha mendengar
terhadap jahilnya orang yang berbuat jahil terhadap dirimu, dan
Maha Mendengar terhadap permintaan perlindunganmu dari
godaan setan serta lain-lainnya yang merupakan perkataan
makhluk-Nya. Tiada samar sesuatu apa pun bagi-Nya, Dia Maha
Mengetahui dengan bisikan setan yang telah merasuki hatimu,
dan selain itu daripada urusan-urusan makhluk-Nya”.
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dinuqilkan akan riwayat dari
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam:
رضوأع عرؼ ٱلب ر م وأ عفو خذ ٱلقاؿ عبد الرمحن بن زید بن أس م : دلا نزلت )
ن( قاؿ: یا رب كیف بالغضب؟ فأنزؿ اهلل )وإما ینزغنك من ٱلشیطػن ػل ٱل عن
یع ع یم ۥإنو بٱل و تعذٱسف غنز ( ق ت: و قد تقدـ ف أوؿ الستعاذة حدیث س
الرج ن ال ذین تسابا حبضرة النيب ص ى اهلل ع یو وس م فغضب أحدمها حىت
جعل أنفو یتمزع غضبا, فقاؿ رسوؿ اهلل ص ى اهلل ع یو وس م: ))اين لع م
ل لو ك مة لو قاذلا لذىب عنو ما يد: أعوذ باهلل من الشیطاف الرجیم(( فقی
وأصل النزغ الفساد اما بالغضب أو غنه, قاؿ اهلل تعال: فقاؿ ما يب من جنوف.
(. والعیاذ ٱلشیطػن ینزغ بینػلم إف سن )وقل لعبادی یػقولوا ٱلتی ىی أح
.اللتجاء والستناد والستجارة من الشر, و أما ادللذ ففى ط ب اخلن26
“Tatkala ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah SWT: (Jadilah
engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang ma‟ruf serta
berpalinglah dari orang-orang jahil) lalu Nabi Saw bertanya,
26
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2, (Dar El Ihya Kutub Al-Arabiyya), h. 278
45
“Wahai Tuhanku, Bagaimana dengan amarah?” maka Allah
menurunkan firman-Nya: (Dan jika kamu ditimpa suatu godaan
setan, maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui). Aku berkata: pada
permulaan mengenai isti‟adzah (permohonan perlindungan
kepada Allah) telah disebutkan sebuah hadist tentang dua orang
lelaki yang saling mengejek dihadapan Nabi Saw. Kemudian
salah satunya marah, sehingga hidungnya mekar dalam keadaan
emosi. Maka Rasulullah Saw bersabda: ((Sesungguhnya aku
benar-benar mengetahui suatu kalimat, seandainya dia
mengatakannya niscaya hilanglah darinya apa yang ia temukan
(emosi), yaitu: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan
yang terkutuk”. Ketika disampaikan kepada lelaki itu apa yang
telah disabdakan Rasulullah Saw, maka si lelaki yang sedang
emosi tersebut menjawab “saya tidak gila”. Asal makna dari
lafadz النزغ ialah kerusakan, penyebabnya adakalanya karena
marah atau yang lainnya. Telah berfirman Allah SWT: (dan
katakanlah kepada para hamba-Ku, hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya setan itu
menimbulkan perselisihan diantara mereka) ((surah Al-Isra: 53)).
Makna العیاذ ialah memohon perlindungan, naungan, dan
pembentengan dari kejahatan. Sedangkan ادللذ ialah tertuju
kedalam menuntut kebaikan”.
Jika dipersempit lagi dari makna surah al-A‟raf ayat 200
adalah nilai keagamaan/berketuhanan pada lafadz بٱل و تعذفٱس
dengan memohon perlindungan kepada Allah ketika diganggu
oleh godaan setan serta kawan-kawannya. Juga nilai tawakkal
46
yang muncul dalam lafadz یع ع یم ۥإنو س sehingga menimbulkan
rasa aman karena Allah Maha Mendengar dengan segala keluhan
yang kita rasakan sehingga menimbulkan keyakinan akan
dikabulkannya segala permohonan-permohonan hamba-Nya, dan
Maha Mengetahui atas sesuatu yang menimpa hamba-hamba-
Nya. Sebagaimana penafsiran Sayyid Mahmud Al-Alusi:
ۥ( فاستجر بو والتجئ الیو سبحانو و تعال ف دفعو عنك )إنو بٱل و تعذفٱس)
یع( یسمع ع ى أكمل وجو استعاذتك قول )ع یم( یع م كذلك تضرعك الیو س
دعاءؾ ق با ف ضمن القوؿ أو بدونو فیعصمك من شره, أو سیع أي رلیب
أو سیع بأقواؿ من آذاؾ بالستعاذة ع یم مبا فیو صلح أمرؾ فیحم ك ع یو,
27ع یم بأفعالو فیجازیو ع یلا.
“((Maka mintalah perlindungan kepada Allah)) Maka mintalah
pembentengan kepada Allah dan berlindunglah kepada Allah
SWT dalam menolak (sesuatu yang muncul dari godaan setan)
dari dirimu, ((sesungguhnya Allah Maha Mendengar)) mendengar
dengan yang paling sempurnanya pendengaran akan permohonan
perlindungannya engkau berupa perkataan, ((Maha Mengetahui))
begitupun juga mengetahui (dengan yang paling sempurnanya
pengetahuan) akan merendahnya hati engkau kepada-Nya baik
memastikan dengan perkataan ataupun tidak, maka Allah akan
melindungi engkau dari keburukan setan. Atau Maha Mendengar
yaitu Maha Menjawab permohonan engkau akan permintaan
perlindungan, Maha Mengetahui dengan segala yang baik
untukmu dan Allah akan Menghantarkanmu kepadanya. Atau
Maha Mendengar dengan perkataan-perkataan orang yang
27
Sayyid Mahmud al-Alusi, op. cit., h. 169
47
menyakitimu Maha Mengetahui dengan perbuatan-perbuatannya,
lalu Allah akan membalasnya atas segala perbuatan dan
perkataannya”.
Sebagai penutup akan pembahasan ayat ini Buya Hamka
berkata: Surah Al-A‟raf ayat 200 menjelaskan tentang gangguan
bukan saja datang dari luar, tetapi akan masuk ke dalam diri
sendiri secara halus, yaitu gangguan syaitan iblis. Tuhan
peringatkan ini kepada Rasul-Nya Muhammad Saw setelah dekat
kepada penutup surat, sebagai simpulan daripada permulaan surat
dahulu, yang menerangkan bahwa iblis di dalam syurga telah
mengganggu nenek moyang kita Adam dan Hawa dengan
perdayanya, sehingga termakan buah yang terlarang (khuldi).
Maka beliau, Nabi Muhammad Saw, apalagi umatnya ini, tidak
pulalah akan terlepas daripada gangguan syaitan itu. Oleh sebab
itu akhir penutup surat, Allah memperingatkan hal itu kembali.
Agar jika dia dating mengganggu, lekas-lekas berlindung kepada
Allah.28
c. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 201
مبصروف ىم فإذاٱلشیطػن تذكروا من فطائإذا مسلم اإف ٱلذین ٱتػقو
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka
dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari syaitan,
mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga
mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)”.
Prof. Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir Al-
Mishbahnya: Kekuatan pertahan Nabi Saw menghadapi setan
jauh melebihi kekuatan pertahanan selain beliau, kendati mereka
orang-orang bertakwa. Ini dipahami dari kata (نزغ) Nazagh yang
digunakan oleh ayat yang lalu yang tertuju kepada Nabi
28
Hamka, Tafsir Al-Azhar, jilid 9, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 2003), h. 225
48
Muhammad Saw. Dengan membandingkannya dengan kata (مس)
mas dan (طائف) tha’if yang digunakan oleh ayat ini. Ia juga
dipahami dari kata (اف) in/jika yang mengandung perandaian
sesuatu yang belum pasti terjadi yang digunakan oleh Ayat yang
lalu, dan kata (اذا) idza/bila yang mengandung makna kepastian
oleh ayat ini. Dari sini setelah memberi petunjuk kepada Nabi
Saw, kini petunjuk tertuju kepada kaum bertakwa secara umum.
tentu saja disini termasuk pula Nabi Muhammad Saw, karena
Beliau adalah “Imam orang-orang bertakwa”, namun pemisahan
itu perlu untuk mengisyaratkan perbedaan pertahanan para nabi
dan orang-orang bertakwa secara umum.
Dapat juga dikatakan bahwa ayat ini merupakan alasan
mengapa ayat yang lalu berpesan agar memohon perlindungan
Allah. Seakan-akan kedua ayat ini menyatakan perintah itu
demikian, karena itulah yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah
yang bertakwa. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila
mereka ditimpa tha‟if godaan yang menimbulkan was-was dari
setan, mereka mengingat Allah, mengingat permusuhan setan
terhadap manusia dan kelicikannya, mengingat dampak buruk
yang diakibatkannya, maka ketika itu juga dengan cepat bagaikan
tiba-tiba sebagaimana dipahami dari kata ( افاذ ) fa idza “maka
ketika itu juga”, mereka melihat dan menyadari kesalahan-
kesalahannya.29
Imam Ibnu Katsir memberikan penjelasan di dalam kitab
tafsir Ibnu Katsir terkait surah al-A‟raf ayat 201:
29
Quraish Shihab, op. cit., h.357-358
49
ما عنو زجر أهنم خيرب تعال عن ادلتقن من عباده الذین أطاعوه فیما أمر, وتركوا
( أي أصابم طیف وقرأ الخروف طائف و قد جاء فیو حدیث إذا مسلم)
ومها قرءتاف مشلورتاف فقیل مبعىن واحد وقیل بینلما فرؽ و منلم من فسر ذلك
من فسر مبس الشیطاف بالصرع و حنوه, ومنلم من فسره باذلم بالغضب ومنلم
( أي عقاب اهلل و و قولو )تذكروا بالذنب ومنلم من فسره باصابة الذنب,
جزیل ثوابو ووعدىووعیده فتابوا و أنابوا واستعاذوا باهلل و رجعوا الیو من قریب.
.( أي قد استقاموا و صحوا ما كانوا فیوصروف )فإذا ىم مب30
“Allah SWT menceritakan perihal orang-orang yang bertakwa
dari hamba-hamba-Nya, yang dimana sesungguhnya mereka itu
( إذا مسلم) “apabila mereka ditimpa” yakni bilamana mereka
terkena godaan (طیف) . Sebagian Ulama membacanya Ta-ifun
sehubungan dengan qiraat ini ada hadist yang ,(طائف)
menerangkannya: kedua qiraat ini merupakan qiraat yang
masyhur atau terkenal. Menurut pendapat lain kedua qiraat
tersebut mempunyai makna yang sama, dan menurut pendapat
yang lainnya lagi ada perbedaan diantara keduanya. Ada Ulama
yang menafsirkannya dengan pengertian لغضبا al-ghadab
(amarah), ada yang menafsirkannya dengan pengertian sentuhan
dari setan, yakni pingsan dan lain sebagainya, ada yang
menafsirkannya dengan pengertian dosa, dan ada juga yang
menafsirkannya dengan pengertian melakukan perbuatan dosa.
30
Ibnu Katsir, op. cit., h. 279
50
Dan firman Allah SWT ( تذكروا ) “mereka ingat kepada Allah”
maksudnya mereka teringat akan adzab Allah, pahala-Nya yang
berlimpah, janji dan ancaman-Nya. Karena itu, lalu mereka
bertobat dan memohon perlindungan kepada Allah serta segera
kembali kepada-Nya. ( صروف فإذا ىم مب ) “maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahannya”, yakni mereka bangkit
dan sadar dari keadaan sebelumnya”.
Imam Alusi menjelaskan pula tentang tafsir ayat ini dalam
kitab tafsirnya Ruhul ma’ani:
( استأناؼ مقرر دلا قب و من المر ببیاف أف الستعاذة ا)إف ٱلذین ٱتػقو
ىسنة مس وكة ل متقن والخلؿ با شنشنة الغاوین, أي اف الذین اتصفوا بتقو
من ٱلشیطػن( أي دلة منو كما روي عن ابن عباس, فائط إذا مسلم اهلل تعال )
و تنوینو ل تحقن, و ادلراد وسوسة ما, وىو اسم فاعل من طاؼ بالشيء اذا دار
و جعل الوسوسة طائفا للیذاف بأهنا و اف مست ل تأثر فیلم كأهنا حولو,
.طافت حوذلم و ل تصل الیلم31
"(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa) merupakan
Isti‟naf/permulaan yang menetapkan untuk sesuatu yang daripada
perkara ini sudah dibahas sebelumnya dengan penjelasan bahwa
sesungguhnya permohonan perlindungan merupakan sunnah/jalan
yang ditempuh oleh orang-orang yang bertakwa, dan juga
gangguan dengan isti‟adzah akan suara orang-orang yang tersesat.
Yaitu yang bermakna sesungguhnya orang-orang yang tersifati
dengan takwa kepada Allah SWT (apabila mereka dibayang-
bayangi pikiran jahat) yaitu golongan daripada syaitan
31
Sayyid Mahmud al-Alusi, op. cit., h. 169
51
sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dan adapun
tanwinnya itu untuk penghinaan, dan yang dimaksud adalah was-
wasnya sesuatu, dan dia itu merupakan isim fail (kata bentuk
pelaku) dari kata kerja berkeliling dengan sesuatu apabila ia telah
mengelilingi sekitarnya, dan menjadikan was-was itu sebagai
yang mengelilingi untuk memberitahukan bahwa memang
demikian adanya. Walaupun was-was itu menyentuhnya namun
tidak berbekas diantara mereka, seakan-akan was-was itu
mengelilingi sekitar mereka dan tidak menyentuhnya".
Adapun dalam kitab tafsir jalalain dijelaskan:
ئف أى شيء أل ف( و ف قراءة طایإذا مسلم( أصابم )طػ ا)إف ٱلذین ٱتػقو
( احلق من صروف فإذا ىم مب) ( عقاب اهلل و ثوابو من ٱلشیطػن تذكروا) بم
32غنه فنجوف.
“(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila menyentuh
mereka) menimpa mereka طػیف (suatu gangguan was-was) dan
dalam suatu qiraat طائف yaitu yang bermakna sesuatu yang
mengganggu mereka (dari setan, mereka ingat) akan siksa Allah
dan pahala-Nya, (maka ketika itu mereka melihat) haq/kebenaran
daripada yang lainnya/batil, lalu mereka mengharapkan kepada
jalan yang haq”.
Imam Ibnu Jarir At-Thabari memberikan penafsiran tentang
ayat ini di dalam kitab tafsirnya:
( اهلل من خ قو, فخافوا عقابو بأداء فرائضو, اإف ٱلذین ٱتػقو یقوؿ تعال ذكره: )
ٱلشیطػن تذكروا( یقوؿ: اذا ال بم من فطػائواجتناب معاصیو )إذا مسلم
32
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi, op. cit., h. 148
52
طیف من الشیطاف من غضب أو غنه ما یصد عن واجب حق اهلل ع یلم,
, وانتلوا تذكروا عقاب اهلل و ثوابو و وعده و وعیده, و أبصروا احلق فعم وا بو
.ال طاعة اهلل فیما فرض ع یلم و تركوا فیو طاعة الشیطاف33
“Telah berfirman Allah SWT: (Sesungguhnya orang-orang yang
bertakwa) kepada Allah dari makhluknya, lalu mereka takut akan
siksaannya dengan melaksanakan perkara-perkara yang fardhu
dari-Nya, dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan kepada-
Nya (apabila mereka disentuh pikiran jahat (was-was) dari
syaitan, mereka pun segera ingat) berkata: apabila menimpa
mereka satu dorongan jahat/was-was dari syaitan baik itu marah
atau lain sebagainya dari sesuatu yang memandu untuk
meninggalkan kewajiban yang datang dari Allah atas mereka,
mereka mengingat akan siksaan Allah, pahala dari-Nya, janji-
Nya, serta ancaman-Nya. Dan mereka memandang kebenaran/haq
lalu mengamalkannya, dan mereka berlabuh untuk taat kepada
Allah pada sesuatu yang Allah fardhukan atas mereka dan mereka
meninggalkan pada perkara yang mnejerumuskan untuk taat
kepada syetan”.
d. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 202
صروف ی ث ل یقغ ديدونػلم فی ٱل نػلما و وإخ
“Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik)
membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak
henti-hentinya (menyesatkan).”
Prof. Quraish Shihab berkomentar dalam Tafsir
Mishbahnya: Berbeda pendapat para ulama dalam memahami
ayat ini. Dalam kontek hubungan ayat perbedaan muncul ketika
33
Ibnu Jarir At-Thabari, op. cit., h. 188-189
53
mereka berhadapan dengan huruf (و) waw yang biasa
diterjemahkan dengan kata “dan”. Thabathaba‟I memahaminya
sebagai menunjuk keadaan ketika itu, sehingga ayat ini –
menurutnya – menyatakan setelah menghubungkannya dengan
ayat sebelumnya: “Orang-orang yang bertakwa bila ditimpa
godaan setan, mereka mengingat, dan ketika itu juga mereka
melihat dan sadar padahal ketika itu teman-teman mereka kaum
musyrikin dan para pendurhaka itu, yakni setan-setan membantu
mereka para pendurhaka itu dalam kesesatan.
Al-Biqa‟i berpendapat, bahwa setelah ayat yang lalu
menguraikan keadaan orang bertakwa, perlindungan yang mereka
peroleh dan setelah memperkenalkan orang-orang bertakwa itu
sebagai musuh-musuh setan, maka ayat ini menguraikan lawan
orang-orang bertakwa itu adalah pendurhaka serta teman-teman
mereka. Untuk itu ayat ini menyatakan bahwa dan adapun teman-
teman mereka para pendurhaka itu membantu mereka dalam
kesesatan. Kemudian, sikap mereka lebih buruk lagi karena
mereka tidak hanya membantu sekaliatau dua kali tetapi mereka
giat melakukan bantuan tersebut secara terus-menerus dan tidak
henti-hentinya menyesatkan.34
Imam Ibnu katsir menjelaskan di dalam tafsirnya perihal
ayat ini:
( أى اخواف الشیاطن من النس كقولو: )اف ادلبذرین ديدونػلم نػلما و وإخ)
لوامرىم كانوا اخواف الشیاطن( وىم أتباعلم و ادلستمعوف ذلم القاب وف
أى تساعدىم الشیاطن ع ى ادلعاصي وتسل لا ع یلم و (ديدوهنم ف الغي)
حتسنلا ذلم و قاؿ ابن كثن ادلد الزیادة یعىن یزیدوهنم ف الغي یعين اللل و
34
Quraish Shihab, op. cit., h. 359
54
( قیل معناه اف الشیاطن متد النس ل تقصر ف أعماذلم صروف السفو )ث ل یق
نػلما و إخبذلك, كما قاؿ ع ى بن أيب ط حة عن ابن عباس ف قولو )و
( الیة قاؿ ل النس یقصروف عما یعم وف و ل صروف ی ث ل یقغ ديدونػلم فی ٱل
الشیاطن متسك عنلم و قیل معناه كما رواه العوف عن ابن عباس ف قولو
ث ل ( قاؿ ىم الن یوحوف ال أولیاءىمصروف ی ث ل یقغ ديدونػلم فی ٱل)
یقصروف یقوؿ ل یسأموف وكذا قاؿ السدي و غنه أف یعىن الشیاطن ديدوف
من النس ول تسأـ من امدادىم ف الشر لف ذلك طبیعة ذلم و أولیاءىم
( ل تفت فیو ول تبطل عنو كما قاؿ تعال )أل تر أنا أرس نا صروف سجیة )ل یق
ؿ ابن عباس و غنه تزعجلم ال ادلعاصى الشیاطن ع ى الكافرین تؤزرىم أزا( قا
35ازعاجا.
"(Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik)
membantu setan-setan) yakni teman-teman setan dari kalangan
manusia, sebagaimana firman Allah SWT (sesungguhnya orang-
orang yang mubadzir mereka itu adalah saudara-saudaranya
setan)(al-isra: 27) . Yang mereka itu yang dimaksud dengan
teman-teman setan ialah orang-orang yang mengikuti setan,
mendengar perkataan setan, dan menerima segala perintah setan.
(membantu setan-setan dalam menyesatkan) yaitu setan-setan
membantu mereka dalam berbuat maksiat dan memudahkan
perbuatan-perbuatan maksiat bagi mereka serta menghiasinya
bagi mereka sehingga mereka tertarik untuk mengerjakannya.
Dan telah berkata Ibnu Katsir makna kata المد al-maddu artinya
35
Ibnu Katsir, op. cit., h. 279
55
azziyadatu/menambah, yakni setan-setan menambahkan الزيادة
kebodohan dan kedunguan kepada mereka. (dan mereka tiada
henti-hentinya “menyesatkan”) menurut pendapat lain makna
yang dimaksud adalah sesungguhnya setan-setan itu membantu
manusia (dalam mengerjakan maksiat) dan tidak akan
menghentikan perbuatan mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh
Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas: sehubungan dengan makna
firman-Nya (Dan teman-teman mereka membantu mereka dalam
menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya “menyesatkan”)
Ibnu Abbas berkata: tiadalah manusia berhenti melakukan atas
apa yang mereka kerjakan, dan setan pun tidak pernah berhenti
dari menggoda mereka. Dan dikatakan maknanya itu adalah
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas
dalam memaknai firman-Nya (Dan teman-teman mereka
membantu mereka dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-
hentinya “menyesatkan”) mereka itu adalah jin yang memberikan
intuisi kepada teman-temannya dari kalangan manusia, kemudian
tidak henti-hentinya menyesatkan mereka. Dan sebagaimana pula
telah berkata As-Saddi dan yang lainnya: bahwa setan-setan
selalu membantu teman-temannya dari kalangan manusia untuk
berbuat kemaksiatan dan tiada bosan-bosannya membantu mereka
dalam kejahatan, karena hal itu sudah menjadi tabiat dan watak
mereka. (dan mereka tidak henti-hentinya “menyesatkan”) artinya
tidak akan pergi dari menggoda dan takkan pernah berhenti dalam
merayu. Sebagaimana firman-Nya (Tidakkah kamu melihat
sesungguhnya kami mengutus syetan atas orang-orang kafir untuk
menghasud mereka dengan sungguh-sungguh)(Maryam:83) dan
telah berkata Ibnu Abbas dan selainnya maknanya adalah
memberi gangguan untuk berlabuh kepada kemaksiatan dengan
gangguan godaan.”
56
Imam Ibnu Jarir At-Thabari menjelaskan pula tentang tafsir
ayat ini di dalam kitab tafsirnya:
یقوؿ تعال ذكره: و اخواف الشیاطن متدىم الشیاطن ف الغي. یعىن بقولو:
( عما قصر عنو الذین اتقوا اذا مسلم صروف ( یزیدوهنم. )ث ل یق ديدونػلم)
عن فریقي الدياف و الكفر, بأف طائف من الشیطاف. وامنا ىذا خرب من اهلل
فریق الدياف و أىل تقوى اهلل اذا استزذلم الشیطاف تذكروا عظمة اهلل وعقابو,
فكفتلم رىبتو عن معاصیو و ردهتم ال التوبة و النابة ال اهلل ما كاف منلم من
وأف فریق الكافرین یزیدىم الشیطاف غیا ال غیلم اذا ركبوا معصیة من زلة,
اصى اهلل, ول حيجزىم تقوى اهلل ول خوؼ ادلعاد الیو عن التمادي فیلا و مع
زیادة منلا, فلو أبدا ف زیادة من ركوب الث, والشیطاف یزیده أبدا, ل یقصر
36النسي عن شيء من ركوب الفواحش ول الشیطاف من مده منو.
“Allah SWT berfirman: dan adapun teman-temannya syetan itu
akan ditolong syetan dalam menyesatkan. Yakni sebagaimana
firman-Nya (teman-teman mereka membantu mereka)
menambahkan mereka. (dan mereka tidak henti-hentinya) dari
sesuatu yang berhenti darinya, yaitu orang-orang yang bertakwa
apabila telah menyentuh mereka rasa was-was dari syetan. Dan
sesungguhnya ini merupakan kabar dari Allah SWT tentang dua
golongan yaitu iman dan kufur, karena sesungguhnya golongan
iman dan orang yang bertakwa kepada Allah apabila syetan telah
menggoyahkan mereka maka mereka ingat akan kebesaran Allah
dan hukuman dari-Nya, maka rasa takut kepada-Nya akan
menahan mereka dari berbuat bermaksiat kepada Allah dan
36
Ibnu Jarir At-Thabari, op. cit., h. 191
57
mengembalikan mereka kepada taubat dan kembali kepada Allah
dari segala kesalahan yang muncul dari mereka sendiri. Dan
sesungguhnya golongan orang-orang kafir syetan akan
menambahkan mereka tipu daya/kesesatan kepada tipu daya
mereka apabila mereka telah melakukan suatu kemaksiatan
daripada bentuk kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah. Dan
takut kepada Allah tiadalah mencegah mereka dan tidak juga
takut akan hari kembali kepada-Nya dari tolong menolong dalam
kemaksiatan dan menambah kemaksiatan. Maka setan itu
senantiasa di dalam menambah untuk melakukan dosa, dan syetan
akan menambahnya selamanya, tiada hentinya manusia
melakukan segala perbuatan kejahatan dan begitupun juga syetan
tiada berhenti untuk menambah manusia untuk berbuat
kejahatan.”
Sebagaimana diketahui daripada paparan di atas para ulama
ahli tafsir kebanyakan berpendapat sama dalam menafsirkan
surah Al-A‟raf ayat 202 ini. Yaitu dengan mengartikan teman-
teman setan itu merupakan terdiri dari orang-orang kafir, yang
dimana setan-setan membantu mereka dalam berbuat
kemaksiatan, kejahatan, dan kesesatan. Dan mereka tidak akan
berhenti mengganggu orang-orang yang bertakwa agar mereka
tergelincir ke dalam kesesatan yang dibuat oleh setan beserta
teman-temannya.
B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial dalam Al-Quran Surah Al-A’raf
Ayat 199-202
Akhlak merupakan fondasi dasar yang disebarkan Rasul sang utusan
Tuhan. Perlunya pengajaran akan kemuliaan akhlak mestilah disebarkan,
karena bagaimana pun kita hidup dalam bersosial dan bermasyarakat. Jika
tiap-tiap pribadi atau individu memiliki akhlak yang terpuji maka hasil dari
58
upaya tersebut adalah tercapainya negeri yang aman, memiliki rasa
persaudaraan, rasa kedamaian, dan juga ketentraman.
Diantara bentuk-bentuk nilai pendidikan akhlak dalam tafsir surah Al-
A‟raf ayat 199-202 adalah:
1. Nilai Pemaaf
Manusia merupakan tempat salah dan khilaf. Sebagaimana
dipahami, tidak akan pernah ada manusia yang lolos daripada
berbuat salah. Karena hal itu memang sudah menjadi tabiat yang
hadir pada eksistensi manusia itu sendiri. Memaafkan ialah sebuah
bentuk kata kerja sebagai solusi untuk mengatasi tabiat buruk
kesalahan. Memaafkan kesalahan memanglah berat, akan tetapi
dengan memaafkan dapat mengobati rasa sakit dan luka secara dikit
demi sedikit, sehingga dapat menghilangkan emosi ketika
berhadapan dengan pelaku yang membuat kesalahan itu sendiri.
Memaafkan mestilah bersifat lapang dada, dengan tidak mengingat-
ingat kejadian kesalahan yang dilakukan orang lain kepadanya.
Al-Qur‟an ialah pedoman hidup manusia, ia diturunkan oleh
Allah SWT sebagai undang-undang yang diberlakukan di seluruh
alam semesta. Tak perlu diragukan bahwa Al-Qur‟an itu pasti sesuai
dengan semestinya, karena ia disampaikan kepada umat manusia
dengan perantara makhluk yang mulia, ialah baginda Nabi
Muhammad Saw. Sebagaimana diketahui Nabi Muhammad Saw
dijuluki خ قو القرآف akhlaknya beliau ialah Al-Qur‟an. Mustahil islam
tersebar di seluruh penjuru dunia kecuali yang membawa dan yang
dibawa merupakan kebenaran yang pantas tuk diikuti umat manusia.
Dan didalam Al-Qur‟an terhimpun akhlak-akhlak mulia yang
diantaranya adalah menjadi sosok pribadi pemaaf. Sebagaimana
bunyi ayat pada surah Al-A‟raf ayat 199:
(عفو خذ ٱل)
59
“Ambillah maaf”
Prof. Quraish Shihab berkata di dalam Tafsirnya: Kata (خذ)
khudz/Ambillah, hakikatnya adalah keberhasilan memperoleh sesuatu
untuk dimanfaatkan atau untuk digunakan memberi mudharat,
karena itu tawanan dinamai (أخیذ) akhidz. Kata tersebut digunakan
oleh ayat ini untuk makna melakukan suatu aktivitas, atau menghiasi
diri dengan satu sifat yang dipilih dari sekian banyak pilihan. Dengan
adanya beberapa pilihan itu, kemudian memilih salah satunya, maka
pilihan tersebut serupa dengan mengambil. Dengan demikian
ambillah maaf berarti pilihlah pemaafan, lakukan hal tersebut
sebagai aktivitasmu dan hiasilah diri dengannya, jangan memilih
lawannya. Demikian Thahir ibn „Asyur.
Kata العفو al-afwu/maaf, terambil dari kata yang terdiri dari
huruf-huruf ‘ain, fa, dan waw. Maknanya berkisar pada dua hal,
yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya. Dari sini, lahir kata
‘afwu yang berarti meninggalkan sanksi terhadap yang bersalah
(memaafkan).37
2. Nilai Peduli Sosial
Peduli sosial merupakan sifat yang mesti tertanam dalam diri
kita, agar terciptanya masyarakat yang tertib dan tidak acak-acakan.
Salah satu bagian dari peduli sosial ialah senantiasa berbuat
kebaikan, yang dikenal dalam istilah Al-Qur‟an dengan kata al-
ma’ruf. Ma’ruf disini ialah sesuatu yang disepakati oleh masyarakat
akan kebaikannya dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam
khususnya.
Allah SWT memerintahkan umat manusia agar berbuat ma‟ruf
atau kebaikan. Dengan berbuat kebaikan maka akan memberikan
37
Quraish Shihab, op. cit., h.351-352
60
manfaat bagi dirinya maupun orang-orang di lingkungannya.
Sebagaimana di dalam surah Al-A‟raf ayat 199:
عرؼ ٱلب مروأ
“Suruhlah yang ma‟ruf”
Imam Ibnu Jarir at-Thabari memaknai ma‟ruf didalam kitabnya
jami‟ul bayan:
, و العفو عمن ظ م. و كل فمن ادلعروؼ ص ة رحم من قطع, و اعطاء من حـر
ما أمر اهلل بو من العماؿ أو ندب الیو فلو من العرؼ. ول خيصص اهلل من
أمر اهلل نبیو ص ى اهلل ع یو وس م ذلك معىن دوف معىن؛ فاحلق فیو أف یقاؿ: قد
.أف یأمر عباده بادلعروؼ ك و ل ببعض معانیو دوف بعض38
“Dan daripada makna al-ma‟ruf adalah menghubungkan tali
silaturahim kepada orang yang memutuskannya, memberikan sesuatu
kepada orang yang enggan mau memberi, dan memaafkan orang
yang telah berbuat zalim. Semua perbuatan yang diperintahkan dan
dianjurkan oleh Allah SWT merupakan bagian dari makna al-„Urf,
dan Allah SWT tidak mengkhusukan kepada makna tertentu. Maka
adapun kebenaran dalam perkara ini diungkapkan: “Allah SWT
memerintahkan Nabi-Nya Saw agar memerintahkan umatnya untuk
melaksanakan al-ma‟ruf secara keseluruhan, bukan sebagian makna
saja.”
Sedangkan menurut Imam Al-Maraghi, beliau memberikan
ungkapan tentang hal ini:
تأنس بو و تطمئن الیوألمر بادلعروؼ : وىو ما تعرفو النفس من اخلن و
“Yaitu sesuatu yang diketahui oleh jiwa dari segi baiknya, dan
merasa lembut dengannya, dan merasa tenang kepadanya.”
38
Ibnu Jarir At-Thabari, op. cit., h. 187
61
ول شك أف ىذا مبين ع ى اعتبار عادات المة احلسنة و ما تتواطأ ع یو من
المور النافعة ف مصاحللا
“Dan tidak ragu sesungguhnya hal ini terbangun dari segi tradisi
umat yang baik, dan sesuatu yang dimana umat itu berkolusi
atasnya daripada perkara-perkara yang bermanfaat didalam
kemashlahatan umat.”
Lalu di finalkan dengan ungkapan:
ؼ من طاعة اهلل و التقرب أنو اسم جامع لكل ما عر –و امجاؿ القوؿ فیو
39الیو و الحساف ال الناس
“Dan globalnya dalam hal ini – sesungguhnya ma‟ruf itu adalah
isim yang menghimpun bagi segala perkara yang diketahui daripada
taat kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya dan berbuat baik
kepada manusia.”
Singkatnya peduli sosial ialah sebuah keharusan untuk kita
semua. Memerintahkan kebaikan merupakan sebuah kebaikan.
Tidak perlu menunggu balasan apa yang didapat dari mengerjakan
kebaikan itu sendiri. Karena jika tidak ada yang peduli, maka
tinggallah menunggu kehancuran pada bumi ini.
3. Nilai Menghindari Provokasi
Provokasi sering sekali terjadi ketika ada suatu keadaan yang
bisa kapan saja dipalingkan menuju kejahatan. Tak bisa dipungkiri,
hal itu akan terjadi di antara manusia sebagaimana sifat yang tiada
berpisah dari jasad. Diantara bunyi ayat yang menjelaskan
39
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, op. cit., h. 147
62
pentingnya menghindari provokasi di dalam surah Al-A‟raf ayat
199:
ن ػل ٱل عن رضوأع
“Dan berpalinglah dari orang-orang jahil”
Prof. Quraish Shihab mengartikan: Kata ( ن ػل ٱل ) al-jahilin
adalah bentuk jamak dari kata (جاىل) jahil. Ia digunakan Al-Qur‟an
bukan sekedar dalam arti seorang yang tidak tahu, tetap dalam arti
juga perilaku yang kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan
hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan
sementara, atau kepicikan pandangan. Istilah itu juga digunakan
dalam arti mengabaikan nilai-nilai ajaran ilahi.40
Imam maraghi berkata:
العراض عن الاى ن. وىم السفلاء بتؾ معاشرهتم وعدـ مراهتم, ول علج
.م ال العراض عنول وقایة من أذائل41
“Berpalinglah dari orang-orang jahil. Dan mereka itu adalah orang-
orang bodoh dengan cara meninggalkan bergaul bersama mereka
dan tidak berbantah-bantahan dengan mereka, untuk menghindari
agar tidak disakiti mereka kecuali dengan jalan berpaling dari
mereka.”
Dari sini, mungkin muncul pertanyaan dalam benak kita semua,
mengapa orang orang jahil mesti dihindari? Bukankah alangkah
baiknya kita mengajak mereka ke dalam kebaikan? Maka
jawabannya: perintah untuk menghindari orang-orang jahil
merupakan suatu upaya agar kita tidak terjerumus ke dalam
kesesatan yang mereka buat. Bisa diperkirakan dengan buruknya
40
Quraish Shihab, op. cit., h. 353-354 41
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, op. cit., h. 148
63
perlakuan mereka terhadap kita akan memunculkan keburukan pada
diri kita, seperti marah, bertengkar, bahkan saling membunuh
diantara manusia. Maka dari itu solusi jikalau ada rasa amarah di
dalam diri kita yaitu adalah dengan memohon ampunan dari Allah
SWT, sebagaimana firman-Nya di dalam surah al-A‟raf ayat 200:
یع ع یم ۥإنو بٱل و تعذٱسف غوإما ینزغنك من ٱلشیطػن نز س
“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada
Allah. Sungguh Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Disebutkan oleh Abu Zaid terkait ayat ini:
ن( قاؿ النيب ص ى اهلل ع یو ػل ٱل عن رضوأعقاؿ أبو زید: دلا نزؿ قولو تعال : )
.وس م كیف یا رب و الغضب؟ , فنزؿ قولو: )وإما ینزغنك(42
“Tatkala turun firman Allah SWT (dan berpalinglah kamu dari
orang-orang jahil) Nabi Saw bertanya: bagaimana wahai Tuhanku
dengan amarah? Maka turunlah firman-Nya (Dan jika setan datang
menggodamu)”
Begitupun juga pada surah Al-A‟raf ayat 202 menceritakan
tentang keteguhan setan beserta teman-temannya untuk
mengganggu manusia.
صروف ی ث ل یقغ ديدونػلم فی ٱل نػلما و وإخ
“Dan teman-teman mereka membantu setan-setan dalam
menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).”
42
Fakhruddin Ar-Razi, op. cit., h. 83
64
Imam Ibnu Jarir At-Thabari menjelaskan pula tentang tafsir
ayat ini di dalam kitab tafsirnya:
یقوؿ تعال ذكره: و اخواف الشیاطن متدىم الشیاطن ف الغي. یعىن بقولو:
( عما قصر عنو الذین اتقوا اذا مسلم صروف ( یزیدوهنم. )ث ل یق ديدونػلم)
الدياف و الكفر, بأف فریق طائف من الشیطاف. وامنا ىذا خرب من اهلل عن فریقي
الدياف و أىل تقوى اهلل اذا استزذلم الشیطاف تذكروا عظمة اهلل وعقابو, فكفتلم
رىبتو عن معاصیو و ردهتم ال التوبة و النابة ال اهلل ما كاف منلم من زلة, وأف
فریق الكافرین یزیدىم الشیطاف غیا ال غیلم اذا ركبوا معصیة من معاصى اهلل, ول
حيجزىم تقوى اهلل ول خوؼ ادلعاد الیو عن التمادي فیلا و زیادة منلا, فلو أبدا
ف زیادة من ركوب الث, والشیطاف یزیده أبدا, ل یقصر النسي عن شيء من
43.ركوب الفواحش ول الشیطاف من مده منو
“Allah SWT berfirman: dan adapun teman-temannya syetan itu
akan ditolong syetan dalam menyesatkan. Yakni sebagaimana
firman-Nya (teman-teman mereka membantu mereka)
menambahkan mereka. (dan mereka tidak henti-hentinya) dari
sesuatu yang berhenti darinya, yaitu orang-orang yang bertakwa
apabila telah menyentuh mereka rasa was-was dari syetan. Dan
sesungguhnya ini merupakan kabar dari Allah SWT tentang dua
golongan yaitu iman dan kufur, karena sesungguhnya golongan
iman dan orang yang bertakwa kepada Allah apabila syetan telah
menggoyahkan mereka maka mereka ingat akan kebesaran Allah
dan hukuman dari-Nya, maka rasa takut kepada-Nya akan menahan
mereka dari berbuat bermaksiat kepada Allah dan mengembalikan
43
Ibnu Jarir At-Thabari, op. cit., h. 191
65
mereka kepada taubat dan kembali kepada Allah dari segala
kesalahan yang muncul dari mereka sendiri. Dan sesungguhnya
golongan orang-orang kafir syetan akan menambahkan mereka tipu
daya/kesesatan kepada tipu daya mereka apabila mereka telah
melakukan suatu kemaksiatan daripada bentuk kemaksiatan-
kemaksiatan kepada Allah. Dan takut kepada Allah tiadalah
mencegah mereka dan tidak juga takut akan hari kembali kepada-
Nya dari tolong menolong dalam kemaksiatan dan menambah
kemaksiatan. Maka setan itu senantiasa di dalam menambah untuk
melakukan dosa, dan syetan akan menambahnya selamanya, tiada
hentinya manusia melakukan segala perbuatan kejahatan dan
begitupun juga syetan tiada berhenti untuk menambah manusia
untuk berbuat kejahatan.”
Maka dari itu pentingnya kita menghindari provokasi dengan
cara yang paling utama yaitu mujahadatun nafs berperang melawan
sifat-sifat tercela yang ada pada diri kita sendiri, karena hal itu tidak
akan pernah kita lewati dan pasti akan bertemu. Dan syetan akan
menjadi musuh abadi kita selamanya dan akan melakukan apapun
agar kita terjerumus ke dalam tipu dayanya.
C. Konsep Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Sosial dalam Al-
Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 199-202
Segala bentuk perbuatan merupakan buah daripada konsep. Konsep hadir
sebagai bibit yang ditanam dan akan akan tumbuh memberikan manfaat bagi
sekitar. Dalam KBBI konsep memiliki arti 1. rancangan atau buram surat, 2.
ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret.44
Maka yang
penulis maksud disini makna daripada konsep ialah rancangan dasar sebelum
bertindak. Rancangan merupakan hal yang mesti dilakukan ketika ingin
menempuh sebuah tujuan.
44
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 725
66
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengaplikasikan nilai-nilai
pendidikan Akhlak di sekolah diantaranya ialah dengan merancang secara
optimal pada materi Pendidikan Agama Islam. Sebagaimana diketahui
pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan alat atau sarana yang baik
untuk meningkatkan pengetahuan dalam aspek kognitif menjadi nilai
pembentuk akhlak pada aspek afektif, lalu berlanjut sebagai penghantar
kepada aspek psikomotorik sehingga terbentuklah sifat manusia yang
sempurna (insan kamil) pada diri seorang murid.
Adapun nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam tafsir Al-Qur‟an Surah Al-
A‟raf ayat 199-202 ialah terdiri dari nilai pemaaf, nilai peduli sosial, nilai
menghindari provokasi, dan juga nilai berketuhanan, yang dimana dapat
diimplementasikan di dalam pendidikan islam dengan berbagai cara,
diantaranya:
1. Keteladanan
Dalam surah Al-A‟raf ayat 201 terdapat satu metode yang bisa
kita simpulkan sebagai metode keteladanan. Disebutkan dengan
kata (sesungguhnya orang-orang yang bertakwa) اإف ٱلذین ٱتػقو
sebagai tamstil atau contoh bagi umat manusia. Dengan mengambil
sosok yang bisa dijadikan rujukan dan panutan sehingga dapat
diambil pelajarannya agar diikuti oleh para peserta didiknya. Hal ini
sering disebut dalam Al-Qur‟an dengan bahasa uswah yang berarti
teladan, dan disambung dengan kata hasanah yang berarti baik.
Jikalau digabung keduanya Uswatun Hasanah memiliki arti teladan
yang baik.
Metode ini dianggap penting karena aspek agama yang
terpenting adalah akhlak yang termasuk kawasan afektif yang
terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral).45
Pentingnya
penerapan nilai-nilai akhlak pada diri guru akan menghasilkan nilai
45
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Utama, 2005),
h. 147
67
akhlak yang baik pula pada sang murid. Karena guru merupakan
yang diguguh dan ditiru, maka seyogyanya ia mesti memantaskan
dirinya agar pantas untuk dijadikan cermin oleh murid-muridnya.
Dapat diambil contoh pula dari sosok Nabi kita Muhammad
Saw, beliau menyampaikan risalah ajaran agama Islam karena ada
sesuatu yang pantas diterima oleh peserta didiknya atau obyek
dakwahnya. Ajaran beliau tidak akan pernah diterima jika sesuatu
yang disampaikan bertentangan dengan sosok yang menyampaikan.
Sebagaimana termaktub dalam surah Al-Ahzab ayat 21:
حسنة وة ی رسوؿ ٱل و أسف لكم كاف لقد
“Sungguh pada diri Rasulullah itu kalian dapat menemukan teladan
yang baik”
Dari keteladanan beliau cukuplah mewakili penyampaiannya.
Melihat gerak-geriknya, kebijakannya, serta segala perilakunya
pasti menyimpan nilai yang baik guna diterapkan oleh orang-orang
yang melihat sosoknya.
2. Nasihat
Al-Qur‟an memberikan kita pedoman dan tata cara agar pesan
nasihat kebaikan yang kita ingin utarakan itu sampai dengan baik
kepada para pendengar atau para murid khususnya. Sebagaimana
firman Allah SWT pada surah An-Nahl ayat 125:
مة كإل سبیل ربك بٱحل ع ٱد إف سن ٱلتی ىی أحب موجػدذل سنة ٱحل وعظة وٱدل
ب م وىو أع ۦی و سب عن ضل مبن أع م ىو ربك ین لتد ٱدل
“Suruhlah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dia lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui siapa yang diberi petunjuk.”
68
Dan juga sebagaimana kita sering mendengar sebuah ungkapan
yang seringkali disebutkan yaitu amar ma’ruf bil ma’ruf
(memerintahkan kebajikan dengan kebajikan). Metode nasihat
mestilah disertai teladan dari sang pendidik itu sendiri agar dapat
didengar dan diresapi oleh sang murid. Diantara contoh nasihat di
dalam Al-Quran yaitu pada surah Al-A‟raf ayat 79 kisah tentang
Nabi Soleh ketika ingin meninggalkan kaumnya:
حتبوف ل ولػكن لكم ت ی ونصحرب رسالة أب غتكملقد ـ یػقو وقاؿ لمعنفػتػول
ٱلنػصحن
“Maka tatkala Nabi Soleh meninggalkan mereka seraya berkata:
"Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu
amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi
kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”
Melihat contoh ayat di atas terdapat kriteria khusus bagi sang
penasihat. Pada ayat tersebut kaum itu terkena bencana disebabkan
melanggar perintah tuhan dan tidak mengindahkan nasihat dari Nabi
Soleh tersebut. Ini suatu keadaan yang lazim, dimana nasehat itu
umumnya diberikan kepada seseorang yang terlihat menyimpang.
Jika ini dikaitkan dengan metode, maka menurut Al-Qur‟an metode
nasihat itu hanya diberikan kepada mereka yang melanggar
peraturan, dan ini walaupun jarang bisa terjadi. Dengan demikian
nampaknya metode nasihat lebih ditujukan kepada murid-murid atau
siswa-siswa yang kelihatan melanggar peraturan. Selain itu metode
nasihat juga menunjukan adanya perbedaan status antar yang
dinasehati dan menasehati. Yang menasehati berada pada posisi lebih
tinggi daripada yang dinasehati.46
Pada ayat-ayat yang lain pun sekiranya banyak juga yang
menjelaskan bahwa metode nasihat ini memang betul adanya objek
46
Abuddin Nata, op. cit., h. 151
69
yang menyimpang. Sebagaimana pada surah Al-A‟raf ayat 93, Al-
A‟raf ayat 29, dan Al-Qasas ayat 20.
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa Al-Qur‟an secara
eksplisit menggunakan nasihat sebagai salah satu cara untuk
menyampaikan suatu ajaran. Al-Qur‟an berbicara tentang penasihat,
yang dinasihati, obyek nasihat, situasi nasihat, dan latar belakang
nasihat. Karenanya sebagai suatu metode pengajaran, nasihat dapat
diakui kebenarannya.47
3. Pembiasaan
Diantara metode yang digunakan Al-Qur‟an dalam rangka
medidik ialah melalui kebiasaan. Diantaranya yang terdapat pada
Surah Al-A‟raf ayat 202 . setan senantiasa melancarkan tipu dayanya
kepada manusia. Karenanya ia merupakan musuh abadi yang mesti
diwaspadai oleh setiap manusia. Sifat terus menerus dalam kalimat
(صروف )ث ل یق menghendaki adanya kebiasaan daripada setan. Maka
dari itu umat manusia harus terbiasa dalam menepis tipu daya setan
tersebut.
Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang
istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, karena
sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar
kekuatan tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam
berbagai bidang pekerjaan, berproduksi, dan kreativitas lainnya. Bila
pembawaan yang merupakan kebiasaan tersebut tidak diberikan
Tuhan kepada manusia, tentu mereka sebagaimana diketahui, akan
menghabiskan hidup mereka hanya untuk belajar berjalan, berbicara
dan sejenisnya.48
Kemendiknas (2010c) memaparkan bahwa karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan
47
Ibid., h. 153 48
Ibid,, h. 153
70
(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan
belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika
tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan
tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan
diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik
(components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan
tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral
action (perbuatan bermoral). Hal ini diperlukan agar peserta didik
dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan
tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan
mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).49
4. Hukum dan Ganjaran
Hukum dan ganjaran merupakan bagian daripada metode
mengajar. Hal ini biasa dikenal dengan istilah bahasa inggris dengan
bahasa reward and punishment, atau dengan istilah bahasa arab
targhib wat tarhib. Sebagai contoh, tatkala seorang murid
menyelesaikan tugasnya, disiplin, serta rajin dalam belajar, lalu ia
mendapatkan ganjaran/reward contoh berupa hadiah atau piala, maka
ia akan merasa senang serta kebaikan akan menjadi motivasinya.
Namun jika seorang murid melakukan sesuatu hal yang melanggar
peraturan lalu ia diberi hukuman/punishment, maka ia cenderung
kapok dan tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi.
Terhadap metode hukuman tersebut diatas terdapat pro dan
kontra, setuju dan menolak. Kecenderungan-kecenderungan
pendidikan modern sekarang memandang tabu menerapkan hukuman
itu, tetapi generasi muda yang dibina tanpa hukuman itu seperti di
Amerika adalah generasi muda yang sudah kedodoran., meleleh, dan
yang sudah tidak bisa dibina eksistensinya. Padahal dalam
kenyataan, manusia banyak melakukan pelanggaran, dan ini tidak
49
Nanang purwanto, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 192
71
dapat dibiarkan. Islam memandang bahwa hukuman bukan sebagai
tindak yang pertama kali yang harus dilakukan oleh seorang
pendidik, dan bukan pula cara yang didahulukan. Nasihatlah yang
paling didahulukan.50
Dalam surah Al-A‟raf ayat 201 pada kalimat:
تذكروا
“mereka ingat kepada Allah”
Mengartikan bahwa, apabila orang-orang bertakwa telah
diganggu oleh was was setan, mereka cenderung mengingat
Hukuman Allah, serta diantaranya mereka akan mengingat ganjaran
pahala dari-Nya yang akan membuat mereka sadar daripada
kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan. Sebagaimana Ibnu
Katsir berkata di dalam kitab tafsirnya:
( أي عقاب اهلل و جزیل ثوابو ووعدىووعیده فتابوا و أنابوا و قولو )تذكروا
( أي قد استقاموا و صروف واستعاذوا باهلل و رجعوا الیو من قریب. )فإذا ىم مب
51صحوا ما كانوا فیو.
“Dan firman Allah SWT ( تذكروا ) “mereka ingat kepada Allah”
maksudnya mereka teringat akan adzab Allah, pahala-Nya yang
berlimpah, janji dan ancaman-Nya. Karena itu, lalu mereka bertobat
dan memohon perlindungan kepada Allah serta segera kembali
kepada-Nya. ( صروف فإذا ىم مب ) “maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya”, yakni mereka bangkit dan sadar dari
keadaan sebelumnya.”
50
Abuddin Nata, op. cit., h. 156 51
Ibnu Katsir, op. cit., h. 279
72
Hal ini merupakan diantara pembuktian kecocokan bahwa
metode ini pantas untuk diterapkan. Namun bukan sebagai langkah
awal pendidikan.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Al-Qur’an ialah kitab suci yang diturunkan sebagai pedoman hidup
manusia, karena manusia diberikan amanah menjadi khalifah Allah di muka
Bumi ini. Membacanya mendapat pahala, mengaplikasikannya dijanjikan masuk
surge, dan melalaikannya diancam masuk ke dalam neraka. Al-Qur’an adalah
peraturan dari Sang Pencipta untuk memperbaiki kehidupan ciptaan-Nya, serta
undang-undang langit untuk petunjuk penduduk bumi sekalian. Allah SWT
Menyampaikan kepada penduduk Bumi akan segala syariat, dan menitipkan
kepadanya segala bentuk kebangkitan, dan menggantungkan tiap-tiap
kebahagiaan.
Perlunya pengajaran akan kemuliaan akhlak mestilah disebarkan, karena
bagaimana pun kita hidup dalam bersosial dan bermasyarakat. Jika tiap-tiap
pribadi atau individu memiliki akhlak yang terpuji maka hasil yang dari upaya
tersebut adalah tercapainya negeri yang aman, memiliki rasa persaudaraan, rasa
kedamaian, dan juga ketentraman.
Setelah penulis membaca, mengkaji, dan menganalisis tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak sosial yang terdapat di dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat
199-202, penulis menyimpulkan bahwa ayat-ayat tersebut mengandung nilai-
nilai pendidikan akhlak sosial yang dapat diaplikasikan di dalam kehidupan
sehari-hari, diantaranya ialah:
1. Nilai Pemaaf
2. Nilai Peduli Sosial
3. Nilai Menghindari Provokasi
Dalam mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan akhlak sosial tersebut dapat
dilakukan dengan metode diantaranya:
74
1. Keteladanan
2. Nasihat
3. Pembiasaan
4. Hukum dan Ganjaran
B. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, diantaranya:
1. Implikasi terhadap orang tua dan guru yang seharusnya memberikan
perhatian lebih akan pendidikan akhlak. Agar fondasi nilai akhlak yang
berasal dari Al-Qur’an dapat terpatri dan tidak goyah.
2. Implikasi terhadap guru, dengan memastikan menjadi suri tauladan, dan
juga memiliki kecakapan dalam interaksi,
3. Sehingga menghasilkan tepatnya sasaran dalam mentransfer nilai akhlak
kepada murid tujuan final pendidikan ialah dalam rangka memanusiakan
manusia dalam mengemban tugas menjadi khalifah Allah di muka bumi.
C. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas penulis memberikan
saran kepada beberapa pendidik, baik pendidik secara formal maupun non
formal.
1. Bagi orang tua, pendidikan sejatinya berawal dari rumah atau lebih
spesifikasinya dari keluarga. Mengenai ketuhanan dan nilai-nilai
akhlak yang lain, orang tualah yang berperan amat tinggi. Atas
perhatian yang diberikan orang tua pada anak.
2. Bagi guru, seorang guru disini bisa memposisikan dirinya sebagai
cermin. Karena dari kata guru itu sendiri yang bisa diguguh dan
ditiru oleh semua peserta didiknya.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, & Safarina. (2016). Etika Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
al-Alusi, S. M. (2003). Ruuhul Ma’ani, jilid 5. Beirut: Darul Fikr.
Alawi, S. Z.-i. (1981). Zubdah Al-itqon. Madinah: Mathobi’ Ar-rasyid.
Al-Ghazali, A. H. (2004). Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid 2. Kairo: Dar El-Hadits.
Al-Mahalli, J., & As-Suyuthi, J. (n.d.). Tafsir Jalalayn. Jakarta: Nurul Huda.
Al-Maraghi, A. M. (n.d.). Tafsir Al-Maraghi, jilid 8. Beirut: Darul Ihya Wat Turost Al-Arobi.
al-Qurthubi, M. a.-A. (2010). Tafsir Al-Qurthubi, jilid 7. Beirut: Dar El Kutub El ‘ilmiyah.
al-Yassu’i, L. M., & al-Yassu, B. T. (2008). Al-Munjid. Beirut: Dar El-Masyriq.
Amin, A. (1995 ). Etika: Ilmu Akhlak, Terj. Farid Ma’ruf. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Anwar, dkk., R. (2014). Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ar-Razi, F. (2005). Tafsir Fakhrurrazi, jilid 5. Beirut: Darul Fikr.
As-Suyuthi. (2012). Al-Jami As-Shagir. Beirut: Dar El-Kutub Al-Ilmiyah.
Asy-Suyuti, J. (2004). Addurrul Mantsur, jilid 3. Beirut: Darul Kutub El-Ilmiyah.
At-Thabari, I. J. (2001). Jami’ul Bayan, jilid 6. Beirut: Dar El-Fikr.
Az-Zuhaili, W. (n.d.). At-Tafsir Al-Munir, Jilid 7. Beirut: Dar El-Fikr.
Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Buchori, D. S. (2005). Metodologi Studi Islam. Bogor: Granada Sarana Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 963. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Faruk. (1998). Sastra Islam dalam Dua Sistem Nalar. In Arief, Sastra dan Budaya Islam
Nusantara (p. 8). Yogyakarta: SMF Adab IAIN Sunan Kalijaga.
Hamka. (2003). Tafsir Al-Azhar, jilid 9. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
76
Hamka. (Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Utama,
2005), ). Tafsir Al-Azhar.
Hassan, A. (1986). Al-Furqan Tafsir Qur’an. Bangil: Pustaka Tamaam.
Katsir, I. (n.d.). Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2. Dar El Ihya Kutub Al-Arabiyya.
Ma'rifat, M. H. (2007). Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Al-Huda.
Moleong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nata, A. (1996). Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nata, A. (2005 ). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Gaya Media Utama.
Nawawi, M. (n.d.). Mirah Labid Tafsir Nawawi. Indonesia: Darul Ihya.
Poerbakadja, R. S., & Harahap, A. H. (1994). Enslikopedi Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka.
Purwanto, N. (n.d.).
Purwanto, N. (2014). Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
RI, D. A. (2006). Al-Qur’an & Terjemahnya. Surabaya: CV Pustaka Agung Harapan.
Shihab, M. Q. (2015). Kaidah Tafsir. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, Q. (2002). Tafsir Al-Misbah, Jilid. V. Jakarta: Lentera Hati.
Showi, A. (n.d.). Hasyiah Showi ‘Ala Tafsir Jalalain. Indonesia: Haramain.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet. I. Bandung:
Alfabeta.
Suma, M. A. (2013). Ulumul Qur’an, Ed. I, Cet. I,. Jakarta: Rajawali Pers.
Syam, M. N. (1986). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.
Surabaya: Usaha Nasional.
Syamhudi, H. (2015). Akhlak Tasawuf. Malang: Madani Media.
Tafsir, A. (2007). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
77
(2019, Maret 12). Retrieved from https://metro.sindonews.com/read/1379846/170/tawuran-
antar-remaja-abg-18-tahun-tewas-disabet-senjata-tajam-1550491245
(2019, Maret 12). Retrieved from https://www.brilio.net/duh/miris-dua-pelajar-smp-ini-
kepergok-ciuman-di-taman-kota-1602298.html#