nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku muhammad al...
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM BUKU MUHAMMAD AL-FATIH SANG PENAKLUK
KARYA DR. ALI MUHAMMAD ASH-SHALABI
DAN RELEVANSINYA TERHADAP
PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN PEMUDA ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
MUHAMMAD SHOLEH SETYAWAN
NIM 23010150171
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM BUKU MUHAMMAD AL-FATIH SANG PENAKLUK
KARYA DR. ALI MUHAMMAD ASH-SHALABI
DAN RELEVANSINYA TERHADAP
PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN PEMUDA ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
MUHAMMAD SHOLEH SETYAWAN
NIM 23010150171
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
غفى وغفش نكى رىثكى والله حججكى الله فبتجعى الله تى تحجى ك س لم ا
ى ح س
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. Ali Imran: 31)
م وانك لعلى خلق عظ
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Qalam: 4)
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi
ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibu, Zarkasi dan Suyamti yang selalu membimbing,
memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupan
penulis.
2. Keluarga Ibu Suyatmi yang telah memberikan pembelajaran berharga dan
memberikan tempat dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi penulis.
3. Keluarga besar dan santri Madrasah Nurul Huda Promasan.
4. Keluarga besar dan kanda yunda Jam‟iyyatul Qurra‟ wal Huffadz Al-
Furqan IAIN Salatiga.
5. Segenap Dosen IAIN Salatiga khususnya pengampu mata kuliah PAI.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis angkatan 2015 khususnya jurusan
PAI.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi
ini.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis haturkan ke hadirat
Allah SWT yang telah memberikan nikmat, karunia, taufik, seta hidayah-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
Karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi dan Relevansinya terhadap Pendidikan
Kepemimpinan Pemuda Islam.
Tidak lupa shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya
yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan bagi kehidupannya.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi
ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Marwanto, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Dr. Ahmad Sultoni, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing, mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk penulis
sehingga skripsi ini terselesaikan.
ix
x
ABSTRAK
Setyawan, Muhammad Sholeh. 2019. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-
Shalabi dan Relevansinya terhadap Pendidikan Kepemimpinan Pemuda
Islam. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. Ahmad Sultoni, M.Pd.
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak, Buku Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk, Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Islam.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Untuk
mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi dan (2) Untuk mengetahui
relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi terhadap pendidikan
kepemimpinan pemuda Islam.
Jenis penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer yakni buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi dan
sumber data sekunder berupa data dari berbagai literatur yang berhubungan dan
relevan dengan objek penelitian, baik berupa transkip, buku, artikel, website, dan
blog di internet berupa jurnal. Dalam pengumpulan datanya menggunakan metode
dokumentasi, dan analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi
(content analysis).
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai Pendidikan
Akhlak yang terkandung dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi di antaranya: takwa, i‟tisham, ikhlas, syukur,
berilmu, shidiq, amanah, istiqamah, futuwwah, mujahadah, syaja‟ah, tawadhu‟,
adil, peduli sosial, cinta damai, toleransi, dan peduli lingkungan. (2) Nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terdapat dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
ini sangat relevan jika diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan pemuda Islam
di Indonesia saat ini.Komunikasi yang baik antara guru di sekolah dan orang tua
di rumah akan sangat menunjang keberhasilan pendidikan kepemimpinan yang
berdasarkan nilai-nilai akhlak ini. Tugas guru di sekolah adalah memberikan
teladan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media-media yang
relevan, sedangkan tugas orang tua di rumah adalah mengawasi mereka dalam
membiasakan akhlak yang telah mereka dapatkan dari sekolah melalui jurnal
harian yang harus mereka isi seteiap melaksanakan pembiasaan tersebut.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................. vi
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 8
E. Penegasan Istilah ............................................................... 9
F. Metode Penelitian .............................................................. 12
BAB II BIOGRAFI NASKAH
A. Latar Belakang Penulisan Buku ......................................... 15
xii
B. Sistematika Penulisan Buku ............................................... 17
C. Riwayat Hidup Penulis Buku ............................................. 23
D. Riwayat Hidup Penerjemah Buku ...................................... 26
BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
A. Pengertian Pendidikan Akhlak .......................................... 32
B. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak ........................................ 34
C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .................................. 36
D. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak............................................ 36
BAB IV RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
A. Potret Kepemimpinan Saat Ini .......................................... 69
B. Penyebab Krisis Akhlak .................................................... 71
C. Kontribusi Penulis ............................................................. 76
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 81
B. Saran .................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan
penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang
ada dalam masyarakat (Roqib, 2009: 15).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-Undang SISDIKNAS).
Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung yaitu suatu proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, mentransfer ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian untuk menjadi manusia
yang berakhlakul karimah agar dalam kehidupan sehari-hari mendapatkan
2
kebahagiaan, ketenteraman, serta dapat mencerminkan perilaku sesuai
syari‟at Islam (Khamdani, 2014: 264).
Tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk akhlak dan
budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral,
berjiwa bersih, memiliki kemauan keras, cita-cita yang besar serta akhlak
yang mulia, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghomati hak-hak
manusia, mampu membedakan hal baik dan buruk, menghindari perbuatan
tercela, dan senantiasa mengingat Allah SWT dalam setiap pekerjaan yang
dilakukan (Mawangir, 2018:166).
Dalam suatu hadis juga dinyatakan bahwa akhlak merupakan salah
satu tujuan utama diutusnya Rasulullah SAW bagi seluruh umat manusia
di muka bumi ini. Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
ى يكبسو الخلق ا ب ثعثت ل ت
Artinya: “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk
menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad, Al-Musnad 2/381).
Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan (Aminuddin, 2014: 152).
Adapun jika kita melihat kenyataan yang ada saat ini, telah banyak kasus-
kasus yang menunjukkan adanya krisis akhlak seperti tindak kejahatan
dari tingkat golongan rakyat biasa hingga pejabat tinggi negara. Kejahatan
begal, perampokan, korupsi, tawuran antar pelajar, sikap anak yang yang
3
kurang menghormati orang tua dan kasus-kasus lainnya yang kini telah
menjadi berita utama yang selalu ditampilkan dalam media-media terkini.
Hal-hal tersebut merupakan satu gambaran jelas bahwa masih
banyak sekali masyarakat yang kurang menyadari tugas mereka di atas
muka bumi ini. Dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman:
ف جاعل فى الرض خل ىكة انا اتجعل واذ قال ربك للمل ة قالو
س لك ء ونحن نسبح بحمدك ونقد ما ها وسفك الد ها من فسد ف ف
اعلم ما ل تعلمون قال ان
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui." (Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-
Baqarah: 30).
Ayat di atas menggambarkan bahwa tugas manusia di muka bumi
ini adalah untuk menjadi khalifah atau penguasa muka bumi ini. Dan
berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW juga telah bersabda:
سعته... كهكى ساع وكهكى يسئىل ع
Artinya: “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin
bertanggung jawab atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari no. 893).
Hadis di atas menjelaskan bahwa setiap kita adalah pemimpin,yaitu
pemimpin bagi diri kita masing-masing untuk bisa mengarahkan hidup
kita kepada jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT. Dan setiap kita
4
juga akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. atas apa yang
telah kita pimpin.
Jika kita menghayati hadis di atas, tentu kita akan menemukan satu
tanggung jawab besar berkaitan dengan kepemimpinan kita dalam
memimpin diri kita di kehidupan ini. Jika dianalalogikan sebagai sebuah
organisasi, tentu saja diri kita ini juga memiliki anggota-anggota yang
dapat membawa kita kepada jalan yang benar ataupun sebaliknya. Dan
satu-satunya tujuan utama dari kepemimpinan kita terhadap diri kita
adalah menuju keridhoan Allah SWT.Di antara berbagai anggota seperti
kaki, tangan, mata, telinga, hidung, otak, dan lain sebagainya yang ada
dalam tubuh kita, hati merupakan satu aspek terpenting yang dapat
mempengaruhi itu semua. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi SAW. yang
berbunyi:
فى انجسذ ي ضغة ارا صهحت صهح انجسذد كهه وارا ال وا
انمهت ه ال وه فسذ فسذ انجسذ كه
Artinya: “Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal
daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak,
maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati
(jantung).” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)
Hadis di atas menegaskan bahwa hati merupakan penentu baik atau
buruknya diri kita. Oleh karena itu kita harus memastikan bahwa hati kita
selalu dalam keadaan baik. Jika kita menginginkan kesuksesan dalam
tujuan kita menuju Allah SWT., tentu yang harus kita lakukan adalah
memberikannya makanan-makanan ruhani berupapendidikan akhlak.
5
Pendidikan akhlak merupakan bekal utama yang telah membawa
keberhasilan dalam berbagai bidang bagi para pemimpin-pemimpin Islam
yang kini telah banyak dilupakan oleh generasi muda.Para pemuda sebagai
bibit-bibit masa depan bangsa harus dibekali pendidikan kepemimpinan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak. Dengan adanya pendidikan
kepemimpinan yang berdasarkan akhlak ini, diharapkan mereka dapat
menyadari bahwa meskipun dia bukanlah seorang pemimpin yang
memimpin suatu komunitas atau kelompok tertentu, namun pada dasarnya
mereka adalah tetap memiliki tanggung jawab untuk memimpin dirinya
sendiri agar dapat berbuat baik dan menampilkan akhlak baik kepada
Khaliq, sesama manusia, maupun makhluk lainnya.
Berangkat dari berbagai persoalan di atas, sudah saatnya sistem
pendidikan di Indonesia dibenahi dan dikembalikan kepada jati diri bangsa
yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila yang di dalamnya
banyak sekali terkandung nilai-nilai akhlak. Salah satunya adalah dengan
memasukkan pendidikan akhlak dalam setiap proses pembelajaran ataupun
dengan menggunakan media yang relevan untuk bisa dijadikan
pembelajaran.
Salah satu contoh media pendidikan yang dapat digunakan untuk
menanamkan nilai pendidikan akhlak tersebut adalah karya sastra. Karya
sastra adalah karya seni yang dituntut mampu memberikan hiburan dan
pelajaran bagi para penikmatnya. Seperti halnya dalam buku Muhammad
Al-Fatih Sang Penakluk yang di dalamnya berisi sejarah penaklukan kota
6
Konstantinopel oleh seorang pejuang muda Islam bernama Muhammad
Al-Fatih.
Buku ini termasuk buku sejarah yang ditulis secara sistematis,
mengalir, mudah dan enak dibaca dengan isi dan argumen yang jelas dan
penuh dengan nilai-nilai pendidikan dan moral yang bisa dijadikan sebagai
teladan bagi para pembaca. Salah satu contohnya yaitu pada bagian yang
menceritakan akhlak beliau saat menjadi penguasa. Beliau merupakan
penguasa yang amanah dan tidak suka dengan pemborosan.Seperti
terdapat di dalam kutipan cerita berikut:
“Setelah menjadi penguasa Daulah Utsmaniyah, dia segera
mengatur ulang administrasi negara yang cukup kompleks, banyak
memperhatikan urusan keuangan negara, mencari sumber-sumber
pendapatan negara dan membatasi alokasi pembelanjaannya.”
(Ash-Shalabi, 2017: 169).
“Dia larang pemborosan dan penghambur-hamburan harta.
Demikian juga, Sulthan Muhammad Al-Fatih memfokuskan pada
pengembangan dan pengorganisasian ulang batalyon-batalyon
pasukan serta membuat daftar khusus untuk mereka, menambah
gaji dan memasok untuk mereka banyak persenjataan modern pada
zaman itu.” (Ash-Shalabi, 2017: 169).
Pada kutipan cerita di atas, pembaca diajak untuk meneladani sikap
amanah sebagai seorang pemimpin. Di saat para penguasa lain banyak
yang tergiur dengan kekayaan setelah berkuasa dengan melakukan korupsi
untuk memperkaya diri mereka, maka sebagai seorang pemuda Islam yang
taat, Sulthan Muhammad Al-Fatih memberikan contoh kepada kita untuk
mengontrol segala yang kita kuasai dengan cara membatasi pengeluaran
untuk hal yang penting saja, tidak menghambur-hamburkan uang, dan
membelanjakannya sesuai dengan kebutuhan.
7
Dengan melihat isi buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk yang
mengandung banyak pelajaran di samping kelebihan dan kekurangannya,
maka penulis mencoba mengangkatnya sebagai objek penelitian dengan
judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku Muhammad Al-Fatih
Sang Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi dan Relevansinya
terhadap Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Islam”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Muhammad Ash-Shalabi?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk terhadap pendidikan
kepemimpinan pemuda Islam?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Muhammad
Ash-Shalabi.
8
2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Muhammad Ash-Shalabi
terhadap pendidikan kepemimpinan pemuda Islam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun
praktis, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan
khususnya bagi pengembangan nilai-nilai pendidikan baik umum
maupun pendidikan akhlak melalui pemanfaatan karya sastra. Serta
untuk menambah wawasan tentang keberadaan karya sastra yang
memuat tentang pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, efektifitas penyampaian pesan melalui karya sastra ada
3 yaitu:
a. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan terhadap penggunaan media pembelajaran
yang efektif dan efisien dalam rangka melaksanakan pendidikan
kepemimpinan bagi peserta didik melalui media cerita yang
inspiratif dalam mendidik akhlak mereka dalam kaitannya dengan
pendidikan kepemimpinan yang menjunjung tinggi akhlak.
9
b. Bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu acuan untuk penelitian-penelitian yang relevan
di masa yang akan datang.
c. Bagi dunia sastra, diharapkan penelitian ini dapat memberi
masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat sebuah
karya, yaitu tidak hanya memuat tentang keindahan dan hiburan
semata sebagai daya jual namun juga memperhatikan isi dan
memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari karya sastra
tersebut.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman penafsiran terhadap judul
penelitian di atas, maka penulis menjelaskan berbagai istilah-istilah yang
ada sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah segala hal yang
berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik atau buruk
yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral, dan kebudayaan yang
berlaku dalam masyarakat (Zakiyah dan Rusdiana, 2014: 14-15).
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Maunah, 2009: 3).
10
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan (Aminuddin, 2014: 152).
Dengan demikian Nilai Pendidikan Akhlak yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan akhlak yang dapat
menjadikan seseorang memiliki kepribadian utama yang selalu
menjunjung tinggi nilai pendidikan akhlak yang diambil dari buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk.
2. Buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
Buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk adalah buku yang
ditulis oleh Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi yang kemudian
diterjemahkan oleh Muhammad Isa Anshory. Sebagaimana judulnya,
buku ini membahas tentang sejarah penaklukan Konstantinopel oleh
seorang pemuda Islam bernama Muhammad Al-Fatih. Dalam buku ini
materi yang disampaikan dibagi menjadi 2 bab yang pada setiap
babnya terdapat beberapa sub bab di dalamnya.
Pada bab pertama menjelaskan tentang sejarah berdirinya
Daulah Utsmaniyah dan penaklukan-penaklukannya. Dan pada bab
kedua berisi tentang penaklukan Konstantinopel oleh Sulthan
Muhammad Al-Fatih.
11
3. Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Islam
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Maunah, 2009: 3).
Kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu
untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai
tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu
dan organisasi (Kristeva, 2016: 20).
Pemuda menurut UU No. 40 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 1 adalah
warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan
dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun (Naafs dan White,
2012: 91)
Islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada hamba-hamba-Nya melalui para rasul. Sebagai agama, Islam
memuat seperangkat nilai yang termaktub di dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah (Mujib, 2006: 1).
Dengan demikian Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Islam
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikanyang diberikan
kepada pemuda Islam untuk menuntun dan membimbing merekaagar
dapat menjadi pribadi yang memiliki jiwa kepemimpinan yang
berdasarkan pada nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada di dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk.
12
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dari skripsi ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan literatur (kepustakaan) penelitian sebelumnya.
Penelitian ini bertumpu pada sumber-sumber pustaka atau
dokumentasi sebagai sumber data utamanya (Guntur, 2010: 7).
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode dokumentasi. Metode
dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data
mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231).
Metode dokumentasi ini, data mengenai penelitian diperoleh
dengan cara menghimpun data dari berbagai literatur, baik artikel,
jurnal, majalah, maupun buku-buku yang berkaitan dengan
pembahasan penelitian ini guna menjadi referensi dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini, sumber data yang digunakan adalah
sumber data yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun sumber
data terdiri dari dua macam yaitu:
13
a. Sumber Data Primer, merupakan sumber data utama yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu buku Muhammad Al-Fatih
Sang Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi yang telah
diterjemahkan oleh M. Isa Anshory ke dalam bahasa Indonesia.
b. Sumber Data Sekunder, yaitu berbagai literatur yang berhubungan
dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa transkip,
wawancara, buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website,
dan blog di internet berupa jurnal.
4. Metode Analisis Data
Analisis data yang penulis gunakan adalah analisis isi (content
analysis), yaitu dengan cara menganalisis suatu dokumen baik itu
berupa karya tulis, buku teks, film, gambar, biografi, surat, surat kabar,
majalah, buletin dan lain sebagainya untuk diketahui isi dan makna
yang terkandung dalam dokumen tersebut (Wuradji, 2003: 5).
Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji nilai-nilai pendidikan
akhlak di dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk.
Langkah-langkah yang penulis gunakan dalam pengolahan data
adalah sebagai berikut:
a. Langkah deskriptif, yaitu menguraikan teks-teks dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk yang berhubungan dengan
nilai-nilai pendidikan akhlak.
14
b. Langkah interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk yang berhubungan dengan
dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.
c. Langkah analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk yang berhubungan dengan
nilai-nilai pendidikan akhlak.
d. Langkah mengambil kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan
dari buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk yang
berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.
15
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Latar Belakang Penulisan Buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
Ketika muncul buku Ad-Daulah Al-‘Utsmaniyah ‘Awamil An-
Nuhudh wa Asbab As-Suquth (Bangkit dan Runtuhnya Khilafah
Utsmaniyah) di pameran-pameran Internasional, orang-orang pun
menyambut dengan sangat antusias. Banyak kritik dan saran mengenai
buku itu yang ditujukan kepada penulis yaitu Dr. Ali Muhammad Ash-
Shalabi. Beberapa pembaca dari berbagai tempat sepakat akan pentingnya
menulis Muhammad Al-Fatih dalam buku tersendiri. Ternyata pihak
penerbit juga menyambut gagasan ini. Penulis pun berusaha untuk segera
melaksanakan gagasan tersebut.
Buku ini berkisah tentang Muhammad Al-Fatih, pahlawan yang
berhasil menaklukan Konstantinopel bersama pasukannya. Mereka hidup
demi Islam dan mati dalam rangka menegakkan kalimat Allah. Dalam
buku ini diuraikan pula tentang bagaimana pengaruh penerapan syari‟at
Allah di Daulah Utsmaniyah pada zaman Sulthan Muhammad Al-Fatih,
misalnya: terwujudnya kekuasaan, kejayaan, keamanan, ketenteraman,
kemenangan, dan kehormatan, tersebarnya kebaikan, serta tersingkirnya
kejahatan yang dapat dijadikan sebagai teladan bagi para pemimpin di
masa yang akan datang.
16
Buku ini juga memaparkan dan membantahnya secara langsung
terhadap fitnah yang dituduhkan oleh sejarawan Inggris, Edward Shepherd
Creasy, dalam bukunya History of The Ottoman Turkskepada Muhammad
Al-Fatih. Dia menggambarkan Sulthan Muhammad Al-Fatih dengan buruk
karena rasa dengki dan benci terhadap penaklukan Islam yang gemilang
itu (Ash-Shalabi, 2015: 19).
Ensiklopedia Amerika yang terbit pada 1980 juga menaruh
kedengkian kaum Salibis terhadap Islam. Ensiklopedi ini mengklaim
bahwa Sulthan Muhammad Al-Fatih memperbudak mayoritas orang
Kristen Konstantinopel dan menggiring mereka ke pasar-pasar budak di
kota Edirne. Mereka semua dijual di kota ini.
Dalam hal ini penulis langsung menepis semua tuduhan tersebut
dengan mengemukakan argumen yang kuat dan bukti nyata sesuai realitas
sejarah yang menjelaskan bahwa Sulthan Muhammad Al-Fatih
memperlakukan penduduk Konstantinopel dengan penuh kasih sayang.
Dia memerintahkan tentaranya agar bersikap baik dan lembut kepada para
tawanan. Akhirnya, para tawanan itu banyak yang ditebus dari harta
pribadi miliknya. Muhammad Al-Fatih berkumpul bersama para uskup,
menenangkan kepanikan mereka, serta menjamin keyakinan, syari‟at, dan
rumah-rumah ibadah mereka.
Penulis menjelaskan bahwa yang mendorong Sulthan Muhammad
Al-Fatih bersikap toleran terhadap orang-orang Kristen Konstantinopel
adalah komitmennya yang benar terhadap agama Islam. Selain itu, dia
17
berusaha meneladani Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin
yang telah bersikap toleran kepada musuh-musuh mereka (Ash-Shalabi,
2017: 15-20).
B. Sistematika Penulisan Buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
Buku dengan judul Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Dr.
Ali Muhammad Ash-Shalabi ini disusun dalam 2 bagian pembahasan.
Bagian pertama berisi 6 bab yang menjelaskan tentang Berdirinya Daulah
Utsmaniyah dan Penaklukan-Penaklukannya, dan bagian kedua berisi 7
bab yang menjelaskan tentang penaklukan Konstantinopel itu sendiri
dengan judul Muhammad Al-Fatih dan Penaklukan Konstantinopel. Secara
sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bagian 1 berjudul Berdirinya Daulah Utsmaniyah dan Penaklukan-
Penaklukannya
Bab 1 berjudul Utsman, Pendiri Daulah Utsmaniyah. Pada bab ini
digambarkan tentang awal mula berdirinya Daulah Utsmaniyah. Utsman
bin Erthugrul bin Sulaiman Syah adalah pendiri pemerintahan Utsmani
dan Sulthan pertama dalam pemerintahan ini. Utsman dilahirkan pada
tahun 656 H/1258 M. Tahun kelahirannya disaksikan oleh serangan
Mongol ke Baghdad yang dipimpin oleh Hulagu Khan dan jatuhnya
Khilafah Abbasiyah. Dalam keadaan sulit seperti itu dan kelesuan
mencengkeram sendi-sendi umat, Utsman pendiri Daulah Utsmaniyah
dilahirkan di dunia. Di sini ada makna yang baik, yaitu permulaan umat
18
untuk bangkit dari titik kelemahan dan kemunduran dan awal kenaikan
menuju ke arah kemuliaan dan kemenangan.
Bab 2 berjudul Sulthan Orkhan bin Utsman. Pada bab ini
digambarkan tentang pemerintahan pada masa Sulthan Orkhan bin
Utsman. Salah satu hal terpenting yang akan menjadi peninggalan Sulthan
Orkhan bagi Daulah Utsmaniyah adalah pembentukan tentara Islam dan
kepeduliannya untuk memasukkan sistem kemiliteran khusus. Beliau
membagi tentara ke dalam beberapa unit. Masing-masing unit terdiri dari
sepuluh orang, seratus orang, atau seribu orang. Sulthan mengkhususkan
seperlima harta rampasan perang untuk membiayai tentara itu. Selain itu,
Sulthan Orkhan juga menambahkan tentara lain yang disebut Al-
Inkisyariyah (Janissary). Unit ini dibentuk dari orang-orang yang baru saja
masuk Islam.
Bab 3 berjudul Sulthan Murad I. Pada bab ini digambarkan tentang
beralihnya ibu kota pemerintah Islam pada masa pemerintahan Sulthan
Murad I. Pada tahun 762 H/1360 M , pasukan Utsmani berhasil
mengambil alih Hadrianopolis (Edirne). Kota ini mempunyai posisi yang
sangat strategis di Balkan. Kota ini merupakan kota kedua dalam
kekaisaran Byzantium setelah Konstantinopel. Sulthan Murad I
menjadikan Edirne sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah sejak tahun 768
H/1366 M. dengan demikian, maka beralihlah ibu kota Daulah
Utsmaniyah ke Eropa.
19
Bab 4 berjudul Sulthan Bayazid I. Pada bab ini digambarkan
tentang begitu cepatnya perluasan wilayah pada masa pemerintahan
Sulthan Bayazid I. Sulthan Bayazid I merupakan orang yang sangat
pemberani, cerdas, murah hati, dan bersemangat untuk melakukan
ekspansi memperluas wilayah Islam. Dia mengarahkan ekspansinya ke
negara-negara Kristen di Anatolia. Hanya dalam waktu setahun, negeri-
negeri itu telah berada di bawah kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Sulthan
Bayazid I bagaikan kilat yang bergerak di antara dua medan, Balkan dan
Anatolia. Oleh karena itu, dia diberi gelar “Sang Halilintar”.
Bab 5 berjudul Sulthan Muhammad I. Pada bab ini digambarkan
tentang Sulthan Muhammad I yang mampu menghentikan perang saudara
dengan ketegaran, kecerdasan, dan pandangan jauh yang dia miliki.
Sulthan Muhammad I berhasil mengalahkan saudara-saudaranya satu demi
satu hingga akhirnya tampil secara tunggal sebagai penguasa. Selama
delapan tahun masa pemerintahannya, dia berhasil membangun kembali
Daulah Utsmaniyah dan mengokohkan pilar-pilarnya.
Bab 6 berjudul Sulthan Murad II. Pada bab ini digambarkan
tentang pemberontakan yang terjadi pada masa Sulthan Murad II. Sulthan
Murad II merupakan orang yang bertakwa, adil, dan penuh kasih sayang.
Dia mampu menumpas gerakan pemberontakan dalam negeri yang
dilakukan oleh pamannya, Musthafa. Dengan dukungan yang diberikan
oleh musuh-musuh Daulah Utsmaniyah, Musthafa ingin merampas
pemerintahan hingga berhasil mengepung kota Gallipoli. Akan tetapi,
20
Sulthan Murad II berhasil menangkap pamannya dan membawanya ke
tiang gantungan
Bagian 2 berjudul Muhammad Al-Fatih dan Penaklukan Konstantinopel
Bab 1 berjudul Sulthan Muhammad Al-Fatih. Pada bab ini
digambarkan tentang awal mula diangkatnya Muhammad Al-Fatih sebagai
penguasa Daulah Utsmaniyah. Setelah menjadi penguasa Daulah
Utsmaniyah, dia segera mengatur ulang administrasi negara yang cukup
kompleks, banyak memperhatikan urusan keuangan negara, mencari
sumber-sumber pendapatan negara dan membatasi alokasi
pembelanjaannya. Dia meningkatkan kemampuan orang-orang di
sekitarnya serta memperkuat mereka dengan pengetahuan manajemen dan
militer yang cukup baik. Sulthan Muhammad Al-Fatih juga
memperhatikan persiapan maknawi (moral) dan menanamkan semangat
jihad di dalam jiwa pasukannya. Dia senantiasa mengingatkan mereka
mengenai pujian Rasulullah SAW kepada pasukan yang mampu
menaklukan Konstantinopel dan berharap semoga saja pasukannya adalah
pasukan yang dimaksud oleh Rasulullah SAW. Hadits yang dimaksud
tersebut adalah:
ان ش رنك انجش نتفتح ش هب ونعى انج طه فهعى الي مسط
Artinya: “Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukan. Sebaik-baik
pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukan)nya dan sebaik-baik
tentara adalah tentaranya. (HR. Ahmad no. 18189).
Bab 2 berjudul Sang Penakluk Maknawi Konstantinopel, Syaikh
Aaq Syamsuddin. Pada bab ini digambarkan tentang sosok Syaikh Aaq
21
Syamsuddin yang merupakan guru dari Sulthan Muhammad Al-Fatih.
Beliau merupakan seorang ulama yang nasabnya bersambung dengan
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau mengajarkan ilmu-ilmu dasar
seperti Al-Qur‟an, As-Sunnah, fikih, dan beberapa bahasa (Arab, Persia,
dan Turki). Selain itu beberapa ilmu umum seperti matematika, astronomi,
sejarah, seni berperang, administrasi negara dan juga tata negara. Beliau
merupakan sosok guru yang begitu dihormati oleh Sulthan Muhammad Al-
Fatih. Beliau juga yang selalu memberikan semangat kepada Sulthan untuk
bisa merealisasikan hadits Nabi tentang penaklukan Konstantinopel yang
pada akhirnya terlaksana.
Bab 3 berjudul Dampak Penaklukan Konstantinopel terhadap
Eropa dan Dunia Islam. Pada bab ini digambarkan tentang bagaimana
respon orang-orang Eropa terhadap penaklukan Konstantinopel. Mereka
merasa terpukul mendengar penaklukan itu. Mereka dihantui perasaan
takut, pedih, dan rendah diri. Dalam benak mereka terbayang ancaman
pasukan Islam yang akan datang dari Istanbul. Para penyair dan sastrawan
berusaha keras menyalakan api dendam dan luapan di hati orang-orang
Kristen untuk melawan kaum Muslimin.
Bab 4 berjudul Sebab-Sebab Penaklukan Konstantinopel. Pada bab
ini digambarkan tentang beberapa sebab-sebab penaklukan
Konstantinopel. Di antara sebab-sebab itu adalah lemahnya Kekaisaran
Byzantium akibat terlibat konflik dengan negara-negara Eropa lainnya.
22
Selain itu, juga terjadinya perselisihan internal yang menmpa seluruh
wilayah dan kota di Eropa.
Bab 5 berjudul Sifat-Sifat Terpenting Muhammad Al-Fatih. Pada
bab ini digambarkan tentang beberapa sifat-sifat terpenting yang dimiliki
oleh Sulthan Muhammad Al-Fatih. Sifat-sifat tersebut diantaranya: teguh
hati, pemberani, cerdas, tekad yang kuat, adil, tidak terperdaya oleh
kemampuan diri, ikhlas, dan berilmu.
Bab 6 berjudul Beberapa Karya Peradaban Muhammad Al-Fatih.
Pada bab ini digambarkan tentang beberapa karya peradaban yang ada
pada masa Sulthan Muhammad Al-Fatih. Sulthan Muhammad Al-Fatih
merupakan seorang yang mencintai ilmu dan para ulama. Dia
mengerahkan usaha besar dalam menyebarkan ilmu dan membangun
banyak sekolah dan akademi, memasukkan beberapa perubahan dalam
sistem pendidikan serta mengawasi langsung revisi dan pengembangan
kurikulum.
Bab 7 berjudul Wasiat Sulthan Muhammad Al-Fatih kepada
Putranya. Pada bab ini digambarkan tentang beberapa wasiat yang
disampaikan oleh Sulthan Muhammad Al-Fatih kepada putranya.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Jadilah kamu orang yang adil, shalih, dan penuh kasih sayang.
2. Lindungilah seluruh rakyatmu tanpa membeda-bedakan.
3. Sebarkanlah agama Islam karena ini merupakan kewajiban raja-raja di
muka bumi.
23
4. Perhatikan terlebih dahulu urusan agama di atas urusan apapun. Jangan
bermalas-malasan dalam melaksanakan agama.
5. Jangan mempekerjakan orang-orang yang tidak mempedulikan urusan
agama, tidak menjauhi dosa-dosa besar, dan malah senang bermaksiat.
C. Riwayat Hidup Penulis Buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
1. Pendidikan Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
Dr. Ali Muhammad Ash-Ashalabi adalah seorang ulama, ahli
sejarah dan analisis politik kelahiran Benghazi, Libya tahun 1963.
Beliau meraih gelar sarjana (Lc.) dari Fakultas Dakwah dan
Ushuluddin, Universitas Islam Madinah dengan predikat cum laude
pada tahun 1992/1993.
Kemudian melanjutkan studi pascasarjana di program Magister
Tafsir dan Ulumul Qur‟an di Universitas Islam Umm Durman, Sudan,
dengan tesis berjudul Al-Wasathiyyah fi Al-Qur’an Al-Karim pada
tahun 1996. Gelar doktor di bidang studi Islam pun berhasil diraih dari
almamater yang sama lewat disertasi berjudul Fiqh At-Tamkin fi Al-
Qur’an Al-Karim pada tahun 1999 (Ash-Shalabi, 2018: 601).
Pasca tergulingnya diktator Libya Muammar Qaddafi, sosok
Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi menanjak di dunia politik
seiring dengan rekannya yang menjadi pemimpin Dewan Transisi
Nasional Libya, Abdul Hakim Belhaj. Ia juga semakin dikenal sebagai
“ulama senior”, demikian menurut media massa Barat. Kedekatannya
24
dengan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi yang juga sama-sama berdomisili
di Qatar menjadikannya semakin dikenal dunia Internasional.
Ia juga pernah menyatakan akan mendirikan sebuah partai
politik yang berhaluan moderat seperti Partai Keadilan dan
Pembangunan di Turki dan Partai An-Nahdhah di Tunisia. Partai
tersebut merupakan gerakan yang mendukung syari‟at Islam namun
tetap menghormati nilai-nilai demokrasi dan budaya Libya.
Sebagian media Barat menjulukinya “silence cleric” yang
dianggap sebagai perancang kebangkitan gerakan Islam di Libya dari
Qatar. Hal itu juga dikarenakan ia memberikan bantuan kemanusiaan,
uang, dan senjata kepada para pemberontak yang melawan Muammar
Qaddafi. Namun hal itu dibantah oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-
Shalabi. Saat proses revolusi, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
bertindak sebagai negosiator dengan Saiful Islam, putra Muammar
Qaddafi.
Selain aktif dalam pergerakan Islam di Libya, Prof. Dr. Ali
Muhammad Ash-Shalabi juga dikenal mundukung perjuangan
bersenjata Hamas melawan Israel
(http://fimadani.com/2012/02/06/sejarawan-islam-prof-dr-ali-
muhammad-ash-shalabi/diakses pada Selasa, 07 Mei 2019, pukul
14.39 WIB).
25
2. Karya-karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi juga dikenal sebagai penulis
buku-buku sejarah dan biografi. Puluhan karya tulisnya telah
diterbitkan dalam bentuk kitab, yang meliputi disiplin ilmu akidah,
dakwah, sejarah, biografi, maupun tafsir tematik. Buku-buku tersebut
di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Buku asli berbahasa Arab
1. Ad-Daulah Al-‘Utsmaniyah ‘Awamil An-Nuhudh wa Asbab As-
Suquth
2. Fatih Al-Qashtanthiniyah As-Sulthan Muhammad Al-Fatih
3. As-Siratu An-Nabawiyatu
4. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu Abu Bakar Ash-Shiddiq
5. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu Umar Ibn Khathab
6. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu ‘Utsman Ibn Affan
7. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu Ali Ibn Abi Thalib
8. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu Muawiyyah Ibn Abu
Sufyan
9. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu Hasan Ibn Ali Ibn Abi
Thalib
10. Taisir Al-Karim Al-Manan Fi Siratu Umar Ibn Abdul Aziz
11. Ad-Daulah Al-Umawiyah
12. Ad-Daulah Al-Fathimiyah
26
b. Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
1. Sirah Nabawiyah
2. Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Biografi Umar bin Khathab
4. Biografi Utsman bin Affan
5. Biografi Ali bin Abi Thalib
6. Biografi Muawiyyah bin Abi Sufyan
7. Biografi Hasan bin Ali bin Abi Thalib
8. Biografi Umar bin Abdul Aziz
9. Daulah Umawiyah
10. Daulah Utsmaniyah (Bangkit dan Runtuhnya Daulah
Utsmaniyah)
11. Sejarah Negara Murabitun dan Muwahidun
12. Sejarah Pergerakan Sanusiyah di Afrika
13. Daulah Fathimiyah
14. Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
D. Riwayat Hidup Penerjemah Buku Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk
1. Pendidikan Muhammad Isa Anshory, S.S, M.P.I
Muhammad Isa Anshory, S.S, M.P.I adalah seorang peneliti di
Pusat Studi Peradaban Islam yang berada di Solo. Beliau meraih gelar
27
sarjana Ilmu Sejarah (S.S) dari Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi
Ilmu Sejarah di Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat pada
tahun 2001. Kemudian melanjutkan studi pascasarjana di program
Magister Pemikiran Islam, Program Studi Peradaban Islam di
Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan tesis berjudul
Kolonialisme dan Misi Kristen di Jawa: Studi Historis tentang
Dukungan Pemerintah Hindia Belanda terhadap Penetrasi Misi
Kristen pada 1901-1942 dengan predikat lulusan terbaik dengan IPK
tertinggi yaitu 3,67 pada tahun 2010 (Anshory, 2010: 1). Gelar doktor
juga telah beliau raih dari sekolah pascarjana Universitas Ibn Khaldun
Bogor dengan disertasi berjudul Pemikiran Pendidikan Akidah Sunan
Bonang (Studi Naskah Kitab Bonang) pada tahun 2019.
Selain aktif di PSPI, Muhammad Isa Anshory juga aktif dalam
beberapa organisasi lain seperti:
1. FOKAMMSI UMS sebagai Ketua Bidang Kajian Pemikiran Islam.
Kelompok kajian yang dirintis oleh mahasiswa Magister Studi
Islam UMS ini berkonsentrasi di bidang Pemikiran dan Peradaban.
Tugas utamanya adalah untuk mengantisipasi arus pemikiran dan
gerakan westernisasi (https://fokammsi.wordpress.com/diakses
pada Sabtu, 07 September 2019, pukul 23.00 WIB).
2. Pengajar mata kuliah Kajian Naskah Klasik Pendidikan Islam di
Ma‟had „Aly Imam Al-Ghazaly (MAIG) Karanganyar.
28
3. Dewan Pengawas Syari‟ah pada Forum Komunikasi Aktivis
Masjid (FKAM) (https://baitulmalfkam.com/diakses pada Sabtu, 7
September 2019 pukul 23.06 WIB).
2. Karya-Karya Muhammad Isa Anshory, S.S, M.P.I
1. Mengkristenkan Jawa: Dukungan Pemerintah Kolonial Belanda
terhadap Penetrasi Misi Kristen.
2. 1 Abad Muhammadiyah Istiqamah Membendung Kristenisasi &
Liberalisasi.
3. Penjelasan Iti Ajaran Islam: Ilmu yang wajib dipelajari oleh umat
Islam.
4. Kerajaan Islam Demak: Api Revolusi Islam di Tanah Jawa (1518-
1549).
5. Saifuddin Quthuz Sang Kesatria Perang „Ai Jalut.
6. Penerjemah buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk karya Dr.
Ali Muhammad Ash-Shalabi.
7. Penerjemah buku Sulthan Shalahuddin Al-Ayyubi: Penakluk
Jerussalem karya Abdullah Nashih „Ulwan.
8. Penerjemah buku Ensiklopedi Mini Muslimah karya Khalid Al-
Husainan (https://scholar.google.com/diakses pada Sabtu, 07
September 2019, pukul 10.56 WIB).
29
3. Latar Belakang Penerjemahan Buku Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk
Buku berjudul Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk ini adalah
hasil terjemahan dari karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi yang pada
awalnya berbahasa Arab dengan judul As-Sulthan Muhammad Al-
Fatih, Fatih Al-Qanstanthiniyah. Buku ini kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Isa Anshory, S.S, M.P.I dan
terbit pertama kali pada Mei 2015 lalu melalui Penerbit Al-Wafi
Publishing, Solo. Hingga saat penulis menemukan buku terjemahan ini
dan kemudian penulis jadikan sebagai bahan penelitian, buku ini telah
dicetak sebanyak 4 kali dan yang terakhir adalah pada Mei tahun 2017.
Muhammad Isa Anshory merupakan seorang mahasiswa
lulusan program Ilmu Sejarah dan peneliti senior di Pusat Studi
Peradaban Islam yang saat ini telah banyak menterjemahkan buku-
buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, di antaranya adalah
buku tentang Muhammad Al-Fatih dan juga Shalahuddin Al-Ayyubi.
Jika kita melihat karya-karya terjemahannya, dia memang lebih
banyak mengangkat kisah tentang sosok-sosok pemimpin Islam yang
banyak memperlihatkan akhlak-akhlak yang baik yang dapat membuat
karyanya tidak hanya menjadi hiburan semata, melainkan sekaligus
dapat memberikan pendidikan dengan keteladanan dari para tokoh-
tokohnya.
30
Untuk alasan kenapa dia lebih banyak mengangkat sosok
pemimpin Islam dalam buku-bukunya, secara tersirat, penulis
menemukan bahwa di samping memang karena dia ingin berbagi
pengetahuan tentang sejarah tokoh yang dia ketahui kepada seluruh
orang yang membaca bukunya (Ash-Shalabi, 2017: 5). Adapun misi
lain yang menjadi tujuannya adalah ingin mengenalkan kembali sosok-
sosok teladan dari umat Islam yang dapat membuat umat Muslim saat
ini kembali mengidolakan para pejuang Islam yang begitu berakhlak
dalam melakukan berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan tugas yang pernah dia emban dalam
organisasi FOKAMMSI UMS yaitu untuk memberikan angin segar
keislaman kepada mereka yang telah terlena dengan budaya Barat.
Melihat kenyataan bahwa telah banyak sekali pemuda Islam yang lebih
banyak mengidolakan tokoh-tokoh Barat yang sering mereka lihat baik
di televisi maupun dari media-media yang lainnya, harusnya para
penulis lain juga bisa membuat karya yang tidak hanya memberikan
hiburan kepada para pembacanya, melainkan juga harus ada
pendidikan yang tersurat maupun tersirat di dalamnya.
Dalam dunia sejarah, Muhammad Isa Anshory juga pernah
menerbitkan sebuah artikel yang di dalamnya berisi tentang bantahan
terhadap artikel-artikel yang ditulis oleh para penggagas Khilafah di
Indonesia yang mengaitkan Walisanga dengan Khilafah. Mereka
31
menyatakan bahwa Walisanga merupakan utusan dari Khilafah
Utsmani.
Sebagai seorang yang telah lama bergelut di dalam dunia
sejarah, kemudian di dalam artikelnya itu, dia memberikan kritikan
kepada para sejarawan muda untuk tetap memperhatikan prosedur
yang harus dilakukan dalam menulis kisah sejarah yang ada dan tidak
langsung menclaim bahwa apa yang ditulis adalah satu-satunya
kebenaran. Dia juga mengatakan bahwa sejarah itu sangat mudah
untuk dikaburkan dan jika diclaim untuk kelompok-kelompok tertentu
maka itu akan menjadi sangat berbahaya dan malah dapat melukai
makna sejarah itu sendiri
(https://sketsanews.com/2015/11/27/walisanga-utusan/ diakses pada
minggu, 8 september 2019 pukul 09.13 WIB). Di antara langkah-
langkah atau prosedur penulisan sejarah yang menurutnya penting
untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Heuristik, yaitu mencari dan mengumpulkan sumber sejarah.
2. Kritik sumber atau verifikasi, yaitu membuktikan keaslian sumber.
3. Interpretasi, yaitu menafsirkan, menguraikan, dan menyimpulkan
fakta yang ada sesuai sejarah yang kuat.
4. Historiografi, yaitu penulisan sejarah.
32
BAB III
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie, yang
akar katanya pais yang berarti anak dan again yang artinya bimbingan.
Dengan demikian, paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi education.
Education berasal dari bahasa Yunani educare, yang berarti membawa
keluar yang tersimpan dalam jiwa anak untuk dituntun agar tumbuh dan
berkembang (Zakiyah dan Rusdiana, 2014: 85).
Syed Muhammad Al-Naqueb Al-Atas mendefinisikan pengertian
pendidikan dalam pandangan Islam menjadi 3 istilah yaitu Tarbiyah,
Ta’lim, dan Ta’dib (Ahid, 2010: 7). Kata Tarbiyah berarti proses
transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar menuju tingkat
berikutnya. Secara aplikatif, proses tarbiyah bermula dari pengenalan,
hafalan, dan ingatan sebelum menjangkau pada tahap penalaran dan
pemahaman.. Adapun istilah Ta’lim yaitu proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan kepada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan..
Sedangkan istilah Ta’dib, mengandung arti proses pendidikan yang
berorientasi pembentukan pribadi anak didik yang beradab, taat hukum,
menjunjung tinggi etika atau sopan santun (Sholeh, 2006: 92).
33
Pendidikan menurut Redja Mudyaharjo dibedakan menjadi dua
pengertian yaitu secara luas dan secara sempit. Secara luas, pendidikan
adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan
adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi individu. Sedangkan
secara sempit, pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran
yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan
yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan
tugas-tugas sosial mereka (Maunah, 2009: 1).
Dari beberapa uaraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah segala usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh
pendidik kepada terdidik untuk menemukan dan mengembangkan potensi
yang ada di dalam dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dalam kehidupun bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Secara bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab Akhlaq yang
berarti al-sajiyah (perangai), at-thabi’ah (kelakuan, tabi‟at, watak dasar),
al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik), dan
al-din (agama) (Aminuddin 2014: 152).
Menurut Ibnu Maskawih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
34
pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan menurut Imam al-Ghazali
mengatakan bahwa akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Alamsyah, 121).
Adapun menurut Ibrahim Anis, mendefinisikan akhlak sebagai
sifat yang terrtanam di dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-
macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan (Aminuddin 2014: 153).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya dapat membuat
seseorang dapat melakukan suatu perbuatan baik atau buruk dengan
spontan dan tanpa harus memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Dengan demikian pendidikan akhlak yaitu segala usaha sadar dan
terencana yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik untuk
menemukan dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk
dapat menjadikan mereka memiliki kepribadian yang beradab dan selalu
melakukan kebaikan dan ketaatan tanpa harus memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
B. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak
Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam, apakah termasuk
akhlak yang baik atau yang tercela, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam
lainnya adalah Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Baik dan buruknya akhlak
35
dalam Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu
(Marzuki, 2009: 19).
Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur‟an sebagai firman
Allah SWT. yang diturunkan melalui Ruhul Amin (Jibril) kepada Nabi
Muhammad SAW. dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya, dan
sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia dan
petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya,
yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan
mutawatir (Saebani dan Akhdhiyat, 2009: 63). Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT.:
ن ه هدى للمتق ب ف ذلك الكتب ل ر
Artinya: “Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Departemen Agama RI,
1989: QS. Al-Baqarah: 2).
Sunnah yaitu contoh teladan yang dijelaskan melalui semua
perkataan, perbuatan, dan taqrir-nya yang disampaikan melalui para rawi
yang adil, dhabith, dan tsiqah dengan jalan rangkaian sanad yang
bersambung dan matan yang tidak cacat dan serasi dengan Al-Qur‟an
(Saebani dan Akhdhiyat, 2009: 81).
36
Allah SWT. berfirman:
سول واولى المر عوا الر واط عوا الله ا اط ن امنو اها الذ
سول ان منكم والر ء فردوه الى الله ش كنتم فان تنازعتم ف
ل احسن تأو ر و خر ذلك خ والوم ال تؤمنون بالله
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)
di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. An-Nisa‟: 59).
Ayat di atas menetapkan bahwa setelah ketaatan kepada Allah
SWT. harus dibarengi dengan ketaatan kepada Rasulullah SAW. yaitu
dengan cara mengikuti sunnah Rasulullah SAW..
C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Dilihat dari ruang lingkupnya akhlak Islam dibagi menjadi dua
bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah SWT.) dan akhlak terhadap
makhluq (selain Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi
menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak
terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang),
serta akhlak terhadap benda mati (Marzuki, 2009: 22).
D. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku Muhammad Al-Fatih
Sang Penakluk
Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Muhammad Al-Fatih
Sang Penakluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi ini banyak
37
ditunjukkan dalam bentuk deskripsi cerita, dialog antar tokoh, maupun
respon para tokoh dalam menyikapi sesuatu. Adapun nilai-nilai pendidikan
akhlak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Takwa
Definisi takwa yang paling populer adalah memelihara diri dari
siksaan Allah SWT. dengan mengikuti segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya (Ilyas, 2007: 17).
Takwa memiliki arti memelihara, menjaga, dan
mempertahankan. Takwa juga berarti menghindar, dalam hal ini
mencakup tiga aspek yaitu: menghindar dari jalan kufur dengan jalan
beriman kepada Allah SWT., berupaya melaksanakan perintah Allah
SWT. dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dan menghindar dari
segala aktifitas yang menjauhkan pikiran dari Allah SWT. (Muhtadin,
2014: 9).
Menurut Thabbarah takwa adalah seseorang memelihara dirinya
dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan Tuhannya dan dari
segala sesuatu yang mendatangkan mudharat, baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi orang lain (Ilyas 2007: 17).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa takwa
adalah melaksanakan seluruh perintah Allah SWT. dan menjauhi
segala larangan-Nya.
38
Allah SWT. berfirman:
حق تقىته ول تموتن ال وانتم ن امنوا اتقوا الله اها الذ
سلمون م
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah
kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (Departemen
Agama RI, 1989: QS. Ali Imran: 102).
Ayat di atas menjelaskan bahwa sebagai seorang yang beriman
kita diwajibkan untuk bertakwa kepada Allah SWT. dengan sebenar-
benarnya takwa. Dan selain itu, begitu pentingnya takwa ini bahkan
Allah juga memerintahkan kepada kita untuk terus mempertahankan
takwa hingga mati. Dalam ayat yang lain Allah SWT. juga berjanji
akan memberikan kemenangan bagi hamba-Nya yang mau bertakwa.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak takwa adalah sebagai berikut:
“Dia adalah sosok penguasa muslim dan mukmin yang
berkomitmen dengan aturan syari‟at, selalu melaksanakan
perintah syari‟at dan meninggalkan larangan-Nya,
mengagungkan syari‟at dan berusaha menerapkannya terhadap
dirinya terlebih dahulu, kemudian terhadap rakyatnya. Dia
adalah sosok penguasa yang bertakwa dan shalih.” (Ash-
Shalabi, 2015: 175).
Kutipan cerita di atas menggambarkan ketakwaan Sulthan
Muhammad Al-Fatih kepada Allah SWT.. Sebagai seorang pemuda
yang memang sudah disiapkan untuk menjadi seorang pemimpin
Daulah Utsmaniyah, Sulthan Al-Fatih adalah sosok pemimpin yang
berkomitmen dengan syari‟at Islam. Dia selalu melaksanakan perintah
Allah SWT. dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Dalam
39
bertakwa ini, dia mempraktikan apa yang diketahuinya terlebih dahulu
sebelum kemudian dia ajarkan kepada para pengikutnya. Dan pada
akhirnya, janji Allah SWT. untuk memberikan kemenangan kepada
orang yang bertakwapun terbukti dengan suksesnya misi terbesar
Sulthan Muhammad Al-Fatih yaitu untuk menaklukkan
Konstantinopel.
2. I’tisham
I’tisham artinya berpegang teguh. I’tisham ini ada dua macam:
I’tisham kepada Allah SWT. dan i’tisham kepada tali Allah SWT..
Allah SWT. berfirman:
كم فى حق جهاده هو اجتبىكم وما جعل عل وجاهدوا فى اللهم هو س كم ابره ن من حرج ملة اب ن ە من الد ىكم المسلم مه
ء كم وتكونوا شهدا دا عل سول شه هذا لكون الر قبل وف هو كوة واعتصموا بالله لوة واتوا الز موا الص على الناس فاق
فنعم المولى ونعم ا ر مولىكم لنص
Artinya: “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad
yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak
menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah)
agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad)
itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi
saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah salat;
tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah.
Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-
baik penolong.”(Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Hajj:
78).
Istilah I’tisham berasal dari kata ishmah yang berarti
perlindungan, yang berarti berpegang kepada sesuatu yang melindungi
40
dan menjaga dari sesuatu yang ditakuti atau dihindari (Al-Jauziyah,
1998: 142).
Berpegang kepada tali Allah mengharuskan seorang hamba
untuk mendapatkan petunjuk dan keharusan mengikuti dalil.
Sedangkan berpegang kepada Allah mengharuskannya memiliki
kekuatan, persiapan, dan peralatan serta perangkat yang mendukung
keselamatannya di jalan. Hal ini oleh Ibnu Abbas diartikan sebagai
berpegang teguh kepada agama Allah SWT..
Abu Ismail menjelaskan bahwa i’tisham kepada tali Allah
adalah menjaga ketaatan kepada-Nya secara tulus, karena Allah SWT.
memerintahkannya dan mencintainya, bukan karena mengikuti tradisi
atau karena alasan tertentu. Sedangkan i’tisham kepada Allah SWT.
artinya tawakal, berlindung, pasrah, memohon agar Dia menjaga dan
memelihara. Di antara buah i’tisham adalah pertolongan Allah SWT.
kepada hamba (Al-Jauziyah, 1998:143).
I’tisham yaitu berpegang teguh kepada sesuatu yang dapat
melindungi. Adapun I’tisham yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah i’tisham kepada tali Allah SWT. yang dilakukan dengan
menjaga ketaatan kepada Allah SWT. agar mendapat pertolongan dan
penjagaan dari Allah SWT..
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak i‟tisham adalah sebagai berikut:
“Pada hari Ahad 18 Jumadal Ula (27 Mei), Sulthan
Muhammad Al-Fatih memerintahkan tentaranya untuk
41
membersihkan hati serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
dengan mengerjakan shalat dan perbuatan-perbuatan ketaatan
secara umum, merendahkan diri, dan berdoa kepada-Nya.
Dengan semua ini, semoga Allah SWT. memudahkan
penaklukan Konstantinopel.” (Ash-Shalabi, 2015: 200).
Kutipan cerita di atas menggambarkan ketaatan Sulthan
Muhammad Al-Fatih terhadap syari‟at Allah SWT., atau dalam hal ini
disebut dengan I’tisham kepada tali Allah SWT.. Sebagai seorang
manusia biasa, Sulthan Al-Fatih menyadari bahwa dia tidak akan
mampu melakukan apapun kecuali dengan memohon pertolongan dan
pejagaan dari Allah SWT.. Dalam menjalankan misinya untuk
menaklukkan Konstantinopel, Sulthan Al-Fatih terus mengarahkan
dirinya dan pasukannya untuk membersihkan hati serta mendekatkan
diri kepada Allah SWT. dengan mengerjakan shalat dan perbuatan-
perbuatan ketaatan secara umum. Hal inilah yang kemudian dapat
memberikan kekuatan di hati mereka dan membuka jalan kemenangan
sedikit demi sedikit dalam perjuangannya saat itu.
3. Ikhlas
Secara etimologis, Ikhlas berasal dari kata berbahasa Arab
khalasha yang berarti bersih, jernih, murni, tidak bercampur. Secara
etimologis, yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata
mengharapkan ridha Allah SWT. (Ilyas, 2007: 28-29).
Menurut Abu Ismail, ikhlas berarti membersihkan amal dari
segala campuran. Amal itu tidak dicampuri sesuatu yang mengotorinya
karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin memperlihatkan
42
amal itu tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak ingin
dicela, mencari pengagungan, dan sanjungan karena ingin
mendapatkan harta dari mereka ataupun alasan-alasan lain yang berupa
cela dan cacat, yang secara keseluruhan dapat disatukan sebagai
kehendak untuk selain Allah. (Al-Jauziyah, 1998: 220).
Allah SWT. berfirman:
يخهصب نه انذ ك انكتت ثبنحك فبعجذ الله ان ضنب ال اب ا
اونبء يب عجذهى ال دوه اتخزوا ي انخبنص وانز انذ لله
ه ختهفى يب هى ف هى ف حكى ث الله صنفى ا ثىب انى الله نمش
هى كزة كفبس ل هذي ي الله ە ا
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur'an)
kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik).
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia
(berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan
(berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi
putusan di antara mereka tentang apa yang mereka
perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada
pendusta dan orang yang sangat ingkar.” (Departemen Agama
RI, 1989: QS. Az-Zumar: 2-3).
Ikhlas yaitu beramal semata-mata hanya mengharapkan
keridhaan dari Allah SWT.. Sebagai seorang Muslim, kita harus
berusaha melaksanakan amal perbuatan dengan dasar keikhlasan
karena Allah SWT.. Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai
pendidikan akhlak ikhlas adalah sebagai berikut:
“Pada hari berikutnya, yaitu tanggal 28 Mei, persiapan yang
dilakukan pasukan Utsmani telah sempurna. Meriam-meriam
43
mereka telah siap melemparkan tembakan api ke pasukan
Byzantium. Sementara itu, Sulthan berkeliling ke berbagai
tempat pasukan Utsmani dan memeriksa keadaan mereka dan
mengingatkan agar selalu ikhlas, berdoa kepada Allah SWT.,
rela berkorban, dan siap berjihad.” (Ash-Shalabi, 2015: 200).
Kutipan cerita di atas menggambarkan keikhlasan Sulthan
Muhammad Al-Fatih. Begitu pentingnya keikhlasan ini, Sulthan Al-
Fatih pun berkeliling ke berbagai tempat pasukan Utsmani dan
memeriksa keadaan mereka dan mengingatkan agar selalu ikhlas,
berdoa kepada Allah SWT., rela berkorban, dan siap berjihad.
4. Syukur
Syukur ialah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang
telah dilakukannya. Syukurnya seorang hamba berkisar atas tiga hal,
yang apabila ketiganya tidak berkumpul, maka tidaklah dinamakan
bersyukur, yaitu mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya
secara lahir, dan menjadikannya sarana untuk taat kepada Allah SWT.
(Ilyas, 2007: 50).
Allah SWT. memerintahkan syukur dan melarang
kebalikannya, memuji pelakunya, mensifatinya sebagai makhluk-Nya
yang khusus, menjanjikan kepadanya dengan pahala yang baik,
menjadikan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambahan
karunia-Nya, memelihara dan menjaga nikmat-Nya (Al-Jauziyah,
1998: 287).
44
Allah SWT. berfirman:
ن امنوا كلوا من طبت ما رزقنكم واشكرو اها الذ ان ا لله
كنتم ااه تعبدون
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari
rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah
kepada-Nya.” (Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Baqarah:
172).
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak syukur adalah sebagai berikut:
“Pada saat itu, Sulthan Muhammad Al-Fatih bersama
pasukannya mengungkapkan rasa gembira dan nikmatnya
kemenangan atas musuh-musuh mereka dari punggung
kudanya. Para komandan perangnya menyampaikan ucapan
selamat kepada Sulthan. Dia pun berkata, “Segala puji bagi
Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada para
syuhada‟ serta memberikan kemuliaan kepada para mujahidin,
juga kebanggaan dan rasa syukur kepada bangsaku.” (Ash-
Shalabi, 2015: 207).
“Kemudian Sulthan turun dari kudanya dan bersujud kepada
Allah di atas tanah. Hal ini sebagai ungkapan syukur, pujian,
dan kerendahan diri di hadapan Allah SWT..” (Ash-Shalabi,
2015: 207).
Kutipan cerita di atas menggambarkan akhlak syukur Sulthan
Muhammad Al-Fatih kepada Allah SWT.. Setelah diberikan
kemenangan oleh Allah SWT. dengan takluknya Konstantinopel,
Sulthan Al-Fatih langsung mengucap hamdalah sebagai ungkapan rasa
syukurnya kepada Allah SWT.. Dia menyadari bahwa apa yang telah
diraihnya ini merupakan kemenangan yang datang karena kebaikan
Allah SWT. kepadanya.
45
5. Berilmu
Ilmu adalah yang menjadi landasan bukti petunjuk, dan yang
bermanfaat dari ilmu adalah yang dibawa Rasulullah SAW.. Jika ilmu
tidak menyertai seseorang yang mengadakan perjalanan semenjak awal
yang berperan meletakkan pijakkan kakinya pada jalan yang
semestinya hingga akhir perjalanannya, tentu dia akan berjalan bukan
pada jalan yang semestinya, perjalannya akan terhalang dan tidak
sampai tujuan, tidak mendapat bukti petunjuk dan keberuntungan serta
pintunya tertutup (Al-Jauziyah, 1998: 390).
Dengan ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum lainnya,
kita bisa mengetahui berbagai macam syariat dan hukum, kita bisa
membedakan antara yang halal dan yang haram, dan dapat
menghantarkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Mengingat-ingat
ilmu merupakan tasbih, mencarinya merupakan jihad, dan
mengajarkannya merupakan shadaqah (Al-Jauziyah, 1998: 393).
Allah SWT. juga memerintahkan kepada Rasulullah SAW. agar
meminta tambahan ilmu. Allah SWT. berfirman:
ى ول تعجل بالقران من قبل ان قض الملك الحق فتعلى الله
علما ب زدن ك وحه وقل ر ال
Artinya: “Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya.
Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca)
Al-Qur'an sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan
katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. Thaha: 114).
46
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak berilmu adalah sebagai berikut:
“Sejak masa kanak-kanak, orang tua Muhammad Al-Fatih
menaruh perhatian besar kepada puteranya ini. Oleh karena itu,
Sulthan Muhammad Al-Fatih tunduk pada aturan pendidikan
yang dibimbing oleh sejumlah ulama terkenal pada zamannya.
Dia mempelajari Al-Qur‟an, hadits, fikih, dan ilmu-ilmu
modern pada zaman itu, seperti matematika, astronomi,
sejarah, dan kajian kemiliteran secara teori maupun praktis.”
(Ash-Shalabi, 2015: 295).
“Sulthan Muhammad Al-Fatih menguasai tiga bahasa Islam
dengan sangat baik. Ketiga bahasa tersebut adalah bahasa
Arab, Persia, dan Turki. Sulthan Muhammad Al-Fatih juga
dikenal sebagai seorang penyair.” (Ash-Shalabi, 2015: 296).
Kutipan cerita di atas menggambarkan keilmuan yang tinggi
yang dimiliki oleh Sulthan Muhammad Al-Fatih. Sebagai putra
mahkota yang akan menjadi penerus Daulah Utsmaniyah, Sulthan Al-
Fatih mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang akan menjadi
pegangannya kelak saat menjadi pemimpin melalui para ulama besar
pada masanya. Pendidikan agama yang kuat menjadikannya
berkomitmen dengan syari‟at yang dapat membawanya terus
mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.. Dan pendidikan secara
umum yang lainnya pun juga dia kuasai sebagai bekal
kepemimpinannya yang dapat mendatangkan ide-ide cemerlang dalam
proses penaklukkan Konstantinopel.
6. Shidiq
Shidiq memiliki arti benar, jujur, lurus, dan tulus. Shidq adalah
perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti ataupun
47
diharapkan. Ada pula yang berpendapat bahwa orang yang shadiq ialah
orang yang bersiap sedia untuk mati dan tidak merasa malu jika
rahasia dirinya terungkap (Al-Jauziyah, 1998: 300).
Al-Harits Al-Muhasiby mengatakan bahwa shadiq adalah
orang yang tidak peduli sekiranya semua bagian di hati manusia yang
menjadi miliknya tidak diberikan kepadanya, selagi dia dapat
memperbaiki hatinya, dia tidak suka jika mereka mengetahui kebaikan
amalnya dan dia tidak benci jika mereka mengetahui keburukannya.
(Al-Jauziyah, 1998: 301).
Allah SWT. berfirman:
ن دق وكونوا مع الصه ن امنوا اتقوا الله اها الذ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang
benar.” (Departemen Agama RI, 1989: QS. At-Taubah: 119).
Ayat di atas menjelaskan tentang perintah untuk bertakwa dan
berkumpul bersama dengan orang-orang yang benar. Orang-orang
yang benar yang dimaksud adalah orang yang jujur, lurus, dan tulus
sesuai definisi di atas. Dengan berkumpul bersama mereka pengaruh-
pengaruh baik akan kita dapatkan dan kita dapat berlaku shidq
sebagaimana yang mereka lakukan.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak shidiq adalah sebagai berikut:
“Sulthan menjelaskan kepada orang-orang di sekitarnya setelah
penaklukan Konstantinopel, “Sesungguhnya kalian melihatku
48
sangat gembira. Akan tetapi, kegembiraanku muncul karena
adanya seorang Syaikh yang mulia pada zamanku. Dia adalah
guruku, Syaikh Aaq Syamsuddin.” (Ash-Shalabi, 2015: 242).
Kutipan cerita di atas menggambarkan akhlak shidiq yang
dimiliki oleh Sulthan Muhammad Al-Fatih. Ketika keberhasilan telah
diraih, para pasukan melihat ada kegembiraan yang terpancar pada
wajah Sulthan. Dan pada saat itu beberapa pasukan pun memuji
Sulthan Al-Fatih karena kemenangan yang telah diraihnya ini. Pasukan
itu beranggapan bahwa kemenangan ini adalah karena Muhammad Al-
Fatih yang memiliki kehebatan luar biasa sehingga dapat mengalahkan
Konstantinopel. Akan tetapi karena kejujuran yang dimilikinya,
Sulthan Al-Fatih pun berkata bahwa sebenarnya kemenangan ini
bukanlah karena dirinya semata. Akan tetapi ada sosok lain yang
berjasa besar yaitu gurunya. Sifat shidiq yang dapat dilihat di sini
adalah bahwa Sulthan Al-Fatih selalu mengatakan kebenaran
meskipun dalam hal-hal kecil sebagaimana kutipan cerita di atas. Dia
mengatakan kebenaran yang menjadi latar belakang kemenangannya
yaitu karena adanya guru yang terus mendidiknya.
7. Amanah
Amanah dalam arti sempit adalah memelihara titipan dan
mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula.
Sedangkan dalam pengertian yang luas, amanah mencakup banyak hal
seperti menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain,
49
menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya, dan lain sebagainya (Ilyas, 2007: 89).
Allah SWT. berfirman:
تى ث ى اهههب وارا حكت ان تؤدوا الي أيشكى ا الله ا
الله ب عظكى ثه ا ع الله ىا ثبنعذل ا تحك انبط ا
شا عب ثص ي كب
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu
menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang
memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat.”(Departemen Agama RI, 1989:
QS. An-Nisa‟: 58).
Ayat di atas menjelaskan tentang perintah Allah SWT. kepada
kita untuk bersikap amanah dan berlaku adil. Sebagai seorang
Mukmin, kita harus terus menjaga dan mengutamakan sikap tersebut di
manapun dan kepanpun kita berada. Selain sebagai ketaatan untuk
melaksanakan perintah Allah SWT., melaksanakan sikap amanah ini
juga akan membawa kehidupan yang damai dan aman karena semua
pasti akan memperoleh hak-haknya masing-masing.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak amanah adalah sebagai berikut:
“Setelah menjadi penguasa Daulah Utsmaniyah, dia segera
mengatur ulang administrasi negara yang cukup kompleks,
banyak memperhatikan urusan keuangan negara, mencari
sumber-sumber pendapatan negara dan membatasi alokasi
pembelanjaannya.” (Ash-Shalabi, 2015: 169).
“Dia larang pemborosan dan penghambur-hamburan harta.
Demikian juga, Sulthan Muhammad Al-Fatih memfokuskan
50
pada pengembangan dan pengorganisasian ulang batalyon-
batalyon pasukan serta membuat daftar khusus untuk mereka,
menambah gaji dan memasok untuk mereka banyak
persenjataan modern pada zaman itu.” (Ash-Shalabi, 2015:
169).
Kutipan cerita di atas menggambarkan akhlak amanah Sulthan
Muhammad Al-Fatih ketika telah menjadi penguasa. Setelah diangkat
menjadi penguasa Daulah Utsmaniyah, Sulthan Al-Fatih tentu
mendapatkan amanah yang begitu berat dan besar sebagai seorang
pemimpin. Pada masa itu, dengan kecerdasannya dia mampu
menggunakan kekuasaannya untuk memperbaiki internal pemerintahan
saat terjadi pemberontakan. Selain itu, dia juga dapat menjaga dirinya
dari godaan harta yang biasa menjangkit para penguasa. Di saat para
penguasa lain, bersenang-senang dengan kekuasaannya dan
mempekaya diri dengan harta negara yang berlimpah, Sulthan Al-Fatih
malah mencari cara untuk dapat mengatur keuangan negara dengan
melarang pemborosan serta menambah pemasukan keuangan untuk
kepentingan negara.
8. Istiqamah
Secara etimologis, istiqamah berasal dari kata istaqama-
yastaqimu yang berarti tegak lurus. Dalam KBBI, istilah istiqamah
diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Dalam
terminologi Akhlaq, istiqamah adalah sikap teguh dalam
mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi
berbagai macam tantangan dan godaan (Ilyas, 2007: 97).
51
Abu Bakar Ash-Shiddiq, orang yang paling lurus dan jujur
serta yang paling istiqamah dalam umat ini pernah ditanya tentang
makna istiqamah. Maka dia menjawab, “Artinya, janganlah engkau
menyekutukan sesuatupun dengan Allah.” Maksudnya, istiqamah
adalah berada dalam tauhid yang murni. Adapun Al-Hasan berkata,
“Istiqamah artinya taat kepada Allah dan menjauhi kedurhakaan
kepada-Nya.” (Al-Jauziyah, 1998: 228).
Allah SWT. berfirman:
ن قالوا ربنا الله ىكة ال ان الذهم المل ل عل مم استقاموا تتنز
كنتم توعدون تخافوا ول تحزنوا وابشروا بالجنة الت
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan
kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka
(dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. Fushshilat: 30).
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak istiqamah adalah sebagai berikut:
“Ketika Sulthan sedang melakukan persiapan untuk
menaklukan Konstantinopel, Kaisar Byzantium berusaha mati-
matian untuk mengalihkan perhatian Sulthan dari
keinginannya. Dia memberikan sejumlah harta dan bermacam-
macam hadiah kepadada Sulthan. Dia juga berusaha menyuap
beberapa penasihat Sulthan agar bisa mempengaruhi
keputusannya. Akan tetapi, Sulthan tetap berusaha untuk
melaksanakan rencananya. Semua usaha Kaisar Byzantium
tidak mampu mengubah keinginannya.” (Ash-Shalabi, 2015:
178).
Kutipan cerita di atas menggambarkan keteguhan
hati/keistiqamahan Sulthan Muhammad Al-Fatih terhadap
52
pendiriannya. Ketika Sulthan Al-Fatih tengah mempersiapkan segala
sesuatu untuk penaklukan Konstantinopel, dia mendapatkan
bermacam-macam kiriman harta maupun hadiah-hadiah lain dari
Kaisar Byzantium yang tujuannya adalah untuk membuat Sulthan Al-
Fatih membatalkan rencananya itu. Akan tetapi karena keteguhan hati
yang begitu kuat dan keinginannya untuk dapat membuktikan hadits
Rasulullah SAW. untuk menaklukkan Konstantinopel, dia tetap
meneruskan apa yang menjadi rencana awalnya yaitu untuk menyerang
Konstantinopel.
9. Futuwwah
Abu Ismail mengatakan bahwa inti dari futuwwah adalah tidak
melihat kelebihan pada diri sendiri dan tidak merasa memiliki hak atas
manusia. Contoh paling mudah untuk menggambarkan futuwwah ini
adalah sikap mendekati orang yang menjauhi dan memuliakan orang
yang menyakiti (Al-Jauziyah, 1998: 328).
Seseorang yang seharusnya kecewa dengan orang yang
menyakiti, dalam sikap futuwwah ini yang mereka lakukan adalah
sebaliknya, yaitu bersikap santun pada yang menyakiti. Hal ini
merupakan salah satu sikap akhlak mulia yang dapat kita terapkan
kepada orang-orang yang tidak sejalan dengan kita.
Nilai dan wibawa seseorang tidaklah diukur dari kekayaan dan
jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh rupanya, tetapi ditentukan
oleh kehormatan dirinya. Jika seseorang mampu berbuat baik kepada
53
siapa saja, baik kawan maupun lawan, tentu saja dia akan dihormati.
Oleh sebab itu, untuk menjaga kehormatan diri tersebut, setiap orang
haruslah menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang
dilarang oleh Allah SWT. (Ilyas, 2007: 103).
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak futuwwah adalah sebagai berikut:
“Sulthan memerintahkan mereka untuk mengangkat uskup
baru, lalu mengangkat Agiadus sebagai pemimpin uskup baru.
Setelah terpilih, Agiadus pergi ke tempat kediaman Sulthan
bersama rombongan para uskup. Sulthan Muhammad Al-Fatih
menyambut mereka dengan hangat dan menghormati mereka
dengan sepenuh penghormatan, mengajak mereka makan, dan
berbincang-bincang mengenai berbagai masalah, baik masalah
agama, politik, maupun sosial. Akhirnya, pertemuan pemimpin
uskup itu dengan Sulthan Muhammad Al-Fatih selesai.
Pandangannya terhadap para Sulthan Utsmani dan orang-orang
Turki pun berubah total, bahkan juga terhadap kaum muslimin
secara umum. Agiadus merasa sedang berhadapan dengan
seorang Sulthan yang terdidik serta mempunyai misi,
keyakinan agama yang kokoh, jiwa kemanusiaan yang tinggi,
dan kesatria yang sempurna.” (Ash-Shalabi, 2015: 209).
Kutipan cerita di atas menggambarkan akhlak futuwwah
Sulthan Muhammad Al-Fatih. Jika dilihat, ada dua hal yang menjadi
alasan untuk Sulthan Al-Fatih untuk tidak memberi kehormatan
kepada Agiadus, yaitu dia bukan Muslim, dan kedua dia adalah musuh
yang telah kalah. Akan tetapi dengan akhlak futuwwah ini, Sulthan Al-
Fatih tetap menghormatinya. Bahkan ketika Agiadus berkunjung
kepada Sulthan Al-Fatih, Agiadus pun disambut dengan ramah dan
penuh dengan penghormatan. Selain itu, Sulthan Al-Fatih juga
mengajaknya makan bersama dan berbincang tentang berbagai hal,
54
baik itu tentang masalah agama, politik, maupun sosial. Sejak saat itu
pandangan Agiaduss terhadap para Sulthan Utsmani dan orang-orang
Turki pun berubah total, bahkan juga terhadap kaum muslimin secara
umum. Agiadus merasa sedang berhadapan dengan seorang Sulthan
yang terdidik serta mempunyai misi, keyakinan agama yang kokoh,
jiwa kemanusiaan yang tinggi, dan kesatria yang sempurna. Dan di
sinilah letak kemenangan Sulthan yang dapat mengangkat dirinya dan
bangsanya.
10. Mujahadah
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-
mujahadah-jihad yang artinya mencurahkan segala kemampuan.
Dalam konteks akhlak, mujahadah adalah mencurahkan segala
kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat
pendekatan diri terhadap Allah SWT. baik hambatan yang bersifat
internal maupun eksternal. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan
kemauan keras dan perjuangan sungguh-sungguh (Ilyas, 2007: 109).
Allah SWT. berfirman:
نا ن جاهدوا ف ن والذ لمع المحسن لنهدنهم سبلنا وان الله
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-
jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang
berbuat baik.” (Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Ankabut:
69).
55
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT. akan
menunjukkan jalan bagi mereka yang berjihad dan bersungguh-
sungguh dalam mencari keridhaan Allah SWT.. Dan tujuan terbaik
adalah tujuan kepada keridhaan Allah SWT. itu sendiri.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak mujahadah adalah sebagai berikut:
“Al-Fatih tampaknya mempunyai ide yang luar biasa yaitu
memindahkan kapal-kapal dari tempat berlabuhnya di Besiktas
ke Tanduk Emas. Caranya adalah dengan menariknya melalui
jalan darat yang berada di antara dua pelabuhan. Hal ini untuk
menjauhi wilayah Galata karena khawatir kapal-kapal tersebut
diserang dari arah selatan. Padahal jarak antara dua pelabuhan
itu kurang lebih tiga mil. Tanahnya pun bukan tanah yang
datar dan mudah, tetapi tanah perbukitan dan terjal.” (Ash-
Shalabi, 2015: 186).
Kutipan cerita di atas menggambarkan akhlak mujahadah
Sulthan Muhammad Al-Fatih. Ketika segala upaya telah dilakukan
untuk merobohkan benteng Konstantinopel, ternyata Allah SWT.
belum memberikan kemenangan kepada Sulthan Al-Fatih. Akan tetapi
dengan kecerdasan yang dimilikinya, Sulthan Al-Fatih tetap berusaha
dengan cara-cara yang lain untuk bisa menjebol benteng
Konstantinopel. Salah satunya yaitu dengan memindahkan kapal
melalui jalur darat untuk menuju tembok terlemah. Pemindahan kapal
ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Selain jarak yang begitu
jauh dan kondisi alam yang penuh dengan tanah perbukitan yang terjal.
Akan tetapi dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tetap memohon
pertolongan Allah SWT. hal itupun terjadi dalam semalam dan tujuan
56
untuk menghancurkan benteng terlemah Konstantinopel pun dapat
terlaksana.
11. Syaja’ah
Syaja‟ah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap
menantang siapa saja tanpa memperdulikan apakah dia berada di pihak
yang benar atau salah, dan bukan pula berani memperturutkan hawa
nafsu. Tapi berani yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan
penuh pertimbangan (Ilyas, 2007: 116).
Allah SWT. berfirman:
فل غالب لكم وان خذلكم فمن ذا الذي ان ن صركم الله
فلتوكل المؤمنون ن بعده وعلى الله نصركم م
Artinya: “Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang
dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu
(tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat
menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah
saja orang-orang mukmin bertawakal.” (Departemen Agama
RI, 1989: QS. Ali Imran: 160).
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak syaja‟ah adalah sebagai berikut:
“Ketika ayahnya masih hidup, Muhammad Al-Fatih telah ikut
menangani urusan pemerintahan. Sejak masa itu, dia
melibatkan diri dalam bentrokan dengan negara Byzantium
dalam kondisi yang berbeda. Dia sangat mengetahui berbagai
upaya yang telah dilakukan bangsa Utsmani untuk menaklukan
Konstantinopel. Bahkan dia mengetahui berbagai upaya
penaklukan yang dilakukan berulang kali oleh pemerintahan
Islam terdahulu dalam masa yang berbeda-beda.” (Ash-
Shalabi, 2015: 173).
“Sulthan membangun benteng Rumeli Hissari di sebuah
wilayah Eropa di selat Bosporus pada tempat paling sempit
57
yang berhadapan dengan sebuah benteng yang pernah
dibangun oleh Sulthan Beyazid.” Ash-Shalabi, 2015: 176).
Kutipan cerita di atas menggambarkan keberanian Sulthan
Muhammad Al-Fatih dalam melakukan sesuatu hal. Yang pertama
adalah ketika dia masih kecil dia sudah berani mengikuti peperangan
yang terjadi pada masa pemerintahan ayahnya. Keberaniannya ini
adalah didasarkan pada ilmu yang akan dia dapatkan ketika mengikuti
peperangan. Dengan mengikuti peperangan itu Sulthan Al-Fatih
mengetahui berbagai strategi leluhurnya secara langsung yang dapat ia
jadikan strategi di masa pemerintahannya. Kemudaian yang kedua
adalah pembangunan benteng di dekat benteng Konstantinopel.
Pembangunan ini didasarkan pada strategisnya tempat itu sehingga
dapat menenggelamkan kapal-kapal dagang yang menuju ke
Konstantinopel.
12. Tawadhu’
Tawadhu‟ artinya rendah hati, lawan dari sombong atau
takabur. Sikap tawadhu‟ terhadap sesama manusia adalah sifat mulia
yang lahir dari kesadaran akan Kemahakuasaan Allah SWT. atas
segala hamba-Nya. Manusia adalah makhluk lemah yang tidak berarti
apa-apa di depan Allah SWT.. Manusia membutuhkan karunia,
ampunan dan rahmat dari Allah SWT.. Tanpa rahmat dan nikmat Allah
SWT. manusia tidak akan bisa bertahan hidup, bahkan tidak akan
pernah ada di atas permukaan bumi ini (Ilyas, 2007: 123).
58
Allah SWT. berfirman:
ن مشون على الرض حمن الذ اذا خاطبهم وعباد الر هونا و
الجهلون قالوا سلما
Artinya: “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih
itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah
hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan
kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam,”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Furqan: 63).
Jika dilihat, ayat di atas menggambarkan sebuah pernyataan
dari Allah SWT. tentang hamba-hamba-Nya yang rendah hati kepada
semua orang yang ditemui, bahkan kepada orang yang jahil pun
mereka tetap menghormati dengan kata-kata yang mengandung
keselematan. Dengan demikian sebagai hamba Allah, kita harus terus
berusaha untuk bisa bersikap rendah hati bagaimanapun keadaan kita.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak tawadhu‟ adalah sebagai berikut:
“Kemudian Sulthan Muhammad Al-Fatih pergi ke kemah Aaq
Syamsuddin. Dia mencium tangan gurunya. Lantas dia berkata,
“Wahai guruku! Ajari saya sebuah doa agar saya bisa berdoa
kepada Allah SWT. dengannya supaya Dia memberikan taufik
kepadaku.” (Ash-Shalabi, 2015: 239).
Kutipan cerita di atas menggambarkan ketawadhu‟an Suthan
Muhammad Al-Fatih terhadap gurunya. Sebagai seorang penguasa
Daulah Utsmaniyah yang disegani oleh semua orang, Sulthan Al-Fatih
tetap bersikap rendah hati terhadap gurunya. Dia mencium tangan
gurunya sebagai wujud penghormatannya kepada seorang guru.
59
13. Adil
Istilah adil berasal dari kata berbahasa Arab ‘adl yang artinya
sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, adil dapat diartikan
sebagai membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama
kepada orang-oang atau kelompok dengan status yang sama. Sebagai
contoh adalah semua warga negara, sekalipun dengan status sosial,
ekonomi, dan politik yang berbeda-beda akan tetap mendapatkan
perlakuan yang sama di mata hukum.
Dalam pengertian kedua, adil dapat diartikan dengan
memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang
sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya orang tua yang adil akan
membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan
masing-masing sekalipun secara nominal masing-masing tidak
mendapatkan jumlah yang sama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil diartikan (1) tidak
berat sebelah; tidak memihak; (2) berpihak kepada yang benar;
berpegang kepada kebenaran; dan (3) sepatutnya; tidak sewenang-
wenang. Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua makna kata
adil di atas. Dengan prinsip persamaan seorang yang adil tidak akan
memihak kecuali kepada yang benar (Ilyas, 2007: 235).
Allah SWT. berfirman:
نهما فان بغت ن اقتتلوا فاصلحوا ب ىفتن من المؤمن وان طاء الى امر حتهى تف تبغ احدىهما على الخرى فقاتلوا الت
60
نهما بالعدل واق ءت فاصلحوا ب فان فا حب الله سطوا ان الله
ن المقسط
Artinya: “Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin
berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu
dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain,
maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu
telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah
antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh,
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Departemen
Agama RI, 1989: QS. Al-Hujurat: 9).
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak adil adalah sebagai berikut:
“Sulthan Muhammad Al-Fatih memperlakukan Ahli Kitab
sesuai ketentuan syari‟at Islam. Dia memberi mereka hak-hak
beragama dan tidak pernah menzhalimi atau mengganggu satu
orang Kristen pun. Sebaliknya, dia menghormati dan berbuat
baik kepada para pemimpin mereka. Slogan yang selalu dia
katakan, “Keadilan adalah fondasi kekuasaan.”‟ (Ash-Shalabi,
2015: 294).
“Pada waktu itu, Sulthan Muhammad Al-Fatih mengeluarkan
perintah kepada pasukannya agar menarik diri untuk memberi
kesempatan meriam-meriam beristirahat supaya bisa
melakukan tugasnya sekali lagi. Meriam-meriam itu telah
menghujani pagar-pagar beserta para penjaganya dengan
peluru-peluru dan membuat mereka kelelahan setelah
begadang sepanjang malam.” (Ash-Shalabi, 2015: 205).
Kutipan cerita di atas menggambarkan akhlak adil Sulthan
Muhammad Al-Fatih. Ketika Sulthan Al-Fatih telah sampai pada
gerbang kemenangan, di sana masih banyak penduduk yang masih
hidup karena tidak ikut perang. Dan karena keshalihannya, Sulthan Al-
Fatih pun lebih memilih untuk bersikap sesuai ketentuan syari‟at Islam
yang selalu berbuat adil kepada siapapun juga. Dan Sulthan Al-Fatih
61
juga memiliki slogan yang sangat luar biasa yang berbunyi, “Keadilan
adalah fondasi kekuasaan.”
14. Peduli Sosial
Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
(113). Sikap peduli sosial ini merupakan salah satu cara untuk
memenuhi kewajiban kita untuk berakhlak kepada sesama manusia.
Allah SWT. berfirman:
مم وتعاونوا على البر والتقوى ول تعاونوا على ال
د ا شد ان الله لعقاب والعدوان واتقوا الله
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Maidah: 2).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT. memerintahkan
kepada kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan saling
mengingatkan agar tidak berbuat kejahatan kepada saudara-saudara
kita sesama Muslim.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak peduli sosial adalah sebagai berikut:
“Dia meningkatkan kemampuan orang-orang di sekitarnya
serta memperkuat mereka dengan pengetahuan manajemen dan
militer yang cukup baik. Semua ini membantu dalam
menstabilkan dan memajukan Daulah Utsmaniyah.” (Ash-
Shalabi, 2015: 169).
62
“Sulthan Muhammad II juga memberikan perhatian khusus
dengan melatih pasukannya dengan berbagai seni perang,
dilengkapi pasukannya dengan berbagai persenjataan sehingga
menjadikan mereka ahli dalam melakukan operasi jihad yang
ditunggu-tunggu.” (Ash-Shalabi, 2015: 176).
Kutipan cerita di atas menggambarkan tentang Sulthan
Muhammad Al-Fatih yang peduli terhadap orang-orang di sekitarnya
(peduli sosial). Di saat Sulthan Al-Fatih telah menjadi penguasa
tertinggi Daulah Utsmaniyah, dia tetap memikirkan kemampuan
orang-orang di sekitarnya. Sebagai seorang penguasa, dia ingin seluruh
pasukannya memiliki kualitas yang terbaik. Sulthan memberi mereka
pendidikan-pendidikan yang diperlukan pada masa itu seperti
pendidikan manajemen, militer, seni perang, serta memberikan mereka
fasilitas khusus seperti persenjataan terbaik pada masa itu. Kepedulian
Sulthan Al-Fatih terhadap orang-orang di sekitarnya ini kemudian
menjadikan Sulthan memiliki pasukan yang berkualitas dan siap
perang dengan dasar-dasar ilmu peperangan yang kuat.
15. Cinta Damai
Cinta damai yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya (Zakiyah dan Rusdiana, 2014: 113). Sebagai seorang Muslim,
kita wajib untuk memperlihatkan bahwa Islam merupakan agama yang
mencintai kedamaian.
63
Allah SWT. berfirman:
ع انه هو السم وان جنحوا للسلم فاجنح لها وتوكل على الله
م العل
Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka
condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya dialah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Anfal:
61).
Ayat di atas menjelaskan bahwa ketika tengah berada pada
suatu situasi yang lebih condong kepada penyelesaian dengan cara
damao, maka Allah SWT. menyuruh kita untuk lebih memilih
penyelesaian dengan cara damai tersebut.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak cinta damai adalah sebagai berikut:
“Muhammad Al-Fatih yakin bahwa kota Konstantinopel
hampir saja jatuh ke tangan pasukan Utsmani. Meskipun
demikian dia berusaha memasukinya dengan damai. Dia lalu
menulis surat kepada Kaisar Constantine dan memintanya
untuk menyerahkan kota itu tanpa terjadi pertumpahan darah.
Dia menawarkan jaminan keamanan untuknya beserta keluarga
dan para pembantunya dan semua penduduk Konstantinopel
yang ingin meninggalkan kota itu ke manapun mereka
kehendaki. Dia menjamin tidak akan terjadi pertumpahan
darah di dalam kota dan mereka tidak akan mendapatkan
gangguan apapun. Mereka juga bisa memilih untuk tetap
tinggal di Konstantinopel atau pergi meninggalkannya.” (Ash-
Shalabi, 2015: 196).
Kutipan cerita di atas menggambarkan tentang Sulthan
Muhammad Al-Fatih yang cinta damai terhadap sesama manusia.
Ketika Sulthan Al-Fatih telah sampai kepada gerbang kemenangan
dengan keberhasilan pasukannya meruntuhkan benteng
64
Konstantinopel, sebagai seorang pemimpin yang berakhlak, Sulthan
Al-Fatih lebih memilih untuk bernegosiasi dengan Kaisar Constantine
agar menyerahkan kota dengan damai. Jika hal itu disetujui, Sulthan
menjamin tidak akan terjadi pertumpahan darah di dalam kota dan
penduduk kota pun tidak akan ada yang akan mendapat gangguan
apapun.
Hal ini Sulthan lakukan adalah karena pada saat itu Sulthan
mengetahui bahwa benteng Konstantinopel sudah lemah dan banyak
yang roboh karena serangan meriam dan penjaganya pun sudah banyak
yang mati dalam peperangan. Dan jika terus dilanjutkan pun sudah
tidak memungkinkan bagi pasukan Konstantinopel untuk bisa
bertahan. Dan dengan alasan itulah kemudian Sulthan ingin
menyelesaikan penaklukan ini dengan damai agar tidak ada
pertumpahan darah kembali. Akan tetapi, karena Kaisar Constantine
tidak menyetujui penawaran tersebut, Sulthan Al-Fatih pun
melanjutkan jihadnya untuk menaklukkan Konstantinopel yang
berujung pada kemenangab Sulthan Muhammad Al-Fatih.
16. Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, yang berarti
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Secara
umum, istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, suka
rela, dan kelembutan. Unesco mengartikan toleransi sebagai sikap
saling menghormati, saling menerima, dan saling menghargai di
65
tengah keberagaman budaya. Toleransi beragama adalah toleransi yang
mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang
berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya
(Casram, 2016: 188).
Dalam bukunya, Zakiyah dan Rusdiana (2014: 112)
mendefinisikan toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
Allah SWT. berfirman:
ن لم قات عن الذ ن ولم خرجوكم ل نهىكم الله لوكم فى الد حب هم ان الله ا ال وهم وتقسطو ن داركم ان تبر م
ن المقسط
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.” (Departemen Agama RI, 1989: QS. Al-Mumtahanah: 8).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT. tidak melarang
umat Muslim untuk berbuat baik kepada orang-orang non-muslim.
Bahkan dalam ayat di atas Allah SWT. menegaskan bahwa Dia
menyukai orang-orang yang berlaku adil, yang hal ini mengisyaratkan
bahwa sebagai Muslim yang baik kita harus tetap berlaku adil kepada
siapapun.
66
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak toleransi adalah sebagai berikut:
“Sulthan Al-Fatih memberikan kebebasan kepada orang-orang
Kristen untuk melaksanakan ritual agama mereka dan memilih
pemimpin yang mempunyai hak untuk memutuskan hukum
dalam masalah agama mereka. Sulthan juga memberikan hak
ini kepada para pemuka gereja di wilayah-wilayah lain. Akan
tetapi pada saat yang sama, Sulthan mewajibkan mereka semua
untuk membayar jizyah.” (Ash-Shalabi, 2015: 208).
Sulthan Muhammad Al-Fatih memperlihatkan sikap toleransi
terhadap orang-orang Kristen karena didorong oleh
komitmennya yang kuat dengan agama Islam yang agung dan
keinginannya untuk meneladani Rasulullah SAW. dan
Khulafa‟ur Rasyidin. (Ash-Shalabi, 2015: 210).
“Sulthan Al-Fatih menemui para uskup dan menenangkan
mereka dari ketakutan, membiarkan mereka tetap memeluk
keyakinan lama mereka dan menjalankan ritual agama mereka
di gereja-gereja.” (Ash-Shalabi, 2015: 209).
Kutipan cerita di atas menggambarkan tentang Sulthan
Muhammad Al-Fatih yang menampilkan sikap toleransinya kepada
orang-orang Kristen. Sulthan Al-Fatih memberikan kebebasan kepada
mereka untuk tetap memeluk keyakinan lama mereka, melaksanakan
ritual agama mereka di gereja-gereja dan memilih pemimpin mereka
sendiri. Hal ini merupakan wujud komitmen Sulthan Al-Fatih untuk
terus meneladani Rasulullah SAW. dan Khulafa‟ur Rasyidin dalam
bersikap toleransi kepada orang lain.
17. Peduli Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda tak bernyawa lainnya (Marzuki, 2009: 24). Dan
67
pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan
di sekitar kita adalah bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah
yang harus menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam berjalan
sesuai fungsi ciptaan-Nya (Saproni, 2015: 55).
Peduli lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam dan sekitarnya
dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi (Zakiyah dan Rusdiana, 2014: 113).
Allah SWT. berfirman:
طمعا ول تفسدوا فى الرض بعد اصلحها وادعوه خوفا و
ن ن المحسن ب م قر ان رحمت الله
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-
Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Departemen Agama
RI, 1989: QS. Al-A‟raf: 56).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT. melarang kita
untuk melakukan kerusakan di muka bumi ini. Sebagai seorang
Muslim, kita harus menyadari bahwa semua yang ada di sekitar kita
merupakan titipan dari Allah SWT. yang harus kita jaga bersama-
sama. Kita harus meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan
dengan senantiasa menjaga dan memperbaiki kerusakan yang ada.
Kutipan cerita yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
akhlak peduli lingkungan adalah sebagai berikut:
68
Sulthan juga mengirimkan utusan kepada penduduk Galata
yang saat itu bersikap netral, menegaskan agar mereka tidak
ikut campur dalam semua hal yang akan terjadi, meminta
komitmen mereka untuk tidak melanggar perjanjian yang telah
disepakati dan menjamin akan mengganti semua kerugian yang
menimpa mereka akibat perang. (Ash-Shalabi, 2015: 201).
Kutipan cerita di atas menggambarkan tentang Sulthan
Muhammad Al-Fatih yang peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Hal
ini terdapat dalam kutipan yang menceritakan bahwa Sulthan Al-Fatih
akan mengganti semua kerugian yang akan diterima oleh penduduk
Galata akibat peperangan. Pemindahan kapal melalui jalur darat
dilakukan melewati hutan yang berada di sekitar Galata yang
mengharuskan untuk menebangi pohon-pohon yang ada di sana. Hal
inilah yang membuat Sulthan Al-Fatih menjanjikan ganti rugi untuk
memperbaiki segala kerusakan akibat peperangan, termasuk
memperbaiki hutan tersebut.
69
BAB IV
RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM BUKU MUHAMMAD AL-FATIH SANG PENAKLUK
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan relevansi nilai-nilai pendidikan
akhlak yang ada dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk terhadap
pendidikan kepemimpinan pemuda Islam. Di sini penulis akan membaginya ke
dalam beberapa poin, yaitu dimulai dengan memberikan gambaran atau potret
kepemimpinan yang ada pada saat ini, menampilkan penyebabnya dengan melihat
sejarah yang pernah ada di dalam dunia Islam, dan yang terakhir memberikan
kontrubusi pemikiran untuk membantu menyelesaikan beberapa permasalahan
yang ada itu melalui konsep yang penulis temukan dalam penelitian ini.
A. Potret Kepemimpinan Saat Ini
Dari 17 akhlak yang penulis temukan dalam buku Muhammad Al-
Fatih Sang Penakluk di atas, memang beberapa di antaranya telah terlihat
pada fenomena kepemimpinan di Indonesia. Akan tetapi jika dilihat dari
banyaknya kasus yang terjadi, ternyata masih banyak juga penyimpangan
yang terjadi. Beberapa penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain:
1. Banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di beberapa daerah
di seluruh Indonesia. Ini menandakan bahwa mereka belum ikhlas
dalam memimpin. Mereka mengharapkan imbalan sehingga berbuat
korupsi (https://katadata.co.id/infografik/2019/07/18/selama-2004-
2019-ada/ diakses pada senin, 16 September 2019, pukul 08.00 WIB).
70
2. Masih banyak pemimpin yang belum menerapkan sikap amanah dalam
kepemimpinannya, mereka yang seharusnya mensejahterakan rakyat
namun malah terjebak dalam nafsu pribadinya sehingga hanya
mensejahterakan dirinya sendiri, keluarganya dan kelompoknya sendiri
(https:/pontianak.tribunnews.com/2013/10/07/tak-habis-pikir/diakses
pada senin, 16 September 2019, pukul 08.23 WIB).
3. Banyak pemimpin yang tidak jujur, dalam perekrutan tenaga kerja
misalnya, dalam mendapatkan posisi tertentu masih banyak pemimpin
yang bisa disuap. Sehingga banyak tenaga kerja yang malah
menambah masalah baru karena mereka tidak berkualitas
(https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4708113/ diakses
pada senin, 16 September 2019, pukul 08.08 WIB).
4. Beberapa pemimpin juga ada yang kurang menghormati para ulama
dan makin parahnya mereka malah memidanakan beberapa dari ulama
tersebut yang tidak sejalan dengan pemimpin
(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20180120/diakses pada senin, 16
September 2019, pukul 08.03 WIB).
5. Banyak hakim yang masih bisa disuap sehingga memenangkan salah
satu pihak yang berperkara, ini menandakan bahwa pengadilan yang
ada belum bisa berbuat adil (https://m.detik.com/news/kronologi-ott-
kpk-jerat-hakim/diakses pada senin, 16 September 2019, pukul 08.23
WIB).
71
6. Pertikaian antar umat beragama yang terjadi di beberapa daerah
membuktikan bahwa sikap saling toleransi belum diperlihatkan oleh
beberapa pemimpin di daerah-daerah rawan pertikaian tersebut.
(https://hukamnas.com/contoh-konflik-antar-agama/ diakses pada
senin, 16 September 2019, pukul 08.17 WIB).
B. Penyebab Terjadinya Krisis Akhlak
Sejarah mencatat bahwa krisis akhlak pernah melanda dunia Islam
pada akhir abad klasik. Pada masa itu ukhuwah Islamiyah sudah tergerus
oleh kepentingan politik, golongan faham dan kusukuan. Para penguasa
saat itu sudah banyak yang terlibat dalam perbuatan yang memperturutkan
hawa nafsu, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sedangkan putera-putera
mahkota sudah banyak yang bergelimang dengan perbuatan maksiat,
berkelahi antara satu dan lainnya karena memperebutkan kekuasaan,
kedudukan, dan pengaruh (Nata, 2007: 220).
Sejak saat itu para ulama mencoba menghadapi keadaan tersebut
dengan mengarahkan kegiatan untuk membina akhlak. Al-Ghazali
misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan
budi pekerti yang mencakup penanaman kualitas moral dan etika seperti
kepatuhan, kemanusiaan, kesederhanaan, dan membenci terhadap
perbuatan buruk seperti pola berfoya-foya dan kemungkaran lainnya.
72
Sebelum itu Ibn Maskawih telah pula mengembangkan teori
tentang akhlak. Menurutnya akhlak tidak bersifat natural atau
pembawaan, tetapi hal itu perlu diusahakan secara bertahap, antara
lain melalui pendidikan.
Gerakan pembinaan akhlak melalui pendidikan ini dilakukan
oleh ulama-ulama berikutnya. Hasilnya memang cukup
mengagumkan. Akhlak mulai meningkat, tetapi perhatian terhadap
ilmu pengetahuan atau pembunaan terhadap kecerdasan intelektual
tetinggal. Akibatnya mulai di abad pertengahan umat Islam tertinggal
dalam bidang ilmu pengetahuan.
Keharusan menciptakan keseimbangan antara akhlak dengan
kecerdasan intelektual menjadi tidak seimbang, dan upaya untuk
menciptakan keseimbangan ini tampaknya belum berhasil. Keadaan
sekarang menunjukkan bahwa pendidikan telah berhasil membina
kecerdasan intelektual, tetapi belum berhasil membina kecerdasan
akhlak.
Kini perhatian mengatasi krisis akhlak muncul kembali dengan
terlebih dahulu mencari akar penyebabnya. Akar-akar penyebab
timbulnya krisis akhlak tersebut di antaranta adalah sebagai berikut:
1. Krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama
yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self
control). Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum
73
dan masyarakat. namun karena hukum dan masyarakat juga sudah
lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol.
2. Krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh
orang tua, sekolah, dan masyarakat yang sudah kurang efektif.
Ketiga institusi pendidikan ini sudah terbawa oleh arus kehidupan
yang lebih mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan
pembinaan mental spiritual. Kebiasaan orang tua shalat jama‟ah
bersama keluarga di rumah, membaca Al-Qur‟an, dan memberikan
keteladanan yang baik kepada putera-puterinya sudah kurang
banyak dilakukan, karen waktunya habis untuk mencari materi.
Padahal dalam mendidik akhlak ini yang harus dilakukan bukan
hanya sekedar mempelajari saja, melainkan diperlukan
keteladanan dan pembiasaan.
3. Krisis akhlak terjadi disebabkan karena derasnya arus budaya
materialistik, hedonistik, dan sekularistik. Derasnya arus budaya
yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang
semata-mata mengeruk keuntungan material dengan memafaatkan
remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak.
4. Krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang
sungguh-sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, teknologi,
sumber daya manusia, peluang, dan sebagainya yang dimiliki
pemerintah belum banyak digunakan untuk melakukan pembinaan
akhlak bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah oleh
74
adanya ulah sebagian elite penguasa yang semata-mata mengejar
kedudukan, kekayaan, dan sebagainya dengan cara-cara yang tidak
mendidik seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Bangsa yang
melihat perilaku pemimpinnya yang demikian, kemudian ikut-
ikutan meniru, dan akibatnya wibawa pemerintah semakin
menurun.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa untuk saat ini
pendidikan yang diterima oleh pemuda Islam sebenarnya telah
berhasil membina mereka dalam hal kecerdasan intelektual. Akan
tetapi, karena kecerdasan intelektual itu tidak diimbangi dengan
pendidikan akhlak, maka yang terjadi adalah meluasnya krisis akhlak
di kalangan pemuda yang membuat mereka tidak memiliki kontrol diri
dalam melakukan sesuatu dan lebih berorientasi kepada materi.
Banyak di antara mereka yang dengan kecerdasan
intelektualnya tersebut kemudian terpilih menjadi pemimpin yang
diharapkan dapat membawa kebaikan bagi seluruh masyarakat,
bangsa, dan negaranya. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak
terjadi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan tindakan tidak terpuji
lainnya yang malah membuat kerugian bagi masyarakat, bangsa, dan
negara.
Adapun jika kita melihat sosok Sulthan Muhammad Al-Fatih,
meskipun dia merupakan seorang putera mahkota, yang pada
75
umumnya putera mahkota itu seringkali bersikap otoriter dan
berkehendak semaunya sendiri, akan tetapi lahirnya seorang
pemimpin dari jalur keturunan/putera mahkota itupun ternyata bisa
memiliki akhlak yang baik dan mampu membawa kesuksesan dalam
sejarah kaepimpinan dalam Islam. Hal ini disebabkan karena dalam
proses pendidikannya itu tetap memerhatikan keseimbangan antara
pendidikan akhlak dan intelektualitas.
Sejak kecil, Sulthan Al-Fatih telah dipersiapkan untuk menjadi
seorang pemimpin yang memiliki akhlak mulia melalui para ulama-
ulama besar pada zamannya. Ketegasan mereka dalam memberikan
pendidikan agama dan pendidikan umum lainnya benar-benar telah
membuat Sulthan Al-Fatih memiliki akhlak yang mulia dan kecakapan
dalam memimpin sehingga dia dapat menjadi seorang pemimpin
terbaik yang dapat menaklukkan Konstantinopel pada usia muda
sekalipun.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu
penyebab utama merosotnya akhlak para pemimpin yang ada pada
saat ini adalah karena adanya ketidakseimbangan antara intelektualitas
dan akhlakul karimah. Banyak di antara pemimpin yang telah
meninggalkan pegangan sekaligus kontrol diri yang terdapat dalam
ajaran agama karena dalam pendidikannya hanya berorientasi
terhadap nilai mata pelajaran yang tinggi namun tidak diimbangi
dengan akhlak yang tinggi pula.
76
Karena hilangnya agama sebagai kontrol diri ini, maka mereka
melakukan berbagai hal dengan tanpa memiliki batasan-batasan
akhlak yang semestinya dan hanya menyesuaikan dengan
keinginannya tanpa ada rasa takut sedikitpun. Mereka menghalalkan
berbagai cara untuk memperoleh apa yang diinginkan.
C. Kontribusi Penulis
Melihat ketidakseimbangan yang ada ini, krisis akhlak haruslah
segera diperbaiki dengan memberikan pendidikan akhlak kepada para
pemuda Islam. Pemuda merupakan generasi penerus yang kelak akan
menjadi pemimpin di masa depan. Mereka harus disiapkan dengan
dibekali pendidikan akhlak untuk dapat menjadi pemimpin yang lebih baik
dan memiliki kontrol diri sehingga dapat membawa negeri ini menjadi
lebih baik.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Maskawih, bahwa akhlak
bukanlah hal yang bersifat natural atau sudah ada sejak lahir. Akan tetapi,
dalam pembentukannya, akhlak memerlukan peneladanan dan
pembiasaan.
Peneledanan ini bisa dilakukan dengan memberikan contoh
langsung kepada para pemuda untuk berakhlak baik, maupun dengan
mengenalkan mereka dengan sosok-sosok pemimpin Islam yang memiliki
akhlak mulia yang dapat menjadi teladan bagi mereka. Pengenalan
terhadap sosok-sosok mulia ini penting karena ketika pemuda telah
77
mengidolakan seseorang, mereka cenderung akan mengikuti apapun yang
mereka idolakan tersebut.
Melihat kenyataan yang terjadi saat ini, bahwa para pemuda sudah
banyak yang mengidolakan tokoh-tokoh Barat seperti yang ada pada film-
film yang mereka tonton setiap hari, merupakan sebab lain dari lahirnya
sikap materialistis dan jauhnya mereka dari agama. Hal ini menjadi tugas
berbagai pihak yang harus ikut serta berjuang dalam memperbaiki krisis
ini. Hubungan baik antara sekolah dan keluarga akan dapat membantu
tercapainya tujuan penyeimbangan ini.
Tugas orang tua di rumah adalah tetap mengawasi dan
mendisiplinkan putera-puterinya agar tetap berpegang pada akhlak yang
mulia. Pembiasaan seperti sholat berjamaah bersama keluarga, membaca
Al-Qur‟an, dan tukar pikiran antara anak dan orang tua akan dapat
menjadikan mereka memiliki pribadi yang memiliki disiplin dan penuh
kasih sayang terhadap sesamanya.
Adapun tugas pendidik sebagai orang tua di sekolah adalah
memberikan mereka teladan dan juga mengarahkan mereka agar terus
berakhlak baik. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pembelajaran
melalui berbagai media, seperti mengajak mereka mengilhami dan
membaca sejarah-sejarah para tokoh Islam yang berakhlak mulia, baik
melalui peneladanan langsung maupun melalui buku-buku yang ada
78
termasuk buku Sulthan Al-Fatih Sang Penakluk karya Dr. Ali Muhammad
Ash-Shalabi yang tengah penulis teliti ini.
Buku Sulthan Muhammad Al-Fatih Sang penakluk ini berisi
sejarah tokoh pemuda Islam yang memiliki akhlak mulia dan dengan
akhlaknya tersebut, dia mampu menaklukan Konstantinopel yang
merupakan kota dengan pertahanan terkuat pada zamannya. Dalam
penelitian ini, penulis menemukan 17 akhlak yang dapat diteladani sebagai
seorang pemimpin. Di antara beberapa akhlak tersebut yaitu: takwa,
i‟tisham, ikhlas, syukur, berilmu, shidiq, amanah, istiqamah, futuwwah,
mujahadah, syaja‟ah, tawadhu‟, adil, peduli sosial, cinta damai, toleransi,
dan peduli lingkungan.
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk ini sangat relevan jika diterapkan
dalam pendidikan kepemimpinan pemuda Islam di Indonesia saat ini.
Akhlak-akhlak mulia yang ditampilkan oleh Sulthan Al-Fatih merupakan
jawaban dari permasalahan-permasalahan yang muncul dalam fenomena
kepemimpinan yang ada saat ini.
Pendidikan akhlak ini dapat dimulai dengan mengenalkan para
pemuda Islam kepada sosok-sosok pemimpin yang dapat menjadi teladan
bagi para pemuda Islam, seperti Sulthan Muhammad Al-Fatih. Hal ini
penting, karena pada usia tersebut para pemuda akan cenderung mengikuti
berbagai hal yang dilakukan oleh orang yang diidolakannya. Dan jika yang
79
diidolakannya adalah orang yang tidak tepat, maka sifat yang tertanam
dalam dirinya pun dapat menjadi tidak baik dan melahirkan pemimpin-
pemimpin yang tidak baik. Oleh karena itu, pada saat itulah mereka harus
dikenalkan pada sosok-sosok yang tepat yang dapat membentuk akhlak
mereka menjadi baik.
Mereka harus dikenalkankan kepada sosok yang dapat
menjadikannya bisa berlaku disiplin untuk selalu menjalankan perintah
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya sebagaimana yang dilakukan
oleh Sulthan Muhammad Al-Fatih. Dengan adanya komitmen terhadap
Islam ini, dapat dipastikan bahwa tidak akan ada lagi kasus-kasus
pemimpin yang melakukan penyimpangan.
Ketika para pemuda telah memiliki komitmen kuat terhadap Islam,
tentu saja akhlak baiklah yang akan mereka tampilkan dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Mereka akan memiliki rasa takut untuk berbuat buruk
karena kontrol dalam dirinya telah terbangun dengan adanya agama yang
dia jadikan pegangan hidupnya. Mereka akan merasa setiap hal yang
diperbuatnya adalah diawasi dan akan diminta pertanggungjawabannya di
hadapan Allah SWT.. Dengan adanya kontrol diri dan komitmen kuat
terhadap agama ini pula, tentu secara otomatis seluruh perbuatannya pun
akan berdasarkan komitmen yang ada padanya itu
Di samping adanya pendidikan akhlak yang dapat dijadikan
sebagai kontrol diri ini, seorang pemimpin juga memerlukan pendidikan
80
intelektualitas yang akan diperlukan dalam kepemimpannya di masa
depan. Pendidikan intelektualitas itu akan membuatnya memiliki
kecakapan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Saat
seseorang memiliki pendidikan intelektualitas ini, mereka tidak akan
mudah dibohongi atau dikelabuhi untuk melakukan sesuatu hal yang tidak
benar. Mereka akan memiliki pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat
diputuskan dengan dasar ilmu yang dimilikinya tadi berdasarkan
kebenaran. Pemimpin yang kuat adalah mereka yang mampu
menyeimbangankan antara kekuatan dan keadilan. Kekuatan dalam hal ini
bisa didapat dari seimbangnya antara pendidikan akhlak dan intelektual,
dan keadailan adalah hasil yang akan muncul dari keseimbangan antara
dua ilmu utama kepemimpinan tersebut.
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah penulis paparkan pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk
Secara garis besar, buku berjudul Muhammad Al-Fatih Sang
Penakluk ini memang berisi tentang sejarah penaklukan
Konstantinopel yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih dan para
pendahulunya. Akan tetapi, setelah dicermaati secara lebih mendalam,
penulis menemukan beberapa nilai-nilai pendidikan akhlak,
diantaranya: takwa, i‟tisham, ikhlas, syukur, berilmu, shidiq, amanah,
istiqamah, futuwwah, mujahadah, syaja‟ah, tawadhu‟, adil, peduli
sosial, cinta damai, toleransi, dan peduli lingkungan.
2. Relevansi nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku Muhammad Al-
Fatih Sang Penakluk terhadap Pendidikan Kepemimpinan Pemuda
Islam
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam buku
Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk ini sangat relevan jika diterapkan
dalam pendidikan kepemimpinan pemuda Islam di Indonesia saat ini.
82
Akhlak-akhlak mulia yang ditampilkan oleh Sulthan Al-Fatih
merupakan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang muncul
dalam fenomena kepemimpinan yang ada saat ini. Pendidikan akhlak
ini dapat dimulai dengan memberikan peneladanan dan pembiasaan
dalam kehidupan sehari-hari kepada para pemuda Islam terhadap
sosok-sosok pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi mereka.
Komunikasi yang baik antara guru di sekolah dan orang tua di rumah
akan sangat menunjang keberhasilan pendidikan kepemimpinan yang
berdasarkan nilai-nilai akhlak ini. Tugas guru di sekolah adalah
memberikan teladan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui media-media yang relevan, sedangkan tugas orang tua di
rumah adalah mengawasi mereka dalam membiasakan akhlak yang
telah mereka dapatkan dari sekolah melalui jurnal harian yang harus
mereka isi seteiap melaksanakan pembiasaan tersebut.
B. Saran
1. Bagi Orang Tua
Pendidikan akhlak merupakan hal mendasar yang harus diajarkan,
diteladankan dan dibiasakan oleh orang tua kepada anak-anak agar
dapat membangun akhlak baik pada jiwa mereka. Pendidikan akhlak
ini penting untuk dibiasakan karena pada kenyataannya banyak sekali
anak-anak yang dalam masyarakat berbuat semaunya sendiri dan tidak
menampilkan akhlak.
83
2. Bagi Dunia Sastra
Dalam membuat sebuah karya sastra sebaiknya tidak hanya memuat
tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual, namun juga
harus memperhatikan isi dan memasukkan pesan yang dapat diambil
dari karya sastra tersebut. Sehingga karya sastra tersebut dapat menjadi
lebih bermakna dan dapat memberikan kontribusi untuk memberikan
pendidikan bagi para pembacanya.
3. Bagi Dunia Pendidikan
Keberhasilan suatu pendidikan bukan hanya dilihat dari seberapa
kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh para peserta didik. Akan
tetapi, keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika mereka dapat
menguasai pendidikan akhlak yang dapat dijadikan sebagai kontrol diri
dalam menggunakan kecerdasan intelektualnya.
4. Bagi Karya Penelitian
Saat ini telah banyak karya sastra yang di dalamnya mengandung
inspirasi dan nilai-nilai akhlak yang dapat bermanfaat dalam
kehidupan. Dengan demikian, sebaiknya dalam menyusun penelitian,
peneliti juga bisa menjadikan karya sastra sebagai objek penelitian di
samping meneliti tentang lingkungan maupun dunia pendidikan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Alamsyah, Yosep Aspat. Akhlak Mulia dalam Kepemimpinan Pendidikan.
Lampung: IAIN Raden Intan Press.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 1987. Pendakian Menuju Allah. Terjemahan oleh
Kathur Suhardi. 1998. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Alting, Muh Guntur. 2010. Asas-Asas Multiple Researches. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Aminuddin, dkk. 2014. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Anshory, Muhammad Isa. 2010. Kolonialisme dan Misi Kristen di Jawa. Tesis
tidak diterbitkan. Surakarta: Program Studi Magister Pemikiran Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2015. Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk. Solo:
Al-Wafi.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2017. Biografi Utsman bin Affan. Jakarta Timur:
Ummul Qura
Casram. Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural.
Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 1, No. 2, Juli 2016.
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Serajaya
Sentra
Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.
Khamdani, Puji. 2014. Kepemimpinan dan Pendidikan Islam. Jurnal Madaniyah
Edisi VII Agustus 2014.
Kristeva, Nur Sayyid Santoso. 2016. Kepemimpinan Demokratik-Transformatik.
Purwakarta: STAIN Purwakarta Press.
Lidwa Pusaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadits.
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Yogyakarta: Debut Wahana Press.
Maunah, Binti. 2009. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Teras.
85
Mawangir, Muh. 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Perspektif Tafsir Al-
Misbah Karya Muhammad Muhammad Quraish Shihab. Tadrib, Vol. IV,
No. 1, Juni 2018.
Mohammad, Harry. 2008. 44 Teladan Kepemimpinan Muhammad. Jakarta: Gema
Insani.
Muhtadin. Kajian Komunikasi Allah tentang Taqwa. Wacana, Vol. XIII, No. 1,
Februari 2014.
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Naafs, Suzanne dan Ben White. Generasi Antara: Refleksi tentang Studi Pemuda
Indonesia. Jurnal Studi Pemuda, Vol. 1, No. 2, September 2012.
Nata, Abuddin. 2003. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Saebani, Beni Ahmad dan Hendra Akhdhiyat. 2009. Ilmu Pendidikan Islam.
Bandung: Pustaka Setia.
Saproni. 2015. Panduan Praktis Akhlak Seorang Muslim. Bogor: CV. Bina Karya
Utama.
Sholeh, Asrorun Niam. 2006. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit
Elsas.
Sholikhin, Muhammad. 2009. Menjadikan Diri Kekasih Ilahi. Penerbit Erlangga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wuradji, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hasindita Graha
Widya.
Zakiyah, Qiqi Yuliati dan Rusdiana. 2014. Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka
Setia.
http://fimadani.com/2012/02/06/sejarawan-islam-prof-dr-ali-muhammad-ash-
shalabi) diakses pada Selasa 07 Mei 2019 pukul 14.39 WIB.
https://fokammsi.wordpress.com/diakses pada Sabtu, 07 September 2019, pukul
23.00 WIB.
https://baitulmalfkam.com/diakses pada Sabtu, 7 September 2019 pukul 23.06
WIB.
86
https://scholar.google.com/diakses pada Sabtu, 07 September 2019, pukul 10.56
WIB.
https://sketsanews.com/2015/11/27/walisanga-utusan-khilafah-turki-utsmani-
fakta-atau-fiktif/diakses pada minggu, 8 september 2019 pukul 09.13 WIB.
https://lldikti.wilayah.com/berita-edukasi/ diakses pada Sabtu, 07 September
2019, pukul 10.52 WIB.
https://alamaniyah.wordpress.com/17/05/18/segumpal-daging-itu/ diakses pada
Minggu, 08 September 2019, pukul 20.00 WIB.
https://babarusyda.blogspot.com/2018/03/hadits-setiap-kalian/ diakses pada Senin,
09 September 2019, pukul 08.39 WIB.
https://asysyariah.com/meneladani-akhlak-nabi/ diakses pada Senin, 09
September 2019, pukul 08.45 WIB.
https://muslim.or.id/sebaik-baik-pemimpin/ diakses pada Senin, 09 September
2019, pukul 08.52 WIB.
(https://hukamnas.com/contoh-konflik-antar-agama/ diakses pada senin, 16
September 2019, pukul 08.17 WIB).
(https://m.detik.com/news/kronologi-ott-kpk-jerat-hakim/diakses pada senin, 16
September 2019, pukul 08.23 WIB).
(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20180120/diakses pada senin, 16 September
2019, pukul 08.03 WIB).
(https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4708113/ diakses pada
senin, 16 September 2019, pukul 08.08 WIB).
(https:/pontianak.tribunnews.com/2013/10/07/tak-habis-pikir/diakses pada senin,
16 September 2019, pukul 08.23 WIB).
(https://katadata.co.id/infografik/2019/07/18/selama-2004-2019-ada/ diakses pada
senin, 16 September 2019, pukul 08.00 WIB).
87
88
89
SATUAN KREDIT KEGIATAN
Nama : Muhammad Sholeh Setyawan Prodi : Pendidikan Agama Islam
NIM : 23010-15-0171 Dosen PA : M. Farid Abdullah, S.Pd.I., M. Hum.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1. Workshop Tahfidz
Nasional
“Kontekstualisasi Nilai-
nilai Al-Qur‟an dalam
Membentuk Kepribadian
Huffadz Menuju
Peradaban Dunia”
04 Juni 2016 Peserta 8
2. Seminar Nasional IPNU
IPPNU
“Peran Pemuda dalam
Mengukuhkan NKRI”
04 Maret 2017 Peserta 8
3. Seminar Tafsir Nasional
“Sikap Generasi Muda
Dalam Memahami
Masalah Kekinian dengan
Metode Kajian Tafsir
Kontemporer”
23 November 2017 Panitia 8
4. Workshop Tilawah
Nasional
“Revitalisasi Nada-nada
Qur‟an Sebagai Syi‟ar
11 September 2018 Panitia 8
90
Islam Umat Masa Kini”
5. MAPABA PMII
“ASWAJA Sebagai
Benteng Kader PMII
Untuk Mewujudkan
Mahasiswa yang
Berpribadi Ulul Albab”
18-20 September
2015
Peserta 6
6. UPTPB SIBA
22 Februari-10 Juni
2016
Peserta 6
7. UPTPB SIBI
22 Februari-10 Juni
2016
Peserta 6
8. SK Kepengurusan JQH
Al-Furqan IAIN Salatiga
2017-2018 Pengurus 6
9. Sarasehan dan Siang
Keakraban
“Generasi Al-Furqan
Pelestari Seni Islami”
17 Maret 2017 Panitia 5
10. GSQ Ke-IX Tingkat
Jateng
“Harmoni Syair Qur‟any,
Wujudkan Syiar Islami”
23 September 2017 Panitia 5
11. PAB JQH Al-Furqan 2017
“JQH Sebagai Wadah
2-3 Desember 2017 Panitia 5
91
Lestari Seni Islami”
12. GSQ Ke-X Se-Jateng &
DIY
“Mewujudkan
Pembangunan Mental
Berbasis Seni Qur‟ani”
04 November 2018 Panitia 5
13. PAB JQH Al-Furqan 2015
“Keep on Loving Holly
Qur‟an to Reach a
Peacefullnes of Life”
25-26 Desember
2015
Peserta 4
14. Seminar Kewirausahaan
“Membumikan Seni
Qur‟an Melalui
Wirausaha”
25 Desember 2015 Peserta 4
15. INSPIRASI TAZKIA
“Love Story From Allah”
06 Oktober 2018 Peserta 4
16. Pelatihan Kepramukaan
IAIN Salatiga
19-21 Juli 2018 Peserta 4
17. OPAK FTIK 2015
“Integrasi Pendidikan
Karakter Mahasiswa
Melalui Kampus Edukatif
Humanis dan Religius”
13 Agustus 2015 Peserta 3
92
93