meningkatkan mutu pendidikan nonformal

32
No. 1 | Vol. III | September 2016 Majalah BPKB DIY Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal SKB Bantul Wujudkan GTK Berkompeten 9 772337 940007 FOKUS OPINI CERPEN RESENSI Reformasi Profesi terhadap Globalisasi Pendidikan PAUD Mengelola Konflik dalam Rumah Tangga Beras Raskin Itu

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

1No. 1| Th. IV | September 2016

No. 1 | Vol. III | September 2016Majalah BPKB DIY

Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

SKB Bantul

Wujudkan GTK Berkompeten9

772337940007

FOKUS

OPINI

CERPEN

RESENSI

Reformasi Profesi terhadap Globalisasi Pendidikan PAUD

Mengelola Konflikdalam Rumah Tangga

Beras Raskin Itu

Page 2: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

2 No. 1| Th. IV | September 2016

Salam Hamemayu,BERSYUKUR dan bergembira. Perasaan itulah yang

mengemuka di dada kami, jajaran pengasuh Majalah HA­MEMAYU, ketika pimpinan Balai Pengembangan Kegiat­an Belajar (BPKB) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan majalah dwi bulanan ini terbit kembali di tahun 2016.

Setelah terbit selama dua tahun, 2013 dan 2014, pada tahun berikut media bermotto “Meningkatkan Mutu Pendidik an Non­formal” ini memang sempat tidak terbit karena sesuatu dan lain hal. Tidak munculnya media yang telah ber­ISSN 9772337940007 dari LIPI ini kiranya menimbulkan rasa “kehilangan” bagi keluarga besar BPKB DIY.

Sebuah media, baik yang terbit reguler maupun ber­kala, hakikatnya harus da­pat terbit rutin mengunjungi pembacanya. Ada tanggung­jawab moral yang melekat pada visi dan media media bersangkutan. Media yang menyajikan informasi fakta, opini, dan fiksi serta materi menarik lainnya memiliki ke­kuatan secara inspiratif dan motivatif.

Maka ketika keputusan menerbitkan kembali media yang sudah tampil berwarna sejak edisi kedua ini ditetap­kan, rasa syukur dan gembira di antara pengasuh tidak terelakkan lagi. Rapat redaksi pun segera digelar dengan

dihadiri pimpinan lembaga dan staf.Ada yang menggembirakan pada persiapan edisi

tahun 2016 ini. Yakni kehadiran tiga personel baru ma­hasiswi PPL Pendidikan Luar Sekolah sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta yang sedang berkarya di SKB Bantul, DIY. Ditambah personel lama yang militan, kita berharap pengelolaan media berkala ini dapat lebih baik.

Namanya proses belajar dan berkarya bersama. Meski baru pertama kali dihadirkan dalam rapat re­

daksi, personel baru itu pun langsung mendapat bekal “in house training” dari jajaran redaksi. Mereka mendapat materi praktis tentang jurna­listik yang dapat diterapkan langsung di lapangan nanti­nya.

Seiring dengan tema laporan utama Majalah HA­MEMAYU kali ini tentang pening katan kualitas sumber daya manusia guru dan tenaga kependidikan (GTK), Pimpin­an BPKB DIY berharap agar media yang masih muda usia ini juga meningkat kualitas isi dan tampilannya.

Untuk mewujudkan peningkatan kualitas media ini kiranya bukan hanya dari pengelola namun juga diharap­kan dari para pembaca dan kontributor. Maka sumbang saran dan kiriman tulisan dari Anda sangat diharapkan.

Selamat dan sukses untuk kita semua. *(YBM)

SALAM ReDAksi

2

Diskusi kelompok Diklat Perencanaan Pembelajaran Kursus, di BPKB DIY, 2 Juni 2016. (Foto Ade / Hamemayu)

Pelindung: Kepala Dinas Dikpora DIY Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji, Penanggung jawab: Kepala BPKB DIY Drs. Bambang Irianto, M.Pd.* Pemimpin Redaksi: YB Margantoro * Penyunting: Fauzi Eko Pranyono, AG Irawan* sekretariat/ Redaksi: Hastuti Rahayu,SH, Dra. Endang Isnur, Tri Riyani, Siti Roliyah, S.Kom.* Penata Layout: Praba Pangripta

Majalah BPKB DIY

Selamat Jumpa Kembali

Rapat Redaksi HAMEMAYU beserta para reporter (Foto Prb)

Page 3: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

3No. 1| Th. IV | September 2016

TAJUK dAfTAr iSi

Edukatif dan Pembelajar

Dalam setiap proses belajar mengajar, tentu melekat unsur in­put, output dan outcome. Input adalah komponen masuk an dari mereka yang menuntut ilmu. Kemudian output adalah

komponen keluaran dari si pembelajar. Akhirnya outcome adalah kom­ponen kemanfaatan dari proses belajar yang dapat dimanfaatkan pem­belajar dalam kehidupan sehari­hari di kemudian hari.

Pada prinsipnya, hal tersebut harus dapat “berlaku” di ranah pendi­dikan formal dan pendidikan nonformal. Artinya, asas diperolehnya pe­ningkatan kualitas pembelajar harus dapat dirasakan mereka yang studi di pendidikan formal dan penididikan nonformal. Sebab pada akhirnya peningkatan kualitas hidup tidak lagi ditentukan dari mana pembelajar menuntut ilmu, namun apakah yang bersangkutan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh secara kreatif dan inovatif atau tidak?

Kalau peserta studi atau peserta ajar harus tekun dalam proses belajar, apakah guru atau pamong belajar juga harus melakukan hal demikian? Jawabnya pasti : ya! Artinya, sama halnya dengan menulis adalah “membaca dua kali”, maka seorang guru atau pamong belajar adalah “pembelajar dua kali”. Guru harus belajar lebih dulu dan lebih banyak dibanding mereka yang diajar.

Untuk mengukur karya dan prestasi guru dan tenaga kependidikan (GTK) ada sebuah ajang bernama Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi. Untuk tahun 2016 kegiatan nasional di jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini dilaksanakan di Palu, Sulawesi Tengah. Pada ajang bergengsi ini, Daerah Istiimewa Yogyakarta (DIY) mempe­roleh anugerah pemenang 15 jenis penghargaan.

Kelima belas penghargaan itu diperoleh dua orang guru GTK PAUD, lima orang GTK Kursus, serta delapan orang GTK Dikmas. Delapan orang terakhir ini dari SKB, PKBM, Penilik, Pamong Belajar, Tutor KF, Tutor Paket A, B dan C. Jumlah ini sungguh membanggakan dan menggembirakan, serta patut disyukuri.

Menurut hemat kita, ajang Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Ber­prestasi tersebut memang sangat bagus untuk mengukur kompetensi dan kualitas GTK PAUD dan Dikmas. Melalui ajang tingkat nasional ini, para GTK PAUD dan Dikmas selalu terpacu untuk meningkatkan kualitas diri sebagai pendidik demi peningkatan kualitas peserta didik.

Namun sesuai dengan hakikat pendidik yang merupakan “pem­belajar dua kali”, seorang pamong belajar di PAUD dan Dikmas ha­rus memiliki kesadaran, komiitmen, kompetensi dan konsisensi dalam belajar dan berkarya. Iklim edukatif di kalangan pendidikan, peserta didik, pendidik dan tenaga nonkependidikan, harus ada dan terpelihara. Selanjutnya gerakan pembelajar juga harus disadari dan dilaksanakan dengan baik.

Kembali ke ajang apresiasi, lomba atau penghargaan dalam bidang apapun, apalagi di bidang pendidikan, harus benar­benar menjadi mo­mentum untuk belajar dan berkarya lebih baik kini dan mendatang. Menang atau kalah dalam ajang itu tiidak masalah, kaarena yang lebih penting adlaah bagaimana implementasi ilmu atau kinerja dalam kehi­dupan sehari­hari. * (YBM)

Page 4: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

4 No. 1| Th. IV | September 2016

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Kepala SKB Bantul Kabu­paten Bantul Rr. Dwi Suwar­

niningsih saat diwawancarai (27/6) lalu. Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) memiliki peran penting da­lam meningkatkan kualitas peserta didik.

SKB Bantul sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal me­miliki tugas pokok dan fungsi dalam memberikan pendampingan dan pe­latihan kepada masyarakat agar mau serta mampu menjadi pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksa­naan asas saling membelajarkan, baik dalam PAUD maupun Pendidikan Masyarakat.

Dalam menjalankan tugas pokok serta fungsi tersebut, SKB Bantul te­lah melaksanakan berbagai program dalam rangka peningkatan kompe­

tensi GTK setiap tahunnya. Program tersebut antara lain: diklat berjen­jang untuk pendidik PAUD (Tingkat Dasar, Lanjut, Mahir), diklat pengelo­la PAUD, serta diklat tutor dan pe­ngelola program kesetaraan. Dengan adanya program tersebut, diharap­kan mampu meningkatkan kualifikasi GTK. Selain itu juga membantu da­lam proses akreditasi dan peningkat­an mutu GTK.

Pelaksanaan program dalam rangka peningkatan kompetensi, SKB Bantul mengalami berbagai kendala. Kendala tersebut misalnya jumlah peserta diklat kesetaraan kurang maksimal karena mayoritas peserta diklat juga bekerja di lembaga formal. Selain itu, juga dipengaruhi oleh or­ganisasi profesi pendidik kesetaraan yang belum berjalan dengan baik. Sa­lah satu strategi yang dilakukan SKB

adalah mencoba mencari waktu yang tidak berben­turan dengan kegi­atan peserta.

Menurut Ke­pala SKB Bantul, diklat yang paling berhasil dilakukan

adalah Diklat Pendidik dan Pengelola PAUD. Dibuktikan dengan animo pe­serta yang hadir sesuai dengan jum­lah undangan. Dari 2.485 pendidik PAUD, 2100 pendidik telah mengiku­ti diklat. Hal tersebut menunjukkan kualitas PAUD di Kabupaten Bantul kian meningkat.

Diklat bagi GTK tidak hanya digunakan untuk melaksanakan tu­poksi SKB, tetapi lebih khusus un­tuk meningkatkan standar kualifikasi GTK dan mutu lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang berkuali­tas tentu didukung oleh berbagai fak­tor seperti kualitas GTK, kurikulum, akreditasi, dan elemen lainnya. SKB Bantul merupakan salah satu satuan pendidikan nonformal yang memiliki peran dalam pencapaian hal terse­but.

KOMIT KERJAKU “Kompak, Mitra Kerja dan Kualitas” merupakan akronim yang menjadi landasan SKB Bantul dalam melaksanakan tupok­si. Baik pendidik maupun pengelola

fOKUS

Wujudkan GtK Berkompeten

Seorang pendidik yang berkompeten tidaklah diperoleh se­cara instan. Perlu adanya proses yang panjang dan terus­me­nerus melalui pengalaman serta latihan. Seperti halnya sebuah handphone yang perlu diisi dayanya setiap saat agar tetap dapat digunakan.

SKB BANTUL

Rr. Dwi Suwarniningsih menyimak HAMEMAYU

GTK mengikuti diklat untuk meningkatkan kompetensinya.(Foto ist/Hamemayu)

Page 5: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

5No. 1| Th. IV | September 2016

harus selalu kompak dalam melaksa­nakan kegiatan. Selalu menjalin mi­tra dengan berbagai kalangan, serta mengedepankan kualitas. Karena semangat itulah, saat ini SKB Ban­tul mendapatkan ISO 9001:2008, Akreditasi dari BAN PAUD PNF, menjadi tempat Uji Kompetensi, dan sebagai Training Provider diklat berjenjang pendidik PAUD. Dengan prestasi yang telah didapatkan terse­but, harapannya SKB Bantul mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas.

Istilah kompetensi selama ini sering disejajarkan dengan keahlian. Rr. Dwi Suwarniningsih, S.Pd mene­gaskan bahwa kedua istilah tersebut berbeda. Kompetensi me­rupakan suatu proses me­nuju keahlian. Kompetensi diperoleh melalui pembe­lajaran yang terus menerus sesuai dengan bidang kerja, misalnya mengikuti diklat, sertifikasi, pelatihan, dan lain sebagainya. Semakin kompeten seseorang, maka semakin baik pula kualitas mengajarnya. Tetapi, seseo­rang yang kompeten belum tentu ahli. Keahlian merupakan suatu pengakuan yang diberikan oleh orang lain kepada seseorang yang telah berkompeten. Keahlian diperoleh karena seseorang mampu menun­jukkan kompetensinya kepada orang lain melalui berbagai hal. Misalnya,

menjadi narasumber, penguji, asesor, penilik, aktif dalam or­ganisasi profesi, dan menekuni profesinya dengan sungguh­sungguh.

Adanya peningkatan kom­petensi yang dilaksanakan oleh SKB Bantul mampu mendukung program pemerintah. Sesuai dengan UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas, dan Kep­mendiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga tahun 2000­2004, serta UU Sisdik­nas Tahun 2003 terkait diterapkan­nya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan sebagai sebuah

inovasi pendidikan untuk mencapai mutu tenaga kependidikan yang le­bih baik.

“Guru dan tenaga kependidikan harus mencari pengetahuan­penge­tahuan baru. GTK juga harus meng­update informasi dan pengetahuan,

jangan sampai tertinggal. Seorang guru tidak hanya sekadar menyam­paikan atau berinteraksi dengan peserta didik saja. Tetapi juga harus menguasai kurikulum serta membu­at RPP sehingga tujuan pendidikan tercapai,” tandas Dwi. Beliau juga berpesan kepada lembaga pendidi­

kan khususnya pendidikan nonformal bahwa akreditasi sangat penting. Akreditasi merupakan tolok ukur dan penjamin mutu yang sesu­ai dengan delapan standar pendidikan yang diakui pe­merintah. Lembaga yang terakreditasi tentu memi­liki GTK yang kompeten. Kedepan, upaya pengkatan kompetensi GTK diharap­kan mampu meningkatan

kualitas mutu pendidikan, khususnya pendidikan nonformal.*

(Iin Sawitri, Lisa Hendhika Utami,

Nurul Rizki Amalia)

Rr. Dwi Suwarniningsih saat diwawancarai

Rr. Dwi Suwarniningsih saat memberikan palatihan di SKB Bantul (Foto ist/Hamemayu)

Peserta diklat pendidik PAUD menyimak penjelasan nara sumber (Foto ist/Hamemayu)

Page 6: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

6 No. 1| Th. IV | September 2016

WArTA

Gunungkidul, jurusan Pendidik­an Luar Sekolah UNY sukses mengadakan Pelatihan pe­

ngembangan kurikulum PAUD full day berbasis kurtilas yang diseleng­garakan di Gunungkidul, Yogyakarta, 28/07/2016. Pelatihan tersebut me­rupakan program pengabdian kepada masyarakat (PPM) dalam mempersiap­kan kesiapan pendidikan terhadap im­plementasi kurikulum 2013. Pelatih an telah dilaksanakan di lima kabupaten se­DIY secara bergiliran.

“Proses pengembangan kurikulum bukanlah proses yang dapat berlang­sung instan. Kemampuan, kerja keras, dan kreativitas merupakan beberapa faktor yang dibutuhkan untuk mendo­rong terwujudnya hasil pengembangan kurikulum yang optimal, dalam pelati­han kali ini kami akan meberikan pen­getahuan bagi pendidik PAUD dalam implementasi kurikulum 2013 yang kami laksanakan pada 5 Kabupaten se DIY” kata Dr. Pujiyanti Fauziah selaku dari tim UNY sekaligus narasumber dari pelatihan tersebut.

Perkembangan kurikulum diharap­kan dapat menjadi penentu masa depan anak bangsa, oleh karena itu kurikulum yang diterapkan pada PAUD menjadi salah satu penentu awal pada kemajuan bangsa. Kesiapan pendidik sebagai ujung tombak dalam pelak­sanakan kurikulum menjadi hal mendasar, sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika pendidik yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik.

Pengembangan PAUD full day di­perlukan untuk memenuhi kebutuh an perkembangan ana. Program ini popu­

lar karena mem­berikan layanan lebih kepada anak­anak untuk belajar dan men­jawab kebutuhan orangtua yang m e n g h e n d a k i pendidikan se­hari penuh bagi anak­anak me­reka, tentu saja dalam membe­rikan pelayanan, perawatan dan pendidikan tidaklah semudah yang dibayangkan.

“Kami sebagai pendidik PAUD juga merasa terbantu dengan adanya pelatihan ini, sehingga pengetahuan kami tentang pengembangan kuriku­lum 2013 meningkat, kami jadi lebih siap dan tahu bagaimana cara mendi­dik anak­anak yang baik, kami berha­rap ada pelatihan­pelatihan yang lain,” kata Ernawati salah satu peserta pela­tihan Kabupaten Gunungkidul.

Narasumber menyampaikan ma­teri mulai pada pengetahuan awal ten­

tang kurikulum sampai pada bagaimana merancang kurikulum. Pendidik harus berupaya untuk mendorong anak un­tuk mengungkapkan pengalam an, pikiran, perasaan, berekspresi, dan

mengeksplor diri yang merupakan wujud upaya pengembangan potensi tersebut, kurikulum perlu di rancang agar perbedaan individual dapat te­rakomodasi dan potensi peserta didik pun dapat optimal.

Profesionalisme pendidik yang se­suai dengan kurikulum baru tersebut tentu membutuhkan pendidik yang siap untuk itu. Pendidik profesional adalah pendidik yang ingin mengede­pankan mutu dan kualitas layanan dan produknya, layanan pendidik harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa dan pengguna ser­

ta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar poten­si dan kecakapan yang dimiliki masing­masing individu.

Pada akhir pelatihan kali ini disepakati bersama bahwa akan membuat jejaring komunikasi khususnya untuk pendidik PUAD Full day, sehingga akan memper­mudah mereka untuk komuni­kasi dan bertukar pengalaman selain itu juga mengumpulkan profil masing­masing lembaga agar menjadi direktori kolompok

PAUD yang melayani layanan full day se DIY dan tentunya akan ada pelatihan lanjutan yang akan dilaksanakan oleh jurusan PLS UNY. *

(Yudan Hermawan)

Pelatihan Pengembangan Kurikulum PAUD Full Day Berbasis Kurtilas

Pelatihan pengembangan kurikulum PAUD full day. (Foto Yudan)

Beberapa peserta pelatihan kurikulum PAUD full day. (Foto Yudan)

Page 7: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

7No. 1| Th. IV | September 2016

WArTA

Gelar Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan Pen­didikan Anak Usia Dini dan

Pendidikan Masyarakat (GTK PAUD dan Dikmas) Berprestasi tahun 2016 disambut kontingen Daerah Istime­wa Yogyakarta (DIY) dengan persi­apan materi, fisik, dan mental para peserta. Peserta terpilih, hasil se­leksi peserta unggulan GTK PAUD dan Dikmas utusan kabupaten/kota se­Daerah Istimewa Yogyakarta. Seleksi digelar Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Daerah Is­timewa Yogyakarta, melibatkan aka­demisi, praktisi, dan birokrat dalam tim juri.

Persiapan teknis dan mental, persiapan psikis dengan motivasi, membangun mental kuat kontingen DIY, dengan training center (TC). Balai Pengembangan Ke­giatan Belajar (BPKB) DIY menyelenggarakan pe­latihan, uji coba, melalui pemusatan latihan tertu­lis dan presentasi. “Kegi­atan TC untuk memantau peserta konti ngen DIY, awalnya minder menjadi percaya diri saat presenta­si. Dengan penulisan karya nyata lengkap, didukung presentasi total, mem­pengaruhi perolehan nilai, mendapatkan nilai tinggi, menjadi terbaik,” ungkap Kepala BPKB DIY, Drs. Bambang Iri­anto, M.Pd. di ruang kerjanya.

Peserta mempersiapkan diri, latihan presentasi di depan teman­teman sesama peserta, dinilai para

pendamping. Penampilan peserta dan materi sudah teruji di lingkung­an sendiri. Beban terasa tidak terlalu berat, lebih percaya diri saat lomba sebenarnya. Waktu, menjadi kenda­la saat latihan bersama dalam TC, peserta mempunyai kesibukan dan tugas masing­masing.

Target TC, menampilkan dan menyajikan yang terbaik. “Berbuat­lah kamu yang terbaik. Kita mem­persembahkan yang terbaik, bukan menjadi juara umum tujuan kita. Bukan membebani peserta untuk menjadi juara, berusaha menjadi yang terbaik, semakin menyempur­nakan tulisan karya nyata dan teknik presentasi,” pesan Bambang Irianto pada kegiatan TC.

Melibatkan beberapa akademi­si perguruan tinggi DIY, Universitas

Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Uni­versitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), dan para peraih juara tahun sebelumnya, sharing apa saja yang

telah dilakukan hingga mencapai puncak yang diharapkan. Dukungan penuh seluruh Pamong Belajar, staff, pejabat struktural, dan organisasi mi­tra BPKB DIY.

“Harapan ke depan, jika di­beri kewenangan untuk mempersiapkan kegiatan Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi, BPKB akan melakukan hal yang terbaik. Mulai dari seleksi peserta unggulan kabupa­ten/kota, TC, sampai de­ngan pendampingan saat lomba. Untuk memper­tahankan kejuaraan lebih sulit. Kedepannya harus membuat yang terbaik, segala hal berusaha mem­buat yang terbaik. Kita bu­

kan bertujuan semata­mata menjadi juara, tapi berusaha menjadi yang terbaik, semakin menyempurnakan,” kata Bambang Irianto menutup per­bincangan. *

(S. Rukmi W.)

Melakukan Hal terbaikMempertahankan Juara Umum Apresiasi

GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi

Drs. Bambang Irianto, M.Pd.

Kepala BPKB DIY Drs. Bambang Irianto, M.Pd. di ruang kerja

Page 8: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

8 No. 1| Th. IV | September 2016

“Berprestasi menjadi tujuan uta-ma. Menang itu penting, tetapi berbagi itu terasa lebih indah”

Di tengah kesibukannya mengajar, Tutor Pendidikan Kesetaraan UPTD SKB Kulon Progo, Dian Astutik Wu­landari S.Pd masih menyempatkan diri menemui reporter Hamemayu, sambut­an hangat dengan senyum lebar mempersilakan kami. Hame-mayu menyampaikan maksud dan tujuan bertemunya sebagai juara I Apresiasi GTK PAUD dan DIKMAS tingkat Nasional untuk Tutor Paket B dengan judul karya nyata “Pembelajaran Menulis Kreatif Naskah Drama den-gan Memanfaatkan Cerita Ketoprak pada Pendidikan Kesetaraan Paket B di SKB Kulon Progo”.

Dian Astutik wulandari mulai bercerita awal mula mengikuti Apresiasi GTK PAUD dan DIKMAS tahun 2016,.

“Sebenarnya saya awalnya kurang tertarik untuk mengikuti seleksi di ting­kat kabupaten saat itu. Kemudian saya mendapat motivasi rekan­rekan saya di SKB Kulon Progo. Saat itu salah satu rekan saya menyampaikan bahwa, kalau kita sudah melaksanakan apa salahnya kita sampaikan apa yang sudah kita lak­sanakan itu. Siapa tahu bisa bermanfaat bagi tutor yang lain. Akhirnya saya mem­beranikan diri menulis naskah dan maju ke seleksi tingkat Kabupaten Kulon Pro­go,” kata Tutot Kesetaraan SKB Kulon progo Kelahiran Semarang, 11 Januari 1977.

“Pada saat seleksi di tingkat kabu­paten, saya dipercaya mewakili lomba karya nyata Tutor Paket B di tingkat DIY,” kata Dian Astutik Wulandari de­

ngan bersemangat. “Tentu saja saya tidak menyia­nyia­

kan kesempatan tersebut, pada saat itu saya bertekat berusaha sungguh­sung­guh memberikan yang terbaik di tingkat DIY. Karya saya adalah tulisan dari apa yang sudah saya lakukan di kelas, dan hal tesebut adalah inovasi pembelajaran

yang berbasis kearifan lokal dan mam­pu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Alhamdulillah di tingkat DIY saya berhasil mendapat peringkat pertama,” terangnya sambil tersenyum.

Lebih lanjut, Dian Astutik Wulanda­ri yang pernah menjadi anggota Dewan Kerja Daerah (DKD) Pramuka Kwarda DIY tersebut juga menyampaikan pera­saannya ketika dipercaya mewakili Tutor Paket B DIY dalam Apresiasi GTK PAUD dan DIKMAS di tingkat Nasional.

“Setelah diumumkan bahwa saya yang mewakili DIY di tingkat Nasional, yang saya rasakan saat itu sangat senang. Dalam pikiran saya saat itu, saya akan bertemu rekan sesama profesi tutor pa­ket B seluruh Indonesia. Saya bisa berbagi dan bisa menyampaikan kepada mereka apa yang sudah saya lakukan dalam pem­belajaran, saya juga bisa menimba ilmu

dan wawasan dari rekan­rekan seluruh Indonesia dengan potensi dan kearifan lokal masing­masing,” kata lulus an IKIP Yogyakarta Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Angkatan 1995.

Setelah dinyatakan lulus maju ke ting kat Nasional, ternyata perjuangan Dian Astutik Wulandari tidak berhen­

ti sampai di situ. Persiapan demi persiapan di tingkat DIY dilalui­nya dengan semangat. Ibu dari empat anak tersebut melanjutkan cerita bahwa persiapan di tingkat DIY merupakan pengalam an yang sangat berharga meski me­lelahkan.

“Ada 4 trainning center yang dilalui, yaitu terkait penulisan naskah, tentang presentasi, per­siapan kontingen terkait lomba beregu dan simulasi lomba. Itu

pengalaman luar biasa, bahkan saya tidak pernah membayangkan saya bisa sekuat itu, sebab TC dilakukan pada siang sampai malam hari, di mana pagi harinya saya harus ke kantor dan te­tap mengajar pendidikan kesetaraan di SKB. Itu betul melelahkan, saya merasa bahwa saya saat itu luar biasa bisa men­gikuti TC pada saat itu. Nah, yang paling berat adalah saat TC terakhir di mana saat itu waktunya tidak memungkinkan saya untuk pulang, pada saat itu bersa­maan dengan anak yang pertama sedang menempuh Ujian Nasional Sekolah Da­sar,” tambahnya.

Menurut Dian Astutik, TC yang di­lalui memberikan banyak pengetahuan yang bermanfaat baginya. Ia merasakan mendapat banyak hal dari Trainning Center (TC). Mendapatkan ilmu dan pengetahuan terutama dalam penulisan karya ilmiah, dari sisi bagaimana menulis

Dian Astutik Wulandari, S.Pd

Juara I tutor Paket B Apresiasi GtK PAUD dan Dikmas 2016

Dian Astutik Wulandari, S.Pd.

PrOfiL

Page 9: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

9No. 1| Th. IV | September 2016

latarbelakang masalah, isi bahkan sampai judul pun harus berkali­kali konsultasi kepada para pendamping dan narasum­ber. Keberhasilannya dalam mengemas karya nyata ini dengan baik adalah buah dari pendampingan saat TC yang dila­kukan oleh para pembimbing dan nara­sumber yang difasilitasi oleh Disdikpora DIY melalui BPKB.”

Lebih lanjut Tutor Kesetaraan yang memiliki hobbi travelling dan berpetua­lang tersebut menceritakan saat dirinya melakukan presentasi di Apresiasi GTK PAUD DIKMAS tingkat Nasional di Palu 22 s.d 28 Mei 2016. Terkait dengan su­asana perlombaan, sang Juara tersebut juga bercerita bahwa suasana yang dicip­takan yuri pada saat itu adalah suasana yang nyaman, jauh dari kesan perlomba­an, terbalik dengan apa yang dia pikirkan sebelumnya.

“Sejak hari pertama lomba tutor paket B dimulai, saya tidak merasakan adanya aura lomba. Dalam pikiran saya adalah kita saling berbagi pengalaman dalam membelajarkan salah satu kom­petensi dasar pada mata pelajaran yang kita ajarkan. Semua tutor paket B ada­lah teman seperjuangan yang sama­sama berjuang tuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan inovasi pembela­jaran,” kata Dian Astutik.

Menurutnya, para juri begitu san­tun dalam bertanya dan memberikan masuk an sungguh sangat menyejukkan hati para peserta lomba.

Hal yang menarik dan kiat Dian Astutik Wulandari saat mengikuti lomba tersebut adalah presentasi singkat, jelas dan micro teaching.

“Saya menyampaikan presentasi singkat, jelas dan mikro teaching yang menarik dan lengkap mulai pendahu­luan sampai menutup kegiatan belajar. Alhamdulillah... semua berjalan lancar atas ijin Allah SWT,” tutur anak perta­ma dari empat bersaudara dari pasangan Mujiono dan Ngatini tersebut dengan su-mringah.

Selanjutnya, Juara Tutor Paket B tersebut menyampaikan motivasi dan harapan bagi sesama rekan seprofesinya agar tetap terus berinovasi, “Bagi para tutor pendidikan kesetaraan, jangan takut untuk melakukan inovasi. Coba­lah sesatu hal agar pembelajaran tetap menyenangkan, sekecil apapun inovasi tersebut pasti akan berharga. Inovasi itu tidak harus besar, kecil namun dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, itu sangat bermanfaat.”

Selain bagi sesama profesi, Dian As­tutik Wulandari juga menyampaikan pe­san terhadap pemangku kebijakan agar

tetap dan meningkatkan perhatiannya pada pendidikan Nonformal, terutama pendidikan kesetaraan.

“Bagi pemangku kebijakan agar pendidikan nonformal jangan dipandang sebelah mata, pendidikan nonformal terutama kesetaraan harus tetap diper­hatikan. Pendidikan kesetaraan bukan sekadar pelengkap dalam sisdiknas saja, namun harus diperhatikan dan diposi­sikan sama. Mulai dari sarana, sistem pembelajaran, tenaga pendidik dan ke­pendidikannya, pembiayaannya harus di­perhatikan sama seperti pada pendidik­an formal (SD, SMP dan SMA). Sehingga kualitas pendidikan kesetaraan bisa baik dan nantinya kesetaraan menjadi sebuah pilihan bagi peserta didik, tidak lagi men­jadi pilihan “yang kesekian” setelah dari pendidikan formal. Masyarakat menjadi tahu bahwa pendidikan kesetaraan tidak sekadar hanya mencari selembar ijazah, tapi lebih dari itu, pendidikan kesetaraan merupakan tempat menimba ilmu dan keterampilan,” katanya.

Menjadi juara pertama Tutor Pa­ket B dalam Lomba Karya Nyata pada Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas ada­lah bukan hadiah tanpa perjuangan. Ada tahapan perjalanan yang ditempuh untuk menjadi yang terbaik dari sisi karya dan presentasi.

“Berprestasi menjadi tujuan utama. Menang itu penting, teta­pi berbagi itu terasa lebih indah,” katanya lebih lanjut.

Dian Astutik Wulandari berpesan agar semua tutor pen­didikan kesetaraan seluruh Indo­nesia agar bergenggaman erat untuk menjalin benang­benang keragaman agar menjadi rajutan permadani kebangsaan yang in­dah.*

*) Ady Saputra, Kontributor Hamemayu

Kulon Progo

Dian Astutik Wulandari, S.Pd.saat presentasi Tutor Paket B(Foto ist/Hamemayu)

Page 10: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

10 No. 1| Th. IV | September 2016

PrOfiL

Kemampuan profesional ada­lah sebuah keniscayaan di setiap jenjang profesi sebagai

tolok ukur kualitas kinerja. Tuntutan profesional seperti itu pun tak pelak diterima Etri Jumiatuti sebagai salah seorang Penilik PAUD Kota Yogyakarta. Etri, demikian ia biasa dipanggil, tahun ini harus menyerahkan karya tulis ilmiah. “Tuntutan pro­fesi ini saya rasakan sangat berat, karena saya tidak punya kemampuan tulis menulis. Apalagi faktor usia yang sudah tua, untuk

membaca saja cepat le­lah,” tutur Etri.

Menurutnya tuntut an tersebut menjadi tantang­an di tengah keterbatasan yang dimilikinya. “Bapak Kasi Dikmas memberi­kan tantangan sekaligus kesempatan kepada saya untuk meng ikuti ajang Apresiasi mewakili penilik PAUD Kota Yogya. Ikut lomba atau tidak sama saja, tetap harus menye­rahkan karya tulis tahun ini. Jadi lebih baik sekali­an mengikuti lomba, ada fasilitas pembimbingan,”

imbuhnya.Berawal dari tuntutan profe­

si itulah, Etri memberanikan untuk mengikuti ajang apresiasi GTK. Ta­hapan seleksi di tingkat kabupaten

kota hingga propinsi dilaluinya dan kemudian menghantarkannya men­jadi wakil propinsi DIY.

“Saya tidak menyangka harus mewakili DIY. Tapi, lagi­lagi ini ada­lah amanah yang harus saya tunaikan. Saya tumbuhkan semangat untuk te­rus maju mengikuti proses,”ungkap Etri dengan penuh semangat.

Kegigihannya terlihat jelas keti­ka mengikuti proses Training Center (TC) di BPKB selama kurang lebih dua bulan. Meski harus menuai ba­nyak kritikan dari hasil tulisan yang dibuatnya, tak menyurutkan sema­ngat untuk memperbaiki karya tulis­nya. Dari judul saja tidak cukup sekali jadi, akan tetapi dihadapkan proses panjang melalui diskusi, ulasan dan revisi. Terkadang ada rasa putus asa dengan kemampuan diri menyusun karya yang masih jauh dari harapan semua pihak.

Etri Jumiatuti, S.Pd

Berawal tuntutan Profesi, Anugerahkan Prestasi

Etri Jumiatuti, SPd, penilik PAUD Kota Yogyakarta

Penyerahan penghargaan kepada Etri Jumiatuti seba-gai Juara I kategori Penilik

PAUD oleh Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan,(Foto: ist/Hamemayu)

Page 11: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

11No. 1| Th. IV | September 2016

“Mendekati hari keberangkat­an ke Palu, sebenarnya saya sudah agak down, dan tidak pede, saya juga melihat ketidak­pedean dari para pembimbing saya. Dalam hati, saya jadi merasa kasihan dengan para pembimbing yang sudah kerja keras membimbing saya,” ung­kapnya.

Tersulut dari dalam hati Etri untuk menyuguhkan yang terbaik. Baginya terbaik bukan harus menjadi pemenang, tapi pada maksimalnya proses yang sudah dilakukan. “Makanya saya maju berkompetisi tanpa memiliki ambisi untuk menjadi juara, cukup saya fokus pada ikhtiar yang maksimal,” im­buhnya.

Karya tulisnya berjudul “Pem­bimbingan Individu Menggunakan Grow Coaching Model untuk pening­katan Kompetensi Pengelola PAUD”, Etri maju di Apresiasi mewakili peni­lik PAUD.

Perjalanan menuju Palu, tempat penyelenggaraan Apresiasi, memba­wa semangat yang membara di hati Etri dan seluruh rombongan dari kontingen DIY. Bagi Etri, ini meru­pakan perjalanan yang menyenang­

Malam penganugerahan guru dan tenaga kependidikan PAUD dan DIKMAS berprestasi Tingkat Nasional tahun 2016 di Palu (Foto: ist/Hamemayu)

Etri dengan rutinitas tugasnya sebagai penilik PAUD

(Foto: ist/Hamemayu)

Page 12: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

12 No. 1| Th. IV | September 2016

kan, menantang, menegangkan dan mengharu biru. Pada puncak proses yang menegangkan dialaminya saat mempresentasikan karya tulisnya di hadapan dewan juri dan seluruh peserta yang merupakan perwa­kilan penilik dari seluruh propinsi se­Indonesia.“Saya dibantai ha­bis de ngan metode GROW coac-hing,” ungkap Etri.

Penyampaian Etri dalam menjawab semua pertanyaan dari dewan juri mengalir lancar. Menurutnya, ia menyampaikan dengan bahasa sesuai yang di­ketahui dan yang sudah dilaku­kannya, sehingga ketika dikritisi dari berbagai pihak, ia bisa men­jawabnya. Termasuk tentang Grow Coaching yang merupakan pendekatan pembimbingan yang sudah dilakukannya untuk pen­dampingan pengelola PAUD di kota Yog ya berdasarkan pada Goal (tujuan), Reality (kenyata­an), Option (meyakinkan), Will (ha­rapan).

“Saya bingung kalau menyampai­kan terlalu banyak teori dan istilah. Makanya sebelum presentasi, saya kuatkan niat diri saya untuk menyam­paikan apa adanya, berdasarkan hasil kerja saya di lapangan. Alhamdulillah komunikasi malah lebih lancar, me­ngalir natural dan saya merasa lebih pede,” imbuhnya.

Berbagai macam agenda di ajang apresiasi berlangsung dari tanggal 22­28 Mei 2016 di Palu yang menggelar 16 jenis lomba kategori perorangan dan 2 jenis lomba katagori kelompok. Seluruh peserta dari berbagai pro­pinsi se­ Indonesia dan dari berbagai bidang profesi saling berkompetisi sportif, menunjukkan karya terbaik, dan berkomparasi konstruktif. Inte­raksi dan aksi saat mengikuti proses perlombaan, berpadu membuahkan

inspirasi untuk sebuah kemajuan an­tara para peserta.

Saat tiba malam penganugerah­an yang menjadi puncak agenda pe­

nyelenggaraan Apresiasi tahun 2016 ini. Suasana menggembirakan dan sekaligus mengharu biru, khususnya bagi kontingen DIY saat diumumkan bahwa Yogyakarta menjadi juara umum, salah satunya Etri Jumiastu­ti sebagai juara satu untuk kategori penilik PAUD.

Menyandang juara satu bagi Etri, tak menjadikan diri busung dada, akan tetapi menjadikannya lebih ter­tantang untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa apa yang diusung dalam karya tulisnya menjadi karya nyata yang harus dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pendampin­gan PAUD sebagai tugas utama peni­lik PAUD. Harapannya, PAUD khu­susnya di kota Yogyakarta menjadi semakin berdaya dan berkualitas.

Hal senada juga diungkapkan Dedy Budiono, M,Pd, Kabid PNF Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta,

“Ajang Apresiasi GTK ini merupakan wadah yang sangat bagus untuk men­gukur kompetensi dan kualitas GTK PAUD.”

Dedy sangat bangga Etri Jumiatuti mewakili Kota Yog­yakarta meraih penghargaan juara 1 untuk kategori Penilik PAUD pada ajang apresiasi ting­kat nasional.

“Juara 1 bukan menjadi segala­galanya, dan kemudi­an pembinaan berakhir begitu saja. Akan tetapi suistainibility pembinaan untuk pamong, ins­truktur kesetaraan, termasuk penilik harus tetap terjaga se­cara simultan,” katanya.

Menurut Dedy, kegiatan pembinaan tidak perlu muluk­muluk, berinovasi sana­sini, apalagi mengada­ada yang ti­dak ada hanya sekadar untuk diacungi jempol atau meraih prestasi. Tetapi pada akhirnya

keropos dan roboh, karena tak diim­bangi dengan aksi di lapangan.

Harapan Dedy, yang baru ber­tugas kurang lebih satu bulan sebagai kepala bidang PNF Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, bahwa proses se­leksi Apresiasi khususnya di tingkat kabupaten kota, terpilih dari seorang yang benar­benar memiliki kapasitas yang mumpuni.

Lebih lanjut ia berharap, “Sia­pa pun yang terpilih juara memang benar­benar terseleksi sesuai kapa­sitas yang dimilikinya, bukan karena mereka yang sekadar berani menga­jukan diri saja. Penting sekali dicipta­kan iklim berani berkompetisi untuk mengukur kompetensi di kalangan guru PAUD, instruktur maupun peni­lik. Pada akhirnya akan benar­benar tercipta iklim edukatif dan gerakan pembelajar di semua kalangan.”

(Maya Veri Oktavia /Hamemayu)

Dedy Budiono, M.Pd, Kepala Bidang PNF Dinas Pendi dikan Kota Yogyakarta

Page 13: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

Mesin jahit pertama Aswiana

13No. 1| Th. IV | September 2016

Wanita kelahiran 26 Sep­tember 1969 punya motto hidup, hari esok

lebih baik dan lebih bermanfaat dari hari ini. Selain hobi memasak dan menjahit, aktif berkiprah di organi­sasi Himpunan Seluruh Penguji dan Pendidik Indonesia (HISPPI) DPC Sleman, ketua DPD HISPPI, anggota Himpunan Pengelola Kursus Indo­nesia (HIPKI), anggota Ikatan Penata Busana Indonesia (IPBI) Kartini Sle­man, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sleman, koordinataor UKM (UKEA).

“Saya berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah saya seorang PNS bernama Sukarsono, ibu saya berna­ma Suyati seorang PNS juga. Masa kecil saya lewati penuh kesederha­naan. Masa kecil saya, gaji PNS masih kurang diperhatikan, belum seperti sekarang ini, orangtua saya mendidik

putra­putrinya agar dapat mandiri dan mempunyai keterampilan agar dapat mendapatkan penghasilan sen­diri,” kata Aswiana.

Pagi itu percakapan singkat kami mulai, di Jalan Tantular Selatan No­mor 414 B, Pringwulung, Condong Catur, Depok, Sleman, Daerah Isti­mewa Yogyakarta, di sela­sela waktu Dra. Secilia Fransisca Aswiana, MM., peraih Juara 1 Instruktur Kursus Tata Busana Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (GTK PAUD dan DIKMAS) Berpres­tasi Tahun 2016.

Sejak kelas 6 SD sudah dibelikan mesin jahit karena hobi menjahit se­jak kelas 3 SD. Tak heran saat SMP, Aswiana pintar menjahit, bisa mem­buat baju sendiri, dan baju keempat adiknya. Selepas SMP pun Aswiana tidak berminat mendaftarkan seko­

lah SMA. “Pilihan saya adalah SMKK jurusan Tata Busana, karena saya cin­ta jahit, dan ingin mendapatkan ilmu tentang tata busana,” kenang Aswina penuh cinta.

Benar adanya, di SMKK kete­rampilan Aswina semakin terasah,

banyak kerabat menja­hitkan baju. Sejak itulah cita­cita membuka usaha busana semakin kuat. Da­sar teori dan keterampil­an SMKK memberikan banyak prestasi. Selama tiga tahun sekolah SMKK selalu mendapatkan be­asiswa. Dukungan kuat sekolah agar melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri, Aswiana di­terima sebagai mahasiswi IKIP Negeri Semarang, UNNES.

PrOfiL

Cinta Aswiana pada tata Busana Jalan Emas Meraih Juara Pertama Nasional Instruktur

Kursus Tata Busana Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi 2016

Aswiana saat presentasi

Page 14: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

14 No. 1| Th. IV | September 2016

Masa kuliah Aswiana tetap me­nerima jahitan dan prestasi, tetap mendapat beasiswa. Tahun 1991 penghargaan sebagai mahasiswa ber­prestasi dari Rektor IKIP Semarang, UNNES diraihnya. Tahun 1993 seba­gai dosen di Akademi Kesejahteraan (AKS) Tarakanita Yogyakarta. Kesi­bukan sebagai dosen tidak menyita waktu membuka usaha di rumah. Tahun 2001 usaha Aswiana berlabel Silia Griya Busana.

Tahun 2009 akhir, AKS Taraka­nita resmi ditutup oleh yayasan Pen­didikan Tinggi Tarakanita. Secercah harapan masih ada melalui Silia Griya

Busana. Kecintaan memberikan ilmu tata busana, timbul keinginan mem­buka pintu rumah sebagai tempat kursus bidang tata busana. Gayung bersambut, alumni­alumni AKS yang ingin lebih mendalami keterampilan tata busana, datang untuk kursus. Mereka memberi rekomendasi ke­pada teman atau kerabat, kursus di Silia Griya Busana.

Kursus perdana, Aswiana mem­berikan kursus gratis bagi masyara­kat dan organisasi kemasyarakatan. Aswina aktif di PKK dan beberapa

organisasi kemasyarakatan, serta organisasi profesi. Perkenalan pada dunia Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dimulai tahun 2010, dengan membuka LKP Silia. Sejak saat itu, ada Silia Griya Busana dan LKP Silia, keduanya beralamat di Jalan Tantular Selatan Nomor 414 B, Pringwulung, Condong Catur, Depok, Sleman, Da­erah Istimewa Yogyakarta.

Sejak tahun 2010 Aswiana me­nyandang jabatan sebagai Instruktur Kursus Tata Busana LKP Silia Sleman. Perkembangan LKP Silia, tahun 2011

mendapatkan Ijin Opera­sional Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. Tahun 2013 program menjahit terakreditasi BAN PNF. Tahun 2014 lembaga terakreditasi BAN PNF. Tahun 2015 Penilaian Kinerja oleh Dinas Pendidikan, Pemu­da dan Olahraga men­jadi lembaga yang sudah menjadi bagian dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Kantor LKP “Silia” milik Awiana di Pringwulung, Condong Catur, Depok, Sleman, DIY(Foto sabatina/Hamemayu)

Aswiana saat presentasi karya model busana

Page 15: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

15No. 1| Th. IV | September 2016

Olahraga. Pengelolaan dan kegiatan LKP Silia bersinergi dengan kegia­tan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. Termasuk kegiatan Apre­siasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi tahun 2016.

Berawal tingkat kabupa­ten/kota, Aswiana mewakili instruktur tata busana dari LKP Silia Sleman, lolos ting­kat Propinsi Daerah Istime­wa Yogyakarta. Peraih gelar terbaik Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi ta­hun 2016 tingkat nasional di Palu, perwakilan dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berbekal pengalaman sebagai instruktur kursus tata busana LKP Silia Sleman, dituang dalam karya nyata. Segala kemampuan dan kesa­baran benar­benar harus diu­ji. Sesampainya hotel tempat lomba berlangsung, tas berisi materi dan perlengkapan lom­ba hilang. Hingga tengah malam tas belum ditemukan.

“Ibarat maju perang saya tidak mempunyai senjata,” Aswina meng­ingat kepanikan saat itu. Berkat doa dan usaha semua pihak, tas ditemu­

kan. Semangat yang sempat berku­rang, kembali dengan kembalinya materi dan perlengkapan lomba.

Semangat dipertahankan terus

ketika mendapatkan nomer undi­an pertama. Presentasi karya nyata berjudul “Asih­Asah­Asuh” Berbasis Wirausaha Kreatif sebagai Strate­gi Pembuatan Busana Kerja Wanita dengan Sentuhan Etnik, dilanjutkan

praktik mengajar, berjalan lancar dan sukses.

Konsep pembelajaran, mem­bentuk peserta didik berkarakter,

lebih terampil dan berjiwa wirausaha, karya nyata juara 1 Instruktur Kursus Tata Busana Apresiasi GTK PAUD dan Dik­mas Berprestasi tingkat nasio­nal tahun 2016. Langkah awal melakukan hal bermanfaat bagi dunia pendidikan di Lem­baga Kursus dan Pelatihan, pendidikan masyarakat pada khususnya, dan pendidikan di Indonesia pada umumnya.

“Juara sejati adalah ketika kita mampu berbagi ilmu dan kemampuan kepada sesama, ikhlas, rendah hati, tidak per­nah berhenti untuk belajar, dan berdoa, memberikan ke­manfaatan dan kebaikan bagi lingkungan sekitarnya. Suatu kebanggaan, setelah menyu­suri proses lama dan perjuang­

an panjang sebagai instruktur, men­dalami materi, dan mencintai profesi kita”, pungkas Aswina.

(Sabatina R Widiasih/Hamemayu)

Produk Awiana

Aswiana dengan sabar melatih dan mendampingi para peserta LKP “Silia” (Foto: sabatina/Hamemayu)

Page 16: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

16 No. 1| Th. IV | September 2016

Tidak sia­sia perjuangan Okie Surya Ikawati, S.Sn. dalam ajang Apresiasi GTK PAUD

dan DIKMAS Berpretasi tahun 2016. Pada perhelatan ter­sebut ia berhasil menya­bet gelar juara I Instruktur Tata Rias Pengaantin ting­kat nasional tahun 2016 yang dilaksanakan di Palu, Sulewei Tengah.

Wanita kelahiran Yogyakarta 25 Oktober 1973 dan bertempat ting­gal di kawasan Kweni RT 04 Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta ini mulai menekuni dunia tata rias sejak menem­puh kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yang diselesaikannya pada 1997.

Dia sudah lama mengabdikan diri sebagai pelatih tari di berbagai sekolah. Karena memang sesuai dengan background pendidikannya seni tari.

Selain melatih tari, ia membuka usaha salon rias pengantin. Tak keting­galan, seni peran juga menjadi salah satu bidang yang ditekuninya. Terbukti dengan piagam penghar­gaan prestasinya sebagai pemeran wanita terbaik pada festival ketho­prak Jawa Bali yang diselenggarakan pada tanggal 12 ­17 April 2006 di

Surakarta. Mulai menekuni profesinya

sebagai instruktur tata rias pe­ngantin baru pada tahun 2014 yakni

bersamaan dengan didirikannya LKP Niassari yang beralamatkan di Ngijo Demangan, Sewon, Bantul, Yogya­karta.

Menurut penuturannya, proses panjang yang dilakoninya berawal dari keikutsertaannya pada seleksi di tingkat Kabupaten Bantul. Dia

mampu menyisihkan peserta lain yang justru sudah pernah mengikuti lomba sejenis pada tahun sebelumnya. Sehingga dia berhak mewakili Bantul untuk maju di tingkat pro­vinsi DIY.

Prestasinya pun teru­lang kembali. Ia berhasil menyisihkan peserta dari kabupaten / kota lain se­DIY. Pada awalnya dia merasa tidak memahami materi apa yang dikehen­daki oleh penyelenggara lomba. Sehingga dia dan banyak peserta lain yang terjebak pada inovasi pro­duk atau hasil riasannya bukan pada inovasi proses pembelajarannya.

Namun dengan meng ikuti program Trai-ning Center (TC) dia baru menemukan dan me­mahami materi apa yang dikehendaki dalam lomba ini.

Selaku instruktur, mbak Okie, sapaan akrabnya, menemukan

model inovasi pada pembelajaran tata rias pengantin. Adapun inovasi yang ditemukan dan diunggulkan adalah inovasi pembelajaran perpa­

Okie Surya Ikawati, S.Sn.

Juara I Instruktur Rias Pengantin Nasional tahun 2016

Okie Surya Ikawati, S.Sn.

PrOfiL

Page 17: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

17No. 1| Th. IV | September 2016

duan antara role playing dan thinking pairshare.

Menurut Okie, Role playing, adalah salah satu peserta didik yang dilatih memerankan peran sebagai perias pengantin dan yang lain ber­peran menjadi pengantinnya. Begitu seterusnya secara bergantian.

Selanjutnya thinking pairshare adalah berpikir secara berpasangan dan saling berbagi. Adapun tahap­annya meliputi tiga langkah yaitu menemukan pasangan, menemukan masalah, dan memberikan solusi­nya.

Penekanan kompetensi lain­nya adalah aspek sikap yakni sikap perias saat melayani pengantinnya. Seorang perias harus menempatkan pengantinnya seakan­akan sebagai seorang ratu yang selalu dilayani kebutuhannya. Perias tidak boleh

mengecewakan pengantinnya yang berasal dari kelompok sosial ekono­mi manapun. Hal unik yang pernah ditemui dalam melatih peserta didik yakni kompleksnya latar belakang peserta didik bahkan ada yang be­rasal dari ibu rumah tangga murni. Sehingga dalam melatih diperlukan pendekatan individual atau semi privat.

Kejuaraan yang diraih Okie ini merupakan kejuaraan puncak yang diraih pada cabang lomba instruktur tata rias pengantin pertama kali untuk DIY dalam ajang Apresiasi PTK PNF tingkat nasional. Agar DIY dapat mempertahankan prestasi dalam kejuaraan nasional ini, dia menyarankan kepada instansi ter­kait untuk dapat menginformasikan secara rinci / detail tentang tema dan ketentuan yang diberlakukan dalam lomba tersebut.

Dengan demikian maka pe­serta lomba dapat mempersiapkan sedini mungkin dan sebaik­baiknya. Tidak seperti yang pernah diala­minya tahun 2016 ini yang merasa kebingungan karena informasi yang diterima tidak jelas.

Okie merasa sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberi­kan kepadanya untuk mewakili DIY maju ke tingkat nasional bersama dengan tim kontingen dari DIY yang senantiasa bekerja sama saling membantu satu sama lain.

Okie juga merasa bersyukur atas prestasi terbaiknya ini yang dapat dipersembahkan kepada warga masyarakat DIY. Bahkan menurutnya, prestasi ini bukan semata­mata pres­tasinya pribadi tetapi prestasi tim.

Pengalaman unik yang diala­mi dalam proses lomba di tingkat pusat, saat pengantin yang sudah dipilihnya tiba­tiba membatalkan kesanggupannya sehingga harus mencari dan menemukan model pengganti dalam waktu yang sangat singkat. “Aspek lain yang perlu diperhatikan oleh peserta lomba adalah aspek etika berbicara, etika bersikap, etika berpakaian baik pada saat penilaian maupun di luar waktu penilaian,” ungkap Okie.

Ketua Dewan Pimpinan Ca­bang Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (DPC HARPI) Kabupaten Bantul yang sekaligus Pimpinan LKP Niassari Dra. Kinting Handoko, M.Sn., sangat berharap agar Okie dapat meneruskan pengembangan tata rias pengantin di wilayah Kabu­paten Bantul pada khususnya dan DIY pada umumnya. Dengan begitu dapat “berbicara” di level nasional.

Dia juga berharap agar Okie dapat menularkan ilmu dan pe­ngalamannya kepada sesama perias pengantin di Bantul, karena masih banyak instruktur yang memiliki kemampuan merias tetapi tidak semuanya memiliki metode melatih yang tepat. “Banyak perias pinter te­tapi tidak semua perias bisa minter-ke,” katanya.

Kinting menyarankan agar sosialisasi pemilihan instruktur tata rias pengantin tidak hanya dilakukan melalui LKP, tetapi juga dilakukan melalui organisasi HARPI baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.*

(Asbani, Pengelola TBM Sari Ilmu Gunungkidul/ [email protected])

Dra. Kinting Handoko, M.Sn

Page 18: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

18 No. 1| Th. IV | September 2016

PrOfiL

Menjadi juara bukanlah suatu tujuan. Bukan pula akhir dari proses belajar. Juara sebagai

apresiasi dan catatan nyata mengenai karya yang telah di lakukan. Juga ben­tuk mencintai sebuah profesi.

Begitulah prinsip hati Ismuningsih dalam mengikuti ajang Apresiasi GTK 2016. Muning, sapaan kesehariannya, menapaki proses idealismenya menja­di pengelola KB/TPA Fairuz Aqila se­bagai salah satu jalan nyata pengabdian hidupnya untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Mengajak seluruh guru di lemba­ganya bersama meningkatkan kualitas diri dan lembaga dengan harapan bisa menjadi spirit nyata kepada masyara­kat maupun pemerintah dalam mewu­judkan mutu pengelolaan PAUD. “Saya membangun spirit belajar untuk para pendidik di KB/TPA Fairuz Aqila mela­lui bentuk coaching dan peer tutoring,” ungkapnya.

Ia kemudian menjelaskan bahwa

titik tekan pembelajaran coaching dan peer tutoring pada masing­masing ta­hun berbeda. Tahun 2013 adalah pen­

dalaman visi, misi, lembaga. Tahun 2014 menitikberatkan pada pembua­tan SOP dan tahun 2015 mengenai ku­

Ismuningsih, M.A

“Menjadi Juara Bukanlah tujuan”

Anies Baswedan memberikan apresiasi kepada para juara Apresiasi GTK 2016(Foto ist/Hamemayu)

Peserta ajang Apresiasi GTK 2016 dari DIY di Palu, Sulawesi Tengah (Foto ist/Hamemayu)

Page 19: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

19No. 1| Th. IV | September 2016

rikulum PAUD 2013. Setiap Tahun KB/TPA Fairuz Aqila mengadakan 4 kali coa ching dan 3 peer tutoring, dilaksa­nakan selama 4 bulan setiap tahunnya. Hasil akhir adalah pedoman lembaga, SOP dan buku literatur pertanyaan terbuka untuk pendidik.

“Proses belajar tidak cukup ber­henti sampai disini,” ucap ibu dari Lintang Ratna Dewati dan Satria Wi­caksana ini. Ia bersama tim guru men­coba membangun komunikasi antara lembaga, Himpaudi dan pemerintah desa dalam memanfaatkan dana desa.

Ikhtiar itu membuahkan hasil yang sangat membahagiakan. Dana desa Purwomartani turun sebesar 1,5 juta / layanan PAUD sedesa Purwo­martani. Dana desa tersbut berdasar­kan kesepakatan bersama sebesar 15 persen dipergunakan untuk program belajar bersama dan pendampingan seluruh PAUD di desa Purwomartani.

“Sebagai konsekuensi dari pelim­pahan dana tersebut diminta menyam­paikan laporan belajar bersama, hasil riset peningkatan kualitas dan peta potensi pengembangan PAUD Desa Purwomartani,” ungkap perempuan kelahiran 27 Juli 1976 ini.

Pada semua kerja voluntir yang

telah dilakukannya di atas itulah, lu­lusan S2 Psikologi UGM ini mencoba tuangkan ke dalam karya tulis yang berjudul “KOMUNIKASI PERSUASIF, COACHING DAN PEER TUTORING SE­BAGAI OPTIMALISASI PENGELOLA­AN DANA DESA DI KB/TPA FAIRUZ AQILA “.Tulisan saya, mungkin sebuah tulisan yang jelek dan tidak mudah di­pahami. Sebuah tulisan yang mungkin tidak memiliki kaidah keilmiahan tin­gkat tinggi. Tetapi, saya menuliskan catatan dari proses bekerja sepenuh hati di masyarakat. Kerja –kerja saya di masyarakat betul betul merupakan kerja volunterisme untuk mengemban­gkan PAUD,” imbuhnya.

Seperti hal dengan peserta yang lain, Muning mengikuti proses pengua­tan konsep tulisannya melalui Training Center. Lebih lanjut ia mengungkap­kan,” Saya mengikuti berbagai tahapan seleksi, membaca pedoman hingga ke titik koma, mencermati apa yang ter­tuang di juknis dan saya berjuang demi sebuah idealisme dan pemikiran. Mes­kipun untuk itu saya kerap di anggap gila, lebay, tidak normal, dan lain se­bagainya.”

Proses yang tak kalah penting me­nurutnya adalah beberapa laku priha­

tin melalui doa­doa yang dimohonkan dengan sangat pada Allah. “Sampai titik terakhir, saya tidak akan tinggal glanggang colong playu... mungkin be­tul saya lebay, tapi saya bukanlah pe­ngecut, saya akan membuktikan kerja yang kami lakukan sebagai tim tidak boleh diabaikan,” ungkapnya penuh semangat.

Terbukti sudah, dari kegigihan Is­muningsih, istri dari Harman Sulistyo ini, mampu meraih Juara 1 di ajang APRESIASI GTK 2016 di Palu untuk ka­tegori Pengelola PAUD. Sebuah pres­tasi yang mengharumkan nama DIY di tingkat nasional. Dan sebuah anugerah yang merupakan jawaban dari ikhtiar panjang yang dilaluinya.

Memaknai proses Ismuningsih da­lam meraih prestasi di ajang APRESIA­SI GTK, bagaimana mengarahkan diri dalam pengabdian, mempertahankan prinsip, mempertahankan pemikiran, tidak goyah oleh pemikiran pihak lain. Terus bertahan di bawah tekanan, belajar memahami kerangka berpi­kir orang lain. Juga belajar mengelola emosi dengan baik, dan mendekat pada Sang Pemilik Kekuasaan. *

(Maya Veri Oktavia)

Kepala Disdikpora DIY Kadarmanto Baskara Aji bersama peserta ajang Apresiasi GTK 2016 (Foto ist/Hamemayu)

Page 20: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

20 No. 1| Th. IV | September 2016

Gerakan Indonesia Mem-baca (GIM) baru saja di-lounching oleh Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan yang diwakili Dirjend PAUD dan Dikmas di Gunungkidul pada 19 Mei 2016.

GIM merupakan kegiatan mem­bangun budaya baca masyarakat yang diselenggarakan lintas sektoral. Ke­giatan tersebut melibatkan lembaga swasta, berbagai organisasi sosial ke­masyarakatan, keagamaan, kepemu­daan, profesi, satuan pendidikan anak usia dini (PAUD), satuan pendidikan non formal, taman bacaan masyara­kat (TBM). Juga forum­forum yang menjadi mitra Dinas Pendidikan Pe­muda dan Olahraga Kabupaten Gu­nungkidul.

Tujuan GIM untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat serta menurunkan jumlah buta aksara. Juga untuk mengembangkan masyarakat gemar membaca sepanjang hayat. Sekaligus membangun peradaban masyarakat yang dilandasi nilai­nilai budaya bangsa.

Guna menjamin ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetara­an, dan kepastian layanan bacaan masyarakat dalam memperoleh in­formasi yang dibutuhkan dalam ran­gka meningkatkan kualitas hidupnya dan menjadi pembelajaan sepanjang hayat.

Menurut Kepala Bidang PAUDNI Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah­raga Kabupaten Gunungkidul, Su­priyadi, rangkaian kegiatan lounching Gerakan Indonesia Membaca di DIY yang dipusatkan di Gunungkidul, meliputi berbagai bentuk publikasi GIM, workshop penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD), lomba litera­si dan program aksi serta upacara pencanangan kampung literasi Desa

Kepek Kecamatan Sapto­sari. Ada pula sarasehan budaya baca di alun­alun Pemda Gunung kidul. Tar­get selanjutnya terbitnya regulasi tentang Gerakan Literasi.

Untuk memeriahkan lounching tersebut telah di­lakukan kegiatan gabungan kegiatan dengan gebyar PAUD dan Hari Aksara Internasional (HAI). Kegia­tan lounching juga disema­rakkan dengan menulis surat kepada Menteri Pendidik an dan Kebudayaan yang dilakukan warga sasaran pro­gram pendidikan keaksaraan.

Sasaran dari GIM adalah seluruh warga masyarakat di Gunungkidul yang meliputi anak usia dini, orang dewasa/orang tua, forum­forum mi­tra Disdikpora, orsosmas, organisasi kepemudaan dan keagamaan, serta orgaisasi swasta. Harapannya mun­cul kesadaran masyarakat secara umum untuk membaca.

Pada jalur pendidikan formal, kegiatan membaca digerakkan de­ngan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang sudah selayaknya dilakukan oleh peserta didik.

Kasi Dikmas, Indri Prihati­ningtyas mengatakan, berdasarkan data dari BPS yang sudah diklarifikasi oleh Disdikpora Gunungkidul, jumlah penduduk Gunungkidul yang berusia 15 hingga 59 tahun berjumlah 31.543 orang. Dari jumlah tersebut belum tuntas tuna aksara sebanyak 15.548 orang. Sedang yang sudah dituntas­kan pada 2014­2015 sebanyak 3.470 orang.

Tahun 2016 ini akan dituntaskan sebanyak 10.000 orang. Selebihnya akan diselesaikan pada tahun 2017

yang jumlahnya bisa jadi sudah ber­kurang karena sudah banyak diantara warga tersebut yang sudah mening­gal dunia.

Dampak yang sudah dirasakan dari diselenggarakannya Lounching GIM, lanjut Supriyadi, adalah terse­barnya informasi gerakan membaca. Sudah banyak orang yang menanya­kan tindak lanjut dari pencanangan tersebut.

Hal senada disampaikan Kepala KPAD Kabupaten Gunungkidul, Ali Ridlo dalam sarasehan dan syawalan forum komunikasi perpustakaan se­Kabupaten Gunungkidul (29/7/2016). Pihaknya menyatakan perlumya adanya intervensi kebijakan dalam penyusunan RAPBDes dan RKAS/M dengan memasukkan anggaran untuk perpustakaan desa dan perpustakan sekolah/ madrasah. Di semua sudut pelayanan publik disediakan pojok baca, misalnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan tempat pelaya­nan publik lainya.

Dengan meningkatnya minat dan budaya baca, secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Gunungkidul.*

(Asbani, Pengelola TBM Sari Ilmu

Gunungkidul)

Literasi Gunungkidultingkatkan Minat Baca dengan GIM

Kabid PAUDNI Disdikpora Gunungkidul, Supriyadi di ruang kerjanya (Foto Asbani)

WArTA

Page 21: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

21No. 1| Th. IV | September 2016

Yang dimaksud dengan keluarga yang tenteram adalah keluarga yang tenang, tidak ada konflik yang berarti. Rumah tangga seperti inilah yang

diinginkan semua orang. Walaupun diinginkan namun ke­tenteraman tidak bisa didapat begitu saja. Ketenteraman harus diupayakan, dibiasakan dan dijaga kelestariannya. Pada zaman yang serba susah seperti sekarang ini keten­teraman adalah sesuatu yang mahal dan sulit didapat.

Masalah yang terjadi dalam keluarga amat beragam dan kompleks. Hal ini menuntut anggota keluarga untuk mampu menghadapi masalah yang terjadi. Pada dasar­nya, dalam setiap hubungan berpotensi menimbulkan konflik. Konflik bisa berasal dari: unsur pribadi, ekono­mi, pengetahuan dan keyakinan serta kewenangan. Ada beberapa penyebab terjadinya konflik dalam keluarga, antara lain :

Kurangnya komunikasi antara suami dan isteri1. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ko­

munikasi menjadi hal penting dalam sebuah hubungan. Komunikasi yang lancar menjadi salah satu faktor tim­bulnya kepercayaan antara suami dan isteri. Selain itu, komunikasi yang terjadi sebaiknya tidak terbatas pada topik­topik yang serius saja, tetapi juga dapat berupa canda dan tawa sangat berperan penting untuk menghi­langkan rasa bosan.

Romantisme yang memudar2.

Tidak sedikit pasangan yang kehilangan romantisme setelah menikah karena merasa tidak ada lagi yang per­lu dijajaki. Hal ini bisa menyebabkan pasangan mudah emosi dan mempermasalahkan hal kecil menjadi besar serta menjadikannya topik pertengkaran. Untuk meng­hindarinya, tidak ada salahnya baik isteri maupun suami memberikan kejutan­kejutan kecil setiap harinya.

Materi3. Masalah materi seringkali menjadi permasalahan

sensitif dalam hubungan rumah tangga. Sebagian besar suami maupun isteri bertengkar akibat kurang terbuka dalam mengelola keuangan serta tidak merencanakan segala keinginan dan kebutuhan rumah tangga bersa­ma.

Orang ketiga4. Pasangan yang telah menikah, umumnya punya ke­

tertarikan satu sama lain. Sadar atau tidak, keduanya memiliki naluri yang akan memengaruhi seandainya ada sesuatu yang berbeda mengenai pasangannya. Masalah terbesar muncul ketika ada orang ketiga yang dianggap mengusik rumah tangga.

Kebersihan5. Masalah kebersihan juga dapat memicu pertengkar­

an. Seorang isteri umumnya memiliki dorongan untuk menyusun, merapihkan, dan meletakkan segala sesuatu di tempatnya serta memberi kenyamanan bagi keluarga­

Mengelola Konflik dalam Rumah tangga

Manajemen konflik adalah kemampuan individu untuk mengelola kon­flik-konflik yang dialaminya dengan cara yang tepat, sehingga tidak menim­bulkan komplikasi negatif pada kesehatan jiwanya maupun keharmonisan keluarga. Konflik terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan dan

kenyataan. Ada satu keluarga yang sangat rentan terhadap konflik, ada pula yang mampu menepis satu per satu konflik yang terjadi. Kemampuan inilah yang dibutuhkan anggota keluarga untuk dapat menyelesaikan konflik yang

ada tanpa merusak hubungan yang telah terjalin sebelumnya. Masalah tidak akan muncul tanpa penyebab. Penyebab inilah yang harus diketahui bersama, agar penanganan konflik sesuai dengan penyebabnya sehingga penyelesaian yang dilakukan tepat sasaran. Keluarga yang bisa mengatasi

konflik akan memperoleh ketenteraman.

OPiNi

Oleh Trining Herlina*)

Page 22: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

22 No. 1| Th. IV | September 2016

nya. Sayangnya, banyak pasangan yang tidak memahami. Tips yang dapat dilakukan adalah dengan mengajak pasangan untuk member­sihkan lingkungan satu minggu sekali, karena selain rumah akan bersih, waktu berdua juga dimanfaatkan dengan baik.

Mertua6. Jika hubungan dengan mertua relatif

kurang baik, kemungkinan besar salah satu pihak akan membawa cara didik keluarganya dalam membesarkannya. Hal ini menjadi su­atu perbandingan yang jelas tidak akan disu­kai oleh pasangan yang sudah menikah.

Anak7. Anak merupakan buah hati sekaligus

tanda cinta dalam rumah tangga. Hanya saja terkadang hal ini bisa berubah menjadi perselisihan ke­tika salah satu pihak memiliki cara sendiri dalam mene­rapkan pola didik bagi anaknya.

Over posesif8. Ketergantungan, takut kehilangan, dan rasa cinta

berlebih pada pasangan memungkinkan muncul rasa kepemilikian yang besar. Over posesif berakibat buruk dalam hubungan rumah tangga, karena selain mencipta­kan kesalahpahaman, keadaan ini juga secara tidak lang­sung memenjarakan keinginan salah satu pasangan. Saling percaya antara suami dan isteri sangat diperlukan.

Beberapa hal di atas seharusnya menjadi perhati­an bagi pasangan suami isteri yang baru saja menikah. Dibutuhkan kesiapan mental dan kedewasaan untuk mengatasi masalah tersebut. Sebagai simpulannya, beri­kut adalah beberapa hal yang menjadi penyebab konflik rumah tangga, yaitu.1. Konflik yang berasal dari pribadi

Suami atau isteri masing­masing merasa benar a. dengan tindakan atau pendapatnya. Terdapat perbedaan dalam menentukan pola asuh b. anak atau kebijakan dalam pengelolaan rumah tangga.

2. Konflik yang terjadi karena ukuran ekonomiSuami atau isteri sebagai pencari nafkah utama a. merasa sudah memberikan penghasilan kepada pasangannya untuk dikelola guna mencukupi ke­butuhan keluargaSuami atau isteri arga merasa kurang atau tidak b. cukup. Karena tidak cukup, kemudian menuntut untuk dicukupi atau menuntut untuk diperboleh­kan mencari tambahan penghasilan sesuai dengan pilihannya.

3. Konflik yang terjadi karena unsur pengetahuanAda kemungkinan pengetahuan antara suami dan

isteri tidak setara. Hal itu bisa berasal dari latar bela­kang pendidikan yang berbeda. Ada kalanya salah satu pasangan memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu lebih tinggi, akibatnya pendidikan keduanya tidak seim­bang. Hal ini bisa menyebabkan pasangan kurang puas dalam berkomunikasi akibat pasangannya kurang dapat mengikuti pembicaraan atau lambat mengerti isi pem­bicaraan.4. Konflik yang terjadi karena unsur keyakinan

Tidak sedikit pasangan suami isteri yang menikah dalam kondisi berbeda keyakinan. Meskipun semua ke­yakinan mengajarkan kebaikan, tetapi, masing­masing agama pasti memiliki perbedaan. 5. Konflik yang terjadi karena unsur kewenangan

Dalam undang­undang pernikahan Islam, dijelaskan bahwa suami adalah seorang kepala rumah tangga. Se­makin berkembangnya zaman, para isteri tidak sedikit yang menempatkan dirinya sebagai kepala rumah tangga. Pada kasus ini, para isteri merasa lebih tinggi derajatnya dari sisi pendidikan, pekerjaan dan gaji, serta hal lain yang lebih tinggi dari suaminya.

PENANGANAN KONFLIK

Konflik adalah hal yang alamiah dan wajar. Karena­nya konflik seharusnya dapat dikendalikan dan digunakan sebagai sesuatu yang memperkaya hubungan antara dua manusia atau lebih. Berikut adalah alternatif cara mena­ngani konflik antara suami atau isteri.

Pihak Suami (isteri yang bermasalah)1. Dalam kehidupan berumah tangga, suami berlaku

sebagai kepala rumah tangga. Dalam undang­undang pernikahan telah jelas dikatakan bahwa suami berke­wajiban untuk mendidik isteri agar dapat menunaikan kewajibannya. Saat isteri melakukan kesalahan yang telah melebihi batas, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang suami adalah:

Page 23: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

23No. 1| Th. IV | September 2016

Memberikan nasihat, pengajaran, dan peringatan.a. Menjauhi isteri adalah salah satu hukuman psikis, agar pelaku kesalahan sadar dan kembali pada pe­rilaku yang dikehendaki suami. Namun, bila terda­pat pembangkangan yang dilakukan oleh isteri, hal yang harus dilakukan adalah introspeksi diri dua belah pihak. Dibutuhkan keterbukaan, kejujuran, dan kerjasama dalam penyelesaiannya. (Zainab, 2006: 117­118)Menjauhi tempat tidur. b. Hal ini berarti sebuah kiasan yang berarti tidak bersama isteri dalam satu ranjang, namun tidak halal dan tidak bertegur sapa melebihi tiga hari. Langkah ini adalah upaya untuk membuat ke­gundahan atau menimbulkan rasa khawatir bagi isteri sehingga menjadikannya sadar atas kesala­han yang telah diperbuat.

2. Pihak Isteri (suami yang bermasalah)Tidak selalu sebuah konflik penyebabnya ada­

lah seorang isteri, atau dapat dikatakan bahwa pe­laku kesalahan tidak selalu bertitik berat pada isteri saja. Bila terjadi demikian, yang dapat dilakukan pihak isteri adalah dengan melakukan usaha perdamaian. Perdamaian yang sebenarnya, dilakukan secara tulus sehingga hubungan kembali harmonis yang dibutuh­kan dalam melanggeng kan sebuah perkawinan. Per­damaian tersebut hanya dilakukan oleh kedua belah pihak yakni suami isteri, tanpa melibatkan atau dike­tahui pihak lain (Quraish Shihab, 2000: 580).

3. Pihak Suami Maupun IsteriBila masalah yang terjadi berasal dari keduanya,

diperlukan orang yang mampu menengahi. Sebaiknya kerabat dari keduanya. Karena lebih mengetahui ke­adaan pasangan suami isteri tersebut karena kede­katan mereka, dan sangat menginginkan terciptanya perbaikan atau perdamaian dari kedua belah pihak.

A. tAHAP MENGHADAPI KONFLIK

Tahap Primer1. Tahap ini merupakan tahap pencegahan terha­

dap terjadinya konflik keluarga. Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami antara lain adalah:

a. Meningkatkan derajat keharmonisan suami isteri se­hingga lebih intim.

Mengerti terhadap pekerjaan pasangan masing­1. masing, Berusaha membuat suami dan isteri merasa se­2. nang, Saling menyatakan perasaan secara terbuka,3. Menghargai pendapat atau ide pasangan,4. Menggunakan waktu luang bersama,5. Saling memuaskan dalam kehidupan seksual.6.

b. Milikilah kesepakatan dengan pasangan tentang cara keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter yang berbeda dalam penyelesaiaan langkah ini.

c. Menyeimbangkan antara perasaan dan pikiran. Ha­dapi masalah dengan wajar.

d. Kuatkan motivasi, bahwa berumah tangga adalah ibadah. Motivasi ini yang menggerakkan bahtera kehidup an rumah tangga.

e. Kuatkan visi keluarga untuk mendapatkan kebahagi­aan.

f. Memiliki keterampilan komunikasi. Membiasakan diri untuk membicarakan dengan pasangan adalah salah satu cara menghindari konflik rumah tangga.

2. Tahap SekunderTahap memberi pengetahuan cara mengatasi­

nya. Kompromi, musyawarah untuk mencari jalan ke­luar terbaik. Metode yang digunakan adalah win-win solution, semua menang, tidak ada yang dikalahkan. Tips yang dapat dilakukan antara lain,

Redam emosi dan kemarahan dalam­dalama. Kembalikan kepada motivasi dan visi berumah b. tangga yang dimilikiLaksanakan kesepakatan tentang langkah keluar c. dari konflikJangan beripikir hitam putih atau tentang siapa d. salah siapa benar. Selesaikan berduae. Jangan pernah menampakkan konflik di depan f. anak­anak

Nila dalam keluarga sudah dicapai ketenteram­an, niscaya akan membantu motivasi bekerja untuk lebh baik, selalu bersemangat dan akan memudahkan dalam karier.

3. Tahap Tersier Setelah Konflik TeratasPasangan berusaha untuk mencegah dampak

negatif atau trauma psikologis akibat konflik yang per­nah dialami. Berkomunikasi dari hati ke hati, perlunya kesepakatan baru agar tidak terjadi konflik yang sama di masa yang akan datang. Yang perlu diperhatikan adalah:

Lupakan konflik dan jangan diungkit kembali a. Meminta maaf kepada pasangan dan memaafkan b. pasanganFokus melihat sisi kebagian pasanganc. Berpikir positifd. Jangan menceritakan konflik kepada orang laine.

***

Page 24: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

24 No. 1| Th. IV | September 2016

OPiNi

Kami ingin tidak ada lagi cerita semakin tua usia maka semakin susah. Sewaktu masih muda sese­orang boleh saja sengsara hidupnya tetapi ketika

sudah tua harus berakhir dengan bahagia. Karena itulah, kami ingin mengajak individu berkontribusi dalam meng­atasi problematika lansia. Idealnya bagi lansia adalah mereka dapat mencapai successful aging, dimana me­reka dapat menjalani masa tua mereka dengan baha­gia. Mereka dapat menerima keadaan dirinya sendiri, mensyukuri nasib, dan berbahagia dikaruniai panjang usia di dunia. Mereka mengerti bahwa cara­cara hidup tertentu yang mungkin dipandang kurang baik pada saat ini, diterima pada masa lalu, dan bahwa gaya hidup mereka itu merupakan hal yang berarti bagi sementara orang atau berarti dalam waktu­waktu tertentu.

Para lansia yang dapat menjalani kehidupan mereka dengan penuh kebahagiaan merupakan suatu hal yang menyenangkan. Suatu kondisi dimana mereka dapat menerima kondisi fisik dan kognisi yang melemah, serta menjalani kehidupan mereka dengan senyum yang lebar. Mereka dapat melakukan kegiatan­kegiatan yang sesuai dengan kapasitasnya dengan penuh semangat. Tentu harapan­harapan tersebut masih sangat jauh dari kenyataan yang ada.

Menghadapi tantangan tersebut, penulis ingin me­lakukan sesuatu yang dapat membantu lansia untuk mencapai idealitas seorang lansia. Dengan penanganan permasalahan lansia kami ingin memberikan warna yang berbeda bagi kehidupan lansia. Harapan kami, bahan ajar lansia ini dapat membantu lansia dalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya dalam pengelola­an permasalahan yang dihadapi oleh dirinya sendiri,

keluarga, dan lingkungan maupun organisasi serta lembaga. Mereka mampu menerima kenyataan tidak menyenangkan yang telah terjadi secara bijaksana dan menyadari pentingnya bersikap positif terhadap pen­galaman dan kenyataan hidup mereka.A. tekanan Hidup Lansia

Setiap orang termasuk para lansia sering menga­lami tekanan hidup. Tekanan selalu hadir dalam setiap fase kehidupan. Apakah sebenarnya tekanan hidup bagi lansia, tekanan apa saja yang dialami oleh kaum lansia, serta apa saja yang menjadi penyebab tekanan bagi lansia kemudian bagaimana mengatasinya.

Tekanan hidup adalah sesuatu yang terjadi akibat timbulnya perubahan dalam kehidupan. Semakin besar perubahan itu, semakin besar tekanan hidupnya.

Beberapa tekanan hidup yang sering dialami oleh kaum lansia:

Merasa membebani orang lain,1. Merasa diri tidak berguna,2. Khawatir terhadap generasi penerus,3. Dihantui masa lalu yang suram,4. Takut akan kematian,5. Gangguan kesehatan,6. Kesepian,7. Ancaman perkembangan zaman,8. Trauma ditinggalkan orang­orang yang dikasihi,9. Merasa bosan hidup, dan sebagainya.10.

B. Penyebab tekanan Hidup1. Perubahan dalam kehidupan sehari-hari

Peristiwa Biasa Dalam Kehidupan Kaum a. Lansia,

Masa Pensiun, b.

Pemahaman Lansia Meningkatkan Kegembiraan

Individu, keluarga, dan masyarakat harus bergerak bersa­ma­sama dalam mengatasi permasalahan lanjut usia. Saat ini permasalahan lansia semakin banyak seiring dengan bertam­

bahnya jumlah lansia di Indonesia. Dari sekitar 200 juta pendu­duk Indonesia. 10 persennya atau sekitar 20 juta orang adalah

penduduk berusia lanjut.

Oleh endang Titik setyaningsih

Page 25: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

25No. 1| Th. IV | September 2016

Pemahaman Lansia Meningkatkan Kegembiraan

Tinggal serumah dengan anak­menantu dan c. cucu,

Tempat tinggal terkena kebakarand. Rumah dijual karena terlilit hutang e. Tinggal di panti werda, f. Kematian suami/isteri, g. Keadaan fisik yang melemah.h.

2. Berbagai karakter orang Setiap orang mempunyai karakter yang khas.

Ada yang memiliki pribadi yang a. menjengkelkan, contohnya : Orangnya keras/galak/kurang sabaran, dan ketus dalam bicara.

Sulit menghadapi orang­b. orang di sekitarnya, ka­rena perbedaan pendapat dengan suami atau isterinya,

Menghadapi cucu yang nakal, c. Menghadapi teman yang egois, d. Teman yang menyakiti hatinya, dan e. sebagainya.

3. tidak dapat menguasai keadaanAda saat­saat di mana kaum lansia tidak dapat

menguasai keadaan. Divonis menderita penyakit kanker, a. Divonis mengidap penyakit kista, b. Divonis menderita penyakit tumor ganas dll,c. Menerima kabar kematian sahabat atau keluar­d. ga dekat.

4. Putus asa Lansia sering merasa putus asa.

Perasaan kesepian, a. Merasa diri tidak berguna,b. Membebani orang lain, membuat mereka se­c. makin tertekan untuk menjalani kehidupan me­reka,

Penyakit menahun, dan penyakit pandemi.d. 5. Rasa bersalah

Penyebab perasaan bersalah adalah Rasa bersalah ini timbul saat lansia tidak mem­e. pedulikan hati nuraninya misalnya, pilih kasih terhadap salah seorang cucu,

Melanggar perintah Allah misalnya mendendam f. kesalahan seseorang, dan kasar terhadap orang lain, sulit memaafkan pada orang lain,

Perasaan malu, menyesal, tidak dapat mema­g. afkan diri dan merasa tidak layak di hadapan Tuhan.

C. tanda-tanda lansiaKondisi fisik terus menurun produksi hormone su­1. dah berkurang dan akhirnya berhenti sama sekali. Kaum perempuan mengalami masa menopause se­dang kaum pria mengalami masa andropouse. Kulit­pun menjadi kerut karena dehidrasi, tubuh menjadi cepat capek. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes osteoporoses hipertensi prostat dan jan­

tung koroner mulai menyerangBerkurangnya aktivitas susunan 2.

syaraf, hal ini berpengaruh dalam ke­hidupan dan perilaku diri menjadi

sangat sensitive dan mudah ter­singgung.

Mudah lupa/pikun/Alzheimer, 3. karena beberapa jaringan sel otak rusak dan menyebabkan pesan ti­

dak terkirimJiwanya masih dalam status Pu­4.

bertas III s/d usia 70

D. Apapun dan bagaimanapun yang penting gembira (happy)

Marah, cemas, takut dan rasa tertekan membuat 1. otak mengeluarkan nor adrenalin, hormon sangat beracun yang menempati urutan kedua setelah bisa ular. Racun ini membuat sakit, cepat tua dan akhirnya cepat mati.Sebaliknya tersenyum dan tertawa, adalah sebagai 2. obat terbaik mengurangi rasa tidak senang dan rasa nyeri, saat tersenyum atau tertawa, tubuh meng­hasilkan beta endorfin (zat membuat rasa senang dan mengurangi rasa nyeri), bahkan sakit perut saat tertawa terbahak­bahak adalah efek dari keluarnya hormone tsb, sama sekali tak ada efek sampingnya. Apalagi menghadapi segala sesuatu secara positif dan afirmatif, tubuh akan mengeluarkan hormon tadi. Hormon seneng dan menghilangkan rasa nyeri atau boleh dikatakan hormon gembira/kebahagiaan ini sangat berkhasiat memperkuat daya tahan tubuh, menjaga sel otak tetap muda, melawan penuaan, menurunkan agresifitas dalam relasi antar manusia, meningkatkan semangat, daya tahan dan kreatifitas. Karenanya tersenyum/tertawalah dan bersikaplah positif serta afirmatif jika ingin sehat awet tuwo dan panjang yuswo.

E. Lansia perlu mengetahui bahwa :Marah selama 5 menit saja berakibat imunitas sistem 1. tubuh akan depresi selama 6 jamDendam/menyimpan kepahitan, imunitas tubuh mati. 2.

Page 26: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

26 No. 1| Th. IV | September 2016

Disitulah awal segala penyakit stres, kolesterol tiggi, darah tiggi, jantung, rhematik, arthritis dan stroke (pendarahan/penyumbatan pembuluh darah)Jika sering membiarkan diri stres berakibat sering 3. mengalami gangguan pencernaan.Jika sering merasa khawatir berakibat mudah 4. terserang penyakit nyeri punggungJika mudah tersinggung akan cen­5. derung terkena penyakit inso­mania (susah tidur)Jika sering bingung akan be­6. rakibat terkena gangguan tulang belakangbagian ba­wah.Jika sering membiar­7. kan rasa takut yang berlebihan,berakibat mudah terkena penyakit ginjal.Jika suka bernegative thing­8. king akan mudah terkena penyakit dyspepsia (penyakit sulit mencerna ber­bagai hal )Jika mudah emosi dan cenderung pemarah dapat se­9. bagai penyebab rentan terhadap penyakit hepatitis.Jika sering bertindak apatis (tidak pernah peduli) 10. terhadap lingkungan, akan berpotensi mengalami penurunan kekebalan tubuh.Jika sering menganggap sepele semua persoalan, 11. cenderung berakibat berpenyakit diabetesJika sering merasa kesepian berakibat terkena pe­12. nyakit demensia senelis (memori dan fungsi control tubuh berkurang)Jika sering merasa sedih dan selalu merasa rendah 13. diri maka berakibat terkena penyakit leukimia (kan­ker darah putih)Selalu bersyukur dan ihklas atas semua perkara yang

telah terjadi membuat hati menjadi gembira dan bahagia. Sehingga dapat tersenyum bahkan tertawa yang menim­bulkan energi di atas. Hati yang gembira bahagia adem ayem tentrem sumeleh adalah obat yang sangat dominan bagi kesehatan badan/anti aging terutama bagi lansia.

Beberapa nasehat buat para lansiaUsahakan tetap aktif dan jangan pernah berhenti 1. belajar, cari aktivitas untuk mengalihkan energi baik otak maupun fisik karena pensiun (diam) membuat sering sakit­sakitan atau cepat mati, Sebaliknya ber­gerak atau berfikir membuat hidup lebih lama

Kalau masih bekerja, fokus untuk mengembangkan 2. dan menyenangkan orang lain, bukan lagi mengejar karier dan menumpuk harta.Nikmati kondisi yang ada tidak perlu banting tulang 3. lagi. Gunakan tabungan yang ada dengan bijaksana,

kalau masih kuat dan ada dana, perbanyak iba­dah sosial, pergi ke tanah suci atau sering

berwisata spiritualHiduplah disini dan sekarang, 4. bukan besuk atau kemarin. Be­

suk belum tentu ada dan yang kemarin sudah lewat.

Bermain dengan cucu 5. (kalau ada) tetapi jangan mau menjadi baby sister atau jadi satpam selagi anak/menantu

tidak dirumahnyaRutin olahraga dan jaga 6.

pola makan sehat. Terima semua kemunduran fisik, rasa nyeri, sakit

atau lemah sebagai proses alamiah.Nikmati hidup dengan pasangan anak atau cucu ba­7. hkan sahabat­sahabat yang dirasa dekat, tetapi bu­kan karena harta, pangkat, derajat, kedudukan dan kesuksesan.Nikmati ketenangan bathin, perbanyak silahturah­8. mi yang hakekatnya berbuat baik dan kebaikan tanpa mengharap bahkan memaksa hal yang sama kepada setiap orang, hilangkan dendam dan benci, minta maaf atau memaafkan diri sendiri dan orang lain segera pada kesempatan pertama diminta atak dimintaPerbanyak taubat dan mulai bersahabat dengan ke­9. matian, dan jangan pernah takut mati. Pandanglah mati sebagai suatu proses alamiahBerusahalah untuk tetap damai dihati, yang gilirannya 10. dapat mendatangkan kegembiraan/kebahagiaan

terdapat 4 kelompok lansiaWreda madya : Usia 45 ­ 591. Wreda utama : Usia 60 ­ 742. Wreda prawasana : Usia 75 ­ 903. Wreda wasana : Usia 90 ­ keatas4. (Dua kelompok terakhir dikatakan sebagai jompo)5.

Page 27: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

27No. 1| Th. IV | September 2016

“Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu.” Quote terkenal dari Ali bin Abi Thalib, khalifah ke­4 Umat Islam yang terkenal kepandaiannya itu kiranya tak beda jauh dari apa yang di­tuliskan George S. Morrison dalam karyanya yang berjudul PENDIDIKAN ANAK USIA DINI SAAT INI.

Perubahan­perubahan tengah menyapu dunia anak usia dini, mentransformasi profesi orangtua dan guru di de­pan mata. Perubahan­perubahan dalam pendidikan dan perkembangan anak usia dini menurutnya mampu men­ciptakan peluang­peluang menarik sekaligus tantangan bagi semua pro­fesi di PAUD, terutama bagi orangtua dan guru. Ini artinya orangtua maupun seorang guru harus mampu mencip­takan dan mencipta ulang diri sebagai profesional pendidikan anak usia dini. Sedangkann tantangannya melibatkan pereformasian profesi yang mencakup kolaborasi, kerja keras dan dedikasi kons­tan untuk meraih pendidikan berkualitas tinggi bagi semua anak.

Berangkat dari fenomena di atas, buku ini tersusun dengan mengintegrasikan 13 tema kritis yang menjadi fondasi disiplin saat ini, yakni :

Pentingnya mengembangkan kemampuan baca anak1. Meningkatnya jumlah keragaman anak di ruang kelas 2. berimplikasi pada peruabahan pembelajaranPentingnya praktik­praktik yang sesuai dengan usia 3. perkembangan anak (DAP: Developmentallay Appropi-ate Practise)Efek­efek resesi besar terhadap anak akibat jurang per­4. bedaan kondisi ekonomi keluarga.Pengintegrasian bidang pendidikan khusus dan pendi­5. dikan anak usia dini

Gerakan kelas inklusi6. Kesiapan bersekolah7. Penekanan terhadap tanggung jawab guru bagi prestasi 8. muridPengintegrasian sain, teknologi, teknik dan matematika 9. ke dalam kurikulumPenekanan yang diperbaharui bagi penyediaan kese­10. hatan mental anakPenggunaan 11. piranti teknologi untuk mendukung belajar anakPengembangan profesional guru yang terus berlangsung 12. Mendidik perilaku anak dan melatih kemampuan anak 13. untuk bertanggung jawab terhadap perilaka mereka sendiri

Buku ini ditulis George S. Morrison, profesor pendidikan anak usia dini di Uni­versitas North Texas, berdasarkan riset di lapangan yang dipadukan dengan stan­dar­standar profesional, National Assosi-ation for The Education of Young Children (NAEYC). Sehingga buku ini memiliki ruh, mampu mengajak pembaca ke ranah aplikasi, bukan lagi di dataran konsep. Dikemas dengan hard cover menjadikan buku ini tampil elegan. Didukung penyajian tulisan yang ter­susun secara sistematis, dilengkapi : contoh praktik, gambar dan rang­kuman di tiap tema pembahasan memudahkan pembaca memaha­mi conten tulisan.

Akhirnya, kehadiran buku ini sangat repre­sentatif menjadi referensi bagi semua kalangan, terutama para profesi, praktisi dan birokrat di bidang pendidikan anak usia dini. Buku ini menggugah dan membuka cakra­wala wawasan yang luas terhadap segala bentuk globalisasi pendidikan anak usia dini dan strategi menjadi profesional di bidang pendidikan anak usia dini. Harapannya, semua ka­langan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat mampu berperan secara profesional dan penuh dedikasi mewujudkan pendidikan yang berkualitas tinggi untuk anak usia dini.

*) Maya Veri Oktavia, Pegiat Gerakan Mencintai Buku Sejak Dini dan

Pengelola PAUD Islam Terpadu Mekar Insani Yogyakarta

rESENSi

Reformasi Profesi terhadap Globalisasi PAUD

Judul Buku : Pendidikan Anak Usia Dini saat iniPenulis : George s. MorrisonPenerjemah : Yudi santoso, s.FilPenerbit : Pustaka PelajarCetakan : Pertama, Juni 2016Tebal : 1043 HalamanPeresensi : Maya Veri Oktavia*)

Page 28: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

28 No. 1| Th. IV | September 2016

SESULUH

Wis dadi kembang lambe ing saindenging jagad pawiyatan Indonesia, sandhung­jekluk stan-dar kompetensi pendidik lan tenaga kependi-

dikan. Ora maido, awit pocapan iku pancen ana dhasare paugeran minangka wewaton. Tumprap awake dhewe, Permendiknas No. 40 Tahun 2009 ngenani standar penguji kursus lan pelatihan; No. 41 Tahun 2009 magepokan standar kualifikasi pembim-bing kursus lan pelatihan; No. 42 Tahun 2009 bab standar pengelola kursus lan pelatihan; No. 43 Tahun 2009 nlikuri standar tenaga administrasi pendidikan program Paket A, Paket B, lan Paket C; apa dene No. 44 Tahun 2009 tumprap standar pengelola pendidikan program Paket A, Paket B, lan Paket C.

Wosing tembung, saben pendidik lan tenaga kependi-dikan kudu darbe kualifikasi akademik lan kompetensi sarta saras jiwa ragane kanggo mujudake ancasing pendidikan nasional. Tegese kualifikasi akademik yaiku sak apes­apese tingkat pendidikan minangka gada resmi. Contone, yen arep dadi pengelola program kesetaraan sak asor­asore kudu wis cekelan ijazah SMA/sederajat. Anadene perang­a ning kompetensi yaiku cacah papat: kompetensi pedago-gik (lebda ngelmuning memulang), kompetensi kepribadian (awatak­wantu budipakerti luhur), kompetensi profesional (wasis tatalaku lan tatakramaning pakaryan) lan kompe-tensi sosial (luwes mangun sesambungan antaraning pri­badi lan tembayatan ing bebrayan agung).

Bab kualifikasi akademik, watone kuwat sinau lan ra­gad wis mesthi bisa keturutan tutug. Semono uga kom­petensi pedagogik (lan andragogik/genalogik tumprap ca­raning pasinaon dewasa) dalah kompetensi profesional wis mesthi melu kecakan watone pasinaone magepokan profesi pendidikan, kursus utawa sinau dhewe banjur di­buktekake lumantar uji kompetensi. Malah sing kepara rawit, lungit, rumpil lan bisa nyamari yaiku kompetensi kepribadian lan kompetensi sosial. Ora sithik sedulur sing wis padha kaanggep mumpuni sakaliring bab pawiyatan, jebule apes ing perkara kapribaden lan/utawa sosial. Ka­beh sarwa pinunjul, emane disingkiri liyan. Wis mesthi wae bakal nggothangake tepa­palupi patuladhan.

Saben­saben aku kabeh kudu rila lan legawa mawas dhiri kanthi temen, bares lan prasaja ing rong perkara

mau. Mergane, iki dudu ukara panyakrabawa apa maneh panyucuh laku murang susila kaya asring ketanggor ari­warti utawa meda sosial, nanging bab larasing kahanan jaman (seitgeist). Bebener kautaman ing jaman biyen sing kapetung bener lan pener, mbok menawa merga mangsa saiki kudu ganti cakcakan. Ana maneh kasunyatan sing

rikala semana durung ungsum, saiki wis dadi dhedhesan anyar. Embuh merga majuning panaliten, srawungan bangsa

manca utawa owah gingsiring pakeliran pulitik nasional lan tampon sawernaning seserepan lan teknologi.

Minangka tuladha pancadan, para sedulur ing pa­wiyatan formal kagungan bundhelan sepuluh kecik kom­petensi profesional sing tansah kudu diudi dening para guru, kurang­luwihe: (1) baud ing piwulang; (2) baud nata rantaman pasinaon; (3) baud nggelar­nggulung kahanan kelas; (4) baud migunakake piranti lan sumber; (5) baud ngrigenke lakuning pamulangan; (6) baud mbiji monjoning siswa; (7) baud ing pamomonganing bocah; (8) baud ad­ministrasi pawiyatan; (9) baud ing panaliten pendidikan; lan (10) baud methik wohing panaliten pendidikan tum­praping pamulangan.

Iki mau lagi siji bab ngempu paripurna, durung liyane. Nggegulang dhiri tumuju marang kalebdan lan kawasisan amrih mumpuni iku jelbule nak kemranak. Nanging ke­priye maneh, iku kudu dilakoni amrih anggone ngayahi se­sanggeman ora sangga runggi, tidha­tidha lan mentoyong­mentoleh. Kosok baline, banjur baud bisa rumangsa, ora mung rumangsa bisa.*

Nikelake Kalebdan Supaya Bisa Rumangsa

Oleh Y. Lilik Subiyanto

Page 29: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

29No. 1| Th. IV | September 2016

Walah... gak dapat lagi, gak dapat lagi…! Bu Tanti memaki­maki sembari hilir mudik di­serambi dapur rumahnya. Dia baru saja men­

dengar suara ibu RT melalui loudspeaker masjid tentang pengambilan jatah raskin bagi keluarga di wilayahnya.

Agus suaminya yang masih agak capai terusik dari istirahatnya, lalu mendekati isterinya yang wajahnya masih cemberut, ”Ada apa ta Bu, kenapa marah­marah?” tanyanya dengan halus. “Mbok ya yang sareh ta… ada rembug ya dirembug, ada masalah ya dipecahkan, gak perlu dengan emosi. Ayo duduk sini mumpung anak­ anak masih bermain di luar “.

Bu Tanti menjawab dengan ketus, “Halah. Bapak gak tahu sih, ibu RT kita memang tidak adil, masak kita ini sejak ada program beras raskin sekali pun kita belum pernah dapat, sementara tetangga sebelah selaluuuu dapat. Kurang apa sih aku ini sama bu RT. Di PKK aku bendahara, di Dasa wisma aku juga bendahara… lha ka­lau giliran bagi­bagi beras kok tidak diingat. Apa adil itu pak ? Kalau ada lomba desa aku pasti dikasih pekerjaan setumpuk, diajak rapat ke sana ke mari, gak diberi uang bensin lagi…sebeeel.”

Pak Agus geleng­ge­leng kepala mendengar umpatan isterinya yang memang termasuk ibu aktif di dusunnya.

“Pak, pokoknya saya mau balas dendam dengan bu RT, saya mau mogok total dari semua kegiatan, biar bu RT tahu bahwa aku pun juga bu­tuh beras, yah paling ti­dak untuk balas jasalah dari semua kegiatanku. Ingat ya pak pokoknya aku kecewa dan ingin memberi pelajaran pada bu RT,” kata Bu Tanti.

Pak agus, tercenung dengan perkataan isterinya yang pedas itu. Dia tidak mengira bahwa selama ini iste­rinya tidak tulus dalam menjalankan kegiatan di dusun­nya. Ingin menasehati, tapi melihat isterinya yang masih

tinggi emosinya pak Agus menahan diri. Bagaimanapun ia mengerti dan harus tetap bisa dalam posisi yang netral.

Belum reda emosinya, tiba­tiba terdengar suara ketukan pintu tok... tok... “Selamat sore, permisi Bu, permisi Pak…”

“Ow… mari mari, silakan Nak Paul dan Nak Erwin..kok tumben.. main ke sini. Silakan duduk, lho bawa

ini kok bawa karung segala? Ada yang bisa kami bantu Nak ? Paul dan Erwin adalah ketua pemuda dan Erwin adalah bendaharanya. Dua anak itu memang pemuda pe­lopor kegiatan walaupun dilakukan saat sela kuliahnya.

“Ehm, begini Pak, maaf sebelumnya, dalam rangka kegiatan memperingati kemerdekaan kita akan menga­dakan lomba untuk seluruh warga pak, dari anak­anak sampai lansia. Nah, karena butuh biaya besar, kas kami tidak cukup. Kemarin sudah mencari rongsokan juga Pak tapi dana masih kurang untuk beli hadiah dan tirakatan­nya, maka dengan terpaksa kami hohon bantuan uang sekadarnya atau boleh juga beras Pak. Jadi kegiatan ini dari kita oleh kita dan untuk kita,” kata Paul menamba­hkan keterangan dengan semangat.

“Bagus... bagus... baik sebentar ya Nak, saya ambil­kan,” Pak Agus ke dapur mencari isterinya. Ter­nyata ibu Tanti tidak ada. Ow paling ke warung cari snack untuk menjamu ta­munya pikirnya. Lalu Pak Agus mengambil uang lima puluh ribu dan seki­lo beras.

“Ini Nak Erwin serta Paul sedikit dari kami se­moga berarti ya. Semoga lancar semuanya,” kata Pak Agus.

”Waduh terima kasih sekali ya Pak, kami akan ke­tetangga sebelah... kami mohon diri permisi. Selamat sore,” kata Paul.

Ketika dua pemuda tadi sudah hilang dari pandangan pak Agus, ia dikejutkan dengan suara isterinya, “Pak, Pak tamunya dah pulang ? Saya belikan slondok untuk teman

Beras Raskin Itu…

Oleh erna Yuli Agustin

CeRPeN

Page 30: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

30 No. 1| Th. IV | September 2016

minum. Sudah pulang ta? Ya sudah untuk kita saja. Saya mau memasak saja.”

Tapi belum lama bu Tanti berteriak lagi memanggil suaminya yang akan kebelakang, “Pak berasku kok berku­rang? Saya mau menanak nasi, perasaan kemarin masih banyak, kok sekarang berkurang banyak ya ?”

Pak Agus menjawab, “Tadi selama Ibu ke warung saya mengambil beras kurang lebih satu kilo untuk mem­bantu pemuda, Bu.”

Pak Agus lalu menjelas­kan maksud kedatangan tamu tadi, “Kasihan kan Bu, mereka masih maha­siswa, tapi sema ngat dan kemauan untuk memban­gun desanya sangat kuat, kita harus mendukung dan membantunya Bu... Ibu gak marah kan….?”

“Haduh Pak... Pak. Ba­gaimana sih Bapak ini, saya masih marah dan kecewa karena ulah bu RT seka­rang kedatangan tamu ya hanya minta sumbangan, kapan kita kaya, Pak?”

“Astafirullah ya ampun Bu ... istifar… mengapa Ibu ti­dak pernah bersyukur dengan semua anugerah yang telah kita terima ini, kita punya rumah, selalu sehat, anak juga lumayan pandai. Saya juga ada penghasilan tetap.harusnya ibu tidak boleh ngomong seperti itu. Kita harus lebih ber­syukur Bu, bisa memberi dari pada diberi melayani dari pada dilayani… sadar Bu, sabar Bu… Tuhan pasti akan mengganti lebih. Percayalah!” kata Pak Agus.

“Ah Bapak ini selalu begitu, tidak pernah membela saya. Selalu memberi bantuan, kapan bisa kaya?” kata bu Tanti bersungut­sungut. Dalam hatinya sebenarnya mem­benarkan kata­kata suaminya. Tiba­tiba Wibi putranya pulang, “Hore­hore Ibu... Ibu... Ibu di mana. Saya dapat hadiah Bu…”

Ibunya keluar mendapati anaknya yang pulang sem­bari membawa surat. Surat apa, nak?”

Wibi lalu menjelaskan, ”Bu, ini ada surat dari pak

RT bahwa aku dapat hadiah beasiswa prestasi dari pe­rusahaan susu peduli anak Bu. Nih saya bebas SPP dan dapat uang saku duaratus ribu tiap bulan bu…ihuiii, Bapak mana Bu?”

Setelah bertemu ayahnya yang sedang menyiram di kebun, Wibi bercerita dengan semangat pada ayahnya.matanya berbinar­binar, wajahnya penuh ceria. Bapaknya me ngelus rambut anaknya, “Selamat ya… bapak senang dan bangga padamu. Nanti uang sakumu yang lima puluh ribu dibantukan temanmu yang seratus ribu untuk jajan sebulan, yang lima puluh ribu ditabung ya…”

“Siap Pak. Saya mau mandi, nonton TV satu jam baru

belajar….saya mandi dulu ya pak…”

Ibu Tanti terharu mendengar perca­

kapan mereka, dia tidak mengi­ra anaknya yang masih kecil sudah memiliki kesada­ran dan kemauan

untuk berbagi.Pak Agus lalu

mendekati isterinya, “Bu… ada apa? Masih marah? Masih menyesali beras

yang kita berikan pemuda tadi ?”“Tidak Pak, saya malu pada diri sendiri, kenapa saya

kalah dengan Wibi anak kita…”Pak Agus bersyukur karena isterinya telah disadar­

kan oleh anaknya. “Betul kan Bu…Tuhan tidak pernah ti­dur. Dia akan mengganti dan melipat gandakan harta kita bila kita memberi dengan iklas. Coba berapa kali lipatnya dari yang kita berikan tadi. Itu juga upah bagimu yang setia melayani, berkegiatan di sini tak mengenal lelah. Balasan ­nya ya lewat anak kita ini Bu.”

“Yah... ya, ya, Pak. Saya baru mengerti.”Pak Agus tersenyum dan bersyukur dalam hati kare­

na isterinya telah terbuka hatinya untuk berbagi.*

*) Penulis: pegiat perempuan di lereng Merapi

Page 31: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

31No. 1| Th. IV | September 2016

LeNsA BPKB

Diklat Bahan Ajar PNF di BPKB DIY 3 Mei 2016 Diklat Pembelajaran Kursus di BPKB DIY Mei 2016

Diklat Perencanaan Pembelajaran Paket C1 di BPKB DIY 31 Mei 2016

Diklat Pembelajaran Kursus di BPKB DIY 31 Mei 2016

Diklat Perencanaan Pembelajaran Paket C di BPKB DIY 1 Juni 2016

Diklat Perencanaan Pembelajaran Paket C di BPKB DIY 31 Mei 2016

Seminar Pendidikan karakter di keluarga di BPKB DIY 27 Juli 2016 Seminar Pendidikan karakter di keluarga (Foto-foto ist/Hamemayu)

Page 32: Meningkatkan Mutu Pendidikan Nonformal

32 No. 1| Th. IV | September 2016

DIY berhasil m

eraih juara umum

dalam Apresiasi GTK-

PAUD dan Dikmas tingkat Nasional tahun 2016 di Palu,

Sulawesi Tengah (Foto ist/HAM

eMAYU)