mengikuti penguasa dalam urusan puasa dan berbuka

Upload: denny-rivani

Post on 07-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 Mengikuti Penguasa Dalam Urusan Puasa Dan Berbuka

    1/4

    Mengikuti Penguasa dalam Urusan Puasa dan Berbuka

    Secara mudah sbb:

    1. Wajib menetapkan awal bulan dengan Ru'yat bukan dengan hisab

    2. Apakah ru'yat negara lain sudah mencukupi untuk negara kita, atau kah negara kitaharus melihat hilal sendiri (masalah ikhtilaful mathali'), maka ini adalah BAGIAN

    TUGAS DAN IJTIHADNYA PENGUASA, rakyat boleh menasehati penguasa sesuai

    dengan adab-adabnya.

    3. Terkait dengan poin 2, tugas rakyat DALAM MASALAH INI adalah mengikuti

    hasil Ijtihad pemerintah, baik ijtihadnya benar maupun salah.

    Pembahasan yang lebih rinci sbb:

    Permasalahan ini akan kita bagi menjadi 2 bahasan

    Pertama: Kewajiban Penguasa

    yaitu menentukan awal Ramadhan dan Syawwal dengan tiga perkara :1. Ruyah hilal (melihat bulan sabit).

    2. Persaksian atau kabar tentang ruyah hilal.

    3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Syaban.

    Tiga hal ini diambil dari hadits-hadits dibawah ini :

    1. Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu anhu, ia berkata :

    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : Berpuasalah kalian karena

    melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian

    terhalang awan, maka sempurnakanlah Syaban tiga puluh hari. (HSR. Bukhari

    4/106, dan Muslim 1081)

    2. Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma :

    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : Janganlah kalian mendahului

    bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian

    yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal

    Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh

    hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari. (HR. Abu Dawud

    2327, An-NasaI 1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di Shahih kan

    sanadnya oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

    3. Hadits dari Adi bin Hatim radhiallahu anhu :Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : Apabila datang bulan

    Ramadhan, amka berpuasalah 30 hari kecuali sebelum itu kalian melihat hilal. (HR.

    At-Thahawi dalam Musykilul Atsar 105, Ahmad 4/377, Ath-Thabrani dalam Ak-

    Kabir 17/171 dan lain-lain)

    4. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :

    Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan

    menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi

    mempersaksikan (ruyah hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.

    (HR. An-NasaI 4/132, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni, 2/167, dari Abdurrahman bin

    Zaid bin Al-Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah, sanadnya Hasan. Demikian

  • 8/3/2019 Mengikuti Penguasa Dalam Urusan Puasa Dan Berbuka

    2/4

    keterangan Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan. Lihat Shifatus Shaum

    Nabi, hal. 29)

    Hadits-hadits semisal itu diantaranya dari Aisyah, Ibnu Umar, Thalhah bin Ali, Jabir

    bin Abdillah, Hudzaifah dan lain-lain Radliallahu anhum. Syaikh Al-Albani

    membawakan riwayat-riwayat mereka serta takhrij-nya dalam Irwaul Ghalil hadits ke109.

    Isi dan makna hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa awal bulan puasa dan Iedul

    Fithri ditetapkan dengan tiga perkara diatas. Tentang persaksian atau kabar dari

    seseorang berdalil dengan hadits yang keempat dengan syarat pembawa berita adalah

    orang Islam yang adil, sebagaimana tertera dalam riwayat Ahmad dan Daraquthni.

    Sama saja saksinya dua atau satu sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibnu Umar

    radhiallahu anhuma ketika beliau berkata :

    Manusia sedang melihat-lihat (munculnya) hilal. Aku beritahukan kepada Nabi

    Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa aku melihatnya. Maka beliau berpuasa dan

    memerintahkan manusia untuk berpuasa. (HR. Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4,Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423 dan Al-Baihaqi, sanadnya Shahih sebagaimana

    diterangkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Kabir 2/187)

    Berdasarkan hadis Ibnu Umar ini, maka Laporan dari kegiatan melihat hilal,

    disampaikan kepada penguasa, Selanjutnya penguasa akan berijtihad apakah

    menerima persaksian seseorang atau justru menolaknya,hingga dapat ditetapkan awal

    puasa/lebaran.

    Kedua: Kewajiban Rakyat

    Dalam masalah ini adalah taat kepada penguasa, yakni mengikuti keputusan penguasa

    dalam penentuan hilal tersebut.

    Apabila seorang rakyat melihat hilal, maka sesuai dengan hadis Ibnu Umar di atas

    wajib melaporkannya kepada penguasa (bila memungkinkan dari faktor jarak dll).

    Seseorang tidak boleh menyelisihi masyarakat kaum muslimin bersama penguasanya

    dalam puasa dan Iedul Fitri, karena sudah ada hadis nabi:

    Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa dan berbuka kalian (Iedul Fithri) adalah hari

    kalian berbuka (tidak berpuasa) dan Adha kalian adalah hari kalian berkurban. (HR.

    Tirmidzi 2/37 dan beliau berkata hadits gharib hasan. Syaikh Al-Albani berkata :

    Sanadnya jayyid dan rawi-rawinya semuanya tsiqah. Lihat Silsilah Al-Hadits As-

    Shahihah 1/440)

    Berikut ini saya kutipkan Tulisan di Majalah Salafy edisi XXIII hal.20-21Sekarang timbul permasalahan yaitu seseorang yang melihat ruyah sendirian secara

    jelas, apakah dia harus beriedul fithri dan berpuasa sendiri atau bersama manusia ?

    Dalam permasalahan ini ada tiga pendapat, sebagaimana yang dirinci oleh Ibnu

    Taimiyah dalam Majmu Fatawa 25/114 :

    Pendapat Pertama :

    Wajib atasnya berpuasa dan beriedul fithri secara sembunyi-sembunyi. Inilah

    madzhab Syafii.

    Pendapat Kedua :

    Dia harus berpuasa tetapi tidak beriedul fithri kecuali ketika bersama manusia.Pendapat ini masyhur dari madzhab Maliki dan Hanafi.

  • 8/3/2019 Mengikuti Penguasa Dalam Urusan Puasa Dan Berbuka

    3/4

    Pendapat Ketiga :

    Dia berpuasa dan beriedul fithri bersama manusia. Inilah pendapat yang paling jelas

    karena sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam (artinya) : Puasa kalian

    adalah hari kalian berpuasa dan berbuka kalian (Iedul Fithri) adalah hari kalian

    berbuka (tidak berpuasa) dan Adha kalian adalah hari kalian berkurban. (HR.Tirmidzi 2/37 dan beliau berkata hadits gharib hasan. Syaikh Al-Albani berkata :

    Sanadnya jayyid dan rawi-rawinya semuanya tsiqah. Lihat Silsilah Al-Hadits As-

    Shahihah 1/440)

    Demikian keterangan Syaikhul Islam.

    Bertolak dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu Anhu diatas, para ulama pun

    berkomentar. Di antaranya Imam At-Tirmidzi berkata setelah membawakan hadits

    ini : Sebagian ahlu ilmi (ulama) mentafsirkan hadits ini bahwa puasa dan Iedul Fithri

    bersama mayoritas manusia.

    Imam As-Shanani berkata : Dalam hadits itu terdapat dalil bahwa hari Iedditetapkan bersama manusia. Orang yang mengetahui hari Ied dengan ruyah

    sendirian wajib baginya untuk mencocoki lainnya dan mengharuskan dia untuk

    mengikuti mereka didalam shalat Iedul Fithri dan Iedul Adha. (Subulus Salam 2/72)

    Ibnul Qayyim berkata : Dikatakan bahwa di dalam hadits itu terdapat bantahan

    terhadap orang yang mengatakan bahwa barangsiapa mengetahui terbitnya bulan

    dengan perkiraan hisab, boleh baginya untuk berpuasa dan berbuka, berbeda dengan

    orang yang tidak tahu. Juga dikatakan (makna yang terkandung dalam hadits itu)

    bahwa saksi satu orang apabila melihat hilal sedangkan hakim tidak menerima

    persaksiannya, maka dia tidak boleh berpuasa sebagaimana manusia tidak berpuasa.

    (Tahdzibus Sunan 3/214)

    Abul Hasan As-Sindi setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah pada riwayat

    Tirmidzi, berkata dakam Shahih Ibnu Majah : Yang jelas maknanya adalah bahwa

    perkara-perkara ini bukan untuk perorangan, tidak boleh bersendirian dalam hal itu.

    Perkaranya tetap diserahkan kepada imam dan jamaah. Atas dasar ini, jika seseorang

    melihat hilal sedangkan imam menolak persaksiannya, maka seharusnya tidak diakui

    dan wajib atasnya untuk mengikuti jamaah pada yang demikian itu.

    Syaikh Al-Albani menegaskan : Makna inilah yang terambil dari hadits tersebut.

    Diperkuat makna ini dengan hujjah Aisyah terhadap Masruq melarang puasa padahari Arafah karena khawatir pada saat itu hari nahr (10 Dzulhijah). Aisyah

    menerangkan kepadanya bahwa pendapatnya tidak dianggap dan wajib atasnya untuk

    mengikuti jamaah. Aisyah berkata : Nahr adalah hari manusia menyembelih kurban

    dan Iedul Fithri adalah hari manusia berbuka. (Silsilah Al-Hadits As-Shahihah

    1/443-444)

    Akan tetapi jika seseorang tinggal disuatu tempat yang tidak ada orang kecuali dia,

    apabila ia melihat hilal, maka wajib berpuasa karena dia sendirian di sana.

    Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu fatawa

    25/117.

  • 8/3/2019 Mengikuti Penguasa Dalam Urusan Puasa Dan Berbuka

    4/4

    Terkadang seorang Imam meremehkan ketika disampaikan penetapan hilal dengan

    menolak persaksian orang yang adil, bisa jadi karena tidak mau membahas tentang

    keadilannya atau karena politik dan sebaginya dari alasan-alasan yang tidak syari,

    maka bagaimana hukumnya ?

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam hal ini mengatakan : Apa yang sudah menjadiketetapan sebuah hukum tidak berbeda keadaannya pada orang yang diikuti dalam

    ruyah hilal. Sama saja dia seorang mujtahid yang benar atau salah, atau melampaui

    batas. Tentang masalah apabila hilal tidak tampak dan tidak diumumkan padahal

    manusia sangat bersemangat mencarinya telah tersebut dalam As-Shahihah bahwa

    Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang para imam : Mereka (para

    imam) shalat bersama kalian, jika mereka benar maka pahala bagi kalian dan mereka,

    dan jika salah maka pahala bagi kalian dan dosa atas mereka. Maka kesalahan dan

    pelampauan batas adalah atas mereka bukan atas kaum muslimin yang tidak salah dan

    tidak melampaui batas. (Majmu Fatawa, 25/206)