makalah haji
DESCRIPTION
tugas ikmTRANSCRIPT
I. Pendahuluan
Haji adalah ibadah tahunan ke Mekkah di Arab Saudi yang berhubungan
dengan tempat suci. Selama prosesi ibadah haji, jutaan umat muslim menyelidiki
kembali jejak Nabi Muhammad SAW. Setiap tahun di negara Arab Saudi lebih
dari empat juta orang dari sekitar 160 negara di seluruh dunia datang untuk
menunaikan ibadah Umrah dan Haji. Dari Uni Eropa hampir 45.000 jamaah tiba
di Arab Saudi setiap tahunnya. Haji merupakan salah satu tempat berkumpulnya
massa yang terbesar.1,2
Pada tahun 2009, Haji dihadiri oleh lebih dari 2,5 juta Muslim, di
antaranya setidaknya 1,6 juta adalah pengunjung asing. Sebagian besar (88% dari
semua jamaah) tiba melalui udara dan meskipun ritual haji hanya membutuhkan
waktu satu minggu banyak diantar jamaah haji akan berkumpul saat musim haji
selama satu bulan.Perpanjangan waktu tinggal di lokasi haji, kelelahan fisik, panas
yang ekstrim, dan akomodasi mendorong penularan penyakit, terutama penyakit
yang ditularkan melalui agen udara. Transmisi penyakit menular yang berkaitan
dengan haji serta haji terkait bahaya kesehatan lingkungan dan masyarakat telah
dijelaskan dengan baik.1
Haji dilakukan pada bulan ke-12 dari kalender Islam. Setibanya di Mekkah,
setiap peziarah, membuat tujuh perputaran (Tawaf) mengelilingi Kabah,
kemudian ke Padang Arafah, beberapa mil timur dari Mekkah, di mana haji
memuncak dalam "Wukuf". Peziarah berhenti semalam di Mina ( dalam
perjalanan ke Arafat ) dan di Muzdaliffah saat telah kembali. Saat kembali ke
Mina, peziarah berhenti di Jamarat. Seorang peziarah yang telah menyelesaikan
haji kemudian melakukan pengorbanan hewan (biasanya dengan wakil) sebagai
terima kasih telah diterimanya ibadah haji. Setelah perpisahan Tawaf, jamaah haji
meninggalkan Mekah.2
Mekkah juga mengadakan agenda untuk ritual kegiatan ibadah Umrah yang
dilakukan sepanjang tahun. Umrah juga menyumbangkan pengaruh kenaikan
tingkat perjalanan internasional, terutama di tiga bulan sebelum haji . Banyak
1
peziarah juga melakukan perjalanan ke Madinah, utara Mekah, di mana Nabi
Muhammad dimakamkan. Meskipun kunjungan Madinah adalah bagian non-
esensial dari ibadah haji, jutaan jamaah menyelesaikan ritual ini. 2
Migrasi massal ini membawa beberapa masalah kesehatan masyarakat dan
pengendalian infeksi di dunia. Meskipun jaraknya kecil, kemacetan yang
ditimbulkan saat prosesi haji dapat menimbulkan tuntutan fisik, lingkungan, dan
kesehatan yang tinggi. Diperpanjangnya massa tinggal di lokasi haji, panas yang
ekstrim, dan akomodasi yang ramai mendorong penyebaran penyakit, terutama
dari agen udara. Usia lanjut peziarah juga menambah morbiditas dan mortalitas.2
Kegiatan ini memerlukan perencanaan dan koordinasi semua sektor
pemerintah Saudi Arabia sepanjang tahun. Salah satu kontributor utama untuk
perencanaan dan strategi untuk kesejahteraan para tamu adalah Departemen
Kesehatan (Depkes), yakni Pengendalian dan Kebijakan Kedokteran Pencegahan
Infeksi ditetapkan setiap tahun, berdasarkan pengetahuan wabah global saat ini,
epidemiologi penyakit menular, dan strategi pengobatan pencegahan yang
efektif.1
Penyakit – penyakit yang dapat ditemui selama perjalanan haji :
II. Penyakit Menular :
II.1 Penyakit meningokokus
Selama haji, laju penyebaran meningococcal disesase (MCD) naik sebesar
80% karena kepadatan penduduk yang tinggi, kelembaban tinggi dan polusi udara
yang padat. Ketika laju persebaran sampai pada tingkat ini, risiko wabah
meningokokus menjadi perhatian nyata. Wabah meningokokus terbesar di antara
peziarah terjadi pada tahun 1987 dengan kelompok sero-meningokokus A
mempengaruhi peziarah di Mekah dan seluruh dunia . Lebih lanjut dengan
dilaksanakannya vaksinasi dengan bivalen A dan vaksin meningokokus C sebagai
persyaratan naik haji, tidak ada wabah meningokokus yang terjadi lebih lanjut
karena serogrup A . Pada tahun 2000 dan 2001, dua wabah besar serogrup
2
meningokokus W135 terjadi di kalangan peziarah dan keluarga mereka di Arab
Saudi dan dunia internasional. Perubahan persyaratan haji dari bivalen ke
quadrivalen (A, C, Y, W135) vaksin polisakarida meningokokus melenyapkan
wabah meningokokus di masa depan . Kekhawatiran masih terjadi mengenai
hyporesponsiveness untuk komponen serogrup C dari polisakarida vaksin
quadrivalent meningokokus meskipun sudah menggunakan dosis berulang.
Kurangnya sistem kekebalan dan pembawaan meningococcus antara peziarah
yang divaksinasi dengan vaksin polisakarida membuat Depkes Saudi untuk
menggantikan rekomendasi lokal untuk vaksinasi meningokokus dari polisakarida
menjadi vaksin meningococcal terkonjugasi . Akibat biaya yang berlebihan untuk
melakukan vaksin meningokokus tekonjugasi ini maka ada larangan dari Depkes
mengenai rekomendasi ini kepada semua jamaah haji internasional.1
Gambaran klinis utama dari penyakit meningokokus adalah demam, ruam,
dan meningitis, tetapi tanda-tanda dan gejala awal mungkin tidak bisa dibedakan
dari infeksi bakteri atau virus lainnya. Banyak pasien dengan penyakit
meningokokus serius pada awalnya salah didiagnosis sebagai penyakit virus jinak.
Lebih dari setengah dari orang-orang dengan penyakit meningokokus akan
mengalami gejala kurang dari 24 jam ketika mereka datang ke rumah sakit. Pasien
biasanya datang dengan onset mendadak demam, sakit kepala, fotofobia, mialgia,
dan malaise. Sebuah tanda umum adalah kekakuan leher kecuali pada bayi dengan
onset demam lebih bertahap, makan yang buruk, dan kelesuan yang lebih khas.
Ubun-ubun menonjol juga merupakan indikasi yang jelas. Ruam yang timbul pada
sebagian besar kasus penyakit meningokokus terdiri dari petechiae khas atau lesi
purpura yang lebih besar. Ruam makulopapular juga umum terjadi dan dapat
timbul tanpa adanya petechiae. Perkembangan penyakit mungkin cepat, dengan
timbulnya hipotensi dan tanda-tanda kegagalan organ multiple. Manifestasi
kurang umum dari penyakit meningokokus termasuk pneumonia, miokarditis,
endokarditis, atau perikarditis, artritis, konjungtivitis, uretritis dan faringitis.
Sekitar 10-20% dari pasien yang bertahan hidup penyakit meningokokus
mengembangkan gejala sisa permanen seperti kehilangan jari atau tungkai,
3
jaringan parut kulit yang luas, infark serebral, gangguan pendengaran
neurosensorik ringan sampai sedang, defisit kognitif atau gangguan kejang.3
II.2 Infeksi Saluran Pernapasan
ISPA merupakan proporsi penyakit terbesar (57%) pasien yang dirawat inap
di RS Arab Saudi. Sementara data surveil kesehatan haji Indonesia menunjukkan
bahwa kasus ISPA (THT) merupakan yang terbanyak sebagai penyebab
kunjungan ke sarana pelayanan kesehatan. Studi tentang pola penyakit
menunjukkan bahwa H. Influenza, K pneumonia, dan S pneumosia merupakan
penyebab utama kejadian ISPA. Influensa merupakan penyakit yang sangat
menular dan ada di Arab Saudi.2
Infeksi saluran pernapasan akut sangat umum terjadi selama haji, terutama
terjadi ketika musim haji jatuh pada musim dingin. Kontak erat antara peziarah
selama periode kemacetan , mereka tidur bersama (terutama di tenda-tenda) dan
polusi udara padat semua bergabung meningkatkan risiko penularan penyakit
pernapasan udara. Virus merupakan penyebab infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) yang paling sering terlibat di Haji tetapi bakteri superin-infeksi sering
mengikuti. Lebih dari 200 virus dapat menyebabkan ISPA tetapi pada Haji
penyebab utama adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza,
influenza dan adenovirus.2
Para peneliti melakukan studi prospektif di dua rumah sakit selama
identifikasi Haji dan telah mengidentifikasikan penyakit pernapasan sebagai
penyebab paling umum (57%) masuk ke rumah sakit, dengan pneumonia menjadi
alasan utama untuk masuk dalam 39% dari semua subjek penelitian. Para peneliti
menyelidiki patogen yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan selama haji,
dan diperoleh 395 sampel dahak dari pasien dengan penyakit seperti. Mereka
mendapatkan Haemophilus influenza, Klebsiella pneumoniae, dan Streptococcus
pneumoniae sebagai patogen yang paling umum. Kultur bakteri positif dalam 30%
dari semua sampel individu. Komite Penasehat Praktek Imunisasi
merekomendasikan vaksinasi pneumokokus bagi semua orang dengan usia lebih
4
dari 65 tahun, dan bagi mereka yang lebih muda dari 65 tahun yang disertai
komorbiditas.
Dalam sebuah penelitian patogen dari komunitas-pneumonia selama 1994
Haji, 22 diagnosis bakteriologis ditemukan pada 46 (72%) pasien. Mycobacterium
tuberculosis adalah patogen yang paling umum identifikasi (13 [20%] pasien) .
Jika divalidasi, penelitian ini bisa memiliki implikasi penting untuk diagnosis,
pengobatan, dan pengendalian infeksi pneumonia pada haji. Sampai saat itu,
dokter harus menjaga indeks kecurigaan yang tinggi untuk TB pada pasien dengan
pneumonia selama haji. Respon imun terhadap antigen tuberkulosis dengan uji
darah utuh (Quantiferon TB assay) telah diukur dalam peziarah Singapura
sebelumnya, dan 3 bulan setelah Hajj. Dari hasil penelitian sejumlah 357-yang
dipasangkan, 149 jamaah haji memiliki tes negatif sebelum haji. Tapi 15 (10%)
dari jumlah ini memiliki kenaikan substansial dalam respon kekebalan terhadap
antigen selama haji. Kenaikan ini menunjukkan bahwa peziarah dari daerah
endemisitas TB yang rendah pun harus diskrining dengan Quantiferon-TB
sebelum haji dan 3 bulan setelah, untuk mendeteksi konfersi yang baru. Prevalensi
tuberkulosis resisten sampai tiga kali lebih besar dari rata-rata di Mekkah dan
Madinah .2
WHO menganjurkan bahwa calon jemaah usia lanjut atau risiko infeksi
influenza tinggi disarankan untuk mendapatkan vaksinasi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa insidens penyakit ini tinggi selama musim haji. Seiring
dengan meningkatnya kasus flue burung terutama dari beberapa daerah di
Indonesia maka pengamatan dan pengenalan yang ketat terhadap gejala dan masa
inkubasi harus dilakukan dengan baik terutama di embarkasi.4
2.3 Penyakit yang ditularkan melalui darah
Pria Muslim menjalankan penyelesaian Haji yang sukses dengan mencukur
rambut kepala mereka. Cukur kepala merupakan cara penting penularan penyakit
melalui darah, termasuk hepatitis B, C dan HIV. Tukang cukur tanpa izin ilegal
terus beroperasi di tempat Haji, mencukur rambut di pinggir jalan dengan pisau
5
yang tidak steril yang digunakan kembali pada beberapa kulit kepala. Depkes
Saudi mendorong semua peziarah untuk menerima serangkaian penuh vaksinasi
hepatitis B sebelum perjalanan haj. Selain itu semua jamaah juga dihimbaui harus
menghindari tukang cukur tanpa izin dan mencari fasilitas tukang cukur berlisensi
di tempat Haji apabila ingin mencukur rambut kepala mereka.
2.4. Polio
Pemerintah Arab Saudi telah menyatakan bebas Polio sejak tahun 1995.
Namun setelah terindentikasi kasus polio di Indonesia yang diduga dibawa dari
Arab Saudi baik oleh Jemaah haji ataupun tenaga kerja wanita dari Arab Saudi,
upaya lebih giat kini dilakukan untuk mencegah penularan penyakit ini. Kasus
polio dibawa oleh jemaah haji yang berasal dari negara yang belum bebas polio.
Saat ini pemerintah Arab Saudi mewajibkan setiap pengunjung berusia kurang 15
tahun harus menunjukkan sertifikat vaksinasi polio.2
2.5 Diare dan keracunan makanan
Diare wisatawan adalah umum selama haji meskipun beberapa penelitian
telah mendokumentasikan kejadian dan etiologi. Penelitian terakhir dilakukan
pada tahun 2002 menunjukkan bahwa diare adalah penyebab paling umum ketiga
untuk rawat inap selama haji. Kolera, penyakit enterik bakteri akut yang
disebabkan oleh Vibrio cholerae menyumbang beberapa wabah setelah Haji. Yang
terakhir dilaporkan oleh Depkes pada tahun 1989 mempengaruhi 102 jamaah.
Peningkatan pasokan air yang signifikan dan pengolahan limbah telah
menghilangkan wabah tersebut. Kekhawatiran masih bertahan tentang masuknya
kolera melalui jamaah dari negara-negara yang terkena dampak yang akan
menyebabkan persebaran meluas di Mekkah. Depkes memiliki pedoman yang
ketat pada makanan impor oleh peziarah. Makanan yang dibawa oleh pengunjung
dan peziarah dilarang dan tidak diizinkan masuk ke negara itu. Hanya makanan
kaleng dan dalam jumlah yang sangat kecil, cukup untuk satu orang selama
kunjungan yang diperbolehkan.
6
III. Bahaya penyakit tidak menular pada Haji.
III.1 Penyakit Kronis
Perjalanan jauh dengan kondisi menderita penyakit kronis atau risiko tinggi
harus memperhatikan tidak hanya ketersediaan obat yang selama ini digunakan,
tetapi juga kesanggupan kegiatan fisik yang dikerjakan. Data kematian haji tahun
2007 menunjukkan bahwa sebagai besar kematian terjadi oleh karena penyakit
kronis yang berhubungan dengan peningkatan aktifitas fisik, seperti penyakit
jantung dan obstruksi paru kronis. Risiko meninggal pada kelompok umur di atas
70 tahun meningkat secara tajam (hampir 10 kali kelompok usia 50-60 tahun).
Kematian yang terjadi di luar sarana pelayanan kesehatan cukup tinggi. Hampir
40% jemaah yang meninggal berada di luar sarana pelayanan kesehatan
(Departemen Kesehatan, 2009).4
III.2 Resiko Trauma
Trauma merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada haji.
Dalam sebuah studi prospektif pada 713 pasien trauma, yang terluka saat
melakukan ibadah haji, yang datang ke ruang gawat darurat, 248 (35%) dirawat di
ruang bedah dan ruang intensif. Yang paling umum adalah ortopedi dan risiko
bedah saraf. Jamaah melakukan perjalanan baik dengan berjalan kaki, berjalan
melalui ,dekat dengan lau lintas yang padat atau dalam kendaraan sendiri. Para
pengguna kendaraan yang tidak taat lau lintas juga berkontribusi terhadap risiko
trauma. Kecelakaan kendaraan bermotor yang tak terelakkan berkontribusi
terhadap korban dan kematian selama ibadah haji.2
IV. Identifikasi Faktor resiko Jamaah Haji
IV.1 Faktor Risiko Internal
Faktor risiko internal yang perlu diwaspadai dan diamati antara lain: � Gangguan kesehatan/penyakit yang ada pada jemaah, seperti hipertensi, penyakit
jantung, asma, PPOK, diabetes, stroke, dll. Perilaku yang potensial menimbulkan�
gangguan kesehatan, seperti kebiasaan merokok, menyimpan jatah makanan untuk
dimakan di lain waktu (menunda makan), dll. Faktor risiko internal yang berupa
gangguan kesehatan/penyakit dapat diketahui dari hasil pemeriksaan kesehatan 1
7
dan 2 yang terekam pada Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH), dan hasil
pemeriksaan kesehatan akhir di embarkasi yang dapat dilihat pada pramanifest
kloter. Faktor risiko internal berupa perilaku dapat diketahui dengan pengamatan
jemaah haji oleh TKHI kloter.4
IV.2 Faktor Eksternal
Prosesi haji sarat dengan kegiatan fisik yang harus dilaksanakan secara
sempurna dengan waktu yang telah ditentukan di berbagai tempat sekitar kota
Mekkah; meliputi: Tawaaf (mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, dengan arah�
berlawanan jarum jam, dimana ka’bah berada di sisi kiri badan). Sai (berjalan�
sambil berlari kecil pulang balik sebanyak tujuh kali dari bukit Safa ke Mawa,
yang berkisar 500 m sekali jalan). Wukuf di Arafah selama satu hari (berangkat�
dari Mekkah sehari sebelum wukuf, dan tidur di bawah tenda pada malam
sebelum wukuf). Bermalam di Musdalifah di ruang terbuka, beratapkan langit�
dan berlantai tanah yang dipenuhi dengan debu dan manusia yang sangat padat
dan diselimuti cuaca dingin. Lontar Jumroh sekali sehari selama tiga hari.�
Perjalanan dari pemondokan ke Jamarat berjarak 2-5 km, sangat padat oleh
jemaah yang lalu lalang, dan berdesakan saat melontar jumroh. 4
DAFTAR PUSTAKA
8
1. Z A Memish The Hajj: Communicable and non cummonicable health hazards and current guidance for pilgrim.. Riyadh Saudi Arabia. Euro Surveil. 2010
2. Qanta A Ahmed. Yaseen M Arabi. Ziad A Memish Review. Health Risk at Hajj. Elsevier. 2006
3. Meningococcal Disesase and and prevention at the Hajj. Travel medicine and Infectious Disease .Elsevier .2009
4. Depkes RI. 2008. “Bahan Bacaan Peserta TKHI”. Dalam http://www.lrckesehatan.net./PDF/TKHI/.24
9