lp sh wira pradnya

Upload: keniten

Post on 08-Mar-2016

250 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asdfghjqwertyuikjhgfd

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK

OLEH :

I PUTU WIRA PRADANA(0802105027)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2012KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Rumantir, 2007). Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otakMenurut Christopher (2007), Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.

Berdasarkan definisi diatas, disimpulkan bahwa stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.

Gambar 1. Stroke Hemoragik (Worldpress.com, 2009)

2. EpidemiologiStroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya. Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.3. Etiologi

Penyebab stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yakni:

1. Hipertensif Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. 2. Non-HipertensifPenyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah a) Aneurisma: yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.b) Kanker: terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.c) Cerebral amyloid angiopathy (CAA): yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.d) antikoagulansia / thrombolitik: Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).e) Ruptur malformasi arteri dan vena

4. PatofisiologiPerdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron didaerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah keruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).5. Klasifikasi

Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dandisebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secaraspontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et.al,1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :a) Perdarahan Intraserebri (PIS)Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak dan menimbulkan edema otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum. b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA)Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer6. Gejala KlinisGejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.Gejala stroke hemoragik bisa meliputi: Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. Kesulitan menelan Kesulitan menulis atau membaca Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba Kehilangan koordinasi. Kehilangan keseimbangan. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik. Mual atau muntah Kejang

Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.1. Perdarahan intraserebralPerdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinis : Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid2. Perdarahan subarakhnoidPerdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.

Gejala klinis : Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.7. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umumKesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.b. Pemeriksaan integumen

Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.Rambut : umumnya tidak ada kelainan.c. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik.Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.g. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.h. Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)8. Penatalaksanaan

Tindakan Penanganana. Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapidengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK.b. Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg.c. Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.d. Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol.e. Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri.f. Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan.Terapi umum:

Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut :a. Menstabilkan tanda tanda vitalb. Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)c. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.d. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantunge. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam.f. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)Terapi khusus:sDitujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA.a. Pentoxifilin: Mempunyai 3 cara kerja: Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus Meningkatkan deformalitas eritrosit Memperbaiki sirkulasi intraselebralb. Neuroprotektan:Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogenTerapi Medis

a. NeuroproteksiBerfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.b. AntikoagulasiDiperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke

c. Trombolisis IntravenaSatu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.d. Trombolisis Intra arteriPemakaian trombolisis intra arteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.Terapi Perfusi

Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid.Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum

Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik, terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.Terapi Bedah

Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif.

9. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjanga. Pemeriksaan radiologi

CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)MRI :Untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)Pemeriksaan foto thorax :Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999).b. Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)10. Kriteria DiagnosisSeseorang dikatakan stroke kalau memenuhi 3 kriteria diagnosa, yaitu :

1.Onset akute artinya serangan ini terjadi secara tiba - tiba, artinya dalam beberapa menit sampai jam sebelum seseorang mengalami kelumpuhan ia masih dalam keadaan normal dan masih bisa beraktifitas.

2.Defisit Neurologis dijumpai, yang termasuk dalam defisit neurologis itu adalah :

1.Hemiparesis, yaitu lumpuh ringan sesisi badan, lemah sesisi badan

2.Hemiplegi, yaitu lumpuh total sesisi badan

3.Disartria, yaitu berbicara celat

4.Vertigo, yaitu oyong atau bahasa bataxnya mirdong, atau gampangnya pasien mengeluhkan ia merasakan segala sesuatu yang dilihatnya berputar - putar atau ia merasakan seperti gempa

5.Kebas pada tangan dan kaki

3.Stress Faktor (+), pada kasus dijumpai adanya stress faktor. Stress faktor ini dapat berupa Fisik maupun Psikis. Dalam hal fisik seseorang itu sebelumnya melakukan aktivitas yang berlebihan dari kebiasaan yang dilakukannya. Stress Psikis ini berupa adanya masalah yang dihadapi orang tersebut, masalah itu tentunya masalah yang membuat seorang itu terlalu sedih atau bahkan terlalu senang juga malah bisa menjadi stress factor terjadinya stroke.Seseorang itu dikatakan stroke jika terdapat 3 kriteria diatas, Namun apabila hanyaterdapat 2 kriteria diagnosis diatas maka seseorang itu belum dikatakan stroke tapisuspect stroke. Jika ketiga kriteria diatas terpenuhi barulah dikatakan Stroke Acute.11. PrognosisPrognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volumehematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisameningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi. Penelitian de Jong, dkk (2002) pada 333 pasien memperlihatkan bahwa pasien stroke dengan lebih dari 1 infark lakuner memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan 1 infark lakuner. Angka moralitas yang lebih tinggi (33% VS 21%), angka rekurensi stroke yang lebih tinggi (21% VS 11%), dan nilai status fungsional yang lebih rendah dihubungkan dengan infark lakuner yang lebih dari satu. Pada kasus stroke perdarahan, angka mortalitas relatif lebih tinggi. Penelitian Larsen, dkk (1984) pada 53 pasien stroke perdarahan menunjukkan bahwa angka mortalitas akut adalah 27%. 12. KomplikasiPeningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-halyang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen. Komplikasi lain yang dapat terjadi ialah perdarahan ulang, vasospasme dan hidrosefalus akut.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PengkajianA. Pengkajian pola fungsi kesehatana. Aktivitas/istirahat

1) Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, hemiplegia, merasa mudah lelah, nyeri/kejang otot.2) Tanda : Paralitik, terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, ganggauna tingkat kesadaran.b. Sirkulasi

1) Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia.2) Tanda : Hipertensi arterial berhubungan dengan adanya embolisme, nadi bervariasi karena ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor, disritmia.c. Integritas Ego

1) Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.2) Tanda : Emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri.d. Eliminasi

1) Gejala : Inkontinensia urine.e. Makanan/cairan

1) Gejala : Nafsu makan hilang, mual muntah karena peningkatan TIK, kehilangan sensasi/rasa kecap.2) Tanda : kesulitan menelan.f. Neurosensori

1) Gejala : Sinkope/pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, penglihatan menurun/penglihatan ganda, hilangnya rangsangan sensorik kontralateral, gangguan rasa pengecepan dan penciuman.2) Tanda : Pada tingkat kesadaran biasanya terjadi koma, letargi, gangguan fungsi kognitif seperti penuruna memoriterjadi kelemahan/paralisis pada ekstremitas, afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsangan visual dan pendengaran, kehilangan kemampuan motorik (apraksia), ukuran/reaksi pupil tidak sama, kejang.g. Nyeri/kenyamanan1) Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.2) Tanda : Gelisah, ketegangan pada otot/fasia.h. Pernapasan

1) Gejala : Sulit bernapas.2) Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas.i. Keamanan

1) Tanda : Masalah penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang peranah dikenalnya dengan baik, gangguan berespon terhadap panas/dingin, kesulitan menelan.j. Pola hubungan dan peran

1) Tanda : Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

k. Pola persepsi dan konsep diri

1) Tanda : Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

l. Pola reproduksi seksual

1) Gejala : Penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.B. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umumKesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.

Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.b. Pemeriksaan integumen

Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.

Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.

Rambut : umumnya tidak ada kelainan.c. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik.

Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.

g. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h. Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)2. Diagnosa1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien dan perubahan tingkat kesadaran klien.2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+), napas irreguler.3. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan ditandai dengan sakit kepala.4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot-otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun.5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiparese pada ekstremitas.6. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan deficit motorik ditandai dengan ketidak mampuan merawat diri akibat penurunan kesadaran.7. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat spasme otot.8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara.3. Intervensi1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien dan perubahan tingkat kesadaran klien.

Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral kembali efektif, dengan kriteria hasil: Perbaikan tingkat kesadaran Perbaikan status mental dan fungsi motorik/sensori tanda-tanda vital dalam rentang normalIntervensiMandiri:a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak. Rasional: menentukan pilihan intervensi.

b. Pantau/catat status neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.

Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.

c. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan, membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri atau tetap tertutup.

Rasional: menentukan tingkat kesadaran

d. Pantau tanda vital seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar.

Rasional: Kerusakan vaskuler serebral meninbulkan peningkatan TIK yang di tunjukkan oleh peningkatan tekanan darah sistemik yang bersamaan dengan penurunan tekanan darah diastolic (tekanan nadi yang melebar).Kolaborasi

e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan .

Rasional: Terjadi Asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memburuk/meningkatkan iskemia serebral.2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat bantu oksigen.Tujuan:Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil :

Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif.

Bunyi napas klien normal

Ronchi (-)

Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR : 12-20 x/menit.

Pola napas normal.

Pergerakan dada simetris, bunyi napas normal.

IntervensiMandiri:a. Auskultasi suara napas klien

Rasional : Mengetahui suara napas klien, untuk tindakan keperawatan selanjutnya.

b. Kaji status pernafasan meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu nafas, warna kulit.

Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan otot dada tidak simetris sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada/cairan paru.

c. Berikan cairan (khususnya yang hangat) sedikitnya 2500 ml/hari.

Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) dapat memobilisasi dan mencairkan sekret.

d. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas

Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.

e. Posisikan kepala lebih tinggi

Rasional : Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi.

f. Bantu pasien mempelajari melakukan batuk yang efektif, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.

Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru. Batuk adalah pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.

Kolaborasi

g. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi dada

Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret. Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral menurunkan muntah karena batuk, pengeluaran sputum.

h. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.

Rasional : Alat untuk menurunkan spasme broncus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menekan upaya pernafasan.

3. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan ditandai dengan sakit kepala.Tujuan:Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan nyeri berkurang/dapat terkontrol, dengan kriteria hasil :

Menunjukkan postur rileks. Mampu tidur/istirahat dengan tepat.

IntervensiMandiri:a. Berikan lingkungan yang tenang,Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimuli dari luar dan meningkatkan istirahat atau relaksasi.

b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting..

Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.

Kolaborasi

c. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasiRasional : Membantu mengurangi nyeri yang berat.4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot-otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun.

Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi klien adekuat, dengan kriteria hasil: Berat badan klien dalam rentang normal

Klien tidak tampak lemah

Klien tidak muntah IntervensiMandiri:a. Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk pada keadaan yang teratur

Rasional : Kelemahan otot dan reflek yang hipoaktif atau hiperaktif dapat mengidentifikasikan kebutuhan akan metode alternatif seperti melalui selang NGT dsb

b. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen.

Rasional : Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis atau imobilisasi

c. Catat masukan kalori setiap hari

Rasional : Mengidentifikasi kekurangan makanan dan kebutuhannyaKolaborasi

d. Konsultasi dengan ahli gizi.Rasional: Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi klien.5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiparese pada ekstremitas.Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x 24 jam, diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil: Mempertahankan posisi optimal,

Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.

Mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

IntervensiMandiri:a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.

Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.

b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.

Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus.

c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.

Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan.

d. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.

Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.

e. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

f. Tempatkan handroll keras pada telapak tangan dengan jari jari dan ibu jari saling berhadapan.

Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis).

g. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.

Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.

h. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).

Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.

i. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.6. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan defisit motorik ditandai dengan ketidakmampuan merawat diri akibat penurunan kesadaran

TujuanSetelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan klien mengalami peningkatan perawatan diri dengan kriteria hasil : Kebutuhan akan higiene klien terpenuhi. Klien tampak bersih Tubuh klien tidak terasa lengketMandiri:a. Kaji faktor penyebab atau yang berperan

Rasional:dengan mengetahui penyebab, memudahkan untuk melakukan intervensi yang tepatb. Tingkatkan partisipasi optimal keluarga Rasional: dengan partisipasi optimal diharapkan kelurga dapat terlatih dalam perawatan diri pasien.c. Mengajarkan cara perawatan tubuh klien dengan benarRasional: klien mendapat perawatan yang tepat dan benar 7. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat spasme otot

Tujuan

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil : Tidak ada luka

Pasien tidak terjatuh

Mandiri :a. Lakukan kewaspadaan keamanan pada pasien

Rasional:Kewaspadaan dapat menghindarkan pasien dari kemungkinan mengalami cidera.

b. Gunakan tempat tidur rendah, dengan pagar yang terpasang

Rasional :Penggunaan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang dapat menghindari terjatuhnya pasien dari tempat tidur.c. Gunakan matras pada lantaiRasional :Mencegah pasien mengalami cidera dan mengantisipasi kemungkinan pasien terjatuh ke lantai.

8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).

Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.

Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.

Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.

Mampu berbicara yang koheren.

Mampu menyusun kata kata/ kalimat.Intervensi

Mandiri:

a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.

Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.

b. Bedakan antara afasia dengan disartria.

Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.

c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.

Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.

d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka mata, tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.

Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik)

e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.

Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.

f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau Pus

Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.

g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek

Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.

h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.

Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel regular.

i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).

Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya.

j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban ya/tidak, selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.

Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.

k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari pembicaraan yang merendahkan pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.

Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik4. Implementasi

Implementasi dilaksanakan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat. 5. Evaluasi

No. DxDiagnosa KeperawatanEvaluasi

1.Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien dan perubahan tingkat kesadaran klien.Perfusi jaringan serebral kembali efektif : Perbaikan tingkat kesadaran Perbaikan status mental dan fungsi motorik/sensori tanda-tanda vital dalam rentang normal

2.Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+), napas irreguler.Bersihan jalan nafas efektif :

Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif.

Bunyi napas klien normal

Ronchi (-)

Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR : 12-20 x/menit.

Pola napas normal.

Pergerakan dada simetris, bunyi napas normal.

3.Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan ditandai dengan sakit kepala.Nyeri berkurang/dapat terkontrol :

Menunjukkan postur rileks

Mampu tidur/istirahat dengan tepat.

4.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot-otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun.Kebutuhan nutrisi klien adekuat : Berat badan klien dalam rentang normal

Klien tidak tampak lemah

Klien tidak muntah

5.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiparese pada ekstremitas.Mobilisasi klien mengalami peningkatan : Mempertahankan posisi optimal,

Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.

Mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

6.Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan deficit motorik ditandai dengan ketidak mampuan merawat diri akibat penurunan kesadaran.Klien mengalami peningkatan perawatan diri : Kebutuhan akan higiene klien terpenuhi. Klien tampak bersih Tubuh klien tidak terasa lengket

7.Risiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat spasme otot.Cidera tidak terjadi : Tidak ada luka

Pasien tidak terjatuh

8.Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara.Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi : Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).

Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.

Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.

Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.

Mampu berbicara yang koheren.

Mampu menyusun kata kata/ kalimat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Donna D. Ignatavicius, dkk. (1999). Medical Surgical Nursing :Across the Health Care Continum. (Edisi III).

Philadelphia: Wb Sounders Company.Black and matasarin Jacobs. (1997). Medical Surgical Nursing : Clinical management for continuity of care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan holistic.(Edisi VI). Jakarta: EGC Kumpulan Makalah Kursus Keperawatan Neurologi, 1997. Jakarta

Mansjoer dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media Aesculapius.Jakarta.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume II. EGC.Jakarta

Smeltzer & Bare. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 3. EGC. Jakarta. Rumantir, 2007, ChristopherRumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985.

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke 2007. Jakarta

Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf, dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta