lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/lampiran.pdf · jangan...

207
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Upload: dophuc

Post on 30-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Page 2: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LAMPIRAN I

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 3: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 30-08-2014. Halaman: 02 RUU Pemilihan Kepala Daerah Keputusan Diambil Melalui ‘Voting’ Jakarta, Kompas - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat berkomitmen menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah pada September mendatang. Perbedaan pendapat tentang beberapa materi krusial direncanakan diputuskan melalui voting. “Semua akan kami siapkan rancangan pasalnya, jadi tinggal voting. Setelah itu langsung dibawa ke paripurna,” kata Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/8). Menurut Ketua Kelompok Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Komisi II DPR Malik Haramain, salah satu materi yang belum disepakati terkait mekanisme pemilihan kepala daerah. Jabatan gubernur sudah disepakati dipilih langsung oleh rakyat. Namun, mekanisme pemilihan bupati/wali kota belum disepakati. Pemerintah menginginkan bupati/wali kota dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat kabupaten/kota, sedangkan mayoritas fraksi di Komisi II ingin tetap dipilih langsung. Mekanisme pencalonan juga belum disepakati. Pemerintah mengusulkan, pencalonan hanya untuk kepala daerah karena hanya kepala daerah yang dipilih. Wakil kepala daerah ditunjuk kepala daerah dan berasal dari birokrat. Sementara fraksi-fraksi di DPR menginginkan kepala daerah dan wakil kepala daerah dicalonkan dalam satu paket seperti saat ini. Namun, berbeda dengan Agun, Malik berharap kesepakatan diambil melalui musyawarah mufakat. Voting hanya dilakukan jika kondisi sudah mendesak. Fraksi PKB optimistis, kesepakatan dapat diambil dalam rapat yang direncanakan digelar 1-3 September nanti.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 4: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Secara terpisah, pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, AAGN Ari Dwipayana, berpendapat, menyerahkan kembali pemilihan kepala daerah ke anggota DPRD merupakan kemunduran. Kebijakan itu akan menutup peluang calon perseorangan (calon di luar yang diajukan partai) untuk maju. Padahal, keberadaan calon perseorangan merupakan upaya untuk mengontrol kemandatan di dalam partai politik. Pemilihan langsung juga membuka ruang partisipasi masyarakat secara langsung. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD, lanjut Ari, bukan obat manjur untuk mengurangi politik uang dan ongkos politik yang tinggi dalam pilkada. (ANA/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 5: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 01-09-2014. Halaman: 04 RUU Pilkada Mendesak Pemilihan oleh DPRD Tak Sejalan dengan Visi Pemerintah Baru Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah yang sedang dibahas DPR dan pemerintah mendesak disahkan. UU itu diperlukan sebagai payung hukum dan pedoman pelaksanaan pilkada di 247 daerah pada 2015. “Kepentingan UU (Pilkada) ini mendesak dan penting untuk mengisi kekosongan aturan tentang pilkada. Ini karena pada awal 2015 sudah ada pilkada di 247 daerah di Indonesia,” ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Komisi II DPR A Hakam Naja, di Jakarta, Minggu (31/8). Hakam menuturkan, selama ini penyelenggaraan pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, saat ini, UU Pemda dalam proses perubahan dan tengah dibahas DPR bersama pemerintah. Sejak awal, pemerintah mengusulkan UU Pemda dipecah menjadi tiga UU, yakni UU Pemda, UU Pilkada, dan UU Desa. Dari ketiga UU itu baru UU Desa yang sudah disahkan. Kondisi ini membuat UU Pilkada dibutuhkan sebagai payung hukum baru pelaksanaan pilkada. UU Pilkada diharapkan mengatur lebih terperinci tentang penyelenggaraan pilkada, terutama dikaitkan dengan rencana penyelenggaraan pemilu serentak pada 2019. UU itu juga yang nanti dijadikan pedoman oleh KPU dalam menyusun peraturan terkait pilkada. “Kemarin kami sudah bertemu Ketua KPU pusat dan mengatakan memang diperlukan UU ini karena pada 2015 awal ada pilkada,” ucap Hakam. Pertimbangan ini membuat pemerintah dan DPR berkomitmen menyelesaikan pembahasan RUU Pilkada pada September ini.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 6: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta DPR tidak memaksakan pengesahan RUU Pilkada. Mereka beralasan, masih banyak isu krusial yang belum dibahas secara tuntas. Selain itu, ada sejumlah isu yang dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan apabila RUU itu tetap dipaksakan disahkan. Menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, salah satu isu yang dapat menimbulkan persoalan adalah mekanisme pemilihan kepala daerah. Untuk jabatan gubernur, pemerintah dan DPR sudah sepakat tetap dipilih secara langsung seperti saat ini. Namun, perbedaan pendapat terjadi untuk pemilihan bupati/wali kota. Pemerintah menghendaki bupati/wali kota dipilih DPRD. Namun, mayoritas fraksi di Komisi II DPR menginginkan bupati/wali kota tetap dipilih langsung oleh rakyat. Pemerintah juga mengusulkan hanya kepala daerah yang dipilih. Wakil kepala daerah ditunjuk kepala daerah dan berasal dari birokrat. Sementara fraksi-fraksi di DPR menginginkan kepala daerah dan wakil kepala daerah dicalonkan dalam satu paket seperti saat ini. Menurut Titi, merupakan kemunduran besar jika pilkada dikembalikan ke DPRD. “Ini karena rakyat tidak lagi memberikan mandat secara langsung kepada kepala daerah. Di sisi lain, kepala daerah yang seharusnya punya kedudukan sejajar dengan DPRD di daerahnya, posisinya akan semakin sulit karena dia dipilih oleh DPRD,” ujarnya. Secara terpisah, pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, AAGN Ari Dwipayana, berpendapat, menyerahkan kembali pemilihan kepala daerah ke anggota DPRD merupakan kemunduran. Kebijakan itu akan menutup peluang calon perseorangan (calon di luar yang diajukan partai) untuk maju. Padahal, keberadaan calon perseorangan merupakan upaya untuk mengontrol kemandatan di dalam partai politik. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD, menurut Ari, juga bukan obat manjur untuk mengurangi politik uang dan ongkos politik yang tinggi dalam pilkada (Kompas, 30/8).

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 7: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi menambahkan, pilkada oleh DPRD juga tak sejalan dengan visi pemerintahan baru di bawah pasangan presiden-wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dalam debat capres-cawapres pada masa kampanye pemilu presiden lalu, Jokowi-JK tetap mendukung sistem pilkada langsung. “Oleh karena itu, pembahasan RUU Pilkada harus dihentikan karena tidak sejalan dengan visi, misi, dan kampanye pemerintahan baru,” ucapnya. Pemungutan suara Hakam menjelaskan, Panja DPR dan pemerintah sudah melakukan pembahasan. “Sekarang tinggal keputusan politik. Tinggal memilih alternatif A atau alternatif B,” katanya. Hal yang jadi persoalan sebenarnya sikap pemerintah. Sebab keinginan mayoritas fraksi sudah sama di sejumlah isu, misalnya tetap menginginkan pilkada dilaksanakan secara langsung. Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa menuturkan, perbedaan pendapat tentang beberapa materi krusial direncanakan diputuskan melalui pemungutan suara. Namun, Ketua Kelompok Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Komisi II DPR, Malik Haramain, berharap, kesepakatan diambil melalui musyawarah mufakat. Pemungutan suara hanya dilakukan jika kondisi sudah mendesak. Fraksi PKB optimistis kesepakatan dapat diambil dalam rapat yang direncanakan digelar pada 1-3 September. (NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 8: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 02-09-2014. Halaman: 05 Pemerintah Mendengar Rakyat Kepala Daerah Tetap Dipilih Bukan oleh DPRD JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah tidak mau memaksakan kehendak kepada rakyat. Setelah mendukung gubernur dipilih langsung lewat pemilihan kepala daerah, pemerintah akhirnya sepakat untuk tetap mempertahankan mekanisme pemilihan bupati/wali kota seperti mekanisme yang berlaku, yaitu bukan dipilih oleh anggota DPRD. “Pemerintah mendengar dan mengikuti keinginan masyarakat. Kalau masyarakat masih menghendaki sistem pemilihan langsung, pemerintah tidak keberatan untuk tetap pada sistem pemilihan langsung atau pilkada,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, Senin (1/9), di Jakarta. Sebelumnya, pemerintah ingin mekanisme pemilihan bupati/wali kota dilakukan oleh DPRD. Keinginan itu dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang kini dibahas bersama DPR. Alasan pemerintah sebelumnya adalah untuk menekan biaya tinggi selama pilkada, yang selama ini kerap memicu korupsi oleh calon kepala/wakil kepala daerah. Sejauh ini, sikap pemerintah mempertahankan pemilihan langsung untuk bupati/wali kota itu sejalan dengan keinginan mayoritas fraksi di DPR. Adapun untuk menekan biaya tinggi selama pemilu, Djohermansyah menambahkan, hal itu, salah satunya, bisa dilakukan dengan pilkada serentak yang mulai digelar pada 2015. Sebelumnya, pelaksanaan pilkada serentak yang bisa menghemat biaya hingga 60 persen telah disetujui pemerintah bersama DPR dalam RUU Pilkada. Namun, lanjutnya, satu hal tersisa yang belum disepakati adalah apakah kepala daerah akan dipilih dalam satu paket dengan wakil kepala daerah atau tidak. “DPR menginginkan calon kepala daerah dalam pilkada tetap satu paket seperti yang berlaku selama ini. Namun, pemerintah hanya ingin kepala daerah yang dipilih langsung, sedangkan wakilnya ditunjuk oleh kepala daerah terpilih dengan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 9: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

persetujuan DPRD. Sistem baru ini diusulkan pemerintah untuk menyikapi banyaknya kepala dan wakil kepala daerah yang pecah kongsi jauh sebelum masa jabatan mereka berakhir,” tutur Djohermansyah. Untuk itu, pemerintah menawarkan alternatif lain agar DPR mau menyetujui usulan pemerintah tersebut. “Alternatif lain, wakil kepala daerah yang ditunjuk kepala daerah terpilih itu bisa berasal dari partai politik. Padahal, sebelumnya, pemerintah hanya mensyaratkan wakil kepala daerah yang ditunjuk itu berasal dari pegawai negeri sipil,” ujarnya. Masih berbeda-beda Sementara itu, meskipun pemerintah sudah sepakat mekanisme pemilihan bupati/wali kota tetap dikembalikan pada pemilihan langsung, fraksi-fraksi di partai Koalisi Merah Putih belum satu suara soal RUU Pilkada. Di antara mereka masih ada perbedaan pandangan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), misalnya, menghendaki bupati/wali kota tetap dipilih langsung. “Rapat terakhir, Presiden PKS menegaskan, posisi kami tetap bahwa kepala daerah, gubernur, dan bupati/wali kota dipilih langsung,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah. Alasannya, selain merupakan kemunduran, pilkada oleh anggota DPRD juga merusak tatanan politik dan relasi pemerintahan di daerah. Namun, Fraksi Partai Golkar (F-PG) punya pendapat berbeda. Menurut anggota Komisi II dari F-PG, Nurul Arifin, fraksinya memilih pemilihan bupati/wali kota lewat DPRD dengan alasan lebih efisien dan efektif. Sementara Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Demokrat belum memutuskan sikap resmi. (APA/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 10: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 03-09-2014. Halaman: 02 Legislasi RUU Pilkada Diputus September JAKARTA, KOMPAS - Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah sepakat merumuskan dua opsi untuk mekanisme dan sistem pemilihan kepala daerah. Opsi yang akan diambil, menurut rencana, diputuskan pekan depan. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Selasa (2/9), menyebutkan dua opsi mekanisme pemilihan tersebut, yakni pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Dua opsi sistem pilkada adalah sistem paket (kepala dan wakil kepala daerah dipilih seperti saat ini) dan sistem nonpaket (kepala daerah dipilih sedangkan wakil kepala daerah diusulkan kepala daerah terpilih ke pemerintah pusat untuk memperoleh persetujuan). “Pengusulan wakil tidak lagi harus melalui persetujuan DPRD, seperti usulan sebelumnya, karena khawatir kalau tetap melalui DPRD akan memicu politik uang,” katanya. Kepala daerah bisa mengusulkan tiga calon ke pemerintah pusat. Jumlah wakil yang disetujui bisa dua khusus untuk daerah berpenduduk lebih dari 10 juta orang. Djohermansyah mengatakan, tim perumus dan tim sinkronisasi akan melakukan rapat pada 9-10 September untuk memutuskan opsi yang akan diambil sekaligus finalisasi RUU Pilkada. “Musyawarah mufakat akan dikedepankan untuk keputusan,” ujarnya. Selanjutnya, pada 11 atau 12 September akan digelar rapat kerja pengambilan keputusan tingkat pertama sebelum kemudian pada 12 atau 13 September digelar rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 11: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Pelibatan rakyat Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, esensi otonomi pelibatan rakyat langsung. Atas dasar itu, dia berharap kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat, bukan DPRD. Untuk sistem paket atau nonpaket, dia menilai sistem paket lebih baik dibandingkan dengan nonpaket. Yang perlu dicegah, kepala dan wakil kepala daerah pecah kongsi dengan mengatur tugas dan kewenangan masing-masing. Berbeda dengan Robert, peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, menilai sistem nonpaket lebih baik untuk mencegah pecah kongsi kepala dan wakil kepala daerah. (APA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 12: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Kamis, 04-09-2014. Halaman: 03 5 Fraksi di DPR Berubah Sikap Konstelasi Politik Pengaruhi RUU Pilkada JAKARTA, KOMPAS - Lima dari enam fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih mendadak berubah sikap terkait mekanisme pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya mereka menginginkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih langsung, kini mereka usul dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kelima fraksi ini adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya. Satu fraksi anggota Koalisi Merah Putih lainnya, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, tetap mengusulkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih langsung. “Harapan kami sebenarnya semua (Koalisi Merah Putih) tetap solid di semua keputusan,” kata anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, Rabu (3/9), di Jakarta. Menurut Nurul, pemilihan oleh DPRD diusulkan dengan sejumlah pertimbangan, antara lain agar pilkada lebih efisien. “Ada 500 lebih kabupaten/kota dan 34 provinsi. Bayangkan jika anggaran penyelenggaraan pilkada (secara langsung) Rp 10 miliar-Rp 50 miliar per daerah, berapa triliun anggaran negara yang bisa dihemat (jika pemilihan oleh DPRD)?” ujarnya. Meski demikian, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI-P Arif Wibowo menduga, perubahan sikap sebagian besar fraksi di Koalisi Merah Putih yang pada pemilu presiden lalu mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ini dampak dari konstelasi politik seusai pilpres. “Jadi inkonsistensi itu terjadi lebih karena pokoknya berbeda sikap dengan fraksi pendukung Jokowi-Jusuf Kalla,” ujarnya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 13: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Koalisi Merah Putih diduga ingin memperkokoh koalisi hingga ke tingkat bawah. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD diusulkan agar Koalisi Merah Putih dapat memenangi pilkada di semua daerah. “Padahal, itu belum tentu sesuai dengan kehendak rakyat,” kata Arif. Usulan pemilihan kepala daerah oleh DPRD, lanjut Arif, juga tidak sejalan dengan perbaikan demokrasi di Indonesia. Pengalaman menunjukkan, pemilihan oleh DPRD cenderung transaksional, tertutup, dan elitis. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, meski sebagian besar fraksi kini setuju pilkada oleh DPRD, itu belum jadi keputusan. Pasalnya, masih ada fraksi yang ingin pilkada secara langsung. Masalah mekanisme pemilihan kepala daerah ini, ujar Djohan, akan dibahas lagi saat rapat tim perumus dan tim sinkronisasi pada 9 dan 10 September 2014. Pengambilan keputusan tingkat pertama dijadwalkan 11 September, dan kemudian dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada 12 atau 13 September. Pengambilan keputusan akan dilakukan dengan pemungutan suara jika tidak tercapai kata sepakat. Sementara itu, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) akan menguji RUU Pilkada jika RUU itu disahkan September ini. FKHK menilai, banyak materi di RUU itu yang bermasalah, demikian pula dengan pembentukannya. (ANA/APA/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 14: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 05-09-2014. Halaman: 01, 15 RUU Pilkada Tolak Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD JAKARTA, KOMPAS - Penolakan pemilihan umum kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terus meluas. Mekanisme pemilihan itu dianggap sebagai kemunduran bagi proses demokratisasi lokal dan pengkhianatan terhadap amanat reformasi karena menghilangkan hak dasar rakyat berpartisipasi dalam pemerintahan. Perubahan sikap sebagian besar fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (terutama dari Koalisi Merah Putih), yang semula menginginkan pilkada langsung oleh rakyat menjadi pilkada oleh DPRD, dinilai sarat kepentingan politik pragmatis. Oleh karena itu, hal tersebut mengkhianati kehendak rakyat. Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Veri Junaidi, di Jakarta, Kamis (4/9), mengemukakan, alasan pilkada langsung menghabiskan biaya besar dan membuat politik uang kian marak merupakan alasan yang dicari-cari. Biaya dan maraknya politik uang bisa dicegah dengan aturan detail di RUU Pilkada. Salah satunya, membatasi dana kampanye kandidat. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani mengatakan, pilkada oleh DPRD tak menghilangkan biaya politik tinggi. Para kandidat tetap harus mengeluarkan biaya agar diusung partai politik dan dimenangkan fraksi-fraksi partai itu saat pemilihan di DPRD. “Pilkada oleh DPRD hanya memindahkan masalah politik uang, tidak menyelesaikan masalah,” katanya. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, jika kepala daerah dipilih DPRD, kepentingan DPRD yang kerap berseberangan dengan kepentingan rakyat akan dimenangkan. Karena perekrutan buruk dan sarat politik uang, DPRD dinilai belum mewakili kepentingan rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 15: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Survei terakhir Litbang Kompas mendapati, mayoritas responden, yaitu 87,6 persen, mengemukakan, kepala daerah lebih baik dipilih langsung oleh rakyat. Hanya 10,2 persen yang menilai pemilihan oleh DPRD lebih baik dan sisanya 2,2 persen tidak menjawab/tidak tahu. Masih bisa berubah Sikap fraksi-fraksi di DPR terkait RUU Pilkada masih bisa berubah meski saat ini mayoritas fraksi menginginkan opsi pilkada oleh DPRD. “Ini masih dinamis. Sikap fraksi-fraksi masih mungkin berubah,” kata Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada Komisi II DPR A Hakam Naja. Politisi Partai Amanat Nasional itu menjelaskan, sikap pemerintah dan fraksi-fraksi mengenai mekanisme pilkada terus berubah. Karena itu, tim perumus menyederhanakan menjadi tiga. Pertama, gubernur, bupati, dan wali kota dipilih DPRD didukung lima fraksi (Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Golkar, Fraksi PPP, dan Fraksi Gerindra). Kedua, gubernur, bupati, dan wali kota dipilih langsung didukung Fraksi PDI-P, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKS, serta pemerintah. Ketiga, Fraksi PKB mengusulkan gubernur dipilih langsung, sedangkan bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD. Tiga rumusan ini akan kembali dibahas dalam rapat, 8 September. Perubahan sikap fraksi-fraksi mungkin terjadi karena lobi-lobi masih berlangsung. Anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi PKB, A Malik Haramain, membenarkan, fraksi-fraksi masih bisa berubah sikap. PKB cenderung memilih gubernur, bupati, dan wali kota dipilih langsung. Sementara itu, di luar mekanisme pemilihan, Ketua KPU Husni Kamil Manik berharap UU Pilkada memperhatikan lebih detail aspek-aspek penyelenggaraan dan menjamin kepastian hukum. “Banyak perdebatan terkait penyelenggaraan karena tak diatur dalam UU, misalnya soal daftar pemilih khusus tambahan,” kata Husni. (APA/NTA/AMR)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 16: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 06-09-2014. Halaman: 01, 15 Pilkada Langsung Akan Dipatahkan Formappi: Ini Melecehkan Rakyat JAKARTA, KOMPAS - Pemilihan umum kepala daerah secara langsung, yang menghasilkan banyak pemimpin berkualitas di sejumlah daerah, besar kemungkinan akan dipatahkan sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dalam Sidang Paripurna DPR, pekan depan. Langkah ini disayangkan banyak pihak karena bisa membuat demokrasi di Indonesia mundur. Sejumlah tokoh yang menyayangkan rencana ini antara lain pakar pemilu yang juga mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum Ramlan Surbakti, pakar hukum tata negara Refly Harun, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani, Direktur Populi Center Nico Harjanto, dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Hasyim Asyhari, dan sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amal Tomagola. Ramlan khawatir, apabila kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota, bukan dipilih langsung oleh rakyat, Indonesia akan melangkah ke belakang. “Lihat saja praktik di negara-negara lain, semua (kepala daerah) dipilih langsung oleh rakyat,” ujarnya. Ramlan melihat pelaksanaan pilkada langsung sudah mulai membaik. Hal itu terlihat dari lahirnya pemimpin-pemimpin pembaruan di sejumlah daerah. “Pembaruan telah dimulai oleh kepala daerah, seperti di Surabaya, Banyuwangi, Bandung, dan Bantaeng. Partai politik sudah berbenah dalam mengajukan calon. Nah, kenapa yang mulai bagus ini dipatahkan kembali,” ujarnya. Ramlan menegaskan, pandangan itu sama sekali tidak memedulikan pertentangan kepentingan antara Koalisi Merah Putih dan koalisi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pandangan itu hanya mengacu pada konstitusi dan mengamati perkembangan pilkada yang sudah mulai membaik.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 17: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Menurut Refly, pemilihan kepala daerah oleh DPRD juga tidak akan menuntaskan permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan pemilu langsung. Politik uang tetap berlangsung dan hanya mengubah ‘pemain’. “Bicara soal politik uang, dengan dipilih DPRD pun tetap ada politik uang, tetapi langsung (ke anggota DPRD),” katanya. Jika didasarkan pada konstitusi, tambah Refly, tafsir terakhir juga adalah pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. “Tak bisa seenaknya mengganti bandul. (Pemilihan langsung) ini sudah sembilan tahun, masak mau diganti lagi. Ini putus asa,” ujar Refly. Menurut Sri Budi, apabila penyelenggaraan pilkada dikontraskan dengan anggaran yang besar, hal itu harus diperjelas lebih dahulu antara biaya penyelenggaraan atau biaya politik. Ia juga mengingatkan, jumlah konflik akibat pilkada langsung tergolong sangat sedikit. “Pilkada tahun 2010-2014 bahkan berlangsung relatif aman dan damai. Rakyat makin terbiasa,” ujarnya. Lima fraksi Sampai kemarin, masih ada lima fraksi di DPR yang berkeinginan menghentikan pilkada langsung. Kelima fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Mereka berpandangan, pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota melalui DPRD juga demokratis. Pilkada tidak langsung justru dianggap bisa menghemat biaya serta mencegah konflik sosial dan politik uang yang kerap muncul selama pilkada langsung. Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu menyatakan mengacu pada Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut menyebutkan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. Konstitusi tidak menyebutkan kepala daerah harus dipilih secara langsung, seperti halnya presiden-wakil presiden. “Hampir semua tahapan (pilkada langsung) juga melahirkan ketegangan dan kerawanan, baik sosial maupun politik,” ujarnya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 18: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Bendahara Fraksi Partai Golkar DPR Bambang Soesatyo mengatakan, pilkada langsung juga mengakibatkan politik biaya tinggi untuk kampanye. Tingginya ongkos kampanye, menurut Bambang, mendorong para pemenang pilkada melakukan korupsi. “Biaya yang harus dikeluarkan para kandidat memang luar biasa besar sehingga siapa pun pemenangnya akan terdorong untuk korupsi,” katanya. Selain itu, pemerintahan daerah juga tidak bisa berjalan dengan baik karena kepala daerah lebih disibukkan dengan upaya mengembalikan biaya kampanye. Terlebih lagi jika kepala daerah kembali mencalonkan diri. Pada tahun ketiga, kepala daerah sudah sibuk berkampanye mengumpulkan dukungan. Melecehkan rakyat Di tempat terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menegaskan Rancangan Undang-Undang Pilkada yang akan disetujui DPR sebentar lagi harus ditolak jika mengganti sistem pilkada langsung. “Niat para pengusung sangat subyektif dan menghina rakyat karena dituding sebagai biang kerok ongkos politik mahal,” ujarnya. Lucius Karus mengingatkan, biaya pilkada yang mahal tidak disebabkan kesalahan sistem, tetapi disebabkan mental dan watak serakah politisi. Pilkada tidak langsung juga mengekspresikan inkonsistensi parpol untuk mempertahankan partisipasi rakyat melalui pemilu kepala daerah. Seorang tokoh populer Partai Golkar yang berencana mencalonkan diri dalam pilkada pun mengaku akan mengurungkan niat untuk maju ‘bertarung’ apabila pilkada ditetapkan oleh DPRD. Dia merasa peluangnya akan tipis karena harus menghadapi pesaing yang masih menduduki jabatan anggota DPRD. Alhasil, makin sulit peluang bagi tokoh populer atau progresif untuk memimpin sebuah kota atau kabupaten. Kendati ada pro-kontra, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menegaskan, pembahasan RUU Pilkada tetap harus diselesaikan sebelum jabatan DPR 2009-2014 berakhir pada 30 September ini. Ada 247 pilkada yang harus dilaksanakan tahun 2015. (RYO/FAJ/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 19: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 06-09-2014. Halaman: 06 Tajuk Rencana: Membajak Demokrasi Gagasan beberapa fraksi DPR mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah langsung menjadi pemilihan oleh DPRD menuai reaksi keras. Manuver politik sejumlah fraksi DPR itu mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang sedang dibahas DPR. Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Golkar, Fraksi PPP, dan Fraksi Gerindra mendukung pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan oleh DPRD. Adapun Fraksi PDI-P, Fraksi Hanura, Fraksi PKS, dan pemerintah tetap setia dalam jalur demokrasi yang menghendaki pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati tetap dipilih secara langsung oleh rakyat. Fraksi PKB mengusulkan varian lain, yakni gubernur dipilih langsung, sedangkan bupati dan wali kota dipilih DPRD. Pada tahun 2015 akan digelar 202 pilkada dengan rincian 9 pemilihan gubernur, 26 pemilihan wali kota, dan 167 pemilihan bupati. Untuk memberikan dasar hukum pilkada 2015, dibutuhkan UU Pilkada. Kita sependapat dengan sejumlah tokoh bahwa keinginan mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah ke DPRD merupakan langkah mundur. Manuver politik beberapa fraksi yang lebih didasari ambisi kekuasaan semata merupakan pengkhianatan terhadap semangat reformasi. Gerakan reformasi 1998 telah mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat. Melalui gerakan reformasi 1998, rakyat telah bisa menikmati hak politik mereka untuk memilih pemimpin yang mereka kehendaki. Itulah kemewahan politik rakyat yang didapat dari gerakan reformasi. Mengambil hak politik rakyat sama saja dengan membajak demokrasi. Kita tidak menutup mata bahwa sistem pilkada langsung menimbulkan biaya politik mahal dan maraknya politik uang. Namun, jawaban atas masalah itu bukanlah dengan mengembalikan sistem pilkada kepada DPRD. Pemilu serentak

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 20: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dan pembatasan biaya kampanye akan bisa mengurangi ongkos politik dalam pilkada. Anggota DPR yang tengah membahas RUU Pilkada harus introspeksi melihat dirinya sendiri. Sudahkah mereka bersih? Fakta menunjukkan, politik uang terjadi dalam seleksi pejabat publik, termasuk juga tentunya pemilihan kepala daerah. Data KPK menunjukkan, 75 anggota DPR/DPRD terjerat kasus korupsi. Alasan sejumlah fraksi DPR bahwa dengan mengembalikan pilkada ke DPRD untuk menghindari politik uang kehilangan dasar pijakannya. Keinginan sejumlah fraksi itu juga merupakan tanda akan terjadinya gelombang balik demokrasi. Sebagai wakil rakyat, seyogianya DPR mendengar suara rakyat yang haknya akan diambil alih. Jajak pendapat terakhir Litbang Kompas menunjukkan, 87,6 persen menghendaki tetap digunakannya sistem pemilihan langsung. Kita berharap anggota DPR tidak membajak demokrasi rakyat dengan mengalihkan hak memilih rakyat ke DPRD. Rujuklah teks konstitusi!

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 21: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Minggu, 07-09-2014. Halaman: 01, 15 RUU Pilkada Pemilihan Langsung Mencerminkan Kehendak Rakyat Jakarta, Kompas - Pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak bisa dikorbankan semata-mata hanya karena persoalan efisiensi biaya demokrasi yang dinilai sangat mahal. Di atas tingginya biaya politik itu, hal yang lebih esensial dalam demokrasi adalah bahwa pilihan tersebut mencerminkan kehendak rakyat. “Demokrasi memang besar, dalam segala hal. Demokrasi itu tidak bisa diukur dengan nilai uang. Bahkan, ketika masa reformasi, memperjuangkan demokrasi itu nyawa taruhannya. Begitu pula di banyak negara di dunia, orang memperjuangkan demokrasi dengan taruhan nyawa,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, Widodo Ekatjahjana, saat dihubungi Sabtu (6/9). Menurut Widodo, yang penting dalam demokrasi bukan soal efisiensi, melainkan demokrasi mencerminkan kehendak rakyat atau tidak. “Jangan mengatasnamakan demokrasi, tetapi cuma oligarki. Hanya kumpulan elite-elite politik,” ujarnya. Ia menilai peralihan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah dari rakyat ke DPRD dalam RUU Pilkada jelas potret kemunduran. Jika yang menjadi problem biaya politik tinggi dan politik uang, kata Widodo, hal tersebut dapat diatasi dengan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggar pemilu. Pemberian sanksi tegas, termasuk sanksi diskualifikasi terhadap calon yang berpolitik uang, lanjutnya, dapat dilakukan. Hal tersebut bisa efektif mengurangi praktik politik uang yang selama ini marak kepada pemilih. “Pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak akan menghilangkan politik uang. Selama mentalitas kultur serta integritas elite politik belum berubah, pemilihan oleh DPRD juga bakal diwarnai praktik suap dan jual beli suara, hanya memang lebih simpel. Tinggal hitung berapa suara yang ingin diperoleh (di antara anggota DPRD),” katanya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 22: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Sebelumnya, sejumlah tokoh menyayangkan sikap sejumlah fraksi di DPR yang akan mengembalikan kewenangan pemilihan kepala daerah kepada DPRD. Kritik tajam diutarakan, antara lain, oleh mantan komisioner KPU Ramlan Surbakti dan pakar hukum tata negara Refly Harun. Fraksi-fraksi yang berencana mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP, dan Fraksi PAN (Kompas, 6/9). Sementara itu, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) akan langsung menguji RUU Pilkada jika pemerintah dan DPR tetap mengesahkan RUU tersebut pada September ini. Menurut Koordinator FKHK Victor Tandiasa, RUU itu cacat formal karena dibahas secara tidak transparan dan secara substansial melanggar konstitusi. Diragukan Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, menilai integritas dan kapabilitas anggota DPRD terpilih diragukan untuk bisa memilih kepala daerah sesuai dengan suara rakyat. Oleh karena itu, jika mereka memilih, besar kemungkinan kepala daerah terpilih tak akan memihak rakyat. Syamsuddin mengatakan, anggota DPRD periode 2014-201 merupakan produk sistem pemilu proporsional terbuka, yang lebih mengandalkan uang dan popularitas agar terpilih. Selain itu, mereka produk dari sistem perekrutan partai politik yang buruk. Partai cenderung memilih seseorang menjadi calon anggota DPRD sebatas karena orang itu punya uang, populer, atau dekat dengan elite partai. “Ketika unsur-unsur itu lebih kuat ketimbang kapasitas dan kapabilitas, patut diragukan mereka bisa memilih kepala daerah yang memang diinginkan rakyat, berkualitas, dan saat berkuasa akan berpihak pada rakyat,” katanya. Yang berpotensi terjadi, lanjut Syamsuddin, justru oligarki menguat di daerah yang akan membajak demokrasi. Selain itu, yang juga muncul adalah persekongkolan DPRD dan pemerintah daerah, khususnya kepala daerah, kian kuat. Benih persekongkolan itu akan dimulai saat pemilihan, dan berlanjut saat kepala daerah terpilih berkuasa. Pasalnya, demi melanggengkan kekuasaan, kepala daerah harus menjaga hubungan baik dengan DPRD, yaitu dengan mengikuti keinginan DPRD meski itu bukanlah keinginan rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 23: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Potensi dampak terburuk dari persekongkolan itu adalah korupsi akan kian merajalela. Bahkan bisa jauh lebih buruk dibandingkan dengan mekanisme pemilihan langsung,” katanya. Sesuai dengan data Kementerian Dalam Negeri, sejak 2005 hingga Agustus 2014, sebanyak 331 kepala/wakil kepala daerah dan 3.169 anggota DPRD tersangkut kasus hukum. Mayoritas kasus hukum itu adalah kasus korupsi. Syamsuddin melanjutkan, alasan fraksi di DPR yang ingin menghentikan pilkada langsung karena maraknya politik uang tidak masuk akal. Pasalnya, penyebab politik uang muncul justru karena kecenderungan parpol yang memperdagangkan posisi kepala daerah. Memperluas partisipasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berpendapat, pemilihan kepala daerah langsung bertujuan memperluas partisipasi rakyat dalam demokrasi. Partisipasi rakyat tidak pernah tersedia sebelum reformasi karena pemilihan kepala daerah saat itu dilakukan oleh DPRD. “Kalau saat ini berkembang wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD, bukannya itu langkah yang mundur sekaligus melupakan tujuan penguatan partisipasi rakyat,” kata Ganjar, Sabtu (6/9) di Semarang. Menurut Ganjar, pemilihan kepala daerah langsung itu merupakan hak daulat rakyat memilih pemimpinnya. Harus diakui, pemilihan langsung inilah yang memungkinkan dirinya bisa tampil memenangi Pilkada Jawa Tengah. Wacana pemilihan kepala daerah yang akan dikembalikan ke DPRD itu, menurut Ganjar, tidak tepat. Keputusan untuk mengembalikan pilkada ke sistem lama terkesan emosional dan mendadak serta tercium “bau” motivasi politik kelompok karena digulirkan setelah pemilu presiden yang baru saja berakhir. Dia mengemukakan, tidak ada alasan kuat untuk mengembalikan demokrasi hanya di legislatif. Kalau alasannya soal efisiensi, tentu kewajiban pemerintah untuk membiayai pelaksanaan pilkada langsung. Ganjar khawatir jika pilkada dikembalikan ke DPRD, akan mematikan demokrasi secara luas. Misalnya, pilkada langsung memungkinkan tokoh masyarakat untuk turut serta dalam pilkada melalui calon perseorangan. (ANA/APA/WHO)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 24: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 08-09-2014. Halaman: 01, 15 SBY Diminta Jaga Demokrasi KPK: Pilkada oleh DPRD Bisa Suburkan Korupsi JAKARTA, KOMPAS - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta sekaligus didukung untuk menyelamatkan demokrasi yang dalam sepuluh tahun terakhir sudah bergerak maju. Keberpihakan Yudhoyono di pengujung pemerintahannya ini dirasa perlu terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Menurut Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri, Minggu (7/9), campur tangan dan keberpihakan Presiden itu dapat diperlihatkan dengan menarik wakil pemerintah dari pembahasan RUU Pilkada mengingat pengesahan RUU memerlukan persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. “Presiden mempunyai posisi kunci setidaknya untuk menunda dahulu pembahasan,” ujarnya. Presiden Yudhoyono yang bercita-cita menjaga demokrasi bisa dilihat juga dalam bukunya, SBY: Selalu Ada Pilihan: Untuk Pencinta Demokrasi dan Para Pemimpin Mendatang. Dalam bukunya itu, Yudhoyono pernah menulis bahwa dia tidak memercayai seorang kandidat pemimpin dapat menyuap seluruh rakyat. Hampir semua akademisi, ahli hukum tata negara, dan pengamat politik pun menyatakan tetap mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung. Mereka tidak merekomendasikan pemilihan oleh DPRD. KPK khawatir Posisi fraksi-fraksi tentang RUU Pilkada per 3 September 2014, ada lima fraksi (Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PPP) yang menghendaki pemilihan gubernur dilakukan anggota DPRD provinsi. Hanya empat fraksi (PDI-P, PKS, PKB, dan Hanura) yang tetap menghendaki pilkada langsung oleh rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 25: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Untuk bupati/wali kota, hanya tiga fraksi (PDI-P, PKS, dan Hanura) yang menghendaki pilkada langsung oleh rakyat, selebihnya ingin dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota. Sementara itu, sikap pemerintah masih menghendaki pemilihan langsung bagi gubernur, bupati, dan wali kota. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) khawatir jika pada akhirnya kepala daerah dipilih oleh DPRD. Hal itu bisa membuat kepala daerah lebih berpotensi tinggi korupsi dibandingkan dengan yang dipilih langsung oleh rakyat. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mencontohkan, belajar dari hasil penelitian KPK soal penerbitan izin usaha pertambangan yang diselewengkan di sejumlah daerah, para pengusaha hitam akan lebih mudah menyogok DPRD. Sementara DPRD akan lebih leluasa memeras kepala daerah karena merasa sebagai penentu kepemimpinan di daerah. “Dengan dipilih oleh DPRD, kondisi itu akan semakin parah. Kepala daerah rentan korupsi,” kata Busyro. Dia juga mengingatkan, pemberantasan korupsi sangat memerlukan peran aktif rakyat. Oleh karena itu, dia berharap beberapa fraksi di DPR jangan memaksakan kehendak dengan dalih pemborosan uang jika pilkada dilakukan secara langsung. “Potensi korupsi yang tinggi jika DPRD memilih kepala daerah justru membuat biaya pilkada langsung tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kerugian negara yang mungkin timbul,” ujar Busyro. Pengesahan pekan ini Kendati demikian, DPR tetap berencana menyetujui RUU Pilkada menjadi UU dalam waktu dekat meski substansi aturan itu masih mengundang kontroversi. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar, kemarin, di Yogyakarta, mengatakan, pimpinan DPR, secara administratif, belum menerima surat pemberitahuan dari panitia kerja tentang selesainya pembahasan RUU Pilkada. Namun, jika pembahasan RUU Pilkada oleh Panitia Kerja DPR dan pemerintah bisa selesai pada Senin atau Selasa ini, kemungkinan RUU itu bisa disahkan pekan ini.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 26: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Kalau saya sudah terima surat dari panitia kerja pada Senin atau Selasa, dalam hitungan jam saya akan menggelar rapat Badan Musyawarah DPR untuk menentukan jadwal rapat paripurna. Jadi, mungkin bisa diketok pekan ini,” katanya. Menurut Priyo, Golkar mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD karena pilkada langsung akan membuat biaya politik yang tinggi. Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja secara terpisah mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas RUU Pilkada pada Kamis (11/9). Ditargetkan, RUU Pilkada disetujui dalam rapat paripurna minggu depan. Politisi dari PAN itu menegaskan, pilkada yang diserahkan kepada DPRD adalah konstitusional. “Yang secara tegas diminta oleh konstitusi adalah pemilihan langsung bagi presiden. Bagi kepala daerah, yang penting demokratis,” ujarnya. DPD berbeda Sebaliknya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki pandangan berbeda dengan mayoritas di DPR. Ketua DPD Irman Gusman bahkan menyatakan, keinginan mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi sistem perwakilan oleh DPRD mengkhianati suara rakyat. “Kami di DPD tetap berkomitmen bahwa kepala daerah harus kita pilih langsung karena di situlah pembelajaran rakyat berdemokrasi, untuk memilih, untuk belajar berbeda,” ujar Irman, di Boyolali, Jawa Tengah. Irman mengingatkan, pilkada langsung telah berhasil melahirkan pemimpin nasional dan calon-calon pemimpin nasional yang terukur kualitas kepemimpinan dan hasil kerjanya. Salah satunya adalah presiden terpilih Joko Widodo yang sebelumnya merupakan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. “Keberhasilan Jokowi menjadi presiden adalah salah satu indikator kemajuan daerah dalam bidang politik,” katanya. Irman menegaskan, bangunan demokrasi yang telah dibangun harus dipelihara bersama. Upaya mencabut kedaulatan rakyat harus dilawan.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 27: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Jangan ada penyandera-penyandera yang ada di sejumlah institusi yang mengembalikan kedaulatan rakyat kepada kedaulatan parpol. Kita harus lawan itu,” katanya. Menurut Irman, apabila pemborosan anggaran menjadi alasan pembenar dikembalikannya pilkada perwakilan, sudah ada upaya untuk efisiensi anggaran dengan rencana menggelar pilkada serentak pada 2018 dan 2019. (BIL/RYO/NIT/ETA/HRS/RWN)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 28: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 08-09-2014. Halaman: 06 Tajuk Rencana: Konstitusi Harus Jadi Penjuru Ada dua produk DPR yang ramai dipersoalkan publik, yakni Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan UU Lembaga Perwakilan. RUU Pilkada yang dibahas DPR ditolak masyarakat karena elite politik DPR berniat mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD. Langkah politik fraksi DPR itu dinilai mengkhianati semangat reformasi dan melawan konstitusi. Selain merampas hak rakyat, pemilihan kepala daerah oleh DPRD juga akan mematikan peluang calon perseorangan. Produk DPR lain yang banyak diuji konstitusionalitasnya adalah UU Lembaga Perwakilan. Dalam media sering disebut UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Ada beberapa hal yang dipersoalkan dalam UU itu, antara lain sistem pemilihan pimpinan DPR yang dilakukan dengan cara dipilih. Pasal pemilihan pimpinan DPR ini dipersoalkan karena dalam undang-undang sebelumnya Ketua DPR menjadi hak parpol pemenang pemilu. Tulisan Hamid Awaludin di Kompas, Sabtu 6 September 2014, menyebutkan, UU Lembaga Perwakilan lebih diwarnai persekongkolan dan perselingkuhan politik. Dalam UU Lembaga Perwakilan ada ketidaksinkronan pola pikir karena dalam pemilihan Ketua DPRD disebutkan Ketua DPRD adalah anggota DPRD dari partai politik peraih kursi terbanyak DPRD (Pasal 327 Ayat 3). Mengapa ada perbedaan mekanisme pemilihan Ketua DPR dan Ketua DPRD? Pasal lain yang dipersoalkan adalah pembentukan Majelis Kehormatan yang dinilai sebagai upaya melindungi anggota Dewan tersangkut pidana. Berbagai gugatan atas RUU Pilkada dan UU Lembaga Perwakilan menunjukkan, politik kekuasaan menjadi panglima. Ambisi kekuasaan anggota DPR telah membuat mereka jauh dari nilai konstitusionalisme dan tidak menganggap suara rakyat yang mereka wakili.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 29: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kita berharap dalam negara demokrasi konstitusional, anggota DPR mendengarkan suara rakyat yang diwakilinya. Dalam menjalankan kekuasaannya, DPR seyogianya menjadikan konstitusi sebagai penjuru. Berkaitan dengan pemilihan kepala daerah, Pasal 18 (4) UUD 1945 menyebutkan, ‘Gubernur, Bupati dan Wali Kota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota ‘dipilih secara demokratis’. Dalam perjalanannya, istilah ‘demokratis’ itu ditafsirkan DPR sama dengan pemilihan presiden, yakni dipilih langsung oleh rakyat. Itulah wujud pemahaman kedaulatan rakyat yang telah dijalankan sepuluh tahunan. Manuver politik beberapa fraksi DPR mengambil hak rakyat memilih pemimpin berpotensi menabrak konstitusi dan berpotensi dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Kita berharap elite politik DPR tidak menjadikan politik kekuasaan sebagai panglima, tetapi menempatkan konstitusi sebagai kontrak sosial bangsa sebagai batu penjuru pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 30: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 09-09-2014. Halaman: 01, 15 Daulat Rakyat Jangan Direbut Penghapusan Pilkada Langsung Bisa Jadi Bumerang bagi Parpol Kecil http://10.11.22.55/TARK4/API/do.ashx?cmd=data&dataid=14148693&ticket=2ab89b459e094924a78194c5e50d92b3http://10.11.22.55/TARK4/API/do.ashx?cmd=data&dataid=1414869&a mp;ticket=2ab89b45-9e09-4924-a781-94c5e50d92b3 Jakarta, Kompas - Mayoritas fraksi di DPR masih berkeinginan kuat menghapus pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, digantikan pemilihan oleh DPRD. Banyak pihak pun mengingatkan, rencana ini akan mengebiri kedaulatan rakyat dan bisa merugikan partai kecil. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, Senin (8/9), mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak lepas tangan begitu saja melihat perkembangan di dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pilkada di DPR tersebut. “Jangan SBY terbawa permainan partai yang kini lebih cenderung menggunakan model pemilihan melalui lembaga perwakilan. Ini bisa menjadi sesuatu yang buruk di ujung masa jabatannya,” ujar Saldi. Secara terpisah, Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, pilkada oleh DPRD merupakan upaya mengembalikan daulat rakyat menjadi daulat elite. Perubahan ini juga bisa memicu pelegalan politik uang di ruang tertutup yang bernama DPRD serta memonopoli otoritas pengawasan pemerintahan daerah. Akhirnya, sistem pilkada oleh DPRD hanya akan mengonversi politik uang dari ‘langsung kepada rakyat’ menjadi kepada anggota DPRD. Secara aktual, langkah ini juga bisa dilihat sebagai upaya boikot politik dari pihak Koalisi Merah Putih yang belum legawa terhadap hasil pemilu presiden yang dimenangi oleh Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 31: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Bergabungnya semua partai pendukung Koalisi Merah Putih dalam mengusung pilkada tak langsung dapat dilihat sebagai upaya pengebirian otoritas eksekutif dengan cara menguasai konstelasi pilkada dengan kekuatan mayoritas jumlah partai yang mereka miliki,” katanya. JK ingin pilkada langsung Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla berpandangan, pilkada langsung oleh rakyat memang sebaiknya perlu terus dipertahankan sebagai bagian dari demokrasi untuk menghasilkan pemimpin terbaik. Sebenarnya, lanjut JK, pilkada langsung oleh rakyat atau melalui DPRD sama-sama demokratis. Namun, pilkada langsung oleh rakyat lebih baik karena rakyat bisa turut serta menentukan figur yang memimpin kepala daerah. Pilkada oleh DPRD memang bisa membuat ongkos pemilihan lebih murah, tetapi ongkos pemerintahan lebih mahal dan menimbulkan pengaturan di luar sepengetahuan rakyat. “Pengalaman kita zaman dulu, pilkada oleh DPRD bisa membuat DPRD tersandera, ditekan kiri-kanan,” katanya. Meski demikian, dia sependapat perlu efisiensi anggaran dan waktu. “Saya cenderung pilkada langsung dengan perbaikan. Kalau bisa diatur penyelenggaraannya serentak, pasti lebih baik sehingga lebih efisien,” kata JK. “Dengan pilkada langsung oleh rakyat yang serentak, pilkada cukup dilaksanakan dua kali, misalnya, 250 kabupaten tahun ini dan dua tahun lagi 250 pilkada sisanya,” ujarnya. Rugikan partai kecil Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti juga mengingatkan partai-partai kecil yang tergabung dengan Koalisi Merah Putih agar tidak terbuai. Pilkada oleh DPR justru bisa merugikan mereka. Pasalnya, kursi DPRD provinsi dikuasai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra. PDI-P menguasai kursi DPRD di 16-17 provinsi. Golkar menguasai kursi DPRD di 14-15 provinsi, Gerindra di 10 provinsi, dan Demokrat di 2-3 provinsi.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 32: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Partai-partai ini yang berpeluang besar mengajukan calon kepala daerah dan memenanginya di tingkat DPRD. Sementara partai lain harus berkoalisi dan kesempatan untuk menang sulit. Sebaliknya, dengan mekanisme kepala daerah dipilih langsung, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional bisa memiliki kader yang menjabat kepala daerah. Kader PKS yang menjabat gubernur saat ini adalah Gatot Pujo Nugroho (Sumatera Utara), Irwan Prayitno (Sumatera Barat), dan Ahmad Heryawan (Jawa Barat). Adapun kader PAN yang menang di tingkat kota adalah Wali Kota Bogor Bima Arya. Bima Arya bisa menang Pilkada Kota Bogor meskipun jumlah kursi di DPR sedikit. “Saya heran dengan langkah mereka yang kurang memperhitungkan itu. Secara pragmatis, mereka tidak diuntungkan, apalagi secara idealis. Mereka justru menutup peluang bagi diri sendiri untuk melahirkan pemimpin dari kader partai,” ujar Ray dalam diskusi ‘Menolak Warisan RUU Anti Reformasi dari Rezim SBY’, di Jakarta, kemarin. Dengan tidak adanya kekuatan di tingkat daerah, PPP, PAN, dan PKS akan sulit berkembang di tingkat nasional. Sampai kemarin, DPR tampaknya tetap akan memaksakan agar RUU Pilkada segera diselesaikan. Banyak isu krusial Rapat pimpinan DPR, menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, sudah mengagendakan rapat pleno pengambilan keputusan tingkat satu RUU Pilkada antara Komisi II DPR dan pemerintah dijadwalkan dilaksanakan 23 September. Adapun pengesahan RUU Pilkada dilakukan pada rapat paripurna 25 September. Kesepakatan itu mundur dari jadwal sebelumnya, yakni pengesahan pada rapat paripurna tanggal 16 September. Perubahan jadwal pengesahan disepakati karena masih banyak isu krusial yang belum disepakati. Salah satunya pemilihan kepala daerah dalam satu paket atau tidak. Dalam daftar inventarisasi masalah per tanggal 2 September diketahui, empat fraksi mengusulkan kepala daerah dipilih satu paket bersama wakil kepala daerah. Keempat fraksi itu adalah F-PKS, F-PKB, F-Gerindra, dan F-Hanura.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 33: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Lima fraksi lain, yakni F-PD, F-PG, F-PDIP, F-PAN, dan F-PPP, menginginkan hanya kepala daerah yang dipilih. Wakilnya dipilih setelah kepala daerah terpilih. Pandangan itu sama dengan usulan pemerintah. Syarat calon kepala daerah tidak memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan kepala daerah (Pasal 12 Huruf p dan Pasal 70 Huruf p) juga masih diperdebatkan. Hanya F-PG dan F-PDIP yang tidak menyetujui syarat tersebut, sementara tujuh fraksi lain setuju. Terkait mekanisme pilkada, sampai kemarin, perdebatan masih alot karena terpolarisasi di dua kubu. Pendapat pertama, kepala daerah dipilih oleh DPRD, dipertahankan enam fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Pendapat kedua, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, dipertahankan fraksi partai pendukung Jokowi-JK, yaitu PDI-P, PKB, dan Partai Hanura. F-PKS dan F-PKB berubah sikap. F-PKS, yang awalnya mengusulkan kepala daerah di seluruh tingkatan dipilih langsung, berubah mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD. F-PKB yang sebelumnya mengusulkan bupati/wali kota dipilih DPRD akhirnya mengikuti pandangan dipilih langsung oleh rakyat. “Para petinggi parpol mungkin perlu berembuk membahas yang dibutuhkan bangsa,” kata Sekretaris F-PDIP Bambang Wuryanto. (ANA/IAM/NTA/DEN/NIK/HEI/A13)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 34: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 09-09-2014. Halaman: 06 Pilkada di Lorong Gelap DPRD Oleh Refly Harun Lama tidak terdengar nasibnya, kini RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah termasuk yang bakal disahkan pada akhir masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014. Namun, semakin mendekati pengesahan, pembahasan malah terkesan mundur. Salah satu proposal yang diajukan adalah mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD, baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota. Usul terakhir ini sangat kuat didukung oleh Koalisi Merah Putih, aliansi baru dalam altar politik Indonesia yang awalnya terbentuk untuk mengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Isu tentang cara pemilihan kepala daerah termasuk masalah yang telah memunculkan pro kontra selama proses pembahasan RUU Pilkada. Awalnya, draf pemerintah mengintroduksi dua hal: gubernur dipilih DPRD dan bupati/wali kota dipilih langsung oleh rakyat. Alasan yang mengiringi proposal gubernur dipilih DPRD antara lain biaya pemilihan gubernur terlalu mahal, padahal kewenangannya terbatas. Ada pula alasan soal konflik horizontal yang dipicu oleh pilkada. Usul pemerintah tersebut mengundang kritik. Kalau soalnya biaya, mengapa bukan bupati/wali kota saja yang dipilih DPRD, karena jumlah bupati/wali kota yang harus dipilih hampir 500 orang, sedangkan gubernur hanya 33 (kini 34 setelah Kalimantan Utara ditetapkan sebagai provinsi baru). Demikian pula soal konflik horizontal, justru pemilihan bupati/wali kota yang lebih berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat karena teritorial yang lebih sempit serta jarak antara kandidat dan calon yang lebih dekat. Lalu soal terbatasnya fungsi gubernur, bukankah jalan keluarnya dengan memperkuat kewenangannya dalam revisi UU Pemerintahan Daerah, bukan meniadakan pemilihan langsung.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 35: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Merespons kritik tersebut, haluan pun berbalik. Pemerintah merevisi usulan menjadi gubernur yang dipilih langsung, sementara bupati/wali kota dipilih oleh DPRD. Proposal ini juga didukung sebagian ahli yang berpendapat banyak kabupaten/kota belum siap ber-pilkada. Bisa dikatakan, belum ada usul untuk menghapuskan sama sekali pemilihan langsung kepala daerah. Gugatan konstitusionalitas Kini, dengan munculnya Koalisi Merah Putih, pemilihan langsung yang telah diperjuangkan komponen masyarakat sejak 2002 saat itu Centre for Electoral Reform(Cetro) mengampanyekan pemilihan langsung menjelang Pilkada DKI Jakarta hendak dihapuskan sama sekali. Imajinasi Koalisi Merah Putih mudah ditebak. Dengan perkiraan penguasaan mayoritas di DPRD-DPRD seluruh Indonesia, sangat mudah bagi aliansi yang terdiri dari Partai Golkar, Gerindra, PPP, PAN, PKS, dan Demokrat ini untuk merenggut posisi kepemimpinan daerah sepanjang koalisi solid. Pertanyaan tentang soliditas itu penting dikemukakan karena PKS ternyata tidak ikut dalam barisan penyokong pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Soalnya bukan apakah Koalisi Merah Putih akan menyapu bersih pilkada, melainkan pemilihan oleh DPRD itu akan memunculkan gugatan konstitusional. Bagi sebagian ahli konstitusi, pemilihan oleh DPRD bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 memang menyatakan bahwa pemilihan dilakukan secara demokratis, tidak eksplisit dipilih secara langsung. Namun, jangan lupa, pasal tersebut disepakati pada Perubahan Kedua (2000) UUD 1945, sebelum kesepakatan pemilihan langsung presiden pada Perubahan Ketiga (2001). Apabila kesepakatan pemilihan langsung presiden telah dirumuskan terlebih dulu, ceritanya bisa lain. Alotnya perdebatan tentang pemilihan langsung presiden di antara fraksi-fraksi di MPR telah membuat perumusan pemilihan kepala daerah sengaja digantung dengan frasa ‘dipilih secara demokratis’. Padahal, kalau diperhadapkan mana yang lebih demokratis antara pemilihan langsung dan pemilihan tidak langsung, tentu saja yang pertama yang lebih demokratis. Sejak 2004, melalui UU Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 telah ditafsirkan sebagai pemilihan langsung. Hal itu merupakan perkembangan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 36: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

tafsir yang bisa dipandang lebih sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial yang kita anut. Dalam sistem pemerintahan presidensial, kepala pemerintahan di level nasional dipilih melalui pemilu, tidak oleh parlemen seperti dalam sistem parlementer. Hal yang sama tentu berlaku pula untuk pemilihan kepala pemerintahan di level lokal. Masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014 tinggal berbilang hari. Pada 1 Oktober nanti para anggota DPR yang baru akan mengangkat sumpah. Bisa dikatakan ritme kerja anggota Dewan saat ini sudah memasuki masa transisional. Mereka yang masih terpilih lagi mungkin akan memanfaatkan fase sekarang untuk evaluasi diri. Mereka yang tidak terpilih, bisa jadi, mulai melirik lahan lain pengabdian. Pada situasi seperti ini sangat tidak bijak memaksakan pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah. Terlebih masih ada hal substansial dan krusial yang belum disepakati. Tolak pengesahan Kalaupun ingin dipaksakan pengesahan RUU Pilkada, lebih baik dilakukan perubahan terbatas atas pasal-pasal pilkada dalam UU No 32/2004. Cukup disepakati penyesuaian terhadap aturan-aturan pemilu yang sudah berkembang dan diterima dalam praktik pemilu setelah disahkannya UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU No 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pembentukan undang-undang apa pun harus berada di ruang yang terang, tidak boleh di lorong gelap sebagaimana kesan kejar tayang RUU Pemilihan Kepala Daerah. Kemajuan demokrasi yang sudah dicapai hendaknya terus ditingkatkan dengan memperbaiki pranata berpemilu dari waktu ke waktu, tidak lantas mundur alias setback karena kepentingan jangka pendek untuk sekadar menguasai kursi kepala daerah. Oleh karena itu, melalui mimbar ini, saya ingin mengajak kita semua untuk menolak proposal pilkada oleh DPRD! Refly Harun Pakar/Praktisi Hukum Tata Negara dan Pemilu

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 37: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 09-09-2014. Halaman: 06 Merampas Daulat Rakyat Oleh Saldi Isra Pembajakan proses politik yang lebih demokratis terus berlangsung. Kecenderungan yang terlihat dalam beberapa waktu terakhir, pembajakan tersebut dilakukan melalui proses legislasi. Salah satu bentangan fakta yang tersaji di depan mata kita dan keinginan mayoritas kekuatan politik di DPR mengganti pola pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung jadi pemilihan tidak langsung. Padahal, apabila dilacak riwayat proses panjang pembahasan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), keinginan memilih kepala daerah secara tidak langsung (via DPRD) sesungguhnya dari usulan pemerintah. Namun, begitu pemerintah berubah sikap untuk mempertahankan pemilihan langsung, justru mayoritas partai di DPR berbalik arah dengan menyatakan kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. Perubahan sikap mendadak tersebut diambil oleh lima dari enam fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Kelima fraksi yang berubah sikap secara mendadak ini adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih bertahan dengan usul gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara langsung. Anehnya, semua fraksi yang berubah sikap itu mengambil alih hampir semua argumentasi yang dulu dikemukakan pemerintah. Misalnya, pemilihan langsung tak efisien, masifnya praktik politik uang, dan menimbulkan demokrasi berbiaya tinggi. Padahal, pemilihan langsung tidak bisa dikorbankan semata-mata hanya karena persoalan efisiensi biaya demokrasi yang dinilai sangat mahal (Kompas, 7/9). Bahkan, berbalik arah ke pemilihan oleh DPRD dapat dikatakan sebagai bentuk nyata merampas daulat rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 38: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Melihat perkembangan ini, pertanyaan mendasar yang tidak mungkin dihindarkan: bagaimana menjelaskan perubahan sikap mendadak mayoritas kekuatan politik di DPR ini? Pertanyaan lain yang lebih menggelitik: adakah perubahan sikap mendadak ini terkait dengan hasil Pemilu Legislatif 2014 dan konstelasi politik setelah Pemilu Presiden 2014? Masalah konstitusional Secara konstitusional, debat sentral di sekitar pilkada terkait frasa ‘dipilih secara demokratis’ dalam konstitusi. Dalam hal ini, Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 menyatakan: gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Sekalipun frasa ‘dipilih secara demokratis’ memiliki makna ganda, pembentuk UU (pemerintah dan DPR) telah mempersempitnya menjadi dipilih secara langsung. Melalui Pasal 56 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara eksplisit ditegaskan: kepala daerah dipilih secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sekiranya dibaca dan diikuti semangat yang melingkupi kehadiran Pasal 56 UU No 32/2004, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa pilihan pembentuk UU memaknai frasa ‘dipilih secara demokratis’ menjadi pemilihan secara langsung dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk konkret penerapan asas kedaulatan rakyat. Bagaimanapun, dengan menggunakan sistem perwakilan, rakyat akan kehilangan kedaulatannya untuk secara langsung menentukan kepala daerah. Banyak pengalaman menunjukkan bahwa pemilihan dengan sistem perwakilan acap kali mendistorsi kehendak dan logika rakyat. Dengan memilih pemaknaan tersebut, pembentuk UU menyadari hasil perubahan UUD 1945 tak lagi menempatkan daulat rakyat di tangan lembaga perwakilan. Artinya, mengubah makna frasa ‘dipilih secara demokratis’ untuk kembali dipilih lembaga perwakilan akan jadi persoalan konstitusional yang sangat serius. Lalu, bagaimana mempertanggungjawabkan secara konstitusional pilihan politik mengganti makna ”dipilih secara demokratis” dari dipilih secara langsung menjadi dipilih oleh DPRD? Pertanyaan ini kian menarik karena Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Karena itu, sekalipun frasa ‘dipilih secara demokratis” acap kali dimaknai sebagai open legal policy dari pembentuk UU, pemerintah dan DPR tak bisa semena-mena mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah menjadi pemilihan dengan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 39: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

sistem perwakilan. Selain telah terlebih dahulu dimaknai sebagai pemilihan langsung, perubahan ke arah pendulum yang berlawanan ini jelas akan merusak kepastian hukum dalam proses pemilihan kepala daerah. Padahal, pilihan politik yang mengabaikan kepastian hukum dapat menjadi alasan untuk mempersoalkan substansi sebuah undang-undang. Selain itu, karena pemilihan kepala daerah terkait dengan hubungan pusat-daerah, seberapa jauh DPD dilibatkan dalam pembahasan RUU Pilkada ini? Sekiranya DPD tidak dilibatkan secara wajar, perubahan proses pemilihan kepala daerah ini akan memiliki cacat formal yang sangat nyata. Dikatakan demikian, Pasal 22D UUD 1945 mengharuskan adanya peran DPD dalam setiap proses kehadiran UU yang terkait dengan hubungan pusat dan daerah. Cacat formal itu akan makin nyata jika dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 92/PUU-X/2012 yang menghendaki adanya pembahasan tripartit DPR-pemerintah-DPD dalam setiap rancangan UU yang terkait dengan Pasal 22D UUD 1945. Tidak hanya persoalan di atas, terkait masalah ini, dalam tulisan ‘Haruskah Kembali ke DPRD’ (Kompas, 16/12/2010) dikemukakan, upaya mengembalikan penyempitan makna ketentuan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 ke pemilihan oleh DPRD tidak sesederhana itu. Argumentasi tambahan yang harus dicari: bagaimana mengubah putusan MK yang telah meneguhkan pilkada secara langsung? Selain meneguhkan pemilihan langsung, MK juga memberikan ruang bagi calon perseorangan. Karena itu, tidak hanya bertolak belakang dengan makna hakiki kedaulatan rakyat, mengembalikan pilkada ke DPRD jelas memupus eksistensi calon perseorangan. Merujuk penjelasan tersebut, persoalan-persoalan konstitusional yang mengancam konstitusionalitas RUU Pilkada ini harus dihitung betul oleh DPR dan pemerintah. Artinya, mengabaikan persoalan tersebut berpotensi menggugurkan formalitas dan substansial UU ini nantinya. Dalam hal ini, DPR dan pemerintah harus belajar banyak dari kesalahan yang terjadi dalam proses pergantian UU No 27/2009 menjadi UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebagaimana diketahui, hanya hitungan hari setelah disetujui, beberapa kelompok (termasuk DPD) telah bersiap menguji ke MK. Jika dilacak permohonan yang masuk ke MK, hampir semua substansi UU No 17/2014 dinilai cacat konstitusional.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 40: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Ganti bukan solusi Secara jujur harus diakui, sejak menggunakan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung memang muncul banyak persoalan. Di antara persoalan yang paling menonjol: meruyaknya praktik politik uang. Sebagai sebuah persoalan, sejak semula telah dikemukakan oleh banyak kalangan, persoalan politik uang dapat diminimalisasi sekiranya partai politik memiliki kontrol yang ketat terhadap pasangan calon yang mereka usung. Namun, pada faktanya, partai seperti enggan melakukan langkah penertiban. Bahkan, di titik-titik tertentu, sebagian partai politik seperti menikmati praktik curang ini. Begitu pula praktik politik uang yang melibatkan pemilih, sejak semula telah diyakini penyimpangan ini kian menjadi-jadi karena penegakan hukum bagi pelaku hampir tidak pernah dilakukan. Padahal, ketentuan yang ada lebih dari cukup untuk menyeret pelaku, termasuk juga kemungkinan menganulir atau mendiskualifikasi pasangan calon. Artinya, sekiranya semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah memiliki komitmen menegakkan aturan hukum, praktik membeli suara dengan mudah dapat diminimalisasi. Begitu pula pendapat bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung tidak efektif dan efisien. Salah satu bentuk nyata mereka yang menggugat proses pemilihan yang telah diterapkan selama ini: pilkada merupakan proses politik yang memboroskan keuangan negara. Dalam soal ini, sebetulnya sejak awal sudah ditawarkan solusi cerdas, yaitu melaksanakan pemilihan langsung kepala daerah secara serentak. Paling tidak merujuk pilkada di Sumatera Barat tahun 2010 yang melaksanakan pemilihan di 13 kabupaten/kota (dari 19 kabupaten/kota yang ada) ditambah pemilihan gubernur, KPU Sumbar mampu menghemat biaya hampir 65 persen. Melihat semua persoalan yang melingkupi pilkada selama ini, pilihan mengganti model bukanlah sebuah solusi. Dari rangkaian persoalan yang ada selama ini yang dinilai sebagai titik lemah pilkada secara langsung, sekiranya memang memiliki komitmen mempertahankannya, semua persoalan dapat ditanggulangi. Namun, faktanya, tak terlihat komitmen dan langkah nyata untuk meminimalisasi persoalan tersebut. Bahkan, dalam batas-batas tertentu, boleh jadi persoalan tersebut ”dipelihara” untuk jadi alasan untuk menilai bahwa pilkada secara langsung dilingkupi banyak masalah.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 41: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Mengepung Jokowi-JK? Sebetulnya, tidak terdapat alasan kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional mengubah pengisian kepala daerah dari pemilihan langsung menjadi pemilihan dengan sistem perwakilan via DPRD. Karena itu, dalam batas-batas tertentu, perubahan sikap mendadak mayoritas partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih dapat dibaca sebagai bentuk akrobat politik terhadap kemenangan Jokowi-JK. Bahkan, bukan tidak mungkin upaya ini sebagai langkah nyata lebih jauh untuk mengepung pemerintahan Jokowi-JK. Sebelumnya, langkah serupa telah pula dilakukan ketika partai politik yang berada dalam Koalisi Merah Putih memaksakan persetujuan UU No 17/2014. Sebagaimana diketahui, salah satu substansi yang dipaksakan adalah mengubah tata cara pemilihan pimpinan DPR dari semula berasal dari urutan partai peraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif menjadi mekanisme pemilihan oleh anggota DPR. Melihat langkah politik tersebut, bukan tidak mungkin semua langkah akrobatik yang dilakukan ini bagian dari skenario mengepung Jokowi-JK mulai dari DPR sampai ke mayoritas daerah. Dalam situasi seperti ini, yang paling mungkin diingatkan adalah pemerintah dan Presiden SBY. Sebagai institusi yang memiliki otoritas sama kuat dengan DPR dalam proses legislasi, sekiranya mayoritas partai politik tetap memaksakan mengganti model pilkada, pemerintah (baca: SBY) seharusnya menggunakan hak konstitusionalnya menolak menyetujui RUU Pilkada. Banyak pihak percaya, hanya dengan cara demikian, pemerintahan SBY dinilai masih mampu memelihara model pemilihan demokratis yang telah dibangun selama ini. Artinya, apabila pemerintah dan SBY takluk oleh keinginan tersebut, SBY dan mayoritas partai politik dapat dikatakan secara bersama-sama merampas daulat rakyat. Saldi Isra Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), FH Universitas Andalas

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 42: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 09-09-2014. Halaman: 07 ‘Produk Cacat DPR’ Oleh Reza Syawawi Pasca pengesahan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD alias UU MD3 yang menuai gugatan di MK, kali ini DPR kembali berulah melalui rencana pengesahan terhadap RUU Pemilihan Kepala Daerah. Mayoritas fraksi di DPR bersikukuh segera mengesahkan RUU Pilkada yang memuat norma bahwa pilkada dilakukan oleh DPRD (Kompas, 4/9). Mengembalikan pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) kepada DPRD dengan alasan efisiensi anggaran adalah bentuk kedangkalan berpikir wakil rakyat. Mungkin sudah habis referensi, telah habis juga anggaran untuk kunjungan kerja (baca: pelesiran) untuk memperkaya pengaturan tentang pilkada, ternyata yang didapat hanyalah soal penghematan anggaran. Mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD buka sekadar mengalihkan sistem pemilihan dari pemilihan langsung menjadi tidak langsung. Akan tetapi, ada ratusan juta hak konstitusional warga negara yang dirampas jika RUU Pilkada ini disahkan oleh DPR. Pada akhir masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014, produk legislasi seperti mengalami ‘pembusukan’. Beberapa pengaturan dalam UU yang disahkan telah digugat dan terbukti kandas di Mahkamah Konstitusi (MK). Buruknya produk legislasi tak bisa dilepaskan dari kualitas personal anggota DPR dalam memahami substansi masalah. Praktik legislasi tak urung hanya menjadi tameng untuk menjustifikasi kinerja DPR, atau bahkan menjadi alat untuk mengeruk keuntungan bagi pihak tertentu. Ke depan, DPR periode baru harus mengembalikan marwah legislasi DPR sebagai sarana penyelesaian masalah, bukan justru menimbulkan masalah hukum yang baru. Secara kelembagaan, DPR harus mendesain ulang pelaksanaan kewenangan DPR terkait legislasi.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 43: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang setiap tahun ditetapkan seharusnya didasarkan pada kebutuhan dan pemahaman yang komprehensif. Selama ini, Prolegnas hanya menyuguhkan angka-angka target yang secara kuantitatif tidak pernah terpenuhi, belum lagi jika bicara soal kualitas produk legislasi. Jika DPR tidak mau dianggap produknya adalah produk gagal dan anggota DPR bukan pula produk demokrasi yang gagal, terobosan membenahi sistem legislasi jadi sangat penting segera dilakukan. DPR secara hukum dan politik bertanggung jawab atas kekisruhan yang ditimbulkan produk legislasi bermasalah. Penataan perundang-undangan harus dimulai dari legislasi mengingat begitu banyak produk legislasi yang saling tumpang tindih dalam mengatur suatu hal. Ada begitu banyak UU yang tidak sesuai lagi dengan kondisi kekinian. Maka, selaku pemegang mandat legislasi, penataan harus dimulai dari dapurnya: DPR. Membunuh demokrasi Salah satu contoh kekinian yang mencerminkan praktik legislasi yang buruk terkait RUU Pilkada. Penolakan dari kalangan masyarakat sipil terhadap upaya DPR dan pemerintah mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD mencerminkan desain legislasi yang serampangan. DPR dan pemerintah seperti mengalami amnesia sejarah. Sistem pemilihan yang dulu terbukti memperkuat oligarki dan transaksi di antara para elite kini ingin dihidupkan kembali. Untuk memperkuat kolusi jahat itu, mereka bahkan rela memberangus hak politik warga dalam menentukan pemimpin politiknya. Asumsi efisiensi anggaran harus dibarter dengan kebebasan dan hak politik, padahal ada banyak pilihan untuk menghemat anggaran pemilihan kepala daerah, misalnya melalui desain pemilu serentak. Bagi peserta pilkada, pembatasan dana kampanye seharusnya jadi pilihan dalam politik legislasi. Sayangnya, DPR yang disokong oleh pemerintah lebih memilih untuk ‘berpikir pendek’ dengan cara memangkas proses pemilihan. Proses pemilu langsung yang telah didesain untuk memperkuat legitimasi pemimpin politik, mendidik warga untuk cerdas secara politik, kini terancam diamputasi. Masyarakat akan kehilangan legitimasi untuk menagih janji politik kepala daerah, sementara DPRD yang selama ini ‘mandul’ dalam melakukan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 44: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

pengawasan hanya akan menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang amburadul. Dari sisi apa pun, yang akan dikorbankan adalah warga. Sistem penyelenggaraan negara yang tak menyokong keterlibatan warga hanya menciptakan sistem politik elitis. Akhirnya, apatisme terhadap politik makin menguat, elite akan sangat menikmati sistem politik yang transaksional. Pada titik inilah demokrasi (lokal) diberangus oleh sistem yang diciptakan oleh produk legislasi yang cacat. DPR seyogianya tidak tergesa-gesa untuk mengesahkan RUU Pilkada tersebut dan membuka kembali ruang pembahasan untuk menampung pendapat dari sejumlah pihak. Dengan begitu, kita dapat menghindari hadirnya produk legislasi yang cacat. Sebab, produk legislasi yang cacat hanya akan semakin mencerminkan lembaga DPR yang korup. Reza Syawawi Periset Bidang Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 45: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 10-09-2014. Halaman: 01, 15 6 Fraksi Tentang Suara Rakyat Publik Berharap Presiden SBY Tak Dukung Pencabutan Hak Politik JAKARTA, KOMPAS - Dalam rapat panitia kerja di DPR, Selasa (9/9), enam fraksi tetap berencana mengusulkan pemilihan gubernur dan bupati/wali kota dilakukan oleh DPRD, tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat. Sikap politik keenam fraksi ini bertentangan dengan keinginan mayoritas rakyat. Keenam fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Sementara itu, hasil survei Lingkaran Survei Indonesia terhadap 1.200 responden pada 5-7 September 2014 menunjukkan, sebanyak 81,25 persen publik menyetujui kepala daerah harus tetap dipilih secara langsung oleh rakyat, seperti berjalan hampir selama sembilan tahun ini. Hanya 10,71 persen yang menyetujui kepala daerah dipilih oleh parlemen di setiap daerah. Sementara sebesar 4,91 persen menyatakan kepala daerah sebaiknya ditunjuk oleh presiden. Peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Adjie Alfaraby, memaparkan, mereka yang tinggal di perkotaan, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi menengah atas bahkan lebih tinggi penolakannya dibandingkan dengan yang tinggal di desa dan menengah ke bawah. Tingginya penolakan kelas menengah perkotaan ini karena umumnya kelompok masyarakat ini lebih sensitif terhadap isu demokratisasi. Selain itu, kelompok kelas menengah memiliki akses media massa yang luas dan variatif. “Publik menilai pilkada oleh DPRD hanya dipaksakan untuk memenuhi kepentingan partai,” kata Adjie. Dalam survei, mayoritas publik lebih menyetujui adanya perbaikan pilkada, bukan malah mengganti sistem. Sebesar 79,27 persen publik lebih memilih agar perbaikan dilakukan terhadap sistem pencalonan sehingga calon yang baik bisa

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 46: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

ikut maju dalam pilkada serentak. Hanya 12,44 persen yang memilih agar mengganti sistem pemilihan langsung selama ini dengan pemilihan lewat DPRD. Oleh karena itu, menurut Adjie, hal ini juga menjadi momentum bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menunjukkan sikap kenegarawanannya. “Publik berharap, di akhir masa jabatannya, Presiden SBY tidak mendukung kembalinya pilkada oleh DPRD yang artinya akan mencabut hak politik rakyat. Apabila Presiden ikut mendukung, itu akan dicatat sejarah sebagai titik hitam kepemimpinan Presiden SBY,” kata Adjie. Polemik RUU Pilkada ini pun berpotensi menimbulkan sikap antipati dan persepsi negatif publik terhadap partai-partai politik yang terlihat ingin memangkas hak politik rakyat. Jika RUU Pilkada oleh DPRD disetujui DPR, publik pun menyalahkan parpol sebagai pihak yang sangat bertanggung jawab atas hilangnya hak politik rakyat. Presiden tergantung DPR Presiden Yudhoyono, sampai kemarin, menyerahkan sepenuhnya kepada DPR. Menurut Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Presiden akan menyetujui dan mendukung apa pun keputusan DPR dalam pembahasan revisi RUU Pilkada. “Memang benar rancangan revisi UU Pilkada ini diusulkan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri. Pengajuan usulan itu, terutama ketentuan mengenai sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD, tentu ada alasan rasionalnya. Jadi, tidak perlu buru-buru menolak, lebih baik pelajari dulu, baru nanti diputuskan yang terbaik,” tutur Julian. Julian juga menolak anggapan bahwa usulan pemerintah itu merupakan kemunduran atau arus balik demokrasi di Tanah Air. Menurut dia, usulan itu mengemuka setelah pemerintah mengevaluasi pelaksanaan pilkada langsung yang dijalankan sejak reformasi. Menurut Julian, usulan mengenai kepala daerah dipilih DPRD tersebut tidak juga berarti mengabaikan representasi dari pemilih yang ada di daerah. Hal ini karena DPRD juga mempunyai legalitas, akuntabilitas, dan dipilih oleh konstituen di daerah. Sementara itu, pernyataan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan memiliki nada berbeda. Kementerian Dalam

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 47: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Negeri justru berharap mayoritas fraksi di DPR kembali ke sikap awal, mendukung pemilihan kepala daerah langsung. “Kami mengharapkan mayoritas fraksi ini kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, kembali ke sikap awal,” kata Djohermansyah setelah mendengarkan pandangan fraksi-fraksi dalam rapat Panitia Kerja RUU Pilkada di Ruang Rapat Komisi II DPR, Selasa. Pada awal pembahasan RUU Pilkada dua tahun lalu, mayoritas fraksi menginginkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara langsung oleh rakyat. Sementara pemerintah mengusulkan gubernur dipilih oleh DPRD, sedangkan bupati/wali kota dipilih langsung oleh rakyat. Saat ini, pemerintah hanya bisa berharap fraksi-fraksi di DPR mengubah sikap. Dengan begitu, RUU Pilkada yang sudah lebih dari dua tahun dibahas dapat segera disahkan. Pemerintah juga akan berupaya melobi fraksi-fraksi agar kembali ke sikap awal. “Kami akan coba memengaruhi, mengajak fraksi-fraksi untuk mendengar suara rakyat yang banyak dikemukakan satu minggu terakhir ini,” ujar Djohermansyah. Alasan tekan biaya Dalam rapat panitia kerja, kemarin, juru bicara Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, menegaskan kembali, pilkada oleh DPRD dapat menekan biaya penyelenggaraan hingga Rp 41 triliun. Tidak hanya itu, konflik horizontal yang kerap muncul pada pilkada langsung juga dapat dicegah. Sementara itu, menurut Djohermansyah, pilkada serentak sebenarnya dapat menghemat anggaran hingga 50 persen biaya pilkada tak serentak. “Kalau, misalnya, biaya pilkada langsung selama ini sampai Rp 70 triliun, dengan pilkada serentak dihemat Rp 35 triliun,” ujarnya. Secara terpisah, Koalisi Kawal RUU Pilkada yang terdiri atas sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengingatkan, pilkada melalui DPRD juga tidak akan menghemat ongkos secara signifikan. Pasalnya, praktik setor kepada parpol bakal tetap ada meskipun kepala daerah dipilih DPRD. Biaya ini justru biaya politik terbesar yang harus dikeluarkan calon kepala daerah.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 48: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Ketua Panja RUU Pilkada A Hakam Naja menjelaskan, pembahasan akan terus dilakukan untuk mendapatkan titik temu. Jika rapat panja ataupun pleno di Komisi II tak kunjung mencapai kesepakatan, voting dilakukan di rapat paripurna, 25 September. (OSA/FAJ/WHY/NTA/ANA/A13)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 49: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 10-09-2014. Halaman: 02 Pilkada Apkasi-Apeksi Tolak Pemilihan oleh DPRD MANADO, KOMPAS - Bupati dan wali kota seluruh Indonesia sepakat menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Pemilihan melalui DPRD dinilai sebagai kemunduran dan memasung hak demokrasi rakyat. Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor dan Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Vicky Lumentut menyatakan hal tersebut di Manado, Selasa (9/9). Isran mengatakan, Apkasi dan Apeksi telah menyiapkan langkah konkret jika pilkada benar-benar dilakukan DPRD, yakni melakukan judicial review dan melakukan road show ke seluruh bupati dan wali kota untuk bersama-sama menolak. “Salah satu alasannya, hak demokrasi dan konstitusional rakyat dicabut oleh UU itu,” ujarnya. Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Landjar berpendapat, sikap sebagian fraksi di DPR yang menyetujui pilkada oleh DPRD sebagai manuver politik ‘membalas kekalahan’ dalam pemilu presiden. Menurut Sehan, manuver politik itu berbahaya dan menyinggung perasaan 250 juta rakyat Indonesia. Di Jakarta, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memilih berbeda pendapat dengan Partai Gerindra terkait pilkada oleh DPRD. Menurut Basuki, pilkada melalui DPRD tidak akan membuat rakyat hidup lebih sejahtera. “Kalau kepala daerah dipilih DPRD, kami akan diperas untuk melayani anggota dewan. Kalau begini caranya, lebih baik saya keluar dari partai politik,” kata Basuki, yang akrab dipanggil Ahok, Selasa (9/9).

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 50: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Menurut Basuki, kepala daerah bertugas memikirkan kesejahteraan rakyat. Pertanggungjawaban kerja mereka terhadap rakyat, bukan kepada anggota dewan. Jika kepala daerah dipilih anggota dewan, mereka tidak lagi bekerja untuk rakyat, tetapi untuk anggota dewan. Munculnya wacana penghapusan pilkada langsung, menurut Basuki, terjadi karena para kandidat kepala daerah terbiasa berpolitik uang. Seharusnya, kepala daerah berkualitas tidak perlu membayar uang agar terpilih. “Kalau melalui mekanisme pemilihan DPRD, tidak mungkin Pak Joko Widodo dan saya bisa memenangkan persaingan menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta,” kata Basuki. Dari Maluku dilaporkan, keinginan lima fraksi di DPR yang menginginkan pilkada melalui DPRD ditanggapi beragam oleh sejumlah kepala daerah di Provinsi Maluku. Bupati Maluku Tenggara Anderias Rentanubun mengatakan, dia menolak pilkada oleh DPRD. Alasannya, pemimpin terpilih kurang memiliki beban dan tanggung jawab terhadap rakyat. Pemimpin terpilih cenderung tunduk kepada kemauan DPRD atau partai yang mengusungnya. “Dengan pilkada langsung, calon pemimpin pasti akan terjun ke masyarakat untuk bertemu dan melihat langsung persoalan di sana. Oleh karena itu, ketika dia memerintah, tanggung jawabnya kepada masyarakat sangat besar,” kata Anderias. Sementara itu, Wali Kota Tual M Tamher mendukung ide pilkada oleh DPRD. Namun, Ketua DPD Golkar Kota Tual itu tidak memberikan alasan atas sikapnya tersebut. Adapun Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal bersikap netral. “Dipilih langsung boleh, dipilih oleh DPRD juga silakan,” ujarnya. Terkait polemik RUU Pilkada, wakil presiden terpilih Jusuf Kalla menegaskan, pembahasan di DPR memang selalu memunculkan perdebatan. Ia meminta masyarakat menunggu hasil pembahasan RUU tersebut. “Tentu sebaiknya (mekanisme pemilihan kepala daerah) tetap seperti sekarang (dipilih langsung rakyat), tetapi dengan syarat pilkada itu digabung. Kalau setiap bulan ada pilkada, berat juga,” kata Kalla di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 51: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

"Kalau kepala daerah dipilih DPRD, kami akan diperas untuk melayani anggota dewan" (ZAL/FRN/ENG/A14/NDY)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 52: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 10-09-2014. Halaman: 06 Demokrasi di Ujung Tanduk Oleh: Ikrar Nusa Bhakti Reformasi yang bergulir sejak 21 Mei 1998 baru berusia 16 tahun 4 bulan. Pada usia itu, ada peningkatan budaya politik rakyat di dalam memilih wakil rakyat melalui pemilu legislatif dan memilih presiden-wakil presiden secara langsung pada 2014. Melihat partisipasi rakyat dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014-baik sebagai pemilih, relawan, maupun kaum netizen (masyarakat pengguna internet) pengawal penghitungan suara pemilu-kita semua optimistis bahwa masa depan demokrasi di Indonesia akan sangat baik. Namun, sebaliknya, budaya politik sebagian elite politik-termasuk, tetapi tidak terbatas pada mereka yang duduk di DPR-justru menunjukkan kemunduran. Sebagian elite politik ternyata belum dapat menerima kekalahan dalam pemilu presiden langsung, berarti juga tidak dapat menerima Democratic Bargaining yang ditentukan oleh suara rakyat. John Stuart Mill, salah seorang penggagas demokrasi, sejak awal sudah menyatakan bahwa sistem politik demokrasi adalah suatu sistem yang mudah retak (fragile). Cermin ketak-legawa-an Seorang pemimpin pemerintahan yang terpilih secara demokratis melalui pemilu dapat ditumbangkan jika ada kekuatan senjata, bergabung dengan kekuatan mahasiswa, pemilik modal, dan buruh yang mengatasnamakan people power, mengambil alih kekuasaan melalui kudeta. Ini terjadi di Thailand saat Perdana Menteri Yingluck Shinawatra-dan sebelumnya kakaknya, PM Thaksin Shinawatra-dipaksa mundur dari jabatannya akibat adanya demonstrasi yang didukung militer. Juga terjadi di Mesir ketika presiden terpilih Mohammad Mursi Isa El-Ayyat digulingkan oleh militer pada 5 Juli 2013, yang didahului oleh demonstrasi besar-besaran di Kairo.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 53: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Dalam kasus Indonesia, kita memang belum pernah mengalami kudeta pasca pemilu presiden pada era reformasi ini, walaupun kita juga pernah mengalami di mana seorang presiden yang dipilih oleh MPR pasca Pemilu 1999, KH Abdurrahman Wahid, kemudian dimakzulkan oleh MPR, 1,5 tahun kemudian. Namun, tanda-tanda bahwa kita dapat menuju pada lingkaran setan yang baru dari demokrasi menuju sistem otoriter sudah mulai tampak. Contoh dari perubahan ini adalah tidak legawanya pemimpin dan para pengikutnya yang kalah dalam pemilu presiden langsung 2014. Dengan berbagai cara, mereka berupaya membatalkan kemenangan pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla. Untungnya, gerakan mereka masih sebatas yang diperbolehkan oleh konstitusi dan undang-undang yang berlaku. Lebih buruk lagi, kekuatan yang kalah ini berupaya menguasai semua posisi strategis di DPR melalui revisi UU Nomor 27 Tahun 2009 mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dikenal juga sebagai UU MD3. Revisi UU MD3 ini menimbulkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dari berbagai pihak karena, antara lain, mengubah cara penentuan ketua DPR dari partai pemenang pemilu menjadi voting, meniadakan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dan mengerdilkannya ke komisi-komisi, memberikan imunitas kepada anggota dewan terhormat yang melakukan tindak pidana korupsi dengan cara mengharuskan aparat hukum untuk mendapatkan persetujuan dari Badan Kehormatan DPR sebelum menangkap koruptor di DPR tersebut. Langkah lain yang menakutkan, sebagian besar partai di DPR - tak terbatas pada partai-partai Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta - kini juga bersekongkol untuk meniadakan kedaulatan rakyat dalam RUU Pilkada. Sistem pilkada langsung yang telah berlangsung sejak 2005 akan menjadi pemilihan di DPRD. Pilkada langsung untuk memilih gubernur dan bupati hanya didukung oleh PDI-P, Hanura, dan PKB, sementara pilkada langsung jabatan wali kota hanya didukung oleh PDI-P dan Hanura. Alasan para pendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD adalah persoalan biaya yang tinggi, banyaknya praktik money politics, dan munculnya perpecahan atau konflik dalam masyarakat. Jika kita menggunakan akal sehat, persoalan biaya pilkada bisa ditekan jika semua daerah mencontoh pilkada serempak yang dilakukan di Aceh sejak 2006. Persoalan money politics seharusnya juga dapat ditiadakan jika semua aktor yang ikut pilkada tidak melakukan hal tersebut dan sanksi atas perbuatan itu amat berat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 54: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kita semua tahu bahwa pemilu kepala daerah melalui DPRD bukan saja mengembalikan praktik elitis dalam pemilihan kepala daerah, melainkan juga meniadakan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin daerah mereka. Sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga tak mungkin menihilkan praktik money politics. Bedanya adalah jika dalam pilkada langsung mereka yang menerima uang adalah sebagian rakyat pemilih, sedangkan dalam pilkada melalui DPRD adalah sebagian anggota DPRD. Dalam sejarah Indonesia, ada perbedaan kepentingan politik antara elite politik dan rakyat. Kaum elite lebih mendahulukan kepentingan diri dan kelompoknya, sementara rakyat lebih mendahulukan kepentingan bersama dan mendambakan seorang pemimpin yang benar-benar bekerja untuk kesejahteraan dan keadilan sosial. Elite politik dapat bergabung dengan elite politik yang lain yang berbeda ideologinya, tetapi memiliki kepentingan politik dan ekonomi sesaat yang sama. Tirani mayoritas Satu sisi yang hilang dari dihapuskannya pilkada langsung ialah tiadanya kesempatan calon pemimpin yang inovatif, dedikatif, dan kapabel untuk terpilih menjadi kepala daerah. Apa yang berkembang belakangan ini bukan saja mengembalikan sistem politik kita menuju otoriterisme dan elitis, melainkan juga mengembalikan sistem demokrasi menuju tirani mayoritas pada tataran elite. Kita tidak boleh tinggal diam atas praktik elite politik di parlemen yang semakin menjauh dari asas demokrasi. Jika ini kita diamkan, bukan hanya pilkada langsung yang mereka tiadakan, melainkan, lebih buruk lagi, mereka dapat mengamandemen konstitusi negara dan mengembalikan pemilihan presiden oleh MPR dan bukan langsung oleh rakyat. Demokrasi substansial sudah mulai tampak dalam praktik demokrasi kita. Oleh karena itu, kita tidak mungkin berputar balik ke era di mana elite politik menentukan segalanya, seperti pada era Orde Lama ataupun Orde Baru. Jika tidak, demokrasi kita bukan saja mengalami kemunduran, melainkan kita kembali masuk ke lingkaran setan dari demokrasi ke otoritarian. Saat ini demokrasi kita sedang berada di ujung tanduk. Tanpa perjuangan kita bersama, demokrasi kita benar-benar akan dikuasai oleh kaum penjahat! Ikrar Nusa Bhakti Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 55: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Kamis, 11-09-2014. Halaman: 01, 15 Daerah Tolak Pilkada di DPRD Basuki Tjahaja Purnama Pilih Mundur dari Partai Gerindra (http://10.11.22.55/TARK4/API/do.ashx?cmd=data&dataid=14220635&ticket=09ca12ac45e641979ce23cfefed021cahttp://10.11.22.55/TARK4/API/do.ashx?cmd=data&dataid=14220638&ticket=09ca12ac-45e6-4197-9ce2-3cfefed021ca) JAKARTA, KOMPAS - Rencana sejumlah fraksi di DPR mengganti pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD semakin mendapat banyak penolakan, termasuk dari kepala daerah. Jika sebelumnya bupati dan wali kota, kini para gubernur juga menolak. Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sebagian besar gubernur di Indonesia berpandangan pemilihan langsung kepala daerah masih dibutuhkan. “Setiap daerah terdiri atas sekian banyak entitas dan etnik. Oleh karena itu, pemilihan secara langsung adalah bagian agar semua entitas dan etnik di daerah merasa secara langsung dilibatkan (dalam memilih pemimpin daerah),” kata Syahrul, Rabu (10/9). Meski begitu, Syahrul menilai, pemilihan langsung perlu disempurnakan, salah satunya menggelar pilkada secara serentak. “Bentuk penyempurnaan bisa apa saja. Yang paling penting adalah bagaimana mencari jalan agar politik uang bisa kita hindarkan,” katanya. Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor dan Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Vicky Lumentut menyatakan hal senada. Pemilihan melalui DPRD dinilai sebagai kemunduran dan memasung hak demokrasi rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 56: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho juga memilih menyetujui pilkada dilakukan langsung oleh rakyat dibandingkan dengan pilkada lewat DPRD. “Yang pro ada positifnya, yang kontra juga demikian. Saya sendiri melihat dari aspek penegakan demokrasi, lebih tepat pemilihan langsung,” tutur Gatot yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera. Menurut Gatot, dalam forum APPSI pun ada gubernur yang memiliki pengalaman pernah menjadi bupati yang dipilih melalui DPRD dan saat menjabat gubernur dipilih langsung. “Kalau dilihat dari sisi high cost, sama-sama high cost,” ujarnya. Mundur dari Gerindra Merasa pilkada lewat DPRD berlawanan dengan hati nurani, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bahkan langsung mengambil sikap politik yang tegas. Dia mengajukan surat pengunduran diri dari keanggotaan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). “Tidak mungkin saya mendukung Partai Gerindra yang mendukung pilkada lewat DPRD, sementara saya dipilih rakyat langsung memimpin Belitung Timur dan DKI Jakarta,” ujar Basuki yang akrab dipanggil Ahok. Menurut Basuki, DPRD seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran, dan bersama pemerintah daerah membuat peraturan daerah. Memberi kewenangan DPRD memilih kepala daerah hanya akan menyandera kepentingan rakyat. “Jika RUU itu disahkan, tahun depan yang akan tampil menjadi kepala daerah adalah pimpinan DPRD itu. Sementara jikapun saya terpilih menjadi kepala daerah, tidak mau menjadi budak DPRD,” ujar Basuki. Dia khawatir, pemilihan kepala daerah melalui DPRD hanyalah permainan elite politik agar bisa mencuri uang rakyat. “Yang perlu diperbaiki justru bagaimana korupsi dan politik uang tak terjadi lagi. Misalnya dengan mengecek kekayaan pejabat apakah sudah sesuai kewajiban membayar pajak atau belum,” kata Basuki. Surat pengunduran diri Basuki disampaikan melalui anggota stafnya ke Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra di Ragunan, Jakarta Selatan.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 57: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Keputusan tersebut sudah saya sampaikan kepada Hashim Djojohadikusumo (Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra). Nanti malam saya juga makan malam dengan Pak Hashim,” kata Basuki. Basuki mengaku sadar membuat keputusan tersebut. Keputusan itu mungkin akan berimplikasi berat pada kinerja pemerintahan. Namun, selama anggota DPRD memiliki nurani, persoalan itu tidak akan terjadi. Langkah ini, lanjut Basuki, adalah pelajaran terakhir politik di Indonesia sebelum hak rakyat diambil alih oleh DPRD. Kenyataan ini juga akan menjadi tontonan menarik semua warga negara. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menyatakan tidak keberatan dengan pengunduran diri Basuki. “Masuk partai atau mengundurkan diri itu hak politik, jadi tidak ada masalah,” ujarnya. Prabowo juga mengatakan tidak sakit hati dengan gerakan Basuki yang sudah didukung Gerindra untuk menjadi wakil gubernur. Namun, ia sempat menyinggung soal etika. “Bagaimana ya, kalau toto kromo atau kalau etika antarmanusia, mungkin ada norma-norma ya, kira-kira begitu,” katanya. NU dan Muhammadiyah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang juga presiden terpilih, tidak ingin berkomentar panjang terkait mundurnya Basuki dari Gerindra. Menurut Jokowi, mundurnya Basuki merupakan persoalan pribadi Basuki. Dalam kesempatan terpisah, Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masdar F Masíudi dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengingatkan bahwa pilkada langsung oleh rakyat merupakan kemajuan demokrasi yang patut dipertahankan karena memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menentukan pemimpinnya. Meski demikian, keduanya sepakat bahwa sistem pemilihannya perlu diperbaiki agar lebih efisien, murah, aman, dan terhindar dari praktik politik uang. Masdar F Masíudi menilai pilkada langsung oleh rakyat lebih baik dibandingkan dengan pemilihan oleh DPRD. Rakyat langsung dapat mengartikulasikan aspirasinya sehingga lebih otentik. Kepala daerah yang dipilih rakyat pun akan merasa lebih mantap karena memperoleh legitimasi kuat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 58: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Pilkada langsung itu demokrasi oleh rakyat tanpa perantara, tanpa calo. Bangsa Indonesia juga sudah cukup berpengalaman dengan pilkada langsung dan perilaku pemilih kian matang. Tidak ada alasan kuat untuk kita kembali mundur ke pemilihan oleh DPRD,” katanya. Yunahar Ilyas menilai pilkada langsung oleh rakyat patut untuk terus dipertahankan karena memberikan kesempatan munculnya pemimpin terbaik dari partai kecil, bahkan dari jalur independen. Rakyat pun bisa langsung menyalurkan aspirasinya untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu memajukan daerah. Untuk mendorong efisiensi waktu, energi, dan biaya, penyelenggaraan pilkada langsung hendaknya dilakukan serentak. Sebanyak 250 kabupaten/kota dapat menggelar pilkada secara serentak pada tahun ini, sementara 250 kabupaten/kota pada tahun depan. Untuk mencegah praktik politik uang, Komisi Pemilihan Umum daerah, Panitia Pengawas Pemilu, dan polisi harus bekerja lebih keras untuk mencegah dan mengawasinya. Masyarakat juga perlu diberikan pendidikan politik agar tidak mudah tergoda menerima politik uang saat pemilihan. Kemarin, sepuluh organisasi masyarakat dari kalangan buruh, pedagang pasar, dan pedagang kaki lima berunjuk rasa di depan pintu gerbang Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung. Mereka meminta pembahasan RUU Pilkada di DPR dihentikan. (ENG/EDN/IAM/NDY/SEM/WSI/A14) Lihat Video Terkait ‘Ahok Mundur dari Partai Gerindra’ di vod.kompas.com/ahokmundurgerindra

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 59: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 12-09-2014. Halaman: 01, 15 Kepala Daerah Ingatkan SBY KPU: Pilkada oleh Rakyat Keunggulan Demokrasi Indonesia di Mata Dunia JAKARTA, KOMPAS - Penolakan para kepala daerah terhadap rencana sejumlah fraksi di DPR yang ingin memaksakan perubahan pemilihan kepala daerah oleh rakyat menjadi dipilih oleh DPRD tidak main-main. Kemarin, mereka berkumpul di DKI Jakarta merumuskan sejumlah rekomendasi untuk Presiden dan DPR, bahkan juga sempat berencana turun ke jalan, berdemonstrasi. Para bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menolak tegas pilkada oleh DPRD yang sedang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah di DPR. Rapat koordinasi luar biasa itu dihadiri 75 perwakilan dari total 549 kabupaten dan kota se-Indonesia. Kader-kader terbaik partai politik itu bahkan berani berseberangan dengan suara parpolnya demi membela kehendak rakyat. Mereka tidak mau demokrasi yang sudah berjalan kembali ke era Orde Baru. “Ini sudah komitmen bersama. Rapat sudah digelar tiga kali, yaitu di Bali, Manado, dan sekarang di Jakarta. Saya kira semua anggota sudah satu suara,” ujar Isran Noor, Ketua Apkasi. Ketua Apeksi GS Vicky Lumentut juga mengingatkan, pilkada langsung yang mulai dilaksanakan pada 2005 sejalan dengan semangat desentralisasi. Pilkada langsung merupakan koreksi terhadap sistem demokrasi tidak langsung sebelumnya. “Keinginan mayoritas DPR untuk mengembalikan pilkada kembali melalui DPRD merupakan kemunduran pada era reformasi,” ujar Wali Kota Manado yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Utara itu.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 60: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Dalam rapat tersebut, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengajak peserta rapat untuk berdemonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia. Aksi demo itu dimaksudkan untuk memperlihatkan penolakan mereka kepada rakyat. Kertas karton juga sudah disiapkan. Namun, agenda demo tersebut tidak disetujui semua peserta rapat. Mereka akhirnya hanya mengangkat poster-poster di ruangan. “Indonesia bisa menjadi juara pada tahun 2046 kalau 500-an bupati dan wali kota berinovasi. Jangan sampai masa depan Indonesia dikorbankan karena sudah ada prediksi ilmiah seperti ini,” ujar Ridwan Kamil. Kekayaan Indonesia Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik secara terpisah mengingatkan, pemilu, termasuk pilkada, langsung oleh rakyat adalah salah satu pengalaman dan kekayaan berharga Indonesia yang tak dimiliki negara mana pun di dunia. Indonesia adalah negara demokratis paling kaya raya dalam konteks pengalaman pemilu langsung. Indonesia yang multikultur telah menjadi laboratorium demokrasi dunia. “Sungguh sayang jika kekayaan dan pengalaman berharga itu harus hilang dengan dikembalikannya pilkada ke tangan DPRD, bukan lagi rakyat yang memilih,” kata Husni. Karena itu, KPU menganggap segala sisi negatif terhadap pelaksanaan pemilu langsung, terutama pilkada, yang selama ini dialamatkan kepada KPU, sebenarnya tak signifikan dijadikan alasan. Tuduhan itu harus diurai satu per satu dengan melihat konteks persoalan lebih dalam. Soal anggapan pilkada langsung menimbulkan konflik horizontal, Husni mengatakan bahwa anggapan tersebut jika langsung dilihat prosesnya di lapangan ternyata tidak ketemu. “Tanpa pilkada langsung atau tidak langsung, konflik masyarakat tetap ada dan mudah dipicu oleh apa pun, tak cuma politik, tetapi juga faktor lain,” kata Husni. Soal maraknya korupsi, menurut Husni, juga perlu dikaji lebih dalam lagi. “Korupsi itu keterkaitannya dari perilaku orang per orang,” kata Husni. Meski demikian, KPU hingga kini secara institusi belum mengambil sikap soal RUU Pilkada. KPU akan membawa persoalan tersebut ke rapat pleno KPU.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 61: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Golkar perhatikan publik Sejauh ini, ada enam fraksi di DPR yang masih menghendaki pilkada langsung diubah lewat DPRD. Keenam fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Namun, mengingat kerasnya penolakan dari masyarakat dan bahkan banyak kepala daerah, Partai Golkar berencana mempertimbangkan masukan dari publik tersebut. “Mestinya (penolakan) ini menjadi bahan pertimbangan partai sebelum (keputusan) diketok di DPR. Masukan dan reaksi keras dari masyarakat dan kepala daerah ini perlu dibahas lebih lanjut,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, kemarin. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun mengatakan akan mendengarkan aspirasi asosiasi kepala daerah yang menolak pilkada di DPRD. Dia akan melaporkan ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan bisa dibahas dalam rapat kabinet. “Saya sudah meminta waktu kepada Menko Polhukam agar dapat dilaporkan dan dibahas bersama Presiden,” katanya. Sementara itu, Tim Perumus RUU Pilkada Komisi II DPR hingga kemarin masih menyiapkan dua rancangan RUU Pilkada. “Satu draf untuk pilkada oleh DPRD dan satu draf untuk pilkada langsung,” kata unsur pimpinan Panitia Kerja RUU Pilkada Komisi II, Khatibul Umam Wiranu. Secara terpisah, Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang yang pernah menjadi Ketua Panitia Khusus Pembahasan UU No 32/2004 menyatakan merasa sedih dengan adanya keinginan sejumlah fraksi DPR ini. “Saat itu, tidak ada satu fraksi pun yang keberatan pilkada langsung. Kedaulatan rakyat tidak boleh dihilangkan begitu saja,” ujarnya. Forum Aktivis 98 juga menggelar jumpa pers terkait penolakan mereka terhadap RUU Pilkada. Mereka mengingatkan DPR bahwa tak mudah memperjuangkan pemilu langsung oleh rakyat. “Gerakan Reformasi 1998 membayarnya dengan pengorbanan darah dan air mata,” ujar Ray Rangkuti, aktivis 1998. (NTA/FRN/GER/WHY/AMR/REK/A13)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 62: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 12-09-2014. Halaman: 01, 15 Pilkada, Ahok, dan Cinta Tanah Air KOMPAS.com - Isu pemilihan kepala daerah dan mundurnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Partai Gerindra tidak hanya hangat dibicarakan di Indonesia. Di Beijing, Tiongkok, yang terpisah ribuan kilometer jauhnya, kedua isu ini rupanya juga menjadi perhatian para mahasiswa Indonesia di sana. Dengan teknologi informasi yang kian canggih, tidak sulit bagi mereka untuk mengetahui kedua berita tersebut. Seperti sebagian besar publik di Tanah Air, mereka pun resah, khawatir, demokrasi yang selama ini telah susah payah dibangun justru bergerak mundur. Kedatangan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ke Tiongkok untuk menemui warga negara Indonesia di Beijing, Rabu (10/9/2014), menjadi kesempatan bagi mereka melampiaskan perasaan dan pikirannya. "Dengan adanya rencana pilkada tidak langsung oleh DPRD, berarti ada yang mau merebut demokrasi dari rakyat untuk kepentingan sendiri. Nasdem harus memiliki strategi untuk mencegah hal ini,” ujar Ernst Adhikara Chandra, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Beijing. Mahasiswa Indonesia lainnya, Audi Ghozalli, juga menyatakan kekecewaannya. Apalagi, figur idolanya, Ahok pun mundur dari Gerindra, partai yang mengusungnya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menjawab pertanyaan itu, Surya yang partainya kini masih berada di luar parlemen hanya bisa berharap Rancangan Undang-Undang Pilkada tidak dipaksakan untuk disahkan. ”Perlu ada urun rembuk, membahas bersama lebih dalam, untung-rugi dari setiap mekanisme pilkada, bagi kepentingan nasional,” katanya. Berada di negeri orang, dan telah tinggal sekian lama di sana, tidak membuat

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 63: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Ernst, Audi, dan banyak warga Indonesia lainnya di Beijing hilang kepedulian akan apa yang terjadi di Tanah Air, apalagi ada kebijakan yang merugikan rakyat. Mereka terus memperjuangkannya melalui setiap tokoh/pejabat yang datang. ”Ini bentuk kecintaan kami pada Tanah Air,” tutur Ernst, yang sudah 10 tahun tinggal di Beijing. Cinta tak surut Rasa cinta itu pula yang ditunjukkan sedikitnya 15 warga diaspora Indonesia. Malam itu, mereka yang berusia lebih dari 70 tahun, menyanyikan sejumlah lagu Indonesia, seperti ”Potong Bebek Angsa” dan ”Jayalah Indonesia”. Meski usia sudah lanjut, semangat mereka sama sekali tidak tampak surut. Mereka adalah bagian dari warga negara Indonesia yang sebelum tragedi 30 September 1965 berada di Tiongkok. Sebagian besar dari mereka sedang mengambil beasiswa di sejumlah perguruan tinggi di sana. Namun, saat peristiwa itu terjadi, banyak yang dikaitkan dengan peristiwa kelam itu sehingga mereka tidak bisa kembali ke Tanah Air. Akhirnya, mereka terpaksa menjadi warga negara Tiongkok. ”Sudah terlalu lama saya tinggal di Tiongkok, tidak bisa lagi kembali tinggal di Indonesia. Meski demikian, saya masih cinta Indonesia. Perasaan itu sulit hilang meski rasanya sedih sekali,” ujar Chen Gang (80), yang sejak 1990 sudah empat kali berkunjung ke Indonesia. (A Ponco Anggoro)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 64: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 13-09-2014. Halaman: 01, 15 ‘E-voting’; Hemat dan Aman Pemilu Langsung Investasi Masa Depan Demokrasi Indonesia JAKARTA, KOMPAS - Sistem pemilihan umum elektronik atau e-voting bisa menjawab kecemasan pemilu kepala daerah langsung yang mahal sehingga hendak dikembalikan menjadi pilkada oleh DPRD melalui Rancangan Undang-Undang Pilkada. Pemilu langsung merupakan bagian dari investasi masa depan demokrasi Indonesia. Direktur Program Sistem Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru mengatakan, BPPT telah siap menggunakan e-voting, tinggal menunggu undang-undang dan peraturan pemerintah. E-voting akan menghemat banyak komponen biaya karena tak lagi mendistribusikan berbagai logistik konvensional. Menurut Andrari, e-voting diperbolehkan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Hanya saja, tak serta-merta putusan MK bisa dipakai untuk pilkada. “Untuk pilkada, aturannya belum memungkinkan. RUU Pilkada yang baru ini sudah mengadopsi e-voting. Kita tunggu saja menjadi UU dan sampai keluar peraturan pemerintah,” kata Andrari, di Jakarta, Jumat (12/9). Walau terganjal peraturan, BPPT tetap bisa bereksperimen menggelar e-voting di tingkat lebih rendah. “Kami pernah melakukan uji coba e-voting di 42 TPS (tempat pemungutan suara) dalam Pilkada Bantaeng, Sulawesi Selatan (dari total 360 TPS yang ada) pada 2013. Respons masyarakat sangat tinggi dan percaya,” kata Andrari. E-voting pernah diujicobakan di pemilihan kepala desa di Boyolali (Jawa Tengah), pemilihan kepala dusun di Jembrana (Bali), dan pemilihan kepala desa di beberapa desa di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Pada November, Musi Rawas akan menggelar e-voting pemilihan kepala desa di 14 desa.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 65: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Hasil uji coba e-voting di Bali menunjukkan, sistem ini layak diterapkan, hemat biaya lebih dari 60 persen, serta mempersingkat dan memudahkan proses pemilihan. Dengan kartu cip sebagai kartu identitas penduduk dan sistem verifikasi, penyimpangan dapat dihindari. “Cara pemilihan atau pemungutan suara ini juga menyingkat waktu, hanya butuh 20 detik untuk memberikan suara,” ujar Andrari. Hemat biaya Pendapat serupa dikemukakan Rektor Universitas Hasanuddin Dwia Aries Tina di Makassar, Sulawesi Selatan. Sebelum menjadi rektor, Dwia adalah kepala proyek percontohan (pilot project) Universitas Hasanuddin dalam simulasi e-voting di Kabupaten Bantaeng, 17 April 2013. Universitas Hasanuddin bekerja sama dengan BPPT. “Simulasi e-voting itu menunjukkan biaya pilkada yang diperlukan hanya mencapai 40 persen dari biaya pilkada secara manual,” kata Dwia. Biaya akan makin murah karena alat dan perangkat masih bisa digunakan untuk pilkada berikutnya atau di tempat lain. Selain itu, e-voting tak menyulitkan warga dan justru dianggap memudahkan. “Dari hasil evaluasi kami kala itu, persentase kesalahannya kecil sekali. Saya menyaksikan sendiri warga yang berusia lanjut pun bisa mengikuti e-voting dengan baik,” ujarnya. Dari segi keamanan, Dwia mengatakan e-voting tak bisa dimanipulasi karena menggunakan sistem tertutup dengan monitoring ketat. E-voting menghilangkan potensi kecurangan dari penyelenggara pemilu lokal karena hasil pilihan warga langsung masuk dalam pusat data. Hal itu juga akan memangkas waktu rekapitulasi dan distribusi balik hasil pemilu. “Begitu pemilih terakhir keluar dari TPS, hasilnya sudah bisa dilihat,” kata Dwia. Bisa memverifikasi Menurut Andrari, e-voting tak memerlukan kertas suara, langsung menggunakan sistem yang disiapkan. Ketika pemilih masuk TPS dan menunjukkan KTP elektronik atau surat undangan, pemilih diberi kartu token di bilik suara untuk mengaktifkan satu surat suara elektronik. Tidak seperti di India atau negara lain, e-voting yang diusulkan BPPT memungkinkan pemilih memverifikasi pilihannya. “Sistem e-voting kami

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 66: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

menyediakan setruk untuk memverifikasi pilihannya. Setruk ini kemudian dimasukkan ke kotak audit yang bisa dijadikan alat bukti sengketa,” kata Andrari. Menurut Andrari, tak mudah menerapkan e-voting di negara besar seperti Indonesia, apalagi untuk pemilu nasional. “Dalam hal ini, yang paling belum bisa menerima justru politisinya karena pada saat TPS ditutup, hasilnya langsung keluar. Tak ada kemungkinan mengondisikan hasil,” katanya. Jika ada desa/kelurahan yang ingin menerapkan e-voting, BPPT siap memberikan layanan asistensi atau konsultasi. “Jika ingin menggunakan e-voting, daerah yang bersangkutan harus sudah memiliki peraturan daerah yang membolehkan e-voting,” kata Andrari. BPPT telah merintis e-voting sejak 2001. Modifikasi dan perpaduan teknologi dari Eropa dan Amerika Serikat telah membuat e-voting memenuhi standar keamanan dan layak diterapkan di Indonesia. Namun, untuk pabrikasi dan penerapannya, masih menunggu peraturan dan kesiapan industri. Andrari mengusulkan penggunaan konsep India yang menunjuk satu industri nasional, yaitu Electronic India Limited, untuk membuat dan memelihara sistem e-voting. Untuk Indonesia, Andrari mengusulkan PT Inti. Perusahaan strategis milik pemerintah ini dapat berkoordinasi melibatkan industri swasta nasional, termasuk industri kecil, untuk pembuatan komponen sistem e-voting. Dalam pengembangannya, sistem e-voting disempurnakan dan dibuat prosedur operasi standar. “Tujuannya untuk memperkecil terjadi penyimpangan dalam proses pemilihan dan penghitungan suara,” ujarnya. Sementara itu, dalam diskusi di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, anggota Bawaslu, Nasrullah, mengatakan, demokrasi memang meminta sejumlah konsekuensi, bukan hanya soal biaya. “Pemilu secara langsung itu investasi amat berharga buat bangsa dan negara. Amat sia-sia investasi mahal yang dibangun dari reformasi itu dicederai,” kata Nasrullah. Kelompok oligarkis Turut menjadi pembicara dalam diskusi itu, Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo dan Sekretaris Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ibnu Sina Chandranegara. Nasrullah menyatakan, pendapatnya tidak mewakili Bawaslu. “Alangkah naif, kemunduran amat luar

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 67: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

biasa ketika sampai derajat lebih tinggi (pemilu), tiba-tiba dimundurkan lagi. Semangat reformasi jangan diingkari,” katanya. Andar Nubowo menduga ada tendensi politik selama 16 tahun setelah reformasi untuk mengembalikan masa lalu. “Kelompok oligarkis sengaja menggunakan prosedur demokrasi untuk memaksakan kehendak, mengembalikan sistem ke era sebelum reformasi,” katanya. “Ini simplifikasi yang keliru. Menurut kajian kami, alasan budget bisa ditekan dengan pemilu serentak dan memanfaatkan teknologi informasi dengan sistem pemilu elektronik atau e-voting,” kata Andar. Sementara itu, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, atas nama Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), merekomendasikan pilkada langsung berbiaya murah kepada pemerintah pusat. “Asosiasi wali kota dan bupati yang jumlahnya 510 orang sepakat menolak pilkada melalui DPRD. Jika pemilihan pilkada langsung disebutkan mahal, itu relatif. Kami merekomendasikan caranya membuat pilkada langsung dengan biaya murah,” kata Ridwan di Balai Kota Bandung. Menurut dia, pilkada bisa hemat jika digelar serentak. Ridwan menyebutkan, biaya yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 3 miliar. “Kemarin ada pimpinan daerah yang curhat, kalau mau maju melalui DPRD, satu kursinya ada yang minta Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Jika dikalikan 50 persen plus satu anggota DPRD, sekitar 25 orang, kan jadi mahal,” kata Ridwan. Hingga saat ini, pemerintah teguh untuk pilkada langsung seperti tertuang dalam draf RUU Pilkada bersama Fraksi PDI-P, PKB, dan Hanura. Sementara enam fraksi lain yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKS, PPP, dan Gerindra, menyetujui pilkada oleh DPRD. Apabila tidak ada kesepakatan di Komisi II, RUU Pilkada akan diputuskan di Rapat Paripurna DPR pada 25 September lewat voting. Dari 560 kursi di DPR, 426 kursi dikuasai Koalisi Merah Putih yang mengklaim solid. (AMR/YUN/ENG/HEI/A13/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 68: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 13-09-2014. Halaman: 02 Kolom Politik Jangan Main-main dengan Rakyat! Oleh M Subhan SD “Dulu saya kira kepemimpinan itu berarti kekuatan, tetapi sekarang kepemimpinan ternyata maknanya adalah berbaur bersama rakyat,” kata Indira Gandhi (1917-1984), mantan Perdana Menteri India. Ucapan Gandhi sepatutnya menyadarkan para politisi di DPR yang tengah ngotot menggergaji pilar-pilar demokrasi. Di Senayan, heboh sekali politisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih menyusun kekuatan untuk merampas demokrasi langsung dari tangan rakyat (electoral democracy). Mereka menyiapkan Rancangan Undang-Undang Pilkada yang hendak mengembalikan pesta demokrasi lokal ke DPRD seperti zaman Orde Baru yang otoriter. Sampai September ini, fraksi-fraksi yang ngotot pemilihan (pilkada) di DPRD adalah Golkar, PKS, Demokrat, PAN, PPP, dan Gerindra. Padahal, pra-pilpres Mei lalu, semua fraksi itu setuju pemilihan langsung. Fraksi yang konsisten pemilihan langsung adalah PDI-P dan Hanura. PKB yang semula ingin pemilihan bupati/wali kota di DPRD, kini setuju pemilihan langsung. Memang aneh, fraksi-fraksi yang mendukung pilkada di DPRD bukannya memperkuat demokrasi di tangan rakyat, mereka justru hendak merampas demokrasi dari rakyat. Mereka lupa bahwa lima tahun lalu mereka bisa sampai ke Senayan pun karena dipilih langsung oleh rakyat. Mereka beralasan pemilihan langsung berbiaya mahal (high cost) yang buntutnya banyak kepala daerah (bupati/wali kota/gubernur) terjerat korupsi. Namun, kesalahan itu bukan pada sistem pemilihan langsung, melainkan lebih karena tabiat rakus kuasa dan rasionalitas keliru para politisi. Lagi pula, siapa bilang pemilihan di DPRD murah? Biaya politik dalam demokrasi langsung bisa dicek transparansi dan akuntabilitasnya. Di pilkada langsung, political cost bisa dihitung, katakanlah untuk poster, spanduk, baliho, kampanye, atau sebagian money politics. Sebaliknya, pemilihan di DPRD, jangan-jangan money politics-nya ibarat ‘sumur tanpa dasar’.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 69: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Jadi, niat politisi di Senayan itu sungguh keterlaluan. Ketika banyak pihak berpikir keras untuk mewujudkan demokrasi yang lebih substantif, bukan lagi prosedural, mereka malah berpikiran mundur. Rasanya tak sulit melihat niat mereka sebagai tindakan balas dendam terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang pada Oktober mendatang akan menggantikan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Kalah dalam kontestasi pilpres, termasuk dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi, tidak juga membuat mereka sadar dan mengakui kekalahan. Padahal, dalam demokrasi bukan cuma mengajarkan memenangi kontestasi secara elegan, melainkan pihak-pihak yang kalah seharusnya juga menerima keputusan apa pun dari suatu proses konstestasi, serta pihak-pihak yang menang sewajarnya merangkul kembali pihak-pihak yang terjungkal itu. Kriteria pemerintahan demokratis, kata ahli ekonomi-politik Anthony Downs (1957), antara lain pihak yang kalah dalam pemilu tidak mencoba menggunakan kekerasan atau cara-cara ilegal untuk menghadang partai pemenang. Sebaliknya, partai berkuasa juga tidak membatasi kegiatan politik rakyat selama tidak ada upaya penggulingan pemerintah dengan cara-cara kekerasan. “Demokrasi ditandai dengan pemilu secara periodik yang diputuskan oleh mayoritas dengan one-person, one-vote,” kata Downs. Niat mengembalikan demokrasi ke DPRD juga tak ubahnya serangan balik karena keputusasaan saat bertarung dalam pemilihan langsung. Ternyata dalam pemilihan langsung, uang yang semula diyakini sebagai ‘jimat sakti’ pada akhirnya bukan segala-galanya. “Uang tidak dapat membeli kehidupan Anda,” teriak Bob Marley (1945-1981), legenda reggae dari Jamaika. Rakyat kita makin cerdas. Terlalu sering kita dengar rakyat bilang begini: ‘Ambil uangnya, jangan pilih orangnya’. Sesungguhnya itulah bentuk perlawanan rakyat terhadap cara-cara berpolitik kotor. Tak heran, buat politisi yang suka cara-cara kotor, pilkada langsung kini tidak jadi jaminan lagi, malah menjadi ancaman terbesar. Dengan pilkada langsung, rakyat makin mengerti memilih pemimpin baik. Setelah pengalaman hampir 10 tahun, pilkada langsung pun mulai menemukan bentuknya dalam menyeleksi pemimpin baik dan berintegritas. Dari pilkada langsung lahirlah Jokowi di Solo dan kemudian Jakarta, Tri Rismaharini di Surabaya, Ridwan Kamil di Bandung, Nurdin Abdullah di Bantaeng, dan banyak lagi. Jadi, jangan potong ‘musim semi’ itu.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 70: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Menurut Freedom House (2008), untuk memenuhi standar minimum, sebuah negara electoral democracy memiliki empat syarat, yakni (1) kompetitif, dengan sistem politik multipartai; (2) hak pilih bagi semua warga negara; (3) kontestasi dan pemungutan suara lewat pemilu teratur, rahasia, tak ada penipuan, dan mewakili suara rakyat; serta (4) akses publik dari parpol kepada rakyat melalui media dan kampanye terbuka. Di dunia, banyak negara ingin berubah ke electoral democracy, meninggalkan pseudo democracy. Lebih dari seabad silam, semasa perang saudara di Amerika Serikat, di Pemakaman Nasional Prajurit di Gettysburg, Pennsylvania, Presiden Abraham Lincoln (1809-1865) berpidato lantang: ‘Kita berada di sini untuk mendedikasikan pada tugas besar yang tersisa di hadapan kita... bahwa negara ini, di bawah kuasa Tuhan, akan melahirkan kebebasan baru, dan bahwa pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tidak boleh binasa dari muka bumi.’ Jadi, jangan main-main dengan rakyat!

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 71: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Minggu, 14-09-2014. Halaman: 01, 15 Kalla: Dengarkan Suara Rakyat Penolakan di Sejumlah Tempat Malang, Kompas - Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla berharap suara rakyat didengarkan dalam wacana perubahan pemilihan kepala daerah oleh rakyat menjadi dipilih oleh DPRD. Mendengar suara rakyat adalah hal amat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Pemilihan kepala daerah tidak langsung (oleh DPRD) tidak akan mengganggu pemerintahan baru, tetapi akan mengganggu kedaulatan rakyat. Memilih kepala daerah secara langsung akan mendekatkan pemimpin dengan rakyatnya,” ujar Kalla seusai menghadiri Silaturahim dan Halalbihalal Pimpinan Wilayah Muslimat Nahdlatul Ulama Jawa Timur di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu (13/9). Kalla menambahkan, suara rakyat adalah hal amat penting. “Pilkada tentu akan diatur di DPR. Mungkin banyak pilihan. Namun, mendengar suara rakyat itu penting,” ujarnya. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sekaligus Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sebagian besar gubernur di Indonesia berpandangan pemilihan langsung kepala daerah masih dibutuhkan. Hal senada disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Isran Noor dan Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Vicky Lumentut. Mereka berpendapat, pemilihan melalui DPRD yang diwacanakan oleh mayoritas fraksi di DPR sebagai kemunduran dan memasung hak demokrasi rakyat (Kompas, 11/9). Penolakan pilkada oleh DPRD juga dilakukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui www.change.org/DukungPilkadaLangsung. Hingga semalam, petisi itu sudah didukung oleh lebih dari 48.000 orang.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 72: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Rakyat sadar, wacana pilkada oleh DPRD mengancam demokrasi di Indonesia. Melalui petisi di situs web change.org, rakyat menolak kepala daerah mereka dipilih DPRD,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini. Gerakan mendukung dipertahankannya pilkada langsung hari Minggu ini juga akan dilakukan Koalisi Kawal RUU Pilkada dengan memanfaatkan kegiatan hari bebas kendaraan (car free day) di Jakarta, Bandung, Semarang, Makassar, dan Banda Aceh. Pelayan DPRD Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi minta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghentikan pembahasan RUU Pilkada yang sedang berlangsung di DPR. Persoalan dan dinamika mengenai format pilkada sebaiknya dibicarakan dalam suasana kondusif dengan tujuan dan semangat untuk menumbuhkan demokrasi. “(Jika pilkada oleh DPRD), pemimpin daerah hanya akan jadi pelayan kemauan DPRD dan tidak lagi melayani rakyat yang memberikan mandat,” ujar Wakil Ketua Umum DPP Projo Budianto Tarigan. Menurut Budianto, dampak dari kepala daerah yang hanya melayani DPRD harus diperhitungkan jika pilkada oleh DPRD. Namun, Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Dodi Riatmadji mengatakan, pemerintah menyerahkan sepenuhnya keputusan RUU Pilkada ke tangan DPR. “Tidak ada pengarahan dari Presiden SBY. Tunggu saja putusan DPR,” kata Dodi. Menurut Dodi, sejumlah hal sudah menjadi pertimbangan pemerintah apabila kepala daerah dipilih oleh DPRD. Hal itu mulai dari laporan pertanggungjawaban tahunan kepala daerah hingga peluang calon independen menjadi calon kepala daerah. Hasil studi akademik Kementerian Dalam Negeri, lanjut Dodi, ada sejumlah ekses negatif dari pilkada langsung, seperti ada kepala daerah yang tersangkut masalah hukum, terutama korupsi, konflik horizontal, hingga pemutasian pegawai negeri sipil (PNS) akibat pergantian kepala daerah.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 73: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Namun, Rahadi Zakaria, anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada dari Fraksi PDI-P, menegaskan, “Biaya tinggi dan sejumlah masalah di pilkada langsung selama ini dapat diatasi dengan memperketat aturan serta mekanisme lain, seperti pilkada serentak dan pengaturan bentuk kampanye. Masalah itu tak bisa dijadikan alasan untuk mengubah sistem demokrasi”. Terkait dengan mutasi PNS akibat terpilihnya kepala daerah baru, kata Rahadi, hal itu tidak boleh dijadikan alasan. Sebab, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah mengatur kedudukan PNS, bahkan pemerintah sudah mempersiapkan pelapisnya dengan komisi ASN. Perekrutan Ketua Tim Kerja RUU Pilkada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Farouk Muhammad menuturkan, jika pilkada tetap dilakukan secara langsung, pemberian suara sebaiknya diganti dengan e-voting sehingga penghitungan suara akan lebih akurat. Namun, sistem yang digunakan harus dipastikan ketat, aman, dan terjamin. Jangan sampai sistem yang digunakan justru bermasalah, terutama menyangkut pengamanan. Selain sistem pemilihan, hal yang perlu dipikirkan adalah perbaikan pola perekrutan calon kepala daerah oleh partai politik. Sebagus apa pun sistem yang dipakai, pilkada tidak akan menghasilkan kepala daerah yang berkualitas jika parpol asal-asalan dalam melakukan perekrutan. “Selama ini yang menjadi masalah ada di seleksi (calon kepala daerah) tidak ketat sehingga akhirnya yang dihasilkan calon-calon yang umumnya tidak berkualitas,” kata Farouk. Selain perbaikan pola perekrutan, hal lain yang penting diatur adalah penegakan hukum. Harus ada ketegasan dalam penegakan hukum, termasuk penegakan hukum untuk kasus politik uang. Sementara itu, untuk mencegah politik uang, Panja RUU Pilkada DPR dan pemerintah sepakat ada sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang. “Jadi, tidak hanya pemberi, penerima juga diberi sanksi,” ujar anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Agoes Poernomo. Wakil Ketua Panja RUU Pilkada Khatibul Umam Wiranu menambahkan, calon kepala daerah yang terbukti melakukan politik uang akan mendapat sanksi hingga

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 74: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

yang terberat berupa diskualifikasi. Penerima uang dari calon kepala daerah juga dapat dipidanakan. (DIA/ANA/OSA/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 75: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 15-09-2014. Halaman: 01, 15 RUU Pilkada Presiden Berupaya Cari Solusi Terbaik JAKARTA, KOMPAS - Mencermati situasi politik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tengah berupaya mencari opsi atau solusi terbaik terkait dengan sistem pemilihan yang akan diberlakukan ke depan. Namun, hingga semalam, Presiden belum menjelaskan lebih rinci kepada pers opsi yang tengah diupayakan tersebut. “Saudara juga mengikuti, (dinamikanya) cukup keras sekarang ini. Kekuatan politik nyaris terbelah menjadi dua dengan sejumlah varian dan konon saya diharapkan juga untuk ikut mencari opsi membangun yang terbaik. Nah, saya bekerja untuk membangun opsi itu,” kata Yudhoyono saat membuka rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Minggu (14/9). Wakil Presiden Boediono dan sejumlah menteri serta kepala lembaga di bidang politik, hukum, dan keamanan juga hadir dalam rapat tersebut. Seperti diberitakan sebelumnya, hingga saat ini ada enam fraksi di DPR yang menghendaki penghapusan pilkada langsung oleh rakyat. Mereka menghendaki pilkada gubernur, bupati, dan wali kota oleh DPRD, bukan lagi oleh rakyat secara langsung. Keenam fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Sementara itu, tiga fraksi lain tetap mempertahankan pilkada langsung oleh rakyat. Para gubernur, bupati, wali kota, dan koalisi masyarakat sipil juga menolak rencana penghapusan pilkada langsung. Sejumlah survei juga menunjukkan, mayoritas publik tetap menghendaki pilkada langsung oleh rakyat, bukan dipilih oleh DPRD (antara lain survei Kompas, lihat hal 4).

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 76: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Presiden Yudhoyono mengatakan, dalam 10 tahun terakhir memang ada banyak hal terjadi di Tanah Air terkait dengan pelaksanaan pilkada. Ketika bangsa Indonesia menetapkan sistem pilkada yang berlaku saat ini, itu tidak terlepas dari semangat reformasi. Namun, ekses atau penyimpangan yang terjadi dari sistem tersebut juga perlu dilihat. “Itulah yang kita letakkan dalam satu zona untuk mendapatkan kira-kira opsi atau solusinya yang akan kita tuangkan dalam sistem dan undang-undang yang berlaku ke depan,” katanya. Dipaksakan berbahaya Seusai rapat, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan, penjelasan selanjutnya akan disampaikan Menteri Dalam Negeri. “Nanti akan ada waktunya penjelasan dan posisi pemerintah,” katanya. Kemarin, Koalisi Kawal RUU Pilkada kembali meminta pemerintah menarik RUU yang sedang dibahas di DPR itu. Mereka menggelar aksi damai di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Aceh, Bandung, Makassar, dan Semarang. Di Jakarta, aksi damai dilangsungkan pada hari bebas kendaraan bermotor di Bundaran Hotel Indonesia. Koalisi juga menjaring aspirasi masyarakat yang setuju terhadap pemilu secara langsung melalui petisi di www.change.org. Hingga Minggu malam sudah ada 49.731 pendukung di laman tersebut. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, RUU dapat ditunda pembahasannya sampai tahun depan. Produk legislasi tidak boleh diputuskan dalam keadaan marah. Pilkada di 247 kabupaten/kota pada 2015 bisa ditunda dan malah bisa dilaksanakan secara serentak. Kalau dipaksakan, RUU ini malah berbahaya. Pemerhati pemilu, Ahsanul Minan, secara terpisah mengingatkan, sistem pemilu di Indonesia belum memiliki arah pembangunan politik yang jelas karena selalu berganti untuk kepentingan pragmatis semata. Sejak Pemilu 1955 hingga sekarang sudah sekitar sepuluh undang-undang terkait pemilu dikeluarkan. Jika ini terus dibiarkan, Indonesia tidak akan memiliki pembangunan politik yang terarah dan berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Ahsanul menyarankan agar pengesahan RUU Pilkada ditunda. Apalagi, masa kerja anggota DPR 2009-2014, secara de facto, sudah habis karena nama-nama

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 77: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

anggota DPR terpilih yang baru sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum dan tinggal menunggu pelantikan pada 1 Oktober mendatang. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Jojo Rohi, polemik teknis pilkada dalam RUU Pilkada tak memiliki argumen yang mendasar. Penggunaan APBD untuk pilkada langsung adalah kurang dari 2 persen jumlah total pengeluaran. Hasil penelitian KIPP Indonesia sepanjang pilkada langsung kurun 2005-2014, sebanyak 90 persen pilkada berlangsung damai. (WHY/A05/A13)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 78: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS 15-09-2014. Halaman 02 Rakyat Tak Setuju Pilkada Langsung Dihapus KOMPAS.com - Terpeliharanya kedaulatan rakyat sebagai esensi demokrasi merupakan pertimbangan utama publik dalam menilai pemilihan umum kepala daerah secara langsung. Bagi publik, pilkada langsung merupakan "anak kandung" gerakan reformasi yang harus dipertahankan. Kesimpulan tersebut terangkum dalam jajak pendapat Kompas terkait revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang saat ini berlangsung di DPR. Hampir semua responden (91 persen) menilai, pelaksanaan pilkada secara langsung lebih demokratis ketimbang pilkada melalui pemilihan di DPRD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Publik menyatakan ketidaksetujuan untuk kembali ke sistem pemilihan kepala daerah sebagaimana masa sebelum reformasi tersebut. Kedaulatan rakyat dan jaminan berlangsungnya hasil reformasi diyakini 84 persen responden lebih terjaga melalui pilkada langsung. Saat ini, sejumlah fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih mengupayakan revisi UU untuk mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Dasar yang dikemukakan adalah banyaknya kepala daerah hasil pilkada langsung yang terbelit kasus hukum, maraknya politik uang dalam sistem pilkada langsung, dan pemborosan anggaran negara akibat banyaknya penyelenggaraan pilkada. Politisi Koalisi Merah Putih juga menyatakan perlunya upaya penguatan fungsi parpol dengan mengembalikan kewenangan pemilihan kepala daerah kepada parpol di lembaga perwakilan. Sebagian dampak negatif pilkada langsung tidak ditampik publik. Sekitar separuh bagian responden jajak pendapat mengamini bahwa pilkada langsung memang rawan politik uang, rawan konflik sosial, dan cenderung memboroskan anggaran negara. Meski demikian, jawaban atas berbagai persoalan itu tampaknya bukanlah mengembalikan pilkada kembali kepada DPRD. Dari segi praktis, publik juga memandang pemilu melalui DPRD bukan merupakan solusi jitu membersihkan pilkada dari politik uang. Dua pertiga responden tidak yakin pemilihan kepala daerah yang dilakukan di tingkat DPRD

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 79: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

akan mengurangi politik uang. Oligarki politik justru dapat lahir dari sistem barter uang dengan kekuasaan. Artinya, publik menganggap sistem pilkada mana pun tetap membuka peluang terjadinya politik uang. Selain politik uang yang dimungkinkan terjadi di dua sistem pilkada, responden juga meragukan manfaat pilkada tidak langsung dari sisi anggaran negara yang dipakai. Separuh dari responden (50,4 persen) tidak yakin pilkada melalui DPRD akan lebih menghemat anggaran. Anggaran memang tidak bisa dijadikan alasan untuk memilih opsi pilkada tak langsung. Salah satu upaya efisiensi adalah pelaksanaan pilkada serentak secara nasional. Opsi pilkada serentak ini cenderung dipilih publik. Tiga dari empat responden menyetujui pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati yang dilaksanakan bersamaan. Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik juga menyatakan, KPU siap melaksanakan pemilihan 246 kepala daerah yang terdiri dari gubernur, bupati, dan wali kota secara bersamaan mulai tahun depan. Secara umum, delapan dari setiap sepuluh responden (79,7 persen) tidak setuju pilkada langsung dihapuskan. Mereka yang tidak setuju mayoritas beralasan pilkada melalui wakil rakyat di DPRD tidak demokratis dan menghapus hak konstitusi (65,9 persen). Alasan lain, pilkada langsung harus dilakukan karena rakyat lebih mengetahui siapa yang patut menjadi pemimpin mereka ketimbang anggota parlemen (10,7 persen). Sementara responden yang setuju dengan penghapusan pilkada langsung beralasan hanya mengikuti kebijakan pemerintah (33,3) dan demi penghematan anggaran negara (19,3 persen). Betapapun, iklim politik saat ini dimaknai publik sebagai kondisi kebebasan, transparansi, dan partisipasi publik dalam berbagai ranah politik. Mencabut pelaksanaan pilkada langsung ibarat mengisap aliran darah dari perjalanan nadi sejarah reformasi. Hasil jajak pendapat triwulanan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama satu dekade terakhir (Januari 2005-Juli 2014) menunjukkan, aspek kebebasan berpolitik ini menjadi penopang utama citra positif pemerintahan SBY di tengah relatif minimnya penilaian publik terhadap kondisi ekonomi, hukum, dan kesejahteraan sosial. Dampak pilpres Enam fraksi di DPR yang menyokong ide pilkada melalui DPRD adalah fraksi

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 80: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dari Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, PPP, dan PAN. Para anggota DPR dari kelompok ini beralasan, sistem pilkada melalui DPRD sesuai untuk Indonesia yang menganut sistem demokrasi perwakilan sesuai Pancasila dan UUD 1945. Di satu segi, langkah politik ini dianggap memiliki dasar hukum karena mekanisme perwakilan memang termaktub dalam konstitusi. Namun, bukan berarti demokrasi langsung tak memiliki dasar konstitusional. Apalagi, roh gerakan reformasi tahun 1998 adalah tuntutan pelaksanaan dan pengembalian kedaulatan kepada rakyat. Selain itu, dari segi waktu, upaya mengubah UU Pilkada ini terlihat sangat bias agenda politik praktis pasca pilpres. Publik menilai, kondisi saat ini merupakan kelanjutan dari proses pemilu presiden (pilpres) yang belum sepenuhnya diterima semua pihak. Dilihat dari segi waktu pengajuan, revisi UU baru dilakukan setelah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi menolak upaya parpol Koalisi Merah Putih terkait proses Pilpres 9 Juli 2014. Proses pembahasan revisi UU Pilkada di parlemen juga memperlihatkan sikap partai-partai yang tak sepenuhnya senada meski dalam satu perahu koalisi. Pada Mei 2014, misalnya, semua fraksi menyepakati pemilihan gubernur melalui pilkada langsung. Sementara untuk pemilihan bupati/wali kota, hanya fraksi dari Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, Gerindra, PDI-P, dan Partai Hanura yang setuju dengan pilkada langsung. Pada 3 September 2014, hanya tersisa fraksi dari PKS, PDI-P, PKB, dan Partai Hanura yang menyetujui pilkada langsung untuk pemilihan gubernur. Sementara untuk pemilihan bupati/wali kota, hanya PKS, PDI-P, dan Partai Hanura yang setuju dengan pilkada langsung. Pada 9 September 2014, peta politik berubah lagi. Baik untuk pemilihan gubernur maupun bupati/wali kota, hanya fraksi dari PDI-P, PKB, dan Partai Hanura yang menyetujui pilkada langsung, sedangkan fraksi lain memilih pilkada melalui DPRD. Dengan demikian, praktis agenda pembahasan UU ini lebih merupakan bagian dari konstelasi politik yang tetap panas pasca pilpres. Parahnya, agenda ini secara telak mengingkari unsur terpenting dari perjuangan reformasi yang sudah susah payah diupayakan untuk membongkar praktik gaya oligarki kekuasaan era Orde Baru.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 81: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kepala daerah Terlepas dari problem anggaran yang boros melalui pilkada langsung, bukti positif dari pelaksanaan pilkada langsung juga bertebaran. Salah satu yang menonjol adalah munculnya pejabat kepala daerah yang disukai publik karena memberikan alternatif pendekatan solusi masalah bagi masyarakat. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil adalah contoh nyata pemimpin produk pilkada langsung yang disukai masyarakat. Bahkan, Joko Widodo melesat menjadi pemenang pilpres dalam hitungan dua tahun sejak menjabat wali kota dengan mengandalkan sistem pemilu langsung. Tanpa mekanisme politik pemilu langsung, mustahil calon-calon alternatif yang disukai publik ini bisa terakomodasi ke tampuk kekuasaan tertinggi. Jika demikian, wakil rakyat kini tinggal memilih memperjuangkan agenda reformasi bangsa atau agenda politik jangka pendek parpol. (Toto Suryaningtyas/Palupi P Astuti/LITBANG KOMPAS

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 82: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 15-09-2014. Halaman: 06 Tajuk Rencana Menanti Warisan SBY Ancaman gelombang balik demokrasi bisa terjadi. Mayoritas fraksi DPR berniat mencabut kembali hak rakyat untuk memilih pemimpin. Tanpa melalui proses konsultasi publik, sejumlah fraksi DPR berniat mengubah aturan pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati. Dari aturan semula, dipilih langsung oleh rakyat, diubah menjadi dipilih oleh DPRD. Jika keinginan mayoritas fraksi di DPR terwujud dan RUU Pemilihan Kepala Daerah disahkan, inilah gelombang balik demokrasi. Reformasi mati muda dan kembali ke era Orde Baru, ketika presiden dipilih MPR dan gubernur/wali kota/bupati dipilih oleh DPRD. DPR ngotot akan mengesahkan RUU Pilkada pada 23-25 September 2014 sebelum masa jabatan mereka berakhir. Segala aspirasi dan argumentasi publik, termasuk sejumlah gubernur, wali kota, dan bupati yang menolak pilkada oleh DPRD, tampaknya diabaikan begitu saja. Mayoritas elite politik sampai pada niat: pokoknya kepala daerah dipilih DPRD. Kalau tidak sependapat, voting dan mayoritas fraksi akan menang! Segala argumentasi bisa dicari untuk mewujudkan rencana politik itu. Dalam cara pandang “pokoknya”, wajar jika argumentasi apa pun tidak akan didengar pimpinan partai di DPR. Wajar jika petisi rakyat diabaikan. Dalam posisi itu, beralasan jika kita berharap kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Posisi Yudhoyono, sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, sentral dan strategis. Draf awal usulan RUU Pilkada berasal dari pemerintah. Masyarakat yakin Presiden Yudhoyono tidak akan mengembalikan bandul demokrasi dari demokrasi rakyat menjadi demokrasi elite. Yudhoyono adalah presiden pertama Indonesia yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Bahkan, Presiden Yudhoyono mendapat dua kali mandat rakyat dan berkuasa selama 10 tahun dan baru berakhir 20 Oktober 2014.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 83: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Pandangan Yudhoyono soal demokrasi antara lain bisa dibaca dalam buku Selalu Ada Pilihan (2014). Yudhoyono menulis di halaman 65, “Posisi saya cukup jelas, demokrasi adalah pilihan kita. Dengan segala kelemahan dan sisi buruknya, sistem demokrasi jauh lebih baik dari sistem politik yang lain. Tentu, demokrasi yang hendak kita bangun adalah demokrasi yang matang, teduh, dan stabil. Demokrasi yang berkualitas”. Bahwa pilkada langsung mempunyai ekses itu jelas dan tak bisa disangkal! Ekses itu harus diatasi, tetapi tidak dengan cara mengambil hak rakyat untuk memilih pemimpin. Hal memilih dan berpartisipasi dalam pemerintahan adalah hak asasi manusia. Pemilu serentak, pembatasan biaya kampanye, dan sistem pilkada elektronik (e-voting) yang sudah diakomodasi Mahkamah Konstitusi bisa menjadi pilihan untuk mengatasi ekses itu. Bangsa ini harus bergerak ke depan dan bukan mundur ke belakang dalam rangka menyongsong demokrasi era digital. Kita yakin Presiden Yudhoyono tetap akan mewariskan demokrasi dan pembelaan terhadap partisipasi politik rakyat kepada bangsa Indonesia.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 84: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 16-09-2014. Halaman: 01, 15 RUU Pilkada Peta Politik di DPR Diyakini Berubah VIENTIANE, KOMPAS - Peta politik di DPR terkait perdebatan soal Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah diyakini berubah. Ini menyusul pandangan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang arahnya mendukung pilkada secara langsung oleh rakyat dengan sejumlah penyempurnaan. Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyampaikan hal itu kepada pers, termasuk wartawan Kompas, Sutta Dharmasaputra, di sela-sela perjalanan ke Laos untuk mengikuti Sidang Umum Pertemuan Parlemen ASEAN di Vientiane, Laos, 15-20 September 2014. “Peta politik langsung berubah setelah SBY bicara di Youtube,” ujarnya saat berbincang-bincang dengan Duta Besar RI untuk Thailand Lutfi Rauf di Bandar Udara Suvarnabhumi, Thailand, Senin (15/9). Ikut dalam rombongan antara lain Nazarudin Kiemas, Muhammad Najib, Otong Abdurrahman, dan Jefri Riwu Kore. Menurut Pramono, realitas politik saat ini memang tidak memungkinkan untuk menghapus pilkada oleh rakyat karena desakan dari rakyat sangat kuat. “Kami pun tak menyangka dorongan dari rakyat sedemikian besar. Bahkan, kepala-kepala daerah pun turun,” ujarnya. Lutfi Rauf juga mengatakan, proses demokrasi di Indonesia sudah menjadi perhatian internasional. Dalam sebuah forum, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengapresiasi demokrasi yang bisa menyelesaikan perbedaan pandangan secara damai. Di Jakarta, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan optimistis pada Kamis (25/9) partai-partai politik di DPR akan mengambil keputusan terbaik terkait dengan RUU Pilkada. “Seperti dalam bukunya, SBY, Selalu Ada Pilihan, yang disampaikan Presiden Yudhoyono pasti

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 85: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

ada solusi sesuai kehendak rakyat. Saya percaya politik akan temukan jalan keluar terbaik,” ujarnya. Oleh karena itu, Djohermansyah menampik kemungkinan RUU Pilkada ditarik kembali. “Sekarang ini sudah empat tahun sejak RUU Pilkada diusulkan dan dibahas. Tidak mungkin ditarik lagi. Saya percaya, meski masih ada pertemuan bersama DPR, RUU Pilkada pasti disetujui meski ada perbaikan pelaksanaan,” tuturnya. Peneliti politik LIPI, Syamsuddin Haris, menyatakan hal senada. “Pandangan SBY akan berpengaruh terhadap peta dukungan soal pilkada di DPR apabila pandangan itu menjadi sikap resmi politik partai. Jumlah anggota Fraksi Partai Demokrat cukup banyak sehingga menentukan,” katanya. Menurut Syamsuddin, Susilo Bambang Yudhoyono punya dua otoritas, yaitu Ketua Umum Partai Demokrat dan Presiden. “Sebab, SBY sendiri, kan, produk pemilihan langsung,” katanya. Rakyat terbiasa pilkada Sebelumnya, dalam wawancaranya yang diunggah di Youtube, Minggu (14/9), Presiden Yudhoyono mengatakan, rakyat Indonesia terbiasa dengan sistem pilkada. Apalagi, pilkada memiliki benang merah dengan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden RI. Namun, persoalannya, bagaimana mengurangi ekses-ekses seperti banyaknya politik uang. “Saya lihat ada dua aspek. Pertama, rakyat terbiasa dan ada benang merah dengan sistem pemilihan presiden dan wapres. Pilkada langsung berjalan 10 tahun dan segaris dengan sistem presidensial, di mana presiden dipilih langsung. Berbeda dengan sistem parlementer dipilih lewat parlemen. Dengan demikian, kalau kita kembali pada buah dari reformasi, tentu pilihan kepala daerah mesti dijaga dan dipertahankan,” tutur Yudhoyono. Bersama Partai Demokrat, Yudhoyono mengatakan masih mencari jalan keluar terhadap pilkada langsung. Dalam satu-dua hari ke depan, Presiden Yudhoyono berharap memiliki posisi memberikan solusi. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menyatakan, pemimpin yang dipilih secara tidak langsung tak berarti tak demokratis. Praktik di sejumlah negara mengaplikasikan demokrasi berbeda-beda.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 86: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Hashim mencontohkan pemilu presiden di AS, yang terkenal sebagai negara demokrasi. Padahal, pemilihan presidennya tidak secara langsung one man one vote, tetapi dilakukan oleh elektor, yang dipilih rakyat. “Ini berarti, pemilihan pemimpin di AS dilakukan dengan cara tak langsung,” ujarnya. (EDN/DIA/IAM/DHF/A13/HAR)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 87: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 16-09-2014. Halaman: 03 Pilkada Langsung KPU Siapkan Aturan JAKARTA, KOMPAS - Menghadapi Pemilihan Umum Kepala Daerah 2015 nanti, Komisi Pemilihan Umum telah menyiapkan berbagai Peraturan KPU terkait Pilkada. Berhubung Undang-Undang Pilkada yang baru belum jadi, KPU dalam semua rancangannya merujuk pada sistem pilkada langsung oleh rakyat. Komisioner KPU, Ida Budhiati, Senin (15/9), di Jakarta, mengatakan, belajar dari pengalaman manajemen penyelenggaraan Pilpres 2014, KPU memandang perlu menyempurnakan Peraturan KPU (PKPU) Pilkada untuk meningkatkan derajat transparansi dan akuntabilitas. “Beberapa PKPU itu antara lain pengaturan pemutakhiran daftar pemilih, pencalonan, prosedur dan mekanisme laporan dana kampanye, dan pemungutan dan penghitungan suara,” kata Ida. Menurut dia, dalam penyempurnaan PKPU Pilkada, KPU berpedoman pada hukum positif yang saat ini masih berlaku. Acuan yang digunakan terutama UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana diubah menjadi UU No 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah. “UU itu mengatur pemilihan kepala daerah secara langsung sebagai bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat,” kata Ida. Persiapan itu dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan agar sistemnya sudah siap terlebih dulu. “Jika nanti ada perubahan UU, sudah menjadi kewajiban KPU untuk menyesuaikannya,” kata Ida. Pertanyaan urgensi Meski demikian, diakui Ida, memang akan semakin rumit jika nantinya UU Pilkada yang baru ternyata memiliki sistem yang tidak sama dengan pemilu dan sistem pemerintahan secara umum. Pembentuk UU, kata Ida, perlu mempertimbangkan apakah ada urgensi untuk segera mengesahkan RUU Pilkada

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 88: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dalam waktu relatif singkat. “Dalam pandangan kami sebagai penyelenggara pemilu, menjadi perhatian bersama adalah sistem pemerintahan seperti apa yang hendak diwujudkan dari pilihan sistem pemilu,” kata Ida. Berdasar pengalaman penyelenggaraan pemilu dalam UU yang terpisah-pisah, hal itu ternyata bisa mengakibatkan pemilu sulit dikelola dengan baik. “Perlu diperhatikan pula bagaimana respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tentang desain pemilu serentak,” katanya. Jika ternyata UU Pilkada tidak selesai tahun ini, KPU sebagai penyelenggara pemilu dituntut mampu melaksanakan dan menegakkan asas kepastian hukum dalam Pilkada 2015. Jika dalam implementasi UU ditemukan ketidaksesuaian antar-UU, atau antarpasal dalam UU, menjadi tugas KPU memberikan kepastian hukum dengan memberikan tafsir tunggal dalam peraturan. Kesempatan Presiden Pakar kepemiluan yang juga Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto mengatakan, rakyat telah mendengar berbagai argumentasi anggota DPR yang bersikukuh mengembalikan pilkada ke DPRD. LSM dan para pakar telah memberikan masukan kepada DPR, tetapi masih banyak anggota parlemen yang bersikeras memilih pilkada tak langsung. “Presiden sekarang punya kesempatan menghentikan sebelum semuanya terlambat. Kami memohon kepada Presiden, hal-hal yang bisa nantinya merusak demokrasi ke depan harus dihentikan,” kata Didik. Jika sudah terlambat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan dicatat sejarah sebagai pihak yang ikut melahirkan UU Pilkada tersebut. Padahal, SBY sendiri adalah presiden yang dilahirkan oleh pemilu langsung oleh rakyat. Presiden SBY dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk mencegah sesuatu yang buruk terjadi di akhir masa pemerintahannya. “Serahkan pembahasan itu ke pemerintahan yang akan datang,” kata Didik. Untuk melaksanakan pilkada tahun depan, masih ada aturan yang memadai sehingga Presiden SBY tak perlu khawatir. Jika Presiden SBY menarik diri dari pembahasan RUU Pilkada, DPR tidak bisa secara pihak memutuskan untuk mengesahkan UU Pilkada sendiri karena UU merupakan produk bersama. (AMR)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 89: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 16-09-2014. Halaman: 06 Pilkada Tanpa Rakyat Oleh: Hendardi Para dedengkot Koalisi Merah Putih yang kalah dalam Pemilu Presiden 2014 bertemu di rumah Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung, Rabu 10 September lalu. Mereka tetap berkukuh untuk menghasilkan UU Pilkada di mana kepala daerah dipilih oleh DPRD. Mereka berkilah hendak membuang tampilan liberal dalam pemilihan. Tulisan ini sebagai kritik atas klaim pandangan mereka sekaligus hendak menegaskan kembali mengenai penting dan manfaatnya kepala daerah tetap dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan dipilih oleh DPRD sebagaimana yang diinginkan oleh Koalisi Merah Putih. Liberalisasi Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie menuding perkembangan bangsa cenderung liberal dan tidak sesuai lagi dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Menurut dia, liberalisasi telah menggerogoti kedaulatan negara. Salah satu proses politik yang dianggapnya terlalu liberal adalah pilkada langsung sehingga, sebagai awal, koalisinya berkepentingan mengubahnya melalui RUU Pilkada (Kompas, 11/9). Tampaknya kata-kata dan pernyataan koalisi itu perlu dijernihkan. Liberalisme adalah pandangan atau ideologi yang menekankan kebebasan dan persamaan hak setiap orang. Mereka yang menganut pandangan ini disebut kaum liberal. Sementara liberalisasi adalah proses politik dalam menerapkan kebebasan tersebut. Dalam ekonomi, liberalisasi berarti para pengusaha bebas melakukan investasi dan perdagangan tanpa intervensi negara yang diatur dalam UU (Andrew Heywood, Political Ideologies: An Introduction, 2003). Bagaimana istilah itu diperkenalkan dalam masyarakat kita?

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 90: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kesepakatan yang dicapai dalam KTT APEC pada 1994 di Bogor adalah liberalisasi perdagangan dan investasi. Artinya, investasi dan perdagangan di negara-negara anggota APEC tidak boleh dihambat dan dilindungi oleh pemerintah. Dengan demikian, kompetisi harus dijalankan tanpa hambatan oleh negara bersangkutan. Tidak konsekuen Namun, rezim Soeharto tak pernah konsekuen dengan kesepakatan itu. Ia tetap saja membangkang, terutama yang melekat dengan kepentingan bisnis keluarga dan kroni-kroninya. Mereka tetap mempertahankan kekuasaan oligarki yang menguasai politik dan ekonomi nasional. Para oligark dan pengusaha kroni-dikenal konglomerat hitam-menikmati hak monopoli dan membentuk kartel-kartel di antara mereka dalam sektor-sektor yang tertutup bagi kompetitor lainnya, terutama investor asing (Jeffrey A Winters, Oligarki, 2011). Meskipun begitu, sektor yang lebih kompetitif memang dibuka setelah krisis finansial pertama sejak awal dasawarsa 1980-an menyusul anjloknya harga minyak mentah di pasar dunia, tetapi terbatas di sektor industri manufaktur ringan seperti tekstil, garmen, dan sepatu. Sialnya, buruh diperas dengan kebijakan upah yang sangat rendah dan membiarkan jam kerja yang panjang. Akhirnya, pada paruh kedua 1997 pukulan telak menohok pemerintahan Soeharto. Ia harus menghadapi krisis moneter. Utang-utang konglomerat kroninya yang menggila tak tertagih, nilai tukar rupiah terpuruk, pendapatan negara mengempis, harga bahan kebutuhan pokok membubung, ditambah lagi dengan pelarian modal besar-besaran dari Indonesia. Pemerintah kehabisan uang. Dengan habisnya uang, Soeharto tak dapat lagi mendikte arah kebijakan untuk menyelamatkan ekonomi, kecuali minta tolong kepada Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menggelontorkan pinjaman 43 miliar dollar AS. Lagi, tabiat Soeharto yang tidak konsekuen membuatnya mengingkari letter of intent yang ditekennya, dengan mengalirkan 15 proyek untuk anak-anaknya. Akibatnya, rupiah jatuh hingga ke titik terendah, di kisaran Rp 16.000-Rp 17.500 per dollar AS. Maka, jadilah Soeharto sebagai penguasa yang tak dapat dipercaya. Kejatuhannya pun dilicinkan oleh gelombang protes mahasiswa dan ia pun ditinggalkan oleh para pembuat kebijakan dan birokrat-politik loyalisnya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 91: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Desentralisasi kekuasaan Reformasi bergulir dan berlangsung desentralisasi kekuasaan negara sebagai reaksi atas negara otoriter, sentralistis, dan predatoris Soeharto. Para oligark yang telah kehilangan Soeharto harus mereorganisasikan kekuasaannya melalui partai-partai politik, pemilihan umum, dan parlemen, baik di pusat maupun di daerah (Hadiz: 2006). Para oligark tak bisa lagi memerintah dengan cara yang sama sebagaimana yang dibangun dan dipertahankan Soeharto. Mereka harus menyesuaikan diri dengan sistem multipartai yang telah disediakan pemerintahan Habibie. Awalnya memang bingung, tetapi mereka ternyata bisa kembali dan menyesuaikan diri dengan situasi politik baru. Akhirnya, para oligark dapat menguasai politik, tetapi dengan kekuatan politik uang (money politics). Dengan begitu, liberalisasi politik dan ekonomi adalah hasil ketegangan antara rezim Soeharto dan pihak-pihak yang menentangnya, tidak jatuh dari langit. Keran kebebasan pers dibuka, UU HAM disediakan, daerah operasi militer di Aceh dicabut, tahanan politik dibebaskan, dan bahkan dilakukan perubahan atas UUD 1945 yang menegaskan prinsip kedaulatan di tangan rakyat-bukan di tangan MPR, DPR, dan apalagi di tangan DPRD. Rampas daulat rakyat Proses demokratisasi politik dan kompetisi bisnis yang lebih terbuka adalah hasil pergulatan panjang dalam melawan kekuasaan oligarki Soeharto. Namun, kini aliansi mereka telah berubah dan menyesuaikan diri melalui partai-partai, pemilu, parlemen, dan pemerintahan dengan kekuatan politik uang. Masalah dan tujuan mereka tetap sama, yaitu berebut alokasi sumber-sumber kekayaan dan akses pada negara. Meskipun begitu, liberalisasi politik dan desentralisasi kekuasaan negara memungkinkan partisipasi rakyat sedikit berperan serta menguatnya independensi kekuasaan kehakiman dan penegak hukum yang secara khusus fungsi dan peran KPK, selain BPK dan PPATK, sehingga tak sedikit kasus korupsi yang terbongkar. Memang masih kecil-kecilan, tetapi yang terbongkar banyak. KPK masih belum dapat menguak kasus bail out Bank Century dan beberapa pemutihan pajak para konglomerat. Dalam kasus korupsi proyek Hambalang, BPK menghitung

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 92: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

kerugian negara Rp 463 miliar. Belakangan KPK sudah mengincar jaringan mafia migas. Mabes Polri juga sudah menyisir rekening senilai Rp 1,3 triliun dari bisnis bahan bakar minyak ilegal di Batam. Dengan kasus-kasus korupsi itu dapat dipetik manfaatnya dari hasil liberalisasi politik. Para oligark tak bisa lagi sepenuhnya menguasai lembaga-lembaga politik, terutama penegak hukum baru yang telah dibentuk dan lebih independen. Mereka juga tak dapat terus-menerus menyediakan uang politik untuk menjinakkan rakyat. Sebagai contoh dalam politik elektoral, pasangan calon dalam pilkada langsung DKI Jakarta yang hanya didukung dua partai sukses menjungkalkan gabungan banyak partai yang mengandalkan kekuatan politik uang. Terakhir, dalam Pilpres 2014 kembali disuguhkan bahwa kekuatan politik uang masih dapat dikalahkan. Rakyat muak Mungkin saja rakyat sudah muak dengan perilaku elite partai dan para oligark sehingga rakyat menghukumnya secara politik dengan tidak mendukung mereka dalam suatu elektoral secara langsung. Namun, beberapa kekalahan inilah yang tampaknya memotivasi mereka untuk menyalahkan pilkada langsung sebagai tidak menganut Pancasila dan UUD 1945-persis seperti Soeharto “menghajar” para penentangnya. Dengan mengubah pilkada langsung yang dipilih rakyat menjadi pilkada oleh DPRD bukan saja memaksa pemilihan melalui calo, bahkan kedaulatan rakyat dirampas. Hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan kepala pemerintahan di daerah dicabut. Maka, bukan lagi kedaulatan rakyat, melainkan kedaulatan DPRD. Pimpinan Koalisi Merah Putih menginginkan pilkada tanpa rakyat. Namun, akan kita lihat nanti, apakah DPR mempunyai kerendahan hati untuk terlebih dahulu meminta pendapat rakyat atau tidak sama sekali sebelum mengesahkan pilkada oleh kekuasaan DPRD? Akankah DPR menyetujui RUU Pilkada dengan meninggalkan partisipasi rakyat? Beranikah DPR bersetia kepada daulat rakyat? Hendardi Ketua Badan Pengurus SETARA Institute

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 93: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 17-09-2014. Halaman: 02 Surat Terbuka ke SBY Dewan Pertimbangan Presiden Dukung Pilkada Langsung JAKARTA, KOMPAS - Koalisi Kawal RUU Pilkada menyerahkan surat terbuka untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Dewan Pertimbangan Presiden, Selasa (16/9). Koalisi ini berharap suara rakyat yang menghendaki pemilihan kepala daerah secara langsung diperhatikan Presiden dengan mencabut RUU Pilkada di DPR. “Mudah-mudahan surat terbuka ini diberi respons dan isinya disetujui Bapak Presiden. Tahun 2008, Wantimpres sesungguhnya sudah membicarakan pilkada langsung. Tujuannya, mendukung pilkada langsung. Kita tidak begitu berbeda,” kata anggota Wantimpres Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Albert Hasibuan, dalam jumpa pers seusai menerima surat tersebut. Sebelumnya, Koalisi Kawal RUU Pilkada menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka. Seusai unjuk rasa, mereka berjalan kaki menuju Kantor Wantimpres untuk menyerahkan surat terbuka tersebut. Koalisi ini juga menyerahkan petisi 51.000 orang yang mendukung pilkada langsung melalui situs change.org. Dalam surat terbuka kepada Presiden SBY itu, Koalisi Kawal RUU Pilkada menyampaikan polemik RUU Pilkada yang sudah masuk titik didih. Masyarakat sangat resah jika bangsa ini kembali ke demokrasi semu pada masa lalu. Demokrasi lokal yang sedang mekar jangan dicabut akarnya. Pilkada langsung memberikan banyak manfaat bagi iklim demokrasi lokal sehingga banyak melahirkan pemimpin daerah yang akan menjadi cikal-bakal pemimpin nasional. Presiden SBY juga diingatkan, kesuksesan demokrasi lokal di tengah kekurangannya selama satu dekade ini mendapatkan banyak pujian dari dunia internasional. Sebagai kepala pemerintahan, SBY berkontribusi besar atas pencapaian itu. Pencapaian itu tentu harus dilanjutkan dan diwariskan. Presiden SBY diyakini akan menjaga utuh kedaulatan rakyat saat ini agar tidak dicuri

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 94: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

segelintir orang yang haus kekuasaan. Presiden diminta melindungi hak-hak konstitusional 250 juta jiwa warga negara Indonesia untuk berdemokrasi. “Surat ini saya terima dan akan saya berikan kepada Bapak Presiden SBY. Mudah-mudahan beliau berkenan atas surat ini. Mengenai pilkada itu cocok dengan pemikiran Wantimpres,” ujar Albert. Konkretkan dukungan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, surat ini bertujuan agar Presiden SBY betul-betul mendukung pilkada langsung. “Kami ingin menggugah Presiden yang dalam pernyataannya mendukung pilkada langsung untuk mengonkretkan dukungannya dalam bentuk mengubah sikap Fraksi Partai Demokrat dengan mendukung pilkada langsung dan kembali ke gagasan awal memperkuat demokrasi lokal. Jika RUU ini tetap dipaksakan dan dilakukan pembahasan, serta pengesahan pilkada tak langsung, pemerintah diminta menarik diri atau menolak RUU ini,” ujar Titi. Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, pilkada langsung kerap dipandang bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila dan UUD 1945. Tafsir yang sangat sah adalah UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen. “Inilah titik tolaknya yang menyingkap prinsip kedaulatan rakyat di tangan rakyat, sistem presidensial, prinsip otonomi daerah, dan pemilihan demokratis. Sesungguhnya pemilihan yang paling tepat adalah pilkada langsung karena sesuai kedaulatan rakyat,” ujar Refly. Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, ironis sekali dualisme tafsiran yang sekarang berkembang. Di satu sisi, pemilihan presiden dinyatakan tidak bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila, tetapi pemilihan kepala daerah dicap bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila. “Berarti, boleh disebut kita selama 14 tahun reformasi, semua pemimpin kita dipilih secara inkonstitusional dan bertentangan dengan Pancasila. Maka, 10 tahun kepemimpinan SBY bisa juga dibilang melawan konstitusi. Dan, SBY merasa tidak melawan konstitusi,” ujar Ray. Ray menegaskan, di tengah polemik RUU Pilkada, rakyat mengharapkan Presiden SBY berada di baris terdepan untuk menegaskan pilkada harus dilaksanakan secara langsung sebagai bentuk menjunjung kedaulatan rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 95: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Alasan korupsi Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, maraknya korupsi yang membuat pemerintah mengubah sistem pilkada langsung menjadi pilkada tak langsung tidaklah tepat. Akar korupsi tidak pernah ditemukan pemerintah karena selalu masih dikaji. Dari eksaminasi ICW, kata Donal, korupsi disebabkan kebutuhan untuk menutup biaya politik yang dirasakan sangat tinggi. Maka, mekanisme pemilihan dijadikan alat untuk melanggengkan korupsi. Kedua, korupsi disebabkan ketamakan. Fenomenanya, kepala daerah justru diperas. “Sudah banyak kepala daerah yang masuk penjara karena diperas oleh DPRD. Kasus di Riau dan Semarang dalam pembahasan APBD bisa dijadikan contoh pemerasan,” ujar Donal. Sementara itu, sikap fraksi-fraksi terkait mekanisme pilkada dalam RUU Pilkada belum berubah. Enam fraksi tetap menginginkan kepala daerah dipilih oleh DPRD dan tiga fraksi mengusulkan pemilihan langsung oleh rakyat. Satu dari enam fraksi yang menginginkan pilkada oleh DPRD adalah Fraksi Partai Demokrat. Saat ini, Fraksi Partai Demokrat masih menunggu rapat dengan SBY yang menurut rencana digelar satu-dua hari ke depan. Pendapat resmi terkait mekanisme pilkada akan disampaikan langsung SBY setelah rapat. (OSA/APA/NTA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 96: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 17-09-2014. Halaman: 02 RUU Pilkada Tak Sekadar Pilih Langsung atau Tidak Langsung Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah mendadak menjadi sorotan setelah enam dari sembilan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat berubah sikap. Dalam rapat konsinyering Panitia Kerja RUU Pilkada pada 2 September lalu, keenam fraksi mengusulkan pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Padahal, pada rapat sebelumnya, yakni pada tanggal 14 Mei, semua fraksi mengusulkan pemilihan kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, dipilih secara langsung. Justru pemerintah yang tetap pada posisi gubernur dipilih langsung dan bupati/wali kota dipilih oleh DPRD. Saat mayoritas fraksi berbalik mengusulkan pilkada oleh DPRD, pemerintah justru mengusulkan semua kepala daerah dipilih langsung. Alasannya, ingin mendekati pandangan mayoritas fraksi di DPR yang sejak awal pembahasan pada tahun 2013 bersikukuh menginginkan pilkada tetap secara langsung. Perubahan sikap enam fraksi partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih itu pun mendapat reaksi negatif dari berbagai kalangan. Tidak hanya kalangan masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat, tetapi juga para akademisi turut bersuara menolak sikap fraksi Koalisi Merah Putih. Kelompok masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat, dan kalangan akademisi pun berkoalisi membuat gerakan penolakan pilkada tak langsung. Gerakan penolakan dilakukan dengan berbagai cara, dari diskusi, penyampaian pernyataan sikap, berunjuk rasa, hingga memberikan masukan kepada Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di DPR. Ajakan untuk menolak pilkada oleh DPRD juga gencar dilakukan di dunia maya. Koalisi Masyarakat Sipil membuat petisi daring (online) untuk meminta dukungan masyarakat menolak pilkada oleh DPRD.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 97: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menganggap pilkada oleh DPRD sebagai kemunduran demokrasi. Pilkada oleh DPRD juga dinilai inkonstitusional karena tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pemilihan gubernur, bupati, wali kota diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945. Ayat itu menyebutkan, gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan di provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Titi mengartikan demokratis dalam konstitusi sebagai pemilihan langsung oleh rakyat. Koalisi Masyarakat Sipil juga mempersoalkan inkonsistensi yang ditunjukkan mayoritas fraksi di parlemen. Sebab, selama lebih kurang dua tahun pembahasan RUU Pilkada, mayoritas fraksi bersikukuh mengusulkan pilkada secara langsung. Sementara enam fraksi di parlemen juga kukuh mempertahankan sikap, pilkada oleh DPRD. Hal itulah yang menye- babkan Tim Perumus (Timus) Panja RUU Pilkada harus menyiapkan dua draf RUU Pilkada. Pertama, draf RUU Pilkada dengan pemilihan langsung, dan kedua draf RUU Pilkada dengan pemilihan oleh DPRD. Wakil Ketua Panja RUU Pilkada Komisi II Khatibul Umam Wiranu menjelaskan, Timus membuat dua draf RUU Pilkada karena mekanisme pemilihan akan berpengaruh pada pengaturan lainnya. Hal itu di antaranya pengaturan soal penyelenggara, tahapan, dan penanganan sengketa akan berbeda antara pilkada langsung dan pilkada oleh DPRD. Keputusan Timus menyusun draf RUU Pilkada langsung dan RUU Pilkada oleh DPRD juga dikritisi kalangan masyarakat sipil. DPR dianggap tidak mempunyai itikad baik untuk memajukan demokrasi. Problem pilkada Pertentangan soal RUU Pilkada yang mengemuka akhirnya sebatas mekanisme pemilihan, pilkada langsung atau pilkada oleh DPRD. Padahal, sebenarnya banyak persoalan pilkada yang membutuhkan jalan keluar. Salah satunya soal kapasitas kepala daerah. Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti R Zuhro menjelaskan, pilkada tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 1999. Otonomi di daerah menuntut munculnya kepala daerah yang memiliki kapasitas. Kepala daerah betul-betul

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 98: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

mampu membawa daerah makmur, maju, dan rakyatnya berdaya sesuai tujuan otonomi daerah. Pilkada oleh DPRD yang diterapkan sejak 1999-2004 dianggap tidak berhasil memunculkan pemimpin daerah yang mumpuni. Dalam Naskah Akademik RUU Pilkada yang disusun pemerintah disebutkan, pemilihan oleh DPRD memunculkan problem kapasitas dan akseptabilitas. Pemilihan oleh DPRD menimbulkan kesan ada jarak antara kepala daerah dan masyarakat. Muncul stigma kepala daerah lebih mengutamakan kepentingan anggota DPRD yang memilihnya dibandingkan kepentingan rakyat. Oleh karena itulah, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengubah mekanisme pilkada oleh DPRD menjadi pilkada langsung. Pilkada langsung yang diatur dalam UU No 32/2004 diharapkan menjadi solusi atas kedua problematika pemilihan oleh DPRD. Namun kenyataannya, pilkada langsung justru menimbulkan sejumlah dampak negatif. Selain biaya penyelenggaraan dan biaya politik tinggi, konflik horizontal dan sengketa hukum kerap muncul dalam pilkada. Pilkada langsung juga melahirkan penguasaan kekuasaan oleh keluarga tertentu atau dikenal dengan dinasti politik. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan pernah mengungkapkan, biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraan pilkada langsung mencapai Rp 70 triliun-Rp 100 triliun. Selain itu, biaya politik tinggi dianggap sebagai salah satu penyebab tingginya korupsi di daerah. Kemendagri mencatat, sebanyak 322 dari 524 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Dampak yang juga mengkhawatirkan adalah penguasaan jabatan kepala daerah oleh keluarga tertentu atau politik dinasti. Catatan Kemendagri, politik dinasti terjadi di 57 daerah Salah satunya Provinsi Banten yang dikuasai keluarga Gubernur (saat ini nonaktif) Atut Chosiyah yang sudah divonis empat tahun penjara oleh pengadilan tindak pidana korupsi pada 1 September lalu. Dalam waktu bersamaan, adik kandung Atut, Tatu Chasanah, menjadi Wakil Bupati Serang. Adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, adalah Wali Kota Serang, dan adik iparnya yang bernama Airin Rachmi Diany menjabat sebagai Wali Kota Tangerang Selatan.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 99: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Praktik politik dinasti juga terjadi di Sulawesi Selatan. Adik Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, yakni Ichsan Yasin Limpo, merupakan Bupati Gowa. Persoalan tersebut juga harus dicarikan jalan keluar. RUU Pilkada harus didorong untuk menjawab seluruh problematika yang timbul dalam pilkada selama 15 tahun penerapan otonomi daerah, dan bukan sebatas perdebatan mekanisme pemilihan langsung atau tidak langsung. (Anita Yossihara)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 100: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S PALMERAH SELATAN 26 - 28 JAKARTA, 10270 TELP. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 FAX. 5347743 ============================================= KOMPAS RABU, 17-09-2014. HALAMAN: 06 RUU Rahasia Negara - Oleh Al araf Pada masa waktu anggota DPR periode 2009-2014 yang tak lama lagi berakhir, publik dikejutkan dengan pembahasan RUU Rahasia Negara yang dilakukan kembali oleh parlemen. Padahal, pembahasan RUU Rahasia Negara sempat terhenti pada 2009 karena penolakan yang kuat dari masyarakat. Rencana pemerintah dan parlemen yang ingin membuat undang-undang rahasia negara pada saat ini tentu menimbulkan kekhawatiran. Jangan sampai pada akhir masa periode parlemen ini terjadi penelikungan terhadap demokrasi dengan membangun kembali rezim yang tertutup melalui pengesahan RUU Rahasia Negara. Hak konstitusional Dalam sistem politik demokrasi, keterbukaan informasi publik merupakan aspek yang sangat fundamental. Demokrasi yang esensinya mengandung makna pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tentu sangat membutuhkan keterbukaan informasi sebagai instrumen dan sarana kontrol rakyat terhadap kekuasaan. Melalui kontrol sosial itu, proses demokrasi diharapkan dapat melahirkan pemerintahan yang demokratis. Keterbukaan informasi telah menjadi pilar utama dalam membangun partisipasi publik di negara yang demokratis. Partisipasi masyarakat secara langsung perlu dilakukan mengingat para wakil rakyat di parlemen tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Melalui keterbukaan informasi dan partisipasi rakyat dalam mengontrol kekuasaan, diharapkan pemerintahan bisa berjalan secara terbuka, baik, dan bersih. Mengingat sangat pentingnya keterbukaan informasi, konstitusi mempertegas bahwa hak atas informasi adalah bagian dari hak asasi manusia. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa ”setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 101: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dijamin dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia pada 2005. Pengecualian informasi Meski hak atas informasi adalah hak konstitusional warga, disadari bahwa setiap hak asasi manusia memiliki batasan, kecuali untuk hak-hak yang digolongkan dalam rumpun non-derogable rights. Dalam tertuang dalam Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ”dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Batasan atas hak itu juga berlaku terhadap hak atas informasi. Demi kepentingan keamanan dan ketertiban umum, negara dapat membatasi hak atas informasi publik. Informasi publik yang dibatasi itulah yang negara sering kali sebut sebagai rahasia negara. Jadi, rahasia negara sebenarnya merupakan informasi publik yang untuk sementara waktu dikecualikan atau dirahasiakan kepada publik. Meski demikian, pembatasan atas hak itu harus dilakukan melalui undang-undang, bersifat limitatif, proporsional, berlaku pada jangka waktu tertentu, melalui uji publik, dan mempertimbangkan berbagai prinsip lain tentang pembatasan hak. Pengecualian atas informasi atau yang negara sebut sebagai rahasia negara sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008. Di dalam Pasal 17 UU KIP, ruang lingkup pengecualian atas informasi itu meliputi bidang penegakan hukum, pertahanan dan keamanan, kekayaan alam Indonesia, ketahanan ekonomi nasional, hubungan luar negeri, rahasia pribadi, hak atas kekayaan intelektual, perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, dan lain-lain. Konstruksi politik hukum dalam mengatur keterbukaan informasi publik dan pengecualian atas informasi (rahasia negara) di dalam satu perundang-undangan yang sama, yakni UU KIP itu, sangat tepat dan sejalan dengan logika konstitusi. Pengaturan tentang informasi yang dikecualikan (rahasia negara) di dalam rezim

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 102: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

hukum keterbukaan informasi publik mengandung satu paradigma dan prinsip penting bahwa dalam negara demokrasi, keterbukaan informasi publik perlu dilakukan semaksimal mungkin dan pengecualian informasi seminimal mungkin (maximum disclosure and limited exemption). Jangan disahkan Kehadiran RUU Rahasia Negara di tengah situasi politik saat ini yang tidak kondusif tentu akan menjadi persoalan baru dalam kehidupan demokrasi. Secara politik situasi pembahasan legislasi di parlemen saat ini cenderung konservatif sebagaimana terlihat dari kehendak sebagian besar wakil rakyat yang ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD melalui RUU Pilkada. Dalam situasi politik yang tidak pro rakyat itu, pembahasan RUU Rahasia Negara dikhawatirkan akan menjadi arena untuk membangun rezim pemerintahan yang tertutup. Pembahasan dan pengesahan RUU Rahasia Negara pada saat ini justru berpotensi menjadi ancaman bagi kebebasan informasi, kebebasan pers, dan tentu akan menjadi penghambat dalam pemberantasan korupsi. Tanpa RUU Rahasia Negara, pemerintah dan DPR sebenarnya tidak perlu khawatir tentang kekosongan hukum di dalam mengatur informasi yang bersifat rahasia. Karena secara normatif, negara bisa menggunakan UU KIP sebagai pijakan hukum untuk mengatur informasi yang bersifat rahasia. Pengecualian beberapa informasi yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP dapat menjadi landasan hukum bagi negara untuk mengatur informasi yang bersifat rahasia. Dengan demikian, alangkah sangat bijak jika pembahasan RUU Rahasia Negara di parlemen jangan sampai berujung pada pengesahannya. Langkah maju parlemen dan pemerintah yang sudah mengesahkan UU Keterbukaan Informasi Publik sebaiknya jangan dicederai dengan mengesahkan RUU Rahasia Negara pada saat ini. Penulis berharap semoga sebagian anggota DPR Komisi I yang selama ini memiliki integritas dalam memajukan demokrasi dan hak-hak asasi manusia tidak akan mengambil langkah mundur bagi demokrasi dengan mendorong dan mempercepat proses pembahasan serta pengesahan RUU Rahasia Negara oleh parlemen. Semoga. AL ARAF Direktur Program Imparsial

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 103: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 17-09-2014. Halaman: 07 Sengketa DPR-Rakyat Oleh Bahrul Ilmi Yakup Kurang dari sebulan menjelang akhir masa jabatannya, DPR periode 2009-2014 memantik kontroversi dalam membahas tiga RUU: RUU MPR, DPR, DPD, dan DPRD alias RUU MD3; RUU Pilkada; dan RUU Advokat, pengganti UU No 18/2003. Tanpa sungkan dan malu, DPR bersengketa dengan rakyat selaku pemangku kepentingan produk legislasi. Suatu fenomena ironis yang baru muncul dalam praktik ketatanegaraan Indonesia sejak tahun 1945. Kejadian ini ironi luar biasa dan di luar nalar normal bila ditinjau dari dua perspektif. Pertama, perspektif dalam negeri, kejadian ini tak pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sejak merdeka. Tak pernah terjadi pada masa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai cikal bakal DPR (dan MPR), DPR Republik Indonesia Serikat, DPR Gotong Royong, dan DPR Orde Baru. Ironi memalukan ini hanya terjadi pada akhir masa jabatan DPR periode 2009-2014. Kedua, perspektif mancanegara. Tidak pernah terjadi di negara mana pun, baik negara demokratis maupun otoriter, DPR bersengketa dengan rakyat mengenai pembuatan UU. Kelaziman justru sebaliknya: DPR senantiasa didorong dan didukung rakyat dalam upayanya menggali, meramu, dan membentuk UU. Dalam konteks ini, nalar DPR dan nalar rakyat memang padu, sebagai perwujudan DPR sebagai wakil rakyat. Kepaduan nalar rakyat selaku pemangku kepentingan dengan nalar (anggota) DPR dalam membentuk UU MD3, UU Pilkada, dan UU Advokat senyatanya tidak terjadi. Akibatnya, muncul kisruh yang memalukan antara DPR melawan rakyat. Banyak alasan mengapa DPR tidak padu nalar dengan rakyat. Pertama, pakar tata negara secara klasik telah mengidentifikasi bahwa anggota DPR adalah para

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 104: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

amatiran yang sejatinya memang tidak paham akan UU sebagai produk legislasi yang berkualitas yang harus dibentuk. Dalam kondisi yang tidak paham tersebut, naifnya perilaku anggota DPR berpretensi paham dan kuasa. Kedua, anggota DPR tidak memahami substansi nilai Pancasila dan jiwa masyarakat (volkgeist) yang seharusnya jadi nilai inti dari produk legislasi yang dibentuknya. Akibatnya, banyak UU yang dianulir oleh Mahkamah Konstitusi dalam proses uji materi. Selama periode 2003-2014, MK telah memutuskan 519 perkara uji materi UU dan mengabulkan 133 Perkara. Artinya, sekitar 26 persen produk legislasi dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Angka tersebut sangat serius sebab lebih dari 25 persen produk legislasi inkonstitusional. Ketiga, anggota DPR terlalu politicking, dalam arti selalu berupaya memanipulasi kewenangan legislasi yang dimiliknya untuk memperoleh keuntungan jabatan atau materi. Dalam konteks ini, anggota DPR tidak sungkan apalagi malu menjualbelikan norma legislasi yang akan dibentuknya, baik untuk memperoleh imbalan uang maupun imbalan jabatan. Keempat, anggota DPR gagal memahami UU yang menjadi kebutuhan rakyat. Dalam konteks ini, tidak semua urusan harus diatur dengan UU dan tidak semua urusan harus diperbaiki dengan mengubah UU; sering kali cukup dengan memperbaiki peraturan pelaksananya atau teknis pelaksanaannya saja. Kelima, produk legislasi tidak memiliki sandaran validitas yang kokoh, menyangkut aspek filosofis, yuridis, dan sosiologisnya. Ketidakpaduan nalar Ketidakpaduan nalar DPR dan rakyat dapat dipahami dalam kontroversi RUU Perubahan UU No 18/2003 tentang Advokat. Bagian menimbang RUU tersebut memang menyebutkan bahwa UU No 18/2003 tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diganti. Ironisnya, tak ada data ilmiah valid yang menjelaskan UU No 18/2003 sudah tak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat. Isu tersebut hanya dibangun berdasarkan asumsi subyektif pemerintah dan sebagian anggota DPR yang punya kepentingan instan agar UU No 18/2003 diganti. Inilah yang jadi penyulut emosi para advokat yang justru merasa kepentingan terancam dengan kehadiran RUU Advokat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 105: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Selain itu, RUU Perubahan UU No 18/2003 juga mengangkat isu klasik pilihan antara single bar dan multibar. Kedua pilihan tersebut memang dapat dipilih secara alternatif. Substansinya pilihan mana yang tepat dan sesuai dengan jiwa dan kultur masyarakat dan komunitas advokat Indonesia. Single bar telah dipilih dan diterapkan UU No 18/2003, yang dalam kiprahnya telah terbukti mampu menata paradigma dasar profesi advokat Indonesia dan berangsur memperbaiki kualitas dan martabat profesi advokat Indonesia, terkait dengan pendidikan, pengangkatan, dan pemberian sanksi. Oleh karena itu, senyatanya tidak ada urgensi untuk memangkas single bar menjadi multibar hanya karena hendak mengakomodasi kepentingan sebagian advokat anggota DPR tidak lagi terpilih untuk periode berikutnya. Mekanisme fungsional dan koordinasi organisasi multibar jauh lebih kompleks ketimbang single bar yang dipilih selama ini. Itu pun belum maksimal dalam menata dan membangun profesi advokat Indonesia agar sejajar dengan advokat asing yang secara tersembunyi telah merambah dan mendominasi jasa hukum di Indonesia. Dalam konteks ini, seyogianya anggota DPR tidak memaksa perubahan UU No 18/2003 hanya untuk kepentingan instan dengan mengorbankan kepentingan profesi advokat secara keseluruhan. Dalam menyusun RUU Advokat, seharusnya DPR menyelami dan memahami tafsir konstitusional atas UU No 18/2003 yang telah diberikan MK dalam berbagai putusannya. MK telah memutuskan Peradi sebagai organisasi advokat Indonesia yang berstatus sebagai organ negara pelaksana UU. MK pun telah mempertahankan norma bahwa pengambilan advokat harus dilakukan di depan sidang pengadilan tinggi agar advokat memiliki legitimasi sebagai penegak hukum yang berada dalam cabang kekuasaan yudisial yang diatur Pasal 24 UUD 1945. Berbagai persoalan itu seyogianya dipahami DPR sebagai wakil rakyat dalam menyusun UU. DPR harus mampu memahami kebutuhan dan validitas produk legislasi yang akan dibuat agar tak memunculkan kontroversi dan sengketa dengan rakyat selaku pemangku kepentingan. BAHRUL ILMI YAKUP Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 106: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Kamis, 18-09-2014. Halaman: 01, 15 RUU Pilkada Presiden Bisa Tolak Pengesahan di Sidang Paripurna Jakarta, Kompas - Sebagai kepala pemerintahan dalam sistem quasi presidential, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat tidak menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang diajukan oleh DPR dalam sidang paripurna. Penolakan itu dapat dilakukan jika Presiden berpendapat pilkada secara langsung dinilai sangat penting dalam konteks pembangunan demokrasi di Indonesia. Selain itu, kader dan pengurus Partai Demokrat di parlemen sebaiknya juga mengikuti instruksi yang disampaikan Yudhoyono, sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, lewat Youtube, baru-baru ini. Hal itu disampaikan pengamat politik Ari Dwipayana di sela-sela diskusi terbatas bertema “Polemik RUU Pilkada” yang diselenggarakan PDI-P, di Jakarta, Rabu (17/9). “Kalau pilkada langsung dianggap penting dalam konteks pembangunan demokrasi, Presiden harus tegas. Presiden cukup menyatakan tidak menyetujui (pengesahan) RUU Pilkada),” kata Ari. Sesuai UUD 1945, sebelum disahkan, RUU yang dibahas DPR dan pemerintah harus disetujui bersama. Sikap Presiden atau pemerintah yang tak menyetujui pengesahan RUU Pilkada, tambah Ari, juga dapat disampaikan dalam rapat-rapat panitia kerja atau Rapat Paripurna DPR. Demikian pula sikap anggota Fraksi Partai Demokrat di parlemen perlu mengikuti instruksi ketua umum partainya. “Pemerintah sebaiknya tidak bersikap mendua. Di satu sisi menyiapkan RUU Pilkada secara langsung, tetapi di sisi lain pemerintah menyiapkan RUU Pilkada tak langsung lewat DPRD,” ujar Ari. Seperti diberitakan, Yudhoyono mengatakan, rakyat Indonesia terbiasa dengan sistem pilkada. Apalagi, pilkada memiliki benang merah dengan pemilihan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 107: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

langsung Presiden dan Wakil Presiden RI. Namun, persoalannya, bagaimana mengurangi ekses-ekses seperti banyaknya politik uang (Kompas, 16/9). Partai Demokrat, setelah wawancara Yudhoyono yang diunggah di Youtube, Minggu lalu, mengisyaratkan akan kembali berubah sikap terkait RUU Pilkada. Isyarat itu terlihat dari pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas melalui rilis yang dikirim ke sejumlah redaksi media massa, Rabu. Menurut Ibas, demokrasi di Indonesia tidak boleh mengalami kemunduran. Oleh karena itu, Partai Demokrat mendukung pilkada langsung tetap dipertahankan. Apalagi mayoritas masyarakat menginginkan pilkada tetap dilaksanakan secara langsung. “Intinya semua harus sejalan dengan pemikiran rakyat, termasuk aspirasi para kepala daerah yang menginginkan hak politik warga negara tak dipangkas,” katanya. Meski begitu, tambah Ibas, hal yang lebih penting adalah perbaikan peraturan pilkada, terutama perbaikan pasal-pasal yang berpotensi merusak demokrasi. “Sebisa mungkin RUU Pilkada harus dirumuskan untuk menyempurnakan sistem demokrasi di Indonesia,” ujarnya. Harus konsisten Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada berharap pemerintahan Yudhoyono konsisten mendukung pilkada langsung. Tuntutan itu disampaikan saat bertemu Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan di kantor Kementerian Dalam Negeri. Sejumlah organisasi itu di antaranya Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan. “Pilkada langsung memang ada kekurangan. Namun, bukan berarti harus diganti pilkada tak langsung yang menghilangkan hak rakyat memilih kepala daerah,” ujar Direktur Eksekutif Puskapol UI Sri Budi Eko Wardani. Kekurangan pilkada langsung sebenarnya masih bisa diperbaiki. “Untuk menekan biaya politik tinggi yang dikeluarkan calon kepala daerah, misalnya, kampanye bisa difasilitasi negara. Kemudian menekan biaya tinggi saat penyelenggaraan pilkada, bisa dengan menggelar pilkada serentak,” tuturnya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 108: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Menyikapi tuntutan Koalisi Kawal RUU Pilkada, Djohermansyah mengatakan, saat rapat terbatas, Presiden Yudhoyono menekankan Mendagri Gamawan Fauzi untuk tetap pada posisi mendukung pilkada langsung. “Asal dengan sejumlah perbaikan saat pelaksanaannya. Salah satunya, dengan membuat pilkada murah, tak berbiaya tinggi seperti selama ini,” ujarnya. Perbaikan-perbaikan itu pun sudah diakomodasi dalam RUU Pilkada, di antaranya tak ada lagi kampanye rapat umum, tetapi diganti dialog terbatas yang dananya dibiayai negara. Pemasangan alat peraga ataupun iklan di media massa juga dibiayai negara. Untuk menekan biaya tinggi saat pilkada, bisa dengan pilkada serentak. “Presiden menilai Kemendagri yang mendorong pilkada langsung di jalur yang tepat. Sekarang urusan partai politik di DPR,” tambahnya. Peneliti korupsi politik ICW, Abdullah Dahlan, mengatakan, praktik politik uang yang marak di pilkada bukan karena sistem pemilihan langsung oleh rakyat, melainkan akibat perilaku politisi partai yang menyimpang dari budaya demokrasi. Terkait pilkada serentak, Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik mengatakan, sejauh ini masih perlu landasan kuat, terutama dari UU Pilkada. (FER/NTA/IAM/SEM/NIT/HRS/APA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 109: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Kamis, 18-09-2014. Halaman: 07 Korupsi Demokrasi Oleh Adnan Pandu Praja Survei KPK: semakin tua usia seseorang atau semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang cenderung semakin permisif terhadap pemberian oleh calon pada proses pemilu. Pesta demokrasi berupa pemilihan langsung, umum, bebas, dan rahasia belum lama kita nikmati setelah Reformasi 1998. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan baru merasakan empat kali pemilu sejak 1999 sampai 2014, dalam arti demokrasi dalam menentukan siapa yang dianggap pantas menjadi wakil rakyat dan siapa yang layak memimpin. Tidaklah berlebihan apabila disebut baru belajar berdemokrasi. Yang menikmati, yang mendapat manfaat, ataupun yang memanfaatkan pesta demokrasi sama- sama belajar. Setidaknya ada dua pihak yang sama-sama belajar: rakyat dan aktor politik. DPR jilid I, hasil pesta demokrasi setelah reformasi yang pertama, sangat ideal. Ketika itu politik uang tidak terdengar. Kepentingan politik yang membuat jarak antara rakyat dan wakilnya relatif belum menonjol. Boleh dibilang itulah masa bulan madu antara konstituen dan wakilnya yang mungkin tak akan terulang kembali, kecuali ada reformasi jilid II. Bisa jadi ini karena trauma masa lalu masih menghantui dan kelompok status quo sedang tiarap. Produk legislasi DPR jilid I menjawab kebutuhan rakyat yang diwakilinya bagaimana membersihkan birokrasi dari virus korupsi dengan diundangkannya UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No 30/2002 tentang KPK. Dalam perkembangannya, kian jauh dari reformasi, trauma korupsi masa Orde Baru kian terlupakan bersamaan dengan kembali bangkitnya aktor politik Orde Baru. Pahlawan reformasi semakin larut menikmati kekuasaan dengan perilaku hedonis. Jumlah koruptor makin lama makin banyak yang ditangkap karena kasus korupsi. Direktur Jenderal Otonomi Daerah menyatakan 327 kepala daerah korupsi. Kita hampir tak bisa membedakan lagi antara koruptor sejati eks Orde

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 110: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Baru dan koruptor baru sesudah Reformasi. Yang tua dan yang muda sama-sama bertekad membubarkan KPK atau setidaknya mengebiri KPK dengan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Situasinya sedang kita kembalikan ke zaman Orde Baru. Rakyat mengamati Rakyat mengamati dengan setia perubahan perilaku para warga terhormat pejuang reformasi yang menjelma menjadi aktor politik. Sebagai tokoh masyarakat, mereka jadi panutan masyarakat sehari-hari. Perilaku hedonis memberi kesan kepada masyarakat bahwa menjadi aktor politik adalah cara pintas menjadi kaya. Akibatnya, rakyat semakin realistis mengartikan pesta demokrasi dengan pelesetan NPWP: “nomor piro wani piro”. Yang punya cukup modal berbondong-bondong mencalonkan diri. Tak jarang satu keluarga (bapak, ibu, anak, dan menantu) mengadu nasib dalam pemilu. Untuk mengukur kadar politik uang pada Pemilu 2014, KPK membuat survei persepsi masyarakat terhadap integritas pemilu di 10 kota besar dengan 1.322 responden. Tujuan survei, mengetahui pemahaman masyarakat terhadap pemilu berintegritas, meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap pemilih, peserta, dan penyelenggara pemilu. Survei dilakukan dengan wawancara langsung (akhir Maret-awal April 2014). Hasilnya cukup mengejutkan. Ada kecenderungan semakin tua usia pemilih akan semakin permisif terhadap pemberian oleh calon. Warga Surabaya paling permisif (40,7 persen) ketimbang warga Jakarta dan Manado. Warga Medan paling kurang permisif dengan 16,0 persen. Sebaliknya, responden muda usia di bawah 21 tahun yang paling anti pemberian adalah warga Yogyakarta. Semua respondennya berpandangan pemberian oleh calon adalah tidak baik. Ada kecenderungan kian tinggi tingkat pendidikan seseorang akan kian permisif atas pemberian. Semua responden berpendidikan di atas S-1 di kota Manado, Bandung, dan Palembang menganggap baik pemberian sesuatu dari kandidat. Sebanyak 85,6 persen responden menganggap baik pemberian oleh calon pilihannya. Hasil survei di atas menggambarkan rendahnya tingkat integritas pemilih. Ternyata tingginya tingkat pendidikan tidak menjamin integritas. Jangan-jangan apabila Transparansi Internasional menggunakan politik uang sebagai indikator, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bukan 32, melainkan di bawah 20. Lebih

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 111: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

rendah dibandingkan dengan sebelum reformasi. Dengan kondisi tersebut, sangat sulit bertarung dalam pemilu tanpa modal besar. Wajar jika yang terpilih akan berusaha keras mengembalikan modalnya melalui korupsi APBD ataupun perizinan. Kepala daerah merasa terjepit oleh tiga kekuatan. Pertama, pemodal yang membiayai kampanye. Kedua, Dewan yang juga bermasalah dengan modal politik. Pada perayaan Hari Anti Korupsi 9 Desember 2013 di forum KPK yang dihadiri lebih dari 300 kepala daerah, isu yang banyak dibahas bagaimana menghadapi tekanan Dewan. Ini senada dengan keluhan para kepala daerah akhir-akhir ini berkenaan dengan rencana pilkada tak langsung. Perilaku menyimpang oknum Dewan sepertinya telah difasilitasi dalam bingkai besar UU MD3 yang penuh kontroversi, antara lain dengan menghilangkan pasal pertanggungjawaban kinerja anggota dewan terhadap konstituennya; satu-satunya pasal yang sejatinya menghubungkan anggota Dewan dengan konstituennya. Ketiga, KPK yang tak kenal kompromi menjebloskan kepala daerah korup. Sebagai bentuk protes, pada 6 Mei 2014, pengurus asosiasi bupati dan wali kota seluruh Indonesia mendatangi KPK. Mereka mengeluhkan hanya bisa menyerap anggaran belanja modal maksimal 50 persen karena mereka takut salah mengambil keputusan. Mereka mendesak agar kinerja penindakan KPK dikurangi. Tentu saja ditolak mentah-mentah oleh KPK. Begitu masif Ketiga hal itu menggambarkan politik transaksional begitu masif. Pilkada langsung cenderung koruptif, apalagi pilkada tidak langsung. Yang dibutuhkan negara dan masyarakat adalah kepala daerah yang berintegritas dan punya kompetensi. Harapan itu akan tercapai bila para calon kepala daerah lulus tes integritas dan tes kompetensi sebelum bersaing (Kompas, 26 Agustus 2014). ADNAN PANDU PRAJA Komisioner KPK

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 112: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 19-09-2014. Halaman: 01 Voting DPR Demokrat Dukung Pilkada Langsung Vientiane, Kompas - Dukungan Partai Demokrat terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung, seperti dinyatakan Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan, terus bergulir untuk diwujudkan. Anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR diminta mendukung pilkada langsung dalam voting untuk Rancangan Undang-Undang Pilkada, 25 September. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Jefri Riwu Kore, dalam perbincangan dengan wartawan Kompas, Sutta Dharmasaputra, di sela-sela acara Sidang Umum Ke-35 Majelis Parlemen ASEAN di Vientiane, Laos, Kamis (18/9), menyampaikan, “Saya kemarin dari Laos telepon pimpinan fraksi. Saya diminta datang dalam voting nanti. Informasinya jelas. Dukung pilkada langsung.” Dengan sikap Partai Demokrat itu, Ketua DPP Partai Demokrat ini yakin, pilkada langsung oleh rakyat tetap bisa dipertahankan tahun-tahun mendatang, tak bisa digantikan pilkada oleh DPRD. “Dengan Demokrat mendukung pilkada langsung, jadi dalam voting nanti kita pasti menang,” katanya sambil tersenyum. Dengan dukungan Partai Demokrat, jumlah kursi yang mendukung tetap dipertahankannya pilkada langsung oleh rakyat mencapai 287 kursi, terdiri dari F-PDIP (94), F-PKB (28), F-Hanura (17), dan F-PD (148). Sementara kursi pendukung pilkada lewat DPRD menjadi 273 kursi, terdiri dari F-Gerindra (26), F-PKS (57), F-PPP (38), F-Golkar (106), dan F-PAN (46). Kursi di DPR total berjumlah 560. Sejumlah perbaikan Dalam jumpa pers pernyataan mendukung pilkada langsung oleh rakyat, Syarief mengemukakan sejumlah catatan penyempurnaan UU Pilkada, yaitu dengan membatasi kampanye terbuka dan melarang pemberian uang mahar kepada partai politik secara tegas.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 113: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Syarief menjelaskan, sikap Demokrat mendukung pilkada langsung diketahui Koalisi Merah Putih. “Kami harapkan Koalisi Merah Putih bisa memaklumi kebijakan Demokrat. Pemilihan langsung selama ini telah berlangsung di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan saat itu Demokrat menjadi partai penguasa. Apa yang sudah dinikmati dan disukai rakyat tentu perlu ditingkatkan dan disempurnakan,” ujarnya. Anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra, Martin Hutabarat, mengatakan, ada pengaruh besar dari Yudhoyono bagi penentuan RUU Pilkada. Namun, Martin menegaskan, Koalisi Merah Putih sejauh ini masih solid karena tak terlalu menggantungkan diri pada satu partai, tetapi pada kebersamaan. (ATO/RYO) BACA JUGA HAL 2 Foto di Halaman 15

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 114: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 19-09-2014. Halaman: 02 Rakyat Setuju dengan Demokrat Syarat Demokrat soal Pilkada Sudah Ada di RUU JAKARTA, KOMPAS - Sepuluh syarat yang disampaikan Partai Demokrat sebagai dasar perubahan sikapnya untuk memilih mekanisme pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat sudah disebutkan di RUU Pilkada. Namun, rakyat setuju dengan Partai Demokrat yang mendukung pilkada langsung. Terpenuhinya syarat-syarat itu disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, Kamis (18/9), di Jakarta. “Meski Demokrat sudah berubah sikap, sesuai arahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, langkah yang benar dari pemerintah sekarang tetap menunggu hasil pembahasan di DPR,” kata Djohermansyah. Dia menyebutkan, terkait syarat uji publik yang disebutkan Demokrat, di dalam draf RUU Pilkada yang mekanisme pilkadanya secara langsung oleh rakyat telah disebutkan, setiap calon kepala daerah yang diusung partai politik memang harus melalui uji publik. Ini dilakukan sebelum calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Untuk syarat efisiensi biaya pilkada, di draf RUU Pilkada juga telah disebutkan caranya. Pilkada serentak, misalnya, akan digelar untuk menekan biaya penyelenggaraan pilkada. Untuk menekan biaya, di antaranya memfasilitasi kampanye para calon, penyediaan alat peraga kampanye, dan pemasangan iklan. Fasilitas akan disediakan KPU dengan anggaran negara. Di draf RUU Pilkada juga disebutkan, tidak akan ada lagi kampanye terbuka. Aturan itu pun sesuai syarat Demokrat untuk mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka. Terkait syarat larangan politik uang dan sewa kendaraan partai, Djohermansyah mengatakan, ada sejumlah sanksi tegas yang disebutkan di RUU Pilkada. Sanksi itu di antaranya setiap partai/gabungan partai yang terbukti menerima imbalan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 115: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dari calon kepala daerah harus membayar denda sepuluh kali lipat dari nilai imbalan yang diterima. Kemudian partai/gabungan partai tidak boleh mengajukan calon pada pilkada berikutnya. Sementara calon yang memberi imbalan akan didiskualifikasi. Adapun terkait tanggung jawab para calon untuk mencegah kekerasan selama pilkada, RUU Pilkada pun sudah menyebutkannya. Akan ada sanksi bagi calon dan tim kampanyenya jika pendukungnya membuat rusuh sehingga calon dan tim kampanye tidak bisa lepas tangan. Begitu pula lima syarat lain yang diajukan Demokrat sudah diatur tegas di RUU Pilkada. Kelima syarat itu adalah akuntabilitas penggunaan dana kampanye, larangan fitnah dan kampanye gelap, larangan pelibatan aparat birokrasi, larangan pencopotan aparat birokrasi pasca pilkada, dan penyelesaian sengketa hasil pemungutan suara pilkada. Namun, masyarakat sepakat dengan Demokrat yang mendukung pilkada langsung. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan mayoritas publik setuju (76,90 persen) jika Demokrat kembali mendukung pilkada langsung dari semula mendukung pilkada tak langsung. Hanya 8,74 persen yang tidak setuju. Adapun yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab 14,37 persen. Hasil survei ini dipaparkan peneliti LSI Ardian Sopa, kemarin. Artinya, sikap Demokrat yang mendukung pilkada langsung telah memenuhi keinginan dan harapan publik. Presiden SBY dinilai mayoritas publik paling bertanggung jawab atau bisa disalahkan dibandingkan DPR. Sebanyak 60,68 persen responden menilai, Presiden paling bertanggung jawab, sedangkan yang menilai DPR paling bertanggung jawab hanya 32,72 persen. Presiden disalahkan mayoritas publik karena publik sadar pentingnya posisi SBY sebagai Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat yang menjadi penentu suara di DPR. Sebagai Presiden, SBY bisa menghentikan pembahasan RUU Pilkada saat isinya bertentangan dengan keinginan publik. Adapun sebagai Ketua Umum Demokrat, SBY bisa menggerakkan fraksinya di DPR untuk mendukung pilkada langsung. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, di Bandung, menegaskan, sikap Partai Golkar sampai saat ini tak berubah, yakni tetap mendukung agar pilkada oleh DPRD. Ketika ditanya apakah Golkar akan mengikuti jejak Partai Demokrat, Agung mengemukakan, sikap Golkar sejauh ini tidak berubah.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 116: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada mendukung pilkada langsung serentak karena dinilai hemat dan efisien. Untuk mencapai tujuan itu, pembiayaan pemilihan dengan APBN adalah langkah tepat. Demikian inti pesan dalam diskusi “Kebijakan Penganggaran Pemilukada yang Efisien dan Demokratis,” Kamis, di Jakarta. (SEM/APA/A05)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 117: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 20-09-2014. Halaman: 01, 15 Jangan Rebut Hak Rakyat Ubah Pilkada Langsung ke DPRD Bukan Solusi Tepat SEMARANG, KOMPAS - Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dinilai merebut hak politik rakyat. Upaya mengembalikan pilkada langsung menjadi pilkada tak langsung melalui DPRD merupakan gerak mundur dan tidak akan mendapat legitimasi dari rakyat yang menghendaki pilkada langsung. Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri dalam pidato politik pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI-P, di Semarang, Jawa Tengah. Hadir dalam acara itu ketua umum partai-partai pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad H Wibowo dan Ketua DPP PAN Tjatur Sapto Edy, serta pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Emron Pangkapi yang dalam Pemilu Presiden 2014 mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Megawati menilai, berbagai upaya melalui konsolidasi kekuasaan oleh pihak tertentu untuk mengubah pelaksanaan pemilu langsung harus disikapi secara kritis. “Upaya itu nyata-nyata mencoba merebut kedaulatan dari tangan rakyat ke sekelompok elite yang sering kali justru menyalahgunakan kekuasaan,” katanya. Megawati berpendapat, perdebatan akhir-akhir ini terkait RUU Pilkada yang ingin dikembalikan ke pemilihan melalui DPRD merupakan sebuah gerak mundur. “Gerak mundur ini dipastikan tidak akan mendapatkan legitimasi dari rakyat karena mencoba mencabut hak politik rakyat,” kata Megawati. PDI-P, lanjut Megawati, berketetapan menjaga semangat reformasi. Sangat besar konsekuensinya jika gerak mundur itu dianalogikan untuk agenda reformasi lain, yaitu pemilihan presiden oleh segelintir elite.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 118: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Megawati menjelaskan, evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu langsung, di satu sisi, terlihat kemajuan dalam proses demokrasi di Indonesia yang benar-benar menempatkan kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Di sisi lain, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, khususnya terkait regulasi, ketaatan pada aturan main, berbagai upaya untuk mengatasi “belanja pemilu” yang bersumber dari APBN atau APBD bagi petahana, dan bermacam kecurangan. Pembeda orde Akan tetapi, banyak juga gambaran positif berkaitan dengan makin matangnya demokrasi di Indonesia. Proses konsolidasi demokrasi berjalan di rel yang tepat melalui penerapan ambang batas pemilu dan penguatan kapasitas penyelenggara pemilu. “Kita sadar sepenuhnya, berbagai penyempurnaan tetap masih diperlukan. Namun, ini merupakan hal yang bersifat teknis. Persoalan teknis jangan mengalahkan esensi dari kedaulatan rakyat itu sendiri,” katanya. Megawati menambahkan, atas dasar amanat reformasi, pemilu dilaksanakan langsung. Pemilu langsung merupakan antitesis kepemimpinan Orde Baru yang represif dan melanggengkan kekuasaan melalui pemilihan oleh segelintir elite. Pemilu langsung jadi arus demokratisasi yang sangat kuat yang mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat. Pemilu langsung, menurut Megawati, adalah salah satu penanda penting, landmark yang membedakan Orde Baru dengan era Reformasi saat ini. “Karena itulah sungguh saya merasa heran ketika semangat reformasi itu kini coba diputarbalikkan kembali,” katanya. Tetap teguh Terkait RUU Pilkada, Dradjad Wibowo mengatakan, PAN tetap berpendapat, pilkada melalui DPRD lebih sesuai dengan semangat reformasi. PAN adalah partai yang lahir pada era Reformasi. Mengutip Bung Karno, Dradjad mengungkapkan, jangan demokrasi itu demokrasi Barat, tetapi demokrasi yang menyejahterakan rakyat. “Kita meyakini itu melalui DPRD,” kata Dradjad. Dradjad menilai pilkada oleh DPRD tak mematikan hak politik rakyat karena hak politik rakyat dapat disalurkan melalui DPRD.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 119: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Emron Pangkapi menyatakan, perubahan sikap Partai Demokrat yang mendukung pilkada langsung tidak memengaruhi PPP. Meskipun dalam muktamar PPP mendorong pilkada langsung, dalam rapimnas, dari hasil evaluasi, pilkada langsung lebih mudarat daripada manfaat. Dari Amman, Jordania, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Anita Yossihara, yang sedang meliput kunjungan delegasi parlemen Indonesia ke Palestina, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih tetap bersikukuh pada pilkada oleh DPRD. “Sampai sekarang masih tetap, gubernur, bupati, dan wali kota dipilih langsung,” kata Ketua Departemen Politik DPP PKS Al Muzzammil Yusuf. Meski begitu, di internal PKS masih ada yang menginginkan pilkada langsung. Di tempat yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan, Demokrat tidak dalam posisi mendukung dua usulan mekanisme pilkada, baik langsung maupun oleh DPRD. Partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut mengusulkan jalan tengah untuk mempertemukan dua usulan berbeda. Jalan tengah itu adalah pemilihan langsung untuk bupati/wali kota, sementara gubernur dipilih DPRD. Ia berharap perbedaan pandangan itu dapat disepakati melalui musyawarah mufakat. Pengambilan suara (voting) dilakukan sebagai langkah terakhir. Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDI-P Pramono Anung mengatakan, proses komunikasi dengan partai di DPR terkait RUU Pilkada terus intensif dilakukan. “Saya meyakini tanggal 25 September harapan rakyat terhadap kedaulatan yang mereka miliki akan tetap bisa digunakan di pilkada,” katanya. Dengan posisi Partai Demokrat memilih pilkada langsung, peta dukungan di DPR memang berubah. Jika semua konsisten, pilkada langsung didukung 287 suara, sementara pilkada oleh DPR didukung 273 suara. Karena hitungan ini, anggota Pansus RUU Pilkada dari Fraksi PKB, Abdul Malik Haramain, yakin pilkada langsung akan menang jika voting dilakukan. Menurut dia, voting akan dilakukan soal pilkada langsung atau oleh DPRD. Juru bicara Koalisi Merah Putih, Tantowi Yahya, mengatakan, perbedaan RUU Pilkada terletak pada pilkada langsung atau oleh DPRD. “Ya, itu memang kemungkinan akan di-voting,” ujarnya. Tantowi menambahkan, ketaksepakatan Partai Demokrat dengan partai politik lain di Koalisi Merah Putih hanya di RUU Pilkada. “Untuk isu lain kami masih berjalan seiring dan bersama-sama,” ujarnya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 120: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Dalam diskusi soal RUU Pilkada di Jakarta, rohaniwan Benny Susetyo mengatakan, pilkada lewat DPRD akan menghasilkan pemimpin yang cenderung membela partai. Sebaliknya, pilkada langsung akan mengurangi dominasi partai karena pemimpin ditentukan rakyat. Pembicara lain, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, memperkirakan ada banyak anggota DPR yang setuju pilkada langsung. Karena itu, jika voting dilakukan dengan memperhitungkan setiap suara anggota, besar kemungkinan akan dimenangi pilkada langsung. Menurut dia, 10 pokok catatan Partai Demokrat untuk penyempurnaan pilkada langsung patut didukung. “Ide fit and proper test terhadap calon, misalnya, bisa dikembangkan,” ujar Ray. Serahkan ke rezim baru Dalam diskusi di Dewan Pers Jakarta, Ketua Dewan Pers Bagir Manan berpendapat, pilkada langsung yang sudah berjalan selama sepuluh tahun bisa dilanjutkan untuk mematangkan demokrasi di Indonesia. Namun, jika pemerintah dan DPR tidak menemukan solusi permasalahan ini, RUU Pilkada bisa ditarik dan dibahas lagi pada masa pemerintahan baru 2014-2019. “Ini masalah etika politik. Apakah masih layak kalau tinggal 11 hari lagi mengakhiri masa jabatan presiden masih memutuskan hal prinsipiil yang berdampak pada masyarakat luas? Di negara lain seperti Amerika Serikat, presiden tidak akan memutuskan sesuatu yang penting di akhir masa jabatannya,” ujar Bagir. Menurut dia, ada ekses dari pilkada langsung. Namun, mengubah total sistem menjadi pilkada oleh DPRD bukanlah solusi tepat. Pemerintah sebaiknya memperbaiki sistem perekrutan calon kepala daerah ini ketimbang mengubah mekanisme pilkada langsung. “Jangan sampai masyarakat terbelah karena pilkada langsung dan DPRD. Dua-duanya sesuai dengan konstitusi, tetapi mari kita gunakan preferensi publik yang paling umum dan paling baik,” ujarnya. (FER/WHY/ATO/A13) Baca Juga Hal 3 Rakernas PDI Perjuangan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 121: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 20-09-2014. Halaman: 06 Politik Malin Kundang Oleh Sri Palupi Kecewa atas sikap partainya yang bersikukuh menghapus pemilihan kepala daerah oleh rakyat, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama memutuskan mundur dari keanggotaan Partai Gerindra. Tak urung pihak Partai Gerindra menyebut Basuki Tjahaja Purnama sebagai Malin Kundang. Padahal, Malin Kundang yang sesungguhnya adalah koalisi partai yang tengah berkonspirasi membungkam suara rakyat dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Betapa tidak. Rakyatlah yang mengangkat mereka sebagai anggota DPR. Suara rakyat yang membuat mereka bisa menikmati fasilitas dan kemewahan sebagai wakil rakyat. Ironisnya, mereka kini hendak mencabut hak politik rakyat dalam menentukan kepala daerah. Bukan hanya dalam kebijakan pilkada para politisi berlaku bak Malin Kundang. Selama ini mayoritas politisi, pejabat, dan penguasa di pusat dan daerah menjalankan politik Malin Kundang. Segera setelah dilantik mereka mengingkari kepentingan rakyat dan bersekutu merampas hak-hak rakyat. Mereka si Malin Kundang Perilaku Malin Kundang kebanyakan politisi di lembaga legislatif bisa dinilai dari korupsi dan demoralisasi yang kian menggejala. Juga tingginya kesenjangan kinerja dan gaji serta fasilitas yang mereka dapatkan. Keputusan politik mereka cenderung menjauh dari kepentingan rakyat. Gaji anggota DPR totalnya mencapai 18 kali dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Data yang dilansir Independent Parliamentary Standards Authority (IPSA) dan Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan, gaji anggota DPR RI berada di peringkat keempat terbesar di dunia setelah Nigeria (116 kali pendapatan per kapita penduduknya), Kenya (76 kali pendapatan per kapita penduduk), dan Ghana (30 kali). Menurut IPSA dan IMF, seorang anggota DPR

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 122: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

RI dalam setahun bisa mendapatkan 65.000 dollar AS atau sekitar Rp 780 juta di luar gaji ke-13, dana reses atau dana aspirasi daerah pemilihan, serta insentif setiap ikut membahas rancangan undang-undang. Jika ditotal dalam satu tahun, pendapatan anggota DPR bisa lebih dari Rp 1 miliar. Belum lagi jaminan privilese hukum dan privasi sebagai anggota Dewan. Gaji besar dan banyaknya fasilitas yang diterima anggota DPR tak sebanding dengan kinerja mereka. Hasil penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia tahun 2014 menunjukkan, 435 (83,3 persen) anggota Dewan berkinerja buruk. Ini terlihat dari beberapa indikasi, di antaranya 90 persen target legislasi meleset, banyaknya produk undang-undang yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi, banyaknya anggota Dewan yang terlibat korupsi, serta kapasitas dan tingkat kehadiran yang rendah. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat, 69,7 persen anggota Dewan terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Dengan kinerja serendah itu, tidak heran kalau di mata rakyat citra anggota DPR terus merosot. Indonesia Network Election Survey (INES) dalam surveinya pada 2013 mencatat, masyarakat menilai 89,3 persen anggota DPR tukang bohong dan tidak jujur, 87,3 persen berperilaku korup, dan 78,6 persen malas mengikuti sidang. Belum lagi banyak anggota DPR yang tertangkap kamera tengah tertidur pulas di saat sidang dan ditemukannya kondom yang berserakan di area Gedung DPR. Fasilitas yang diterima anggota Dewan kian meningkat, tetapi kinerja justru merosot. Pada periode 1999-2004 tak banyak anggota DPR yang memiliki staf ahli dan asisten. Sekarang, setiap anggota Dewan didampingi dua staf ahli dan seorang asisten. Namun, kinerja DPR jauh di bawah target. Pembahasan RUU Perlindungan TKI, misalnya, sudah berlangsung tiga tahun, tetapi belum juga selesai. Menghukum rakyat Mayoritas fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih hendak mengembalikan pilkada ke DPRD. Alasannya, pilkada langsung biayanya mahal, memicu konflik horizontal, politik uang, dan sebagainya. Apabila dikaji lebih lanjut, sikap menolak pilkada langsung dengan berbagai alasan justru membongkar borok partai. Sikap itu kian mempertegas politik Malin Kundang yang dimainkan partai dan kadernya. Mengapa?

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 123: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Pertama, mengembalikan pilkada pada DPRD merupakan pengkhianatan terhadap reformasi. Salah satu inti semangat reformasi adalah mendorong demokratisasi secara substansial diikuti dengan perbaikan prosedurnya. Semangat ini melahirkan pemilihan presiden langsung yang memperkuat sistem presidensial dan mengembalikan kedaulatan rakyat dengan memperluas partisipasi politik rakyat. Semangat itu pula yang melahirkan otonomi daerah dan pilkada langsung. Kedua, mengembalikan pilkada pada DPRD dengan alasan biaya tinggi, politik uang, dan konflik horizontal merupakan pengakuan partai akan borok mereka. Dengan mengajukan alasan “biaya tinggi”, mereka mencampuradukkan antara biaya penyelenggaraan pilkada dan biaya yang dikeluarkan politisi yang berkompetisi dalam pilkada. Biaya penyelenggaraan pilkada bisa diminimalkan dengan regulasi dan sistem yang lebih baik. Sistem pilkada serentak menjadi salah satu solusi. Sementara klaim “biaya tinggi” merupakan pengakuan akan biaya ekstra yang dikeluarkan calon kepala daerah dalam pilkada. Biaya ekstra yang tinggi ini terjadi karena politik uang. Lemahnya kerja politik parpol di tengah masyarakat membuat mereka menempuh jalan pintas dengan menyuap rakyat. Selain itu, partai cenderung mewajibkan calon kepala daerah untuk membayar “upeti” jika menggunakan parpol sebagai kendaraan politik. Akibatnya, korupsi dan bagi-bagi proyek dilakukan kepala daerah terpilih untuk membayar utang. Padahal, tidak sedikit kepala daerah yang berasal dari rakyat mampu meraih suara tanpa harus menyuap rakyat. Persoalan muncul ketika calon kepala daerah gagal meraih suara. Mereka kemudian membuat siasat dan mengadu domba rakyat. Itulah mengapa konflik yang muncul selama pilkada cenderung elitis dan bukan konfliknya rakyat. Mengembalikan pilkada kepada DPRD tidak menjamin biaya politik berkurang. Yang terjadi, politik uang justru lebih mudah dilakukan kepada DPRD dibandingkan dengan kepada rakyat. Bahkan biaya politik pilkada oleh DPRD bisa lebih besar ketika kepala daerah sibuk mengurus DPRD yang memilihnya, aktivitas kepala daerah direcoki DPRD karena tidak sesuai dengan kepentingan DPRD. Ketiga, usulan mengembalikan pilkada kepada DPRD sarat kepentingan. Dengan itu, akan sangat mudah bagi partai koalisi meraih posisi kepala daerah. Hal itu karena partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih menguasai mayoritas DPRD di seluruh Indonesia.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 124: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Keempat, mengembalikan pilkada kepada DPRD merupakan hukuman terhadap rakyat. Yang korupsi dan menghamburkan anggaran adalah DPR dan penguasa, yang melakukan politik uang partai dan politisinya, dan yang memicu konflik para elite, tetapi kenapa rakyat yang dihukum dan dicabut hak politiknya? Sulit dimungkiri, keputusan Koalisi Merah Putih untuk mengembalikan pilkada kepada DPRD tak terlepas dari pertarungan dalam pilpres. Mereka menyadari telah dikalahkan oleh rakyat dan kini mereka hendak menghukum rakyat dengan mencabut kedaulatannya. Dengan itu, rakyat sebagai ibu tak kuasa lagi mengutuk Malin Kundang menjadi batu. Sri Palupi Peneliti Institute Ecosoc

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 125: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Sabtu, 20-09-2014. Halaman: 14 “E-Voting” Bisa untuk Pilkades hingga Pemilu Sistem yang Dikembangkan Dukung Kecepatan dan Akurasi Jakarta, Kompas - Penerapan pemungutan suara elektronik atau e-voting untuk pemilu kepala daerah masih menunggu pengesahan RUU Pilkada. Namun, e-voting sudah digunakan di tingkat desa sejak 2009 dan disambut positif pemerintah daerah. Hingga kini, sistem elektronik itu sudah diterapkan dalam pilkades di lima kabupaten. “Belakangan, banyak pemerintah daerah menghubungi kami untuk konsultasi penerapan e-voting,” kata Kepala Program E-voting Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru, di Jakarta, Jumat (19/9). Tingginya minat pemda untuk e-voting di tingkat desa ditunjang aspek legal, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta PP Pilkades yang memungkinkan penerapannya. Peraturan yang diturunkan dalam peraturan daerah (perda) itu memberi beberapa kelebihan bagi kepala desa dibandingkan tingkat pemerintahan lebih tinggi. Penerapan e-voting dalam pilkades diharapkan turut meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Saat ini sudah 13 pilkades dilaksanakan dengan e-voting. Jumlah desa di Indonesia ada sekitar 8.000 desa. Di tingkat kabupaten, ada beberapa daerah yang juga mengajukan penerapan e-voting. Menurut Deputi Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT Hammam Riza, kabupaten yang meminta penerapan e-voting itu di antaranya Kabupaten Musi Rawas, Banyuasin, Boyolali, Banyuwangi, dan Jembrana. Desain disiapkan Demi mendukung penerapan e-voting di tingkat desa, kata Hammam, BPPT telah menyiapkan desain besar (grand design) sistem e-voting untuk pilkades yang akan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 126: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

diluncurkan November 2014. Desain itu mencakup semua aspek sistem, pola penyelenggaraan, perangkat industri, dan audit teknologi. Prototipe yang diterapkan dalam uji coba juga telah memenuhi standar internasional dan tersertifikasi. Dari sisi teknologi, e-voting yang dikembangkan BPPT terbukti layak secara teknis dan memenuhi asas langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil. Sementara itu, menurut Faisol BaíAbdullah, Kepala Tim Perekayasa E-Voting BPPT, sistem e-voting yang dikembangkan sudah sampai versi ketiga. Sistem yang diterapkan menggunakan layar sentuh dan kartu pintar. Program aplikasinya hasil rancangan perekayasa BPPT, sedangkan biaya pengembangan prototipe sistemnya sekitar Rp 10 juta untuk satu unit yang siap digunakan di sebuah desa. Sokong transparansi Secara teknis, e-voting pilihan inovatif dan sangat penting untuk mendukung salah satu pilar demokrasi langsung yang berkualitas, yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan penyelenggaraan pemilihan umum. Sistem itu menjanjikan pemilu transparan, akuntabel, cepat dan akurat, serta efisien. Itu sesuai dengan karakteristik utama teknologi, informasi, dan komunikasi yang mendukung transparansi serta mampu menghilangkan dimensi jarak dan waktu. “Sudah saatnya melakukan revolusi mental dan perubahan dalam sistem pemilu dengan tetap menggunakan enam asas pemilu Indonesia, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil, juga reformasi dalam tata kelola sistem pemilu secara umum,” urai Hammam. Manfaat utama e-voting adalah kecepatan dan keakuratan. Evoting hanya memakan waktu sehari untuk memperoleh hasil, sedangkan pilkada dan pemilu masing-masing seminggu dan sebulan. Saat penutupan pemungutan suara, hasilnya langsung tampil pada perangkat, dicetak, dan ditandatangani saksi. Selanjutnya, dengan sekali “klik”, hasil terkirim ke Pusat Data Penayangan Hasil. Itu sudah dilengkapi aplikasi tabulasi yang secara otomatis terekapitulasi berdasarkan desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. (YUN)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 127: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Minggu, 21-09-2014. Halaman: 02 RUU Pilkada Melepas Belenggu Oligarki Politik Reformasi politik tahun 1998 diyakini sebagai tonggak awal demokratisasi di Indonesia. Oligarki politik diharapkan runtuh bersamaan dengan tumbangnya Orde Baru di bawah Soeharto. Tumbangnya Orde Baru juga menjadi awal perubahan sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik. Desentralisasi dimulai dengan penetapan otonomi daerah tahun 1999. Otonomi daerah menempatkan pemerintah daerah sebagai aktor penting dalam pembangunan. Tujuannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk mewujudkan tujuan itu, dibutuhkan pemimpin daerah yang kuat. Kebutuhan itu dijawab dengan penerapan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Pilkada langsung yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diputuskan karena pilkada oleh DPRD dianggap gagal menghasilkan pemimpin daerah berkualitas. Pemilihan langsung diterapkan untuk mendekatkan kepala daerah dengan rakyat dan sebaliknya. Rakyat terlibat langsung dalam menentukan kepala daerah. Kenyataannya, oligarki justru tumbuh subur di daerah. Kekuasaan di daerah dikuasai oleh kelompok masyarakat tertentu. Termasuk penguasaan pemerintahan oleh kelompok keluarga atau politik dinasti. Kementerian Dalam Negeri mencatat, politik kekerabatan terjadi di 11 persen daerah. “Data terbaru kami, politik kekerabatan terjadi di 63 dari 524 daerah di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, beberapa waktu lalu. Salah satu modusnya, sebuah keluarga menguasai pimpinan daerah dalam satu provinsi yang sama. Fenomena itu terjadi di beberapa daerah, seperti Banten, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 128: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Di Banten, setidaknya ada tiga kerabat Gubernur Banten (nonaktif) Atut Chosiyah yang menjadi pemimpin daerah. Adik kandungnya, Tatu Chasanah, menjadi Wakil Bupati Serang. Haerul Jaman, adik tiri Atut, menjabat Wali Kota Serang. Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, adalah Wali Kota Tangerang Selatan. Gubernur Lampung periode 2009-2014 Sjachroedin ZP adalah ayah kandung Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza. Anak kandung Sjachroedin lainnya, Handitya Narapati, menjaba Wakil Bupati Pringsewu. Modus politik dinasti adalah menguasai jabatan kepala daerah secara turun-temurun, dari ayah ke anak, kakak ke adik, dan mertua ke menantu. Fenomena itu terjadi di banyak daerah, seperti Kabupaten Lebak dan Kota Cilegon (Banten); Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Indramayu (Jawa Barat); Kendal dan Klaten (Jawa Tengah); serta Probolinggo, Bangkalan, dan Kediri (Jawa Timur). Meski hanya 11 persen, fenomena politik dinasti cukup mengkhawatirkan. Politik dinasti dianggap merusak demokrasi dan menghambat kesempatan warga negara lainnya untuk maju sebagai calon kepala daerah. Adanya politik dinasti menunjukkan pola perekrutan calon pemimpin daerah yang dilakukan parpol masih bermasalah. Peneliti senior LIPI, Siti R Zuhro, mengungkapkan, pemimpin berkualitas akan muncul jika parpol melakukan perekrutan secara transparan. Misalnya, dengan melaksanakan pemilihan permulaan atau semacam konvensi untuk menjaring calon kepala daerah. Menurut anggota Panitia Kerja RUU Pilkada Komisi II DPR, Agoes Poernomo, Tim Perumus sudah merumuskan pasal tentang uji publik untuk menjaring bakal calon kepala daerah. Keikutsertaan dalam uji publik menjadi salah satu persyaratan menjadi calon kepala daerah, baik untuk mekanisme pemilihan langsung maupun pemilihan oleh DPRD. Dalam draf RUU Pilkada oleh DPRD, uji publik diatur dalam Pasal 16. Dalam draf RUU Pilkada secara langsung, uji publik diatur di Pasal 36. Keduanya sama-sama mengatur kewajiban semua bakal calon gubernur dan bupati/wali kota mengikuti uji publik kompetensi dan integritas. Itu berlaku bagi bakal calon kepala daerah yang diajukan parpol, gabungan parpol, ataupun perseorangan.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 129: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Parpol atau gabungan parpol dapat mengusulkan satu atau lebih bakal calon kepala daerah untuk mengikuti uji publik yang digelar paling lambat tiga bulan sebelum pendaftaran. Untuk pilkada oleh DPRD, panel beranggotakan 3 dari unsur akademisi dan 2 dari tokoh masyarakat. Untuk pilkada langsung, anggota panel terdiri dari 2 akademisi, 2 tokoh masyarakat, dan 1 perwakilan Komisi Pemilihan Umum. “Uji publik ini wajib sehingga parpol tidak boleh mencalonkan sosok yang tidak mengantongi uji publik,” tutur Djohermansyah. Ketua Tim Kerja RUU Pilkada Dewan Perwakilan Daerah Farouk Muhammad sependapat dengan pemberlakuan uji publik. “Kami mau ada proses penjaringan bakal calon sehingga sudah bisa dinilai mana calon yang berkualitas,” tuturnya. Selain uji publik, pemerintah juga mengusulkan pembatasan ruang gerak politik dinasti. Menurut Djohermansyah, calon tidak boleh memiliki hubungan darah dan hubungan perkawinan ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana. Berhasil atau tidak upaya melepas belenggu oligarki politik, itu akan sangat tergantung dari itikad baik parpol sebagai salah satu penyedia calon pemimpin daerah. (Anita Yossihara/A13)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 130: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 22-09-2014. Halaman: 01 RUU Pilkada Setiap Fraksi Akan Nyatakan Sikap Kembali JAKARTA, KOMPAS - Tim Perumus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah akan melaporkan kerja mereka ke Panitia Kerja RUU Pilkada DPR, Senin (22/9). Sikap setiap fraksi di DPR terkait mekanisme pilkada akan kembali terlihat. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmadji, kemarin, mengatakan, tim perumus bersama pemerintah akan melaporkan dua versi draf RUU Pilkada ke panitia kerja (panja). Pertama, draf RUU pilkada langsung oleh rakyat. Kedua, draf RUU pilkada oleh DPRD. Dengan dua draf itu, panja akan membahas dan sekaligus akan diketahui sikap terbaru setiap fraksi. “Demokrat sudah menyatakan sikap mendukung pilkada langsung. Saat rapat panja, kita akan mengetahui perubahan sikap itu. Begitu pula sikap fraksi lain, mana yang tetap, mana yang berubah sikap,” jelasnya. Hasil rapat panja akan dibawa ke Komisi II DPR untuk pengambilan keputusan tingkat pertama, Selasa (23/9). Setelah itu dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disetujui, Kamis (25/9). Dalam rapat tim perumus sebelumnya, enam fraksi mendukung pilkada oleh DPRD, yaitu Demokrat, Golkar, Gerindra, PKS, PPP, dan PAN. Fraksi yang mendukung pilkada langsung adalah PDI-P, PKB, dan Hanura. “Jika di tingkat panja ataupun komisi tidak ada kesepakatan, kedua draf akan dibawa ke paripurna. Jika musyawarah mufakat di paripurna tidak berhasil mengambil keputusan, voting akan dilakukan,” ujar Dodi. Penolakan terhadap pilkada oleh DPRD terus disuarakan, salah satunya dalam diskusi bertajuk “Pilkada dan Menjaga Demokrasi Indonesia” di Rumah Kebangsaan, Jakarta, kemarin. Mereka yang berbicara, peneliti LIPI Ikrar Nusa

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 131: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Bhakti, ahli hukum tata negara Refly Harun, dan mantan anggota DPD Sarwono Kusumaatmadja. Ikrar yakin parpol yang tidak mendukung pilkada oleh rakyat akan diingat sebagai parpol yang tak mendukung kedaulatan rakyat. Citra parpol akan buruk dan rakyat tidak akan memercayai mereka pada Pemilu 2019. Menurut Sarwono, perubahan sikap parpol jadi mendukung pilkada oleh DPRD dinilai semata manuver politik. “Itu hanya menekan, menggertak pemerintahan Jokowi-JK atau sebagai alat tawar-menawar, siapa tahu dapat sesuatu dari itu,” katanya. Refly mengatakan, kelemahan- kelemahan pilkada langsung harus diperbaiki tanpa mengubah mekanismenya. Perbaikan itu misalnya mencegah politik uang dalam pilkada langsung. (APA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 132: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Senin, 22-09-2014. Halaman: 06 Tajuk Rencana: Langkah Politik Yudhoyono Partai Demokrat akhirnya menyatakan posisi politiknya berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan mendukung sistem pemilihan kepala daerah secara langsung dengan sepuluh catatan perbaikan. Pilihan politik Demokrat itu sejalan dengan aspirasi publik yang menghendaki agar rakyat bisa langsung memilih pemimpin daerah. Memilih pemimpin adalah hak politik rakyat, sesuatu yang diperjuangkan gerakan reformasi. Sikap Yudhoyono itu juga sejalan dengan pernyataan sejumlah organisasi kepala daerah, gubernur, bupati, dan wali kota, serta aspirasi publik yang tecermin dalam sejumlah survei yang tetap menghendaki pilkada langsung. Pembahasan RUU Pilkada telah memasuki tahap akhir. Sejumlah fraksi DPR tiba-tiba berubah pandangan dengan mendukung pilkada oleh DPRD. Namun, fraksi lain tetap setia mendukung pilkada langsung oleh rakyat. Menurut rencana, pengambilan keputusan akan dilakukan pada 25 September 2014, enam hari sebelum masa jabatan anggota DPR 2009-2014 berakhir. Publik masih menantikan realisasi langkah politik Ketua Umum Partai Demokrat itu di DPR. Perubahan politik Partai Demokrat itu harus diwujudkan di DPR, baik melalui Fraksi Partai Demokrat maupun sikap pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri. Pembahasan RUU Pilkada sebenarnya satu paket dengan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU Penyelenggara Pemilu. Dari sisi teknis perundang-undangan, pilkada langsung sejalan dengan UU MD3 dan UU Penyelenggara Pemilu yang sudah lebih dahulu disetujui DPR. Jika memang sejak awal ada rencana politik mengembalikan sistem pilkada ke DPRD, seharusnya rencana itu juga diwujudkan dalam UU MD3 dan UU Penyelenggara Pemilu.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 133: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Faktanya, UU MD3 dan UU Penyelenggara Pemilu dirancang dengan desain sistem pilkada langsung. Dalam UU MD3, khususnya soal DPRD, tidak diatur kewenangan DPRD memilih gubernur, wali kota, atau bupati. Dalam UU MD3 Pasal 136, DPRD bertugas melakukan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Karena itu, kita berpendapat, memaksakan pilkada oleh DPRD hanya akan menciptakan kompleksitas dan ketidakpastian perundang-undangan. Kompleksitas perundang-undangan yang bakal muncul harus dipahami sejumlah fraksi DPR. Ngotot-nya sejumlah fraksi DPR memaksakan pilkada oleh DPRD dengan dalih banyak kepala daerah terjerat kasus korupsi sebenarnya dengan mudah dipatahkan. Faktanya, korupsi juga menerpa tiga menteri pembantu presiden, hakim konstitusi yang dipilih DPR, anggota DPR sendiri, dan pejabat karier di kepolisian seperti Djoko Susilo.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 134: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 23-09-2014. Halaman: 02 Kaum Perempuan Bergerak Demokrat Perintahkan Semua Anggota Hadiri “Voting” Terbuka soal RUU Pilkada http://10.11.22.55/TARK4/API/do.ashx?cmd=data&dataid=14606745&ticket=6d647c559c574fdab8c8f53b03f33787http://10.11.22.55/TARK4/API/do.ashx?cmd=data&dataid=14606748&ticket=6d647c55-9c57-4fda-b8c8-f53b03f33787 Jakarta, KOMPAS - Sebanyak 141 organisasi perempuan yang tergabung dalam Jaringan Indonesia Beragam dan 116 organisasi di Koalisi Perempuan Indonesia akan mendatangi Gedung DPR pada 24-25 September untuk “mengawal” pengambilan keputusan soal RUU Pilkada. Dian Kartika Sari, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Senin (22/9), di Jakarta, menyebutkan, mereka akan mendatangi Gedung DPR mulai pukul 09.00 dengan berpakaian putih-putih. Kemarin, mereka menyampaikan petisi perempuan “pertahankan pilkada langsung”. Inti dari petisi itu menegaskan, pilkada lewat DPRD menyebabkan peluang perempuan untuk menjabat kepala daerah semakin menipis. Padahal, kehadiran pilkada langsung yang bisa memberi peluang lebih terhadap kepemimpinan perempuan pun masih belum optimal. Saat ini, perempuan yang menjabat kepala daerah hanya 18 orang, yaitu 15 bupati dan 3 wakil gubernur. Padahal, Indonesia memiliki 34 provinsi, 511 kabupaten/kota. “Pilkada oleh DPRD juga menyebabkan kelompok marjinal, seperti perempuan, kelompok disabilitas, nelayan, dan buruh, tidak dapat menyampaikan aspirasi langsung,” ujar Dian. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokratis Titi Anggraini mengingatkan, keterwakilan perempuan di parlemen pun masih kurang dari 30 persen, seperti diatur undang-undang. Hasil Pemilu Legislatif 2014, keterwakilan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 135: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

perempuan di DPRD kabupaten hanya 15-20 persen dan di provinsi hanya 22 persen. “Voting” terbuka Partai Demokrat, sebagai partai yang akhirnya mendukung pilkada langsung oleh rakyat, kemarin, menginstruksikan semua anggota fraksinya di DPR hadir dalam sidang paripurna. Jika dilakukan pemungutan suara, mereka diwajibkan mendukung pelaksanaan pilkada secara langsung. “Semuanya harus hadir untuk memberikan suara pada pelaksanaan pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan,” kata Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan, kemarin. Demokrat juga akan mendorong mekanisme pengambilan suara dilakukan terbuka sebagaimana diatur Tata Tertib DPR. Politikus PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, berkeyakinan, gerakan dan tekanan publik ini akan berpengaruh besar terhadap keputusan RUU Pilkada. Pasalnya, sampai saat ini, selisih jumlah suara anggota fraksi pendukung pilkada langsung dibandingkan dengan pendukung pilkada oleh DPRD hanya terpaut 14 suara. Dengan dukungan Partai Demokrat, pendukung pilkada langsung berjumlah 287 anggota, sedangkan pendukung pilkada oleh DPRD 273 anggota. Masih ada lima fraksi yang menolak pilkada langsung oleh rakyat, yaitu Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. “Saya juga berharap, publik ikut mendorong anggota fraksi pendukung pilkada langsung hadir saat voting,” ujar Eva. Peta berubah Dalam Rapat Panitia Kerja Komisi II DPR, semalam, yang agendanya mendengarkan pemaparan tim perumus dan tim sinkronisasi RUU Pilkada, peta dukungan telah jelas berubah.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 136: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Perwakilan Fraksi Partai Demokrat, Khotibul Umam, dalam rapat tertutup itu menegaskan bahwa Demokrat mendukung pilkada langsung dengan 10 usulan perbaikan. Sepuluh usulan perbaikan itu adalah uji publik atas integritas dan kompetensi calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota; efisiensi biaya pilkada; pengaturan kampanye dan pembatasan dana; akuntabilitas penggunaan dana kampanye; larangan politik uang dan sewa kendaraan partai (mahar); larangan melakukan fitnah dan kampanye hitam; larangan pelibatan aparat birokrasi; larangan pencopotan aparat birokrasi setelah pilkada; penyelesaian sengketa setelah pilkada; serta pencegahan kekerasan dari calon atas keputusan pendukung. Menurut Abdul Hakam Naja, Ketua Panja RUU Pilkada, rapat akan dilaporkan dalam rapat kerja Komisi II pada 24 September. “Kalau tidak ada kesepakatan jalan akhirnya, ya, voting di rapat paripurna 25 September,” ujar Hakam Naja. Kemarin, Poros Muda Golkar juga mendesak fraksinya di DPR mengurungkan niat mendukung pilkada melalui DPRD. Memilih pemimpin adalah hak rakyat yang dijamin konstitusi dan harus dilindungi negara “Pilkada oleh DPRD justru akan menyuburkan KKN sekaligus melanggengkan politik dagang sapi,” kata juru bicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga. Hadir juga Agus Gumiwang, Poempida Hidayatullah, Indra Piliang, dan Yorrys Raweyai. (ATO/RYO/A05/A13)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 137: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Selasa, 23-09-2014. Halaman: 07 Jangan Rampas Hak Rakyat Oleh Bustami Zainudin Keinginan para anggota DPR mengesahkan RUU Pilkada dipilih DPRD atas usul rancangan dari pemerintah seketika mengentak panggung politik negeri ini. Belum lagi rakyat reda mengikuti pemilu presiden (pilpres) dengan segala dinamikanya, kini negeri ini dihadapkan pada gejala kontradiktif pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung oleh rakyat atau dipilih DPRD. Pilkada menjadi istilah yang populis saat ini. Hampir semua media memberitakannya. Tampaknya hampir semua kalangan masyarakat ingin ambil bagian pula dalam isu hangat ini. Bahkan, terjadi penyampaian aspirasi oleh para gubernur, bupati, dan wali kota dengan berdemonstrasi. Selama ini justru para kepala daerah yang selalu menghadapi demonstrasi. Kini merekalah yang bereaksi keras terhadap gagasan mengembalikan pilkada kepada DPRD karena menilainya sebagai langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia. Pengembalian pilkada melalui DPRD menabrak konstitusi: kedaulatan rakyat yang memperoleh strata tertinggi dalam sistem demokrasi negeri ini. Apa pun yang menjadi latar politis pengusulan kembali pilkada oleh DPRD, penulis coba menyampaikan refleksi kegelisahan sebagai pelaku langsung mekanisme pilkada. Pilkada langsung mungkin saja belum maksimal menghasilkan pemimpin berkualitas seperti keinginan rakyat. Namun, jika kepala daerah dipilih DPRD, rakyat tidak punya kewenangan lagi menentukan hak politiknya (meski DPR dipilih rakyat). Tidak ada lagi pendidikan politik untuk rakyat jika RUU Pilkada dipilih oleh DPRD. Mengerti makna demokrasi Selama ini pilkada langsung membuat rakyat mengerti makna demokrasi rakyat Indonesia, menentukan dan berperan langsung dalam pesta demokrasi memilih

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 138: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

sendiri pemimpin yang menurut mereka layak dan berintegritas. Jadi, jika RUU ini disahkan, yang terluka adalah rakyat. Saya berharap kepada anggota DPR, sebelum RUU ini disahkan, mohon dipertimbangkan dulu aspirasi yang disampaikan rakyat bahwa rakyat Indonesia menginginkan langsung pemilihan kepala daerah. Selama ini pilkada langsung sudah menemukan arah lebih baik meski masih memiliki sejumlah kelemahan. Mengubah model pilkada agar dipilih oleh DPRD bukan solusi terbaik. Bukan sistem dan mekanismenya yang diubah. Yang harus diperbaiki adalah prosedur penyelenggaraan yang mungkin masih berkekurangan. Pokoknya hak rakyat jangan dirampas. RUU Pilkada itu hanya kepentingan elite politik. Wajib hukumnya kita menolak disahkannya RUU Pilkada. RUU ini haruslah pro rakyat sebagai pemilik saham terbesar negeri ini. Argumen pelaksanaan pilkada langsung yang telah mengakibatkan politik biaya tinggi sangat dapat diperdebatkan. Perlu ada kalkulasi menyeluruh, argumentati serta transparan. Alasan lain yang mengemuka adalah bahwa pilkada langsung selama 10 tahun ini memiliki tingkat kerawanan sosial tinggi, berupa konflik horizontal, juga bisa diperdebatkan. Memang benar kontestasi politik harus diimplementasikan secara damai sebagai hal penting bagi kelangsungan kehidupan demokrasi di suatu negara. Namun, hal itu tidak lantas diartikan dengan meniadakan sama sekali potensi konflik horizontal. Hal paling penting yang harus dipahami bukan bagaimana cara memusnahkan konflik, melainkan bagaimana mengelola konflik tersebut. Konflik sebagai konsekuensi gesekan kepentingan dalam sebuah kontestasi politik tidak tabu. Yang terpenting, bagaimana konflik itu dituntaskan terlembaga, tidak melalui cara-cara kekerasan. Politik berbiaya tinggi dan konflik horizontal tidak bisa dijadikan justifikasi untuk mengembalikan mekanisme pilkada melalui DPRD. Konflik horizontal dan politik berbiaya tinggi sangat tak sebanding dengan risiko pelaksanaan pilkada tidak langsung, berupa terpilihnya kepala daerah yang minim track record, tak mumpuni, serta tak memenuhi ekspektasi publik dan tidak dikenal rakyatnya sendiri.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 139: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kita jangan terjebak pada debat kusir antara pendukung pilkada langsung dan pilkada lewat DPRD. Argumentasi yang dilontarkan belum menyentuh akar persoalan sebenarnya, yakni kegagalan pemerintah dan partai politik melakukan pendidikan politik kepada kader dan rakyat. Penghormatan tertinggi Mekanisme pilkada secara langsung merupakan salah satu bentuk pengejawantahan penghormatan tertinggi terhadap kedaulatan rakyat tersebut. Selain itu, pengembalian pilkada melalui DPRD juga tidak sejalan dengan agenda besar demokrasi Indonesia berupa penguatan sistem presidensial, baik di tingkat nasional maupun lokal. Dalam literatur-literatur sudah sering kali dikemukakan para ahli bahwa demokrasi bukanlah sistem politik dan pemerintahan yang sempurna. Meskipun demikian, demokrasi, menurut para pakar, adalah sistem pemerintahan yang terbaik dibandingkan dengan sistem lain (monarki, aristokrasi, otokrasi, plutokrasi, dan gerontokrasi). Artinya, sistem demokrasi tidak tanpa cacat. Implikasinya, pemerintah negara mana pun yang menerapkan demokrasi dalam sistem politiknya harus mampu mengantisipasi dan meminimalkan ekses-ekses negatif dari demokrasi. Jangan sampai pilkada menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia yang sedang dalam masa transisi. Yang terpenting saat ini, pemerintah harus dapat menjamin bahwa harus ada peningkatan kualitas demokrasi, kualitas pemimpin daerah, dan mengeliminasi semua gejala implikasi negatif yang dapat menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemimpin dan sistem pemerintahan yang berlaku. Pilkada harus dapat menjamin rakyat Indonesia agar tidak terpuruk lagi ke lubang yang sama. Gubernur dan wali kota/bupati yang terpilih kelak harus lebih mengutamakan program- program sangat mendasar bagi rakyat: kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Kepada wakil rakyat yang di Senayan, jika pun masih ragu-ragu akan RUU Pilkada, penulis menyarankan tidak ada salahnya melakukan istikharah secara bersama-sama karena ini bukan persoalan sederhana. Ini persoalan hajat hidup orang banyak. Jangan main-main. Semoga pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melahirkan undang-undang yang pro rakyat dan diridai oleh Yang Maha Kuasa.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 140: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 24-09-2014. Halaman: 02 RUU Pilkada Dengarlah Suara Rakyat! Hampir sebulan ini, panggung politik Indonesia diwarnai polemik soal pemilihan kepala daerah. Apakah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana berjalan 10 tahun ini, ataukah kembali dipilih lewat DPRD? Jawaban ini bakal dibahas dan diputuskan DPR dalam sidang paripurna tentang revisi Rancangan Undang-Undang Pilkada, Kamis (25/9) besok. Jika sungguh-sungguh mau menjalankan amanat sebagai wakil rakyat, sebaiknya anggota DPR mau mendengar aspirasi rakyat terkait polemik pilkada. Aspirasi itu bisa disimak dalam dunia maya dan dunia nyata. Di dunia maya, cobalah melongok petisi dukung pilkada langsung dalam www.change. org/DukungPilkadaLangsung. Hingga Senin (22/9) malam, sudah ada 53.588 penanda tangan petisi. Mereka berasal dari berbagai kelompok masyarakat. Menurut pengusung petisi ini, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pilkada lewat DPRD akan memangkas hak konstitusional rakyat dalam berdemokrasi rakyat. Padahal, selama 10 tahun pilkada langsung, lahir tokoh pemimpin segar, berani, tegas, cerdas, bertanggung jawab, berkualitas, dan merakyat. Perludem membuat ikhtisar 10 alasan mendukung pilkada langsung. Alasan itu mencakup perlindungan atas hak konstitusional rakyat, rakyat menentukan sendiri pemimpinnya, membuka ruang luas untuk lahirnya pemimpin-pemimpin baru pilihan rakyat, pilkada langsung berjalan damai, dan mendekatkan rakyat dengan pemimpin. Selain itu juga lebih menjamin terpenuhinya layanan publik dan pembangunan di daerah, lebih efisien dengan cara serentak, dan pemimpin daerah lebih bertanggung jawab kepada rakyat. Sebenarnya, politik uang adalah produk dari perilaku elite politik, dan dalam pilkada langsung, rakyat bisa langsung menagih janji pemimpinnya.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 141: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Jika rajin berselancar di media sosial, kita juga menemukan banyak suara rakyat yang menolak pilkada lewat DPRD. Di Twitter, misalnya, banyak akun mempromosikan pilkada langsung dengan membuat hastag #dukungpilkadalangsung. Penggalangan semacam ini juga berlangsung di Facebook. Dalam dunia nyata, banyak lembaga swadaya masyarakat dan kelompok aktivis pro-demokrasi menyuarakan hal serupa. Mereka menggelar perayaan demokrasi langsung di car free day di Jakarta, Semarang, Aceh, Makassar, dan beberapa kota besar di Indonesia, Minggu (14/9). Beberapa hari kemudian, digelar demonstrasi di depan Istana. Suara semacam itu juga terekam dalam jajak pendapat Kompas yang dirilis 15 September 2014. Tercatat, delapan dari setiap 10 responden (79,7 persen) tidak setuju pilkada langsung dihapuskan. Alasannya, pilkada melalui DPRD tidak demokratis dan menghapus hak konstitusi (65,9 persen). Beberapa pekan sebelumnya, dari hasil survei, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis mayoritas publik menginginkan pilkada langsung dipertahankan. Sebanyak 76,90 persen responden bahkan menghendaki agar Partai Demokrat kembali mendukung pilkada langsung. Saat bersamaan, sejumlah kepala daerah hasil pilkada langsung juga ingin mempertahankan pilkada langsung. Sebut saja Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Ahok bahkan berani keluar dari Partai Gerindra yang memelopori pilkada lewat DPRD. “Saya mengambil sikap karena saya rasa sangat penting bagi setiap warga Indonesia untuk memiliki hak dalam memili kepala daerah masing-masing secara langsung,” kata Ahok lewat pesan pendek. Secara organisasi, para bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) juga menolak tegas pilkada oleh DPRD. Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi luar biasa yang dihadiri 75 perwakilan dari total 549 kabupaten dan kota se-Indonesia. “Ini sudah komitmen bersama. Rapat

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 142: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

sudah digelar tiga kali, yaitu di Bali, Manado, dan sekarang di Jakarta. Saya kira semua anggota sudah satu suara,” ujar Ketua Apkasi Isran Noor. Tak berselang lama, SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat mengungkapkan dukungannya pada pilkada langsung dengan syarat sejumlah perbaikan. Dalam sebuah wawancara di akun Suara Demokrat di Youtube yang diunggah pada Minggu (14/9) malam, SBY menilai rakyat sudah terbiasa pilkada langsung. “Kalau kita kembali pada pilihan kita, buah dari reformasi yang kita jalankan selama ini, tentunya pilihan kepala daerah langsung itu mesti kita jaga dan pertahankan sebagaimana pula pemilihan presiden secara langsung,” ujar SBY. Begitulah, rakyat telah menyuarakan aspirasinya dalam berbagai bentuk. Jika sejumlah fraksi di DPR ngotot memperjuangkan pilkada lewat DPRD, lalu para wakil rakyat itu sebenarnya mewakili siapa? (Ilham Khoiri) "Sangat penting bagi setiap warga Indonesia untuk memiliki hak dalam memilih kepala daerah masing-masing secara langsung" Basuki Tjahaja Purnama

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 143: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 24-09-2014. Halaman: 02 Etika Hakim MK Patrialis: Ada yang Ingin Menjatuhkan Saya Jakarta, Kompas - Hakim konstitusi Patrialis Akbar, Selasa (23/9), dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran mengeluarkan pernyataan seputar pelaksanaan pilkada langsung atau lewat DPRD. Pernyataan itu dinilai tidak layak diungkapkan hakim konstitusi mengingat RUU Pilkada masih dibahas dan potensial digugat di MK. Laporan diajukan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK yang terdiri dari lima lembaga swadaya masyarakat, di antaranya YLBHI, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Indonesia Corruption Watch, IndonesianLegal Roundtable (ILR), dan Perludem. Namun, Patrialis membantah tuduhan tersebut karena hanya menyampaikan skripsi Hana Fitriani tentang pilkada langsung. Hasil penelitian itu memuat kritikan terhadap pelaksanaan pilkada langsung dan merekomendasikan dilakukannya pilkada lewat DPRD. “Lagi pula, itu disampaikan di forum akademis, bukan untuk dipublikasi. Setelah acara selesai, saya pun tidak bersedia diwawancara mengenai tema tersebut. Namun, kalau ternyata itu dipublikasi, itu di luar jangkauan saya,” ungkap Patrialis. Patrialis menilai, ada pihak-pihak yang secara sengaja mencari-cari hal-hal untuk menjatuhkannya. “Ya, dengan lapor ke mana-mana itu apa tujuannya? Maksudnya agar saya jatuh, kan,” ujarnya. Erwin Natosmal Oemar dari ILR mengungkapkan, Patrialis sebagai hakim konstitusi seharusnya tidak mengomentari polemik yang sedang berlangsung dan menunjukkan posisi akademiknya. Komentar diberikan saat kuliah umum “Peran MK dalam Proses Demokrasi dan Perpolitikan di Indonesia” di FH Universitas Muhammadiyah Jakarta, 15 September.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 144: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Sebagai bukti laporan tersebut, Koalisi menyertakan kliping berita di media daring serta kutipan-kutipan pernyataan Patrialis. Di antaranya, “Mekanisme pilkada tak langsung justru meminimalisir potensi korupsi karena kinerja anggota DPRD lebih terukur. Justru lebih tidak khawatir di DPRD soal korupsi, karena walau bagaimanapun mengontrol 50, 80 atau 100 orang kan jauh lebih mudah.” Koalisi meminta agar Dewan Etik memeriksa dugaan pelanggaran kode etik tersebut serta merumuskan pendapat tertulis untuk diajukan ke Majelis Kehormatan MK. “Ini termasuk pelanggaran berat. Komentar hakim MK bisa melumpuhkan demokrasi sejak awal. Maka, kami mengecam keras pernyataan Patrialis,” kata Erwin. Patrialis, dalam keterangannya, mengungkapkan, apa yang dikemukakannya bukan pendapat pribadi. Dalam paparannya, Patrialis juga mengungkapkan, masing-masing sistem pilkada memiliki kekurangan dan kelebihan. Patrialis siap apabila dipanggil Dewan Etik. Mantan hakim konstitusi Harjono mengungkapkan, tantangan Dewan Etik saat ini adalah bagaimana menangani kasus dugaan etik yang kini sudah terbuka. (ANA)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 145: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 24-09-2014. Halaman: 06 Menanti Kado Istimewa SBY Oleh Saldi Isra Arahan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono agar fraksinya di DPR mendukung opsi pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat sangat melegakan. Tentu, sikap ini menjadi kabar gembira di tengah arus besar penolakan mayoritas rakyat terhadap sikap sebagian parpol yang hendak mendorong pemilihan kepala daerah kepada anggota DPRD. Sebagai parpol pemilik kursi terbanyak di DPR (148 kursi), “perintah” Ketua Umum Partai Demokrat (PD) ini jelas potensial memengaruhi dan mengubah konstelasi politik di Senayan menuju 25 September. Artinya, sekiranya arahan itu diikuti secara utuh semua anggota Fraksi PD, opsi pemilihan langsung akan unggul tipis atas opsi pemilihan menggunakan jalur lembaga perwakilan. Di tengah situasi peralihan dan injury time menuju berakhirnya masa bakti DPR periode 2009-2014, sikap SBY masih belum bisa membuat tenang barisan pendukung opsi bertahan di jalur pemilihan langsung. Kemungkinan pengurangan dan pembelokan dukungan tetap jadi ancaman serius. Rasa khawatir itulah yang mendorong banyak kalangan mendesak SBY bisa mengambil sikap tak hanya dalam kapasitas sebagai Ketua Umum PD. Kacaukan sistem Selain alasan konstitusional yang menyulitkan menggunakan jalur pemilihan melalui lembaga perwakilan, sikap mayoritas parpol dalam Koalisi Merah Putih juga menggambarkan inkonsistensi sikap dalam sebuah bangunan sistem. Sekalipun RUU Pilkada dibuat terpisah, secara hukum tak berarti pengaturannya dapat begitu saja mengabaikan UU lain. Terkait persoalan sistem, sekiranya pilkada memakai model pemilihan oleh anggota DPRD, perubahan ini akan menjungkirbalikkan desain sistem dalam UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Sebagaimana diketahui, UU No 15/2011 mengatur salah satu tugas dan wewenang KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dalam menyelenggarakan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 146: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

pilkada. Artinya, dengan mengubah model pemilihan, penyelenggara pemilu di daerah akan kehilangan tugas dan wewenang secara signifikan. Sangat mungkin, untuk tetap memberikan peran bagi penyelenggara pemilu di daerah, RUU Pilkada akan memaksakan adanya pengaturan yang memberikan ruang dalam pemenuhan UU No 15/2011. Namun, melihat aturan yang ada, hampir mustahil mempertahankan peran penting penyelenggara pemilu di daerah. Kalaupun ada yang tetap bisa dipaksakan, kemungkinan penyisipan peran itu tetap saja tak bisa memenuhi asas “langsung” dan “umum” sebagaimana tertuang dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945. Selain kekacauan peran penyelenggara pemilu, pemilihan oleh anggota DPRD juga akan mengubah (baca: menambah) tugas anggota DPRD sebagaimana tertuang dalam UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebagaimana diketahui, meski pembahasan UU No 17/2014 sempat berimpitan dengan RUU Pilkada, tak tercantum secara eksplisit wewenang anggota DPRD untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah. Artinya, kalau memang membuat UU berada dalam desain yang membangun sistem, mestinya UU No 17/2014 telah mengatur lebih dulu, salah satu wewenang DPRD adalah memilih kepala dan wakil kepala daerah. Kalaupun UU No 17/2014 memberi keterkaitan wewenang DPRD ihwal kepala daerah/wakil kepala daerah, itu pun hanya dalam soal sangat terbatas. Misalnya, itu hanya dapat ditemukan dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala dan wakil kepala daerah kepada presiden atau mendagri untuk mendapat pengesahan pengangkatan atau pemberhentian. Selain itu, yang secara eksplisit hanyalah kemungkinan memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. Melacak kekacauan sistem yang potensial dihadirkan model pemilihan kepala daerah oleh anggota DPRD, sangat tepat langkah yang dipilih Ketua Umum PD. Namun, sikap itu belum cukup dan berpotensi menyimpan jebakan yang dapat memaksa secara darurat masuk dalam skenario yang dirancang Koalisi Merah Putih. Jika itu terjadi, bukan tak mungkin jebakan itu telah didesain begitu rupa untuk merampas daulat rakyat karena hasil dari sebuah proses politik injury time. Dengan menggunakan kalkulasi sangat sederhana, peluang masuk ke skenario yang dirancang Koalisi Merah Putih mungkin terjadi karena tipisnya perbedaan jumlah kursi kedua kubu. Jika PD memang mendukung pemilihan langsung, jumlah suara pendukung opsi ini menjadi 287 (PD 148 kursi, PDI-P 94, PKB 28,

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 147: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dan Hanura 17). Sementara kelompok pendukung opsi pemilihan oleh DPRD menjadi 273 (Golkar 106, PKS 57, PAN 46, PPP 38, dan Gerindra 26). Berarti, pendukung opsi pemilihan langsung hanya unggul 14 kursi/suara. Dengan margin yang begitu tipis, tak ada jaminan opsi pemilihan langsung akan jadi pilihan terakhir di DPR. Dalam sebuah proses politik yang masih sangat cair, masih sangat mungkin bergerak ke arah yang berbeda dari pilihan yang digariskan pimpinan parpol. Tak hanya itu, karena hasil pemilu telah diketahui dan mayoritas mereka tak lagi terpilih, bukan tak mungkin arahan pimpinan parpol jadi tak penting lagi bagi sebagian anggota fraksi DPR. Bahkan, bisa saja sebagian mereka memilih tak datang ke sidang paripurna. Sikap sebagai presiden Karena berbagai kemungkinan dapat mengubah komposisi suara di DPR, yang dibutuhkan dari SBY lebih dari sekadar sikap sebagai Ketua Umum PD, tetapi juga pilihan sikap sebagai presiden. Sebagai presiden, SBY memiliki otoritas sama kuat dengan 560 anggota DPR saat membahas dan menyetujui suatu RUU menjadi UU. Jika memang memiliki keinginan kuat untuk terus dengan model pilkada langsung, SBY harus memberikan arahan serupa kepada mendagri untuk hanya bergerak dalam opsi pemilihan langsung. Artinya, selain opsi itu, pemerintah menarik diri dari pembahasan bersama. Secara konstitusional, seperti diatur Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945, pilihan begitu dimungkinkan karena setiap RUU dibahas presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama. Ditegaskan, Pasal 20 Ayat (3) 1945, dalam hal tidak mendapatkan persetujuan bersama, RUU tak dapat diajukan lagi dalam persidangan DPR masa ini. Kedua pengaturan ini menyatakan, proses yang dilakukan parpol di DPR tak begitu saja dapat menisbikan wewenang konstitusional presiden dala pembahasan dan persetujuan bersama sebuah RUU. Artinya, yang dilakukan fraksi-fraksi dalam penyelesaian RUU Pilkada, mekanisme itu baru menyelesaikan 50 persen proses politik yang semestinya diambil dalam fase pembahasan dan persetujuan bersama. Sisanya, 50 persen lagi, tergantung dan ditentukan presiden. Karena posisi yang demikian, SBY tidak mesti berhenti sampai pada sikap sebagai Ketua Umum PD, tetapi melanjutkannya dalam posisi sebagai presiden. Sekiranya tak mau bertegas-tegas, proses pembahasan dan persetujuan RUU Pilkada diselesaikan dengan voting dan ternyata opsi dipilih langsung kalah, SBY akan dicatat sebagai presiden yang meninggalkan kursi RI-1 di tengah tumpukan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 148: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

keranda matinya daulat rakyat. Demi mempertahankan daulat rakyat, arahan kepada PD harus pula jadi arahan kepada mendagri. Jangan bersikap mendua alias ambivalen. Banyak kalangan percaya, jika itu dilakukan, SBY meninggalkan kado istimewa di akhir masa bakti. Pak SBY, rakyat menanti kado istimewa dari Anda! Saldi Isra Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 149: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Rabu, 24-09-2014. Halaman: 07 Pilkada dan Lorong Ideologi Alternatif Oleh Refly Harun Pemilihan langsung bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila.” Pernyataan seperti itu kerap kita dengar dari tokoh-tokoh politik yang partainya menolak pemilihan langsung oleh rakyat, baik pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah. Sebelumnya argumentasi itu sering dipakai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai yang paling menolak pemilihan langsung presiden dalam reformasi konstitusi 1999-2002, tetapi sekarang justru paling pro pemilihan langsung untuk kepala daerah. Kini tokoh-tokoh Koalisi Merah Putih kerap mendendangkan lagu lama PDI-P itu menjelang penetapan RUU Pilkada. Setidaknya pernah dilontarkan Aburizal Bakrie, Fadli Zon, dan Khatibul Umam Wiranu. Pernyataan politisi Gerindra, Ramson Siagian, ini setidaknya mewakili kubu yang melawan pilkada langsung: “Ö pemilihan kepala daerah melalui DPRD itu sesuai dengan sila ke-4 dari Pancasila. Sementara pilkada langsung bertentangan dengan ajaran Bung Karno, terutama sila ke-4. Saya heran, kenapa elite-elite PDI-P yang sering mengklaim sebagai pengikut Bung Karno, kok, malah mengkhianati ajarannya.” (Pikiran Rakyat Online, 16/9/2014). Benarkah pemilihan langsung bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila? Dua tafsir Sila ke-4 Pancasila berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Presiden Soekarno menyebut sila tersebut sebagai democracy ketika berpidato di depan Kongres AS (1956), pidato yang mengundang tepuk tangan gemuruh dan standing ovation wakil rakyat AS. Dikaitkan dengan ide demokrasi, setidaknya berkembang dua tafsir atas sila itu. Pertama, mereka yang mengaitkan sila ke-4 dengan lembaga politik yang ada: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 150: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Rakyat (DPR). Tafsir kedua merujuk pada cara pengambilan keputusan dalam kedua lembaga tersebut khususnya dan praktik demokrasi Indonesia umumnya. Merujuk pada cara pengambilan keputusan, kata permusyawaratan merepresentasikan upaya untuk musyawarah-mufakat terlebih dulu dalam setiap pengambilan keputusan, dan kata perwakilan menunjukkan pemungutan suara (voting) apabila musyawarah-mufakat tidak tercapai. Inilah kiranya perbedaan paling mendasar antara demokrasi di Indonesia dan demokrasi liberal negara Barat. Jika kita baca risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ketika menyiapkan naskah UUD 1945, sangat jelas suasana anti demokrasi liberal tecermin di sana. Misalnya pernyataan Bung Karno pada sidang kedua BPUPKI, 15 Juli 1945, “Maka oleh karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong-menolong, faham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.” Itulah sebabnya, demokrasi di Indonesia lebih bercirikan pada konsensus (musyawarah-mufakat) ketimbang pengambilan keputusan dengan suara mayoritas. Namun, bukan berarti pengambilan suara dengan mayoritas tersebut hilang sama sekali. BPUPKI juga menerapkan voting apabila musyawarah-mufakat tidak tercapai. Salah satu yang divoting, misalnya, mengenai bentuk negara, apakah republik atau monarki. Meskipun mayoritas memilih republik, ternyata ada pula aspirasi yang menginginkan bentuk negara monarki. Di UUD 1945 sendiri, Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 sebelum diamandemen menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih MPR dengan suara yang terbanyak. Tidak disebutkan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden diupayakan untuk musyawarah-mufakat terlebih dulu, walaupun kemudian dalam praktik Orde Baru pasal tersebut tidak pernah dilaksanakan karena Soeharto terpilih sebagai presiden selalu dengan aklamasi dalam enam kali pemilihan oleh MPR (1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998) Penjelmaan rakyat Sebagaimana telah disebutkan, sila ke-4 Pancasila dianggap melahirkan MPR dan DPR. Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 sebelum diamandemen berbunyi, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Dalam UUD 1945 sebelum diamandemen, MPR ditempatkan sebagai

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 151: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

lembaga tertinggi negara. Penjelasan Pasal 1 UUD 1945 menyatakan bahwa MPR adalah penyelenggara negara tertinggi yang dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara. Hal yang sama juga dikatakan Bung Karno dan Soepomo dalam sidang-sidang BPUPKI. Karena MPR dipersonifikasikan sebagai rakyat, itulah yang kemudian menyebabkan lembaga ini diberikan kekuasaan memilih presiden dan wakil presiden. Pemilihan oleh MPR adalah pemilihan oleh rakyat itu sendiri karena MPR adalah penjelmaan rakyat. Sebagai penjelmaan rakyat, MPR melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat, termasuk kedaulatan memilih pemimpin rakyat yang bernama presiden/wakil presiden. Namun, ketika MPR tidak lagi dijadikan sebagai penjelmaan rakyat sebagai akibat perubahan Pasal 1 Ayat (2), konsekuensinya lembaga ini tidak lagi memiliki kewenangan memilih pemimpin rakyat. Pasal 1 Ayat (2) tersebut berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Yang perlu dicatat dari klausul pemilihan presiden oleh MPR adalah MPR dikatakan sebagai penjelmaan rakyat. Jadi, MPR adalah rakyat dan rakyat adalah MPR. Pancasila sebagaimana dipidatokan Bung Karno pada 1 Juni 1945 sama sekali tidak memberikan kewenangan atau kekuasaan memilih pemimpin rakyat kepada wakil rakyat (DPR). Hanya penjelmaan rakyat (MPR) yang dapat memilih pemimpin rakyat. Jadi adalah keliru mereka yang beranggapan bahwa pemilihan oleh DPRD lebih sesuai dengan sila ke-4 Pancasila. DPRD tidak bisa dianalogikan sebagai MPR di tingkat lokal. DPRD hanya cocok apabila diidentikkan dengan DPR. Dan DPR dalam tafsir Pancasila versi sebelum perubahan UUD 1945 juga tidak memiliki kewenangan untuk memilih pemimpin rakyat. Hanya MPR sebelum perubahan UUD 1945 yang memiliki kewenangan itu karena MPR dianggap rakyat itu sendiri. Refly Harun Praktisi Hukum Tata Negara dan Pemilu

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 152: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Kamis, 25-09-2014. Halaman: 02 Paripurna DPR Jadi Penentu Meski Dua Opsi, Beda Sikap Fraksi soal RUU Pilkada Terlalu Banyak JAKARTA, KOMPAS - Rapat Paripurna DPR, Kamis (25/9), akan menjadi penentu mekanisme pemilihan kepala daerah apakah langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Hingga rapat kerja kemarin, masih terlalu banyak perbedaan sikap fraksi-fraksi di Komisi II DPR soal RUU Pilkada. Perbedaan sikap itu terlihat saat rapat kerja Komisi II DPR dan pemerintah dengan agenda pengambilan keputusan tingkat pertama RUU Pilkada di DPR, Jakarta, Rabu (24/9). Fraksi PDI-P, Hanura, PKB, dan Demokrat mendukung pilkada langsung oleh rakyat. Fraksi Golkar, PPP, PAN, PKS, dan Gerindra mendukung pilkada oleh DPRD. Pemerintah diwakili Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Meski mendukung pilkada langsung, Demokrat meminta tiga perbaikan pada draf RUU Pilkada, yaitu uji publik calon kepala daerah yang hasilnya menentukan lulus/tidaknya calon; kandidat kepala daerah harus ikut bertanggung jawab jika massa pendukungnya berbuat anarki; dan untuk mencegah politisasi birokrasi, petahana tidak memutasi pegawai setahun sebelum pilkada dan kepala daerah terpilih tidak memutasi selama setahun setelah terpilih. Jika tiga hal ini tak diakomodasi, Demokrat akan mendorong opsi ketiga di paripurna selain opsi pilkada langsung dan pilkada tidak langsung. Selain mekanisme pilkada, perbedaan sikap terlihat pada syarat calon kepala daerah, yaitu terkait ikatan perkawinan dan darah dengan petahana untuk mencegah politik dinasti. Demokrat dan Gerindra meminta calon tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis lurus satu tingkat ke atas, bawah, dan samping dengan petahana. Adapun Golkar, PDI-P, dan PKB meminta istri/suami petahana dilarang, sedangkan anak dan saudara tidak dilarang.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 153: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Perbedaan sikap juga masih terlihat dalam menyikapi siapa yang dipilih saat pilkada, apakah kepala dan wakil kepala daerah (satu paket) atau hanya kepala daerah, sedangkan wakilnya dipilih kepala daerah terpilih. Bagi fraksi pendukung pilkada langsung, masih ada perbedaan mekanisme rekapitulasi penghitungan suara. PKB mendukung rekapitulasi suara dari TPS langsung ke KPU. PDI-P ingin rekapitulasi berjenjang seperti selama ini, dari TPS ke desa, kecamatan, dan berakhir di KPU. Meski masih banyak perbedaan, Komisi II DPR dan pemerintah sepakat membawa semua perbedaan itu ke rapat paripurna guna diputuskan oleh seluruh anggota DPR. “Masih banyak perbedaan dalam RUU Pilkada, tetapi nanti bisa mengerucut ke dua opsi. Tinggal bagaimana nanti fraksi yang memilih pilkada langsung ataupun tidak langsung berdamai, menyatukan perbedaan,” ujar Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa. Hal senada dikatakan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Abdul Hakam Naja, yang juga Ketua Panja RUU Pilkada. “Opsi dasarnya ada dua, pilkada langsung dan tidak langsung. Namun, di setiap opsi ada varian berbeda yang diinginkan fraksi. Ini tergantung lobi fraksi di paripurna. Kalau setelah lobi tidak bisa menghasilkan dua opsi, ya, tidak tertutup kemungkinan opsinya lebih dari itu,” ujarnya. Juru Bicara Koalisi Merah Putih Tantowi Yahya mengatakan, persetujuan RUU Pilkada akan menjadi ujian soliditas koalisi. Dengan dua opsi, pendukung pilkada langsung oleh rakyat mencapai 287 kursi, terdiri dari F-PDIP (94), F-PKB (28), F-Hanura (17), dan F-PD (148). Pendukung pilkada oleh DPRD mencapai 273 kursi, terdiri dari F-Gerindra (26), F-PKS (57), F-PPP (38), F-Golkar (106), dan F-PAN (46). Total kursi di DPR 560. Kemarin, di depan DPR, Koalisi Kawal RUU Pilkada berunjuk rasa mendorong agar DPR mengesahkan pilkada langsung. (APA/ATO/OSA/RYO/IAM)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 154: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 26-09-2014. Halaman: 01, 15 Fraksi Demokrat Walk Out Tengah Malam, Rapat Paripurna Kembali Diskors Jakarta, Kompas - Proses persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah berlangsung sangat alot di DPR. Lobi-lobi panjang dilakukan dan hingga berita ini ditulis, Jumat (26/9) pukul 00.10, kesepakatan belum tercapai. Seusai diskors, Fraksi Demokrat ternyata mengambil sikap netral dengan walk out. Sebelumnya, kecenderungan dukungan terhadap pilkada langsung itu terlihat menguat setelah ada kesamaan pandangan di antara empat fraksi, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Keempat fraksi ini menguasai mayoritas anggota DPR. Jika merujuk pada “peta” terakhir, dengan kehadiran 500 anggota DPR, apabila dilakukan voting, keempat fraksi ini berpotensi menang meski selisihnya sangat tipis. PDI-P (90 suara), PKB (21 suara), Hanura (10 suara), dengan tambahan Demokrat (130 suara). Sementara itu, pendukung pilkada melalui DPRD terdiri dari Golkar (96 suara), PKS (55 suara), PAN (43 suara), PPP (33 suara), dan Gerindra (22 suara). Dengan demikian, hanya ada selisih dua suara. Kendati demikian, hingga berita ini diturunkan, belum diketahui apakah keputusan akan diambil melalui voting atau musyawarah mufakat. Pada pukul 24.00, rapat bahkan kembali diskors Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso selaku pemimpin rapat. Apabila voting dilakukan, akan ada tiga opsi, yaitu pilkada langsung oleh rakyat, pilkada lewat DPRD, dan pilkada langsung dengan perbaikan 10 syarat. Perdebatan alot

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 155: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Perdebatan menjadi alot awalnya karena suara terpecah menjadi tiga opsi. Demokrat, meski setuju pilkada langsung, bersikukuh mengajukan opsi tersendiri di luar opsi mekanisme pilkada langsung dan tidak langsung. Opsi itu adalah pilkada langsung dengan sepuluh syarat yang mereka ajukan masuk dalam batang tubuh RUU Pilkada. Sepuluh syarat itu adalah uji publik terhadap calon; pilkada dilakukan serentak dengan biaya dibebankan pada APBD; perbaikan pengaturan dan pembatasan pelaksanaan kampanye terbuka; akuntabilitas penggunaan dana kampanye; larangan politik uang dan sewa kendaraan partai; fitnah dan kampanye hitam dilarang; melarang pelibatan aparat birokrasi; larangan pencopotan aparat birokrasi pasca pilkada; pencegahan kekerasan merupakan tanggung jawab calon atas kepatuhan pendukungnya; serta dibentuk badan khusus menyelesaikan sengketa pilkada. Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, sepuluh syarat itu satu sama lain terkait dan ini merupakan aspirasi masyarakat. Salah satu syarat Demokrat yang paling sulit diterima partai pendukung pilkada langsung adalah soal uji publik. Akhirnya, lobi yang dijadwalkan pukul 18.00 hingga 19.30 realitasnya baru selesai pukul 23.00. Begitu rapat paripurna kembali dilanjutkan, perdebatan kembali terjadi di pleno. “Saya sudah mencoba, sampai empat putaran, agar musyawarah mufakat bisa dicapai, tetapi tidak berhasil,” kata Priyo. Untuk menghasilkan dua opsi saja, yaitu pilkada langsung dan tidak langsung, sangat tidak mudah. “Sudah mau mengerucut menjadi dua opsi, tetapi Demokrat masih bersikukuh ingin opsi ketiga,” ujarnya. Hal senada dikatakan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Menurut dia, Demokrat ingin sepuluh syarat itu masuk RUU Pilkada. Sepuluh syarat itu dinilai kumulatif, absolut, dan konstitusional. Meski demikian, dalam forum rapat lobi itu sudah disepakati pemilihan kepala daerah tidak dilakukan lagi secara paket, yaitu kepala daerah dan wakil kepala

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 156: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

daerah. Hanya gubernur, bupati, dan wali kota yang dipilih, sementara wakilnya tidak dipilih. Guna mencegah konflik kepentingan dengan kepala daerah petahanan, forum lobi menyepakati, calon kepala daerah yang mempunyai ikatan perkawinan dilarang, harus ada jeda 5 tahun. Adapun terkait dengan rekapitulasi suara untuk pilkada, disepakati dilakukan berjenjang (TPS-PPK-KPU). Rakyat mendesak Publik tetap mengharapkan pilkada langsung tetap dilaksanakan. Sekitar 5.000 pendemo yang tergabung dalam 70 jaringan organisasi buruh, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mendatangi Gedung DPR, kemarin siang. Kedatangan mereka bertujuan untuk “mengawal” rapat paripurna pengambilan keputusan RUU Pilkada. “Demokrasi harus dikawal. Rakyat tidak bisa serta-merta meletakkan keputusan aspirasi mereka di parlemen,” ujar Jumhur Hidayat, inisiator Gerakan Rakyat untuk Pilkada Langsung (Gerpala). Sementara itu, 15 anggota Koalisi Kawal RUU Pilkada dan lima aktivis gerakan perempuan mengawal penetapan RUU di balkon ruang sidang paripurna. Mereka mengkritik adanya isu transaksi uang yang terjadi di antara anggota fraksi menjelang rapat penetapan. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan, DPR adalah perpanjangan tangan rakyat. “Ini bukan sekadar pemilihan secara langsung maupun tidak langsung. Pemerintah dan parlemen seharusnya membaca kehendak rakyat,” kata Titi. Wali kota siap gugat Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan, M Ramdhan Pomanto bahkan sudah siap menggugat Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi jika DPR memutuskan pilkada dilakukan DPRD.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 157: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

“Saya yakin semua wakil rakyat menyadari bahwa ini (RUU Pilkada) bukan persoalan memilih langsung atau tidak, melainkan soal perampasan hak rakyat hasil reformasi tahun 1998. Menganulir hak rakyat (untuk memilih kepala daerah langsung) sangat inkonstitusional,” kata Ramdhan, kemarin. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menilai, jika DPR akhirnya memutuskan untuk mempertahankan pilkada oleh rakyat secara langsung, langkah itu patut dihargai sebagai pemihakan kepada kemajuan demokrasi. Namun, syarat-syarat perbaikan memang diperlukan untuk membenahi berbagai kekurangan dalam pelaksanaan pilkada langsung selama 10 tahun ini. Menurut Ade Irawan, pada dasarnya pilihan pilkada langsung oleh rakyat merupakan pilihan penting dan tepat walau dalam pelaksanaannya banyak kekurangan. Itu antara lain mencakup praktik korupsi, uang mahar, penggunaan APBN/APBD, mobilisasi birokrasi, dan politik uang. Namun, jika DPR memutuskan mengembalikan pilkada langsung menjadi lewat DPRD, langkah ini merupakan kemunduran demokrasi. “Pilkada lewat DPRD tak kalah jauh bahaya korupsinya, malah korupsi tidak hanya saat pemilihan, tetapi juga kepala daerah akan tersandera DPRD. Kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada rakyat, tetapi kepada orang-orang yang memilih mereka, yaitu DPRD,” katanya. Dalam catatan ICW, ada 44 anggota DPRD sekarang yang menjadi tersangka kasus korupsi. Sementara korupsi di daerah termasuk tipologi korupsi politik, yaitu persekongkolan DPRD dengan kepala daerah. “Pemilihan lewat DPRD akan membuat eksekutif tersandera dan dinas-dinas terancam akan menjadi kapling DPRD,” katanya. (RYO/APA/ENG/IAM/COK/A05)

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 158: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743 ============================================= KOMPAS Jumat, 26-09-2014. Halaman: 06 Parpol dan Masyarakat Warga Oleh Ramlan Surbakti Sikap lima partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih di DPR yang tiba-tiba berubah, dari mendukung menjadi menolak pemilihan kepala daerah secara langsung (melalui pemilu) dalam pembahasan RUU Pilkada, menimbulkan pertanyaan tentang pola hubungan antara masyarakat warga (civil society) dan partai politik. Secara teoretis, dalam suatu negara-bangsa (nation-state) terdapat tiga ranah kegiatan (domain). Setiap ranah kegiatan itu punya tujuan dan pola perilaku sendiri, tetapi tetap berinteraksi, baik untuk mencapai tujuan masing-masing maupun tujuan negara-bangsa. Ketiga ranah kegiatan itu adalah negara, sektor swasta, dan masyarakat warga. Ranah negara (semua lembaga yang menyelenggarakan fungsi negara) membuat dan melaksanakan kebijakan publik untuk mewujudkan kepentingan umum dengan menggunakan kewenangan berdasarkan hukum. Negara, satu-satunya institusi yang memiliki kewenangan menggunakan paksaan fisik terhadap setiap orang atau lembaga yang melanggar hukum. Ranah swasta melakukan kegiatan produksi, pemasaran, distribusi, serta penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Ranah swasta bekerja berdasarkan kebebasan ekonomi dan mekanisme pasar (hukum permintaan dan penawaran). Apabila seseorang melakukan kegiatan produksi, distribusi, serta penjualan barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, yang diuntungkan bukan hanya dia, melainkan juga pihak lain karena kegiatan ekonomi itu juga perlu keterlibatan pihak lain sebagai pemasok alat dan sarana produksi, pembuatan iklan dan pemasaran, serta transportasi, distribusi, retailer, dan sebagainya. Dalam konteks Indonesia (Pasal 33 UUD 1945), ranah swasta bergerak pada “faktor produksi yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak”.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 159: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kegiatan ranah masyarakat warga digerakkan tiga nilai dan norma utama: (1) perlindungan hak-hak individual (hak serta kebebasan politik, ekonomi, agama, informasi, budaya, dan agama), (2) kebaikan bersama (nirlaba, kesukarelawanan filantropis, transparansi, pemerintahan bersih, pelayanan publik, atau supremasi hukum), dan (3) toleransi (menghormati perbedaan), kebangsaan, dan dialog sebagai penghubung serta perekat nilai pertama dan kedua. Ranah masyarakat warga mencakup berbagai organisasi yang memperjuangkan dan mewujudkan nilai-nilai itu. Ranah masyarakat warga merupakan forum atau arena publik (public sphere) untuk mendialogkan dan merumuskan kebaikan bersama guna diperjuangkan kepada ranah negara. Pandangan yang agak mirip, ranah masyarakat warga terbentuk karena tiga nilai: pluralisme (hak dan kebebasan individu menyatakan identitas pribadi serta kolektifnya melahirkan berbagai perbedaan bersifat horizontal), kesetaraan antarwarga negara, dan persaudaraan sebagai sebangsa dan setanah air. Hal ini perlu dilakukan tak hanya karena kita memiliki kedudukan setara sebagai warga negara, tetapi juga karena kita saudara sebangsa dan setanah air. Ranah masyarakat warga menghasilkan kesepakatan tentang kebaikan bersama, tetapi hanya ranah negara yang memiliki kewenangan dan sumber daya untuk membuat dan melaksanakan kebijakan publik guna mewujudkan kebaikan bersama itu. Pertanyaannya, apa mekanisme yang menghubungkan ranah masyarakat warga dengan ranah negara sehingga kebaikan bersama yang dirumuskan masyarakat warga didengar dan diadopsi sebagai kebijakan publik oleh ranah negara. Dalam sistem politik demokrasi, parpol-lah yang berperan sebagai jembatan dan penghubung ranah masyarakat warga dengan ranah negara. Parpol merupakan pengorganisasian warga negara untuk mewujudkan cita-cita politik (ideologi atau visi, misi, dan program) partai itu. Untuk itu, parpol melaksanakan dua fungsi utama: merumuskan dan memperjuangkan alternatif kebijakan publik setelah mendengarkan aspirasi dan kehendak warga masyarakat (fungsi representasi politik) serta berupaya mendapatkan dan/atau mempertahankan kursi di lembaga legislatif dan/atau eksekutif sebagai sarana memperjuangkan alternatif kebijakan publik menjadi UU, PP, perda, dan format kebijakan publik lain (peserta pemilu). RUU Pilkada Berdasarkan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat (pemilu) sejak 2005. Setelah hampir 10 tahun dilaksanakan, pemerintah kemudian

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 160: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

mengajukan RUU Pilkada kepada DPR. Dalam RUU Pilkada ini, pemerintah mengusulkan mekanisme pemilihan gubernur oleh DPRD, sedangkan pemilihan bupati dan wali kota dilakukan secara langsung oleh rakyat. Dalam RUU usulan pemerintah itu, wakil kepala daerah akan diangkat kepala daerah terpilih dari pegawai negeri yang memenuhi syarat. Belakangan, pemerintah mengusulkan perubahan: gubernur dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan bupati dan wali kota dipilih DPRD. Enam dari sembilan fraksi DPR tetap menghendaki pemilihan pasangan calon gubernur-wakil gubernur, pasangan calon bupati-wakil bupati, dan pasangan calon wali kota-wakil wali kota dipilih langsung oleh rakyat (pemilu). Perubahan yang sudah disepakati pemerintah dengan semua fraksi di DPR adalah pilkada serentak dalam tiga tahap (2015, 2017, dan 2019). Setelah hampir dua tahun dibahas di DPR, pemerintah mengeluarkan pernyataan sikap mendukung mekanisme pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat. Namun, setelah kalah dalam pilpres dan Mahkamah Konstitusi juga menolak permohonan Koalisi Merah Putih untuk membatalkan keputusan KPU tentang penetapan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden, tiba-tiba Koalisi Merah Putih menyatakan menolak mekanisme pilkada secara langsung dan mendukung mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Koalisi Merah Putih sudah mengeluarkan sikap yang berubah dalam dua RUU: tak lagi mendukung mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan MPR berdasarkan urutan perolehan kursi partai dalam pemilu (RUU MD3) serta tak lagi mendukung mekanisme pilkada secara langsung oleh rakyat (RUU Pilkada). Apa pun alasan yang dikemukakan untuk membenarkan perubahan sikap ini, tak dapat dipisahkan dari kekalahan pasangan capres-cawapres yang diusulkan Koalisi Merah Putih. Suara masyarakat warga Berbagai unsur masyarakat warga di beberapa daerah menolak mekanisme pilkada oleh DPRD dan tetap mendukung mekanisme pilkada secara langsung oleh rakyat melalui pemilu serentak. Tajuk rencana dan artikel opini sejumlah surat kabar juga menolak pilkada oleh DPRD. Masyarakat warga mengajukan alasan konstitusional dan empiris. Para pembentuk UUD merumuskan, “gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” (Pasal 18 Ayat 4). Pertanyaan pertama yang harus diajukan bukan apa yang dimaksud dengan “dipilih secara demokratis”, melainkan mengapa pembentuk UUD

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 161: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

menyepakati rumusan seperti itu? Kalau sejak semula pembentuk UUD menghendaki kepala pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih DPRD, mengapa mereka tak merumuskan saja demikian secara tegas, tetapi justru menyepakati rumusan yang lebih umum? Alasannya karena masih menunggu perubahan pasal yang mengatur mekanisme pemilihan presiden-wakil presiden. Ketika Pasal 18 Ayat (4) itu dirumuskan tahun 1999, semua fraksi sepakat mempertahankan bentuk pemerintahan presidensial, tetapi masih ada beberapa fraksi yang belum sepakat mengenai pilpres langsung. Para pembentuk UUD menunggu mekanisme pemilihan presiden-wakil presiden yang disepakati karena mekanisme pilkada dalam suatu negara kesatuan yang memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah otonom ditentukan oleh bentuk pemerintahan nasional (baca: mekanisme pemilihan kepala pemerintahan di tingkat nasional). Jika menggunakan bentuk pemerintahan parlementer, yang berarti menteri pertama (sebutan yang benar berdasarkan bahasa Indonesia yang menggunakan hukum diterangkan-menerangkan) sebagai kepala pemerintahan dipilih anggota parlemen, kepala pemerintahan di daerah otonom harus pula dipilih anggota DPRD. Hal ini karena legitimasi kepala pemerintahan dalam pemerintahan parlementer terletak di parlemen karena bentuk pemerintahan parlementer tak mengenal pemisahan pemegang kekuasaan legislatif dari eksekutif (pimpinan serta anggota kabinet dari dan oleh anggota parlemen). Namun, apabila mengadopsi bentuk pemerintahan presidensial, yang berarti presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, kepala pemerintahan di daerah otonom juga harus dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Legitimasi kepala pemerintahan dalam pemerintahan presidensial tidak pada DPR, tetapi pada rakyat. Baik DPR maupun Presiden mendapat mandat dan legitimasi secara langsung dari rakyat karena bentuk pemerintahan presidensial memisahkan pemegang kekuasaan eksekutif dari legislatif. Kerangka berpikir konstitusional seperti inilah alasan mengapa semua fraksi DPR dan pemerintah menyepakati mekanisme pilkada langsung dalam UU Pemda. Beberapa parpol yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih, seperti Golkar, justru yang paling tegas dan jelas sejak awal tak hanya mendukung mekanisme pilpres secara langsung, tetapi juga mekanisme pilkada secara langsung. Mengapa sekarang berbalik arah? Parpol yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 162: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

menyebut “demi efisiensi” sebagai alasan tak lagi mendukung mekanisme pilkada langsung. Apa betul mekanisme pilkada langsung tidak efisien? Dua catatan perlu dikemukakan. Apabila mekanisme pilkada secara langsung sudah diselenggarakan secara benar dan ternyata perlu dana besar, mekanisme pemilihan langsung itu tetap harus diselenggarakan karena konstitusi sebagai sistem nilai yang disepakati bersama harus lebih diutamakan daripada efisiensi. Sudah tentu akan lebih baik apabila mekanisme pemilihan secara langsung berdasarkan konstitusi dapat diselenggarakan secara efisien pula. Dari pengalaman penyelenggaraan pilkada langsung, 2005-kini, dapat diidentifikasi tiga sumber penyebab pilkada langsung tak efisien. Pertama, parpol menarik dana dalam jumlah besar dari para bakal calon sebagai syarat pencalonan. Pungutan ini dikenal dengan berbagai ungkapan, seperti sewa perahu atau uang mahar. Kedua, dana kampanye pilkada untuk membiayai berbagai kampanye yang sesuai ataupun tak sesuai peraturan perundang-undangan, seperti pemberian sumbangan kepada tokoh berpengaruh di daerah, pembagian bahan pokok, dan jual-beli suara. Ketiga, biaya penyelenggaraan pilkada langsung, khususnya honor penyelenggara/panitia pelaksana. Apabila ditelaah secara mendalam, kader parpol di DPR dan yang duduk dalam pemerintahanlah yang menjadi penyebab pilkada langsung tak efisien. Karena merekalah yang membuat UU dan karena partailah yang menyeleksi dan mengajukan pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah. Karena itu, kader parpol di DPR dan di pemerintahan itu pulalah yang harus mencegah pilkada yang tak efisien, bukan dengan mekanisme pilkada oleh DPRD karena pengalaman masa lalu mekanisme ini justru menunjukkan praktik transaksional yang menguras dana sangat besar, melainkan tetap menggunakan mekanisme pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan di penyelenggaraannya. Semua fraksi di DPR dan pemerintah ternyata sudah menyepakati pilkada serentak secara bertahap sebagai solusi atas sumber pemborosan ketiga (honor penyelenggara dan panitia pelaksana). Apabila parpol berhasil menemukan dan mengajukan dua tokoh yang baik (memiliki kapabilitas, kepemimpinan politik dan administrasi, serta integritas pribadi) dan dikenal baik pula oleh sebagian besar warga daerah sebagai pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah, kedua sumber pemborosan itu akan dapat dicegah. Dua alasan dapat dikemukakan. Pertama, tokoh yang baik dan dikenal baik pula oleh warga daerah tak akan mau memberikan uang sewa perahu atau uang mahar kepada parpol.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 163: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Tokoh seperti ini bahkan tak memiliki dana membiayai berbagai bentuk kampanye yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesungguhnya sejumlah parpol juga sudah berhasil mencegah sumber pemborosan pertama dan kedua di sejumlah daerah dengan cara mencari dan mengajukan tokoh yang baik dan dikenal baik oleh sebagian besar warga daerah menjadi calon kepala daerah. Wali Kota Surabaya, Bupati Banyuwangi, Wali Kota Bandung, mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi, Bupati Bantaeng, serta sembilan bupati dan wali kota yang pernah dipilih Tempo sebagai kepala daerah pilihan pada 2013 serta 12 bupati dan wali kota yang pernah menerima MIPI Award dari Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia enam tahun terakhir adalah buktinya. Jumlahnya memang masih sedikit daripada jumlah kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia. Namun, kalau parpol menjalankan fungsinya dengan benar sebagai “pintu masuk jabatan politik” (mempersiapkan kader atau mencari dan mencalonkan tokoh yang baik) serta tak menjadikan bakal calon sebagai sumber penerimaan partai, niscaya pilkada langsung akan dapat diselenggarakan tidak saja sesuai pesan konstitusi, tetapi juga secara efisien. Parpol sebagai jembatan ranah masyarakat warga dengan ranah negara dan sebagai representasi politik masyarakat warga tidak hanya harus melaksanakan amanat konstitusi, tetapi juga mendengarkan suara masyarakat warga yang sesuai dengan konstitusi. Ramlan Surbakti Senior Advisor tentang Pemilu di Kemitraan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 164: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LAMPIRAN II

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 165: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

ANALISIS ARTIKEL Peran Politik Pers dalam Kasus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah

(Sebuah Studi Analisis Isi Kuantitatif pada Surat Kabar Harian Kompas Edisi 30 Agustus – 26 September 2014)

NO

Judul Artikel

Rubrik

Judul

Isi

Narasumber

Distribusi

Narasumber

Pro

Netral

Kontra

Pro

Netral

Kontra

Pro

Netral

Kontra

Pro

Netral

Kontra

1. RUU Pemilihan Kepala Daerah

Keputusan Diambil Melalui

Voting

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 2 1

2. RUU Pilkada Mendesak

Pemilihan oleh DPRD Tak

Sejalan dengan Visi

Pemerintah Baru

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 3 3

3. Pemerintah Mendengar Rakyat

Kepala Daerah Tetap Dipilih

Bukan oleh DPRD

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 0 2

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 166: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

4. Legislasi

RUU Pilkada Diputus

September

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 2 1

5. 5 Fraksi di DPR Berubah Sikap

Konstelasi Politik Pengaruhi

RUU Pilkada

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 0 2

6. RUU Pilkada

Tolak Pemilihan Kepala

Daerah oleh DPRD

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 2 4

7. Pilkada Langsung Akan

Dipatahkan

Formappi: Ini Melecehkan

Rakyat

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 1 1 5

8. Membajak Demokrasi Tajuk Rencana ✔ ✔ - - - - - -

9. RUU Pilkada

Pemilihan Langsung

Mencerminkan Kehendak

Rakyat

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 0 4

10. SBY Diminta Jaga Demokrasi Berita Utama ✔ ✔ ✔ 1 0 4

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 167: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

KPK:Pilkada oleh DPRD Bisa

Suburkan Korupsi

11. Konstitusi Harus Jadi Penjuru Tajuk Rencana ✔ ✔ - - - - - -

12. Daulat Rakyat Jangan Direbut

Penghapusan Pilkada

Langsung Bisa Jadi Bumerang

Bagi Parpol Kecil

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 0 4

13. Pilkada di Lorong Gelap

DPRD

Opini ✔ ✔ - - - - - -

14. Merampas Daulat Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

15. Produk Cacat DPR Opini ✔ ✔ - - - - - -

16. 6 Fraksi Tentang Suara Rakyat,

Politik Berharap Presiden SBY

Tak Dukung Pencabutan Hak

Politik

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 1 2 2

17. Pilkada

Apeksi-Apeksi Tolak

Pemilihan oleh DPRD

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 1 5

18. Demokrasi di Ujung Tanduk Opini ✔ ✔ - - - - - -

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 168: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

19. Daerah Tolak Pilkada di

DPRD: Basuki Tjahaja

Purnama Pilih Mundur dari

Partai Gerindra

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 1 1 7

20. Kepala Daerah Ingatkan SBY

KPU: Pilkada oleh Rakyat

Keunggulan Demokrasi

Indonesia di Dunia

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 3 6

21. Pilkada, Ahok, dan Cinta

Tanah Air

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 1 3

22 E-Voting: Hemat dan Aman,

Pemilu Langsung Investasi

Masa Depan Demokrasi

Indonesia

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 0 5

23. Jangan Main-main dengan

Rakyat!

Politik dan

Hukum

✔ ✔ - - - - - -

24. Kalla: Dengarkan Suara

Rakyat

Penolakan di Sejumlah Tempat

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 3 7

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 169: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

25. RUU Pilkada

Presiden Berupaya Cari Solusi

Terbaik

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 4 1

26. Rakyat Tak Setuju Pilkada

Langsung Dihapus

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 1 0

27. Menanti Warisan SBY Tajuk Rencana ✔ ✔ - - - - - -

28. RUU Pilkada

Peta Politik di DPR Diyakini

Berubah

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 1 6

29. Pilkada Langsung

KPU Siapkan Aturan

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 1 1

30. Pilkada Tanpa Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

31. Surat Terbuka ke SBY

Dewan Pertimbangan Presiden

Dukung Pilkada Langsung

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 0 5

32. RUU Pilkada

Tak Sekadar Pilih Langsung

atau Tidak Langsung

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 2 2

33. RUU Rahasia Negara Opini ✔ ✔ - - - - - -

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 170: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

34. Sengketa DPR Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

35. RUU Pilkada

Presiden Bisa Tolak

Pengesahan di Sidang

Paripurna

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 0 5

36. Korupsi Demokrasi Opini ✔ ✔ - - - - - -

37. Voting DPR

Demokrat Dukung Pilkada

Langsung

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 1 0 2

38. Rakyat Setuju dengan

Demokrat

Syarat Demokrat Soal Pilkada

Sudah Ada di RUU

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 1 0

39. Jangan Rebut Hak Rakyat

Ubah Pilkada Langsung ke

DPRD Bukan Solusi Tepat

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 3 3 5

40. Politik Malin Kundang Opini ✔ ✔ - - - - - -

41. ‘E-Voting’ Bisa Untuk

Pilkades Hingga Pemilu

IPTEK,

Lingkungan,

✔ ✔ ✔ 0 0 3

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 171: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dan Kesehatan

42. RUU Pilkada

Melepas Belenggu Oligarki

Politik

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ - 3 1

43. RUU Pilkada

Setiap Fraksi Akan Nyatakan

Sikap Kembali

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 1 3

44. Langkah Politik Yudhoyono Tajuk Rencana ✔ ✔ - - - - - -

45. Kaum Perempuan Bergerak

Demokrat Perintahkan Semua

Anggota Hadiri ‘Voting’

Terbuka Soal RUU Pilkada

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 1 6

46. Jangan Rampas Hak Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

47. RUU Pilkada

Dengarlah Suara Rakyat!

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 0 0 3

48. Etika Hakim MK

Patrialis: Ada yang Ingin

Menjatuhkan Saya

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 1 1

49. Menanti Kado Istimewa SBY Opini ✔ ✔ - - - - - -

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 172: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

50.

Pilkada dan Lorong Ideologi

Alternatif

Opini ✔ ✔ - - - - - -

51. Paripurna DPR Jadi Penentu

Meski Dua Opsi, Beda Sikap

Fraksi soal RUU Pilkada

Terlalu Banyak

Politik dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 2 0

52. Fraksi Demokrat Walk Out

Tengah Malam, Rapat

Paripurna Kembali Diskors

Berita Utama ✔ ✔ ✔ 0 3 4

53. Parpol dan Masyarakat Warga Opini ✔ ✔ - - - - - -

JUMLAH

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 173: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LAMPIRAN III

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 174: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LEMBAR CODING

Peneliti 1: Desy Hartini !

NO Judul Artikel Rubrik Judul Isi Narasumber Distribusi

Narasumber

Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra

1. Pemerintah Mendengar Rakyat

Kepala Daerah Tetap Dipilih Bukan

oleh DPRD

Politik

dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 0 2

2. RUU Pilkada

Tolak Pemilihan Kepala Daerah oleh

DPRD

Berita

Utama

✔ ✔ ✔

3 3 5

3. RUU Pilkada

Pemilihan Langsung Mencerminkan

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 0 0 4

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 175: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kehendak Rakyat

4. Jangan Rebut Hak Rakyat

Ubah Pilkada Langsung ke DPRD

Bukan Solusi Tepat

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 3 3 5

5. Jangan Rampas Hak Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

!

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 176: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LEMBAR CODING

Peneliti 2: Dosen Ilmu Komunikasi UMN, Harry, S.I.Kom., M.A. !

NO Judul Artikel Rubrik Judul Isi Narasumber Distribusi

Narasumber

Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra

1. Pemerintah Mendengar Rakyat

Kepala Daerah Tetap Dipilih Bukan

oleh DPRD

Politik

dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 0 2

2. RUU Pilkada

Tolak Pemilihan Kepala Daerah oleh

DPRD

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 1 1 4

3. RUU Pilkada

Pemilihan Langsung Mencerminkan

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 0 0 4

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 177: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kehendak Rakyat

4. Jangan Rebut Hak Rakyat

Ubah Pilkada Langsung ke DPRD

Bukan Solusi Tepat

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 3 3 5

5. Jangan Rampas Hak Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

!

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 178: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LEMBAR CODING

Peneliti 3: Video Journalist Watchdoc, Randy Hernando !!!

NO Judul Artikel Rubrik Judul Isi Narasumber Distribusi

Narasumber

Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra

1. Pemerintah Mendengar Rakyat

Kepala Daerah Tetap Dipilih Bukan

oleh DPRD

Politik

dan

Hukum

✔ ✔ ✔ 1 0 2

2. RUU Pilkada

Tolak Pemilihan Kepala Daerah oleh

DPRD

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 0 2 4

3. RUU Pilkada

Pemilihan Langsung Mencerminkan

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 0 0 4

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 179: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Kehendak Rakyat

4. Jangan Rebut Hak Rakyat

Ubah Pilkada Langsung ke DPRD

Bukan Solusi Tepat

Berita

Utama

✔ ✔ ✔ 3 3 5

5. Jangan Rampas Hak Rakyat Opini ✔ ✔ - - - - - -

!

!

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 180: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LAMPIRAN IV

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 181: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

CONTOH PENGISIAN LEMBAR CODING

ELEMEN VARIABEL INDIKATOR BUTIR KETERANGAN

JUDUL

Pro Pers dalam konteks demokrasi tidak memainkan peran sama sekali apabila judul artikel dikategorikan pro terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA).

1= Pro 2= Netral 3= Kontra

P

Netral Pers berperan sebagai Agent of Stability (Agen Stabilitas) dalam konteks demokrasi apabila judul artikel dikategorikan netral terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA).

Kontra Pers berperan sebagai Agent of Restraint (Agen Pengawasan) dalam konteks demokrasi apabila judul artikel dikategorikan kontra terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 182: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

(RUU PILKADA). ISI ARTIKEL

Pro Pers dalam konteks demokrasi tidak memainkan peran sama sekali apabila isi artikel dikategorikan pro terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA).

1= Pro 2= Netral 3= Kontra

Netral Pers berperan sebagai Agent of Stability (Agen Stabilitas) dalam konteks demokrasi apabila isi artikel dikategorikan netral terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA).

Kontra Pers berperan sebagai Agent of Restraint (Agen Pengawasan) dalam konteks demokrasi apabila isi artikel dikategorikan kontra terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 183: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

PILKADA).

NARASUMBER

Pro Pers dalam konteks demokrasi tidak memainkan peran sama sekali apabila narasumber yang dikutip kebanyakan menyatakan dukungan terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA).

1= Pro 2= Netral 3= Kontra

Netral Pers berperan sebagai Agent of Stability (Agen Stabilitas) apabila mayoritas narasumber yang dikutip menyatakan netral terhadap Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA),

Kontra Pers berperan sebagai Agent of Restraint dalam konteks demokrasi apabila mayoritas narasumber yang dikutip berpandangan kontra terhadap

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 184: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA).

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 185: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

LAMPIRAN V

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 186: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

TRANSKRIP WAWANCARA I

Narasumber : Redaktur Pelaksana Harian Kompas, James Luhulima

Lokasi/Waktu : Kantor Redaksi Kompas/ 8 Januari 2015 (19.30 WIB).

Desy (D) : Pertanyaan pertama, bagaimana sih perkembangan pers saat ini di

Indonesia, Pak?

James (J) : Sebenernya gini, setelah reformasi sudah tidak ada masalah. Pers

menjadi lebih bebas. Kini, yang dihadapi bukan lagi pemerintah tetapi

masyarakat. Jadi, harus pintar-pintar dalam membuat berita atau

membuat sebuah pemberitaan. Kalau menurut saya, sudah tak ada

masalah dan juga sudah berkembang. Kayaknya, semua pers juga

sadar, artinya tidak membuat berita atau pemberitaan yang dapat

memecah belah masyarakat itu. Kalau menurut saya, kehidupan

sekarang juga sudah oke-oke aja.

D : Kalau untuk oplah dan perkembangan Harian Kompas itu sendiri

gimana, Pak?

J : Untuk oplahnya 530.000 eksemplar dan kalau kita (Kompas) sendiri

sih juga tak ada masalah. Artinya, saat orde baru mungkin adalah

masalah di mana pers bebas dan bertanggung jawab. Ada sedikit hal-

hal yang kita ketahui. Pada masa orde baru, berita itu pasti benar

karena apabila kita membuat berita salah tentu kita akan dibredel.

Tapi itu tidak semua kebenaran kita tulis. Lalu, pada era reformasi,

semua berita bisa saja diberitakan. Tapi kayaknya kalau sekarang

bandulnya sudah ke tengah. Dari satu bandul di kiri di mana yang

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 187: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

tidak bebas. Lalu awal reformasi, tiba-tiba bandulnya pindah, dari kiri

ke kanan jadi apa kemudian bergerak ke tengah, sejak berdiri tetap

dianggap koran yang kredibel. Kita bisa menjaga jadi tidak condong

kepada satu pihak saja, kita tetap dianggap sebagai satu-satunya

koran yang kredibel di Indonesia.

D : Pak, kalau untuk proses pembuatan berita di Harian Kompas itu

seperti apa yah?

J : Itu standar saja sama seperti media lain. Pertama, reporter turun ke

lapangan untuk mencari berita lalu berita dibawa pulang ke redaksi

lalu diberikan kepada redaksi untuk katakanlah disempurnakan editor,

dikirim ke korektor, dikembalikan lagi ke editor lalu editor lihat lagi.

Kalau misal ada yang salah akan dikoreksi lagi tapi kalau misalnya

sudah tidak ada yang salah yasudah. Kalau di Kompas beda dengan

koran lain. Dari editor bakal diperiksa lagi sama satu lembaga di

belakang namanya Lembaga Penyunting. Itu biasanya isinya editor-

editor senior. Mereka baca lagi sebelum diturunkan ke percetakan.

D : Kalau untuk kebijakan redaksionalnya Harian Kompas, Pak?

J : Oh kalau itu kan di rapat. Kita setiap pagi ada rapat jam 9 pagi.

Dalam rapat itu ada pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan

editor. Di situ kita ngobrol biasa aja untuk membahas masalah apa

yang terjadi hari ini, bagaimana kita melihat masalah itu, dan kita

mau menulisnya bagaimana. Lalu pada sore jam 4, kita rapat lagi.

Jadi, yang kita bahas di rapat pagi, akan kita bicarakan gimana

hasilnya di rapat sore. Kemudian, kita sepakati bagaimana cara

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 188: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

menulisnya. Pokoknya policy-nya bakal selalu kita jaga sedemikian

rupa.

D : Jadi, hanya pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan editor saja

yang mengikuti rapat tersebut? Bagaimana dengan reporter?

J : Reporter tentu pasti lagi di lapangan. Jadi, ketika pemimpin redaksi,

redaktur pelaksana, dan editor tengah mengadakan rapat lalu

pemimpin redaksi berbicara sesuatu tentu editor langsung

menghubungi reporternya yang lagi di lapangan itu untuk mencari

berita-berita yang dibahas. Tentu editor paham dan tahu di mana saja

reporter-reporternya itu. Pastinya, para reporter tetap di-briefing

untuk mencari berita apa dan bagaimana meliputnya.

D : Untuk berita-berita yang layak dimuat di Kompas?

J : Berita yang layak terbit di Kompas pastinya berita-berita yang

penting. Karena kita koran nasional, maka tentu berita-berita yang

berhubungan langsung dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

D : Masuk dalam penelitian yang dilakukan, hasil analisis menunjukkan

70% Kompas kontra terhadap RUU Pilkada. Apakah benar seperti

itu?

J : Hmm… RUU Pilkada dalam arti mereka ingin menarik kembali

pemilihan kepala daerah melalui DPRD yah? Hmm… ketika hal itu

sudah ditentukan oleh rakyat, kemudian ingin dikembalikan ke DPRD

lagi, yah kita memang anti akan hal itu. Sudah benar hal itu

diputuskan oleh rakyat di situ tetapi mengapa ingin dikembalikan lagi

ke DPRD. Jadi gini, kalau soal politik uang dimana-mana dapat

terjadi, baik ketika langsung atau tak langsung. Tapi cuma memang

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 189: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

lebih bagus apabila ditentukan oleh rakyat ketimbang cuma 400/500

anggota. Kan hal itu terlihat ironis apabila pemimpin hanya dipilih

oleh 400/500 anggota itu saja. Kita lihat saja pada tingkatan yang

lebih besar, yakni masyarakat. Jadi, kita memang kontra.

Misalnya, pada saat Megawati setelah era reformasi kan Soeharto

berhenti dan digantikan oleh BJ Habibie lalu ada pemilu tuh. Pada

waktu pemilu itu, DPR masih milih kan, padahal yang memiliki suara

terbanyak dari rakyat itu kan PDIP. Dari sisi politiknya, seharusnya

presiden terpilih dari partai yang paling menang dong.

Dalam standar internasional kan begitu tapi kan kita tidak lihat

permainan di DPR seperti apa dan tiba-tiba Gusdur yang menang dan

menjabat sebagai presiden. Nah kan, gimana gitu lho. Masa partai

yang dipilih oleh partai besar malah tidak mendapat apa-apa. Karena

itu, kita pikir begitu rakyat bisa menentukan, maka lebih baik

ditentukan oleh rakyat daripada hanya ditentukan oleh segelintir

orang yah memang lebih baik ditentukan oleh banyak orang. Dasar

kita, yakni kedaulatan rakyat tetap berada di tangan rakyat. Kalau

memang sudah pernah dilakukan pilkada langsung oleh rakyat, yah

kita lihat hasilnya pun baik. Lalu mengapa kita harus lawan itu lagi.

Kan kita mengkoreksi sesuatu ketika ragu apa yang dilakukan baik

atau tidak.

D : Kalau bapak bagaimana? Setuju atau tidak dengan RUU Pilkada?

J : Kita tetaplah, rakyat yang menentukan itu. Lebih banyak rakyat yang

menentukan merupakan hal yang terbaik.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 190: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

D : Sementara, mayoritas narasumber juga kontra. Bagaimana sih sistem

pemilihan narasumber itu sendiri, Pak?

J : Enggak. Itu memang kebetulan saja ketika hasil penelitian yang kamu

lakukan dari sisi narasumber menyebutkan bahwa hasilnya kontra

karena kita pada prinsipnya memang tidak memilih narasumber.

Untuk opini, kalau memang yang mereka pikirkan sesuai, revelan,

dan tidak membahayakan. Maksudnya, tidak mengandung SARA yah

kenapa kita harus tahan. Tidak sengaja itu pasti karena pasti memang

mayoritas lebih setuju dengan hal itu. Tapi kalau memang ada artikel

yang berlawanan masuk ke kita tapi penulisannya benar dan analisis

juga benar maka yah kita pernah mengalaminya. Kalau kita lihat

memang relevan yah kita masukkan. Tapi ada juga yang memang kita

request untuk menulisnya tapi kita gak pernah men-direct mereka

untuk menulisnya.

D : Tapi kalau untuk artikel berita?

J : Oh untuk artikel berita berbeda dengan artikel opini. Kalau di

Kompas, kita menyebut halaman enam atau tujuh (opini) sebagai

artikel, sementara untuk halaman lainnya, misal rubrik utama, politik

hukum, dan pokoknya di luar itu disebut dengan berita/feature. Kalau

berita, reporter yang mencari sendiri narasumbernya. Ketika ada

orang yang ngomong, maka ia harus memuat dua-duanya lah. Kita

memang selalu mengusahakan jumlah tiap narasumber pada tingkat

yang seimbang.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 191: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

D : Tapi memang kebanyakan artikel-artikel yang saya analisis, jumlah

antara narasumber pro, netral, dan kontra banyak yang tak seimbang

pak?

J : Hmm gini… Lagi-lagi mungkin ketika reporter turun ke lapangan

tidak ada narasumber lainnya untuk menyeimbangkan berita. Tapi

kita memang selalu mengusahakan untuk pada tingkat yang

seimbang.

D : Dampak yang diharapkan muncul dengan adanya pemberitaan soal

RUU Pilkada ini apa sih pak?

J : Kita berharap biar pemilihan kepala daerah secara langsung jangan

dicabut. Jalan yang paling benar adalah dipilih langsung oleh rakyat.

Kalau dalam hal-hal seperti ini saja mereka main-main, yah nanti kan

kita bisa tahu kalau main. Yah kayak pembuatan undang-undang ini

saja, mereka kan ada main. Kalau misalnya yang si A menang tapi

mereka tidak mau kan, nanti mereka bisa atur.

D : Berarti kalau memang seperti itu, bapak ingin meng-agendasetting-

kan masyarakat dong pak?

J : Paling enggak kita memberikan pemahaman kepada masyarakat kalau

ini lho yang lebih baik. Kalau memang kamu setuju yah kamu silakan

ikut. Gitu saja sih.

D : Kira-kira ada gak sih pengaruh dari luar media terkait pemberitaan

soal RUU Pilkada ini?

J : Enggaklah. Kita kira memang tidak ada karena dasarnya itu memang

akal sehat saja.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 192: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

D : Pak, untuk karakter dan cara surat kabar dalam menerbitkan berita itu

seperti apa sih pak?

J : Yah kita memang tidak ada karakter seperti yang tadi sudah saya

bilang sebelumnya. Satu masalah dan kalau masalah itu menyangkut

kepentingan orang banyak, semakin tinggi nilainya maka semakin

penting nilai beritanya untuk kita. Misalnya, katakanlah bensin naik,

pasti banyak kan yang terpengaruh dengan hal itu. Listrik naik. Hal

itu kan berpengaruh pada hajat hidup orang banyak. Kalau misalnya

anak presiden menikah, maka pemberitaannya yah secukupnya saja,

atau mungkin cukup foto saja. Ngapain dibesarkan, memang sih anak

presiden tapi kan tidak memengaruhi orang banyak.

D : Kalau untuk penempatan berita utama gimana pak?

J : Seperti itu tadi, semakin penting dan mempengaruhi orang banyak,

maka itulah yang Kompas letakkan pada halaman utama dan semakin

tinggi itu headline-nya. Intinya gini, semakin banyak berita atau

peristiwa itu memengaruhi banyak orang, semakin penting nilai

beritanya.

D : Tapi selama sebulan saya menganalisis berita terkait RUU Pilkada, 17

di antaranya masuk ke dalam berita utama. Berarti Kompas melihat

kalau 17 berita RUU Pilkada dalam sebulan kemarin itu termasuk

penting?

J : Yah memang benar. Dan menurut kami (Kompas), ketujuhbelas berita

itu merupakan berita penting dan memengaruhi hidup orang banyak

sehingga masuk ke dalam rubrik berita utama.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 193: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

D : Sementara, dari sisi narasumber memang banyak sekali yang dari

kelompok elite dibandingkan dengan kelompok akademisi, itu

bagaimana pak sistem mengatur dan memilih narasumber dalam

kedua kelompok itu? Apakah juga ada request dari editor atau

bagaimana yah pak?

J : Oh kalau itu, tidak yah. Kalau untuk berita, kita memang tidak pernah

seperti itu. Misalnya, kebetulan memang di DPR ada siapa, yah

terang saja itu masuk ke dalam kelompok elite. Gak mungkin dong

kita ambil narasumber dari jalanan, kan gak mungkin seperti itu,

urusannya apa. Misal gampangnya aja deh, misal kamu ingin pergi

dengan pacar kamu tapi tak mendapat izin dari ayahmu, tentu kan

kamu bakal minta ibumu untuk ngomong kepada ayahmu. Tentunya

kamu bakal minta orang yang paling berpengaruh untuk bicara. Nah,

berita juga begitu. Kenapa elite? Orang elite kan ada di lingkar itu

juga. Jadi kalau memang diomongin sama orang yang lebih tahu pasti

ia akan denger daripada orang di keluharan, yah buat apa gitu.

Katakanlah, kalau RUU Pilkada ini masalah nasional, tentu kalau

orang DPR yang ngomong, orang bakalan denger. Lingkupnya

pengaruh.

D : Untuk harapan dengan pemberitaan ini, Pak?

J : Kita harapkan bahwa semua sadar jadi rakyat lewat cara-cara tertentu

kalau mereka mendukung adanya pemilihan kepala daerah secara

langsung. Jadi, menentang RUU Pilkada karena itu tak benar, karena

mereka mengambil kebebasan kita. Arah kita kan itu. Selain itu,

tujuan kita salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 194: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

masyarakat. Jadi masyarakat cerdas merupakan bagian dari kita.

kalau kamu setuju, yah kamu dukung. Kalau kamu gak setuju, yah

yaudah kamu gak usah dukung.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 195: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

TRANSKRIP WAWANCARA II

Narasumber : Pengamat dan Peneliti Politik, Ikrar Nusa Bhakti

Lokasi/Waktu : Museum Bioteknologi Bogor/ 29 Desember 2014 (11.00)

Desy (D) : Pak, pandangan bapak mengenai RUU Pilkada gimana?

Ikrar (I) : Jadi gini yah, jadi memang kalau kita lihat sebelum masuk ke soal itu

yang repot ini bahwa teman-teman di Dewan Perwakilan Rakyat tidak

menyadari bahwa apa yang namanya undang-undang itu bukan untuk

kepentingan mereka tetapi untuk kepentingan negeri ini atau bangsa

dan negara ini. Itu yang kita harapkan bahwa yang kita lihat adalah

mereka itu yang membuat undang-undang. Harusnya pembuatan

undang-undang merupakan yang terbaik untuk negeri ini, bukan

justru malah terbaik untuk mereka atau untuk kelompok mereka. Nah,

kalau kita perhatikan, ini kan pembuatan rancangan undang-undang

pemilihan kepala daerah ini terkait dengan politik pada tingkatan

nasional, yang jika kamu tahu bahwa pada saat itu belum terbentuk

Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih, tapi yang jelas-

jelas bahwa pengelompokan itu sudah terjadi pada DPR yang lalu,

yakni pada DPR 2009-2014.

Dan kita juga tahu bahwa mereka memang kelihatan ingin

menggiring, bahwa kalau mereka berhasil menggolkan pemilihan

kepala daerah melalui DPRD, maka bukan mustahil juga kalau akan

mungkin bermaksud untuk menggolkan pemilu presiden melalui

MPR dengan dalih bahwa itulah demokrasi Indonesia yang bersifat

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 196: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

pancasila, melalui musyawarah mufakat. Walaupun kita tahu yang

namanya demokrasi itu seharusnya people, di mana orang bawah

yang menentukan. Ajaran demokrasi pun menentukan, walaupun

misalnya orang-orang pintar seperti saya ataupun orang-orang di

pemerintahan ataupun presiden ataupun DPR bisa membuat

keputusan, mungkin lebih baik dari keputusan yang dibuat oleh

rakyat, tapi ajaran demokrasi mengajarkan bahwa tetap yang

diputuskan oleh rakyat merupakan yang terbaik. Mengapa yang

terbaik? Karena dengan cara-cara seperti itulah dengan memberikan

kesempatan rakyat dalam berpartisipasi politik merupakan itu yang

kemudian gimana mereka bisa belajar dari kesalahan memilih orang,

bagaimana memilih yang baik, mereka bisa belajar memilah-milah

kampanye-kampanye politik dan sebagainya. Jadi, dengan

pembelajaran politik seperti itu, mereka bisa menjadi orang-orang

yang dewasa dan bertanggung jawab.

Namun, Republik Indonesia ini aneh yah. Mengapa aneh? Karena

Undang-Undang Pemilu mengatakan bahwa orang-orang yang

berusia 17 tahun atau sudah menikah boleh mengikuti pemilu.

Padahal yang kita tahu di Jepang bahwa orang dianggap dewasa

apabila sudah berusia 19 tahun. Sementara, di negara barat misalnya

Australia dan sebagainya, itu usia orang dewasa adalah 21 tahun.

Jadi, lagi-lagi mengapa akhirnya DPR seperti itu? Karena memang

mereka membuat undang-undang atas dasar mereka menang-

menangan dari jumlah mereka melakukan voting, bukan atas dasar

kira-kira apa yang terbaik bagi Republik Indonesia. Mengapa

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 197: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

demikian? Karena kita tahu mengapa banyak orang yang justru

menentang, Kompas juga pasti menentang. Kenapa demikian? Karena

apabila kita mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD

atau mungkin malah pemilihan presiden oleh MPR, itu yang terjadi

malah membalikkan waktu ke era orde baru, bagaimana kita tahu

bahwa semuanya tergantung pada presiden atau lembaga eksekutif itu

yang memiliki kekuasaan MPR. Kenapa demikian? Kalau itu terjadi,

sangat mudah bagi calon pemimpin untuk menjadi pemimpin hanya

dengan menggerakkan cuma sedikit orang. Anggota DPR ini berapa

orang sih, kita bisa ambil contoh misalnya bahwa kamu lihat anggota

DPR tergantung jumlah penduduknya, adanya 20, 80, tergantung luas

wilayah dan jumlah penduduknya. Jadi, bisa lebih mudah melakukan

maniest politics kalau misalnya mereka melakukan itu kepada rakyat

karena tidak mungkin memiliki uang untuk membayar suara rakyat

tersebut.

D : Oke, jadi bisa dikatakan kalau bapak sendiri kontra terhadap RUU

Pilkada itu?

I : Ya, saya memang kontra tapi saya bukan kontra terhadap RUU

pemilihan kepala daerah oleh DPRD tapi saya kontra terhadap, satu

karena cara-cara pembuatan undang-undang itu tidak didasari hasil

rembukan pikiran yang begitu lama dan benar matang tapi hanya

didasari pada menang-menangan

Kalau mereka mengatakan bahwa Indonesia ini dikategorikan sebagai

musyawarah mufakat, kenapa mereka di dalam pembuatan undang-

undang tidak dilakukan melalui musyawarah mufakat tapi dengan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 198: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

voting. Walaupun melalaui DPRD dilakukan dengan musyawarah

mufakat, itu juga tidak, tapi pasti dengan voting karena memang

jumlah orangnya saja yang memang sedikit dibandingkan dengan

pemilukada langsung. Itulah yang menurut saya, pemilihan semacam

itu bertentangan dengan demokrasi. Kenapa seperti itu? Karena

mereka bisa bilang bahwa di Amerika, Inggris, pemilihan Perdana

Menteri lewat DPR atau parlemen, maka yang menjadi pertanyaan

saya adalah mereka mengerti tidak di negara-negara dengan sistem

parlementer, di mana antara perlemen dengan pemerintah itu kan

satu, tidak ada separation of power, di mana yang namanya Perdana

Menteri merupakan anggota parlemen dan di dalam negara-negara

yang terbagi dua, seperti antara Australia yang ada Partai Buruh,

Partai Liberal Nasional atau di Inggris di mana ada Partai Buruh dan

Konservatif, yah dua partai itu. Rakyat memilih bukan hanya partai

itu tapi juga siapa yang kira-kira yang didukung partai itu untuk

menjadi perdana menteri. Makanya, tetap saja pemilihan perdana

menteri juga langsung walaupun memang parlemen yang melegalkan

hal itu. Jadi itu yang harus kita perhatikan. Sudah baca tulisan Viva

Yoga yang mengatakan apabila itu merupakan keinginan rakyat,

mana? Keinginan rakyat yang mana? Katanya dibilang merupakan

hasil menyaring dari keinginan rakyat. Itu bohong besar. Kenapa

bohong besar? Karena berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh

Kompas atau oleh Lembaga Survei Indonesia itu mengatakan bahwa

sekian persen rakyat lebih memilih untuk pemilukada langsung

dibanding dengan pemilukada oleh DPRD. Mengapa demikian? Itu

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 199: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

bukan karena mereka ingin mendapatkan uang, tapi karena apabila

memang dipilih oleh DPRD, mereka tahu politisi-politisi itulah yang

nantinya dapat menentukan jadi kepala daerah. Pada dasarnya politisi

itu semuanya busuk, hanya berbeda tingkatannya saja yang seberapa

yang membedakan. Misalnya partai PKS yang korupsi daging sapi

dan lainnya. Jadi, yang saya katakan di sini apabila pilkada

dikembalikan melalui DPRD berarti mengembalikan politik indonesia

menjadi elistis, bukan politik yang memberikan kesempatan kepada

rakyat untuk menentukan masa depannya sendiri.

D : Tapi justru berdasarkan beragam sumber media menyebutkan apabila

pilkada langsung malah memakan banyak biaya, jadi itu gimana pak?

I : Jadi begini, untuk apa dulu? Kalau memang untuk membuat baliho,

door to door itu kan udah pasti. Setiap orang yang ingin maju

menjadi anggota DPRD ataupun kepala daerah pasti harus

menyiapkan uang. Jangan justru mengsalahartikan bahwa uang itu

justru malah dibagi-bagikan. Kebiasaan inilah yang justru harus

dihilangkan. Apabila orang tidak dikasih uang, baik 10 ribu atau 20

ribu dan sebagainya, itu kan pasti orang akan terbiasa untuk memilih.

Pemilukada di DKI misalnya, kemudian memang Jokowi

mengeluarkan uang seberapa sih dibanding dengan Foke yang

mencoba untuk membeli suara. Jika dilihat dari pemilihan di DKI itu

bahwa rasa nasionalitasnya lebih tinggi. Memang untuk pemilihan itu

pasti membutuhkan banyak uang dan pasti mahal. Demokrasi tak ada

yang murah. Tapi masalahnya apakah uang itu benar-benar untuk

kampanye atau malah justru digunakan untuk membeli suara.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 200: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

Menurut saya, rasionalitas itu akan lebih banyak bermain

dibandingkan dengan hanya menyebarkan uang begitu saja.

D : Pak, berdasarkan analisis yang telah saya lakukan, Harian Kompas

sebanyak 70 persen kontra terhadap hal itu. Menurut bapak wajar gak

sih media bersikap kontra terhadap suatu hal?

I : Jadi begini, ini yang harus anda lihat apa fungsi media. Kamu kan

tahu fungsi Kompas sebagai entertainment, education, dan

information. Ini yang paling minim lah yah. Kamu tahu education

bukan hanya dalam pendidikan saja, melainkan juga dalam politik.

Dalam situasi krisis, believe or not, media pasti akan berpihak tapi

berpihak kepada siapa. Dia bukan berpihak kepada orang tapi

berpihak kepada sesuatu yang dianggap memiliki suatu kebenaran.

Kamu lihat The Jakarta Post, berapa hari sebelum pemilu ditulis

dalam editorial bahwa orang yang kami dukung dan kami pilih

adalah Joko Widodo. Kenapa demikian? Karena inilah yang akan

jauh dari hak asasi manusia dan sebagainya. Walaupun saat ini

memang banyak yang mengkritisi Jokowi. Jadi, harian Kompas

menurut saya juga seperti itu. Kalau kamu lihat tulisan saya di Harian

Kompas yang memang kontra terhadap hal itu. Tekanan yang saya

buat juga berpengaruh. Jadi gitu, media itu terlepas dia harus cover

both side, tapi walaupun yang dianggap sesuatu itu bisa berbahaya, di

DPR bisa jadi UU, walaupun dia membuat pemberitaan. Makanya,

jangan heran apabila 70 persen hasil pemberitaannya kontra.

D : Untuk pemilihan narasumbernya, kebanyakan pun berasal dari kaum

elite dibanding dengan narasumber akademisi.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 201: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

I : Kalau misalnya dilakukan wawancara mendalam, memang udah pasti

dipilih yang gunanya untuk mengimbangi survei itu. Itu hanya untuk

menguji. Nah, apabila dalam Harian Kompas itu lebih banyak yang

kaum elite, tak sedikit juga yang justru juga berasal dari opinion

leader. Biasanya kayak tracking institute.

D : Jadi, posisi sebuah media atau sebagaimana seharusnya media

bersikap yah pak?

I : Begini, apalagi Kompas yang sesuai dengan tagline-nya yakni Hati

Nurani Rakyat, berarti ia memang harus memperjuangkan hati nurani

rakyat. Walaupun memang tidak sepenuhnya benar. Walaupun

memang maaf kata Pak Jakob itu berseberangan dengan alm. PK.

Ojong yang dulunya itu menginginkan agar Kompas tidak dimiliki

oleh pribadi, tetapi dimiliki oleh para buruhnya makanya harus

memberikan sahamnya. Tapi justru sampai saat ini, Kompas justru tak

memberikan sahamnya. Intinya, apabila memang menyangkut

kepentingan bangsa, mau tidak mau media anti dengan RUU Pilkada.

Kenapa demikian? Pada tahun 1998 itu pengembalian demokrasi

yang semula elistis menjadi sistem politik yang semuanya bergantung

pada rakyat. Jadi, apabila Kompas tidak mendukung adanya pemilu

kepala daerah secara langsung, itu artinya sama saja Kompas

membalikkan jarum jam ke era sebelum 98, di mana eksekutif itu

menjadi penentu dari semua dinamika politik yang ada di Indonesia

dan itulah yang justru tidak diinginkan.

D : Kira-kira ada gak sih perbedaan atau perubahan nilai dalam Harian

Kompas sejak awal berdiri hingga saat ini? Mungkin pemberitaan

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 202: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

yang lebih berhati-hati atau mungkin lebih berani atau bagaimana,

Pak?

I : Kompas dulu itu termasuk media yang konservatif, Kompas bukan

termasuk media yang berani seperti koran Sinar Harapan, yang

sekarang pecah menjadi Suara Pembaharuan. Dulu itu, pada era baru

saya merupakan salah satu orang yang aktif dalam pers kampus dan

dulu itu ketika Pak Jakob memberikan kuliah kepada pers kampus,

dia bilang salah satu tolok ukur atau indikator untuk melihat kami

mau menaiki beritanya adalah Koran Kampus UI Salemba. Kenapa

demikian? Karena apabila Pers UI Salemba menulis berita dan tidak

menghasilkan apa-apa, maka Kompas itu di bawahnya koran UI

Salemba tersebut. Dalam hal keberanian. Makanya dalam sejarah

orde baru, Kompas itu baru satu kali dibredel, termasuk korannya

Harmoko. Jadi, kalau mau dikatakan, Kompas itu tidak seberani

Koran Sinar Harapan, yang di mana Sinar Harapan yang pernah

mendahului pemerintah dalam hal menaikkan berita soal BBM. Tapi

satu hal yang memang tidak berubah dari Koran Kompas adalah

human interest-nya yang memang paling menonjol, baik dalam artian

bentuk cara penulisan maupun dalam public interest. Itulah yang

lebih didahulukan oleh Kompas. Makanya, kalau diperhatikan, bukan

cuma pemberitaan tapi juga policy pemberitaan Kompas dalam

memasukkan berita dalam halaman enam atau tujuh. Selama pemilu

presiden, hampir-hampir tidak ada artikel opini yang memuat terkait

Prabowo. Isinya paling yang sejalan, senasib, dan sepenanggungan.

Kenapa begitu? Karena seperti yang diketahui kepentingan umum

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 203: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

dalam arti yang sebenar-benarnya itu masih dijaga oleh Harian

Kompas, samalah dengan Sinar Harapan dan Suara Pembaruan yang

kini di bawah Lippo. Tapi tetap nafas TDS dan teman-temannya yang

agak kekiri-kirian dianggap sebagai berani dan berbeda dengan posisi

pemerintah.

D : Tapi kalau untuk sekarang, Kompas menjadi lebih berani gitu pak?

I : Kompas kenapa menjadi lebih berani karena memang sekarang sudah

tidak ada lagi lembaga departemen penerangan atau dirjen pers dan

grafika yang dulu bisa mencabut surat ijin penerbitan pers atau surat

ijin terbit, maka sekarang orang bisa menulis apa saja dalam media

itu, paling kalau misal SBY tidak suka cuma ditegor saja tapi kan

tidak ada kekuasaan untuk membredel seperti saat pada masa orde

baru. Selain itu, karena Harian Kompas merupakan koran yang

pembinaannya Katolik, maka menurut saya satu hal yang juga masih

dijaga oleh Kompas adalah terkait dengan agama khususnya Islam tak

berani. Jadi itu aja yang memang ditakuti oleh Kompas, sesuatu berita

yang memang bisa menimbulkan gesekan sosial religius yang terkait

dengan Islam. Kedua, ia sangat berhati-hati dengan tentara. Mungkin

trauma mereka akan tentara itu masih ada. Makanya, saya juga

samalah dengan Kompas yang terkait dengan radikalisme Islam atau

tentara, saya memang lebih berhati-hati walaupun memang saya lebih

berani daripada Kompas.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 204: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

TRANSKRIP WAWANCARA III

Narasumber : Pengamat Politik, Syamsuddin Haris

Lokasi/Waktu : Via Surat Elektronik/ 27 Desember 2014 (14.30 WIB)

Desy (D) : Bagaimana pandangan bapak mengenai RUU Pilkada itu

sendiri?

Syamsuddin (S) : Mungkin yang kamu maksud adalah UU Pilkada, karena

sekarang telah menjadi UU dan bahkan UU Pilkada tersebut

telah dibatalkan oleh Perppu No. 1 Tahun 2014 yang diterbitkan

oleh Presiden SBY. UU Pilkada tentu saja perlu sebagai payung

hukum pelaksanaan pilkada.

D : Kalau bapak sendiri, lebih mengarah pada pro atau kontra atau

netral terkait RUU Pilkada tersebut? Bisa diberikan alasannya?

S : Saya mendorong dilakukan pilkada secara langsung oleh rakyat.

Alasannya antara lain: sebagai perwujudan kedaulatan rakyat,

untuk menghindari oligarki parpol di DPRD, dan juga agar

kepala daerah bertanggung jawab kepada rakyat yang

memilihnya, bukan ke DPRD.

D : Pilkada langsung vs Pilkada oleh DPRD? Mana yang terbaik

menurut bapak? Mengapa?

S : Sudah dijawab dalam pertanyaan sebelumnya. Yang lebih baik

pilkada secara langsung oleh rakyat.

D : Berdasarkan beberapa sumber berita, pilkada tidak langsung

mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang korupsi,

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 205: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

apakah benar dapat seperti itu? Sementara, apabila pilkada

langsung justru malah dapat memakan pengeluaran yang cukup

besar? Bagaimana menurut bapak?

S : Pilkada oleh DPRD menjadikan demokrasi kita mundur dan

belum tentu lebih efisien dibandingkan pilkada secara langsung.

Lagipula memang tidak ada demokrasi yang murah. Kalau

murah tidak perlu dipilih tapi ditunjuk saja.

D : Kalau menurut bapak, mengapa resistensi terhadap RUU

Pilkada itu cukup kuat sehingga mampu mendorong masyarakat

untuk ikut ramai-ramai ikut menghujat/menolak RUU Pilkada

tersebut? Walaupun memang ada pula yang justru

menerima/menyetujui RUU Pilkada.

S : Resistensi terhadap UU Pilkada yang disahkan DPR tinggi

karena parpol di Senayan memaksakan kehendak mengubah

pilkada langsung menjadi pilkada tidak langsung melalui

DPRD padahal rakyat umumnya (sesuai hasil survei LSI, juga

survei Kompas) menghendaki pilkada langsung oleh rakyat.

D : Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat

kesimpulan bahwa Kompas bersikap kontra terhadap

pemberitaan soal Rancangan Undang-Undang Pemilihan

Kepala Daerah (yakni lebih dari 70% pemberitaannya kontra).

Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal itu?

S : Sebenarnya bukan begitu, Kompas berpihak kepada pilkada

secara langsung karena itulah yang sesuai kedaulatan rakyat.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 206: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

D : Apakah hal itu merupakan sesuatu yang wajar sebagai sebuah

media?

S : Wajar saja, karena bagaimana pun media harus berpihak pada

kepentingan umum atau kepentingan publik.

D : Sementara, untuk pemilihan narasumbernya sendiri pun

memang juga tergolong kontra, menurut bapak?

S : Juga sangat wajar untuk mendukung posisi keberpihakan

kepada kepentingan umum.

D : Selain itu, dalam pemilihan narasumber pun kebanyakan berasal

dari narasumber elite dan jarang ada narasumber yang berasal

dari publik (masy.umum), bagaimana tanggapan bapak?

S : Juga wajar, karena belum tentu narasumber dari masyarakat

umum bisa menanggapi isu dalam perdebatan publik.

D : Bagaimana seharusnya sebuah media menentukan narasumber

dalam berita yang ditulisnya? Bagaimana pembagian yang

seharusnya dilakukan oleh sebuah media dalam menentukan

narasumber elite, akademisi, dan masyarakat umum?

S : Yang penting berimbang, tidak hanya dari satu pihak atau

sumber.

D : Kalau menurut bapak, bagaimanakah sebuah media bersikap

seharusnya dalam sisi pemilihan narasumber, konten, dan

lainnya (secara keseluruhan)?

S : Sudah dijawab pada nomor 10, yang penting berimbang.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015

Page 207: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/764/8/LAMPIRAN.pdf · Jangan dipaksakan Secara terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta

D : Bagaimana pola pikir bapak dalam memandang ideologi

humanis transedental-nya Jakob Oetama sebagai pendiri

Kompas?

S : Ideologi Pak Jakob tentu saja bagus karena beliau

memperjuangkan sisi kemanusiaan di atas yang lain.

D : Ada gak sih perubahan atau pergeseran nilai dari awal Harian

Kompas ini dibangun hingga saat ini? Apakah mungkin saat ini

Kompas tergolong lebih berani dalam pemberitaannya atau

bagaimanakah?

S : Kompas cukup konsisten sejak dulu yakni berpihak kepada

kepentingan yang lebih besar, walaupun seringkali terlalu hati-

hati dalam pemberitaan.

Peran Politik..., Desy Hartini, FIKOM UMN, 2015