laporan evaluasi pemantauan penyelenggaraan pemilu 2014 di luar
TRANSCRIPT
1
LAPORAN EVALUASI PEMANTAUAN
PENYELENGGARAAN PEMILU 2014 DI LUAR NEGERI
Sekretariat: Jl. Puloasem Utara I No. 16 RT.008RW. 001
Kel. Jati, Kec. Pulogadung, Jakarta Timur 13220 E-mail: [email protected] Telp/Fax: +62.21.4891386
Twitter: @migrantcare Website: www.migrantcare.net
2014
2
I. Pendahuluan
PEMILU 2014 telah selesai baik pemilu legislative maupun pemilu presiden dan wakil presiden.
Hasilnya pun telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Migrant CARE
sebagai lembaga pemantauan pemilu yang diakreditasi oleh KPU-RI dengan nomor
03/Pemantau Pemilu/KPU-RI/III/2013 juga telah menuntaskan proses pemantauan pemilu 2014
khususnya di Luar Negeri, mulai dari tahapan penetapan DPS, DPT, DCS dan DCT tahapan
pemungutan suara hingga pada penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Sebagai satu-satunya lembaga pemantau Pemilu yang memantau pelaksanaan Pemilu RI di luar
negeri, Migrant CARE juga melakukan pemantauan pemilu pendahuluan (early voting) di tiga
negara (Hongkong, Malaysia dan Singapura).
Reformasi tahun 1998 di Indonesia memberi pengaruh positif pada masa transisi menuju
demokrasi. Salah satunya ditandai dengan dilaksanakannya beberapa kali pemilihan umum
legislative dan pemilihan presiden secara langsung. Dan pada tahun 2014 pemilu secara
langsung akan kembali dilaksanakan, baik Pemilu Legislatif maupun presiden.
Satu hal yang perlu dicermati dalam proses pemilu 2009 adalah pemerintah Indonesia kurang
maksimal atau bahkan bisa dikatakan mengabaikan pemenuhan hak politik buruh migran yang
notabene adalah warga negara Indonesia yang punya hak politik yang sama dengan warga
negara lainnya. Bahkan secara nyata, setiap tahunnya buruh migran Indonesia menyumbangkan
remmitansi dari keringat mereka sebesar 70 Trilyun Rupiah kepada pemerintah ndonesia dari
6,5 juta buruh migran Indonesia di Luar Negeri.
Dalam sistem pemilu yang diregulasikan dalam UU No 8 tahun 2012, juga tidak menunjukkan
ada perubahan yang berarti untuk keterwakilan politik warga negara Indonesia yang ada di Luar
Negeri, khususnya buruh migran. Realitas ini menunjukkan betapa buruh migran Indonesia yang
ada di luar negeri hanya menjadi pelengkap dalam pemilu dan termarjinalkan secara politik.
Padahal problematika yang dihadapi buruh migran selama ini (yang terus menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya) memerlukan regulasi yang protektif untuk mereka. Pemilu
3
semestinya bisa sebagai salah satu jalan untuk kesejahteraan dan perbaikan nasib buruh migran
Indonesia.
Pengalaman dari pemilu legislatif 2009 menunjukkan kurang dari 20% buruh migran Indonesia
yang menggunakan hak politiknya. Di Malaysia, dari 2,5 juta buruh migran hanya 831.705 yang
terdaftar sebagai pemilih dan hanya 46.850 yang menggunakan hak pilihnya, artinya hanya 5%
buruh migran Indonesia di Malaysia yeng terpenuhi hak politiknya dalam pemilu 2009 silam.
Rendahnya partisipasi buruh migran dalam pemilu dilatar belakangi oleh berbagai hal. Pertama,
proses pendataan buruh migran di luar negeri kurang maksimal. Proses pendataan untuk buruh
migran tersebut diperlemah oleh UU No 8 TAHUN 2012 tentang PILEG, dimana dalam pasal 41
ayat 1 dinyatakan ”Setiap kepala perwakilan RI menyediakan data penduduk warga negara
Indonesia dan data penduduk potensial pemilih pemilu di negara akreditasinya”. Kata
menyediakan dalam pasal tersebut menunjukkan tidak ada mandat bagi perwakilan RI untuk
mendata penduduk potensial pemilih yang dimaksud adalah buruh migran. Sementara realitas
yang ada di Luar negeri menunjukkan bahwa adminitrasi dan data base buruh migran yang ada
di luar negeri masih belum mapan, hingga kini Depnakertrans RI, BNP2TKI, Perwakilan
Indonesia KBRI maupun KJRI dan Kemenlu belum malakukan pembenahan dalam sistem
database.
Kedua, buruh migran di negara tujuan tersebar dalam berbagai wilayah atau daerah, sedangkan
jumlah TPS yang diizinkan oleh negara setempat sangat terbatas. Ketiga, Sistem pengiriman
suara melalui pos belum maksimal dan berjalan efektif.
Berberapa kendala di atas berdampak langsung terhadap meningkat atau tidaknya jumlah
partisipasi buruh migran di luar negeri dalam pemilu 2014 nanti. Pada tanggal 4 November
2013, KPU telah menetapkan DPT baik dalam maupun luar negeri. DPT luar negeri berjumlah
2.010.280 pemilih dengan 873 TPS di perwakilan-perwakilan RI. Dari sejumlah DPT tersebut,
Migrant CARE memperkirakan masih ada sekitar 4,5 juta buruh migran yang tidak terdaftar
sebagai pemilih. http://pemilu.okezone.com/read/2013/11/04/568/891859/kpu-harus-
4
pastikan-dpt-luar-negeri-terakomodasi . Selain tidak representatif, Migrant CARE juga
menemukan ratusan ribu pemilih dalam DPT LN tidak valid datanya.
http://nasional.kompas.com/read/2013/10/22/1955057/Ini.Penyebab.Kekacauan.DPT.Luar.Ne
geri.
Indonesia seharusnya bisa bercermin dengan Filipina yang serius melakukan upaya pemenuhan
hak politik buruh migran Filipina dalam penyelenggaraan pemilu. Filipina menjamin hak politik
buruh migran nya dengan mengesahkan Republic Act No 9189, An Providing For a System of
Overseas Absentee Voting by Qualified Citizen iof the philipines Abroad, Appropriating Funds
Therefor, and for Other Purposes, pada 13 Februari 2002. UU ini secara specifik mengatur
pelaksanaan pemilu bagi buruh migran Filipina yang ada di luar negeri, UU ini secara detail
mengatur pemenuhan hak politik buruh migran Filipina, mulai dari proses pendaftaran hingga
pelaksanaan pemilu.
Atas dasar realitas tersebut, Migrant CARE memandang penting untuk malakukan beberapa
intervensi, baik melalui dialog dengan KPU dan Bawaslu, serta partai politik maupun melakukan
monitoring secara langsung di beberapa negara tujuan buruh migran Indonesia (Malaysia Timur
Malaysia (Semenanjung), Singapura, Hongkong, Taiwan, Macau, Korea Selatan, Jepang,
Nunukan dan PJTKI serta Penampungan TKI di Jakarta) guna mendorong terpenuhinya hak
politik buruh migran Indonesia pada pemilu legislatif 2014.
Jaminan Konstitusional untuk Memilih bagi Warga Negara
Jaminan konstitusi ada pada Pasal 27 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Melayani Warga Negara Indonesia menggunakan hak pilihnya, siapapun dan dimanapun
mereka, menjadi landasan utama dalam penyelenggaraan pemilu di LN. Pasal ini member ruang
kita mempunyai hak pilih dan dipilih. Semangat yang luar biasa untuk di dalam
menyelenggarakan pemungutan suara untuk menjalankan hak pilihnya.
5
Oleh karena itu prinsipnya sebisa mungkin tidak ada warga negara di luar negeri yang tidak
terlayani hak untuk memilihnya. Pemilihan di LN dibilang mahal dan itu memang adalah harga
jika kita ingin memenuhi hak hak warga negara dan bagaimana kemudian penyelenggaraan itu.
Jangan kasih label harga untuk demokrasi.
Berbagai instrumen HAM juga mengatur tentang partisipasi, antara lain: Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi
Internasional mengeani Penghapusan Segara Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Konvensi CEDAW), Konvensi Internasional tentang Perlindungan hak –hak buruh migran dan
keluarganya, Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,
Piagam Afrika mengeani Hak Asasi Manusia dan Hak Bangsa, Konvensi Amerika mengenai Hak-
hak Manusia, dan Protokol Pertama pada Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak-hak Asasi
Manusia dan Kebebasan Fundamental (Konvensi Eropa).
Pasal 41 Konvensi Internasional tentang Pemenuhan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota
Keluarganya. (1) Buruh migran dan anggota keluarganya berhak untuk berpartisipasi dalam
masalah pemerintahan di negara asalnya dan untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum
di negara tersebut, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Negara-negara yang
bersangkutan harus memfasilitasi pelaksanaan hak ini sebagaimana perlu dan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan mereka.
II. Tujuan kegiatan pemantauan Pemilu 2014 yang diselenggarakan oleh Migrant CARE
adalah:
a. Mendorong pemenuhan hak politik buruh migran di luar negeri dalam pemilu 2014
b. Mendorong buruh migrant untuk melek politik, pendidikan politik dan pemantauan.
c. Mendorong adanya peningkatan partisipasi buruh migran dalam pemilu 2014 dengan
merujuk pemilu 2009 yang kurang dari 20% buruh migran yang menggunakan hak
politiknya.
6
d. Membangun kesadaran komunitas buruh migran untuk tidak memilih partai politik yang
tidak mempunyai agenda perlindungan bagi buruh migrant Indonesia.
III. Catatan Migrant CARE terhadap Penyelenggaraan PEMILU 2014 di Hongkong,
Malaysia, Singapura, Perbatasan dan Penampungan-penampungan Calon Buruh
Migran Indonesia di Jakarta
Catatan ini merupakan evaluasi dari pemantauan Pemilu 2014 dibandingkan dengan
pemantaun Pemilu 2009 yang dilakukan Migrant CARE di Malaysia (Kualalumpur, Johor
Bahru dan Sabah), Singapura, Hongkong, Nunukan dan Jakarta (di wilayah-wilayah
penampungan calon buruh migran). Pemantauan dilakukan pada keseluruhan tahapan
Pemilu, mulai dari pendaftaran pemilih-penetapan DPTLN (Daftar Pemilih Tetap Luar
Negeri), masa kampanye, masa tenang, pungutan suara, penghitungan suara, dan
penetapan hasil. Adanya terobosan di Hongkong dengan penyelenggaraan Pemilu di
Victoria Park
Tujuan dilakukannya pemantauan adalah untuk memastikan buruh migran terdaftar sebagai
pemilih dan dapat menggunakan hak pilihnya, kinerja para penyelenggara pemilu di luar
negeri independen dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk
mendukung kepentingan kelompok tertentu karena di beberapa negara ada Duta Besarnya
yang dari partai politik serta keterbukaan informasi dari perwakilan dan penyelenggara
pemilu di luar negeri mengenai daftar pemilih, tata cara pemilu dan informasi terkait
kandidat yang berlaga pada pemilu, baik pada saat pemilu legislatif maupun pemilu
presiden
7
Temuan Utama
Lemahnya Kebijakan
Calon TKI Kehilangan
Hak Pilih
Partisipasi meningkat
Kurang kuatnya
PPLN
Dropping box dan Pos tidak
Efektif
Adanya Terobosan
Tidak ada transparansi
Danakuntabilitas
Lemahnya regulasi
UU Nomor 10 Tahun
2008
Ketentuan Penyelenggaraan
Pemilu di Luar Negeri
Masalah-masalah yang dihadapi
Pasal 41 -46
Ketentuan Mengenai
Pendaftaran Pemilih
- Perwakilan harus
menyediakan data
penduduk potensial
pemilih di luar negeri
- PPLN harus
melakukan
pendataan pemilih
dan pemutakhiran
data pemilih
- Ketersediaan data terbatas,
karena lemahnya database
tentang buruh migran
- Akurasi dan kerahasiaan data
pemilih
- Bagaimana memastikan
pemutakhiran data itu benar-
benar dilakukan? Bagaimana
memastikan masyarakat
mengetahui informasi
DPS/DPT?
8
- Bagimana memastikan
tanggapan/informasi dari
masyarakat tersebut
direspons secara signifikan?
- Bagaimana memastikan
ketersediaan akses bagi
institusi pengawas/pemantau
terhadap proses ini?
- Bagaimana mematikan DPT
dapat diakses seluruh WNI di
luar negeri?
Pasal 157- 171
Ketentuan Mengenai
Pungutan Suara di Luar
Negeri
- WNI di luar negeri
hanya memilih calon
anggota DPR RI
- Pungutan suara
dilakukan melalui
TPSLN di perwakilan
dan pos yang
disampaikan kepada
PPLN di perwakilan RI
- Luar negeri memilih DPR RI
dapil DKI II (Jakarta Selatan,
Jakarta Pusat dan Luar
Negeri), dimana bagi buruh
migran tidak ada hubungan
konstutensi dengan DPR yang
dipilih mereka, karena luar
negeri bukan dapil sendiri
- Aturan operasional tentang
pungutan suara mengenai
pos tidak jelas, sehingga
banyak muncul masalah di
lapangan
- Mekanisme alternatif lainnya
dalam pungutan suara, yaitu
dropping box tidak diatur
dalam UU ini
9
Pasal 172 – 182
Ketentuan Mengenai
Penghitungan Suara
Penghitungan suara di TPSLN
dan pos
- Masalah penghitungan suara
dari pungutan suara melalui
pos dan dropping box sangat
komprehensif, karenabelum
terbangun standar baku dari
KPU yang komprehensif
Menurut IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance):Indonesia adalah satu dari 110
negara di dunia ini yang mengakomodasi sistem pemilihan umum yang memungkinkan warga
negaranya di luar negeri (termasuk buruh migran) tetap bisa ikut berpartisipasi.
Mekanisme pemilihan luar negeri:
Mekanisme Negara
Memilih secara langsung Afghanistan, Ekuador, Polandia, Maldova, Iran,
Indonesia dan Yamen.
Memilih melalui pos Austria, Jerman, Zimbabwe, Indonesia dan
Norwegia
Memilih melalui perantara (proxy voting) Mauritius, Nauru, Togo, dan Vanuatu
Memilih dengan menggunakan elektronik (E-
voting)
Memilih dengan mesin faks (faks voting)
Penyelenggara pemilu LN
• Terlambat di bentuk, kapasitas terbatas, Jumlah SDM terbatas, independensi?
• PPLN: sampingan?
10
• Masalah yang dihadapi PPLN: Ketersediaan waktu terbatas, ketersediaan data ala
kadarnya (minim), tahapan Pemilu berubah-ubah, mekanisme pungutan suara yang
belum ada standartnya dan dasar hukum penyelenggaraan Pemilu di luar negeri yang
tidak jelas.
• Masalah Panwas LN: Terlambat di bentuk, kapasitas terbatas, Jumlah SDM terbatas,
independensi?
Masalah DPT pada Pemilu 2014 di LN
Masalah DPT Negara Jumlah
DPT Ganda Bahrain: 121, Qatar: 2.225, KL: 4.031,
Johor: 61.032, Hongkong: 1.138
68.547
Tidak ada nomor
paspor
Bahrain: 1326, Singapura: 85.849,
Brunei: 128, Hongkong: 735
88.038
Nomor paspor asal isi Tawau: 7, Hongkong: 217 224
Di bawah umur Hongkong: 66, Kinabalu: 500 566
WNA Hongkong 239
Almarhum Hongkong 6
Total 157.602
Modus DPT bermasalah versus anggaran pemilu:
• Jumlah DPT mendekati jumlah data penempatan di negara tujuan
• Buruh migran yang mengurus perpanjangan paspor ter entry sebagai pemilih sebanyak
berapa kali melakukan perpanjangan paspor
• Nomor paspor tidak diisi
• Nama DPT acak
• Jumlah DPT menentukan jumlah anggaran
Dropping dan pos belum efektif:
11
- Dropping box:
Pungutan suara melalui dropping box tidak diatur dalam peraturan KPU, sehingga
sebagai inisiatif baru model pungutan suara tidak memiliki legalitas hukum.
Tidak ada standar operasional yang baku
Tidak ada pengawasan
Rentan pelanggaran
Adanya dugaan mafia suara (keterlibatan PPTKIS dan agency)
- Mekanisme pos:
Tingkat surat suara tidak sah melalui pos sangat tinggi. Salah satunya karena model C4
yang harus dilampirkan. Di Hongkong, dari surat suara via pos 36.093 pemilih, 53% nya
tidak sah atau 19.118 suara karena tidak dilampiri Model C4.
Ribuan surat suara kembali ke perwakilan karena PRT migran pindah majikan, hal ini
karena update data di KBRI yang lemah dan dinamika mobilitas buruh migran juga
tinggi.
Permasalahan lainnya adalah calon buruh migrant kehilangan hak pilihnya. Meski masih di
dalam negeri, calon buruh sudah kehilangan hak konstitusionalnya untuk memilih. Pantauan
Migrante Care di penampungan Jakarta, 2.325 calon buruh migrant tidak bisa memilih. Seperti
terlihat pada tabel berikut:
Penampungan Wilayah Total
PT. Elkarim Makmur Sentosa, PT. Assalam Karya Manunggal, PT. Sabika Arabindo, PT. Barvo Mahdi, PT. Setia Chiliwung, PT. Setia Chiliwung
Jakarta Selatan 1.450 orang
PT. Virhada jaya , PT. Nanguma Sejati Jakarta Pusat 75 orang
PT. Bantal Perkasa Sejahtera , PT. Sabrina Pramita
Jakarta Timur 800 orang
2.325 Orang
12
Partisipasi Pemilih LN 2009 versus LN 2014
Beberapa catatan lain terkait pemilu LN, misalnya di Malaysia. Partisipasi meningkat signifikan.
Antusiasme buruh migran sangat besar untuk memilih pada Pilpres 2014. Pemilih di 60 TPS KBRI
KL dan SIK : 8.968 orang, 2 kali lipat pemilih TPS pada saat Pileg. PPLN melakukan upaya pro
aktif jemput pemilih melalui drop box keliling di 10 titik di Kulalaumpur
Di Singapura, partispiasi 2 kali lipat dari Pileg. Antusiasme pemilih sangat besar, baik pada
jumlah maupun varian profile pemilih: manula, difabel, ibu hamil, ibu dengan anak, orang sakit,
ABK. Partisipasi meningkat 2 kali lipat dari Pileg: 22.2230 pemilih. Inovasi baru: barcode,
standar pelayanan bagi pemilih. Pro aktif menjemput pemilih di RS.
Hongkong, partisipasi meningkat, tapi berakhir pilu. Antusiasme meningkat -> partsipasi
meningkat 3 kali lipat. Partsipasi di TPS: 23.863 orang. Ketidaksiapan PPLN dalam managemen
TPS, sehingga ada insiden. Kehadiran KPU dan Bawaslu, tidak kontributif saat insiden
berlangsung.
Refleksi penyelenggaraan pemilu di luar negeri
- Salah satu jadi persoalan adalah karena ketiadaan daerah pemilihan luar negeri.
Sehingga dia di desain jadi dapil 2 Jakarta. itu Jakarta pusat dan Jakarta selatan. Karakter
wilayah dan pemilih itu berbeda. Ketika dicampurkan dan tidak ada dapil khusus, maka
jadi sangat luas. Dampak dari ketiadaan daerah pemilihan ini ada representasi yang
13
terputus karena tadi anggota dewannya fokus di dalam negeri, ketika jalankan kerja di
DPR itu tidak menggarap dan itu sungguh berbeda. Memang tidak sesederhana bahwa
ada representasi dan itu menghadirkan suara yang di luar negeri yang adalah buruh
migrant dan kawan-kawan diaspora lainnya adalah dengan punya wakil.
- Sebaran dan luasnya wilayah jangkauan. Pemilih di luar negeri terhalang sebaran dan
luasnya wilayah jangkaian. Ini
- Mobilisasi yang tinggi di beberapa Negara. Keluar masuknya warga itu didaerah
perbatasan itu juga tinggi.
- Partisipasi bukan hanya minim soal angka dimana pemilih itu bukan subjek tapi objek
saja. Relasi yang sifatnya interaksi aktif itu belum dirasakan optimal. Meski dalam
pemilu 2014 perwakilan ini dengan pola interaksi lebih modern. Misalnya kampanye di
youtube, google+ namun tidak semua juga aktif di sini.
- Perbedaan dan masalah filosofis, dan sosiologis, dan yuridis dengan locus pemilihan.
Tapi kalau ada sistem dan subsystem tiddak punya semangat yang sama di luar negeri
itu juga bermasalah. Misalnya kita berhadapan dengan kedaulatan dan atau kultur.
- Teknis penyelenggaran. Soal surat belum soal alamat yang tidak valid dan soal biaya
yang harus dikeluarkan. Sistem pemilu legislative dank arena sistem pemilunya
menyulitkan. Masalah drop box dalam konteks penggunaannya dan ada daluarsa, dan
ketika tidak bisa ditindaklanjuti itu kecurangan.
- Sosialisasi. Pemilu di luar negeri itu memang mahal. Kalau negara saja yang lakukan itu
belum ada metode yang bisa menjangkau ke ruang pemilih yang di luar negeri.
Beberapa terobosan:
- “Early Voting” – pemungutan suara tidak harus serentak pada 9 April atau 9 Juli 2014
Pasal 4 ayat (4) UU No. 8 Tahun 2012: Pemungutan suara di luar negeri dapat
dilaksanakan bersamaan atau sebelum pemungutan suara pada hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
- DPK daftar pemilih khusus dan DPKTb itu adalah konstitusional karena ada di konstitusi
yang ada. DPK ada kompleksitas, bisa memproteksi banyak pemilih.
14
- keterbukaan, meski masih jauh dari standar, untuk mempublish daftar pemilih dan hasil
pemungutan suara ke website itu bagus.
Early voting:
• EARLY IN-PERSON VOTING: Voters can cast a ballot by appearing in person at a local
elections office or other designated location during a designated period prior to Election
Day (http://www.demos.org/publication/what-early-voting).
• ABSENTEE VOTING: Voters submit their ballots via mail or by dropping them off at
designated locations. Voters simply apply for and receive an absentee ballot in the days
or weeks before Election Day. Ideally, absentee ballots are available to any eligible
voter, without requiring a narrowly defined reason or “excuse” to obtain and vote an
absentee ballot (http://www.demos.org/publication/what-early-voting).
• Early voting allows voters to cast their ballots in person before Election Day. The
practice is legal in about two-thirds of the United States. Voters in most states that
allow early voting do not need to provide a reason to exercise their right to vote
(http://uspolitics.about.com/od/glossary/a/What-Is-Early-Voting.htm)Kalau lebih dulu
dari dalam negeri itu iya, dan ini meamng harus dibenahi ini baik jika pemutakhiran data
kita baik.
Refleksi Pengawasan di Luar Negeri
Bawaslu mencatat hal hal sejenis dan ada beberapa yang disampaikan dan kami
mengkonfirmasi memang ada hal tersebut namun ada beberapa yang belum. Dasar
pelaksanaan pengawasan Pilpres 2014 oleh Panwas LN:
1) Surat Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 0702/Bawaslu/6/2014 Tentang Surat
Edaran Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di Luar Negeri;
2) Surat Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 0775/Bawaslu/30/2014 Tentang
Tindak Lanjut Surat Edaran Pengawasan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2014 di Luar Negeri.
15
Fokus pengawasan tahapan/non tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di LN: sosialisasi,
penyusunan daftar pemilih, distribusi logistik, kampanye, pemungutan dan pergerakan suara
dan penghitungan suara dan rekapitulasi suara.
Mekanisme pengawasan dan sistem pengendalian pelaporan terhadap panwas LN:
1) Laporan Pengawasan Harian, Setiap Hari Berdasarkan Peristiwa dan Isu Khusus;
2) Laporan Pengawasan Periodik, Mencakup Persiapan Pemungutan Suara (PPS),
Pemungutan Suara (PS), Penghitungan Suara (PHS) dan Rekapitulasi Suara (RS).
3) Laporan Pengawasan Akhir Tahapan, Setiap Akhir Tahapan Berdasarkan Jadwal
Tahapan;
Catatan Bawaslu RI atas permasalahan krusial Pilpres 2014:
1. Daftar Pemilih. DPK Tb LN Pileg belum seluruhnya terakomodir dalam DPT (Hampir
Seluruh Perwakilan negara), Ditemukan Pemilih Ganda Dalam DPT (Abu Dhabi), Data
Pemilih Tidak Lengkap (Abu Dhabi, Kuala Lumpur), Kecenderungan DPKTb LN masih
tinggi (Hongkong, Kuala Lumpur dan hampir seluruh negara)
2. Kampanye. Dilakukan dengan memanfaatkan kegiatan-kegiatan promosi dan budaya
(LA, Franfurt, NY), Kampanye tidak terorganisir, hanya inisiatif kelompok/komunitas
tertentu (relawan) (hampir diseluruh perwakilan negara), Dugaan ketidaknetralan
oknum pihak perwakilan resmi negara di LN (hampir diseluruh perwakilan)
3. Logistik. Logistik terlambat diterima (hampir diseluruh perwakilan negara), Pengiriman
Logistik LN tidak prosedural (50 paket dibawa KPU untuk diserahkan kepada PPLN saat
Bimtek LN), Pengiriman surat suara lewat pos tidak tepat waktu (hampir seluruh
perwakilan negara), Potensi keterlambatan pengiriman kembali surat suara pos pemilih
besar (Tokyo, San Francisco), Surat suara kurang (Oman), Surat suara lebih (Abu Dhabi),
4. Sosialisasi. Pendeknya waktu tahapan sosialisasi oleh PPLN akibat terlambatnya
penetapan SK KPU tentang penetapan hari pemungutan suara perwakilan negara
(Hampir diseluruh Negara), Masih adanya pemilih yang tidak mengetahui Hari H, dan
lemahnya sosialisasi model pemberian suara melalui TPSLN, Pos atau Drop Box
16
5. Pemunguatan suara;
a. TPSLN ; DPKtb LN hampir terdapat di seluruh TPS di Perwakilan Negara (NY, LA, SF,
Dubai, Jeddah, KL, Kuching, Hongkong, Seoul, Sydney), DPT tidak
ditempel/diumumkan diLokasi TPS (Hampir diseluruh PPLN), Pemilih tidak
membawa A5 (NY, LA, Franfurt), TPS telah ditutup tapi masih ada pemilih datang
(Hongkong, NY, KL, Johor Bahru, LA), Pemilih/relawan datang ke TPS memakai
atribut Paslon (NY, Jeddah, Hogkong, Soul), Sisa surat suara tidak dicoret (NY)
b. Pos ; adanya surat suara kembali akibat alamat tidak jelas (Hongkong, Tokyo, SF,
Jeddah), adanya surat suara kembali karena biaya prangko tidak cukup (Penang),
Tanggal Perangko di dalam stempel dianggap kadaluarsa oleh pemilih (NY);
c. Drop Box ; drop box diantar ke perusahaan atau pemukiman lebih awal sebelum
waktu yang ditentukan/tanggal pemungutan suara yang ditetapkan (KL, Dili), drop
box menggunakan tas yang tidak tersegel (Den Haag, Penang), Drop Box ditafsirkan
sebagai TPS keliling, Adanya DPKTb LN dalam mekanisme pemilihan melalui Drop
Box.
6. Rekapitulasi:
Banyaknya kesalahan administrasi konversi data pemilih dan rekapitulasi sebagai
proses penjumlahan dan cek ke dalam formulir C1, D1 LN.
Proses rekapitulasi nasional juga diwarnai dengan presentasi KPU/Pokja LN yang
tidak disertai dokumen asal (Sydney)
Catatan Bawaslu RI atas permasalahan krusila Pilpres 2009 sebagai perbandingan:
1) Kualitas Daftar Pemilih Tetap yang masih dipertanyakan oleh publik, Pengawas Pemilu
terus menemukan permasalahan dan pemilih fiktif yang masih tercantum dalam DPT;
2) Keluarnya putusan MK yang memperbolehkan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT
bisa memberikan suara dengan menunjukkan KPT/Pasport dan KK yang dikeluarkan H-1
yang membuat masyarakat ragu akan kesiapan KPU;
3) Distribusi surat suara yang terlambat sehingga beberapa wilayah tidak dapat
menyelenggarakan Pemilu.
17
4) Kurang akuratnya penghitungan dalam penyediaan logistik pemilu, sehingga beberapa
wilayah kekurangan surat suara, tinta dan logistik lainnya;
5) Sosialisasi penggunaan A5 kurang, sehingga banyak pemilih yang tidak bisa
menggunakan hak pilihnya;
6) Pemberian suara lebih dari satu kali oleh seorang pemilih.
Isu krusial yang disampaikan ke KPU sebelum hari pemungutan suara Pilpres 2014 di LN:
a. Daftar Pemilih di Luar Negeri ; KPU telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Luar
Negeri sebanyak 2.038.771 pada, maka dibandingkan dengan DPT Pemilu Legislatif di
Luar Negeri yang sebanyak 2.025.005 mengalami kenaikan, namun demikian
berdasarkan laporan dari Pengawas Pemilu di 29 perwakilan Negara masih terdapat
WNI yang belum terdaftar, dan untuk memastikan setiap WNI bisa menggunakan hak
suaranya diharapkan dalam hal ini PPLN memastikan dan mendata WNI yang belum
terdaftar, dan dimasukkan dalam DPK;
b. Logistik Pemilu di Luar Negeri ; Distribusi Logistik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di
Luar Negeri berdasarkan informasi Pengawas Pemilu Luar Negeri baru diterima antara
tanggal 20 s.d. 23 Juni 2014, hal ini dianggap terlambat khususnya terkait dengan
mekanisme pemungutan suara lewat Pos di mana paling lambat dikirim kepada pemilih
lima belas hari hari sebelum hari pemungutan suara, dan tentunya akan berdampak
pada waktu pemilih mengirimkan kembali surat suara yang telah dicoblos. Bawaslu
meminta kepada KPU dalam hal ini PPLN, untuk menyegerakan, dan memastikan
pengiriman suara suara kepada pemilih melalui Pos agar menjadi perhatian;
c. Pencoblosan Surat Suara melalui Pos dan Drop Box ; Beberapa temuan Pengawas Pemilu
Luar Negeri terkait pencoblosan surat suara khusus yang menggunakan Pos pada Pemilu
Legislatif yang lalu, ditemukan hasil pencoblosan yang menggunakan benda-benda yang
tidak sesuai ketentuan, seperti dengan jarum dan lain-lainnya, hal ini tentunya perlu
penjelasan KPU dalam hal ini PPLN kepada pemilih yang menggunakan Pos, dampak
pencoblosan yang tidak terstandar menyebabkan kebingungan dalam menentukan
suara sah atau tidak sah nya.
18
Selain itu, pada mekanisme pencoblosan melaui drop box pada Pemilu Legislatif
Pengawas Pemilu yang lalu ditemukan adanya pencoblosan yang sama, yaitu beberapa
lembar surat suara dicoblos secara bersamaan, hal ini terjadi di beberapa wilayah
seperti, di PPLN Kuala Lumpur. Untuk itu dalam rangka mengantisipasinya KPU dalam
hal ini PPLN memastikan mekanisme pemungutan suara lewat Drop Box diawasi secara
melekat;
d. Saksi di TPSLN ; Keberadaan Saksi di TPSLN pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
perlu diatur secara jelas, mengingat saksi pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
bukan saksi dari Partai Politik melainkan saksi dari pasangan calon atau tim pelaksana
kampanye, KPU perlu menjelaskan mekanisme mandat Saksi di TPSLN sesuai ketentuan
yang ada.
e. Formulir Model C dan C1 PPWP LN beserta lampirannya, dan D dan D1 PPWP LN beserta
lampirannya ; Bawaslu meminta kepada KPU dalam hal ini PPLN untuk menyerahkan
salinan Formulir Model C dan C1 PPWP LN beserta lampirannya, dan D dan D1 PPWP LN
beserta lampirannya kepada Pengawas Pemilu Luar Negeri.
IV. Rekomendasi
- Mendorong Luar Negeri menjadi DAPIL TERSENDIRI, untuk membangun politik
representasi dan keterwakilan suara luar negeri dan di support oleh UU sendiri
- Mendorong pada PEMILU 2019, Mekanisme dropping box dihapuskan dan
mengefektifkan pengawasan pos dan early voting di perpanjang 1 bulan atau meninjau
kembali drop box dan pos.
- Early Voting sebagai sebuah mekanisme di luar negeri, harus di support oleh sistem
penyelenggraan PEMILU yang kredibel
- Pelibatan masyarakat dan buruh migran dalam penyelenggaraan dan pengawasan
pemilu
- Pemutakhiran data pemilih inklusif dan berkelanjutan
19
- Sosialisasi dengan berbagai pemangku kepentingan
- Pemutakhiran data pemilih di luar negeri harus diperlakukan khusus atas sifat dan
karakter pemilihnya yang berbeda dengan kondisi di dalam negeri, khususnya terhadap
wilayah-wilayah yang banyak terdapat WNI, mengingat angka DPKTb masih cenderung
banyak pada saat pemungutan suara dilaksanakan. Belum ada data terpusat atas
kondisi pemilih LN.
- Sosialisasi terhadap WNI untuk menggunakan suara dan pilihan memberikan suara
masih sangat kurang dan tidak terstandar diantara wilayah yang satu dengan yang lain,
implikasi atas rendahnya partisipasi dimungkinkan karena kelemahan PPLN dalam
melakukan sosialisasi, dan berakibat banyaknya surat suara yang tidak terpakai yang
diperkirakan berjumlah jutaan lembar;
- Distribusi logistik pemilu selalu terlambat diterima dari jadwal yang diterima, sehingga
mengganggu mekanisme pemungutan suara lewat pos dari yang dijadwalkan, faktor
keamanan dalam pengiriman surat suara ke Luar Negeri juga harus menjadi perhatian;
- Dalam hal pemungutan suara melalui TPSLN, perlunya diatur beberapa hal antara lain :
letak TPS yang terjangkau, Jumlah TPS/Bilik yang disesuaikan dengan jumlah DPT, waktu
tutup dan buka TPS yang harus disosialisasikan sebelum pemungutan suara;
- Konsistensi KPU terkait aturan yang berlaku terhadap pemilih yang menggunakan
Pasport/Local ID/KTP dan Formulir A5 termasuk bagi pemilih yang melakukan perjalanan
(mid term traveling, seperti umrah, liburan , dsb);
- Regulasi terkait Drop Box perlu diperjelas dalam aturan, sehingga tidak menimbulkan
penafsiran penyelenggara di lapangan;
- KPU harus lebih mengoptimalkan pembinaan kepada PPLN dan KPPSLN terkait
kapasitasnya sebagai penyelenggara, dalam rangka meminimalisasi permasalahan yang
timbul akibat ketidakpahaman terhadap peraturan yang berlaku;
- Persoalan kesalahan/pelanggaran administrasi pada proses rekapitulasi perlu dipertegas
soal dokumen administrasi rekap, tindakan koreksi administrasi dll untuk membedakan
dengan pelanggaran pidana dalam peraturan yang lebih detail.