kontribusi yusuf al-qaradhawi bagi...

33
1 KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI PENGEMBANGAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM Studi atas Fatwa-fatwa Kontemporer yang Berkaitannya dengan Tantangan Perubahan Perubahan Sosial A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perubahan sosial dan masyarakat selalu menuntut adanya perubahan hukum, sebaliknya perubahan hukum dapat menimbulkan perubahan sosial. Dalam ajaran Islam perubahan hukum selalu inheren didalamnya, sekalipun dalam Hukum Islam ada ajaran yang bersifat pasti (qat}’i), yang tidak berubah sepanjang zaman, ada yang bersifat elastis (z}anni), dapat berubah sesuai dinamika zaman. Munculnya Yusuf al-Qaradhawi yang dikenal dengan fatwa-fatwanya yang dapat dilacak melalui buku-buku yang ditulisnya seperti: al-Ijtihād al- Mu’ās}ir baina al-Ind}ibāt} wa al-Infirāt}, al-Halāl wa al-Harām fi al-Islām dan Min Hadyi al-Islām Fatāwa Mu’ās}irah, menunjukkan bahwa tokoh ini memiliki konsep perubahan hukum dan kontribusinya bagi pengembangan Hukum Islam saat ini. 2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Formulasikan perubahan fatwa hukum yang dilakukan Yusuf al- Qaradhawi dalam sejumlah karyanya di atas merupakan rumusan konsep pembaruan pemikiran hukum Islam, karena itu masalah pokok penelitian ini: 1) Bagaimana pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hukum Islam yang tidak bisa berubah (thabit) dan bisa berubah (mutaghayyir)?; 2) Bagaimana konsep perubahan fatwa menurut Yusuf al-Qaradhawi?; 3) Bagaimana fatwa-fatwa Yusuf al-Qaradhawi mengenai hukum yang terkena perubahan sosial?; 4) Bagaimana implikasi pemikiran Yusuf al-Qaradhawi bagi pengembangan hukum Islam? 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui konsepsi al-Qarad}āwi:

Upload: phungbao

Post on 04-Feb-2018

263 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

1

KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI

BAGI PENGEMBANGAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

Studi atas Fatwa-fatwa Kontemporer yang Berkaitannya

dengan Tantangan Perubahan Perubahan Sosial

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Perubahan sosial dan masyarakat selalu menuntut adanya perubahan

hukum, sebaliknya perubahan hukum dapat menimbulkan perubahan sosial.

Dalam ajaran Islam perubahan hukum selalu inheren didalamnya, sekalipun

dalam Hukum Islam ada ajaran yang bersifat pasti (qat}’i), yang tidak

berubah sepanjang zaman, ada yang bersifat elastis (z}anni), dapat berubah

sesuai dinamika zaman.

Munculnya Yusuf al-Qaradhawi yang dikenal dengan fatwa-fatwanya

yang dapat dilacak melalui buku-buku yang ditulisnya seperti: al-Ijtihād al-

Mu’ās}ir baina al-Ind}ibāt} wa al-Infirāt}, al-Halāl wa al-Harām fi al-Islām

dan Min Hadyi al-Islām Fatāwa Mu’ās}irah, menunjukkan bahwa tokoh ini

memiliki konsep perubahan hukum dan kontribusinya bagi pengembangan

Hukum Islam saat ini.

2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Formulasikan perubahan fatwa hukum yang dilakukan Yusuf al-

Qaradhawi dalam sejumlah karyanya di atas merupakan rumusan konsep

pembaruan pemikiran hukum Islam, karena itu masalah pokok penelitian ini:

1) Bagaimana pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hukum Islam yang

tidak bisa berubah (thabit) dan bisa berubah (mutaghayyir)?;

2) Bagaimana konsep perubahan fatwa menurut Yusuf al-Qaradhawi?;

3) Bagaimana fatwa-fatwa Yusuf al-Qaradhawi mengenai hukum yang

terkena perubahan sosial?;

4) Bagaimana implikasi pemikiran Yusuf al-Qaradhawi bagi

pengembangan hukum Islam?

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui konsepsi al-Qarad}āwi:

Page 2: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

2

1) Mengenai hukum Islam yang tidak bisa berubah (thabīt) dan bisa

berubah (mutaghayyir);

2) Konsep perubahan fatwa menurut pandangan Yusuf al-Qaradhawi;

3) Fatwa-fatwa al-Qarad}āwi mengenai hukum yang terkena perubahan

sosial; dan

4) Implikasi pemikiran dan kontribusinya bagi pengembangan hukum

Islam.

Hasil penelitian ini mempunyai arti penting dalam mengembangkan hukum Islam,

baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang, sehingga segala

permasalahan yang muncul dalam masyarakat akan dijawab oleh hukum

Islam secara adil dan realistis. Karena itu, kegunaan penelitian ini

diharapkan berguna bagi setiap upaya pengembangan pemikiran di bidang

hukum Islam.

Selain itu, penelitian ini diharapkan pula berguna bagi peningkatan

dan pengembangan potensi akademik penulis, sesuai dengan bidang dan

disiplin ilmu yang selama ini ditekuni.

4. Tinjauan Kepustakaan

Studi dan penelitian terhadap konsep perubahan hukum (taghayyur al-

Ah}kām) sebagai konsep dasar dinamisasi hukum Islam, memang bukan untuk yang

pertama kali dilakukan, tetapi sudah banyak dilakukan orang lain. Akan

tetapi, sekalipun objek studi dan penelitiannya sama, yang menjadi fokus penelitiannya

berbeda sebagaimana diuraikan dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas.

Mengawali studi ini, tentu terlebih meletakkan posisi penelitian ini di

antara beberapa studi dan penilitian yang dilakukan sebelumnya, baik yang

sama objek tokohnya maupun yang tidak sama, seperti diketahui bahwa telah

ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, maka

penelitian-penelitian tersebut bagi penulis merupakan kajian awal untuk

mengetahui konsep pemikiran al-Qarad}āwi, yang selanjutnya menempatkan

penelitian ini sebagai kelanjutan atas penelitian-penelitian terdahulu, dan

sekaligus memformulasikan gagasan terutama metode yang ditempuh al-

Qarad}āwi dalam memberikan fatwa-fatwa hukumnya atas berbagai

perubahan sosial yang terjadi dewasa ini.

Adapun karya-karya penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:

Page 3: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

3

No Penulis Judul Teori Metode Hasil

1 Amru Abd

al-Karīm

Sa’dawi

Qad}āyā al-Ma-

rati fi fiqh al-

Qarad{āwi

Library

Research

Deskriptif

-Normatif

Menggambarkan pe-

mikiran al-Qarad{āwi

tentang wanita Islam,

baik dalam mengha-

dapi realitas kekinian

maupun kesesuaian

dengan ajaran Islam

2 Mus{tafa

Malaikah

Fi Us{ūl al-Da’-

wah Muqtabi-

sāt min Kutub

Yūsuf al-Qara-

d{āwi

Library

Research

Deskriptif

-Normatif

Menggambarkan so-

sok al-Qarad}āwi, se-

bagai ulama moderat

yang mampu me-

nguasai term-term

Islam modern

3 Ahmad bin

Muham-

mad bin

Mans{ūr al-

‘Udaini al-

Yamani

Raf’u al-Lithā-mi ‘an Mukha-

lāfat al-Qarad}ā-wi, li al-Sharī’at

al-Islām

Library

Research

Deskriptif

-Normatif

Buku kritik ini meng-

ungkap pemikiran al-

Qarad}āwi,yang me-

nyimpang dari tradisi

ulama salaf dan seka-

ligus menyimpang dari

ajaran Islam

4 Syukri Iska Pemikiran Fiqh

al-Aulawiyyat

Yūsuf al-

Qarad{āwi

Library

Research

Deskriptif

-Normatif

Menjelaskan pemikir-

an Yusuf al-Qaradhawi

tentang persoalan fiqh

yang perlu mendapat

prioritas dalam peng-

amalan umat

5 Abdurrahm

an Qadir

Pembaharuan

Hukum Islam:

Studi Pemikiran

Yūsuf al-Qara-

d}āwi, Tentang

Zakat Profesi

Library

Research

Deskriptif

-Normatif

Penelitian ini lebih ter-

fokus pada konsep

zakat dan penerapan

zakat profesi yang

dikemukakan Yusuf

al-Qaradhawi.

6 Bahar

Mukhlis

Metode Ijtihād

Yūsuf al-Qara-

d}āwi, dalam

Ma salah-

masalah

Library

Research

Deskriptif

-Normatif

Penelitian ini meng-

ungkapkan gagasan al-

Qarad}āwi, tentang

pentingnya membang-

an ijtihād dewasa ini

Page 4: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

4

Kontemporer

7 Muhamma

d Atho

Mudzhar

Fatwa-fatwa

MUI: Sebuah

Studi ten-tang

Pemikiran Hk.

Islam di Indo-

nesia

Library

Research

Normatif-

Sosiologis

Mengungkap proses

pengambilan fatwa

hukum Islam di

lingkungan MUI

8 Badri

Khaeruman

Hukum Islam

dalam Perubah-

an Sosial: Kaji-an

Pemikiran Yūsuf

al-Qara-d}āwi,

dalam Fatwa-

fatwanya

Library

Research

Analitis-

kritis

Diharapkan menemu-

kan orisinalitas pemi-

kiran al-Qarad}āwi

dan relevansinya bagi

pengembangan hukum

Islam terutama dalam

menghadapi perubahan

sosial

5. Kerangka Teori

Pemikiran hukum Islam (ijtihād) pada hakikatnya, dilakukan oleh

ulama sebagai respon terhadap perubahan sosial dan perubahan alam yang

terjadi, melalui seperangkat metodologi dengan Al-Qur’ān dan al-Sunnah

sebagai sumber nilai (postulat). Segala bentuk ketetapan hukum harus

senantiasa dapat dikembalikan kepada kedua sumber itu melalui penalaran

yang cerdas, terutama dalam masalah-masalah yang sama sekali baru, yang

secara tekstual tidak terdapat dalam kedua sumber tersebut. Karena, jika

tidak dapat dikembalikan kepada kedua sumbernya tersebut, maka produk

pemikiran hukum itu tidak memiliki legitimasi.

Dalam sejarah pemikiran hukum Islam, orang pertama yang berani

berbeda pandangan (fatwa) dalam penetapan hukum adalah ‘Umar ibn al-

Khat}t}hāb (w. 23 H), yang kemudian diikuti oleh generasi umat

sesudahnya, misalnya Imām al-Shafi’i (150-204 H) yang terkenal dengan

qawl qadīm dan qawl jadīd-nya, pandangannya yang berubah karena

perubahan situasi dan kondisi. Bahkan kemudian Najm al-Dīn al-Thufi (675-

716 H) berpendapat bahwa kemaslahatan menjadi kunci (‘illat) bahwa

hukum boleh berubah. Mas}lah}at menurutnya merupakan dalil baru yang

paling kuat untuk dijadikan alasan dalam menentukan hukum shara’.

Demikian pula Ibn Qayim al-Jauziyah (691-751 H) yang menyatakan

bahwa fatwa hukum berubah karena perubahan zaman, tempat, keadaan,

Page 5: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

5

kebiasaan dan niat. Fatwa ini kemudian dikenal dan diakui dalam khazanah

pemikiran Islam sebagai kaidah bagi perubahan hukum Islam.

Pandangan di atas kemudian dikukuhkan pula oleh Abū Ishāq al-

Shāt}ibī (730-790 H), dengan pendekatan maqās}id al-Sharī’ah, yakni

bahwa kemaslahatan hukum itu harus melindungi, agama, jiwa, harta dan

keturunan.

Dengan demikian rangkaian pemikiran tentang perubahan hukum

akibat perubahan sosial sebagai ‘illat hukum, sesungguhnya merupakan

suatu keharusan, sehingga hukum Islam tidak bersifat statis melainkan

mengikuti alur kehidupan umat manusia, yang dasar-dasar pemikirannya

telah dimulai oleh ulama terdahulu seperti yang telah dijelaskan di atas.

Pemikiran-pemikiran tersebut merupakan kerangka teoritis yang akan

dijadikan panduan dalam penelitian ini, serta kaidah-kaidah us}ūl dalam

penetapan hukum yang telah ditawarkan oleh para ulama lainnya. Sedangkan

kerangka konseptualnya adalah pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang

metode ijtihād kontemporer dan fatwa-fatwanya, hubungan nash dengan

perubahan sosial dan prinsip-prinsip fiqh perubahan (fiqh al-taghyir) dan

fiqh realitas (fiqh al-waqi’) yang kesemuanya itu merupakan stimulan-

stimulan penting dalam perumusan konsep perubahan fatwa hukum Islam.

Karena itu yang menjadi sumber nilai (postulat) Hukum Islam dalam

tantangan perubahan sosial, adalah ayat-ayat Al-Qur’ān yang menyatakan

bahwa Islam adalah agama yang telah disempurnakan dan sekaligus sebagai

agama yang diridhai Allah (al-Maidah, 5: 3).

Dalam ayat lain dinyatakan bahwa Allah melarang umat Islam

membuat keputusan hukum yang mendahului keputusan hukum Allah dan

Rasul-Nya (al-Hujurat, 49: 1).

Di lain ayat Allah berfirman bahwa perubahan kehidupan umat manu-

sia harus dilakukan oleh manusia yang bersangkutan, bukan oleh pihak lain-

nya termasuk oleh Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam al-Ra’d, 13: 11:

Demikian pula Sabda Nabi, seperti terungkap dalam banyak kitab

hadith, yang menyatakan bahwa Nabi berpesan untuk berpegang teguh pada

Page 6: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

6

al-Qur’ān dan al-Sunnah, agar tidak tersesat dalam kehidupan. Dalam

riwayat Malik bin Anas redaksi hadith tersebut:

Al-Qur’ān telah selesai diturunkan, demikian pula al-H}adith telah

selesai disabdakan bersamaan dengan wafatnya Nabi SAW, namun

persoalan sosial akan terus bermunculan hingga akhir zaman, hal ini tentu

menuntut penyelesaian hukum atas persoalan yang baru itu dengan melalui

ijtihād.

Karena itu dalam mengurai Hukum Islam dalam tantangan perubahan

sosial dengan spesifikasi pemikiran al-Qarad}āwi, maka digunakan Grand

Theory yang diangkat pemikiran al-Syahrastani, yakni:

������� ��� �� ����� �� ���� � Kaidah tersebut mengisyaratkan bahwa nas}-nas} agama dari ayat-

ayat al-Qur’ān dan al-H}adith adalah terbatas, sementara kehidupan sosial

akan terus bergulir hingga akhir zamān.

Karena itu, Middle Theory Hukum dalam tantangan perubahan sosial

adalah kaidah us}ūl, yang diangkat dari pemikiran Ibnu Qayim al-Jauziyah

yang menyatakan bahwa fatwa hukum itu bisa berubah karena perubahan

waktu, tempat, keadaan, kebiasaan (adat) dan niat (motivasi). Kaidah ini

memberi jawaban hukum atas tantangan perubahan sosial, apapun

bentuknya, dan merupakan solusi atas terhentinya nas}-nas} al-Qur’ān dan

al-Sunnah seperti yang telah dijelaskan. Kaidah yang dimaksud adalah:

����� ����� ���� � ������� � � � ���! �� "��#�� � $�%��� � &

Kaidah ini memberi jalan yang seluas-luasnya bagi penyelesaian hukum

atas berbagai perubahan yang ada, baik terdapat nas} maupun tidak ada nas}.

Applicative theory yang digunakan dalam membedah ijtihād dan

pemikiran al-Qarad}āwi dalam menjawab perubahan sosial adalah teori

qiyās, yakni penalaran deduktif dan induktif ( ������� ���� �� ) dan t{arīqat al-

jam’i atas berbagai aliran pemikiran Islam baik dalam fiqh maupun kalam.

Dengan begitu, diharapkan dapat tergambar pemikiran hukum Islam

al-Qarad}āwi dan relevansinya bagi pengembangan hukum Islam dewasa

ini.

'()* + (, -. �(/ + 0� $�)* -. 1��2 �34 '�%56 �� .�(7� 8 89:�; '% < �2:�

Page 7: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

7

الكليه والجزئية: تكامل والتضم

�������� �������� ������� ������� ������ �� �! "��#���� $

%��� �� &����� :(����

Page 8: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

8

6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat studi pustaka (library research). Karena itu

untuk mensistematisasikan langkah-langkah penelitian ini digunakan metode Analitis-

Kritis, sebagai suatu cara mengelola data yang relevan dengan objek yang dipaparkan dan

kemudian dianalisis implikasinya hingga mencapai tujuan yang hendak

dicapai.

Berpegang pada metode analitis-kritis ini, langkah pertama

mendeskripsikan gagasan primer pemikiran Yusuf al-Qaradhawi. Kedua,

membahas gagasan primer tersebut yang pada hakikatnya adalah

memberikan penafsiran terhadap gagasan yang telah dideskripsikan tersebut.

Jadi, analisis kritis itu adalah mendeskripsikan, membahas, dan

mengeritik gagasan primer yang selanjutnya “dikonfrontasikan” dengan

gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa

perbandingan, hubungan, dan pengembangan model.

B. TEORI DAN METODOLOGI PERUBAHAN FATWA DALAM

PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Islam

Hukum Islam yang terdiri dari rangkaian kata “hukum” dan “Islam”,

secara tegas tidak terdapat dalam Al-Qur’ān. Hukum Islam merupakan

terjemahan dari Sharī’ah Islam atau hukum Shar’i, yang memiliki

pengertian adalah tuntutan shar’i (Allah) yang berhubungan dengan

perbuatan orang dewasa yang berupa perintah, pilihan atau hubungan

sesuatu dengan yang lain. Sedangkan menurut Fuqaha adalah bekas atau

pengaruh yang dikehendaki oleh khitab Allah dan terwujud dalam bentuk

perbuatan, seperti wājib, harām, dan mubah}.

�(%=� "�!<�� >(!�=� ?:@ � A�BC �� DE �/�� FGB/� H �,:@ � '%I� �!J� �� �0(K D

L� � +�:I� � A�M� �2 N!� � H ?O�@ � A�BC +E 7E�P� �Q � :R�� ��< S��P�( �$#��

Definisi ini menegaskan bahwa hukum Islam adalah seperangkat

peraturan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia

mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat untuk semua yang

beragama Islam.

Page 9: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

9

Dilihat dari segi objek dan pembahasannya, hukum Islam dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu Ibadah dan Mu’amalah.

Termasuk ke dalam ibadah ialah shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji serta

hal-hal yang berkaitan dengannya. Termasuk ke dalam mu’amalah ialah

munakahat (pernikahan), jual beli, dan segala macam transaksi keuangan,

jinayat (‘uqūbat, hudūd, hukum pidana) mawaris, qada’ (peradilan),

khilafah,dan jihad.

Dari pembagian di atas terlihat perbedaan antara Sharī’at dan fiqh.

Sharī’ah seperti Sharī’at ibadah bersifat konstan, tidak terpengaruh oleh

ruang dan waktu (tidak berubah). Sedangkan Hukum Islam dalam bidang

mu’amalah menerima interpretasi, sejauh tidak bertentangan dengan maksud

dan tujuan Shara’ dan bersifat menerima perubahan, maka sifat menerima

perubahan dan menerima interpretasi inilah disebut fiqh, untuk kepentingan

memahami, menafsirkan, dan menerapkan Sharī’at dalam suasana tertentu.

2. Hukum Islam dan Perubahan Sosial

Perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat merupakan

hal yang pasti terjadi. Karena alam semesta tempat hidup manusia ini adalah

baru, yang ada setelah tiada yang selalu bergerak dan berubah-ubah, tumbuh

dan berkembang. Oleh sebab itu sebenarnya perubahan itu merupakan salah

satu ciri bahwa masyarakat itu ada dan hidup. Bahkan berfirman Allah

mengisharatkan bahwa manusia harus berubah jika ingin mencapai

kehidupan yang lebih baik:

“... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum, hingga

mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.. “. ( al-Ra’du: 11)

Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya pada aspek tertentu,

tetapi bersifat menyeluruh, meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat

baik secara material, maupun immaterial. Karena itu definisi perubahan

sosial itu menjadi luas, namun secara umum dapat ditafsirkan bahwa pada

prinsipnya perubahan sosial adalah sebuah proses. Yakni sebuah proses yang

melahirkan perubahan-perubahan di dalam struktur dan fungsi suatu sistem

kemasyarakatan.

Dalam ilmu sosial, faktor-faktor pendukung perubahan sosial menjadi

tiga yakni; 1) adanya penemuan baru; 2) pertumbuhan penduduk; dan 3)

Page 10: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

10

kebudayaan. Faktor ketiga ini secara timbal balik dapat mendorong

perubahan pada bentuk dan hubungan sosial kemasyarakatan.

Terkait dengan perubahan sosial, maka hukum Islam yang berfungsi

sebagai pagar pengaman sosial atau pranata sosial, memiliki dua fungsi;

pertama, sebagai control sosial, dan kedua, sebagai nilai baru dan proses

perubahan sosial. Jika fungsi yang pertama ditempatkan sebagai “cetak biru”

Tuhan selain sebagai kontrol sosial juga sekaligus sebagai social engineering terhadap

keberadaan suatu komunitas masyarakat. Sementara yang kedua, lebih

merupakan produk sejarah yang dalam batas-batas tertentu diletakkan

sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan sosial, baik dalam budaya

dan maupun politik. Karena itu perubahan sosial akan berjalan pincang jika

tidak ada alat kontrol terhadap proses interaksi sosial.

3. Teori Perubahan Fatwa Hukum dalam Pemikiran ‘Umar bin al-

Khat}t}āb hingga para Ulama

Ada beberapa tokoh yang mempelopori dan telah melakukan

perubahan hukum Islam dalam bentuk fatwa, ijtihād maupun konseptualisasi

teori hukum Islam. Di antaranya yang menjadi referensi adalah apa yang

dilakukan oleh ‘Umar bin al-Khat}t}āb yang dikenal sebagai sahabat Nabi

yang berilian dan sekaligus kontroversial dalam berijtihād karena selalu

mengacu pada ruh Sharī’at. Kemudian Imām Shāfi’i sebagai tokoh peletak

dasar ilmu Us}ūl fikih dengan Qawl Qadīm dan Qawl Jadīd-nya

memberikan kontribusi akan pleksibilitasnya hukum Islam dan perlu juga

dimasukkan al-T}ūfi dengan konsep mas}lah}ah-nya, dan Ibnu Qayyim al-

Jauziyyah seorang pemikir pertama yang secara eksplisit menyebutkan

kaidah perubahan fatwa karena adanya perubahan zaman, pelbagai keadaan,

adat dan niat dalam karyanya I’lām al-Muwaqi’īn. Yang terakhir adalah al-

Shāt}ibī dengan konsep Maqās}id al-Sharī’ah-nya yang sangat terkenal

dalam pemikiran hukum Islam.

Page 11: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

11

C. PEMIKIRAN HUKUM ISLAM AL-QARAD}ĀWI DALAM

MENJAWAB TUNTUTAN PERUBAHAN SOSIAL

1. Metode al-Qarad}āwi untuk Pemahaman Hukum Islam

Kontemporer

Al-Qarad}āwi menempatkan dirinya sebagai kelompok moderat di

antara sikap ekstrem dan liar, dengan alasan sebagai sikap yang terbaik dan

merupakan jalan tengah antara dua titik antara kelompok pemikiran yang

ekstrem yakni antara kelompok tekstualis yang mengabaikan ruh dan asrar

Sharī’at dan kelompok liberalis yang sebaliknya yang cenderung

mengabaikan nash. Sikap moderat tersebut merupakan kebenaran yang

realistis dan merupakan pijakan pemikiran Ibnu Taymiah yang menyatakan

bahwa kebenaran itu pada yang riil bukan dalam angan-angan:

Moderasi dan toleransi al-Qarad}āwi tersebut terlihat jelas ketika ia

memunculkan istilah baru dalam diskursus ijtihād kontemporer, yakni istilah

“Ijtihād Intiqāiy” dan “Ijtihād Inshāiy”.

a) Ijtihād Intiqāiy/Tarjih

T+EE� S�EE7P � �U ��EE��( V9:EE! � WEE�P� � �EE�R�:� X $EE �P�=� S�OY� �EE#U O�EE �C� :W�EEP���� [�EE��M��

�:C�� "������ S�OY� 8� \�] �(, + �^ M:�

Memilih suatu pendapat dari beberapa pendapat terkuat yang terdapat

pada warisan fiqh Islam.

b) Ijtihād Inshāiy

_ TN�5=� 8� $ `5� X �9�M '%# a�0��)� :+� b!�< W�@�L� [���M�� ��U 8� �#U +� NP9

�� W�@�L� [���M�� &U �Q� c!�� Td�9�M eU $f�� $ `5=� ���2 S��) TDP��5 � N3@9

8, NP�9 _ �9�M gUO �� < :/�!=� ���h3( ��09 &`� $f�P � N�5=� V!� S�3(,i(5 �

Adapun yang dimaksud dengan Ijtihād Inshāiy adalah pengambilan

istinbāt} hukum dari suatu persoalan yang baru, yang belum pernah

dikemukakan oleh ulama terdahulu, baik istinbāt} itu menyangkut masalah

lama (dengan ’illat baru) atau masalah yang betul-betul baru. Itulah yang

dimaksud Ijtihād Inshāiy, yang mencakup persoalan lama di mana seseorang

Page 12: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

12

mujtahid kontemporer bekerja keras untuk mendapat istinbāt} hukum yang

baru, yang belum ditemukan di dalam pendapat ulama salaf.

Dalam praktiknya, kedua metode Ijtihād tersebut menurut al-

Qarad}āwi terdapat beberapa aturan dan ketentuan pokok:

1) Tidak ada Ijtihād tanpa mencurahkan kemampuan;

2) Tidak ada Ijtihād dalam masalah-masalah yang bersifat qat}’i;

3) Tidak boleh menjadikan yang zhanni menjadi qat}’i;

4) Menggabungkan antara fiqh dan H}adīth, sekaligus menghilangkan

jurang pemisah antara fuqaha dan muh}adīthin;

5) Waspada agar tidak mudah tergelinsir oleh tekanan realitas;

6) Mengantisipasi pembaruan yang bermanfaat dengan tidak menerima atau

menolak hal-hal yang bersifat asing, tetapi menyeleksi terlebih dahulu;

7) Tidak mengabaikan perkembangan zaman;

8) Melakukan transformasi dari ijtihād individu kepada ijtihād kolektif;

9) Bersifat lapang dada terhadap kekeliruan mujtahid.

c) Metode Masālik al-’Illat dalam Intiqāiy dan Inshāiy

Dari uraian di atas belum terlihat secara jelas bagaimana rumusan

masālik al-’illat dipakai serta bagaimana tekniknya dalam proses

menentukan ’illat hukum untuk menetapkan suatu fatwa yang dilakukan oleh

al-Qarad}awi dalam metode Intiqāiy maupun Inshāiy-nya. Namun ketika

melihat contoh-contoh fatwa yang dikemukakannya tampak terlihat bahwa

al-Qarad}awi berpegang pada rumusan masālik al-’illat sebelum ia

menetapkan fatwanya. Hal ini seperti dalam disimak dalam kasus siapa yang

berkewajiban membayar zakat, apakah pemilik tanah atau penyewa tanah?

Jika berpegang pada pendapat H}anafi, maka pemilik tanahlah yang wajib

membayar zakat. Menurut H anafi, berdasarkan ketentuan bahwa zakat

adalah kewajiban tanah yang memproduksi, bukan kewajiban tanaman. Dan

bahwa zakat adalah beban tanah yang sama kedudukannya dengan kharaj.

Maka dalam hal sewa tanah yang seharusnya diinvestasi dalam bentuk

pertanian lalu diinvestasi dalam bentuk sewa, berarti sewa tersebut sama

kedudukannya dengan hasil tanaman. Demikian juga pendapat Ibrāhim al-

Nakhhai.

Mālik, Shāfi’i, al-Thaurī, Ibn al-Mubārak dan jumhur ulama fiqh

berpendapat bahwa zakat wajib atas orang yang menyewa, karena zakat

adalah beban tanaman bukan beban tanah. Pemilik tanah bukanlah penghasil

Page 13: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

13

biji-bijian dan buah-buahan yang karenanya tidak mungkin mengeluarkan

zakat hasil tanaman yang bukan miliknya. Menurut Ibn Rushd perbedaan

pendapat disebabkan tidak ada kepastian apakah zakat tersebut merupakan

beban tanah, beban tanaman atau beban keduanya. Sementara al-Mughni

menilai bahwa pendapat Jumhur lebih kuat, zakat diwajibkan atas hasil

tanaman. Sedangkan al-Rāfi’i berpendapat bahwa penyewa tanah

mempunyai dua kewajiban yakni membayar sewa dan membayar zakat.

Setelah mempelajari pendapat para ulama tersebut maka al-Qarad}āwi

mengemukakan pendapat bahwa yang adil adalah baik penyewa maupun

pemilik harus secara bersama-sama menanggung zakat itu masing-masing

sesuai dengan perolehannya. Pemilih tanah juga diwajibkan mengeluarkan

zakat dari hasil sewa, sedangkan pendapat tersebut belum pernah

dikemukakan oleh ulama-ulama terdahulu. Ijtihād yang demikian disebut

Ijtihād Inshāiy. Pendapat tersebut sangat adil dan sangat realistis diterapkan

di zaman sekarang. Atas fatwa ini menunjukkan bahwa al-Qarad}āwi

menggunakan metode al-Munāsabah, yakni menentukan ’illat dari yang

paling pantas dan sesuai dengan pensharī’atan suatu hukum. Menurut al-

Ghazali, metode al-Munāsabah ini ialah penetapan ’illat yang cocok dan

memang terdapat persesuaian ketika dihubungkan pershari’atan hukum

padanya.

Metode al-Munāsabah ini merupakan langkah ke-4 dari 8 langkah

dalam penetapan ’illat (masālik al-’illat) yang dirumuskan oleh para ahli

Us}ūl klasik, yang diistilahkan oleh al-Ghazali dengan isbāt al-’illat, yakni

yang membawanya kepada makna hukum yang dikehendaki (liannahā

tawassul ila al-ma’na al-matlūb).

Adapun delapan metode dalam masālik al-’illat tersebut yang telah

dirumuskan ulama adalah sebagai berikut:

Pertama, dengan menggunakan nas} al-Qur’ān dan al-Sunnah (dalil

naqli). Terhadap ‘illat yang sarih} dapat dengan mudah diketahui, karena

secara lafz}iyah disebutkan langsung oleh nas. ‘Illat yang sarih} biasanya

diungkapkan atau ditunjukan dengan lafaz}-lafaz}: Liajli, min Ajli (demi

untuk, karena untuk) dan lafal kay (agar, supaya).

Kedua, melalui al-Imā’. Yang dimaksud dengan cara ini ialah upaya

yang ditempuh untuk menemukan ‘illat dengan memperhatikan hubungan

antara suatu ketetapan hukum dengan sesuatu sifat yang mendasarinya.

Dengan kata lain, sifat ‘illat yang mendasari suatu ketetapan hukum tersebut

Page 14: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

14

diperoleh melalui tanda yang disebut secara beriringan (bersama-sama)

dengan ketetapan hukum dimaksud. Penyebutan sifat secara beriringan ini

dipandang sebagai dasar (alasan) atas penetapan hukum tersebut, karena jika

tidak demikian, tentu tidak disebutkan secara beriringan. Contoh:

Sesungguhnya kucing itu bukanlah hewan yang najis karena ia selalu

berada di sekeliling manusia.”(Sunan Ibn Majah, Juz I: 131).

Dari h}adīth ini tidak tampak dengan jelas dan tegas apa yang menjadi

‘illat-nya. Akan tetapi, bisa dipahami bahwa pernyataan kucing ‘tidak najis’

(innaha laisat binajasin) dan dihubungkan dengan pernyataan bahwa kucing

itu merupakan hewan yang selalu berada di sekeliling manusia, maka hal ini

—yang disebut terakhir ini—mengindikasikan bahwa ia adalah sebagai

‘illat. Sebab, jika tidak demikian tentu tidak ada gunanya disebutkan secara

beriringan.

Ketiga, menetapkan ‘illat dengan Ijmā’. Berdasarkan praktek yang

berkembangan di kelangan ulama Us}ūl, bahwa sesuatu yang sudah

disepakati dapat dijadikan alasan (hujjah) untuk menentukan ‘illat, dengan

melihat sifat atau keadaan yang mempunyai pengaruh terhadap penetapan

hukum. Contoh yang sering dirujuk oleh ulama Us}ūl dalam persoalan ini

ialah jika seorang perempuan mempunyai dua orang saudara laki-laki, yang

salah satunya saudara kandung dan yang lainnya saudara seayah, maka

saudara laki-laki kandung lebih utama (didahulukan) dalam soal wali nikah.

‘Illat-nya ialah karena saudara laki-laki kandung lebih utama dari saudara

laki-laki seayah dalam hak penerimaan harta waris.

Keempat, menetapkan ‘illat melalui al-munāsabah. Yang dimaksud

dengan cara ini ialah menentukan ‘illat apa yang paling pantas dan sesuai

dalam penshari’atan suatu ketentuan hukum. Artinya, ‘illat (sifat)

penshari’atan hukum itu didasarkan pada sesuatu yang dapat menciptakan

kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemadaratan. Tegasnya,

seperti dijelaskan oleh al-Ghazali bahwa al-munasabah ialah penetapan ‘illat

yang cocok dan memang terdapat persesuaian ketika dihubungkan

pershariatan hukum itu padanya.

Kelima, dengan al-Daurān. Yang dimaksud dengan istilah ini ialah

meneliti dan melihat hubungan hukum dengan sifat (‘illat) yang menjadi

dasar dari suatu ketentuan hukum. Artinya penshari’atan tidak terlepas dari

adanya ‘illat yang melatarbelakanginya. Dengan kata lain, cara ini, seperti

dijelaskan oleh Sabiq Hasan Khan, bahwa hukum itu ada karena ada ‘illat

Page 15: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

15

dan hukum menjadi tidak ada karena ketiadaan ‘illat (Wa huwa an yujad al-

hukm al-wasf wa yartafi’ bi irtifa’ihi).

Keenam, dengan cara apa yang disebut dengan al-sabr wa taqsīm.

Yang dimaksud dengan cara ini ialah menghimpun sejumlah sifat yang

terdapat pada suatu ketentuan hukum dan kemudian memilih mana yang

paling tepat untuk dijadikan ‘illat. Al-Ghazali menegaskan bahwa cara ini

adalah cara yang paling tepat untuk menentukan ‘illat hukum. Contoh:

Ddalam sebuah hadīth disebutkan bahwa penukaran. (barter) pada enam

macam benda (emas, perak, gandum, shair, kurma dan gandum) dengan cara

yang tidak sama akan menimbulkan riba fadal. Menyatakan riba pada

penukaran barang sejenis dengan cara tidak sama pada contoh yang

disebutkan ini, ‘illat-nya tidak jelas. Sebab, gandum sebagai salah satu jenis

dari enam macam benda—kadang-kadang sebagai makanan pokok dan

makanan biasa. Jika gandum dianggap sebagai makanan biasa tidaklah tepat,

karena riba bisa pula terjadi pada garam yang bukan makanan pokok. Jika

gandum dianggap makanan pokok, juga tidak cocok karena riba terjadi pula

pada emas dan perak yang bukan makanan pokok.

Akhirnya, setelah meneliti semua sifat yang ada satu persatu secara

seksama maka mujtahid berkesimpulan bahwa ‘illat yang paling tepat adalah

takaran atau timbangan. Dengan demikian, penukaran (barter) pada enam

macam benda dengan cara yang tidak sama jumlah atau takarannya—yang

bisa menimbulkan riba fadal tersebut, ‘illat-nya ialah takaran atau

timbangan.

Ketujuh, dengan cara al-Shabah. Yang dimaksud dengan cara ini ialah

upaya mencari kesamaan atau keserupaan ‘illat dengan yang lainnya.

Dengan kata lain, al-shabah ialah mencari hubungan keserupaan ‘illat di

antara dua hukum pokok yang berbeda—di mana satu sama lainnya

mempunyai persamaan dalam hal tujuannya. Seperti soal wud}u’ dan

tayamum adalah dua hal yang berbeda, tetapi mempunyai persamaan, yaitu

menghilangkan najis (izlat al-najasat).

Kedelapan, dengan cara Tanqīh al-manāt. Prosedur ini ialah memilih

dan mengambil salah satu dari sejumlah sifat ‘illat yang ditunjukan oleh

nas} dan pengenyampingkan (membuang) yang lainnya, sehingga sifat ‘illat

yang terakhir dijadikan sebagai ‘illat penetapan hukum. Misalnya, seperti

yang dikemukakan oleh Zaki al-Dīn Sha’ban bahwa dalam hadīth

diceritakan, seorang laki-laki Arab telah menggauli isterinya pada siang hari

Page 16: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

16

bulan Ramadan. Terhadap kasus ini Rasulullah menetapkan hukuman agar

laki-laki Arab tersebut memerdekakan budak.

Dalam kasus ini timbul masalah, yaitu apa yang menjadi ‘illat

penetapan hukuman memerdekakan budak tersebut. Dari kasus ini ada

beberapa kemungkinan sifat yang dapat dijadkan sebagai ‘illat, yaitu laki-

laki Arab yang bersetubuh, menyetubuhi isteri dan bersetubuh di siang hari

di bulan Ramadhan. Ternyata dua sifat yang pertama—laki-laki Arab yang

bersetubuh dan menyetubuhi isteri—tidak dapat diterima, sebab hukum tidak

hanya berlaku untuk orang Arab yang bersetubuh dan menggauli isterinya,

tetapi berlaku bagi semua orang mukallaf dimana pun ia berada, tanpa

membedakan jenis bangsa.

Oleh karena itu, terhadap kasus yang disebut terakhir ini, maka

alternatif terakhir yang bisa dijadikan sebagai ‘illat ialah bersetubuh di siang

hari di bulan Ramadan inilah yang paling mungkin dijadikan sebagai ‘illat

penetapan hukum yang telah ditetapkan oleh Rasulullah dengan

memerdekakan budak. Sebab, jika tidak demikian tentu tidak akan ada

ketentuan hukum yang mewajibkan untuk memerdekakan budak. Dengan

kata lain, persetubuhan di siang hari bulan Ramadan itulah yang menjadi

sebab lahirnya ketetapan hukum wajibnya memerdekakan budak, karena jika

persetubuhan tersebut dilakukan di malam hari tidak dilarang.

Kedelapan langkah masālik al-‘illat di atas yang ditetapkan para ulama

Us}ūl klasik kemudian diringkas menjadi 4 langkah oleh Us}ūl kontemporer

dan dirumuskan secara sederhana dan praktis, seperti oleh Abu Zahrah,

Abdul Wahab Khalaf, Zaki al-Din Sha’ban, Khudari Beik dan Abd al-Karim

Zaidan menetapkan hanya tiga cara, yaitu dengan nas} al-Kitab dan al-

Sunnah, dengan Ijmā’ dan al-Munasabah, yang di dalamnya tercakup apa

yang disebut dengan tahqiq al-manat, tanqih al-manat dan takhrij al-manat.

Hanya saja, Khudari Beik menambahkan satu cara, yaitu al-daurān dan ia

tidak menyebut al-munasabah, tetapi ia gunakan al-sabr wa al-taqsim.

Selanjutnya, apakah al-Qarad}āwi dalam memberikan fatwa-fatwanya

terlebih dahulu mengacu pada masālik al-‘illat sebagaimana yang telah

dirumuskan ulama Us}ūl baik yang klasik maupun yang kontemporer? Maka

jawabannya tentu harus ditelusuri terlebih dahulu, dan fatwa-fatwa tersebut

disampaikan bukan dalam forum ilmiah melainkan kepada masyarakat

umum, yang terkadang langsung disampaikan kepada mustafti (peminta

fatwa) ketika acara TV berlangsung maupun dalam forum pengajian, atau

siaran radio.

Page 17: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

17

2. Orientasi Pemikiran Hukum al-Qarad}āwi dalam Menjawab

Persoalan-Persoalan Kontemporer

Adapun fiqh yang berorientasi pada persoalan-persoalan kontemporer,

yang diistilahkan oleh al-Qarad}āwi sebagai Fiqh Jadid, bercirikan:

a) Fiqh al-Muwazanah (fiqh keseimbangan), metode yang dilakukan

dalam mengambil keputusan hukum, pada saat terjadinya pertentangan

dilematis antara mashlahat dan mafsadat, atau antara kebaikan dan

keburukan. Menurutnya, sebuah kemadaratan kecil boleh dilakukan untuk

mendapatkan kemashlahatan yang lebih besar, atau kerusakan temporer

boleh dilakukan untuk mempertahankan kemash-lahatan yang kekal, bahkan

kerusakan besar pun dapat dipertahankan jika dengan menghilangkannya

akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar.

b) Fiqh Waqi’i (Fiqh realitas), metode yang digunakan untuk

memahami realitas dan persoalan-persoalan yang muncul di hadapan umat,

sehingga dapat menerapkan hukum sesuai tuntutan zaman.

c) Fiqh al-Aulawiyat (Fiqh Prioritas), metode untuk menyusun

sebuah sistem dalam menilai sebuah pekerjaan, mana yang seharusnya

didahulukan atau diakhirkan. Salah satunya adalah bagaimana mendahu-

lukan Ushūl daripada furu’, mendahulukan ikatan Islam dari ikatan lain-nya,

ilmu pengetahuan sebelum beramal, kualitas daripada kuantitas, agama

daripada jiwa serta mendahulukan tarbiyah sebelum berjihad.

d) Fiqh al-Maqāshid al-Sharī’ah, metode ini ditujukan bagaimana

memahami nas}-nas} shar’i yang juz’i dalam konteks maqās}id al-Sharī’ah

dan mengikatkan sebuah hukum dengan tujuan utama ditetapkannya untuk

melindungi kemaslahatan bagi seluruh manusia, baik dunia maupun akhirat.

e) Fiqh al-Taghyīr (Fiqh Perubahan), metode untuk melakukan

perubahan terhadap tatanan masyarakat yang tidak Islami dan mendorong

masyarakat untuk melakukan perubahan.

Kelima orientasi hukum Islam yang sangat luwes, yang menekankan

prinsip kemudahan dan keringanan tersebut, dinilai oleh banyak ahli sebagai

gagasan asli Yusuf al-Qaradhawi dalam upayanya melakukan pembaruan

pemikiran hukum, terutama dalam upaya menyikapi perubahan kemajuan

zaman dewasa ini. Dalam Fiqh Waqi’ misalnya, al-Qaradhawi (1997)

menjelaskan bahwa fiqh waqi’ ialah pengetahuan mengenai realitas yang

sebenarnya, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Realitas ini

penting dipahami karena, menurut al-Qaradhawi, pemahaman atas realitas

Page 18: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

18

akan menjadi pertimbangan tentang bagaimana kita berhubungan dengan

realitas: apakah realitas itu akan kita terima atau kita tolak?

Menurut al-Qaradhawi, dalam Sirah Nabi Saw kita akan menemukan

hukum yang tidak sama penerapannya dalam berbagai situasi, yang terjadi

karena perbedaan realitas yang melatarbelakanginya. Misalnya, sikap Nabi

Saw yang keras terhadap Yahudi Bani Quraizhah dengan sikap beliau yang

lembut terhadap kaum musyrik Makkah saat Fathu Makkah. Karena itu,

menurut al-Qaradhawi, para ulama menetapkan, fatwa itu bisa berubah

karena perubahan zaman, tempat, keadaan, dan adat-istiadat, mengutip

kaidah yang dikemukakan oleh Ibn al-Qayyim al-Jauziyah.

Latar belakangnya menurut al-Qaradhawi, bahwa sejak tahun 1950-an

dan 1960-an, telah terjadi dua aliran paham yang tidak menguntungkan bagi

upaya kebangkitan umat: pada satu sisi ada sikap berlebihan (ifrâth),

sedangkan pada sisi lain ada sikap meremehkan (tafrîth). Sikap berlebihan,

misalnya, tidak mengakui pendapat lain, keras, dan suka mengkafirkan.

Sebaliknya, sikap meremehkan ialah sikap kaum liberal yang berfatwa tanpa

landasan agama dan hanya mengikuti hawa nafsu. Karena itulah, perlu

dihidupkan prinsip moderatisme (tawassuth) yang berintikan dua prinsip: (1)

berasaskan kemudahan (taysîr) dan kabar gembira; (2) perpaduan salafiyah

dan pembaruan (tajdîd). Maksud salafiyah adalah mengikuti sumber pokok,

yakni al-Quran dan al-Sunnah; sedangkan pembaruan, maksudnya, adalah

menyatu dan mengikuti za-man, tidak jumud (beku) atau taklid buta. Dalam

rangka pembaruan itu, digagaslah fiqh al-wâqi‘.

Menurut M. Siddiq, (2010), bahwa landasan fiqh al-wâqi‘ dapat

dicermati dari manhaj al-Qaradhawi dalam berfatwa, yang diuraikannya

dalam Al-Fatwa bayna al-Indhibâth wa al-Tasayyub (Ikut Ulama Yang

Mana?, 1994). Dapat dilihat juga dari segi ushul fikihnya dalam kitab Taysîr

al-Fiqh (Fikih Praktis, 2003). Manhaj al-Qaradhawi dalam berfatwa adalah:

(1) melepaskan diri dari fanatisme mazhab dan taklid buta; (2) memberikan

kemudahan (taysîr) dan keringanan (takhfîf), bukan memberikan keketatan

(tasydîd) dan mempersulit (tas‘îr); (3) berfatwa dengan bahasa yang populer;

(4) tidak menyibukkan diri kecuali untuk hal-hal yang bermanfaat; (5)

mengedepankan ruh moderat (tawassuth), antara ifrâth dan tafrîth; (6)

berfatwa dengan penjelasan dan syarh.

Dalam kitab Taysîr al-Fiqh (2004), al-Qaradhawi menjelaskan dalil-

dalil syariat yang melandasi fatwanya. Selain berpegang dengan 4 (empat)

Page 19: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

19

dalil pokok (Al-Quran, al-Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas), al-Qaradhawi

juga berpegang dengan dalil al-Istihsân dan al-Mashâlih al-Mursalah. Al-

Qaradhawi berpegang pula pada kaidah, “Adanya perubahan fatwa

berdasarkan berubahnya zaman, tempat, dan kondisi.” Kaidah ini tampaknya

sangat diutamakan dan ditonjolkan oleh al-Qaradhawi, yang bahkan secara

khusus beliau jelaskan menjadi satu kitab tersendiri, yaitu kitab Keluasan

dan Keluwesan Hukum Islam (‘Awâmil as-Sâ’ah wa al-Murûnah fî al-

Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 1993).

Orientasi pemikiran hukum Islam yang terkesan ringan dan mudah

tersebut bukan tanpa kritik. Bahkan Ahmad ibn Muhammad ibn Mansur al-

‘Adini, ulama salaf dari Yaman, mengeritik al-Qaradhawi dengan memakai

judul buku yang tidak pantas: Raf’u al-Litsami ‘an Mukhalafati al-

Qaradhawi li Syariat Islam, 2001, (Mengungkap Tabir Kebusukan al-

Qaradhawi dalam bukunya Syari’at Islam). Sebelumnya, Syeikh Shalih ibn

Fauzan dari Saudi Arabia, mengeritik buku al-Halal wa al-Haram fi al-Islam

karya al-Qaradhawi, dengan bukunya: al-I’lam bi Naqd Kitab al-Halal wa

al-Haram fi al-Islam, 1975.

Namun soal pro-kontra dalam dunia pemikiran nampaknya soal yang

lumrah dan biasa. Bahkan pikiran-pikiran al-Qaradhawi banyak diterima dan

juga fatwanya dinanti oleh dunia Islam Internasional. Al-Qaradhawi

misalnya membenarkan sistem demokrasi dan tidak dianggap bertentangan

dengan Islam, dan membolehkan bergabung dengan pemerintahan yang

bukan Islam. Mengapa Islam dapat menerima demokrasi? Sebab, menurut

al-Qaradhawi, substansi demokrasi adalah suatu proses pemilihan yang

melibatkan orang banyak untuk mengangkat seseorang (kandidat) yang

berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Ini, menurutnya, sejalan

dengan Islam, dan bahkan, berasal dari Islam itu sendiri. Sebab, Islam

menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai makmum. Jika

dalam shalat saja demikian, apa lagi dalam urusan politik. Prinsip kedaulatan

rakyat, kata al-Qaradhawi, tidak mesti dipertentangkan dengan kedaulatan

Allah, selama tidak ada pertentangan di antara keduanya.

Menurut M. Siddiq al-Jawi (2010), bolehnya bergabung dengan

pemerintahan bukan Islam, menurut al-Qaradhawi, hukum dasarnya

sebenarnya tidak boleh. Akan tetapi, al-Qaradhawi lalu keluar dari hukum

dasar ini dan kemudian membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.

Alasannya: (1) tuntutan meminimalkan kejahatan dan kezaliman adalah

menurut kesanggupan; (2) itu dilakukan untuk memilih kemadaratan yang

Page 20: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

20

paling ringan; (3) karena melepaskan nilai tertinggi lalu turun ke realitas

terendah; (4) ada prinsip pentahapan (tadarruj).

Di kalangan umat Islam, ada yang mengharamkan demokrasi, seperti

Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Maududi, dan Abdul Qadim Zallum; ada pula

menghalalkan demokrasi, seperti Fahmi Huwaidi, Sulaiman ath-Thamawi,

dan Abdul Hamid Mutawalli. Al-Qaradhawi cenderung pada yang mudah

dan ringan, yakni yang menghalalkan demokrasi, yang sedang mendominasi

realitas. Di kalangan umat ada ulama yang menghalalkan bergabung dengan

sistem pemerintahan bukan Islam (yang menjadi realitas di tengah umat),

ada pula ulama yang mengharamkannya. Al-Qaradhawi cenderung pada

yang mudah dan gampang, yakni yang menghalalkannya, walaupun

menurutnya pada dasarnya tidak boleh.

3. Fatwa-fatwa al-Qarad}āwi di Seputar Masalah Perubahan Sosial

Dalam empat bidang yang diamati, yakni fatwa bidang sosial-budaya,

sosial ekonomi, ilmu pengetahuan dan kedokteran, serta bidang sosial

politik, pemikiran al-Qarad}āwi tersebut dengan memberikan ruang yang

sangat dinamis bagi kemajuan hukum Islam dan kehidupan umatnya, seperti

dapat dijelaskan sebagai berikut: (TERLAMPIR)

Page 21: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

21

D. KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI

PENGEMBANGAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

Al-Qarad}āwi memandang bahwa teks hukum tidak boleh berubah,

tetapi ‘illat hukum secara alami akan terus berubah dan bahkan bisa kembali

kepada asalnya semula, maka fatwa hukum pun seharusnya demikian. Itu

sebabnya, ulama fiqh sejak dulu telah mengusulkan bahwa hukum akan

berlaku bersama ‘illat hukum itu sendiri (al-hukm yaduru ma’a ‘illatihi).

Kaidah ini tampak dipegangi oleh al-Qarad}āwi dalam memberikan

fatwa-fatwanya. Bahkan al-Qarad}āwi tampak mengikuti apa yang telah

dilakukan oleh ‘Umar bin al-Khaththāb yang berpegang pada ruh Sharī’at

Islam, maupun mengikuti sikap al-Shāfi’i dengan konsep qawl qadim dan

qawl jadid-nya, dan pandangan al-Shāthibi yang berpegang pada maqāshid

al-Sharī’ah. Hal ini terlihat misalnya dalam memberikan fatwa tentang

bolehnya wanita bepergian dengan tanpa ditemani oleh muhrimnya. Karena

semula larangan itu karena ‘illat hukumnya keadaan sosial yang tidak

memungkinkan seorang perempuan bepergian jauh karena keamanan tidak

terjamin. Namun sekarang kondisi sosial telah berubah dan terjamin

keamanannya. Karena itu dengan sendirinya larangan bepergian itu harus

berubah pula bersamaan dengan berubahnya ‘illat hukum.

Demikian pula al-Qarad}āwi mengikuti jejak dan pemikiran Najm al-

Dīn al-Thūfi yang berpegang pada mashlahat dan berpegang kepada Ibnu

Qayyim al-Jauziyah tentang adanya perubahan kondisi sosial yang

dipandang sebagai ‘illat baru dalam menentukan suatu hukum. Hal ini

terlihat dalam memberikan fatwa tentang asuransi maupun fatwa-fatwa

lainnya yang betul-betul baru seperti tentang transpalansi organ tubuh

manusia.

Karena itu kemunculan metode ijtihād kontemporer melalui metode

intiqaiy dan inshaiy, yang disodorkan al-Qarad}āwi sekaligus sebagai kontribusi

beliau bagi pengembangan hukum Islam kontemporer saat ini, tentu

memunculkan manfaat yang sangat besar, baik dari segi metode maupun

substansi pengembangan hukum, antara lain sebagai berikut:

1. Adanya metode Intiqāiy dan Inshāiy, yang kemudian disusul dengan

lahirnya fatwa-fatwa al-Qarad}āwi yang merespon atas munculnya ‘illat

baru dalam hukum Islam sebagai akibat dari adanya kemajuan zaman,

maka dilihat dari aspek pengembangan ilmu Sharī’at, pemikiran al-

Qarad}āwi di atas sangat relevan dengan kebutuhan kehidupan umat

Page 22: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

22

Islam dewasa ini yang semakin kompleks dan membutuhkan justifikasi

baru atas berbagai persoalan baru maupun persoalan lama dengan

kondisi dan ‘illat yang baru.

2. Dari aspek teori, metode Intiqāiy dan Inshāiy mampu menghilangkan

perbedaan madhhab, baik perbedaan madhhab empat yang dominan

dalam internal Sunni, maupun perbedaan antar Suni-Shi’ah. Karena

dalam praktik atas kedua metode tersebut, sebelum mengambil istinbat}

hukum, terlebih dahulu diharuskan menggali khazanah hukum yang

telah ada dalam fiqh terdahulu, baik yang ada dalam fiqh suni maupun

shi’ah. Dengan begitu, kedua metode tersebut akan mampu

menggabungkan seluruh prinsip fiqh yang ada, yang terkadang berbeda-

beda.

3. Munculnya kedua metode tersebut, tentu akan melahirkan kaidah us}ūl yang baru, atau menguatkan kembali kaidah lama sesuai dengan adanya

‘illat baru atas hukum itu.

4. Adanya nilai-nilai komprehensif, yang terkandung dalam metode

Intiqāiy dan Inshāiy ini, jelas menempatkan perubahan sosial sebagai

wujud dari kemajuan teknologi dewasa ini, bukan merupakan ancaman

bagi keterasingan hukum Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat,

melainkan sebagai anugerah kehidupan yang harus dishukuri. Karena

kemajuan identik dengan kemudahan.

5. Terkait dengan kontribusi al-Qarad}āwi bagi pengembangan ilmu

berfatwa, terutama berkaitan dengan penentuan ’illat (masālik al-’illat)

sehingga fatwa itu kemudian diputuskan, al-Qarad}āwi mengisyaratkan

berpegang pada rumusan yang telah dibuat oleh para ahli Us}ūl yang

menetapkan sekurang-kurangnya pada tiga cara yaitu dengan nas} al-

Kitab dan al-Sunnah, dengan Ijmā’ dan dengan al-Munasabah, yakni

penetapan ‘illat yang cocok dan memang terdapat persesuaian ketika

dihubungkan dengan penetapan hukum itu kepadanya.

Page 23: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

23

E. PENUTUP

Berbagai persoalan yang perlu mendapat pengujian kembali atas fatwa

masa lalu maupun persoalan baru yang memerlukan fatwa-fatwa baru,

sebagaimana mengacu pada pemikiran al-Qaradawi di atas antara lain:

1. Mengabaikan rukhsah karena tidak diperlukan lagi.

Aturan tentang rukhsah (keringanan) yang ditetapkan Allah bagi

musafir, seperti salat bisa di-jama’ dan qasar, serta wudhu’ bisa diganti

dengan tayamum. Rukhsah ini berlaku jika memang perjalanan itu ‘illat-nya

seperti perjalanan yang terjadi dizaman al-Qur’an turun, yang penuh dengan

kesulitan. Jika perjalanan yang dilakukan oleh manusia modern dewasa ini

yang dalam faktanya penuh dengan kemudahan, bisa sambil tidur dan setiap

saat bisa istirahat di setiap tempat, maka tampak tidak ada ‘illat yang

bernama kesulitan itu, dan dengan begitu seharusnya hukumnya kembali ke

asal.

Jika bepergian dianggap sebagai ‘illat hukum, baik bepergian yang

menyenangkan atau penuh kesulitan, sehingga bisa diberlakukan hukum

rukhsah, maka tindakan ini dipandang tidak adil dan tidak rasional. Sebab

sosial zaman lalu berbeda dengan sekarang. Zaman dulu bepergian itu

identik dengan adanya unsur kesulitan, sementara sekarang, zaman telah

jauh berubah.

Demikian pula rukhsah bagi wanita yang melahirkan di mana pada

zaman Rasul ditetapkan dan dibolehkan untuk meninggalkan salat selama 40

hari. Jika ketetapan ini terus berlaku, maka tampaknya ketetapan ini tidak

rasional, sebab penanganan kelahiran dewasa ini jauh lebih maju dibanding

pada zaman Nabi.

2. Peninjauan kembali ketentuan membayar zakat fitrah.

Masyarakat muslim Indonesia secara tradisi, yang mungkin

merupakan fatwa ulama tempo dulu, membayar zakat fitrah dengan ukuran

beras, sebagai Qiyas dari makanan pokok gandum. Pengiyasan seperti itu

dipandang kurang tepat karena yang dinyatakan dalam teks Syari’at zakat

fitrah itu terlebih dahulu disebutkan dengan kurma, seperti Hadit Nabi

menyatakan:

“Zakat fitrah itu satu sa’ kurma, atau satu sa’sha’ir dari setiap kepala,

atau satu sa’ bur atau gandum antara dua orang…” Riwayat Ahmad dan

Abu Dawud dari Abd Allah bin Ta’labah.

Page 24: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

24

Bahkan Hadith-hadith tentang zakat fitrah yang diriwayatkan dan

dijadikan dasar hukum oleh Imam al-Shafi’i dalam memberikan fatwanya,

tidak menyebutkan bahwa zakat fitrah itu dengan gandum, melainkan

dengan makanan secara umum (ta’am).

Zakat fitrah dengan memakai ukuran kurma seperti dijelaskan dalam

Hadith di atas, jelas akan membedakan nilai harganya, jika dibanding

dengan memakai ukuran gandum. Harga kurma yang standar, tidak terlalu

tinggi dan tidak terlalu rendah harganya, misalnya yang dijual di pasar-pasar

di Indonesia yaitu: 40.000/kg x 2,5 kg (1 sa’) = 100.000/perorang, untuk

setiap zakat fitrah. Sebaliknya, jika bersandar pada ukuran beras (gandum),

adalah: 6.000/kg x 2,5 (1 sa’) = 15.000/perorang, untuk setiap zakat fitrah.

Perbedaan ini jauh sekali, dan tentunya memiliki kadar paling rendah nilai

‘ubudiyah-nya.

Alasan para ulama atas pengiyasan kepada beras dari gandum itu

karena dipandang sebagai makanan pokok. Hal ini juga dipandang tidak

tepat, sekalipun beras dan gandum memiliki kesamaan sebagai makanan

pokok yang dapat mengenyangkan perut, tetapi makanan ini memerlukan

makanan pendamping lainnya ketika dikonsumsi seperti lauk pauk dan

sayuran, yang tentunya penyediaannya memerlukan biaya. Sementara jika

diqiyaskan kepada kurma, yang sesungguhnya disebutkan paling awal dalam

teks Hadith tersebut, maka makan kurma tidak memer-lukan makanan

pendamping lainnya, seperti ikan dan sayuran, ia hanya cukup ditemani oleh

segelas air. Demikian pula nilai gizi yang dikandung kurma jauh lebih tinggi

dibanding dengan yang terdapat dalam gandum.

Jadi, zakat fitrah dengan memakai ukuran kurma jauh lebih

mendekatkan pada maqasid al-Syari’at zakat fitrah itu sendiri dibanding

dengan zakat dengan memakai ukuran gandum. Apalagi sekarang berzakat

fitrah dengan memakai ukuran kurma dan gandum sama-sama dalam

praktiknya bisa dinilaikan kepada harga kedunya (diuangkan). Bukan dengan

kedua jenis makanan itu sendiri.

3. Peninjauan kembali ketentuan ‘iddah wanita yang dicerai.

Para ulama dengan segala otoritas yang dimilikinya telah menetapkan

bahwa masa menunggu (‘iddah) bagi wanita yang dicerai suaminya adalah 3

bulan. Ketetapan ini berdasarkan tafsiran dari kata quru’, yang diartikan

dengan tiga kali suci dari mestruasi (haid). Kata tersebut dinyatakan ayat:

“Wanita-wanita yang dicerai hendaklah menahan din (menunggu) tiga kali

Page 25: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

25

quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah

dalam rahimnya…” (Q.S. al-Baqarah, 2: 288).

Padahal kata quru’ bersifat ambigus atau mushtarakah (mempunyai

arti lebih dan satu). Kata tersebut dapat berarti menstruasi (haid) dan dapat

pula berarti dalam keadaan suci (tuhr). ‘Umar ibn al-Khattab, Ali ibn Abi

Talib, ibn Mas’ud, dan Abu Musa al-Ash’ari, menafsirkan kata “aqra’“,

yakni bentuk tunggal, mufrad dan kata quru’ itu dengan tafsiran menstruasi

(haid). Tafsiran ini dipegangi pula oleh Sa’id al-Musayyab, Ata’, dan

beberapa kelompok tabi’in serta sejumlah ahli hukum. Sementara itu,

‘Aishah, Zayd ibn Tabit dan Ibnu ‘Umar diriwayatkan bahwa mereka

menafsirkan kata “aqra’” yang terdapat pada ayat di atas dengan tafsiran

masa suci serta di antara menstruasi (athar).

Perbedaan tafsiran mengenai ayat hukum di atas menyebabkan

perbedaan dalam penentuan ‘iddah bagi wanita yang dicerai. Menurut

tafsiran pertama masa menunggu bagi wanita yang dicerai (‘iddah) itu

adalah setelah selesai menstruasi ketiga. Sedangkan menurut tafsiran kedua,

‘iddah selesai dengan dimulainya menstruasi ketiga.

Jadi, tafsiran pertama mengharuskan wanita menyelesaikan masa

‘iddah-nya itu selama tiga bulan penuh. Sedangkan tafsiran kedua

menyatakan tidak harus selama tiga bulan penuh, yakni cukup pada waktu

dimulai mestruasi ketiga saja. Bahkan Hadith da’if menyatakan bahwa

‘iddah wanita yang dicerai itu cukup dua kali mestruasi saja.

Ketentuan ‘iddah ini ‘illat hukumnya untuk mengetahui apakah wanita

yang dicerai itu sedang mengandung janin dari suaminya atau tidak dalam

keadaan mengan-dung. Jika diketahui sedang mengandung, ‘Umar bin

Khattab melarang suami men-ceraikan istrinya dalam keadaan mengandung.

Jika pun harus terpaksa bercerai, maka ‘iddah wanita yang dicerai dalam

keadaan mengandung itu adalah hingga melahirkan.

‘illat tersebut sesungguhnya sudah bisa diketahui melalui bantuan

teknologi kedokteran atau alat USG, apakah wanita itu mengandung atau

tidak mengandung, dengan tidak harus menunggu hingga tiga kali quru’.

Namun hikmah dibalik ketentuan itu, bisa jadi Tuhan masih memberi

kesempatan kepada pasangan yang bercerai itu untuk bisa kembali lagi

sebagai suami istri sebagaimana semula. Namun jika perceraian itu telah tiga

kali dilakukan di mana telah terjadi talaq ba’in, yang tentunya tidak bisa

kembali menikah, maka dengan bantuan teknologi kedokteran atau alat USG

Page 26: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

26

untuk mengetahui apakah istri yang dicerai itu dalam keadaan hamil atau

tidak hamil, sepertinya tidak perlu menunggu hingga tiga kali mestruasi,

melainkan cukup satu kali saja untuk membuktikan kebenaran diagnosis

kedokteran yang menyatakan ketidak-hamilan perempuan yang dicerai itu.

Tentu kecanggihan alat kedokteran ini akan berhadapan dengan teks ayat

yang menyatakan tiga kali quru’ seperti di atas, yang sesungguhnya ‘illat

hukumnya untuk mengetahui keadaan rahim wanita yang dicerai itu apakah

dalam keadaan hamil atau tidak hamil.

Dalam fatwa tersebut terlihat bahwa al-Qaradawi mendukung

kemajuan teknologi kedokteran. Karena itu seharusnya pula ketetapan

tentang masa ‘iddah wanita yang dicerai itu pun yang ‘illat-nya untuk

mengetahui hamil dan tidaknya wanita yang dicerai itu tidak bisa secara

mutlak ditentukan harus selama tiga kali haid. Karena rahasia rahim wanita

yang menjadi ‘illat bagi masa ‘iddah telah diketahui secara gamlang oleh

teknologi kedokteran. Lagi pula bagi manusia modern sekarang yang lebih

rasional, dalam memutuskan untuk bercerai biasanya didahului dengan

proses pisah ranjang yang berbulan-bulan, yang tentunya tidak melakukan

persetubuhan (junub) antara pasangan itu, yang bisa menyebabkan

kehamilan.

Pemikiran-pemikiran al-Qaradawi tersebut di atas merupakan wacana

bagi reformasi pemahaman di bidang hukum Islam di masa mendatang, yang

lebih arif dan bijaksana sebagai respon positif atas berbagai kemajuan

teknologi yang telah dicapai manusia modern, terutama yang dialami dunia

Barat dewasa ini, yang imbasnya tentu dialami pula oleh masyarakat muslim

di mana pun berada.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Page 27: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, HM., Abstrak Disertasi: Telaah terhadap Kriteria al-Hakim dalam Me-

nentukan Status H}adīth, Jakarta: Pascasarjana, IAIN Sharif Hidayatullah, 1995.

Abdullah, M. Amin., Studi Agama, Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996.

Abu Zahrah, Muhammad., Us}ūl al-Fiqh, Kairo: Dār al-Fikr al-Arābi, t.th.

’Abd al-Rahman al-’Ak, Shekh Khalid., Us}ūl al-Tafsīr wa Qawā’iduhu, Beirut: Dār al-

Nafāis, 1986.

Ali, Abdullah., Model Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam, Bandung: Puslit IAIN

Sunan Gunung Djati, 1998.

Ali, Abdul Karim.,dkk., “Faktor Perubahan pendapat Imām al-Shāfi’i dari Qawl Qa-dim

kepada Qawl Jadid,” dalam: Jurnal Sharī’ah. Vol. 16, No. 2, tahun 2008.

Athao Mudhhar, Muhammad., Fatwa-fatwa MUI: Sebuah Studi tentang Pemikiran

Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, Jakarta: INIS, 1993.

Ali Engineer, Asghar., Hak-hak Perempuan dalam Islam, Terj. Farid Wajidi dan Cici

Farkha, Yogyakarta: LSPPA, 2000.

Anonimous, CD Hadīth al-Sharīf, Kutub al-Tis’ah, 2000.

Anonomous, Himpunan Fatwa MUI, Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Haji, Depag RI,

2003.

Al-'Abadi, Abī T}ayyib Muhammad Shams al-Haqq al-Az}īm., 'Aun al-Ma'bud Sharh

Sunan Abī Dawūd, jilid XI, Beirut: Dār al-Fikr, 1979.

Al-Jurjani, Abi al-Hasan al-Husaeni., al-Ta'rifat, Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi,

1938.

Al-Qattan, Manna Khalil., Mabāhis fi ’Ulūm al-Qur’ān, terj. Mudhakir AS, Jakarta:

Pustaka Lentera Antarnusa , 1992.

Al-Shāfi’i, Abū ‘Abd Allāh Muhammad bin Idrīs., al-Um, Mahmud Matraji, (ed.),

Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiah, jld I, cet. II. 2009.

Al-Shāt}ibī, Abū Ishāq., al-Muwāfaqāt fi Us}ūl al-Sharī’ah, jilid II, Beirut: Dār al-Kutub

al-‘Ilmiah, 1991.

Al-Fatah, ‘Abd., Tarikh al-Tashri’ al-Islāmi, Kairo: Dār al-Ittihād al-‘Arābi, 1990.

Al-Bukhāri, Abū ‘Abd Allāh Muhamamd bin Ismā’īl bin bin Ibrāhīm., Shahīh al-

Bukhāri, Juz VIII, Semarang: Maktabah Wamathba’ah Usaha Keluarga, T.th.

Al-Tirmīdhi, Abū Isa., Sunan al-Tirmīdhi, Yordan: Bait al-Afkār al-Dauliyah, 1999.

Al-Nasāi, Abi Abd Allāh Ahmad ibn Shua’ib ibn Ali., Sunan al-Nasāi, Pentahqīq:

Muhammad ibn Shalīh al-Rajikhi, Yordan: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1999.

Al-Shais, Ali., Nash`atu al-Fiqh al-Ijtihād wa at-T}awaruh, Beirut: Lajnah Buhūth al-

Islāmiyah, 1980.

Al-‘Arābi, Abū Bakr bin ‘Abd Allāh bin., Ah}kām al-Qur’ān, juz III, Beirut: Dār al-Fikr,

t.th.

Al-Ghazāli, Abū Hamīd., al-Mustashfa min ‘Ilm al-Usūl, jilid II, Beirut: Dār al-Kutub al-

Ilmiah, 1983.

Al-Shaukani, Irhād al-Fuhūl ila Tahqīq al-Haq min ‘Ilmi al-U}sūl, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.

Page 28: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

28

Al-Fayumi, al-Misbah al-Munīr al-Gharib; al-Sharh al-Kabīr li al-Rāfī’i, Kairo:

Maktabah al-Amiriyyah, cet. VI, 1965.

Al-Nawāwi, al-Majmu’ Sharh al-Muhadhdhab, Kairo; Maktabah Zakaria Ali Yūsuf, t.th.

Al-Maqdisi, Faidullah al-Husni., Fath al-Rahmān, Beirut: Mathba’ah Ahliyah, 1323 H.

Al-Jauziyah, Ibn al-Qayyim., I’Iām al-Muwāqqi’īn ‘an Rabb al-‘Alamīn, Beirut; Dār al-

Fikr, 1977.

-----------------, Manhaj Fikih Yusuf al-Qaradhawi, terj. Samson Rahman, Pustaka Al-

Kausar: 2001.

Al-’Asqalāni, Ibn Hajar., Fath al-Bāri, juz II, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.

----------------, Bulūgh al-Marām, Beirut: Dār al-Fikr, T.th.

Anderson, JND., Law Reform in The Muslim Word, London: Univ; Of London The

Athlon Press, 1976.

Al-Suyūthi, Jalāl al-Dīn ‘Abd al-Rahman., al-Asbah wa Al-Nadhāir fi al-Furu’, Dār al-

Fikr: tth.

-----------, Jāmi’ al-Shaghīr fi Ah}adīth al-BaShīr al-Nad}īr, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.

-------------, Tārikh al-Khulafā, Mesir: Dār al-Sha’bi, T.th.

Al-Qasimi, Jamaluddin., al-Fatāwa fil Islām, Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiah, t.tt.

Amīn, Muhammad., al-Ijtihād fi al-Sharī’at al-Islamīyah, dalam: http: //www.

shareah.com/ index.php?/records/view/action/view/id/2483/

Al-Thu’alabi al-Fasi, Muhammad al-Hijawi ibn al-Hasan., al-Fikr al-Samīy fi Tarīkh al-

Fiqh al-Islāmi, Madinah: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1977.

Al-Zarqa,Muhammad.,Sharah al-Qawā’id al-Fiqhiyyat, Damaskus: Dār al-Qalam, 1989.

Al-Halawi, Muhammad Abd al-‘Aziz., Fatawa wa Aqdhiyat Amiril Mukminin ‘Umar Ibn

al-Khat}t}ab, terj. Zubeir Suryadi Abdullah, Surabaya: Risalah Gusti, 1999.

A-Nawawi, Muhyi al-Din Abu Zakariya., al-Majmu’ Sharh al-Muhadhdhab, Beirut: Dār Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, 2001.

Al-Majdub,Muhammad.,'Ulamā wa Mutafakkirūn 'Araftuhum, Beirut: Dār al-Nafāis, 1977.

Al-Khan, Mustafa Said., al-Kafi al-Wafi fī Us}ūl al-Fiqh al-Islāmi, Beirut: Mu'assah al-

Risālah; 2000.

Al-Shaukāni, Muhammad., Irshād al-Fuhūl ila Tahqīq al-Haq min Ilmi al-Usūl, Beirut:

Dār al-Fikr, t.th.

Arshad, M. Nathir., Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, bandung: Mizan, 1995.

Al-Khatib, M. Ajaj., Us}ūl al-H}adīth ‘Ulumuhu wa Mus}t}alah}uhu, Beirut: Dār al-Fikr, 1989.

Anas, Mālik bin., al-Muwat}t}ā’, jilid II, Dār al-Fikr. T.th.

Al-Manawi, Muhammad Abd al-Rauf.,Faid} al-Qadīr, juz IV, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.

Al-Ghazāli, Muhammad., al-Sunnah Nabawiyyah, Kairo: Dār al-Shuruq, 1989.

Al-Zarqa, Musthafa Ahmad., al-Madkhal al-Fiqh al-‘Amm, al-Fiqh al-Islāmi fi Thaubihi

al-Jadīd, Damaskus: Dār al-Fikr, 1968.

Al-Bukhāri, Muhammad bin Ismāil., Shahīh al-Bukhāri, jilid II, Tahqīq: Muhammad Dib

al-Bugha, Beirut: Dār al-Ibn Kathīr, cet, III,1987.

Al-Halawi, Muhammad ‘Abd al-‘Azīz., Fatāwa wa Aqdiyah Amīr al-Mu’minīn ‘Umar

ibn al-Khaththtāb, terj. Wasmukan & Zubeir Suryadi Abdullah, Jakarta: Risalah

Gusti, cet. I, 1999.

Page 29: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

29

Al-Albāny, Nāshir al-Dīn., Ghāyat al-Marām fi Takhrīj Ah}ādīth Halāl wa al-Harām,

Dimshiq: al-Maktab al-Islāmi, cet. I, 1980.

Al-T}ūfi, Najm al-Dīn., Risalah fi Ri’ayat al-Mas}lah}at, pentahqiq: Ahmad Abd al-

Rahīm Sayikh, Mesir: al-Dār al-Mishriyah al-Lubnaniyah, cet. I, 1993.

Al-Khurasyi, Sulaimān bin Shalīh., al-Qarad}āwi fī al-Mizan, Saudi Arabia: Dār al-Jawāb,

1999.

Ash-Shiddiqi, T.M. Hasbi., Pokok-pokok Pegangan Imām Madhhab dalam Membina

Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Anwar, Shamsul., Epistemologi Hukum Islam Probabilitas dan Kepastian, Ke Arah Fiqh

Indonesia: Mengenang Jasa Prof. Hasbi Ash-Shiddieqy, Yogyakarta: Forum

Studi Hukum Islam Fakultas Sharī’ah IAIN Sunan Kali Jaga, 1994.

Al-Amīdi, Saif al-Dīn., al-Ih}kām fi Us}ūl al-Ah}kām, jilid III, Beirut: Dār al-Fikr, 1996.

Al-Zuhaili, Wahbah., Us}ūl al-Fiqh al-Islāmi, Beirut: Dar al-Fikr, 1417 H/1986 M.

Al-Qarad}āwi, Yūsuf., Al-Ijtihād wa al-Tajdīd Baina D}awābit} al-Sharī’yyah wa al-

Hayat al-Mu'ās}irah, Majallat al-Ummah, No. 45, 1985.

-------------, Silsilah Rasāil Tarshīd al-Shahwat: Mustaqbal al-Us}ūliyah al-Islamīyah,

Beirut: al-Maktab al-Islamī, cet. III, 1418 H/1998 M.

-------------, al-Ijtihād fi al-Sharī’at al-Islāmiyah, dalam: http://www.scribd.com/

doc/28241941/ ا�س�مية-الشريعة- فى- ا�جتھاد-القرضاوي-يوسف

-------------, al-Ijtihād fi al-Sharī’at al-Islāmiyah, ma’a Naz}rāt Takhlīliyat fi al-Ijtihād

al-Mu’ās}ir, Kuwait: Dār al-Qalam li al-Nashr wa al-Tauzī’, cet.III, 1999.

------------, Awāmil al-Sittah wa al-Murunah fi al-Sharī’ah al Islāmiyyah, Kairo: Dār al-

Shahwah, 1985.

------------,Tafsīr al-Fiqh, Kairo: Dār al-Fadilah, 1987.

------------, Nahwa Wahdah Fikrah li al-Islām, Kairo: Maktabah Wahbah, 1991.

------------, Al-Marja'iyah al-'Ulya fi al-Islām li al-Qur'ān wa al-Sunnah, Kairo: Mak-

tabah Wahbah, 1992.

-------------, Al-Fatwa Bainal Ind}ibāt} wa al-Tasayyub, Maktabah Wahbah: cet. III, 1993.

------------, Ijtihād al-Mu'ās}ir Baina al-Ind}ibāt} wa al-Infirāt}, Dār al-Tauzi wa al-

Nashr al-Islāmiyah, 1994.

------------, Taisīr al-Fiqh li al-Muslim al-Mu'ās}ir, Kairo: Maktabah Wahbah, 1999.

-------------, Madkhal li al-Dirāsat al-Sharī’ah al-Islāmiyah, Kairo: Maktabah Wahbah,

2001.

------------, Min Hadyi al-Islam: Fatāwa Mu’ās}irah, 3 jilid, Kuwait: Dār al-Qalam: 2005.

------------, Al-Halāl wa al-Harām, Kairo: Maktabah Wahbah: 2007.

------------, Mujibat Taghayyur al-Fatwa fi ‘Asrina, Ttp: Dār al-Shurūq, cet. II, 2008.

------------, Al-Siyāsah al-Shar’iyyah fi D}aui’ Nus}ūs} al-Sharī’ah wa Maqās}idiha,

Kairo: Maktabah Wahbah: t.th.

------------, Al-Fiqh al-Islāmy Bain al-As}alah wa al-Tajdīd, Kairo: Maktabah Wahbah, 2003.

------------, Kaifa Nata’āmalu ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah, terjemahan M. al-Baqir,

Bandung: Karisma, 1993.

------------, Umat Islam Menyongsong Abad ke-21, Solo: Era Intermedia, cet.I, 2001.

------------, MaSharakat Berbasis Sharī’ah Islam, Akidah, Ibadah, Akhlak, Alih bahasa

oleh Abdus Salam MaShkur (Solo: Era Intermedia, cet. I, 2003.

Page 30: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

30

------------, Perjalanan Hidupku I, Penterjemah: Cecep Taufikurrahman, Jakarta: Pustaka

al-Kauthar, 2003.

------------, Ijtihād Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan, alih bahasa

oleh Abu Barzani, Surabaya: Risalah Gusti 1995.

Baiquni, Achmad., makalah seminar: Etos Kerja dan Iptek Masa Depan, Bandung: IAIN

Sunan Gunung Djati, 1993.

Baz, Abd Allāh bin., Fatāwa Islāmiah, Riyadh: Dār al-Wathan li al-NaShr, 1413 H.

Cawang, Robert M. Z., Materi Pokok Sosiologi, Jakarta: Dekdikbud, 1985.

Cowan, J. Milton., (ed.), Hens Wehr, Dictionary of Modern Writen Arabic, London:

George Allen and Unwin, Cet.III, 1997.

Dawis, Muhammad.,& Hamid Shadiq, Mu'jam Lughat al-Fuqaha,Tp: Dār al-Nafāis, 1985.

Dāwūd, Abū., Sunan Abī Dāwūd, tahqīq: Muhammad Muhyi al-Dīn Abd al-H}amīd,

Beirut: Dār al-Fikr, t.th.

Dahlan, Abdul Aziz., (Eds.), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid. I, Jakarta: Ichtiar Baru Han

Hoeve, Cet. IV, 2000.

Djazuli, A., dan I. Nurol Aen, Us}ūl Fiqh, Jakarta: Rajawali Press, 2000.

Djamil, Fathurrahman., Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos: 1997.

----------------, “Hukum Perjanjian Sharī’ah,” dalam Komplilasi Hukum Perikatan,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

----------------, “The Muhammadiyah and The Theory of Maqashid al- Sharī’ah”, Studia

Islāmika, II, I, 1995.

Faidullah, Muhammad Fu'ad Fauzi., al-Ijtihād fi al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, Kuwait:

Maktabah Dār al-Turāth, 1988.

Fauzan, Shalīh bin., al-I’lām bi Naqdi Kitab al-Halāl wa al-Harām, (Riyādh; Mathba’ah

Imām Muhammad bin Sa’ud al-Islāmiyyah; 1396 H.

Ghazāli, Abdurrahman., Ijtihād Kontemporer dalam Pandangan Yusuf al-Qaradhawi,

Tesis Magister Agama, Jakarta: Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Sharif

Hidayatullah,1996.

Hassan, Ahmad., The Early Development of Islāmic Juriprudence, Edisi Indonesia, Pintu

Ijtihad Sebelum Tertutup, Bandung: Pustaka Salman, 1984.

Hassan, A., Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama, 4 jilid, Bandung: CV.

Diponegoro, 1997.

--------------“Risalah Riba” dalam Kumpulan Risalah A. Hassan, Bangil: Pustaka Elbina,

2005.

Hassan, Abdul Qadir., Kata Berjawab: Soal Jawa Berbagai Masalah Agama, jilid 1-5,

Bangil: Yayasan Almuslimun, 1991.

Haroen, Nasrun., Ijtihad Ibnu Qayyim Dalam Perubahan Sosial, Jakarta: Perpustaka-an

Pascasarjana UIN Jakarta, 1995.

Hakim, Abdul Hamid., Mabadi Awaliyah, Padang Panjang: Penerbit Shamsial, t.th.

Hornby, A.S., Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, (Oxford:

Oxford Uneversty Press, 1980.

Hidayat, Komaruddin., Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta:

Paramadina, 1996.

Hooker, HB., Islam Madhhab Indonesia, Bandung: Mizan, 2003.

Page 31: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

31

Haekal, Muhammad., Hayah Muhammad, Jakarta: Tinta Mas, 1984.

Hosen, Ibrahim., “Memecahkan Permasalahan Hukum Baru”, dalam Haidar Baqir dan

Shafiq Basri (Eds.), Ijtihād dalam Sorotan, Bandung: Mizan, 1988.

Hazm, Ibn., al-Muhālla, juz VII, Kairo: Maktabah Jumhuriyyah al-’Arābiyyah, 1968.

Ibnu Kathīr, Abū al-Fida Ismā’īl., Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīm, Jilid I, (Pentahqīq: Sami

bin Muhammad al-Salamah), Ttp: Dār al-Thayyibah, tth. T.th.

Iska, Shukri., "Pemikiran Fiqh al-Auliyyat Yusuf al-Qaradhawi " Tesis Magister Agama,

Jakarta: Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Sharif Hidayatullah,1996.

Ismail, Shuhudi., H}adīth Nabi Menurut Pembela, Pengikar dan Pemalsunya, Jakarta

Gema Insani Press, 1995.

Iqbal, Muhammad., Reconstruction of Religious Thought Islam, New Delhi: Kitab

Bhavan, 1981.

Khaeruman, Badri., Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’ān, Bandung: Pustaka Setia, 2004.

-------------------, dkk, “Responsible Citizen’s Democracy”, lihat Bab 1: Demokrasi

sebagai Sistem Sosial Politik MaSharakat Dunia, Bandung: Iris Press, 2008.

Ka’bah, Rifyal., Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Universitas Yasri, 1996.

Kontjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: UI Prees, 1964.

Khallaf, Abd al-Wahab., ’Ilm al-Us}ūl al-Fiqh al-Islāmi, Kuwait: Dār al-Qalam, 1978.

Khaldun, Ibnu., Al-Muqaddimah, Mesir: al-Bahaiyah, t.th.

Mahmas}ani, Subhi., Falsafat al-Tashrī’ al-Islāmi, Beirut: Dār al-Malayyīn, 1961.

Malaikah, Musthafa., Fi Us}ūl al-Da’wah Mustaqimat min Kitab Yusuf al-Qaradhawi,

terjemah Samson Rahman, Jakarta Timur: Pustaka al-Kaisar, cet. I, 2001.

Masud, Muhammad Khalid., Filsafat Hukum Islam, terjemah Ahsin Muhammad,

Bandung: Pustaka, 1996.

Mubarok, Jaih., Modifikasi Hukum Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.

-----------, Ijtihād Kemanusiaan, di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani QuraiSh, 2005.

Mūsa, Yūsuf., al-Fiqh al-Islāmi Madkhal li-Dirāsatih, tt.: t.p., 1958.

Mahfudh, Sahal., Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta: LKS, 1994.

Mamun, Sukron., Studi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang Ide-ide Demokrasi

Dalam Islam, Tesis Magister Agama Islam, Jakarta: Perpustakaan Pascasa-rjana

UIN Sharif Hidayatullah, 2005.

Magestari, Noerhadi., “Penelitian Agama Islam: Tinjauan Disiplin Ilmu Budaya” dalam:

Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antradisiplin Ilmu, Mastuhu

(Eds), Jakarta: Pusjarlit, 1998.

Madjid, Nurkholish., “Konsep Asbāb al-Nuzūl Relevansinya bagi Pandangan Histo-risis

Segi-segi Tertentu Ajaran Keagamaan,” dalam Budhy Munawar Rachman (ed.),

Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Yayasan Wakaf

Paramadina, 1994.

Muhammad, Afif., Model Penelitian tentang Pemikiran, Bandung: Puslit IAIN Sunan

Gunung Djati, T.th.

Madani, Muhammad., Mawathin al-Ijtihād fi al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, Kuwait: al-

Maktabah al-Manār, t.th..

Page 32: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

32

Mukhlis, Bahar., Metode Ijtihād Yusuf al-Qaradhawi dalam Masalah-masalah Kon-

temporer, Disertasi Doktor, Jakarta: Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Sharif

Hidayatullah, 2001.

Nuswantari, Dyah., (ed.), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Jakarta: EGC,1998.

Manz}ur, Ibn., Lisān al-'Arāb, Juz IV, Mesir: Dār al-Mishriyyah, t.th.

Nuruddin, Amiur., Ijtihad ‘Umar Ibn Al-Khat}t}ab, Jakarta: CV Rajawali, 1991.

Nasution, Harun., Kedudukan Akal dalam Islam, Jakarta: Yayasan Idayu, 1979.

Nu’man, Farid., al-Ikhwan al-Muslimin, Sebuah Koreksi Bijak dan Tuntas atas Tuduhan

Fitnah dan Celaan tak Pantas terhadap Manhaj dan Tokoh-tokohnya, Depok:

Pustka Nauka, 2004.

Praja, Juhaya S., Teori-teori Hukum, Suatu Telaah Perbandingan dengan Pendekatan

Filsafat, Bandung: Pascasarjana, UIN, 2009.

-----------------, Filsafat Hukum Islam, Tasikmalaya: Latihifa Press, 2009.

-----------------, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia,

Jakarta: Teraju, 2002.

Quthb, Sayid., Nahwa Mujtami' al-Islāmi, Bandung, terjemahan Mu'ti Nurdin,

Masyarakat Islam, PT Alma'arif, cet. Ke-3, 1983.

Qadir, Abdurrahman., "Pembaharuan Hukum Islam: Studi Pemikiran Yūsuf al- Qara-

d}āwi tentang Zakat Profesi", Tesis Magister Agama, Jakarta: Perpustakaan Pasca

Sarjana UIN Sharif Hidayatullah,1990.

Rusli, Nasrun., Konsep Ijtihad Al-Shaukani, Jakarta: Logos, 1999.

Rofiq, Ahmad., Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia,Yogyakarta: Gama Media, 2001.

Rahman, Fazlur., Muhammad Iqbal, The Recontruction of Religious, Thaought in Islam,

New Delhi: Ktab Bavan, 1981.

Ramali, Ahmad., dan K. St. Pamoentjak, Ensiklopedi Indonesia I, Abortus, Jakarta:

Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1980.

--------------, dan K. St. Pamoentjak, Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan, cet. XXI,

1996.

Rakhmat, Jalaluddin., Rekayasa Sosial: Reformasi, Refolusi atau Manusia Besar?, Cet.

II, Bandung: Rosda Karya, 2000.

-----------, Dahulukan Akhlak di atas Fiqh, Bandung: Muthahari Press. 2002.

Sharīf al-Dīn, Abd al-Azīm., Ibn Qayyim al-Jauziyah Asruhu wa Arā’uhu fi al-Fiqh wa

al-Aqā’id wa al-Tas}awuf, Mesir: Maktabah al-Kulliyah al-Azar, 1967.

Shaltūt, Mahmud., al-Islām ’Aqīdatu wa Sharī’atu, Beirut: Dār Shuruq, 1983 Cet, 11.

--------------, al-Fatāwa, Kairo: Dār al-Shurūq, cet. Ke-18, tahun 2004.

Shani, Abdul., Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

-----------------, Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1996.

Sugihen, Bahrein T., Sosiologi Pedesaan, Jakarta: Grafindo Persada, 1996.

Sa’dawi, Amru Abd al-Karim., Qad}āya al-Mar’ati fi Fiqh al-Qarad}āwi, terjemahan

Muhyiddin Mas Rida, Jakarta Timur: Pustaka al-Kauthar, 2009.

Suramatputra, Ahmad Munif., Problematika Hukum Islam Kontemporer, edt. Chuzaimah

T. Yanggo, Jakarta: LSIK, 1997.

Page 33: KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI BAGI …fu.uinsgd.ac.id/_uploads/post/2013/11/20/20131120061518-1307.pdf · KONTRIBUSI YUSUF AL-QARADHAWI ... amalan umat 5 Abdurrahm ... Demikian pula

33

Sukarja, Ahmad., Problematika Hukum Islam Kontemporer, editot: Chuzaimah T.

Yanggo, Jakarta: LSIK, 1997.

Suma, Muhammad Amin., Ijtihād Ibnu Taimiyah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.

Suriasumantri, Yuyun S., “Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari

Paradigma Baru”, dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan

Antradisiplin Ilmu, Mastuhu (Eds.), Jakarta: Pusjarlit, 1998.

Sharifuddin, Amir., Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa

Raya, 1990.

Suyatman, Ujang., Konsep Qath’i dan Zahnni dalam Hukum Islam, Jurnal Spektrum, No.

1, tahun 2003.

Shihab, Quraish., Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1996.

Shafruddin, Rif'an., Ijtihād Kontemporer dalam Perspektif Yusuf al-Qaradhawi,

Antasari: Tesis IAIN Antasari, 2004.

Soekanto, Soerjono., Beberapa Permasalahan dalam Kerangka Pembangunan di

Indonesia, Jakarta: UI Press, 1975.

----------------, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia, 1986.

----------------, Sosiolog Hukum, Jakarta: UI Prss, 1988.

Schacht, Joseph., Studia Problems of Modern Islāmic Legislation Islāmica, vol.12,1960.

-----------------, An Introduction to Islāmic Law, London: Oxfrod at the Clerendon Press,

1971.

Siradj, Said Aqiel., Islam Kebangsaan; Fiqh Demokratik Kaum Santri, Jakarta: Pustaka

Ciganjur, 1999.

Taymiah, Ibnu., Majmū’u Fatāwa, juz 30, Jami’ wa tartib: Abd al-Rahman bin

Muhammad bin Qāsim dan Sa’ad bin Muhammad, Madinah al-Munawarah:

Waqaf Raja Fahd, 1425 H./2004.

Talimah, Isham., al-Qarad}āwi Faqihan,Tp: Dār al-Tauzi wa al-Nashar al-Islāmiyyah, T.th.

Thahhān, Musthafa Muhammad., Menuju Gerakan Islam Modern, terj. Jasiman, Jakarta:

Gramedia, 2000.

Uways, Abdul Halim., Fikih Statis Dinamis, terj. A. Zarkasi Humaidi, Bandung: Pustaka

Hidayah, 1998.

Wensink, A.J., Mu’jam al-Mufah}ras li Alfaz} al-H}adīth al-Nabawi, jilid V, Leiden:

Maktabah Brill, 1969.

Yusdani, Peranan Kepentingan Umum dalam Reaktualisasi Hukum: Studi Pemikiran

Najmuddin al-Thūfi, Yogyakarta: UII Press, 2000.

Yamani, Ahmad Zaki., al-Sharī’ah al-Khalidat wa Mushkilat al-‘Ashr, terjemahan KMS.

Agustjik, Sharī’ah Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini, Jakarta:

Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan, 1977.

Zaid, Mushtafa., al-Mas}lah}at fi al-Tashrī al-Islāmi wa Najm al-Dīn al-T}ūfi, Ttp: Dār al-Fikr al-‘Arabi, cet. II, 1964.

Zahrah, Abū., Ibn Taimiyah; Hayatuh wa 'Asruhu Arauhu wa Fiqhuhu, Kairo: Dār al-

Fikr al-'Arābi, t.th.

------------------, Us}ūl Fiqh, Kairo: Dār al-Fikr al-‘Arabi, 1957.