konsep zikir menurut dr. quraish shihab dalam tafsir al...
TRANSCRIPT
KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR
AL-MISBAH
OLEH :
AHMAD EPENDI
NIM. 102052025629
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR
AL-MISBAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Sosial Islam ( Sos. I )
OLEH :
AHMAD EPENDI
NIM. 102052025629
Dibawah Bimbingan
Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum
NIP. 150 244 766
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-
Misbah” telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I.) pada
Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 15 Desember 2008
Panitia Sidang Munaqosah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, MA Nasichah, MA
NIP. 150 202 342 NIP. 150 276 298
Anggota,
Penguji I Penguji II
Drs. H. Mahmud Jalal, MA Drs. M. Luthfi, MA
NIP. 150 202 342 NIP. 150 268 782
Pembimbing,
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum
NIP. 150 244 766
KONSEP ZIKIR
MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana (S.Sos.I)
OLEH :
AHMAD EPENDI
NIM : 102052025629
Di bawah Bimbingan,
Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum
NIP. 150 244 766
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYTULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 01 Desember 2008
Ahmad Ependi
ABSTRAK
Ahmad Ependi
Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah
MENGINGATI Allah atau zikrullah adalah amalan yang paling mulia melalui
pergerakan lidah, kesedaran akal budi dan keinsafan hati dan jiwa. Dengan mengingati
Allah manusia akan berasa ketenangan jiwa kerana dia menyedari bahwa berada di
samping Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-Nya.
Apabila dia kembali kepada-Nya, maka sebenarnya dia kembali berpaut kepada
asas yang kukuh. Manusia kadang-kadang gelisah menghadapi masa depan belum pasti
keadaannya atau kadang-kadang berasa lemah berhadapan dengan pelbagai cabaran dan
halangan yang mendepaninya.
Dalam hal ini, sekiranya orang yang beriman kepada Allah, mereka akan ingat
bahawa sesungguhnya Allah Maha Berkuasa di atas segala sesuatu, Allah Maha Melihat
segala-galanya, Allah mampu mengatasi semua hal di dunia ini.Dengan demikian akan
tenanglah jiwanya. Firman Allah bermaksud: “Iaitu orang yang beriman dan tenteram
hati mereka dengan zikrullah. Ketahuilah! dengan zikrullah itu, tenang tenteramlah hati
manusia.” (Surah al-Ra’d, ayat 28)
Perasaan tenang itu wujud kerana jiwanya berhubungan langsung dengan Allah
dan rasa selamat di bawah jagaan-Nya. Ketenangan hati orang yang beriman hasil
daripada zikrullah itu adalah hakikat dalaman yang hanya boleh dirasakan oleh orang
yang hatinya diliputi oleh kemanisan iman. Ia tidak boleh diungkapkan melalui kata-kata
kepada orang yang tidak menghayatinya. Bahkan, ia sesuatu yang meresap ke dalam hati
sehingga ia berasa tenang dan sejahtera dengannya.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Zikir
Menurut Dr.Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah” dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kehariban junjungan serta tauladan umat
yakni baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya dan
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Selanjutnya, alhamdulillah dalam menyelesaikan skripsi ini penulis walaupun
banyak menghadapi halangan dan rintangan akan tetapi itu semua penulis jadikan
pengalaman dan pelajaran yang berharga. Kemudian atas peran serta dan motivasi baik
moril maupun materil dari berbagai pihak dalam turut membantu menyelesaikan
pembuatan skripsi. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Komarudin Hidayat, MA., selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Murodi M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. M. Lutfi, M.Ag., dan Ibu Nashehah, M.A., selaku ketua dan sekertaris
jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum., selaku dosen pembimbing skipsi, yang tak
pernah putus-putus memberikan bimbingan dan motivasinya hingga berhasilnya
skripsi ini.
5. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Segenap karyawan dan TU Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.
7. Ayahanda tercinta Bapak Acang Nurhasan dan Ibunda tercinta Rt. Eti Murniati,
yang merupakan kedua orang tua penulis yang telah memberikan segalanya
hingga penulis berhasil dalam menyelesaikan studi, semoga Allah SWT
mengampuni dosanya dan menyayanginya di dunia dan akhirat.
8. Nenek tercinta Hj. Hapsah yang telah banyak mendoakan cucu tercinta dan
memberikan support-nya kepada penulis sehingga ada dalam kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan studi, semoga Allah SWT mengampuni dosanya
dan menyayanginya di dunia dan akhirat.
9. Kakak dan adik penulis yang telah banyak pula memberikan dukungan baik moril
maupun materil hingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi.
10. Segenap teman-teman “éRSOUS”, yang selalu setia dalam setiap hal, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu-persatunya, semoga tidak mengurangi keakraban dalam
persahabatan dan persaudaraan
11. Segenap sahabat-sahabati pengurus komisariat dan kader-kader Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, yang selalu setia berbagi dalam susah dan senang dan menberikan
pengalaman yang positif kepada penulis.
12. Teman sepergaulanku yang terdekat Reni Febriani, M. Iqbaluddin, Zakia AR, dan
teman-teman terdekat lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang
setia dan tulus mendampingi penulis hingga berhasilnya pembuatan skripsi ini,
semoga amal kebaikannya di balas oleh Allah SWT.
13. Sahabat Tb. Asep Subhi, S.Sos.I, yang rela dan tulus memberikan waktu dan
pengalamannya kepada penulis dalam keberhasilan menyelesaikan skripsi ini,
semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
14. Teman-teman Angkatan penulis “BPI 2002” yang sama-sama merasakan susah-
senang dan indahnya menempuh Strata 1 (S 1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan semua pihak yang turut memberikan dukungan kepada penulis hingga
berhasilnya pembuatan skripsi.
Jakarta, Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
ABSTRAK ………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ………………………………………….............. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………. 4
C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian……………………………. 5
D. Metodologi Penelitian……………………………………… 6
E. Sistematika Penulisan………………………………………. 9
BAB II KERANGKA TEORI TENTANG ZIKIR
A. Pengertian Konsep dan Zikir………………………………..11
B. Konsep Zikir dalam al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah………15
C. Media dan Waktu Berzikir ………………………………… 22
BAB III PROFIL Dr. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH
A. Sejarah Hidup dan Kepribadian ………................................. 30
B. Karya-karyanya Yang Berkaitan Dengan Zikir…………...... 33
C. Biografi Tafsir Al-Misbah……………………...................... 36
BAB IV KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM
TAFSIR AL-MISBAH
A. Bacaan-bacaan Zikir Yang Dianjurkan Dalam al-Qur’an dan Tafsir Al-
Misbah…………………………………………........ 42
B. Isi Kandungan Bacaan-bacaan Zikir Dalam Tafsir Al-Misbah.. 48
C. Dampak Zikir Bagi Kehidupan……………………………….. 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………… 69
B. Saran…….……………………………………………………. 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Nomor : Istimewa
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : Pengajuan Proposal Skripsi
Kepada yang terhormat,
Ketua Dewan Pertimbangan Skripsi
Di-
Tempat
�م ����� ور��� ا و� آ���ا��
Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Bapak/Ibu senantiasa berada
dalam lindungan Allah SWT, serta selalu sukses dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari. Amin.
Nama : Ahmad Ependi
Nim : 102052025629
Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
Semester : XII (Dua belas)
Bermaksud mengajukan proposal skripsi dengan judul: “KONSEP
ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-
MISBAH”. Proposal skripsi ini selanjutnya diharapkan bisa diteruskan sebagai skripsi
yang dapat dijadikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Sosial Islam (S.Sos.I) dalam jenjang Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan ini saya lampirkan:
1. Outline Skripsi
2. Proposal Skripsi
3. Daftar Pustaka Sementara
Demikian surat pengajuan judul skripsi ini saya ajukan, semoga dapat
menjadi bahan pertimbangan oleh Bapak/Ibu dan sebelumnya saya
ucapkan banyak terima kasih.
و� آ���وا���م ����� ور��� ا
Dosen Pembimbing Akademik Pemohon
Drs. M. Lutfi, M.Ag Ahmad Ependi Nip: 150268782 Nim: 102052025629
KONSEP ZIKIR
MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH
Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Dakwah
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Oleh:
AHMAD EPENDI
NIM : 102052025629
Di bawah Bimbingan
Dra. Hj. ASRIATI JAMIL , M.Hum
NIP.
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat disangkal bahwa era dewasa ini adalah era kegelisahan. Problem
hidup terlihat dan dirasakan di mana-mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat ,
tetapi juga karena ulah sementara pihak mengusik kedamaian dengan berbagai dalih atau
menawarkan aneka ide yang saling bertentangan dan membingungkan. Dengan zikir,
optimalisasi lahir, dan itulah yang dapat mengusik kegelisahan. Dan saat ini adalah saat
yang paling tepat untuk kembali memohon kepada Tuhan, karena meningkatkan
kekerasan, perpecahan, dan kerusakan, juga karena berpaling dari Tuhan.
Kesadaran tentang adanya Tuhan yang telah terbangun sejak dalam kandungan,
sedikit demi sedikit bisa terkikis. Akan tetapi kesadaran tersebut bisa juga bertambah dan
terus bertambah. Realitas tersebut menunjukan sifat kesadaran ilahiah (keimanan)
seseorang yang labil. Ia bisa berkurang (yanqush) dan bisa pula bertambah (yazid). Agar
keimanan seseorang bisa stabil dan terus bertambah, maka diperlukan sebuah media
untuk selalu mengingat-Nya. Itulah yang disebut dengan dzikrullah. Karena zikir
merupakan salah satu proses stabilisasi keimanan.
Bagi umat Islam ajakan ini bukanlah sesuatu yang baru. Ajakan berzikir
merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yang dipraktikan sepanjang saat dan
dalam seluruh kondisi dan situasi oleh Nabi Muhammad Saw. serta para sahabat beliau.
Dalam kitab suci al-Qur’an bertebaran ayat-ayat yang mengajarkan zikir untuk berbagai
situasi dan kondisi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti halnya di bawah
ini:
Zikir sebagai proses stabilitasi keimanan, terlihat jelas dalam firman Allah dalam
surat al-Ahzab ayat 41-43 yang berbunyi:
��������� � ������ ��������� ����������� ����
�☯!�"�� ��#!�$⌧". '�)*+,-.�� �/!012
3⌧4�5�6��. ���7 8������ 9:;<=>�� ?@�1�4'AB
C+D)1F�'A��� 2�1-G:!I�4�J KL�M� �N-☺�APQJ�� 9'R*S T�VJ�� W
X�YZ�� �[����)☺�J��*2 �$☺\�+�T. ) اب��� )43-41: ا
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan
untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang).
dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. al-Ahzab: 41-
43).1
Ini semakin memperjelas bahwa segala ibadah yang dilakukan sebagai hamba
adalah untuk diri sendiri, sekaligus sebagai tanda cinta dan kasih sayang Allah kepada
seluruh makhluk-Nya.
Memang sebagian orang lengah dengan tuntunan al-Qur’an; sebagian umat juga
tidak memahami apa yang dimaksud dengan zikir; sebagian hanya memahami zikir
1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), vol. II, h. 287-289.
dalam bentuk kalimat yang diulang-ulang membacanya tanpa pemahaman atau
penghayatan.
Sedangkan arti zikir secara harfiah berarti “mengingat”. Kegiatan “mengingat”
memiliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan. Ketika ingat sesuatu, maka ia akan
mengingatkan pula pada rangkaian-rangkaian yang terkait dengannya. Ingatan bisa
muncul karena kita punya keinginan, kepentingan, harapan, dan kerinduan terhadap apa
yang kita ingat. Kegiatan “mengingat” juga bisa memicu lahirnya ide-ide dan kreativitas
baru. Kalau hanya dengan mengingat sesuatu yang ada di alam ini bisa memicu
munculnya bentuk kreativitas, bagaimana dengan mengingat Allah yang Maha kreatif
dan kekuasaan-Nya tak terbatas? Secara logika tentu akan memberikan dampak positif
luar biasa bagi kehidupan. Hanya persoalannya, tidak semua orang mudah mengingat-
Nya, walaupun potensi untuk itu ada pada setiap kita. Disinilah potensi “mengingat”
Allah perlu digali dengan cara selalu menyebut-nyebut nama-Nya. Dan untuk menggali
potensi mengingat Allah (berzikir) tersebut tentunya harus dengan kekhusuan yang
tinggi, karena dengan kekhusuan ini maka ingatan tersebut akan terserap oleh hati dan
akan membuahkan tindakan-tindakan yang positif.
Dan hal ini hanya dapat dirasakan oleh seringnya berzikir mengingat kebesaran
dan keagungan Allah swt karena dengan seringnya berzikir maka hati akan senantiasa
terjaga dari perbuatan maksiat dan akan tetap suci sebagaimana ketika manusia dilahirkan
kedunia (pada usia bayi).
Berkaitan dengan statemen di atas, bahwasannya manfa’at zikir banyak dijelaskan
oleh Dr. Quraish Shihab, dalam beberapa karyanya, salah satunya buku yang berjudul
“Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Do’a” (Jakarta: Lentera Hati, 2006) yang di
dalamnya menyinggung mengenai masalah zikir dan berbagai tata caranya.
Dan kalau dilihat biografinya, baik itu pendidikannya maupun hasil karyanya,
jelaslah bahwasannya beliau selain seorang yang berdedikasi tinggi dalam hal ilmu
pengetahuan Islam tetapi juga beliau seorang ahli tafsir yang kompenten. Hal ini
dibuktikan dapat kita ketahui dari biografi singkatnya dibawah ini.
Mengingat ketertarikan penulis mengenai uraian di atas, dan melihat belum
adanya yang membahas mengenai konsep zikir dalam Tafsir Al-Misbah secara
komprehensif dari pemikiran Dr. Quraish Shihab, maka oleh karena itu penulis akan
mengangkat sebuah judul dalam karya ilmiah ini tentang “KONSEP ZIKIR
MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sekalipun dalam Indonesia modern, banyak tafsir berbahasa Indonesia
bermunculan seperti Tafsir Al-Azhar karya M HAMKA, Tafsir An-Nur karya
Hasbi ash-Shiddeqy, Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab dan lain-lain,
namun yang akan peneliti teliti adalah Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab. Dari Tafsir Al-Misbah ini, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Zikir.
Pembatasan tersebut, di samping karena terlalu banyak pembahasan-pembahasan
lainnya yang terdapat dalam Tafsir Al-Misbah tersebut.
Dari fokus zikir ini, yang dibahas dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan
dalam dua masalah yaitu:
a. Konsep zikir dalam Tafsir Al- Misbah.
b. Hasil dari berzikir menurut Dr. Quraish Shihab.
Dengan demikian judul skripsi ini dapat dirumuskan menjadi Konsep Zikir
Menurut Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah.
2. Rumusan Masalah
Selanjutnya, permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
b. Bagaimana konsep zikir yang telah dijelaskan oleh Dr. Quraish Shihab dalam
karyanya Tafsir Al-Misbah?
c. Bagaimana hasil yang akan dicapai oleh para pezikir dari kekhusuannya
menurut Dr. Quraish Shihab?
C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
menyeluruh tentang konsep zikir menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Mishbah.
Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
a. Untuk dapat diketahui bagaimana konsep zikir menurut Dr. Quraish Shihab
dalam Tafsir Al-Misbah?
b. Untuk dapat diketahui bagaimana mengimplementasikan hasil dari berzikir
dalam kehidupan sehari-hari?
2. Manfa’at Penelitian
a. Segi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dan
keilmuan Islam tentang studi dakwah, terutama mengenai konsep zikir secara
spesifik.
b. Segi Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada umat Islam mengenai pentingnya mengetahui konsep zikir dalam Tafsir
Al-Misbah.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kepustakaan murni. Yakni, data
dikumpulkan dan diolah dari sumber-sumber kepustakaan yang ditelaah secara
komprehensif.
2. Data
Ada tiga jenis data yang akan dijaring dalam penelitian ini, yaitu:
a. Pandangan Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah terhadap ayat-ayat
yang menyangkut persoalan zikir.
b. Pandangan para ilmuan Islam klasik terhadap ayat-ayat yang menyangkut
persoalan zikir dalam al-Qur’an dan al-Hadits, khususnya tentang konsep, tata
cara, kalimat-kalimat zikir, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan zikir.
c. Latar belakang kehidupan Dr. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah.
3. Sumber Data
Sumber-sumber yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data yang
tersebut di atas dipilah menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Sumber data primer, yakni sumber data yang digunakan sebagai obyek utama
dalam penelitian ini. Yakni, Tafsir Al-Mishbah;
b. Sumber data sekunder, yakni sumber data yang digunakan untuk membantu
menelaah data-data yang dihimpun dan sebagai pembanding sumber data
primer. Yakni kitab-kitab tafsir lain dan buku-buku tentang zikir;
c. Catatan-catatan biografi Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah;
d. Sumber data pembantu, yakni sumber data yang digunakan untuk membantu
penelitian ini. Yakni buku-buku hadis, artikel-artikel, dan kamus-kamus yang
diperlukan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya, ada tiga jenis data yang hendak
dijaring dalam penelitian ini.
Penggalian data a dan b dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menentukan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan zikir di dalam Tafsir
Al-Mishbah.
b. Melacak pendapat para ilmuan Islam klasik atau modern dalam menafsirkan
ayat-ayat tersebut.
c. Mendokumentasikan dan melakukan kategorisasi temuan-temuan tersebut.
Sedangkan penggalian data c dilakukan dengan cara membaca buku-buku
kepustakaan, mendokumentasikan dan menyusun temuan-temuan tersebut dalam
kerangka yang sistematis.
Setelah data-data dihimpun akan dilakukan pengolahan data tersebut dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Editing yaitu memeriksa kembali semua data yang telah diperoleh.
b. Menyimpulkan pendapat para ilmuan Islam klasik atau modern, khususnya
pendapat Quraish Shihab secara utuh terhadap pembahasan tersebut untuk
selanjutnya dilakukan perbandingan.
c. Membandingkan pendapat Quraish Shihab dengan para ilmuan Islam klasik
dan pemikir kontemporer guna mendapatkan identitas dan spesifikasi pola
pikirnya.
d. Mengkaji sejauh mana pengaruh latar belakang kehidupan Quraish Shihab
terhadap penafsirannya.
5. Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif dan
komparatif. Metode induktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran utuh
tentang pemikiran Quraish Shihab yang berkaitan dengan zikir. Adapun metode
komparatif dipakai untuk membandingkan antara pemikiran Quraish Shihab dan
para ilmuan Islam dan juga dengan pemikiran-pemikiran lain yang dinilai relevan.
Adapun dalam teknik penulisannya merujuk pada buku “pedoman penulisan karya
ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi), terbitan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini mengikuti sistematika penulisan karya ilmiah seperti
biasanya, diantaranya:
BAB I: Merupakan Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II: Membahas Kerangka Teori Tentang Zikir. Didalamnya dibahas
Pengertian Konsep dan Zikir, Konsep Zikir Dalam Al-Qur’an dan
Tafsir Al-Misbah, Media dan Waktu Berzikir.
BAB III: Membahas tentang Profil Dr. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah.
Didalamnya dibahas Sejarah Hidup dan Kepribadian, Karya-
karyanya Yang Berkaitan Dengan Zikir, Biografi Tafsir Al-Misbah.
BAB IV: Membahas tentang Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab Dalam
Tafsir Al-Misbah. Yang didalamnya akan dibahas tentang Bacaan-
bacaan Zikir Yang Dianjurkan Dalam Al-Qur’an dan Tafsir Al-
Misbah, Isi Kandungan Bacaan-bacaan Zikir Dalam Tafsir Al-
Misbah, Dampak Zikir Bagi Kehidupan.
BAB V: Merupakan Penutup. Yang meliputi Kesimpulan dan Saran.
BAB II
KERANGKA TEORI TENTANG ZIKIR
D. Pengertian Konsep dan Zikir
a. Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia selain berarti rancangan, konsep juga
bermakna ide atau pengertian yang di abtraksikan dari peristiwa-peristiwa konkrit atau
gambaran mental dan obyek proses ataupun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh
akal budi memahami hal-hal lain.2 Sedangkan menurut Ibrahim Madkur, kata konsep
(Inggris concept) dipadankan dengan istilah makna kulli (Arab), yang artinya pikiran
(gagasan) yang bersifat umum, yang dapat menenima generalisasi).11 Sedangkan dengan
makna-makna tersebut, maka konsep yang dimaksudkan dalam pengertian ini, ialah
sejumlah gagasan, ide-ide, pemikiran, pandangan ataupun teori-teori yang dalam konteks
ini dimaksudkan ialah ide-ide, gagasan, pemikiran tentang zikir.
b. Zikir
Kata zikir diambil dari bahasa arab yang berarti “ingat atau mengingat.”
Sedangkan menurut istilah zikir adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan
oleh seseorang untuk mengingat Tuhan yang telah menciptakannya.
Kata zikir dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al-Qur’an tidak kurang
dari 280 kali. Kata tersebut pada mulanya digunakan oleh pengguna bahasa Arab dalam
arti sinonim “lupa.” Ada juga sebagian pakar yang berpendapat bahwa kata itu pada
mulanya berarti “mengucapkan dengan lidah/menyebut sesuatu.” Makna ini kemudian
berkembang menjadi “mengingat”, karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah
2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 520.
menyebutnya. Demikian juga, menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk
mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut-sebut itu.3
Kalau kata “menyebut” dikaitkan dengan sesuatu, maka apa yang disebut itu
adalah namanya. Pada sisi lain, bila nama sesuatu telah terucapkan, maka pemilik nama
itu diingat atau disebut sifat, atau peristiwa yang berkaitan dengannya. Dari sini kata
zikrullah dapat mencakup penyebutan nama Allah atau ingatan menyangkut sifat-sifat
atau perbuatan-perbuatan Allah, surga atau neraka-Nya, rahmat atau siksa-Nya, perintah
atau larangan-Nya dan juga wahyu-wahyu-Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-
Nya.4
Mengingat adalah suatu nikmat yang sangat besar, sebagaimana lupa pun
merupakan nikmat yang tidak kurang besarnya. Ini tergantung dari objek yang diingat.
Sungguh besar nikmat lupa bila yang dilupakan adalah kesalahan orang lain, atau
kesedihan atau luputnya nikmat. Dan sungguh besar pula keistimewaan mengingat jika
ingatan tertuju kepada hal-hal yang diperintahkan Allah untuk diingat.
Dari sini zikir dapat dipersamakan dengan “menghafal”, hanya saja yang ini
tekanannya lebih pada upaya memperoleh pengetahuan dan menyimpannya dalam benak,
sedang zikir adalah menghadirkan kembali apa yang tadinya telah berada dalam benak.
Atas dasar ini, maka zikir dapat terjadi dengan hati atau dengan lisan, baik karena sesuatu
telah dilupakan maupun karena ingin memantapkannya dalam benak.
Sedangkan zikir menurut pendapat yang lain diistilahkan dengan kata meditasi,
yang tujuannya semata-mata untuk memudahkan pemahaman awal dan membandingkan
zikir dengan bentuk meditasi lainnya.
3 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
cet. ke-2, h. 10. 4 Ibid.,
Dengan menyebut zikir sebagai Meditasi Dasar, maka dapat memberi gambaran
bahwa:
1. Zikir dengan menyeru nama-nama Dzat Allah (zikir ismu Dzat) sebagai zikir
dasar yang akan menjadi pondasi zikir lanjutannya.
2. Adapun zikir lanjutan antara lain tasbih, doa, tadabbur qur’an, tadabbur alam,
tafakur, dan yang lebih sempurna dan yang paling luar biasa adalah shalat.
Zikir disebut dasar karena sederhana, terbuka, dan telah diajarkan sejak Nabi
Adam sampai Rasulullah saw, dan terus tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk
meditasi untuk berbagai tujuan.5
Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa zikir adalah mengulang-ulang nama
Allah dalam hati maupun lewat lisan. Ini bisa dilakukan dengan mengingat lafal jalalah
(Allah), sifat-Nya, hukum-Nya, perbuatan-Nya, atau suatu tindakan yang serupa.6
Dari tiga pengertian zikir di atas, dapat di artikan bahwa zikir tidak hanya
bermakna pada pengucapan melalui lisan mengenai kalimat-kalimat tauhid (Allah) saja,
akan tetapi lebih mencakup pada tataran penghayatan yang dilakukan oleh hati.
Kemudian pemahaman yang sama juga diungkapkan oleh Prof. Dr. H.M. Quraish
Shihab, seperti ia tulis dalam bukunya “Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Doa”.
“Zikir dalam pengertian luas adalah keadaan tentang kehadiran Allah dimana dan kapan
saja serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk. Sedang zikir dalam
pengertian sempit adalah yang dilakukan dengan lidah saja. Zikir dengan lidah ini adalah
5 HM Munadi bin Zubaidi, The Power of Dzikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan
Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007), cet. ke-1, h. xi. 6 Ibn ‘Atha’illah, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), cet. ke-2, h.
29.
menyebut-nyebut Allah atau apa yang berkaitan dengan-Nya, seperti mengucapkan tasbih
(subhanallah wa bihamdih, mengucapkan tahmid (alhamdulillah, takbir (Allahu Akbar
dan hauqalah (Laa haula walaa quwwata illa billah).7
Sedangkan pelaksanaannya sama sekali tak ada batasan baik dalam metode,
jumlah, atau waktu berzikir. Pembatasan terhadap metode yang berkaitan dengan
beberapa amal wajib tertentu tidak dibahas di sini, misalnya salat. Syariat cukup jelas dan
setiap orang mengetahui kewajiban ini. Bahkan, Nabi saw bersabda bahwa para penghuni
surga hanya menyesali satu hal, yakni tidak cukup banyak mengingat Allah selama di
dunia.8
E. Konsep Zikir dalam Al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah
Tentu saja sebagian orang tidak keliru jika berkata dalam konteks zikir yang
diajarkan dan dianjurkan agama bahwa yang harus diingat dan disebut adalah Allah,
sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Namun, kalau merujuk kepada al-Qur’an, maka
akan ditemukan dari ayat-ayat yang menggunakan redaksi perintah berzikir, cukup
banyak yang disebut-Nya sebagai objek zikir, antara lain:9
1. Allah
Dalam arti sifat-sifat, perbuatan, dan kebesaran Allah, bukan dzat-Nya. Inilah
yang pertama dan utama, serta dari dan kepada-Nyalah berpangkal dan berpusat semua
zikir. Dalam QS. al-Ahzab [33]: 41, Allah berfirman:
7 Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, h. 14. 8 Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2007), h. 10. 9 Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, h. 14.
��������� � ������ ��������� �����������
���� �☯!�"�� ��#!�$⌧" . )41: با#��ا(
“Hai orang-orang yang beriman, berzikir (sebut-sebut nama Allah dan
renungkanlah kebesaran-Nya) dengan zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. al-
Ahzab: 41)
Kemudian dalam surat lain Allah berfirman:
]9*^��!�"����)_ ?@�"?!�"���6
����!Q`a����� 9R Yb�� cX��!Qd01)< ) .ة )152: ا�&%
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. al-
Baqarah: 152)
Maksudnya: Karena itu (yakni karena aneka nikmat yang telah Allah
anugerahkan kepada kamu), maka, berzikir/ingatlah kepada-Ku (dengan lidah, pikiran,
hati, dan anggota badan. Lidah menyucikan dan memuji-Ku, pikiran dan hati dengan
memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan anggota badan dengan jalan
melaksanakan perintah-perintah-Ku, jika itu kamu lakukan) niscaya Aku ingat (juga)
kepada kamu, (sehingga Aku akan selalu bersama kamu saat suka dan dukamu) dan
bersyukurlah kepada-Ku (dengan hati, lidah, dan perbuatan kamu pula, niscaya Ku-
tambah nikmat-nikmat-Ku) dan janganlah kamu mengingkari (keesaan dan nikmat)-Ku
(agar siksa-Ku tidak menipu kamu).10
10 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), vol.1, h. 339.
2. Hari-Hari Allah
Dalam QS. Ibrahim [14]: 5, Allah berfirman memerintahkan Nabi Musa as.
e�6 … h:!K�6 -,�?�)� �i�� �N-☺�APQJ�� 9'R*S
T�VJ�� @�7?!jkZ)��� @Jm���*2 n��� W) ... اه� )5: ا�
"Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan
ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.” (QS. Ibrahim: 5)
Maksudnya: Keluarkanlah kaummu (yakni sampaikanlah tuntunan Allah dan
bimbinglah mereka agar dapat keluar) dari (aneka) gelap gulita (seperti kesesatan kaidah,
kebodohan, khurafat, kebejatan, akhlak, dan lain-lain) menuju cahaya (Ilahi dan
tuntunan-tuntunan-Nya yang) terang benderang; dan ingatkanlah mereka tentang hari-
hari Allah (yakni peristiwa-peristiwa yang dialami oleh umat-umat yang lalu, baik yang
positif maupun yang negatif). Sesungguhnya pada yang demikian itu (yakni di dalam
wadah peringatan tentang hari-hari itu yang mencakup banyak hal, suka dan duka,
demikian juga dalam upaya mengeluarkan manusia dari aneka kegelapan menuju terang
benderang) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap (orang yang) penyabar
dan banyak bersyukur.11
Hari-hari Allah yang dimaksud adalah hari-hari di mana terjadi peristiwa-
peristiwa penting yang dialami baik yang positif/nikmat maupun yang negatif/siksa.
Itulah sebabnya mengapa Allah Swt. mengingatkan umat Nabi Muhammad Saw. agar
berzikir, yakni merenung dan mengingat tentang keadaan dan situasi yang pernah mereka
alami. Antara lain dengan firman-Nya:
11 Ibid., vol. VII, h. 23
��d��!QZ������ ��*S opq�6 rs4*A)�
X�Qd-�atDuv� 9*� wx?Tpy�� �e��_�)��� X�6
�@�1⌧d�z-ID� �{�{�J�� ?@�1|���n)_ @�"-�m��6��
}'*#w��*2 ~�h)�-P�T�� KL�M� �N`�4�zJ��
?@Q`�A-�)J X��!�1a�)< ) .26: ا#,+�ل(
“Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi
tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik
kamu, Maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya
kamu Kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik
agar kamu bersyukur.” (QS. al-Anfaal: 26)
Maksudnya: Dan ingatlah (wahai seluruh kaum Muslim, lebih-lebih para
Muhajirin/pendatang dari Makkah) ketika kamu (masih berjumlah) sedikit, lagi tertindas
(oleh aneka faktor) di (muka) bumi, yakni di Makkah, atau di mana saja di persada bumi
ini). Kamu (semua walau dalam keadaan menyatu apalagi sendirian) merasa takut,
(jangan sampai) orang-orang (yang menguasai kota Makkah atau di mana saja) menculik
kamu (satu persatu) lalu (dengan anugrah-Nya) Allah memberi kamu tempat menetap
(yakni di Madinah atau di mana saja yang ditetapkan Allah) dan dijadikan-Nya kamu
kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki (yang bermacam-macam dan)
yang baik-baik agar kamu bersyukur.12
Di tempat lain Allah memerintahkan mereka mengingat nikmat Allah dalam
peristiwa yang dilukiskan oleh firman-Nya:
12 Ibid., vol. V, h. 65
��������� �� ������ ����V���� ����!�"����
=N-☺��q n��� ?@Q`�4'AB ��*S �@-7 ��?�)� X�6
��]��z�u?`� ?@�1�\)J*S o������6 ��)1)_ o������6 ?@Q`�� � ���QS{<���� ���� W 9'<���
n��� cs�"��D�\_A)_ �e��V��)☺�J��) . 11: ا��/.ة(
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang
diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan
tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), Maka Allah menahan tangan mereka dari
kamu. dan bertakwalah kepada Allah, dan Hanya kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin itu harus bertawakkal.” (QS. al-Maidah: 11)
Maksudnya: Hai orang-orang yang beriman (kepada Allah dan rasul-Nya),
ingatlah nikmat Allah (yang dianugrahkan-Nya) kepada kamu, sewaktu suatu kaum (yang
mempunyai kekuatan dan kemampuan yang melebihi kekuatan dan kemampuanmu)
bermaksud (dengan sungguh-sungguh) hendak menggerakan tangan-tangan mereka
kepada kamu (yakni untuk berbuat jahat, membunuh atau memerangi kamu), maka Allah
menahan tangan-tangan mereka dari kamu, (sehingga mereka gagal mencapai maksud
mereka. Tanpa nikmat Allah itu niscaya kamu akan mengalami kesulitan, karena itu
maka bersyukur dan) bertawakallah kepada Allah (setiap waktu dan tempat serta kondisi)
dan hanya kepada Allah sajalah, (tidak kepada selain-Nya) orang-orang mukmin harus
bertawakkal (yakni, berserah diri sambil berusaha sekuat kemampuan).13
13 Ibid., vol. III, h. 43
Dengan demikian, mengingat-ingat nikmat Allah yang berupa keselamatan dari
bencana atau perolehan anugerah yang pernah dialami pada salah satu saat dalam
perjalanan hidup manusia, merupakan salah satu objek zikir. Dengan kata lain, sejarah
merupakan salah satu objek zikir, guna menjadi pelajaran, yakni guna ditelusuri sebab-
sebabnya lalu diteladani bila dampaknya baik dan dihindari bila buruk.
3. Diri Manusia
Cukup banyak ayat al-Qur’an yang yang menyebut manusia sebagai objek zikir.
Salah satu dari sekian banyak yang ditekankan al-Qur’an untuk diingat dan direnungkan
menyangkut manusia adalah bahwa satu ketika dia pernah tidak hadir di pentas bumi.
Allah berfirman:
Yb���6 �!QZ04� L=uqN��� ��q�6 +/V�S'A-K L�� �s?`)� o)J�� Q,� ��n� )67: می�. ( �⌧4
“Tidakkah manusia mengingat (berfikir) bahwa sesungguhnya Kami telah
menciptakannya dahulu, sedang ia (sebelum diciptakan itu, dahulu) tidak ada sama
sekali (dalam wujud ini)?” (QS. Maryam: 67)
Di tempat lain Allah berfirman:
?s-7 W9��6 9'<� wL=u�N��� r�[�+ KL�M� :!7����� ?@)J L�1� ��n�4⌧� �T��"04{� .
)1: ا#,��ن(
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa (yang berkepanjangan
ini), sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (yakni
belum tercipta/lahir).” (QS. al-Insan: 1)
Ayat-ayat di atas dan semacamnya merupakan perintah kepada manusia untuk
merenungkan asal kejadiannya serta perjalanan hidupnya. Bertebaran ayat-ayat serupa
yang menjadi objek zikir. Di sisi lain Allah Swt. mengecam orang-orang yang melupakan
dirinya. Sebagaimana firman-Nya:
X����_�)<�6 �{�{VJ�� *�#�J�J��*2 X?�=uV)<��
?@�1=uQdq�6 ?@pq�6�� X��AD)< =ADj1�J�� W Y⌧)_�6
X��A�S� )44: ا�&%ة. ( >(“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)?
Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. al-Baqarah: 44)
Dan ditegaskan-Nya bahwa semakin lupa seseorang akan kehadiran Allah,
semakin besar pula kelengahannya terhadap dirinya, Allah mengingatkan bahwa:
Yb�� ���q��1)< � ������⌧" ����u'� ���� ?@�J=u���)_
?@�=�Qdq�6 W ��F�)J���6 �@�7 �e�QSju⌧d�J�� ) . )19: ا�45
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang
fasik.” (QS. al-Hasyr: 19)
Siapa yang melupakan kebesaran Allah dan sifat-sifat-Nya yang agung,
sebagaimana tercermin dalam al-Asma’ al-Husna, yang sebagian darinya dikemukakan
pada lanjutan ayat-ayat QS. al-Hasyr di atas, pastilah akan melupakan diri-Nya. Sifat-
sifat Allah yang agung itu, tidak dapat dijangkau oleh manusia, dan dalam saat yang sama
mempunyai dampak pada semua makhluk.
Allah Yang Maha Kuasa itu, tidak membutuhkan sesuatu, tetapi semua makhluk
membutuhkan-Nya. Bukan saja dalam mewujudkan makhluk itu, tetapi juga dalam
kelangsungan wujudnya. Seseorang yang melupakan ini, akan merasa mampu berdiri
sendiri dan ketika itu dia akan berlaku sewenang-wenang, dan lupa bahwa dia sebenarnya
lemah, miskin, dan tidak berdaya. Sebaliknya seseorang yang menyadari hakikat dirinya
sebagai makhluk yang tidak berdaya, dan yang tidak mungkin menciptakan dirinya
sendiri, pastilah akan sadar bahwa di balik wujudnya, wujud Pencipta Yang Maha Agung
lagi Maha Mengetahui dan hanya kepada-Nya tertuju segala harapan. Dari sini kemudian
dia akan selalu mengingat-Nya dengan hati dan pikiran serta dengan lisan dan amal-amal
perbuatan. Dari sini pula dapat dikatakan bahwa ayat di atas merupakan perintah untuk
berzikir kepada Allah dalam pengertiannya yang luas. Itu sebabnya sehingga sarana
untuk berzikir sangat luas, bahkan mencakup seluruh alam raya dan fenomenanya.
Dari statemen di atas dapat disimpulkan dan diperkuat, antara lain, dengan
memperhatikan penggunaan kata zikir dengan berbagai bentuknya dalam al-Qur’an.
F. Media dan Waktu Berzikir
a. Media Zikir
Seluruh jagat raya dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar dijadikan Allah
Sw. sebagai sarana untuk berzikir mengingat kepada-Nya. Alam raya dinamai-Nya ayat,
yakni tanda yang menunjuk kehadiran-Nya. Alam raya juga dinamai ‘alam seakar dengan
kata alamat karena ia berfungsi menjadi alamat yang jelas menunjuk wujud dan kuasa-
Nya dan karena itu maka memandang kepada alam raya seharusnya dapat menjadi
jangkar bagi kalbu dan nalar untuk mengingat dan “sampai” kepada-Nya.
Dalam konteks ini terbaca dari ayat-ayat al-Qur’an. Bahwa sekian banyak hal
yang dapat menjadi sarana atau media yang mengantar manusia mengingat dan berzikir,
antara lain:
1. Fenomena Alam
Ayat-ayat yang berbicara tentang penyembelihan binatang yang dilakukan demi
karena Allah dan dalam konteks ibadah dijadikan-Nya juga sebagai salah satu sarana
zikir, sesuai firman-Nya:
cksQ`�J�� ,�{��6 �/V_A-�-G ��1=uV� ����!�"04�4�;J K@.�� n��� W9'<� ��
@�)�-P�T "L�M� ��-☺4*�2 �o-�qpy�� 1 ) ...7534: ا�(
“Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah direzkikan Allah
kepada mereka …” (QS. al-Hajj: 34)
Melalui binatang, manusia dapat merenung dan mengingat Allah bukan saja
karena potensi yang dianugrahkan Allah untuk menundukannya, seperti menunggangi
dan memakan dagingnya, tetapi juga merenungkan tentang keistimewaan binatang baik
bentuk fisik, kecerdasan, atau susunya; bukan saja pada manfa’at yang dapat diraih
manusia tetapi juga di mana susu itu ditempatkan Allah. Dalam QS. an-Nahl [16]: 66,
Allah berfirman:
{X*S�� ?2�1)J 9*� �o-�qpy�� �/�#?J��)J � 2�14�Su�� ��d�k 9*� }�+�q��z2 "L�� c�[2
,�?!)_ ��-\�� �V,�J �^>�J�)y �����-.
�[*2:!��A�;J) .85966: ا�( “Dan sesungguhnya bagi kamu pada binatang ternak itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi kamu. Kami menyuguhi kamu minum sebagian dari apa yang berada
dalam perutnya antara sisa-sisa makanan dan darah, yaitu susu murni. yang mudah
ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. an-Nahl: 66)
Maksudnya: “Dan sesungguhnya bagi kamu pada binatang ternak itu (yakni unta,
sapi, kambing, dan domba) benar-benar terdapat pelajaran (yang sangat berharga yang
dapat mengantar kamu menyadari kebesaran dan kekuasaan Allah). Kami menyuguhi
kamu minum sebagian dari apa yang berada dalam perutnya (yakni perut betina-betina
binatang itu Kami tempatkan di) antara sisa-sisa makanan dan darah, yaitu susu murni.
(Ia tidak bercampur dengan darah walau hanya warnanya, tidak juga dengan sisa
makanan walau hanya baunya) mudah ditelan bagi yang meminumnya.”14
Guntur yang tedengar pun seharusnya dijadikan media atau sarana untuk
mengingat Allah. Al-Qur’an menyatakan bahwa:
⌧*+,=u��� �a��!J�� }'��a☺��Z
��)1F�'A-☺�J���� aL�� }�+�D⌧d4jK ) ....� )13: ا�
“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, dan (demikian pula) para
malaikat Karena takut kepada-Nya …” (QS. ar-Ra’du: 13)
Ayat ini, antara lain, bertujuan mengajar manusia agar bertasbih mengingat Allah
sebagaimana guruh dan para malaikat itu.
Jadi, dari beberapa ayat di atas, dapat diasumsikan bahwasannya fenomena alam
yang terkecil sekalipun seperti rumput yang subur menghijau atau yang telah layu dan
mengering, demikian juga sehelai daun yang jatuh dari pohon, kesemuanya dijadikan
Allah sebagai sarana berzikir dan mengingat kepada-Nya.
2. Shalat
Al-Qur’an menyebut shalat sebagai media atau sarana dan cara berzikir kepada
Allah, sebagaimana firman-Nya:
14 Ibid., vol. VII, h. 105
��G�q*S �q�6 ���� b +)J*S ¡b*S o�q�6 9*^a�`a���)_
�o���6�� '/W�'A¢>J�� [8:!£Z��*� ) .�: :14(
“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku,
Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk berzikir mengingat-Ku.” (QS.
Thaha: 14)
Maksudnya: “Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah, dan Pencipta serta Pengendali seluruh wujud) selain aku, Maka sembahlah
Aku dan Dirikanlah shalat untuk berzikir mengingat-Ku.
Perlu digarisbawahi bahwa untuk mencapai tujuan yang disebut ayat di atas, maka
siapa pun yang melaksanakan shalat, bukan saja dituntut untuk memahami substansi
shalat, yang dalam hal ini tidak sekadar seperti yang didefinisikan oleh pakar-pakar
hukum Islam, yakni: “Ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam,” tetapi substansi yang ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an, yakni
pengagungan kepada Allah dan kesadaran tentang perlunya membantu siapa pun yang
butuh.
Seandainya substansi yang dimaksud hanya sekadar seperti rumusan ulama fiqih
(pakar-pakar hukum Islam) sebagaimana yang telah menyebutkan arti shalat secara istilah
di atas, maka tentu Allah tidak menegaskan bahwa shalat dapat mencegah manusia
terjerumus dalam kemunkaran. Allah berfirman:
�s�<�� ��� K�w���6 -,�4)J*S �i�� �ADj1�J�� �o���6�� '/W�'A¢>J�� � ¤e*S
'/W�'A¢>J�� WT)��)< wi� �����)⌧d�J��
:!)1�☺�J���� 1 �!�"��)��� n��� #J£Z�6 1 ������
¥o'A�� �� X���/V>)< ) .ا#,�&>ت :45(
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. al-Ankabut: 45)
Maksudnya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al- Kitab
(yakni al-Quran) dan laksanakan shalat (secara bersinambungan dan khusyu’ sesuai
dengan rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya). Sesungguhnya shalat (yang dilaksanakan
sesuai tuntunan Allah dan rasul-Nya senantiasa) melarang (atau mencegah pelaku yang
melakukannya secara bersinambungan dan baik dari keterjerumusan dalam) kekejian dan
kemunkaran. (Hal ini disebabkan karena substansi shalat adalah mengingat kebesaran
Allah dan mengagungkan-Nya. Siapa yang mengingat Allah dia terpelihara dari
kedurhakaan, dosa, dan ketidakwajaran) dan Sesungguhnya mengingat Allah, (yakni
shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu (sekalian senantiasa) kerjakan (baik maupun buruk).”15
Dengan penjelas firman-firman Allah di atas, bisa dikatakan bahwa shalat
berfungsi sebagai media atau sarana zikir sekaligus zikir itu sendiri. Ini tentu saja baru
berlaku jika shalat tersebut dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah
Saw. hal ini dapat terbaca, antara lain, dalam firman-Nya yang mengidentikan shalat
Jum’at dengan zikir. Allah berfirman:
15 Ibid., vol. X, h. 505
��������� � ������ ��]������� �)�*S �¦�\�q /W�'A¢>A�J L�� ��?��
��-�☺Q§�J�� ��?�-�.��)_ W9'R*S :!�"��
n��� ����T)��� -¨�4,�J�� )9: ا�<�=�... (
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jum'at, Maka bersegeralah menuju zikrullah atau mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli.” (QS. al-Jumu’ah: 9)
Maksudnya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru (yakni dikumandangkan
adzan oleh siapa pun) untuk menunaikan shalat pada (Zhuhur) hari Jum'at, Maka
bersegeralah (kuatkan tekad dan langkah, jangan bermalas-malasan apalagi
mengabaikannya untuk) menuju zikrullah atau mengingat Allah (yakni menghadiri shalat
dan khutbah Jum’at) dan tinggalkanlah jual beli (yakni segala macam interaksi dalam
bentuk dan kepentingan apa pun, bahkan semua yang dapat mengurangi perhatian
terhadap upacara Jum’at).16
b. Waktu Berzikir
Di atas telah disinggung bahwa fenomena alam, kejadian yang berada dalam
kontrol dan di luar kontrol manusia, hendaknya dapat dijadikan sarana berzikir. Ini berarti
berzikir dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Dari sini kitab suci al-Qur’an
memerintahkan manusia agar banyak berzikir, yakni mengingat dan merenung kapan saja
dan dalam keadaan apa pun. Sekian banyak ayat al-Qur’an yang mengandung perintah
16 Ibid., vol. XIV, h. 35
berzikir dan bertasbih dengan menyebut kalimat yang secara harfiah berarti pagi dan
petang atau siang dan malam, seperti firman-Nya:
'�)*+,-.�� �/!012 )42: ا#��اب. ( ��4�5�6⌧3
“Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab: 42).
atau firman Allah yang liannya:
a⌧*+,-.�� … ��a☺��Z -,*'2�T e�jF-��J��*2
:!⌧`?2N����� ) .?55: ا��@م( “… dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (QS.
al-Mu’min: 55)
Kata pagi dan petang pada ayat-ayat ini, ada yang membatasinya pada kedua
waktu itu saja, bahkan membatasi perintah itu dalam arti shalat Shubuh, Zhuhur, dan
Ashar, tetapi pemahaman yang lebih sesuai adalah perintah untuk berzikir menyucikan
Allah sepanjang hari dan malam. Makna ini sejalan dengan firman-Nya dalam QS. Ali
Imran [3]: 191 yang memuji Ulul Albab dengan melukiskan mereka sebagai:
X��!�"04�… ���� �$☺�\�� �V\������� W9'<��� ?@*�*2����G ) ...ان: ال ��
191(
“… Berzikir mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring ….”
(QS. ali Imran: 191)
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa tidak ada waktu dan kondisi tertentu di mana
zikir tidak dapat dilakukan. Memang ada ibadah-ibadah lain yang memiliki waktu dan
cara pelaksanaannya tersendiri, katakanlah seperti shalat yang tidak diperkenankan,
misalnya setelah shalat Shubuh sebelum naiknya matahari sepenggalahan, atau haji yang
mempunyai tatacara dan waktu tertentu. Nah, karena zikir tidak mengenal waktu, tempat,
dan tata cara yang mengikat, maka seperti sabda Nabi Saw:
B4�م B4ة وم? م� م? L=. م%=.ا #یKآا I�� إ#G آ�,F ���� م? ا
ة� )رواN ا�> دود. (#یKآا I�� إ#G آ�,F ���� م? ا
“Siapa yang duduk pada satu tempat duduk sedang dia tidak berzikir kepada
Allah, maka dia tidak memperoleh sesuatu kecuali penyesalan, dan siapa yang berjalan di
satu jalan sedang dia tidak berzikir kepada Allah, maka dia tidak memperoleh sesuatu
kecuali penyesalan” (HR. Abu Daud melalui Abu Hurairah ra.)
Oleh karena itu, setiap saat dan dalam situasi apa pun seseorang diminta untuk
berzikir. Teks-teks al-Qur’an dan Sunnah yang di kutip di atas cukup mendukung
pernyataan ini, apalagi zikir, sebagaimana dikemukakan sebelum ini, mencakup banyak
cara dan diundang oleh fenomena alam yang disaksikan serta kondisi apa pun yang
dialami.
BAB III
PROFIL Dr. QURAISH SHIHAB
A. Sejarah Hidup dan Kepribadian Dr. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 16
Februari 1994. telah memberikan perubahan besar bagi dunia khususnya di bidang Ilmu
Tafsir. Sebagaimana nama Shihab, adalah keturunan Arab. Dari seorang ayah yang
bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986) beliau telah sangat berhasil mendidik putra-
putrinya. Ayahanda Quraish Shihab merupakan guru besar Tafsir, juga seorang
wiraswastawan, dan juga beliau menjadi mubaligh yang sedari muda gemar berdakwah
dan mengajar ilmu-ilmu keagamaan.17
Sebagaimana telah dibuktikan dengan pernyataan Quraish Shihab mengomentari
kepribadian ayahanda Abdurrahman Shihab sebagai berikut, bahwa beliau seringkali
mengajak anak-anaknya bersama. Pada saat-saat yang seperti inilah beliau
menyampaikan petuah-petuah keagamaannya. Banyak dari petuah itu yang kemudian
saya ketahui sebagai ayat-ayat al-Qur’an atau petuah Nabi, sahabat, atau pakar-pakar al-
Qur’an yang kemudian sampai detik ini masih terngiang di telinga saya. Dari sanalah
benih kecintaan detik kepada studi al-Qur’an mulai tersemai di jiwa saya.18
Quraish mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi
tafsir karena ayahnya yang sering mengajak anaknya duduk bersama. Pada saat seperti
inilah sang ayah menyampaikan nasihat yang kebanyakan berupa ayat Al-Qur’an.
17
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2003), h. vii. 18
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2003), h. vii
Adapun mengenai perjalanan pendidikannya, beliau memulai pendidikan
formalnya dari sekolah dasar di Makassar. Setelah itu ia melanjutkan studi disekolah
lanjutan tinggi pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul
Hadis al- falaqiyah di kota yang sama. Untuk lebih mendalami studi keislamannya,
Quraish dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan diterima dikelas
dua tsanawiyah.
Kemudian ia melanjutkan studi ke Universitas al-azhar pada fakultas Ushuluddin
jurusan tafsir dan hadis. Pada tahun 1967 ia meraih gelar Lc (setingkat sarjana S-1). Dua
tahun kemudian (1969) Quraish berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama
dengan tesis berjudul al-Ijaz at-Tasyi’I li al-qur’an al- karim (kemukjizatan Al- qur’an
al-karim dari segi Hukum).
Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar oleh ayahnya yang ketika itu
menjabat rektor untuk membantu mengelola pendidikan IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil
rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai 1980.
Disamping menduduki jambatan resmi itu, ia juga sering mewakili ayahnya yang
uzur dalam menjalankan tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish diserahi
berbagai jabatan, seperti koordinator perguruan tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia
Bagian Timur. Dan pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dibidang pembinaan
mental. Di celah-celah kesibukannya ia merampungkan beberapa tugas penelitian, antara
lain penelitian dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia
Timur” (1975) dan masalah Wakaf Sulawisi selatan”(1978).
Untuk mewujutkan cita-citanya mandalami studi tafsir, pada 1980 Quraish
kembali menuntut ilmu ke almameternya, al-Azhar mengambil spesialisasi dalam studi
tafsir al-qur’an. Ia hanya melakukan waktu 2 tahun untuk meraih gelar doktor dalam
bidang ini. Disertasinya yang berjudul Nazm ad-Durar li al-biqa’i Tahqiq wa dirasah (
kajian kitab Nazm ad-Durar (Rangkaian Mutiara) karya al-Biqa’i berhasil dipertahankan
dengan pridikat summa cum laude dan memperoleh penghargaan mumtaz ma’a martabah
asy-syaraf al-ula (sarjana teladan dengan prestasi istimewa).
Setelah pulang ketanah air, Quraish kembali mengabdi di tempat tugasnya
semula, IAIN Alauddin Makassar. Namun, 2 tahun kemudian (1984) ia ditarik ke Jakarta
sebagai dosen pada fakultas Ushuluddin dan program pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah.
Karena keahliannya dalam bidang kajian Al-Qur’an Quraish tidak memerlukan
waktu lama untuk dikenal di kalangan masyarakat intelektual Indonesia. Dalam waktu
singkat ia segera dilibatkan dalam berbagi forum nasional antara lain menjadi ketua
Majlis Ulama Indonesia (MUI: 1984), anggota Lajnah pentashih Mushaf al-Qur’an
Departemen Agama (1989), dan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
(BPPN: 1989). Selain itu juga aktif berbagai organisasi, seperti organisasi penghimpunan
ilmu-ilmu syariat, konsorsium ilmu-ilmu agama Depdibud, dan Ikatan Cendekiawan
Muslim se-indonesia (ICMI).
Disamping itu ia tetap memberikan ceramah keagamaan dalam berbagai forum
dan menghindari berbagai kegiatan ilmiah, baik didalam maupun di luar negeri. Pada
tahun 1993 pemerintah mempercayakan untuk mengemban tugas sebagi rektor IAIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu ia juga menjadi direktur Pendidikan Kader Ulama
(PKU), yang merupakan salah satu usaha MUI untuk membina kader ulama di tanah air.
Quraish juga pernah memangku jabatan menteri Agama RI pada Kabinet Pembangunan
VII (1997-1998). Ia kemudian diangkat pemerintah RI menjadi duta besar RI untuk Mesir
(1999-2003). Selanjutnya ia kembali UIN Jakarta sebagai guru besar.19
B. Karya-karya Dr. Quraish Shihab Yang Berkaitan Dengan Zikir.
Disela-sela kesibukannya itu, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di
dalam maupun luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam
kegiatan tulis-menulis. Beliau merupakan seorang penulis yang produktif yang menulis
berbagai karya ilmiah yang berupa artikel dan majalah maupun buku-buku yang
diterbitkan. Quraish Shihab menulis berbagai tulisan dan di berbagai wilayah kemudian
dipaparkan segala permasalahan kehidupan dalam konteks kemasyarakatan Indonesia
kontemporer.
Di bidang intelektual, kontribusinya terbukti dari beberapa karya tulisnya.
Karyanya berupa artikel singkat muncul secara rutin pada rubric “Pelita Hati” dalam surat
kabar Pelita, dan pada rubric “Hikmah” dalam surat kabar Republika, adapun yang
berupa urutan tafsir muncul pada rubrik “tafsir al-Amanah” dalam majalah Amanah, yang
kemudian dikompilasikan dan diterbitkan menjadi buku dengan judul Tafsir al-Amanah
Jilid I. sejumlah makalah dan ceramah tertulisnya sejak 1975 dikumpulkan dan
diterbitkan dalam bentuk dua buah buku dengan judul “Membumikan Al-Quran” (Mizan,
1992) dan Lentera Hati (Mizan, 1994). Karya lainya ialah:
1. Membumikan Al-Qur’an; fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat
(1992).
19
Hati, Lentera, Biografi Quraish Shihab, artikel diakses pada 1 Februari 2009 dari
http://www.lenterahati.com.
2. Tafsir Al-Amanah (1992).
3. Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang:
IAIN Alaudin, 1984).
4. Sejarah Ulum Al-Qur’an (1994).
5. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat (1996).
6. Mahkota Tuntunan Illahi (Tafsir Surat Al-Fatihah, 1996 Jakarta: Utagma, 1988).
7. Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan (1996).
8. Haji Mabrur bersama Quraish Shihab (1997).
9. Mu’jizat al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Ghaib (1998).
10. Hidangan Ilahi; Ayat-ayat Tahlil (1997).
11. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (1997).
12. Menyikap Ta’bir Ilahi Asma’ul Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an (1998).
13. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Mu’amalah (1999).
14. Fatwa-fatwa Seputar Al-qur’an dan Hadits (1999).
15. Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama (1999).
16. Yang Tersembunyi, Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah (1999).
17. Fatwa-Fatwa Seputar Tafsir Al-qur’an (2000).
18. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987).
19. Secercah Cahaya Ilahi (2000).
20. Wawasan Al-qur’an Tentang Zikir dan Do’a, (Jakarta: Lentera Hati, 2007).
21. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2000).
yang merupakan karya terbesarnya, dan yang penulis jadikan sumber primer dalam
sekripsi ini.
Karya Quraish Shihab yang berhasil dipaparkan pada bagian ini tentunya belum
dapat mewakili karya-karyanya yang belum disebutkan, baik berupa makalah, rubrik,
artikel dalam berbagai surat kabar maupun majalah.
C. Biografi Tafsir Al-Misbah
1. Tafsir al-Misbah. Oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dan diterbitkan oleh Lentera
Hati.
Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir al-Quran lengkap 30 Juz pertama dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir yang ditulis oleh tafsir terkemuka Indonesia. Warna
keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk
memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna
ayat Allah SWT.
Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 Jilid, yaitu jilid 1 terdiri dari surah al-Fatihah
sampai dengan al-Baqarah, Jilid 2 surah Ali Imran sampai dengan an-Nisa, jilid 3 surah
al-Maidah, jilid 4 surah al-An’am, jilid 5 surah al-A’raf sampai dengan at-Taubah, jilid 6
surah Yunus sampai dengan ar-Raa’d, jilid 7 surah Ibrahim sampai dengan al-Isra, jilid 8
surah al-Kahf sampai dengan al-Anbiya, jilid 9 surah al-Hajj sampai dengan al-Furqan,
jilid 10 surah asy-Syu’ara sampai dengan al-‘Ankabut, jilid 11 surah ar-Rum sampai
dengan Yasin, jilid 12 surah as-Saffat sampai dengan az-Zukhruf, jilid 13 surah ad-
Dukhan sampai dengan al-Waqi’ah, jilid 14 surah al-Hadad sampai dengan al-Mursalat,
dan jilid 15 surah Juz A’mma.20
2. Isi ringkas kata pengantar
M.Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman
Allah swt. sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan
seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam
menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala
kemampuan, tingkat, kecendrungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu.
Karena sebagai seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu
sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar
berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi
setiap problem kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus
kesalah pahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.
M. Qurish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam
sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada
para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran
yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw.21 Contoh bukti yang
dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasiah. Di sana gambaran mengenai hari
kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-
orang yang taat.
20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Lentera Hati: Jakarta, 2002), jilid 1, h. xxi
21 Tim Cendikiawan Muslim, Ensiklopedi Islam, (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta) Jilid 7, h.
12.
Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya
seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w. 790 H/1388 M),
Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn
Abdullah Az-Zarkasyi (w 794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-
Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran, mengemukakan bahkan
membuktikan keserasian di maksud, paling tidak dalam 6 hal:
a. Keserasian kata demi kata dalam satu surah.
b. Keserasian kandungan ayat dengan fashilat yakni penutup ayat.
c. Keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya.
d. Keserasian uraian awal satu surah dengan penutupnya.
e. Keserasian penutup surah dengan uraian surah sesudahnya.
f. Keserasian tema surah dengan nama surah.
3. Sekilas Tentang Isi Tafsir
A. Metodologi yang digunakan oleh M. Quraish Shihab.
M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya menggunakan metode tafsir maudhui
(tematik) yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Quran yang
tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian
menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat tersebut, dan selanjutnya menarik
kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan.22
22 Dr. Nashruddin Baidan, Metodelogi Penafsiran Al-Quran, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998),
h. 23
Menurutnya, dengan metode ini pendapat al-Quran tentang berbagai masalah
kehidupan dapat diungkap sekaligus dapat di jadikan bukti bahwa ayat al-Quran sejalan
dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyrakat.
Metode maudu’i ini memiliki beberapa keistimewaan antara lain:
a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain yang di gambarkan.
b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadits nabi satu cara terbaik dalam
menafsirkan al-Quran.
c. Dapat membuktikan bahwa persoalan yang disentuh al-Quran bukan bersifat
teoritis semata-mata. Ia dapat memperjelas kembali fungsi al-Quran sebagai
kitab suci.
d. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-
ayat yang bertentangan dalam al-Quran. Ia sekaligus dapat dijadikan bukti
bahwa ayat-ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
masyarakat.23
B. Beberapa pendekatan penafsiran dalam kitab tafsir al-Misbah
a. Ayat dengan ayat
Tafsir surah al-Baqarah ayat 63
��*S�� �q04)y�6 ?@�1)S)$4�� ����)_�T�� �@�1)�?�)_ �T�9zJ�� ����4�y ���
@�1/V©)<��� ª/��QS*2 ����!�"������ �� �+\�_
?@�1�A-�)J X�QSmD)< ) .ة )63: ا�&%
23 Drs. Ahmad Azzan, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakur, (Bandung, 2007.)
“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkatkan
gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa
yang kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar
kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 63)
Ayat ini berbicara tentang peristiwa yang mereka alami ketika menolak
melaksanakan kandungan kitab suci taurat. Ketika itu, Allah memerintahkan malaikat
mengangkat gunung Thunsina ke atas kepala mereka.
Tafsir surah al-Baqarah ayat 93
��*S�� �q04)y�6 ?@�1)S)$4�� ����)_�T�� �@Q`)�?�)_ �T�9zJ�� ����4�K ���
@Q`��©)<��� ª/��QS*2 �����-☺.���� � ����J�)�
�����d⌧ ����\=>��� ���2:!a��6�� 9*�
�@*�*2��A�� Ysa§���J�� ?@�7:!�dQ`*2 W ?s��
�-☺=u��*2 @QZ�!��_�� d}�+*2 ?@�1�V-☺�*S X*S oDV�" ��[����)v� ) .&ةا�% :93(
“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit
(Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang
kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" mereka menjawab: "Kami mendengar
tetapi tidak mentaati". dan Telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan
menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan
yang Telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada
Taurat).” (QS. Al-Baqarah: 93).24
b. Munasabah akhir surah dengan awal surah
24 Hati, Lentera, Biografi Quraish Shihab, artikel diakses pada 1 Februari 2009 dari
http://www.lenterahati.com.
Surah an-Naba ayat 40
���q*S ?@�1q?T⌧4q�6 ��2�⌧4� �V`�:!)� ��?��
�!�Q�� ��?!-☺�J�� �� aN���)� '�-�� ���QS���
�!�_�)1�J�� �Gp�4'A� QN��" �q2!�<) .O&940: ا�(
“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa
yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua
tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah
tanah.” (QS. An-Naba: 40).
Akhir surat an-Naba ini menguraikan tentang keinginan orang-orang kafir untuk
tidak wujud sebagai manusia tetapi sebagai tanah atau tidak dibangkitkan dari kubur dan
tetap berada di sana menyatu dengan tanah.
Surah an-Naziat 1
�N�:8{VJ���� ��?!⌧� . )1: ا�9�أت(
“Demi (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras”. (QS. an-
Naziat: 1)
Awal surah an-Naziat ini menguraikan tentang Malaikat-malaikat yang mencabut
nyawa manusia baik yang mukmin atau yang kafir.25
25 Dr. Nashruddin Baidan, Metodelogi Penafsiran Al-Quran, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998)
BAB IV
KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB
DALAM TAFSIR AL-MISBAH
B. Bacaan-bacaan Zikir yang Dianjurkan Dalam al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah
Banyak sekali bacaan-bacaan zikir yang dianjurkan dalam al-Qur’an, diantaranya
seperti:
i. QS. al-Baqarah (ayat 255) atau sering disebut juga dengan ayat Kursi.
���� b +)J*S ¤b*S ���7 ��-⌫�J�� ���v4)S�J�� W Yb C'�4�y_�)< r���j. Yb�� r�?�q
W C+�J �� 9*� �@��-☺uuJ�� ���� 9*�
wx?Tpy�� 1 L� �)� 8������ ¨⌧da�/� dC'-�V�� ¤b*S
}�+�q��*¯*2 W �@'A�� �� ��[2 o*������6 ����
?@�⌧d_A-K � Yb�� X��z\j)�� 6��-F*2 aL�M� d}�+�☺_A��
¤b*S �-☺*2 ����⌧� W -¨j.�� +v4j.?!�" �@��-☺uuJ�� �x?Tpy���� � Yb�� C'\��n�
��°��Q�d�+ W ���7�� �9<-��J�� ¥o\�Q-��J�� .
)255: ا�&%ة(
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal
lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di
sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS.
al-Baqarah: 255)
Ayat di atas memaparkan sekian sifat-sifat Allah. Tetapi itu dipaparkan
sedemikian rupa, sehingga menampik setiap bisikan negatif yang dapat menghasilkan
keraguan tentang pemeliharaan dan perlindungan-Nya.
Adapun mengenai sifat-sifat Allah yang dimaksud adalah:
Allah (1) tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia (2) Yang Maha
Hidup (3) Maha Kekal (4) yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya (5) Dia (6) Tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya. (7) Apa yang ada di langit dan di bumi,
tiada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya (8) tanpa seizin-Nya (9) Dia (Allah) (10)
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka dan mereka tidak
mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya (11) melainkan apa yang dikehendaki-Nya (12) Kursi
(ilmu/kekuasaan) Nya (13) meliputi langit dan bumi. Dia (15) Maha Tinggi (16) Lagi
Maha Besar (17). Dia tidak merasa berat memelihara keduanya.26
ii. Akhir QS. al-Baqarah (ayat 285-286)
KL���� ���.�!J�� ��-☺*2 �:8q�6 �+�4)J*S L��
}�+*'2�T X�����)☺�J���� W Rs�" KL���� n���*2
}�+�p)1F�'A��� }�+*,p�"�� }�6*�.�T�� Yb
�±:�!⌧dq ��[2 ,�-+�6 L�M� }�6*�.vT W
26 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), vol.1, h. 483-484.
����J�)��� �����☺-. �/V�)�6�� � -,q�!�d��
�/Vm2�T ���4)J*S�� #!j>-☺�J�� .Yb ���A)1��
���� �³u�dq ¤b*S �-�-�.�� W �-�)J ��
aN`=u⌧" ���?#'A��� �� aN`=up�"�� 1 �/Vm2�T Yb ��q04�y�⌧)�< X*S
����\ju�� ��6 �q_�)zK�6 W �/Vm2�T Yb�� ?s�☺))<
�����\'A� ��!a5*S �-☺⌧" C+p_A-☺-+ 9'<� �� ������
L�� ���*A?`)� W ���m2�T Yb�� �/V_A�7☺-)�< �� Yb )�)��)
�/V)J }�+*2 � �a����� �{V� ?!�d������ �/V)J
����a☺-+?T���� W =Nq�6 ���J)J?�� �q?!�>q��)_
9'<� ��?�)S�J�� �� !�d⌧`�J�� ) .ة )286-285: ا�&%
“Rasul Telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya.
Orang-orang mukmin pun semuanya telah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorang pun dari rasul-rasul-Nya, dan mereka telah mendengar dan patuh. “Kami
mohon ampunan-Mu wahai Tuhan kami dan hanya kepada-Mu tempat kembali.”
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia
mendapat pahala yang diusahakannya dan ia mendapat siksa yang dikerjakannya.
Tuhan Kami! Janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru. Tuhan
kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Tuhan kami! Janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Ma'afkanlah
kami; Lindungilah kami dan rahmatilah kami. Engkau adalah pelindung kami,
menangkan kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah: 285-286)
Maksudnya: Rasul Telah beriman kepada apa (yakni al-Quran dan wahyu-wahyu
lainnya) yang diturunkan kepadanya dari Tuhan (Pemelihara dan Pembimbing)-nya.
(Keimanan itu sedemikian mantap setelah beliau mengalami sendiri kehadiran Malaikat
Jibril membawa wahyu Ilahi, dan setelah sebelumnya beliau diberi tanda-tanda oleh
Allah Swt.). Orang-orang mukmin pun (demikian). Semuanya, (yakni Nabi Muhammad
Saw. dan orang-orang mukmin), telah beriman kepada Allah, (yakni percaya bahwa Dia
wujud dan Maha Esa, Maha Kuasa. Tidak ada sekutu bagi-Nya; Dia menyandang segala
sifat sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan; mereka juga percaya tentang
adanya) malaikat-malaikat-Nya, (yang merupakan hamba-hamba Allah yang taat
melaksanakan segala apa yang diperintahkan kepada mereka dan menjauhi seluruh
larangan-Nya, demikian juga mereka percaya dengan) kitab-kitab-Nya (yang diturunkan-
Nya kepada para rasul, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan al-Qur’an), dan (juga percaya
kepada) rasul-rasul-Nya, (sebagai hamba-hamba Allah yang diutus membimbing
manusia ke jalan yang lurus dan diridhai-Nya. Rasul Saw. bersama orang-orang mukmin
berkata dengan sepenuh hati dan keyakinan yang dibuktikan oleh kenyataan amal mereka
bahwa):
"Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", (dalam hal kepercayaan kami terhadap mereka sebagai utusan-utusan
Allah), dan mereka (juga mengatakan: “Kami dengan apa yang Engkau perintahkan, ya
Allah, baik melalui wahyu yang terdapat dalam al-Qur’an maupun yang disampaikan
melalui ucapan Nabi-Mu) telah mendengar (yakni memahami) dan patuh (melaksanakan
perintah-perintah-Mu dan menjauhi larang-larangan-Mu.” Dan dengan rendah hati
mereka berkata juga kendati telah melaksanakan tuntunan-Nya), “Kami mohon ampunan-
Mu, (yang sesuai dengan keagungan dan kemurahan serta keluasan ampunan-Mu, bukan
yang sesuai keadaan kami yang serba kurang) wahai Tuhan (Pemelihara) kami. (Dalam
kehidupan ini kami berada dalam kuasa dan pengendalian-Mu) dan hanya kepada-Mu
(tidak kepada apa dan siapa pun selain Engkau), tempat kembali (dalam segala urusan
duniawi dan ukhrawi siapa pun) kami yang memohon maupun selain kami.”
Allah menyambut ucapan Rasul Saw. dan orang mukmin yang menyatakn bahwa:
“Kami telah mendengar dan patuh,” serta permohonan ampun mereka, menyambutnya
dengan berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Karena itu, hendaklah masing-masing melaksanakan kewajibannya
sepanjang kemampuannya dan sebaliknya jika dia tidak mampu, maka Allah memberinya
pilihan lain yang sesuai dengan kemampuannya. Setiap orang diperlakukan Allah dengan
adil: Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Menyambut pernyataan Allah ini, orang-orang Mukmin itu melanjutkan do’a
mereka dengan berkata: “Janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa (akibat
kecerobohan kami) atau kami keliru (padahal kebenaran dapat kami raih. Sekali lagi):
“Tuhan (Pemelihara dan Pembimbing) kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat (baik berupa kewajiban maupun sanksi hukum atau siksa) sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Tuhan kami! Janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya baik tuntuna
maupun hukuman. Kami sadar bahwa dosa dan pelanggaran kami banyak, karena itu
ma'aflah (yakni hapus dosa-dosa) Kami; Lindungi Kami (yakni tutupi aib kami dengan
tidak mengukum kami akibat pelanggaran), dan rahmatilah kami (dengan aneka rahmat
melebihi penghapusan dosa dan penutupan aib). Engkau adalah pelindung kami, (karena
itu) menangkan kami (dengan argumentasi dan dengan kekuatan fisik) menghadapi
orang-orang kafir”.27
Demikianlah, kedua ayat di atas menggambarkan sikap orang-orang yang beriman
terhadap Allah Swt. Anda dapat membayangkan bagaimana dampaknya dalam kehidupan
jika pembaca atau pendengarnya memahami dan menghayati maknanya.
iii. Tiga ayat pertama QS. Ghafir [40]: 1-3
Tiga ayat pertama yang dimaksud adalah:
[@+ .�s�¦�)< �ADj1�J�� KL�� n��� 8�8-��J��
�o\*A-��J�� .:!�_�-´ �A2q�4J�� cs*2�)��� �µ?�mDJ�� �����⌧�
�µ�)S���J�� 8�� ��?��zJ�� � b +)J*S ¤b*S ���7 �
�+�4)J*S #!j>-☺�J�� ) .?3-1: ا��@م(
“Haa Miim. Penurunan al-Kitab dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. Pengampun dosa dan penerima taubat sangat keras pembalasan-(Nya).
Pemilik karunia, tiada Tuhan. Selain Dia. Hanya kepada-Nya kembali.” (QS. al-
Mu’min: 1-3)
Maksudnya: Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa: Ha mim, penurunan al-
Kitab (ini yakni al-Qur’an kepadamu, wahai Nabi Muhammad) dari Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Kendati Allah Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui,
yakni dapat mengalahkan siapa saja yang membangkang, tidak terbendung oleh siapa pun
ketetapan-Nya, dan tidak luput dari pengetahuan-Nya apa pun, termasuk kedurhakaan
siapa yang durhaka, namun demikian, Dia juga adalah) Pengampun dosa dan Penerima
27 Ibid., h. 524
taubat (bagi siapa yang hendak memohon ampun atau bertaubat. Dalam saat yang sama
Dia adalah) sangat keras pembalasan-(Nya). (Dia juga) Pemilik karunia, tiada Tuhan
(Penguasa dan Pengatur jagad raya, lagi yang berhak disembah) selain Dia. Hanya
kepada-Nya (saja) kembali (semua makhluk dan semua urusan).28
Ayat di atas menanamkan dalam diri pembaca yang menghayatinya beberapa
sifat-sifat Allah sehingga dapat lebih merasakan kuasa-Nya. Dengan membacanya dia
menyadari keperkasaan-Nya dan ini secara tersirat mengandung doa agar si pembaca
dilindungi. Perlindungan dari pihak lain dan juga perlindungan dari siksa-Nya akibat dosa
yang dilakukan si pembaca.
C. Isi Kandungan Bacaan-bacaan Zikir Dalam Tafsir Al-Misbah
Kalau memperhatikan bacaan-bacaan yang dianjurkan di atas, dan yang lain tentu
masih banyak, maka paling tidak terdapat dua hal pokok yang menonjol. Pertama,
permohonan perlindungan kepada Allah Swt. dan kedua, pengakuan tentang kekuasaan
Allah mengatur dan menguasai alam raya.
Ayat al-Kursi tidak mengandung permohonan perlindungan dari suatu apa pun,
tetapi zikir yang dihayati pada hakikatnya mengandung doa, walau dalam redaksinya
tidak terdapat doa.
Memohon perlindungan kepada Allah menjadikan seseorang memperoleh
kekuatan dari Pemilik segala kekuatan. Dalam konteks memohon perlindungan Allah,
seperti dengan membaca al-Mu’awwidzatain, perlu diingat bahwa kemampuan apa dan
siapa pun, kesemuanya bersumber dari Allah Swt. Setiap jenis makhluk, telah ditetapkan
oleh Allah hukum-hukum yang mengaturnya. Seperti ikan dapat menyelam dan hidup di
28 Ibid., vol. IX, h. 750
dasar laut, lalat dapat terbang, kelalawar dapat melihat saat matahari memancarkan sinar
yang terik, sedang malam menjadikan pandangannya lebih tajam. Jin juga memiliki
hukum-hukum yang berkaitan dengannya, berbeda sedikit atau banyak dengan berlaku
bagi manusia. Tetapi harus diingat, bahwa itu adalah anugerah Ilahi. Jika demikian,
memohon perlindungan-Nya menjadi sangat berarti dan menentukan karena Allah yang
kuasa memberi, kuasa pula menghalangi atau menarik kembali pemberian-Nya.29
Adapun yang berkaitan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah, maka di sini yang
tampil adalah Allah yang menguasai langit, bumi, dan segala isinya, termasuk yang
dikhawatirkan gangguannya oleh pengucap isti’adzah, baik terhadap setan-jin, setan-
manusia, penyihir, binatang buas, atau virus dan hukum penyakit, bahkan segala sesuatu
yang belum/tidak terlintas dalam benak.
Bacaan-bacaan yang dianjurkan itu ada yang terbatas dalam upaya menanamkan
kebesaran Allah, yang dalam hal ini ada bacaan yang hanya menyebut sifat dan perbuatan
Allah secara sepintas dan ada pula yang rinci. Di sisi lain, ada yang menyebut
bersamanya apa yang dimohonkan perlindungan-Nya secara menyeluruh, dan ada juga
yang hanya sepintas, atau tidak menyebutnya sama sekali.
Keburukan diri adalah potensi negatif yang terdapat dalam diri setiap manusia.
Memohon perlindungan-Nya di sini, berarti memohon agar potensi tersebut tidak wujud
dalam kenyataan.
Kejelekan perbuatan adalah dosa-dosa yang telah dilakukan. Memohon
perlindungan-Nya adalah memohon agar akibat dan sanksi dosa-dosa tersebut tidak
menimpa dirinya (manusia).
29 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, (Jakarta: Lentera Hati, 2006),
h. 79-80.
Selanjutnya, kalau merujuk kepada zikir (dalam pengertian sempit), maka
terdapat sekian banyak kalimat-kalimat singkat yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw.
agar selalu membasahi lidah, seperti:
1. Subhana Allah/Maha Suci Allah
Kata (س&�5ن ) Subhana terambil dari kata (T&س ) Sabaha, yang pada mulanya berarti
menjauh. Seseorang yang berenang dilukiskan dengan kata sabaha yang seakar dengan
kata Subhana tersebut karena dengan berenang, ia menjauh dari posisinya semula.30
Tujuh surah dalam al-Qur’an yang dimulai dengan tasbih dan puluhan ayat
lainnya yang berbicara tentang tasbih, tujuannya antara lain menganjurkan umat manusia
bertasbih. Betapa tidak pada firman-Nya sebagai berikut:
⌧*+`=u�s �6)� @���°uuJ�� ¨?,uuJ��
¥x?Tpy���� L��� �L�#�_ W X*S�� L�M� µ��⌧n ¤b*S
⌧*+,=u� }'��°��Z Lj1)J�� ¤b X��)S�d)<
?@�-)4*`u's 1 C+�q*S X�⌧" �3☺\*A-+ �VT�Qd⌧� .
)44: اUسأ(
“Bertasbih untuk-Nya langit yang tujuh, dan bumi serta semua yang ada di
dalamnya dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi
kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi
Maha Pengampun.” (QS. al-Isra’: 44)
Maksudnya: Bertasbih (juga secara terus-menerus) untuk-Nya (Yang Maha Kuasa
lagi Maha Suci itu) langit yang tujuh, dan (demikian juga) bumi serta semua yang
(berakal yang) ada di dalamnya (yakni di dalam ketujuh langit dan bumi itu) dan tak ada
30 Ibid., h. 87-88.
sesuatu pun (dari seluruh makhluk-Nya) melainkan (selalu) bertasbih dengan memuji-
Nya, tetapi kamu (sekalian) tidak mengerti (sama sekali atau secara mendalam) tasbih
mereka. (karena keterbatasan pengetahuan dan potensi kamu. Namun demikian, Allah
mengampuni kekurangan itu karena) Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi
Maha Pengampun.31
Allah secara tegas berpesan kepada Nabi Muhammad Saw. menghadapi gangguan
dan pembangkangan kaum musyrik serta ditundanya sanksi atas mereka bahwa:
#�Ja5��)_ W¶'<� �� X��J�QS� a⌧*+,-.��
��a☺��Z -,*'2�T Ys?`)� i��A� �a☺��J�� Ys?`)���
������!�� � aL���� w¸��q��� cs�4�J�� a⌧*+,=u)_ ��!a�6��
T���{J�� -,�A-�)J W�-:?!)< ) .�: :130(
“Maka bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, dan pada
waktu malam, bertasbihlah, serta pada penghujung-penghujung siang supaya engkau
ridha.” (QS. Thaha: 130)
Maksudnya: Maka bersabarlah (wahai Nabi Muhammad Saw.) atas apa yang
mereka katakan (baik yang berupa pendustaan terhadap ajaran yang engkau sampaikan
maupun cemoohan terhadap dirimu dan pengikutmu), dan bertasbihlah (menyucikan
Tuhanmu dari segala yang tidak wajar bagi-Nya. Lakukan penyucian itu disertai) dengan
memuji Tuhan (pemelihara dan Pembimbing) mu, (lakukanlah itu) sebelum terbit
matahari dan sebelum terbenamnya, dan (demikian juga) pada waktu malam,
31 Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. VII, h. 85.
bertasbihlah, serta (begitu juga lakukan tasbih dan pujian itu) pada penghujung-
penghujung (waktu-waktu) siang supaya engkau ridha (yakni merasa tenang, senang, dan
puas apa pun yang terjadi atas dirimu dan pengikutmu).32
Ayat di atas menuntun Nabi Muhammad Saw. dan umatnya agar bertasbih dan
bertahmid, juga berdoa dan shalat guna menghadapi kesulitan dan gangguan. Ini pada
gilirannya akan mengantar pada keridhaan dan kepuasan hati.
2. Al-Hamdulillah/Segala puji hanya bagi Allah.
Kata al-Hamdulillah secara singkat dinamai juga Hamdalah. Hamd atau pujian
adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik
walau si pemuji tidak disentuh oleh sikap dan perbuatan baik itu. Di sinilah salah satu
perbedaan kata hamd dengan kata syukur yang pada dasarnya digunakan untuk mengakui
dengan tulus dan penuh hormat pemberian yang dianugerahkan pada yang bersyukur
kepada siapa yang disyukuri itu. Kesyukuran itu bermula dalam hati yang kemudian
melahirkan ucapan dan perbuatan. Ucapan tersebut antara lain adalah al-Hamdulillah.33
Memuji Allah Swt. adalah luapan rasa syukur yang memenuhi jiwa si pemuji
karena keberadaan siapa pun sejak semula di pentas bumi ini tidak lain kecuali limpahan
nikmat Ilahi yang mengundang rasa syukur dan pujian. Pada setiap kejapan, setiap saat,
dan pada setiap langkah, silih berganti anugerah Allah berduyun-duyun, lalu menyatu dan
tercurah kepada seluruh makhluk, khususnya manusia. Karena itu adalah wajar memulai
segala sesuatu dengan memuji-Nya dan mengakhirinya pun dengan memuji-Nya. Ini juga
merupakan salah satu kaidah utama ajaran Islam:
32 Ibid., h. 275 33 Shihab, Wawasan al-Qur’an Tentang Zikir dan Do’a, h. 94-95.
���7�� ���� b +)J*S ¤b*S ���7 � +)J �a☺��¹�� 9*�
W9'R�ºy�� /!jKp-���� � �6)��� �@01�¹�� �+�4)J*S��
X���-G?!�< ) .VW%70: ا�( “Dan Dia Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, hanya bagi-Nya-lah segala puji
sejak awal dan di akhirat, dan hanya bagi-Nya segala penentuan dan hanya kepada-
Nya kamu dikembalikan.” (QS. al-Qoshosh: 70)
Maksudnya: Dan Dia (yakni Pengendali alam raya dan yang menyandang sifat-
sifat Terpuji dan yang nama-Nya) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia (Yang Maha Esa itu). Hanya bagi-Nya-lah (saja) segala puji (atas
limpahan aneka karunia-Nya) sejak awal (yakni dalam kehidupan di dunia) dan (hanya
bagi-Nya juga segala puji) di akhirat (nanti) dan hanya bagi-Nya (saja pula) segala
penentuan (menyangkut segala sesuatu) dan hanya kepada-Nya (saja) kamu (semua)
dikembalikan, (baik dalam ketentuan hidup duniawi, melalui sunnatullah yang
ditetapkan-Nya, maupun dikembalikan ke akhirat nanti untuk mendapat balasan dan
ganjaran melalui pengadilan-Nya yang sangat adil).34
Dengan al-Hamdulillah si pengucap menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang
bersumber dari Allah adalah terpuji, walau hal itu tidak sejalan dengan kepentingan si
pengucap atau mungkin merugikannya. Dugaan merugikan, atau penilaian negatif itu,
pada hakikatnya lahir dari keterbatasan pandangan manusia.
3. La Ilaha Illa Allah/Tiada Tuhan selain Allah.
Kalimat La Ilaha Illa Allah biasa juga disebut secara singkat dengan Tahlil, atau
kalimat Tauhid. Sementara ulama berpendapat bahwa kata Ilah yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia denan Tuhan, berakar dari kata yang bermakna
34 Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. IV, h. 175.
ibadah/penyembahan. Para ulama yang menganut pendapat ini menegaskan bahwa kata
Ilah adalah segala sesuatu yang disembah, baik penyembahan itu tidak dibenarkan oleh
akidah Islam, seperti penyembahan matahari, bintang, bulan, manusia atau berhala,
maupun yang dibenarkan dan diperintahkan oleh Islam, yakni dzat yang wajib wujud-
Nya, yaitu Allah Swt. Karena itu, jika seorang Muslim mengucapkan “La Ilaha Illa
Allah” maka dia telah menafikan segala Tuhan yang disembah oleh siapa pun kecuali
Allah. Kata Allah adalah nama bagi Tuhan yang berhak disembah, Yang Maha Esa, dan
yang mutlak wujud-Nya.35
Pernyataan bahwa tidak ada yang disembah kecuali Allah, menimbulkan sedikit
kesulitan jika dihubungkan dengan kenyataan yang menunjukkan adanya tuhan-tuhan
selain Allah yang disembah dan dipatuhi. Katakanlah seperti matahari atau dewa-dewa,
bahkan manusia semacam Isa as. untuk menampik keberatan ini, banyak ulama yang
menyatakan bahwa untuk lurusnya makna yang dimaksud dari tahlil itu setiap pengucap
perlu menyisipkan dalam benaknya kalimat “yang berhak disembah” sebelum kata
“Allah”, dan dengan demikian kalimat Tauhid ini bermakna: tidak ada tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah . Sesembahan yang disebut sebagai tuhan-tuhan selain
Allah adalah tuhan-tuhan yang tidak berhak disembah.
Ulama lain memahami kata Ilah bukan dalam arti yang disembah, tetapi dalam
arti Pencipta, Pengatur, Penguasa alam raya, yang di dalam genggaman yangan-Nya
segala sesuatu. Pengertian ini sejalan dengan banyak ayat al-Qur’an, misalnya firman
Allah dalam QS. al-Anbiya’ (21): 22:
?�)J X�⌧" ��-☺�#�_ ��/h*ª��� ¤b*S ����
35 Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 100-101.
�)<-�=u⌧d)J W KL-)?`�u)_ n��� �Xµ�T 3?!-��J�� ��☺� X�Qdj> )22: ا�,&��ء. �
“Sekiranya di langit dan di bumi ada ilah-ilah kecuali Allah, niscaya keduanya
pasti akan binasa. Maka Maha Suci Allah, Pemilik 'Arsy dari apa yang mereka
sifatkan.” (QS. al-Anbiya’: 22)
Maksudnya: Seandainya di langit dan dibumi ada ilah-ilah (Pencipta, Pengatur,
Penguasa, alam raya, yang di dalam genggaman tangan-Nya segala sesuatu) kecuali
Allah, niscaya keduanya (yakni langit dan bumi dan segala isinya) pasti akan binasa.
Maka Maha Suci Allah, Pemilik ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan (kepada-Nya
seperti menisbahkan ada sekutu bagi-Nya).
4. Allahu Akbar/Allah Maha Besar.
Kalimat Allahu Akbar biasa juga disebut kalimat Takbir. Di atas telah dijelaskan
bahwa Allah adalah nama dzat yang wajib wujud-Nya dan Yang Maha Kuasa, Pengatur
dan dalam genggaman-Nya segala wujud. Allah Maha Besar.
Ketika seseorang mengucapkan takbir, maka pada hakikatnya seharusnya dia
menyesuaikan sikap lahirnya dengan makna ucapannya itu sehingga setiap langkahnya
berada dalam kerangka makna kalimat tersebut. Ini pada gilirannya melahirkan rasa
memiliki serta kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkan itu, di samping
tertanam kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selain-Nya, betapa pun ia
dinamai “besar” atau “agung” dan pada saat yang sama pengucapnya merasa kuat dan
mampu untuk menghadapi segala tantangan karena dia telah menggantungkan jiwa
raganya kepada Yang Maha Agung itu, dan dengan demikian dia tidak akan meminta
perlindungan kecuali dari-Nya. Dia akan selalu melaksanakan perintah-Nya. Ini terjadi
akibat rasa takut serta butuh, atau bahkan akibat rasa kagum kepada-Nya.36
Sikap batin ini sangat perlu, apalagi jika disadari bahwa dalam al-Qur’an tidak
ditemukan perintah untuk “mengucapkan” takbir. Yang ada adalah perintah bertakbir,
berbeda halnya dengan Hamdalah (al-Hamdulillah). Ayat yang secara tegas
memerintahkan untuk mengucapkannya, yaitu:
cs���� �a☺��¹�� �� 8������ o)J 04�ImD� �$�)��� o)J�� L�1� C�6�� »,�*#Y¼ 9*� j,_A☺�J�� o)J�� L�1� C�6�� s9R�� KL�M� �k�P���� �
'#�MJ⌧"�� �N#!*,01)<) .أ: اUس111(
“Dan Katakanlah: Al-Hamdulillah, Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai
anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina
yang memerlukan penolong, dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang
sebesar-besarnya.” (QS. al-Isra’: 111)
5. La Haula wa la Quwwata illa Billah (Hauqalah).
Ucapan yang biasa dinamai Hauqalah ini menafikan dua hal. Pertama, “haul”
yang termabil dari kata hala – yahulu, yang antara lain bermakna menghalangi. Ada juga
yang memahaminya terambil dari kata hawwala – yuhawwilu yang berarti mengalihkan.
Hal kedua yang dinafikan adalah quwwah yang biasa diartikan
kekuatan/kemampuan. Hauqalah ini mengandung makna bahwa “Tiada kemampuan
untuk menghalangi dan menampik sesuatu bencana (hal-hal yang terasa tidak berkenan
di hati), dan tidak ada juga kekuatan untuk mendatangkan kemaslahatan (dan hal-hal
36 Ibid., h. 106.
positif)kecuali bersumber dari Allah Swt.” Sedangkan kata haula dipahami terambil dari
kata hawwala – yuhawwilu yang berarti mengalihkan, maka Hauqalah berarti tiada
peralihan dari satu keadaan ke keadaan itu, atau pekerjaan ke pekerjaan yang lain kecuali
atas izin dan kehendak Allah Swt. Manusia sama sekali tidak memiliki kekuatan dan
kemampuan kecuali bila dianugerahi oleh Allah Swt.37
Perlu dicatat bahwa Hauqalah bukan berarti mendorong seseorang berpangku
tangan menanti ketetapan Allah. Ia diucapkan khususnya pada saat terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan dengan tujuan menanamkan di dalam hati, kuasa Allah dan
kelemahan manusia setelah usaha yang dilakukannya, agar dia tidak terlalu kecewa
dengan hasil negatif yang diperolehnya, tidak juga terlampau bergembira dengan
keberhasilannya karena semua bersumber dari Allah Swt. hal ini sejalan dengan firman
Allah, yaitu:
��� Kµ�=5�6 L�� ,�`\j>v� 9*� wx?Tpy�� Yb�� ]9*�
?@�1juQdq�6 ¤b*S 9*� �ADjZ L�M� cs?`)� X�6
��-7�6�#?J�q W {X*S ���J)� 9'<� n��� r#!ju/� .Y⌧�\)1�;J
��?�-._�)< W9'<� �� ?@�1)<�)_ Yb�� ����+!�d)< ��-☺*2
?@Q`J)<��� 1 ������ Yb ©A��¶ {s�" ���p��� �T��I)_) ..23-22: ا�5.ی(
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada diri kamu melainkan
telah tercatat dalam kitab Lauh al-Mahfuzh sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah sangat mudah supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan
37 Ibid., h. 107-108.
terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kamu. dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. al-Hadiid: 22-
23)
Maksudnya: Tiada suatu bencana pun yang menimpa (kamu atau siapa pun) di
bumi (seperti kekeringan, longsor, gempa, banjir, paceklik, dll.) dan (tidak pula) pada
diri kamu (sendiri, seperti penyakit, kemiskinan, kematian, dll.) melainkan telah tercatat
dalam kitab (yakni Lauh al-Mahfuzh atau ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu)
sebelum Kami menciptakannya (yakni sebelum terjadinya musibah itu). Sesungguhnya
yang demikian itu (yakni pengetahuan dan pencatatan itu) bagi Allah adalah sangat
mudah (karena ilmu-Nya mencakup segala sesuatu dan kuasa-Nya tidak terhalangi oleh
apa pun. Kami menyampaikan hakikat itu kepada kamu semua) supaya kamu jangan
berduka cita (secara berlebihan dan melampaui kewajaran sehingga berputus asa)
terhadap apa (yakni terhadap hal-hal yang kamu sukai) yang luput dari kamu, dan
supaya kamu (juga) jangan terlalu bergembira (sehingga bersikap sombong dan lupa
daratan) terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kamu. (Karena sesungguhnya Allah
tidak menyukai setiap orang yang berputus asa akibat kegagalan) dan Allah tidak
menyukai (juga) setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (dengan sukses
yang diperolehnya).38
6. Astaghfirullah
Kata Astaghfirullah terdiri dari kata “Astaghfiru” dan “Allah”. Kata astaghfiru
terambil dari kata ( +Y ) ghafara yang berarti menutup. Ada juga yang berpendapat dari
kata ( +Zا� ) al-ghafaru, yakni sejenis tumbuhan yang digunakan mengobati luka. Jika
pendapat pertama yang dipilih, maka Astaghfirullah adalah permohonan agar Allah
menutupi aib dan dosa si pemohon, sedang bila yang kedua, maka ini bermakna semoga
38 Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. XIV, h. 125.
Allah menganugerahi aku yang memohon ini penyesalan atas dosa-dosaku, sehingga
penyesalan ini berakibat kesembuhan jiwaku dengan terhapusnya dosa-dosa itu.39
Seseorang yang mengucapkan zikir ini hendaknya menyadari bahwa maghfirah
Allah sangat luas, sebagaimana firman-Nya yaitu:
�)S�J �¾�{< ���� 9'<� e��R{�J��
�� :!�§-�☺�J���� T�=>qpy���� �� ������ '���,{<�� 9*� ����-.
/!u���J�� "L�� ���2 �� -\�YZ Q�:8� zµ��A��
J¿�:!)_ o�V�M� ¢o�o Kµ�)< o*��\'AB W C+�q*S o*�*2
»�����T to\�+�T ) .��<[117: ا�(
“Sesungguhnya Allah Telah menerima Taubat nabi, orang-orang muhajirin dan
orang-orang anshar yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan, setelah hati
segolongan dari mereka hampir berpaling, Kemudian Allah menerima Taubat
mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
mereka.” (QS. at-Taubah: 117)
Keluasan ini tidak hanya mengantar kepada berulang-ulangnya Yang Maha
Pengampun itu mengampuni dosa, tetapi juga mengisyaratkan banyaknya cakupan
maghfirah-Nya. Allah tidak hanya mengampuni dosa besar atau kecil yang berakitan
dengan pelanggaran perintah dalarangan-Nya, atau yang dinamai hukum syariat, tetapi
juga yang berkaiatan dengan pelanggaran terhadap hukum moral yang boleh jadi tidak
dinilai dari segi syariat sebagai dosa, bahkan dapat mencakup pula persoalan-persoalan
yang dianggap tidak wajar dari segi cinta dan emosi.
39 Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 111.
D. Dampak Zikir Bagi Kehidupan Manusia
1. Dampak positif berzikir
Zikir menyebut-nyebut nama Allah dan merenungkan kuasa, sifat, dan perbuatan,
serta nikmat-nikmat-Nya, menghasilkan ketenangan batin. Sebagaimana Allah berfirman:
� ������ ��������� 9�c0�°az)<�� o�2��A�� :!�"�4*2 n��� 1 Yb�6 :!£Z�4*2 n��� 9�c0-☺az)<
zµ��AQS�J�� ) ..� )28: ا�“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram, disebabkan
karena mengingat Allah. Sungguh! Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram.” (QS. ar-Ra’d: 28)
Maksudnya: (Orang-orang yang mendapat petunjuk Ilahi dan kembali menerima
tuntunan-Nya dan yang selalu akan berbahagia adalah) orang-orang yang beriaman dan
hati mereka menjadi tenteram (setelah sebelumnya bimbang dan ragu. Ketenteraman
yang bersemi di dada mereka itu) disebabkan karena Zikrullah (yakni mengingat Allah
atau karena ayat-ayat Allah, yakni al-Qur’an yang sangat memesona kandungan dan
redaksinya). Sungguh! (yakni camkanlah bahwa) hanya dengan mengingat Allah, hati
menjadi tenteram.
Sejalan dengan firman Allah di atas, bahwasannya karakter jiwa/hati yang tidak
konsisten memungkinkan manusia untuk bisa terkena konflik batin. “interaksi yang
terjadi antara pemenuhan fungsi memahami realita dan nilai-nilai (positif) dengan tarikan
potensi negatif yang berasal dari kandungan hatinya, melahirkan suatu keadaan
psikologis yang menggambarkan kualitas, tipe dan kondisi dari qalb itu.” Proses interaksi
psikologis itulah yang mengantar hati pada kondisi dan kualitas hati yang sebenarnya,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:
��_ آ.�< ا�.� Iت.�ا Iذا و��_ آ.�< اT�� ص5F�ا صذ اZ�\ م.�<B ا� IنGإ )رواN ا�&�bرى �? ,=��ن ا�? �4. (�% اB�ه و#Gا
“Sesungguhnya didalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka
semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula.
Ingatlah bahwa ia adalah kalbu.” (HR. Bukhari dari Nu’man Ibnu Basyir).40
Ada sejenis pengetahuan yang dapat melahirkan iman, yaitu pengetahuan yang
disertai dengan kesadaran akan kebesaran Allah, serta kelemahan dan kebutuhan
makhluk kepada-Nya. Ketika pengetahuan dan kesadaran itu bergabung dalam jiwa
seseorang, maka ketika itu lahir ketenangan dan ketenteraman. Ketika seseorang
menyadari bahwa Allah adalah Penguasa tunggal dan Pengatur alam raya dan dalam
genggaman tangan-Nya segala sesuatu, maka menyebut-nyebut nama-Nya, mengingat
kekuasaan-Nya, serta sifat-sifat-Nya yang Agung, pasti akan melahirkan ketenangan dan
ketentraman dalam jiwanya.
Hal ini sejalan dengan pernyataa Al-Ghazali. Dalam Ihya’-nya beliau mengatakan
bahwa apabila seorang muslim ingin mengubah akhlaknya agar menjadi baik, ia harus
mengubah berbagai pikiran tentang dirinya, kemudian mempraktikan akhlak yang baik
sedikit demi sedikit (secara bertahap) sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Berikut ini ungkapan hasil kajian Imam Al-Ghazali dalam persoalan ini: “Dengan
ini saya mengetahui betul bahwa akhlak mulia dapat dicapai melalui latihan, yaitu dengan
berusaha mulai melatihnya sejak dini sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Inilah
40 Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Semarang: Thaha Putra), Juz I, h. 19.
diantara keajaiban hubungan antara hati dan anggota badan, antara jiwa dan raga. Setiap
sifat yang muncul dalam hati berpengaruh terhadap anggota badan, sehingga anggota
badan tidak bergerak melainkan sesuai dengannya. Setiap perbuatan anggota badan juga
berpengaruh terhadap hati; antara hati dan badan satu sama lain saling mempengaruhi.”41
Istighfar yang merupakan bagian dari zikir, juga merupakan doa dan melahirkan
dampak, bukan saja secara psikologis, tetapi juga material. Allah menjelaskan dalam al-
Qur’an dan membenarkan ucapan Nabi Nuh as. yang menyatakan pada kaumnya:
QN_AQS)_ ����!�d�p.�� ?@�1m2�T C+�q*S �e�⌧"
�VT��d⌧� .csj.?!�� ����-☺uuJ�� 2�1�4'AB �VT��Ta��M� .2�"\��a☺���� ��������*2 �[��2�� s-���)¶�� ?2�1�J ªN{�-G s-���)¶�� ?2�1�J
��!��À�6 ) .T, :10-12( “Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -
sesungguhnya Dia senantiasa Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat. Dan melapangkan harta serta anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan untukmu sungai-sungai.” (QS.
Nuh: 10-12)
Anjuran Nabi Nuh as. di atas kurang lebih menyatakan: Mohonlah ampun kepada
Tuhan (Pemelihara) kamu, (atas dosa-dosa kamu) sesungguhnya Dia (yakni Allah Swt.)
senantiasa Maha Pengampun (bagi siapa yang tulus memohon ampunan-Nya. Kalau
kamu benar-benar memohon ampunan-Nya), niscaya Dia akan mengirimkan, (yakni
menurunkan hujan atau aneka keberkahan dari) langit kepada kamu dengan lebat (yakni
41 Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Qalam), vol. III, h. 56-59.
banyak dan berulang-ulang), dan melapangkan harta serta (memperbanyak dan
menjadikan berkualitas) anak-anak kamu, dan mengadakan (pula) untuk kamu kebun-
kebun (yang dapat kamu nikmati keindahan dan buah-buahannya) dan mengadakan
(juga) untuk kamu sungai-sungai (untuk mengairi kebun-kebun kamu dan memberi
minum binatang ternak yang Allah anugerahkan kepada kamu).42
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kehidupan
manusia, betapa pun mewahnya, tidak akan menyenangkan jika tidak dibarengi dengan
ketentraman hati, sedang ketentraman hati baru dapat dirasakan bila manusia yakin dan
percaya bahwa ada sumber yang tidak terkalahkan yang selalu mendampingi dan
memenuhi harapan. Yang berzikir, merenung, dan mengingat Allah selalu akan merasa
ramai walau sendirian, kaya ealau hampa tangan, dan berani walau tanpa kawan.
Dan adapun secara jelasnya dampak positif dari berzikir adalah:
1. Menghilangkan segala kerisauan dan kegelisahan serta mendatangkan
kegembiraan dan kesenangan terutama batin.
2. Melenyapkan segala keburukan.
3. Memperkuat kalbu dan badan.
4. Memunculkan sikap Muraqabah (merasa di awasi Allah) yang mengantarkan
pada kondisi ihsan. Yaitu, kondisi saat hamba menyembah Allah dalam keadaan
seolah-olah melihat-Nya.
5. Memunculkan keinginan untuk kembali kepada Allah. Karena siapa yang banyak
mengingat-Nya, itu akan membuatnya kembali kepada Allah dalam setiap
persoalan.
42 Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. IX, h. 110.
6. Menghalangi lisan seorang hamba untuk melakukan gibah, berkata dusta, dan
melakukan kebatilan-kebatilan lainnya yang ditimbulkan hati dan dilakukan oleh
sikap atau perbuatan.
Jika keenam hal di atas sudah berhasil diperoleh dan tertanam pada diri seseorang,
maka akan tercipta sesuatu yang paling mulia dan paling agung, yang dengan itu kalbu
manusia menjadi hidup seperti hidupnya tanaman karena hujan. Karena zikir adalah
makanan rohani sebagaimana nutrisi adalah makanan tubuh. Ia juga merupakan
perangkat yang membuat kalbu bersih dari karat berupa lalai dan mengikuti hawa nafsu.
Dan kemudian manusia akan kembali kepada kesucian, seperti seorang bayi yang baru
dilahirkan oleh ibunya.
2. Dampak buruk mengabaikan zikir
Al-Qur’an, antara lain, melukiskan dampak buruk dari keengganan berzikir atau
membuta terhadap tuntunan Ilahi dengan firman-Nya:
L��� �� L� :!�"�� wL�¡��!J�� aÁ�4)Sq
C+)J �V�)z�4⌧� ���)_ C+)J ⌦L�:!)� .?@�{À*S��
?@�À�T��>�4)J wL� cs4*`uuJ�� X�,=u�)¶��
@�{À�6 X��Da�v�) .ف )37-36: ا��خ
“Dan barangsiapa yang membuta dari zikir ar-Rahman, Kami adakan baginya
setan maka dia baginya menjadi dan sesungguhnya mereka benar-benar menghalangi
mereka dari jalan dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS.
az-Zukhruf: 36-37)
Maksudnya: Barangsiapa yang mengindahkan peringatan-Nya berzikir, menyebut
dan mengingat-ingat-Nya, Allah akan mendukungnya dengan menugaskan malaikat
membantunya dan (sebaliknya), barangsiapa yang membuta dari zikir (pengajaran) ar-
Rahman, Kami adakan baginya setan maka dia (yakni setan ini) baginya menjadi “qarin”
(teman) dan sesungguhnya mereka (yakni para qarin itu) benar-benar menghalangi
mereka (yakni manusia yang lengah) dari jalan (yang benar) dan mereka (yang lengah
itu) menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.
Siapa yang melupakan Allah atau tidak berzikir mengingat-Nya, maka tidak ada
lagi sesuatu yang berada dalam ingatannya kecuali kenikmatan duniawi. Itulah satu-
satunya yang menjadi idaman dan perhatiannya dan yang selalu dia usahakan untuk
meraihnya sebanyak mungkin. Tetapi, karena kehidupan manusia sangat terbatas dan apa
yang terbentang di alam raya terlihat masih banyak olehnya, maka dia tidak pernah puas.
Jika dia mendapat satu, dia menginginkan dua. Kalau telah memiliki dua dia
menginginkan lebih banyak lagi, karena itu dari satu sisi dia selalu merasa kekurangan
dan hidupnya selalu terasa sempit dan gelisah, karena dia tidak menoleh kepada hal-hal
yang bersifat ruhaniah, lagi tidak merasakan kenikmatan ruhani.
Perhatiannya yang demikian besar pada dunia dan kenikmatannya menjadikan dia
berpotensi meraih gemerlapan duniawi, karena Allah memang berfirman:
L{� X�⌧" ��:!�� )�)�jG�-��J�� ���_A�§�
C+)J �-�\�_ �� �����'� L-☺�J ��:!q ¢o�o
�/V_A-�-G C+)J ~��-�-G �-�Ã'A>� �V����04� �VT��+a�{� ) .أ )18: ا�س
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya
di sini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami
tentukan baginya neraka Jahannam dia akan memasukinya dalam keadaan tercela
dan terusir.” (QS. al-Isra’: 18)
BAB V
PENUTUP
Tuhan telah menciptakan dunia beserta isinya dan manusia diciptakan dari tanah
yang kemudian disempurnakan dan ditiupkan roh atau nyawa oleh Tuhan, maka hiduplah
manusia. Jadi, yang sebenarnya hidup itu bukan badan, akan tetapi roh atau nyawa yang
dihembuskan ke dalam tubuh manusia oleh Tuhan Maha Pencipta. Semua makhluk yang
digolongkan hidup, adalah bilamana mereka bernafas, kalau tidak bernapas berarti mati,
karena semua organ dan sel-sel tubuh tidak berfungsi lagi.
Oleh karena itu, janganlah manusia itu mengira bahwa ia dilepaskan begitu saja
hidup di dunia dengan sia-sia, dibiarkan tidak beraturan, semaunya saja, tidak merasa
diawasi atau dikontrol, bagaikan hewan bintang saja, yang tidak punya peraturan tata
tertib dan kesopanan. Tentunya tidak, karena manusia itu diciptakan sebagai makhluk
yang berakal pikiran, tetapi dijadikan Tuhan dengan mempunyai tujuan hidup, tugas
hidup dan diawasi dengan teliti dan cermat sekali dan nanti pada suatu waktu di tempat
yang tertentu, pasti ia kelak mempertanggungjawabkan segala tindak-tanduk amal
perbuatannya dihadapan Tuhan yang telah memberikan hidup dan kehidupan serta syarat
hidup kepadanya.
Akan tetapi kalau akal pikiran itu digunakan oleh manusia dengan sebaik-
baiknya, tentunya sekalipun manusia itu sudah terjerumus ke dalam kemaksiatan yang
membuat Allah murka, maka kemaksiatan itu akan terhentikan dan kemurkaan Allah pun
akan terhapuskan, dengan cara bertobat dan senantiasa berzikir kepada Allah dalam
setiap saat. Karena zikir adalah merupakan sarana untuk mengembalikan kesucian hati.
Dan kalau itu sudah dilakukan, maka secara otomatis manusia pun akan kembali kesucian
atau fitrah asalnya. Hal ini bisa terwujud, karena Allah memiliki sifat Maha Pengampun
bagi setiap hamba-Nya yang mau kembali kejalan-Nya.
A. KESIMPULAN
Zikir itu sudah berabad-abad dilakukan oleh umat manusia yang beriman kepada
Allah Swt, yang maksudnya untuk selalu ingat kepada-Nya dan mohon ridho-Nya. Istilah
zikir dalam agama lain atau ilmu pengetahuan disebut antara lain seperti meditasi,
semadi, konsentrasi dan lain-lainnya. Yang pada hakikatnya tidak lain adalah bermohon
kepada Yang Maha Kuasa agar mereka selalu diberikan petunjuk dan perlindungan-Nya.
Mendekatkan diri kepada Yang Maha Agung melalui zikir bagaikan seseorang
yang mendekati suatu sinar terang, yang makin dekat makin terang dan mampu berbuat
banyak dibanding dengan di tempat yang kurang mendapatkan cahaya atau gelap.
Orang yang dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa selalu mampu berbuat lebih baik
prestasinya dari pada orang yang biasa saja. Dengan selalu berzikir itu alam akal pikirnya
terang dan jernih karena dekat dengan Yang Maha Sumber Nur Ilahi, yang bersifat Maha
Sempurna, Maha intelek, Maha Tahu. Sebenarnya orang berpikir itu mengikutkan seluruh
organ tubuhnya, sehingga kebenaran-kebenaran yang terpancar dari Nur Ilahi tadi tersalur
dalam sebuah tubuhnya, yang menyebabkan segala sepak terjang dan hasil karyanya akan
bermutu tinggi, mulia dan luhur.
Tiap orang beriman akan selalu mendekatkan diri dengan cara biasa seperti iman,
taqwa, tawakkal serta zikir sesuai dengan kemampuannya, sehingga tingkat-tingkat alam
pikirnya itu berbeda-beda dan bervariasi menurut pola rencananya. Makin dalam tingkat
zikirnya akan mempunyai kemungkinan yang makin besar dan prestasinya seperti
kesempurnaan budi, keluhuran, keindahan dan lain sebagainya yang baik. Tidak ada
kerugian bagi seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah Swt, melainkan
keuntungan yang akan banyak diperoleh.
B. SARAN
Sebagaimana manusia ketika dilahirkan ke dunia dalam keadaan suci atau bersih
hatinya dari kotoron kemaksiatan dan dosa, begitupun dengan Islam yang senantiasa
membimbing manusia kejalan kebenaran yang dapat mewujudkan atau mengembalikan
kesucian hati tersebut. Untuk itu, penulis mencoba memberikan saran baik kepada
Fakultas Islam khususnya dan masyarakat Fakultas umum lainnya. Antara lain sebagai
berikut:
1. Dalam urusan pendidikan terhadap masyarakat umum dan masyarakat kampus,
hendaknya Fakultas Dakwah menjadi wadah terhadap perkembangan kejiwaan
dengan sebenar-benarnya yang mewujudkan prilaku sakinah dalam tataran
aplikasi, baik dikalangan akademik maupun sekitar kampus.
2. Dalam hal ini Fakultas Dakwah juga berperan sebagai pelopor dan penunjang
sarana dakwah bagi mahasiswa yang mencoba untuk komitmen terhadap
permasalahan dan pelayanan bagi umat.
3. Adapun dakwah yang dimaksud adalah dakwah Islam. Karena Islam adalah
agama yang universal dan dapat dijadikan sebagai sumber acuan dan sumber
hukum di tengah masyarakat yang global ini.
4. Untuk keefektivan hendaknya mahasiswa dakwah senantiasa mengingatkan diri
dan masyarakat terdekatnya untuk senantiasa berzikir (ingat terhadap kewajiban
yang diberikan oleh Allah), dan bertafakur (berfikr terhadap kebesaran dan
keagungan Allah) dalam setiap waktu.
DAFTAR PUSTAKA
‘Atha’illah, Ibn, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006).
Azzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakur, (Bandung, 2007).
Baidan, Nashruddin, Metodelogi Penafsiran Al-Quran, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
1998).
Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari, (Semarang: Thaha Putra).
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993).
Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Qalam).
Hati, Lentera, Biografi Quraish Shihab, artikel diakses pada 1 Februari 2009 dari
http://www.lenterahati.com.
Kabbani, Syekh Muhammad Hisyam, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2007).
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2003).
-------------------------, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2000).
------------------------, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, (Jakarta: Lentera Hati,
2006).
Tim Cendikiawan Muslim, Ensiklopedi Islam, (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta).
Zubaidin, HM Munadi, The Power of Dzikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan
Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007).