konsep pendidikan tasawuf menurut habib abdullah...
TRANSCRIPT
i
KONSEP PENDIDIKAN TASAWUF
MENURUT HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
( STUDI ANALISIS KITAB NASHOIHUD DINIYYAH )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
MUHAMMAD SYA’RONI
NIM: 111 11 071
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA TAHUN 2016 M
ii
iii
iv
v
MOTTO
vi
Hati adalah nikamt Allah yang terbesar atas hamba-hamba-Nya.
Siapa yang menggunakannya untuk mentaati-Nya dan menghiasi
dengan hal-hal yang berkaitan dengan kecintaan pada-Nya, serta
memanfaatkan sesuai dengan fungsinya, maka ia telah mensyukuri
nikmat dan berbuat kebaikan
(Al Hamid,2010:272)
vii
PERSEMBAHAN
Skiripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak dan almarhumah ibu yang tak henti-hentinya memberikan kasih
sayang dan mendidik untuk selalu berbuat kebaikan
2. Bapak Muhammad Sholikhin dan Bapak Tsawabirruddin yang
mengajarkan hikmah kebijaksanaan dalam kehidupan
3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang memberikan ilmu yang tidak
terhingga luasnya.
4. Saudari Rahayu Istikomah yang memberikan motifasi untuk selalu belajar
5. Sahabat-sahabat PMII angkatan 2011 (GANAS) yang senantiasa
mendampingi belajar dan berorganisasi baik dalam keadaan suka maupun
duka.
6. Teman-teman di pondok Pesantren Bustanul Muta‟allimin( Pondok Lor )
yang menemani dalam mempelajari ilmu agama dan memberikan
pengetahuan agama.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Sehingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
meskipun dalam bentuk yang jauh dari segala kesempurnaan. Sholawat serta
salam, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
tentunya atas segala limpahan syafaatnya yang akan kita nanti-nantikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa bantuan semua pihak. Dan penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Sealaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. Selaku pembimbing dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Muna Erawati, M.Si. Selaku pembimbing akademik dan memberikan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan study di IAIN Salatiga.
ix
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan yang telah membantu dalm
menyelesaikan study di IAIN Salatiga.
7. Bapak Muhammad Sholikhin dan Bapak Tsawabiruddin selagi pengasuh
pondok pesantren Bustanul Muta‟allimin (Pondok Lor) Reksosari kec. Suruh
Kab. Semarang yang telah memberikan pengajaran tentang kitab Nashoihud
Diniyyah terutama kepada penulis dan seluruh santri di pondok tersebut.
Sekaligus telah memberikan pengetahuan agama kepada masyarakat di sana.
x
ABSTRAK
Muhammad Sya‟roni. 2016. Konsep pendidikan tasawwuf menuruuf Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dalam Kitab Nashoihud
Diniyyah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr.M. Ghufron, M.Ag.
Kata kunci: Konsep, pendidikan, tasawwuf.
Kitab Nashoihud Diniyyah merupakan salah satu karya yang terkenal dari
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad yang berisi tentang
tasawwuf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep tasawwuf menurut
Al-Habib Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al-Haddad dalam kitab Kitab
Nashoihud Diniyyah. Beberapa hal yang akan disampaikan dalm penelitian ini
adalah: (1) Latar belakang Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
Haddad, (2) Konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam kitab
Nashoihud Diniyyah, dan (3) Relevansi konsep tasawwuf yang terdapat dalam
kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari .
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber utama adalah kitab Nashoihud Diniyyah dan sumber
pendukungya adalah terjemahan kitab Nashoihud Diniyyah dan buku-buku yang
bersangkutan dengan materi. Adapun teknis analisis data menggunakan metode
content analysis.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa konsep tasawwuf yang ada
dalam kitab Nashoihud Diniyyah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad menunjukkan bahwa tasawwuf adalah penjelmaan dari
ihsan. Dalam penafsirannya tasawwuf mempunyai tiga aspek yaitu:, tasawwuf
akhlaki, tasawwuf amali, dan tasawwuf tauhid. Adapun tasawwuf tersebut sangat
dibutuhkan sebagai pedoman masyarakat saat ini yang belum mencerminkan
perilaku akhlak tasawwuf yang sesuai dengan tuntunan, menjadi pribadi yang
berakhlakul karimah. Dalam mencapai akhlak yang mulia baik di sisi Allah,
manusia harus berusaha melelui dua aspek yaitu: Aspek perbuatan yang dilakukan
oleh bathin (jiwa) yang berupa penyucian hati. Dan Aspek perbuatan yang
dilakukan oleh dhohir (anggota tubuh) yang berupa budi pekerti yang sesuai
dengan tuntunan Al Qur‟an dan Hadits. Konsep pendidikan tasawwuf dalam
kitab Nashoihud Diniyyah bisa dibilang praktis dan berpegang teguh dengan Al
Qur‟an dan Hadits. Yang dari setiap uraiannya disertakan dasar-dasar (dalil-
dalilnya). Dengan demikian, memberikan motivasi untuk melaksanakan
kebaikan baik itu dihadapan manusia maupun dihadapan Allah.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO................................................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................................................... v
MOTTO............................................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR....................................................................................................... viii
ABSTRAK......................................................................................................................... x
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 6
E. Kerangka Teoritik.................................................................................. 7
F. Metode Penelitian................................................................................. 11
G. Sistematika Pembahasan....................................................................... 12
BAB II BIOGRAFI AL-HABIBABDULLAH BIN ALWI BIN
MUHAMMADALHADDAD........................................................................
A. LatarBelakangHabib Abdullah Al-Haddad......................................... 14
B. RiwayatHidupHabib Abdullah binAlwi Al Haddad.......................... 16
C. MadzhabHabib Abdullah bin Alwi Al Haddad……………………… 21
D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad.. 22
E. Murid Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad 23
xii
AlHaddad..............................................................................................
F. Karya-karyaAl-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
Haddad………………………………………………………………..
24
G. SistematikaKitabNashoihudDiniyyah……………………………… 27
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRANAL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN
MUHAMMADAL-HADDAD………………...
39
A. KonsepTasawufBerkaitandenganHablumMinallah......................... 40
B. KonsepTasawufBerkaitandenganHablumMinannas........................ 44
BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI KONSEP TASAWUF KITAB
NASHOIHUD DINIYYAH.......................................................................
48
A. PemikiranHabib Abdullah bin Alwi Al Haddad........……………… 48
B. RelevansiTasawufdalamkeidupan modern....................................... 80
BAB V PENUTUP.................................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................... 84
B. Saran.................................................................................................. 86
C. Kata Penutup…………………………………………………………. 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah yang dibaluti dengan nilai-nilai tasawwuf yang sangat tinggi,
mampu menginspirasi untuk selalu tulus dan ikhlas dalam beribadah. Tidak
mengharapkan sesuatu apapun dari ibadah kita, termasuk balasan surga
ataupun ancaman neraka. Tetapi kita beribadah semata-mata, karena kecintaan
kita kepada Allah. Sebuah lagu tentang tasawwuf:
Apakah kita semua benar-benar tulus menyembah pada-Nya
Atau mungkin kita hanya takut pada neraka dan inginkan surga
Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud
kepada-Nya
Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau menyebut nama-
Nya
Bisakah kita semua benar-benar sujud sepenuh hati
Karena sungguh memang Dia, memang pantas disembah
Memang pantas dipuja(Crisye)
Demikian bait-bait yang dibawakan oleh Crisye dan Ahmad Dhani
yang diilhami oleh syair-syair seorang sufi perempuan yang sangat masyhur,
Rabiah Adawiyah. Syair-syair Rabiah memang menggambarkan ketulusan
cinta dan kehambaan kepada Tuhan. Ia tidak ingin ada satupun yang
menjadikan kehambaan dan ketulusan cintanya, terbelokkan oleh adanya
tujuan lain, termasuk surga dan neraka.
Kehambaan dan ketulusan cinta itulah kira-kira yang hilang dari
mutiara dunia ini. Kesadaran kehambaan sesungguhnya akan memberikan
sebuah penghayatan kehidupan bahwa dirinya tidak lebih hanyalah seseorang
2
yang harus tunduk kepada pemiliknya yang hakiki. Kesadaran kehambaan
akan melahirkan juga kecintaan kepada kekasihnya yang hakiki, yaitu Tuhan.
Kesadaran kehambaan dan ketulusan cinta pada Tuhan akan
mewujudkan cinta kepada sesama tanpa memandang “baju-baju” yang
menyekat satu orang dengan orang yang lainnya. Sayangnya fenomena saat ini
justru sedemikian cintanya kepada Tuhan, mereka sangat bersemangat dalam
membela Tuhan. Atas nama Tuhan, mereka menghakimi, bahkan
menghancurkan siapa saja yang dianggap menentang Tuhan.
Kesadaran kehambaan dan ketulusan cinta terhadap Tuhan juga
tergerus oleh mesin-mesin modernisasi yang semakin perkasa. Modernisasi
telah mendakhwahkan ajaran agama yang baru bernama materialisme-
hedonisme. Daya pikatnya sedemikian luar biasa, sehingga banyak manusia
yang berlomba-lomba menjadi pengikut yang paling fanatik. Agama baru itu,
materialisme dan hedonisme telah membugkus seluruh sisi kehidupan
manusia. Semua diukur berdasarkan kepuasan materialis. Manusia tidak
menjadikan dirinya sendiri yang sejati bersifat sepiritul sebagai ukurannya.
Dalam keadaan seperti ini, sepiritualitas tasawwuf menawarkan jalan
pembebasan dari keterbelengguan manusia dari dirinya sendiri. Itu sebabnya,
sekarang ini banyak orang yang menggeluti tasawwuf, karena tasawwuflah
yang berusaha secara pasti untuk memanusiakan manusia. Ia berusaha
mngembalikan manusia ke dalam dimensinya yang sepiritual(Syukur,
2006:xiii)
3
Tasawwuf merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam,
posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur‟an sebagai referensi paling
penting tentang akhlak tasawwuf bagi kaum muslimin, individu,
keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak tasawwuf merupakan buah
Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat
hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak tasawwuf merupakan alat
kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak
tasawwuf, masyarakat tidak akan berbeda dari kumpulan binatang
(Munzier, 2008: 89).
Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan
tasawwuf secara mendalam adalah Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad. Dia adalah seorang guru besar dalam bidang
pendidikan akhlak dan tasawwuf, baik akhlak dhahir (lahir) maupun
bathin(batin). Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad
tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang
demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang
diperintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali
sedikit saja( Munawir, 2007:7).
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik
akhlak dan tasawwuf, Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga dikenal
sebagai seorang yang produktif dalam karya tulis (Musthofa, 1994:
163). Karya-karyanya banyak sekali, salah satu karyanya yang ada di
Indonesia, yang banyak dikaji oleh majlis-majlis pengkajian ilmu
4
adalah kitab Nashoihud Diniyyah. Kitab ini tergolong praktis, di
dalamnya terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan
pendidikan akhlak tasawwuf beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya),
yang bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan
nilai-nilai tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam kitab Nashoihud Diniyyah memberikan konsep tasawwuf
yang berbeda dengan konsep pendidikan modern saat ini. Kitab Nashoihud
Diniyyah memberikan pendidikan akhlak tasawwuf diawali mendekatkan
diri kepada Allah melalui bertaqwa kepada Allah melalui ajaran-ajaran
agama islam dari Al Qur‟an dan Hadits. Dalam pembahasan selanjutnya
kita dituntut untuk menjalankan suatu ibadah dengan didasari keikhlasan
hati untuk meraih ridhaNya. Dalam penutup kitab dijelaskan tentang
kaidah-kaidah bertasawwuf berdasarkan Ahlussunnah wal jama‟ah sesuai
tuntunan Al Qur an dan Hadits.
Dalil-dalil di dalam Al Qur an, Hadits Nabi, serta perumpamaan
dan keutamaan bagi orang yang bertasawwuf juga diikutsertakan dalam
memberikan dasar dalam pendidikan akhlak tasawwuf. Konsep pendidikan
akhlak tasawwuf dalam kitab Nashoihud Diniyyah menggabungkan
tasawwuf dan akhlak. Sehingga akan terbentuknya antara kehidupan
bertasawwuf yang dibaluti dengan kebersihan hati.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin membahas konsep
tasawwuf menurut Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
5
Haddad dalam kitab Nashoihud Diniyyah. Dalam kitab trersebut akan
membahas bagaimana Bagaimana latar belakang sosial dari Habib
Abdullah Al Haddad, konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam
kitab Nashoihud Diniyyah, dan relevansi konsep pendidikan tasawwuf
kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali
konsep tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah , yang
memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad tentang wasiat-wasiat keimanan dan langkah-
langkah seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia
akhirat.
Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul:
KONSEP PENDIDIKAN TASAWWUF MENURUT HABIB
ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD ( STUDI
ANALISIS KITAB NASHOIHUD DINIYYAH). Penulis akan berusaha
mengulas nilai-nilai pendidikan akhlak tasawwuf yang ada dalam
kitab Nashoihud Diniyyah. Diharapkan nantinya dapat dijadikan
referensi dalam pembimbingan akhlak para pelajar dan juga masyarakat
umum.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang sosial dari Habib Abdullah Al Haddad?
6
2. Apa konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam kitab
Nashoihud Diniyyah?
3. Bagaimanakah relevansi konsep tasawwuf kitab Nashoihud
Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui latar belakang sosial dari Habib Abdullah Al Haddad.
2. Mengetahui konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam
kitab Nashoihud Diniyyah
3. Mengetahui relevansi nilai-nilai akhlak tasawwuf yang terdapat
dalam kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari.
D. Kegunaan Penelitian
1. Teoritis
a. Memperkaya khasanah keilmuan tentang kitab Nashoihud
Diniyyah melalui konsep tasawwuf yang terkandung di dalamnya.
b. Menambah pemahaman ajaran islam sebagai agama yang
Rahmatanlil „alamin melalui tasawwuf yang terkandung dalam
kitab Nashoihud Diniyyah.
7
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk pelatihan bagi
peneliti dalam menganalisa isi kandungan khususnya konsep
tasawwuf yang terkandung dalam kitab Nashoihud Diniyyah untuk
dijadikan sebagai salah satu karya ilmiah (Skripsi).
b. Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam
pembuatan karya ilmiyah yang berkaitan dengan konsep tasawwuf
dan mempermudah masyarakat umum untuk mengetahui isi
kandungan kitab Nashoihud Diniyyah kususnya konsep tasawwuf
yang terkandung pada kitab tersebut.
E. Kajian Pustaka
Dari segi bahasa, para ahli memberikan berbagai pengertian
tentang tasawwuf, namun dari beberapa pengertian itu dapat disimpulkan,
bahwa tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian
diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah
akhlak yang mulia.
Sedangkan pengertian tasawwuf dari segi istilah atau menurut
pendapat para ahli tasawwuf sangat tergantung kepada sudut pandang yang
8
digunakan oleh masing-masing pakar. Jika memandang mausia sebagai
makhluk yang harus berjuang, maka tasawwuf dapat didefinisikan sebagai
"upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran
agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt."
Tasawwuf ialah penjabaran ajaran Al-Qur‟an, Sunnah, berjuang
mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid‟ah, mengendalikan
syahwat, dan menghindari sikap meringankan ibadah ( Hoeve, 1993: 74).
Secara umum para ahli tasawwuf membagi tasawwuf menjadi 3 (Tiga)
macam yaitu: tasawwuf aqidah, tasawwuf amali dan tasawwuf
akhlaki. Ketiga jenis tasawwuf tersebut pada prinsipnya mempunyai
tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin “mendekatkan diri kepada Allah”
dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasinya
dengan perbuatan terpuji. Namun ketiga jenis tasawwuf tersebut
mempunyai perbedaan dalam penerapan “pendekatan” yang di gunakan
(Asmaran, 1994:46)
Pendekatan-pendekatan dari masing-masing jenis tasawwuf,
sekaligus merupakan spesifikasi dan ajaran inti masing-masing jenis
tasawwuf tersebut. Para tasawwuf yang bercorak akhlaki, pendekatan yang
di gunakan adalah pendekatan “moral” atau biasa di sebut pencerdasan
emosi. Untuk tasawwuf yang bercorak aqidah, maka pendekatan yang di
gunakan adalah pendekatan “rasio” memberdayakan akal pikiran yang
biasa disebut pencerdasan inteligen. Sedangkan tasawwuf yang bercorak
amali, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan “amaliah”,
9
memperbanyak aktifitas yang bersifat rohani yang biasa disebut
pencerdasan spiritual.
Ketiga bentuk corak tasawwuf itu merupakan perwujudan untuk
meng-Esakan Tuhan secara mutlak, dan itu berarti kita harus menyadari
bahwa meng-Esakan dan memahami Tuhan tidak bisa dijangaku atau
didekati hanya dengan rasio atau akal semata, tetapi memahami Tuhan
harus dibantu dengan pendekatan moral atau emosi dan spiritual yang
keduanya itu bertempat dalam hati sebagai tempatnya iman bersemayam (
Siregar, 2002:52).
Berikut adalah ajaran inti tasawwuf yang dikemukakan menurut
pembagian tasawwuf itu sendiri, yakni:
1. Tasawwuf Akhlaki
Taswuf Akhlaki ialah ajaran tasawwuf yang berhubungan
dengan pendidikan mental dan pembinaan serta pengembangan
moral agar seseorang berbudi luhur atau berakhlak mulia. Bahwa
satu-satunya cara untuk bisa mengantarkan seseorang agar bisa
dekat dengan Allah SWT, hanyalah dengan jalan “mensucikan
jiwa”. Bahwa untuk mencapai kesucian jiwa tersebut diperlukan
“latihan mental” yaitu al-riyadhah yang ketat. Riyadhah tersebut
wujudnya adalah “mengontrol” sikap dan tingkah laku secara ketat
agar terbentuk pribadi yang berahklak mulia.
2. Tasawwuf Amali
10
Tasawwuf amali yaitu ajaran tasawwuf yang mementingkan
pengalaman-pengalaman ibadah baik secara lahiriah maupun
batiniah. Tasawwuf amali dianggap oleh sebahagian sufi sebagai
bagian dan lanjutan dari taswuf akhlaki. Menurut sufi yang
menganutnya bahwa untuk dekat dengan Allah SWT. Maka
seseorang harus menggunakan pendekatan amaliah dalam bentuk
memperbanyak aktifitas, amalan lahir dan batin(Asmaran, 1994:53)
Oleh karena itu menurut sufi, ajaran agama juga
mengandung aspek lahiriah dan batiniah, maka cara memahami dan
mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin.
3. Tasawwuf Aqidah
Tasawwuf aqidah berbeda dengan tasawwuf akhlaki dan
amali. Sebab tasawwuf falsafi menggunakan term filsafat
dalam mengungkap ajarannya.
Terminologi tersebut berasal dari berbagai macam ajaran
filsafat yang mempengaruhi tokoh-tokoh sufi. Dengan adanya
term-term filsafat dalam tasawwuf ini menyebabkan bercampurnya
ajaran filsafat dan ajaran-ajaran dari luar Islam seperti Yunani,
India, Persia, Kristen dalam ajaran tasawwuf Islam. Tetapi perlu
diketahui bahwa orisinalitas tasawwuf tetap ada dan tidak hilang.
Sebab para sufi tersebut menjaga kemandirian ajarannya(Asmaran,
1994:192).
11
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Library
research. Yaitu pendekatan yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan
angka secara langsung. Dalam hal ini hendak diuraikan nilai-nilai
akhlak tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah
dan relevansinya dengan kehidupan kontemporer.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library
research(penelitian kepustakaan). Maka peneliti menggunakan
teknik yang diperoleh dari perpustakaan dan dikumpulkan dari
kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian.
Yang terdiri dari dua sumber:
a. Sumber utama, adalah sumber yang langsung berkaitan
dengan permasalahan yang didapat yaitu: kitab Nashoihud
Diniyyah
b. Sumber Pendukung, adalah data yang diperoleh dari
sumber pendukung untuk memperjelas data utama. Yaitu
terjemahan kitab Nashoihud Diniyyah serta buku-buku lain
yang ada hubungannya dengan pendidikan konsep tasawwuf.
12
3. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan
Metode Content Analysis. Yaitu menganalisis isi. Menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen” (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung
dalam ulasan-ulasan kitab Nashoihud Diniyyah dan konsep
tasawwuf.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah
sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini
bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut:
Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikan tentang : latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, keragka teoritik, dan sistematika Penulisan sebagai
gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
13
Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Al-Habib Abdullah bin
Alwi bin Muhammad Al-Haddad, menguraikan tentang: Latar belakang
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, riwayat
hidup Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang
meliputi kelahiran dan nasab, tempat tinggal, ahli keluarganya, dan
peristiwa wafatnya. Dilanjutkan dengan madzhab Al-Habib Abdullah bin
Alwi bin Muhammad Al-Haddad, guru-gurunya, murid-muridnya, karya-
karyanya, serta sistematika penulisan kitab Nashoihud Diniyah.
Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad.
Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan pemikiran, relevansi
pemikiran, dan analisis.
Bab Lima. Penutup, menguraikan kesimpulan, saran, implikasi
penelitian, dan kata penutup.
14
BAB II
BIOGRAFI AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN
MUHAMMAD AL HADDAD
A. Latar Belakang Habib Abdullah Al-Haddad
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tinggal
di sebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah kawasan
yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana(Al-Hawi) pada tahun
1099H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri (Sejarawan dari
Hadlramaut) berkata: ”Sesungguhnya Al-Habib Abdullah Al-Haddad
mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk mempunyai tapak yang berdiri
sendiri untuknya dan ahli keluarganya serta para pengikutnya,dan tidak
tertakluk kepada pentadbiran(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia
merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan segala yang baik
dari pada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan
kejahatan dari tempat itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan
yang selamat lagi dihormati.
Al-Habib Abdullah Al-Haddad membangun rumahnya di Al-
Hawi pada tahun1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada tahun
1099H. Ia membangun masjidnya berhampiran dengan rumahnya, dan
mengajar disana selepas shalat ashar setiap hari, serta hadlrah (rebana)
pada setiap malam Jum‟at selepas salat isya‟. Maka dengan berbagai
aktivititas, Al-Hawi menjadi tumpuan kepada para ulama‟, dan orang-
15
orang shaleh, serta tempat perlindungan bagi kaum fakir miskin ,dan
merupakan zona selamat, aman, dan tenteram (AlBadawi, 1994: 161).
Al-Habib Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini
memiliki berbagai alasan, tujuan, dan latar belakang. Ia mengatakan
bahwa alasan yang mendorongnya untuk menulis kitab ini adalah untuk
melaksanakan perintah agung, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan
berusaha meraih janji yang mulia yaitu untuk memperoleh janji yang
benar (alWa‟ddual Shaadiqu) yang dijanjikan bagi mereka yang
menyeru kepada jalan kebaikan dan menyebarkan ilmu, disamping juga
untuk mengingatkan dan menasehati seluruh umat muslim (Al Haddad,
2010: 3).
Selain dengan alasan itu semua, memang juga karena masyarakat
yang hidup pada masa itu, sedang dalam kondisi minus akhlak, banyak
kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan,
dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang
menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang diluar
tuntunan syari‟at islam. Akibat kurangnya tuntunan dari pemimpinnya
(Abu Bakar, 1996:132).
B. Riwayat Hidup Al-Habib Abdullah AlHaddad
1. Kelahiran dan Nasab
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
dilahirkan di Tarim ( sebuah kota yang terletak di Hadlramaut,Yaman)
16
pada malam senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/30 Juli tahun 1634
M.Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad adalah keturunan dari
Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang dikenal sebagai seorang
yang shaleh, serta diyakini sudah mencapai derajad Al-Arifin
(ma‟rifat) dan Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin
Muhammad Al-Habsyi, yang juga dikenal sebagai wanita yang
shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40).
Adapun nasab beliau sampai pada Rasullullah SAW. Apabila
ditulis secara keseluruhan maka nasab beliau yaitu Abdullah bin Alwi bin
Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin
Ahmad Al-Faqih bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin
Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin isa bin
Muhammad bin Ali bin Jaafar Al-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainul Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan juga putra
Fathimah Putri dari Rasulullah Muhammad (Abu Bakar, 1996:366).
2. Tempat Tinggal
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah
kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi)
pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri
(Sejarawan dari Hadlramaut) berkata: ”Sesungguhnya Al-Habib
17
Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk
mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan ahli keluarganya
serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada
pentadbiran(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu.
Tarim merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan
segala yang baik daripada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari
segala fitnah dan kejahatan dari tempat tersebut”. Dengan demikian Al-
Hawi menjadi kawasan yang selamat lagi dihormati . (Al-Badawi,
1994: 139).
3. Ahli keluarga Imam Al Haddad
Ayah beliau bernama Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad,
seorang yang saleh yang tergolong dalam golongan Al‟Arifin. Imam Al-
Haddad sendiri pernah berkata: “sesungguhnya ayahku ini suci dan
mensucikan”. Sakit menimpa ayahanda Imam Al-Haddad sehingga beliau
wafat pada malam senin awal bulan rajab setelah mengucap kalimah
tauhid.
Setelah 5 hari ayahanda Imam Al-Haddad meninggal dunia, ibu
beliau Syarifah Salma sakit selama lebih kurang 20 hari, lalu kemudian
meninggal dunia setelah mengucap syahadat pada hari rabu 24 Rajab
1072 H. Olehnya, berkata Imam Al-Haddad : “Aku memuji dan
bersyukur kepada Allah karena mereka berdua (yakni kedua ibu bapanya)
meninggal dunia dalam keadaan yang diridhai.
18
Imam Al-Haddad mempunyai 3 orang saudara, mereka adalah:
Omar, Ali, dan Hamid. Beliau kerap menulis surat kepada mereka yang
dipenuhi dengan nasihat-nasihat dan pengajaran-pengajaran. Akan tetapi,
surat-menyurat beliau kepada Hamid (saudaranya) lebih kerap, hal ini
mungkin disebabkan oleh karena jauhnya jarak antara mereka berdua,
oleh kerana beliau (Habib Hamid) tinggal di India dan meninggal dunia di
sana pada 1107H. Dari isi kandungan surat-surat itu tampak satu pertalian
hubungan persaudaraan yang menggambarkan akan kesungguhan kasih
sayang dan kecintaan di antara mereka.
Imam Al-Haddad mempunyai 6 orang anak lelaki, mereka adalah:
Hasan, Alwi, Muhammad, Salim, Husain, dan Zain.
Beliau seorang ayah yang penyayang terhadap anak-anaknya, beliau
memberikan gelaran-gelaran terhadap mereka. Seperti gelaran Ameer
(pemimpin) untuk Husain, Sholeh (orang yang banyak amal ibadahnya)
untuk Alwi, Hakim (sifat bijaksana) untuk Hasan, dan Sheikh (guru besar)
untuk Zain. Berkata imam Al-Haddad tentang anaknya
Muhammad:“sesungguhnya anakku Muhammad telah mendapat derajat
wilayah yang sempurna” .Sehingga dengan demikian beliau dipilih untuk
menggantikan ayahandanya di dalam penghubung antara kabilah-kabilah
untuk mendamaikan antara puak-puak yang berselisih
Adapun Hasan dan Alwi dikenali dengan keilmuannya, dan
mereka menggantikan kedudukan ayahanda mereka dalam tugasan
mengajar ilmu-ilmu, dan memberi makan fakir miskin, menerima tamu-
tamu asing ataupun tamu-tamu khas yang datang dari luar. Imam Al-
19
Haddad pernah berdoa untuk anaknya Hasan: “Hasan (artinya yang baik.)
semoga Allah membaikkan di belakangmu”. Dengan doa itu beliau
mempunyai dzuriat yang baik dan banyak dari kalangan ulama. Beliau
(Hasan) meninggal dunia di Tarim pada tahun 1188H, adapaun Alwi
meninggal dunia di Mekkah setelah menunaikan ibadah haji, dan
dimakamkan berhampiran dengan kubur Siti Khadijah R.A pada tahun
1153 H.
Zain telah berhijrah ke Iraq setelah ayahandanya meninggal dunia,
beliau sangat dihormati di negeri itu disebabkan oleh kerana pengaruh
ayahandanya yang begitu luas sehingga ke negeri Iraq. Beliau meninggal
dunia di negeri Oman bertepatan dengan perkampungan Sheer, pada tahun
1157H.
Adapun Salim, beliau menetap di negeri Misyqash dan
mempunyai dzuriat di sana, lalu kemudian kembali ke kampung
halamannya Tarim dan meninggal dunia di sana pada tahun 1165 H.
(AlBadawi, 1994: 187).
4. Peristiwa Wafatnya
Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk
menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya dalam
kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak ikut
salat ashar berjama‟ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia
memerintahkan orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian
seperti biasa dan ikut mendengarkan dari dalam rumah. Malam
20
harinya, ia salat isya berjama‟ah dan tarawih. Keesokan harinya ia
tidak bisa menghadiri salat jum'at. Sejak hari itu, penyakitnya semakin
parah. Ia sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam selasa, 7 Dzul-
qo‟dah 1132 H / 10 September 1712 M, ia kembali menghadap Yang
Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya, Hasan. Ia wafat dalam usia 89
tahun. Ia meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia.
Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia dimakamkan (AlBadawi,
1994: 171-172).
C. Madzhab Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam sejarah Islam, ia
dikenal sebagai penganut aqidah Sunni Asy‟ariyah, dan pengikut
madzhab Syafi‟i. Al-Habib Abdullah sangat memahami kitab-kitab
madzhab Imam Syafi‟i. Sehingga yang dahulu menjadi gurunya beliau,
kemudian menjadi muridnya. Salah satunya yaitu Sheikh Bajubair,
dimana Al-Habib Abdullah Al-Haddad dulunya telah berguru kepada
Sheikh Bajubair dalam ilmu Fiqh, dan ia telah belajar kitab Al
Minhaj (kitab Fiqh madzhab Imam Syafi‟i) dari Sheikh Bajubair.
Sheikh Bajubair merantau ke negeri India, setelah beberapa lama
berada di sana, lalu kemudian ia kembali ke Hadlramaut. Setelah di
Hadlramaut ia belajar kitab Ihya „Ulumuddin Karya Imam Al-Ghozali
kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Hal ini menunjukkan akan
keluasan ilmu Al-Habib Abdullah yang diberikan oleh Allah SWT
kepadanya(AlBadawi, 1994: 231).
21
D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tumbuh
besar dalam lingkungan keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari
ayahandanya Al-Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dan ibundanya
Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa
kecilnya, ia menyibukkan diri untuk menghafal Al-Qur‟an, dan
bermujahadah untuk mencari ilmu, sehingga berjaya mendahului rekan
rekannya. Al-Habib Abdullah Al-Haddad sangat gemar menuntut ilmu.
Kegemarannya ini membuatnya seringkali melakukan perjalanan
berkeliling ke berbagai kota di Hadlromaut, menjumpai kaum
shalihin(orang-orang yang saleh) untuk menuntut ilmu dan mengambil berkah
dari mereka. Telah dicatatkan bahwa, jumlah bilangan guru-guru Al-Habib
Abdullah melebihi 140 guru, ia telah mengambil ilmu dan berkah dari para guru-
gurunya itu. Di antara guru-guru dari Al Habib Abdullah Al-Haddad adalah
sebagai berikut:
1. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di
Mekkah (1002–1071 H).
2. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin
Muhammad bin Syaikh Al-„Arif Billah Ahmad bin Quthbil Aqthob
Husein bin Syaikh Al-Quthb Al-Robbani Abu Bakar bin Abdullah Al-
Idrus (1035-1112 H),
3. Al-Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula Aidid Ba'Alawy
(wafat: 1068 H),
22
4. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos bin Aqil
bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin
Abdurrahman Asseqaf (wafat: 1072 H),
5. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar binAhmad
bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di Mekkah (1002–
1071 H).
Dari guru-gurunya itulah Al-Habib Abdullah Al-Haddad menerima
banyak ilmu hingga menekuni tasawwuf, dan dari guru-gurunya tersebut
dengan kajiannya yang mendalam diberbagai ilmu keislaman menjadikannya
benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai seluk beluk syari`at dan
hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam bidang tasawwuf,
sampai ia menyusun sebuah Ratib (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan
harta) yang kini dikenal di seluruh penjuru dunia
(http://darulmurtadza.com/imamabdullah-bin-alwi-al-haddad/diunduh pada 10
mei pukul 00.30).
E. Murid-murid Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad
Murid-murid utama Imam Al Haddad adalah terdiri dari ahli keluarganya
sendiri, terutama anak-anak beliau. Adapun dari selain ahli keluarga beliau
mereka adalah: Habib Ahmad bin Zain Al Habshi, Habib Muhammad bin Zain
bin Semait, Habib Omar bin Zain bin Semait, Habib Omar bin Abdurrahman Al
Baar, Habib Abdurrahman bin Andullah Ba Al-Faqih, Habib Muhammad bin
Omar bin Taha Al-Seggaf, dll(http://darulmurtadza.com/imamabdullah-bin-
alwi-al-haddad/diunduh pada 10 mei pukul 00.30).
23
F. Karya-karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah, AlHabib
Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis yang
produktif. Ia mulai menulis ketika berumur 25 tahun dan karya terakhirnya
ditulis pada waktu usianya 86 tahun. Keindahan susunan bahasa serta
mutiara-mutiara nasehat yang terdapat dalam karya-karyanya, menunjukkan akan
keahliannya dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya kaum awam saja yang
membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian ulama‟pun menjadikannya
sebagai pegangan dalam berdakwah. (Albadawi, 1994: 163).
Keistimewaan dari karya-karya Al-Habib Abdullah adalah mudah
difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing.
Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah diterjemahkan
kedalam beberapa bahasa.
Adapun karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. An-Nashoihuddiniyah wa al-Washoya al-Imaniyah. Kitab ini mendapat
pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan suatu ringkasan
daripada kitab Ihya „Ulumudin ( karangan Imam Al Ghozali ). Kata-kata di
dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana dan
disertai dengan dalil yang kukuh (Albadawi, 1994: 165).
2. Risalah al-Mu‟aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li ar
Raghibin minal Mu‟minin fi Suluki Thoriqil Akhirah. Kitab ini selesai
ditulis pada tahun 1069 H, sewaktu Al-Habib Abdullah berusia 26 tahun.
24
Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad bin Hasyim Al-Habsyi. (Al-
Badawi, 1994: 165-166).
3. Risalah Al-Mudzaakarah Ma‟a Al-Ikhwan Al-Muhibbin Min Ahl
AlKhair Wa Ad-Din. Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan
akhirat, zuhud dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati.
Kitab ini selesai ditulis oleh Al-Habib Abdullah pada hari ahad sebelum
waktu dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994:
163).
4. Risalah Aadab Suluk al-Murid. Tentang kewajiban bagi seorang murid
(orang yang mencari Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal
lahir dan batin. Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8
Ramadhan, tahun 1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).
5. Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail.Kitab ini selesai ditulis pada hari
Jum‟at, 15 Muharram 1072 H, Ketika itu Al-Habib Abdullah berumur 28
tahun. Kitab ini adalah merupakan kumpulan jawaban atas berbagai
persoalan yang diajukan kepadanya oleh Syaikh Abdurrahman Ba
„Abbad Asy-Syibaami. Kitab itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau „an
pada tahun 1072 H. Kitab ini mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban
dan ulasan yang mendalam darinya. Selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15
Muharram 1072 H. (Al-Badawi, 1994: 165).
6. Al-Fushul al-„Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah.Terdiri dari 40 fasal.
Kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar tahun 1130 H, ketika Al-
Habib Abdullah berusia 86 tahun, yaitu 2 tahun sebelum kewafatannya.
(Al-Badawi, 1994: 167).
25
7. Sabil al-Iddikar wa al-I‟tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi
lahu min al-‟A‟maar.Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Imam
Al-Haddad pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada
ketika ia berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab
ini diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya‟ban 1110 H. Kitab ini
membahaskan mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994: 166).
8. Ad-Da‟wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-„Ammah. Kitab ini
diselesaikan oleh Al-Habib Abdullah pada saat usianya 70 tahun.
Selesai ditulis pada jum‟at pagi 27 atau 28 Muharram tahun 1114 H.
(Al-Badawi, 1994: 166).
9. An-Nafais al-„Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah. Kitab ini selesai
ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo‟dah tahun 1125 H. Usia Al-
Habib Abdullah pada waktu itu adalah 81 tahun. Kitab ini membahas
masalah yang berkaitan dengan sufi.
Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan
spiritualitas yang tinggi pada kesufian Al-Habib Abdullah. Dapat dilihat dari
karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf. Tasawwuf
bagi Al-Habib Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan
membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah SWT (http://www.
Darulmurtadza .com/riwayat-hidup-imam-abdullahbin-alwi-al.html diunduh pada
10 mei 00.30).
G. Sistematika Kitab Nashoihud Diniyyah
Pada tahun 1089 H/ 1678 M, Al-Habib Abdullah Al-Haddad
menyelesaikan karya yang dikategorikan sebagai master piece-nya yang diberi
26
judul An-Nashoihuddiniyah wa al-Washoya al-Imaniyah. Kitab ini diselesaikan
dalam jangka waktu yang agak lama. Separuh babnya
ditulis sebelum kepergiannya ke Madinah dan dibacakan ketika
berada di Makkah dan Madinah. Kemudian kitab An-Nashoihuddiniyah wa
al-Washoya al-Imaniyah tersebut disempurnakan oleh -Habib Abdullah Al-
Haddad sekembalinya ia ke Tarim tepatnya pada tahun 1089 H/ 1689 M.
Kitab ini mendapat pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan
suatu ringkasan daripada kitab Ihya „Ulumudin ( karangan Imam Al Ghozali ).
Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana
dan disertai dengan dalil yang kukuh (Albadawi, 1994: 165).
Kitab Nashoihud Diniyyah adalah sebuah kitab yang berisi Nashihat-
nashihat keagamaan yang isinya sangat luar biasa bagi kita umat islam untuk
menjaga keimanan kita dan juga menjadi penyemangat kita dalam berbuat
kebaikan. Kitab Nashoihud Diniyyah berjudul lengkap "Nashoihud Diniyyah Wal
Washoya Al Imaniyyah" atau jika diterjemahkan kurang lebih "Nasehat-nasehat
keagamaan dan wasiat-wasiat keimanan"(Mahzumi, 2012:10)
Isi dari Kitab Nashoihud Diniyyah di antaranya adalah:
1. Bab Taqwa
2. Bab Shalat
3. Bab Zakat
4. Bab Puasa
5. Bab Haji
6. Membaca Al Qur‟an
7. Bab Dzikir dan Do‟a
27
8. Bab Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar
9. Bab Jihad
10. Bab Kehakiman
11. Bab Nikah
12. Bab Haram, Syubhat, dan Halal
13. Bab Perkara-Perkara Yang Menyelamatkan
14. Akidah Ahlussunnah Wal Jama‟ah
28
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN
MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG KONSEP PENDIDIKAN TASAWWUF
DALAM KITAB NASHOIDUD DINIYYAH
Pemikiran Al-Habib Abdullah tentang tasawwuf di dalam kitab
Nashoihud Diniyyah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat banyak
konsep tasawwuf yang bisa ditanamkan dan diterapkan kepada setiap umat,
agar mereka mengetahui dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Konsep tasawwuf yang ada pada kitab Nashoihud Diniyyah dapat penulis
kelompokkan menjadi dua skala besar yaitu:
Pertama: Konsep tasawwuf yang kaitannya dengan hubungan kepada
Allah yang meliputi beberapa hal diantarnya: Bertaqwa kepada Allah SWT,
berpegang teguh pada tali agama, zuhud, ketulusan hati, cinta karena Allah, dan
Ridha dengan ketentuan Allah.
Kedua: Konsep tasawwuf yang kaitannya dengan sesama manusia yaitu
berbuat untuk kepentingan orang banyak . Dalam bab ini Habib Abdullah bin
Alwi Al Haddad menguraikan dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban
sesama manusia diantaranya: berbakti kepada orang tua, Silaturahmi terhadap
keluarga, berbuat baik kepada teman dan amar ma‟ruf nahi mungkar.
Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep tasawwuf menurut Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad, maka penulis akan
menguraikannya dalam pembahasan berikut:
29
A. Konsep Tasawwuf Berkaitan dengan Hablum Minallah
Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad tasawwuf yang berkaitan
dengan hhubungan kepada Allah merupakan cara kita untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT melalui akhlak yang baik sebagai upaya menuju jalan
keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. SWT. Diantara konsep tasawwuf
terhadap Allah antara lain yaitu:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
Setiap umat manusia merupakan ciptaan dari Allah SWT, maka
dari itu kita diperintahkan untuk selalu bertaqwa kepada Allah. Sebagai
bentuk penghambaan kita kepada Allah. Dengan bertqwa kita melaksanakan
apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala larangannya.
Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad bertaqwa merupakan sarana
untuk selalu bisa mendekatkan diri kepada Allah serta mendatangkan
ketenangan jiwa.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ز ا أل١األخش٠م ١ ؼ ةا ص١خس جع ١ئ ص١
ج خ ١ع غخ خبػ شش ب ظ خ أل ز ا ئل بطث ل شب م
شز صشز سشض ح بد ا خ ل غ ١ص زصز٠ض
Takwa merupakan wasiat dari Allah kepada umat-umat terdahulu
maupun umat yang kemudian. Setiap kebaikan budi yang segera
maupun yang akan datang lahir maupun batin, maka takwa adalah
jalan yang menyampaikan kepada Allah dan perantara kepada Allah.
Setiap kejelekan budi yang segera maupun yang akan datang, lahir
maupun batin, maka takwa adalah benteng yang paling kokoh untuk
menyelamatkan diri dari bahayaNya(Al Haddad,tt:3).
30
2. Berpegang teguh pada tali agama
Tali agama Allah adalah ajaran-ajaran dari Allah yang disimbolkan
dengan syari‟at. Setiap muslim wajib memegang teguh syariat. Karena
syariat merupakan hal pertama yang harus dilakukan seseorang untuk dapat
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
١ؼب خ هللا ج اثس اػزص الشرف ل ثبص زػبلثشأ . ٠ذ هللا
ثخاأل غه ز ا ز زعإلا ػخمب ػ ب زالخ ١ ر ع ػ اه
زخس بػ اد أل١فشقزفا ذ٠ اة ز ػ شقف اخ خبػ د اغ هللا
Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah untuk berpegang teguh
kepada agama Allah dan beristiqomah atasnya. Dan melarang
bercerai-berai, dalam urusan agama, karena kebersamaan (jamaah)
adalah rahmat dan perpecahan adalah siksaan. Sedangkan
pertolongan Allah menyertai jamaah(Al Haddad,tt:5).
3. Ridha terhadap Allah SWT
Ridha atau rela dengan keputusan dari Allah SWT merupakan hal
yang harus dilakukan oleh seluruh manuasia. Dengan ridha terhadap
keputusan Allah menghantarkan kita kepada rasa syukur yang begitu dalam
kepada Allah dan mudah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dari Allah
SWT. Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
شؼ ا اػ أا خالءش ب ثس هللا ضس أ ضب ض ش٠
اش١ثذز ث بئض ثشل س١بزخ غلب غثم٠ أ قشصا
Ketahuilah wahai saudaraku, siapa yang ridha Allah sebagai Tuhan,
ia pun harus ridha dengan pilihan dan keputusanNya, bagiNya serta
takdirNya yang pahit. Dan merasa puas dengan rizki yang dibagikan
Allah baginya. (Al Haddad,tt:7).
31
4. Cinta karena Allah SWT
Hendaknya setiap muslim untuk selalu cinta kepada Allah. Cinta
kepada Allah SWT merupakan maqom yang mulia dan tinggi dari tingkatan
tasawwuf. Termasuk halnya cinta dan benci karena Allah SWT
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
هللاف فتباسأ فتس ا.ب ؼف سأ بد م اشفشأ ١هللا
٠ رأ ك ؼ ر اذ د فجؼ ذ اجل ر اد ا ذ أللاةبه غ١شفط
ث ثسص ٠ضاز ظ٠ذماز ١خبب از ب٠ غ ظؼخ ال هللافخج١
بؼ ر
Cinta kepada Allah adalah maqom paling mulia dan tinggi. Dan
diikuti dengan kecondongan dan kebergantungan serta penuhanan
yang dirasakan hamba dalam hatinya kepada dzat yang Maha Suci
dan Maha Tinggi serta penyucian dan pembersihan, dan puncak
pengagungan serta rasa takut kepada Allah(Al Haddad,tt:91).
5. Ketulusan hati
Hati merupakan ukuran dari seluruh amal yang kita perbuat. Apakah
itu amal baik ataupun amal buruk, maka hati adalah yang menjadi sumber
apakah akan mewujudkannya dalam bentuk perbuatan atau tidak. Maka dari
itu, hati harus dibersihkan dari segala hal-hal yang dapat merusak amal,
misalnya: riya‟, hasad benci dan harus diisi dengan ketulusan dan kecintaan
semata-mata karena Allah SWT.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
32
اأ اس د طاأس تم ب ١ش أ ذ ببد غ ف ب ز ل ص سذ ١٠ ػ ب
اأ ثؼ ف ذاسد ب األ غ ا راأل ١ؼ اخ جؼ غا بء ض ػب ب
خشذا ١ ا ج شف ا طج ا
Hati adalah pemimpin dari anggota tubuh dan diatasnya berputar
segala kebaikan dan kerusakannya. Adapun anggota tubuh itu
adalah tujuh anggota yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan,
tangan dan kaki(Al Haddad,tt:77).
6. Zuhud
Zuhud adalah salah satu sarana untuk selalu dapat memfokuskan
hati kepada Allah SWT. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia
seluruhnya dan hanya mementingkan akhirat saja. Tetapi zuhud itu hanya di
dalam hati seseorang tidak merasa kehilangan harta dunia atau yang bersifat
material ketika ia kehilangan yang ia senangi. Apabila ia punya harta yang
banyak ia merasa tidak punya apa-apa, karena semua itu hanyalah titipan
dari Allah SWT. Selanjutnya apabila ia kehilangan sesuatu ia tidak terlalu
merasa kehlingan.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ز ١ظؼ ابدى او ذاتخ رد ا سئ١ب ب ١ػ صشساذشب
١ خفج شغا د اتزب ١ ػ صشساحش ثو بي اب خاج راشب
Yang termasuk kerusakan besar adalah cinta kedudukan dan harta
serta ambisi yang besar untuk memperolehnya, cinta kedudukan dan
harta, ambisi yang kuat untuk memperoleh keduanya, dan kikir(Al
Haddad,tt:85).
33
B. Konsep Tasawwuf Berkaitan dengan Hablum Minannas
Tasawwuf yang berkaitan dengan orang banyak merupakan akhlak
yang terpuji. Dalam bab ini Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad menguraikan
dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban sesama manusia. Diantara
kewjiban dan hak-hak yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap
sesama muslim diantaranya yaitu:
1. Kewajiban berbakti kepada orang tua
Setiap manusia pasti dilahirkan dari orang tua. Mereka diasuh dan
diberi pendidikan, supaya tumbuh dewasa dan menjadi manusia yang
sempurna. Maka dari itu kita semua wajib berbakti kepada kedua orang tua.
Apakah ia masih hidup atau sudah mati, kita tetap harus berbakti kepada
keduanya. Salah satu untuk mendapatkan ridho dari Allah adalah berbkhti
kepada kedua orang tua.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ب سبف غزعإل ا بءػ ذبث هر برفب ذؼث ب شج٠ أ غج٠
ز سأ خ صث ب ٠ب بص ب ١ ٠دبءض م ث ب ػ قذ ص ز بث شثب
ئبل ذصأ د أ ب شجاب ر ه ز بف ر
Hendaknya berbakti kepada kedua orangtua. Dan apabila orang tua
telah meniggal maka dengan cara mendoakan dan memohonkan
ampun kepadanya. Termasuk juga bersedekah untuk keduanya,
melunasi hutang-hutangnya, melaksanakan wasiat-wasiatnya serta
memelihara hubungan dengan kerabat kedua orang tua dan teman-
teman yang dicintainya, maka semua itu adalah kesempurnaan dari
kebaikan(AlHaddad,tt:62).
34
2. Silaturahmi terhadap keluarga
Berkunjung kepada keluarga dekat maupun keluarga yang jauh itu
perlu diterapkan kepada setiap orang. Mengunjungi keluarga merupakan
akhlak yang terpuji. Dengan bersilaturahmi dapat mempererat persaudaraan,
Selain itu dengan bersilaturahmi menambah keberkahan dalam hidup setiap
manusia.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ز سأ ص٠ أ بغ إلغج ٠ غج ٠ ١ ائ١غس٠ اص٠ ئ ب
أ ض٠أ ر أ ػ ش جص٠ ب فى ٠ل ر أأ ائب اأعب ث ١ ؤا
فؼ٠ ا و ١غس٠ ص٠ رفص٠ افار ب ؤ ز أعب ذ بو م
أفض١ ػ خل ذ ص اذب و ذ و ا خ اص
Hendaklah manusia menjaga hubungan dengan kerabatnya,
meskipun ia tidak menghubunginya dan tetap berbuat baik kepada
mereka, meskipun mereka tidak berbuat baik kepadanya. Hendaknya
ia juga harus sabar dalam menghadapi gangguan mereka jika
mereka mengganggunya dan tidak membalas mereka dengan
perbuatan buruk jika mereka berbuat buruk kepadanya. Akan
tetapai ia beri maaf dan tetap menghubungi mereka serta berbuat
baik kepada mereka. Setiap kali mereka mengganggunya dan
berbuat buruk kepada dirinya, maka lebih ditekan kan untuk
menghubungi dan memberi sedekah kepada mereka lebih utama (Al
Haddad,tt:63).
3. Berbuat baik terhadap teman, sahabat dan kerabat
Berbuat baik kepada teman dan sahabat harus dilakukan oleh setiap
muslim. Dalam hal ini setiap muslim satu dengan muslim yang lain adalah
saudara, maka dari itu anjuran untuk selalu berbuat baik dalam setiap hal
harus dilakukan. Termasuk bertutur kata yang halus dan sopan serta
berakhlakul karimah. Tolong menolong dalam hal kebaikan juga harus
35
dilakukan oleh sesama manusia, karena dengan tolong menolong sesama
manusia akan mendapatkan pertolongan dari Allah sesuai janji Allah.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
و لث وأ زش اب و ث شش خ ا مز ب و أ ز صذب و ذ ى٠ ت خ
اض ٠شم ا ا١ىغاف١ؼت ث أ بجز س ت٠شم اخ ١صا شجب
غ ا ألر ىغات٠شم ش١ص٠ ه اث ش م اكز بمز ١ كز خ
١ىغا ىغا خشاث م ا باغ زءبلثشأل ا ١هللاث ش ل لذ خ ١
Kerabat yang semakin dekat, maka semakin wajib untuk
menghubunginya. Kerabat yang lemah dan miskin serta membutuhkan
lebih patut untuk diperlakukan dengan kebajikan dan dihubungi
daripada kerabat yang kaya. Hal itu disebabkan karena kerabat yang
miskin mempunyai dua hak, yaitu: hak sebagai kerabat dan hak sebagi
orang miskin Allah telah menggabunngkan antar perintah untuk
berbuat baik kepada kerabat dan orang miskin (Al Haddad,tt:64).
4. Amar ma’ruf nahi mungkar
Menasehati dalam hal kebaikan dan melarang berbuat mungkar,
merupakan salah satu dari perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap
muslim. Dengan saling menasehati dalam hal kebaikan dan melarang
berbuat mungkar, kita akan selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasi kita.
Dengan Amar ma‟ruf nahi mungkar kita akan terbebas dari jeratan
kewajiban akan hak sesama muslim dalam hal da‟wah.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ى اػ افؼش بثشاأل أ ئؼ ش ظ ػأ ش اب ذش أ ٠
اػ بد ا إ ١.
36
Ketahuilah, bahwa menyuruh berbuat yang baik dan mencegah dari
yang mungkar adalah syiar agama terbesar dan tugas terpenting dari
seorang mukmin(Al Haddad,tt:94).
37
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI
BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG KONSEP TASAWWUF DALAM
KITAB NASHOIDUD DINIYYAH
A. Pemikiran Al Haddad
1. Pemaknaan Tasawwuf
Tasawwuf adalah bagian dari syari‟at Islam, yaitu perwujudan dari
ihsan, salah satu dari tiga kerangka islam yang lain, yakni iman dan Islam.
Ihsan meliputi seluruh tingkah laku muslim, baik tindakan lahir maupun
bathin, dalam ibadah maupun mu‟amalah, sebab ihsan adalah jiwa dari
iman dan Islam.
Iman menjadi pondasi dalam jiwa seseorang dari hasil perpaduan
antara ilmu dan keyakinan, penjelmaannya berupa tindakan badaniah
disebut Islam. Perpaduan antara iman dan Islam pada diri seseorang
menjelma dalam pribadi yang disebut dengan akhlakul karimah atau disebut
dengan ihsan(Syukur,2004:5).
Pada dasarnya, inti ajaran tasawwuf menurut Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sendiri adalah implementasi dari
tiga prinsip dasar ajaran Islam, yaitu: iman, Islam, dan ihsan. Hal ini bisa
dibuktikan melalui arus pemikiran dalam karya-karyanya yang mencakup
tiga prinsip dasar tersebut(Mahzumi,2012:14)
Kategorisasi demikian didasarkan secara berurutan pada Hadits
Nabi SAW yang dikenal dengan Hadits Jibril. Sebutan ini agaknya lebih
dikarenakan oleh kandungan Hadits tersebut yang berisikan dialog
38
terhadap tiga prinsip dasar, yakni iman, Islam, dan ihsan antara Jibril
dengan Nabi SAW, di depan para sahabat dalam suatu majlis.
يهللا ع س ذ ػ ط خ ب س :ث ١ أ ٠ضبل بي هللاػ ض س ش ػ ػ
ئ ٠ اد ر ع ١ ػ هللا ث ١ بضاث ١ بةص ذ٠ذ ش خ س ١ ب ػ ط غ ر
ز ذ ،ز أ ز ب ٠ ؼشف ل ف ش، اغ أ ث ش ١ ػ ٠ش اشؼش،ل اد ع ذ٠ذ ش
غ ض سوج ز ١ ئ سوج ز ١ صهللاػ١عف أ ع ذ اج ئ ظ خ
يهللاو ع س ،ف م بي اإلعل ذأ خجشػ س ٠ ب : ل بي ٠ ف خز ػ ف١
ذا س أ هللا ئل ئ ل أ ر ش ذ أ اإلعل : ع صهللاػ١
وب ح اض رإر ل ح اص رم١ يهللا ع س ب ض س ر ص ج ١ذ ا ر سح
: ل بي ل، ذ ٠ص ٠ غأ دج ب ف ؼ ، لذ ذ :ص ل بي ج١ل ع ئ ١ اعز ط ؼذ ئ
١ ا سع وزج ز ل ئى ثبهلل رإ :أ ل بي ب اإل٠ ف أ خجشػ
ػ ف أ خجش ل بي ، لذ ذ ص ل بي . ش ش ١ش خ س م ذ ثب رإ ا٢خش
: .ل بي ان ٠ ش اف ا ر ش ر ى اف ا ر ش ه أ هللا و ر ؼجذ :أ ،ل بي ب اإلزغ
ا ب : ل بي خ، بػ اغ ػ ف أ خجش ل بي . بئ اغ ثأ ػ ب ػ ي غإ
اح ؼش ا سف بح ا ر ش أ ثز ب س خ األ ذ ر أ ار ب،ل بي بس أ ف أ خجشػ
١ب ف جثذ ط ك ا ،ث ١ ب ج فا بء٠ ز ط ب اش بء ب خ سػ ؼ :ا ل بي ،ث
خجش٠ ف ا .ل بي أ ػ ع س ذ:هللا ؟ل بئ اغ أ ر ذس ش ٠ بػ
. د٠ ى ى ٠ؼ )(HR Muslim no. 2996, 60)ساغ(أ رـ بو
39
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-
duduk disisi Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam suatu hari tiba-
tiba datanglah seorang laksi-laki yang mengenakan baju yang sangat
putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas
perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu
menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah
Shallallahu‟alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah
Shallallahu‟alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa
tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “,
kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi:
“ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda
benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan
“. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya
maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku
tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang
ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia
berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau
bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau
melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala
domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “,
kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian
beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang
bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “.
Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian“( HR Muslim no. 2996, 60)
Sebelumnya, upaya konvergensi tiga prinsip dasar ajaran
Islam sebagai inti ajaran tasawwuf sudah dilakukan oleh banyak
ulama‟. Misalnya Al Ghozali dan Al Qusyairi yang menegaskan
bahwa pokok tasawwuf adalah integrasi antara syari‟at( Islam),
aqidah( iman), dan hakikat (ihsan) dengan Al Qur an dan Sunnah
sebagai poros utama pemikiran tasawwufnya. Dalam menjelaskan
trilogi ajaran Islam tersebut, Habib Abdullah bin Alwi bin
40
Muhammad Al-Haddad menyatakan bahwa syari‟at adalah Islam, yaitu
bersikap tunduk kepada Allah. Hakikat adalah iman dan yakin, yaitu
ikhlas kepada Allah. Sedangkan makrifat adalah ihsan, yaitu fana‟
dengan dan dalam keabadian sifat-sifat Allah(Mahzumi,2012:14).
2. Prinsip-prinsip Utama Tasawwuf Al –Haddad
Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
merupakan tokoh sufi yang dikenal baik di kalangan „Alawiyyin
maupun masyarakat umum di berbagai negara lebih-lebih di
wilayah Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Pada saat sekarang juga mulai dikenal di kalangan akademisi dan
islamisis Barat. Tidak sedikit sarjana-sarjana Barat yang memilih
„Alawiyyin secara umum dan Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad khususnya sebagai tema penelitian. Selain itu,
Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad juga
memiliki pengaruh besar dalam menciptakan ruang sosial baru di
kalangan masyarakat dengan ajaran-ajarannya melalui kitab-kitab,
syair dan wirid yang ditulis dan disusun.
Kitab, kasidah, wirid dan ratib yang ditulis Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sukses mendapatkan posisinya
di dalam ruang publik, dimana orang-orang „Alawiyyin Hadrami
melakukan migrasi, wilayah diaspora seperti Afrika, India dan
sepanjang Samudera Hindia. Dedikasi intelektualnya
mengukuhkannya sebagai pelopor, penggerak, dan reformis
tradisi tarekat „Alawiyyah, juga turut menegaskannya sebagai salah
41
satu tokoh vital di jajaran tarekat „Alawiyyah. Kerja intelektualitasnya
dalam bidang tasawwuf mampu mewujudkan suatu konvergensi antara
tasawwuf „amali dan falsafi, dengan membagi akses tarekat ke dalam
dua segmen, yaitu tariqah khawas dan tariqah „ammah. Ini yang
menjadi alasan untuk menyebutnya sebagai reformis.
Konteks sosio-politik di mana terjadi chaos yang
melatarbelakangi kehidupannya menuntutnya berpikir untuk
menemukan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi
umat. Menurutnya, kondisi sulit yang terjadi di Hadramaut
membutuhkan penyelesaian, baik individu maupun kolektif. Secara
individual, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
menekankan akan pentingnya tarekat „Alawiyyah sebagai gerakan
moral-ideologis yang siap memberikan pelayanan bagi masyarakat
dalam beraktifitas sehari-hari. Sedangkan dalam bentuk kolektif, ia
mengajak para pemuka agama untuk menggerakkan upaya penyadaran
beragama melalui gerakan moral, dan menjadi aktivis sosial, bukan
malah sebaliknya, asyik dengan individualitas keagamaannya.
Selama masa itu, menurut pengamatan Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad , institusi tarekat hanya
dimonopoli oleh kaum borjuis dan dinikmati oleh kalangan tertentu,
tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas. Oleh
sebab itu, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
mencoba untuk merekonstruksi ulang metode tarekat dari
bentuknya yang awalnya cenderung borjuis-elitis ke dalam
bentuknya yang lebih populer. Dengan merujuk pada ajaran-ajaran
42
al-Qur‟an dan Sunnah, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad
Al-Haddad berinisiatif menggagas model tarekat baru
yang disebut dengan tarekat ashab al-yamin, sebagai alternatif
dari eksistensi tarekat lama, yaitu tariqah al-muqarrabin.
Alasan utama Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
Haddad dalam formula baru tersebut karena institusi tarekat lama
yang terlalu menekankan pada bentuk-bentuk latihan spiritualitas
yang keras riyadhah serta menjauhi kehidupan sosial kemasyarakatan
„uzlah tidak lagi akomodatif dengan kultur masyarakat saat itu.
Sehingga perlu adanya reorientasi institusi tarekat dengan
mengorientasikan pada pembinaan moral individu dan sosial
kemasyarakatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan keberagamaan
masyarakat secara luas, yakni berkomitmen terhadap penegakan
syari‟ah dalam bentuk melakukan kewajiban agama.
Menurutnya, tarekat harus bekerja keras dalam
mewujudkan kesalehan massal yang nantinya juga akan membantu
dalam menciptakan tatanan masyarakat ideal dan berkeadilan.
Sebab, konsep tasawwuf yang sederhana dan berimbang antara
spiritualitas dan keduniaan itu lebih dapat memberikan
kemanfaatan kepada masyarakat daripada tasawwuf yang eksklusif.
Oleh sebab itu, demi terwujudnya tatanan masyarakat yang ideal,
tasawwuf harus kembali pada prinsip-prinsip syari‟ah seperti yang
digariskan oleh al-Qur‟an, Sunnah dan para salaf. Ini akan
membantu dalam melakukan restorasi pada semua aspek sosial
dalam masyarakat(Mahzumi,2012:12-14).
43
3. Kedudukan Ilmu Tasawwuf dalam Islam
Ajaran Tasawwuf dalam Islam, memang tidak sama kedudukan
hukumnya dengan rukun-rukun Iman dan rukun-rukun Islam yang
sifatnya wajib, tetapi ajaran Tasawwuf bersifat sunnat. Maka Ulama
Tasawwuf sering menamakan ajarannya dengan istilah “Fadailu al-A‟mal”
(amalan-amalan yang hukumnya lebih afdhal), tentu saja maksudnya
amalan sunnat yang utama. Tasawwuf merupakan pengontrol jiwa dan
membersihkan manusia dari kotoran-kotoran dunia di dalam hati,
melunakan hawa nafsu, sehingga rasa takwa hadir dari hati yang bersih
dan selalu merasa dekat kepada Allah. Tujuan tasawwuf itu menghendaki
manusia harus menampilkan ucapan, perbuatan, pikiran, dan niat yang
suci bersih, agar menjadi manusia yang berakhlak baik dan sifat yang
terpuji, sehingga menjadi seorang hamba yang dicintai Allah SWT. Oleh
karena itu, sifat-sifat yang demikian perlu dimiliki oleh seorang muslim.
Maka dengan bertasawwuf, seseorang akan bersikap tabah, sabar,
dan mempunyai kekuatan iman dalam dirinya, sehingga tidak mudah
terpengaruh atau tergoda oleh kehidupan dunia yang berlebihan dengan
bersikap qona‟ah, yaitu sabar dan tawakal, serta menerima apa yang telah
diberikan Allah walaupun sedikit. Oleh karena itu tasawwuf betul-betul
mendapatkan perhatian yang lebih dalam ajaran Islam, walaupun sebagian
ulama fikih menentang tasawwuf ini, karena dianggap bid'ah dan orang
yang mempelajarinya telah berbuat syirik, karena tidak berpedoman
kepada Al Qur‟an dan Sunnah (Mahmud, 2001:298)
44
Tasawwuf Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
Haddad adalah Al Qur an, Sunnah dan tuntunan para ulama‟. Ini seperti
yang ditegasakan Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
Haddad ketika mendefinisikan sufi al kamil. Menurutnya, seseorang
dikatakan sufi sempurna apabila amal, perkataan, niat, dan
akhlaknya bersih dari sifat riya‟, berusaha membersihkan dari
segala sesuatu yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah,
berupaya menjaga hubungan secara lahir dan batin dengan Allah dan
selalu taat kepada-Nya, berpaling dari selain-Nya, dan memutus mata
rantai keduniawian yang dapat menjadi penghalang baginya untuk
melakukan upaya-upaya tersebut seperti keluarga, harta, syahwat, jabatan,
dan hawa nafsu. Semua itu tentu dibarengi dengan ilmu, mengikuti Al-
Qur‟an dan Sunnah, serta tuntunan dari ulama‟. Bahkan Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad menambahkan jika ada seseorang
yang mengaku sufi tetapi pada realitasnya sama sekali tidak
merepresentasikan sikap-sikap mujahadat (keteguhan dan kesungguhan)
dalam berilmu dan beramal, maka Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad menyebutnya sebagai sufi gadungan
(Mahzumi,2012:15).
Banyak ayat-ayat Al-Qur an dan hadits yang memerintahkan
manusia supaya membersihkan hati dari segala sifat yang membuat lalai
manusia akan tujuan hidup dengan berzikir kepada Allah. Sebagaimana
Allah SWT, berfirman:
.
45
Artinya:” Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri (dengan beriman), dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia
sembahyang”( Al- A'la: 14-15) (Kemenag RI)
Ulama Tasawwuf, yang sering juga disebut “Ulama‟ al-Muhaqqin”
membuat tata cara peribadatan untuk mencapai tujuan Tasawwuf,
didasarkan atas konsepsi dan motivasi. Firman Allah:
Artinya:”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya .kemudian Kami kembalikan Dia ke
tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”(At-Tiin: 4-5) (Kemenag
RI).
Jadi, seorang hamba bisa dekat dengan Allah, yaitu dengan
bertasawwuf. Dengan demikian tasawwuf memiliki kedudukan yang
penting dalam ajaran Islam tergantung kita dalam mempelajari dan
memahaminya.
4. Pokok-pokok Ajaran Tasawwuf
Pembagian Tasawwuf yang ditinjau dari lingkup materi
pembahasannya menjadi tiga macam, yaitu:
a. Tasawwuf Aqidah
Ruang lingkup pembicaraan Tasawwuf yang menekankan
masalah-masalah metafisis (hal-hal yang ghaib), yang unsur-
unsurnya adalah keimanan terhadap Tuhan, adanya Malaikat,
Surga, Neraka dan sebagainya. Karena setiap Sufi menekankan
kehidupan yang bahagia di akhirat, maka mereka memperbanyak
ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan Surga, dan tidak akan
mendapatkan siksaan Neraka. Untuk mencapai kebahagiaan
46
tersebut, maka Tasawwuf Aqidah berusaha melukiskan
ketunggalan Hakikat Allah, yang merupakan satu-satunya yang ada
dalam pengertian yang mutlak.
Sebelum memasuki gerbang tasawwuf, Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
menekankan pentingnya seorang salik untuk menguasai ajaran
tauhid lebih dahulu, yakni meng-Esa-kan Allah dalam sifat, zat
dan perbuatan-Nya sebelum jauh memasuki alam pemikiran
tasawwuf. Mengenai ruang lingkup ketauhidan, Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad membaginya
menjadi dua domain, yaitu eksoteris dan esoteris(Mahzumi,
2012:16).
Kemudian melukiskan alamat Allah SWT, dengan
menunjukkan sifat-sifat ketuhanan-Nya. Dan salah satu indikasi
Tasawwuf Aqidah, ialah pembicaraannya terhadap sifat-sifat Allah,
yang disebut dengan “Al-Asman al-Husna”, yang oleh Ulama
Tarekat dibuatkan dzikir tertentu, untuk mencapai alamat itu,
karena beranggapan bahwa seorang hamba (Al-„Abid) bisa
mencapai hakikat Tuhan lewat alamat-Nya (sifat-sifat-Nya).
b. Tasawwuf Ibadah
Tasawwuf yang menekankan pembicaraannya dalam
masalah rahasia ibadah (Asraru al-„Ibadah), sehingga di dalamnya
terdapat pembahasaan mengenai rahasia Taharah (Asraru
Taharah), rahasia Salat (Asraru al-Salah), rahasia Zakat (Asraru
47
al-Zakah), rahasia Puasa (Asrarus al-Shaum), rahasia Hajji (Asraru
al-Hajj) dan sebagainya. Di samping itu juga, hamba yang
melakukan ibadah, dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1) Tingkatan orang-orang biasa (Al-„Awam), sebagai tingkatan
pertama.
2) Tingkatan orang-orang istimewa (Al-Khawas), sebagai
tingkatan kedua.
3) Tingkatan orang-orang yang teristimewa atau yang luar
biasa (Khawas al-Khawas), sebagai tingkatan ketiga.
Kalau tingkatan pertama dimaksudkan sebagai orang-
orang biasa pada umumnya, maka tingkatan kedua dimaksudkan
sebagai para wali (Al-Auliya‟), sedangkan tingkatan ketiga
dimaksudkan sebagai para Nabi (Al-Anbiya‟).
Dalam Fiqh, diterangkan adanya beberapa syarat dan
rukun untuk menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah. Tentu
saja persyaratan itu hanya sifatnya lahiriah saja, tetapi Tasawwuf
membicarakan persyaratan sah atau tidaknya suatu ibadah, sangat
ditentukan oleh persyaratan yang bersifat rahasia (batiniyah).
Sehingga Ulama Tasawwuf sering mengemukakan tingkatan
ibadah menjadi beberapa macam.
Karena Tasawwuf selalu menelusuri persoalan ibadah
sampai kepada hal-hal yang sangat dalam (yang bersifat rahasia),
maka ilmu ini sering dinamakan Ilmu Batin, sedangkan Fiqh sering
disebut Ilmu dzahir.
48
c. Tasawwuf Akhlaqi
Yaitu Tasawwuf yang menekankan pembahasannya pada
budi pekerti yang akan mengantarkan manusia mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga di dalamnya dibahas
beberapa masalah akhlaq, antara lain:
1) Bertaubat (At-Taubah); yaitu keinsafan seseorang dari
perbuatannya yang buruk, sehingga ia menyesali
perbuatannya, lalu melakukan perbuatan baik.
2) Bersyukur (Asy-Shukru); yaitu berterima kasih kepada
Allah, dengan mempergunakan segala nikmat-Nya kepada
hal-hal yang diperintahkan-Nya;
3) Bersabar (Ash-Sabru); yaitu tahan terhadap kesulitan dan
musibah yang menimpanya.
4) Bertawakkal (At-Tawakkul); yaitu memasrahkan sesuatu
kepada Allah SWT. Setelah berbuat sesuatu semaksimal
mungkin untuk mencapai tujuan.
5) Bersikap ikhlas (Al-Ikhlas); yaitu membersihkan perbuatan
dari riya (sifat menunjuk-nunjukkan kepada orang lain),
demi kejernihan perbuatan yang kita lakukan.
Jadi pembicaraan taubat, syukur, sabar, tawakkal dan
ikhlas, dibahas dengan mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja,
maka hal itu termasuk lingkup pembahasan akhlaq, tetapi bila
dibahasnya sampai menelusuri rahasianya, maka hal itu termasuk
tasawwuf. Sehingga dari sinilah kita dapat melihat perbedaan
49
akhlak dengan tasawwuf, namun dari sisi lain dapat dilihat
kesamaannya, yaitu keduanya sama-sama tercakup dalam sendi
Islam yang ketiga (Ihsan).
5. Konsep Tasawwuf dalam Kitab Nashoihud Diniyyah
a. Akhlak Tasawwuf kepada Allah SWT
Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad tasawwuf yang
berhubungan dengan akhlak kepada Allah merupakan cara kita untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui akhlak yang baik sebagai
upaya menuju jalan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.
Diantara tasawwuf akhlak terhadap Allah antara lain yaitu:
1) Bertaqwa kepada Allah SWT
Setiap umat manusia merupakan ciptaan dari Allah SWT,
maka dari itu kita diperintahkan untuk selalu bertaqwa kepada
Allah. Sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah. Dengan
bertqwa kita melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT
dan menjauhi segala larangannya. Menurut beliau bertaqwa
merupakan sarana untuk selalu bisa mendekatkan diri kepada
Allah serta mendatangkan ketenangan jiwa.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ز ا األخش٠م ١ أل ١ ؼ ا ة س ص١خ جع ١
ص ١ئ ج خ ١ع غخ ش ب خبػ ش خ أل
50
ظ ز ا ئل بطث ل شب شز صشز م خ ل غ ١ص زصز٠ض
سشض ح بد ا
Taqwa merupakan wasiat dari Allah kepada umat-umat
terdahulu maupun umat yang kemudian. Setiap kebaikan budi
yang segera maupun yang akan datang lahir maupun batin,
maka takwa adalah jalan yang menyampaikan kepada Allah
dan perantara kepada Allah. Setiap kejelekan budi yang
segera maupun yang akan datang, lahir maupun batin, maka
takwa adalah benteng yang paling kokoh untuk menyelamatkan
diri dari bahayaNya(Al Haddad,tt:3)
Firman Allah SWT dalam Al Qur‟an:
Artinya,“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya,
dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam.”(Ali Imran: 102) (Kemenag RI)
Secara etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab
taqwa. Kata taqwa memiliki kata dasar waqa yang berarti menjaga,
melindungi, hati-hati, waspada, memerhatiakn, dan menjauhi.
Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti menjalankan apa
yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang
dilarang-Nya.
Ciri-ciri orang yang bertaqwa. Ciri utama orang yang
bertaqwa ialah, “yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya)
baik diwaktu lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan
amarahnya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang
lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Orang
yang bertaqwa dan mulia, minimal mempunyai lima syarat:
51
a) Bersadaqah dalam kondisi apapun yang dialami, baik
lapang ataupun sempit, merugi atau beruntung.
b) Siap menahan amarahnya. Yakni, hamper-hampir tidak
pernah marah dan kalu terpaksa marah cepat sekali berhenti.
c) Memaafkan kesalahan orang adalah baik, tapi tidaklah
sempurna tanpa disertai memperlihatkan kebaikan,
misalnya dengan mencarikan solusi.
d) Sesudah memperlihatkan kebaikan dan mencarikan solusi,
tidaklah sempurna tanpa mencintainya. Yakni berubah
mencintainya, sekalipun pernah bermusuhan.
e) Mencintainya tidaklah sempurna, tanpa memperlakukan
seperti mencintai dirinya sendiri. Artinya, cinta yang
diperlihatkan cinta sejati. Dan itulah yang dapat mencabut
total akar permusuhan(Mochtar. 2008:45)
2) Berpegang Teguh pada Tali Agama Allah SWT
Tali agama Allah adalah ajaran-ajaran dari Allah yang
disimbolkan dengan syari‟at. Setiap muslim wajib memegang
teguh syariat. Karena syariat merupakan hal pertama yang harus
dilakukan seseorang untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
١ؼبا هللاخ ج اثس هللاذ٠بثص زػبلثشأ .الشرف ل ػزص
زثخاأل غه ز ا زعإلا ػخمب هر عػ ب زالخ ١
ػ ا ا أل١فشقزف س بػ اد زخ اة ز ػ شقف اخ
ذ٠ خبػ د اغ هللا
Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah untuk
berpegang teguh kepada agama Allah dan beristiqomah
52
atasnya. Dan melarang bercerai-berai, dalam urusan
agama, karena kebersamaan (jamaah) adalah rahmat dan
perpecahan adalah siksaan. Sedangkan pertolongan Allah
menyertai jamaah(Al Haddad,tt:5).
Firman Allah di dalam Al Qur‟an
Artinya:”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat
Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk(Ali Imran:103)
(Kemenag RI)
Ketika seorang muslim telah berikrar dengan kalimat
syahadat “Laa Ilaha Illallah, muhammadar rasulullah.” atau
sudah berpegang dengan syari‟at maka ia harus pula
menegakkan kalimat itu di muka bumi tentunya dilakukan dengan
cara menyatukan umat. Para ulama menegaskan bahwa kewajiban
kaum muslimin setelah tulus mengikrarkan kalimat tauhid, maka
kewajiban selanjutnya adalah menyatukan umat agar mereka
bersatu dan menyatukan barisan umat Islam agar mereka tidak
mudah dipecah belah oleh musuh-musuh Islam yang
menginginkan terjadinya perpecahan di tubuh kaum muslimin.
53
Ketika musuh mampu memecah belah barisan kaum muslimin,
maka ini adalah titik kelemahan yang mereka dapatkan
3) Ridha terhadap Keputusan Allah SWT
Ridha atau rela dengan keputusan dari Allah SWT
merupakan hal yang harus dilakukan oleh seluruh manuasia.
Dengan ridha terhadap keputusan Allah menghantarkan kita
kepada rasa syukur yang begitu dalam kepada Allah dan mudah
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dari Allah SWT.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
اػ أا خالءش شبؼ ا ثس هللا ضس أ ضب
١ثذز ثض ش٠ بئض ثشل ١بسزخاش غلب غثم٠ أ
قشصا
Ketahuilah wahai saudaraku, siapa yang ridha Allah sebagai
Tuhan, ia pun harus ridha dengan pilihan dan keputusanNya,
bagiNya serta takdirNya yang pahit. Dan merasa puas dengan
rizki yang dibagikan Allah baginya(Al Haddad,tt:7).
Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al Qur‟anul karim:
Artinya: Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak
memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran
bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia
54
meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain]. kemudian
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia
Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu (Az
Zumar:7) (Kemenag RI).
Ridha termasuk salah satu akhlak terpuji. Ridha artinya
sudah merasa cukup dengan apa yang la miliki, baik harta maupun
pekerjaan. Sebagian orang mungkin menganggap, sikap yang
demikian termasuk akhlak yang buruk. Karena dengan merasa
cukup terhadap apa yang dimilikinya itu maka akan menimbulkan
kemalasan pada dirinya dan tidak manu bekerja. Pandangan yang
seperti itu adalah pandangan yang sesat dan keliru. Islam tidak
mengajarkan kepada umatnya supaya hidup malas. Ridha dapat
menjauhkan diri dari ajakan nafsu terhadap berbagai tipu daya
kehidupan dunia, yang membuat seseorang lupa akan Allah dalam
mempersiapkan diri menuju kehidupanakhirat kelak. Akibat
godaan nafsu, seseorang tidak takut atas ancaman yang
akanditerimanya sehingga sikap dan perilakunya melampaui batas-
batas norma agama. Maka,untuk menghindari hal itu, seorang
muslim dituntut untuk bersikap Qanaah di dalam hidupnya.
Macam-macam Sikap Ridha Dalam kehidupan seserorang
ada beberapa hal yang harus menampilkan sikap ridha, minimal
empat macam berikut ini:
a) Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya.
Pada hakekatnya seseorang yang telah mengucapkan dua
55
kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha
terhadap semua nilai dan syari‟ah Islam.
b) Ridha terhadap taqdir Allah
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia
tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan
sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan,
sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang
perlu dilakukan oleh seorang muslim. Perbedaan antara
sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan
nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun
menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya
musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam
menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri
sebagai penawarnya.
c) Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah
satu bentuk ketaatan kita kepada Allah, karena keridhaan
Allah tergantung pada keridhaan orang tua (Razak,
1973:78)
4) Cinta karena Allah SWT.
Hendaknya setiap muslim untuk selalu cinta kepada Allah.
Cinta kepada Allah SWT merupakan maqom yang mulia dan
56
tinggi dari tingkatan tasawwuf, termasuk halnya cinta dan benci
karena Allah SWT
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
هللاف فتباسأ فتس ا.ب ؼف سأ بد م اشفشأ
١هللا ٠ رأ ك ؼ ر اذ د فجؼ ل ذ اج ر اد ةه ب
ا ذ أللا ١شفط ث ثسص غ ٠ضاز ظ٠ذماز ١خبب خب٠ غ
ظؼاز بؼ هللار فخج١ال
Cinta kepada Allah adalah maqom paling mulia dan tinggi.
Dan diikuti dengan kecondongan dan kebergantungan serta
penuhanan yang dirasakan hamba dalam hatinya kepada dzat
yang Maha Suci dan Maha Tinggi serta penyucian dan
pembersihan, dan puncak pengagungan serta rasa takut
kepada Allah (Al Haddad,tt:91).
Mencintai Allah adalah kewajiban kita, bahkan cinta kita
terhadap sesama manusia, keluarga, bahkan itu Rosul sendiri tidak
boleh dilebihkan terhadap cinta kita kepada Allah. Adapun cara
untuk merealisasikan cinta kita kepada Allah adalah dengan
berpegang kepada Al-Qur‟an dan Hadits untuk menjalankan
perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Adapun cara yang
lain untuk menunjukkan cinta kita adalah dengan mengetahui asma
al husna, seperti dalam pribahasa tak kenal maka tak sayang, oleh
karena itu bila kita sudah mengenal nama lain dari Allah maka
tambahlah kecintaan kita kepada Allah dan begitu pula Allah akan
mencintai kita karena kita sudah mengenalnya(Suhardi, 1997:32)
5) Ketulusan hati
Hati merupakan ukuran dari seluruh amal yang kita
perbuat. Apakah itu amal baik ataupun amal buruk, maka hati
adalah yang menjadi sumber apakah akan mewujudkannya dalam
57
bentuk perbuatan atau tidak. Maka dari itu, hati harus dibersihkan
dari segala hal-hal yang dapat merusak amal, misalnya: riya‟,
hasad benci dan harus diisi dengan ketulusan dan kecintaan
semata-mata karena Allah SWT.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
اأ س د طاأس تم ب ا ١ش أ ذ ١٠ ػ ب ب ز ل ص سذ
د غ ف ب ب اأ ثؼ ف ذاسد ب األ ١ؼ اخ جؼ غا بء ض ػب
غ ا راأل خشذا ١ ا ج شف ا طج ا ب
Hati adalah pemimpin dari anggota tubuh dan diatasnya
berputar segala kebaikan dan kerusakannya. Adapun anggota
tubuh itu adalah tujuh anggota yaitu mata, telinga, lidah,
perut, kemaluan, tangan dan kaki(Al Haddad,tt:77).
Firman Allah dalam Al Qur‟an:
Artinya,” sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka(Al
Mutaffifin:14) (Kemenag RI).
Saat kita berbuat baik kepada orang lain atau tamu yang
datang kerumah kita. Ada makna kebaikan yang harus di cermati
untuk bisa disebut sebagai ketulusan. Ketulusan sendiri adalah
hal yang amat lembut bersembunyi dilubuk hati dan bukan kata
terucap dengan lidah.
Orang yang tidak beriman pun bisa berbuat baik kepada
orang lain dengan memberi pertolongan, penghormatan atau
santunan materi. Artinya berbuat baik kepada sesama itu hal yang
58
lazim di lakukan, baik bagi yang beriman atau yang tidak
beriman.
Yang harus senantiasa kita cermati adalah hal yang akan
menjadikan kebaikan itu bermakna adalah Ketulusan, yaitu
perbuatan baik yang semata-mata kita lakukan hanya mengharap
balasan dari Allah SWT.
6) Zuhud
Zuhud secara bahasa adalah bertapa di dunia, adapun
secara istilah yaitu: Bersedia untuk melakukan ibadah, dengan
berupaya semaksimal mungkin menjauhi urusan duniawi, dan
hanya mengharapkan keridhoan Allah SWT.
Zuhud dalam aplikasi kehidupannya, mampu melahirkan
satu maqam dan cara hidup yang oleh para ahli tasawuf dikatakan
sebagai sesuatu yang telah dicapai setelah maqam taubah. Karena,
seseorang yang benar-benar zuhud sudah meninggalkan symbol-
symbol duniawi setelah benar-benar dia melakukan taubah al-
nasuuha, dengan satu pandangan bahwa hidup di dunia tak lebih
daripada sebatas permainan dan canda gurau
Zuhud adalah salah satu sarana untuk selalu dapat
memfokuskan hati kepada Allah SWT. Zuhud bukan berarti
meninggalkan dunia seluruhnya dan hanya mementingkan akhirat
saja. Tetapi zuhud itu hanya di dalam hati seseorang tidak merasa
59
kehilangan harta dunia atau yang bersifat material ketika ia
kehilangan yang ia senangi. Apabila ia punya harta yang banyak ia
merasa tidak punya apa-apa, karena semua itu hanyalah titipan
dari Allah SWT. Selanjutnya apabila ia kehilangan sesuatu ia tidak
terlalu merasa kehilangan.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ز ١ظؼ ابدى او ذاتخ رد س ئ١ب صشساذشب
١ خفج شغا ب ١ػ د اتزب ب١ ػ صشساحش ثو بي اب
خاج راش
Yang termasuk kerusakan besar adalah cinta kedudukan dan
harta serta ambisi yang besar untuk memperolehnya, cinta
kedudukan dan harta, ambisi yang kuat untuk memperoleh
keduanya, dan kikir (Al Haddad,tt:85).
Firman Allah di dalam Al Qur‟an
Artinya:”. Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan)
mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor)
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang
yang beruntung”( Al Hasyr:9) (Kemenag RI)
60
Menurut abdulah bin Al-Mubarak, zuhud artinya percaya
kepada Allah dengan disertai kecintaan kepada kemiskinan.
Pendapat yang sama juga dinyatakan syaqiq dan Yusuf bin Asbath.
Menurut Al-Imam Ahmad, zuhud didasarkan kepada tiga perkara
meninggalkan yang haram, ini merupakan zuhudnya orang-orang
awam, meninggalkan berlebih-lebihan dalam hal yang halal, ini
merupakan zuhudnya orang-orang yang khusus, dan meninggalkan
kesibukan selain dari Allah, dan ini zuhudnya orang-orang yang
ma‟rifat.
Yang pasti para ulama sudah bersepakat bahwa zuhud
itu merupakan perjalanan hati dari kampung dunia dan
menempatkannya di akhirat(Qayyim,1998:.149)
b. Akhlak Tasawwuf Berkaitan dengan Hablum Minannas
Tasawwuf yang berkaitan dengan orang banyak merupakan
akhlak yang terpuji. Dalam bab ini Habib Abdullah bin Alwi Al
Haddad menguraikan dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban
sesama manusia. Diantara kewjiban dan hak-hak yang harus dilakukan
oleh seorang muslim terhadap sesama muslim diantaranya yaitu:
1) Kewajiban berbakti kepada orang tua
Setiap manusia pasti dilahirkan dari orang tua. Mereka
diasuh dan diberi pendidikan, supaya tumbuh dewasa dan
menjadi manusia yang sempurna. Maka dari itu kita semua
wajib berbakti kepada kedua orang tua. Apakah ia masih hidup
61
atau sudah mati, kita tetap harus berbakhti kepada keduanya.
Salah satu untuk mendapatkan ridho dari Allah adalah berbkti
kepada kedua orang tua.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ؼث ب شج٠ أ غج٠ بسف غزعإلا بءػ ذبث هر برفب ذ
ػ قذصز بث ب خ صث ب ٠ب بص ب ١ ٠دبءض م ثب
ز سأ بئل ذصأ شثب د أ ب ر ه ز بف ر شجاب
Hendaknya berbakti kepada kedua orangtua. Dan apabila
orang tua telah meniggal maka dengan cara mendoakan dan
memohonkan ampun kepadanya. Termasuk juga bersedekah
untuk keduanya, melunasi hutang-hutangnya, melaksanakan
wasiat-wasiatnya serta memelihara hubungan dengan
kerabat kedua orang tua dan teman-teman yang dicintainya,
maka semua itu adalah kesempurnaan dari
kebaikan(AlHaddad,tt:62).
Firman Allah di dalam Al Qur‟an yaitu:
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat
baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia ( QS Al
Isra: 23) (Kemenag RI).
62
Allah menyertakan kewajiban berbakti kepada orang tua
setelah penyebutan kewajiban terhadapnya yang merupakan
ibadah kepadanya semata, tanpa kepada yang selainnya.
Sangatlah banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang anjuran
untuk berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya satu atau
dua ayat akan tetapi banyak ayat yang menerangkannya yang
berarti menghormati kedua orang tua sangatlah utama, begitu
juga dengan hadits sangatlah banyak riwayat yang menjelaskan
tentang keutamaan birrul walidain.
Makna birul walidan itu sendiri merupakan berbuat baik
kepada kepada kedua orang tua, dengan melaksanakan semua
perintahnya selama tidak dalam kesyirikan.
Birul walidain merupakan salah satu syiar Allah, yang
dimana kita selaku seorang muslim apabila menegakkan ,
mengagungkan serta menghormati apa-apa yang ada disisi Allah
maka akan mendapatkan kebaikan yang besar.
Orang tua merupakan sebab utamanya kita hadir di muka
bumi ini, maka dari itu merupakan suatu keharusan kita selaku
seorang anak untuk memperlakukan orang tua kita dengan
memberikan perlakuan yang lebih baik(Ibrahim, 2010: 4-7 ).
2) Silaturahmi terhadap keluarga
Berkunjung kepada keluarga dekat maupun keluarga yang
jauh itu perlu diterapkan kepada setiap orang. Mengunjungi
keluarga merupakan akhlak yang terpuji. Dengan bersilaturahmi
dapat mempererat persaudaraan, Selain itu dengan
63
bersilaturahmi menambah keberkahan dalam hidup setiap
manusia.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
ز سأ ص٠ أ بغ ءلغج ٠ ا١غس٠ اص٠ ئ ب
ر أ ػ ش جص٠ بأ ض٠أ غج ٠ ١ ئ ئبفى ٠ل ر أأ
اأعبا فؼ٠ ث ١ ؤا و ١غس٠ ص٠ رفص٠ اب ار ب
١ ػ خل ذ ص اذب و ذو ا خ اصذب و م ز ؤافأعب
Hendaklah manusia menjaga hubungan dengan kerabatnya,
meskipun ia tidak menghubunginya dan tetap berbuat baik
kepada mereka, meskipun mereka tidak berbuat baik
kepadanya. Hendaknya ia juga harus sabar dalam
menghadapi gangguan mereka jika mereka mengganggunya
dan tidak membalas mereka dengan perbuatan buruk jika
mereka berbuat buruk kepadanya. Akan tetapai ia beri maaf
dan tetap menghubungi mereka serta berbuat baik kepada
mereka. Setiap kali mereka mengganggunya dan berbuat
buruk kepada dirinya, maka lebih ditekan kan untuk
menghubungi dan memberi sedekah kepada mereka lebih
utama (Al Haddad,tt:63).
Firman Allah di dalam Al Qur‟an yang berbunyi:
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
64
yang sombong dan membangga-banggakan diri ( QS
Annisa:36) (Kemenag RI).
Ada beberapa sifat yang harus dimiliki seseorang agar
dapat memelihara budaya silaturrahim, sekaligus menjadi tanda-
tanda ketaqwaannya, yaitu seperti diungkapkan kepada Allah. di
Q.s. Ali Imran 3:134, berbunyi:
بف١ ؼ ا ١ع غ ا ١ بظ ى ا اء ش اض اء اغش ف فم ٠ از٠
سغ١ ا ٠ست هللا ابط ػ
yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(Al
Baqoroh 134)(Kemenag RI).
Ayat di atas menunjukkan bahwa untuk menjalin keserasian
hubungan atau memelihara silaturrahim, maka seseorang harus
membudayakan berinfaq, mengendalikan amarah, bersifat
pemaaf, dan berbuat ihsan. Sifat-sifat tersebut menunjukkan
tahapan-tahapan bersilaturrahmi.
3) Berbuat baik terhadap teman, sahabat dan kerabat
Berbuat baik kepada teman dan sahabat harus dilakukan
oleh setiap muslim. Dalam hal ini setiap muslim muslim satu
dengan muslim yang lain adalah saudara, maka dari itu anjuran
untuk selalu berbuat baik dalam setiap hal harus dilakukan.
Termasuk bertutur kata yang halus dan sopan serta berakhlakul
karimah. Tolong menolong dalam hal kebaikan jauga harus
dilakukan oleh sesama manusia, karena dengan tolong
65
menolong sesama manusia akan mendapatkan pertolongan dari
Allah sesuai janji Allah.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
و لث وأ زش اب و ث شش خ ا مز ب و أ ز صذب و ذ ت خ
ى٠ اض ٠شم ا ا١ىغاف١ؼت ث أ بجز س شجب
غ تا٠شم اخ ١صا ىغات٠شم ش١ص٠ هألر ١
مز اث ش م اكز ب ١ىغاكز خ ١هللاث ش ل لذ خ شأل ا
ىغا خشاث م ا باغ زءبلث ١
Kerabat yang semakin dekat, maka semakin wajib untuk
menghubunginya. Kerabat yang lemah dan miskin serta
membutuhkan lebih patut untuk diperlakukan dengan
kebajikan dan dihubungi daripada kerabat yang kaya. Hal
itu disebabkan karena kerabat yang miskin mempunyai dua
hak, yaitu: hak sebagai kerabat dan hak sebagi orang
miskin Allah telah menggabunngkan antar perintah untuk
berbuat baik kepada kerabat dan orang miskin (Al
Haddad,tt:64).
Firman Allah SWT:
Artinya:”sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauhdan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri”(al-Nisa: 36)
(Kemenag RI).
66
Seseorang yang melakukan kebaikan haruslah semata
mata karena Allah. Hanya karena mengharapkan pahala dan
balasan dari-Nya. Misalnya dalam hal berinfak, maka haruslah
dilakukan semata mata karena Allah sehingga bernilai disisi-
Nya. Tidak mengganggu dan tidak menyusahkan orang lain.
Inilah fase awal dalam berbuat baik. Andaikata seseorang
belum mampu berbuat kebaikan maka paling tidak janganlah
mengganggu atau menyusahkan orang lain. Tidak
mengganggu atau tidak menyusahkan orng lain juga sudah
termasuk sebagai kebaikan
Melakukan yang bermanfaat bagi orang lain. Ini fase
kedua dalam berbuat kebaikan. Seorang hamba hendaknya
memberi manfaat bagi orang lain. Sekecil apapun akan ada
nilainya disisi Allah. Diantaranya memberi salam dengan
senyum kepada sesama muslim.
4) Amar ma’ruf nahi mungkar
Menasehati dalam hal kebaikan dan melarang berbuat
mungkar, merupakan salah satu dari perbuatan yang harus
dilakukan oleh setiap muslim. Dengan saling menasehati
dalam hal kebaikan dan melarang berbuat mungkar, kita akan
selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasi kita. Dengan Amar
ma‟ruf nahi mungkar kita akan terbebas dari jeratan kewajiban
akan hak sesame muslim dalam hal da‟wah.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
67
ى اػ افؼش بثشاأل أ ئؼ ش ظ ػأ ش شب
ذا اػ بد ا أ ٠ إ ١
Ketahuilah, bahwa menyuruh berbuat yang baik dan
mencegah dari yang mungkar adalah syiar agama terbesar
dan tugas terpenting dari seorang mukmin(Al Haddad,tt:94).
Firman Allah SWT
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkarmerekalah
orang-orang yang beruntung”( Ali Imron:142) (Kemenag
RI).
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan
penegakan Amar Ma‟ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma‟ruf
merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi
agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan
hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja
yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya.
Bahkan Allah swt beserta RasulNya mengancam dengan sangat
keras bagi siapa yang tidak melaksanakannya sementara ia
mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam hal tersebut.
Ada tiga jenis perbuatan munkar yang harus dicegah
secara sungguh-sungguh:
a) Yang menyangkut hak Allah SWT.
b) Yang menyangkut hak manusia.
68
c) Yang menyangkut hak Allah dan manusia.
Ibadat merupakan hak Allah bila kita mengingkari hak
Allah tersebut, dianggap telah mengerjakan munkar . Di
samping itu kita melanggar larangan Allah, tidak berpuasa,
minum-minuman yang memabukkan. Orang yang
memperdayakan minuman keras, jika dia beragama Islam,
haruslah dihukum dan dagangannya dirampas untuk
dimusnahkan.
Sebagai anggota masyarakat, kita harus memperhatikan
kemaslahatan dan kepentingan orang lain. Dalam kaitan dengan
kemunkaran terhadap hak manusia , seperti contoh mendirikan
bangunan yang menyebabkan tetangga tak punya jalan keluar /
masuk.
Ada pun perbuatan munkar yang menyangkut
kepentingan Allah dan kepentingan manusia, adalah seperti
memindahkan jenazah dari tempatnya, tanpa alasan yang jelas.
Pemindahan yang mempunyai alasan yang jelas demi
kepentingan umum, tentu tidak termasuk perbuatan
munkar( Shiddiqey, 2001:348).
B. Relevansi Tasawwuf dalam Kehidupan Modern
Pada masa yang akan datang tampaknya akan berkembang ilmu
pengetahuan dan teknologi serta industrialisasi akan berlangsung terus dan sangat
menentukan peradaban umat manusia. Namun demikian, masalah moral dan etika
akan ikut mempengaruhi pilihan strategi dalam mengembangkan peradaban
dimasa depan. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada tingkat corak
69
keberagaman umat islam. Kemungkinan itu akan sangat ditentukan oleh berbagai
factor yang saling menarik, misalnya kekuatan internal atau factor dinamik ajaran
islam dengan kekuatan eksternal. Dengan demikian, kita hanya dapat
memperkirakan beberapa kemungkinan corak agama yang akan menjadi mental
masyarakat dimasa mendatang.
Pertama, ialah kecenderungan bahwa islam akan semakin kuat. Disini
ulama‟ tetap memegang peran penting dalam rangka menjaga kemurnian agama,
dan karena itu memiliki otoritas untuk berbicara atas nama islam yang sesuai
dengan ajaran Al-Qur‟an dan Sunnah.
Kedua, adalah kecenderungan bahwa islam akan berfungsi sebagai ajaran
etika akibat proses modernisasi dan sekularisasi yang secara perlahan-lahan hanya
memberikan peluang yang sangat kecil bagi penghayatan keagamaan.
Ketiga, ialah kecenderungan islam dihayati dan diamalkan sebagai sesuatu
yang spiritual sebagai reaksi terhadap perubahan masyarakat yang sangat cepat
akibat kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan industrialisasi.
Spiritualisme baik dakam bentuk tasawuf, ihsan maupun akhlak menjadi
kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam setiap tahap perkembanagan
masyarakat. Untuk masyarakat yang masih terbelakang, spiritualisme harus
berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan etos kerja dan bukan pelarian
ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi tantangan hidupnya. Sedangkan
bagi masyarakat mju industrial, spiritualisme berfungsi sebagai tali penghubung
Tuhan.
Perlu di ingat bahwa tasawuf tidak bisa dipisahkan dari kerangka
pengalaman agama, dank arena itu harus berorientasi kepada Al-Qur‟an dan
Sunnah. Inilah yang mungkin disebutkan Hamka sebagai “Tasawuf Modern”,
70
yakni tasawuf yang membawa kemajuan, bersemangat tauhid dan jauh dari
kemusyrikan, bid‟ah serta khifarat. Namun demikian, dalam kehidupan riil
mungkin saja terjadi bahwa salah satu aspek ajaran islam ditekankan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Bagi masyarakat terbelakang,
islam digambarkan sebagai ajaran yang mendorong kemajuan. Bagi masyarakat
maju-industrial, islam ditekankan sebagai ajaran spiritual dan moral.
Saat ini kita berada di tengah-tengah masyarakat modern, atau sering pula
disebut masyarakat skuler. Pada umumnya, hubungan masyarakat atas dasar
prinsip-prinsip fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan lepas dari kontrol
dari pandangan agama dan dunia metafisis. Dalam masyarakat yang modern yang
cenderung rasionalis, skuler, dan materialis, ternyata tidak menambah
kebahagiaan dan ketentraman hidupnya.
Kegelisahan masyarakat modern itu antara lain disebabkan oleh perasaan
takut akan kehilangan apa yang dimilikinya, timbulnya rasa takut masa depan
yang tidak disukainya, merasa kecewa terhadap hasil kerja yang tidak mampu
memenuhi harapan dan kepuasan sepiritual, dan karena dirinya banyak
melakukan pelanggaran dan dosa. Untuk itu salah satu harapan yang dapat
menjawab dari segala kegelisahan mereka adalah dengan cara hidup bertasawwuf.
Di sini tanggungjawab tasawwuf bukan melarikan diri dari kehidupan nyata dunia
ini, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai dengan nilai-nilai ruhaniah,
sebab di dalam tasawwuf selalu dilakukan dzikir kepada Allah SWT sebagai
sumber gerak, sumber norma, sumber motivasi, dan sumber nilai.
Akibat lebih jauh dari modernisasi dan industrialisasi, manusia mengalami
degradasi moral yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya. Kehidupan
modern seperti sekarang ini sering menampilkan sifat-sifat yang kurang terpuji,
71
terutama dalam menghadapi materi yang gemerlap. Manusia, menurut para ahli
tasawwuf, dalam kehidupannya selalu berkompetisi dengan hawa nafsunya yang
selalu ingin menguasainya. Firman Allah:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang( Yusuf:53)(Kemenag RI)
Agar hawa nafsu dikuasai oleh akal yang mendapat bimbingan wahyu,
maka di duni tasawwuf diajarkan berbagai cara seperti riyadloh dan mujahadah,
untuk melawan hawa nafsunya.
Adapun model tampilan sekarang, bertasawwuf tidak harus menjauhi
kekuasaan, tetapi justru malah masuk di tengah-tengah percaturan politik dan
kekuasaan. Sebab menjauhinya bisa berarti menunjukkankan ketidakberdayaan
dan kelemahan. Apabila di zaman klasik ada fatwa,”menjauhi dan oposisi
terhadap kekuasaan”, sedikit dapat dibenarkan, karena kekuasaan pada waktu
itu bersifat individual dan bersifat tirani, namun di zaman sekarang lebih
bersifat kolektif.
Peluang lain yang dapat menjadi lahan tasawwuf di zaman moden ini
adalah kenyataan masyarakat saat ini yang serba maju. Di belahan bumi
manapun, keanekaragaman, baik agama, budaya, suku, bahasa, adat istiadat
dan sebagainya, senantiasa dijumpai. Satu sisi suasana kemajemukan, memang
akan menampilkan keindahan yang warna-warni. Namun sisi lain harus
diwaspadai, bahwa terjadinya perpecahan, kerusuhan, permusuhan, atau hal-
hal lain yang sifatnya destruktif. Dalam ajaran tasawwuf, banyak tokoh
72
tasawwuf seperti Al Hallaj, Ibnu „Arobi dan lain sebagainya berpendapat
bahwa keanaekaragaman agama di dunia, hanya sekedar bentuknya, sedang
hakikatnya sama, semua mempunyai sumber dan bertujuan untuk menyembah
sang Kholik. Tasawwuf yang ajaranya mendalami hakikat seperti ini
diharapkan mampu menumbuhkan sikap sesama yang sehat, mengakui segi-
segi kelebihan orang lain, dan melakukan kebaikan dalam masyarakat.
Perbedaan yang ada, diterima dalam kerangka perbedaan tanpa
mempertentangkannya.
Dengan pandangan sebagaimana di atas, pluralitas masyarakat modern
dipandang sebagai sesuatu yang wajar, sebab telah menjadi sunnatullah. Tidak
ada kehidupan tanpa pluralitas dalam arti antar ummat. Tanpa mengurangi
keyakinan masing-masing antar pemeluk agama terhadap pemeluknya sendiri,
keadaan watak dan tradisi masing-masing suku, dan watak individual, dalam
pluralitas ini sangat diperlukan sikap toleran, jujur, terbuka, adil, dan wajar.
Maka tasawwuf akan melihat hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang
bernenek Adam AS. Dari sini mereka akan ditemukan dalam satu titik yang
diistilahkan di dalam Al Qur‟an berupa “kalimatun sawa”.
Firman Allah:
Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa
tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
73
sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah
kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)"( Ali Imron:64)(Kemenag RI)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tasawwuf bukan sesuatu
yang isolatif, tetapi aktif di tengah-tengah pembangunan masyarakat, bangsa
dan negara, sebagai tuntunan bertanggungjawab sosial dalam bertasawwuf.
Tasawwuf bukan lagi bersifat uzlah dari keramaian, namun sebaliknya, harus
aktif mengarungi dunia ini secara total, baik dalam aspek sosial, politik,
ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena itu, peran para sufi seharusnya lebih
emprimik, pragmatis, dan fungsional dalam menyikapi dan memandang
kehidupan ini secara nyata( Syukur, 2004:26)
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelasakan penulis pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang Habib Abdullah Al Haddad.
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah
kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi)
pada tahun 1099 H. Ia membangun masjid berhampiran dengan rumahnya,
dan mengajar disana selepas shalat ashar setiap hari, serta hadlrah
(rebana) pada setiap malam Jum‟at selepas salat isya‟. Maka dengan
berbagai aktivititas, Al-Hawi menjadi tumpuan kepada para ulama‟, dan
orang-orang shaleh.
2. Konsep Pendidikan Tasawwuf dalam kitab Nashoihud Diniyyah
Model dasar yang digunakan oleh Al-Habib Abdullah Al- Haddad
pada kitab Nashoihud Diniyyah dalam mencapai akhlak yang mulia baik di
sisi Allah maupun manusia ada dua asek yaitu:
a. Aspek perbuatan yang dilakukan oleh bathin (jiwa) yaitu, usaha
yang dilakukan oleh hati dengan tujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
b. Aspek perbuatan yang dilakukan oleh dhohir (anggota tubuh) yaitu,
usaha yang dilakukan oleh anggota tubuh berupa ucapan dan
tindakan baik itu berkaitan dengan hubungan manusia maupun
75
hunbungan kepada Allah sesuai dengan tuntunan Al Qur‟an dan
Hadits.
3. Relevansi Tasawwufdalam kitab Nashoihud Diniyyah dalam
Spiritualisme baik dakam bentuk tasawuf, ihsan maupun akhlak
menjadi kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam setiap tahap
perkembanagan masyarakat. Untuk masyarakat yang masih terbelakang,
spiritualisme harus berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan etos
kerja dan bukan pelarian ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi
tantangan hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat mju industrial,
spiritualisme berfungsi sebagai tali penghubung Tuhan.
C. Kata Penutup
Puji dan syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah
SWT. Atas berkat, rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang dilimpahkan
kepada penulis dalam menyusun skripsi yang sangat sederhana dengan
segala keterbatasannya. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang penulis agung-agungkan karena
keluasan syafa‟atnya kepada kaumnya.
Akhirnya, dengan hasil karya yang sangat sederhana dan jauh dari
segalala kekurangan semoga Allah SWT dapat memberikan manfaat dan
berkah bagi penulis dan masyarakat dalam penulisan skripsi ini. Amin
xi
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Aceh.1996.Pengantar Ilmu Tarekat Kajian historis tentang
mistik, Jakarta: Ramadani
Al Haddad, Abdullah,tt. Nashoihud diniyyah, Surabaya:Mutiara Ilmu
Asmaran, AS.1994.Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Badawi, Mustofa Hasan.1994.Al-Imam Al-Haddad Mujaddid Al-Qur‟an
Atsani „Asyaro Sirotuhu wa Manhajuhu:Dar Al-Hawi.
Ghalayaini, Musthafa.2000.‟Idhatun Nasyi‟in. Terj oleh Abdai Rathomy
Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Hamid, Zaid khusen.2010.Nasehat-Nasehat Agama dan Nasehat-Nasehat
Iman, Surabaya: Mutiara Ilmu.
Husein, Mochtar.2008.Hakikat Islam Sebuah Pengantar Meraih Islam
Kaffah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ibnu Qayyim.1998.Madarijus salikin, Jakarta:pustaka Al-Kautsar
Ibrahim al-Hazimy.2010.Keutamaan Birul Walidain,Jakarta: Qisthi Press
Jalaluddin.2001.TeologiPendidikan,Jakarta ;PT. Raja GrafindoPersada.
Kalsum, Ummu.2002. Ilmu Tasawuf,; Makassar: Yayasan Fatiyah
KEMENAG RI.2000. Al qur‟an dan Terjemah
M. Arifin. 2000. FilsafatPendidikan Islam, Jakarta :BumiAksara.
Muhammad bin Ibrahim, Syaikh.2016.Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Jakarta:
DarusSunnah
Mahmud, Abdul Halim. 2001.Tasawuf di Dunia Islam , Pustaka Setia:
Bandung
Mahzumi,Fikri.2012.Jurnal, teosofi tasawuf dan Pemikiran: Fakultas
Tarbiyah INKAFA Gresik
Muhadjir, Noeng. 1991.Metode Penelitian Kualitatif,Yogyakarta:Rake
Sarasin
xi
Nasruddin Razak.1973.Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Ma‟arif
Siregar, H. A. Rivay, 2006: Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme,
(Cet. II; J Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,
Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, jilid 5, 1993
Soejono dan Abdurrahman.2005.METODE PENELITIAN Suatu
Pemikiran dan Penerapan,Jakarta: PT. Bina Adiaksara.
Suhardi, Kathur.1997.Jalan Orang-orang Yang Mendapat
Petunjuk,Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.
Syukur, Amin.2006.Tasawuf bagi orang awam.LPK-2, Suara Merdeka:
Yogyakarta
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqey.2001.Al-
Islam,Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra
Ali Zaenal Abidin Al Hamidhttp://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-
alwi-al-haddad/# sthash.LqZ11z6N.dpuf
http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki-usmani.html
xi
xi
DAFTAR NILAI SKK
Nama : MuhammadSya‟roni Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
NIM : 111-11-071 Jurusan : PAI
NO WAKTU JENIS KEGIATAN JABATAN NILAI
1 20-22 Agustus
2011
Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan, “Revitalisasi Gerakan
Mahasiswa di Era Modern untuk Kejayaan
Indonesia”, DEMA STAIN Salatiga
Peserta 3
2 23 Agustus 2011 Achievement Motivation Training (AMT), Peserta 2
3 24 Agustus 2011 Orientasi Dasar Keislaman, “Menemukan
Muara sebagai Mahasiswa Rahmatan Lil
Alamin”, STAIN Salatiga
Peserta 2
4 25 Agustus 2011 Seminar Entrepeneurship dan Koperasi,
STAIN Salatiga Peserta 2
5 3–4 Desember
2011
Penerimaan anngota baru Jam‟iyatul qurro‟
wal huffadz (JQH) STAIN Salatiga Peserta 2
6 03 Mei 2012 Seminar mahasiswa dalam mngawal BLSM (
BLT) tepat sasaran Peserta 4
7 12 Mei 2012 Ghorah massal JQH STAIN Salatiga Peserta 2
8 17 Januari 2013 SK Pengangkatan penguus HMJ Tarbiyah
STAIN Salatiga Tahun 2013 Pengurus 4
9 16 Maret 2013 Pelatihan Karya Tulis ilmiah oleh HMJ
Tarbiyah Panitia 3
10 26 Maret 2013 Seminar Nasional dengan tema “ Ahlussunnah
dalam persepektif isalm Indonesia Peserta 8
11 24-26 Mei 2013 Kontes guru ideal tingkat mahasiswa PTAI se
Indonesia Peserta 8
12 30 Septembe
2013
Sosialisai UU No. 1 th 2013 tentang peran dan
fungsi OJK Peserta 8
13 31 Oktober 2013 SK PanitiaPengawas pemilihan umum Panitia 3
14 01 Desember
2013
Lomba karya tulis ilmah HMJ Tarbiyah
STAIN Salatiga Panitia 3
15 15 Januari 2014 SK Pengangkatan pengurus HMJ Tarbiyah
STAIN Salatiga Ketua 6
16 07 Agustus 2014 OPAK “ Aktualisasi mahasiswa dalam
mencetak generasi yang bertaqwa, intelektual
dan profesional” HMJ Tarbiyah
Panitia 3
17 29 September
2014
SeminarNasional
“PeranMahasiswadalamMengawalMasaDepan
Indonesia PascaPilpres 2014” DEMA STAIN
Salatiga
Panitia 8
xi