kisah anak tki di sabah malaysia - aminullah orang setempat, nama tangkulap diartikan sebagai tempat...

18
Keterbatasan Pendidikan bagi Anak TKI di Sabah Malaysia Oleh : Aminullah, S.Pd Anak- anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Sabah Malaysia telah mendapatkan layanan pendidikan yang intinya untuk pemberantasan buta aksara, namun lengkapkah layanan ini seperti yang diamanatkan oleh UU pendidikan. Salah satunya dari anak tersebut adalah Abdul Harif Bin Landewan (15). Dia salah seorang anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di perkebunan Kelapa Sawit pada Negara Bagian Sabah Malayasia. Dia meruapakan murid yang bersekolah pada Humana House 46 Ladang Tangkulap. Sebuah pusat bimbingan dibawah NGO Humana Child Aid Society Sabah yang bergerak dalam bidang pendidikan anak-anak TKI di Malaysia. Abdul Harif merupakan satu dari sekian ribu anak-anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di negeri orang. Walau berada di negeri orang, namun keinginan anak-anak TKI untuk mengenyam pendidikan yang tinggi merupakan dambaannya. Paling tidak mereka mengenyam pendidikan lanjutan. Di negara bagian Sabah Malaysia, Abdul Harif tinggal di ladang Tangkulap sebuah perusahaan kelapa sawit. Dia tinggal bersama ke dua orang tua dan tiga saudaranya. Ladang Tangkulap Tangkulap. Sebuah nama perusahaan perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam distrik Sandakan Negeri Sabah Malaysia. Ladang Tangkulap merupakan salah satu anak cabang dari perusahaan kelapa sawit terbesar di Malaysia, bahkan di Asia yakni IOI. Tak jelas mengapa ladang ini dinamakan Tangkulap, tapi berdasarkan pengakuan orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan rawa-rawa pada lereng bukit. Tangkulap sendiri berasal dari kata tangkul yang berarti menangkap. Namun sejak berdirinya pada tahun 80-an tak ada lagi aktifitas penangkapan ikan di daerah ini, karena rawa yang sebelumnya memiliki banyak ikan telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan. Keberadaan Ladang ini telah banyak membantu pemerintah Malaysia dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan melalui pengembangan kelapa sawit disamping ladang ladang lainnya yang tersebar luas di kawasan negeri Sabah, dan melalui ladang ini pula beberapa warga Negara Indonesia telah hidup bertahun tahun bahkan ada yang puluhan tahun. Untuk mencapai Ladang Tangkulap tidaklah sulit. Setiap hari ada bis yang keluar masuk ladang diladang ini. Hanya saja bis yang keluar masuk ladang dengan jalan poros terbatas sampai jam 1.00 siang. Warga Negara Indonesia yang berkerja di Ladang kebanyakan berasal dari Sulawesi Selatan, yakni Kabupaten Bulukumba, Bone dan Enrekang. Namun ada juga yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, yakni Plores. Mereka datang keladang ini melalui Nunukan Kalimantan Timur.

Upload: vananh

Post on 17-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Keterbatasan Pendidikan bagi Anak TKI di Sabah Malaysia

Oleh : Aminullah, S.Pd

Anak- anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Sabah Malaysia telah mendapatkan layanan pendidikan yang intinya untuk pemberantasan buta aksara, namun lengkapkah layanan ini seperti yang diamanatkan oleh UU pendidikan.

Salah satunya dari anak tersebut adalah Abdul Harif Bin Landewan (15). Dia salah seorang anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di perkebunan Kelapa Sawit pada Negara Bagian Sabah Malayasia. Dia meruapakan murid yang bersekolah pada Humana House 46 Ladang Tangkulap. Sebuah pusat bimbingan dibawah NGO Humana Child Aid Society Sabah yang bergerak dalam bidang pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.

Abdul Harif merupakan satu dari sekian ribu anak-anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di negeri orang. Walau berada di negeri orang, namun keinginan anak-anak TKI untuk mengenyam pendidikan yang tinggi merupakan dambaannya. Paling tidak mereka mengenyam pendidikan lanjutan.

Di negara bagian Sabah Malaysia, Abdul Harif tinggal di ladang Tangkulap sebuah perusahaan kelapa sawit. Dia tinggal bersama ke dua orang tua dan tiga saudaranya.

Ladang Tangkulap

Tangkulap. Sebuah nama perusahaan perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam distrik Sandakan Negeri Sabah Malaysia. Ladang Tangkulap merupakan salah satu anak cabang dari perusahaan kelapa sawit terbesar di Malaysia, bahkan di Asia yakni IOI.

Tak jelas mengapa ladang ini dinamakan Tangkulap, tapi berdasarkan pengakuan orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan rawa-rawa pada lereng bukit. Tangkulap sendiri berasal dari kata tangkul yang berarti menangkap. Namun sejak berdirinya pada tahun 80-an tak ada lagi aktifitas penangkapan ikan di daerah ini, karena rawa yang sebelumnya memiliki banyak ikan telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan. Keberadaan Ladang ini telah banyak membantu pemerintah Malaysia dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan melalui pengembangan kelapa sawit disamping ladang ladang lainnya yang tersebar luas di kawasan negeri Sabah, dan melalui ladang ini pula beberapa warga Negara Indonesia telah hidup bertahun tahun bahkan ada yang puluhan tahun.

Untuk mencapai Ladang Tangkulap tidaklah sulit. Setiap hari ada bis yang keluar masuk ladang diladang ini. Hanya saja bis yang keluar masuk ladang dengan jalan poros terbatas sampai jam 1.00 siang.

Warga Negara Indonesia yang berkerja di Ladang kebanyakan berasal dari Sulawesi Selatan, yakni Kabupaten Bulukumba, Bone dan Enrekang. Namun ada juga yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, yakni Plores. Mereka datang keladang ini melalui Nunukan Kalimantan Timur.

Page 2: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Rute perjalanan dari Nunukan ke Ladang Tangkulap juga tidaklah sulit. Mereka yang sudah berada di Nunukan tinggal naik veri dengan bayaran RM70 ke Tawau selama 4 jam, kemudian dari Tawau bisa langsung ke Telupid dengan mengendarai bis jurusan Tawau Kota Kinabalu dengan transport RM75 selama 8 jam. Di kota kecil (pecan) Telupid akan ada bis pada jam 9.00 pagi sampai jam 1.00 siang masuk ke Ladang Tangkulap dengan tarip (Tambang) RM10.

Sedangkan bagi mereka yang ingin menggunakan pesawat udara bisa melalui Kota Kinabalu ataupun Kota Sandakan. Dari Kota Kinabalu akan menempuh rute perjalanan darat dengan bis selama 3 jam ke Kota Kecil Telupid dengan tariff RM35. Kota Kinabalu ini merupakan ibu Negara Sabah. Begitu halnya bagi mereka yang memamfaatkan jasa penerbangan melalui bandara Sandakan akan menempuh perjalanan 2 jam ke kota kecil Telupid dengan biaya transport RM30. Tapi bagi pekerja hal ini jarang dia lakukan karena biaya perjalanan cukup besar mencapai RM600 atau setara dengan Rp.1620000 dengan kurs Rp.2700/RM1.

Pada tahun 2009, Ladang dengan luas 2500 hettar telah mempekerjakan tenaga kerja Indonesia sebanyak 350 orang. Mereka ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, diantaranya Pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur maupun Nusa Tenggara Barat. Namun sekitar 80 persen dari Sulawesi Selatan yakni daerah Bulukumba dan Enrekang.

Sebagai seorang tenaga kerja, maka mereka yang berasal dari Indonesia harus menetap selama bertahun-tahun. Bahkan tidak sedikit diantara mereka telah mencapai 15 tahun. Untuk itu, mereka membangun keluarga layaknya mereka berada di kampung halaman sendiri yakni Indonesia.

Page 3: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Anak TKI Yang Lahir di Malaysia

Abdul Harif Bin Landewan salah satu dari ribuan anak tenaga kerja Indonesia di Sabah Malaysia yang berada pada perkebunan kelapa sawit. Dia lahir di perladangan Tangkulap District Sandakan Sabah Malaysia pada 17/7/1995. walau lahir di Malaysia, namun dia tidak bisa mendapatkan kewarganegaraan Malaysia karena kedua orang tuanya merpakan Tenaga Kerja Indonesia yang berbekal pasport. Abdul Harif menjalani kehidupannya cukup sederhana. Dia mendiami sepetak rumah yang merupakan pembagian dari perusahaan tempat ayahnya bekerja. Rumah dengan diameter 6 kali 6 itu didiaminya bersama ke dua orang tua dan 3 saudaranya.

Karena usianya masih dibawah usia tenaga kerja Malaysia yaitu 18 tahun, maka Abdul Harif tidak diperbolehkan oleh pihak perusahaan kelapa sawit untuk masuk bekerja. Walau begitu, dengan keinginannya yang cukup besar untuk membantu orang tuanya, maka setiap ada waktu senggang atau libur sekolah Abdul Harif ikut bekerja membantu orang tuanya dengan memungut biji kelapa sawit ataupun berkebun.

Keluarga Abdul Harf terdiri atas ayahnya bernama Landewan, ibunya Yati dan kakanya Suri serta dua adiknya yakni Ambo Ala dan Dudi Nasian.

Tak ada yang mampu dia katakan ketika penulis menanyakan perihal keberadaannya di tempat itu. Dia dengan senyumnya yang khas mencoba menghibur dirinya kalau semua itu sudah takdirnya berada dinegeri orang tanpa masa depan yang jelas.

Satu saja harapannya yakni ingin bersekolah selayaknya teman-teman sebayanya yang berada di Indonesia.

Sekolah merupakan dambaan seluruh anak-anak tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia. Orang tua mereka sadar, kalau dengan sekolah maka nasib anak-anak mereka akan berubah kearah kehidupan yang lebih baik dan paling tidak anak-anak mereka nantinya akan menjadi tenaga kerja yang profesional. Mungkin anak-anak itu tidak lagi menjadi penyabit, ataupun tukang pungut biji dengan pekerjaan yang cukup menguras tenaga, namun paling tidak anak-anak TKI bisa menjadi staf ataupun mendapatkan pekerjaan yang ringan seperti menjadi seorang sopir pada perusahaan kelapa sawit atau angkutan kayu.

Sebagai seorang anak lelaki yang paling tua dalam keluarganya, Abdul Harif menjadi dambaan kedua orang tuanya untuk menjadi anak yang bisa membantu perekonomian keluarganya. Olehnya itu tidak heran kalau kedua orang tua Abdul Harif sangat berharap anak mereka bisa bersekolah selayaknya anak-anak Indonesia yang mendapatkan layanan pendidikan setinggi mungkin.

Yati (50) ibu Abdul Harif mengaku tidak henti-hentinya mendoakan anaknya agar menjadi anak yang bisa berbakti pada orang tua dan keluarganya. Setiap hari perempuan setengah baya ini bekerja sebagai pemungut biji kelapa sawit diperkebunan kelapa sawit Tangkulap.

Pekerjaan memungut biji dilakoni Yati sejak dia menginjakkan kakinya di Ladang Tangkulap sekitar tahun 90-an. Pada saat itu, Yati yang berasal dari Kabupaten Bone Sulawesi Selatan datang di ladang Tangkulap Sabah Malaysia mengikuti teman sekampungnya, dan ditempat itulah juga dia bertemu dengan lelaki idamannya Landewan yang juga datang lebih awal beberapa tahun darinya.

Page 4: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Menjadi seorang pemungut biji kelapa sawit tidaklah mudah. Pekerjaan ini ditekuni hampir seluruh wanita yang ada pada perkebunan kelapa sawit yang ada di Sabah Malaysia. Walau pekerjaan ini begitu melelahkan, namun hasil dari memungut biji sawit dapat membantu ekonomi keluarga pekerja di perladangan kelapa sawit di Sabah Malaysia.

Seorang pemungut biji bisa mendapat gaji sampai RM400 sebulan atau sekitar RP. 1 juta pada saat buah kelapa sawit cukup banyak, namun kalau lagi kurang buah kelapa sawit maka pemungut biji kelapa sawit bisa mendapat gaji sekitar RM250. “Itu belum lagi dengan potongan untuk pasport dan jaminan perusahaan”, begitu Yati mengungkapkan pada penulis. Berharap Pulang Kampung

Tidak terbayang dibenak saya akan seperti ini di negeri orang”, kata Landewan (56) kepada penulis. Landewan yang sudah mulai sakit-sakitan kepada penulis menuturkan kisah awal keberadaannya sehingga berada di negeri jiran Malaysia.

Saya telah bekerja dan tinggal diladang ini selama lebih dari 20 tahun. Saya datang ke Sabah Malaysia pada tahun 1989 melalui Nunukan Kalimantan Timur menyeberang ke Tawau Malaysia.

Sejak meninggalkan kampung halaman di kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan dan tinggal di Ladang Tangkulap, Ladewan belum pernah sekalipun pulang kampung. Padahal kalau dilirik dari lamanya bekerja diperusahan itu, mungkin beberapa keluarga Landewan dikampung halamannya mengganggapnya sudah banyak uang. Namun kenyataan yang terjadi pada keluarga Landewan, bisa mewakili beberapa keluarga lainnya yang menjadi TKI di Sabah Malaysia. Mereka sudah bertahun-tahun bekerja, dan bahkan banyak yang sudah puluhan tahun, namun belum juga mampu mengumpulkan uang untuk bekal kembali kekampung halamannya.

Mengawini salah satu perempuan TKI dari kabupaten Bone Sulawesi Selatan, keluarga Landewan dikarunia 4 orang anak, masing-masing Suriyanti (18 tahun), Abdul Harif (15 tahun), Ambo Ala (12 tahun) dan Dudi Nasian (8 tahun).

Sebagai seorang TKI yang sudah setengah baya, Landewan sudah tidak kuat lagi bekerja keras. Dia yang sebelumnya mampu mendapat gaji lumayan

Page 5: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

dengan menyabit, kini menjadi seorang tukang kebun sayur bagi manager perusahan kelapa sawit tempatnya bekerja dengan gaji RM400 setiap bulan atau sekitar Rp.1 juta.

Tidak banyak yang bisa dibelikan dengan gaji 1 juta di Sabah Malaysia, apalagi tenaga kerja yang tinggal di perkebunan kelapa sawit. Ditempat itu, hampir semua barang kebutuhan pokok harganya dua kali lipat dari harga diperkotaan. Sehingga dengan gaji itu, maka hampir dipastikan akan habis setiap bulan dan bahkan terkadang gaji sebesar Rp. 1 juta tidak mencukupi kebutuhan keluarga Landewan dalam sebulan.

Hal itulah yang selalu menjadi hambatan untuk Landewan dan keluarganya bisa melihat kembali kampung halamannya. Padahal, dia sangat berharap sebelum meninggalkan dunia ini, Landewan mampu membawa anak-anaknya melihat kampung halamannya yakni kabupaten Enrekang atau kampung istrinya Yati di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.

Sebagai keluarga Tenaga Kerja Indonesia di Sabah Malaysia, kehidupan Landewan, Yati dan anak-anak mereka yakni Surianti, Abdul Harif, Ambo Ala dan Dudi sangatlah berbeda dengan kehidupan orang-orang atau anak-anak Indonesia yang berdiam dinegeri sendiri. Mereka tergantung pada kebijakan perusahaan dimana mereka bekerja.

Kepada penulis mengaku kalau dia berasal dari Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan. Awal keberadaan Landewan di Sabah Malaysia akibat rasa malu (Siri’) yang mereka alami dikampung halamannya. Itupun terjadi pada tahun 1989 akibat anak saudaranya yang dia besarkan diambil paksa. Padahal saat itu dia belum mempunyai anak dari perkawinan pertamanya dan sangat mendambakan seorang anak. Hal inilah membuat Landewan dan almarhum istrinya menjadi salah satu tenaga kerja Indonesia.

Memang menjadi tenaga kerja buat Landewan adalah keterpaksaan, namun disatu sisi merupakan reski baginya, karena apa yang didambakannya yakni buah hati akhirnya terkabulkan juga di Malaysia. Karena sepeninggal isttri pertamanya, Landewan kawin lagi dengan Yati yang berasal dari kampung Bone Sulawesi Selatan, dan dari perjawinan keduanya lahirllah 4 anak, yang salah satunya bernama Abdul Harif. Namun begitu bagi Landewan, kehidupannya di Malaysia tidaklah begitu menggembirakan dan tetap berharap suatu saat nanti dia dan anak-anaknya bisa pulang ke kampung halamannya di Enrekang ataupun Bone.

Keinginan Landewan untuk pulang kampong bukan hanya didorong akan kerinduan pada sanak saudaranya di sana, namun yang lebih utama adalah masa depan anak-anaknya yang tidak mengenyam pendidikan layak seperti anak lainnya di Indonesia. Landewan malah mengaku masih malu dengan keluarganya yang ada di Enrekang hanya saja dengan melihat masa depan anak-anaknya, maka rasa ingin pulangnya menggolora. Dan bahkan sampai saat ini anak-anak Landewan belum pernah melihat kampong halamannya sendiri di Indonesia.

“Saya mau anakku bisa juga sekolah seperti anak-anak yang ada di Indonesia”,katanya mantap.

Page 6: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Harapan Pendidikan

Masyarakat Tenaga Kerja Indonesia yang berada di ladang-ladang kelapa sawi di Sabah Malaysia pada mulanya tidak membutuhkan sekolah. Akan tetapi lambat laun seiring dengan semakin tingginya tuntutan pengetahuan dan tuntutan perusahan kelapa sawit, membuat warga TKI sadar akan pentingnya anak-anak mereka untuk mengenyam pendidikan, disatu sisi pihak perusahaan merasa perlu mendirikan sekolah. Banyak factor yang mendorong berdirinya sekolah diladang-ladang, diantaranya : 1. Orang tua menyadari bahwa anak mereka perlu mendapatkan

pengetahuan yang tingkatannya melebihi pengetahuan dan pendidikan orang tua sendiri. Dibalik itu mereka menyadari, bahwa mereka tak mungkin memberikan pengetahuan itu kepada anak-anak karena pendidikannya sendiri masih kurang. Karena itu timbul pemikiran untuk mendirikan sekolah yang bertugas memberikan pendidikan kepada anak mereka. Guru dianggap adalah orang yang berwenang melaksanakan tugas tersebut.

2. Umumnya orang tua bekerja dan memiliki berbagai kesibukan untuk kehidupan keluarganya. Mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Orang tua hanya punya waktu dan memberikan pendidikan sebagaimana yang mereka lakukan sehari-hari, seperti menyabit, memungut biji dan sprei. Tetapi mereka tidak punya waktu dan kemampuan untuk memberikan berbagai pengetahuan dan nilai-nilai yang lebih luas.

3. Lambat laun masyarakat semakin bertambah maju. Kemajuan disebabkan adanya pengaruh-pengaruh dari luar dan perkembangan berpikir serta bertambahnya pengalaman-pengalaman individu dalama masyarakat itu. Kehidupan dan penghidupan bertambah banyak ragamnya. Sehingga sebagai akibat wajar dari kemajuan itu maka masyarakat memerlukan tenaga-tenaga yang lebih terdidik, terlatih, lebih berpengalaman, dan dibutuhkan pula bermacn-macan pengetahuan.

4. Pertambahan penduduk menjadi factor yang besar pula pengaruhnya. Pertambahan penduduk di Sabah akan mendorong lahirnya persaingan tenaga kerja di ladang-ladang. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah memperluas kesempatan belajar kepada anak-anak TKI agar generasi yang baru ini dapat diselamatkan dari kebodohan, kemiskinan dan pengangguran. Sekolah adalah tempat yang vital untu mksud tersebut.

5. Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam melihat kebutuhan anak-anak TKI yang ada di Sabah Malaysia. Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional mengirim guru-guru bagi anak-anak TKI di Sabah.

Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan anak-anak TKI, maka salah

satu NGO tergerak mengembangkan sekolah sekolah di ladang ladang kepala sawit yang ada di Sabah. Dari data tahun 2010, sudah ada 198 sekolah Humana yang tersebar di ladang ladang yang ada di Sabah. Jumlah ini telah menampung sekitar 8000 anak anak TKI.

Page 7: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

System pembelajaran yang mereka dapat dari sekolah ini bersifat formal. Murid murid masuk pagi dan pulang siang atau sore selama 5 hari pembelajaran yakni senin sampai Jumat. Kurikulum yang mereka pakai juga adalah kurikulum resmi dari pemerintah Malaysia, hanya saja hasil dari pembelajarannya belum mendapatkan pengakuan resmi dari pemeritah Malaysia, sehingga persekolahan yang mereka alami hanya berguna bagi pemberantasan buta huruf yakni baca tulis dan hitung. Dan akan berhenti setelah mereka selesai belajar di kelas 6.

Salah satu keluarga TKI yang menyekolahkan anak anaknya di sekolah Humana adalah keluarga Landewan. Anak-anak dari keluarga ini yakni, Abdul Harif, Ambo Ala dan Dudi merupakan murid yang terdaftar pada Humana House 46 ladang Tangkulap Distritc Sandakan Sabah.

Abdul Harif dengan umurnya yang sudah 15 tahun selayaknya menjadi pelajar SLTP di Indonesia, namun dia masih berada pada kelas 6 atau di sebut darjah 6. begitu juga Ala yang sudah berumur 11 tahun masih duduk dibangku kelas 4 dan Dudi diikutkan pada pembelajaran Tandika atau Taman kakak-kakak.

Semua itu terjadi akibat keterbatasan layanan pendidikan yang ada dan kemampuan orang tua mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya di negara orang, karena harus berbekal pasport pelajar yang bagi pekerja di perkebunan hal tersebut adalah mustahil.

Page 8: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Bersekolah di Humana House 46 Tangkulap

Humana House 46 Ladang Tangkulap adalah salah satu sekolah atau pusat bimbingan yang membelajarkan anak-anak TKI di Sabah Malaysia. Sekolah ini berdiri sejak tahun 2001 dan telah banyak memelekkan anak-anak Tenaga kerja Indonesia yang berada di Sabah Malaysia, khususnya mereka yang orang tuanya bekerja di pekebunan kelapa sawit Ladang Tangkulap atau sekitarnya.

Di sekolah inilah Abdul Harif dan anak-anak tenaga kerja yang berada di Ladang Tangkup dan sekitar mengenyam pendidikan. Di tempat yang cukup sederhana ini, para orang tua murid menyandarkan harapan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.

Sekolah yang dibangun oleh perusahaan kelapa sawit terbuat dari kayu dengan bentuk panggung. Kondisi sekolah atau pusat bimbingan humana house 46 ladang Tangkulap tidak sama dengan sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. Baik ruang belajar maupun luas bangunannya sangat tidak sesuai dengan standar pembelajaran di Indonesia, namun hal tersebut tidak menghambat kegiatan belajar mengajar selama ini.

Proses pembelajaran anak-anak pada sekolah ini mengikut jadwal atau takwim dari pusat Humana Child Aid Society Sabah yang menjadi induk pelaksanaan pembelajaran. Murid-murid masuk pada pagi atau siang hari tergantung dari kondisi jumlah murid yang disesuaikan dengan ruang belajar. Kegiatan pembelajarannyapun berlangsung 5 hari dalam seminggu yakni dari senin sampai jumaat.

Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru pada sekolah ini adalah model multigrade, dimana anak-anak dibelajarkan dalam satu ruangan yang sama dari darjah atau kelas yang berbeda.

Dalam ruang belajar yang hanya berukuran 5 x 7 meter, terdapat dua papan tulis. Pengaturan meja dan kursi belajar mengikut pada arah papan tulis yang ada.

Disamping model multigrade, pembelajaran yang dilakukan di sekolah ini dibagi dua sesi yakni sesi masuk pagi dan sesi masuk siang. Untuk sesi yang masuk pagi, murid akan memulai pembelajaran pada jam 7.30. sementara yang masuk pada sesi siang akan memulai pembelajarannya pada jam 1.00. siang.

Kelas yang mengikuti pembelajaran pagi adalah murid-murid TK 1 dan 2 serta kelas atau darjah 1 dan 2. Sedangkan murid kelas 3 sampai 6 akan masuk siang.

Setiap papan tulis akan mengarahkan pembelajar pada dua kelas atau darjah, sehingga guru dalam menjelaskan sebuah tema pembelajaran akan membagi dua bagian papan tulis. Seperti sesi pembelajaran pagi, maka papan tulis A akan membelajarkan anak-anak TK yang dua tingkatan, dan papan tulis B akan menjadi media pembelajaran murid kelas 1 dan 2.

Page 9: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Data Murid Sekolah Humana House 46 Ladang Tangkulap Tahun 2010

No Name Surname Age Gender Relations Race Nationality 1 Adi Kajaya Herman 4 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 2 Arjun Bin Juma Juma 5 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 3 Mohd Irwanshah Ahmadi 8 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 4 Mohd Fakrul Razi Umar 6 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 5 Maria Yosefina Dominikus 4 Yrs Female Anak Timur Indonesia 6 Nengsi Arif 5 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 7 Susanti Bte

Rahim Rahim 5 Yrs Female Anak Makasar Indonesia

8 Suttan Bin Bahar Bahar 4 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 9 Muhd Haizul Muhd Ismail 4 Yrs Male Anak Timur Indonesia

10 Muhd Hafis Muhd Ismail 5 Yrs Male Anak Timur Indonesia 11 Kurnia Sulastri Tutu 6 Yrs Female Anak Makasar Indonesia 12 Adi Adri Saputra Ruddin 8 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 13 Dudi Nasian Landewan 6 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 14 Irmayesi Tasmawi 6 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 15 Nur Faiza Rial 6 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 16 Panji Abbas 7 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 17 Ratnawati Rahim 7 Yrs Female Anak Makasar Indonesia 18 Rida Idaya Mokthar 6 Yrs Female Anak Makasar Indonesia 19 Irwan Bin Ahmad Ahmad 9 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 20 Nurshyarina Oga 9 Yrs Female anak Bugis Indonesia 21 Adi Karman Herman 7 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 22 Nursafiqah Safira Safira 8 Yrs Female Anak Malaysi

a Malaysia

23 Rabiah Anwar 8 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 24 Riswandi Aldi 8 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 25 Sofianto Samsuddin 10 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 26 Adrian Acho 10 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 27 Rahmawati Muin 10 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 28 Victor Dominikus Dominikus 9 Yrs Male Anak Timur Indonesia 29 Rinaldi Aldi 10 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 30 Adi Susanto Hariyanto 11 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 31 Mohd Firdaus Pius 12 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 32 Suhardi Sabtu 11 Yrs Male Anak Makasar Indonesia 33 Ambo Ala Landewan 11 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 34 Arnitayanti Herman 10 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 35 Azizul Anwar 11 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 36 Adi Rahmat Herman 12 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 37 Junaida Agus 13 Yrs Female Anak Timur Indonesia 38 Asriana Anwar 13 Yrs Female Anak Bugis Indonesia 39 Abdul Harif Landewan 15 Yrs Male Anak Bugis Indonesia 40 Richard

Dominikus Dominikus 12 Yrs Male Anak Timur Indonesia

Page 10: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Pada tahun 2009 sampai 2011 penulis merupakan salah satu guru yang mengajar di sekolah ini. Mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah ini adalah Bahasa Melayu, Matematika, Bahasa Inggeris, Kajian Tempatan (Bahasa Indonesia, Sejarah, IPS, IPA), Sains, Pendidikan Agama Islam, Seni dan Olah Raga.

Membantu Orang Tua

Dengan umurnya yang sudah 15 tahun, Abdul Harif memiliki postur tubuh yang agak tinggi dibanding anak seusianya ditempat itu. Walau badannya agak kurus, namun dia merupakan anak yang rajin bekerja dalam membantu orang tuanya mencari reski.

Seperti halnya anak-anak lainnya diladang itu, maka Abdul Harif terpaksa membantu orang tuanya mencari nafkah dengan memungut biji kelapa sawit ataupun membantu ayahnya berkebun. Pekerjaan memungut biji kelapa sawit bagi anak anak diladang bukanlah perkara berat, pasalnya hampir semua anak yang sudah berumur 10 tahun ke atas akan membantu orang tuanya, khususnya ibu mereka memungut biji sawit. Pekerjaan ini akan dilakukan anak-anak pada saat cuti sekolah atau hari libur.

Karena dia masih berstatus anak sekolah, maka Abdul Harif hanya menggunakan waktunya pada hari Sabtu dan Minggu membantu ibu ataupun ayahnya.

Walau dia sangat ingin menjadi tulang punggung mencari nafkah, namun aturan yang diberlakukan purusahaan di Sabah Malaysia tidak boleh dilanggarnya. Pemerintah Malaysia membatasi usia tenaga kerja di perusahaan

Page 11: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

kelapa sawit harus 18 tahun ke atas, sementara usia Abdul Harif masih 15 tahun sehingga dia hanya boleh membantu orang tuanya ketika cuti atau libur sekolah.

Untuk pekerja pemungut biji kelapa sawit, maka pihak perusahaan akan memberi upah sesuai dengan hasil kerjanya melalui perhitungan karung yang berhasil mereka kumpulkan. Dalam setiap karungnya, perusahaan akan menggaji 80 sen aau setaraf Rp.2160 (kurs Rp. 2700/RM1) dan akan dihitung pada akhir bulan.

Setiap membantu ibunya memungut biji sawit, Abdul Harif mendapat 5 sampai 7 karung sehari. Jadi dalam satu bulan dia bisa memberi pemasukan pada keluarganya.

Seorang pemungut biji kelapa sawit akan melakukan aktifitasnya pada saat banyak biji kelapa sawit banyak yang jatuh dari tandang atau buah kelapa sawit yang sudah masak. Sebelum memungut biji di dalam blok (kawasan kelapa sawit), seorang pemungut biji terlebih dahulu mendaftarkan dirinya pada pagi harinya sepada mandor. Pada saat pendaftaran, maka seorang pemungut biji akan diberitahu kawasan yang menjadi daerah pemungutannya. Jadi tidak serta merta mereka dapat memungut biji diseluruh kawan yang ada di Ladang Tangkulap tempat mereka bekerja, namun akan melakukannya pada kawasan yang telah ditentukan.

Pendaftaran itu dilakukan pada jam 5.00 pagi yang membuat pekerja di ladang itu harus bangun pada jam 3.00 pagi untuk mempersiapkan bekal yang akan dibawa ketika masuk di blok bekerja. Pekerja pemungut biji kelapa sawit akan melakukan aktifitasnya sampai jam 4.00 sore.

Page 12: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Membantu Ayah Berkebun

Landewan dalam usianya yang sudah tua tidak mempunyai kekuatan lagi untuk menyabit kelapa sawit. Sehingga oleh perusahaan Tangkulap estate, Landewan diberikan tugas mengurusi kebun sayur bagi memenuhi kebutuhan sayur manajer dan asisten diperusahaan tersebut.

Berkebun sayur pada perusahaan kelapa sawit bukanlah pekerjaan yang utama, orang yang diperkejakan pada tempat ini dianggap oleh perusahaan sebagai tenaga kerja yang tidak produktif lagi. Disammping pekerjaan seperti ini hanya bersifat sampingan, upah yang diterimanyapun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tenaga kerja. Dalam satu bulan seorang pekerja yang mengurusi perkebunan sayur akan mendapatkan upah RM400 atau setara dengan 1.080.000 (kurs RM1/Rp2.700).

Jumlah ini cukup besar bagi kita yang berada di Indonesia, namun bagi Landewan, gaji ini masih kurang karena akan mengalami pemotongan biaya pasport sebesar RM40 atau Rp.108.000. disamping akan dipergunakan membiayai anak-anaknya 4 orang.

Lagi-lagi dalam pekerjaan ini, Abdul Harif dituntut membantu ayahnya berkebun. Abdul Harif banyak membantu ayahnya mengolah tanah yang akan ditanami sayur-sayuran. Keadaan ini mengharuskan anak yang seharusnya pokus.

Dambakan Basikal

Layaknya anak anak diperkotaan, Abdul Harif sangat bangga memakai basikal (sepeda) ke sekolah. Dengan membonceng adiknya yang bernama Ambo Ala yang juga salah satu murid Humana House 46 ladang Tangkulap, dia lebih cepat datang kesekolah dibanding anak-anak lainnya.

Kegembiraan itu sangat terlihat dari wajahnya yang masih lugu, walau sepeda itu masih pinjaman dari tetangganya. Dia bahkan pulang balik antara rumahnya dan sekolah yang jaraknya cukup jauh sekitar satu setengah kilo meter.

Sepeda bagi anak anak ladang merupakan barang yang sangat dibanggakan. Bahkan menjadi rebutan untuk mereka pakai. Tak tahu kalau barang itu bisa rusak apabila dipergunakan tidak sesuai dengan bebannya.

Hanya berselang dua minggu sepeda pinjaman itu memang betul betul rusak karena laharnya hancur. Sementara alat untuk memperbaiki sepeda sangat jauh dari ladang yakni harus ke pekan Telupid yang merupakan tempat terdekat.

Untuk memperbaikinyapun membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Satu buah lahar belakang harus mengeluarkan duit sampai RM20.

Itulah salah satu realita kehidupan anak anak TKI yang ada di ladang-ladang perkebunan kelapa sawit di negeri Sabah Malaysia. Apakah itu juga terjadi dipedesaan yang ada di Indonesia sebagai negara asal orang tua mereka atau hanya merekalah yang mengalami nasib seperti itu.

Page 13: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Bercita-cita jadi Driver Hitachi

Mugkin anak-anak pada sekolah di perkotaan memiliki cita-cita yang tinggi, bahkan setinggi langit. Ada yang ingin jadi dokter, guru, maupun arsitek, namun bagi Abdul Harif menjadi seorang sopir sudah cukup baginya. Sehingga bersekolah merupakan tuntutan untuk mencapai cita-citanya menjadi seorang driver (Sopir) Hitachi.

”Kalau saya sudah besar, saya ingin jadi driver hitachi”, katanya kepada teman-temannya ketika mengungkapkan cita-cita di depan kelas.

Memang bagi anak seperti Abdul Harif yang hanya tinggal di ladang, cita-cita yang tinggi merupakan sebuah angan-angan yang agak sulit dia raih. Menjadi dokter, polisi, tentara, dan guru hanya simbol dari angan-angan mereka. Hal ini disebabkan keterbatasan pendidikan yang akan mereka raih, disamping keterbatasan biaya hidup.

Pendidikan yang ada di perladangan kelapa sawit di Sabah Malaysia baru sebatas pendidikan sekolah rendah atau setingkat sekolah dasar. Pendidikan inipun hanya fokus pada pemberantasan buta aksara baca, tulis dan hitung bagi anak-anak tenaga kerja Indonesia.

Untuk menyandarkan cita-cita yang tinggi melalui pendidikan di perladangan mungkin sesuatu yang mustahil. Ini jauh berbeda dengan anak-anak Indonesia yang berada di negaranya sendiri. Buku sebagai sarana belajar yang ada di sekolahnyapun hanya satu dua lembar, tidak mendukung kebutuhan belajar anak.

Walau begitu, anak-anak seperti Abdul Harif tetap mempunyai cita-cita yang tinggi yang nantinya akan diraih melalui pendidikan pada sekolah humana house 46 Tangkulap. “saya ingin menjadi seorang driver hitachi”, begitu dia mengaku ketika guru kelasnya menanyakan cita-citanya setelah tamat bersekolah.

Mungkin anak-anak yang tinggal di Indonesia, cita-cita Abdul Harif merupakan bahan tertawaan, namun bagi anak-anak yang tinggal di perladangan, pekerjaan sopir merupakan salah satu pekerjaan Bercita-cita menjadi seorang sopir bagi anak-anak yang tinggal di Indonesia merupakan sebuah cita

Landewang, sebagai seorang ayah dia hanya berharap anaknya besar dan mampu membantu pembiayaan hidup keseharian di ladang. Apakah anaknya akan jadi penombak, sopir ataupun pemungut biji kelapa sawit bukanlah masalah.

”Biar bagaimanapun, Harif saya harapkan mampu membantu saya kalau sudah selesai sekolah untuk mendapatkan uang”, kata Landewan.

Hasil Pendidikan Biasa Saja

Tak ada yang istimewa dengan pendidikan yang saat ini dijalani anak anak TKI di Malaysia. Mereka yang telah mendapatkan pembelajaran selama 6 tahun akan kandas dengan sendirinya dengan selembar sijil (semacam setifikat)

Kalau hal ini berlangsung seterusnya, maka tidak menutup kemungkinan akan lahirnya pengangguran baru di Indonesia. Sebab mereka adalah anak anak Indonesia yang suatu saat akan kembali ke tanah air mereka, walaupun itu hanya bermodalkan baca tulis dan hitung yang mereka dapatkan saat ini.

Page 14: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Indonesia harus bangga dengan kehadiran salah satu NGO (Humana Child Aid Society Sabah) yang telah bekerja selama 16 tahun untuk mendidik generasi penerus bangsa yang ada di Sabah Malaysia. Walau hasil yang dicapai pada pendidikan ini tidak menjanjikan bagi sumber daya manusia yang handal bagi instansi pemerintah ataupun swasta yang ada di Indonesia, tetapi paling tidak mampu membuka mata orang-orang Indonesia akan nasib generasi bangsa yang ada di luar negeri. Apalagi dengan kondisi pendidikan yang masih ada sekarang, maka kedepan mereka akan jadi pengangguran baru di negaranya sendiri akibat keterlambatan kebiajakan penanganan pendidikan bagi mereka.

Penanganan pendidikan di Malaysia sebenarnya sudah layak bagi pembelajaran tingkat dasar, hanya saja kebijakan pemberian layanan pendidikan tingkat lanjutan yang menjadi kendala kemajuan anak anak TKI di Malaysia. Apa yang telah dilakukan Humana selama ini sangat membawa dampak positif bagi peningkatan sumber daya manusia anak anak TKI, tapi mereka hanyalah sebuah NGO yang butuh bantuan ekstra dari pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam penenganan pendidikan.

Makanya tidak heran ketika anak anak TKI di Sabah Malaysia dengan bangganya menyanyikan lagu mars Humana, lagu Negaraku (lagu kebangsaan Malaysia) Sabah Tanah Airku (Lagu negeri Sabah) sementara lagu kebangsaan Indonesia Raya mereka dia tidak hafal. Lalu siapakah yang akan memberi pemahan akan kondisi yang mereka alami ketika kembali ke Indonesia?

Makanya satu-satunya jalan adalah dengan mengembangkan pendidikan yang lebih layak (lebih tinggi) untuk menambah wawasan anak-anak Indonesia memahami negaranya, dan sekaligus meningkatkan sumber daya manusia. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sekolah formal bukanlah satu-satunya model pendidikan yang harus dilaksanakan bagi anak-anak Indonesia di Sabak Malaysia. Model pendidikan non formal sangat sesuai dengan kondisi lapangan, hanya saja model ini harus memperhatikan beberapa faktor, diantaranya:

1. Layanan pendidikan akan dipengaruhi oleh pekerjaan orang tua.

Artinya anak-anak tidak bisa dipastikan mendapatkan layanan pendidikan berkala (dari kelas 1 sampai 3) karena orang tua mereka sering berpindah-pindah tempat.

2. Tuntutan ekonomi. Artinya persekolahan merupakan prioritas ke dua setelah anak-anak mampu membantu orang tuanya bekerja di ladang sawit.

3. Komitmen hasil pembelajaran. Pameo orang tua pekerja yang mengatakan ’biar bagaimanapun anak saya sekolah tetap akan masuk ladang’

4. Dan banyak lagi faktor yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan sekolah non formal di Sabah Malaysia.

Page 15: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Berharap Sekolah Lanjutan

Cikgu, Apakah aku bisa sekolah lanjutan seperti anak-anak seumur saya di Indonesia?

Pertanyaan itu terlontar polos dari seorang anak Tenaga Kerja Indonesia yang sudah berusia 14 tahun dan duduk di bangku sekolah Humana House 46 Ladang Tangkulap Sabah Malaysia. Murid itu bernama Abdul Harif yang oleh teman-temannya dipanggil Anto. Walau dia masih duduk di darjah 5 (setingkat SD kelas 5 di Indonesia), namun keinginannya untuk mengecap pendidikan lanjutan sangat besar. Hal itu disebabkan dorongan kehidupan yang dijalaninya selama di Malaysia dengan harapan pendidikan akan membawa mereka kearah yang lebih baik dari orang tuanya. “Saya tidak mau jadi pekerja seperti ayah saya”, katanya ketika ditanya harapannya untuk sekolah lebih tinggi.

Tapi harapan itu mungkin hanya mimpi belaka baginya. Sebab untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi di Malaysia, maka bagi anak anak TKI tidaklah segampang membalikan telapak tangan. Mereka diharuskan mempunyai bukti lahir dari pemerintah Malaysia. Bukti lahir itu tidak akan diperoleh dengan mudah sebab orang tua anak harus mempunyai bukti nikah dari pemerintah Malaysia. Dan untuk memperoleh bukti nikah, maka kedua orang tua harus memegang paspor resmi. Sementara orang tua Anto hanyalah seorang pekerja biasa dengan pendapatan minim yakni RM400 atau setara dengan 1.080.000 dengan kurs Rp. 2700/RM1 dalam sebulan. itupun sebelum dipotong biaya paspor bapak mereka yang mencapai RM80 setiap bulan. Sementara ibu Anto sampai sekarang belum memiliki paspor.

Sementara akses pengembangan pendidikan bagi anak anak TKI di Malaysia yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malysia baru sebatas kerja sama untuk pemberantasan buta aksara yakni baca tulis dan hitung. Itupun dikembangkan melalui sebuah lembaga sosial yakni Humana. Sehingga ruang gerak pemerintah Indonesia untuk mengembangkan pendidikan lanjutan bagi anak anak tenaga kerja Indonesia di Sabah Malaysia tidaklah mungkin.

Beberapa jalanpun ditempuh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan derajat pendidikan anak anak TKI, salah satunya dengan memberikan ujian paket A kepada mereka yang telah mengikuti pembelajaran di sekolah Humana. Namun langkah inipun terhambat lokasi pemberian ujian sebab hanya bisa dilaksanakan di wilayah Nunukan Kalimantan. Sementara anak anak TKI rata rata tinggal jauh kepedalaman sabah.

Salah satu gambarannya adalah Tangkulap. Untuk mencapai akses di Nunukan, maka anak akan mengeluarkan ongkos transpor sampai RM300, dengan lama perjalanan 24 jam. Hal ini akan mustahil dipenuhi oleh orang tua anak untuk sekedar mengikutkan anak anak mereka dalam ujian paket A.

Disamping keberadaan anak yang tidak mau jauh dari orang tua mereka, membuat program ujian paket A yang dilaksnakan di Nunukan hanya dikecap oleh sebahagia kecil anak anak TKI di Sabah Malaysia.

Page 16: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

Janji KJRI Actin Konsulat Jenderal Republik Indonesia Kota Kinabalu Hadi Santoso mengatakan akan dibuka sekolah menengah pertama (SMP) terbuka bagi anak-anak Tenaga Kerja Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan pada tingkat lanjutan pertama menjadi sebuah harapan baru. Hal itu dikemukakan Hadi Santoso kepada peserta Peningkatan Mutu Guru di Keningau Sabah Malaysia 15 Oktober 2009. Apa yang menjadi kegelisahan anak-anak TKI untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi sudah terjawab. Hanya saja, untuk anak-anak yang berada dalam bimbingan belajar Humana masih menjadi tanda tanya. Pasalnya dalam pengembangan pembelajaran anak-anak TKI yang berada diladang sangat tergantung kepada kebijakan perusahaan tempat orang tua mereka bekerja.

Ketergantungan itu, disebabkan biaya pendidikan bagi anak-anak TKI diladang bersumber dari bantuan perusahaan. Bukan dari pemerintah ataupun swadaya masyarakat. Sehingga untuk mengembangkan sebuah pendidikan yang baru, maka kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemeritah Malaysia harus melibatkan perusahaan-perusahaan dimana orang tua anak-anak TKI bekerja.

Bukan hanya terhadap pendidikan lanjutan, bahkan beberapa anak-anak TKI belum mendapatkan layanan pendidikan akibat kebijakan ladang yang sangat ketat. Salah satu cotoh anak-anak TKI yang bekerja di ladang UNICO PLANSTATION. Pada ladang ini belum ditemukan adanya sekolah untuk anak-anak TKI, dan salah satu penyebabnya adalah tidak inginnya pihak ladang bekerjasama dengan Humana ataupun konsulat untuk mengelola sekolah.

SMP Terbuka Langkah Awal Sekolah Menengah Pertama (SMP) Terbuka salah satu solusi yang saat ini digalakkan pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional. Model ini memang sesuai dengan kebutuhan anak-anak TKI di Sabah Malaysia yang anak-anaknya berada pada perladangan. Mereka yang akan ditampung dalam SMP Terbuka adalah anak-anak yang sudah tamat pada pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah-sekolah Humana. Tapi terlebih dahulu harus mengikuti ujian paket A layaknya anak-anak di Indonesia. Memang banyak tandatangan yang akan dihadapi pada pengembangan model sekolah ini, namun juga merupakan kebutuhan muklat anak-anak TKI yang sangat haus akan pendidikan berkelanjutan. Ada diantara anak-anak TKI yang sudah tamat pada pusat bimbingan atau sekolah Humana yang sudah enggan melanjutkan bersekolah lagi dengan alasan membantu orang tuanya mencari rejeki, namun tidak sedikit yang sangat antusias untuk melanjutkan pendidikan. Salah satunya adalah Abdul Harif Bin Landewan yang saban hari mempertanyakan kepada gurunya akan kesiapannya mengikuti pembelajaran di SMP Terbuka. Pada ladang Tangkulap District Sandakan Sabah Malaysia ada puluhan anak-anak yang sudah mengenyam pendidikan pada sekolah Humana yang tidak lagi

Page 17: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

melanjutkan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi. Diantara mereka, ada beberapa orang yang sudah mengikuti ujian paket A pada tahun 2010. Mereka inilah yang bakal menjadi murid pertama pelaksanaan pendidikan SMP Terbuka. Di satu sisi, pelaksanaan SMP Terbuka pada ladang Tangkulap mendapat dukungan dari pihak perusahaan setempat. Bahkan orang tua anak yang telah mengikuti pembelajaran pada sekolah Humana sangat merespon rencana pembentukan sekolah tersebut. Tinggal bagaimana guru yang akan mengelolan dan mengajar untuk pembelajaran SMP Terbuka. Persoalan guru memang sesuatu yang sakral di tempat ini, karena pengiriman guru yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional hanya bersifat kontrak, itupun hanya dua tahun masa kontrak untuk seorang guru, sementara pengelolaan sekolah lanjutan yang masih baru haruslah dikelola secara intens. Contohnya pada pengiriman guru tahun 2009-2011, ketika itu guru baru menirimkan data calon murid dan rencana pendirian SMP Terbuka untuk ladang Tangkulap ke Depertemen Pendidikan Nasional, ternyata sudah waktunya ditarik dari Sabah Malaysia. Penyebabnya karena kontrak kerja yang ditentukan Depdiknas sudah habis. Ini sangat berdampak pada rencana pendirian dan pembelajaran anak-anak TKI pada sekolah lanjutan, walaupun akan ada pengganti guru yang baru dari Indonesia. Karena ini langkah baru, maka kita patut bersyukur mudah-mudahan sukses dan dapat mengakomodasi harapan anak-anak Tenaga Kerja Indonesia seperti Abdul Harif Bin Landewan untuk mengenyam pendidikan sesuai harapannya. Amin Wassalam.

Page 18: Kisah Anak TKI di Sabah Malaysia - Aminullah orang setempat, nama Tangkulap diartikan sebagai tempat menangkap ikan (tangkul- bahasa setempat) karena daerah ini sebelumnya merupakan

BIOGRAFI PENULIS Aminullah. Lahir di Tabuakkan 24 November 1972 dari pasangan Malayu Irsyad Daeng Salle dan Bonra Daeng Rela. Sebagai anak ke Tiga dari Lima bersaudara. Mengenyam Pendidikan Dasar pada SD Negeri Bontorikong, dan melanjutkan ke SMP Negeri Bontonompo, dan SMA Negeri Bontonompo.

Pada tahun 1998 selesai S1 pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidik (IKIP) Ujung Pandang dan tercatat sebagai pegawai di Balai Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (BPPNFI) Regional V Makassar pada tahun 2005.

Menikah dengan Herawaty dan di karunia Tiga putra dan Satu putri. Pernah menggeluti dunia pers selaku wartawan SKH Tegas, Media Aktual, Realita, Sungguminasa Pos dan Majalah Target Tuntas. Pada tahun 2009-2011 menjadi guru kontrak anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Sabah Malaysia.