ii. tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran 2.1. … · ekonomi dapat bersifat internasional karena...

36
10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Liberalisasi Perdagangan 2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara. Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009). Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka). Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Hady, 2001) : 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional, 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya

Upload: builiem

Post on 08-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Konsep Liberalisasi Perdagangan

2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong

industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan

multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu

ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara.

Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu

negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta

pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009).

Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi

khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang

transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan

kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian

dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah

kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang

menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus

dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah

kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan

penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan

ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan

penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka).

Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena

pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut

(Hady, 2001) :

1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus

uang serta transfer teknologi secara internasional,

2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan

industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya

11

pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi

ekonomi regional,

3. Persaingan yang semakin ketat antarnegara ataupun perusahaan untuk

meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.

Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk

memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian

halnya dengan perdagangan internasional. Setiap eksportir dan importir yang

melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan dari perdagangan

tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman dan Maurice (2004)

mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah

untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) yaitu penghematan biaya rata-

rata produksi melalui spesialisasi.

Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada

suatu negara berupa: (i) sarana untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat

melalui proses pertukaran; (ii) spesialisasi dan pembagian kerja membuat suatu

negara dapat mengekspor komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih

murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh negara lain, yang

jika diproduksi di dalam negeri membutuhkan biaya yang mahal; (iii) perluasan

pasar produk dan pergeseran kegiatan produksi membuat suatu negara mendapat

keuntungan berupa peningkatan pendapatan nasional yang akan meningkatkan

output dan laju pertumbuhan ekonomi; (iv) dapat mendorong kenaikan investasi

dan tabungan melalui alokasi sumber-sumber yang lebih efisien.

2.1.2. Teori Perdagangan Internasional

2.1.2.1.Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan

perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi

kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat

melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang

pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute

disadvantage-nya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan

komparatif) dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih

12

besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore,

2007).

Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi

terjadinya liberalisasi antara lain Teori Keunggulan Komparatif. David Ricardo

menyempurnakan teori keunggulan absolut dari Adam Smith dengan

mengemukakan teori keunggulan komparatif. Teori Keunggulan Komparatif

menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan

dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja

sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6)

tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja.

Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif karena konsep

ini merupakan konsep yang paling penting dalam teori perdagangan internasional.

Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa

yang paling baik mereka produksi. Tidak seperti model perdagangan internasional

lainnya, model ini memprediksi dimana negara akan menjadi spesialis penuh

dibandingkan memproduksi berbagai macam komoditi. Menurut teori labor

efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional

jika melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor atas komoditi yang

diproduksi dengan biaya yang lebih efisien dan mengimpor komoditi yang kurang

efisien.

Kelebihan teori klasik comparative advantage adalah perdagangan

internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara

yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut

memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage atau production

comparative advantage. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat

menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.

2.1.2.2.Teori Perdagangan Kelimpahan Faktor Heckser-Ohlin (Neoklasik)

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia

yaitu Eli Heckser (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan

mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori

keunggulan komparatif. Teori klasik mempunyai kelemahan sehingga muncullah

13

teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan

internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor

(faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore,

2004:116). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab

perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan

penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut.

Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya

jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh

masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan

harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal

sebagai „The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang

memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam proses produksinya

akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya.

Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara

tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam

memproduksinya.

Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang

impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah atau

proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang X di kedua

negara cenderung sama demikian pula harga barang Y di kedua negara

cenderung sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang padat modal dengan negara

yang padat karya.

5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi

dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor

produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi.

Sehingga negara yang padat modal akan mengekspor produk yang padat

modal dan akan mengimpor produk yang padat karya, sedangkan negara

14

padat karya akan mengekspor produk yang padat karya dan akan

mengimpor produk yang padat modal.

2.1.2.3.Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional

Berdasarkan teori perdagangan neoklasik, dapat dirangkum hubungan

antara perdagangan dan pembangunan, antara lain:

1. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar konsumsi suatu

negara dan meningkatkan output dunia serta memberikan akses kepada

sumber daya yang langka dan pasar internasional yang memiliki potensial

untuk mengembangkan produk ekspor. Tanpa adanya produk-produk

tersebut, negara miskin tidak dapat mengembangkan perekonomian

nasionalnya.

2. Adanya perdagangan dapat meningkatkan pemerataan distribusi

pendapatan dan kesejahteraan dalam lingkup domestik maupun

internasional. Hal ini terjadi melalui proses penyamaan harga-harga faktor

produksi di semua negara serta peningkatan pendapatan riil bagi negara

yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional yang

pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di

dunia secara keseluruhan (misalnya, meningkatkan upah relatif tenaga

kerja di negara yang kaya akan tenaga kerja dan menurunkan upah di

negara-negara yang kekurangan tenaga kerja).

3. Perdagangan membantu semua negara dalam proses pembangunan

mereka melalui promosi sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan

komparatif, baik itu berupa keunggulan efisiensi tenaga kerja, atau

kelimpahan atas faktor produksi tertentu. Perdagangan juga dapat

membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala

ekonomis yang mereka miliki.

4. Jika perdagangan dunia yang bebas tercipta, maka harga dan biaya

produksi internasional akan mampu berfungsi sebagai suatu determinan

pokok mengenai seberapa banyak sebuah negara harus berdagang dalam

rangka memaksimalkan kesejahteraan nasionalnya. Negara akan bertindak

15

sesuai prisip-prinsip keunggulan komparatif, dan tidak akan menggangu

mekanisme pasar bebas.

5. Yang terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan, setiap negara menerapkan kebijakan internasional yang

berorientasi ke luar.

2.1.2.4.Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional

Ada enam asumsi dasar dalam model perdagangan neoklasik yang perlu

untuk dicermati. Keenam asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Segenap faktor produksi atau sumeberdaya produktif yang ada di setiap

negara dianggap baku dan konstan (dianggap tidak berubah, baik kualitas

maupun kuantitas). Penggunaan faktor produksi juga diasumsikan telah

didayagunakan secara penuh dan tidak ada pergerakan atau mobilitas

faktor produksi antarnegara baik itu modal maupun tenaga kerja.

2. Teknologi-teknologi produksi dinyatakan baku. Penyebaran teknologi

seperti itu diyakini akan menguntungkan semua pihak. Selera konsumen

juga dianggap baku dan tidak dipengaruhi sedikit pun oleh para produsen

(prinsip kedaulatan konsumen internasional).

3. Dalam lingkup domestik, seluruh sumberdaya bebas berpindah dari satu

kegiatan produksi ke kegiatan produksi lainnya. Perekonomian secara

keseluruhan ditandai oleh adanya persaingan yang sempurna (tidak ada

oligopoli, apalagi monopoli) dan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian

dalam lingkungan usaha yang dalam kenyataannya sangat penting itu

justru tidak diperhitungkan sama sekali.

2.1.2.5.Analisis Keseimbangan Parsial

Terdapat banyak dukungan dan kritik terhadap kegiatan perdagangan

bebas internasional, namun dengan adanya kegiatan perdagangan antarnegara,

harga relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara mencerminkan

keunggulan komparatif yang dimilikinya, ini merupakan dasar bagi

berlangsungnya perdagangan yang memberi keuntungan bagi kedua belah pihak.

Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke

16

negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya

perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga

domestik negara B (Gambar 2.1).

Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi

domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A

telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian,

negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi

domestiknya lebih besar daripada produksi domestik (excess demand) sehingga

harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan

untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika

kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi

perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara

adalah sama.

Gambar 2.1. memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan

internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB.

Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi

dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga

internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan

PA, maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga

internasional sama dengan PB, maka di negara A akan terjadi excess supply (ES)

sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dan harga yang terjadi

di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka

negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan

mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional besar X sama

dengan M yaitu Q*.

17

Sumber : Salvatore (1996)

Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional

Keterangan:

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan

internasional

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A

(pengekspor) .

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa

perdagangan internasional.

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan

internasional.

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B

(pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

B : Kelebihan permintaann (excess demand) di negara A (pengimpor)

tanpa perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B.

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan

internasional.

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana

jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

B

O Q*

ED

QB

Negara B

ES

M

SB DB

PB

P*

X

SA A DA

QA

PA

Negara A Perdagangan

18

2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan

2.1.3.1.Pengertian Liberalisasi Perdagangan

Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan

liberalisasi dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara dan semakin

berorientasi ke luar (outward-oriented). Pengertian dari kebijakan liberalisasi

adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan

pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal atau terbuka. Secara khusus,

perubahan ke arah yang semakin netral tersebut meliputi penyamaan insentif

(rata-rata) diantara sektor-sektor perdagangan. Suatu negara dianggap

menjalankan kebijakan liberalisasi perdagangan apabila terjadi pengurangan

tingkat intervensi secara keseluruhan serta pengurangan hambatan-hambatan

dalam perdagangan. Selain itu, kebijakan yang liberal juga dapat ditandai melalui

semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian.

Orientasi kebijakan perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat

struktur proteksi dan sistem insentif yang diberlakukan. World Bank

mengklasifikasikan negara-negara dalam kelompok berdasarkan orientasi

perdagangan untuk melihat performa ekspor menjadi empat kelompok yaitu

strongly outward oriented countries, moderately outward oriented countries,

moderately inward oriented countries, strongly inward oriented countries.

Indonesia pada periode tahun 1963-1973 masuk dalam kelompok moderately

outward oriented sedangkan pada tahun 1973-1985 menjadi moderately inward

oriented. World Bank menyimpulkan bahwa negara yang tergolong outward

oriented memiliki performa lebih baik daripada negara yang inward oriented.

Dilihat dari sudut pandang teori kebijakan, teori tentang kebijakan

menyatakan bahwa hambatan perdagangan menyebabkan distorsi bagi

perekonomian yang menyebabkan pada misalokasi sumber daya di dunia. Distorsi

semakin besar jika negara yang menerapkannya adalah negara kecil yaitu negara

yang tidak dapat memengaruhi perilaku negara lain melalui kebijakan-

kebijakannya. Dibalik alasan untuk memproteksi industri-industri baru di dalam

negeri, hambatan dalam perdagangan tetap mendatangkan distorsi. Berkaitan

dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua

kelompok yaitu kebijakan substitusi impor dan ekspansi atau promosi ekspor.

19

Substitusi impor sering dikaitkan dengan kebijakan proteksi yang

dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang masih

muda agar dapat bersaing dengan industri luar negeri. Secara sederhana substitusi

impor diartikan sebagai suatu usaha negara untuk melakukan substitusi barang-

barang impor dengan barang-barang sejenis yang diproduksi oleh industri

domestik. Substitusi impor merupakan alternatif strategi pembangunan yang

mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor.

Strategi substitusi impor membuat pemerintah suatu negara lebih memilih untuk

menghasilkan produk-produk yang selama ini diimpor dari negara lain.

Ada dua alasan mengapa negara berkembang menerapkan strategi

substitusi impor. Pertama, substitusi impor diterapkan untuk memenuhi

permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu membutuhkan

teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, substitusi impor dapat

menghemat pengeluaran devisa melalui penurunan belanja dalam bentuk valuta

asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan. Substitusi

impor lebih bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga

kerja sangat minim.

Ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi yang identik

dengan usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional.

Alasan diberlakukannya ekspansi ekspor adalah memungkinkan terciptanya arus

modal internasional dan jaringan pertukaran keterampilan, teknologi, dan

manajemen. Strategi tersebut juga akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih

besar bila dibandingkan dengan substitusi impor. Hal ini dikarenakan ekspansi

ekspor lebih bersifat padatkarya dan sangat berperan dalam penyerapan tenaga

kerja. Keuntungan dari ekspansi ekspor adalah dapat meningkatkan pemasukan

negara berupa cadangan devisa. Namun, strategi ini berpotensi meningkatkan

pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang

pada akhirnya akan menimbulkan defisit pada neraca perdagangan.

Kebijakan dalam rangka liberalisasi juga dapat dikelompokkan menjadi

dua yaitu yang dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara

bilateral atau regional. Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan

kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang unilateral adalah kebijakan yang

20

secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan regional atau

bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan secara

bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan

baik bilateral maupun regional.

2.1.3.2.Dukungan dan Tantangan terhadap Perdagangan Bebas

Ada beberapa persoalan dan argumen utama di seputar perdebatan antara

para penganjur perdagangan bebas yang mengutamakan pembangunan yang

berorientasi ke luar dan strategi promosi ekspor dengan para penganjur yang

menentang perdagangan bebas dan sebaliknya menganjurkan proteksi yang lebih

besar yaitu dengan penetapan strategi substitusi impor. Menurut Todaro (2006),

argumen-argumen yang menentang perdagangan bebas, antara lain: (1)

terbatasnya laju pertumbuhan atas permintaan dunia terhadap ekspor primer dari

negara-negara Dunia Ketiga; (2) kemerosotan dasar-dasar perdagangan atau nilai

tukar perdagangan secara sepihak yang dialami oleh negara-negara berkembang

penghasil komoditi primer; serta (3) terus meningkatnya “proteksionisme baru” di

kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produk-

produk pertanian olahan dari negara-negara berkembang.

Para pendukung perdagangan bebas juga berkeyakinan bahwa liberalisasi

perdagangan yang meliputi upaya promosi ekspor, devaluasi mata uang domestik,

penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional, serta

pengikisan distorsi-distorsi harga merupakan syarat terciptanya pertumbuhan

ekonomi dan peningkatan ekspor. Pada hakikatnya perdagangan bebas memiliki

sejumlah keuntungan, diantaranya:

1. Perdagangan bebas dapat meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi

segenap sumberdaya serta menciptakan skala ekonomis di bidang-bidang

ekonomi di mana negara berkembang memiliki keunggulan komparatif.

Namun, konsekuensinya adalah perdagangan bebas akan menurunkan

biaya-biaya produksi pada umumnya.

2. Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada

peningkatan efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta menyempurnakan

mutu teknologi-teknologi produksi.

21

3. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai

laba dan merangsang tabungan serta investasi.

4. Perdagangan bebas akan menciptakan capital inflow, keahlian, dan

teknologi dari luar negeri, yang merupakan sumber daya yang sangat

dibutuhkan, tetapi langka di negara berkembang.

5. Perdagangan bebas akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk

membiayai impor.

6. Perdagangan bebas akan menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat

adanya intervensi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor

maupun pasar valuta asing.

7. Perdagangan bebas memungkinkan negara-negara berkembang untuk

mengambil keuntungan penuh dari reformasi yang dilakukan WTO.

2.2. Konsep mengenai Beban Utang Luar Negeri

2.2.1. Teori Three Gap Model

Dalam perekonomian, terdapat tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi,

defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit tersebut harus

dibiayai melalui utang luar negeri melalui pendekatan pendapatan nasional.

Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori

Three Gap Model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional

(Basri,1995), yaitu:

Sisi Pengeluaran

Y = C + I + G + (X-M) (2.1)

Keterangan:

Y = GDP

G = pengeluaran pemerintah

X = ekspor barang dan jasa

M = impor barang dan jasa

C = konsumsi masyarakat

I = investasi

Sisi Pendapatan

Y = C + S + T (2.2)

22

Keterangan:

S = tabungan domestik

T = penerimaan pajak pemerintah

Jika kedua identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh:

(M – X) = (I – S) + (G – T) (2.3)

Keterangan:

M – X = defisit transaksi berjalan

G – T = defisit anggaran pemerintah

I – S = defisit tabungan investasi

Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut

diperlihatkan dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran,

yaitu:

Dt = (M – X)t + Dst – NFLt + Rt + NOLt (2.4)

Keterangan:

Dt = utang pada tahun t,

(M – X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t,

Dst = pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) tahun t,

NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t,

Rt = cadangan otoritas moneter tahun t,

NOLt = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain

pada tahun t.

Persamaan ini menunjukkan bahwa utang luar negeri (sisi kiri) digunakan untuk

membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas

moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti

capital flight. Bila persamaan (2.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.4),

maka akan diperoleh persamaan :

Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt (2.5)

Identitas (2.5) ini menunjukkan, selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan,

utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah,

serta kesenjangan tabungan – investasi dengan utang luar negeri.

Todaro (2006)

berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri merupakan

suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak

23

memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah

negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar

negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam

usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa

kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.

2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang

Kurva Laffer Utang (Debt Laffer Curve) adalah kurva yang

menggambarkan hubungan antara jumlah utang luar negeri dan kemampuan

membayar utang tersebut dimana peningkatan stok utang dapat mengurangi

kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Teori ini menggambarkan efek

akumulasi utang terhadap pertumbuhan GDP. Menurut teori ini, pada dasarnya

utang itu diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan utang akan

memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu

titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang merupakan kebutuhan normal

setiap negara. Namun, pada saat stok utang telah melebihi batas tersebut, maka

penambahan utang mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Sumber : Pattillo dalam Listiani, 2002

Gambar 2.2. Kurva Laffer Utang

Gambar 2.2. menjelaskan bahwa pada titik OA, penambahan jumlah utang

berhubungan positif terhadap peningkatan kemampuan membayar utang sampai

B

Expected Debt Repayment

Debt Overhang

Debt Stock

A

O

24

pada titik batas (debt overhang). Debt overhang merupakan kondisi dimana

negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan

pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Apabila

jumlah utang luar negeri selalu meningkat melebihi titik batas (titik OB), maka

akan berhubungan negatif terhadap kemampuan membayar utang. Hal ini akan

menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang menimbulkan

kewajiban pembayaran utang yang besar sehingga meningkatkan pajak untuk

membayar pelunasan utang. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan investasi

yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun.

2.3. Tinjauan Teoritis

2.3.1. Teori Trade Openness

Negara yang melakukan liberalisasi perdagangan merupakan negara yang

menganut sistem perekonomian terbuka, dimana penduduk negara tersebut telah

melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain baik itu sektor rumah

tangga, sektor perusahaan, maupun sektor pemerintah. Negara yang mempunyai

kelebihan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia

dapat melakukan spesialisasi yaitu dengan memproduksi barang dan jasa yang

mempunyai keunggulan komparatif di negara tersebut. Hasil produksi tersebut

dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk ekspor ke luar negeri.

Sedangkan barang dan jasa yang tidak mampu diproduksi dalam negeri dapat

diimpor dari luar negeri.

Pendapatan dari ekspor merupakan sumber devisa negara. Negara dapat

melakukan ekspor jika barang dan jasa negara yang bersangkutan mempunyai

daya saing di pasar internasional. Ekspor merupakan salah satu komponen dari

pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor,

semakin besar pengeluaran agregat, dan semakin tinggi pula pendapatan nasional

yang diperoleh oleh negara yang bersangkutan. Namun, pendapatan nasional yang

tinggi belum tentu meningkatkan ekspor. Sifat yang seperti ini menunjukkan

bahwa ekspor dianggap sebagai variabel eksogen (Lihat Gambar 2.3. bagian a).

Impor mempunyai sifat yang berlawanan terhadap ekspor. Semakin besar

impor, semakin tinggi pula devisa yang digunakan untuk membiayai impor dan

25

akan mengurangi pendapatan nasional, hal ini menunjukkan bahwa terdapat

hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya

ditentukan oleh kecenderungan mengimpor atau MPM (m).

m = ∆M ∆Y (2.6)

Hubungan antara impor dan pendapatan nasional secara matematis dirangkum

oleh fungsi impor sebagai berikut:

M = Mo + mY (2.7)

Dimana:

M = jumlah impor

Mo = jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y

m = marginal propencity to import.

Y = pendapatan nasional

Sumber: Deliarnov (1995)

Gambar 2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat

Pendapatan Nasional

Keterangan :

a. Ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya

pendapatan nasional.

b. Impor dan pendapatan nasional yang berkaitan erat. Makin besar pendapatan

nasional, makin besar impor, ditentukan oleh marginal propencity to import.

o o

X

X

Y

M

Y

M=Mo + mY

M0

M

g

Y

Y

y

Y

g

Y

Y

y

∆ a b

)

)

)

26

Keseimbangan Perekonomian Terbuka

Pengeluaran agregat domestik dari negara yang menganut sistem

perekonomian terbuka terdiri dari pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga,

pengeluaran investasi oleh perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran

unutk membeli barang impor.

Y= C + I + G – M (2.8)

Tanda M negatif dikarenakan pengeluaran tersebut bukan diterima oleh

perusahaan-perusahaan dalam negeri, melainkan oleh pihak luar negeri. Tetapi

sebagian produk dalam negeri ada pula yang diekspor ke luar negeri. Dengan

demikian jumlah pengeluaran agregat menjadi:

Y= C + I + G + (X – M) (2.9)

Perdagangan yang terbuka ditandai dengan adanya ekspor dan impor. Nilai (X-M)

merupakan ekspor bersih. Tanda ini bisa positif bisa pula negatif. Apabila

tandanya positif berarti jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak

daripada barang yang diimpor dari luar negeri. Tanda negatif berarti sebaliknya.

Pengeluaran agregat terdiri dari dua bagian, yaitu pengeluaran yang

bersifat otonom (autonomous) dan pengeluaran yang sifatnya terpengaruh

(induced). Pengeluaran agregat yang otonom jumlahnya tidak dipengaruhi oleh

pendapatan nasional. Yang termasuk di dalam pengeluaran yang otonom ini

adalah Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Sedangkan yang

dikategorikan ke dalam pengeluaran yang terpengaruh adalah pengeluaran untuk

konsumsi (C) dan impor (M). Dilain pihak penawaran agregat adalah

penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga, tabungan, pajak dan

transfer, atau:

AS = C + S + T - Tr (2.10)

Keseimbangan perekonomian terbuka akan tercapai jika:

C + I + G + (X – M) = C + S + T – Tr (2.11)

Jika C dihilangkan dari kedua sisi, dan M dipindahkan ke kanan,maka rumus

keseimbangan menjadi:

I + G + X = S + T + M – Tr (2.12)

Keseimbangan pendapatan nasional perekonomian terbuka secara grafis dapat

dilihat pada Gambar 2.4.

27

Gambar 2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka

Keterangan:

Keseimbangan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian terbuka tercapai

pada saat C + I + G + (X – M), terjadi pada titik E. Cara lain untuk mencari

keseimbangan dalam perekonomian empat sektor ialah pada saat I + G + X = S +

T + M – Tr, yang seperti terlihat pada panel bawah juga terjadi pada titik E.

2.3.2. Teori Suku Bunga

Menurut Lipsey, dkk (1995) suku bunga adalah harga yang dibayarkan

untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Suku bunga

dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku

bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan

E

C + I

C,I,G, (X-M)

C + I + G + (X – M)

C = a + bY

C + I + G + (X – M)

a

0 Y*

Y

0

Y*

Y

I,G,X ,dan S,T,M S + T +M - Tr

I + G + X

28

jumlah uang yang dipinjam. Sedangkan suku bunga riil merupakan rasio daya beli

uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku

bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi.

Menurut Mankiw (2006), suku bunga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu suku

bunga nominal dan suku riil. Suku bunga nominal merupakan suku bunga yang

dibayarkan oleh bank, sedangkan suku bunga riil merupakan kenaikan dalam daya

beli masyarakat. Efek Fisher menyatakan i adalah suku bunga nominal, dan r

adalah suku bunga riil serta adalah ekspektasi inflasi, maka hubungan ketiga

variabel ini dapat ditulis sebagai berikut:

i = r + (2.13)

Pada persamaan 2.13 terlihat bahwa suku bunga nominal merupakan penjumlahan

dari suku bunga riil dan ekspektasi inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa suku

bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu suku bunga riil yang berubah atau

ekspektasi inflasi yang berubah.

Suku Bunga Internasional (LIBOR)

LIBOR (London Interbank Offered Rate) adalah suku bunga pinjaman

antar bank yang diberlakukan oleh bank-bank London dan digunakan sebagai

landasan untuk suku bunga bank di seluruh dunia sebagai suku bunga

internasional. Edward dan Khan (1985) dalam Kinantiarin, mengatakan bahwa

suku bunga ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi pendapatan nasional, ekspektasi inflasi, dan jumlah uang beredar.

Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan

tingkat ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing.

Keseimbangan pasar uang melibatkan unsur utamanya, yaitu permintaan

dan penawaran uang. Bila mekanisme pasar dapat berjalan tanpa hambatan maka

pada prinsipnya keseimbangan di pasar uang dapat terjadi, dan merupakan wujud

kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang. Apabila suku

bunga domestik lebih besar dari suku bunga internasional, maka aliran modal

akan masuk ke dalam negeri. Capital inflow menyebabkan penawaran akan mata

uang asing meningkat sehingga nilai mata uang asing tersebut terdepresiasi dan

nilai mata uang domestik terapresiasi. Harga domestik lebih mahal dibandingkan

29

harga luar negeri dan menyebabkan impor lebih besar dari pada ekspor dan akan

meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan yang juga akan meningkatkan

utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya, apabila suku bunga dalam negeri lebih

kecil dibanding suku bunga internasional maka terjadi capital outflow yang

menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi dan akan meningkatkan ekspor

serta mengurangi utang luar negeri (perhatikan gambar 2.5).

John Maynard Keyness mengkritik teori ekonomi klasik tentang

pengembangan teori suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya

untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini

untuk menjelaskan suku bunga untuk jangka pendek. Suku bunga menurut

Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang

kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang

dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak

diterimanya tingkat bunga tertentu. Dalam teori ini terdapat dua macam investasi

yang dapat dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Keyness mengatakan bahwa,

peningkatan permintaan terhadap uang akan menaikkan suku bunga.

(a) Pandangan Klasik

r1

r0

r2

0

Suku bunga

Jumlah Investasi I0 I2 I1

E2

E

Sm

S‟m E1

Dm

D‟m

30

(b) Pandangan Keynes

Sumber: Sukirno (1985)

Gambar 2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga

2.3.3. Teori GDP

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Produk, GDP), merupakan

pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa

(Mankiw, 2006). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk mengukur

kinerja perekonomian, tujuannya adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu

nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam suatu perekonomian

yang hanya memproduksi satu jenis barang, GDP dapat dihitung dengan cara yang

sederhana yaitu dengan menambahkan pengeluaran total atas barang tersebut.

Namun, dalam perekonomian yang lebih kompleks, GDP diartikan sebagai nilai

pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama

kurun waktu tertentu.

GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal dihitung

dengan cara menjumlahkan nilai dari seluruh barang yang diproduksi yaitu harga

dikali jumlah barang. Ukuran ini tidak dapat mecerminkan sejauh mana

perekonomian bisa memenuhi permintaan rumah tangga, perusahaan dan

pemerintah. Jika seluruh harga digandakan tanpa ada perubahan dalam jumlah,

maka GDP akan berlipat ganda. GDP yang berlipat ganda ini bukan berarti bahwa

perekonomian telah berhasil memuaskan permintaan konsumen secara berlipat

ganda. Karena ukuran perekonomian melalui GDP nominal bukanlah ukuran

terbaik, maka digunakanlah GDP riil yang merupakan ukuran kemakmuran

Suku bunga

M0 M1

r1

r0

LP

Jumlah uang

31

ekonomi yang lebih baik dalam menghitung output barang dan jasa dalam

perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Penghitungan

GDP riil menggunakan harga konstan dan menunjukkan apa yang akan terjadi

terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP

yang digunakan untuk mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh

tingkat harga dalam perekonomian disebut GDP deflator. GDP deflator juga

disebut dengan deflator harga implisit untuk GDP dan didefinisikan sebagai rasio

GDP nominal terhadap GDP riil.

Ukuran Rantai Tertimbang GDP Riil

Penghitungan GDP riil menggunakan harga yang tidak pernah berubah

atau konstan. Penggunaan harga yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan

bahwa harga tidak mengalami kenaikan atau penurunan dan tidak mengikuti

perkembangan zaman. Misalnya harga mobil turun secara signifikan, sementara

uang perkuliahan naik dari tahun ke tahun. Ketika menilai produksi mobil dan

pendidikan tidak tepat apabila kita menggunakan harga yang diberlakukan

sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, Biro Analisis Ekonomi memperbaharui harga

secara periodik untuk menghitung GDP riil, yaitu setiap lima tahun. Harga-harga

itu dipertahankan untuk mengukur perubahan dalam produksi barang dan jasa dari

tahun ke tahun sampai tahun dasar diperbaharui lagi

Pada tahun 1995, Biro Analisis Ekonomi mengumumkan kebijakan baru

yang terkait dengan perubahan tahun dasar. Kebijakan baru tersebut adalah ukuran

rantai-tertimbang GDP riil. Ukuran ini akan memperbaharui tahun dasar secara

terus-menerus. Tingkat pertumbuhan tahun ke tahun yang berbeda-beda kemudian

disatukan oleh rantai tertimbang yang bisa digunakan untuk membandingkan

output barang dan jasa diantara dua waktu. Ukuran ini dinilai jauh lebih baik

daripada ukuran sebelumnya, karena harga yang digunakan untuk menghitung

GDP riil tidak of date.

32

2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs)

2.3.4.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Nilai tukar adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang

negara lain. Pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang

satu negara menjadi mata uang negara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara

meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang antar

masyarakat yang memiliki satu jenis mata uang dan membutuhkan jenis mata

uang lainnya. Nilai tukar (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya

merupakan bagian dari proses valuta asing. Valuta asing mengacu pada mata uang

asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank atau surat sanggup

bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing merupakan harga di mana

pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung; nilai tukar merupakan jumlah

mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata

uang asing (Lipsey, 1995).

Nilai tukar terdiri dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Nilai tukar

nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil

merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs dapat diperoleh

melalui perkalian antara kurs nominal dengan rasio tingkat harga. Rasio tingkat

harga merupakan perbandingan antara harga barang domestik dan harga barang di

luar negeri (Mankiw, 2006).

Kurs Riil = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga

Є = е x (P/P*)

2.3.4.2.Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar internasional yang dianut oleh beberapa negara di dunia,

antara lain; sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar fleksibel. Sistem nilai

tukar tetap merupakan sistem nilai tukar yang bersifat tetap pada nominal tertentu.

Contohnya adalah sistem standar emas dan sistem Bretton Woods. Sedangkan,

sistem nilai tukar fleksibel itu berfluktuasi dengan bebas dan ditentukan oleh

keseimbangan penawaran dan permintaan pasar, tanpa ada intervensi dari

pemerintah. Selain kedua macam sistem nilai tukar yang murni, terdapat sistem

nilai tukar campuran yaitu sistem nilai tukar dengan sistem patok yang masih bisa

33

diubah (adjustable peg) dan sistem mengambang terkendali (managed float).

Dalam sistem adjustable peg, pemerintah menentukan nilai pari dari nilai

tukarnya. Dalam sistem managed float, bank sentral berusaha berperan sebagai

stabilisator atas nilai tukar, namun tidak menetapkan nilai parinya.

Terdapat dua sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, diantaranya:

1) Sistem Nilai Tukar Tetap

Pada sistem nilai tukar tetap, bank sentral melakukan intervensi pada bursa

valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang

telah ditetapkan (Lipsey, 1995). Dengan mematokkan nilai mata uangnya

terhadap mata uang negara tertentu, setiap bank sentral suatu negara harus

mengatur dan menjaga nilai tukar yang dipilih agar dipertahankan tetap. Dalam

sistem ini, terdapat permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan antara

permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang

dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan jangka pendek dari ketidakseimbangan

ini dapat diatasi dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual

sebanyak yang diperlukan.

Apabila permintaan atas mata uang suatu negara meningkat, maka dapat

terjadi apresiasi mata uang. Namun, dalam sistem nilai tukar tetap, harga mata

uang tidak boleh naik atau turun. Oleh karena itu, pemerintah harus

mempertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi apresiasi dengan cara

membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan

menambah cadangan valuta asingnya. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan

atas mata uang suatu negara rendah, maka dapat terjadi depresiasi. Oleh karena

itu, pemerintah harus memertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi

depresiasi dengan cara menjual mata uang asing dan membeli mata uangnya

sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Namun, apabila

permasalahan ketidakseimbangan terjadi dalam jangka panjang, maka akan sulit

untuk mempertahankan nilai patokannya, yaitu nilai parinya.

2) Sistem Nilai Tukar Fleksibel

Sistem nilai tukar fleksibel ditentukan oleh permintaan dan penawaran

mata uang suatu negara tanpa ada intervensi dari pemerintah. Sistem ini sering

dinamakan dengan sistem nilai tukar bebas atau sistem nilai tukar mengambang.

34

Negara yang menganut sistem nilai tukar ini akan mengalami fluktuasi nilai mata

uang yang jauh lebih besar dan akan memengaruhi kondisi makroekonomi negara

tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi ini dapat membuat

ketidakpastian dalam kegiatan perdagangan.

Harga valuta asing (nilai tukar) yang meningkat disebut depresiasi atas

mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal dan nilai relatif

mata uang dalam negeri menurun. Sebaliknya, turunnya harga valuta asing (nilai

tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing lebih murah dan

harga relatif mata uang domestik meningkat. Misalnya, apabila nilai dolar

terhadap rupiah naik dari 7.000 Rupiah menjadi 7.500 Rupiah (dalam arti lain,

nilai Rupiah terhadap Dolar menurun dari 0,0001429 US$ menjadi 0,0001333

US$), dikatakan bahwa Rupiah terdepresiasi dan Dolar mengalami apresiasi.

Nilai tukar sangat memengaruhi kegiatan perdagangan. Apabila nilai mata

uang domestik terdepresiasi maka harga produk di dalam negeri lebih murah

dibandingkan dengan harga internasional sehingga akan meningkatkan ekspor,

begitu juga sebaliknya. Apabila nilai mata uang domestik mengalami apresiasi,

maka impor negara tersebut akan melebihi ekspornya, sehingga net ekspor

(ekspor dikurangi impor) akan menurun. Perhatikan gambar 2.6.

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto

ԑ 2

ԑ 1

NX2 NX1 Ekspor neto, NX

Kurs riil,

ԑ

35

2.4. Model Ekonometrika

2.4.1. Model VAR

2.4.1.1.Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model

Dua variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first

differnce, mempunyai kemungkinan akan terjadi kointegrasi yaitu terdapat

hubungan jangka panjang di antara keduanya. Terdapat tiga cara untuk menguji

kointegrasi yaitu: (1) Uji Kointegrasi Engle-Granger, (2) Uji Cointegrating

Regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) Uji Johannsen Cointegrating.

Apabila kedua data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi,

berarti ada keseimbangan antara kedua variabel tersebut atau ada hubungan

jangka panjang. Dalam jangka pendek ada kemungkinan terjadi

ketidakseimbangan, maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi

kesalahan (error correction model atau ECM).

Model ECM diperkenalkan oleh Sargan yang dikembangkan oleh Hendry

dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dijalankan oleh

Engle dan Granger memerlukan dua tahap, sehingga disebut two step EG. Tahap

pertama adalah menghitung nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap

kedua adalah melakukan analisis regresi dengan memasukkan residual dari

langkah pertama (Firdaus, 2011)

2.4.1.2.Uji Kausalitas

Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas

diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui

apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja

forecasting dari variabel terikat (dependent variable). Granger melakukan

pengujian hubungan sebab-akibat dengan menggunakan F-test bertujuan untuk

menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik

yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X.

2.4.1.3.Vektor Autoregression (VAR)

Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah kerangka

keraja makroekonomi yakni Vektor Autoregression (VAR). Firdaus (2011)

36

memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan

sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal

(single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel

dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan

dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya

sendiri serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Dengan demikian, dalam konteks

ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series (Firdaus,

2006). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang

dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan

mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting, inferensi struktural,

seta analisis kebijakan.

Alat analisa yang disediakan oleh VAR, yakni, Forecasting, Granger

Causality Test, Impulse Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance

Decomposition (FEVD). Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan

nilai masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa

lalu variabel. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan

sebab-akibat anta variabel. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk

melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau

guncangan suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition

(FEVD) merupakan parameter untuk mengukur prediksi kontribusi presentase

varians terhadap perubahan suatu variabel tertentu (Firdaus, 2011).

Model Vector Auto Regression sama seperti model ekonometrika lainnya.

VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model.

Spesifikasi model VAR menurut Arsana dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan

variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan penentuan

banyaknya lag yang digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model

adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model.

Pada proses identifikasi akan dijumpai beberapa kondisi yakni kondisi

overidentified dan kondisi exactly identified atau just identified. Kondisi

overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah

parameter yang ingin diestimasi, sementara kondisi exactly identified atau just

37

identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang

diestimasi sama.

Keadaan yang underidentified terjadi jika jumlah informasi kurang dari

jumlah parameter yang diestimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam

keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Pemilihan selang

optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike

Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun

Hannan-Quinn Criterion (HQ).

Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama

sebagai berikut:

yt = b10 – b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt (2.6)

zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt (2.7)

Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu

sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari

perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt.

Persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) bukanlah persamaan dalam bentuk reduced-

form karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak

terhadap yt.

Bentuk persamaan di atas adalah bentuk primitif. Dari bentuk tersebut

dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reduced-

form). Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004):

Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 +…+ ApYt-p +et (2.8)

dimana,

Yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam

sebuah model VAR,

A0 = vektor intersep berukuran (n x 1),

Ai = matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i = 1,2,..,p,

et = vektor error berukuran (n x 1).

Bentuk persamaan bivariate model VAR di atas adalah sebagai berikut:

yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + eyt (2.9)

zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + ezt (2.10)

38

Model VAR merupakan solusi atas kritikan terhadap model persamaan

simultan, yaitu:

1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada

agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada

hasil yang hilang (omitted interrelation).

2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan

untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan

identifikasi dari bentuk struktural.

Menurut Gujarati (1978), metode VAR memiliki keunggulan

dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain:

1. Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja

berdasarkan data, dimana tidak perlu dikhawatirkan mana variabel yang

bersifat endogen dan mana variabel yang bersifat eksogen.

2. Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem

yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan

variabel di dalam sebuah persamaan.

3. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat

tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem

persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang

bersifat endogen.

5. Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang

diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model

persamaan simultan yang lebih kompleks.

6. Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam

memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel

ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur.

Metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Gujarati (1978),

beberapa kelemahan dari metode VAR adalah:

1. Model VAR sering disebut model yang tidak struktural, karena dianggap

a-teoritis dengan menggunakan lebih sedikit informasi dari teori-teori

terdahulu.

39

2. Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih

menekan pada hasil estimasi prediksi (forecast).

3. Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau

pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak

dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan

mengurangi degree of freedom.

4. Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi

dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan

jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam

transformasi.

5. Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam

menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena

pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock

pada error term.

2.4.2. Teori VECM

Vector Error Correction Model atau VECM adalah bentuk VAR yang

terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi

memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya

kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo

yang sama (Enders, 2004). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi

kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Dianjurkan untuk memasukkan

persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series stasioner

pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1).

VECM digunakan apabila data yang digunakan memiliki derajat

stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya

adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan

baru sebagai berikut :

Δyt = b10 + b11Δyt-1 + b12Δzt-1 – λ(yt-1 – a10 – a11yt-2 + a12z t-1) + εyt (3.16)

Δzt = b20 + b21Δyt-1 + b22Δzt-1 – λ(zt-1 – a20 – a21yt-1 + a22zt-2) + εyt (3.17)

40

dimana a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien

regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error, dan persamaan

dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi di antara variabel y dan z.

2.5. Tinjauan hasil studi sebelumnya

2.5.1. Penelitian mengenai Liberalisasi Perdagangan

Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean

Exports Under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach” menyimpulkan

bahwa perbedaan relatif faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi

perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif

dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga

produsen kakao pada saat liberalisasi perdagangan meningkat, produksi

meningkat dan volume ekspor meningkat.

Penelitian oleh Rahardian et al (2008) dalam “Pengaruh ASEAN Trade

Facilitation terhadap Volume Perdagangan Jawa Timur” menyimpulkan bahwa

setelah penerapan beberapa kebijakan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) terjadi kenaikan arus perdagangan produk Jawa Timur ke pasar ASEAN.

Hal ini menunjukkan pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus

perdagangan.

Sitorus (2009) meneliti tentang analisis faktor yang memengaruhi laju

perdagangan ekspor dalam integrasi ekonomi akan dianalisis lewat data panel

untuk komoditi CPO dan kakao dari lima pengimpor ke satu pengekspor utama.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP pengekspor, populasi,

nilai tukar dan jarak berpengaruh signifikan terhadap laju ekspor kakao.

Sedangkan GDP dan populasi pengimpor tidak berpengaruh nyata terhadap

volume ekspor. Untuk CPO, yang berpengaruh nyata adalah GDP pengekspor dan

pengimpor, populasi pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan nilai tukar

tidak berpengaruh nyata.

Margarettha (2005) meneliti tentang analisis dampak liberalisasi

perdagangan di sektor industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia

dalam periode 1990 sampai 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode Vector Autoregressive. Namun karena ada data yang tidak stasioner

41

namun terkointegrasi maka digunakanlah metode Vector Error Correction Model.

Hasil dalam penelitian ini menujukkan bahwa ekspor dan impor tekstil serta

pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca

perdagangan. Variabel impor dan pendapatan nasional memberikan pengaruh

negatif. Hasil lain dalam penelitian ini ialah adanya kebijakan liberalisasi

perdagangan di industri tekstil mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca

perdagangan. Saran dalam penelitian ini adalah harus ada peningkatan kualitas

produk guna meningkatkan daya saing ekspor produk tekstil Indonesia.

2.5.2. Penelitian mengenai Beban Utang luar Negeri

Penelitian oleh Nurlia Listiani dalam “Pengaruh Utang Luar Negeri

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” menyimpulkan bahwa faktor-faktor

lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain utang luar negeri adalah

kondisi tabungan domestik, ekspor, dan kondisi perekonomian pada saat krisis

ekonomi. Kondisi utang luar negeri Indonesia sudah melewati batas indikator

internasional maka diperlukan suatu pengelolaan sehingga dana pinjaman yang

ada dapat digunakan dengan sebaik mungkin dan dapat dirasakan langsung

manfaatnya oleh masyarakat Indonesia.

Hernatasa (2004) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah

tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan

investasi dan lag pendapatan per kapita memberikan pengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Investasi dan keterbukaan ekonomi merupakan faktor

yang signifikan memacu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan lag pendapatan per

kapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terms of

trade memberikan dampak positif meskipun tidak signifikan. Utang luar negeri

memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai

titik kritisnya yang menjadi titik batas akumulasi utang.

Hartati (2008) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan tabungan

domestik terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN: sebuah

aplikasi panel data. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 2000

sampai dengan 2005. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua

42

variabel yang digunakan yaitu utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan

domestik per GDP mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN (Kamboja, Indonesia, Malaysia,

Filipina, Thailand, dan Vietnam). Sedangkan hasil estimasi model fixed effect

menunjukkan bahwa antara variabel utang luar negeri per kapita dan rasio

tabungan domestik per GDP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Arfina (2007) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan variabel

makroekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan

dalam penelitiannya yaitu tahun 1993 sampai dengan 2006, dan metode analisis

yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen persamaan jangka

panjang yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah variabel investasi

dan tabungan masyarakat, sedangkan utang luar negeri memiliki pengaruh yang

positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel

yang tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif hanya variabel net

ekspor. Estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pada persamaan jangka

pendek variabel investasi dan net ekspor mempunyai pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan variabel yang

berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia adalah utang luar negeri dan tabungan masyarakat.

Hutapea (2007) dalam penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi volume penyerapan utang luar negeri di Indonesia dalam periode

penelitian dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Variabel yang digunakan dalam

penelitian tersebut adalah rasio defisit keuangan pemerintah dengan GDP, tingkat

inflasi, pertumbuhan ekonomi dan suku bunga internasional serta dummy variable

kestabilan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error

Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit keuangan

pemerintah memiliki hubungan yang negatif terhadap volume penyerapan utang

luar negeri dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh dalam jangka pendek.

Variabel yang berhubungan negatif tetapi tidak signifikan pada jangka panjang

adalah pertumbuhan ekonomi. LIBOR berhubungan negatif dalam jangka panjang

dan positif dalam jangka pendek. Kondisi kestabilan politik berhubungan positif

43

dalam jangka pendek. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah harus ada

kebijakan pengelolaan utang luar negeri yang baik dan mengurangi

ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.

2.6. Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran dalam pembuatan skripsi ini dimulai dari utang luar

negeri. Beban utang luar negeri dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain;

keterbukaan perdagangan (trade openness), GDP, real exchange rate, dan

international interest rate (LIBOR). Beban utang luar negeri mempunyai

hubungan dua arah terhadap real exchange rate dan GDP, artinya kedua variabel

ini saling memengaruhi satu sama lain. Selain memengaruhi beban utang luar

negeri, real exchange rate juga saling memengaruhi GDP, international interest

rate (LIBOR), dan trade openness. Keterbukaan perdagangan atau trade openness

ditandai oleh adanya penghapusan hambatan ekspor dan impor sebagai akibat dari

adanya liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah

menerapkan sistem perekonomian terbuka. Keterbukaan perekonomian ini

mengharuskan Indonesia menerapkan liberalisasi perdagangan. Liberalisasi

perdagangan memengaruhi beban utang luar negeri melalui keterbukaan

perdagangan. Trade openness merupakan penjumlahan dari jumlah ekspor dan

impor Indonesia terhadap GDP. Apabila jumlah ekspor lebih besar dari pada

jumlah impor, maka negara akan menerima devisa atau valuta asing sebagai

penerimaan atas penjualan barang dan jasa ke luar negeri. Penerimaan devisa dari

kegiatan ekspor dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran transaksi

berjalan. Begitu juga sebaliknya, apabila jumlah impor lebih besar dari jumlah

ekspor maka negara harus melakukan pembayaran atas jumlah barang yang

diimpor dari negara lain dengan menggunakan cadangan devisa. Hal ini akan

mengakibatkan defisit neraca transaski berjalan semakin memburuk yang akan

meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia.

Selain Trade Openness, utang luar negeri juga dipengaruhi oleh

international interest rate, GDP, dan real exchange rate. Apabila mata uang suatu

negara mengalami depresiasi maka harga produk domestik lebih murah dari harga

44

Globalisasi Liberalisasi

Perdagangan

Penghapusan

hambatan ekspor

dan impor

Real Exchange

Rate

LIBOR

GDP

Trade Openness

Beban Utang Luar Negeri

Saling Memengaruhi

Memengaruhi Satu Arah

internasional sehingga jumlah ekspor meningkat yang akan menambah cadangan

devisa negara tersebut yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri

beserta bunganya, sehingga utang luar negeri berkurang. Jumlah utang luar negeri

dapat meningkat seiring dengan menurunnya international interest rate (LIBOR)

dan pertumbuhan ekonomi. Kerangka pemikiran secara sistematis dapat

dijelaskan dalam Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Kerangka Pemikiran

2.7. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat disimpulkan beberapa

hipoesis, antara lain :

1. Globalisasi mengharuskan suatu negara untuk melakukan liberalisasi

perdagangan sehingga akan terjadi penghapusan hambatan masuk baik

tarif maupun non tarif bagi barang yang diekspor atau yang diimpor. Trade

Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin

tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara tersebut akan

45

mendapatkan penerimaan dari kegiatan perdagangan, sehingga

mengurangi jumalah pinjaman luar negeri, begitu juga sebaliknya.

2. Variabel-variabel makroekonomi yang memperlihatkan adanya suatu

liberalisasi perdagangan antar negara adalah Trade Openness, Real

Interest Rate, GDP, dan Real Exchange Rate. Variabel-variabel tersebut

mempunyai hubungan yang positif atau negatif terhadap utang luar negeri.

3. Trade Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri.

Semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara

tersebut akan mendapatkan penerimaan dari kegiatan perdagangan,

sehingga mengurangi jumalah utang luar negeri, begitu juga sebaliknya.

4. LIBOR berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin

tinggi international interest rate, maka semakin besar jumlah bunga utang

luar negeri yang harus dibayar, begitu juga sebaliknya.

5. Real Exchange Rate berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri.

Rupiah yang terdepresiasi terhadap nilai mata uang negara lain

menyebabkan harga domestik lebih murah dibanding harga luar negeri,

jumlah ekspor meningkat, hal ini akan meningkatkan penerimaan

pemerintah atas ekspor sehingga mengurangi utang luar negeri, begitu juga

sebaliknya.

6. GDP berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri. Semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka semakin tinggi

pula utang luar negeri yang digunakan untuk pembangunan negara

tersebut, begitu juga sebaliknya.

7. GDP mempunyai kontribusi terbesar terhadap utang luar negeri Indonesia.

8. Implikasi kebijakan utang luar negeri yaitu dengan pengelolaan dan

manajemen utang luar negeri yang baik.