engawasan dan pembinaan peraturan daerah

46
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 1/46  BAB II PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAH DI INDONESIA A. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Beberapa Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah, dituangkan dalam peraturan setingkat undang-undang. Diperlukannya peraturan setingkat undang-undang mengenai pemerintah daerah adalah amanat lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah tersebut diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan: ”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Namun setelah UUD 1945 diamendemen yang berkaitan dengan pemerintahan daerah berubah menjadi tujuh ayat. Ayat (1) menyebutkan ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang selanjutnya pada ayat (1) menyatakan ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Oleh karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan UUD 1945 yang selama ini turut serta menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstitusional pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Selain meniadakan kerancuan, penghapusan, penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penataan tatanan Universitas Sumatera Utara

Upload: silvany-dianita-sitorus

Post on 03-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 1/46

 

BAB II

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAHDI INDONESIA

A. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Beberapa Perundang-Undangan

1. Undang-Undang Dasar 1945

Pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah, dituangkan dalam peraturan

setingkat undang-undang. Diperlukannya peraturan setingkat undang-undang

mengenai pemerintah daerah adalah amanat lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar

1945. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah tersebut diatur dalam Pasal 18 UUD

1945 yang menyatakan:

”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk 

susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan

memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem

pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat

istimewa. Namun setelah UUD 1945 diamendemen yang berkaitan denganpemerintahan daerah berubah menjadi tujuh ayat. Ayat (1) menyebutkan

”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota

mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang

selanjutnya pada ayat (1) menyatakan ”Pemerintahan daerah provinsi,

daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Oleh karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan

UUD 1945 yang selama ini turut serta menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan

daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstitusional

pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Selain meniadakan

kerancuan, penghapusan, penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penataan tatanan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 2/46

 

UUD baik dari sejarah pembuatan penjelasan maupun meniadakan “keganjilan”

bahakan “anomali”37

Selain tidak lazim UUD memilik penjelasan, juga selama ini

penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping ketentuan batang tubuh UUD.

Di dalam Pasal 18 A UUD 1945 Perubahan Kedua, hubungan antara Pusat dan

Daerah hanya dirumuskan secara garis besar, sehingga belum memberikan kejelasan

tentang bagaiman hubungan antara Pusat dan Daerah itu dilaksanakan. Pasal 18A

UUD 1945 menyatakan :

1)  Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,

diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan

keberagaman daerah;

2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam

lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksankan

secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 setelah diamandemen adanya keharusan dalam

menyelenggarakan pemerintahan menerapakan asas desentralisasi. Akan tetapi

perintah/amanat untuk melaksanakan otonomi (asas desentralisasi) pada UUD 1945

sebelum diamandemen bersifat umum; dan tidak tegas secara terinci model otonomi

yang bagaimana, maka formulasi dan penerapan otonomi pada setiap undang-undang

tentang pemerintahan daerah yang pernah ada sejak Indonesia merdeka selalu

berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada peraturan

perundang-undangan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut ini:

37Bagir Manan,  Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Pusat studi Fakultas

Hukum UII, 2001), Hal. 7

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 3/46

 

2.  Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai

Kedudukan Komite Nasional Daerah 

Pengaturan yang berbeda itu menimbulkan keberatan bukan hanya pada

masalah hubungan antara pusat dan daerah, tetapi juga dalam hal timbulnya

ketidakseragaman dalam pemerintahan antara satu daerah dengan lainnya. Undang-

Undang No.1 Tahun 1945 juga tidak berhasil melaksanakan fungsinya dengan baik 

maupun terlalu dominannya kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan atas

prakarsanya sendiri.

Diakui bahwa pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun

1945 dipandang kurang memuaskan karena isi Undang-Undang tersebut sangat

sederhana, banyak hal mengenai pemerintahan daerah tidak diatur dalam Undang-

Undang tersebut, sehingga pada umumnya peraturan-peraturan dari masa yang

lampau masih dijadikan pegangan.

Terlepas dari berbagai kendala tersebut, kontribusi utama dari kehadiran

Undang-Undang No.1 Tahun 1945 ini ialah, Undang-Undang ini tidak saja telah

meletakkan tiang pancang konstruksi badan legislatif lokal dan hubungan-hubungan

legislatif lokal dengan eksekutif lokal di Negara Republik Indonesia, ia juga telah

menanamkan tradisi berpemerintahan sendiri alias berotonomi kepada elit lokal kita

di daerah-daerah dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak daripada

kepentingan diri sendiri maupun golongan.38

 

38 Soetandyo Wignyosubroto dkk, Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100

Tahun, (Jakarta: Institute for Local Development dan Yayasan Tifa, 2005), Hal. 71. 

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 4/46

 

3.  Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Tentang Pemerintahan Daerah

Untuk menjamin agar kewenangan yang diberikan kepada daerah-daerah tidak 

disalahgunakan, pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap daerah. Bagi

propinsi pengawasan dilakukan oleh presiden, sedang bagi tingkat-tingkat daerah

lainnya oleh daerah setingkat di atasnya, yaitu propinsi mengawasi kabupaten/kota

besar dalam lingkungan wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi

desa/kota kecil yang berada di bawahnya. Bentuknya dapat berupa pengawasan

preventif yaitu sebelum putusan dikeluarkan oleh DPRD atau DPD, kepala daerah

selaku wakil pemerintahan berhak menahan putusan tersebut bila putusan-putusan

tersebut dinilainya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Disamping itu, bisa pula dilakukan

pengawasan represif, yaitu putusan-putusan yang telah dikeluarkan DPRD atau DPD

 jika dinilai oleh presiden bagi propinsi dan oleh DPD setingkat lebih atas bagi lain-

lain daerah bertegangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, dapat ditunda atau dibatalkan.39

 

Meskipun semula dimaksudkan untuk mengatasi berbagai dualisme dalam

Undang-Undang No. 1 Tahun 1945, setelah berlakunya Undang-Undang No. 22

Tahun 1948, sifat dualisme dalam pemerintahan di daerah masih ada. Ada dua hal

lain yang dicatat oleh Bagir Manan yang mengantarkan kepada kesimpulan bahwa

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,

39 Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintah

 Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), Hal. 58. 

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 5/46

 

yaitu, pengisian sistem rumah tangga daerah (asas otonomi) dan keuangan daerah.

Karena dua faktor tersebut, maka kecenderungan desentralistik yang dikehendaki

oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat terlaksana sebagaimana

mestinya. Bahkan sebaliknya, daerah menjadi tergantung pada pusat sehingga terjadi

kecenderungan sentralistik.

Sebagaimana disebutkan di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1948 yaitu:

Pemerintah Daerah terdiri dari 2 (dua) macam yaitu:

a.  Pemerintahan Daerah yang bersandar pada hak otonomi, dan

b.  Pemerintahan Daerah yang disandarkan pada hak medebewind  

Tentang perbedaan hak otonomi dan hak medebewind adalah sebagai berikut:

Pada pembentukan pemerintah daerah yang berhak mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri menurut Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah in

maka pemerintah pusat ditentukan kewajiban pekerjaan mana-mana saja yang dapat

diserahkan kepada daerah. Penyerahan ini ada dua macam yaitu:

a. Penyerahan penuh, artinya baik tentang asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun

tentang caranya menjalankan kewajiban (pekerjaan yang diserahkan itu),diserahkan semuanya kepada daerah (hak otonomi), dan

b.Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya

menjalankan saja, sedangkan prinsip-prinsipnya ditetapkan oleh pemerintah

pusat sendiri (hak medebewind ).

Hak medebewind ini jangan diartikan sempit, yaitu hanya menjalankan perintah

dari atas saja, sekali-kali tidak. Oleh karena pemerintah daerah berhak mengatur

caranya menjalankan menurut pendapatnya sendiri. Jadi masih mempunyai hak 

otonom sekalipun hanya mengenai cara menjalankan, ini benar artinya bagi tiap-tiap

daerah.40

 

40 R. Joeniarto, Perkembangan Pemerintah Lokal, (Bandung: Alumni, 1979), Hal. 100. 

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 6/46

 

Kajian lain terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menyimpulkan,

bahwa konstruksi desentralisasi politik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 ini

dikatakan “overdosis” alias kebablasan atau terlalu maju, tidak sesuai dengna realitas

pertumbuhan pemerintahan kita, ini disebabkan oleh pemikiran liberal yang merasuki

perancang undang-undang waktu itu demi menampakkan kepada dunia internasional

bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis sebagai dukungan bagi perjuangan

mempertahankan kemerdekaan.

Pokok-pokok utama dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 adalah untuk 

menghapuskan perbedaan antara cara pemerintahan di pulau Jawa-Madura dengan

daerah di luar Jawa-Madura. Peraturan ini menuju persamaan cara dalam

pemerintahan daerah bagi seluruh Indonesia dan membatasi tingkatan badan-badan

pemerintahan daerah sedikit mungkin. Termasuk untuk penghapusan dualisme dalam

pemerintahan daerah, dan pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya

pada badan-badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis atas dasar

permusyawaratan.41

 

4.  Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah

Di daerah sendiri, keberadaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 baru terasa

seelah pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat

DPRD) diselenggarakan. Di beberapa daerah di Jawa, Sumatera Selatan, dan

Kalimantan. DPRD hasil pemilu segera memilih kepala daerah dan membentuk 

41Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1986), Hal. 46. 

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 7/46

 

Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tetapi dalam menjalankan kekuasaannya DPD

beserta kepala daerahnya sering jatuh bangun, persis seperti model kabinaet di Pusat,

gara-gara dilancarkannya mosi tidak percaya oleh DPRD. Kemelut bertambah pelik,

karena di daerah selepas diberlakukannya Undang-Undang ini, terdapat dua nahkoda

atau dua pimpinan pemerintahan. Urusan desentralisasi dan medebewind  dipimpin

oleh DPD/kepala daerah, sedangkan urusan dekonsentrasi/pemerintahan umum

ditangani oleh pejabat pamong praja. Dampaknya adalah, efisiensi, efektivitas dan

koordinasi tidak berjalan.42

 

Sebagai Undang-Undang yang berinduk pada UUD Sementara 1950 Pasal 131,

maka Undng-Undang No. 1 Tahun 1957 menganut asas yang ditetapkan UUD

induknya yakni “otonomi yang seluas-luasnya” yang diwujudkan dalam asas otonomi

yang nyata. Ini merupakan implikasi dari asas yang terlampau demokratis sehingga

menjadi ultra democratis, yang mengandung bahaya membawa perpecahan-

perpecahan dalam golongan-golongan masyarakat dan memperlemah hubungan

hirarki antara pusat dan daerah.43

 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 ini menganut sistem otonomi yang riil

dan seluas-luasnya, dalam pelaksanaannya apabila dibutuhkan setiap saat urusan

pangkal yang menjadi urusan rumah tangga daerah itu dapat ditambah dan dikurangi,

sesuai kebutuhan yang didasarkan pada faktor-faktor riil.

42 Soetandyo Wignyosubroto, Pasang Surut Otonomi Daerah,........Op. Cit , Hal. 84-85. 43 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah (Bandung: Alumni, 1978), Hal. 93-

94. 

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 8/46

 

Adapun yang dimaksud dengan sistem otonomi riil menurut Jimmi Mohammad

Ibrahim adalah wewenang daerah otonom ini dibatasi secara positif yaitu disebutkan

secara tegas apa saja yang berhak diatur dan diurusnya.44

 

Menurut analisis Moh. Mahfud MD, ada dua alasan yang sangat rasional

mengapa Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 harus segera diganti menyusul

perpindahan kekuasaan dari partai di parlemen ke tangan Soekarno, yaitu tuntutan

konstitusi dan realitas politik. Pertama, dalam logika Soekarno Undang-Undang No. 1

Tahun 1957 tidak sesuai dengan UUD 1945 karena bersendikan demokrasi liberal

yang mengandung instabilitas. Karenanya harus diganti dengan Undang-Undang yang

bersendikan demokrasi kekeluargaan (gotong royong). UUD 1945 melalui Pasal 18

memberikan garis-garis besar atau prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan di

daerah. Kedua, dilihat dari sudut politik, Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 ternyata

menyebabkan munculnya fenomena disintegrasi atau penyempalan daerah-daerah

terhadap pusat yang mengancam prinsip negara kesatuan. Jadi Undang-Undang No. 1

Tahun 1957 yang merupakan produk sistem politik yang sangat liberal-demokratis

telah membawa efek desintegrasi sehingga sebuah kekuatan politik yang otoriter di

bawah demokrasi terpimpin segera mencabut dan menggantinya.45

 

Ketika Presiden Soekarno mempraktekkan Demokrasi Terpimpin, masyarakat

tidak mempunyai peluang untuk mewujudkan apa yang menjadi aspirasi mereka.

Demokrasi Terpimpin sebenarnya merupakan nama lain dari otoritarianisme. Dalam

44 Jimmi Mohammad Ibrahim, Prospek Otonomi Daerah Dalam Rangka Memberi Peranan

Yang Lebih Besar Kepada Pemerintah Daerah Tingkat II . (Semarang: Dahara Prize, 1991), Hal. 54. 45

Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,……Op. Cit, Hal. 63. 

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 9/46

 

kaitannya dengan mekanisme hubungan kekuasaan antara Pusat dengan Daerah,

pemerintah pada waktu itu menguburkan ide otonomi daerah yang luas, bahkan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 diganti dengan hanya sebuah “Penetapan

Presiden”, yaitu Penetapan Presiden (Penpres) No. 6 Tahun 1959”.46

Penetapan

Presiden merupakan suatu produk hukum baru yang disetarakan dengan Undang-

Undang.

5.  Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintah Daerah

Penpres No. 6 Tahun 1959 menggariskan kebijaksanaan politik yang ingin

mengembalikan dan memperkuat kedudukan kepala daerah sebagai alat pemerintah

pusat. Kepala daerah diberi fungsi rangkap, yaitu sebagai alat dekonsentrasi dan

desentralisasi, tetapi dalam prakteknya jauh lebih menonjol dekonsentrasinya.

Penpres ini dimaksudkan sebagai perubahan atau penyempurnaan terhadap tata

pemerintahan daerah yang berlaku sebelumnya, minimal mencakup dua hal. Pertama, 

menghilangkan dualisme pemerintahan di daerah antara aparatur dan fungsi otonomi

dan pelaksana dan fungsi kepamong prajaan. Kedua, memperbesar pengendalian

pusat terhadap daerah.

Di dalam Pasal 15 ditetapkan bahwa dalam rangka menjalankan pengawasan

terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah selaku alat pusat

diserahi kewenangan untuk menangguhkan/membatalkan keputusan DPRD yang

bersangkutan dan keputusan pemerintah daerah bawahannya yang bertentangan

46 Syaukani, HR Afan Gaffar dan M. Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan,

Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan Kerjasama Dengan

Pusat Pelajar, 2002), Hal. 124. 

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 10/46

 

dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya.

Kehadiran Penpres yang memberi kekuasaan besar kepada pemerintah pusat

untuk mengatur pemerintah daerah, khususnya kedudukan kepada daerah, merupakan

langkah mundur dalam sejarah pembuatan kebijakan otonomi daerah di Indonesia.

Alasannya,  pertama, pemilihan kepala daerah yang dilakukan murni oleh DPRD dan

direncanakan paling lambat empat tahun ke depan akan ditunaikan langsung oleh

rakyat seperti ditetapkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, kini pupus

sudah. Pemilihan langsung kepala daerah kepada DPRD selaku wakil rakyat diganti

menjadi kepada pemerintah pusat. Malahan, kepala daerah sebagai wakil pusat dapat

menangguhkan/membatalkan keputusan DPRD. Ketiga, sekaligus alat daerah

memang berguna untuk menghapus dualisme pemerintahan di daerah, tetapi juga

berpotensi membuat kepala daerah menjadi sewenang-wenang karena ia menjadi

penguasa tunggal.

6.  Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah

Secara khusus Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 memuat bab khusus tentang

pengawasan terhadap daerah, yakni Bab VII mencakup Pasal 78 sampai dengan Pasal

87. Menurut Pasal 78 suatu keputusan daerah mengenai pokok-pokok tertentu tidak 

dapat berlaku sebelum disahkan oleh pusat atau kepala daerah yang tingkatannya

lebih tinggi. Penetapan keputusan yang harus menunggu pengesahan itu diatur

dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Jangka waktu pengesahan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 11/46

 

ditetapkan selama 3 (tiga) bulan (dan dapat diperpanjang 3 bulan lagi). Atinya dalam

waktu 3 bulan, pusat atau instansi yang lebih tinggi tidak mengeluarkan keputusan

pengesahan atau penolakan, maka keputusan daerah tersebut dapat diberlakukan. Jika

pusat atau instansi yang lebih tinggi menolak untuk mengesahkan keputusan, daerah

yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada instansi yang lebih atas dari

instansi yang menolak (Pasal 79). Menurut Pasal 80, menteri dalam negeri atau

kepala daerah yang setingkat lebih tinggi dapat menangguhkan atau membatalkan

keputusan kepada daerah yang bertentangan yang tingkatannya lebih tinggi.

Pembatalan ini berakibat pula pada batalnya semua akibat yang timbul dari keputusan

yang dibatalkan (Pasal 82).

Tidak lama setelah Orde Baru lahir, Undang-Undang No. 18 Tahun 1965

dipandang sebagai sesuatu yang tidak demokratis dan bertentangan dengan UUD

1945. Oleh sebab itu pada tanggal 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan Ketetapan

MPRS No. XXI/MPRS/196647

tentang pemberian otonomi seluas-luasnya kepada

daerah. Jika dilihat dari penekanan pada otonomi yang seluas-luasnya, maka menurut

MPRS pada waktu itu asas demokrasi sebagai bagian dari UUD 1945 dapat

diwujudkan dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah.

47Pasal 1: Menugaskan kepada pemerintah bersama-sama DPR-GR untuk memberikan

otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah sesuai dengan jiwa dan isi UUD 1945 tanpa mengurangi

tanggung jawab pemerintah pusat di bidang perencanaan, koordinasi dan pengawasan terhadap daerah-

daerah. Pasal 2: Untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah, berikut semua

aparatur dan keuangannya, kecuali hal-hal yang bersifat nasional. Pasal 3: Daerah diberitanggungjawab dan wewenang sepenuhnya untuk mengatur segala sesuatu di bidang kepegawaian

dalam lingkungan pemerintah daerah. 

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 12/46

 

7.  Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah di Daerah dan Proses Kelahirannya

Selama masa pemerintahan Orde Baru, hampir seluruh aspirasi dari daerah tidak 

mendapatkan saluran yang memadai di Pusat. Pembangunan di daerah lebih banyak 

ditentukan prakarsanya oleh Pusat, daerah “wajib” untuk melaksanakannya.

Hubungan kewenangan antara Pusat dan Daerah selayaknya hubungan antara atasa

dengan bawahan. Pemberdayaan Pusat terhadap Daerah hampir tidak nampak.48

 

Dalam bidang politik, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah “dimandulkan” hak 

dan wewenangnya oleh undang-undang karena kewenangan yang diberikan

kepadanya bersifat semu. DPRD tidak berwenang memilih kepala daerah tetapi hanya

memilih bakal calon kepala daerah, yang berwenang memilih adalah Presiden, karena

hal itu merupakan hak prerogatif presiden. Konsekuensinya, kepala daerah tidak 

bertanggung jawab kepada DPRD tetapi kepada presiden, kepada DPRD hanya

memberikan keterangan pertanggungjawaban. Sehingga hampir tidak pernah

terdengar adanya “ketegangan” yang berarti antara Kepada Daerah dengan DPRD

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, karena DPRD tidak dapat menjatuhkan

Kepala Daerah.49

 

DPRD juga menjadi bagian dari pemerintahan daerah (eksekutif), dan bukan

sebagai lembaga legislatif daerah. Akibatnya, DPRD hanya dijadikan justifikasi atas

berbagai keinginan kepala daerah. Peraturan Daerah (Raperda) oleh DPRD, karena

pada akhirnya pemerintah yang lebih tinggi akan mengesahkannya (Gubernur untuk 

48 Ni’Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,......Op. Cit, Hal. 68. 49

  Ibid  

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 13/46

 

Perda Tingkat I; dan Menteri Dalam Negeri untuk Perda Tingkat II) yang dipahami

sebagai pengawasan preventif. Pengawasan ini dipandang sebagai langkah intervensi

pemerintah pusat terhadap aspirasi daerah, karena dari awal aspirasi itu bisa terpotong

oleh kepentingan pusat yang mungkin tidak selaras dengan kepentingan daerah.50

 

Mengiringi lahirnya reformasi politik di tahun 1998, MPR telah mengeluarkan

Ketetapan MPR RI No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,

Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan,

serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Kesatuan RI, yang

mengisyaratkan secara tegas penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan

memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Daerah

secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan

pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan

Pusat dan Daerah. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan

dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan

serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

8.  Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang ini lahir dari akibat reformasi pelaksanaan pemerintahan di

Indonesia, yang secara langsung menjawab harapan masyarakat (daerah) dalam

merevisi Undang-Undang. No. 5 Tahun 1974 yang mengatur pelaksanaan pemerintah

di daerah.

50 Miriam Budiarjo dan Ibrahim Ambong (editor), Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik 

 Indonesia, ( Jakarta: Rajawali Pers Kerjasama dengan AIPI, 1993), Hal. 12 

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 14/46

 

Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 antara lain : (a) penyelenggaraan otonomi

daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan,

serta potensi dan keanekaragaman daerah. (b) pelaksanaan otonomi daerah

didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. (c) pelaksanaan otonomi

daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang

otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.51

 

Melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 daerah diberi kewenangan dalam

seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,

pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan

bidang lain. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten

dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,

pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan

hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.

UU No. 22 Tahun 1999 memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang

dibatasi hanya sampai pemerintahan Propinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota

telah terbebas dari intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan

Kepala Daerah Otonom ( Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif 

(Field Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepala Daerah Otonom saja.

51 C.S.T Kansil dan Christine Kansil, Pemerintah Daerah Di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar

Grafika, 2008), Hal. 79. 

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 15/46

 

Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan kota (dulu Kotamadya)

sudah tidak dikenal lagi.

Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri oleh DPRD Kabupaten/Kota tanpa

melibatkan pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat. Oleh karena irtu,

Bupati/Walikota harus bertanggungjawab kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD

sebelum masa jabatannya usai. Sementara itu Pemerintahan Pusat (Presiden) hanya

diberi kekuasaan untuk ‘memberhentikan sementara’ seorang Bupati/Walikota jika

dianggap membahayakan integrasi nasional.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 memberikan perubahan mendasar dalam

desain kebijakan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Desentralisasi

kewenangan kepada pemerintah kabupaten dilakukan pada taraf yang signifikan.

Setelah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 berlaku lebih kurang 4 tahun,

muncul berbagai distorsi dalam implementasinya, bahkan muncul “ketegangan”

antara Pusat dan Daerah berkaitan dengan kebijakan Pusat yang dipandang tidak 

sesuai dengan aspirasi Daerah. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 22

Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 sampai saat menjelang diganti

dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 belum juga dikeluarkan oleh

Pemerintah, misalnya Peraturan Pemerintah tentang urusan otonomi untuk Kabupaten

dan Kota. Tetapi Pemerintah justru mengeluarkan Keputusan Presiden No. 5 Tahun

2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota, yang kemudian

ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 130-67

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 16/46

 

Tahun 2002 tanggal 20 Pebruari 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten

dan Kota.

Kewenangan antara Pusat dan Daerah juga terjadi dalam hal interpretasi

kewenangan antara Pusat dan Daerah. Hal itu terlihat antara lain dari dibatalkannya

sejumlah Peraturan Daerah yang dipandang “bermasalah” oleh Pemerintah Pusat

dengan alasan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, kepentingan umum

dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.52

 

Adanya penegasan dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

bahwa antara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota tidak ada jenjang hierarki,

telah pula menyebabkan hubungan antara keduanya menjadi tidak harmonis. Daerah

Kabupaten/Kota menganggap Daerah Propinsi bukan atasannya lagi sebagaimana

dulu diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974. Akibatnya, Gubernur merasa

kewenangannya banyak dipangkas terutama hilangnya kapasitas untuk mengontrol

dan mengawasi perilaku Kepala Daerah di Kabupaten dan Kota yang selama ini

dinikmati pada masa pemerintahan Orde Baru. Padahal dalam Pasal 9 Undang-

Undang No. 22 Tahun 1999 ditegaskan bahwa kewenangan propinsi sebagai daerah

otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas

kabupaten/kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya,

termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah

kabupaten dan daerah kota. Kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi

52 Ni’Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,........Op. Cit, Hal. 74. 

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 17/46

 

mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada

gubernur selaku wakil pemerintah.

9.  Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ditegaskan, Negara Kesatuan

Republik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai

pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki

hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan

tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan

sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil

dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber

daya alam, dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan

kewilayahan antar susun pemerintahan.53

 

Penyelenggaran urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,

akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar

susunan pemerintahan. Pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan

pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang

saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Urusan

53 Bagir Manan,  Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi

Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, 2005), 101. 

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 18/46

 

pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,

pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang

didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur

disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

dibedakan atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota

merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota. Urusan pemerintahan kabupaten/kota

yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,

kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pemerintahan

tersebut antara lain, pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan,

pariwisata.

Di dalam Pasal 12 ditentukan, urusan pemerintahan yang diserahkan kepada

daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta

kepegawaian sesuai dengan urusan didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang

dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang

didekonsentrasikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 19/46

 

Sisi lemah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah masalah kewenangan

DPRD yang tidak lagi dapat berperan optimal seperti dalam Undang-Undang No. 22

Tahun 1999, karena sejumlah kewenangannya yang signifikan telah direduksi

sedemikian rupa sehingga kewenangan DPRD tidak beda jauh dari desain Undang-

Undang No. 5 Tahun 1974.54

 

DPRD selain tidak lagi memilih kepada daerah, juga tidak bisa minta

pertanggungjawaban kepala daerah karena kepala daerah bertanggung jawab kepada

pemerintah pusat (Presiden), kepada DPRD hanya menyampaikan keterangan

pertanggungjawaban. Dengan demikian DPRD tidak lagi dapat leluasa mengkoreksi

kebijakan kepala daerah yang bisa berakibat pemberhentian kepala daerah

sebagaimana dulu dimungkinkan oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Di

sinilah terjadi distorsi sistem demokrasi langsung khususnya dalam pemberhentian

kepala daerah.

B. Pengaturan Pengawasan Dalam Beberapa Undang-Undang Pemerintah

Daerah

1. Pengawasan Dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan

Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah

Undang Undang No. 1 Tahun 1945 merupakan produk hukum pertama

berkenaan dengan Pemerintahan Daerah Undang-Undang ini mengatur tentang

Komite Nasional Daerah (KND) namun para pakar memandang bahwa ini adalah

produk hukum pertama pasca proklamasi yang mengatur mengenai Pemerintahan

54 Agussalim Andi Gadjong, Pemda (Kajian Politik Dan Hukum), (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2007), Hal. 168. 

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 20/46

 

Daerah. Undang Undang ini terdiri dari 6 pasal kendatipun dibuat oleh pembentuk 

Undang Undang namun sifatnya serba darurat karena fokus negara pada waktu itu

masih berkonsolidasi dan memusatkan kekuatan untuk mempertahankan

kemerdekaan yang baru diproklamasikan.55

 

Undang Undang ini memposisikan KND sebagai Badan Legislatif Daerah

yang dipimpin oleh Kepala Daerah sedangkan secara struktural KND dipimpin oleh

Kepala Daerah yang tugasnya menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan

secara intenal dilaksanakan oleh lembaga itu sendiri yang secara teknis

mempergunakan struktur internal sebagai bagian dari mekanisme Pemerintahan

Daerah.

2. Pengawasan Preventif dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Tentang

Pemerintahan Daerah

Pola hubungan antara Pemerintahan Pusat-Daerah yang lebih menekankan

pada Negara Kesatuan dapat dicermati dari ketentuan tentang pengawasan yang

secara eksternal dimiliki oleh Pemerintahan Pusat. Dalam kaitan ini, dinyatakan

bahwa segala putusan Dewan Pemerintahan Daerah Provinsi yang merupakan

legitimasi otoritas kekuasaan di Provinsi tidak dapat dilaksanakan kecuali setelah

memperoleh pengesahan dari Presiden selaku pemegang kekuasaan Pusat.

Mekanisme pengawasan sebagaimana dinyatakan diatas, merupakan bentuk 

komitmen birokratis pemerintahan di dalam Negara Kesatuan. Kontrol dari

pemerintah tingkat atasnya secara berjenjang diterapkan dengan konsisten sebagai

55 Ridwan, Hukum Administrasi Di Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press, 2009), hal. 127. 

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 21/46

 

bagian dari komitmen Negara Kesatuan yang telah ditetapkan sebagai bentuk negara.

Hal demikian dapat dimaknai bahwa sebenarnya kedudukan Daerah adalah bawahan

Pusat yang senantiasa dapat melakukan kontrol terhadap kebijakan yang dibuat dan

dilaksanakan oleh Daerah sebagai manisfestasi dari kekuasaan yang dimilikinya.

Secara normatif, bentuk pengawasan sebagaimana dikontruksikan dalam

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 dikenal sebagai bentuk pengawasan preventif.

Karakter dari bentuk pengawasan ini adalah:

1.  Pemerintah Pusat merupakan organ yang mempunyai otoritas untuk 

melakukan kontrol atas produk hukum yang dibuat oleh Pemerintah

Daerah.

2.  Ada penetapan batas waktu tertentu untuk menentukan sikap menolak atau

melegitimasi produk hukum.

3.  Ada mekanisme pengajuan keberatan atas utusan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Pusat berkenaan dengan produk hukum Pemerintah Daerah.

4.  Ada tenggang waktu atas penolakan yang mengiringi mekanisme

keberatan dan sikap Pemerintah Pusat.

Dalam hal pengawasan secara internal (oleh Pemerintahan Daerah)

sendiri,ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menyatakan

bahwa Kepala Daerah mengawasi pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

Dewan Pemerintah Daerah berhak menahan dijalankannya putusan-putusan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah bila dipandang putusan-

putusan itu bertentangan dengan kepentingan umum .... dan seterusnya. Secara

normatif pengawasan internal-sebagai bentuk pengawasan secara kelembagaan

didalam intern Pmerintahan Daerah itu-dikenal sebagai pengawasan represif. Dengan

demikian Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 mengenal dua bentuk pengawasan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 22/46

 

dalam sistem pemerintahan di Daerah yaitu pengawasan preventif dan pengawasan

represif. Kedua pengawasan ini diatur secara konkret didalam Undang-Undang

tersebut sebagaimana tercermin didalam pasal-pasalnya.56

 

Sebagaimana disampaikan bahwa bentuk pengawasan represif dalam Undang-

Undang No. 22 Tahun 1948 tekhnisnya adalah penangguhan atau pembatalan. Hal ini

dinyatakan pada ketentuan 42 Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 yang menyatakan

bahwa:57

 

1.  Putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah,

 jikalau bertentangan dengan kepentingan umum, Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya dapat

ditunda atau dibatalkan, bagi propinsi oleh Presiden dan bagi lain-lain daerah

oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.

2.  Putusan penundaan atau pembatalan diberitahukan dalam waktu 15 hari

sesudah putusan itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau kepada

Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan disertai dengan alasan-

alasannya.

3.  Lamanya tempo penundaan disebutkan dalam surat ketetapan dan tidak boleh

lebih dari 6 bulan.

4.  Apabila dalam waktu 6 bulan karena penundaan itu tidak ada putusan

pembatalan maka putusan daerah itu dipandang berlaku.

Pemerintah Pusat dalam kedudukan ini adalah sebagai organ yang mempunyai

kekuasaan yang direfleksikan pada kewenangan teknis yang diatur dalam Undang-

Undang itu untuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Teknisnya adalah dalam bentuk pengawasan yang bersifat preventif (eksternal) dan

pengawan yang bersifat represif (internal) tersebut. Secara praktis kendatipun

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 itu sudah dirumuskan dalam bentuk yang jauh

56 Suriansyah Murhani,  Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, (Palangkaraya:Agvenda, 2008), hal. 17

57  Ibid  

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 23/46

 

lebih rinci dan operasional namun tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.

Sebagaimana disampaikan penyebabnya adalah masih belum mapannya keadaan

Negara Kesatuan Republik Indonesia pada waktu itu karena harus memusatkan

potensinya untuk diplomasi mengukuhkan kemerdekaan yang diproklamasikan Tahun

1945, diplomasi itu baru berhasil secara sempurna dan memperoleh kedaulatan penuh

pada tahun 1959 ketika Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat

(R.I.S).

3. Pengawasan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 adalah tentang pokok-pokok 

Pemerintahan Daerah. Dalam banyak hal Undang-Undang ini sebenarnya dasar-

dasarnya banyak mengambil dari ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No.

22 Tahun 1948, namun yang nyata bahwa Undang-Undang ini lahir di dalam

semangat Negara Kesatuan di bawah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Secara

konstitusional ada perbedaan mendasar antara UUD 1945 dengan UUDS 1950. Sama

halnya dengan Undang-Undang sebelumnya, secara normatif Undang-Undang No. 1

Tahun 1957 juga mengatur pengawasan preventif dan pengawasan repsresif.

Pengawasan preventif diatur dalam ketentuan pasal 62 dan pasal 63. Untuk 

pengawasan represif diatur dalam Pasal 64 sampai dengan pasal 72.58

 

Berdasarkan ketentuan di atas, produk hukum dan kebijakan tertulis dari

Daerah tidak dapat diberlakukan sebelum memperoleh persetujuan instansi tingkat

58  Ibid, hal. 20 

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 24/46

 

atasnya. Artinya bahwa di samping keputusan-keputusan daerah yang menurut

Undang-Undang ini harus diawasi secara preventif (seperti pasal 12 ayat 3, pasal 21

ayat 2, pasal 22 ayat 2, pasal 39 ayat 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, dan

sebagainya). Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang atau produk hukum lainnya

yang menjadi kewenangan Pusat dapat menunda berlakunya suatu produk hukum

Daerah dengan alasan tertentu, khususnya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu berarti bahwa produk hukum Daerah

tidak dapat diberlakukan sebelum mendapat pengesahan dari Pemerintah Pusat.

Pada dimensi pengawasan represif dalam bentuk pembatalan dan

penangguhan di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 diatur dalam pasal 64

yang menyatakan bahwa Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan

Pemerintah Daerah, jikalau bertentangan dengan kepentingan umum, Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya,

dipertangguhkan atau dibatalkan bagi Daerah Swatantra Tingkat ke I oleh Menteri

Dalam Negeri atau penguasa lain yang ditujukan dan bagi lain-lain daerah oleh

Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.

Dari deskripsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957

menunjukkan bahwa karakter yang dijadikan sebagai dasarnya adalah otonomi riil

(reele houishoudings-begrip). Karakter otonomi riil ini mendasarkan diri pada

kondisi yang secara obyektif-riil-nyata ada di Daerah yang memperoleh limpahan

otonomi. Hal demikian membawa konsep konsekuensi adanya harmoni yang nyata

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 25/46

 

dan obyektif antara kewenangan yang dilimpahkan, potensi yang dimiliki dan

kemampuan untuk melaksanakan.59

 

4. Pengawasan dalam Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 Tentang

Pemerintah Daerah

Sehubungan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada era

Demokrasi Terpimpin, Pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No. 6 Tahun

1959 tentang Pemerintahan Daerah (Disempurnakan). Penetapan Presiden (PenPres)

ini lebih memfokuskan diri pada pola-pola instruktif, sesuai dengan kedudukan

presiden yang bersifat otoritatif atas kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia.

Oleh karena sifat yang demikian, maka PenPres ini tidak mengatur tentang

pengawasan dan lebih menekankan pada pemusatan kekuasaan pada Presiden sebagai

lembaga yang punya otoritas tertinggi dalam Negara dan untuk itu berwenang

mengambil keputusan atas berbagai hal dalam Negara, termasuk dalam mengatur dan

mengelola pemerintahan daerah.60

 

Berdasarkan Pasal 21 Penpres No. 6 Tahun 1959 dinyatakan bahwa

pengawasan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tetap berlaku. Hal ini berarti

bahwa dari pemaknaannya ada pertentangan mendasar. Penetapan Presiden No. 6

Tahun 1959 yang memusatkan kekuasaan pada presiden (Secara politis diberi label

demokrasi terpimpin) sebagaimana disebut di atas memberikan keluasaan bahkan

sebagai pengontrol tunggal adalah Pemerintah Pusat.

59Ridwan, Op. Cit, hal. 56 

60  Ibid, hal. 59. 

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 26/46

 

Kontekstualitas atas Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 sebenarnya lebih

bersifat sebagai akomodasi terhadap kekosongan hukum sebagai akibat dari

pergesaran atau tepatnya pergantian sistem politik.61

Oleh karena itu Penetapan

Presiden No. 6 Tahun 1959 ini tidak berlaku secara efektif. Elemen-elemen dalam

masyarakat yang merupakan kekuatan potensial dalam menggerakkan roda

pemerintahan negara lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan polittik dan

sangat sedikit untuk membangun daerah melalui struktur hukumnya.

5. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-

Pokok Pemerintahan Daerah

Secara struktural, manakala di dalam Undang-Undang sebelumnya dinyatakan

bahwa Pemerintah Daerah terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan

Dewan Pemerintahan Daerah (DPD), maka menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

1965 yang dimaksud Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini lebih mengedepankan kenyataan bahwa

Dewan Pemerintahan Daerah yang merupakan mekanisme pemerintahan kolektif itu

tidak dapat berlangsung efektif karena silang sengketa internal.62

 

Penyebutan Kepala Daerah secara tegas dan konkret dalam Undang-Undang

No. 18 Tahun 1965 meletakkan posisi kepala daerah dengan beban tanggung jawab

yang merupakan refleksi dari kekuasaaan yang besar dalam struktur pemerintahan

negara, khususnya Pemerintahan Daerah. Keberadaannya bukan saja merupakan alat

Pemerintahan Pusat yang tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

61Suriansyah Murhani , Op. Cit, Hal. 25 

62Ridwan, Op. Cit, Hal. 60. 

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 27/46

Page 28: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 28/46

 

Tentang pengawasan preventif di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965

diatur dalam Pasal 78 dan Pasal 79, sedangkan pengawasan represif diatur dalam

Pasal 80. Inti dari mekanisme pengawasan itu adalah bahwa dengan Undang-Undang

atau Peraturan Pemerintah dapat ditetapakan bahwa suatu Keputusan Daerah

mengenai pokok-pokok tertentu tidak berlaku sebelum disahkan oleh instansi yang

ada di atasnya dan secara konkret adalah:

a.  Menteri Dalam Negeri untuk Keputusan Daerah Tingkat I;

b.  Kepala Daerah Tingkat I untuk Keputusan Daerah Tingkat II dan

c.  Kepala Daerah Tingkat II untuk Keputusan Daerah Tingkat III.

Adapun tentang Pengawasan preventif, erat kaitannya dengan pengawasan

umum yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang untuk di daerah dilakukan oleh

Kepala Daerah sebagai alat pemerintah pusat. Oleh karena itu suatu Keputusan

Daerah (termasuk Peraturan Daerah) yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah juga harus ditanda tangani oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian harus ada bentuk kerjasama yang harmonis antara Kepala Daerah

dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

6. Pengawasan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah di Daerah dan Proses Kelahirannya

Pengawasan yang diterapkan di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974

sebenarnya dapat dinyatakan tidak mengalami perubahan dari Undang-Undang

sebelumnya. Di dalam Undang-Undang ini dikedepankan pengawasan preventif,

pengawasan represif, dan pengawasan umum. Letak perbedaan yang menonjol

kalaupun itu disebut sebagai perbedaan adalah di dalam hal objek pengawasan. Kalau

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 29/46

 

sebelumnya objek pengawasan ditujukan kepada berbagai institusi yang secara teknis

menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah maka menurut Undang-

Undang No. 5 Tahun 1974 yang menjadi objek pengawasan adalah Peraturan Daerah

dan Keputusan Kepala Daerah. Dengan demikian pengawasan lebih ditekankan pada

produk hukum yang dibuat oleh daerah sebagai penjabaran atas kebijakan yang dibuat

oleh pemerintah pusat.64

 

Penerapan pola pengawasan preventif terhadap produk hukum daerah,

dilaksanakan dengan kinerja tertentu bahwa suatu peraturan daerah ataupun

keputusan kepala daerah harus memperoleh pengesahan terlebih dahulu sebelum

diberlakukan kepada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Pengawasan demikian

dinilai jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan pengawasan yang sumber atau

objeknya pada kinerja pemimpin daerah yang secara kuantitatif sulit diperoleh tolak 

ukurnya.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 menyebut pengesahan sebagai wujud

pengawasan preventif. Hal ini bermakna luas karena produk hukum daerah yang telah

dibuat dengan susah payah tidak dapat begitu saja diberlakukan. Masih memerlukan

waktu tunggu yang tidak dibatasi berapa lama untuk memperoleh pengesahan.

Di dalam mekanisme pengawasan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 ini

 juga memuat ketentuan yang lebih rinci. Pengawasan yang diterapkan dapat

digolongkan sebagai pengawasan preventif atau pengawasan eksternal. Sebagai

64 Irawan Soetjito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah,  

(Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), Hal. 12. 

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 30/46

 

penjabaran dari mekanisme pengawasan dimaksud dapat dicermati sebagai suatu

pedoman atau yang dapat dijadikan pedoman bagi Kepala Daerah. Pedoman ini juga

dipandang sebagai batasan yang riil dapat dijadikan sebagai dasar tentang bagaimana

kewajiban Kepala Daerah di dalam memberikan pertanggung jawaban kepada Dewan

Perwakilan rakyat Daerah.65

 

Mekanisme pengawasan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 telah

meletakkan posisi pemerintah pusat sebagai pemegang otoritas Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Di dalam pelaksanaan adminstrasi pemerintahan, hal-hal yang

harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah menjabarkan ketentuan tersebut di

dalam Peraturan Daerah. Hal itupun harus memperoleh pengesahan yang dapat

disebut sebagai mekanisme kontrol oleh Pemerintah pusat terhadap kebijakan yang

dibuat oleh Pemerintah Daerah.

7. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah

Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun

1999 tersebut sebenarnya ada berbagai macam bentuk pengawasan. Berbagai

pengawasan dimaksud pada dasarnya tergantung dari mana sudut pandang dilakukan.

Dalam hal ini bisa dipandang dari sudut waktu, jenis pengawasan atau kompentensi

pengawasnya. Hal-hal demikian menjadi diversifikasi pengawasan khususnya dari

pusat kepada daerah menjadi bermacam-macam.

65 Ni”Matul Huda, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press,

2010), Hal. 113. 

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 31/46

 

Dipandang dari sudut waktu pada saat pengawasan dilakukan, dihubungkan

dengan jenis pengawasan maka dapat dibedakan antara pengawasan preventif dan

pengawasan refresif. Dalam hal ini, dilakukan pengawasan preventif apabila

pengawasan itu dilaksanakan sebelum dikeluarkannya suatu peraturan atau keputusan

oleh pemerintah atas pemberlakuan produk hukum pemerintah daerah. Dengan

demikian pemerintah daerah telah membuat suatu kebijakan terlebih dahulu sebelum

mendapat pengesahan dari pemerintah, Sedangkan yang dimaksud pengawasan

represif adalah pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya peraturan atau

keputusan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau produk hukum daerah. Peraturan

biasanya bersifat mengatur sedangkan keputusan biasanya beranjak dari permintaan,

khususnya untuk memberikan penilaian terhadap produk hukum daerah tertentu.66

 

Membandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang

No. 5 Tahun 1974 maka kedua jenis pengawasan itu juga ada. Sama halnya dengan

Undang-Undang sebelumnya juga mengatur jenis pengawasan yang sama.

Normatifnya, di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 hanya dikenal satu

bentuk pengawasan terhadap Pemerintah Daerah yaitu pengawasan represif.

Sedangkan untuk pengawasan preventif tidak dinyatakan atau tidak dijadikan sebagai

dasar dalam melakukan pengawasan oleh Pusat terhadap Daerah. Lebih lanjut hal ini

dapat dicermati dalam penjelasan Undang-Undang tersebut yang menyatakan bahwa

66 Suriansyah Murhani, Op. Cit, Hal. 39. 

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 32/46

 

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 lebih menekankan pada pengawasan yang

sifatnya represif.67

 

Pada aspek pengawasan lain, pengawasan juga dilaksanakan terhadap hukum

yang dibuat oleh Daerah yaitu Peraturan Daerah. Bahwa Peraturan Daerah yang

ditetapkan oleh daerah tidak memerlukan pengesahan oleh pejabat yang berwenang.

Dalam hal ini adalah pemerintah pusat untuk tingkat produk hukum daerah Tingkat I

sedangkan daerah Tingkat II oleh daerah Tingkat I. Dengan konstruksi demikian

Kepada Daerah diberikan keleluasaan di dalam mengambil kebijakan di daerah yang

direfleksikan dalam bentuk Peraturan Daerah maupun di dalam Keputusan Kepala

Daerah. Hal ini juga mengfungsikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di dalam

kedudukannya sebagai wakil rakyat di daerah untuk melaksankan pengawasan di

daerah.

Konstruksi yuridis sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan pasal 114

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pemerintah pusat

dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan Peraturan Daerah kiranya

dapat lebih diperbaiki dengan konstruksi lebih jelas. Kejelasan ini denagn senantiasa

mengingat bahwa peraturan daerah pada hakikatnya adalah produk daerah melalui

wakil-wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang sudah

barang tentu dipersiapkan sesuai dengan kondisi obyektif daerah. Hal ini berarti

67 Ridwan , Op. Cit, Hal. 63. 

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 33/46

 

bahwa faktanya produk daerah itu, mencerminkan kenyataan yang secara objektif ada

di daerah.

Secara yuridis, ketentuan di dalam Pasal 114 Undang-Undang No. 22 Tahun

1999 mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan otonomi

daerah. Penjelasan Umum angka 10 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menentukan

bahwa pembinaan lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi dalam rangka

pemberdayaan daerah otonom sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada

pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada daerah otonom

dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) dalam mewujudkan fungsinya sebagai pengawas terhadap

pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karenanya, Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh

daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang

berwenang. Jika pasal 112 sampai dengan pasal 114 Undang-Undang No. 22 Tahun

1999 ditelaah lebih lanjut, maka dapat digambarkan mekanisme pengawasan represif 

sebagai berikut:

a.  Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada

Pemerintah (Pusat) selambat-lambatnya 15 (Lima Belas) hari setelah

ditetapkan.

b.  Pemerintah (Pusat) dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan

Kepala Daerah yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum atauperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan atau peraturan

perundang-undangan lainnya.

c.  Keputusan pembatalan tersebut diberitahukan oleh Pemerintah (Pusat) kepada

Pemerintah Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan-

alasannya.

d.  Selambat-lambatnya satu minggu setelah keputusan pembatalan tersebut,

Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah tersebut dibatalkan

pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 34/46

 

e.  Daerah yang tidak dapat meneriama keputusan pembatalan tersebut dapat

mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung setelah sebelumnya

mengajukannya kepada Pemerintah (Pusat) pengajuan keberatan kepadaMahkamah Agung sebagai upaya terakhir, dilakukan selambat-lambatnya 15

hari setelah adanya keputusan pembatalan dari Pemerintah (Pusat).68

 

Dalam hubungannya dengan pengawasan terhadap pemerintah daerah, maka

untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan daerah ialah bahwa

kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai

hak yang standar bagi pelaksanaan kegiatan dalam membuat dan menyetujui suatu

peraturan daerah, akan tetapi peraturan daerah yang dibuat dan disetujui tersebut

sesuai dengan tolak ukur yang telah direncanakan sebelumnya sebagai ketentuan,

yang merupakan landasan keberadaan hubungan diantara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah itu sendiri.

8. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses

kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai

dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan .

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh

pemerintah yang meliputi:

a.  Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;

b.  Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

68 Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,......Op. Cit , Hal. 122 

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 35/46

 

Di dalam Pasal 38 Undang-Undang. 32 Tahun 2004, Gubernur dalam

kedudukannya memiliki tugas dan wewenang:

a.  Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah

kabupaten/kota;

b.  Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan

kabupaten/kota;

c.  Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di

daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Di dalam kerangka Undang-Undang ini perlu dikemukakan bahwa masalah

pengawasan pemerintah (Pusat) dalam penyelenggaraan pemerintah daerah pada

sebelum berlakunya Undang-Undang. 32 Tahun 2004 diatur dalam ketentuan Pasal

113 dan 114 Undang-Undang. No. 22 Tahun 1999 yang intinya bahwa dalam rangka

pengawasan, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada

pemerintah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. Secara teknis

ketentuan Pasal 114 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang

bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pengawasan preventif hanya

dikaitkan dengan pengesahan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Padahal

undang-undang ini juga memuat berbagai ketentuan yang dapat digolongkan sebagai

pengawasan preventif. Misalnya pedoman tentang cara pelaksanaan

pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD (Pasal 31 ayat 5). Disamping itu,

 juga ketentuan Pasal 112 ayat (2) yang menyatakan bahwa pedoman mengenai

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 36/46

 

pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah. Oleh karena Peraturan Pemerintah merupakan kewenangan

eksekutif Pemerintah Pusat (dalam hal ini presiden) maka dapat dipahami bahwa

produk hukum demikian ini nantinya lebih banyak mengakomodasikan kepentingan

pusat jika dibandingkan dengan kepentingan daerah.69

 

Ketentuan dan model pengawasan yang diatur dalam Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 dan beberapa peraturan pelaksananya tersebut di atas jelas menunjukkan

bahwa pola pengawasan preventif terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah

masih dianut oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Hanya saja dalam hal

pengesahan peraturan daerah atau peraturan kepala daerah wewenang pengawasan

preventif sudah tidak dianut lagi tetapi lebih menekankan pada pengawasan represif.

Mencermati ketentuan di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 secara

substansial tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan dalam UU No. 22 Tahun

1999. Namun demikian dalam aspek pengawasan internal ada masalah yang kiranya

memerlukan perhatian secara khusus.70

 

Sesuatu yang nyata bahwa dengan diberikannya kewenangan yang lebih luas

kepada daerah, dan tidak dianutnya lagi pengawasan preventif terhadap Perda dan

Keputusan Kepala Daerah (dalam UU. No. 10 Tahun 2004 kemudian namanya di

ubah menjadi Peraturan Kepala Daerah), maka masing-masing daerah berlomba-

lomba membuat Perda khususnya yang berkaitan dengan upaya meningkatkan

69 Suriansyah Murhani, Op. Cit, Hal. 67. 70

Agussalim Andi Gadjong, Op. Cit , (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), Hal. 164. 

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 37/46

 

Pendapatan Asli Daerah (PAD).71

Akhirnya munculah banyak Perda yang

mengesahkan berbagai macam pungutan baik dalam bentuk pajak atau retribusi yang

membebani masyarakat. Padahal jenis pajak atau retribusi tersebut sebenarnya sudah

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menjadi wewenang

Pemerintah Pusat.

9. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan

Retribusi Daerah

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah,

pengawasan terhadap peraturan daerah diatur dalam 157 dan Pasal 158, Pasal 157

menyatakan:

”Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang Pajak dan Retribusi yang telah

disetujui bersama oleh Gubernur dan DPRD provinsi sebelum ditetapkan

disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling

lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud”.

Selanjutnya dalam Pasal 158 menyatakan:

1)  Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana yang telah

ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam

Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (Tujuh) hari setelah ditetapkan.

2)  Dalam hal Peraturan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan

merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden

melalui Menteri Dalam Negeri.

71Muhammad Sapta Murti, Op. Cit, Hal. 8. 

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 38/46

 

Penjelasan Pasal 157 menyatakan, Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah

kepada Menteri Keuangan dimaksudkan dalam rangka mempermudah dan

mempercepat proses konsolidasi.

Penjelasan Pasal 158 menyatakan, penerapan jangka waktu 7 (Tujuh) hari

dalam ayat (1) telah memeprtimbangkan administrasi pengiriman peraturan dari

daerah yang tergolong jauh. Pembatalan peraturan daerah berlaku sejak tanggal

ditetapkan.

10. Pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)

a.  Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan

Pengawasan Otonomi Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah ini, ditegaskan pengawasan atas

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk 

menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Macam-macam pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini

meliputi pengawasan represif, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan

pengawasan masyarakat.

Pengawasan resresif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan

yang telah ditetapkan Daerah baik berupa Perda, Keputusan Kepala Daerah,

Keputusan DPRD maupun Keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka

penyelenggaraan pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang

mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan,

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 39/46

 

pengujian, pengusutan dan penilaian. Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang

dilakukan oleh DPRD terhadap Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan

haknya. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat.

Dalam Pasal 7 ditentukan, Pemerintah melakukan Pengawasan atas

penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pemerintah dapat melimpahkan pengawasan

atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota kepada Gubernur

selaku wakil pemerintah di daerah sesuai peraturan perundang-undangan.

Melalui Peraturan Pemerintah tersebut dipertegas pejabat yang berwenang

melakukan pengawasan represif. Pasal 9 menyatakan bahwa pengawasan represif 

oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah setelah berkoordinasi dengan

Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait. Dalam melaksanakan

pengawasan refresif Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dibantu oleh Tim

yang anggotanya terdiri dari unsur Departemen/Lembaga Pemerintah Non

Departemen dan unsur lain sesuai dengan kebutuhan.

Pemerintah dapat melimpahkan pengawasan represif kepada Gubernur selaku

wakil pemerintah terhadap Perda dan atau Keputusan Kepala daerah serta Keputusan

DPRD dan keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten dan Kota setelah berkoordinasi

dengan instansi terkait. Dalam melaksanakan pengawasan represif Gubernur dibantu

oleh Tim yang anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah Daerah dan unsur lain sesuai

dengan kebutuhan.

Gubernur selaku wakil Pemerintah menerbitkan Keputusan Pembatalan Perda

dan atau Keputusan Kepala Pimpinan DPRD Kabupaten dan Kota, Keputusan DPRD,

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 40/46

 

Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten atau Kota sesuai kewenangan yang

dilimpahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). Dalam rangka

pengawasan represif Gubernur selaku wakil Pemerintah dapat mengambil langkah-

langkah berupa saran, pertimbangan, koreksi serta penyempurnaan dan pada tingkat

akhir dapat membatalkan berlakunya kebijakan Daerah Kabupaten/Kota.

Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang tidak dapat menerima Keputusan

Pembatalan Perda, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD dan Keputusan

Pimpinan DPRD Propinsi oleh Pemerintah dapat mengajukan keberatan kepada

Daerah Kabupaten/Kota yang tidak dapat menerima Keputusan Pembatalan Perda,

Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD

Kabupaten/Kota atau Gubernur sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepadanya

dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah.

Di dalam Pasal 15 ditegaskan Pemerintah Daerah dan DPRD menindaklanjuti

hasil pengawasan. Tindak lanjut hasil pengawasan Pemerintah dilaporkan oleh

Gubernur, Bupati dan Walikota kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah dengan tembusan kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga

Pemerintah Non Departemen terkait.

Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga ditegaskan lembaga yang

berwenang melakukan pengawasan legislatif, yakni DPRD. Pasal 17 menegaskan

DPRD melakukan pengawasan legislatif dilakukan sesuai dengan tugas dan

wewenangnya melalui dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 41/46

 

khusus dan pembentukan panitia kerja yang diatur dalam tata tertib dan atau sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

b.  Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 223 UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijelaskan

mengenai pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang meliputi:

a.  Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi;

b.  Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota; dan

c.  Pelaksanaan urusan pemerintahan desa.

Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi terdiri dari:

a.  Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat wajib;

b.  Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat pilihan;

c. 

Pelaksanaan urusan pemerintahan menurut dekosentrasi dan tugaspembantuan.

Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota terdiri dari:

a.  Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat wajib;

b.  Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat pilihan;

c.  Pelaksanaan urusan pemerintahan menurut tugas pembantuan.

Melalui Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 Pemerintah membuat

ketentuan dan aturan mengenai pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah

daerah. Model pengawasan yang dianut dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun

2005 meliputi berbagai macam, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan urusan

pemerintah di daerah (Pasal 20 s/d Pasal 36); pengawasan peraturan daerah dan

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 42/46

 

peraturan kepala daerah (Pasal 37 s/d Pasal 42); dan pengawasan oleh DPRD, artinya

DPRD sesuai fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan

pemerintah daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai peraturan perundang-undangan

(Pasal 43 PP No. 79 Tahun 2005).

Pengawasan terhadap perda sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah.

No. 79 Tahun 2005 dilakukan terhadap Rancangan Perda dan Rancangan Peraturan

Kepala Daerah sebelum diberlakukan. Khusus terhadap Raperda APBD dan

Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang pejabaran APBD, Raperda Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang disampaikan paling

lama 3 hari setelah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk dievaluasi

sebelum diberlakukan. Pejabat yang diberi wewenang melakukan evaluasi adalah

Mendagri un tuk Raperda Provinsi dan Gubernur untuk Raperda Kabupaten/kota.

Evaluasi terhadap Raperda dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah dilakukan paling

lambat 15 hari kerja sejak diterimanya rancangan tersebut (Pasal 39 PP No. 79 Tahun

2005).

Kepala daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) wajib menindaklanjuti hasil

evaluasi terhadap rancangan Perda atau rancangan Peraturan Kepala Daerah dalam

waktu paling lama 7 hari sejak diterima. Apabila kepala daerah tersebut tidak 

menindaklanjuti atau merevisi hasil evaluasi, maka peraturan daerah atau peraturan

kepala daerah yang telah ditetapkan dapat dibatalkan oleh pejabat yang lebih tinggi,

yakni untuk Provinsi dilakukan oleh Mendagri dengan Peraturan Menteri, sedangkan

untuk kabupaten/kota dibatalkan Menteri tetapi didelegasikan kepada Gubernur

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 43/46

 

dengan Peraturan Gubernur. Kepala daerah yang tidak dapat menerima Pembatalan

peraturan daerah atau peraturan kepala daerah oleh Mendagri atau oleh Gubernur

untuk Kabupaten/Kota dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung dalam

waktu paling lama 15 hari kerja sejak diterimanya pembatalan.

Lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan peraturan daerah dan peraturan

kepala daerah serta evaluasi rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan

kepala daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pasal 42 PP. No. 79

Tahun 2005). Namun dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2007

Tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

tidak diatur mengenai pengawasan terhadap Perda atau Peraturan Kepala Daerah.

Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2007 disebutkan

bahwa ruang lingkup pengawasan hanya meliputi pengawasan administrasi umum

pemerintahan dan pengawasan terhadap urusan pemerintahan. Tujuan pengawasan

tersebut adalah untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan

efektif dan efisiensi sesuai rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian pula dalam Permendagri No. 65 Tahun 2007 hanya mengatur evaluasi

terhadap Rancangan Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan

Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD oleh Kepala Daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

tersebut tidak diatur evaluasi dan pengawasan terhadap perda dan Peraturan Kepala

Daerah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 42 PP No. 79 Tahun 2005.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 44/46

Page 45: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 45/46

 

urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan dan/atau susunan

pemerintahan.

Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah meliputi:

a.  Politik Luar Negeri

b.  Pertahanan

c.  Keamanan

d.  Yustisi

e.  Moneter dan Fiskal Nasional

f.  Agama

Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan dan/ atau susunan

pemerintahan meliputi 31 (Tiga Puluh satu) bidang, meliputi:

1.  Pendidikan

2.  Kesehatan

3.  Pekerjaan Umum

4.  Perumahan

5.  Penataan Ruang

6.  Perencanaan Pembangunan

7.  Perhubungan

8.  Lingkungan hidup

9.  Pertahanan

10. Kependudukan dan Catatan Sipil

11. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 

12. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

13. Sosial

14. Ketenagakerjaan

15. Koperasi dan Usaha kecil menengah

16. Penanaman modal

17. Kebudayaan dan Pariwisata

18. Kepemudaan dan Olahraga

19. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri20. Otonomi Daerah Administrasi keuangan dan daerah

21. Pemberdayaan masyarakat dan desa.

22. Statistik 

23. Kearsipan

24. Perpustakaan

25. Komunikasi dan Informatika

26. Kehutanan

27. Energi dan Sumber Daya Mineral

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 46/46

 

28. Kelautan dan Perikanan

29. Perdagangan

30. Perindustrian.

Dalam hal penyusunan Peraturan Daerah (Perda), Pemerintah Provinsi

mempunyai wewenang yaitu Penyusunan Perda Provinsi, Pengajuan Rancangan

Peraturan Daerah (Raperda) provinsi tentang anggaran pendapatan belanja daerah

(APBD), pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah kepada pemerintah dan

penyampaian perda kepada pemerintah untuk dievaluasi. Sedangkan Pemerintahan

daerah Kabupaten/Kota yaitu penyusunan Perda Kabupaten/Kota, dalam Pengajuan

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) provinsi tentang anggaran pendapatan

belanja daerah (APBD), pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah kepada

Gubernur dan menyampaikan perda kepada pemerintah untuk dievaluasi.