engawasan dan pembinaan peraturan daerah
TRANSCRIPT
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 1/46
BAB II
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PERATURAN DAERAHDI INDONESIA
A. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Beberapa Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Dasar 1945
Pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah, dituangkan dalam peraturan
setingkat undang-undang. Diperlukannya peraturan setingkat undang-undang
mengenai pemerintah daerah adalah amanat lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar
1945. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah tersebut diatur dalam Pasal 18 UUD
1945 yang menyatakan:
”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa. Namun setelah UUD 1945 diamendemen yang berkaitan denganpemerintahan daerah berubah menjadi tujuh ayat. Ayat (1) menyebutkan
”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang
selanjutnya pada ayat (1) menyatakan ”Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Oleh karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan
UUD 1945 yang selama ini turut serta menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan
daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstitusional
pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Selain meniadakan
kerancuan, penghapusan, penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penataan tatanan
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 2/46
UUD baik dari sejarah pembuatan penjelasan maupun meniadakan “keganjilan”
bahakan “anomali”37
Selain tidak lazim UUD memilik penjelasan, juga selama ini
penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping ketentuan batang tubuh UUD.
Di dalam Pasal 18 A UUD 1945 Perubahan Kedua, hubungan antara Pusat dan
Daerah hanya dirumuskan secara garis besar, sehingga belum memberikan kejelasan
tentang bagaiman hubungan antara Pusat dan Daerah itu dilaksanakan. Pasal 18A
UUD 1945 menyatakan :
1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keberagaman daerah;
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksankan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 setelah diamandemen adanya keharusan dalam
menyelenggarakan pemerintahan menerapakan asas desentralisasi. Akan tetapi
perintah/amanat untuk melaksanakan otonomi (asas desentralisasi) pada UUD 1945
sebelum diamandemen bersifat umum; dan tidak tegas secara terinci model otonomi
yang bagaimana, maka formulasi dan penerapan otonomi pada setiap undang-undang
tentang pemerintahan daerah yang pernah ada sejak Indonesia merdeka selalu
berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut ini:
37Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Pusat studi Fakultas
Hukum UII, 2001), Hal. 7
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 3/46
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai
Kedudukan Komite Nasional Daerah
Pengaturan yang berbeda itu menimbulkan keberatan bukan hanya pada
masalah hubungan antara pusat dan daerah, tetapi juga dalam hal timbulnya
ketidakseragaman dalam pemerintahan antara satu daerah dengan lainnya. Undang-
Undang No.1 Tahun 1945 juga tidak berhasil melaksanakan fungsinya dengan baik
maupun terlalu dominannya kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan atas
prakarsanya sendiri.
Diakui bahwa pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun
1945 dipandang kurang memuaskan karena isi Undang-Undang tersebut sangat
sederhana, banyak hal mengenai pemerintahan daerah tidak diatur dalam Undang-
Undang tersebut, sehingga pada umumnya peraturan-peraturan dari masa yang
lampau masih dijadikan pegangan.
Terlepas dari berbagai kendala tersebut, kontribusi utama dari kehadiran
Undang-Undang No.1 Tahun 1945 ini ialah, Undang-Undang ini tidak saja telah
meletakkan tiang pancang konstruksi badan legislatif lokal dan hubungan-hubungan
legislatif lokal dengan eksekutif lokal di Negara Republik Indonesia, ia juga telah
menanamkan tradisi berpemerintahan sendiri alias berotonomi kepada elit lokal kita
di daerah-daerah dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak daripada
kepentingan diri sendiri maupun golongan.38
38 Soetandyo Wignyosubroto dkk, Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100
Tahun, (Jakarta: Institute for Local Development dan Yayasan Tifa, 2005), Hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 4/46
3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Tentang Pemerintahan Daerah
Untuk menjamin agar kewenangan yang diberikan kepada daerah-daerah tidak
disalahgunakan, pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap daerah. Bagi
propinsi pengawasan dilakukan oleh presiden, sedang bagi tingkat-tingkat daerah
lainnya oleh daerah setingkat di atasnya, yaitu propinsi mengawasi kabupaten/kota
besar dalam lingkungan wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi
desa/kota kecil yang berada di bawahnya. Bentuknya dapat berupa pengawasan
preventif yaitu sebelum putusan dikeluarkan oleh DPRD atau DPD, kepala daerah
selaku wakil pemerintahan berhak menahan putusan tersebut bila putusan-putusan
tersebut dinilainya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Disamping itu, bisa pula dilakukan
pengawasan represif, yaitu putusan-putusan yang telah dikeluarkan DPRD atau DPD
jika dinilai oleh presiden bagi propinsi dan oleh DPD setingkat lebih atas bagi lain-
lain daerah bertegangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, dapat ditunda atau dibatalkan.39
Meskipun semula dimaksudkan untuk mengatasi berbagai dualisme dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1945, setelah berlakunya Undang-Undang No. 22
Tahun 1948, sifat dualisme dalam pemerintahan di daerah masih ada. Ada dua hal
lain yang dicatat oleh Bagir Manan yang mengantarkan kepada kesimpulan bahwa
Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,
39 Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), Hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 5/46
yaitu, pengisian sistem rumah tangga daerah (asas otonomi) dan keuangan daerah.
Karena dua faktor tersebut, maka kecenderungan desentralistik yang dikehendaki
oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak dapat terlaksana sebagaimana
mestinya. Bahkan sebaliknya, daerah menjadi tergantung pada pusat sehingga terjadi
kecenderungan sentralistik.
Sebagaimana disebutkan di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1948 yaitu:
Pemerintah Daerah terdiri dari 2 (dua) macam yaitu:
a. Pemerintahan Daerah yang bersandar pada hak otonomi, dan
b. Pemerintahan Daerah yang disandarkan pada hak medebewind
Tentang perbedaan hak otonomi dan hak medebewind adalah sebagai berikut:
Pada pembentukan pemerintah daerah yang berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri menurut Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah in
maka pemerintah pusat ditentukan kewajiban pekerjaan mana-mana saja yang dapat
diserahkan kepada daerah. Penyerahan ini ada dua macam yaitu:
a. Penyerahan penuh, artinya baik tentang asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun
tentang caranya menjalankan kewajiban (pekerjaan yang diserahkan itu),diserahkan semuanya kepada daerah (hak otonomi), dan
b.Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya
menjalankan saja, sedangkan prinsip-prinsipnya ditetapkan oleh pemerintah
pusat sendiri (hak medebewind ).
Hak medebewind ini jangan diartikan sempit, yaitu hanya menjalankan perintah
dari atas saja, sekali-kali tidak. Oleh karena pemerintah daerah berhak mengatur
caranya menjalankan menurut pendapatnya sendiri. Jadi masih mempunyai hak
otonom sekalipun hanya mengenai cara menjalankan, ini benar artinya bagi tiap-tiap
daerah.40
40 R. Joeniarto, Perkembangan Pemerintah Lokal, (Bandung: Alumni, 1979), Hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 6/46
Kajian lain terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menyimpulkan,
bahwa konstruksi desentralisasi politik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 ini
dikatakan “overdosis” alias kebablasan atau terlalu maju, tidak sesuai dengna realitas
pertumbuhan pemerintahan kita, ini disebabkan oleh pemikiran liberal yang merasuki
perancang undang-undang waktu itu demi menampakkan kepada dunia internasional
bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis sebagai dukungan bagi perjuangan
mempertahankan kemerdekaan.
Pokok-pokok utama dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 adalah untuk
menghapuskan perbedaan antara cara pemerintahan di pulau Jawa-Madura dengan
daerah di luar Jawa-Madura. Peraturan ini menuju persamaan cara dalam
pemerintahan daerah bagi seluruh Indonesia dan membatasi tingkatan badan-badan
pemerintahan daerah sedikit mungkin. Termasuk untuk penghapusan dualisme dalam
pemerintahan daerah, dan pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya
pada badan-badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis atas dasar
permusyawaratan.41
4. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah
Di daerah sendiri, keberadaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 baru terasa
seelah pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat
DPRD) diselenggarakan. Di beberapa daerah di Jawa, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan. DPRD hasil pemilu segera memilih kepala daerah dan membentuk
41Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1986), Hal. 46.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 7/46
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tetapi dalam menjalankan kekuasaannya DPD
beserta kepala daerahnya sering jatuh bangun, persis seperti model kabinaet di Pusat,
gara-gara dilancarkannya mosi tidak percaya oleh DPRD. Kemelut bertambah pelik,
karena di daerah selepas diberlakukannya Undang-Undang ini, terdapat dua nahkoda
atau dua pimpinan pemerintahan. Urusan desentralisasi dan medebewind dipimpin
oleh DPD/kepala daerah, sedangkan urusan dekonsentrasi/pemerintahan umum
ditangani oleh pejabat pamong praja. Dampaknya adalah, efisiensi, efektivitas dan
koordinasi tidak berjalan.42
Sebagai Undang-Undang yang berinduk pada UUD Sementara 1950 Pasal 131,
maka Undng-Undang No. 1 Tahun 1957 menganut asas yang ditetapkan UUD
induknya yakni “otonomi yang seluas-luasnya” yang diwujudkan dalam asas otonomi
yang nyata. Ini merupakan implikasi dari asas yang terlampau demokratis sehingga
menjadi ultra democratis, yang mengandung bahaya membawa perpecahan-
perpecahan dalam golongan-golongan masyarakat dan memperlemah hubungan
hirarki antara pusat dan daerah.43
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 ini menganut sistem otonomi yang riil
dan seluas-luasnya, dalam pelaksanaannya apabila dibutuhkan setiap saat urusan
pangkal yang menjadi urusan rumah tangga daerah itu dapat ditambah dan dikurangi,
sesuai kebutuhan yang didasarkan pada faktor-faktor riil.
42 Soetandyo Wignyosubroto, Pasang Surut Otonomi Daerah,........Op. Cit , Hal. 84-85. 43 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah (Bandung: Alumni, 1978), Hal. 93-
94.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 8/46
Adapun yang dimaksud dengan sistem otonomi riil menurut Jimmi Mohammad
Ibrahim adalah wewenang daerah otonom ini dibatasi secara positif yaitu disebutkan
secara tegas apa saja yang berhak diatur dan diurusnya.44
Menurut analisis Moh. Mahfud MD, ada dua alasan yang sangat rasional
mengapa Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 harus segera diganti menyusul
perpindahan kekuasaan dari partai di parlemen ke tangan Soekarno, yaitu tuntutan
konstitusi dan realitas politik. Pertama, dalam logika Soekarno Undang-Undang No. 1
Tahun 1957 tidak sesuai dengan UUD 1945 karena bersendikan demokrasi liberal
yang mengandung instabilitas. Karenanya harus diganti dengan Undang-Undang yang
bersendikan demokrasi kekeluargaan (gotong royong). UUD 1945 melalui Pasal 18
memberikan garis-garis besar atau prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Kedua, dilihat dari sudut politik, Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 ternyata
menyebabkan munculnya fenomena disintegrasi atau penyempalan daerah-daerah
terhadap pusat yang mengancam prinsip negara kesatuan. Jadi Undang-Undang No. 1
Tahun 1957 yang merupakan produk sistem politik yang sangat liberal-demokratis
telah membawa efek desintegrasi sehingga sebuah kekuatan politik yang otoriter di
bawah demokrasi terpimpin segera mencabut dan menggantinya.45
Ketika Presiden Soekarno mempraktekkan Demokrasi Terpimpin, masyarakat
tidak mempunyai peluang untuk mewujudkan apa yang menjadi aspirasi mereka.
Demokrasi Terpimpin sebenarnya merupakan nama lain dari otoritarianisme. Dalam
44 Jimmi Mohammad Ibrahim, Prospek Otonomi Daerah Dalam Rangka Memberi Peranan
Yang Lebih Besar Kepada Pemerintah Daerah Tingkat II . (Semarang: Dahara Prize, 1991), Hal. 54. 45
Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,……Op. Cit, Hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 9/46
kaitannya dengan mekanisme hubungan kekuasaan antara Pusat dengan Daerah,
pemerintah pada waktu itu menguburkan ide otonomi daerah yang luas, bahkan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 diganti dengan hanya sebuah “Penetapan
Presiden”, yaitu Penetapan Presiden (Penpres) No. 6 Tahun 1959”.46
Penetapan
Presiden merupakan suatu produk hukum baru yang disetarakan dengan Undang-
Undang.
5. Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintah Daerah
Penpres No. 6 Tahun 1959 menggariskan kebijaksanaan politik yang ingin
mengembalikan dan memperkuat kedudukan kepala daerah sebagai alat pemerintah
pusat. Kepala daerah diberi fungsi rangkap, yaitu sebagai alat dekonsentrasi dan
desentralisasi, tetapi dalam prakteknya jauh lebih menonjol dekonsentrasinya.
Penpres ini dimaksudkan sebagai perubahan atau penyempurnaan terhadap tata
pemerintahan daerah yang berlaku sebelumnya, minimal mencakup dua hal. Pertama,
menghilangkan dualisme pemerintahan di daerah antara aparatur dan fungsi otonomi
dan pelaksana dan fungsi kepamong prajaan. Kedua, memperbesar pengendalian
pusat terhadap daerah.
Di dalam Pasal 15 ditetapkan bahwa dalam rangka menjalankan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah selaku alat pusat
diserahi kewenangan untuk menangguhkan/membatalkan keputusan DPRD yang
bersangkutan dan keputusan pemerintah daerah bawahannya yang bertentangan
46 Syaukani, HR Afan Gaffar dan M. Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan,
Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan Kerjasama Dengan
Pusat Pelajar, 2002), Hal. 124.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 10/46
dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
Kehadiran Penpres yang memberi kekuasaan besar kepada pemerintah pusat
untuk mengatur pemerintah daerah, khususnya kedudukan kepada daerah, merupakan
langkah mundur dalam sejarah pembuatan kebijakan otonomi daerah di Indonesia.
Alasannya, pertama, pemilihan kepala daerah yang dilakukan murni oleh DPRD dan
direncanakan paling lambat empat tahun ke depan akan ditunaikan langsung oleh
rakyat seperti ditetapkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, kini pupus
sudah. Pemilihan langsung kepala daerah kepada DPRD selaku wakil rakyat diganti
menjadi kepada pemerintah pusat. Malahan, kepala daerah sebagai wakil pusat dapat
menangguhkan/membatalkan keputusan DPRD. Ketiga, sekaligus alat daerah
memang berguna untuk menghapus dualisme pemerintahan di daerah, tetapi juga
berpotensi membuat kepala daerah menjadi sewenang-wenang karena ia menjadi
penguasa tunggal.
6. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah
Secara khusus Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 memuat bab khusus tentang
pengawasan terhadap daerah, yakni Bab VII mencakup Pasal 78 sampai dengan Pasal
87. Menurut Pasal 78 suatu keputusan daerah mengenai pokok-pokok tertentu tidak
dapat berlaku sebelum disahkan oleh pusat atau kepala daerah yang tingkatannya
lebih tinggi. Penetapan keputusan yang harus menunggu pengesahan itu diatur
dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Jangka waktu pengesahan
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 11/46
ditetapkan selama 3 (tiga) bulan (dan dapat diperpanjang 3 bulan lagi). Atinya dalam
waktu 3 bulan, pusat atau instansi yang lebih tinggi tidak mengeluarkan keputusan
pengesahan atau penolakan, maka keputusan daerah tersebut dapat diberlakukan. Jika
pusat atau instansi yang lebih tinggi menolak untuk mengesahkan keputusan, daerah
yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada instansi yang lebih atas dari
instansi yang menolak (Pasal 79). Menurut Pasal 80, menteri dalam negeri atau
kepala daerah yang setingkat lebih tinggi dapat menangguhkan atau membatalkan
keputusan kepada daerah yang bertentangan yang tingkatannya lebih tinggi.
Pembatalan ini berakibat pula pada batalnya semua akibat yang timbul dari keputusan
yang dibatalkan (Pasal 82).
Tidak lama setelah Orde Baru lahir, Undang-Undang No. 18 Tahun 1965
dipandang sebagai sesuatu yang tidak demokratis dan bertentangan dengan UUD
1945. Oleh sebab itu pada tanggal 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan Ketetapan
MPRS No. XXI/MPRS/196647
tentang pemberian otonomi seluas-luasnya kepada
daerah. Jika dilihat dari penekanan pada otonomi yang seluas-luasnya, maka menurut
MPRS pada waktu itu asas demokrasi sebagai bagian dari UUD 1945 dapat
diwujudkan dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah.
47Pasal 1: Menugaskan kepada pemerintah bersama-sama DPR-GR untuk memberikan
otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah sesuai dengan jiwa dan isi UUD 1945 tanpa mengurangi
tanggung jawab pemerintah pusat di bidang perencanaan, koordinasi dan pengawasan terhadap daerah-
daerah. Pasal 2: Untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah, berikut semua
aparatur dan keuangannya, kecuali hal-hal yang bersifat nasional. Pasal 3: Daerah diberitanggungjawab dan wewenang sepenuhnya untuk mengatur segala sesuatu di bidang kepegawaian
dalam lingkungan pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 12/46
7. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah di Daerah dan Proses Kelahirannya
Selama masa pemerintahan Orde Baru, hampir seluruh aspirasi dari daerah tidak
mendapatkan saluran yang memadai di Pusat. Pembangunan di daerah lebih banyak
ditentukan prakarsanya oleh Pusat, daerah “wajib” untuk melaksanakannya.
Hubungan kewenangan antara Pusat dan Daerah selayaknya hubungan antara atasa
dengan bawahan. Pemberdayaan Pusat terhadap Daerah hampir tidak nampak.48
Dalam bidang politik, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah “dimandulkan” hak
dan wewenangnya oleh undang-undang karena kewenangan yang diberikan
kepadanya bersifat semu. DPRD tidak berwenang memilih kepala daerah tetapi hanya
memilih bakal calon kepala daerah, yang berwenang memilih adalah Presiden, karena
hal itu merupakan hak prerogatif presiden. Konsekuensinya, kepala daerah tidak
bertanggung jawab kepada DPRD tetapi kepada presiden, kepada DPRD hanya
memberikan keterangan pertanggungjawaban. Sehingga hampir tidak pernah
terdengar adanya “ketegangan” yang berarti antara Kepada Daerah dengan DPRD
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, karena DPRD tidak dapat menjatuhkan
Kepala Daerah.49
DPRD juga menjadi bagian dari pemerintahan daerah (eksekutif), dan bukan
sebagai lembaga legislatif daerah. Akibatnya, DPRD hanya dijadikan justifikasi atas
berbagai keinginan kepala daerah. Peraturan Daerah (Raperda) oleh DPRD, karena
pada akhirnya pemerintah yang lebih tinggi akan mengesahkannya (Gubernur untuk
48 Ni’Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,......Op. Cit, Hal. 68. 49
Ibid
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 13/46
Perda Tingkat I; dan Menteri Dalam Negeri untuk Perda Tingkat II) yang dipahami
sebagai pengawasan preventif. Pengawasan ini dipandang sebagai langkah intervensi
pemerintah pusat terhadap aspirasi daerah, karena dari awal aspirasi itu bisa terpotong
oleh kepentingan pusat yang mungkin tidak selaras dengan kepentingan daerah.50
Mengiringi lahirnya reformasi politik di tahun 1998, MPR telah mengeluarkan
Ketetapan MPR RI No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan,
serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Kesatuan RI, yang
mengisyaratkan secara tegas penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Daerah
secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan
dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan
serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
8. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang ini lahir dari akibat reformasi pelaksanaan pemerintahan di
Indonesia, yang secara langsung menjawab harapan masyarakat (daerah) dalam
merevisi Undang-Undang. No. 5 Tahun 1974 yang mengatur pelaksanaan pemerintah
di daerah.
50 Miriam Budiarjo dan Ibrahim Ambong (editor), Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik
Indonesia, ( Jakarta: Rajawali Pers Kerjasama dengan AIPI, 1993), Hal. 12
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 14/46
Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 antara lain : (a) penyelenggaraan otonomi
daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan,
serta potensi dan keanekaragaman daerah. (b) pelaksanaan otonomi daerah
didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. (c) pelaksanaan otonomi
daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang
otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.51
Melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 daerah diberi kewenangan dalam
seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan
bidang lain. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten
dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan
hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
UU No. 22 Tahun 1999 memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang
dibatasi hanya sampai pemerintahan Propinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota
telah terbebas dari intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan
Kepala Daerah Otonom ( Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif
(Field Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepala Daerah Otonom saja.
51 C.S.T Kansil dan Christine Kansil, Pemerintah Daerah Di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar
Grafika, 2008), Hal. 79.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 15/46
Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan kota (dulu Kotamadya)
sudah tidak dikenal lagi.
Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri oleh DPRD Kabupaten/Kota tanpa
melibatkan pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat. Oleh karena irtu,
Bupati/Walikota harus bertanggungjawab kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD
sebelum masa jabatannya usai. Sementara itu Pemerintahan Pusat (Presiden) hanya
diberi kekuasaan untuk ‘memberhentikan sementara’ seorang Bupati/Walikota jika
dianggap membahayakan integrasi nasional.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 memberikan perubahan mendasar dalam
desain kebijakan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Desentralisasi
kewenangan kepada pemerintah kabupaten dilakukan pada taraf yang signifikan.
Setelah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 berlaku lebih kurang 4 tahun,
muncul berbagai distorsi dalam implementasinya, bahkan muncul “ketegangan”
antara Pusat dan Daerah berkaitan dengan kebijakan Pusat yang dipandang tidak
sesuai dengan aspirasi Daerah. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 sampai saat menjelang diganti
dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 belum juga dikeluarkan oleh
Pemerintah, misalnya Peraturan Pemerintah tentang urusan otonomi untuk Kabupaten
dan Kota. Tetapi Pemerintah justru mengeluarkan Keputusan Presiden No. 5 Tahun
2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota, yang kemudian
ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 130-67
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 16/46
Tahun 2002 tanggal 20 Pebruari 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten
dan Kota.
Kewenangan antara Pusat dan Daerah juga terjadi dalam hal interpretasi
kewenangan antara Pusat dan Daerah. Hal itu terlihat antara lain dari dibatalkannya
sejumlah Peraturan Daerah yang dipandang “bermasalah” oleh Pemerintah Pusat
dengan alasan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.52
Adanya penegasan dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
bahwa antara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota tidak ada jenjang hierarki,
telah pula menyebabkan hubungan antara keduanya menjadi tidak harmonis. Daerah
Kabupaten/Kota menganggap Daerah Propinsi bukan atasannya lagi sebagaimana
dulu diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974. Akibatnya, Gubernur merasa
kewenangannya banyak dipangkas terutama hilangnya kapasitas untuk mengontrol
dan mengawasi perilaku Kepala Daerah di Kabupaten dan Kota yang selama ini
dinikmati pada masa pemerintahan Orde Baru. Padahal dalam Pasal 9 Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 ditegaskan bahwa kewenangan propinsi sebagai daerah
otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
kabupaten/kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya,
termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah
kabupaten dan daerah kota. Kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi
52 Ni’Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,........Op. Cit, Hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 17/46
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada
gubernur selaku wakil pemerintah.
9. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ditegaskan, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai
pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan
tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil
dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam, dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan
kewilayahan antar susun pemerintahan.53
Penyelenggaran urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
susunan pemerintahan. Pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan
pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang
saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Urusan
53 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi
Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, 2005), 101.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 18/46
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur
disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
dibedakan atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota
merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota. Urusan pemerintahan kabupaten/kota
yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pemerintahan
tersebut antara lain, pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan,
pariwisata.
Di dalam Pasal 12 ditentukan, urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang
dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang
didekonsentrasikan.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 19/46
Sisi lemah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah masalah kewenangan
DPRD yang tidak lagi dapat berperan optimal seperti dalam Undang-Undang No. 22
Tahun 1999, karena sejumlah kewenangannya yang signifikan telah direduksi
sedemikian rupa sehingga kewenangan DPRD tidak beda jauh dari desain Undang-
Undang No. 5 Tahun 1974.54
DPRD selain tidak lagi memilih kepada daerah, juga tidak bisa minta
pertanggungjawaban kepala daerah karena kepala daerah bertanggung jawab kepada
pemerintah pusat (Presiden), kepada DPRD hanya menyampaikan keterangan
pertanggungjawaban. Dengan demikian DPRD tidak lagi dapat leluasa mengkoreksi
kebijakan kepala daerah yang bisa berakibat pemberhentian kepala daerah
sebagaimana dulu dimungkinkan oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Di
sinilah terjadi distorsi sistem demokrasi langsung khususnya dalam pemberhentian
kepala daerah.
B. Pengaturan Pengawasan Dalam Beberapa Undang-Undang Pemerintah
Daerah
1. Pengawasan Dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan
Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah
Undang Undang No. 1 Tahun 1945 merupakan produk hukum pertama
berkenaan dengan Pemerintahan Daerah Undang-Undang ini mengatur tentang
Komite Nasional Daerah (KND) namun para pakar memandang bahwa ini adalah
produk hukum pertama pasca proklamasi yang mengatur mengenai Pemerintahan
54 Agussalim Andi Gadjong, Pemda (Kajian Politik Dan Hukum), (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2007), Hal. 168.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 20/46
Daerah. Undang Undang ini terdiri dari 6 pasal kendatipun dibuat oleh pembentuk
Undang Undang namun sifatnya serba darurat karena fokus negara pada waktu itu
masih berkonsolidasi dan memusatkan kekuatan untuk mempertahankan
kemerdekaan yang baru diproklamasikan.55
Undang Undang ini memposisikan KND sebagai Badan Legislatif Daerah
yang dipimpin oleh Kepala Daerah sedangkan secara struktural KND dipimpin oleh
Kepala Daerah yang tugasnya menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan
secara intenal dilaksanakan oleh lembaga itu sendiri yang secara teknis
mempergunakan struktur internal sebagai bagian dari mekanisme Pemerintahan
Daerah.
2. Pengawasan Preventif dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Tentang
Pemerintahan Daerah
Pola hubungan antara Pemerintahan Pusat-Daerah yang lebih menekankan
pada Negara Kesatuan dapat dicermati dari ketentuan tentang pengawasan yang
secara eksternal dimiliki oleh Pemerintahan Pusat. Dalam kaitan ini, dinyatakan
bahwa segala putusan Dewan Pemerintahan Daerah Provinsi yang merupakan
legitimasi otoritas kekuasaan di Provinsi tidak dapat dilaksanakan kecuali setelah
memperoleh pengesahan dari Presiden selaku pemegang kekuasaan Pusat.
Mekanisme pengawasan sebagaimana dinyatakan diatas, merupakan bentuk
komitmen birokratis pemerintahan di dalam Negara Kesatuan. Kontrol dari
pemerintah tingkat atasnya secara berjenjang diterapkan dengan konsisten sebagai
55 Ridwan, Hukum Administrasi Di Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press, 2009), hal. 127.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 21/46
bagian dari komitmen Negara Kesatuan yang telah ditetapkan sebagai bentuk negara.
Hal demikian dapat dimaknai bahwa sebenarnya kedudukan Daerah adalah bawahan
Pusat yang senantiasa dapat melakukan kontrol terhadap kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan oleh Daerah sebagai manisfestasi dari kekuasaan yang dimilikinya.
Secara normatif, bentuk pengawasan sebagaimana dikontruksikan dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 dikenal sebagai bentuk pengawasan preventif.
Karakter dari bentuk pengawasan ini adalah:
1. Pemerintah Pusat merupakan organ yang mempunyai otoritas untuk
melakukan kontrol atas produk hukum yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah.
2. Ada penetapan batas waktu tertentu untuk menentukan sikap menolak atau
melegitimasi produk hukum.
3. Ada mekanisme pengajuan keberatan atas utusan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat berkenaan dengan produk hukum Pemerintah Daerah.
4. Ada tenggang waktu atas penolakan yang mengiringi mekanisme
keberatan dan sikap Pemerintah Pusat.
Dalam hal pengawasan secara internal (oleh Pemerintahan Daerah)
sendiri,ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 menyatakan
bahwa Kepala Daerah mengawasi pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Dewan Pemerintah Daerah berhak menahan dijalankannya putusan-putusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah bila dipandang putusan-
putusan itu bertentangan dengan kepentingan umum .... dan seterusnya. Secara
normatif pengawasan internal-sebagai bentuk pengawasan secara kelembagaan
didalam intern Pmerintahan Daerah itu-dikenal sebagai pengawasan represif. Dengan
demikian Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 mengenal dua bentuk pengawasan
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 22/46
dalam sistem pemerintahan di Daerah yaitu pengawasan preventif dan pengawasan
represif. Kedua pengawasan ini diatur secara konkret didalam Undang-Undang
tersebut sebagaimana tercermin didalam pasal-pasalnya.56
Sebagaimana disampaikan bahwa bentuk pengawasan represif dalam Undang-
Undang No. 22 Tahun 1948 tekhnisnya adalah penangguhan atau pembatalan. Hal ini
dinyatakan pada ketentuan 42 Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 yang menyatakan
bahwa:57
1. Putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah,
jikalau bertentangan dengan kepentingan umum, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya dapat
ditunda atau dibatalkan, bagi propinsi oleh Presiden dan bagi lain-lain daerah
oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.
2. Putusan penundaan atau pembatalan diberitahukan dalam waktu 15 hari
sesudah putusan itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau kepada
Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan disertai dengan alasan-
alasannya.
3. Lamanya tempo penundaan disebutkan dalam surat ketetapan dan tidak boleh
lebih dari 6 bulan.
4. Apabila dalam waktu 6 bulan karena penundaan itu tidak ada putusan
pembatalan maka putusan daerah itu dipandang berlaku.
Pemerintah Pusat dalam kedudukan ini adalah sebagai organ yang mempunyai
kekuasaan yang direfleksikan pada kewenangan teknis yang diatur dalam Undang-
Undang itu untuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Teknisnya adalah dalam bentuk pengawasan yang bersifat preventif (eksternal) dan
pengawan yang bersifat represif (internal) tersebut. Secara praktis kendatipun
Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 itu sudah dirumuskan dalam bentuk yang jauh
56 Suriansyah Murhani, Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, (Palangkaraya:Agvenda, 2008), hal. 17
57 Ibid
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 23/46
lebih rinci dan operasional namun tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.
Sebagaimana disampaikan penyebabnya adalah masih belum mapannya keadaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia pada waktu itu karena harus memusatkan
potensinya untuk diplomasi mengukuhkan kemerdekaan yang diproklamasikan Tahun
1945, diplomasi itu baru berhasil secara sempurna dan memperoleh kedaulatan penuh
pada tahun 1959 ketika Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat
(R.I.S).
3. Pengawasan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 adalah tentang pokok-pokok
Pemerintahan Daerah. Dalam banyak hal Undang-Undang ini sebenarnya dasar-
dasarnya banyak mengambil dari ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No.
22 Tahun 1948, namun yang nyata bahwa Undang-Undang ini lahir di dalam
semangat Negara Kesatuan di bawah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Secara
konstitusional ada perbedaan mendasar antara UUD 1945 dengan UUDS 1950. Sama
halnya dengan Undang-Undang sebelumnya, secara normatif Undang-Undang No. 1
Tahun 1957 juga mengatur pengawasan preventif dan pengawasan repsresif.
Pengawasan preventif diatur dalam ketentuan pasal 62 dan pasal 63. Untuk
pengawasan represif diatur dalam Pasal 64 sampai dengan pasal 72.58
Berdasarkan ketentuan di atas, produk hukum dan kebijakan tertulis dari
Daerah tidak dapat diberlakukan sebelum memperoleh persetujuan instansi tingkat
58 Ibid, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 24/46
atasnya. Artinya bahwa di samping keputusan-keputusan daerah yang menurut
Undang-Undang ini harus diawasi secara preventif (seperti pasal 12 ayat 3, pasal 21
ayat 2, pasal 22 ayat 2, pasal 39 ayat 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, dan
sebagainya). Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang atau produk hukum lainnya
yang menjadi kewenangan Pusat dapat menunda berlakunya suatu produk hukum
Daerah dengan alasan tertentu, khususnya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu berarti bahwa produk hukum Daerah
tidak dapat diberlakukan sebelum mendapat pengesahan dari Pemerintah Pusat.
Pada dimensi pengawasan represif dalam bentuk pembatalan dan
penangguhan di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 diatur dalam pasal 64
yang menyatakan bahwa Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan
Pemerintah Daerah, jikalau bertentangan dengan kepentingan umum, Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya,
dipertangguhkan atau dibatalkan bagi Daerah Swatantra Tingkat ke I oleh Menteri
Dalam Negeri atau penguasa lain yang ditujukan dan bagi lain-lain daerah oleh
Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.
Dari deskripsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957
menunjukkan bahwa karakter yang dijadikan sebagai dasarnya adalah otonomi riil
(reele houishoudings-begrip). Karakter otonomi riil ini mendasarkan diri pada
kondisi yang secara obyektif-riil-nyata ada di Daerah yang memperoleh limpahan
otonomi. Hal demikian membawa konsep konsekuensi adanya harmoni yang nyata
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 25/46
dan obyektif antara kewenangan yang dilimpahkan, potensi yang dimiliki dan
kemampuan untuk melaksanakan.59
4. Pengawasan dalam Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 Tentang
Pemerintah Daerah
Sehubungan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada era
Demokrasi Terpimpin, Pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No. 6 Tahun
1959 tentang Pemerintahan Daerah (Disempurnakan). Penetapan Presiden (PenPres)
ini lebih memfokuskan diri pada pola-pola instruktif, sesuai dengan kedudukan
presiden yang bersifat otoritatif atas kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia.
Oleh karena sifat yang demikian, maka PenPres ini tidak mengatur tentang
pengawasan dan lebih menekankan pada pemusatan kekuasaan pada Presiden sebagai
lembaga yang punya otoritas tertinggi dalam Negara dan untuk itu berwenang
mengambil keputusan atas berbagai hal dalam Negara, termasuk dalam mengatur dan
mengelola pemerintahan daerah.60
Berdasarkan Pasal 21 Penpres No. 6 Tahun 1959 dinyatakan bahwa
pengawasan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tetap berlaku. Hal ini berarti
bahwa dari pemaknaannya ada pertentangan mendasar. Penetapan Presiden No. 6
Tahun 1959 yang memusatkan kekuasaan pada presiden (Secara politis diberi label
demokrasi terpimpin) sebagaimana disebut di atas memberikan keluasaan bahkan
sebagai pengontrol tunggal adalah Pemerintah Pusat.
59Ridwan, Op. Cit, hal. 56
60 Ibid, hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 26/46
Kontekstualitas atas Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 sebenarnya lebih
bersifat sebagai akomodasi terhadap kekosongan hukum sebagai akibat dari
pergesaran atau tepatnya pergantian sistem politik.61
Oleh karena itu Penetapan
Presiden No. 6 Tahun 1959 ini tidak berlaku secara efektif. Elemen-elemen dalam
masyarakat yang merupakan kekuatan potensial dalam menggerakkan roda
pemerintahan negara lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan polittik dan
sangat sedikit untuk membangun daerah melalui struktur hukumnya.
5. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah
Secara struktural, manakala di dalam Undang-Undang sebelumnya dinyatakan
bahwa Pemerintah Daerah terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Dewan Pemerintahan Daerah (DPD), maka menurut Undang-Undang No. 18 Tahun
1965 yang dimaksud Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini lebih mengedepankan kenyataan bahwa
Dewan Pemerintahan Daerah yang merupakan mekanisme pemerintahan kolektif itu
tidak dapat berlangsung efektif karena silang sengketa internal.62
Penyebutan Kepala Daerah secara tegas dan konkret dalam Undang-Undang
No. 18 Tahun 1965 meletakkan posisi kepala daerah dengan beban tanggung jawab
yang merupakan refleksi dari kekuasaaan yang besar dalam struktur pemerintahan
negara, khususnya Pemerintahan Daerah. Keberadaannya bukan saja merupakan alat
Pemerintahan Pusat yang tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
61Suriansyah Murhani , Op. Cit, Hal. 25
62Ridwan, Op. Cit, Hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 27/46
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 28/46
Tentang pengawasan preventif di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965
diatur dalam Pasal 78 dan Pasal 79, sedangkan pengawasan represif diatur dalam
Pasal 80. Inti dari mekanisme pengawasan itu adalah bahwa dengan Undang-Undang
atau Peraturan Pemerintah dapat ditetapakan bahwa suatu Keputusan Daerah
mengenai pokok-pokok tertentu tidak berlaku sebelum disahkan oleh instansi yang
ada di atasnya dan secara konkret adalah:
a. Menteri Dalam Negeri untuk Keputusan Daerah Tingkat I;
b. Kepala Daerah Tingkat I untuk Keputusan Daerah Tingkat II dan
c. Kepala Daerah Tingkat II untuk Keputusan Daerah Tingkat III.
Adapun tentang Pengawasan preventif, erat kaitannya dengan pengawasan
umum yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang untuk di daerah dilakukan oleh
Kepala Daerah sebagai alat pemerintah pusat. Oleh karena itu suatu Keputusan
Daerah (termasuk Peraturan Daerah) yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah juga harus ditanda tangani oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian harus ada bentuk kerjasama yang harmonis antara Kepala Daerah
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
6. Pengawasan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah di Daerah dan Proses Kelahirannya
Pengawasan yang diterapkan di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
sebenarnya dapat dinyatakan tidak mengalami perubahan dari Undang-Undang
sebelumnya. Di dalam Undang-Undang ini dikedepankan pengawasan preventif,
pengawasan represif, dan pengawasan umum. Letak perbedaan yang menonjol
kalaupun itu disebut sebagai perbedaan adalah di dalam hal objek pengawasan. Kalau
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 29/46
sebelumnya objek pengawasan ditujukan kepada berbagai institusi yang secara teknis
menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah maka menurut Undang-
Undang No. 5 Tahun 1974 yang menjadi objek pengawasan adalah Peraturan Daerah
dan Keputusan Kepala Daerah. Dengan demikian pengawasan lebih ditekankan pada
produk hukum yang dibuat oleh daerah sebagai penjabaran atas kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah pusat.64
Penerapan pola pengawasan preventif terhadap produk hukum daerah,
dilaksanakan dengan kinerja tertentu bahwa suatu peraturan daerah ataupun
keputusan kepala daerah harus memperoleh pengesahan terlebih dahulu sebelum
diberlakukan kepada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Pengawasan demikian
dinilai jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan pengawasan yang sumber atau
objeknya pada kinerja pemimpin daerah yang secara kuantitatif sulit diperoleh tolak
ukurnya.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 menyebut pengesahan sebagai wujud
pengawasan preventif. Hal ini bermakna luas karena produk hukum daerah yang telah
dibuat dengan susah payah tidak dapat begitu saja diberlakukan. Masih memerlukan
waktu tunggu yang tidak dibatasi berapa lama untuk memperoleh pengesahan.
Di dalam mekanisme pengawasan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 ini
juga memuat ketentuan yang lebih rinci. Pengawasan yang diterapkan dapat
digolongkan sebagai pengawasan preventif atau pengawasan eksternal. Sebagai
64 Irawan Soetjito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah,
(Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), Hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 30/46
penjabaran dari mekanisme pengawasan dimaksud dapat dicermati sebagai suatu
pedoman atau yang dapat dijadikan pedoman bagi Kepala Daerah. Pedoman ini juga
dipandang sebagai batasan yang riil dapat dijadikan sebagai dasar tentang bagaimana
kewajiban Kepala Daerah di dalam memberikan pertanggung jawaban kepada Dewan
Perwakilan rakyat Daerah.65
Mekanisme pengawasan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 telah
meletakkan posisi pemerintah pusat sebagai pemegang otoritas Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Di dalam pelaksanaan adminstrasi pemerintahan, hal-hal yang
harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah menjabarkan ketentuan tersebut di
dalam Peraturan Daerah. Hal itupun harus memperoleh pengesahan yang dapat
disebut sebagai mekanisme kontrol oleh Pemerintah pusat terhadap kebijakan yang
dibuat oleh Pemerintah Daerah.
7. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah
Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun
1999 tersebut sebenarnya ada berbagai macam bentuk pengawasan. Berbagai
pengawasan dimaksud pada dasarnya tergantung dari mana sudut pandang dilakukan.
Dalam hal ini bisa dipandang dari sudut waktu, jenis pengawasan atau kompentensi
pengawasnya. Hal-hal demikian menjadi diversifikasi pengawasan khususnya dari
pusat kepada daerah menjadi bermacam-macam.
65 Ni”Matul Huda, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, (Yogyakarta: FH UII Press,
2010), Hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 31/46
Dipandang dari sudut waktu pada saat pengawasan dilakukan, dihubungkan
dengan jenis pengawasan maka dapat dibedakan antara pengawasan preventif dan
pengawasan refresif. Dalam hal ini, dilakukan pengawasan preventif apabila
pengawasan itu dilaksanakan sebelum dikeluarkannya suatu peraturan atau keputusan
oleh pemerintah atas pemberlakuan produk hukum pemerintah daerah. Dengan
demikian pemerintah daerah telah membuat suatu kebijakan terlebih dahulu sebelum
mendapat pengesahan dari pemerintah, Sedangkan yang dimaksud pengawasan
represif adalah pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya peraturan atau
keputusan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau produk hukum daerah. Peraturan
biasanya bersifat mengatur sedangkan keputusan biasanya beranjak dari permintaan,
khususnya untuk memberikan penilaian terhadap produk hukum daerah tertentu.66
Membandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang
No. 5 Tahun 1974 maka kedua jenis pengawasan itu juga ada. Sama halnya dengan
Undang-Undang sebelumnya juga mengatur jenis pengawasan yang sama.
Normatifnya, di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 hanya dikenal satu
bentuk pengawasan terhadap Pemerintah Daerah yaitu pengawasan represif.
Sedangkan untuk pengawasan preventif tidak dinyatakan atau tidak dijadikan sebagai
dasar dalam melakukan pengawasan oleh Pusat terhadap Daerah. Lebih lanjut hal ini
dapat dicermati dalam penjelasan Undang-Undang tersebut yang menyatakan bahwa
66 Suriansyah Murhani, Op. Cit, Hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 32/46
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 lebih menekankan pada pengawasan yang
sifatnya represif.67
Pada aspek pengawasan lain, pengawasan juga dilaksanakan terhadap hukum
yang dibuat oleh Daerah yaitu Peraturan Daerah. Bahwa Peraturan Daerah yang
ditetapkan oleh daerah tidak memerlukan pengesahan oleh pejabat yang berwenang.
Dalam hal ini adalah pemerintah pusat untuk tingkat produk hukum daerah Tingkat I
sedangkan daerah Tingkat II oleh daerah Tingkat I. Dengan konstruksi demikian
Kepada Daerah diberikan keleluasaan di dalam mengambil kebijakan di daerah yang
direfleksikan dalam bentuk Peraturan Daerah maupun di dalam Keputusan Kepala
Daerah. Hal ini juga mengfungsikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di dalam
kedudukannya sebagai wakil rakyat di daerah untuk melaksankan pengawasan di
daerah.
Konstruksi yuridis sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan pasal 114
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pemerintah pusat
dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan Peraturan Daerah kiranya
dapat lebih diperbaiki dengan konstruksi lebih jelas. Kejelasan ini denagn senantiasa
mengingat bahwa peraturan daerah pada hakikatnya adalah produk daerah melalui
wakil-wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang sudah
barang tentu dipersiapkan sesuai dengan kondisi obyektif daerah. Hal ini berarti
67 Ridwan , Op. Cit, Hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 33/46
bahwa faktanya produk daerah itu, mencerminkan kenyataan yang secara objektif ada
di daerah.
Secara yuridis, ketentuan di dalam Pasal 114 Undang-Undang No. 22 Tahun
1999 mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan otonomi
daerah. Penjelasan Umum angka 10 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menentukan
bahwa pembinaan lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi dalam rangka
pemberdayaan daerah otonom sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada
pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada daerah otonom
dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam mewujudkan fungsinya sebagai pengawas terhadap
pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karenanya, Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh
daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang
berwenang. Jika pasal 112 sampai dengan pasal 114 Undang-Undang No. 22 Tahun
1999 ditelaah lebih lanjut, maka dapat digambarkan mekanisme pengawasan represif
sebagai berikut:
a. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada
Pemerintah (Pusat) selambat-lambatnya 15 (Lima Belas) hari setelah
ditetapkan.
b. Pemerintah (Pusat) dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum atauperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan atau peraturan
perundang-undangan lainnya.
c. Keputusan pembatalan tersebut diberitahukan oleh Pemerintah (Pusat) kepada
Pemerintah Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan-
alasannya.
d. Selambat-lambatnya satu minggu setelah keputusan pembatalan tersebut,
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah tersebut dibatalkan
pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 34/46
e. Daerah yang tidak dapat meneriama keputusan pembatalan tersebut dapat
mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung setelah sebelumnya
mengajukannya kepada Pemerintah (Pusat) pengajuan keberatan kepadaMahkamah Agung sebagai upaya terakhir, dilakukan selambat-lambatnya 15
hari setelah adanya keputusan pembatalan dari Pemerintah (Pusat).68
Dalam hubungannya dengan pengawasan terhadap pemerintah daerah, maka
untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan daerah ialah bahwa
kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai
hak yang standar bagi pelaksanaan kegiatan dalam membuat dan menyetujui suatu
peraturan daerah, akan tetapi peraturan daerah yang dibuat dan disetujui tersebut
sesuai dengan tolak ukur yang telah direncanakan sebelumnya sebagai ketentuan,
yang merupakan landasan keberadaan hubungan diantara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah itu sendiri.
8. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai
dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan .
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh
pemerintah yang meliputi:
a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
68 Ni”Matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah,......Op. Cit , Hal. 122
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 35/46
Di dalam Pasal 38 Undang-Undang. 32 Tahun 2004, Gubernur dalam
kedudukannya memiliki tugas dan wewenang:
a. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota;
b. Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan
kabupaten/kota;
c. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di
daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Di dalam kerangka Undang-Undang ini perlu dikemukakan bahwa masalah
pengawasan pemerintah (Pusat) dalam penyelenggaraan pemerintah daerah pada
sebelum berlakunya Undang-Undang. 32 Tahun 2004 diatur dalam ketentuan Pasal
113 dan 114 Undang-Undang. No. 22 Tahun 1999 yang intinya bahwa dalam rangka
pengawasan, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada
pemerintah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. Secara teknis
ketentuan Pasal 114 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa
pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang
bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pengawasan preventif hanya
dikaitkan dengan pengesahan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Padahal
undang-undang ini juga memuat berbagai ketentuan yang dapat digolongkan sebagai
pengawasan preventif. Misalnya pedoman tentang cara pelaksanaan
pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD (Pasal 31 ayat 5). Disamping itu,
juga ketentuan Pasal 112 ayat (2) yang menyatakan bahwa pedoman mengenai
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 36/46
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Oleh karena Peraturan Pemerintah merupakan kewenangan
eksekutif Pemerintah Pusat (dalam hal ini presiden) maka dapat dipahami bahwa
produk hukum demikian ini nantinya lebih banyak mengakomodasikan kepentingan
pusat jika dibandingkan dengan kepentingan daerah.69
Ketentuan dan model pengawasan yang diatur dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 dan beberapa peraturan pelaksananya tersebut di atas jelas menunjukkan
bahwa pola pengawasan preventif terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah
masih dianut oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Hanya saja dalam hal
pengesahan peraturan daerah atau peraturan kepala daerah wewenang pengawasan
preventif sudah tidak dianut lagi tetapi lebih menekankan pada pengawasan represif.
Mencermati ketentuan di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 secara
substansial tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan dalam UU No. 22 Tahun
1999. Namun demikian dalam aspek pengawasan internal ada masalah yang kiranya
memerlukan perhatian secara khusus.70
Sesuatu yang nyata bahwa dengan diberikannya kewenangan yang lebih luas
kepada daerah, dan tidak dianutnya lagi pengawasan preventif terhadap Perda dan
Keputusan Kepala Daerah (dalam UU. No. 10 Tahun 2004 kemudian namanya di
ubah menjadi Peraturan Kepala Daerah), maka masing-masing daerah berlomba-
lomba membuat Perda khususnya yang berkaitan dengan upaya meningkatkan
69 Suriansyah Murhani, Op. Cit, Hal. 67. 70
Agussalim Andi Gadjong, Op. Cit , (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), Hal. 164.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 37/46
Pendapatan Asli Daerah (PAD).71
Akhirnya munculah banyak Perda yang
mengesahkan berbagai macam pungutan baik dalam bentuk pajak atau retribusi yang
membebani masyarakat. Padahal jenis pajak atau retribusi tersebut sebenarnya sudah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menjadi wewenang
Pemerintah Pusat.
9. Pengawasan Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan
Retribusi Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah,
pengawasan terhadap peraturan daerah diatur dalam 157 dan Pasal 158, Pasal 157
menyatakan:
”Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang Pajak dan Retribusi yang telah
disetujui bersama oleh Gubernur dan DPRD provinsi sebelum ditetapkan
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling
lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud”.
Selanjutnya dalam Pasal 158 menyatakan:
1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (Tujuh) hari setelah ditetapkan.
2) Dalam hal Peraturan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan
merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri.
71Muhammad Sapta Murti, Op. Cit, Hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 38/46
Penjelasan Pasal 157 menyatakan, Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah
kepada Menteri Keuangan dimaksudkan dalam rangka mempermudah dan
mempercepat proses konsolidasi.
Penjelasan Pasal 158 menyatakan, penerapan jangka waktu 7 (Tujuh) hari
dalam ayat (1) telah memeprtimbangkan administrasi pengiriman peraturan dari
daerah yang tergolong jauh. Pembatalan peraturan daerah berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
10. Pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
a. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan Otonomi Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah ini, ditegaskan pengawasan atas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Macam-macam pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
meliputi pengawasan represif, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan
pengawasan masyarakat.
Pengawasan resresif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan
yang telah ditetapkan Daerah baik berupa Perda, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan DPRD maupun Keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka
penyelenggaraan pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang
mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan,
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 39/46
pengujian, pengusutan dan penilaian. Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD terhadap Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan
haknya. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat.
Dalam Pasal 7 ditentukan, Pemerintah melakukan Pengawasan atas
penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pemerintah dapat melimpahkan pengawasan
atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota kepada Gubernur
selaku wakil pemerintah di daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
Melalui Peraturan Pemerintah tersebut dipertegas pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan represif. Pasal 9 menyatakan bahwa pengawasan represif
oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah setelah berkoordinasi dengan
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait. Dalam melaksanakan
pengawasan refresif Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dibantu oleh Tim
yang anggotanya terdiri dari unsur Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen dan unsur lain sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah dapat melimpahkan pengawasan represif kepada Gubernur selaku
wakil pemerintah terhadap Perda dan atau Keputusan Kepala daerah serta Keputusan
DPRD dan keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten dan Kota setelah berkoordinasi
dengan instansi terkait. Dalam melaksanakan pengawasan represif Gubernur dibantu
oleh Tim yang anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah Daerah dan unsur lain sesuai
dengan kebutuhan.
Gubernur selaku wakil Pemerintah menerbitkan Keputusan Pembatalan Perda
dan atau Keputusan Kepala Pimpinan DPRD Kabupaten dan Kota, Keputusan DPRD,
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 40/46
Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten atau Kota sesuai kewenangan yang
dilimpahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). Dalam rangka
pengawasan represif Gubernur selaku wakil Pemerintah dapat mengambil langkah-
langkah berupa saran, pertimbangan, koreksi serta penyempurnaan dan pada tingkat
akhir dapat membatalkan berlakunya kebijakan Daerah Kabupaten/Kota.
Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang tidak dapat menerima Keputusan
Pembatalan Perda, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD dan Keputusan
Pimpinan DPRD Propinsi oleh Pemerintah dapat mengajukan keberatan kepada
Daerah Kabupaten/Kota yang tidak dapat menerima Keputusan Pembatalan Perda,
Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD
Kabupaten/Kota atau Gubernur sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepadanya
dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah.
Di dalam Pasal 15 ditegaskan Pemerintah Daerah dan DPRD menindaklanjuti
hasil pengawasan. Tindak lanjut hasil pengawasan Pemerintah dilaporkan oleh
Gubernur, Bupati dan Walikota kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah dengan tembusan kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen terkait.
Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga ditegaskan lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan legislatif, yakni DPRD. Pasal 17 menegaskan
DPRD melakukan pengawasan legislatif dilakukan sesuai dengan tugas dan
wewenangnya melalui dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 41/46
khusus dan pembentukan panitia kerja yang diatur dalam tata tertib dan atau sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 223 UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijelaskan
mengenai pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang meliputi:
a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi;
b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota; dan
c. Pelaksanaan urusan pemerintahan desa.
Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi terdiri dari:
a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat wajib;
b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat pilihan;
c.
Pelaksanaan urusan pemerintahan menurut dekosentrasi dan tugaspembantuan.
Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota terdiri dari:
a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat wajib;
b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang bersifat pilihan;
c. Pelaksanaan urusan pemerintahan menurut tugas pembantuan.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 Pemerintah membuat
ketentuan dan aturan mengenai pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah
daerah. Model pengawasan yang dianut dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun
2005 meliputi berbagai macam, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan urusan
pemerintah di daerah (Pasal 20 s/d Pasal 36); pengawasan peraturan daerah dan
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 42/46
peraturan kepala daerah (Pasal 37 s/d Pasal 42); dan pengawasan oleh DPRD, artinya
DPRD sesuai fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan
pemerintah daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai peraturan perundang-undangan
(Pasal 43 PP No. 79 Tahun 2005).
Pengawasan terhadap perda sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah.
No. 79 Tahun 2005 dilakukan terhadap Rancangan Perda dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah sebelum diberlakukan. Khusus terhadap Raperda APBD dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang pejabaran APBD, Raperda Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang disampaikan paling
lama 3 hari setelah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk dievaluasi
sebelum diberlakukan. Pejabat yang diberi wewenang melakukan evaluasi adalah
Mendagri un tuk Raperda Provinsi dan Gubernur untuk Raperda Kabupaten/kota.
Evaluasi terhadap Raperda dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah dilakukan paling
lambat 15 hari kerja sejak diterimanya rancangan tersebut (Pasal 39 PP No. 79 Tahun
2005).
Kepala daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) wajib menindaklanjuti hasil
evaluasi terhadap rancangan Perda atau rancangan Peraturan Kepala Daerah dalam
waktu paling lama 7 hari sejak diterima. Apabila kepala daerah tersebut tidak
menindaklanjuti atau merevisi hasil evaluasi, maka peraturan daerah atau peraturan
kepala daerah yang telah ditetapkan dapat dibatalkan oleh pejabat yang lebih tinggi,
yakni untuk Provinsi dilakukan oleh Mendagri dengan Peraturan Menteri, sedangkan
untuk kabupaten/kota dibatalkan Menteri tetapi didelegasikan kepada Gubernur
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 43/46
dengan Peraturan Gubernur. Kepala daerah yang tidak dapat menerima Pembatalan
peraturan daerah atau peraturan kepala daerah oleh Mendagri atau oleh Gubernur
untuk Kabupaten/Kota dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung dalam
waktu paling lama 15 hari kerja sejak diterimanya pembatalan.
Lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah serta evaluasi rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan
kepala daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pasal 42 PP. No. 79
Tahun 2005). Namun dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2007
Tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
tidak diatur mengenai pengawasan terhadap Perda atau Peraturan Kepala Daerah.
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2007 disebutkan
bahwa ruang lingkup pengawasan hanya meliputi pengawasan administrasi umum
pemerintahan dan pengawasan terhadap urusan pemerintahan. Tujuan pengawasan
tersebut adalah untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan
efektif dan efisiensi sesuai rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pula dalam Permendagri No. 65 Tahun 2007 hanya mengatur evaluasi
terhadap Rancangan Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD oleh Kepala Daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
tersebut tidak diatur evaluasi dan pengawasan terhadap perda dan Peraturan Kepala
Daerah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 42 PP No. 79 Tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 44/46
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 45/46
urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan.
Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah meliputi:
a. Politik Luar Negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
e. Moneter dan Fiskal Nasional
f. Agama
Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan dan/ atau susunan
pemerintahan meliputi 31 (Tiga Puluh satu) bidang, meliputi:
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pekerjaan Umum
4. Perumahan
5. Penataan Ruang
6. Perencanaan Pembangunan
7. Perhubungan
8. Lingkungan hidup
9. Pertahanan
10. Kependudukan dan Catatan Sipil
11. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
12. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
13. Sosial
14. Ketenagakerjaan
15. Koperasi dan Usaha kecil menengah
16. Penanaman modal
17. Kebudayaan dan Pariwisata
18. Kepemudaan dan Olahraga
19. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri20. Otonomi Daerah Administrasi keuangan dan daerah
21. Pemberdayaan masyarakat dan desa.
22. Statistik
23. Kearsipan
24. Perpustakaan
25. Komunikasi dan Informatika
26. Kehutanan
27. Energi dan Sumber Daya Mineral
Universitas Sumatera Utara
7/28/2019 Engawasan Dan Pembinaan Peraturan Daerah
http://slidepdf.com/reader/full/engawasan-dan-pembinaan-peraturan-daerah 46/46
28. Kelautan dan Perikanan
29. Perdagangan
30. Perindustrian.
Dalam hal penyusunan Peraturan Daerah (Perda), Pemerintah Provinsi
mempunyai wewenang yaitu Penyusunan Perda Provinsi, Pengajuan Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) provinsi tentang anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD), pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah kepada pemerintah dan
penyampaian perda kepada pemerintah untuk dievaluasi. Sedangkan Pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota yaitu penyusunan Perda Kabupaten/Kota, dalam Pengajuan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) provinsi tentang anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD), pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah kepada
Gubernur dan menyampaikan perda kepada pemerintah untuk dievaluasi.