eklamsia
DESCRIPTION
tentang eklamsiaTRANSCRIPT
A. Defenisi
Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan
proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada
kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan
( Manuaba, 1998 ).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Eklampsia berasal dari bahasa yunani dan berarti “Halilintar”. Kata tersebut dipakai
karena seolah- olah gejala- gejala eklampsia timbul dengan tiba – tiba tanpa didahului oleh
tanda – tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada
wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda – tanda pre eklampsia. Pada wanita yang
menderita eklampsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantumg dari saat
timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum dan
eklampsia puerperale. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali
persalinan mulai tidak lama kemudian.
Eklampsia adalah preaklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul
bukan akibat dari kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 : 310 ; 1999).
Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan
penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem,
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada
multipara biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis,
penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre eklampsia,tampak
pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah
timbulnya penyakit itu.
B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori
tersebut antara lain :
Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
Peran faktor imunologis.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-
eklampsi/eklampsia.
Peran faktor genetik /familial
Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada
anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu
ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun ada
beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu :
Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
mola hidatidosa.
Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Sebab eklampsia belum diketahui pasti, namun salah satu teori mengemukakan bahwa
eklampsia disebabkan ishaemia rahim dan plasenta (Ischaemia Utera Placentoe).
C. Patofosiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk
ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre
eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating
pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan
volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah
jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, volume plasma yang
beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.
Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-
uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Predisposisi genetik dapat merupakan fakktor imunologi lain( Chesley, 1984 ).
Sibai menemukan adanya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan cucu wanita
yang memiliki riwayat eklampsia, yang menunjukkan suatu gen resesif autosom yang
mengatur respons imun maternal.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak
berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur,
dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
Gangguan pernafasan sampai cyanosis
Terjadi gangguan kesadaran
Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.
E. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
Preeklampsia Ringan
Bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang;
atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, sebaiknya 6 jam.
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per
minggu.
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream.
b. Preeklampsia Berat
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis.
Pre eklamsi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Pre eklamsi ringan, bila disertai keadana sebagai berikut :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, sebaiknya 6 jam
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau
lebih per minggu.
3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1+ atau 2+ pada uri
kateter atau midstream.
b. Pre eklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis.
Sedangkan eklamsia di bagi atas 2 macam yaitu:
Eklampsia gravidarum (Eklampsia antepartum)
adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air
kencing) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai
akhir minggu pertama setelah persalinan.
Eklampsia parturientum (Eklampsia intrapartum)
intrapartum eklampsia adalah pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil
menderita tekanan darah tinggi. Intrapartum berarti bahwa itu terjadi selama pengiriman bayi.
Eklampsia adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak.
Eklampsia dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.
Tekanan darah dapat kembali normal setelah melahirkan atau mungkin bertahan untuk jangka
waktu tertentu.
Eklampsia puerperale (Eklampsia post partum)
pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi.
Postpartum berarti bahwa segera setelah melahirkan. Eklampsia adalah kondisi serius yang
memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan
peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.
Faktor Resiko
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia
remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah:
1. Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan.
2. Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
3. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
4. Obesitas, DM, Molahidatidosa
5. Mengandung lebih dari satu orang bayi.
6. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
7. Primigravida, terutama primigravida muda, kehamilan ganda.
Komplikasi
Kompliksai yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi ini biasanya
terjadi pada Preeklamsia dan Eklamsia.
Solutio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada Preeklamsia.
Hipofibrinogenemia,terjadi pada Preeklamsi berat.
Hemolisis. Penderita dengan Preeklamsi berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinis hemolisis yang dikenal ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
Perdarahan otak, kelainan mata (kehilangan penglihatan sementara)
Edem paru-paru, nekrosis hati, kelainan ginjal
H. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan
timbul proteinuria
Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan visus;
penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr% )
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3. Pemeriksaan Fungsi hati
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4. Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pre eklamsi
a. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda-tanda sedini
mungkin (pre elkamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak
menjadi lebih berat.
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre eklamsi kalau ada faktor-
faktor peredisposisi.
b. Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah
Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi
Hendaknya janin lahir hidup
Trauma pada janin seminimal mungkin
Prinsip penanganan preeklampsia:
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
Tujuan pengobatan ini adalah untuk mengurangi resiko pada ibu seperti infark cerebri
atau gagal jantung dan juga untuk mengurangi gangguan pada sirkulasi
uteroplasenter.Penurunan tekanan darah yang terlalu rendah dapat mengganggu sirkulasi
aliran darah pada janin.
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan
preeklampsia
Tidak perlu segera diberikan obat anti hipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg
Pemberian luminal 1 sampai 2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg / hari
Bila tekanan darah tidak turun dianjurkan dirawat dan diberikan obat anti hipertensi:
metildopa 3 x 125 mg/hari (maksimal 1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5 –10 mg / hari,
atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg / hari atau pindolol 1-3 x 5 mg / hari 9 maks. 30 mg / hari
Diet rendah garam dan diuretika tidak perlu
Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa setiap 1 minggu
Indikasi rawat jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah rawat jalan,
peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan preeklampsia berat.
Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai preeklampsia berat
Jika ada perbaikan lanjutkan rawat jalan.
Pengakhiran kehamilan ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia atau
indikasi terminasi kehamilan lainnya.
Persalinan dalam preeklampsia ringan dapat dilakukan spontan atau dengan bantuan
ekstraksi untuk mempercepat kala II.
Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat
Per-eklamsi berat kehamilan kurang 37 minggu:
a. Janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan
shake
dan rasio L/S maka penanganannya adalah sebagai berikut:
Berkan suntikan sulfat magnesium dosis 8gr IM, kemudian disusul dengan
injeksi tambahan 4 gr Im setiap 4 jam( selama tidak ada kontra dindikasi)
Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesium dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan (kecuali jika ada
kontraindikasi)
Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan:
induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
b. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
Pre-eklamsi berat kehamilan 37 minggu ke atas:
a.Penderita di rawat inap
Istirahat mutlak dan di tempatkan dalam kamar isolasi
Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
Berikan suntikan sulfas magnesium 8 gr IM (4 gr bokong kanan dan 4 gr
bokong kiri)
Suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
Suntikan dapat Syarat pemberian Mg So4 adalah: reflek patela
(+), diurese 100cc dalam 4 jam yang lalu, respirasi 16 permenit dan harus tersedia
antidotumnya: kalsium lukonas 10% ampul 10cc.
Infus detroksa 5 % dan ringer laktat
b. Obat antihipertensif: injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya diberikan
tablet katapres 3x½ tablet sehari
c. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat diberikan IV lasix 1 ampul.
d. Segera setelah pemberian sulfas magnesium kedua, dilakukan induksi dipakai
oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
e. Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum dan forsep, jadi wanita
dilarang mengedan
f. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi pendarahan disebsbkan
atonia uteri.
h. Bila ada indikasi obstetik dilakukan sectio cesaria.
2. Penatalaksanaan eklamsi
Prinsip penataksanaan eklamsi sama dengan pre-eklamsi berat dengan tujuan
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan
cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
a. Penderita eklamsia harus di rAwat inap di rumah sakit
b. Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah kejang-
kejang selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau
luminal 200mg atau morfin 10mg.
c. Tujuan perawatan di rumah sakit;
Menghentikan konvulsi
Mengurangi vaso spasmus
Meningkatkan diuresis
Mencegah infeksi
Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir dengan
tidak memperhitungkan tuannya kehamilan.
d. Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan
Menghindari lidah tergigit
Pemberian oksigen
Pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10 %-20%-40%
Menjaga jangan terlalu trauma
Pemasangan kateter tetap(dauer kateter)
e. Observasi ketat penderita:
Dalam kamar isolasi: tenang, lampu redup- tidak terang, jauh dari kebisingan
dan rangsangan.
Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit: tensi, nadi, respirasi, suhu
badan, reflek, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga
dicatat kesadaran dan jumlah kejang.
Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter
dalam 24 jam.
Diperiksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif
f. Penatalaksanaan pengobatan
1. Sulfas Magnesium injeksi MgSO4% dosis 4 gram IV perlahan-lahan selama 5-
10menit, kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8 gram. Jika tidak ada kontraindikasi
suntikan IM diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai
24jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada
kontraindikasi(pernapasan,reflek, dan diuresis). Harus tersedia kalsium glukonas sebagai
ntidotum. Kegunaan MgSO4 adalah:
Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
Menurunkan pernafasan yang cepat
2. Pentotal sodium
Dosis inisal suntikan IV perlahan-lahan pentotal sodium 2,5% sebanyak 0,2-
0,3gr.
Dengan infus secara tetes (drips)tiap 6 jam:
1 gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 5 %
½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5 %(selama 24 jam) Kerja
pentotal sodium; menghentikan kejang dengan segara. Obat ini hanya diberikan di rumah
sakit karena cukup berbahay menghentikan pernapasa(apnea)
3. Valium (diazepam)
Dengan dosis 40 gr dalam 500cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes permenit.
Seterusnya berikan setiap 2 jam 10mg dalam infus atau suntikan IM, sampai tidak ada kejang.
Obat ini cukup aman.
4. Litik koktil
Ada 2 macam kombinasi obat:
Largatil (100mg)+ phenergen(50mg)+phetidin (100mg)
Phetidin (100mg)+Chorpromazin(50mg)+Promezatin(50mg)
Dilarutkan dalam glukosa 5% 500cc dan diberikan secara infuse tetes IV 4 jumlah
tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
5. Sfonograf
Pertama kali morfin 20mg SC
½ jam stelah 1 MgSO415 % 40cc SC
2jam setelah 1 morfin 20 mg SC
5½ jam setelah 1 MgSO4 15% 20-40cc SC
11½ jam setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC
19 jam setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC Lama pengobatan 19 jam , cara ini
sekarang sudah jarang dipakai.
g. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari Penisilin
prokain 1,2-2,4 juta satuan.
h. Penanganan Obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obsterikus
penderita: keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita , direncanakan untuk
mengakhiri keh amilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman.
Kalau belum inpartu,maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas
kejang dengan atau tanpa amniotomi.
Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep. Bila
janin mati embriotomi
Bila serviks masih tertutup dan lancip(pada Primi), kepala janin masih tinggi,
atu ada kesan disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya sebaiknya
dilakukan sectio secaria(bila janin hidup). Anestesi yang dipakai lokal atau umum
dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
i. Bahaya yang masih tetap mengancam
Pendarahan post partum
Infeksi nifas
Trauma pertolongan obstetrik.