Download - tugasLAGI (PRINTT)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam Berdarah dengue adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit
akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia sedangkan manifestasi klinis
dan infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah
dengue (Sylvana F, 2009).
Dengue adalah penyakit daerah tropis dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti, nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Penyakit demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan di Indonesia hal
ini tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk
terjangkit penyakit demam berdarah dengue. Sebab baik virus penyebab maupun
nyamuk penularanya sudah tersebar luas di perumahan-perumahan penduduk.
Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun
sebaliknya angka kematian cenderung menurun , karena semakin dini penderita
mendapat penanganan oleh petugas kesehatan yang ada di daerah – daerah.
Demam berdarah dengue penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua
hari pertama (Susatyo, 2009).
1.2. Tujuan
1. Mengetahui tentang Demam Berdarah
2. Mengetahui cara pemeriksaan lab pada penyakit Demam Berdarah
3. Mengetahui cara penanggulangan Demam Berdarah
1.3. Manfaat
Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai penyakit demam
berdarah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah
2.1.1 Pengertian
Demam Berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
Dengue, yang masuk kedalam peredaran darah manusia lewat gigitan nyamuk dari
jenis Aedes, yaitu Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit demam berdarah
ini sering ditemukan didaerah tropis dan suptropis diseluruh belahan dunia.
Demam berdarah akan mewabah pada saat udara lembab, terutama disaat musim
hujan seperti sekarang ini. Dan parahnya lagi jika sistem imun sudah terbentuk
akibat infeksi pertama justru akan menyababkan kemunculan gejala penyakit
demam berdarah yang lebih parah saat terinfeksi untuk yang kedua kalinya
(Wiradharma, 1999).
Demam berdarah dengue (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu
penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit
febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang
ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom
renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan
sebagai suatu proses imunopatologik (Mashoedi, 2007)
2.1.2 Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab munculnya gejala demam berdarah
hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini termasuk kedalam kelompok
arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35 – 45nm. Virus ini dapat
terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga
faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus,
dan vektor perantara. Virus dengue masuk kedalam tubuh nyamuk pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang infeksius. Virus dengue berada dalam darah selama 4 -7 hari
mulai 1 -2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Penularan virus
dengue ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum
menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti
betina yang dapat menularkan virus dengue dan menyebabkan danya gejala
demam berdarah (Fahmi, 2006).
Gambar 1.1 Siklus Penularan
2.1.3. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara
lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
2.1.3.1 Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik
atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak.
Pada dasarnya PSN ini dapat dilakukan dengan menguras bak mandi dan tempat-
tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan atas
dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk
adalah 7-10 hari.
Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan
tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-
tempat tersebut, dan mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung
setidaknya seminggu sekali.
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas
terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk,
seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta
membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-
sampah dari daun (Widiyanto, 2007).
2.1.3.2 Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk
dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara
ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
2.1.3.3 Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta
pembasmian nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia.
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan/fogging dengan
menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan Aides aegypti sampai batas tertentu dan memberikan
bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air,
vas bunga, kolam dan lain-lain (Wiguna, 2014).
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD
adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan
istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak
mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta
menimbun sampah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai
tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik
nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memasang kelabu,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan
kondisi setempat. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan tindakan
untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk (Sutrisno, 2005). Tindakan
PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
1. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,
tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain
seminggu sekali.
2. Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong,
drum, dan lain-lain.
3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang
dapat menampung air hujan (Kalyanamitra, 2012).
Gambar 1.2 Pencegahan Demam Berdarah.
2.2. Pemeriksaan laboratorium pada Demam Berdarah
Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan problem kesehatan di
dunia, dimana tidak saja mengenai anak-anak namun juga penderita dewasa, yang
bahkan pada beberapa kasus diakhiri dengan tidak tertolongnya jiwa
penderita.Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan
segera, diperlukan pemahaman imunopatogenesis penyakit DBD, pemeriksaan
laboratorium yang tepat dan interpretasi yang didapat dari hasil laboratorium
untuk melengkapi gejala klinis yang ada. Permasalahan sering timbul akibat dari
miskomunikasi klinisi dengan fihak laboratorium, baik dokter spesialis patologi
klinik, analis, teknisi dan pasien, di samping tahapan praanalitik, analitik dan
pascaanalitik.
Penegakkan diagnosis DBD masih menggunakan kriteria WHO, 1997,
yaitu kriteria klinis dan laboratoris berupa trombositopenia kurang dari 100.000/ul
atau peningkatan hematokrit ≥ 20%. Hal yang tak kalah penting adalah
memahami kelemahan pemeriksaan laboratorium tersebut. Pemeriksaan
hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hapusan darah tepi maupun enzim hati seperti
SGOT dan SGPT, juga diperlukan untuk memberi informasi lebih terhadap
penunjang diagnosis DBD.
Pemeriksaan serologis berupa IgM dan IgG antidengue sangat diperlukan
untuk membedakan demam yang diakibatkan virus dengue ataukah demam oleh
sebab lain (demam tifoid, influenza, malaria, hepatitis dan lain-lain).Saat ini sudah
ada tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari pertama yaitu
antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1. Keuntungan mendeteksi
antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita
tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi.
Pemeriksaan IgM dan IgG antidengue juga diperlukan untuk membedakan apakah
infeksi tersebut pertama kali/ primer atau infeksi sekunder/tersier/berikutnya. Hal
ini penting untuk penatalaksanaan manajemen terapi di samping epidemiologi,
karena pada infeksi sekunder keadaan dapat menjadi lebih berat (DBD/SSD=
Sindrom Syok Dengue).
Pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui serotipe DEN1,2,3,4 dari virus
dengue saat ini banyak dilakukan dengan metode molekuler yaitu RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction ) (Aryati, 2009).
Gambar 1.3 Alat Pemeriksaan Demam Berdarah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvana, F. 2009. Demam Berdarah Dengue. Universitas Wijaya Kusuma,
Surabaya.
2. Susatyo. 2009. Demam Berdarah (Demam Dengue).
3. Wiradharma. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Kedokteran Trisakti Jakarta.univmed.org.
4. Mashoedi. 2007. Hubungan antara distribusi serotipe virus dengue dari isolat
nyamuk aedes spesies dg tingkat endemisitas demam berdarah dengue.
Jurnal epidemiologi. eprints.undip.ac.id.
5. M Fahmi. 2006. Penyakit emam berarah dengue. Universitas Diponegoro
Semarang. eprints.undip.ac.id.
6. Widiyanto T. 2007. Kajian manajemen lingkungan terhadap kejadian demam
berdarah. Universitas Diponegoro Semarang.eprints.undip.ac.id.
7. Wiguna, C. 2014. Pencegahan Demam Berdarah Melalui Metode
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
8. Sutrisno. 2005. Pengaruh Pelatihan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Anak di
Sekolah. Universitas Diponegoro Semarang.
9. Kalyanamitra. 2012. Demam berdarah gejala penularan dan pengobatan.
Jakarta.
10. Aryati. 2009. Pemeriksaan Laboratorium pada Demam Berdarah. Universitas
Airlangga, Surabaya.