SYIFA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
( Kajian Surat al-Isra (17) : 82, Q.S. Yunus (10) : 57 dan
Q.S. an-Nahl (16) : 69 Dalam Tafsir al-Misbah )
Oleh:
Nurul Hikmah NIM 101034021924
JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H / 2010 M
SYIFA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
( Kajian Surat al-Isra (17) : 82, Q.S. Yunus (10) : 57 dan
Q.S. an-Nahl (16) : 69 Dalam Tafsir al-Misbah )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Mencapai Gelar
Sarjana Theologi Islam ( S.Th.I)
Oleh:
Nurul Hikmah
NIM 101034021924
Di bawah Bimbingan
( Dr. H.M. Suryadinata, M.A )
NIP : 150239145
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H / 2010 M
SYIFA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
( Kajian Surat al-Isra (17) : 82, Q.S. Yunus (10) : 57 dan
Q.S. an-Nahl (16) : 69 Dalam Tafsir al-Misbah )
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Nurul Hikmah
NIM 101034021924
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H / 2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an - Kajian Surat al-
Isra (17) : 82, Q.S. Yunus (10) : 57 dan Q.S. an-Nahl (16) : 69 Dalam Tafsir
al-Misbah”: telah diujikan dalam sidang munasaqah Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Senin, tanggal 18 Januari 2010 M.
Pukul : 09.30 – 11.00 WIB.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu Syarat memperoleh gelar
Sarjana Teologi Islam (S.Th.I) pada program studi Tafsir Hadist.
Jakarta, 18 Januari 2010
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Bustamin, M.Si Dr. Edwin Syarif, M.A 19630701199803 150283228
Anggota
Drs. Zainal Arifin Z., M.A Drs. Rifqi Mukhtar, M.A 150282120
Pembimbing,
Dr.H.M. Suryadinata, M.A 150239145
SYIFA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
( Kajian Surat al-Isra (17) : 82, Q.S. Yunus (10) : 57 dan
Q.S. an-Nahl (16) : 69 Dalam Tafsir al-Misbah )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Mencapai Gelar
Sarjana Theologi Islam ( S.Th.I)
Oleh:
Nurul Hikmah
NIM 101034021924
Di bawah Bimbingan
( Dr. H.M. Suryadinata, M.A )
NIP : 150239145
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H / 2010 M
KATA PENGANTAR
بسم اهللا الر حمن الر حيم
Segala puji syukur dan pujia-pujian hanya penulis persembahkan kehadirat
Allah swt. Zat Wajibul Wujud yang tidak berhenti untuk melimpahkan bermacam-
macam berjuta-juta atas tentang suatu kenikmatan, taufik dan hidayah, baik yang
bersifat lahir maupun bathin, baik di langit maupun di bumi, baik di dunia hingga
di akherat. Dialah Zat yang Maha Penyembuh dan Penyuci segala macam-macam
penyakit, kotoran, dan najis yang melekat dalam diri setiap hamba-Nya. Segala
shalawat, salam dan berkah semoga senatiasa dilimpahkan kepada nabi, rasul,
cahaya umat dan alam semesta Muhammad saw. beserta keluarga, keturunan,
sahabat serta siapa saja yang akan selalu mengikuti sunah dan ketauladannya.
Rasa syukur dan pujian itu semata-mata penulis haturkan karena telah
selesainya penyusunan skripsi ini yang berjudul “SYIFA DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN” ini. Di dalam penyusunan skripsi ini telah berhasil penulis lalui dan
jalani. Ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, arahan, bimbingan dan dukungan,
baik moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin ucapkan rasa terima
kasih yang tidak terhingga atas segala bantuan dan dukungannya, sehingga
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan juga, yaitu kepada:
1. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Dr. H.M. Amin Nurdin,
MA.
2. Bapak Ketua Jurusan Tafsir Hadits, Dr. Bustamin, M.Si.
i
3. Bapak Sekretaris Jurusan Tafsir Hadits, Dr. Edwin Syarif, M.A.
4. Bapak Dr. H.M. Suryadinata, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya kepada penulis dalam proses
bimbingan dan arahan untuk memeriksa dan mengoreksi hasil kerja
penulis. Sehingga, dengan ketulusan dan keikhlasannya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini tersebut.
5. Ucapan terima kasih kepada seluruh Bapak / Ibu Dosen Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
kepada penulis, dan juga yang telah sabar dan sungguh-sungguh dalam
memberikan berbagai ilmu pengetahuan serta bimbingan selama penulis
mengikuti perkuliahan dan semoga ilmu yang telah diberikan dapat
bermanfaat untuk diamalkan.
6. Kepala Pimpinan dan seluruh para jajaran staff karyawan perpustakaan
Ushuluddin dan Filsafat, dan juga kepada seluruh staff perpustakaan utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas kepada
penulis dalam rangka mengadakan studi perpustakaan, dan juga yang telah
memiliki andil sangat besar dalam membantu penulis untuk menyelesaikan
penyusunan skripsi tersebut.
7. Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kedua Orangtua penulis
Bapak H.M. Cecep Sutisna dan Ibu Hj. Makiyah yang telah memberikan
dorongan serta dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.
Alhamdulillah hingga kini, keduanya masih diberi umur panjang oleh
ii
Allah SWT., semoga Allah SWT. mengampuni atas segala dosa-dosanya
dan juga mendapat balasan yang lebih baik.
8. Dan tidak lupa juga, ucapan banyak-banyak terima kasih kepada alm.
Kakek saya, Bapak Husin Sugiyah bin Sarkawi yang telah memberikan
inspirasi, kasih sayang dan penyemangat hidup. Serta, seorang yang selalu
senantiasa memberikan doa serta pengorbanannya dengan hati yang tulus
serta cerminan hidup yang sederhana yang dipersembahkan kepada penulis
(cucu). “Allahumma firlahu warhamhu wa’aa fihii wafuanhu” amiin ya
rabbal alamin.
9. Dan begitu juga, ucapan terima kasih kepada semua guru-guru yang
dimulai sejak SD sampai Perguruan Tinggi yang telah turut memberikan
goresan tinta dalam sejarah hidup penulis. Semoga jasa dan keikhlasan
tercatat sebagai amal soleh yang senantiasa selalu mengalir sampai ruh
berpisah dari jasadnya.
10. Dan juga, ucapan terima kasih kepada seluruh teman-teman sekelas di
Tafsir Hadits B (TH-B) angkatan 2001 terkhusus untuk sahabat-sahabatku
senasib seperjuangan seperti : Nina Suraya dan Rena Yuniar dan juga,
teman jurusan yang lain yaitu dari jurusan Sosiologi seperti : Sdri. Yati,
Eva dan Dilla dan juga berserta dengan yang lainnya yang tidak mungkin
penulis dapat sebutkan satu persatu, yang selalu memberikan motivasinya
dalam menghantarkan demi untuk penyelesaian penyusunan skripsi ini dan
juga, selalu tetap kompak. Sehingga dapat terus menjalin persaudaran
(ukhuwwah islamiyah).
iii
11. Dan begitu juga, tak lupa ucapan rasa terima kasih penulis kepada kakak-
kakak kelas yaitu : sdr. Iwan Edi dan sdri. Widad dan juga, sdri. Yayah
yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis supaya
lebih bersemangat dalam menjalani untuk mengerjakan penuyusunan
skripsi ini.
12. Dan begitu juga, tak lupa ucapan rasa terima kasih kepada staff lain UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, seperti : pada Fakultas Dakwah, Dirasa
Islamiyah dan juga, bagian Akademik Pusat dan juga beserta yang lainnya,
yang tidak pernah berhenti untuk mendo’akan dan memberikan dorongan
kepada penulis untuk selalu tetap tabah dan sabar dala menjalani proses
penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, demikian pembahasan skripsi ini, penulis sangat menyadari
bahwa pembahasan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan dan juga, tidak
lepas adanya kesalahan dan serta kekurangan baik dari penguasaan materi, gaya
bahasa dan juga, dalam tekhnik penulisan.
Penulis senantiasa sangat berharap adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca dan siapa saja yang ingin memperoleh
kemanfaatan penulisan skripsi ini. Dan atas pemasukan yang berharga itulah
penulis akan selalu untuk dapat melakukan suatu perbaikan dan penyempurnaan
atas segala kekurangan dan kekhilafan sebagai hamba Allah swt. yang sangat
memiliki suatu kelemahan dan juga, penulis tiada berdaya tanpa adanya
bimbingan dan perlindungan-Nya.
iv
Semoga Allah SWT. senantiasa dapat melimpahkan suatu balasan yang
agung serta berlipat ganda atas segala kebaikan bapak-bapak, ibu-ibu dosen, orang
tua, saudara-saudariku sekalian dan juga, untuk semua pihak. Amin ya robbal
alamin.
Ciputat,
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………….……………… i DAFTAR ISI ………………………………………….………………... vi PEDOMAN TRANSLITERASI ………………………………………. viii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………… 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………. 6 C. Kajian Pustaka ……………………………………… 6 D. Tujuan Penulisan …………………………………… 9 E. Metodologi Penelitian ………………………………. 9 F. Sistematika Penulisan ………………………………. 10
BAB II. SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN PANDANGAN PARA ULAMA …………………………………………. 12 A. Makna Syifa dan Definisi Syifa ………………......... 12
1. Bersifat Umum ………………………………….. 15 2. Bersifat Khusus …………………………………. 16
B. Macam-macam Penyakit …………………………… 18 C. Pandangan Para Ulama Tafsir Tentang Syifa ........ 27 D. Syarat-syarat Ulama Billah ……………………….. 31 E. Tata cara Melakukan Pengobatan atau
Penyembuhan ………………………………………. 32 1. Penyembuhan Penyakit Lupa Ingatan ……….. 32 2. Penyembuhan Rasa Sedih dan Duka …………. 33
BAB III. M. QURAISH SHIHAB DAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-QUR’AN …………………………………. 34 A. Sepintas Tentang M. Quraish Shihab
dan Karya-Karyanya ………………………………. 34 B. Karya Ilmiah M. Quraish Shihab ……………......... 40 C. Metodologi Tafsir al-Misbah …………………......... 42 D. Ayat-Ayat Syifa dan Terjemahannya ……………... 46
1. Surat al-Isra (17), Ayat 82 ……………………… 46 2. Surat Yunus (10), Ayat 57 ……………………… 46 3. Surat al-Nahl (16), Ayat 69 …………………….. 46
BAB IV. PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM TAFSIR AL-MISBAH …………………………………. 47
A. Penafsiran Surat al-Isra (17) Ayat 82 …………. 47 1. Asbabun al-Nuzul …………………………… 49 2. Munasabah Ayat ……………………………. 51
vi
B. Penafsiran Surat Yunus (10) Ayat 57 ….……… 52 1. Asbabun al-Nuzul ………………………….. 54 2. Munasabah Ayat ………………………….... 54
C. Penafsiran Surat al-Nahl (16) Ayat 69 ….…….. 55 1. Asbabun al-Nuzul ………………………….. 58 2. Munasabah Ayat …………………………… 58
D. Kesimpulan Ayat-Ayat al-Syifa ………………. 59 1. Surat al-Isra (17) Ayat 82 ……………... 59 2. Surat Yunus (10) Ayat 57 ……………... 59 3. Surat al-Nahl (16) Ayat 69 ……………. 59
BAB V. PENUTUP ………………………………………………. 60 A. Kesimpulan …………………………………………. 60 B. Saran-Saran ………………………………………… 62
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 64
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Panduan Aksara Huruf Arab Huruf latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا B Be ب T Te ت Ts Te dan es ث J Je جh ح Ha dengan garis dibawah
Kh Ka dan ha خ D De د Dz De dan zet ذ R Er ر Z Zet ز S Es س Sy Es dan ye ش S Es dengan garis di bawah صD ض De dengan garis di bawah
T ط T dengan garis di bawah
Z Zet dengan garis di bawah ظ Koma terbalik diatas hadap kanan ‘ ع Gh Ge dan ha غ F Ef ف Q Ki ق K Ka ك L El ل M Em م N En ن W We وــه H Ha Apostrof ` ء y Ye ي
2. Vocal Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـــــ
I Kasrah ــــ
U dammah ــــ
viii
ix
3. Adapun Vokal Rangkap Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai A dan i ــــ ي
Au A dan u ــــ و
4. Vokal Panjang Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â A dengan topi diatas ـــا
î I dengan topi diatas ــــي
ــوــ û U dengan topi diatas
5. Kata Sandang Kata sandang yang ada dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf dialihaksarakan menjadi “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun ,( ال)huruf qamariyyah. Contoh الشمسية = al-syamsiyyah, القمرية = al-qamariyyah.
6. Tasydîd Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti huruf-huruf samsiyyah. 7. Ta marbûtah Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti kata sifat (na’t). Namun jika Ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
8. Huruf Kapital Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan )EYD .(Jika nama didahulukan oleh kata sandang ,maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri sendiri tersebut ,
bukan huruf awal atau kata sandangnya .Contohnya البخر = al-Bukhâri.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu Allah swt; kepada Rasul-Nya Muhammad saw.
melalui malaikat-Nya yang bernama Jibril as. Dan atas bimbingan-Nya pula Nabi
saw. dapat menerangkan dan menjelaskan tafsir dan ta’wil wahyu-Nya itu sebagai
pesan-pesan yang tersurat maupun tersirat (as-Sunnah). Dengan bekal itulah para
ahli waris, pengikut, murid, sahabat dan kekasih Nabi-Nya dapat memahami
secara mendalam dan mengakar; dan pemahaman itupun bukan datang dengan
sendirinya, melainkan atas pertolongan, bimbingan dan wahyu yang berasal dari-
Nya pula.
Bahwasanya konsep penyembuhan, pengobatan atau perawatan dari suatu
penyakit yang terdapat dalam al-Qur’an asalnya mengandung untuk :1
1. Menguatkan keimanan dengan al-Qur’an;
2. Membenarkan suatu keyakinan bahwa barangsiapa ditimpa dengan suatu
penyakit, maka sesungguhnya ia mampu mengobati suatu penyakit itu
kapan saja ia kehendaki dengan mencari suatu metode atau
penyembuhnya;
3. Keyakinan orang yang mempercayai (beriman) kepada Rasulullah saw.,
bahwa Tuhannya telah memberikan petunjuk kepadanya mengenai
pelajaran-pelajaran tentang rahasia-rahasia al-Qur’an, dan daripadanya
1 Muhammad Abdul ‘Aziz al-khalidy, al Isytisyfa’ bil Qur’an, Dâr al-Kutub al-Ilmiyah,
Beirut Libanon, 1990, h.65.
1
2
telah terdapat tentang rahasia pengobatan atau penyembuhan yang
bermakna.
Ajaran Islam adalah suatu ajaran wahyu yang bersumber dari Allah swt.
Dzat Yang Maha Suci, Maha Mulia dan Sempurna. Oleh karena itu al-Qur’an
sebagai suatu sumber utama ajaran Islam memiliki kebenaran yang mutlak.
Kebanyakan dari diri seorang manusia hanya sebatas mengakui suatu kebenaran
itu tersebut, namun mereka tidak ingin atau pun belum memiliki suatu kebenaran
yang untuk mengaplikasikan dari al-Qur’an itu ke dalam seluruh aspek ilmu
pengetahuan dan kehidupan. Mereka sangat dikotomis dalam
mengimplementasikan suatu cita-cita dan harapan hidup dan kehidupannya.
Seolah-olah antara agama, sains dan kehidupan terpisah adanya. Hal inilah yang
menjadi sebab utama manusia mengalami suatu kegagalan dalam menanggulangi
dan mencari berbagai solusi terhadap as-Sunnah Rasulullah saw. seluruh umat
manusia mengakui suatu kesempurnaan dari beliau sebagai seseorang figur
ketauladanan bagi suatu keberhasilan dalam membangun jati dan citra diri sebagai
“Insan Kamil”. Akan tetapi, sangat sedikit dari sebagian umat manusia yang
berani secara ksatria dalam mengikuti proses penyempurnaan diri itu tersebut.
Problematika dari suatu kasus-kasus yang telah dan akan senantiasa
menjadi kerja penulis adalah mulai dari kasus-kasus yang berhubungan dengan
problematika individu dengan Tuhannya, individu dengan dirinya sendiri,
individu dengan lingkungan keluarga, individu dengan lingkungan kerja dan
individu dengan lingkungan sosialnya.
3
Problematika individu dengan Tuhannya, ialah kegagalan seseorang untuk
melakukan hubungan interaksi vertikal dengan Tuhannya, seperti sangat sulit
sekali untuk menghadirkan rasa perasaan takut, rasa taat dan rasa bahwa Dia
selalu mengawasi suatu perbuatan dan prilaku dari setiap seorang individu.
Sehingga, telah berdampak kepada rasa malas dan enggan untuk melakukan
ibadah dan kesulitan untuk segera meninggalkan perbuatan-perbuatan yang telah
dilarang dan dimurkai oleh Tuhannya.
Problematika individu dengan dirinya sendiri, ialah kegagalan untuk
bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nuraninya sendiri, yakni hati nurani
yang sangat selalu untuk mengajak, menyeru dan membimbing kepada kebaikan
dan kebenaran dari Tuhannya. Sehingga, telah muncul suatu sikap was-was,
peragu, berprasangka buruk, lemah motivasi, dan tidak mampu untuk bersikap
mandiri dalam melakukan macam-macam segala hal.
Problematika individu dengan lingkungan keluarga, ialah kesulitan untuk
mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, suami dan istri,
orang tua dan putra-putrinya serta antar bersaudara. Sehingga, dari kondisi itulah
sering terjadinya pertengkaran antar pasangan suami dan istri, puncaknya
terjadilah suatu perceraian. Anak sangat merasa tertekan dengan karekter dan
sistem pendidikan dari kedua orang tuanya yang sangat keras, kaku dan otoriter,
atau kedua orang tua yang sangat selalu sibuk di luar rumah; sehingga, sang anak
tersebut merasakan haus akan kelembutan, kasih sayang dan ketauladanan dari
kedua orang tuanya tersebut.
4
Problematika individu dengan lingkungan kerja, ialah kegagalan individu
dalam untuk meningkatkan prestasi kerja, menghadapi atasan, rekanan dan
pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Sedangkan, problematika
individu dengan lingkungan sosialnya, adalah kesulitan untuk melakukan suatu
adaptasi dengan lingkungan tetangga atau pergaulan yang sangat beraneka macam
ragam watak, sifat dan prilaku.
Dari problem-problem itulah sehingga, muncul atau menimbulkan keadaan
stres dan depresi apabila seseorang yang tidak memiliki suatu daya tahan mental
dan spiritual yang tangguh. Keimanan yang lemah sangat rentan dan mudah
tertimpa kedua keadaan itu tersebut. Utamanya adalah kekuatan iman dan
ketakwaan pasti akan dapat menghasilkan daya tahan mental yang bersifat kokoh
dan kuat dalam untuk menghadapi berbagai macam suatu problem hidup dan
kehidupan.
Penelitian yang dilakukan Kielholz dan Poldinger (1974) menunjukkan
bahwa 10% dari pasien yang berobat pada dokter adalah pasien depresi dan
separuhnya dengan depresi terselubung. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Klinik Psikiatri Universitas Basle (1977/1978) didapat angka 18%, penelitian di
Bavaria (Dilling dkk.1978) didapat angka 17%. WHO (1974) memperkirakan
prevalensi depresi pada populasi masyarakat dunia adalah 3%.2
2 Dadang Hawari, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Dana
Bhakti Primayasa, 1997), h.56.
5
Sehubungan dengan itu Sartorius (1974) menaksir 100 juta penduduk
dunia mengalami depresi. Angka-angka ini semakin bertambah untuk masa-masa
mendatang yang disebabkan karena beberapa hal, antara lain :3
1. Usia harapan hidup semakin bertambah.
2. Stresor psikososial semakin berat.
3. Berbagai macam kronik semakin bertambah.
4. Kehidupan beragama semakin ditinggalkan (masyarakat sekuler).
Permasalahan kehidupan stresor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja
atau dewasa); sehingga, orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau
menanggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak semua orang mampu
mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbullah
keluhan-keluhan kejiwaan antara lain depresi.4
Oleh karena itu, alasan penulis melalui dengan penulisan skripsi ini;
penulis mengajak kepada individu atau kelompok masyarakat Islam untuk dapat
memahami ajaran Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai
ajaran Islam yang lengkap dan solusif terhadap berbagai persoalan kehidupan.
Islam datang ke tengah-tengah umat manusia dalam rangka ingin menyelamatkan
dari suatu kehancuran dan kegagalan dalam untuk meraih hidup dan kehidupan
yang baik, benar, maslahat, damai, aman, tentram, bahagia dan selamat di dalam
dunia hingga kelak di dalam akhirat. Sehingga, hal inilah yang telah mendorong
3 Ibid..
4 Ibid..h.45-46.
6
penulis untuk mengangkat dan menyusun skripsi ini dengan judul : “Syifa Dalam
Perspektif al-Qur’an (Kajian Surat al-Isra (17) : 82, QS.Yunus (10) : 57 dan
QS.al-nahl (16) : 69, Dalam Tafsir al-Misbah)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Tema syifa dalam al-Qur’an terdapat pada 10 surat dan 14 ayat, yaitu surat
al-Isra ayat 7dan 82, QS. Yunus ayat 57, QS.al-Nahl ayat 69, QS. al-Maidah ayat
39, QS. al-Baqarah ayat 129 & 257, QS. at-Taubah ayat 108, QS. al-Insyirah ayat
1, 2 dan 3, QS. al-Imran ayat 31, QS. Muhammad ayat 2 dan QS. al-Hijr ayat 47.
Adapun masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, dapat dirumuskan
sebagai berikut : “Bagaimana Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap Ayat al-
Syifa (QS. al-Isra (17) : 82, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. al-Nahl (16) : 69”.
C. Kajian Pustaka
Dari penelitian dan penelusuran penulis, ditemukan ada beberapa buku
yang menjadi referensi, baik yang primer maupun sekunder. Adapun yang
menjadi referensi primer dari kajian ini adalah : Konseling dan Psikoterapi Islam,
yang ditulis oleh M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky.
Buku ini mengajak seorang pembaca, khususnya penulis dan mahasiswa
atau siapa saja yang ingin mengenal dari fungsi ajaran Islam terhadap
pengembangan kecerdasan dan solusi Ilahiyah terhadap berbagai persoalan
masalah hidup dan kehidupan manusia, khususnya yang berhubungan dengan
masalah mental (kejiwaan), spiritual dan moral yang bersumber kepada al-Qur’an
7
dan as-Sunnah dengan melalui pendekatan Sufistik (tasawuf). Sehingga,
setidaknya para pembaca dan mahasiswa Islam, khususnya untuk penulis agar
dapat memperoleh suatu gambaran dan pengetahuan yang berkaitan tentang peran
Islam dalam memberikan suatu bimbingan syifa terhadap gangguan psikologis.
Dari sinilah diharapkan akan berkembang dengan pesat keilmuan yang sangat
spesifik dalam membahas tentang berkaitan dengan kejiwaan atau mental, seperti
Psikologi Islam, Psikodiagnostik Islam, Psikoterapi Islam, Metodologi Penelitian
Psikologi Islam, Hubungan Akidah dan Psikologi Islam, Hubungan Ibadah dan
Psikologi Islam dalam Aplikasi Manajemen, Psikologi Islam dan Pengembangan
Sumber Daya Insani dan sebagainya.
Sedangkan, kitab yang menjadi referensi sekunder diantaranya adalah : al-
Razi dalam tafsirnya Mafatih al-ghâib, yang telah menyajikan kajian syifa dengan
berbagai macamnya secara terpisah antara satu dengan term yang lainnya. Namun,
kesemuanya itu dapat dikaji melalui dengan pendekatan tafsir tematik secara
kronologis berdasarkan tertib nuzul surah-surah dalam al-Qur’an karya
Muhammad ‘Azzah Darwazah, kemudian; dikomfirmasikan dengan karya
Muhammad Fuad ‘Abd. al-Baqi dalam karyanya al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz
al-Qur’an, untuk melihat satuan ayat makiyah dan madaniyahnya dengan tanpa
mengabaikan tinjauan daripada mufasir lainnya, terutama Tafsir Mafatih al-Ghâib
karya al-Râzi.
Kajian syifa dalam Tafsir Mafatih al-Ghâib karya al-Râzi, dengan
pendekatan tematik tersebut dapat dihasilkan sebuah kajian syifa secara
komprehensif sehubungan dengan eksistensi, makna dan sasaran syifa, sakit dan
8
sebab-sebabnya, jenis syifa beserta karekteristik dan mekanismenya secara persial
maupun terpadu beserta nilai guna dan manfaatnya bagi kehidupan umat manusia.
Kajian Syifa dengan fokus Tafsir Mafatih al-Ghâib karya al-Râzi, sangat
penting bagi kehidupan saat sekarang dan juga, yang akan datang; karena
kehidupan al-Râzi yang lahir di Ray pada tanggal 25 Ramadhan 544 H. Wafat di
Heart pada hari senin 1 Syawal / Id al-Fitri tahun 606 H.yang bertepatan dengan
tahun 1148-1210 M, adalah seorang muslim berbagai bidang, termasuk di
dalamnya adalah ahli bidang fikih, teologi, filsafat, kedokteran, tafsir, tasawuf dan
bahkan beliau adalah seorang imam besar pada masanya yang selalu berusaha
mencari solusi dan sintesis di dalam dunia akademis maupun sosial
kemasyrakatan. Oleh karenanya, usaha-usaha demikian itu masih sangat relevan
dan bahkan patut dimanfaatkan dan dikembangkan untuk masa kini dan yang akan
datang.
Sungguh kajian syifa telah diungkapkan sedemikian rupa, namun masih
banyak celah-celah yang menuntut adanya kajian sebagai bentuk untuk
pengembangan, apalagi kajian ini hanya difokuskan pada satu kajian tafsir al-Râzi
dengan satu corak pendekatan. Oleh karena itu, kajian syifa demikian ini sungguh
sangat terbuka dan tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan penelitian
berikutnya.
Berbeda dengan dua penulis di atas, yaitu Hamdan Bakran adz-Dzaky dan
al-Razy, dalam skripsi ini pada tiga surat dan tiga ayat menurut penafsiran
M.Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah.
9
Penafsiran ini juga akan dikemukakan tafsiran-tafsiran dan para mufassir
lainnya.
D. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan dari Penulisan Skripsi ini adalah :
1. Untuk Menganalisa Penafsiran M.Quraish Shihab, Terhadap ayat al-Syifa
(Q.S.al-Isra, Yunus dan al-Nahl) dalam Tafsir al-Misbah.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan M.Quraish Shihab tentang ayat
al-Syifa tersebut yang tercantum di dalam kitab Tafsir al-Misbah.
3. Untuk memberikan Penyembuhan atau Pengobatan Terhadap Penyakit
Kejiwaan (Mental), bahkan dapat juga untuk penyakit spiritual dan fisik.
4. Dan juga untuk mengetahui sejauh mana al-Qur’an membicarakan tentang
ayat al-Syifa tersebut.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Adapun dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan
metode penelitian kepustakaan (Library Research); sebagai landasan
operasional, yaitu sebuah penelitian yang menggunakan buku-buku baik
yang berasal dari sumber primer yaitu Tafsir al-Misbah dan Konseling dan
Psikoterapi Islam, maupun sekunder yaitu buku-buku, majalah dan artikel
yang berkaitan dengan materi pembahasan.
10
2. Metode Pembahasan
Adapun pembahasannya penulis dengan menggunakan pendekatan
deskriptif analitis5 yaitu pendekatan dengan cara mengumpulkan berupa
data-data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti kemudian
dideskripsikan; dan setelah itu baru dianalisa untuk memperoleh kejelasan
masalah yang akan diteliti.
Sebagai pelengkap, penulis juga menggunakan al-Qur’an dan
terjemahannya, dan juga di dalam penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada
buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”, yang disusun oleh tim
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menyusunnya dengan
menggunakan ke dalam 5 (lima) bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang merupakan gambaran umum berupa Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan
Penulisan, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Membahas masalah syifa dan pandangan para ulama, yang
meliputi tentang makna syifa dan definisi syifa, macam-macam penyakit,
pandangan ulama tafsir tentang syifa, syarat-syarat Ulama Billah dan Tata cara
melakukan Pengobatan atau Penyembuhan.
5 Moh.Nazir, ph.D, Metode Penelitian,(Jakarta : Ghalia, 1988), h.51.
11
BAB III : Membahas tentang Riwayat M.Quraish Shihab dan ayat al-Syifa
dalam al-Qur’an, yang meliputi sepintas tentang M.Quraish Shihab dan karya-
karyanya, Metodologi Tafsir al-Misbah, dan Ayat al-Syifa dan terjemahan.
BAB IV : Membahas tentang Penafsiran Ayat al-Syifa dalam Tafsir al-
Misbah, yang meliputi tentang Penafsiran Surat al-Isra (17) Ayat 82, Surat Yunus
(10) Ayat 57 dan Surat al-Nahl (16) Ayat 69. Dan juga, dilandasi berupa Asbabun
al-Nuzul dan Munasabah Ayat.
BAB V : Penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan dan
penjelasan dari bab-bab sebelumnya, dan ditambah dengan saran-saran yang
diperlukan.
BAB II
SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN PANDANGAN PARA ULAMA
A. Makna Syifa dan Definisi Syifa
Kata-kata “Syifa” atau “Istisyfa” mengandung beberapa makna, seperti :
1. Ahsana )احسن( artinya mengadakan perbaikan, seperti firman-Nya :
تم فلهاأ وإن أس نفسكمان أحسنتم أحسنتم أل
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri”.(QS. al-Isra (17):7)
2. Aslaha ( اصلح ) artinya melakukan perbaikan, seperti firman-Nya :
إن اهللا غفوررحيم ظلمه، وأصلح فان اهللا يتوب عليه فمن تاب من بعد
Artinya : “Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Maidah (5) : 39)
3. Zakkâ (زآى ) artinya mensucikan, membersihkan dan memperbaiki, seperti
firman-Nya :
ت ويزآيحم إنك أنة لحكمٱلكتب وٱتك ويعلمهملواعليحم ءايبعث فيهم رسوالمنحم يتٱو ربنا
لحكيمٱلعزيزٱ
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Baqarah (2) : 129)
12
13
4. Thahhara ( طهر( artinya mensucikan dan membersihkan, seperti fiman-
Nya:
رينلمطهٱهللا يحبٱأن يتطهروا و فيه رجال يحبون
Artinya : “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (QS. at-Taubah (9) : 108)
5. Akhraja ( اخرج( artinya mengeluarkan, mengusir, membuang atau
meniadakan, seperti firman-Nya :
لنورٱلمت إلى لظٱلذين ءامنوايخرجهم من ٱهللا ولي ٱ
Artinya : “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”. (QS. al-Baqarah (2) : 257)
6. Syaraha ( شرح( artinya menjelaskan, membuka, meluaskan dan
melapangkan, seperti firman-Nya :
ألم نشرح لك صدرك
Artinya : “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?”. (QS. al-Insyirah (94) : 1)
7. Wadha’a ‘an (وضع عن ) artinya menghilangkan, mencabutkan dan
menurunkan, seperti firman-Nya :
أنقض ظهرك ىلذٱووضعنا عنك وزرك ۦ
Artinya : “Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu. Yang memberatkan punggungmu”. (QS. al-Insyirah (94) : 2-3)
8. Ghafara ( غفر( artinya menutupi, mengampuni dan memperbaiki, seperti
firman-Nya :
14
ررحيمهللا غفوٱهللا ويغفرلكم ذنوبكم وٱببكم عونى يحبتهللا فاٱن قل ٳن آنتم تحبو
Artinya : “ Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Imran (3) : 31)
9. Kaffara (آفر), artinya menyelubungi, menutupi, mengampuni dan
menghapuskan, seperti firman-Nya :
تحم آفرعنحم سيأ لحق من ربحمٱلصلحت وءامنوابمانزل على محمدوهوٱالذين ءامن اوعملوٱو
لح بالهموأص
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” (QS. Muhammad (47) : 2)
10. Naza’a (نزغ ), artinya mencabut, memecat, melepaskan, mengeluarkan dan
menjauhkan, seperti firman-Nya :
نا على سرر متقبلينونزعنامافى صدورهم من غل اخو
Artinya : “Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. al-Hijr (15) : 47)
Adapun kata االستشفاء yang berasal dari kata سفاء –يشفى -شفى , yang artinya
menyembuhkan.1 Seperti yang telah digunakan oleh Muhammad Abdul Aziz al
Khalidiy dalam kitabnya “al Istisyfa’ bil Qur’an” ( االستشفاء باالقرآن ).
Sedangkan, arti penyembuh / obat (syifa) yang terdapat dalam al-Qur’an
menunjukkan bahwa al-Qur’an itulah pengobatan dan penyembuhan suatu
1 Ibid, h.782.
15
penyakit, apakah mental, spiritual, moral maupun fisik dengan melalui bimbingan
al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi saw. Atau secara empirik adalah melalui
bimbingan dan pengajaran Allah swt., Malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-
Nya atau ahli waris para Nabi-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
بكل شىءعليمهللا ٱو هللاٱويعلمكم هللاٱتقواٱو
Artinya : “Dan bertakwalah kepada Allah swt., dan niscaya Dia akan mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (al-Baqarah, (2) : 282)
ال نسن مالم يعلمٱعلم
Artinya : “Dia telah mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahui.” (QS. al-‘Alaq, (96) : 5).
Adapun arti penyembuh / obat (syifa) yang terdapat dalam al-Qur’an
menunjukkan bahwa al-Qur’an itulah pengobatan dan penyembuhan bagi siapa
saja yang meyakininya. Dalam hal itu al-Qur’an sebagai penyembuh dibagi 2
(dua) bagian:
1. Bersifat Umum
Seluruh isi al-Qur’an secara maknawi, surat-surat, ayat-ayat,
maupun huruf-hurufnya adalah memiliki potensi penyembuh atau obat,
sebagaimana firman-Nya :
ء منين للموة من ربكم ورحمةلناس قدخاء تكم موعظٱيأ يحا
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran dari Tuhanmu, dan penyembuh terhadap penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat untuk orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus (10):57).
16
2. Bersifat Khusus
Yakni bukan seluruh al-Qur’an, melainkan hanya sebagian, bahwa
ada dari ayat-ayat atau surat-surat dapat menjadi obat atau penyembuh
terhadap suatu penyakit secara spesifik bagi orang-orang yang beriman
dan meyakini akan kekuasaan Allah swt, sebagaimana firman-Nya :
ء منينلقرءان ماهو شفاء ورحمةللموٱوننزل من
Artinya : “Dan kami menurunkan sebagian dari al-Qur’an sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. al-Isra (17):82).
Kekhususan-kekhususan itu dapat dilihat dalam beberapa ayat yang
memiliki kekhususan pula, seperti :
a. Asmaul Husna
لحسنى فادع ه بحاٱألسماءٱو لله
Artinya : “Dan Allah memilki nama-nama yang baik, maka berdo’alah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama asmâ-ul husna itu.” (QS. al A’râf (7):180).
Rasulullah saw., bersabda dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra.,2
روتلا بحي روت هنا .ةنجال لخد حاصحا نم .اداحو الا ةام .امسا نيعستوة عست هلال نا
Artinya : “Sesungguhnya Allah swt., mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang telah menghafalnya; maka dia akan masuk surga. Sesungguhnya Allah swt., itu ganjil, dan menyenangi yang ganjil”.
b. Kalimat “basmalah”
2 Syeikh Muhyiddin al-Zakaria Yahya dan Syaraf an-Nawawi, al Adzkar, Terjemahan
Drs.M.Tarsi Alwi, PT.al Ma’arif, Bandung, 1984,.h. 231-232.
17
يملرحٱلر حمن ٱهللا ٱبسم ,من سليمن وانه, انه
Artinya : “Sesungguhnya ayat itu berasal dari Sulaiman, dan isinya adalah “dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (QS. an-Naml, (27):30).
Rasulullah saw., menyatakan, “Apabila seseorang ingin
memulai suatu pekerjaan; maka hendaklah ia memulainya dengan
membaca kalimat “basmalah” agar selama melakukan pekerjaan itu
senantiasa di dalam bimbingan rahmat Allah swt. Dan Ibnu Mas’ud
telah menyatakan, bahwa barangsiapa ingin agar Allah swt.,
menyelamatkan dirinya dari malaikat Jabaniyah yang berjumlah
sembilan belas, maka hendaknya ia memperbanyak membaca sembilan
kali huruf, setiap huruf dapat menyelamatkan dari salah serang
mereka; dan barangsiapa yang telah memperbanyak menyebut
sembilan belas huruf itu (basmalah) maka Allah akan melimpahkan
kehormatan di alam ‘uluwi (alam yang tinggi) dan alam sufliy (alam
yang rendah), dan dengan kalimat basmalah itu telah berdiri kokoh
Raja Sulaiman bin Daud as.3
c. Surat al-Fatihah
سال نم اءفش ابتكال ةحاتف الا اءدمس لآ نم اءفش ابتكال ةحاتف
Artinya : “Rasulullah saw., menyatakan, pembuka kitab (surat al-Fatihah) merupakan obat untuk semua penyakit, kecuali yang beracun dan racun kematian.” (HR. Baihaqi dari Jabir, ra.)4
d. Beberapa surat yang lain
3 Muhammad Abdul ‘Aziz al-Khalidy, op.cit., h.102.
4 Ibid., h.104.
18
Rasulullah saw. menyatakan, barangsiapa yang telah membaca
dua ayat yang terakhir dari surat al-Baqarah pada waktu malam hari
niscaya keduanya mematikannya; membaca ayat kursi menjauhkan diri
dari syetan hingga pagi hari; membaca surat al-Kahfi dapat
mendatangkan kebahagian.5
B. Macam-macam Penyakit
Sasaran atau obyek yang menjadi fokus penyembuhan, perawatan dan
pengobatan dari syifa ini adalah seorang manusia (insan) secara utuh, yakni yang
berkaitan atau menyangkut dengan gangguan pada :
1. Mental, yaitu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan atau proses
yang berasosiasi dengan fikiran, akal dan ingatan6 Seperti mudah lupa,
malas berfikir, tidak mampu berkonsenterasi, picik, tidak dapat mengambil
suatu keputusan dengan baik dan benar, bahkan tidak memiliki
kemampuan membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan
yang bermudharat serta antara yang hak dan yang batil. Sebagaimana
firman Allah swt. :
.تعقلون أفآل لكتبٱلناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون ٱأتأمرون
Artinya : “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu senantiasa membaca al-Kitab, apakah kamu tidak berakal (berfikir)”. (QS.al-Baqarah (2):44).
Gangguan kesehatan mental dapat memperngaruhi :
5 Imam Bukhari, Shahih Bukhari 2, Dâr al-Thibi, Beirut, 1994. h.231-232. 6 C.P.Chaplin, op.cit., h.296.
19
a. Perasaan; misalnya cemas, takut, iri-dengki, sedih tak beralasan, marah
oleh hal-hal remeh, bimbang, merasa diri rendah, sombong, tertekan
(frustasi), pesimis, putus asa, apatis dan sebagainya.
b. Pikiran; kemampuan berfikir berkurang, sukar memusatkan perhatian,
mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah dibuat.
c. Kelakuan; nakal, pendusta, menganiaya diri atau orang lain, menyakiti
badan orang atau hatinya dan berbagai kelakuan menyimpang lainnya.
d. Kesehatan tubuh; penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh
gangguan pada jasmani.
Bagi manusia yang memiliki mental yang lemah bahkan
mungkin kotor dan bernajis, apakah mungkin ia dapat berfikir dan
menerangkan semua dari ayat-ayat-Nya yang menerangkan tentang
berbagai rahasia dan hikmahnya yang dalam dan tinggi? Seperti
firman-Nya :
يسعلونك ماذاينفقون قل و قل فيهمااثم آبيرومنفع للناس واثمهما أآبرمن نفعهما لميسرٱخمر ولٱيسعلونك عن
.أل يت لعلكم تتفكرونٱهللا لكم ٱآذ لك يبين لعفوٱ
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan perjudian, katakanlah, dalam keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, sedangkan dosa dari keduanya lebih besar ketimbang manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, yang lebih dari keperluan. Demikian itulah Allah swt; selalu menerangkan kepada kamu ayat-ayat tersebut, agar kamu dapat menerangkannya”. (QS.al-Baqarah (2):219).
2. Spiritual, yaitu yang berhubungan dengan masalah ruh, semangat atau
jiwa, religus, yang berhubungan dengan agama, keimanan, keshalehan dan
20
menyangkut nilai-nilai Transendental.7 Seperti syirik (menduakan Allah),
nifaq, fasiq dan kufur; lemah keyakinan dan tertutup atau terhijabnya alam
ruh, alam malakut dan alam ghaib; semua itu akibat dari kedurhakaan dan
pengingkaran kepada Allah swt.sebagaimana dalam firman-Nya :
. فترى اثما عظيماٱومن يشرك باهللا فقد غفرمادون ذلك لمن يشاء، ويهللا ال يغفرأن يشرك بهٱان
Artinya : “Sesungguhnya Allah swt akan mengampuni seseorang yang berbuat syirik (menduakan) kepada-Nya, dan Dia akan mengampuni selain dari perbuatan syirik kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa berbuat syirik kepada Allah swt; maka benar-benar ia telah berbuat dosa besar.” (QS.an Nissa’ (4):48)
.مونال يعللسفهاء ولكن ٱ أآلانهم هم
Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya mereka orang-orang munafiq itu adalah orang-orang bodoh, akan tetapi mereka tidak mengetahuinya”. (al-Baqarah (2):13)
.هللا يستزىء بحم ويمدهم فى طغينهم يعمهونٱ
Artinya : “Allah swt; akan mengolok-olok mereka (orang-orang munafik) dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka”. (QS.al-Baqarah, (2:15).
Allah swt; telah menerangkan dengan jelas bahwa kemunafikan
merupakan penyakit spiritual yang sangat berbahaya. Dari ayat-ayat di atas
dapat diambil pelajaran, bahwasanya konsekwensi dan akibat dari penyakit
itu adalah kotor dan najis bathiniyah, sehingga Allah swt; akan
menimpakan kepada mereka akan kehinaan-kehinaan, antara lain :
7 Ibid., h.480.
21
a. Mendapatkan dua bentuk siksaan, siksaan lahir dan bathin, di dunia
hingga di akhirat.
b. Dilaknat-Nya dan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
c. Dilupakan dan diabaikan oleh Allah swt.
d. Bathinnya penuh dengan kotoran dan najis bahkan penyakit itu terus
bertambah-tambah sebelum ia melakukan pertobatan yang
sesungguhnya.
e. Dicap sebagai orang-orang yang bodoh.
f. Mereka selalu diperolok-olok dan dicampakkan, serta diombang-
ambingkan dalam kesesatan mereka tanpa mereka sadari.
Nifaq adalah perbuatannya; sedangkan munafiq adalah orang yang
secara lahiriyah ia mengaku sebagai orang muslim sedangkan kondisi
bathinnya ingkar. Walaupun ia mampakkan kemuslimannya dengan
melakukan shalat, puasa dan perbuatan ibadah lainnya, namun sifat nifaq
itu tidak atau belum terlepas dari dirinya, selama sifat-sifat tidak jujur,
khianat dan ingkar janji itu belum hilang dari dalam dirinya.
Penyakit bathiniyah atau spiritual ini sangat sulit untuk
disembuhkan atau diobati; karena ia sangat tersembunyi di dalam diri
setiap orang. Oleh karena itu, tanpa ada pertolongan dan petunjuk serta
bimbingan dari Allah swt., Rasul-Nya Muhammad saw., Malaikat Jibril
dan hamba-hamba-Nya yang hak, maka penyakit itu tidak akan pernah
dapat disembuhkan dengan mudah.
22
Demikian pula penyakit bathiniyah yang lain seperti fasiq, yaitu
sifat atau sikap menganggap enteng hukum-hukum dan hak-hak Allah swt.
Suka menunda-nunda untuk melakukan perbuatan-perbuatan kebenaran
dan kebaikan. Menganggap enteng perkara-perkara yang berhubungan
dengan akhlak atau moral.Sehingga; tidak dapat melihat kebenaran
Ketuhanan, tidak dapat mendengar kebenaran dengan kebenaran
Ketuhanan dan tidak dapat mengatakan kebenaran dengan kebenaran
Ketuhanan. Hal itu, disebabkan karena fitrah-fitrah yang menghiasi hati
nurani dan inderawinya tertutup dan terbelenggu dengan kotoran-kotoran
dan najis-najis bathiniyah;seperti terdapat dalam firman-Nya :
.بكم عمي فهم ال يرجعونصم
Artinya : “Mereka orang-orang munafik itu tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak akan kembali ke jalan yang benar”. (QS.al-Baqarah (2):18).
.بكم عمي فهم ال يعقلونصم
Artinya : “Mereka orang-orang kafir itu tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak mengerti (berpikir dengan benar)”. (QS.al-Baqarah (2):171).
3. Moral (akhlak), yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,
yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui
proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian;8 atau sikap mental atau
watak yang terjabarkan dalam bentuk : berfikir,berbicara,bertingkah laku
dan sebagainya, sebagi ekspresi jiwa9.
8 Ensilopedi Islam, h.102. 9 Shodiq, Shalahuddin Chaery, Kamus Istilah Agung , 1983,CV.Slentarama, Jakarta, h.20.
23
Islam memberikan paradigma moral dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah. Nabi Muhammad saw. adalah seorang manusia jujur yang telah
membawa pesan-pesan moral secara aplikatif dan kongkrit di dalam
kehidupan sehari-hari, baik moral atau akhlak dihadapan Rabnya, sesama
makhluknya maupun dengan lingkungan dan alam sekitarnya.
Moral, akhlak atau tingkah laku merupakan ekspresi dari kondisi
mental dan spiritual. Ia muncul dan hadir secara spontan dan otmatis, dan
tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa. Perbuatan dan tingkah laku itu
kadang-kadang sering tidak disadari oleh subyek, bahwa perbuatan dan
tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma agama (Islam) dan
akhirnya dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Seperti liar,
pemarah, sembrono, dengki, dendam, suka mengambil hak milik orang
lain, berprasangka buruk, pemalas, mudah putus asa dan sebagainya.
Dalam ajaran Islam sikap dan tingkah laku seperti itu merupakan
perbuatan yang tercela dan dimurkai oleh Allah swt.dan beserta Rasul-
Nya.
Untuk menyembuhkan penyakit-penyakit itulah Rasulullah saw.
segera langsung diutus oleh Allah swt. untuk ke dunia ini. Perkataan,
perbuatan, sikap dan gerak-geriknya merupakan sebagai suatu keteladanan
dan contoh yang baik dan benar bagi diri seorang manusia. Oleh karena,
itulah Allah swt. berfirman :
.هللا آثراٱالءخروذآرٱليوم ٱهللا وٱة حسنة لمن آان يرجوا هللا أسوٱقد آان لكم فى رسول ل
Artinya : “Sesungguhnya benar-benar telah terdapat pada diri Rasulullah saw. Itu ketauladanan yang baik bagimu, bagi barangsiapa
24
yang senantiasa mengharap Allah swt. dan Hari Akhir, sedangkan dia telah banyak mengingat Allah swt”. (QS. al-Ahzab (33):21).
.وانك لعل خل عظيم
Artinya : “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memilki tingkah laku yang agung”. (QS. al-Qalam (68):4).
4. Fisik (Jasmaniyah). Penyakit ini bisa dilihat secara fisik atau non fisik,
yaitu :
Pertama, sakit secara fisik, dapat disebabkan oleh suatu hal yang
sifatnya kronologis, seperti sakit flu dan pilek disebabkan oeh udara dan
cuaca yang buruk serta makanan.
Kedua, sakit secara non fisik, yang disebabkan karena accident
atau suatu kejadian bisa dilihat dari kecelakaan atau bencana alam. Atau
dapat disebabkan seperti halnya kecemasan, depresi atau stress.
Kecemasan muncul dari rasa khawatir, takut, gelisah, cemas dan tidak bisa
tidur. Rasa cemas itu selalu berorientasi pada masa depan. Adapun depresi
menyangkut pada keluhan dan penyesalan.
Tetapi sakit pada umumnya disebabkan oleh gangguan fisik.
Kondisi-kondisi fisik yang tidak sehat, seperti terkena stroke, sakit jantung
dan liver juga bisa dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Namun,
kondisi kejiwaan juga bisa memperngaruhi kondisi badan. Badan dan jiwa
itu saling memperngaruhi. Perilaku manusia cerminan dari pikiran dan
perasaan. Jiwa terdiri dari tiga unsur yaitu alam pikiran, alam perasaan dan
perilaku. Hal inilah, mengantar pada kesadaran religius. Agama diturunkan
25
oleh para Nabi untuk memperbaiki akhlak manusia itu meliputi perilaku,
perbuatan dan tingkah laku yang merupakan cerminan dari pikiran dan
perasaan.10
Jika dilihat dari kondisinya penyakit dibagi menjadi 2 macam.
Pertama, penyakit ringan, yaitu penyakit yang dengan mudah
dapat segera disembuhkan, seperti influenza, tifus dan lain-lain.
Kedua, penyakit berat, yaitu penyakit yang membutuhkan waktu
lama penyembuhannya atau bahkan sama sekali tidak dapat disembuhkan.
Seperti; stroke, yang menyebabkan lumpuh sebelah, kanker stadium lanjut
atau AIDS.
Kemudian, seberapa jauh faktor-faktor penyakit fisik dapat
mempengaruhi kondisi psikologis seseoarang? kita ambil sebuah contoh,
seorang eksekutif muda dengan badan yang sehat, olahraga tidak pernah
lalai, makanannya teratur dan sebagainya. Tetapi dia bekerja sangat
berlebihan, melampui batas kemampuan manusia normal, dan kurang
istirahat. Akibatnya dia terkena stroke dan lumpuh sebelah.
Stroke adalah keadaan ketika fungsi otak terganggu karena adanya
gangguan sirkulasi darah di otak. Akibatnya tubuh yang tadinya energik
menjadi invalid, tidak bisa mengerjakan apa-apa. Berbaring di Rumah
Sakit berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Dari suatu keadaan yang
merdeka penuh menjadi tidak berdaya apa-apa. Lalu timbullah problem
pasca-stroke. Ketika krisis strokenya mulai dapat diatasi, dia akan
10 Sakit Menguatkan Iman, h.50.
26
mengalami gangguan kejiwaan karena ketidaksiapannya menghadapi
kondisi yang seolah-olah menjadikannya terbelenggu. Oleh karena itu,
dalam mengatasi keadaan ini ternyata kajian syifa ini sangatlah diperlukan
dan juga, sangat berguna bagi kehidupan saat sekarang ini.
Tetapi, adakalanya sering dilakukan secara kombinasi dengan
melalui terapi medis atau melalui kedokteran pada umumnya. Seperti
lumpuh, penyakit jantung, lever, buta dan sebagainya. Sebagimana penulis
sering memperoleh pengalaman seperti itu. Suatu ketika ada seorang ibu
datang kepada saya dan menceritakan perihal penyakit putranya yang
berusia dua setengah tahun. Di bagian leher putranya terkena suatu
penyakit kulit yang sungguh menyedihkan bagi siapa saja yang
menyaksikannya. Hampir sepanjang hari ia menangis karena terasa gatal,
panas dan pedih. Kurang lebih 1 bulan penulis melakukan syifa ini dengan
memberikan sebuah air putih, tentu saja setelah air itu penulis bacakan
ayat-ayat Allah swt; serta ayat al-syifa tersebut, serta memasukkan energi
dzikir kedalam tubuh anak itu, dengan tujuan agar bakteri dan kuman-
kuman yang telah menyebabkan sakit itu agar segera dapat keluar dan
hilang. Alhamdulillah berkat pertolongan-Nya, lalu, anak itu segera
mendapatkan kesembuhan secara total dan seperti tidak pernah terjadi apa-
apa. Padahal sebelumnya kedua orang tuanya berulangkali berobat ke
dokter dan rumah sakit dengan berganti-ganti dokter. Sejalan dengan
ucapan Nabi Muhammad saw :
تداووا فان اهللا تعالى لم يضع داء اال وضع له دواء غير داء واحد الهرم
27
Artinya : “Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah swt; tidak mendatangkan suatu penyakit, kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua”. (H.R.at-Tarmidzi)
C. Pandangan Para Ulama Tafsir Tentang Syifa
Perkataan ulama disini adalah bahwa orang-orang yang telah ahli dan
menguasai ilmu yang haq (ad-dien), baik pemahamannya, pengamalannya dan
pengalamannya.
Ulama ialah seorang hamba Allah swt., yang sangat takut dan taat kepada-
Nya; ia memiliki potensi kenabiaan yang telah Allah swt. anugerahkan kepadanya
sebagai ahi waris para Nabi-Nya. Dengan potensi itulah ia mampu dan mahir
untuk menjalankan, meneruskan, mengembangkan dan memelihara esensi ajaran
keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan secara baik, utuh dan sempurna.
Ditangannyalah tergenggam ruh-ruh dan rahasia-rahasia esensi ilmu dan
pengetahuan, baik yang terhampar di langit maupun di bumi, baik di dunia hingga
akhirat. Di dalam dirinyalah tersimpan sifat-sifat dan karekter kenabian dan
kerasulan.
لعلمؤاٱهللا من عباده ٱانمايخشى
Artinya : “Sesungguhnya yang senantiasa takut kepada Allah swt. diantara hamba-Ku adalah ulama”. (Q.S. Fathir (35):28)
Sebagaimana Sabda Rasulullah saw.:
) ود والترم ى وابن ماجه عن ابى درداء رواه ابو دا( العلماء ورثة االنبياء
Artinya : “Ulama itu adalah ahli waris para nabi”. (HR.Abu Daud, at-Turmudzi dan Ibn.Mazah dari Abu Darda RA).
28
Tugas dan tanggungjawab seorang manusia sebagai khalifatullah ada dua
macam:
Pertama: Tugas dan tanggungjawab Uluhiyah; yaitu yang berhubungan dengan
Tuhan-Nya; yakni:
a. Memimpin dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan dan alam untuk
bersujud kepada-Nya, bertasbih, bertahmid, bertahlil dan bertakbir;
b. Mendidik dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan alam dengan baik
dan benar, agar supaya menjadi sumber rahmat, ilham, hidayah dan
bukan sebaliknya menjadi sumber laknat, tipu daya, kesesatan dan
kehancuran;
c. Menyembuhkan dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan dan alam
dari penyakit yang dapat menghancurkan mental, spiritual dan moral
Ilahiyah;
d. Merawat, menjaga dan mengawasi diri, keluarga, lingkungan dan alam
dari gangguan, bisikan, rongrongan serta tipu daya syetan, jin dan iblis
baik dalam bentuk rupa aslinya, maupun berupa jelmaan sebagai
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda.
Kedua: Tugas dan tanggungjawab Rububiyah; yaitu yang berhubungan
dengan mahluk-Nya; yakni:
a. Memimpin dirinya, keluarganya, lingkungannya dan alam agar dapat
mengembangkan kehidupan yang hidup, bermusyawarah, bermufakat,
saling mendatangkan manfaat dan kesimbangan.
29
b. Mendidik dirinya, keluarganya, lingkungan dan alam secara
proporsional dan profesional sehingga semuanya akan menjadi sumber
energi kehidupan yang potensial di manapun dan kapanpun.
c. Menyembuhkan dan mencari solusi bagi dirinya sendiri, keluarganya,
lingkungan alam dari berbagai problema dalam berkehidupan
bersamanya baik yang telah, sedang atau yang akan datang, sehingga
ekosistem kehidupan akan senantiasa terpelihara dengan baik, benar,
indah dan harmonis.
d. Melakukan pengawasan, penjagaan dan perawatan dari penyimpangan-
penyimpangan dan gangguan terhadap ekosistem kehidupan yang
terjadi pada semua aspek kehidupan antara manusia, alam dan
lingkungannya. Akibat lemahnya masalah ini dan tidak ada atau
berkurangnya kesadaran manusia, maka secara pasti kehancuran demi
kehancuran akan datang kehadapan mereka semua.
Pada hakekatnya; Allah-lah Yang Maha Penyembuh, Maha obat dan Maha
Penyehat. Dan prosesnya adakalanya Dia langsung secara pribadi, adakalanya
diutusnya seorang malaikat-Nya, atau Nabi-Nya atau ahli waris Nabi-Nya.
Mereka itu adalah sebagai berikut :
1. Syekh Ibnu al-Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya الداء الدوا, beliau
menceritakan suatu pengalamannya : “Ketika saya bermukim di kota Mekkah
beberapa waktu saya pernah terkena suatu penyakit, dan saya pun telah
berupaya untuk menemukan seorang dokter maupun obat, namun tidak
seorangpun dokter dan satu obatpun saya temukan. Akhirnya, saya mencoba
30
2. Ibnul Haj; menerangkan dalam kitabnya al-Madkhal, yaitu sebagai berikut :
“Tidak mengapa melakukan pengobatan dengan Nasyrah, yaitu; melunturkan
suatu tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang dituliskan di atas kertas atau bejana
dengan sebuah air, dan kemudian lansungkanlah meminumkan sebuah air itu
tersebut”.
3. Syeikh Imam Abilqasim al-Qusyairi yamg menerangkan; bahwa suatu waktu
anaknya yang sedang mengalami sakit yang mengkhawatirkan, sehingga;
beliau merasa berputus asa. Kemudian, dalam tidurnya beliau langsung
bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw; dan lalu kemudian, beliau
bertanya, apakah ada suatu obat penyakit yang telah diderita oleh seorang
anaknya. Kemudian, Rasulullah saw; berkata : “Apakah engkau tidak
mengetahui sebuah ayat al-Syifa (ayat-ayat penyembuh)?” itu tersebut di atas.
4. Abil Qasim al-Qusyairi selanjutnya menerangkan : “Tatkala aku bangun dari
tidurku, maka kubuka al-Qur’an dan kuperhatikan. Maka terdapat Ayat al-
Syifa yaitu ayat-ayat yang telah tercantum di atas. Kemudian, segera kutulis
di atas kertas; dan lalu kemudian, kuberikan minuman air tersebut kepada
anakku”. Tidak beberapa lama anak yang sedang mengalami kesakitan itu
� Ibnul Qayyi al-Jauziyah ,الداء والدواء h.21.
31
tersebut; lalu, berangsur sembuh dan akhirnya, maka ia telah langsung
mendapatkan kesembuhan secara benar-benar.12
D. Syarat-syarat Ulama Billah
Adapun Syarat-syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang Ulama
Billah; adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan spiritual yang sangat dekat dengan Rabb-nya, yang hal
itu diperoleh melalui ketaatannya untuk melaksanakan suatu perintahnya
dan serta, menjauhi larangannya.
2. Adanya kualitas moral atau akhlak Islamiyah yan baik dan benar secara
otomatis dari nurani bukan karena rekayasa dan tuntutan profesionalisme.
3. Adanya pendidikan yang cukup dan menguasai teori-teori syifa dan
psikoterapi Islam maupun umum.
4. Adanya keahlian dan ketrampilan dalam melakukan proses syifa dan terapi
dengan metode ilmiah, propetik (kenabian) maupun normatif (al-Qur’an
dan as-Sunnah).
E. Tata cara Melakukan Pengobatan atau Penyembuhan
12 Ustadz Mahmud Sami, al-Mukhtasar Fî Ma’âni Asmâ Illâhil Husnâ; h.82.
32
Fungsi dan tujuan yang lain dari pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat
al-Syifa di atas adalah untuk memberikan pengobatan atau penyembuhan terhadap
penyakit kejiwaan (mental), bahkan dapat juga, untuk penyakit spiritual dan fisik.
Adapun, tata cara dalam melakukan pengobatan atau penyembuhan
terhadap gangguan penyakit di atas tersebut; ialah dengan menggunakan bacaan
ayat-ayat al-Qur’an dan ayat al-syifa itu tersebut. Dapat dilihat pada beberapa
contoh berikut ini, antara lain :
1. Penyembuhan Penyakit Lupa Ingatan
Dalam sebuah Riwayat oleh Ibnu Sunni dari Abdurrahman bin Abi
Laila dari seorang laki-laki dari ayahnya, ia mengatkan bahwa pernah
seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw., sambil mengatakan :
“Sesungguhnya saudaraku sedang sedang sakit”. Nabi mengatakan, sakit
apa saudaramu itu? Ia menjawab, semacam penyakit lupa ingatan (gila).
Lalu Nabi saw. bersabda : “Bawalah ia kepadaku”. Kemudian beliaupun
mengobati atau menyembuhkan orang itu tersebut; dengan Ayat-ayat al-
Qur’an dan Ayat al-Syifa kepadanya berupa :13
a. Surat al-Fatihah.
b. Surat al-Baqarah, 2:2-5, 163-164, 225, 284-286.
c. Surat ali-Imran, 3:2, 18.
d. Surat al-A’râf, 7:54.
e. Surat al-Mu’minun, 23:116.
f. Surat al Jin, 72:3.
13 Imam Nawawi, al-Adzakar, Terjemahan M.Tarsi Alwi, PT.al-Ma’arif, Bandung, 1984,
h.322.
33
g. Surat ash-Shâffât, 37:1-10.
h. Surat al-Hasyr, 59:22-24.
i. Surat al-Ikhlash, 112:1-4.
j. Surat al-Falaq, 113:1-5.
k. Surat an-Nâs, 114:1-6.
2. Penyembuhan Rasa Sedih Dan Duka
.غيثياحي ياقيوم برحمتك است: ا حزنه امر قال >أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم آان إ
)ى عن انس>رواه الترم(
Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah saw., apabila merasa susah karena adanya suatu masalah, maka beliau mengucapkan “ya Hayyu ya Qayyum” dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan”. (H.R.at-Turmudzi dari Anas ra.)
Dalam Hadits lain menyebutkan ketika Nabi saw., sedang
mengalami perasaan susah dan duka beliau membaca :
.يمالاله األ اهللا العظيم الحل
BAB III
M. QURAISH SHIHAB DAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-QUR’AN
A. Sepintas Tentang M.Quraish Shihab dan Karya-karyanya
Nama lengkap beliau adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia adalah
seorang cendekiawan muslim Indonesia yang terkenal sebagai ahli dalam bidang
tafsir al-Qur’an. Beliau itu telah lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada tanggal
16 Februari 1944.1 M.Quraish Shihab tumbuh dan berkembang dalam keluarga
yang bernuansa agamis. Keharmonisan dari keluarga dan bimbingan orang tuanya
telah sangat membekas dan berpengaruh sangat besar bagi pribadi dan
perkembangan akademisnya pada kemudian hari.2 Ayah M.Quraish Shihab, Prof.
KH.Abdurrahman Shihab (1905-1986) adalah seorang ulama dan guru terbesar
didalam bidang Tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang
tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi
Selatan. Kontribusinya di dalam dunia pendidikan telah terbukti dari suatu
usahanya. Dalam membina suatu perguruan tinggi di Ujung Pandang. Lalu
kemudian, ia juga telah tercatat sebagai seorang Rektor pada kedua perguruan
tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin
(1972-1977) Ujungpandang.3 Beliau sangat sering sekali dalam berkomunikasi
dengan bersama anak-anaknya dan juga, sering sekali telah dapat memberikan
1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.Ichtiar Baru Van
Houve, 1966), Jilid 2, h.110. 2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2003), Cet.Ke-4, h.14.
3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.Ichtiar Baru Van Houve, 1996), Jilid 2, h.111.
34
35
petuah-petuah tentang keagamaan. Dalam mengenai hal ini, M. Quraish Shihab
telah menulis sesuatu sebagai berikut :
“Seringkali beliau telah mengajak kepada anak-anaknya untuk dapat duduk secara bersama-sama. Pada saat-saat seperti inilah kemudian beliau langsung menyampaikan petuah-petuah tentang keagamaannya. Banyak dari sebagian petuah itu tersebut yang kemudian saya ketahui sebagai ayat-ayat al-Qur’an atau sebuah petuah Nabi, sahabat atau sebuah pakar-pakar al-Qur’an yang sehingga pada saat detik ini masih terngiang di dalam telinga saya,…Dari sanalah sebuah benih kecintaan kepada studi al-Qur’an mulai bersemai di jiwa saya”.4
Selanjutnya, yang tak boleh diabaikan adalah sebuah dukungan dan
pengaruh sang ibu. Dalam penuturan M. Quraish Shihab kepada sang ibu selain
senantiasa mendorong kepada anak-anaknya untuk dapat belajar, juga seorang
yang sangat ketat dalam persoalan dalam bidang agama. Ketat disini maksudnya
adalah, beliau sangat telah mengukur di dalam segala urusan yang berkaitan
tentang agama dari sudut al-Qur’an dan al-Hadits. “Bahkan hingga sekarang,
walaupun sudah doktor dalam bidang tafsir, beliau tetap tidak segan-segan
menegur saya” ujar M. Quraish Shihab.5
Dengan latar belakang keluarga seperti itu, maka tak heran jika minat
M.Quraish Shihab terhadap suatu studi agama, khususnya kepada al-Qur’an yang
telah dijadikan sebagai objek studi yang sangat besar. Hal ini telah terlihat dari
sebuah pendidikan lanjutan yang dipilihnya. Riwayat pendidikannya dimulai
dengan menempuh pendidikan dasarnya (SD-SLTP) di Ujungpandang dan
4 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung :Mizan, 2001), Cet.Ke-22, h.14.
5 Arief Subhan, “Menyatukan Kembali al-Qur’an dan Umat, Menguak Pemikiran M. Quraish Shihab” , Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, No.5, (Jakarta, 1993) h.10.
36
pendidikan menengahnya di Malang (1956-1958) sambil menyantri di Pondok
Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyah, Malang.6
Pada tahun 1958 dalam usia 14 tahun, M. Quraish Shihab telah berangkat
ke Kairo atas bantuan dari beasiswa yang didapat dari pemerintah daerah
Sulawesi Selatan untuk dapat segera melanjutkan studinya.7 Dengan bekal suatu
ilmu yang telah diperoleh di tanah air. Lalu, kemudian M. Quraish Shihab dapat
diterima di kelas 11 pada tingkat Tsanawiyah al-Azhar. Setelah selesai pada
tingkat tersebut, lalu kemudian M. Quraish Shihab berminat untuk dapat segera
melanjutkan studi di Universitas al-Azhar, jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas
Ushuluddin. Hal ini sesuai dengan kecintaan terhadap pada suatu bidang ini
tersebut. Namun, ternyata jurusan yang telah dipilihnya itu sangat memerlukan
sebuah persyaratan yang cukup ketat, dan pada saat itu M. Quraish Shihab telah
dinilai belum memenuhi sebuah persyaratan yang sudah telah ditetapkan. Tetapi,
itu semua tidak menyurutkan dari suatu langkahnya. Oleh karena itu, kemudian ia
tetap bersedia untuk mengulang dari jarak waktu setahun untuk segera
mendapatkan kesempatan belajar di Jurusan Tafsir Hadits, walaupun dari jurusan-
jurusan yang lainnya telah terbuka lebar untuk dirinya sendiri.8
Pada tahun 1967, M. Quraish Shihab telah meraih gelar Lc. (setingkat S1)
lalu kemudian, beliau dapat segera melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang
sama, dan pada tahun 1969 lalu beliau dapat segera meraih gelar MA (S2) untuk
6 Ibid.
7 Ibid.
8 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung:Mizan, 2001), Cet.ke-22, h.14.
37
spesialis pada bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis yang berjudul al-I’jâz al-
Tasyri’I Li al-Qur’ân al-Karîm. Dengan rasa suka cita lalu kemudian, beliau
dapat segera pulang dan telah membawa gelar magisternya. Rasa rindu yang
sudah lama dipendamnya untuk dapat bersua dan berbakti kepada seorang ayah
bundanya, bercengkrama ria dengan saudara-saudaranya dan berkasih sayang
dengan segenap handai tauladan di kampung halamannya, sehingga dengan itu
segera dapat terobati.9
Sekembalinya dari kota Mesir, di Ujung Pandang M. Quraish Shihab dapat
segera lansung dipercaya untuk menjabat sebagai Pembantu Rektor di bidang
Akademik dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujungpandang. Selain itu,
beliau juga mendapatkan tugas dan beserta sebuah jabatan-jabatan yang lainnya,
baik di dalam kampus, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta (wilayah VII
Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus, seperti pembantu pimpinan
kepolisian Indonesia Timur dalam suatu pembinaan mental. Selama di
Ujungpandang ini, beliau juga sampai sempat untuk melakukan suatu berbagai
sebuah penelitian yaitu, antara lain penelitian dengan sebuah tema : “Penerapan
Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf
Sulawesi Selatan” (1987).10
Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab langsung segera untuk kembali ke
Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang sama, Universitas
al-Azhar. Dan pada tahun 1982, dengan melalui disertasi Nazhm al-Dhurârli al-
9 Ibid.
10 Ibid.,h.6.
38
Biqa’î; Tahqîq wa Dirâsah, lalu kemudian, beliau telah berhasil untuk meraih
suatu gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an. Dan lalu, beliau telah
langsung mendapatkan yudisium summa cum laude disertai dengan sebuah
penghargaan tingkat 1 (Mumtâz ma’a martabât al-syaraf al-ulâ).11 Beliau
merupakan seseorang pertama yang telah bertempat tinggal di Asia Tenggara
yang sudah meraih gelar doktor di dalam bidang Ilmu Tafsir. Sementara dalam
ruang lingkup keluarganya, beliau merupakan seseorang doktor keempat dari
anak-anak M. Quraish Shihab yang berjumlah sebanyak 12 orang, yang terdiri
dari enam putra dan enam putri.12
Sekembalinya dari kota Mesir, untuk yang kedua kalinya, ia masih tetap
untuk mau bekerja di IAIN Alauddin Ujungpandang. Pada tahun 1984, lalu ia
langsung segera untuk ditugaskan menjadi sebagai seorang dosen di Fakultas
Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (yang
dimulai 2002 berubah menjadi UIN). Pada kedua lembaga ini, ia juga telah diberi
kepercayaan sesuai dengan pada bidangnya, yaitu untuk mengasuh sebuah materi
Tafsir dan ‘Ulum al-Qur’an. Selanjutnya dari tahun 1992-1998, selama dua
periode, maka sehingga ia terpilih sebagai seorang Rektor IAIN Jakarta.13
Selain itu, di luar kampus, dia juga telah dipercayakan untuk menduduki
berbagai macam-macam jabatan, yaitu antara lain : Ketua MUI Pusat (sejak tahun
1984); seorang anggota Lajnah Pentashhi al-Qur’an Departemen Agama (sejak
11 Ibid
12 Wawancara, Kompas, (Jakarta), 18 Februari 1996, h.2.
13 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab”, dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya, Vol.X1X, No.2, (Jakarta, 2002) 172.
39
1989) dan juga, sebagai seorang anggota Badan Pertimbangan Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawaan Muslim se-
Indonesia (ICMI).14 Disela-sela dari suatu kesibukannya itu, maka dia juga telah
mengalami suatu keterlibatan dalam bentuk berbagai kegiatan ilmiah, di dalam
maupu di luar negeri.15
Disamping itu juga, beliau telah pernah tercatat sebagai seorang Menteri
Agama RI (1998). Namun, jabatan ini tidak begitu lama kemudian, maka beliau
telah emban untuk seiring dengan bergantinya tampuk kepemimpinan bangsa
Indonesia dari pemerintah Orde Reformasi. Pada tahun 1999, melalui suatu
kebijakan pemerintahan transisional Habibie, maka beliau telah langsung
mendapatkan sebuah jabatan baru sebagai Duta Besar Republik Arab Mesir, yang
telah berkedudukan di kota Kairo. Tugas ini telah dilaksanakan dengan secara
baik sampai akhir periode, yaitu pada tahun 2002. Setelah dapat menjalankan
suatu tugasnya sebagai seorang dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.16
Aktifitas dari sebuah keorganisasian M. Quraish Shihab memang begitu
sangat padat, namun itu tidak berarti sehingga beliau telah mengalami kehabisan
waktunya untuk agar selalu tetap bisa aktif di dalam dunia intelektual. Ide-ide
segarnya senantiasa selalu hadir dibeberapa media masa. Dahulu disurat kabar
Pelita, pada waktu setiap hari Rabu beliau dapat mengisi sebuah rubrik “Pelita
14 M. Quraish Shihab,Membumikan al-Qur’an,ibid.
15 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, h.16.
16 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab”
dalam Mimbar Agama dan Budaya , Vol x1x , No.2, 2002, h.172.
40
Hati”. Begitu pula juga, tentang fatwa-fatwanya di Harian Republika dan
Majalah Ummat, selalu mengalami untuk mendapatkan kesegaran di tengah-
tengah masyarakat. Beliau juga, telah selalu dapat mengasuh rubrik “Tafsir al-
Amanah” dalam majalah pada waktu jangka dua mingguan yang telah terbit di
Kota Jakarta. Selain itu, beliau juga pada waktu dahulu dapat tercatat menjadi
sebagai salah seorang anggota Dewan Redaksi Jurnal Studi Islamika; Indonesian
Journal for Islamik Studies, ’Ulumul Qur’an Mimbar Ulama dan Reflesi; Jurnal
Kajian Agama dan Filsafat, kesemuanya itu telah terbit di Jakarta.17
B. Karya Ilmiah M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab adalah merupakan seorang tokoh penulis muslim
kontemporer Indonesia yang sangat produktif sekali. Dalam waktu yang sangat
relatif singkat ini, beliau sangat mampu untuk dapat menghasilkan sebuah karya-
karya yang sangat banyak sekali; dan juga, sangat cukup bercorak. Sesuatu yang
sangat luar biasa, M. Quraish Shihab, di dalam karyanya itu sangat cukup
bercorak. Karyanya itu sangat populer dan bisa diterima di berbagai kalangan.
Disela-sela kesibukannya ia masih sempat terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah
di dalam maupun di luar negeri, dan aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Karya-
karya yang dihasilkan berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, jurnal atau
kolom tanya jawab dengan metode maudhui.
Dalam memetakan dari sebuah karya ini, Ahmad Abrori telah mampu
dapat membedakan kepada tiga judul besar, yaitu pertama, sebuah karyanya yang
17 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Ibid., h.7, Lihat juga Kusmana,
Prof.Dr.H.M. Quraish Shihab; Membangun….., h.259.
41
dilakukan dengan melalui metode tematik (maudhu’i), yaitu suatu penjelasan
tafsir al-Qur’an tentang suatu tema-tema aktual tertentu yang bersyarat dengan
sebuah referensi kitab-kitab yang terkait, seperti: Membumikan al-Qur’an, Fungsi
dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1992), Lentera Hati: Kesan dan
Hikmah Kehidupan (1994), Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Berbagai
Persoalan Umat (1996), Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib (1997), Haji Mabrur Bersama M. Quraish
Shihab (1997), Menyingkap Tabir Ilahi; Asma’ul Husna dalam Perspektif al-
Qur’an (1998), Fatwa-fatwa Seputar al-Qur’an dan Hadits (1999), Fatwa
Seputar Ibadah dan Muamalah (1999), Fatwa-fatwa Seputar Tafsir al-Qur’an
(1999), Fatwa-fatwa Seputar Agama (1999), Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan
dan Malaikat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama
Masa Kini dan Masa Lalu (1999), Saum Bersama M. Quraish Shihab di
RCTI/Presenter Arif Rahman (1999), Secercah Cahaya Ilahi: Kehidupan
Bersama al-Qur’an (2000), Menuju Haji Mabrur, ed.D.Rohandi (2000), Jalan
Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil (2001), 40 Hadits
Qudsi (2002), Menjemput Maut (2002).
Kedua, karya yang telah dilakukan dengan menggunakan sebuah metode
urai (tahlili), yaitu dengan menulis sebuah kitab tafsir al-Qur’an yang sesuai
dengan urutan daria ayat per-ayat atau per-surah,sedangkan menurut kreteria
tentang turunnya suatu ayat atau menurut urutan tertib Mushhaf Utsmani. Adapun
yang termasuk dalam kategori kedua ini misalnya, Mahkota Tuntunan Ilahi
(Tafsir Surah al-Fatihah) (1988), Tafsir al-Amanah (1992), Tafsir al-Qur’an atas
42
Surah-surah Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (1997) dan Hidayah
Ilahi Ayat-ayat Tahlil (1997). Dan karya terbesarnya adalah Tafsir al-Mishbah;
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (2002).
Sementara itu, yang ketiga, adalah suatu karya khusus di luar kedua
kategori di atas, berupa bentuk laporan penelitian, kupasan tentang seorang tokoh
atau tentang dari satu tema tertentu,contohnya dalam: Peran Kerukunan Hidup
Beragama di Indonesia Timur (1975), Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan (1978),
Studi Kritis Tafsir al-Manar (1984), Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid
Ridho; dan Sejarah ‘Ulum al-Qur’an (1999), sebuah karya akademis tentang ilmu
tafsir.18
C. Metodologi Tafsir al-Mishbah
Metode mengandung sebuah arti : tata cara kerja yang bersistem untuk
dapat memudahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan, guna ingin untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.19 Yang dimaksud dengan sebuah metode tafsir berarti suatu
sistem yang dikembangkan untuk supaya dapat memudahkan dan guna
memperlancarkan untuk memproses sebuah penafsiran al-Qur’an secara
keseluruhan.
Metode penafsiran yang dimaksud dalam sub-sub ini adalah suatu
penafsiran yang biasa digunakan dalam wacana ‘ulum al-Qur’an dan umumnya
digunakan oleh seorang para ulama tafsir. Menurut al-Farmawi, ada empat macam
18 Ahmad Abrori, Tafsir M. Quraish Shihab tentang Hak-hak Politik Perempuan, Skripsi,
(Jakarta : IAIN Syarif Hidayatullah, 2000) t.d., h.47. 19 WJS. Poerwadarminta,ed., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Depdikbud, (Jakarta:Balai Pustaka, 1998), h.649.
43
metode di dalam sebuah penafsiran al-Qur’an, yaitu: metode tahlily, ijmaly,
muqarran dan maudhu’iy.20
Metode tafsir tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud untuk
menjelaskan tentang sebuah kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh
aspeknya. Di dalam sebuah metode ini tersebut, maka seorang penafsir agar dapat
mengikuti sebuah runtutan dari ayat sebagaimana yang sudah telah tersususun di
dalam mushhaf Utsmani. Oleh karena itu, maka seorang penafsir dapat bisa
memulai sebuah uraiannya dengan suatu cara mengemukakan arti dari global ayat.
Kemudian, penafsir juga telah dapat mengemukakan: Munasabah (korelasi) ayat-
ayat serta juga, untuk menjelaskan suatu hubungan maksud antara ayat-ayat
tersebut dengan satu sama lainnya. Di samping itu, penafsir telah dapat membahas
mengenai tentang asbab al-nuzul dan juga, tentang semua dalil-dalil yang berasal
dari seorang rasul, sahabat dan para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur
dengan pendapat para seorang penafsir itu sendiri yang telah diwarnai oleh latar
belakang dari suatu pendidikannya.21
Metode ijmaly (global), adalah suatu metode yang menyajikan sebuah
penafsiran secara global dan singkat. Sehingga, mudah dapat terasa oleh bagi
seorang pembacanya.seakan-akan, bagaikan sudah tetap berada dalam sebuah
gaya dan kalimat-kalimat dan al-Qur’an. Kemudian suatu metode muqarran
(perbandingan) adalah suatu metode yang telah berupaya untuk dapat
membandingkan antara satu ayat dengan ayat yang lain atau dengan hadits Nabi
20 Abd. al-Hayy al-Farmawi, MetodeTafsir Mudhu’I, terj. Suryan A.jamrah, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 1996). Cet.Ke-2. 21 Ibid.,h.12.
44
saw. yang sudah kelihatannya telah bertentangan, atau juga, telah membandingkan
antara pendapat beberapa ulama yang bertentangan menyangkut dengan ayat-ayat
tertentu. Yang terakhir, metode maudhu’i (tematik) atau juga, disebut dengan
metode tauhidy adalah suatu metode yang telah menyajikan pesan ayat-ayat al-
Qur’an yang berbicara tentang satu topik dalam satu kesatuan yang utuh.22
Kalau dilihat dari suatu pemaparan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan
suatu ayat-ayat al-Qur’an, maka telah jelas bahwa tafsir al-Mishbah ini dengan
menggunakan metode tahlily, karena beliau sudah sangat berusaha untuk dapat
menafsirkan al-Qur’an, ayat demi ayat, surah demi surah, dan juga, berbagai
seginya, sesuai dengan susunannya yang telah terdapat di dalam mushhaf.
Tetapi walau demikian, sebenarnya juga tidak secara otomatis untuk tidak
meninggalkan dari sebuah metode-metode yang lain.23 Karena pada banyak
tempat beliau pun telah memadukan dari sebuah metode tahlily ini dengan
sebanyak dari tiga metode yang lainnya, khususnya kepada metode maudhu’iy.
Bentuk dari pemanduan ini sehingga, dapat dilihat dalam sebuah uraian dari
seluruh ayat yang sesuai dengan urutan mushhaf itu tersebut. M. Quraish Shihab
juga, pertama-tama dalam menafsirkannya dengan secara global, kemudian
mengelompokkan ayat-ayat yang telah sesuai dengan temanya, karena agar
supaya kandungan ayat-ayat tersebut dapat dijelaskan yang sesuai dengan
topiknya, lalu pada saat-saat tertentu, beliau langsung menyungguhkan atas
22 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an Karim M. Quraish Shihab; Tafsir atas Surah-
surah Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1997), h.v. 23 Ini terbukti pada setiap akan membahas suatu ayat yang secara detail, terlebih dahulu
M. Quraish Shihab memberikan penjelasan secara global; dan pada beberapa tempat beliau menerapkan metode muqarran (lihat Tafsir al-Mishbah, Jilid 1 ,h.107, 210 dan 264); serta menerapkan metode maudhu’iy (lihat Tafsir al-Mishbah, Jilid 1, h.95, 183 dan 455).
45
perbandingan tentang pendapat-pendapat seorang ulama yang berkaitan dengan
ayat yang sedang akan dibahas.
Tetapi, walau bagaimana pun, kalau penulis ingin berpedoman kepada
empat macam dari sebuah metode penafsiran seperti yang telah disebutkan di atas,
maka penulis harus dapat secara tegas untuk dalam memilih salah satunya.
Metode yang sangat paling pas-dari keempatnya yang telah dipakai pada Tafsir al-
Mishbah ini adalah metode tahliliy.
Pemilihan metode tahlily ini juga, didasarkan atas suatu kesadaran beliau,
bahwa dari sebuah metode yang ia telah pergunakan sebelumnya, setidak-tidaknya
pada sebuah karyanya yang telah berjudul “Wawasan al-Qur’an” ; selain itu dari
suatu keunggulannya dalam memperkenalkan sebuah konsep al-Qur’an tentang
tema-tema tertentu dengan secara utuh, ia juga tidak luput dari sesuatu
kekurangan. Menurutnya, al-Qur’an dapat memuatkan atas sebuah tema yang
tidak terbatas; oleh sebab itu dengan menggunakan sebuah metode tematik saja,
sangat sulit untuk memperkenalkan tentang semua dari tema-tema itu tersebut.24
Untuk melengkapi atas dari kekurangan tersebutlah, sehingga, M. Quraish Shihab
dapat menggunakan sebuah metode tahliliy dalam suatu karyanya ini tersebut.
24 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati, 1996), Cet.Ke-1, h.Xii.
46
D. Ayat-ayat Syifa dan Terjemahannya
1. Surat al-Isra (17), Ayat 82
.اواليزيدالظالمين أال خسار وننزل من القران ما هو شفاء ورحمة للمؤمنيى
Artinya : “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (QS. al-Isra (17)Ayat 82)
2. Surat Yunus (10), Ayat 57
.ؤمنينوهدى ورحممة للم ور يآ ايحا الناس قدجآءتكم موعظة منربكموشفآء لما فى الصد
Artinya : ”Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus (10) Ayat 57)
3. Surat al-Nahl (16), Ayat 69
.يخرج من الشجروممايعرشون من آل ا لثمرات فا سلكى سبل ربك ذللثم آلى
Artinya : ”Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempulahlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. al-Nahl (16), Ayat 69
BAB IV
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM TAFSIR AL-MISBAH
A. Penafsiran Surat al-Isra (17) Ayat 82
.لظـلمين اال خساراٱواليزيد لقرءان ما هوشفاء ورحمة للمؤمنينٱوننزل من
Artinya: “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. al-Isra (17) :82)
Dalam pandangan M. Quraish Shihab, ketika menafsirkan kata syifa dalam
Tafsir al-Misbah, yaitu yang biasa diartikan kesembuhan atau obat, dan dapat
digunakan juga, dalam arti keterbatasan dari kekurangan, atau ketiadaan aral
dalam memperoleh manfaat.
Dan juga, M. Quraish Shihab telah berpandangan, ketika sedang
mengomentari pendapat para ulama yang memahami bahwa ayat-ayat al-Qur’an
itu tersebut, dapat mengobati atau menyembuhkan segala sesuatu penyakit
jasmani. Menurutnya, bukan penyakit jasmani, melainkan ia adalah sesuatu
penyakit ruhani (jiwa) yang berdampak pada jasmani. Ia adalah Psikosomatik.
Menurutnya, tidak jarang seseorang merasa sesak nafas atau dada bagaikan
tertekan karena adanya ketidakseimbangan ruhani.1
Thabathaba’i, telah memahami bahwa fungsi dari al-Qur’an adalah
sebagaimana yang telah dikutif oleh M. Quraish Shihab, untuk memahami fungsi
dari al-Qur’an itu adalah sebagai obat, dalam arti, menghilangkan dengan bukti-
1 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah :Pesan, Kesan. h.531.
47
48
bukti yang dipaparkan dari aneka keraguan (syubhat), serta dalih (alasan) yang
boleh jadi hinggap dihati sementara orang. Hanya saja, menurut ahli tafsir (ulama)
kontemporer ini, ia telah menggarisbawahi bahwa penyakit-penyakit tersebut
berbeda dengan kemunafikan apalagi dengan kekufuran. Sementara, di tempat
atau pada kesempatan lain, ia telah menjelaskan bahwa kemunafikan adalah suatu
keraguan dan kebimbangan batin yang dapat hinggap di hati orang-orang yang
beriman. Mereka tidak wajar dinamai dengan munafik apalagi kafir, tetapi hanya
saja tingkat keimanan mereka yang masih rendah.
Rahmat adalah suatu kepedihan di dalam hati karena melihat
ketidakberdayaan pihak lain, sehingga telah mendorong yang sangat pedih hatinya
itu untuk membantu dalam menghilangkan atau mengurangi ketidakberdayaan itu
tersebut. Ini adalah sebuah manusia/makhluk. Rahmat Allah swt. dipahami dalam
arti bantuan-Nya, sehingga ketidakberdayaan itu dapat tertanggulangi. Bahkan
seperti telah ditulis oleh Thabathaba’I, rahmatnya adalah sebuah limpahan
karunia-Nya terhadap wujud dan sarana kesinambungan wujud serta nikmat yang
tidak dapat terhingga. Rahmat Allah swt. yang dilimpahkan-Nya kepada orang-
orang mukmin adalah suatu kebahagian hidup dalam setiap berbagai aspeknya,
seperti suatu pengetahuan tentang ketuhananan yang benar, akhlak yang luhur,
amal-amal kebajikan, kehidupan berkualitas di dunia dan di akhirat, termasuk
perolehan surga dan ridha-Nya. Karena itu, jika al-Qur’an disifati sebagai rahmat
untuk orang mukmin, maka maknanya adalah sebuah limpahan karunia dari
kebajikan dan keberkatan yang disediakan oleh Allah swt, bagi mereka yang telah
49
menghayati dan mengamalkan dari nilai-nilai yang sudah diamanatkan oleh al-
Qur’an.
Ayat ini telah membatasi rahmat dari al-Qur’an itu tersebut untuk orang-
orang mukmin, karena mereka itulah yang paling berhak untuk dapat
menerimanya, sekaligus yang paling banyak untuk memperolehnya. Akan tetapi,
ini bukan berarti bahwa selain mereka tidak dapat memperoleh secercah dari
rahmat akibat kehadiran al-Qur’an. Perolehan mereka yang hanya sekedar
beriman tanpa kemantapan, jelas lebih sedikit dari perolehan orang mukmin, dan
perolehan orang kafir atas kehadirannya lebih sedikit lagi dibanding dengan
orang-orang yang sekedar beriman.
Jadi, kesimpulan dari ayat di atas tersebut adalah bahwa kitab al-Qur’an
ini adalah merupakan sebagai suatu rahmat petunjuk dan penawar (obat
penyembuh) bagi orang-orang mukmin.
1. Asbabun al-Nuzul
Pada sub bab ini, penulis mencoba meneliti sebab turunnya Ayat
al-Syifa QS. al-Isra (17) Ayat 82. Namun sebelumnya mengemukakan
hasil penelitian asbabun al-Nuzul ayat tersebut, terlebih dahulu penulis
bermaksud memberikan beberapa catatan tentang Asbab al-Nuzul.
Kata “Asbab” adalah merupakan bentuk jamak dari kata “Sabab”
yang berarti penalaran, alasan dan sebab. Sedangkan ma’rifat asbab al-
Nuzul; Pengetahuan tentang sebab turunnya suatu wahyu, yaitu
pengetahuan tentang peristiwa dan lingkungan tertentu yang berkaitan
50
dengan ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an.2 Manna Khalil Qattan
mendefinisikan asbab an-Nuzul sebagai suatu hal yang karenanya al-
Qur’an diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya, pada masa hal
itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.3
Asbab al-Nuzul diartikan oleh Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi
dalam buku ulumul Qur’an studi kompleksitas al-Qur’an sebagai suatu
peristiwa yang melatarbelakangi pada saat turunnya al-Qur’an. Adapun
fungsi untuk mengetahui sebab turunnya ayat yaitu diantaranya : untuk
dapat mengetahui hikmah tentang suatu penetapan hukum dan juga,
sebagai pengetahuan terhadap sebab turunnya suatu ayat, membantu untuk
dapat memahami maksud dari ayat-ayat tersebut, dan kemudian langsung
dapat untuk menafsirkan dengan secara benar dan juga serta menghindari
dalam penggunaan pemakaian kata dan simbol yang keluar dari
maknanya.4
Thabathaba’i menjadikan ayat di atas sebagai awal kelompok baru,
yang berhubungan dengan uraian surah ini adalah tentang keistimewaan
al-Qur’an dan fungsinya sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad saw.
Memang sebelum ini sudah banyak uraian tentang al-Qur’an bermula pada
ayat 9, lalu ayat 41 dan seterusnya, dan ayat 59 yang berbicara tentang
2 Ahmad Vandenffer, Ilmu al-Qur’an Pengenalan Dasar, (terj.), (Jakarta : Raja Wali
Press, 1998) h.102. 3 Manna Khalil Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Terj. Drs. Mudzakir As., (Bogor :
PT.Pustaka Litera Nusa, 1986)Cet.111, h.110. 4 Fahd bi Abdurrahman ar-Rumi dalam buku “Ulumul Qur’an” Studi Kompleksitas al-
Qur’an, Terj. Amirul Hasan dan M. Harbi, (Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1977 ), h.186.
51
tidak diturunkannya lagi mukjizat indrawi. Nah, kelompok-kelompok ayat
ini kembali berbicara tentang al-Qur’an dengan menjelaskan fungsinya
sebagai obat penawar penyakit-penyakit jiwa.
2. Munasabah Ayat
Pengertian tentang Munasabah Ayat, adalah didefinisikan dengan
keterkaitan antara satu ayat dengan ayat yang lain; atau satu surah dengan
surah yang lain, karena adanya hubungan antara satu dan yang lain, yang
umum dan yang khusus, yang konkret dan yang abstrak, atau adanya sebab
akibat, adanya hubungan keseimbangan, adanya hubungan yang
berlawanan / adanya macam-macam segi keserasian informasi al-Qur’an
dalam bentuk kalimat berita tentang alam semesta.5
Sedangkan, secara etimologis arti kata dari Munasabah berarti
suatu hubungan persesuaian atau kedekatan, dan sedangkan secara
terminologisnya adalah suatu hubungan antara satu kalimat dengan
kalimat yang lain dalam satu ayat, atau hubungan antara satu surah dengan
surah yang lain dalam serangkaian surah-surah dalam al-Qur’an.
Dan Munasabah Ayat dari Ayat ini, adalah dapat dinilai
berhubungan langsung dengan ayat-ayat sebelumnya dengan memahami
huruf wauw yang biasa diterjemahkan dan pada awal ayat ini dalam arti
wauw al-hal yang terjemahannya adalah sedangkan. Jika ia dipahami
demikian, maka ayat ini seakan-akan menyatakan : “Dan bagaimana
5 Ensiklopedi Islam, h.431.
52
kebenaran itu tidak akan menjadi kuat dan batil tidak akan lenyap,
sedangkan Kami telah menurunkan al-Qur’an sebagai obat penawar
keraguan dan penyakit-penyakit yang ada dalam dada dan al-Qur’an
juga, adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ia yakni al-
Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalaim selain
kerugian disebabkan oleh kekufuran mereka”.
B. Penafsiran Surat Yunus (10) Ayat 57
.رحمة للمؤمنينولصدوروهدى ٱوشفاءلمافىلناس قدجاء تكم موعظة من ربكم ٱيأيحا
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S.Yunus (10) : 57)
Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini menegaskan bahwa al-Qur’an adalah
obat bagi apa yang ada terdapat di dalam dada manusia. Penyebutan kata dada
yang diartikan dengan hati, menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu berfungsi
sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit ruhani, seperti ragu, dengki, takabur
dan semacamnya. Memang, oleh al-Qur’an hati ditunjuknya sebagai wadah yang
menampung rasa cinta dan benci, berkehendak dan menolak. Bahkan, hati dinilai
sebagai alat untuk mengetahui (membaca dengan mata hati). Hati juga, mampu
melahirkan ketenangan dan kegelisahan, serta dapat menampung sifat-sifat baik
dan terpuji.6
6 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan, h.102.
53
Dalam tafsirnya al-Misbah, ia mengutip pendapat seorang sufi besar, al-
Hasan al-Basri, berdasarkan riwayat Abu al-Syaikh berkata, “Allah swt;
menjadikan obat terhadap penyakit-penyakit hati, dan tidak menjadikannya obat
untuk penyakit jasmani”. Ini menunjukkan bahwa M. Quraish Shihab, nampaknya
cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur’an hanya dapat
dijadikan sebagai obat penyakit yang bersifat ruhani saja.
Jika kita pahami dari apa yang diuraikan oleh M. Quraish Shihab di atas,
dan apa yang telah dikutifnya dari kitab para mufassir, mengindikasikan bahwa
jika benar ia kurang setuju dengan statemen yang menyatakan bahwa al-Qur’an
dapat menyembuhkan penyakit jasmani, maka tentu harus ada argumen lain yang
dapat dijadikan sebagai sandaran untuk mendukung pendapatnya. Sebab menurut
M. Quraish Shihab, selanjutnya, memang bisa saja al-Qur’an dijadikan sebagai
obat untuk penyakit yang bersifat jasmani, namun hal itu, hanya berlaku bagi
penyakit jiwa yang tidak stabil, seperti penyakit psikosomatik, yaitu semacam
suatu penyakit yang diderita oleh sang manusia, karena ketidak stabilan jiwa dan
ruhaninya; seperti : sesak nafas, panas dingin (menggigil) atau penyakit semacam
karena pengaruh kemasukan syetan (gila).
Jadi, menurut M. Quraish Shihab, ayat di atas menunjukan bahwa al-
Qur’an dapat dijadikan sebagai obat penawar bagi segala macam-macam penyakit
ruhani (hati) manusia, dan terkadang juga, dapat dijadikan sebagai penawar bagi
penyakit jasmani, namun yang bersita psikosomatik saja.
54
1. Asbabun al-Nuzul
Kelompok ayat-ayat ini kembali kepada persoalan pertama yang
disinggung oleh surah ini yang sekaligus menjadi salah satu topik
utamanya. Yaitu keheranan mereka atas turunnya wahyu kepada Nabi
Muhammad saw.terhadap mereka, setelah bukti kebenaran al-Qur’an
dipaparkan bahkan ditantangkan, kini-kepada semua manusia-ayat ini
menyampaikan fungsi wahyu yang mereka telah ingkari dan lecehkan itu.
Hai seluruh manusia, di mana dan kapan pun sepanjang masa, sadarilah
bahwa sesungguhnya telah datang kepada kamu semua pengajaran yang
sangat agung dan bermanfaat dari Tuhan Pemelihara dan Pembimbing
kamu yaitu al-Qur’an al-Karim dan obat yang sangat ampuh bagi apa
yakni penyakit-penyakit kejiwaan yang terdapat dalam dada; yakni hati
manusia dan petunjuk yang sangat jelas untuk menuju kebenaran dan
kebajikan serta rahmat yang amat besar lagi melimpah bagi orang-orang
mukmin.
2. Munasabah Ayat
Munasabah dari Surat Yunus ini adalah dari Surat Fushishilat. Dan
juga, dapat dikatakan ayat di atas menegaskan adanya empat fungsi al-
Qur’an : pengajaran, obat, petunjuk serta rahmat. Thâhir Ibnu âsyûr
mengemukakan bahwa ayat ini memberi perumpamaan tentang jiwa
manusia dalam kaitannya dengan kehadiran al-Qur’an. Ulama itu memberi
ilustrasi lebih kurang sebagai berikut. Seseorang yang sakit adalah yang
55
tidak stabil kondisinya, timpang keadaannya lagi lemah tubuhnya. Ia
menanti kedatangan dokter yang dapat memberinya obat guna
kesembuhannya. Sang dokter tentu saja perlu memberi peringatan kepada
pasien ini menyangkut sebab-sebab penyakitnya dan dampak-dampak
kelanjutan penyakit itu, lalu memberinya obat guna kesembuhannya,
kemudian memberinya petunjuk dan saran tentang cara hidup sehat agar
kesehatannya dapat terpelihara sehingga penyakit yang dideritanya tidak
kambuh lagi. Nah, jika yang bersangkutan memenuhi tuntunan sang
dokter, niscaya ia akan sehat sejahtera dan hidup bahagia serta terhindar
dari segala penyakit. Dan itulah rahmat yang sungguh besar.
C. Penafsiran Surat al-Nahl (16) Ayat 69
ان فى يه شفاء للناسبطو نها شراب مختلف ألونه ف نيخرج م لثمرت فا سلكى سبل ربك ذلالٱثم آل من آل
.ذ لك الء ية لقوم قدير
Artinya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS.al-Nahl (16) :69)
Ketika mengomentari فيه شفا للناس, M. Quraish Shihab di dalam tafsirnya al-
Misbah, mengemukakan teori konfrontasi dari dua pendapat, yakni; pendapat
yang mengklaim bahwa madu dapat menyembuhkan berbagai macam-macam
penyakit, dan pendapat yang menyatakan bahwa madu bukanlah obat dari semua
macam-macam penyakit.
56
Pendapat yang pertama, merujuk pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari, bahwa salah seorang sahabat Nabi saw. pernah mengadu,
bahwa saudaranya sedang sakit perut. Rasul saw. telah menyarankan agar
memberinya sebuah minuman madu. Saran Rasul saw. tersebut, langsung dia
laksanakan, akan tetapi sakit perut saudaranya itu belum juga sembuh. Sekali lagi,
sang sahabat mengadu, dan sekali lagi juga Rasul saw. kemudian kali ini berbeda,
beliau bersabda : “Allah Maha Benar, perut saudaramu itu yang telah berbohong.
Berilah ia minum madu sekali lagi”. Kemudian, sang sahabat kembali lagi untuk
memberikan saudaranya sebuah minuman madu, dan kali ini langsunglah ia
segera sembuh. (HR.Bukhari dan Muslim, melalui Abû Sa’îd al-Khudri).
Pendapat yang kedua yang lebih dominan baginya (M. Quraish Shihab)
apa yang telah dikemukakan oleh Ibn ‘Āsyūr, yang telah mengisyaratkan bahwa
madu bukanlah obat bagi semua penyakit. Redaksi kalimat ayat ini, “ فيه ” (di
dalamny ), yakni di dalam madu itu terdapat obat penyembuhan, menunjukkan
bahwa obat itu telah berada di dalam madu itu tersebut. Seakan-akan madu adalah
wadah dan obat yang telah berada di dalam wadah itu tersebut. Wadah biasanya
selalu lebih luas dari apa yang telah ditampungnya. Ini berarti, tidak semua obat
itu ada di dalam madu tersebut. Dengan demikian, tidak semua suatu penyakit
dapat diobati dengan madu tersebut, karena tidak semua obat ada di dalamnya.
Bahwa redaksi “Tidak semua obat”, dipahami dari bentuk nakirah (indifinit) yang
telah dikemukakan bukan dalam redaksi negasi, sehingga ia tidak bermakna
semua. Memang, boleh jadi ada faktor-faktor tertentu pada orang-orang tertentu
57
Hal itu, mungkin atau bisa saja akan terjadi, karena dewasa ini, banyak
seorang dokter yang telah menasehati pengidap penyakit diabetes untuk tidak
mengkonsumsi dari sebuah madu. Ini menunjukkan bahwa; sebuah madu itu tidak
menjadi obat penyembuh untuk semua macam-macam penyakit. Memang, boleh
saja yang telah dimaksud dengan kata al-nas, pada ayat di atas tersebut, adalah
hanya sebagian manusia, tetapi bukan semua manusia.
Hal serupa, juga telah dikatakan oleh seorang manusia yang bernama
Muhammad Ali al-Shabuni, telah mengatakan bahwa penekanan fihi syifa bukan
fihi al-syifa, menunjukkan bahwa madu hanya dapat mengobati berbagai macam
penyakit tertentu saja, tidak untuk semua penyakit.
Ketika, seseorang manusia telah meminum madu dengan bersama
makanan lain, pada waktu yang sama; madu itu akan menjadi obat, yang
terkadang orang itu tersebut, tidak merasakan bagaimana madu itu yang telah
menyembuhkan penyakitnya. Ketika ia telah menjadi sehat wal’afiat, ia baru bisa
merasakan manfaat dari sebuah madu itu tersebut.8
Jadi, bahwa madu sangatlah mempunyai suatu keistimewaan; atau bahwa
madu merupakan sebuah makanan yang dapat memulihkan untuk kesehatan.9
7 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan, Jilid 15, h.284. 8 Muhammad Ali al-Shabuni, Cahaya al-Qur’an : Tafsir Tematik, h.369. 9 Lihat Islamic Medicine ( Kuwait : Ministary of Culture, 1981 ) hh.358-362.
58
1. Asbabun al-Nuzul
Ayat ini telah diturunkan dalam rangka untuk mengarahkan
redaksinya kepada Nabi Muhammad saw. dengan menyatakan : Dan
ketahuilah wahai Nabi agung bahwa Tuhanmu yang telah membimbing
dan selalu berbuat baik, telah mewahyukan yakni mengilhamkan kepada
lebah sehingga menjadi naluri baginya bahwa : “Buatlah sebagaimana
keadaan seorang yang membuat secara dengan sungguh-sungguh, sarang-
sarang pada sebagian gua-gua pegunungan dan di sebagian bukit-bukit
dan pada sebagian celah-celah pepohonan dan pada sebagian tempat-
tempat tinggi yang mereka yakni manusia buat”. Kemudian makanlah
yakni; hisaplah dari setiap macam kembang buah-buahan, lalu tempuhlah
jalan-jalan yang telah diciptakan oleh Tuhanmu Pemeliharamu dalam
keadaan mudah bagimu.
2. Munasabah Ayat
Jika penulis, mendukung pendapat as-Suyuthi yang menyatakan
bahwa : “Surah yang terdahulu merupakan pengantar bagi surah
sesudahnya”, maka berarti surah al-Nahl ini adalah pengantar surah al-
Isra. Lebah telah dipilih oleh Allah swt. untuk melukiskan dari suatu
keajaiban ciptaan-Nya, agar menjadi pengantar keajaiban dari perbuatan-
Nya dalam peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. adalah seorang
manusia seutuhnya. Karena seorang Mukmin; atau katakanlah manusia
yang utuh; diibaratkan oleh Rasul saw. bagaikan “Lebah” : tidak makan
59
kecuali yang baik dan indah; seperti : kembang-kembang yang tidak
menghasilkan kecuali yang baik dan bermanfaat; seperti madu yang
merupakan sebuah minuman dan obat bagi aneka beragam macam-macam
penyakit, tidak hinggap di tempat yang kotor, tidak mengganggu kecuali
yang mengganggunya; dan jika menyengat sengatannya pun akan menjadi
obat.
D. Kesimpulan Ayat-Ayat al-Syifa
1. Surat al-Isra (17) Ayat 82
Bahwa kitab al-Qur’an ini merupakan suatu petunjuk dan penawar
bagi kaum Mukminin.
2. Surat Yunus (10) Ayat 57
Bahwa ayat di atas menunjukkan bahwa al-Qur’an dapat dijadikan
sebagai obat penawar bagi segala macam-macam penyakit ruhani (hati)
manusia, dan terkadang juga, dapat dijadikan sebagai obat penawar
penyakit jasmani, namun yang bersita psikosomatik saja.
3. Surat al-Nahl (16) Ayat 69
Bahwa ayat di atas menunjukkan bahwa sebuah madu sangatlah
mempunyai suatu keistimewaan; atau dikatakan juga, bahwa sebuah madu
merupakan suatu makanan yang dapat memulihkan untuk kesehatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut M.Quraish Shihab, ketika mengomentari kata syifa, yakni;
katakanlah : ia (al-Qur’an) bagi orang-orang yang beriman adalah merupakan
suatu petunjuk dan penyembuh (obat). Hal ini, telah dipahami bagaikan
menyatakan bahwa pengaruh al-Qur’an tidaklah berkisar pada bahasa yang telah
digunakannya, melainkan pada seseorang manusia yang telah mendengarkannya.
Mereka telah terbagi dua golongan, yakni; ada yang beriman dan telah berhasil
dalam memperoleh suatu manfaat; dan ada juga yang tidak beriman.
Bahwa ayat di atas ini juga, telah menegaskan tentang bahwa al-Qur’an
adalah merupakan suatu obat bagi apa yang telah terdapat dalam dada manusia.
Penyebutan kata dada yang telah diartikan dengan sebuah hati, yang telah
menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu dapat berfungsi sebagai penyembuh
bagi penyakit-penyakit yang bersifat ruhani, seperti ragu, dengki, takabbur dan
semacamnya. Memang, oleh al-Qur’an; hati telah ditunjuknya sebagai suatu
wadah yang telah menampung rasa cinta dan benci, berkehendak dan menolak.
Bahkan, sebuah hati dapat dinilai sebagai alat untuk dapat mengetahui (membaca
dengan mata hati). Hati juga, telah mampu untuk melahirkan suatu ketenangan
dan kegelisahan, serta telah dapat juga untuk menampung sifat-sifat yang terbaik
dan terpuji.
60
61
Dalam tafsirnya, al-Misbah, ia telah mengutip suatu pendapat dari
seseorang sufi besar, al-Hasan al-Basri, berdasarkan riwayat Abu al-Syaikh telah
berkata : “Allah swt, telah menjadikan sebuah obat terhadap suatu penyakit-
penyakit hati, dan tidak menjadikannya sebuah obat untuk penyakit jasmani”. Ini
menunjukkan bahwa, M.Quraish Shihab nampaknya telah menyatakan bahwa, al-
Qur’an hanya dapat dijadikan sebagai obat bagi suatu penyakit yang bersifat
ruhani saja.
Jadi, menurut pandangan M. Quraish Shihab, bahwa ayat di atas telah
menunjukkan bahwa al-Qur’an dapat dijadikan sebagai suatu obat penawar bagi
segala macam penyakit ruhani (hati) manusia, dan terkadang juga; dapat dijadikan
sebagai obat penawar bagi penyakit jasmani. Namun, hanya yang bersita
psikosomatik saja.
Dan juga, M.Quraish Shihab ketika mengomentari pada suatu kata فيه شفاء
dalam tafsirnya al-Misbah, yakni; telah mengemukakan tentang suatu teori , للناس
konfrontasi dari dua pendapat, yakni; pendapat yang mengklaim bahwa madu
merupakan yang telah dapat untuk menyembuhkan diri dari berbagai macam-
macam suatu penyakit, dan ada juga, pendapat yang telah menyatakan bahwa
madu bukanlah merupakan sebuah obat untuk dari semua berbagai macam-macam
penyakit.
Dan juga, dapat dikatakan bahwa kata syifa yang terdapat di dalam surat
al-Nahl lebih menitik beratkan pada konsep al-Qur’an tentang suatu keistimewaan
dari sebuah madu. Di dalam madu, telah terkandung berbagai macam-macam
62
yang di dalamnya; terdapat suatu vitamin dan mineral yang telah dapat untuk
menyembuhkan berbagai macam-macam penyakit.
Allah swt. telah juga, memberikan sebuah wahyu kepada alam semesta,
manusia dan binatang serangga; Allah swt. juga telah mengabarkan kepada Nabi
Muhammad saw. tentang besarnya manfaat dari sebuah madu yang merupakan
sebagai obat.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, maka penulis ingin
memberikan sebuah saran-saran sebagai berikut : Mudah-mudahan dengan
melalui kajian syifa ini setiap individu, khususnya untuk penulis; dan juga, para
psikolog Islam akan dapat untuk menerangkan. Dan juga, dapat untuk
mengembangkan suatu tugas dan tanggung jawab kenabian, yaitu dengan
melakukan suatu kegiatan dari sebuah pekerjaan syifa terhadap macam-macam
penyakit, seperti : penyakit mental, spiritual dan moral yang telah sedang
menimpa kepada seorang individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara,
serta; untuk dapat menggiring kepada mereka untuk dapat segera kembali kepada
sebuah jalan kehidupan yang sesungguhnya, yaitu suatu kehidupan dalam
bimbingan dan pimpinan Allah swt. dan Rasul-Nya.
Penulis, berharap kepada para pembaca dan khususnya bagi penulis; sebagai
suatu bahan peringatan bahwa kajian syifa ini sangat luas. Untuk itu juga, penulis
perlu untuk mengkaji ulang dan terus menerus dilakukan evaluasi; agar kajian
tentang syifa ini dapat menjadi lebih baik. Maka dari itu, penulis sangat
63
menyarankan kepada pembaca untuk dapat juga; agar supaya dapat melanjutkan
penulisan seperti ini, bahkan kepada skala yang lebih besar.
Dan juga, penulis senantiasa sangat berharap adanya kritik dan saran yang
untuk membangun dari seorang pembaca dan siapa saja yang ingin untuk
memperoleh kemanfaatan dari sebuah tulisan skripsi ini. Dan atas pemasukan
yang berharga itulah, maka penulis akan selalu dapat untuk melakukan perbaikan
dan penyempurnaan atas segala kekurangan dan kekhilafan sebagai seorang
hamba Allah swt.yang sangat lemah dan tiada berdaya tanpa adanya suatu
bimbingan dan perlindungan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Ahyudi, Abdul Aziz, Psikologi Agama, Bandung : Sinar Bintang, 1991.
Abi Thohir bin ya’qub al-Fairuz Abadiy, Tanwiral Miqbas Min Tafsir ibn ‘Abbas,
Dâr al-Fikr, Beirut, tt.
Abu Muhammad ‘Ishom bin Mar’i, Ahkamul Aqiqah, terjemahan Musthofa
Mahmud Adam al-Butoni, Litera Sunny Press Yogyakarta, 1997.
Abu Na’im al Ash-Bahani, Warisan Para Sahabat Nabi, terjemahan Afif
Muhammad, Pustaka, Bandung, 1986.
Abuddin Nata, H.Dr.MA, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1998.
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Unit
Pengadaan Buku Ilmiyah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawwir,
Krapyak Yogyakarta, tt.
Al-Hujwiri, Ali ibn Utsman, Kasyf al-Mahjub, terjemahan Suwardjo Muhtary dan
Abdul Hadi WM, Mizan, Bandung, 1992.
Ali Issa Othman, Manusia Menurut al-Ghazali, Pustaka, Bandung, 1981.
Ali Usman, KHM., Dahlan HAA, Dahlan, Dr.HMD, Hadits Qudsi,
CV. Diponegoro, Bandung, 1984.
Al-Kalabadzi, Ajaran Kaum Sufi, terjemahan Rahman Astuti, Mizan,
Bandung, 1990.
Amir an-Najar, Dr., Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf, terjemahan Hasan Abrari, Drs.
64
65
MA, Pustaka Azzam, 200.
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, terjemahan Sapardi Djoko
Damono dkk., Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986.
Asy Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, Sir al Asrar, terjemahan oleh Zezen Zainal
Abidin Zayadi Bazul Asyhab, THINKER’S LIBRARY SDN.BHD,
SELANGGOR DAR AL IHSAN, 1987.
Asy-Syarif Ali bin Muhammad al-Jurjaniy, at-Ta’rifât, Dâr al-Kutub al-Ilmiah,
Baerut Libanon, 1988.
Chaplin, C.P. Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr.Kartini Kartono, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Dadang Hawari, Prof. Dr.H., al-Qur’an dan Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa.
Dahlan, DR.MD., Latihan Ketrampilan Konseling Seni Memberikan Bantuan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Diroktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Jakarta, 1987.
Dimyati Muhammad.M. Drs., Psikologi Suatu Pengantar edisi 1, BPFE
Yogyakarta, 1990.
Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1997, Jilid 1.
Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta jilid 3, 1995.
Gahrsuddin Khail bin Syahin azh Zhabiry, al-Isyarat fi Ilm al Ibarat, Dâr al
Kutub al Ilmiah, Baerut, Libanon 1993.
Gerald Corey, Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, terjemahan E.
Koeswara, PT. Rafika Aditama, Bandung, 1999.
66
Hamdani, BDz, Drs. HM., Pendidikan Ketuhanan Dalam Islam, T.P., Yogyakarta,
1990.
_________, Mencari Wihdah Asy Syuhud sebagai Esensi Ibadah, TP. Yogyakarta,
1989.
Hamka, Prof. DR., Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990.
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1995.
Ibnu al-Qoyyim al-Jauziyah, Ad Dâ’wa Ad Dawa’, Maktab Dâr at-Turats, al-
Madinah al-Munawwarah, 1992.
_____________________, Ar Rūh, Terjemahan Jamaluddin Kafil, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, 1994.
_____________________, Melumpuhkan Senjata Syetan, terjemahan Ainul Harits
Umar Arifin Thoyib, Lc. Darul Falah, Jakarta 2001.
Ibnu Arabiy, Relung Cahaya, terjemahan Ati Anggari, Pustaka Firdaus, Jakarta
1998.
Ibnu Sirrin, Ensiklopedi Takwil Mimpi Islam, Terjemahan Eva Y. Nukman,
Pustaka Hidayah, Bandung 1997.
Imam al-Qusyairy an Naisabury, Risalah al Qusyairiyah fi Ilmi Tashawuf,
Terjemahan oleh Muhammad Luqman Hakim, Risalah Gusti, Jakarta
1997.
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Jilid 1, Terjemahan oleh Drs. H. Moh. Zuhri,
CV. asy-Syifa’, Semarang, 1990.
Imam Fakhruddin ar-Raziy, at Tafsîr al-Kabîr Mafatih Baerut Libanon, 1990.
67
______________________, at Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib jilid 21, Dâr
al-Kutub al-Ilmiyah, Baerut Libanon, 1990.
Imam Nawawi ad Dimasyq, Riyadh ash Shalihin, Dâr al-Fikr, Beirut, 1992.
Javad Nurbakhsy, Dr, Psikologi Sufi, terjemahan Arief Rakhmat, Fajar Pustaka
Baru, Yogyakarta, 2000.
Jehru M.Echal dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama Jakarta 1994.
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqh Dakwah, terjemahan Abdus Salam Masykur Lc.,
Era Intermedia, Solo, 2000.
Kartini Kartono, DR dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, Pionir Jaya 1987, Bandung.
Kasjian, Drs.Z. Tinjauan Psikologi Larangan Mendekati Zina Dalam al-Qur’an,
PT. Bina Ilmu Surabaya, 1982.
Khalid Muhammad Khalid, Karekteristik Enam Puluh Sahabat Rasulullah,
terjemahan oleh Muhyuddin Syafi dkk, CV. Diponegoro, Bandung, 193.
______________________, Khalifah Rasul, terjemahan Mahyuddin Syafakh, CV.
Diponegoro, Bandung, 1985.
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Terjemahan Drs. Mudzakir As.,
PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, 1992.
Muhammad Ali Ash Shobuniy, Shafwah at Tafâsir, Dâr al-Fikr Beirut Libanon
Jilid 11, tt.
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, terjemahan H.Firdaus AN. BA, Bulan
Bintang, Jakarat 1976.
Muhammad Abdul ‘Aziz al-Khalidy, al-Isytisyfa’ bil Qur’an, Dâr al-Kutub
68
Ilmiyah, Beirut Libanon, 1990.
Muhammad al-Ghazaly, Fiqhus Sirah, Terjemahan Abu Laila dan Muhammad
Tohir, PT. al-Ma’arif Bandung tanpa tahun.
Muhammad Athiyah al-Abrasy, Prof. Dr., Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,
terjemahan Syamsuddin Asyrofi, Titian Ilmu Press, Yogyakarta, 1996.
Muhammad Damami, MA. Tasawuf Positif, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta,
2000.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras, Dâr al-Fikr, Baerut,
Libanon, 1987.
Muhammad Isa Daud, Dajjal Akan Muncul Dari Segitiga Bermuda, terjemahan
Drs. Tarmana Ahmad Qasim, Pustaka Hidayah, 1996.
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Dâr al-Makrifah, Beirut
Libanon jilid 3, 1993.
Muhammad Yunus, PROF. DR. Kamus Arab-Indonesia, PT, Hidakarya Agung,
Jakarta, 1989.
Muhyiddin ibn ‘Arabiy, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jilid 1, Dâr al-Yaqzhoh al-
Arabiyah, Beirut, 1986.
___________________, al-Futuhat al-Makiyah, Juz 1, Dâr al-Fikr, Baerut
Libanon, 1994.
___________________, Fushush al-Hikam, dalam syarah Syeikh Abdul Razzaq
al-Qâjani, Mesir tanpa tahun.
___________________, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jilid 11, Dâr al-Yaqzhah al-
Sakiyah, Baerut.
69
Nur Himah, Berorbit Dalam Sifat-sifat Allah, Gunung Jati Jakarta, tt.
Nuruddin ar-Raniry, Asrar al Insan fi Ma’rifah ar Ruh wa ar-Rahman,
di Indonesiakan oleh Rusdi, tanpa penerbit, tanpa tahun, Balikpapan.
Prayitno, Dr. M.Sc. Ed. ,Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konseling,
t.p., tt, 1987.
Quraish Shihab. M.Prof. Dr., Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
_____________________, Wawasan al-Qur’an, Mizan, Bandung cet.V1, 1997.
Ramadhan Muhammad al-Qadzafi. Dr., Ilmu an Nafs al Islamy, Shahifah
ad Da’wah al Islamiyah, tt.tt.
Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qothaniy, Do’a dan Penyembuhan Cara Nabi,
Terjemahan Ibnu Burdah, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2000.
Sâd al-Marshafi, Khitan, terjemahan Amir Zain Zakaria, Gema Insani Press
Jakarta 1996.
Sayyid Sabiq, Akidah Islam, terjemahan oleh Moh. Abdai Rathomy, CV.
Diponegoro, Bandung, 1982.
_______________________, Fiqh Sunnah 1, Dâr al-FiKR, Baerut, Libanon,
1992.
Shodiq, Drs.SE., Shalahuddin Chaery H.BA, Kamus Istilah Agama, 1983,
CV. SLENTTARAMA Jakarta.
Soli Abimanyu, Prof. Dr. MSc., M.Thayeb Manrihu, Prof. Dr., Tekhnik dan
Laboratarium Konseling, Departemen Pendidikan Kebudayaan Direktur
Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Jakarta.
70
Sumadi Suryobroto, Pembimbing ke Psikodiagnostik, Rake Sarasin PO. BOX 83,
Yogyakarta.
Syahminan Zaini, Drs., Mengenal Manusia Lewat al-Qur’an, PT. Bina Ilmu,
1980.
Syeikh Kamil Muhammad ‘Uwaidhoh, Ilmu dan Nafs, Dâr al Kutub al Ilmiyah,
Beirut Libanon tt.
Syeikh Muhyiddin al Zakaria Yahya dan Syaraf an Nawawi, al Adzakar,
Terjemahan Drs. M.Tarsi Alwi, PT. al Ma’arif, Bandung, 1984.
Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam, terjemahan
Khalilullah Ahmad Mansjhur Hakim, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
1990.
Umar Hasyim, Memburu Kebahagian, PT. Bina Ilmu Surabaya 1983.
Winkel. Ws., Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1997.
Yasien Mohamed, Insan Yang Suci, terjemahan Masyhur Abadi, Mizan, Bandung
1997.
Yusuf Qardhawy, DR. Pengobatan Spritual dalam Tinjaun Islam, Terjemahan
Imran Efendi, Rabbani Press, Jakarta, 1998.