Download - Sgd hiv aids
LAPORAN SGD
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ACQUARED
IMMUNODEFISIENCY SYNDROM (AIDS)
Disusun Oleh:
1. Ayu Rachmawati N. ( G2A011013 ) 6. Faisal Immanudin (G2A011020)
2. Betaria Sholeha ( G2A011014 ) 7. Fendi sulistyo (G2A011021)
3. Eka listiana ( G2A011015 ) 8. Fetty indriani (G2A011022)
4. Equeentaha Noor S. ( G2A011017 ) 9. Hanif kurnia S (G2A011023)
5. Faizal Ghofarudin ( G2A011019 ) 10. Herda Ari C (G2A011024)
PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012 – 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
AIDS”, kami dapat terselesaikan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang telah
mendoakan kami dan dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam
penyelesaian asuhan keperawatan kami ini.Tak lupa juga kami ucapkan terima
kasih kepada teman teman kami yang telah memberikan waktu,fikiran,dan
partisipasinya dalam pembuatan asuhan keperawatan ini.
Kami sadar,makalah kami jauh dari kesenpurnaan karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan maka dari itu kami meminta kritik dan saran
dari para pembaca,guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Virus HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel
CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya
tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun.
Penyakit AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh
makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom
AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh
melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki
karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
B. Pengaruh HIV terhadap sistem imun ( disfungsi imun )
HIV terutama menginfeksi limfosit CD4 atau T helper (Th), sehingga dari
waktu ke waktu jumlahnya akan menurun, demikian juga fungsinya akan semakin
menurun. Th mempunyai peranan sentral dalam mengatur sistem imunitas tubuh.
Bila teraktivasi oleh antigen, Th akan merangsang baik respon imun seluler
maupun respon imun humoral, sehingga seluruh sistem imun akan terpengaruh.
Namun yang terutama sekali mengalami kerusakan adalah sistem imun seluler.
Jadi akibat HIV akan terjadi gangguan jumlah maupun fungsi Th yang
menyebabkan hampir keseluruhan respon imunitas tubuh tidak berlangsung
normal.
1. Abnormalitas pada Imunitas seluler
Untuk mengatasi organisme intra seluler seperti parasit, jamur dan
bakteri intraseluler yang paling diperlukan adalah respon imunitas seluler yang
disebut Cell Mediated Immunity (CMI). Fungsi ini dilakukan oleh sel makrofag
dan CTLs (cytotoxic T Lymphocyte atau TC), yang teraktivasi oleh sitokin yang
dilepaskan oleh limfosit CD4. Demikian juga sel NK (Natural Killer), yang
berfungsi membunuh sel yang terinfeksi virus atau sel ganas secara direk non
spesifik, disamping secara spesifik membunuh sel yang di bungkus oleh antibody
melalui mekanismeantibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC). 8,22-
24 Mekanisme ini tidak berjalan seperti biasa akibat HIV.
Sel Th : Jumlah dan fungsinya akan menurun. Pada umumnya penyakit
indikator AIDS tidak terjadi sebelum jumlah CD4 mencapai 200/uL bahkan
sebagian besar setelah CD4 mencapai 100/uL.
Makrofag : Fungsi fagositosis dan kemotaksisnya menurun, termasuk juga
kemampuannya menghancurkan organisme intra seluler, misalnya kandida
albikans dan toksoplasma gondii.
Sel Tc : Kemampuan sel T sitotoksik untuk menghancurkan sel yang
terinfeksi virus menurun, terutama pada infeksi stadium lanjut, sehingga terjadi
reaktivasi virus yang tadinya laten, seperti herpes zoster dan retinitis sitomegalo.
Demikian juga sering terjadi differensiasi sel ke arah keganasan atau malignansi.
Sel NK : Kemampuan sel NK untuk menghancurkan secara langsung antigen
asing dan sel yang terinfeksi virus juga menurun. Belum diketahui dengan jelas
apa penyebabnya, diperkirakan kemungkinan karena kurangnya IL-2 atau efek
langsung HIV.
2. Abnormalitas pada imunitas humoral
Imunitas humoral adalah imunitas dengan pembentukan antibodi oleh sel
plasma yang berasal dari limfosit B, sebagai akibat sitokin yang dilepaskan oleh
limfosit CD4 yang teraktivasi. Sitokin IL-2, BCGF (B cell growth factors) dan
BCDF (B cell differentiation factors) akan merangsang limfosit B tumbuh dan
berdifferensiasi menjadi sel Plasma. Dengan adanya antibody diharapkan akan
meningkatkan daya fagositosis dan daya bunuh sel makrofag dan neutrofil melalui
proses opsonisasi .21-23
HIV menyebabkan terjadi stimulasi limfosit B secara poliklonal dan non-
spesifik, sehingga terjadi hipergammaglobulinaemia terutama IgA dan IgG.
Disamping memproduksi lebih banyak immunoglobulin, limfosit B pada odha
(orang dengan infeksi HIV/AIDS) tidak memberi respon yang tepat.1-3,8, Terjadi
perubahan dari pembentukan antibodi IgM ke antibodi IgA dan IgG. Infeksi
bakteri dan parasit intrasel menjadi masalah berat karena respons yang tidak tepat,
misalnya reaktivasi Toxoplasma gondii atau CMV tidak direspons dengan
pembentukan immunoglobulin M (IgM). Respons antibodi pasca vaksinasi
dengan antigen protein atau polisaccharide sangat lemah, misalnya vaksinasi
Hepatitis B, Influenza, pneumokokus, dll. Fungsi neutrofil juga terganggu,
karena itu sering terjadi infeksi oleh stafilokokus aureus yang menyebabkan
infeksi kulit dan pneumonia. Apalagi pemakaian obat antiretrovirus (ARV) seperti
zidovudine atau anti virus sitomegalo yaitu ganciclovir dapat menimbulkan
terjadinya neutropenia.
Banyak yang belum diketahui tentang antibodi terhadap HIV. Apakah
antibodi bisa mencegah meluasnya infeksi HIV didalam tubuh, atau paling tidak
berperan untuk menetralkan HIV. Produksi antibodi terutama neutralizing
antibodi kasus AIDS stadium lanjut (dimana limfosit CD4 < 200/uL) bila
dibandingkan dengan orang tanpa HIV, ternyata sangat berbeda. Sedangkan pada
stadium sebelumnya dimana sel Th masih diatas 200-500/ uL, produksi anitibodi
tidak begitu berbeda. Antibodi spesifik terutama neutralizing antibody baru
mulai muncul pada minggu kedua atau ketiga, bahkan bisa mundur beberapa
bulan setelah infeksi.
B. ETIOLOGI
1.Human immunodefisiensi virus (HIV).
2.Virus RNA.
3.RNAREVERSE TRANS-DNA
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV)
C. FASE-FASE INFEKSI
Orang yang terinfeksi HIV tidak selalu menunjukkan tanda-tanda jatuh sakit dan
sering kali menunjukkan tanda-tanda dengan penyakit lain. Tetapi HIV/AIDS
punya fase/tahap dengan tanda-tanda yang spesifik.
Fase I (tahap infeksi akut)
Virus masuk ke dalam tubuh, timbul gajala ringan seperti flu. Penderita nampak
sehat namun telah mampu menularkan virus ke orang lain.
Fase II ( tahap asimptomatik = tanpa gejala )
Terbentuk antibody dalam waktu 6 minggu–1tahun (rata-rata 2-3 bulan). Hasil tes
telah menunjukkan hasil positif.
Fase III (tahap PGL / Persistent Generalized Limphadenopathy)
Terjadi dalam waktu 1-5 tahun dan terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
Fase IV/AIDS
Muncul gejala konstitusional menahun, seperti lesu, demam, diare, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari. infeksi mulut, kelainan saraf (bingung,
koma, bingung), infeksi (paru, selaput otak, usus), kanker (kulit. Jaringan ikat).
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap
sistem organ.
b. Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling sering
ditemukan pada AIDS) sangat jarang mempengaruhi orang sehat. Gejala: sesak
nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam - tidak teratasi dapat gagal nafas
(hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental).
c. Gagal nafas dapat terjadi 2 – 3 hari
d. TBC menyebabkan Nafsu makan menurun, mual, muntah
e. Diare merupakan masalah pada klien AIDS → 50% - 90%
f. Kandidiasis oral - infeksi jamur
g. Bercak putih dalam rongga mulut → tidak diobati dapat ke esophagus dan
lambung.
h. Wasthing syndrome →penurunan BB/ kaheksia (malnutrisi akibat penyakit
kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal)
i. Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi →mungkin adanya stimulasi HIV
terhadap sel-2 kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dengan defesiensi
kekebalan → mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna.
j. Sarcoma kaposis →kelainan maligna berhubungan dengan HIV (paling sering
ditemukan) →penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah dan linfe.
Secara khas ditemukan sebagai lesi pada kulit sebagian tungkai terutama pada
pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat
menyebabkan statis aliranvena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan
merusak intergritas kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan serta kerentanan
terhadap infeksi.
k. Diperkirakan 80 % klien AIDS mengalami kalianan neurologis →gangguan
pada saraf pusat, perifer dan otonom. Respon umum pd sistem saraf pusat
mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis.
l. Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pada kulit.
m.Dermatitis seboroik→ ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala
dan wajah.
n. Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang
menunjukkan HIV pada wanita.
E. PENATALAKSANAAN
a) Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu
dilakukan. Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar
HIV.
b) Pengobatan pd infeksi umum
c) Penatalaksanaan diare
d) Penatalaksanaan nutrisi yang adekuat
e) Penanganan keganasan
f) Terapi antiretrovirus
g) Terapi alternative : terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obat tradisional, terapi
tenaga fisik dan akupungtur, yoga, terapi massage, terapi sentuhan. .
h) Penatalaksanaan untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
i) Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan
yang tidak terinfeksi.
j) Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
k) Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
l) Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
m) Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :
Pengendalian Infeksi Opurtunistik.
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.
AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah – Didanosine
a. Ribavirin
b. Diedoxycytidine
c. Recombinant CD 4 dapat larut
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
F. TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaa yang diakukan diantaranya :
1. Tes laboratorium
2. Tes ELISA ( Enzym Linked Immunosorbent Assay ) untuk
mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan pada virus HIV.
3. Tes Wastern Blot Assay untuk memastikan seropositivitas sepert yang
teridentifikasi lewat prosedur ELISA
4. Tes IFA ( Indirect immunofluorescence Assay ) untuk memastikan
seropositivitas tes yang menggantikan tes Wastern Blot
5. Tes RIPA ( Radio Immuno Precipitation Assay ) lebih mendeteksi protein
HIV ketimbang antibody
G. TINDAKAN KEWASPADAAN / UNIVERSAL PRECAUTION
1. Perhatikan benda-benda tajam yang berpotensi menularkan penyakit dan
menangani benda tersebut dengan sangat hati-hati untuk mencegah cidera
yang tidak disengaja
2. Tempatkan spuit dan jarum disposable, skapel dan benda tajam lainnya
yang sudah tidak terpakai dalam wadah anti tembus yang diletakkan
didekat tempat benda tadi digunakan. jarum suntik yang sudah dipakai
harus ditutup kembali, dibengokkan, dipatahkan dan dilepas dari spuit
yang dipakai
3. Kenakan alat pelindung untuk mencegah agar tidak terkena darah, cairan
lain yang termasuk dalam aplikasi tindakan penjagaan yang universal.
Tipe alat pelindung harus sesuai dengan prosedur yang akan dilakukan dan
tipe pajanan yang diantisipasi
4. Basuh dengan segera dan seksama kedua belah tangan serta permukaan
kulit lainnya yang terkontaminasi darah, cairan tubuh yang mengandung
darah dan cairan lain yang termasuk dalam aplikasi tindakan penjagaan
yang universal
5. Sedapat mungkin meminimalkan kebutuhan untuk melakukan resusitasi
mulut ke mulut dengan cara menyediakan alat resusitasi yang dilengkapi
bagian mulut, kantong ( bag ) resusitasi atau alat ventilasi lainnya sehingga
bisa segera digunakan ditempat dimana kebutuhab resusitasi dapat
diramalkan
6. Pada saat hamil, laksanakan dan pertahankan tindakan penjagaan yang
cermat dan benar. Petugas kesehatan yang hamil tidak terbukti berisiko
lebih besar untuk terjangkit HIV dibandingkan wanita yang tidak hamil.
Namun demikian, jika seseorang petugas kesehatan yang hamil tertular
infeksi HIV, maka bayi yang dikandungnya akan menghadapi risiko yang
meningkat untuk terkena infeksi tersebut sebagai akibat dari penularan
perinatal
7. Dilingkungan rumah, buang dan siramlah darah serta cairan tubuh
kedalam kloet
8. Bungkus barang-barang yang terkontaminasi yang tidak dapat dibuang
kedalam kloset dengan menggunakan kantong plastik dan kemudian
masukkan kantong tersebut kedalam kantong kedua sebelum dibuang
ditempat sampah menurut peraturan daerah setempat bagi pembuangan
limbah padat
9. Bersihkan setiap ceceran darah atau cairan tubuh lainnya dengan sabun
dan air atau dengan larutan detergen, larutan sodium, hipoklorit yang baru
dalam konsentrasi pengencer 1: 10 merupakan desinfektan yang efektif.
Orang yang membersihkan ceceran tersebut harus menggunakan sarung
tangan pelindung
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Aktifitas /istirahat :
Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang
progresif
Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
2) Sirkulasi
Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun,
pengisian kapiler memanjang
3) Integritas ego
Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga,
hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan
depresi
Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak
mata kurang
4) Eliminasi.
Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
Feces encer disertai mucus atau darah
Nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dalam jumlah warna urin.
5) Makanan/cairan :
Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
Penurunan BB yang cepat
Bising usus yang hiperaktif
Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan
warna mucosa mulut
Adanya gigi yang tanggal. Edema
6) Hygiene
Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk rapi.
7) Neurosensorik
Pusing,sakit kepala.
Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
Kelemahanotot, tremor, penurunan visus.
Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
Gayaberjalan ataksia.
8) Nyeri/kenyamanan
Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM,
pincang.
9) Pernapasan
Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
sesak pada dada, takipnou, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10) Keamanan
Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
Demam berulang
11) Seksualitas
Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom
yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
12) Interaksi social
Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir
2. PEMERIKSAAN FISIK INFEKSI HIV
Pemeriksaan fisik HIV oleh dokter dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
anda saat ini meliputi :
a. Suhu
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada
gejala lain. Demam kadang – kadang bisa menjadi anda dari jenis penyakit
infeksi terntu atau kanker yang lebih umum pada orang yang memiliki
system kekebalan tubuh lemah.
b. Berat Badan
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunujngan kehilangan
10% atau lebih dari berat badan dapat di mungkinkan akibat dari sindrom
wasting, yang merupaka salah satu tanda dari AIDS
c. Mata
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini terjadi
lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari 100 sel per
mikroliter (MCL). Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur, atau
kehilangan penglihatan. Jika terdapat gejala retinitis CMV, diharuskan
memeriksakan diri ke dokter mata sesegera mungkin. Beberapa dokter
menyarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai 6 bulan jika jumlah
CD4 anda kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).
d. Perut
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar
(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan kanker.
Dokter akan melakukan pemeriksaan perut pada kunjungan setiap atau jika Anda
mengalami gejala-gejala seperti nyeri di kanan atas atau bagian kiri atas
perut Anda.
e. Ginekologi terinfeksi.
Perempuan yang HIV-memiliki lebihservikskelainan sel daripadawanita
yang tidak memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi dengantes Pap.
Anda harus memiliki dua tes Pap selama tahun pertama setelahanda telah
didiagnosa dengan HIV. Jika kedua pemeriksaan Pap Smear hasilnya
normal, Anda harus melakukan tes Pap sekali setahun.
Andamungkin harus memiliki tes Pap lebih sering jika Anda pernah
memilikihasil tes abnormal.Pemeriksaan fisik secara menyeluruh akan
memberikan informasi tentangkeadaan kesehatan Anda saat ini. Pada
Pemeriksaan selanjutnya dokter akanmenggunakan informasi ini untuk melihat
apakah status kesehatan Andaberubah.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitasyang tidak
terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan makanan (muntah/mual),
gangguan intestinal, hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernafasan.
4. INTERVENSI
Dx 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitasyang tidak
terorganisir
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada demam,
sekresi tidak purulent)
Tindakan :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Rasionl : Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
Rasional : Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman
pathogen
3. Informasikan perlunya tindakan isolasi
Rasional : Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman
pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn
kuman pathogen
4. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
Rasional : Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5. Bersihkan kuku setiap hari
Rasional : Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6. Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
Rasional : Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7. Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.
Rasional : Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan
kulit.
Dx 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan :
1. Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
Rasional : denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun
menunjukkan adanya dehidrasi.
2. Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan
pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
Rasional : Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
Rasional : Indikator tanda-tanda dehidrasi.
4. Timbang BB setiap hari
Rasional : penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5. Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mucosa.
6. Berikan makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang
Rasional : Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding
usus akan kurang.
Dx 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Tindakan:
1. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
Rasional : Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2. Auskultasi bising usus
Rasional : Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat
penyerapan usus.
3. Timbang BB setiap hari
Rasional : BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
Dx. 4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Tindakan:
1. auskultasi bunyi nafas tambahan
rasional : bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas /
peningkatan sekresi.
2. catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan
penggunaan otot asesoris.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
Corwin J Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC