UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PROSES PEMISAHAN DAN PEMURNIAN 99m
Tc DARI 99
Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON DENGAN
MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM
ALUMINA
SKRIPSI
HANI HAIFA PUTRI
109102000005
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PROSES PEMISAHAN DAN PEMURNIAN 99m
Tc DARI 99
Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON DENGAN
MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM
ALUMINA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
HANI HAIFA PUTRI
109102000005
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
vi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
Nama : HANI HAIFA PUTRI
Program Studi : FARMASI
Judul : PROSES PEMISAHAN DAN PEMURNIAN 99m
Tc DARI 99
Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON DENGAN
MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM
ALUMINA
Radioisotop Teknesium-99m (99m
Tc) merupakan isotop yang banyak
digunakan di bidang kedokteran untuk tujuan diagnosis. Beberapa keunggulan
radioisotop ini ialah memiliki waktu paroh pendek (6 jam), tidak memancarkan
partikel bermuatan dan mempunyai sinar gamma 140 keV yang sangat ideal untuk
kamera gamma. Radioisotop 99m
Tc merupakan anak luruh dari radionuklida
molibdenum-99 (99
Mo). Reaksi aktivasi neutron merupakan alternatif penyediaan
radionuklida 99
Mo. Sebelumnya telah dilakukan metode pemisahan 99m
Tc dari 99
Mo dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan metil etil keton (MEK) yang
diteruskan dengan kromatografi kolom alumina basa dan alumina asam. Untuk
mengetahui kemampuan penyerapan kolom alumina, dilakukan proses ekstraksi
dan penggunaan kolom kromatografi secara berulang. Variasi perlakuan
pembilasan HNO3 pada kolom alumina asam menghasilkan profil % aktivitas 99m
Tc yang lebih besar nilainya dibandingkan kolom alumina asam tanpa
perlakuan. Hasil penggunaan kolom yang berulang diperoleh nilai perolehan
kembali pada kolom dengan perlakuan HNO3 berturut-turut ialah 35,7%, 24,2%,
11,31% dan pada kolom tanpa perlakuan HNO3 berturut-turut ialah 26,07%,
5,39%, 10,09%. Dari hasil pengujian kemurnian radionuklida, diperoleh puncak
pada energi 140,73 keV yang merupakan puncak spesifik 99m
Tc. Sedangkan
pengujian kemurnian radiokimia diperoleh kromatogram sebesar 99,75% pada
fraksi salin 1 dengan perlakuan HNO3, 99,77% pada fraksi salin 1 tanpa perlakuan
HNO3, 99,67% pada eluat alumina asam dengan perlakuan HNO3, 87,28% pada
eluat alumina asam tanpa perlakuan HNO3. Dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa kolom alumina dapat digunakan berulang walau nilai perolehan kembali
yang diperoleh akan menurun pada setiap pengulangan dan perlakuan dengan
HNO3 menghasilkan nilai perolehan kembali lebih besar dibanding tanpa
perlakuan HNO3.
Kata kunci : Ekstraksi 99m
Tc/99
Mo, 99
Mo aktivasi neutron, penggunaan berulang
kolom alumina, nilai perolehan kembali, kemurnian radiokimia,
kemurnian radionuklida
vii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRACK
Name : HANI HAIFA PUTRI
Program Study : PHARMACY
Tittle : THE SEPARATION AND PURIFICATION OF 99M
Tc
FROM NEUTRON-ACTIVATION 99
Mo PROCESS
USING ALUMINA COLUMN CHROMATOGRAPHY
The Technetium-99m (99m
Tc) radioisotope is widely used in Nuclear
Medicine for diagnostic purpose. Some of the superiorities of this radioisotope
are its short half life (6 hours), it doesn’t emit charged particles, it has a 140
keV gamma ray which is ideal for gamma imaging. 99m
Tc radioisotope is a decay
product of Molybdenum-99 (99
Mo). The neutron activation is the alternative to
the provision of radionuclide 99
Mo. Previously, the separation of 99m
Tc from
99Mo has been conducted using methyl ethyl ketone (MEK) extraction, and then
followed by basic alumina and acidic alumina column chromatography. To
determine the absorption ability of alumina column, the extraction process and
the use of column chromatography were carried out repeatedly. The variation
treatments of HNO3 ablution on alumina column produced a profile of % 99m
Tc
activity that had a bigger value than the alumina column without treatment did.
The result of the repeated use of column was recovery values of column with
treatment which were 35,7%, 24,2%, 11,31% and column without treatment
which were 26,07%, 5,39%, 10,09%. Through the purity examination of
radionuclide, it was obtained a peak of energy 140,73 keV which is the specific
peak of 99m
Tc. Whereas from the purity examination of radiochemical, it was
obtained a chromatogram with the amount of 99,75% on copy fraction 1with a
treatment of HNO3, 99,77% on copy fraction 1 without a treatment of HNO3,
99,6% on acidic alumina eluates with HNO3 treatment, 87,28% on acidic
alumina eluates without HNO3 treatment. From these result it’s shown that
alumina column can be used repeatedly even though the recovery value’s
decreasing in each repetition and the treatment with HNO3 produces a higher
recovery value than without treatment.
Keywords : 99m
Tc/99
Mo extraction, neutron-activation 99
Mo, the repeated
use of alumina column, recovery, radiochemical purity,
radionuclide purity.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR/ UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dari berbagai pihak dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1) Bapak Supandi, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing pertama dan
Bapak Drs. Adang H. Gunawan, Apt selaku pembimbing kedua, yang
memiliki andil besar dalam proses penyusunan skripsi.
2) Ibu Dra. Siti Darwati, M.Sc Kepala Pusat PRR-Batan Kawasan
PUSPIPTEK Serpong yang telah memberikan izin penelitian.
3) Para staf PRR-Batan Kawasan PUSPIPTEK yang banyak membantu di
laboratorium selama proses pengerjaan penelitian.
4) Bapak Prof. Dr. Hc. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
5) Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc., selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
6) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
7) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tak lupa kepada kedua orang tua saya, ayahanda Ir. Anwar, M.T dan
ibunda Sri Wahyu Widiati serta kedua adik saya Bani Aulia Rahman dan Dewi
Suci Rafianti yang telah memberikan motivasi selama proses pengerjaan skripsi
dan tak lelah memanjatkan doa demi kelancaran pengerjaan skripsi ini. Semoga
amalan dan jerih payah mereka mendapat balasan yang jauh lebih baik dari-Nya.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi ilmu pengetahuan .
Serpong, Juli 2013
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………….... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………….. iii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ………………….............. iv
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………. v
ABSTRAK …………………………………………………………… vi
ABSTRACK …………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.... x
DAFTAR ISI ………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………... xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………... xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah ………….....………………………........ 3
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………… 3
1.4 Manfaat Penelitian …… ………………………………….... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 4
2.1 Molybdenum Trioxide .. …………………………………... 4
2.2 Teknesium-99m (99m
Tc)
2.2.1 Sifat Inti Atom 99m
Tc … …………………………... 4
2.2.2 Sifat Fisika 99m
Tc …….…………………………… 5
2.2.3 Sifat Kimia 99m
Tc …….…………………………… 5
2.3 99mTc-Perteknetat
2.3.1 Monografi 99m
Tc-Perteknetat … …………………... 6
2.3.2 Aplikasi Klinis 99m
Tc-Perteknetat ……………….... 6
2.4 Produksi Radioisotop
2.4.1 Aktivasi Neutron ………………………………….. 7
2.4.2 Hasil Belah (fisi) Uranium ………………………... 7
2.4.3 Aktivasi dengan Partikel Bermuatan .…………....... 8
2.5 Metode Pemisahan …...…………………………………… 9
2.6 Ekstraksi Pelarut ……...…………………………………. 9
2.6.1 Ekstraksi Pelarut Konvensional …………………... 10
2.7 Metil Etil Keton .…………………………………………. 11
2.8 Kromatografi ….………………………………………….. 11
2.9 Kromatografi Kolom ……………………………………... 11
2.10 Alumina
2.10.1 Deskripsi Alumina …….………………………….. 13
2.10.2 Monografi Alumina …..…………………………… 13
2.11 Kemurnian Radioisotop
2.11.1 Kemurnian Radionuklida ……...………………….. 14
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.11.2 Kemurnian Radiokimia …………………………... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………. 15
3.1 Alur Penelitian …………………………………………….. 15
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian …………………………… 16
3.3 Bahan Penelitian ………………………………………….. 16
3.4 Alat Penelitian ……………………………………………... 16
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Proses Persiapan …... ………………………………... 16
3.5.2 Proses Ekstraksi …………..………………………….. 17
3.5.3 Kromatografi kolom alumina basa ………………...... 18
3.5.4 Kromatografi kolom alumina asam …..……………... 18
3.5.5 Evaluasi ......................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………. 21
4.1 Hasil ………………………………………………………... 21
4.2 Pembahasan ………………………………………………… 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 36
5.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 36
5.2 Saran ………………………………………………………… 36
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 37
LAMPIRAN ………………………………………………………….. 40
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Monografi Molybdenum Trioxide ………………………………..... 4
II.2 Monografi 99m
Tc Perteknetat ……………………………………...... 6
II.3 Metode Pemisahan 99m
Tc dari 99
Mo ……………………………...... 9
II.4 Monografi Metil Etil Keton ……………………………………....... 11
II.5 Monografi Alumina ……………………………………………….... 13
IV.1 Data Pengukuran Aktivitas 99m
Tc pada Percobaan Pertama ............... 21
IV.2 Data Pengukuran Aktivitas 99m
Tc pada Percobaan Kedua ................. 22
IV.3 Data Pengukuran Aktivitas 99m
Tc pada Percobaan Ketiga ................. 22
IV.4 Nilai Kemurnian Radiokimia .............................................................. 26
IV.5 Nilai Kemurnian Radionuklida ........................................................... 27
IV.6 Tingkat Oksidasi Teknesium ............................................................... 27
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peluruhan Radioisotop dari 99
Mo …………………………..... 5
Gambar 2. Kolom Kromatografi ……………………………………......... 12
Gambar 3. Skema Kromatografi Kertas ....................................................... 20
Gambar 4. Grafik Aktivitas 99
Mo ...................…………………................. 23
Gambar 5. Grafik % Aktivitas 99m
Tc Hilang dalam Eluat Kolom al. asam.. 23
Gambar 6. Grafik % Aktivitas 99m
Tc yang Hilang pada Bilasan Aquades... 23
Gambar 7. Grafik % Aktivitas 99m
Tc pada Fraksi Total …………….......... 24
Gambar 8. Grafik % Perolehan Kembali …................................................. 25
Gambar 9. Peluruhan Radioisotop dari 99
Mo .............................................. 28
Gambar 10. Sisi Asam dan Basa Alumina ................................................... 31
Gambar 11. Struktur Dasar Alumina ........................................................... 31
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Preparasi Bahan .................................................. 40
Lampiran 2. Perhitungan Aktivitas Peluruhan 99
Mo ................................... 41
Lampiran 3. Perhitungan Konversi Aktivitas 99m
Tc .................................... 42
Lampiran 4. Spektrum Kemurnian Radiokimia 99m
Tc ................................ 51
Lampiran 5. Kurva Kalibrasi Spektrometer Gamma ................................... 53
Lampiran 6. Spektrum Kemurnian Radionuklida 99m
Tc ............................ 54
Lampiran 7. Spektrum Radionuklida 99
Mo ................................................. 55
Lampiran 8. Dokumentasi ........................................................................... 56
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini aplikasi nuklir di bidang kedokteran merupakan suatu
perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat penting. Ilmu kedokteran nuklir
telah memberikan peranan penting di bidang medis yakni dalam mendiagnosis
dan terapi berbagai jenis penyakit. Menurut Adang H.G preparat yang biasa
digunakan dalam menunjang kedokteran nuklir adalah radiofarmaka dan
senyawa bertanda, yaitu suatu senyawa yang terdiri dari sediaan farmaka yang
ditandai dengan radioisotop tertentu.
Salah satu isotop yang banyak digunakan di bidang kedokteran nuklir
adalah Teknesium-99m (99m
Tc). 99m
Tc merupakan ujung tombak diagnosis
menggunakan radioisotop. Sekitar 80% diagnosis di kedokteran nuklir
menggunakan radioisotop ini (Awaludin, 2011).
Saat ini radioisotop 99m
Tc telah digunakan secara luas dalam berbagai
bentuk sediaan radiofarmaka baru untuk keperluan diagnosis. Berbagai prosedur
penggunaan radiofarmaka bertanda 99m
Tc telah digunakan secara rutin di
berbagai negara. Saat ini, radioisotop 99m
Tc dalam bentuk sediaan radiofarmaka
telah digunakan secara rutin untuk keperluan bone scan, myocardial perfusion
imaging serta functional brain imaging (Awaludin, 2011).
Tingginya permintaan pemakaian 99m
Tc di dalam kedokteran nuklir
disebabkan sifat fisisnya yang ideal untuk keperluan diagnosis yaitu memiliki
waktu paroh pendek (6 jam), tidak memancarkan partikel bermuatan dan
mempunyai sinar gamma 140 keV yang sangat ideal untuk kamera gamma
(Adang H.G et al., 2009).
Radioisotop 99m
Tc yang beredar di pasaran umumnya diperoleh dari hasil
peluruhan Molibdenum (99
Mo) dalam bentuk 99
Mo/99m
Tc generator dengan
menggunakan 99
Mo dari hasil fisi 235
U. Menurut Adang H.G keuntungan sistem
generator untuk menghasilkan 99m
Tc adalah radioisotop 99m
Tc bisa diperoleh
setiap hari hanya dengan mengelusi generator menggunakan larutan salin,
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dimana proses elusi dapat dilakukan sampai aktivitas yang dimiliki radioisotop
induknya (99
Mo) bernilai kecil hingga tidak dapat menghasilkan lagi 99m
Tc yang
bisa digunakan untuk penandaan. Namun terdapat beberapa pertimbangan dalam
penggunaan 99
Mo hasil fisi, yaitu: produksi 99
Mo dari hasil fisi akan
menghasilkan limbah dengan keradioaktifan sangat tinggi, produksi 99
Mo hasil
fisi memerlukan bahan target 235
U yang merupakan bahan spesifikasi senjata
nuklir sehingga memerlukan pengawasan yang sangat ketat dan proses
produksinya memerlukan teknologi proses yang spesifik dan mahal (Yono S et
al, 2011).
Telah dikembangkan alternatif sumber 99
Mo dengan cara aktivasi neutron.
Proses peluruhan 99
Mo menjadi 99m
Tc terjadi jika molibdenum non aktif telah
diradiasi dengan cara aktivasi neutron sehingga molibdenum menjadi aktif
dengan menghasilkan 99
Mo. Diharapkan sediaan 99m
Tc tidak mengandung
radionuklida induk yaitu 99
Mo. Keberadaan 99
Mo dengan energi sinar gamma
yang besar akan mempengaruhi pencitraan kamera gamma sehingga akan
mengganggu proses diagnosis, oleh karenanya dibutuhkan proses pemisahan
untuk memisahkan 99m
Tc dari induk nuklidanya yakni 99
Mo.
Pada penelitian terdahulu telah dilakukan metode pemisahan 99m
Tc dari
99Mo dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan metil etil keton (MEK)
dimana 99m
Tc yang terlarut dalam fasa MEK diperoleh dengan menguapkan
MEK dan kemudian 99m
Tc dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9 %. Metode ini
mempunyai beberapa kekurangan diantaranya masih terdapat sejumlah kecil
MEK dalam larutan 99m
Tc dan menghasilkan larutan yang berwarna kekuningan.
Perkembangan terbaru pemisahan 99m
Tc dari 99
Mo adalah dengan melakukan
pemurnian fasa MEK tanpa pemanasan yaitu dengan menggunakan
kromatografi kolom alumina basa dan alumina asam. Dari penelitian tersebut
diperoleh nilai kemurnian radionuklida sebesar 99,90% dan kemurnian
radiokimia sebesar 97,78% (Sriyono et.al, 2011).
Dalam penelitian ini akan dilihat % recovery 99m
Tc yang diekstraksi dari
99Mo hasil aktivasi yang dilewatkan ke kolom alumina basa dan kolom alumina
asam. Penggantian kolom alumina asam setiap akan mengelusi 99m
Tc,
menyebabkan sistem ini tidak praktis dan tidak ekonomis. Oleh karena itu,
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam penelitian ini yang merupakan penelitian awal akan dicoba untuk tidak
melakukan penggantian kolom alumina asam, tetapi melakukan perlakuan
tertentu yaitu pembilasan dengan HNO3 0,1 M. Perlakuan ini merupakan usaha
untuk mengasamkan kembali kolom alumina setelah dielusi dengan larutan salin
yang kemungkinan dapat mengubah keasaman dalam kolom alumina tersebut.
Dalam penelitian ini akan diujikan kolom alumina yang diberi perlakuan yang
berbeda yaitu salah satu kolom dielusikan asam nitrat 0,1 M terlebih dahulu
sebelum digunakan sedangkan yang lainnya tidak, sehingga dapat diketahui
pengaruh pembilasan HNO3 terhadap kualitas 99m
Tc yang dihasilkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dapatkah kolom alumina basa dan asam digunakan berulang dalam
penyediaan 99m
Tc dari 99
Mo hasil aktivasi neutron?
2. Bagaimanakah hasil perolehan kembali produksi 99m
Tc dari penggunaan
kolom alumina basa dan asam yang digunakan berulang?
3. Bagaimanakah perbandingan kualitas 99m
Tc yang dihasilkan dari kolom
alumina asam dengan dan tanpa pembilasan asam nitrat dengan
meninjau beberapa parameter yaitu pemeriksaan visual, kemurnian
radiokimia, kemurnian radionuklida dan penentuan lolosan 99
Mo?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk membandingkan kualitas 99m
Tc dan nilai perolehan kembali
dari penggunaan kolom alumina basa dan asam yang digunakan
berulang dan penggunaan kedua jenis kolom alumina asam yang diberi
perlakuan yang berbeda
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai proses pemisahan dan pemurnian
99mTc dari
99Mo hasil aktivasi menggunakan kolom alumina.
2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang produksi radioisotop
yang dimanfaatkan dalam bidang kesehatan serta referensi bagi
penelitian selanjutnya.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Molybdenum Trioxide
Tabel II.1 Monografi Molybdenum Trioxide
Struktur kimia
Organoleptis Serbuk atau granul berwarna putih atau
kekuningan hingga kebiru-biruan
Sifat fisika Molecular weight 143.95
Boiling point 1.1550
C
Melting point 7950
C
Density 0.490 g/l
Kelarutan Larut dalam air (280) 0.490 g/l, larut
dalam larutan alkali hidroksida,
ammonia atau potassium bitartrat
Sumber: Merck Index, 1989
2.2 Teknesium-99m
2.2.1 Sifat Inti Atom Teknesium-99m
Radioisotop 99m
Tc merupakan radioisotop dengan waktu paroh yang
pendek yaitu 6 jam. Radioisotop ini merupakan radioisotop metastabil, meluruh
menjadi radioisotop 99
Tc yang memiliki waktu paroh sangat panjang yaitu 212
ribu tahun. 99m
Tc tersebut selanjutnya meluruh melalui peluruhan beta menjadi
isotop stabil Rutenium-99 (99
Ru). Proses peluruhan radioisotop dari radioisotop
99Mo menjadi
99mTc,
99Tc dan akhirnya menjadi
99Ru.
99mTc hanya memancarkan
radiasi gamma, tidak memancarkan radiasi lainnya. Radiasi gamma yang
dipancarkan memiliki energi 140,5 keV (Awaludin, 2011).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 1. Peluruhan Radioisotop dari 99
Mo
Sumber: Zolle, 2007
2.2.2 Sifat Fisika Teknesium-99m (99m
Tc)
99mTc mempunyai umur paroh pendek (6,02 jam), pemancar gamma murni
dengan energi radiasi yang rendah (140 keV). Dengan umur paroh pendek yaitu
6,02 jam, merupakan waktu yang ideal untuk penyidikan (scanning). Dalam
waktu 6 jam penyidikan dapat dilakukan dengan sempurna dan dalam waktu 6
jam keradioaktifannya di dalam tubuh tinggal setengahnya. Oleh karena energinya
rendah, maka dosis yang diterima oleh pasien juga rendah (Tuning, Imam,
Harjoto, 1995).
2.2.3 Sifat Kimia Teknesium-99m
Teknesium (Tc) termasuk logam transisi yaitu golongan VII B, perioda 5
dalam sistem berkala, mudah membentuk senyawa kompleks serta mempunyai
bilangan oksidasi lebih dari satu yaitu mulai dari +1 sampai dengan +7, sehingga
bisa dibuat berbagai senyawa (Tuning, Imam, Harjoto, 1995).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 99mTc-Perteknetat
2.3.1 Monografi 99m
Tc-Perteknetat
Tabel II.2 Monografi 99m
Tc-Perteknetat
Nama kimia Sodium pertechnetate;
Sodium pertechnetate 99m
Tc injection (fission) (Ph.
Eur.);
Technetium Tc 99m pertechnetate injection (USP); 99m
Tc (VII) - Na – pertechnetate
Struktur kimia
Pertechnetate anion (
99mTcO4
-)
Deskripsi Merupakan larutan injeksi steril, dapat digunakan
secara intravena maupun oral, mengandung radioaktif
teknesium dalam bentuk sodium perteknetat. 99m
Teknesium ialah radionuklida hasil dari peluruhan
radioaktif 99
Molybdenum. 99
Molybdenum dapat
berasal dari hasil aktivasi neutron 98
Molybdenum atau
produk dari reaksi fisi uranium. (USP)
Waktu paruh 6,02 jam
pH 4 – 8
Penyimpanan Disimpan pada suhu ruang dengan tambahan
pelindung.
Stabilitas Anion perteknetat stabil dalam larutan encer. Secara
kimia tidak reaktif, mampu membentuk kompleks
ligan dengan mereduksi ke tingkat valensi yang lebih
rendah.
Sumber : Diolah dari Zolle, 2007 dan USP 30
2.3.2 Aplikasi klinis 99m
Tc-Perteknetat
Aplikasi dalam bidang medis dari 99m
Tc-Perteknetat diantaranya brain
imaging, cerebral angiography,thyroid imaging, salivary gland imaging, placenta
localization, blood pool imaging, gastric micosa imaging, cardiac function
sutides, renal blood flow studies, urinary bladder imaging, nasolcrimal drainase
system imaging (Merck Index, 1989).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Produksi Radioisotop
Tujuan yang terpenting dari produksi radioisotop adalah menyediakan
nuklida radioisotop tertentu dengan syarat tertentu tergantung pada maksud
penggunaannya serta memiliki aktivitas yang cukup tinggi (Leswara, 2007).
2.4.1 Produksi dengan Cara Aktivasi Neutron
Pembuatan radioisotop melalui reaksi dengan neutron dilakukan dengan
mengiradiasi bahan sasaran dengan neutron di reaktor nuklir. Inti atom yang
diradiasi dengan neutron akan berubah menjadi inti lain yang perbandingan
neutron dan protonnya tidak seperti semula, sehingga inti menjadi tidak stabil dan
bersifat radioaktif.
Dalam produksi radioisotop bahan sasaran yang digunakan harus
memenuhi persyaratan tertentu sehingga aman untuk iradiasi dan dihasilkan
radioisotop dengan kemurnian tinggi. Dalam pemilihan bahan sasaran untuk
produksi radioisotop haruslah dipertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut:
kestabilan bahan sasaran pada saat iradiasi, mudah diperoleh di pasaran dan
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Reaksi aktivasi dengan neutron terbagi 2
jenis, yaitu: reaksi dengan neutron lambat (E = 0,025 MeV) dan reaksi dengan
neutron cepat (E = 0,1-10 MeV)
Reaksi dengan neutron lambat biasanya disertai dengan sinar γ sehingga
reaksinya disebut (n, γ), sedangkan reaksi dengan neutron cepat disebut reaksi (n,
p) atau (n,α) (Priyadi, 2006).
2.4.2 Produksi dari Hasil belah (fisi) Uranium
Menurut European Commission (2009) pada proses fisi nuklir terjadi
pemisahan inti dari isotop 235
U setelah bertumbukan dengan neutron termal.
Sejumlah kecil nuklida dengan nomor atom tinggi dihasilkan dari reaksi fisi dan
reaksi yang paling sering digunakan adalah fisi 235
Uranium dengan neutron dalam
reaktor nuklir.
Jika 235
U disinari dengan neutron, maka 235
U akan membelah menjadi
berbagai jenis radioisotop dengan massa yang lebih kecil. Hasil pembelahan
235U merupakan hal yang penting untuk pembuatan radioisotop skala produksi.
Pembuatan radioisotop melalui pembelahan 235
U sangat berbeda jika
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dibandingkan dengan pembuatan radioisotop melalui reaksi aktivasi maupun
melalui reaksi partikel bermuatan (Priyadi, 2006).
2.4.3 Produksi dengan Cara Reaksi Aktivasi dengan Partikel Bermuatan
Partikel bermuatan yang digunakan untuk menyinari sasaran dihasilkan
dari suatu akselerator (misal siklotron). Partikel bermuatan yang dapat dihasilkan
dari mesin siklotron antara lain adalah proton, deuteron, helium-3, helium-4
(partikel α) (Priyadi, 2006).
2.5 Metode Pemisahan 99m
Tc dari 99
Mo
Pemilihan suatu proses pemisahan yang efektif untuk menghasilkan 99m
Tc
dari 99
Mo didasarkan pada sejumlah pertimbangan, yakni: teknik-teknik fisik
atau kimia yang digunakan harus memiliki kemampuan pemisahan yang tinggi,
proses pemisahan harus cepat untuk mengurangi kerugian kehilangan dari 99m
Tc,
rendemen dari 99m
Tc yang dihasilkan harus tinggi, bersifat reproduksibel,
kemurnian radiokimia dan kemurnian radionuklida 99m
Tc harus berada dalam
kisaran Farmakope, konsentrasi radioaktif dari 99m
Tc yang terpisah harus cukup
untuk memungkinkan untuk proses radiolabeling, campur tangan manusia
seminimal mungkin, 99m
Teknesium harus diperoleh dalam bentuk siap pakai
terutama dalam larutan 0,9% NaCl (Dash, Knapp, Pillai, 2012).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel II.3 Metode Pemisahan 99m
Tc dari 99
Mo
Metode
pemisahan
Sifat fisika/
kimia
Prinsip
Kromatografi
kolom
Pengisian Adsorpsi selektif pada adsorben
Elektrokimia Elektroda
potensial
Elektrodeposisi selektif dari target
spesies pada elektroda inert
Ekstraksi
kromatografi
Interaksi kimia
spesifik
Ekstraksi selektif dari spesies target oleh
ekstraktan diam pada suatu pendukung
inert
Presipitasi Kelarutan Pengendapan logam dengan penambahan
reagen
Ekstraksi
pelarut
Hidrofobisitas Selektif untuk kedua pelarut yang saling
bercampur
Sublimasi Tekanan uap Sublimasi selektif dari target logam
Membran cair Energi kimia
Ekstraksi selektif dari target dalam
membran berpori yang bersifat
hidrofobik dan selanjutnya bergerak ke
fase cair
Termokromato
grafi
Tekanan uap Fraksinasi bahan menyublim melalui
kolom yang memiliki gradien suhu.
Sumber: Ashutosh Dash a, F.F. (Russ) Knapp Jr. b, M.R.A. Pillai, 2012
2.6 Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi cair-cair adalah teknik di mana larutan (biasanya air) dibawa ke
dalam kontak dengan pelarut kedua (biasanya organik), pada dasarnya bercampur
pada awalnya, kemudian zat terlarut (solut) akan dibawa ke dalam pelarut kedua.
Pemisahan dapat dilakukan adalah sederhana, bersih, cepat, dan nyaman. Dalam
banyak kasus pemisahan dapat dilakukan dengan pengocokan dalam corong
pemisah selama beberapa menit. (Jeffery, Bassett, Mendham, Denney, 1989)
Ekstraksi pelarut merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang
menuju ke suatu produk murninya dalam laboratorium organik, anorganik atau
biokimia. Meskipun kadang-kadang menggunakan peralatan yang rumit, namun
seringkali kali hanya diperlukan sebuah corong pisah. Seringkali suatu pemisahan
ekstraksi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit. Teknik itu dapat
diterapkan sepanjang jangkauan konsentrasi yang lebar, dan telah digunakan
secara luas untuk isolasi kuantitas yang luar biasa sedikitnya dari isotop-isotop
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bebas pengemban yang diperoleh dengan transmutasi nuklir, dengan demikian
pula isolasi bahan industri yang diproduksi berton-ton. (Underwood dan Day ed.
keenam, 2002)
Secara umum definisi ekstraksi pelarut/ cair-cair adalah proses pemisahan
suatu komponen/ solut dari larutan fase air menggunakan pelarut organik tertentu.
Dalam proses ekstraksi dihasilkan 2 jenis larutan yaitu larutan fase organik dan
fase air. Larutan fase organik yang dihasilkan dari proses esktraksi adalah larutan
yang kaya dengan solut yang diinginkan dan sering disebut ekstrak sedangkan
larutan fase air adalah larutan yang miskin dengan solut disebut rafinat (Torowati,
2009)
2.6.1 Ekstraksi Pelarut Konvensional
Pemisahan ekstraksi pelarut konvensional didasarkan pada partisi dari
99mTc antara fase air dan fase organik dari pelarut yang saling bercampur. Pelarut
yang umum digunakan dalam teknik ini ialah metil etil keton (MEK).
Teknik ekstraksi dengan MEK menawarkan beberapa keuntungan,
diantaranya: efisiensi pemisahan tinggi dari 99m
Tc dapat dicapai, lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom generator, 99m
Tc yang diperoleh dengan
metode ekstraksi MEK telah dilaporkan berkualitas baik dari segi kemurnian
radionuklida, kemurnian radiokimia dan kemurnian kimia serta proses ini
menghasilkan 99m
Tc dengan konsentrasi radioaktif tinggi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ekstraksi menggunakan MEK
diantaranya: MEK merupakan pelarut yang mudah terbakar, oleh karena itu
penggunaannya perlu pengamanan sistem operasional yang tinggi; peralatan yang
digunakan untuk ekstraksi sangat kompleks, besar dan memerlukan kontrol
penggunaan yang tinggi; proses ekstraksi dengan metode ini memakan waktu,
sehingga beberapa langkah memerlukan kehati-hatian; MEK rentan terhadap
degradasi radiasi; permasalahan operasional dapat mengakibatkan minimnya
hasil 99m
Tc yang diperoleh dan menambah kontaminasi dari 99
Mo (Dash, Knapp,
Pillai, 2012).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 Metil Etil Keton
Tabel II.4 Monografi Metil Etil Keton
Sinonim Butan-2-on; Etil Metil Keton
Rumus struktur C2H5COCH3
Pemerian Cairan mudah terbakar, tidak berwarna; bau khas
Suhu didih Lebih kurang 790C
Sumber: FI ed. IV, 1995
2.8 Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik.
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di
antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase
gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya (FI ed. IV, 1995).
2.9 Kromatografi Kolom
Alat yang digunakan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri
dari tabung kromatografi, dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk
memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di
dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada
dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder terbuat dari
kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah
tabung pengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan
yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti
bocor pada ujung bawah tabung utama (FI ed. IV, 1995).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang
dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-sampel
tanpa melampaui fase diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa
panjang kolom harus sekurang-kurangnya sepuluh kali ukuran diameternya
(Underwood ed. Keenam, 2002).
Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis
farmasi mempunyai diameter antara 10 mm hingga 30 mm, dan panjang antara
140 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir
umumnya berdiameter antara 3 mm hingga 6 mm, dapat dilengkapi dengan
sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti.
Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah
tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat atau aluminium, kecuali
bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya
mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm
melebihi panjang efektif kolom. Batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm
lebih kecil dari diameter dalam kolom (FI ed. IV, 1995).
Gambar 2. Kolom Kromatografi
Glass wool
Fase diam
(alumina)
Fase gerak
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.10 Alumina
2.10.1 Deskripsi Alumina
Alumina pada dasarnya adalah aluminium oksida, Al2O3. Partikel-partikel
alumina adalah antara 70-290 mesh (50-200 mm), dan sebagian besar sekitar 150
mesh. Alumina yang digunakan untuk kromatografi kolom atau kromatografi lapis
tipis diperlakukan dengan asam atau basa untuk mengatur pH. Alumina asam
memiliki pH 4,5 dan alumina basa memiliki pH 10,4 (Sigma Aldrich).
2.10.2 Monografi Alumina
Tabel II.5 Monografi Alumina
Sinonim Activated alumina; activated
aluminum oxide; alpha
aluminumoxide; alumina; alumina,
activated; alumina, calcined; alumina,
tabular; aluminum oxide alumite;
aluminum trioxide.
Rumus empiris Al2O3
Bobot molekul 101.96
Pemerian Bubuk Kristal putih
Kelarutan Perlahan-lahan larut dalam larutan
alkali berair; praktis tidak larut dalam
pelarut organik nonpolar, dietil eter,
etanol (95%), dan air
Sumber: Handbook of Pharmaceutical excipient ed. V
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.11 Kemurnian Radioisotop
2.11.1 Kemurnian Radionuklida
Kemurnian radionuklida didefinisikan sebagai fraksi dari total
radioaktivitas dalam bentuk radionuklida yang diinginkan. Kotoran timbul dari
reaksi nuklir asing karena kotoran isotop dalam bahan target atau dari fisi dari
elemen berat dalam reaktor (Saha, 2003).
Ketidakmurnian radionuklida pada produksi 99m
Tc berasal dari nuklida
induk yaitu 99
Mo. Nilai batasan terkecil kontaminasi 99
Mo yang diizinkan ialah
0,015 % (0,15 µCi 99
Mo/mCi 99m
Tc) (Medi Physics Inc, 2009).
Kemurnian radionuklida ditentukan dengan menggunakan alat
spektrometer gamma berdasarkan karakteristik radiasi yang dipancarkan oleh
radionuklida itu sendiri. Radionuklida yang memancarkan sinar γ dapat dibedakan
satu sama lain dengan melihat energi sinar γ pada energi spektrum spesifik yang
diperoleh (Saha, 2003).
2.11.2 Kemurnian Radiokimia
Kemurnian radiokimia adalah fraksi dari total radioaktivitas dalam bentuk
kimia yang diinginkan. Terjadinya pengotor radiokimia timbul dari dekomposisi
pelarut, perubahan suhu atau pH, cahaya, oksidasi dan radiolisis (Saha, 2003).
Pengotor yang dapat timbul dalam produksi 99m
Tc ialah koloid dalam
bentuk 99m
TcO2. Nilai kemurnian radiokimia yang dipersyaratkan ialah tidak
kurang dari 95% dengan nilai Rf sekitar 0,6 dengan menggunakan metode
kromatografi kertas yaitu kertas Whatman no. I sebagai fasa diam dan metanol
85% sebagai fasa gerak (Zolle, 2007).
Sejumlah metode analisis yang digunakan untuk mendeteksi dan
menentukan pengotor radiokimia dalam radiofarmaka diantaranya pengendapan,
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gel, kertas dan gel
elektroforesis, pertukar an ion, ekstraksi pelarut, kromatografi cair kinerja tinggi,
dan penyulingan (Saha, 2003). Pengukuran radioaktivitas dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pencacah sinar gamma (Gamma Counter) atau menggunakan
alat TLC Scanner. Perbandingan rasio di bawah kurva memberikan perbandingan
konsentrasi radioaktif dari zat kimia (British Pharmacopoeia, 1988).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alur Penelitian
Pengukuran
aktivitas Tc
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian proses pemisahan dan pemurnian 99m
Tc dari 99
Mo hasil aktivasi
neutron menggunakan kolom kromatografi alumina dilakukan di laboratorium
Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) BATAN Kawasan PUSPIPTEK –
Serpong Tangerang Selatan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret hingga Juni.
3.3 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: MoO3 hasil
iradiasi, NaOH (Merck), asam nitrat 65% (Merck), metanol (Merck), alumina basa
(KANTO Chemical, JAEA-Jepang), alumina asam yang telah ditreatment dengan
perendaman asam nitrat 0,1 N (KANTO Chemical, JAEA-Jepang), metil etil
keton (Merck), larutan salin (NaCl 0,9%) dan aquades (IPHA), kertas Whatman
no.1 dan no.3, glass wool, kertas indikator pH universal (Merck).
3.4 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: neraca analitik
(Sartorius), corong pisah (Pyrex), peralatan gelas [Beaker glass 100 ml,
Erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 50 ml, labu ukur 50 ml,] (Pyrex), pipet tetes
plastik, spatula, syringe 5 cc, kolom kromatografi, statif, pinset, kontiner timbal,
botol vial 5 dan 10 ml, kompor penangas, chamber, dose calibrator ATOMLABTM
100 plus (BIODEX), spektrometer gamma Canberra 1000 dengan detektor
Germanium kemurnian tinggi (HPGe) (Canberra Industries Inc), Imaging
Scanner AR-200 (Bioscan).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Proses Persiapan
3.5.1.1 Preparasi pereaksi
Dibuat larutan NaOH 6 N sebanyak 50 ml: ditimbang 12 g NaOH
kemudian dilarutkan dalam aquades hingga volume 50 ml. Dibuat pengenceran
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
NaOH 4 N sebanyak 50 ml: dipipet 33,3 ml larutan NaOH 6 N kemudian
ditambahkan aquades hingga 50 ml. Dibuat larutan asam nitrat 0,1 M sebanyak
100 ml yang akan dipergunakan untuk merendam alumina asam: dipipet 0,7 ml
HNO3 65% kemudian ditambahkan air hingga 100 ml.
3.5.1.2 Pelarutan Mo
MoO3 hasil iradiasi sebanyak 2 g dilarutkan dengan 6 ml NaOH 6 N.
Setelah MoO3 terlarut, kemudian diencerkan dengan menambahkan 40 ml larutan
NaOH 4 N.
3.5.1.3 Preparasi kolom alumina basa
Ditimbang sebanyak 3 g serbuk alumina basa kemudian dicuci serbuk
alumina basa dengan metil etil keton. Pada dasar kolom (ukuran p = 15 cm, d = 1
cm) dimasukkan glass wool yang telah terlebih dahulu direndam dengan metil etil
keton. Suspensi alumina basa dalam metil etil keton dimasukkan ke dalam kolom
dengan bantuan pipet. Setelah alumina memadat dimasukkan glass wool pada
lapisan atas alumina basa.
3.5.1.4 Preparasi kolom alumina asam
Ditimbang sebanyak 2x2 g serbuk alumina asam. Untuk pengisi kolom
pertama, serbuk alumina asam terlebih dahulu direndam dengan asam nitrat 0,1
M. Disiapkan kolom kromatografi (ukuran p = 15 cm, d = 1 cm) yang telah berisi
glass wool pada dasar kolom kemudian suspensi alumina hasil perendaman
dilewatkan ke dalam kolom. Setelah alumina memadat dimasukkan glass wool
pada lapisan atas alumina asam. Didiamkan selama beberapa jam kemudian
kolom dielusi dengan 10 ml metil etil keton. Sedangkan kolom alumina asam
kedua dipreparasi sama halnya dengan preparasi kolom alumina basa.
3.5.2 Proses ekstraksi
Dicuplik hasil pelarutan MoO3 sebanyak 0,5 ml dan diukur aktivitasnya
dengan dose calibrator ATOMLAB 100 plus. Kemudian diencerkan dengan NaOH
4 N hingga 10 ml. Larutan tersebut diekstraksi dengan menambahkan 20 ml metil
etil keton. Proses ekstraksi dilakukan dengan pengocokan selama 10 menit
menggunakan stirer. Hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam corong, pisah
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kemudian didiamkan selama 15 menit sampai membentuk dua lapisan. Fraksi
yang terbentuk setelah pengocokan adalah fraksi metil etil keton (bagian atas),
kemudian diukur aktivitas Tc dengan dose calibrator ATOMLAB 100 plus, lapisan
air pada bagian bawah disimpan untuk proses ekstraksi selanjutnya.
3.5.3 Kromatografi kolom alumina basa
Fraksi metil etil keton yang mengandung 99m
Tc dilewatkan ke kolom
kromatografi alumina basa, dan eluat kemudian ditampung dalam suatu wadah.
Hasil tampungan kemudian dibagi menjadi dua bagian dan masing-masing diukur
aktivitasnya dengan dose calibrator. Salah satu bagian yaitu eluat alumina basa
yang akan dielusikan ke kolom alumina asam setelah dibilas dengan HNO3,
sedangkan bagian lainnya adalah eluat alumina basa yang akan dielusikan ke
kolom alumina asam tanpa dibilas dengan HNO3. Setelah digunakan kolom
alumina basa disimpan untuk digunakan pada proses pengulangan selanjutnya.
3.5.4 Kromatografi kolom alumina asam
3.5.4.1 Dengan pembilasan HNO3 0,1 M
Eluat fraksi metil etil keton dari kolom alumina basa dilewatkan ke dalam
kolom alumina asam yang dipreparasi dengan pembilasan asam nitrat 0,1 M.
Hasil eluat ditampung dalam vial dan diukur aktivitas 99m
Tc dengan dose
calibrator. Kolom alumina asam kemudian dibilas dengan 10 ml aquades
kemudian fasa air hasil tampungannya diukur aktivitasnya. Pada tahap terakhir
alumina asam dielusi dengan 3x5 ml larutan salin (NaCl 0,9%) dan ketiga fraksi
salin diukur aktivitas 99m
Tc dengan dose calibrator. Setelah digunakan kolom
alumina asam kemudian dielusi dengan 10 ml asam nitrat 0,1 M kemudian
didiamkan semalaman untuk digunakan pada proses pengulangan selanjutnya.
3.5.4.2 Tanpa pembilasan HNO3 0,1 M
Eluat fraksi metil etil keton dari kolom alumina basa dilewatkan ke dalam
kolom alumina asam yang dipreparasi tanpa pembilasan asam nitrat. Hasil eluat
ditampung dalam vial dan diukur aktivitas 99m
Tc dengan dose calibrator. Kolom
alumina asam kemudian dibilas dengan 10 ml aquades dan eluat ditampung serta
diukur aktivitas Tc dengan dose calibrator. Pada tahap terakhir alumina asam
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dielusi dengan 3x5 ml larutan salin (NaCl 0,9%) dan ketiga fraksi salin diukur
aktivitas 99m
Tc dengan dose calibrator. Setelah digunakan kolom alumina asam
disimpan untuk digunakan pada proses pengulangan selanjutnya.
3.5.5 Evaluasi
3.5.5.1 Perolehan kembali (recovery)
Nilai perolehan kembali aktivitas peluruhan diperoleh dengan
membandingkan aktivitas 99m
Tc pada fraksi salin dengan aktivitas 99m
Tc pada
fraksi metil etil keton hasil elusi pada kolom alumina basa. Nilai aktivitas 99m
Tc
dikonversikan terhadap waktu yang sama dengan menggunakan persamaan:
3.5.5.2 Nilai pH
Pengukuran nilai pH dilakukan menggunakan kertas pH indikator
universal.
3.5.5.3 Pemeriksaan visual
Pemeriksaan visual pada umumnya meliputi kejernihan, warna atau
kelainan fisik lainnya. Tahap evaluasi ini dilakukan dengan panca indera
penglihatan.
3.5.5.4 Kemurnian radiokimia
Penentuan kemurnian radiokimia dilakukan dengan kromatografi kertas
menggunakan Whatman no.1 sebagai fase diam dan larutan metanol 85% sebagai
fase gerak. Larutan uji dicuplik dan ditotolkan pada kertas Whatman no.1
kemudian dielusi selama kurang lebih 1-2 jam. Kertas kemudian diangin-anginkan
hingga kering dan diukur nilai kemurnian radiokimia dengan menggunakan
Imaging Scanner AR-200 Bioscan (Sriyono et al.,2011)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3. Skema kromatografi kertas
Sumber: Tahyan, Yayan et.al, 2011
3.5.5. 5 Kemurnian radionuklida
Penentuan kemurnian radionuklida dilakukan dengan terlebih dahulu
memasukkan eluat 99m
Tc (5 ml) ke dalam kontiner timbal, kemudian kontiner
tersebut diletakkan diatas detektor pada jarak tertentu, dan dianalisa menggunakan
spektrometer gamma yang dilengkapi dengan detektor Germanium kemurnian
tinggi (HPGe) serta perangkat lunak MCA Genie 2000 VDM. Puncak 99m
Tc
muncul pada 140 keV dan sedangkan puncak 99
Mo muncul pada 739 keV
(Sriyono et al.,2011), Larutan 99m
Tc dikatakan murni jika hasil spektrum tidak
menunjukkan puncak serapan dari energi 99
Mo (Adang, H.G et al., 2009)
3.5.5.6 Penentuan lolosan Mo
Besarnya aktivitas lolosan 99
Mo yang terdapat dalam larutan hasil elusi
ditentukan spektrometer gamma pada energi 739 keV. Cara penentuan lolosan 99
Mo
sama dengan penentuan kemurnian radionuklida dimana apabila dari hasil analisa
eluat menunjukkan adanya 99
Mo, maka aktivitasnya dihitung dan kemudian
dibandingkan dengan aktivitas 99m
Tc (µCi 99
Mo/mCi 99m
Tc). Batas persyaratan
dari Medy Physic Inc. USA menetapkan bahwa lolosan 99
Mo < 0,15 µCi
99Mo/mCi
99mTc).
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Proses Ekstraksi – Kromatografi Kolom
Dari rangkaian proses ekstraksi larutan 99
Mo menggunakan metil etil keton
yang kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kolom alumina basa dan asam
akan diperoleh nilai aktivitas dari anak luruh radionuklida 99
Mo yaitu 99m
Tc. Hasil
yang diperoleh di bawah ini merupakan hasil yang telah diolah berdasarkan
konversi waktu kalibrasi pengukuran. Hal ini mengingat radionuklida 99m
Tc
meluruh dari waktu ke waktu.
4.1.1.1 Percobaan Pertama
Aktivitas 99
Mo : 20,3 mCi
Hasil ekstraksi fase organik
Volume larutan : 18 ml
Aktivitas 99m
Tc : 19,872 mCi
Tabel IV.1 Data Pengukuran Aktivitas 99m
Tc pada Percobaan Pertama
Fase
larutan
Kolom alumina asam dengan
pembilasan HNO3
Kolom alumina asam tanpa
pembilasan HNO3
Volume
(ml)
Aktivitas 99m
Tc
Volume
(ml)
Aktivitas 99m
Tc
Sebelum
konversi
(mCi)
Setelah
konversi
(mCi)
Sebelum
konversi
(mCi)
Setelah
konversi
(mCi)
Eluat kolom
alumina
basa
8 6 6,23 9 6,75 7,01
Eluat kolom
alumina
asam
8 3,66 4,02 9 1,338 1,44
Bilasan
aquades 10 2,07 2,33 10 3,8 4,32
Total fraksi 15 1,593 2,229 15 1,3238 1,8278
4.1.1.2 Percobaan Kedua
Aktivitas 99
Mo : 15,78 mCi
Hasil ekstraksi fase organik
Volume larutan : 17 ml
Aktivitas 99m
Tc : 13,94 mCi
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel IV.2 Data Pengukuran Aktivitas 99m
Tc pada Percobaan Kedua
Fase
larutan
Kolom alumina asam dengan
pembilasan HNO3
Kolom alumina asam tanpa
pembilasan HNO3
Volume
(ml)
Aktivitas 99m
Tc
Volume
(ml)
Aktivitas 99m
Tc
Sebelum
konversi
(mCi)
Setelah
konversi
(mCi)
Sebelum
konversi
(mCi)
Setelah
konversi
(mCi)
Eluat
kolom
alumina
basa
8 5,55 5,98 7 5,23 5,59
Eluat
kolom
alumina
asam
8 2,5 2,75 7 3,79 4,25
Bilasan
aquades
10 1,497 1,71 10 0,918 1,06
Total
fraksi
15 1,224 1,4484 15 0,228 0,3014
4.1.1.3 Percobaan Ketiga
Aktivitas 99
Mo : 7,41 mCi
Hasil ekstraksi fase organik
Volume larutan : 17 ml
Aktivitas 99m
Tc : 6,96 mCi
Tabel IV.3 Data Pengukuran Aktivitas 99m
Tc pada Percobaan Ketiga
Fase
larutan
Kolom alumina asam dengan
pembilasan HNO3
Kolom alumina asam tanpa
pembilasan HNO3
Volume
(ml)
Aktivitas 99m
Tc
Volume
Aktivitas 99m
Tc
Sebelum
konversi
(mCi)
Setelah
konversi
(mCi)
Sebelum
konversi
(mCi)
Setelah
konversi
(mCi)
Eluat
kolom
alumina
basa
8 2,92 3,12 7 2,23 2,4
Eluat
kolom
alumina
asam
8 1,397 1,549 7 1,497 1,7
Bilasan
aquades
10 0,734 0,84 10 0,361 0,43
Total
fraksi
15 0,29838 0,35294 15 0,1989 0,2423
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.2 Evaluasi
4.1.2.1 Profil aktivitas 99
Mo dan 99
Tc ketiga percobaan
Aktivitas awal 99
Mo sebelum dilakukan proses ekstraksi ialah 20,3 mCi
pada percobaan pertama, 15,78 mCi pada percobaan kedua dan 7,41 mCi pada
percobaan ketiga. Nilai tersebut diketahui dari perhitungan aktivitas peluruhan
yang dikonversikan dengan waktu.
Gambar 4. Grafik aktivitas peluruhan 99
Mo
Aktivitas 99m
Tc yang hilang setelah melewati kolom alumina asam pada
kolom alumina asam dengan perlakuan HNO3 secara berturut-turut pada ketiga
percobaan 64%, 46% dan 49%. Sedangkan pada kolom alumina asam tanpa
perlakuan HNO3 aktivitas 99m
Tc yang hilang ialah berturut-turut sebesar 20%,
76% dan 70%.
Gambar 5. Grafik % aktivitas 99m
Tc yang hilang dalam eluat kolom alumina
asam
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas 99m
Tc yang hilang dalam air bilasan aquades pada kolom alumina
asam dengan perlakuan HNO3 secara berturut-turut pada ketiga percobaan 37%,
28% dan 26%. Sedangkan pada kolom alumina asam tanpa perlakuan HNO3
aktivitas 99m
Tc yang hilang ialah berturut-turut sebesar 61%, 19% dan 18%.
1 2 3
dengan HNO3 37.39968 28.59532 26.92308
tanpa HNO3 61.62625 18.96243 17.91667
020406080
%
99mTc dalam bilasan aquades
Gambar 6. Grafik % aktivitas 99m
Tc yang hilang pada bilasan aquades
Aktivitas 99m
Tc total pada ketiga fraksi salin pada kolom alumina asam dengan
perlakuan HNO3 secara berturut-turut pada ketiga percobaan ialah 35%, 24% dan
11%. Sedangkan pada kolom alumina asam tanpa perlakuan HNO3 ialah sebesar
26%, 5% dan 10%.
Gambar 7. Grafik % aktivitas 99m
Tc pada fraksi total
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.2.2 Perolehan kembali (recovery) aktivitas peluruhan 99m
Tc
Perolehan kembali (recovery) percobaan pertama :
Kolom alumina asam dengan pembilasan HNO3
Kolom alumina asam tanpa pembilasan HNO3
Perolehan kembali (recovery) percobaan kedua :
Kolom alumina asam dengan pembilasan HNO3
Kolom alumina asam tanpa pembilasan HNO3
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perolehan kembali (recovery) percobaan ketiga:
Kolom alumina asam dengan pembilasan HNO3
Kolom alumina asam tanpa pembilasan HNO3
Gambar 8. Grafik % perolehan kembali aktivitas peluruhan 99m
Tc
4.1.2.3 pH
Pengukuran pH pada keseluruhan fraksi pada ketiga percobaan bernilai 7.
4.1.2.4 Pemeriksaan visual
Pemeriksaan visual pada keseluruhan fraksi pada ketiga percobaan jernih
dan tidak ada partikel melayang.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.2.5 Kemurnian radiokimia
Penentuan kemurnian radiokimia menggunakan kromatografi kertas
Whatman no.1 dengan fase gerak metanol 85% yang kemudian dianalisis dengan
alat Imaging Scanner AR-200 Bioscan. Pengukuran standar 99m
Tc pertechnetate
telah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah hasil pengukuran kemurnian
radiokimia pada percobaan pertama (Spektrum dapat dilihat pada lampiran 4).
Pengukuran kemurnian radiokimia percobaan kedua dan ketiga bernilai rendah
mengingat aktivitas yang dihasilkan pun bernilai kecil. Hal ini menyebabkan
cacahan bernilai rendah dan cacahan background timbul sehingga prosentase
kemurnian menjadi kecil.
Tabel IV.4 Nilai Kemurnian Radiokimia
Fase Tc Kemurnian
(%) Rf
Fraksi salin 1 (dengan perlakuan HNO3) 99,75 0,495
Fraksi salin 1 (tanpa perlakuan HNO3) 99,77 0,481
Eluat alumina asam (dengan perlakuan HNO3) 99,67 0,530
Eluat alumina asam (tanpa perlakuan HNO3) 87,28 0,536
4.1.2.6 Kemurnian radionuklida
Penentuan kemurnian radionuklida dilakukan menggunakan alat
spektrometer gamma yang telah terkalibrasi. Kurva kalibrasi efisiensi pada
sumbu x menunjukkan energi dan pada sumbu y menunjukkan efisiensi. (Kurva
kalibrasi dapat dilihat pada lampiran 5). Berikut ialah nilai kemurnian
radionuklida 99m
Tc (Spektrum dapat dilihat pada lampiran 6).
Tabel IV.5 Nilai Kemurnian Radionuklida
Fase Tc Energi (keV) Cacahan Kemurnian (%)
Eluat kolom
alumina basa
140,73 68368 100
739,5 - 0
Fraksi salin 140,73 32801 100
739,5 - 0
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
Untuk tujuan diagnosis, radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop
diharapkan segera habis setelah proses diagnosis selesai sehingga dampak yang
tidak diinginkan yang mungkin terjadi dapat diminimalisasi. Oleh karena itu,
99mTc sebagai pemancar gamma murni tunggal pada energi 140,5 keV dengan
waktu paruh pendek 6 jam dinilai tepat sebagai radioisotop untuk tujuan
diagnosis. Radiasi gamma dengan energi yang relatif rendah ini tidak memberikan
dampak yang besar kepada tubuh, namun cukup besar untuk menembus jaringan
dan dapat ditangkap dengan mudah oleh detektor radiasi dari luar tubuh. Oleh
sebab itu, sebaran radioisotop ini di dalam tubuh dapat diamati dengan mudah
(Awaludin, 2011). Keuntungan lain dari radioisotop 99m
Tc adalah bahwa
radioisotop tersebut diekskresikan melalui urin sehingga setelah selesai diagnosa
akan cepat sekali hilang dari dalam tubuh (Adang H.G)
Teknesium-99m (99m
Tc) merupakan suatu unsur yang menempati nomor
atom 43 dalam susunan periodik unsur. Teknesium memiliki beberapa oxidation
state dari -1 sampai dengan +7.
Tabel IV.6 Tingkat Oksidasi Teknesium
Oxidation state Bentuk Teknesium
VII TcO4-
VI TcN3+
V TcO3+
, Tc2O34+
, TcN2+
, TcS3+
IV Tc4+
, TcP24+
, TcO(OH)+, Tc(OH)2
2+
III TcP33+
, Tc3+
II Tc2+
I Tc+, TcP6
+, Tc(CNR)6
+
0 Tc
-I Tc-
Oxidation state merupakan parameter penting dalam menentukan senyawa-
senyawa kompleks yang dapat dibentuk. Pada oxidation state tertinggi akan
terbentuk senyawa pertechnetate. Senyawa inilah yang akan dihasilkan dari
proses produksi 99m
Tc dari 99
Mo. Sebagai anion pertechnetate, Tc tidak mengikat
secara efektif untuk spesies kimia lainnya, agar dapat bereaksi dengan senyawa
lain/ ligand perlu diturunkan bilangan oksidasinya dengan menggunakan reduktor.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Teknesium-99m tidak terdapat di alam dan merupakan unsur buatan. Unsur
ini diperoleh dari hasil peluruhan 99
Mo sebagai radionuklida induknya. Peluruhan
terjadi dikarenakan inti atom yang tidak stabil secara spontan akan berubah
menjadi inti atom yang lebih stabil. Dalam kasus peluruhan 99
Mo akan meluruh
menjadi 99m
Tc kemudian meluruh menjadi 99
Tc dan pada akhirnya menjadi suatu
bentuk stabil yaitu 99
Ru.
Gambar 9. Peluruhan Radioisotop dari 99
Mo
Sumber: Zolle, 2007
Dari gambar peluruhan di atas terlihat bahwa 99
Mo meluruh menjadi 99m
Tc
sebesar 87,5% dan sisanya sebesar 12,5% meluruh menjadi 99
Tc. Radioisotop
yang dimanfaatkan dalam bidang diagnosis ialah 99m
Tc. Mengingat waktu
paruhnya yang sangat singkat, maka radioisotop ini digunakan harus dalam
keadaan ‘fresh’. Jika penggunaannya tidak dalam keadaan ‘fresh’ dikhawatirkan
99mTc telah meluruh menjadi
99Tc. Keberadaan radioisotop
99Tc ini akan
mengganggu pencitraan saat proses diagnosis berlangsung.
Dalam penelitian ini 99
Mo diperoleh dari hasil aktivasi neutron 98
Mo. Proses
aktivasi neutron dilakukan dengan mengiradiasi 98
Mo dengan neutron di reaktor
nuklir. Reaksi aktivasi terjadi saat penangkapan neutron oleh inti dari elemen
yang stabil yang kemudian berubah menjadi sebuah inti radioaktif dari unsur yang
sama. Proses ini dapat digunakan untuk memproduksi 99
Molibdenum, tetapi
radioaktivitas yang dihasilkan lebih rendah dari pada reaksi fisi dan terdapat sisa
98Mo non-aktif yang dapat menimbulkan masalah medis (European Commission,
2009). Hasil dari proses penangkapan tersebut mengakibatkan inti atom yang
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diiradiasi dengan neutron akan berubah menjadi inti lain yakni 99
Mo yang
perbandingan neutron dan protonnya tidak seperti semula, sehingga inti tersebut
menjadi tidak stabil dan bersifat radioaktif. Proses tersebut dapat digambarkan
dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Setelah melalui proses iradisi, molybdenum trioxide (MoO3) dilarutkan
dalam sodium hidroksida. Pemilihan besarnya konsentrasi 4 N NaOH yaitu
didasarkan pada penelitian Karpeles dan Rivero bahwa ekstraksi terbaik terjadi
saat konsentrasi larutan NaOH antara 3-5 N (Judith Dominguez Catasus, et.al
2012). Selain larut dalam larutan alkali hidroksida, MoO3 juga dapat larut dalam
air, ammonium atau potassium bitartrat. Jika melihat kemampuan kelarutan MoO3
dalam beberapa pelarut tersebut maka dapat diketahui bahwa MoO3 bersifat polar.
Hasil pelarutan MoO3 dengan NaOH akan menghasilkan suatu garam dalam
bentuk sodium molybdate. Berikut adalah persamaan reaksi yang terjadi:
Di dalam larutan MoO3-NaOH terdapat radionuklida 99
Mo sebagai
radionuklida induk dan radionuklida 99m
Tc sebagai hasil peluruhan dari 99
Mo.
Metode ekstraksi pelarut banyak digunakan untuk tujuan pemisahan 99m
Tc dari
99Mo. Beberapa pelarut yang selektif terhadap teknesium ialah aseton, metil etil
keton dan piridin (Emeleus, Sharpe, 1968). Pada penelitian ini digunakan pelarut
metil etil keton. Ekstraksi dilakukan dengan pengocokan menggunakan stirrer
selama 10 menit. Proses ekstraksi diharapkan dapat menarik 99m
Tc ke dalam
larutan metil etil keton yang bersifat semi polar dan 99
Mo akan tetap berada pada
fase air yang bersifat polar. Proses ekstraksi selektif teknesium dari
kesetimbangan campuran 99
Mo/99m
Tc memanfaatkan perbedaan kelarutan
keduanya dalam dua fase cair yang larut dan merupakan dasar dari teknik
ekstraksi pelarut (Dash, Knapp, Pillai, 2012). Metil etil keton merupakan cairan
pengekstraksi netral. Sehingga kemungkinan mekanisme ekstraksi dari 99m
TcO4-
ialah solvatasi hidrasi (hidratation solvatation) (Judith Dominguez Catasus, et.al
2012). Reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut:
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Na++
99mTcO4
-.pH2O + qMEK ↔ Na
99mTcO4.pH2O.qMEK
Hasil pengocokan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam corong pisah
dan didiamkan selama 15 menit. Dari hasil ekstraksi akan diperoleh dua lapisan,
yakni lapisan organik (metil etil keton) pada bagian atas dan lapisan non-organik
(air) pada bagian bawah. Hal ini disebabkan densitas metil etil keton bernilai lebih
kecil yakni 0.8049 g/mL dibandingkan dengan densitas air yang bernilai 1 g/mL.
Lapisan organik kemudian dipisahkan dari lapisan non-organik untuk memperoleh
99mTc.
Larutan yang mengandung Tc tersebut belum dapat digunakan untuk tujuan
diagnosis karena masih berada dalam lapisan metil etil keton, Fase organik metil
etil keton dapat dihilangkan dengan penguapan, dan residu penguapan dilarutkan
dengan salin. Namun hasil dari proses tersebut menghasilkan larutan berwarna
kuning. Meskipun belum terdapat literatur yang menerangkan mengenai sebab
terbentukmya warna kuning tersebut, namun diperkirakan warna kuning tersebut
terjadi karena terbentuknya kompleks antara 99m
Tc dengan metil etil keton. Perlu
diketahui bahwa metil etil keton berbahaya bagi tubuh, karena metil etil keton
bersifat neurotoksik, terlebih larutan 99m
Tc ini akan dimasukkan ke dalam tubuh
secara intravena untuk proses diagnosis. Oleh karena itu dibutuhkan proses lebih
lanjut dengan melewatkan larutan ke dalam kolom alumina.
Pada penelitian ini, digunakan adsorben alumina dalam kolom kromatografi.
Alumina memiliki sifat amfoter sehingga zat ini memiliki kapasitas untuk
bertindak sebagai asam atau basa. Berikut ialah sisi asam dan basa pada struktur
alumina.
Sisi asam Sisi basa
Gambar 10. Sisi Asam Basa Alumina
Sumber: Santacesaria, Ello, 1977
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut ialah reaksi alumina jika direaksikan dengan senyawa yang bersifat
asam maupun basa. Jika alumina direaksikan dengan basa dalam hal ini ialah
NaOH maka ion Na+ akan menempati sisi basa dengan berikatan dengan oksigen
yang bermuatan negatif. Sedangkan saat direaksikan dengan asam yakni HNO3
maka ion NO3-
akan menempati sisi asam dengan berikatan dengan aluminium
yang bermuatan positif.
Basa : Al3+
– O – Al3+
+ 2 NaOH Al3+
– O – Al3+
+ OH-
| | | |
O O ONa ONa
Asam : Al3+
– O – Al3+
+ 2 HNO3 Al3+
– O – Al3+
+ 2H+ + 2O
2-
| | | |
O O NO3- NO3
-
Dikarenakan sifatnya yang amfoterik, struktur alumina dalam keadaan asam,
basa maupun netral berbeda. Berikut adalah ketiga struktur alumina dalam kondisi
yang berbeda:
Gambar 11. Struktur Dasar Alumina
(a) Asam, (b) Netral, (c) Basa
Sumber: Noviyanti, 2010
Prinsip kromatografi yang digunakan pada penelitian ini ialah kromatografi
penukar ion. Pertukaran ion merupakan proses yang mana solut-solut ion dalam
fase gerak dapat bertukar dengan ion-ion yang bermuatan sama yang terikat secara
kimiawi pada fase diam. Fase diam dapat berupa padatan polimer yang permeabel
seperti resin organik yang tidak larut atau silika yang dimodifikasi secara kimiawi.
Fase diam ini mengandung gugus-gugus dengan muatan yang tetap dan ion-ion
lawannya yang mobil (Gandjar, Rohman, 2007).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alumina yang digunakan dalam penelitian ini ialah alumina asam dan basa.
Sebelum diaplikasikan dalam kolom kromatografi, alumina asam terlebih diberi
perlakuan dengan asam nitrat 0,1 M. Sedangkan alumina basa tidak diberi
perlakuan seperti alumina asam. Tahapan ‘treatment’ alumina asam ialah dengan
perendaman dalam larutan asam nitrat 0,1 M selama semalaman. Hasil
perendaman kemudian dibilas dengan aquades hingga pH berkisar 3-4 dan
dikeringkan dalam oven bersuhu 1000C selama 1 jam. Tahapan ini dilakukan agar
pH alumina asam yang digunakan untuk kromatografi kolom memiliki pH kisaran
3-4 (foto dapat dilihat pada lampiran.8). Pengaturan nilai pH dikarenakan anion
pertechnetate akan terbentuk pada pH asam yang berkisar antara 1,5 – 3 {Konya,
Jozsef, 2012)
Pada penelitian ini pembuatan kolom kromatografi alumina asam diberi
perlakuan yang berbeda yaitu salah satu kolom dielusikan dengan asam nitrat
sebanyak 10 ml kemudian didiamkan selama beberapa jam baru kemudian
dielusikan dengan metil etil keton sebanyak 10 ml. Sedangkan kolom yang
lainnya hanya dielusikan dengan metil etil keton.
Teknesium yang berada pada fase metil etil keton kemudian dilewatkan ke
dalam kolom alumina basa. Kolom alumina basa di sini bertindak sebagai penukar
kation sehingga ion Mo+
akan bertukar dengan ion Na+ pada alumina basa
sehingga ion Mo+ akan tertahan pada kolom dan ion
99mTcO4
- akan terelusi
bersama metil etil keton. Penggunaan alumina basa pada penelitian ini berfungsi
sebagai penahan lolosan 99
Mo yang masih terbawa dalam larutan fase (MEK-
99mTc) hasil ekstraksi. Hasil eluat dari kolom alumina basa ditampung dan dibagi
menjadi dua untuk kedua kolom alumina asam.
Selanjutnya eluat dari kolom alumina basa dilewatkan ke dalam kolom
alumina asam dan eluat ditampung di dalam vial. Kolom alumina asam di sini
bertindak sebagai penukar anion sehingga ion TcO4- akan bertukar dengan ion
NO3- pada alumina asam. Penggunaan alumina asam pada penelitian ini berfungsi
untuk menahan 99m
TcO4- sehingga yang keluar sebagai eluat adalah larutan metil
etil keton. Untuk menghilangkan sisa pelarut metil etil keton dalam kolom maka
dilewatkan aquades. Dan untuk mengeluarkan Tc pertechnetate, kolom dielusi
dengan larutan salin.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengamatan visual kedua metode (dengan dan tanpa pembilasan asam
nitrat) tampak bening dan tidak tampak partikel melayang. Hal ini menunjukkan
dengan pengembangan metode pemurnian, maka warna kuning pada larutan tidak
terjadi. Pengukuran pH pada eluat setelah dielusi dengan larutan salin bernilai 7,
sehingga eluat 99m
TcO4- tersebut aman untuk diinjeksikan ke dalam tubuh
Sebelum proses pengelusian dengan salin kolom telah dibilas dengan aquades
dengan maksud menghilangkan suasana asam pada kolom.
Secara umum berdasarkan hasil perolehan kembali pada ketiga percobaan
diketahui bahwa dengan adanya pembilasan asam nitrat pada kolom alumina asam
menghasilkan nilai yang lebih besar dibanding kolom tanpa pembilasan asam
nitrat. Pada kolom alumina tanpa tambahan perlakuan dengan HNO3, setelah elusi
pertama dengan larutan salin, keasaman kolom akan berkurang sehingga kekuatan
pengikatan perteknetat (99m
TcO4-) pada alumina berkurang yang akan
menyebabkan sebagian 99m
TcO4- akan ikut dalam air ketika pencucian dan ini
akan menyebabkan eluat dalam salin menjadi kecil. Sedangkan kolom alumina
yang mendapat perlakuan dengan penambahan HNO3 0,1 M, akan menyebabkan
suasana kolom tetap asam sehingga 99m
TcO4- yang terikat dalam kolom tidak
keluar ketika dicuci dengan air, sehingga ketika dielusi dengan larutan salin eluat
99mTcO4
- akan lebih besar dibanding dengan tanpa perlakuan dengan HNO3 0,1 M.
Penggunaan kolom yang berulang dapat digunakan dalam produksi 99m
Tc dari
99Mo hasil aktivasi walaupun nilai perolehan kembali bernilai rendah, tetapi
mempunyai kualitas kemurnian yang tinggi baik dilihat dari kemurnian
radiokimia (> 95 %) atau dari lolosan 99
Mo yang tidak terdeteksi. Perolehan
kembali yang rendah ini disebabkan karena aktivitas 99
Mo yang digunakan
rendah. Tidak digunakannya aktivitas yang tinggi karena pengerjaannya tidak
diizinkan di dalam lemari asam, melainkan harus di dalam hot cell.
Hasil perolehan kembali aktivitas peluruhan pada percobaan menggunakan
kolom alumina baik yang dibilas dengan asam nitrat ataupun tidak, mengalami
penurunan pada percobaan selanjutnya. Nilai yang lebih kecil pada percobaan
kedua dan ketiga kemungkinan disebabkan belum optimalnya keasaman dalam
kolom alumina sehingga 99m
Tc yang terikat pada kolom alumina tidak begitu kuat
dan ikut terelusi keluar pada waktu pencucian dengan air. Walaupun demikian,
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa kemampuan penyerapan alumina asam
dengan perlakuan menggunakan HNO3 0,1 M mempunyai % recovery yang lebih
besar dibanding dengan kolom alumina tanpa perlakuan dengan HNO3 0,1 M,
sehingga untuk penelitian berikutnya perlu dilakukan lagi optimasi perlakuan
dengan HNO3 0,1 M untuk memperoleh % recovery 99m
Tc yang lebih tinggi lagi
(> 60 %).
Pengukuran nilai kemurnian radiokimia pada percobaan pertama, fraksi
salin 1 pada kedua jenis kolom menghasilkan kemurnian yang tinggi yaitu 99,75%
pada kolom dengan pembilasan dengan asam nitrat dan 99,77% pada kolom tanpa
pembilasan asam nitrat. Sedangkan pada fase eluat setelah melewati kolom
alumina asam nilai kemurnian radiokimia kolom tanpa pembilasan asam nitrat
bernilai 87,28% lebih rendah dibanding kolom dengan pembilasan asam nitrat
yaitu 99,67%. Nilai kemurnian radiokimia yang dipersyaratkan ialah tidak kurang
dari 95%. Berdasarkan spektrum yang diperoleh hanya eluat kolom alumina asam
tanpa pembilasan yang tidak memenuhi syarat.
Pada pengukuran kemurnian radiokimia Sodium Pertechnetate (99m
Tc)
Injection (Non-fission) dengan fase gerak metanol 85% rentang nilai Rf ialah 0,5 –
0,7. Pada penelitian ini nilai Rf pada eluat alumina asam pada kedua jenis kolom
berada pada rentang tersebut yaitu 0,530 pada kolom dengan pembilasan asam
nitrat dan 0,536 pada kolom tanpa pembilasan asam nitrat. Sedangkan pada fraksi
salin mengalami pergeseran nilai Rf. Pada kolom dengan pembilasan asam nitrat
diperoleh nilai Rf sebesar 0,495 dan 0,481 pada kolom tanpa pembilasan asam
nitrat. Pergeseran nilai Rf ini dikarenakan oleh batas migrasi pelarut yang berbeda,
sedangkan alat diatur untuk pengukuran yang sama.
Pada pengukuran kemurnian radionuklida diperoleh puncak pada energi
140,73 keV pada kedua fase Tc dengan nilai cacahan sebesar 68368 pada eluat
kolom alumina basa dan 32801 pada fraksi salin. Sedangkan puncak 99
Mo tidak
muncul pada energi 739,5 keV. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
lolosan 99
Mo pada larutan 99m
Tc yang dihasilkan.
36 UIN Syarif Hidatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, adapun kesimpulan yang dapat ditarik ialah
Kromatografi kolom alumina dapat digunakan berulang dalam proses
pemurnian 99m
Tc dari 99
Mo hasil aktivasi.
Nilai perolehan kembali (recovery) dari 99m
Tc yang diperoleh,
menurun pada proses pengulangan selanjutnya. Hasil perolehan
kembali 99m
Tc pada kolom dengan perlakuan HNO3 berturut-turut
ialah 35,7%, 24,2%, 11,31% dan pada kolom tanpa perlakuan HNO3
ialah 26,07%, 5,39%, 10,09%.
Pengujian kemurnian radiokimia diperoleh nilai yang lebih baik pada
kolom dengan perlakuan HNO3 yaitu sebesar 99,75% pada fraksi salin
1 dan 99,67% pada eluat alumina asam. Sedangkan pada kolom tanpa
perlakuan HNO3 diperoleh kromatogram dengan nilai 99,77% pada
fraksi salin 1 dan 87,28% pada eluat alumina asam.
5.2 Saran
Sebagai penelitian awal, sudah tentu masih banyak yang harus dilakukan
dan diperbaiki Beberapa saran yang dapat dituliskan untuk penelitian lebih lanjut
adalah :
Perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan radionuklida 99
Mo
yang memiliki aktivitas lebih tinggi, agar menghasilkan nilai
perolehan kembali yang lebih baik.
Perlu dilakukan percobaan menggunakan konsentrasi HNO3 yang
divariasikan dalam perlakuan terhadap kolom alumina asam dengan
tujuan mencari konsentrasi optimal yang dapat menghasilkan recovery
lebih baik.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1988. British Pharmacopoeian.Volume II. Department of Health and
Social Security Scottish Home and Health Department Welsh Office
Ministry of Health and Social Service for Northen Ireland. London: 1074
Adang H.G., Mutalib, Hotman L, R.Awaludin, Sulaeman. 2009. Pengaruh
Pencucian Larutan NaOCl dan Penambahan Kolom Kedua Alumina
Terhadap Yield dan Lolosan 99
Mo (Mo breakthrough) dari Generator
99Mo/
99mTc Berbasis PZC (Poly Zirconium Compound).Seminar Nasional
V SDM Teknologi Nuklir. ISSN 1978-0176: 634,635
Aushutosh Dash, F.F. (Rush) Knapp Jr., M.R.A. Pillai. 2012. 99
Mo/99m
Tc
Separation: An Assessment of Technology Options. Nuclear Medicine
and Biology XXX. Elsevier: 2,4
Awaludin, R. 2011. Radioisotop Teknesium-99m dan Kegunaannya. Buletin
Alara. Volume 3 Nomor 2: 61,62
Budavari, Susan (editor). 1989. The Merck Index. Eleventh Edition. Merck &
Co.INC.USA: 982
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta: 1002, 1006, 1007,1176
European Commision. 2009. Preliminary Report on Supply of Radioisotopes for
Medical Use and Current Developments in Nuclear Medicine. European
Commission Health and Consumers Directorate-General. Luxembourg:
21
Emeleus, H.J and Sharpe, A.G. 1968. Advances in Inorganik Chemistry and
Radiochemistry. Elsevier. New York: 50
Gandjar, Ibnu Gholid dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 332
G.H. Jeffery J, Basset J, Mendham R C, Denney. 1989. Vogel’s Textbook of
Quantitative Chemical Analysis. 5th
edition.Longman Scientific &
Technical. England: 161
Judith Dominguez Catasus, Yusnier Leon Arias, Regia Gamboa Marrero,
Aidamary Abreu Diaz, Jorge Isaias Borroto Portela. 2012. Evaluation of
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TBP, TOA and MEK as Extractants to Obtain 99m
Tc Radiotracers in
Organic Phase from 99
Mo/99m
Tc Generator. Nucleus N 51. Cuba: 28
Konya, Jozsef. 2012. Nuclear and Radiochemistry. Elsevier Insights. New York:
220
Leswara, Dhevita Nelly. 2007. Buku Ajar Radiofarmasi.Departemen Farmasi
FMIPA Univeristas Indonesia. EGC. Jakarta: 24
Medi Physics Inc. 2009. Molybdenum-99 Breakthrough in Molybdenum-
99/Technetium-99m Generators. United States Nuclear Regulatory
Commission Office of Federal and State Materials and Environmental
Management Programs: Washington, D.C: 2
Noviyanti, Lenia. 2010. Modifikasi Teknik Kromatografi. Kolom untuk Pemisahan
Trigliserida dari Ekstrak Buah Merah. Universitas Sebelas Maret: Solo
Priyadi, Fath. 2006. Produksi Radioisotop Molibdenum-99 dari Hasil Reaksi
Belah Uranium-235. Laporan Kerja Praktek Program Studi Teknokimia
Jurusan Teknokimia Nuklir Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Nasional.
Yogyakarta: 20, 23
Rahayu, Dyah Sulistyani. 2006. Analisis Distribusi Radionuklida dalam Drum
Menggunakan Spektrometri Gamma. Hasil Penelitian dan Kegiatan
PTLR. ISSN 0852- 2979: 286, 287
Rowe, C. Raymond (editor).2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient. 5th
edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association.USA: 38
Saha, Gopal B. 2004. Fundamental of Nuclearr Pharmacy. Edisi kelima.
Springer.New York: 152, 153
Sankha Chattopadhyay, Sujata Saha Das, Luna Barua. 2010. A Simple and Rapid
Technique for Recovery of 99m
Tc from Low Specific (n,γ) 99
Mo Based on
Solvent Extractionand Column Chromatography. Applied Radiation and
Isotopes 68. Elsevier: 1
Santacesaria, Ello et.al, 1977. Basic Behavior of Alumina in the Presence of
Strong Acids. Ind. Eng. Chem., Prod. Res. Dev., Vol. 16, No. 1
Sriyono, Hotman, Herlina, Yono S., Abidin, Adang H.G, A.Mutolib, Rohadi A.,
Hambali, Sulaiman, M.Subur.2011 Pemekatan Larutan 99m
Tc Hasil Elusi
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Generator (n,γ) 99
Mo/99m
Tc Berbasis Poly Zirkonium Compond dengan
Cara Ekstraksi. Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat
Nuklir. ISSN 1410-8178: 157
Tahyan, Yayan et al, 2011. Evaluasi Kualitas Sediaan Radiofarmaka 153-Sm
EDTMP. Prosiding Pertemuan Ilmiah Radioisotop, Radiofarmaka,
Siklotron ISSN: 2087-9654: 80
Torowati. 2009. Penentuan Efisiensi Ekstraksi Uranium pada Proses Ekstraksi
Uranium dalam Yellow Cake Menggunakan TBP-Kerosin. ISSN 1979-
2409. No.04: 3
Tuning S, Imam S, Harjoto. 1995. Prediksi Kestabilan Senyawa Komplek
Teknisium dengan Perhitungan Jumlah Faktor Sudut Ruang. Prosiding
Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN Yogyakarta: ISSN
0216-3128: 89
Underwood, A.L dan Day, R.A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam.
Erlangga. Jakarta: 457, 547
WHO. 2008. RADIOPHARMACEUTICALS Final text for addition to The
International Pharmacopoeia. World Health Organization. Document
QAS/08.262/FINAL: 23
Yono S, Herlina, Abidin, Sulaiman, Sriyono, Hambali, Adang H.G. 2011.
Pemekatan Larutan Teknesium-99m Hasil Ekstraksi dengan Adsorbsi
Resin dan Evaporasi Tekanan Rendah. Prosiding Pertemuan Ilmiah
Radioisotop, Radiofarmaka, Siklotron. ISSN 2087-9652: 7
Zolle, Ilse. 2007. Technetium-99m Pharmaceutical. Springer. New York: 8, 86,
78
http://www.batan.go.id/pdin/index.php?page=artikel&artikel=41 (16 Januari 2013
pkl 21:15)
www.sigmaaldrich.com/etc/.../Sigma-Aldrich/.../a1772pis.pdf (4 Februari 2013
pkl 9:10)
LAMPIRAN
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Perhitungan Preparasi Bahan
Preparasi NaOH 6 N sebanyak 50 ml
Preparasi NaOH 4 N sebanyak 50 ml (pengenceran dari NaOH 6 N)
Preparasi HNO3 0,1 M sebanyak 100 ml (pengenceran dari HNO3 65%)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Perhitungan Aktivitas Peluruhan 99
Mo
Persamaan peluruhan
Dimana:
At = aktivitas setelah peluruhan
Ao = aktivitas sebelum peluruhan
t = selisih waktu
t ½ = waktu paruh
Waktu kalibrasi pengukuran aktivitas : 13 Juni 2013 pukul 09.00 WIB
Percobaan pertama (13 Juni 2013)
Selisih waktu : 0 jam
Percobaan kedua (14 Juni 2013)
Selisih waktu : 24 jam
Percobaan ketiga (17 Juni 2013)
Selisih waktu : 72 jam
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perhitungan Konversi Aktivitas 99m
Tc
Percobaan pertama
Waktu kalibrasi pengukuran aktivitas : 13 Juni 2013 pukul 10.55 WIB
Fase MEK
Waktu pengukuran : 10.55 WIB
Selisih waktu : 0 jam
Eluat alumina basa yang dielusikan ke dalam kolom alumina asam yang
dibilas dengan HNO3
Waktu pengukuran : 11.15 WIB
Selisih waktu : 0,33 jam
Eluat alumina basa yang dielusikan ke dalam kolom alumina asam tanpa
dibilas dengan HNO3
Waktu pengukuran : 11.15 WIB
Selisih waktu : 0,33 jam
Kolom alumina asam dengan pembilasan HNO3
Eluat setelah melewati kolom alumina asam
Waktu pengukuran : 11.45 WIB
Selisih waktu : 0,83 jam
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Bilasan aquades
Waktu pengukuran : 11.57 WIB
Selisih waktu : 1,03 jam
Larutan salin fraksi 1
Waktu pengukuran : 13.50 WIB
Selisih waktu : 2,9 jam
Larutan salin fraksi 2
Waktu pengukuran : 13.55 WIB
Selisih waktu : 3 jam
Larutan salin fraksi 3
Waktu pengukuran : 14.05 WIB
Selisih waktu : 3,16 jam
Kolom alumina asam tanpa pembilasan HNO3
Eluat setelah melewati kolom alumina asam
Waktu pengukuran : 11.35 WIB
Selisih waktu : 0,66 jam
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Bilasan aquades
Waktu pengukuran : 12.03 WIB
Selisih waktu : 1,13 jam
Larutan salin fraksi 1
Waktu pengukuran : 13.45 WIB
Selisih waktu : 2,83 jam
Larutan salin fraksi 2
Waktu pengukuran : 14.00 WIB
Selisih waktu : 3,08 jam
Larutan salin fraksi 3
Waktu pengukuran : 14.10 WIB
Selisih waktu : 3,25 jam
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Percobaan kedua
Waktu kalibrasi pengukuran aktivitas : 14 Juni 2013 pukul 09.30 WIB
Fase MEK
Waktu pengukuran : 09.30 WIB
Selisih waktu : 0 jam
Eluat alumina basa yang dielusikan ke dalam kolom alumina asam yang
dibilas dengan HNO3
Waktu pengukuran : 10.10 WIB
Selisih waktu : 0,66 jam
Eluat alumina basa yang dielusikan ke dalam kolom alumina asam tanpa
dibilas dengan HNO3
Waktu pengukuran : 10.05 WIB
Selisih waktu : 0,58 jam
Kolom alumina asam dengan pembilasan HNO3
Eluat setelah melewati kolom alumina asam
Waktu pengukuran : 10.20 WIB
Selisih waktu : 0,83 jam
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Bilasan aquades
Waktu pengukuran : 10.40 WIB
Selisih waktu : 1,16 jam
Larutan salin fraksi 1
Waktu pengukuran : 10.55 WIB
Selisih waktu : 1.41 jam
Larutan salin fraksi 2
Waktu pengukuran : 11.20 WIB
Selisih waktu : 1,83 jam
Larutan salin fraksi 3
Waktu pengukuran : 11.25 WIB
Selisih waktu : 1,9 jam
Kolom alumina asam tanpa pembilasan HNO3
Eluat setelah melewati kolom alumina asam
Waktu pengukuran : 10.30 WIB
Selisih waktu : 1 jam
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Bilasan aquades
Waktu pengukuran : 10.50 WIB
Selisih waktu : 1,3 jam
Larutan salin fraksi 1
Waktu pengukuran : 11.00 WIB
Selisih waktu : 1,5 jam
Larutan salin fraksi 2
Waktu pengukuran : 11.23 WIB
Selisih waktu : 1,88 jam
Larutan salin fraksi 3
Waktu pengukuran : 11.30 WIB
Selisih waktu : 2 jam
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Percobaan ketiga
Waktu kalibrasi pengukuran aktivitas : 17 Juni 2013 pukul 09.20 WIB
Fase MEK
Waktu pengukuran : 09.20 WIB
Selisih waktu : 0 jam
Eluat alumina basa yang dielusikan ke dalam kolom alumina asam yang
dibilas dengan HNO3
Waktu pengukuran : 09.55 WIB
Selisih waktu : 0,58 jam
Eluat alumina basa yang dielusikan ke dalam kolom alumina asam tanpa
dibilas dengan HNO3
Waktu pengukuran : 10.00 WIB
Selisih waktu : 0,66 jam
Kolom alumina asam dengan pembilasan HNO3
Eluat setelah melewati kolom alumina asam
Waktu pengukuran : 10.15 WIB
Selisih waktu : 0,9 jam
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Bilasan aquades
Waktu pengukuran : 10.30 WIB
Selisih waktu : 1,16 jam
Larutan salin fraksi 1
Waktu pengukuran : 10.45 WIB
Selisih waktu : 1,4 jam
Larutan salin fraksi 2
Waktu pengukuran : 11.05 WIB
Selisih waktu : 1,75 jam
Larutan salin fraksi 3
Waktu pengukuran : 11.15 WIB
Selisih waktu : 1,9 jam
Kolom alumina asam tanpa pembilasan HNO3
Eluat setelah melewati kolom alumina asam
Waktu pengukuran : 10.25 WIB
Selisih waktu : 1,08 jam
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Bilasan aquades
Waktu pengukuran : 10.55 WIB
Selisih waktu : 1,58 jam
Larutan salin fraksi 1
Waktu pengukuran : 11.10 WIB
Selisih waktu : 1,83 jam
Larutan salin fraksi 2
Waktu pengukuran : 11.20 WIB
Selisih waktu : 2 jam
Larutan salin fraksi 3
Waktu pengukuran : 11.30 WIB
Selisih waktu : 2,16 jam
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Spektrum Kemurnian Radiokimia 99m
Tc
Spektrum kemurnian radiokimia percobaan pertama fraksi salin 1 pada
kolom alumina asam dengan pembilasan asam nitrat
Spektrum kemurnian radiokimia percobaan pertama fraksi salin 1 pada
kolom alumina asam tanpa pembilasan asam nitrat
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum kemurnian radiokimia percobaan pertama eluat setelah melewati
kolom alumina asam pada kolom alumina asam dengan pembilasan asam
nitrat
Spektrum kemurnian radiokimia percobaan pertama eluat setelah melewati
kolom alumina asam pada kolom alumina asam tanpa pembilasan asam
nitrat
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5.Kurva Kalibrasi Spektrometer Gamma
Data pengukuran sumber standar
No. Isotop Energi
(keV)
Intensitas
(%)
Dps
(Bq)
Net
area
Counting Cps
(Net area
/counting)
Efisiensi
1. Ba-133 276,4 7,3 25772,6 26750 900 29,7222 0,01579793
2. Ba-133 302,85 18,4 25772,6 66695 900 74,1055 0,015626968
3. Ba-133 356,01 61,9 25772,6 203375 900 225,972 0,014164661
4. Cs-137 661,64 86 4076,17 23252 900 25,8355 0,007369993
5. Co-60 1173,23 99,88 1184,48 16610 3600 4,6138 0,003899967
6. Co-60 1332,51 100 1184,48 14635 3600 4,0653 0,00343212
Perhitungan efisiensi
Isotop 1
Isotop 2
Isotop 3
Isotop 4
Isotop 5
Isotop 6
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Spektrum Kemurnian Radionuklida 99m
Tc
Spektrum kemurnian radionuklida dalam eluat setelah melewati kolom
kromatografi alumina basa
No. Energi (keV) Cacahan
1 140,73 68368
2 739,5 -
Spektrum kemurnian radionuklida fraksi salin
No. Energi (keV) Cacahan
1 140,73 32801
2 739,5 -
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Spektrum Radionuklida 99
Mo
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Dokumentasi
Bahan
Aquades Asam nitrat Metil etil keton
Alumina asam & basa Larutan salin Glass wool
Metanol
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alat
Shielding logam Pb Syringe Pipet tetes plastik
Botol vial Kontiner timbal Kompor penangas
Chamber
Instrumentasi
Dose calibrator Scanner Bio-Scan
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembuatan NaCl 6 N
Penimbangan Hasil larutan
Preparasi kolom
Penimbangan Penimbangan
alumina basa alumina asam
Kolom alumina basa Kolom alumina asam
Hasil ekstraksi
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran pH alumina asam
(a) (b)
Keterangan:
(a) Hasil pengukuran alumina asam sebelum ‘treatment’ dengan HNO3 (pH 5)
(b) Hasil pengukuran alumina asam setelah ‘treatment’ dengan HNO3 (pH 4)
Evaluasi
Pemeriksaan visual
+ HNO3 -HNO3
Pemeriksaan pH
Nilai pH 7